Data Sampah

download Data Sampah

of 42

Transcript of Data Sampah

Pembuang Kulit Jengkol Sedang DiintaiJumat, 6 Maret 2009 14:58 Andika Lay http://www.borneotribune.com/pontianak-kota/pembuang-kulit-jengkol-sedang-diintai.html Sampah mulai menjadi masalah yang susah diselesaikan di Kota Pontianak. Tak ingin hal ini terus berlarut, Pemerintah Kota Pontianak melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) akan menindak tegas warga yang kedapatan dengan sengaja membuang sampah sembarangan. Hal di atas bukan ancaman kosong. Beberapa waktu lalu Staf Kecamatan Pontianak Selatan juga pernah menangkap warga yang membuang sampah di depan sekolahan. Terkait dengan permasalahan ini, Kasat Pol PP Kota Pontianak Junaidi M Tahir mengatakan akan melakukan penindakan terhadap warga yang buang sampah sembarangan. Hal ini penting, mengingat Kota Pontianak merupakan kota jasa dan perdagangan yang bertaraf internsional. Satpol PP menurut Junaidi diperintahkan Walikota untuk menangkap warga yang buang sampah sembarangan. "Sekarang ini, kita lagi mengintai warga yang membuang sampah pada siang hari. Jadwal pembuangan sampah memang sudah diatur peraturan Tibum. Yang menjadi incaran kita adalah pembuangan kulit dan isi jengkol di sembarangan tempat," ungkapnya saat ditemui, Kamis (5/3) di ruang kerjanya. Dijelaskan olehnya, permasalahan sampah yang terjadi di Siantan, tepat didepan Vihara Dewi Kwan Im yang merupakan akses jalan masuk menuju Kantor Kelurahan Siantan Tengah, masih ditemukan banyak warga yang membuang sampah di sepanjang halaman Dewi Kwan Im ini. "Kita dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti Dinas Kebersihan dan Camat dan Lurah untuk mengatasi permasalahan sampah ini, agar ada kesadaran warga untuk tidak membuang sampah yang bukan pada tempatnya," ujarnya. Lebih lanjut mantan Kordinator Lapangan Sat Pol PP mengatakan rata-rata pembuangan sampah di sembarang tempat dilakukan oleh warga. Namun, pada kenyataan petugas klinink service juga melakukan pembuangan sampah di lokasi ini. "Kita akan koordianasikan masalah ini dengan Camat dan Lurah, agar Camat dan Lurah dapat mengkoordinasikan dengan RT-RT tentang kesadaran membuang sampah," pesannya. Sat Pol PP Kota Pontianak mengharapkan warga untuk tidak sembarang membuang sampah, apalagi pembuangan sampah dilakukan pada siang hari. Jika ditemukan akan diberikan tindakan sesuai Perda yang berlaku. "Pelaku yang kedapatan membuang sampah sembarangan, akan ditindak dengan tindak pidana ringan," ancamnya.

H Affan Bey HutasuhutBanjir, Jengkol, Rahudman13 Maret 2012 > Wakil Pimpinan Umum Sumut Pos http://www.hariansumutpos.com/2012/01/23377/banjir-jengkol-rahudman.htm

Setiap kali musim hujan tiba, warga Medan banyak yang panas dingin. Jangan bilang mereka yang bermukim di sepanjang Sungai Deli, Babura, dan Denai saja yang kurang tidur karena takut diterpa banjir di malam gulita. Sejumlah kawasan tanah bertuah ini juga jadi sasaran banjir. Para pakar mengatakan, musibah ini terjadi karena tingginya curah hujan di Tanah Karo, Tembung, dan Medan. Keadaan ini diperparah dengan gundulnya hutan yang bisa menyerap air, dan buruknya saluran air parit karena disesaki sampah. Petuah ini sebenarnya sudah lengket di benak para bos di kota ini. Masalahnya, disahuti apa tidak. Wali Kota Medan, Kepala Dinas Kebersihan, Kepala Dinas PU, dan sebagainya terus silih berganti. Tapi air yang membenam kota ini silih berganti juga. Sampai-sampai halaman rumah dinas gubernur di Jalan Sudirman yang selama ini bebas banjir, juga kecipratan tahun lalu. Siapapun yang ingin membahas parit dan drainase di kota ini pasti berkerut keningnya. Bukan hanya plastik, sayuran, kulit jengkol, hingga softex pun ikut membuat parit tumpat. Biawak dan ular juga bersarang di sini. Penyumbang berat kotoran ini: masyarakat kota. Jelek kali memang drainase dan parit di kampung kita ini. Makanya ketika Wali Kota Rahudman terketuk hatinya untuk mengatasi cerita lama ini, banyak khalayak yang ragu. Ini pekerjaan berat. Apa Pak Wali punya kemauan kuat dan waktu yang cukup untuk urusan yang tak bergengsi ini? kata seorang tetangga setengah berteriak. Warga boleh jadi sangsi. Tapi melihat gelagatnya, Pak Wali kita ini serius. Belakangan ini Rahudman sering kelihatan keluyuran di malam hari. Dia jadi kurang tidur karena terus bersafari dari kelurahan ke kelurahan. Dari lingkungan ke lingkungan lainnya. Tangan dan pakaiannya kotor membersihkan tumpukan sampah yang membusuk di tepi jalan. Para pejabat yang mendampingi pun, entah ikhlas atau atau pura-pura, harus ikut turun bersama Pak Wali ke sungai yang berkubang lumpur. Sesekali ikut hilir mudik naik sampan menyusur sungai membersihkan barang busuk tersebut. Kepala Lingkungan yang leler pun ada yang sudah dipecat karena bekerja setengah hati. Sejumlah parit di beberapa kelurahan sudah pula dibongkar dan dibersihkan oleh pekerja. Rahudman bertekad sampah dan parit harus sudah oke hingga Juni ini.

Cita-cita Rahudman pantas didukung. Yang jadi soal, langkah Rahudman ini sepertinya belum serempak dilakukan oleh masyarakat. Banyak warga masih enggan ikut bersih-bersih. Pernah ada Kepala Dinas Kebersihan (sebelum masa Pak Wali) yang seenaknya membuang puntung rokok di ruas jalan dekat kota Medan. Akh, ini kan bukan di Medan, katanya kepada wartawan yang menegurnya. Kalau mental bersih sudah menyatu, pasti malu membuang sampah di manapun. Dan itu dilakukan bukan pula karena ada peraturan. Kata orang bijak, Bersih itu Sebagian Dari Iman. Sekarang terpulang pada Pak Wali. Apakah masih harus terus bersafari, atau diberlakukan Perda Larangan Membuang Sampah untuk menyadarkan warga. Jangan sampai Pak Wali masuk angin lho. (*)

Keamanan Pangan http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_mykhewani.php

Ekstra Hati-hati Memilih Minyak Goreng Hewani Purwiyatno Hariyadi

Minyak goreng adalah lemak yang digunakan untuk medium penggoreng. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng: minyak goreng nabati (berasal dari tanaman; minyak sayur) dan hewani (berasal dari hewan). Bagi umat Islam, faktor penting dalam memilih minyak goreng tentunya dari aspek kehalalannya. Ditinjau dari aspek kehalalan, maka minyak goreng hewani tentunya perlu dipilih dengan esktra hati-hati. Sayangnya, sulit menentukan minyak goreng yang kita beli mengandung minyak babi atau tidak. Dengan menggunakan alat analisis yang canggih, penentuan ada tidaknya unsur babi pada minyak goreng ini, bukan perkara mudah. Tidak cuma itu, kehalalan suatu produk tidak hanya ditentukan oleh ada-tidaknya unsur babi. Juga praktik-praktik penanganan dan pengolahan lainnya. Maka penentuan kehalalan minyak goreng -- demikian pula dengan produk pangan lainnya -perlu ditetapkan dengan metode audit. Satu-satunya alat yang bisa digunakan oleh konsumen adalah informasi pada label. Syaratnya pelabelan telah dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah (PP) label yang ada. Di Indonesia, minyak goreng yang umum dipakai adalah minyak goreng nabati berbentuk cair pada suhu kamar. Tetapi untuk tujuan penggorengan di industri makanan, sering pula digunakan minyak goreng yang berbentuk padat pada suhu kamar. Misalnya, minyak goreng stearin.

Pemilihan minyak goreng tergantung dari tujuan penggunaannya. Masing-masing pada dasarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan untuk keperluan tertentu. Yang perlu diperhatikan untuk memilih minyak goreng adalah faktor citarasa, stabilitas atau ketahanan terhadap panas, nilai gizi, aspek kesehatan, harga, dan khususnya untuk industri besar adalah faktor jaminan ketersediaan. Ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi). Ketengikan oksidatif dan hidrolitik akan menyebabkan terbentuknya senyawa baru yang bukan molekul minyak (tiasilgliserol), sehingga memberikan citarasa dan bau yang menyimpang. Proses ketengikan hidrolitik akan menyebabkan terurainya molekul minyak (triasilgliserol) menjadi asam lemak dan gliserol. Ketengikan hidrolitik ini biasanya terjadi oleh adanya air dan suhu tinggi (pada proses penggorengan produk pangan basah) dan pada produk mentega atau margarin. Untuk menghambat proses ketengikan dan beberapa proses kerusakan minyak lainnya, sering ditambahkan beberapa senyawa. Antara lain, karoten (pro-vitamin A).

Kerusakan Minyak GorengPosted on May 9, 2009 http://hariskal.wordpress.com/2009/05/09/kerusakan-minyak-goreng/

minyak goreng

Minyak goreng adalah lemak yang digunakan untuk medium penggoreng. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng: minyak goreng nabati (berasal dari tanaman; minyak sayur) dan hewani (berasal dari hewan). Bagi umat Islam, faktor penting dalam memilih minyak goreng tentunya dari aspek kehalalannya. Ditinjau dari aspek kehalalan, maka minyak goreng hewani tentunya perlu

dipilih dengan esktra hati-hati. Sayangnya, sulit menentukan minyak goreng yang kita beli mengandung minyak babi atau tidak. Dengan menggunakan alat analisis yang canggih, penentuan ada tidaknya unsur babi pada minyak goreng ini, bukan perkara mudah.

Di Indonesia, minyak goreng yang umum dipakai adalah minyak goreng nabati berbentuk cair pada suhu kamar. Tetapi untuk tujuan penggorengan di industri makanan, sering pula digunakan minyak goreng yang berbentuk padat pada suhu kamar. Misalnya, minyak goreng stearin. Pemilihan minyak goreng tergantung dari tujuan penggunaannya. Masing-masing pada dasarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan untuk keperluan tertentu. Yang perlu diperhatikan untuk memilih minyak goreng adalah faktor citarasa, stabilitas atau ketahanan terhadap panas, nilai gizi, aspek kesehatan, harga, dan khususnya untuk industri besar adalah faktor jaminan ketersediaan. Ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi). Penggorengan merupakan salah satu proses olahan pangan yang sabgat populer. Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan pengeringan produk dengan media panas berupa minyak sebagai media pindah panas. Penggorengan dari segi ilmiah sangat sulit karena terjadi perpindahan panas dan massa secara simultan. Ketika bahan pangan digoreng menggunakan minyak goreng panas, banyak reaksi komplek terjadi di dalam minyak dan pada saat itu minyak akan mulai mengalami kerusakan. Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi, adanya udara dan air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Adanya interaksi antara produk dan minyak menyebabkan terjadinya reaksi yang sangat komplek, akan terbentuk senyawa volatile maupun nonvolatile yang akan memberikan tanda bahwa minyak telah rusak. Berdasarkan sifat fisikanya, kualitas minyak dapat diketahui dari kandungan asam dienoat, warna, dielektrik konstan, titik asap, dan viskositas. Berdasarkan perubahan kimia pada minyak, kandungan asam lemak bebas, bilangan karbon, penentuan total senyawa polar dan viskositas dapat digunakan untuk pengujian kualitas minyak goreng. Kriteria minyak goreng yang baik dapat diketahui dengan membandingkan beberapa sifat fisika-kimianya seperti dieletrik konstan, bilangan peroksida, dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya hidrolisa minyak menjadi asam-asamnya. Asam lemak bebas merupakan indikator kesegaran suatu minyak goreng, meskipun bukan menjadi satu-satunya indikator kerusakan. Air dapat menghidrolisa minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses ini dibantu oleh adanya asam, alkali, uap air, temperatur tinggi dan enzim. Kandungan asam lemak bebas minyak meningkat selama pemanasan, disebabkan peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Pada proses ini terjadi pemutusan rantai triglesirida menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.

Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi. Minyak yang rusak akibat dari proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Minyak yang telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur, flavor dari bahan pangan yang digoreng. Reaksi oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh akan menyebabkan terbentuknya peroksida, aldehid, keton serta asam-asam lemak berantai pendek yang dapat menimbulkan perubahan organoleptik yang tidak disukai seperti perubahan bau dan flavour (ketengikan). Oksidasi disebabkan oleh udara yang ada disekitar saat pemanasan atau penggorengan, umumnya proses ini berjalan lambat. Derajat oksidasi ditandai dengan penyerapan oksigen, semakin lama dan tinggi suhu pemanasan, proses oksidasi berjalan cepat. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida dengan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh. Minyak mengalami oksidasi menjadi senyawa antara peroksida yang tidak stabil ketika dipanaskan. Pemanasan minyak lebih lanjut akan merubah sebagian peroksida volatile decomposition products (VDP) dan non volatile decomposition products (NVDP). Senyawasenyawa VDP dan NVDP yang dihasilkan oleh senyawa antara peroksida seperti aldehid, keton, ester, alkohol, senyawa siklik dan hidrokarbon, secara keseluruhan membuat minyak menjadi polar dibandingkan minyak yang belum dipanaskan. Peningkatan kandungan senyawa polar pada minyak sawit yang dipanaskan berbentuk linear, peningkatan ini yang tertinggi dibandingkan dengan minyak kedelai, shortening, dan beef tallow. Salah satu parameter kerusakan minyak goreng adalah titik asap. Titik asap adalah suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Semakin tinggi titik asap, semakin baik mutu minyak goreng. Asap tipis yang muncul saat pemanasan minyak merupakan tanda yang normal, namun jika minyak mengeluarkan asap sangat banyak, menandakan minyak tidak layak lagi digunakan. Penggunaan jelantah (minyak goreng yang telah digunakan lebih dari satu kali penggorengan) merupakan hal yang biasa di masyarakat. Sebagian orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah lebih sedap dan sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi. Minyak yang dipanaskan secara berulang-ulang, menyebabkan proses destruksi minyak bertambah cepat. Kadar peroksida meningkat pada tahap pendinginan dan akan mengalami dekomposisi jika minyak tersebut dipanaskan kembali. Minyak yang rusak akibat proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak.

TANAMAN JENGKOL TINGGI PROTEINOleh masifud pada January 6th, 2011 di artikel kesehatan, kandungan protein jengkol

http://www.diketik.net/2011/01/tanaman-jengkol-tinggi-protein/

Protein Jengkol Kalahkan Tempe : Meskipun bau dan dianggap makanan kurang gaul, jangan meremehkan jengkol. Selain sangat kaya akan vitamin C, ternyata kandungan proteinnya lebih tinggi dari tempe. Jengkol pun diperlukan buat mereka yang mengalami anemia. Bagi sebagian besar orang, makan jengkol mungkin merupakan sesuatu hal yang memalukan. Makanan yang satu ini memang sangat kontroversial. Meskipun tanpa bau saat memakannya, orang-orang di sekeliling sudah terlebih dahulu menutup hidung. Tanaman jengkol sudah sejak lama ditanam di Indonesia. Tanaman ini juga banyak ditemukan di Malaysia dan Thailand. Namun, asal-usul tanaman jengkol tidak diketahui dengan pasti. Di Sumatera, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, tanaman jengkol banyak ditanam di kebun atau pekarangan secara sederhana. Di Indonesia, jengkol disebut dengan banyak nama, yaitu jengkol (Jawa), jaring (Sumatera), jaawi (Lampung), kicaang (Sunda), lubi (Sulawesi Utara), dan blandingan (Bali). Dalam dunia tumbuhan, tanaman jengkol diklasifikasikan dalam keluarga Leguminosae (Mimosaceae), marga Pithecellobium, dan jenis Pithecellobium lobatum Tanaman jengkol berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 10-26 meter. Buah jengkol berupa polong berbentuk gepeng dan berbelit. Warna buahnya lembayung tua. Setelah tua, bentuk polong buahnya menjadi cembung dan di tempat yang mengandung biji ukurannya membesar. Tiap polong dapat berisi 5-7 biji.Bijinya berkulit ari tipis dan berwarna cokelat mengilap. Biji ini, terutama yang sudah tua, merupakan bagian tanaman yang paling penting dan paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Selain itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.MANFAAT : Jering atau jengkol (Archidendron pauciflorum, sinonim: A. jiringa, Pithecellobium jiringa, dan P. lobatum) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Bijinya digemari di Malaysia, Thailand, dan Indonesia sebagai bahan pangan. Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae. Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap. Jengkol dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap. Jengkol diketahui dapat mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung. Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat. Biji jengkol dapat dimakan segar ataupun diolah. Olahan paling umum adalah disemur, dan dikenal oleh orang Sunda sebagai ati maung atau "hati macan". Secara berkelakar orang juga menyebutnya sebagai "kancing levis" karena

bentuknya yang bundar diasosiasikan dengan kancing pada jins Levi's. Bijinya lunak dan empuk. Tekstur inilah yang membuatnya disukai. Aromanya agak menyerupai petai tetapi lebih lemah. Namun demikian tidak demikian bila sudah dibuang dari urin. Selain disemur, biji jengkol juga dapat dibuat menjadi keripik seperti halnya emping dari melinjo, dengan cara ditumbuk/digencet hingga pipih, dikeringkan dan digoreng dengan minyak panas. GANGGUAN KESEHATAN : Efek negatif bau sebenarnya dapat dikurangi dengan perendaman atau perebusan. Bau pada waktu kencing dapat dikurangi apabila pembilasan dilakukan sebelum dan sesudah kencing dengan jumlah air yang cukup. Selain bau jengkol dapat mengganggu kesehatan seseorang karena konsumsi jengkol berlebihan menyebabkan terjadinya penumpukan kristal di saluran urin, yang disebut "jengkolan". Ini terjadi karena jengkol mengandung asam jengkolat yang tinggi dan sukar larut di air pada pH yang masam. Konsumsi berlebihan akan menyebabkan terbentuknya kristal dan mengganggu urinasi. Risiko terkena jengkolan diketahui bervariasi pada setiap orang, dan dipengaruhi secara genetik dan oleh lingkungan. Kaya Zat Gizi Meskipun sering dianggap sebagai makanan kelas rendah, hasil penelitian menunjukkan bahwa jengkol juga kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin. Secara lengkap kandungan gizi biji jengkol dapat dilihat pada tabel. Komposisi Gizi per 100 gram Biji Jengkol Zat Gizi Kadar Energi (kkal) 133 Protein (g) 23,3 Karbohidrat (g) 20,7 Vitamin A (SI) 240 Vitamin B (mg) 0,7 Vitamin C (mg) 80 Fosfor (mg) 166,7 Kalsium (mg) 140 Besi (mg) 4,7 Air (g) 49,5

Kandungan vitamin C pada 100 gram biji jengkol adalah 80 mg, sedangkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk pria dewasa. Vitamin C sangat dibutuhkan tubuh untuk meningkatkan imunitas tubuh. Vitamin C juga banyak hubungannya dengan berbagai fungsi yang melibatkan respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti. Di antara peran vitamin Cadalah: (1) oksidasi fenilalanin menjadi tirosin, (2) reduksi ion ferri menjadi ferro dalam saluran pencernaan, sehingga besi lebih mudah untuk diserap, (3) melepaskan besi dari transferrin dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam ferritin (simpanan besi) jaringan, (4) pengubahan asam folat menjadi bentuk yang aktif, yaitu asam folinat, serta (5) berperan dalam pembentukan hormon steroid dari kolesterol. Tinggi Kalsium Jengkol merupakan sumber protein yang baik, yaitu 23,3 g per 100 g bahan. Kadar proteinnya jauh melebihi tempe yang selama ini dikenal sebagai sumber protein nabati, yaitu hanya 18,3 g per 100 g. Kebutuhan protein setiap individu tentu saja berbeda-beda. Selain untuk membantu pertumbuhan dan pemeliharaan, protein juga berfungsi membangun enzim, hormon, dan imunitas tubuh. Karena itu, protein sering disebut zat pembangun. Protein juga memberikan efek menenangkan otak. Protein membantu otak bekerja dengan cepat dalam menerima pesan. Bagi anak-anak, protein sangat berperan untuk perkembangan tubuh dan sel otaknya. Pada

orang dewasa, apabila terjadi luka memar dan sebagainya, protein dapat membangun kembali sel-sel yang rusak. Jengkol cukup kaya akan zat best, yaitu 4,7 g per 100 g. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia. Gejala-gejala orang yang mengalami anemia defisiensi zat besi adalah kelelahan, lemah, pucat dan kurang bergairah, sakit kepala dan mudah marah, tidak mampu berkonsentrasi, serta rentan terhadap infeksi. Penderita anemia kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah sulit menelan. Remaja, wanita hamil, ibu menyusui, orang dewasa, dan vegetarian adalah yang paling berisiko untuk mengalami kekurangan zat besi. Di dalam tubuh, besi sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Jengkol juga sangat baik bagi kesehatan tulang karena tinggi kandungan kalsium, yaitu 140 mg/ 100 g. Peran kalsium pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu membantu pembentukan tulang dan gigi, serta mengatur proses biologis dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar adalah pada saat masa pertumbuhan, tetapi pada masa dewasa konsumsi yang cukup sangat dianjurkan untuk memelihara kesehatan tulang. Konsumsi kalsium yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 800 mg per hari. Kandungan fosfor pada jengkol (166,7 mg/100 g) juga sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi, serta untuk penyimpanan dan pengeluaran energi. Dengan demikian, sesungguhnya banyak manfaat yang diperoleh dari mengonsumsi jengkol. Namun, konsumsi jengkol dapat memberikan efek bau tak sedap, baik pada saat bernapas maupun pada saat buang air besar dan air kecil. Berdasarkan penelitian Soemitro (1987), senyawa aktif dalam kulit halus buah cenderung menunjukkan efek penurunan kadar gula darah yang besar sehingga baik untuk penderita diabetes. Mengurangi Asam Jengkolat Bila Anda penggemar fanatik jengkol, Anda tidak perlu khawatir terhadap dampak negatif dari asam jengkolat. Ada beberapa cara untuk menurunkan kadar asam jengkolat, antara lain dibuat jengkol sepi atau rebus jengkol dalam larutan yang mengandung abu gosok (bass). Jengkol sepi adalah jengkol yang telah dikecambahkan, yaitu dibuat dengan cara memendam biji jengkol dalam tanah pada kedalaman sekitar 10 cm dan disiram dengan air setiap hari selama 14 hari, supaya berkecambah. Pengolahan jengkol menjadi emping juga dapat menjadi pilihan. Emping jengkol sangat terkenal di Jawa Barat. Pada dasarnya prinsip pembuatannya sama dengan emping melinjo, yaitu daging buah dipipihkan di alas batu, kemudian diangkat dan dijemur hingga kering. Emping matang dibuat dengan cara menggorengnya dalam minyak panas. Proses pemasakan ataupun perebusan dapat juga menjadi pilihan. Namun, proses pemanasan harus dilakukan secara sempurna, sehingga dapat mereduksi asam jengkolat secara signifikan. Biasanya proses perebusan berlangsung 6-7 jam sambil setiap kali dibuang buih-buihnya. Meskipun belum memiliki bukti ilmiah, dalam proses pemasakan biji jengkol sebaiknya dibubuhkan daun melinjo. Konon, menurut resep pengobatan tradisional di beberapa daerah, daun melinjo sangat ampuh untuk menetralkan racun asam jengkol yang bersarang di tubuh. Biasanya jengkol dimasak untuk dibuat rendang maupun semur. Konsumsi jengkol bukanlah sesuatu hal yang memalukan. Kandungan gizi yang tinggi merupakan salah satu potensi jengkol yang belum dimanfaatkan secara optimal. Meskipun demikian, konsumsi jengkol sebaiknya tidak berlebihan khususnya bagi mereka yang mengalami gangguan ginjal. Cara Hilangkan Bau

Bau jengkol mungkin hanya bisa disaingi oleh bau petai. Tidak seperti durian yang mengeluarkan aroma saat dikonsumsi, bau jengkol baru terasa beberapa saat setelah mengosumsinya. Bau yang ditimbulkan dari jengkol itu cukup mengganggu terutama bagi orang lain yang tidak ikut mengosumsi. Bagi yang memakannya, meskipun bau setidak-tidaknya sudah menikmati kelezatan jengkol. Bagi orang lain yang tidak ikut merasakan, tetapi cuma kebagian baunya, tentu akan terasa sangat terganggu. Apalagi dengan air seni yang dikeluarkannya. Jika pemakan jengkol buang air kecil dan kurang sempurna membilasnya bau tidak sedapnya akan menyebar kemana-mana, sehingga mengganggu kenyamanan orang lain. Penyebab bau tak sedap itu sebaenarnya adalah asam-asam amino yang terkandung dalam biji jengkol. Asam amino didominasi oleh asam amino yang mengandung unsur sulfur (belerang). Ketika terdegradasi atau terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil, asam amino akan menghasilkan berbagai komponen aroma yang sangat bau akibat pengaruh sulfur tersebut. Bau jengkol dapat dikurangi melalui proses perendaman dan perebusan. Dengan, demikian kedua proses tersebut selain bermanfaat untuk melunakkan biji jengkol, juga berperan dalam mengurani bau tak sedap. Jengkol umumny dihidangkan dengan cara disemur setelah dibelah menjadi dua bagian dan ditumbuk-tumbuk hingga lebih pipih. Walaupun saat dikonsumsi tidak berbau, aromanya akan muncul lagi saat buang air seni. Bau jengkol memang menjadi ciri khas. Konsumsi jengkol sebaiknya memperhatikan tempat dan situasi. Selain itu, setelah mengosumsi jengkol hendaknya tidak membuang air seni di sembarang tempat. Bisa Keracunan Konsumsi jengkol berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Gejala keracunan jengkol adalah nyeri pada perut dan kadang-kadang muntah, serangan kolik dan nyeri waktu buang air kecil, urin berdarah, pengeluaran urin sedikit dan terdapat titik-titik putih seperti tepung, bahkan urin tidak bisa keluar sama sekali. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah mengosumsi jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan yang terlambat adalah 36 jam sesudah konsumsi biji jengkol. Hal itu terjadi karena kandungan asam jengkolat didalamnya. Asam jengkolat merupakan salah satu komponen yang terdapat pada biji jengkol.Kandungan asam jengkolat pada biji jengkol bervariasi, tergantung pada varietas dan umur biji jengkol. Yang jelas, asam jengkolat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Penyebabnya adalah terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan dapat menyumbat saluran air seni. Jika kristal yang terbentuk semakin banyak, lama-kelamaan dapat menimbulkan gangguan pada saat mengeluarkan air seni. Bahkan, jika terbentuk infeksi, akan menimbulkan gangguan yang lebih parah. Dalam jumlah tertentu, asam jengkolat dapat membentuk kristal. Kristal tersebut dapat menyumbat dan bahkan menimbulkan luka pada saluran kencing, sehingga kencing menjadi tersendat-sendat dan kadang-kadang menimbulkan pendarahan. Jika keracunan jengkol, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengosumsi air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih encer, sehingga lebih mudah dibuang melalui urin. Jika keracunan bersifat kronis, dapat diatasi dengan memberikan tablet natrium bikarbonat sebanyak 4x2 gram perhari. obat penghilang rasa nyeri, ataupun pemberian injeksi natrium bikarbonat oleh dokter. Penanganan keracunan jengkol harus diantisipasi dengan segera karena jika keadaan semakin parah, akan menyebabkan kematian.

MUSIM panen jengkol telah tiba. Ya, bulan September hingga Desember merupakan saat di mana para petani dan juragan jengkol berpanen ria. Memang, dari sisi harga, saat panen adalah saat kurang menguntungkan bagi petani jengkol karena jengkol melimpah dan harga pun menurun tajam, jauh lebih rendah daripada harga jengkol di luar musim panen. Lagi pula, yang menikmati harga tinggi biasanya para pedagang di pasar. Meski demikian, petani tetap saja bisa mensyukuri bahwa jengkol bisa mendatangkan uang untuk keluarga.

Terdapat tiga pasar yang jumlah penjualan jengkolnya tinggi, yakni Pasar Induk Caringin Bandung, Pasar Induk Cibitung Bekasi, dan Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Orang Jawa Barat, yang terkenal penyuka lalapan, dikenal sebagai pengonsumsi jengkol tertinggi. Meski demikian, tak hanya orang Jawa Barat yang identik dengan jengkol. Beberapa etnis di Indonesia juga dikenal penyuka jengkol, bahkan jengkol sebenarnya juga digemari penduduk di sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara, seperti di Malaysia dan Thailand. Asal-usul tanaman jengkol tidak diketahui dengan pasti. Di Sumatera, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, tanaman jengkol banyak ditanam di kebun atau pekarangan secara sederhana. Di Indonesia, jengkol disebut dengan banyak nama, yaitu jengkol (Jawa), jaring (Sumatera), jaawi (Lampung), kicaang atau jengkol (Sunda), lubi (Sulawesi Utara), dan blandingan (Bali). Dalam klasifikasi ilmiah, tanaman jengkol termasuk dalam filum Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, famili Fabaceae, subsuku Mimosoideae, genus Pithecellobium, dan spesies Pithecellobium lobatum atau Pithecellobium jiringa. Tanaman jengkol berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 10-26 meter. Buahnya berupa polong berbentuk gepeng dan berbelit. Warna buahnya lembayung tua. Setelah tua, bentuk polong buahnya menjadi cembung dan di tempat yang mengandung biji ukurannya membesar. Tiap polong dapat berisi 5-7 biji. Bijinya berkulit ari tipis dan berwarna cokelat mengilap. Biji ini, terutama yang sudah tua, merupakan bagian tanaman yang paling penting dan paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Selain itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Jengkol diketahui dapat mencegah diabetes dan bersifat diuretik serta baik untuk kesehatan jantung. Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat. Biji jengkol biasa dimakan segar atau diolah dengan bumbu semur, dan dikenal oleh orang Sunda sebagai ati maung atau hati macan). Bijinya lunak dan empuk. Tekstur inilah yang membuatnya disukai. Aromanya agak menyerupai petai, tetapi lebih lemah. Namun demikian, tidak demikian bila sudah dibuang dari urin. Selain disemur, biji jengkol juga dapat dibuat menjadi keripik seperti halnya emping dari melinjo, dengan cara ditumbuk hingga pipih, dikeringkan, dan digoreng dengan minyak panas. KETIKA MUSIM JENGKOL TIBA ...?? Pangan kontroversial Jengkol termasuk sumber pangan kontroversial. Di satu sisi, jengkol yang punya nama ilmiah Pithecolobium lobatum ini sering disebut sebagai si biang bau dan bisa menyebabkan keracunan. Namun di sisi lain, jengkol termasuk bahan pangan yang digemari banyak orang. Entah karena faktor baunya atau karena ada misteri lain yang masih belum terungkap, yang pasti jengkol sering dijadikan doping guna meningkatkan selera makan yang kendor. Bagi sebagian orang, jika sudah ditemani jengkol, makan pun jadi semangat hingga bercucuranlah keringat. Apalagi jengkol muda dicoelkeun ke sambal kacang, makan pun jadi lupa berhenti. Dalam urusan konsumsi jengkol, orang Jawa Barat menempati urutan pertama sebagai pengonsumsi jengkol tertinggi di Indonesia. Memang tidak ada data resmi di BPS untuk yang satu ini. Namun, jika data dari pasar dijadikan rujukan, kita akan mendapati angka yang cukup fantastis. Dalam satu hari saja, orang Jawa Barat bisa menghabiskan 100 ton jengkol! Data ini hanya bersumber dari satu lokasi, yakni Pasar Induk Caringin. Bisa dibayangkan, jika jumlah jengkol dari seluruh pasar di Jawa Barat digabungkan, pasti datanya akan lebih fantastis lagi. Jengkol biasa digunakan sebagai lalap penyedap dan penambah selera makan. Umumnya, yang dijadikan lalap adalah biji jengkol muda, meski beberapa orang lebih menyukai lalap jengkol tua dengan cara digoreng terlebih dahulu. Tak hanya dijadikan lalap, jengkol juga bisa diolah menjadi beragam jenis produk pangan berbumbu seperti semur jengkol, rendang jengkol, sambal goreng jengkol, hingga urap jengkol. Jenis makanan lainnya adalah kerupuk jengkol. Barangkali, yang belum ada hanyalah dodol atau jus jengkol. Beragamnya pengolahan jengkol menjadi beberapa produk pangan menjadi indikasi betapa kuatnya posisi jengkol dalam daftar menu makanan sebagian masyarakat kita. Bagi sebagian orang, mengonsumsi jengkol mungkin hanya sebatas kegemaran yang intensitas konsumsinya terbatas, misalnya sepekan sekali. Terutama ketika selera makan sudah mulai menurun dan butuh jamu pendongkrak selera makan. Namun,

bagi sebagian lainnya, bisa jadi, jengkol ibarat candumeski tidak harus setiap hari mengonsumsimereka merasa ada yang hilang jika makan tidak ditemani jengkol. Nah, biasanya, musim panen jengkol selalu ditandai dengan peningkatan jumlah konsumsi jengkol. Jika sudah demikian, siap-siap saja kita menikmati aroma tak sedap yang muncul dari kamar mandi, selokan dekat rumah, atau malah dari bau mulut pasangan kita. Heueuphidung pun mesti ditutup.*** Sumber: http://cybermed.cbn.net.id http://id.wikipedia.org http://anekaplanta.wordpress.com

Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol 18 Juli 2009 http://miqraindonesia.blogspot.com/2009/07/atasi-jentik-dbd-dengan-kulit-jengkol.html Oleh: Arda Dinata PENGENDALIAN vektor DBD umumnya menggunakan insektisida sintetis, namun penggunaannya berdampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Jengkol (P. lobatum) merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengendalian vektor DBD karena mengandung asam fenolat, alkaloid, terpenoid, dan saponin. Lalu, bagaimana cara kerja ekstra air kulit jengkol ini sebagai insektisida botani, sehingga berpengaruh terhadap indeks pertumbuhan jentik Aedes aegypti, yang menyebabkan terjangkitnya demam berdarah dengue (DBD)? Aedes aegypti Penyakit DBD pertama kali mewabah di Indonesia tahun 1968. Jumlah penderita DBD dari tahun ke tahun semakin meningkat disertai dengan penyebaran yang meluas (Hasyimi, et.al; 1997). DBD merupakan penyakit yang disebab oleh virus dengue, termasuk kategori penyakit menular. Penyakit ini disebarkan melalui perantara nyamuk, terutama yang termasuk genus Aedes. Dan nyamuk Aedes aegypti ini termasuk dalam genus Aedes, famili culicidae, ordo diptera (Wijana; 1982). Aedes aegypti dalam menularkan virus dengue dengan cara menghisap darah manusia yang mengandung virus dengue dan menularkannya kembali pada manusia yang belum terkena virus dengue. Mewabahnya penyakit DBD sampai sekarang belum ditemukan obatnya, sehingga salah satu usaha untuk mencegah penyebarannya dilakukan dengan cara pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian vektor Aedes aegypti dilakukan dengan tujuan memutus siklus hidup Aedes aegypti. Cara pemutusan rantai siklus hidup nyamuk terdiri dari empat macam, yaitu: melenyapkan penyebab penyakit (virus dengue), isolasi penderita, mencegah gigitan nyamuk (vektor), dan pengendalian vektor. Salah satu usaha pengendalian vektor adalah pada usia jentik. Adapun usaha pengendalian jentik (larva) nyamuk dilakukan dengan dua cara, yaitu

pengendalian secara kimiawi dan biologi. Pengendalian secara biologi, diartikan sebagai pengaturan populasi vektor dengan menggunakan musuh-musuh alamiah. Sedangkan pengendalian secara kimiawi, yaitu pengaturan populasi vektor yang salah satu caranya menggunakan larvasida. Pengendalian tersebut akan sangat mempengaruhi siklus hidup Aedes aegypti (Jumar; 2000). Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, stadiumnya terdiri dari telur, larva (kemudian ditulis jentik), pupa, dan nyamuk dewasa. Stadium telur berwarna hitam dengan ukuran + 0,8 mm, berbentuk oval. Di sekeliling telur tidak terdapat kantung udara yang berfungsi sebagai alat untuk mengapung (Ditjen PPM & PLP; 2002). Telur itu, kemudian menetas menjadi jentik. Chistophers (1960) menyatakan bahwa jentik Aedes aegypti berbentuk silindris, terdiri dari caput yang berbentuk globuler, thorak, dan abdomen yang terdiri dari 8 segmen. Bagian caput terdapat bulu sikat yang digunakan untuk mencari makan dan sepasang antena. Bagian abdomen segmen ke-8, terdapat sifon sebagai alat pernapasan. Ciri khas yang membedakan jentik Aedes aegypti dengan jentik Aedes lain ialah duri samping gigi sisir anal (baca: pada bagian comb). Dalam perkembangannya, jentik Aedes aegypti ini mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali dari instar I, II, III, dan IV. Jentik instar I berukuran 1-2 mm, setelah 1 hari berubah menjadi instar II. Ukuran jentik instar II adalah 2,3-3,9 mm. Jentik instar II ini, setelah 2-3 hari akan menjadi instar III, yang memiliki ukuran 5 mm. Baru setelah 2-3 hari jentik instar III ini berubah menjadi instar IV dengan ukuran 7-8 mm. Setelah jadi jentik instar IV, lalu berubah menjadi pupa. Ditjen PPM & PLP Depkes. RI. (2002), menyatakan bahwa pupa ini berbentuk seperti koma dan bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan dengan jentik. Pupa kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa yang ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Mempunyai dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kakinya. Nyamuk Aedes aegypti dewasa, mempunyai panjang tubuh 3-4 mm. Mempunyai bintik hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan punya ring putih pada kakinya. Posisi menggigit pada kulit manusia ialah mendatar (Ditjen. PPM & PL Depkes. RI; 2004). Nyamuk Aedes aegypti dalam perkembangannya, hidup dalam dua tempat. Yakni 3 stadium berkembang di dalam air (telur, jentik, dan pupa) dan 1 stadium hidup di udara bebas (nyamuk dewasa). Sementara itu, kondisi air yang jernih merupakan tempat untuk pertumbuhan Aedes aegypti, mulai dari telur sampai pupa. Posisi jentik menggantung pada permukaan air membentuk sudut 45 derajat (Levine; 1994 dalam Nurchasanah; 2004). Sementara itu, nyamuk Aedes aegypti dewasa, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lembap dan kurang terang (agak redup), misalnya kamar mandi, dapur, kelambu, pakaian yang menggantung, gorden, dan lainnya. Jentik Aedes aegypti untuk mendapatkan makanannya yang berupa partikel-partikel kecil dari air tempat hidupnya dengan membuat pusaran air kecil dalam air dengan menggunakan bagian ujung dari tubuhnya yang ditumbuhi bulu sehingga mirip kipas. Kisaran air tersebut menyebabkan bakteri dan mikroorganisme lainnya tersedot dan masuk ke dalam mulut jentik Aedes aegypti. Untuk proses pernapasannya sendiri, jentik Aedes aegypti menggunakan sifon.

Luar biasanya, tubuh jentik Aedes aegypti ini mengeluarkan cairan kental yang mampu mencegah air untuk memasuki lubang tempat berlangsungnya pernapasan (Yahya; 2005). Kalau kita teliti, ternyata stadium Aedes aegypti yang paling lama ialah berada dalam air, termasuk aktivitas makannya juga dalam air. Untuk itu, upaya pengendalian yang sesuai dengan stadium ini berupa abatisasi. Di mana, abatisasi merupakan pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetis. Penggunaan insektisida sintetis memang lebih mudah digunakan dan lebih efektif, namun penggunaan intektisida sintetis ini dinilai kurang baik karena dapat menimbulkan resistensi, resurgensi, dapat membunuh jasad yang bukan sasaran, serta menurunkan kualitas lingkungan (Metcalf & Luckman; 1982). Untuk itu, salah satu insektisida alternatif yang berpotensi dalam mengendalikan populasi serangga adalah insektisida botani dari senyawa aktif yang terkandung dalam tumbuhan (Schmutterer; 1990). Istilah lainnya adalah menggunakan insektisida botani. Penggunaan insektisida botani ini, menurut Syahputra (2001) dinilai lebih baik daripada insektisida sintetis, karena insektisida botani mempunyai sifat tidak stabil, sehingga lebih mudah didegradasi secara alami. Ekstra kulit jengkol Dewasa ini insektisida alami telah banyak ditemukan, salah satunya yang pernah diteliti Nursal (2005), yaitu ekstrak etanol daun lengkuas ternyata bersifat toksik terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti. Perlakuan efektif terjadi pada konsentrasi 0,98% dan waktu 8 jam. Sementara Muhaeni (2007), juga meneliti tentang pengaruh air rendaman gadung terhadap Anopheles aconitus dan bersifat toksik dengan nilai LC-50 36,63% setelah 24 jam. Selain itu, dilaporkan pula bahwa kulit jengkol berpotensi sebagai insektisida botani. Adalah Tjokronegoro; et.al (1989) yang mengamati para petani Ciwidey pernah menggunakan ekstrak air biji jengkol didorong oleh rasa frustasi menghadapi serangan hama wereng coklat. Jengkol merupakan tanaman yang memiliki tinggi 5-15 m, dengan ranting menggantung. Tanaman ini memiliki tangkai daun utama dan poros sirip dengan satu kelenjar atau lebih dan berambut. Bentuk daun elips atau bulat telur terbalik miring dengan ujung tumpul 1,5-5 x 1-2,5 cm. Bunga beraturan, berbilangan lima. Bongkol berbunga 15-25 pada ujung ranting dalam malai. Kelopak bergigi sampai berlekuk. Tabung mahkota berbentuk corong, dari luar berambut. Benang sari banyak, panjang lebih kurang 1 cm; tangkai sari pada pangkal bersatu menjadi tabung. Bakal buah berambut, bertangkai, merah. Polongan bulat silindris, seringkali bengkok atau menggulung dalam 1-2 puntiran, diantara biji seringkali menyempit, panjang 6-12 cm, lebar 1 cm. Biji 1-10 mengkilap berwarna hitam dengan selumbung biji putih atau ros yang tidak sempurna (Steenis; 1975). Sementara itu, dari hasil penelitian Rahayu dan Pukan (1998) diungkapkan kalau kandungan senyawa kimia dalam kulit jengkol yaitu: alkaloid, terpenoid, saponin dan asam fenolat. Asam fenolat ini di dalamnya termasuk flavonoid dan tanin. Tanin ini terdapat pada berbagai tumbuhan berkayu dan herba, berperan sebagai pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan (Howe &

Westley; 1988). Untuk senyawa saponin, termasuk dalam golongan triterpenoid. Golongan ini terdapat pada berbagai jenis tumbuhan, dan bersama-sama dengan subtansi sekunder tumbuhan lainnya berperan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga, karena saponin yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi serangga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerap makanan (Applebaum; 1979, Ishaaya; 1986). Sementara itu, Smith (1989) menyatakan bahwa alkaloid, terpenoid, dan flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan juga bersifat toksik. Terkait dengan itu, Nurchasanah (2004) membagi insektisida berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh serangga menjadi tiga kelompok, yaitu: racun perut, racun kontak, dan racun pernapasan. Menurut Tarumingkeng (1992), racun perut ini menyerang organ utama pencernaan serangga, yaitu bagian ventrikulus. Ventrikulus merupakan bagian saluran makanan sebagai tempat penyerapan sari-sari makanan. Insektisida yang terserap bersama sari-sari makanan selanjutnya akan diedarkan ke seluruh bagian tubuh serangga oleh haemolimfe. Bahan aktif dari kulit jengkol seperti alkaloid, terpenoid, saponin, dan asam fenolat dapat digunakan sebagai larvasida dengan cara mengekstrak kulit jengkol. Kulit jengkol digiling sampai berupa simplisia. Lalu, simplisia direbus dan dimaserasi selama tiga hari. Hasil maserasi disaring digunakan sebagai larutan ekstrak air kulit jengkol (Harborne; 1987). Dalam hal ini, pelarut yang dipakai adalah menggunakan air biasa, karena dapat dengan mudah diperoleh dan mudah untuk pembuatan ekstrak. Hasilnya, kemampuan ekstrak air kulit jengkol dalam mengendalikan populasi Aedes aegypti dapat diamati melalui kemampuannya menurunkan indeks pertumbuhan jentik Aedes aegypti. Di sini, pengukuran indeks pertumbuhan dilakukan dengan mengamati pengaruh air kulit jengkol yang diujikan terhadap pertumbuhan hewan uji dari instar I sampai pupa. Zhang, et.al. (1993) mendefinisikan pertumbuhan serangga dalam stadium jentik sebagai suatu kemampuan untuk berganti kulit dan berkembang menjadi instar selanjutnya. Jumlah pergantian kulit menunjukkan perkembangan, dan jika seekor serangga tidak mengalami pergantian kulit, maka diasumsikan bahwa serangga tersebut tidak tumbuh. Dengan kata lain, indeks pertumbuhan (growth indeks/GI) didefinisikan sebagai jumlah stadium yang dicapai oleh individu di bawah kondisi eksperimen dibagi dengan jumlah stadium tertinggi yang akan dicapai oleh populasi control. Di sini, Zhang, et.al., menyatakan apabila nilai GI = 1, berarti semua jentik berhasil menjadi pupa, tetapi bila GI = 0, berarti semua jentik mati pada instar awal. Namun, apabila nilai GI terletak antara 0 dan 1, berarti ada jentik yang berhasil menjadi pupa. Arti lainnya, sebagian dapat tumbuh tetapi belum menjadi pupa, dan sebagian lagi ada yang mati pada setiap instar. Semakin banyak yang mati pada instar awal, maka nilai GI semakin kecil dan sebaliknya. Atasi pertumbuhan jentik Dari hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Diah Prastiwi Tanjung (2007) di Laboratorium Entomologi Loka

Litbang P2B2 Ciamis, tentang Indeks pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti yang terdedah dalam ekstrak air kulit jengkol didapat data bahwa indeks pertumbuhan yang diperoleh berkisar antara 0 dan 1 terdapat pada semua konsentrasi, yaitu: 0%, 9%, 18%, dan 36%. Hal ini berarti bahwa apabila jentik atau larva nyamuk Aedes aegypti ini didedahkan dalam ekstrak air kulit jengkol dengan konsentrasi tersebut, maka terdapat sebagian jentik menjadi pupa, sebagian tumbuh tetapi belum menjadi pupa, dan sebagian lagi ada yang mati pada instar awal. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak air kulit jengkol berpengaruh terhadap pertumbuhan jentik Aedes aegypti. Di sini, kalau kita telaah lebih lanjut, kematian jentik Aedes aegypti yang terdedah dalam ekstrak air kulit jengkol, maka kemungkinan disebabkan oleh senyawa yang terkandung dalam ekstrak air kulit jengkol tersebut. Hal ini didasarkan pada data analisis fitokimia yang dilakukan oleh Ambarningrum, dkk. (2006), yang menyebutkan bahwa ekstrak air kulit jengkol ini mengandung senyawa alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan terpenoid. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat anti makan dan juga bersifat toksik. Tanin dan flavonoid merupakan senyawa yang termasuk dalam kelompok fenol. Kalau kita perhatikan, dari aktivitas tanin ini dapat menurunkan kemampuan mencernakan makanan pada serangga dengan cara menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan amilase). Tanin juga mampu mengganggu aktivitas protein pada dinding usus. Respon jentik terhadap senyawa ini adalah menurunnya laju pertumbuhan dan gangguan nutrisi (Howe and Westle; 1990). Sementara untuk saponin merupakan kelompok triterpenoid yang termasuk dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini, ternyata dapat mengikat sterol bebas dalam pencernaan makanan, di mana sterol berperan sebagai prekusor hormon ekdison, sehingga dengan menurunya jumlah sterol bebas akan mengganggu proses pergantian kulit pada serangga (moulting). Sedangkan untuk senyawa saponin ini, apabila dikocok dengan air maka akan menghasilkan buih dan bila dihidrolisis akan menghasilkan gula dan sapogenin (Mulyana; 2002). Kaitannya dengan proses masuknya toksin dalam tubuh jentik, menurut Keilin dan Clement, seperti dikutip Muhaeni (2007), ekstrak air kulit jengkol masuk ke dalam tubuh jentik nyamuk bersama dengan makanan dan air yang masuk melalui mulut. Penetrasi racun terjadi di daerah usus tengah di mana daerah tersebut terdapat aktivitas absorpsi makanan melalui jaringan epithelium dan hasilnya akan diedarkan ke seluruh tubuh oleh haemolimfe. Adapun mekanisme keracunannya berupa kerusakan pada jaringan epithelium pada usus tengah yang mengabsorpsi makanan. Kegagalan absorpsi tersebut mengakibatkan malnutrisi, sehingga pertumbuhan jentik terhambat dan akhirnya terjadi kematian jentik. Dalam bahasa Siswowijoto (1988), gejala yang muncul bila hewan mengalami keracunan adalah melalui empat fase. Yaitu perangsangan, kejang-kejang, kelumpuhan, dan diakhiri dengan kematian. Periode perangsangan ditunjukkan oleh gejala perubahan tabiat dari tingkah laku hewan dari keadaan biasa, kemudian menjalar sampai tingkat antena dan bagian mulut. Gejala ini dilanjutkan pada tingkat kelumpuhan dan berlanjut pada organ respirasi, akhirnya mengalami kematian.

Jadi, ekstrak air kulit jengkol ini dapat berpengaruh terhadap indeks pertumbuhan jentik Aedes aegypti, dan langkah ini tentu dapat diaplikasikan dalam program pemberantasan jentik Aedes aegypti di daerah endemis DBD. Hasilnya, DBD kabur karena jentiknya tidak berkembang, dan lingkungan pun tidak tercemar berkat ekstrak kulit jengkol.***

Ekstraksiby Devy Nandya Utami on 09/03/09 at 9:38 am | 28 Comments | |

http://majarimagazine.com/2009/03/ekstraksi/

Fragonard Perfume (Grasse, France)

Salah satu proses yang paling mendasar dari industri parfum adalah ekstraksi minyak-lemak. Contohnya dalam ekstraksi minyak atsiri dari biji pala (Myristica fragrans). Pertama-tama yang dilakukan adalah mengambil kandungan minyaklemak dari bijinya, baru kemudian dilakukan pemurnian untuk mendapatkan minyak esensial atsirinya saja. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry] Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:

o o o o o

Tipe persiapan sampel Waktu ekstraksi Kuantitas pelarut Suhu pelarut Tipe pelarut Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan perkolasi-imersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi bahan tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara partikel. Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam oleh pelarut yang bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat disimpulkan:

o o o

Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat membasahi bahan karena pengaruh gravitasi. Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara periodeik sampai bahan benar-banar terendam oleh pelarut. Oleh karena itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan, bahkan saat sirkulasinya cepat. Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk mempermudah pelarut bergerak melalui bahan.

o

Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-current terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan minyak paling sedikit harus berkontak dengan pelarut yang kosentrasinya paling rendah. Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan yang kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara metode imersi lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang berdifusi lambat. Ekstraksi bahan makanan biasa dilakukan untuk mengambil senyawa pembentuk rasa bahan tersebut. Misalnya senyawa yang menimbulkan bau dan/atau rasa tertentu.

Ekstraksi Soxhlet

Ada dua jenis ekstraktor yang lazim digunakan pada skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan ekstraktor Butt. Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon. Prinsip kerja ekstraktor Butt mirip dengan ekstraktor Soxhlet. Namun pada ekstraktor Butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui annulus di antara selongsong dan dinding dalam tabung Butt. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong langsung lalu keluar dan masuk kembali ke dalam labu didih tanpa efek sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi Butt berlangsung lebih cepat dan berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor Butt dinilai lebih efektif daripada ekstraktor Soxhlet. Hal ini didasari oleh faktor berikut:

o

Pada ekstraktor Soxhlet cairan akan menggejorok ke dalam labu setelah tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal ini menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan cairan daripada bagian lainnya. Sehingga sampel yang berada di bawah akan terekstraksi lebih banyak daripada bagian atas. Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata. Sementara pada ekstraktor Butt, pelarut langsung keluar menuju labu didih. Sampel berkontak dengan pelarut dalam waktu yang sama.

o

Pada ekstraktor Soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung dengan udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut panas di dalam pipa ke ruangan. Akibatnya suhu di dalam Soxhlet tidak merata. Sedangkan pada ekstraktor Butt, pelarut seluruhnya dilindungi oleh jaket uap yang mencegah perpindahan panas pelarut ke udara dalam ruangan.

Referensi: AOCS Official Method Am. 2-93. Determination of Oil Content in Oilseeds. Lucas, Howard J, David Pressman. 1949. Principles and Practice In Organic Chemistry. New York: John Wiley and Sons, Inc. Whitaker, M.C. 1915. The Journal of Industrial and Engineering Chemistry. Easton: Eschenbach Printing Company.

METODE EKSTRAKSIS.HAMDANIJUNI 2009

http://catatankimia.com/catatan/metoda-ekstraksi.htmlEkstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak

Macam Metoda Ekstraksi :Ekstraksi Cara Dingin Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah : Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metoda ini dengan cara merendam sample dengan sekali-sekali dilakukan pengocokan. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Ada juga maserasi kinetik yang merupakan metode maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi yang ini agak jarang dipakai. Perkolasi merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna ( exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan bahan, maserasi antara, perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya satu sampai lima kali volume bahan, ini bahasa buku agak rumit ya? Prosedurnya begini: sampel di rendam dengan pelarut, selanjutnya pelarut (baru) dilalukan (ditetes-teteskan) secara terus menerus sampai warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut.

Ekstraksi Cara Panas Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin. Metodanya adalah: Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Umumnya dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan proses pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna, ini bahasa buku lagi. Prosedurnya: masukkan sampel dalam wadah, pasangkan kondensor, panaskan. Pelarut akan mengekstraksi dengan panas,

terus akan menguap sebagai senyawa murni dan kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, mengekstraksi lagi dan begitu terus. Proses umumnya dilakukan selama satu jam. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Disini sampel disimpan dalam alat Soxhlet dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam wadah yang di panaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut terdinginkan dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang selanjutnya mengekstraksi sampel. Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) yang dilakukan pada suhu lebih tinggi dari suhu ruangan, secara umum dilakukan pada suhu 40C 50C. Infusa merupakan proses ekstraksi dengan merebus sample (khusunya simplisia) pada suhu 90 0C

Incoming search terms: ekstraksi (1681) metode ekstraksi (376) ekstraksi adalah (331) jenis-jenis ekstraksi (211) metode maserasi (196) macam macam ekstraksi (116) ekstraksi maserasi (89)

Jika anda suka? Share it:

Extraction Methodshttp://www.edenlabs.org/extractionmethods.html

Eden Labs LLC supports a variety of different methods for performing extracts. Please review these methods to decide which systems applies to your needs. Feel free to call or E-mail any questions you may have. THE COLDFINGER METHOD DISTILLATION/EXTRACTION This is the original extraction method that Eden Labs was built on and it continues to be the backbone of the company. Technically, our distillation devices are "modified soxhlet extractors." The original soxhlet extractor was developed by Franz Von Soxhlet, a German agricultural chemist, in the early part of this century. Our patent pending modifications to his basic design make it possible for the operator to distill at much lower temperatures and it enables one to recollect the solvent that was used to extract the plant material back out of the extract for re-use. Within an enclosed flask there is an inverted condenser pointing down into the flask from the top. Just below that condenser will be suspended either what's called a soxhlet basket or a recovery vessel depending on whether you're extracting or recovering solvent. The condenser

will have cold liquid circulating through it to keep the condenser cold. In the bottom of the main flask solvent is placed. To do an extraction, the ground plant material is placed in the soxhlet basket which is a vessel with perforated sides and bottom so that liquid can fall through it. When gentle heat is applied to the main flask, the solvent begins to evaporate and the solvent vapors reach the cold condenser at the top of the flask and begin to liquefy on the sides of the condenser. (much the same way that a cold glass of water becomes wet on the outside of itself on a hot day) The re-condensed solvent on the sides of the condenser begin flowing down the sides of the condenser and begin dripping off of drip points on the end of the condenser. This solvent drips into the top of the soxhlet basket where it saturates the herb being extracted. The solvent flows through the basket and out the holes in the bottom of the basket carrying the extract with it into the bottom of the flask. The extract laden solvent falling from the soxhlet basket is dark in color and as it becomes clearer you know that the plant material is leached out and the process is finished. At this point you can do one of three things: 1. Stop the operation and pour the extract infused solvent out of the main flask. 2. Hook up the recovery vessel and remove the solvent from your extract which generally leaves a paste behind. 3. Dump and squeeze out the spent plant material in the soxhlet basket, then start a fresh basket of herb in the extractor using the same solvent which continually re-distills and extracts regardless of how much extract is infused into it in the bottom of the main flask. The recovery vessel is simply a cup which is suspended below the condenser. As solvent vapors re-condense and fall off the tip of the condenser, they fall into the cup and are thus separated from the extract itself. Our most sophisticated units which use this process are also vacuum compatible. Applying a vacuum to this inside of the main flask lowers the boiling point of the solvent enabling the operator to distill solvent at much lower temperatures and to distill much more quickly. When using vacuum, solvent vapors will migrate out of the port through which the vacuum is being pulled. To capture these vapors before they go into the vacuum pump, a cold trap is utilized which is a different type of condenser which re-condenses solvent vapors and then sends the liquid solvent back into the main flask. (see Professional Round Bottom unit) COLD PERCOLATION This is a traditional method of extraction used by herbalists throughout the world and it's very simple. Above a flask or vessel is suspended a cone or tube. The bottom of the tube has a perforated base which holds ground herb in place. Solvent is poured into the top of the tube where it soaks through the herb leaching out the extract and then falling out the bottom end of the tube into the flask. If desired, the percolation tube can be wrapped in heating tape to help facilitate the extraction. Percolate cones or tubes can be ordered as accessories to any of our basic distillation units. Please contact us for details and prices as these our custom made to customer request.

AGITATION/DISTILLATION This is the accepted method used by most large, industrial operations which are in the business of processing herbal extracts. The main reason for this is that the distillation/extraction method outlined earlier becomes cost prohibitive and very time consuming when sized up to industrial scale.(Our largest distillation/extraction unit is the size of a 55 gallon drum. Beyond this size, that design becomes impractical.) The first stage of this process involves the use of a large mixing vat or tank. The tank is heated by a water jacket and has a big mixing arm with blades on it extending down through the top of it. Ground herb and solvent are put in the tank and agitated for a determined period of time. In the bottom of the tank is a three-way valve. During agitation the valve is closed. After agitation, the valve is opened to let the liquid out but the plant material is retained for further agitation. The liquid that is recovered from this first run is very thick with extract and is suitable for immediate use if a liquid extract is the desired form. To completely leach out the plant material, more solvent must be introduced into the agitation vessel whereby the process is repeated. This process may be repeated 2-4 times to completely leach out the extract from your herb with each successive run yielding a leaner batch of extract. When the last run is complete, the valve is opened up so that the spent herb and the solvent all run out thus draining the tank. To recover the solvent from these batches of extract, a distillation vessel is used to strip the solvent out of the extract similar to the solvent recovery method outlined in the distillation/extraction section. A press or centrifuge is used to squeeze the liquid out of the spent plant material. High Pressure- Supercritical/Subcritical Extraction This is the most technologically advanced extraction system in the world. Research into the techniques and applications of this amazing process is ongoing and Eden Labs is at the forefront of these investigations. Super Critical Fluid Extraction (SFE) involves taking gases, usually CO2, and compressing them into a dense liquid. This liquid is then pumped through a cylinder containing the material to be extracted. From there, the extract laden liquid is pumped into a separation chamber where the extract is separated from the gas and the gas is recovered for re-use. CO2 's solvent properties can be manipulated and adjusted by varying the pressure and temperature that one works at. The advantages of SFE are the versatility it offers in pinpointing the constituents you want to extract from a given material and the fact that your end product has virtually no solvent residues left in it. (CO2 evaporates completely) The downside is that this technology is quite expensive. There are many other gases and liquids that are highly efficient as extraction solvents when put under pressure. Please click on our section titled High Pressure Supercritical Fluid Extraction for more details.

Share

facebook

RADIKAL BEBAS & ANTIOKSIDAN Dr. Albert GO Sumampouw last update : 29 March 2003 http://www.medikaholistik.com/medika.html?xmodule=document_detail&xid=54&ts=13321666 82&qs=healthAkhir-akhir ini di dalam majalah, surat kabar bahkan menonton iklan di televisi, maupun seminar-seminar ilmiah banyak dibahas mengenai radikal bebas dan antioksidan. Apa sebenarnya radikal bebas dan antioksidan itu, bagaimana bekerjanya sehingga bisa merusak sel-sel tubuh dan apakah ada manfaatnya terhadap kesehatan kita? merupakan fenomena yang relatif baru. Hingga permulaan abad ke 20, tidak seorangpun mengetahui bahwa radikal bebas dapat berwujud dan bekerja secara bebas. Pemahaman ilmiah kita tentang hubungan radikal bebas dengan antioksidan baru muncul pada tiga hingga empat dekade terakhir ini. Pengetahuan baru ini, kini banyak diterapkan oleh para dokter di ruang praktek dan klinik-klinik di seluruh negeri tetapi sebagian besar hasil penelitian yang ada dalam pustaka ilmiah itu sesungguhnya masih belum diterapkan secara baik bagi pasien. Jadi agar dapat mendiskusikan berbagai masalah penting tentang masalah penyakit dan kesehatan dikaitkan dengan radikal bebas dan antioksidan ini maka ada perlunya kita mengetahui perkembangan paling mutakhir dalam bidang kesehatan. Hanya dengan informasi itu, kita dapat berharap mengerti semua informasi tentang apa saja yang dapat dilakukan radikal bebas terhadap kita dan apa saja yang dapat dilakukan antioksidan untuk kita. Para pakar kimia di abad ke 19 semula menggunakan istilah radikal bebas untuk suatu kelompok atom yang membentuk suatu molekul. Pada saat itu, para ilmuwan tidak percaya bahwa radikal bebas dapat berada dalam keadaan bebas. Terjadi perubahan drastis pada abad ke 20 dari hasil kerja seorang rusia bernama Moses Gomberg yang lahir di Blisavetgrad pada tahun 1866 dan hijrah bersama keluarga ke Amerika serikat pada usia 18 tahun yang mendapat gelar Doktor di universitas Micihigan pada 1894., dia membuat radikal bebas organik pertama dari trifenilmetan suatu senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan dasar berbagai zat pewarna. Sebagai hasil dari penelitian Gomberg dan ilmuwan lain pada tahun-tahun pertama abad ke 20 istilah radikal bebas kemudian diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Oleh karena elektron yang tidak berpasangan itu mengitari orbit mereka. Di dalam molekul mereka membentuk semacam efek magnet yang menyebabkan radikal bebas berikatan dengan molekul-molekul di dekatnya. Banyak radikal bebas sangat tidak stabil sehingga keberadaan mereka hanya sesaat , selama hidup mereka yang sangat singkat itu radikal bebas bertindak seperti katalis yang menjembatani reaksi kimia dan berubah bentuknya dalam molekul lain. Sebenarnya radikal bebas ini penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Kunci kerjanya radikal bebas yang aman dan efektif dalam tubuh kita bila tidak dalam jumlah yang berlebihan atau dalam keadaan seimbang, akan tetapi masalahnya adalah mekanisme keseimbangan tubuh kita yang sangat rapuh ini sering sekali keluar jalur sehingga menimbulkan penyakit.

Saat tubuh kita dipenuhi radikal bebas yang berlebihan maka molekul yang tidak stabil yang berada didalam tubuh kita berubah bentuk menjadi molekul pemangsa. Mereka mulai bergerak liar dan menyerang bagian tubuh yang sehat maupun yang tidak sehat sehingga terjadi penyakit. Berbagai penyakit yang telah diteliti dan diduga kuat berkaitan dengan aktivitas radikal bebas. Penyakit-penyakit tersebut mencakup lebih dari 50 kelainan seperti Stroke, Asma, Pankreatitis, Berbagai penyakit radang usus, Penyumbatan kronis pembuluh darah di jantung, Penyakit parkinson, Sel Sickle Leukemia, Artritis rematoid, Perdarahan otak & tekanan darah tinggi, bahkan AIDS. Untuk memperbaiki keadaan ini tubuh kita membentuk pembasmi radikal bebas yang dikenal sebagai antioksidan endogen. Antioksidan endogen ini akan menetralisir radikal bebas yang berlebihan itu sehingga tidak merusak tubuh. Antioksidan endogen ini dikemukakan oleh ilmuwan Amerika pada tahun1968 oleh J.M. Mc Cord dan I. Fridovich yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia yaitu Superoksid dismutase yang saat ini disingkat SOD.. Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutnya ditemukan enzim-enzim antioksidan alami lainnya seperti Glutation peroksidase , Katalase yang siap menetralisir radikal bebas yang berlebihan agar tetap seimbang. Saat ini enzimenzim antioksidan alami ini sudah dapat diperiksa kadarnya dalam tubuh di laboratorium. Sedangkan antioksidan yang kita makan dari luar melalui makanan atau melalui food suplemen untuk membantu tubuh melawan kelebihan radikal bebas, kita sebut antioksidan eksogen. Menurut Phyllis A Balch, Cnc & James F. Balch, MD dalam bukunya Prescription for Nutritional Healing maka yang dapat dimasukkan dalam antioksidan eksogen ini adalah : Alpha lipoic acid ( ALA ), Bilberry ( Vaccinium myrtillus ), Burdock ( Artium lappa ), Carotenoids, Coenzyme Q 10, Curcumin ( Tumeric ), Flavonoids, Garlic, Ginkgo biloba, Glutathione, Grape seed extract, Green tea, Melantonin, Mettthionine, N-Acetylcysteine( NAC ), Nicotinamide Adenine dinucleotide ( NADH ), Oligomeric Proanthocyanidins ( OPCs ), Pycnogenol, Selenium, Silymarin, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E, Seng. Sayangnya sistem perlindungan dari dalam maupun dari luar tubuh sering tidak memadai karena terlalu banyaknya radikal bebas yang terbentuk seperti polusi udara, asap rokok, sinar ultra violet yang diproduksi sinar matahari, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita , bahkan karena olah raga yang berlebihan. Tampaknya kemanapun kita bergerak berbagai senyawa dan keadaan tertentu senantiasa membayangi kita dengan berbagai radikal bebas akibat ulah kita sendiri. Ada 4 langkah yang dapat dilakukan menurut Dr. Kenneth H. Cooper yang menjadi pencetus Preventive medicine untuk melawan radikal bebas yang berbahaya dalam tubuh kita yaitu : 1. Berolah raga dengan intensitas rendah 2. Mengkombinasi beberapa antioksidan setiap hari 3. Mengatur diet dan memasak secara benar agar antioksidan dalam makanan tidak rusak 4. Bergaya hidup bebas dari radikal bebas Berikut merupakan ulasan dan saran-saran bagaimana cara memahami 4 langkah tersebut diatas. Langkah 1: Lakukan Olah Raga Dengan Intensitas Rendah Pada keadaan normal radikal bebas terbentuk secara amat perlahan kemudian dinetralisir oleh antioksidan yang ada dalam tubuh. Namun jika laju pembentukan radikal bebas sangat meningkat karena terpicu oleh latihan yang terlalu keras atau berolahraga secara berlebihan sehingga jumlah radikal bebas akan terbentuk melebihi kemampuan sistem pertahanan tubuh, maka molekul pemberontak tambahan yang tidak dapat dicegah ini lalu menyerang membran sel , sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel tubuh kita yang mengakibatkan timbulnya penyakit . Sebaliknya dengan meningkatkan ketahanan tubuh kita secara bertahap melalui program latihan olah raga dengan intensitas rendah yang disarankan seperti jalan cepat, jogging, berenang, dan bersepeda statis ini, dapat meningkatkan enzim antioksidan endogen seperti enzim superoksid dismutase, glutation peroksidase dan katalase untuk mencegah kerja setiap radikal bebas yang merusak. Ada beberapa pedoman dasar yang dapat kita pergunakan untuk merencanakan program latihan olahraga dengan intensitas rendah ini yaitu berolah raga dengan frekwensi 3 5 kali dalam satu minggu dan lamanya kita berolah raga 45 60 menit sampai tercapai target denyut nadi yang dapat dihitung dengan rumus yang terdapat dibawah ini :

Angka batas denyut nadi maksimal = 220 Usia x 0,70 Contoh : Pria berusia 40 tahun, perkiraan laju denjut jantung maksimum adalah 126 detak jantung permenit didapat dari 220 - 40 x 0,70 . Bila kita dalam berolah raga belum dapat mencapai nadi yang telah ditentukan itu maka olah raga kita belum benar. Dengan menerapkan pedoman ini maka kita dapat memantau intensitas olah raga kita sehingga tidak melakukan olah raga yang berlebihan. Langkah 2 : Gunakan Kombinasi Beberapa Antioksidan Setiap Hari Seperti kita ketahui campuran antioksidan ada beraneka ragam bergantung pada usia, jenis kelamin, dan tingkat kegiatan , serta bobot badan kita. Banyak pandangan sangat meyakini bahwa kebutuhan semua vitamin dan mineral dapat kita peroleh dari makanan yang kita makan melalui menu harian kita, ternyata tidak semudah itu. Untuk memperoleh vitamin E dengan dosis 100 IU dimana jumlah dosis itu lebih kecil dari dosis optimum harian rata-rata yang disarankan oleh para ahli nutrisi, kita harus makan dua mangkuk kemiri, atau semangkuk biji bunga matahari dan bila kita memakannya maka pemasukan lemak dan kalori akan luar biasa banyaknya. Untuk memperoleh 1000 mg vitamin C diperlukan mengkonsumsi 15 buah jeruk, atau 25 buah cabe hijau, atau untuk memperoleh 25.000 50.000 IU beta karoten diperlukan makan paling sedikit dua sampai tiga batang wortel atau tiga mangkuk butternut squash. Bila kita melihat contoh diatas maka jalan terbaik untuk dapat mencukupi vitamin atau mineral adalah menyusun dan mengkonsumsi beberapa suplemen yang disesuaikan dengan kebutuhan kita sendiri. Pengunaan suplemen makanan ini tentunya tergantung dari pada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, bobot badan serta penyakit yang sedang diderita oleh kita. Untuk mengetahui jenis apa saja yang dapat dikonsumsi tentunya harus konsultasi dengan dokter atau ahli nutrisi anda. Langkah 3 : Cara Memasak dan Cara Diet Agar Antioksidan Dalam Makanan Tidak Rusak. Sekalipun kita mengetahui suatu makanan mengandung banyak antioksidan, ini tidak berarti bahwa jika kita memakannya akan memperoleh seluruh keuntungan yang terdapat di dalam makanan tersebut. Nilai gizi makanan dapat hilang banyak selama pegemasan, penyimpanan, pemasakan, atau penyiapan lain . Sebagai paduan didalam menyiapkan makanan ingatlah hal-hal berikut ini : . Perubahan nilai PH nya , keasaman, atau kebasaannya makanan dapat terjadi selama proses pembuataannya. penambahan zat tambahan misalnya vetsin, dll. . Metode masak terbaik untuk mempertahankan kandungan antioksidan adalah : Microwave, Uap, Tumis. . Hindari bahan-bahan yang sudah layu dalam mengolah makanan. . Hindari pemotongan, perajangan, pengirisan, pembilasan, atau perendaman yang berlebihan. . Cobalah mengkonsumsi air yang kita gunakan dalam merebus bahan makanan mungkin antioksidan ada didalamnya. . Jangan menyimpan di kulkas makanan yang telah dimasak lebih dari satu hari tanpa mengunakan wadah yang kedap udara. . Jangan menghangatkan kembali makanan nabati yang telah dimasak satu kali. . Hindari mempertahankan kehangatan makanan selama lebih dari 30 menit sebelum dihidangkan. . Jangan menyimpan bahan makanan segar dalam lemari es lebih dari 1 minggu Langkah 3: Gaya Hidup Bebas Dari Radikal Bebas. Tidak ada jalan untuk mundur atau melarikan diri ke suatu lingkungan yang betul-betul bebas dari gangguan radikal bebas. Dengan hidup di tengah masyarakat modern kita akan terpapar oleh berbagai pemicu dari lingkungan yang memacu pembentukan molekul radikal bebas yang bisa merusak dalam tubuh kita. Kendati demikian kita dapat meminimalisasi ancaman radikal bebas terhadap kesehatan kita dan membuat hidup kita lebih panjang serta menjadi lebih produktif secara maksimal. Seperti kita ketahui, olah raga yang tidak berlebihan, mengkonsumsi suplemen antioksidan, dan tata menu makanan yang benar dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap radikal bebas secara bemakna. Akan tetapi untuk

memperoleh pertahanan yang betul-betul sempurna perlu juga dilakukan tindakan pencegahan yang memungkinkan hadirnya radikal bebas dalam diri kita. Ini berarti bahwa kita harus belajar mengenali dan mengurangi atau bahkan menghilangkan faktor-faktor yang dapat terus-menerus memacu pembentukan radikal bebas dalam tubuh kita. Tahap terakhir ini merupakan tahap yang tersulit karena beberapa hal yaitu : . Berhadapan dengan kebiasaan-kebiasaan pribadi yang sudah berakar kuat misalnya merokok. . mengatasi berbagai hambatan yang tampaknya sulit teratasi misalnya pencemaran udara di tempat kita hidup atau bekerja. Kenyataan tersebut diatas jangan menyurutkan semangat kita untuk dapat menghindari dari semua radikal bebas yang berlebihan yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuh kita. Memang suatu pekerjaan yang sulit untuk menghilangkan sama sekali radikal bebas yang sangat banyak ini, tetapi paling tidak dengan mengetahui radikal bebas tersebut, dapat kita meminimalkan terpaparnya sehingga rencana dapat kita buat untuk pertahanan seumur hidup terhadap ancaman molekulmolekul pemberontak itu Sekarang kita telah memiliki 4 pelindung utama untuk mencegah kerusakan akibat radikal bebas yaitu olah raga dengan intensitas rendah, suplemen antioksidan, tatanan menu dengan jumlah antioksidan maksimal, kemudian perlindungan paling akhir bagi kita adalah gaya hidup yang kita pilih sehari-hari untuk menghindari paparan berlebihan berbagai radikal bebas yang mengancam tubuh kita . Langkah tersebut diatas kita sebut revolusi antioksidan jika dipertimbangkan dari berbagai aspek sesungguhnya merupakan suatu cara pendekatan yang menyeluruh dan betul-betul merupakan perubahan baru untuk memperoleh kesehatan dan umur panjang. Kepustakaan : - Sehat Tanpa Obat, By Dr Kenneth H. Cooper - Prescription for Nutritional Healing By Phyllis A. Balch, Cnc. James F. Balch, MD. Dr.Albert GO Sumampouw / www.medikaholistik.com/ 180102

Dietary botanical diversity affects the reduction of oxidative biomarkers in women due to high vegetable and fruit intake. http://www.phytochemicals.info/research/botanical-diversity.php

It is known that the consumption of fruit and vegetables, rich in phytochemicals, has many health benefits. Most scientific studies have been carried out on specific plants such as garlic, cabbage, citrus fruits and tomatoes. Many of these studies have shown that a intake of the specific botanical source is associated with decreased oxidation of DNA and a decreased level of lipid peroxidation markers. The effect of the intake of a botanical diversity of fruits and vegetables is not well studied. The aim of this study was to determine the antioxidant effect of botanical diversity of diets rich in fruits and vegetables. The antioxidant effect was determined by measuring the oxidative biomarkers for lipid peroxidation and DNA damage on 106 women. Urinary 8-isoprostane F2-alfa was measured as an indicator of lipid peroxidation. DNA oxidation was evaluated by measuring the concentration of 8-hydro-2-deoxyguanosine in the lymphocytes.The participants received either a diet containing fruits and vegetables from mainly 5 (low botanical diversity diet) or 18 (high botanical diversity diet) botanical families. The women consumed daily about 9 servings of fruits or vegetables.

The researchers found that only women on the high botanical diversity diet showed a significant reduction of DNA oxidation. Only these women showed a significant (12%) decrease of 8hydro-2-deoxyguanosine. Both diets resulted in a reduction of lipid peroxidation as shown by a 15 percent decreased of urinary level of 8-isoprostane F2-alfa. The study concluded that botanical diversity of the fruits and vegetables plays a role in the biological effect of antioxidant phytochemicals. The consumption of smaller quantities of many phytochemicals may result in more health benefits than the consumption of larger quantities of fewer phytochemicals. This result is also underlines the common knowledge that moderation and variety of food sources are important for health.

Source: Thompson HJ, Heimendinger J, Diker A, O'Neill C, Haegele A, Meinecke B, Wolfe P, Sedlacek S, Zhu Z and Jiang W. Dietary botanical diversity affects the reduction of oxidative biomarkers in women due to high vegetable and fruit intake.. Journal of Nutrition. 2006 August;136(8):2207-12

Antioxidantshttp://www.phytochemicals.info/antioxidants.php

Antioxidants are phytochemicals, vitamins and other nutrients that protect our cells from damage caused by free radicals. In vitro en in vivo studies have shown that antioxidants help prevent the free radical damage that is associated with cancer and heart disease. Antioxidants can be found in most fruits and vegetables but also culinary herbs and medicinal herbs can contain high levels of antioxidants. Dragland S and colleagues showed in their study entitled "Several Culinary and Medicinal Herbs are Important Sources of Dietary Antioxidants", and published in the Journal of Nutrition (2003 May) that the antioxidant level of herbs can be as high as 465 mmol per 100 g. A study in 2006 by Thompson HJ showed that a botanical diversity of fruits and vegetables plays a role in the biological effect of antioxidant phytochemicals. The consumption of smaller quantities of many phytochemicals may result in more health benefits than the consumption of larger quantities of fewer phytochemicals. What are free radicals? Free radicals are formed as part of our natural metabolism but also by environmental factors, including smoking, pesticides, pollution and radiation. Free radicals are unstable molecules which react easily with essential molecules of our body, including DNA, fat and proteins. All organic and inorganic materials consist of atoms, which can be bound together to form molecules. Each atom has a specific number of protons (positively charged) and electrons (negatively charged). Most single atoms are not stable because they have to few or to may electrons. Atoms try to reach a state of maximum stability by giving away or receiving electrons

from other atoms, thereby forming molecules. Free radicals are molecules which have one electron too much or too less in order to be stable. Free radicals try to steal or give electrons to other molecules, thereby changing their chemical structure. When a free radical attacks a molecule, it will then become a free radical itself, causing a chain reaction which can result in the destruction of a cell. Antioxidants have the property to neutralize free radicals without becoming a free radicals themselves. When antioxidants neutralize free radicals by receiving or donating an electron they do not become antioxidants themselves because they are stable in both forms. In other words, antioxidants are chemicals that offer up their own electrons to the free radicals, thus preventing cellular damage. However, when the antioxidant neutralizes a free radical it becomes inactive. Therefore we need to continuously supply our body with antioxidants. The action of free radicals could increase the risk of diseases such as cancer and hearth problems and could accelerate ageing. Antioxidants have the property to neutralize the free radicals and prevent damage. Well known examples of antioxidants are the vitamin C, E and beta-carotene. These three vitamins are often added to the so called ACE drinks. But there are numerous other rather unknown antioxidants such as lycopene, lutein, Benefits of antioxidants Numerous studies with plant phytochemicals show that phytochemicals with antioxidant activity may reduce risk of cancer and improve heart health. Antioxidants reduce the risk of cancer Not all results are conclusive but many studies show that antioxidants may reduce the risk of cancer. A large randomized trial on antioxidants and cancer risk was the Chinese Cancer Prevention Study (1993). This study showed that a combination of the antioxidants betacarotene, vitamin E and selenium significantly reduced incidence of cancer. However, the AlphaTocopherol / Beta-Carotene Cancer Prevention Study (1994) showed that intake of beta-carotene increased lung cancer rates of male smokers. Antioxidants protect the heart Everyone knows that cholesterol causes heart diseases and tries to limit cholesterol intake. But a more important cause of fatty buildups in the arteries is the oxidation of low-density lipoprotein cholesterol. The use of dietary supplements of antioxidants could reduce the risk of cardiovascular disease, but there is no hard evidence. At this stage, studies only show that the intake of foods, naturally rich in antioxidants reduces this risk.

Mengenal dan Menangkal Radikal BebasKata Kunci: antioksidan, karotenoid, likopen, radikal bebas, senyawa reaktif oksigen, Stres oksidatif, trifenilmetan, vitamin C, vitamin E

Ditulis oleh Rani Sauriasari pada 22-01-2006http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/mengenal-dan-menangkal-radikal-bebas/Sampai permulaan abad ke 20, tidak seorangpun percaya bahwa suatu senyawa bernama radikal bebas dapat berada dalam keadaan bebas. Para ilmuwan masih menggunakan istilah radikal bebas untuk suatu kelompok atom yang membentuk suatu molekul. Perubahan terjadi ketika pada abad ke 20 seorang Rusia bernama Moses Gomberg yang lahir di Blisavetgrad pada tahun 1866, membuat radikal bebas organik pertama dari trifenilmetan, senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan dasar berbagai zat pewarna. Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas kemudian diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Molekul tesebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah. Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen species(ROS), satu bentuk radikal bebas. Perisitiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik. Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap roko, dan lainlain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hidrogen peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya. Pada Gambar 1 contoh produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis dan efeknya terhadap saraf motorik.

Gambar 1. Produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis dan efeknya terhadap saraf motorik (sumber: www.als.ca/if_you_have_als/als_introduction_diagnosis.aspx). Pada kenyatannya, segala sesuatu dalam hidup ini memang diciptakan sang pencipta alam secara seimbang. Sistem defensif dianugerahkan terhadap setiap sel berupa perangkat antioksidan enzimatis (glutathione, ubiquinol, catalase, superoxide dismutase,hydroperoxidase, dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I. Fridovich (ilmuwan Amerika pada tahun 1968) yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutnya ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hidrogen peroksidase menjadi air dan oksigen. Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit. Stres oksidatif (oxidative stress) adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum:

Kurangnya antioksidan Kelebihan produksi radikal bebas

Keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit. Berbagai penyakit ya