DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG...

197
DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA Kawasan Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna

Transcript of DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG...

Page 1: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

Kawasan Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Barat,

Kabupaten Natuna

Page 2: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

Kawasan Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Barat,

Kabupaten Natuna

Oleh :

Deny Hidayati Devi Asiati

Dewi Harfina

COREMAP – LIPI PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (PPK-LIPI)

2005

Page 3: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga iii

RINGKASAN

Studi aspek sosial terumbu karang ini bertujuan untuk mengumpulkan data dasar kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut lainnya. Hasil studi diharapkan menjadi bahan masukan untuk perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program COREMAP, khususnya di kawasan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna.

Kawasan Pulau Tiga yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan mempunyai potensi sumber daya laut, khususnya perikanan tangkap, yang tinggi. Potensi yang cukup mencolok adalah ekosistem terumbu karang dengan keberagaman ikan dan biota yang hidup di sekitarnya. Pada umumnya sumber daya laut di kawasan ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh penduduk lokal, karena sebagian besar nelayan masih melaut di bagian tepi dan hanya sebagian kecil yang beroperasi di laut lepas. Tetapi di sekitar kawasan terumbu karang, kegiatan perikanan tangkap sudah dilakukan secara intensif oleh nelayan lokal dan nelayan luar menggunakan bahan peledak (bom) dan beracun (bius/potas), sehingga telah menyebabkan degradasi ekosistem tersebut.

Hanya sebagian kecil wilayah yang merupakan daratan, berupa pulau-pulau kecil dengan tiga pulau yang menjadi pusat permukiman penduduk, yaitu Pulau Sabung (Desa Sabang Mawang), Pulau Batang (Desa Pulau Tiga) dan Pulau Selapi (Desa Sededap). Ketiga pulau ini mempunyai topografi yang dominasi oleh bukit dengan kelerengan yang sangat curam. Bukit di ke tiga pulau ini dulunya merupakan hutan yang hampir seluruhnya sudah dikonversi menjadi kebun kelapa dan cengkeh. Usaha perkebunan kelapa sudah dikembangkan lama, sejak zaman penjajahan, pohon-pohon kelapa yang ada saat ini sudah tidak produktif lagi karena sudah sangat tua. Sedangkan perkebunan cengkeh sudah berkembang sejak tahun 1970-an, tetapi perkebunan ini tidak dikelola secara baik, sehingga produksinya juga mengalami penurunan.

Gambaran Kondisi Penduduk

Kawasan Pulau Tiga dihuni oleh lebih dari seribu kepala keluarga atau sekitar 4.500 jiwa. Penduduk di kawasan ini kebanyakan adalah migran dari Sedanau yang merupakan keturunan suku melayu asal Serawak Malaysia, Bugis, Buton, Jawa dan lainnya. Sebagian penduduk mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah, sekitar 75 persen

Page 4: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

iv

berpendidikan SD ke bawah. Kebanyakan penduduk, atau 52 persen responden, menggantungkan kehidupannya pada sumber daya laut, terutama sebagai nelayan, sedangkan sisanya bekerja sebagai petani, pedagang dan tenaga jasa. Keberagaman mata pencaharian memberikan peluang yang cukup besar bagi penduduk untuk memiliki pekerjaan lebih dari satu, seperti nelayan dan sekaligus petani.

Pekerjaan mempunyai relevansi dengan pendapatan penduduk di kawasan Pulau Tiga. Sebagian besar pendapatan bersumber dari perikanan tangkap dan budidaya. Rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp 782.000 per rumah tangga atau Rp 228.000 per kapita. Jumlah pendapatan tersebut berada di atas garis kemiskinan untuk Provinsi Kepulauan Riau (Rp 134.000 per kapita per bulan). Pendapatan rumah tangga juga bervariasi antar musim, dimana pada waktu musim ikan, rata-rata pendapatan per bulan hampir lima kali lipat jika dibandingkan dengan musim sulit ikan.

Jenis pekerjaan dan besarnya pendapatan berkaitan erat dengan kepemilikan aset rumah tangga. Hasil survei mengungkapkan rata-rata nilai aset rumah tangga cukup besar, sekitar Rp 25.496.000, tetapi variasi antar rumah tangga juga sangat tinggi. Besarnya nilai aset terutama berasal dari nilai rumah, barang elektronik dan perhiasan. Sedangkan aset alat produksi kontribusinya paling rendah, karena banyak rumah tangga yang tidak mempunyai alat produksi.

Kegiatan Kenelayanan

Kegiatan nelayan di kawasan Pulau Tiga bervariasi menurut jenis ikan yang ditangkap, alat tangkap dan musim. Berdasarkan jenis ikan, nelayan dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: nelayan ikan mati yang biasa disebut dengan nelayan tongkol (nongkol) dan nelayan ikan hidup. Nelayan ikan mati adalah nelayan yang menangkap ikan terutama ikan tongkol pada musim utara yaitu bulan November sampai dengan Februari/Maret. Di samping tongkol, nelayan juga menangkap ikan lainnya, seperti: krisi bali, kakap dan tenggiri.

Setelah angin kencang berakhir, jumlah ikan tongkol dan ikan lainnya berkurang, karena itu nelayan ikan mati beralih menjadi nelayan penangkap ikan hidup (ikan karang). Penangkapan ikan hidup biasanya dilakukan pada musim teduh. Umumnya nelayan menggunakan pancing di sekitar terumbu karang. Ikan hidup merupakan ikan target bagi nelayan karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sebagai ikan ekspor, terutama napoleon, kerapu dan sunu, dengan pasar yang utama adalah pasar Hongkong.

Page 5: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga v

Kegiatan penangkapan ikan mati dan ikan hidup dilakukan nelayan di kawasan Pulau Tiga dan perairan sekitarnya di Kabupaten Natuna. Untuk ikan mati, terutama tongkol, wilayah tangkap bervariasi. Pada musim angin kencang wilayah tangkap terbatas pada wilayah perairan sekitar Kecamatan Bunguran Barat, Bunguran Timur, Kecamatan Siantan dan Kecamatan Midai. Sedangkan pada musim teduh, nelayan menangkap pada wilayah yang lebih luas mencapai laut lepas pada jalur pelayaran kapal tanker ke Singapura dan Malaysia. Sedangkan penangkapan ikan hidup terkonsentrasi di kawasan-kawasan yang kaya akan terumbu karang. Mulanya nelayan hanya menangkap di kawasan karang sekitar Pulau Sabung, Pulau Batang dan Pulau Selapi, tetapi dengan semakin terbatasnya ikan karang di kawasan ini, maka nelayan menangkap ikan hidup pada wilayah yang lebih luas, meliputi kawasan karang di Kecamatan Bunguran Barat, Kecamatan Bunguran Timur, Kecamatan Serasan, Kecamatan Midai dan Kecamatan Siantan.

Secara umum teknologi tangkap nelayan di kawasan Pulau Tiga masih sederhana, diindikasikan dari armada tangkap berupa perahu motor (pompong) dengan kapasitas yang terbatas. Sebagian besar nelayan mempunyai mesin perahu berkapasitas hanya 0 – 5 GT dan hanya sebagian kecil yang kapasitasnya 5 – 10 GT dengan muatan mencapai 3 ton per pompong. Masih terbatasnya pompong nelayan mencerminkan terbatasnya kemampuan perahu nelayan. Hanya sebagian kecil pompong yang mampu melaut pada wilayah yang cukup jauh sampai mencapai ke tengah laut yang menjadi wilayah tangkap kapal-pakal ikan dari luar daerah, seperti: dari Tegal, Kalimantan Barat, Batam, Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun dan Medan.

Armada tangkap nelayan kawasan Pulau Tiga juga dilengkapi oleh alat tangkap dan bahan yang bervariasi. Sebagian besar nelayan menggunakan alat tangkap yang sederhana, seperti pancing, jaring, bubu, kelong dan cedok dan hanya beberapa yang mengusahakan bagan. Dengan peralatan yang sederhana ini, kemampuan nelayan menangkap ikan (mati dan hidup) juga terbatas, padahal jumlah nelayan semakin banyak, tidak hanya nelayan lokal melainkan juga nelayan luar. Untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak, maka banyak nelayan lokal meniru nelayan luar dengan menggunakan bahan peledak (bom) dan bahan beracun (bius/potas).

Produksi dan Pemasaran

Produksi bervariasi antar musim. Pada musim angin teduh produksi ikan cukup tinggi dan sebaliknya ketika musim angin kencang produksi ikan berkurang separuh sampai hanya sepertiga dari produksi pada musim teduh. Produksi perikanan mengalami peningkatan setelah adanya

Page 6: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

vi

permintaan ikan dari luar pada awal tahun 1990-an. Produksi ikan mati meningkat secara gradual dengan semakin banyaknya nelayan dan penggunaan bahan peledak (bom) oleh nelayan lokal. Ikan mati di jual kepada pedagang pengumpul (pabrik es) yang kemudian memasarkannya ke Tanjung Pinang dan Batam, dan kapal-kapal ikan Kalimantan untuk pemasaran di Kalimantan Barat.

Sedangkan produksi ikan hidup meningkat secara substantial dengan masuknya kapal ikan Hongkong secara berkala di kawasan ini. Sebagai komoditi ekspor, ikan hidup, terutama jenis kerapu, sunu dan napoleon, mempunyai nilai jual yang tinggi, disesuaikan dengan harga pasar international di Hongkong. Penentuan harga ditentukan oleh agen tunggal yang memonopoli pemasaran ikan hidup di kawasan ini. Tingginya nilai ekonomis ikan hidup menyebabkan aktivitas penangkapan ikan tersebut semakin intensif, tidak hanya dilakukan nelayan lokal melainkan juga nelayan dari luar. Untuk memenuhi permintaan, nelayan menggunakan bahan ilegal berupa bius/potas.

Kerusakan Sumber Daya Laut

Eksploitasi sumber daya laut di kawasan Pulau Tiga menyebabkan degradasi sumber daya laut di kawasan ini, menurut sebagian besar responden dan informan yang kerusakan sudah mencapai kondisi yang memprihatinkan. Pendapat ini didukung oleh data survei ekologi yang dilakukan P2O-LIPI tahun 2005 yang menggambarkan bahwa tujuh dari delapan titik sampling mempunyai tutupan karang di bawah 50 persen. Tutupan karang terendah (27,8 persen) berada di kawasan karang Desa Pulau Tiga. Kerusakan terumbu karang berdampak negatif terhadap ketersediaan ikan dan biota laut di kawasan Pulau Tiga. Hal ini dapat diketahui dari penurunan produksi ikan-ikan karang secara substansial, terutama ikan yang mempunyai nilai jual yang tinggi, seperti berbagai jenis kerapu dan sunu, sedangkan ikan napoleon telah mengalami kelangkaan.

Penggunaan alat tangkap dan bahan ilegal diklaim sebagai faktor utama penyebab kerusakan. Hampir semua responden menyebutkan pengeboman dan pembiusan dilakukan di kawasan Pulau Tiga dan perairan di sekitarnya. Kegiatan pengeboman yang dilakukan nelayan lokal dan nelayan luar sudah berlangsung lebih dari 30 tahun dan masih berlangsung, walaupun frekuensi dan jumlahnya sudah berkurang secara signifikan. Sedangkan pembiusan sudah berlangsung belasan tahun sejak awal 1990-an dan masih terus berlangsung, juga dilakukan oleh nelayan lokal dan nelayan luar. Di samping bom dan bius, pukat harimau atau trawl juga di digunakan di kawasan Pulau Tiga dan perairan sekitarnya. Kegiatan ini khususnya dilakukan oleh nelayan luar,

Page 7: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga vii

terutama nelayan Thailand yang beroperasi di tengah laut, tetapi seringkali melakukan kegiatan di bagian pesisir yang menjadi wilayah tangkap nelayan lokal. Masih berlangsungnya kegiatan-kegiatan ilegal ini mengindikasikan bahwa penegakan hukum masih lemah.

Keberadaan kapal-kapal ikan Thailand ini telah meresahkan masyarakat di kawasan Pulau Tiga. Ijin operasi kapal-kapal tersebut masih dipertanyakan, walapun menurut pihak Lanal, mereka mempunyai ijin dari pemerintah pusat, sedangkan pihak-pihak lain menyangsikan ijin tersebut. Keresahan masyarakat tidak hanya didasarkan pada terancamnya kelestarian sumber daya ikan saja, melainkan juga keberadaan kapal-kapal tersebut mengganggu kegiatan dan ketentraman/kenyamanan nelayan dan penduduk di kawasan Pulau Tiga. Masyarakat di kawasan ini bahkan sudah membentuk Forum Peduli dan telah menyampaikan keberatan mereka kepada pihak pemerintah dan lembaga legislatif di tingkat kabupaten. Permasalahan tersebut juga sudah disampaikan ke pemerintah pusat melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan sebagai respon Menteri DKP pernah datang ke Natuna, tetapi tindak lanjut dari kedatangan tersebut belum optimal.

Pengelolaan Sumber Daya Laut

Hasil studi ini menggambarkan bahwa selama ini pengelolaan sumber daya laut terfokus pada pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap di kawasan terumbu karang dan perairan laut di wilayah Pulau Tiga dan sekitarnya. Kegiatan perikanan tangkap berkembang secara alami yang dilakukan oleh nelayan lokal dan nelayan dari luar. Di samping itu, perikanan budidaya, terutama karamba (kamp atau ternak) ikan hidup, juga mulai berkembang di kawasan ini.

Banyaknya nelayan, baik lokal maupun dari luar, yang beroperasi di kawasan ini berimplikasi pada tingginya kompetisi dalam memperebutkan SDL di kawasan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perbedaan kepentingan dan tumpang tindih wilayah tangkap, sehingga menimbulkan konflik antar nelayan. Konflik antara nelayan lokal dan nelayan Thailand berkaitan erat dengan penggunaan alat tangkap pukat harimau (trawl) oleh nelayan Thailand dan masuknya nelayan asing itu ke wilayah tangkap nelayan lokal dan sebaliknya, sebagian kecil nelayan lokal juga mengembangkan wilayah tangkap ke tengah lautan. Kompetisi perebutan sumber daya laut, khususnya ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti: kerapu, sunu dan napoleon, juga terjadi antara nelayan lokal dan nelayan luar (seperti: nelayan Midai dan Tarempa) untuk ikan hidup dan ikan mati dengan nelayan dari Tanjung Balai Karimun, Batam, Tegal, Medan dan Kalimantan Barat. Dengan armada

Page 8: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

viii

tangkap yang masih sederhana, nelayan lokal tentu saja kalah bersaing dan sangat dirugikan dengan keberadaan nelayan asing dan nelayan lain dari luar kawasan yang umumnya dilengkapi dengan armada tangkap yang jauh lebih besar kapasitasnya.

Selama ini kegiatan pemerintah, khususnya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, yang berkaitan dengan pengembangan SDL terbatas pada program PEM dari pemerintah pusat dan program pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang didanai oleh APBD. Tetapi, program tersebut belum berjalan optimal, hanya segelintir anggota masyarakat, khususnya yang mempunyai kedekatan dengan pihak yang berwenang di tingkat desa yang mendapatkan manfaat. Sebagian masyarakat juga mengklaim bahwa kegiatan ini juga kurang mendapat bimbingan dari instansi yang berwenang, baik secara teknis maupun non-teknis. Permasalahan ini perlu mendapat perhatian dan menjadi pembelajaran yang sangat berharga untuk kegiatan COREMAP.

Page 9: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga ix

KATA PENGANTAR

Buku Laporan Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang di Kawasan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna ini merupakan salah satu hasil penelitian dari Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI) bekerja sama dengan COREMAP-LIPI. Penelitian dilakukan di 10 lokasi COREMAP di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Kepulauan Riau.

Buku laporan ini berisi data dasar dan kajian tentang kondisi demografi dan sosial-ekonomi penduduk yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut, khususnya di Kawasan Pulau Tiga. Hasil kajian ini merupakan bahan yang dapat dipakai oleh para perencana dan pengelola dalam merancang, melaksanakan dan memantau program COREMAP. Di samping itu, data dasar ini juga dapat digunakan oleh stakeholders (users) sebagai bahan pembelajaran dalam pemanfaatan sumber daya laut, khususnya terumbu karang.

Terlaksananya kegiatan penelitian dan penulisan laporan melibatkan berbagai pihak. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber, informan dan semua responden yang telah menyediakan waktu untuk diwawancarai dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat dalam studi ini. Penghargaan kami berikan kepada pimpinan dan aparat Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap serta para pewawancara yang telah memberikan informasi dan membantu kelancaran kegiatan penelitian. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada CRITC, Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Natuna yang telah memfasilitasi kegiatan penelitian ini. Selain itu, terima kasih juga ditujukan kepada rekan-rekan dari bagian kerjasama dan keuangan yang telah memperlancar kegiatan penelitian serta dari bagian komputer yang telah membantu dalam pengolahan data dan lay-out buku ini.

Pada akhirnya, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna meskipun tim peneliti telah berusaha sebaik mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini.

Jakarta, September, 2005 Kepala PPK-LIPI, Dr.Ir. Aswatini, MA

Page 10: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

x

Page 11: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga xi

DAFTAR ISI

Ringkasan iii Kata Pengantar ix Daftar Isi xi Daftar Tabel xv Daftar Peta xvii Daftar Bagan xix Daftar Ilustrasi xxi BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 3 1.3. Metodologi 4 1.4. Organisasi Penulisan 7

BAB II. PROFIL KAWASAN PULAU TIGA 9

2.1. Keadaan Geografis 9 2.2. Keadaan Sumber Daya Alam 11

2.2.1. Sumber Daya Laut 11 2.2.2. Sumber Daya Darat 12

2.3. Kondisi Kependudukan 13 2.4. Sarana dan Prasarana Sosial-Ekonomi 15

2.4.1. Sarana Transportasi 15 2.4.2. Sarana Perikanan 17 2.4.3. Sarana Ekonomi 18 2.4.4. Sarana Pendidikan 20 2.4.5. Sarana Kesehatan 20 2.4.6. Sarana Air Bersih dan MCK 21 2.4.7. Sarana Penerangan dan Informasi 22

2.5. Kelembagaan Sosial-Ekonomi 22 BAB III. POTRET PENDUDUK KAWASAN PULAU TIGA 25

3.1. Jumlah dan Komposisi 25 3.2. Kualitas Sumber Daya Manusia 27 3.2.1. Pendidikan dan Keterampilan 28 3.2.2. Derajat Kesehatan 31 3.2.3. Pekerjaan 32 3.3. Kesejahteraan Masyarakat 42 3.3.1. Pendapatan Rumah Tangga : Dua Lapangan Pekerjaan Mayoritas 42 3.3.2. Pengeluaran Rumah Tangga 50

Page 12: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

xii

3.3.3. Strategi Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga 56 3.3.4. Pemilikan Aset Rumah Tangga 59 3.3.5. Kondisi Pemukiman dan Sanitasi Lingkungan 65

BAB IV. PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAUT 69

4.1. Pengetahuan, Kesadaran dan Kepedulian terhadap Penyelamatan Terumbu Karang 69 4.1.1. Pengetahuan dan Sikap tentang Terumbu Karang 69 4.1.2. Pengetahuan dan Sikap tentang Alat Tangkap 73 4.2. Wilayah Pengelolaan 79 4.2.1. Penangkapan Ikan Mati 80 4.2.2. Penangkapan Ikan Hidup 81 4.2.3. Penangkapan Ikan Menurut Musim ‘Kalender Waktu Melaut’ 83 4.3. Teknologi Penangkapan 85 4.3.1. Armada Tangkap 86 4.3.2. Teknologi Pasca Tangkap 93 4.4. Stakeholders yang Terlibat dalam Pengelolaan SDL 94 4.4.1. Nelayan 94 4.4.2. Penampung Ikan 95 4.4.3. Agen Penampung dan Eksportir Ikan Hidup 96 4.4.4. Pengelola Pabrik Es dan Penampung Ikan Mati 98 4.4.5. Forum Peduli (Nelayan Asing) 98 4.4.6. COREMAP 99 4.4.7. Nelayan Luar 100 4.5. Hubungan Kerja dalam Pengelolaan SDL 102 4.5.1 Pemilik dan Penumpang Pompong 102 4.5.2. Nelayan dan Pabrik Es/Pengumpul Ikan Mati 102 4.5.3. Nelayan dan Pedagang Pengumpul & Agen Penampung Ikan Hidup 103 4.5.4. Hubungan Sektor Relevan dalam Pengelolaan SDL 104

BAB V. PRODUKSI DAN PEMANFAATAN SDL 107 5.1. Produksi Sumber Daya Laut di Kawasan Pulau Tiga 107 5.1.1. Produksi ikan hidup 108 5.1.2. Produksi Ikan Mati 114

Page 13: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga xiii

5.1.3. Ikan Bilis 122 5.1.4. Biota dan Hasil Laut Lainnya 123 5.2. Pengolahan Sumber Daya Laut 124 5.2.1. Ikan Asin 125 5.2.2. Ikan Pedak 126 5.2.3. Kerupuk Ikan 126 5.2.4. Kerupuk Atom 127 5.3. Pemasaran Sumber Daya Laut 127 5.3.1. Pemasaran Ikan Hidup (Kerapu dan Sunu) 128 5.3.2. Pemasaran Ikan Mati (Tongkol dan Tamban) 132 5.3.3. Pemasaran Ikan Bilis 136

BAB VI. DEGRADASI SDL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH 137

6.1. Kerusakan Sumber Daya Laut 137 6.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kerusakan 138 6.2.1. Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak 139 6.2.2. Lemahnya Penegakan Hukum 146 6.3. Konflik Kepentingan antar Stakeholders 149 6.3.1. Nelayan Lokal Versus Nelayan Luar 149 6.3.2. Nelayan dan Pengusaha Perikanan 152 6.3.3. Masyarakat dan Pemerintah 153 BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 157 7.1. Kesimpulan 157 7.2. Rekomendasi 167 DAFTAR PUSTAKA 175

Page 14: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

xiv

Page 15: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jumlah penduduk desa di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2004 13

Tabel 3.1. Penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan 27

Tabel 3.2. Penduduk berusia 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan 28

Tabel 3.3. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pekerjaan utama 33

Tabel 3.4. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pekerjaan tambahan 40

Tabel 3.5. Pendapatan rumah tangga per bulan desa di Kawasan Pulau Tiga 43

Tabel 3.6. Pendapatan rumah tangga menurut pekerjaan kelapa rumah tangga 44

Tabel 3.7. Besar pendapatan dari perikanan menurut musim 45

Tabel 3.8. Pengeluaran rumah tangga desa-desa Kawasan Pulau Tiga 51

Tabel 3.9. Pengeluaran pangan rumah tangga menurut jenis pengeluaran 53

Tabel 3.10. Pengeluaran non pangan rumah tangga menurut jenis pengeluaran 56 Tabel 3.11. Strategi rumah tangga mengatasi kesulitan kebutuhan utama 57

Tabel 3.12. Strategi rumah tangga mengatasi kesulitan kebutuhan utama 59

Tabel 3.13. Kepemilikan aset produksi perikanan 61

Tabel 3.14. Kepemilikan aset pertanian dan aset lain 65

Tabel 3.15. Kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga 66

Tabel 4.1. Pengetahuan responden mengenai terumbu karang dan fungsinya, Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005

(Persentase) 70

Page 16: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

xvi

Tabel 4.2. Kondisi terumbu karang di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005 72 Tabel 4.3. Pengetahuan responden mengenai bahan dan alat

tangkap yang merusak terumbu karang di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005 74

Tabel 4.4. Pengetahuan responden mengenai adanya larangan penggunaan bahan dan alat yang merusak terumbu karang, tahun 2005 75

Tabel 4.5. Pendapat responden mengenai larangan penggunaan bahan dan alat tangkap yang merusak terumbu

karang, tahun 2005 76

Tabel 4.6. Pendapat responden mengenai pengambilan karang, tahun 2005 76

Tabel 4.7. Pengetahuan responden mengenai adanya nelayan lain yang menggunakan bahan dan alat yang merusak terumbu karang di Kawasan Pulau Tiga dalam setahun terakhir 77

Tabel 4.8. Responden yang menggunakan bahan dan alat yang merusak terumbu karang dan pengambilan karang dalam satu tahun terakhir 78

Tabel 4.9. Tujuan pengambilan karang hidup dan karang mati di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005 79

Tabel 4.10. Pengetahuan responden mengenai sanksi bagi pelanggar yang menggunakan bahan dan alat yang merusak dan pengambilan karang, tahun 2005 79

Tabel 4. 11. Armada tangkap di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005 86

Tabel 5.1. Produksi ikan hidup di Kecamatan Bunguran Barat, Maret-Desember 2004 109

Tabel 5.2. Perkiraan produksi ikan mati di Kawasan Pulau Tiga 116

Tabel 5.3. Daftar harga ikan hidup pada Pedagang Pengumpul 130

Tabel 5.4. Daftar harga ikan di pabrik es Desa Sabang Mawang, April 2005 135

Page 17: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga xvii

DAFTAR PETA Peta 2.1. Kawasan Pulau Tiga dan lokasi terumbu karang dan mangrove 10

Peta 4.1. Wilayah penangkapan ikan mati (tongkol) 80

Peta 4.2. Wilayah penangkapan ikan hidup 83

Peta 6.1. Kondisi tutupan terumbu karang kawasan perairan Pulau Tiga 138

Peta 6.2. Wilayah Pengeboman di Kawasan Pulau Tiga dan Sekitarnya 140

Peta 6.3. Wilayah Pembiusan di Kawasan Pulau Tiga dan Sekitarnya 143

Page 18: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

xviii

Page 19: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga xix

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1. Komposisi penduduk desa di Kawasan Pulau Tiga 26

Bagan 5.1. Rantai pemasaran ikan hidup, tahun 2005 128

Bagan 5.2. Rantai pemasaran ikan tongkol di tingkat lokal, tahun 2005 133

Bagan 5.3. Rantai pemasaran ikan tambak di tingkat lokal 133

Bagan 5.4. Rantai pemasaran ikan tongkol di tingkat domestik 134

Page 20: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

xx

Page 21: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga xxi

DAFTAR ILUSTRASI

Ilustrasi 3.1. Perhitungan Pendapatan Nelayan Tongkol 46

Ilustrasi 3.2. Perhitungan Pendapatan Cengkeh 50

Ilustrasi 3.3. Pengeluaran Rumah Tangga 54

Ilustrasi 5.1. Perkiraan produksi ikan hidup di Kecamatan Bunguran Barat Berdasarkan Penjualan ke Kapal Hongkong. 110

Ilustrasi 5.2: Perkiraan produksi ikan hidup hasil tangkapan nelayan Kawasan Pulau Tiga 113

Ilustrasi 5.3. Biaya melaut ikan hidup 113

Ilustrasi 5.4. Perkiraan produksi ikan tongkol di Kawasan Pulau Tiga 119

Ilustrasi 5.5. Biaya sekali melaut 119

Ilustrasi 5.6. Perkiraan produksi ikan tamban di Kawasan Pulau Tiga 121

Ilustrasi 5.7. Biaya menangkap ikan di bagan dalam semalam 121

Page 22: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

xxii

Page 23: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Natuna mempunyai Sumber Daya Laut (SDL) yang sangat potensial, diindikasikan dari sebagian besar wilayah, 138.600 km2 atau 97 persen, merupakan lautan. Kabupaten ini terdiri dari wilayah kepulauan dengan tiga pulau besar (Bunguran, Jemaja dan Serasan) dan 271 pulau-pulau kecil (BPS Kabupaten Natuna, 2004). Natuna dikenal sangat kaya akan terumbu karang dengan berbagai jenis karang, ikan dan biota yang hidup di sekitarnya.

Terumbu karang merupakan aset yang penting dalam pembangunan Kabupaten Natuna. Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan fungsi ekologi untuk keseimbangan lingkungan. Dari aspek ekonomi, terumbu karang merupakan sumber penghasilan masyarakat dan devisa daerah. Ikan-ikan karang, seperti napoleon, kerapu dan sunu, merupakan ikan-ikan ekspor dengan harga jual yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan bahan dasar pembuatan obat-obatan dan kosmetika yang belum dikembangkan. Keindahan terumbu karang dan biota laut bawah laut sangat potensial sebagai objek wisata bahari. Dari aspek ekologi, terumbu karang merupakan ‘rumah’ ikan, tempat tumbuh dan berkembang biaknya ikan-ikan karang. Terumbu karang juga berfungsi melindungi pantai dan pulau-pulau kecil dari hantaman badai dan ombak besar.

Kekayaan SDL di Kabupaten Natuna belum dimanfaatkan secara optimal, tetapi di beberapa wilayah telah mengalami degradasi dengan tingkat kerusakan yang bervariasi. Di kawasan perairan Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Barat, misalnya, telah terjadi kerusakan terumbu karang. Hasil survei ekologi Puslit Oceanografi LIPI mengungkapkan sebagian besar kawasan perairan Pulau Tiga mempunyai tutupan karang kurang dari 50 persen. Di beberapa kawasan karang, terutama sekitar Desa Pulau Tiga, tutupan karangnya hanya mencapai 27-28 persen (P2O-LIPI, 2005).

Kerusakan terumbu karang erat kaitannya dengan perilaku manusia yang merusak, di samping faktor alami, seperti gempa dan badai. Kegiatan penangkapan ikan karang hidup dengan menggunakan bahan peledak (bom) dan bahan beracun (bius/potas) yang dilakukan oleh nelayan lokal dan nelayan dari luar kawasan Pulau Tiga diklaim sebagai penyebab kerusakan. Hal ini berkaitan erat dengan motif ekonomi, untuk

Page 24: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

2

mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya, dan non-ekonomi, terutama masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian akan pentingnya pelestarian terumbu karang.

Dalam upaya merehabilitasi dan mengelola terumbu karang, pemerintah Indonesia berinisiatif mengimplementasikan COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program). Tujuan utama program adalah pemanfaatan terumbu karang secara berkelanjutan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya di lokasi COREMAP. Untuk mencapai tujuan ini, maka COREMAP menjadikan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) menjadi sentral dalam kegiatan. Kegiatan PBM dilaksanakan di tingkat grassroot yaitu di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan keterlibatan langsung dari nelayan dan masyarakat pesisir. Agar kegiatan PBM dapat berjalan baik, maka perlu didukung oleh komponen lain, yaitu: peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya pengelolaan terumbu karang (PA), pengawasan dan penegakan hukum (MCS) dan pusat riset, informasi dan training (CRITCs).

Pelaksanaan COREMAP dilakukan seirama dengan arah kebijakan kelautan Provinsi Kepulauan Riau. Pengembangan SDL menjadi prioritas kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara: (1) pemanfaatan SDL secara optimal melalui kegiatan penangkapan ikan, budidaya dan pariwisata, dan (2) menekan kegiatan yang merusak sumber daya alam ini, sebaliknya mendukung kegiatan konservasi dan pelestarian SDL (CRITC Riau, 2002).

Pelaksanaan COREMAP direncanakan dalam 3 fase. Fase I dimulai sejak diluncurkannya program ini tahun 2000 oleh Presiden Abdul Rahman Wahid dan berakhir tahun 2002/2003. Hasil evaluasi lembaga independen yang diketuai oleh IUCN, mengungkapkan bahwa COREMAP Fase I cukup berhasil, dengan demikian program ini dapat dilanjutkan. Saat ini COREMAP Fase II sudah dimulai dan akan berlangsung selama 6 tahun. Untuk itu persiapan-persiapan dan pembuatan design COREMAP di masing-masing daerah sedang dilakukan.

Pada fase II ini, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, termasuk sebagai salah satu lokasi COREMAP. Pada tahap ini, kegiatan COREMAP terpusat pada kawasan perairan Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Barat. Design COREMAP di Kabupaten Natuna, khususnya kawasan Pulau Tiga, sedang disiapkan sesuai dengan potensi daerah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Design yang ramah penduduk dan lingkungan ini sangat diperlukan agar program ini dapat diimplementasikan sesuai dengan tujuan COREMAP. Untuk itu diperlukan data dan informasi yang berkaitan dengan: potensi wilayah,

Page 25: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 3

keadaan sosial ekonomi penduduk, pemanfaatan terumbu karang dan SDL, kerusakan terumbu karang, stakeholders yang terlibat dan bentuk keterlibatan dalam pengelolaan terumbu karang dan upaya merubah perilaku masyarakat dari kegiatan yang merusak menjadi kegiatan yang mendukung pelestarian terumbu karang serta upaya peningkatan kesejahteraan penduduk. Data dan informasi ini sangat diperlukan tidak hanya untuk merancang program COREMAP, melainkan juga untuk memantau dan mengevaluasi program tersebut.

1.2. Tujuan

Tujuan Umum

Kajian aspek sosial ekonomi terumbu karang bertujuan untuk memberikan gambaran umum (data dasar) kondisi demografi, sosial dan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya dilokasi COREMAP Fase II. Data dan informasi ini secara langsung maupun tidak langsung berkaitan erat dengan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya laut (SDL), khususnya ekosistem terumbu karang.

Tujuan Khusus

Untuk mendapatkan gambaran kondisi demografi, sosial dan ekonomi masyarakat, maka secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:

- Menggambarkan profil desa dan penduduk di lokasi penelitian, termasuk letak dan kondisi geografi, potensi sumber daya alam, baik di daratan maupun lautan, kharakteristik demografi penduduk, sarana dan prasarana serta kelembagaan sosial dan budaya yang ada di lokasi tersebut, terutama kelembagaan yang berpotensi mendukung dan/atau menghambat kegiatan COREMAP

- Mendiskripsikan kondisi sumber daya laut (SDL), terutama yang berkaitan dengan ekosistem terumbu karang dan sekitarnya. Diskripsi meliputi potensi SDL, pola dan wilayah pemanfaatan, teknologi yang digunakan dalam perusakan dan pelestarian, produksi dan pemasaran hasil laut

- Mengidentifikasi dan menganalisa kondisi sumber daya manusia (SDM), dari aspek kuantitas maupun kualitas, dan aspek ekonomi, termasuk pendapatan dan pengeluaran serta keberadaan aset rumah tangga. Gambaran ini dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan penduduk di lokasi penelitian. Studi ini juga mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang potensial untuk dijadikan mata pencaharian alternatif, agar penduduk dapat merubah kegiatannya dari kegiatan yang

Page 26: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

4

merusak terumbu karang menjadi kegiatan yang mendukung pelestarian sumber daya laut

- Mengidentifikasi dan menganalisa pengetahuan masyarakat tentang fungsi ekonomi dan ekologi terumbu karang, sikap dan kepedulian mereka akan kerusakan sumber daya ini serta pentingnya upaya pengelolaan agar sumber daya laut tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan

- Mengidentifikasi dan menganalisa stakeholders yang berkaitan dengan pengelolaan terumbu karang, baik stakeholders yang merusak maupun yang berpotensi melestarikan ekosistem terumbu karang. Di samping itu, studi ini juga mengkaji potensi konflik antar stakeholders dan upaya mengatasi serta merubah konflik menjadi hubungan kolaboratif antar dan intra stakeholders, utamanya untuk mencapai pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan

- Mengidentifikasi dan menganalisa alternatif mata pencaharian yang mempunyai nilai ekonomi dan tidak merusak sumber daya laut, dan upaya pengelolaan SDL yang sesuai dengan potensi, kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Luaran

Luaran dari penelitian ini adalah laporan aspek sosial ekonomi terumbu karang yang berisi data dasar dan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para perencana untuk merancang program COREMAP. Dengan demikian program ini dapat diimplementasikan sesuai dengan potensi, kebutuhan dan aspirasi penduduk. Dalam penelitian ini juga dikaji variabel-variabel yang dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan COREMAP, yaitu pemanfaatan terumbu karang secara berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan penduduk di lokasi COREMAP dan sekitarnya. Data dari hasil kajian ini dapat dijadikan sebagai titik awal dan perlu dipantau secara berkala agar dapat diketahui tingkat keberhasilan dari COREMAP.

1.3. Metodologi

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan Pulau Tiga, perairan laut Kabupaten Natuna. Kawasan ini mencakup tiga desa, yaitu Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap, yang termasuk ke dalam Kecamatan Bunguran Barat. Lokasi ini dipilih secara purposive karena sudah direncanakan oleh pemerintah daerah dan Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai lokasi COREMAP Fase II di Kabupaten Natuna.

Page 27: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 5

Pengumpulan Data

Penelitian aspek sosial ekonomi terumbu karang ini menggunakan kombinasi dari beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei, sedangkan pendekatan kualitatif menggunakan wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus (FGD) dan observasi lapangan.

- Survei

Survei dilakukan terhadap 100 responden rumah tangga atau sekitar 10 persen dari jumlah kepala keluarga (KK) di ketiga desa penelitian (Sabang Mawang, Pulau Tiga dan Sededap). Dari ke tiga desa ini di pilih tiga dusun (Dusun Tanjung Batang, Tanjung Kumbik dan Balai) yang mempunyai penduduk yang padat, intensitas pemanfaatan SDL oleh penduduk tinggi, kehidupan ekonomi dan sosial yang bervariasi serta degradasi terumbu karang yang cukup tinggi. Kemudian dari tiga dusun ini dipilih 100 responden rumah tangga.

Kuesioner yang digunakan dalam survei terdiri dari dua set, yaitu: pertanyaan rumah tangga dan pertanyaan individu. Pertanyaan rumah tangga ditanyakan kepada 100 responden rumah tangga, terutama yang berkaitan dengan kondisi demografi, sosial dan ekonomi rumah tangga. Sedangkan pertanyaan individu lebih terfokus pada pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya laut, khususnya terumbu karang.

Mengingat keterbatasan waktu, kegiatan survei dilakukan oleh 9 pewawancara yang dipilih dari lokasi penelitan, terutama mereka yang mempunyai pengalaman melakukan pendataan dengan Kantor Statistik, guru, tokoh pemuda dan aparat desa. Sebelum melakukan wawancara, peneliti melakukan training terlebih dahulu kepada pewawancara untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, isi dan cara mengisi kuesioner serta bagaimana melaksanakan survei.

- Data Kualitatif

Pengumpulan data kualitatif dilakukan oleh peneliti PPK-LIPI melalui wawancara mendalam terhadap informan kunci yang dipilih secara purposive, termasuk dari kelompok nelayan, pengusaha perikanan (pedagang pengumpul dan agen penampung, tokoh pemuda, kelompok ibu-ibu, pimpinan formal dan informal) di ke tiga desa penelitian. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara yang berisi poin-poin penting berkaitan dengan pemanfaatan, perusakan dan upaya pengelolaan sumber daya laut, khususnya terumbu karang. Poin-poin

Page 28: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

6

pertanyaan ini kemudian di gali dan didalami dengan melakukan cek dan ricek antara informan yang satu dengan lainnya, sehingga peneliti mendapatkan informasi dan pemahaman yang solid dan komprehensif dari aspek sosial ekonomi terumbu karang.

Di samping wawancara mendalam, data kualitatif juga dikumpulkan dengan cara melakukan diskusi dengan kelompok (FGD) di ketiga desa penelitian. Hasil FGD menambah informasi dan pemahaman peneliti terhadap topik kajian. Selain itu, peneliti juga melakukan pengamatan (observasi) terhadap informan dan masyarakat serta lingkungan di sekitarnya.

- Pengumpulan Data Sekunder

Di samping pengumpulan data primer melalui survei dan pengumpulan data kualitatif, data dan informasi juga dikumpulkan melalui data sekunder. Data sekunder berasal dari berbagai sumber, seperti: monografi desa, data statistik yang dikeluarkan Kantor Statistik Kabupaten Natuna dan dokumen-dokumen yang relevan dengan pengelolaan SDL dan program COREMAP. Di samping itu, untuk mendapatkan gambaran tentang kerusakan terumbu karang di kawasan Pulau Tiga, kajian ini juga memanfaatkan hasil survei ekologi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oceanografi (P2O-LIPI).

Analisa Data

Sesuai dengan pendekatan penelitian, analisa data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif:

- Analisa kuantitatif didasarkan dari hasil survei dan data sekunder yang dikemas dalam bentuk diskripsi, tabel dan tabulasi silang beberapa variabel yang relevan

- Analisa situasi dengan pendekatan kontekstual yang menggambarkan kondisi di lokasi penelitian. Analisa ini penting untuk mendukung analisa kuantitatif dan mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan terpadu mengenai:

o Potensi dan kondisi daerah penelitian

o Keadaan SDM dan tingkat kesejahteraan masyarakat

o Stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan terumbu karang, bentuk keterlibatan, konflik kepentingan antar stakeholders serta upaya merubah konflik menjadi hubungan kolaborasi dalam kegiatan pengelolaan

Page 29: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 7

o Pengelolaan terumbu karang, termasuk potensi dan permasalahan serta alternatif pemecahan masalah yang dapat mempengaruhi pemanfaatan terumbu karang secara berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

1.4. Organisasi Penulisan

Laporan aspek sosial ekonomi terumbu karang ini terdiri dari 7 bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang perlunya kajian ini, tujuan penelitian, metode dan analisa data yang digunakan. Bab ke dua menggambarkan profil kawasan Pulau Tiga yang meliputi keadaan geografis, kondisi sumber daya alam, sarana dan prasarana serta kelembagaan sosial ekonomi. Bab selanjutnya terfokus pada potret penduduk, seperti jumlah dan komposisi, kondisi pendidikan, kesehatan dan pekerjaan penduduk. Di samping itu, pada bab ini juga dikaji tingkat kesejahteraan penduduk yang diindikasikan dari pendapatan, pengeluaran, strategi dalam pengelolaan keuangan, pemilikan aset rumah tangga serta kondisi perumahan dan sanitasi lingkungan. Pemaparan selanjutnya terkonsentrasi pada pengelolaan sumber daya laut. Bab ini diawali dengan analisa tingkat pengetahuan, kesadaran dan kepedulian terhadap pelestarian terumbu karang, kemudian diikuti oleh ulasan mengenai wilayah tangkap, kalender dan teknologi penangkapan, stakeholders yang terlibat, bentuk keterlibatan dan hubungan kerja dalam pengelolaan SDL. Setelah pemahaman mengenai pengelolaan SDL di kawasan Pulau Tiga, maka bab berikutnya mendiskusikan produksi, pemanfaatan dan pemasaran hasil produksi, baik pasar dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan yang berlebihan telah menimbulkan kerusakan terumbu karang dan SDL. Permasalahan ini dikaji pada bab VI. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, selain penjelasan mengenai tingkat kerusakan, bab ini mendiskusikan juga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan dan konflik kepentingan antar stakeholders. Bab terakhir merupakan rangkuman hasil penelitian dan rekomendasi yang dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program COREMAP.

Page 30: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

8

Page 31: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 9

BAB II PROFIL KAWASAN PULAU TIGA

Kawasan Pulau Tiga merupakan sebagian kecil gugus pulau yang terdapat di wilayah Kabupaten Natuna, yang terdiri dari tiga pulau berpenghuni yaitu Pulau Sabung, Pulau Batang, dan Pulau Selapi. Sebelum tahun 1980-an ketiga pulau ini merupakan satu desa dengan nama Desa Pulau Tiga, yang kemudian mengalami pemekaran menjadi tiga, yaitu Desa Sabang Mawang, Desa Sededap dan Desa Pulau Tiga. Desa Sabang Mawang terletak di Pulau Sabung, Desa Sededap di Pulau Selapi dan Desa Pulau Tiga terletak di Pulau Batang. Secara administrasi, wilayah ini merupakan bagian dari Kecamatan Bunguran Barat dengan ibukota Kecamatan terdapat di Sedanau. Dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Natuna, kawasan Pulau Tiga ini akan dimekarkan lagi menjadi kecamatan tersendiri dengan sebutan Kecamatan Pulau Tiga. Sesuai dengan undang-undang, maka rencana pemekaran tersebut akan realisasikan pada akhir bulan April 2005.

2.1. Keadaan Geografis

Berdasarkan letak geografis, kawasan Pulau Tiga berada di 3o 40’ LU – 3 o38’ LU dan 108 00’ BT – 108 10’ BT. Ketiga pulau ini terletak saling berhadapan antara satu dengan lainnya. Desa Sabang Mawang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bunguran Timur, Desa Pulau Tiga, Desa Sededap, Desa Pulau Tiga berbatasan langsung dengan Desa Sabang Mawang, Desa Mekar Jaya dan Desa Sededap, sedangkan Desa Sededap berbatasan langsung dengan Desa Pulau Tiga dan Desa Sabang Mawang (Lihat Gambar 2.1). Desa Sabang Mawang terdiri dari 3 dusun (kampung), yaitu Dusun I Tanjung Batang, Balai, Dusun II Seratas, dan Dusun III Tanjung Bale. Desa Pulau Tiga, terdiri dari 4 dusun, yaitu Dusun I Setumuk, Dusun II Seladeng, Dusun III Tanjung Kumbik dan Dusun 4 Sepasir. Desa Sededap, terbagi dua dusun, yaitu Dusun 1 (Teluk Dedap), dan Dusun 2 Teluk Labuh. Masing-masing pemerintahan desa berpusat di Dusun Bale, Tanjung Kumbik dan Teluk Dedap.

Untuk sampai di kawasan Pulau Tiga dari Ranai, ibukota Kabupaten Natuna, harus menempuh perjalanan darat selama 2 jam tiba di Pelabuhan Selat Lampa. Dari pelabuhan ini perjalanan dilanjutkan untuk menyebrang Pulau Besar dengan menggunakan perahu motor (pompong) dengan kekuatan 5 – 15 PK membutuhkan waktu sekitar 20

Page 32: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

10

– 45 menit. Untuk menuju ibukota kecamatan Sedanau memerlukan waktu 2 – 2 ½ jam dengan menggunakan pompong, sedangkan untuk mencapai ibukota Kabupaten Natuna membutuhkan waktu + 5 jam.

Dilihat dari topografinya, sebagian besar wilayah ketiga desa penelitian adalah berbukit dan bergunung batu yang dimanfaatkan masyarakat desa untuk berkebun. Sifat keadaan tanah yang berongga sehingga tumbuhan yang dapat berkembang adalah jenis tanaman keras, seperti kelapa, cengkeh, dan durian. Selain itu, ada beberapa tanaman lain yang cukup banyak tumbuh di wilayah tersebut pandan berduri, bambu, dan singkong.

Berdasarkan kondisi pantai di kawasan Pulau Tiga, pada umumnya ketiga desa ini memiliki pantai yang berbatu yang merupakan hasil pembentukan karang-karang ratusan tahun yang silam. Hanya sebagian wilayah di Pulau Batang dan Pulau Selapi memiliki pantai berpasir putih dan bersih. Apabila kondisi pantai tersebut dikaitkan dengan resiko tsunami, maka kawasan Pulau Tiga memiliki resiko relatif rendah karena di ketiga pulau tersebut memiliki daratan tinggi yang cukup luas sehingga wilayah tersebut dapat menjadi tempat berlindung penduduk.

Iklim di kawasan Pulau Tiga sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin. Ada dua Musim kemarau biasanya terjadi dari Bulan Maret sampai dengan Mei, ketika arah angin bertiup dari utara. Sedang musim hujan terjadi dari Bulan September sampai dengan Februari ketika arah angin bergerak dari timur dan selatan. Rata-rata curah dan bulan hujan di kawasan Pulau Tiga adalah 2.000 m3 dan 3 bulan dengan kelembaban udara sekitar 85 persen dengan temperatur udara berkisar 21°C – 34° C.

Peta 2.1.

Kawasan Pulau Tiga dan lokasi terumbu karang dan mangrove

Sumber : Survei Data Dasar Apsek Ekologi Terumbu Karang,

COPEMAP, 2005

P. Tiga

Sabang Mawang Sededap

Page 33: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 11

2.2. Kondisi Sumber Daya Alam

Kawasan Pulau Tiga, yang terdiri tujuh pulau tidak berpenghuni dan tiga pulau berperhuni, yaitu Pulau Selapi, Pulau Sabung, dan Pulau Batang masing-masing memiliki luas wilayah 80 km2, 120 km2 dan 180 km2. Pada umumnya, masyarakat desa di Kawasan Pulau Tiga tidak sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari pengelolaan dan pemanfaatan hasil sumber daya laut saja. Mayoritas masyarakat memiliki dua profesi sekaligus, yaitu sebagai nelayan dan petani. Dengan demikian, potensi sumber daya alam dapat dibedakan menjadi potesi sumber daya alam laut dan darat.

2.2.1. Sumber Daya Laut

Penduduk di Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap menfaatkan sumber daya laut sebagai sumber mata pencaharian. Berdasarkan hasil survei data dasar ekologi Terumbu Karang COREMAP, 2005 memiliki luas terumbu karang yang cukup luas (Lihat Gambar 2.1) dengan kondisi karang yang relatif cukup baik walaupun tidak semua lokasi. Jenis biota yang cukup banyak ditemukan di sekitar pemukiman desa, adalah bulu babi, akar bahar (baur), bulu seribu (pahan), bintang laut (cangkang), ubur-ubur (bubur), tripang (kuyong) dan berbagai jenis karang seperti kipas laut, karang otak (jerangau), karang lunak (karang jeulat), spoge dan lain-lain .

Potensi sumber daya laut merupakan salah satu sumber mata pencaharian penduduk. Sumber daya laut yang tersedia merupakan potensi besar dengan nilai ekonomi tinggi bagi pengembangan ekonomi di Kawasan Pulau Tiga. Hasil sumber daya laut yang banyak dimanfaatkan masyarakat adalah ikan sunuk, kerapu bebek, kerapu tiger, dan napoleon memiliki nilai jual ekonomis yang cukup tinggi, sedangkan ikan permukaan seperti ikan tongkol, anggoli (krisbali), cumi-cumi, sotong, tamban, gembung, mayuk, lingkis (gelais) tohai, jahan, baronang, ketambak dan lain-lain merupakan jenis ikan banyak ditangkap oleh penduduk.

Wilayah kawasan Pulau Tiga juga memiliki potensi budidaya rumput laut yang sangat tinggi. Berdasarkan pengalaman, pengembangan budidaya rumput laut di wilayah Pulau Tiga menghasilkan rumput laut berkualitas dalam kuantitas yang cukup besar. Adanya kendala pemasaran hasil rumput laut di tingkat lokal menyebabkan kegiatan budidaya tersebut banyak ditinggalkan oleh penduduk. Namun apabila kendala tersebut dapat diatasi dengan harga jual yang sebanding dengan hasil pekerjaan, maka minat masyarakat untuk berbudidaya rumput laut sangatlah tinggi.

Page 34: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

12

2.2.2. Sumber Daya Darat

Sumber daya darat di kawasan Pulau Tiga, dibedakan menjadi dua, yaitu hutan dan batu gunung. Hutan yang terdapat dikawasan ini pada awalnya ditumbuhi pohon meranti, rengas, merbau, resak, dan lain-lain. Dengan berdatangan penduduk untuk menetap di kawasan tersebut maka hutan mengalami konversi menjadi perkebunan kelapa. Sejak saat itu kelapa menjadi komoditi utama di wilayah ini. Komoditi perkebunan lainnya yang juga dimanfaatkan oleh penduduk adalah cengkeh dan durian. Pemasaran kelapa dan cengkeh dapat dilakukan langsung di desa melalui seorang pengumpul, atau dengan menjual langsung ke Sedanau. Saat ini, produksi perkebunan kelapa telah mengalami penurunan akibat dari usia perkebunan semakin tua dan nilai ekonomis yang rendah. Produksi cengkeh lebih memberikan keuntungan bagi masyarakat karena nilai jual yang relatif tinggi dibandingkan dengan produksi kelapa. Pemanfaatan lahan untuk perkebunan durian masih dilakukan oleh segelintir penduduk dan dapat menjadi sumber pendapatan tambahan selain cengkeh dan kelapa. Potensi sumber daya alam darat lainnya adalah daun pandan yang banyak terdapat di sekitar pemukiman desa. Jenis daun pandan di kawasan ini adalah jenis raksasa dengan ukuran daun yang lebar dan panjang serta memiliki sisi berduri. Sebagian besar masyarakat khususnya kaum ibu-ibu rumah tangga, memanfaatkan daun pandan sebagai bahan anyaman membuat berbagai macam peralatan rumah tangga, seperti tudung saji, tikar, tas dan lain-lain.

Batu gunung merupakan sumber daya alam yang sangat banyak dan melimpah. Pemanfaatan batu gunung masih tergantung dengan ijin dari desa. Untuk memenuhi pembangunan pelabuhan di Selat Lampa, batu dan pasirnya bersumber dari desa-desa di Kawasan Pulau Tiga. Pemanfaatannya masih bersifat subsistem sesuai kebutuhan masyarakat setempat dalam kapitasitas yang relatif lebih terbatas. Selain kekayaan flora, kawasan ini memiliki kekayaan fauna yang cukup beragam, yaitu bubut, ternggiling, Tupai Raya (raksasa), Kekah, Burung Enggang, Kokas, Berak dan Buaya. Saat ini, jenis-jenis fauna tersebut telah mengalami kelangkaan dan telah sulit dijumpai oleh masyarakat akbiat sebagian besar habitat telah mengalami konversi menjadi perkebunan.

Selain itu, masyarakat desa di Kawasan Pulau Tiga menyadari memilki potensi wisata yang cukup potensial karena memiliki pemandangan indah tidak hanya di laut namun juga di daratan. Dua pulau yang sangat indah dan tidak berpenghuni yaitu Pulau Sehati dan Pulau Setahu yang memiliki pasir putih. Selama ini kedua pulau tersebut masih terbatas sebagai tempat rekrearsi bagi masyarakat desa. Di perairan tersebut juga terdapat gua di dasar laut yang dapat menembus daratan Pulau besar. Daerah lainnya memiliki potensial tinggi untuk wisata adalah air

Page 35: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 13

dekuk “selat antara Pulau Komang dan Pulau Besar” memiliki kondisi perairan yang jernih dan tenang, dan terdapat banyak ikan hias dengan kondisi terumbu karang yang kondisinya masih baik.

2.3. Kondisi Kependudukan

Menurut monografi ketiga desa di kawasan Pulau Tiga tahun 2004, terdiri dari 1065 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk adalah 4.477 jiwa. Dilihat dari jumlah penduduk, Desa Sabang Mawang merupakan desa yang memiliki jumlah penduduk terpadat dibandingkan dengan dua desa lainnya, sedangkan Desa Sededap merupakan desa memiliki jumlah penduduk yang paling rendah. Jumlah penduduk berbanding lurus dengan tingkat kepadatan penduduk, sehingga Desa Sabang Mawang masih merupakan desa dengan tingkat kepadatan tertinggi (18,8 jiwa/km2). Dilihat dari jenis kelamin, penduduk laki-laki Desa Sededap lebih banyak daripada perempuan namun tidak berbeda jauh (53 persen laki-laki dan 47 persen perempuan). Begitu pula pada Desa Sabang Mawang dengan masing-masing proporsi 54 persen laki-laki dan 46 persen perempuan. Akan tetapi keadaan tersebut berbanding terbalik untuk Desa Pulau Tiga, jumlah penduduk laki-laki (48 persen) lebih sedikit dari pada perempuan (52 persen). Dengan demikian sex ratio Desa Sededap dan Desa Sabang Mawang masing-masing sebesar 115 dan 119, yang berarti setiap 100 peremupan terdapat 115 laki-laki dan 119 laki-laki. Nilai ratio jenis kelamin Desa Pulau Tiga lebih rendah dari desa lainnya, yaitu 100 perempuan terdapat 91 laki-laki.

Tabel 2.1.

Jumlah penduduk desa di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2004

Jumlah Penduduk Rasio

JK Desa Jumlah

Dusun Jumlah

RT Lk Pr Total

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

Sededap 2 165 383 334 717 115 9,0

Sabang Mawang

3 625 1229 1031 2260 119 18,8

Pulau Tiga 5 272 715 785 1500 91 14,3

Sumber : Monografi Desa, 2005

Kondisi penduduk kawasan Pulau Tiga dibandingkan dengan penduduk di tingkat kecamatan, mencapai lebih dari 28 persen berada di kawasan tersebut. Proporsi tertinggi penduduk terdapat di Kelurahan Sedanau sebagai pusat kecamatan Sedanau mencapai 37 persen. Apabila dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang terdapat di Kabupaten Natuna, Kecamatan Bunguran Barat memiliki tingkat kepadatan cukup

Page 36: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

14

rendah (24,45 jiwa/km2) dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Midai (99,74 jiwa/km2) bahkan lebih padat daripada ibukota Kabupaten Natuna (Monografi Kecamatan Sedanau, 2003 dan BPS Kabupaten Natuna, 2004).

Perkembangan penduduk di kawasan Pulau Tiga sangat berkaitan dengan perkembangan desa. Penduduk asli wilayah Pulau Tiga sampai dengan Sedanau adalah keturunan Serawak Malaysia, yang kemudian diikuti dengan pendatang-pendatang lainnya, seperti suku Bugis, Buton, Jawa dan lain-lain. Sebelum masa penjajahan Jepang, penduduk Sedanau dan Kampar yang berjumlah + 20 orang datang ke Pulau Tiga untuk membuka pemukiman dan lahan perkebunan kelapa. Pada saat itu pemasaran hasil perkebunan kelapa Pulau Tiga (sebutan untuk ketiga Pulau Sabung, Pulau Batang dan Pulau Selapi) sampai ke Singapura dengan menggunakan mata uang dollar. Begitupula halnya pada pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan, seperti beras dan gula juga berasal dari Singapura. 1 Berlakunya mata uang dolar di wilayah ini, menjadi daya tarik bagi suku lain untuk masuk ke wilayah tersebut. Suku pendatang lainnya adalah suku Buton dan Bugis, jawa, dan lain-lain. Pada tahun 1963 setelah Rupiah dinyatakan secara resmi sebagai mata uang yang berlaku di wilayah tersebut, maka penduduk Sedanau dan Kampar memutuskan untuk kembali pulang ke daerah asalnya, sedangkan pedatang lainnya seperti Bugis dan Buton memilih untuk tetap menetap di wilayah tersebut. Sejak saat itu, lahan di daerah tersebut dikuasai oleh pendatang lain, sedangkan pemilik kebun (Orang Sedanau dan Kampar) hanya datang sesekali untuk mengambil hasil perkebunannya.

Semakin terbukanya akses ke luar wilayah Pulau Tiga, yaitu adanya Kapal Penumpang PELNI tujuan Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun dan semakin lancar akses darat ke ibukota Kabupaten Natuna mendorong mobilitas penduduk semakin tinggi untuk melakukan migrasi. Proses masuknya penduduk lain ke daerah ini disebut migrasi ke dalam dan proses berpindahnya penduduk dari desa ke luar disebut migrasi ke luar. Ada beberapa alasan penduduk melakukan migrasi ke luar, yaitu pendidikan, kesejahteraan dan keluarga. Pada umumnya penduduk yang melakukan migrasi dengan tujuan pendidikan adalah penduduk berusia sekolah yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi, seperti SMA sederajat, Diploma ataupun perguruan tinggi. Untuk Desa Pulau Tiga saja, tercatat jumlah penduduk yang sedang melanjutkan berada di bangku kuliah sebanyak 15 orang pada perguruan tinggi yang terdapat di Pekanbaru, Kalimantan Barat, dan Tanjung Pinang. Ketidaklengkapan sarana dan prasarana

1 Pada saat itu, untuk mencapai Singapura, mereka harus menempuh perjalanan dua hari dua malam melalui Tanjung Pinang.

Page 37: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 15

pendidikan merupakan faktor utama terjadinya migrasi tersebut. Alasan kesejahteraan, yaitu keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dengan tujuan peningkatan pendapatan dan status ekonomi merupakan motivasi bagi penduduk angkatan kerja untuk bermigrasi. Selain terjadi migrasi ke luar, namun juga terjadi migrasi ke dalam. Salah satu alasan melakukan migrasi ke dalam dikarenakan tugas pemerintahan yang mengharuskan menetap wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu, seperti tenaga medis (mantri/bidan), guru, TNI AL dan lain-lain. Selain alasan tugas, tak jarang alasan pribadi juga menjadi pendorong untuk berkeinginan menetap di wlayah Pulau Tiga.

2.4. Sarana dan Prasarana Sosial-Ekonomi

Pada bagian ini akan digambarkan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang ada di kawasan Pulau Tiga, termasuk sarana transportasi, perikanan, pasar/warung, pendidikan, kesehatan, air bersih dan MCK serta penerangan dan informasi. Di samping itu, studi ini juga mengidentifikasi kelembagaan sosial ekonomi yang berkembang di masyarakat, utamanya untuk mengetahui potensi dan kendala dari aspek kelembagaan untuk pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat.

2.4.1. Sarana Transportasi

Kawasan Pulau Tiga terdiri dari tiga pulau, yaitu Pulau Selapi, Pulau Sabung dan Pulau Batang yang terletak saling berdekatan satu sama lain. Kawasan ini dapat dicapai dari ibukota Kabupaten Natuna (Ranai) menggunakan jalan darat menuju Pelabuhan Selat Lampa di Pulau Bunguran. Selanjutnya dari pelabuhan menyeberang laut menuju Kawasan Pulau Tiga. Sementara dari ibukota Kecamatan Bunguran Barat (Sedanau) yang terletak di kepulauan sebelah utara kawasan, dapat dicapai menggunakan transportasi laut yaitu pompong (perahu motor) selama 45 menit sampai 1 jam perjalanan. Prasarana jalan dari Ranai ke pelabuhan cukup bagus dengan waktu tempuh sekitar ½ - 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan roda empat. Kemudian dari pelabuhan menuju Kawasan Pulau Tiga menggunakan transportasi laut yaitu pompong dengan jarak tempuh antara ½ - 1½ jam. Desa Sabang Mawang terletak paling dekat dari pelabuhan dan Desa Sededap adalah desa yang paling jauh.

Sarana transportasi dari kawasan ke ibukota kabupaten melalui pelabuhan maupun ke kota kecamatan sangat minim. Letaknya yang ditengah laut membutuhkan sarana transportasi laut, seperti perahu motor untuk mencapai ketiga pulau dan sebagai penghubung antar pulau. Pada saat ini belum ada angkutan laut yang secara regular

Page 38: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

16

membawa penduduk ke ibukota kabupaten melalui pelabuhan maupun ke ibukota kecamatan. Begitu juga sarana transportasi regular antar pulau belum tersedia. Selama ini masyarakat yang akan menyebarang ke pelabuhan menggunakan perahu motor sendiri atau menyewa perahu motor milik nelayan setempat. Bagi pendatang yang pertama kali ke kawasan ini merasakan akses untuk mencapai Kawasan Pulau Tiga pada hari-hari biasa cukup sulit karena tidak ada sarana transportasi regular dari dan ke kawasan. Namun bagi masyarakat setempat hal ini sudah biasa karena mereka dapat menumpang perahu motor siapa saja yang kebetulan lewat dan mempunyai tujuan yang sama.

Pada tahun 1990-an mulai beroperasi Kapal Bukit Raya yaitu kapal regular yang menjadi alat transportasi antar pulau dari Tanjung Pinang - Sedanau – Selat Lampa – Pontianak. Setiap dua minggu pada hari Senin dan Minggu Kapal Bukit Raya singgah di Pelabuhan Selat Lampa untuk menurunkan dan menaikkan penumpang serta bongkar muat barang. Keberadaan Kapal Bukit Raya sangat penting bagi masyarakat karena dapat membuka akses bagi masyarakat ke luar Natuna seperti ke Tanjung Pinang maupun ke Pontianak. Kemudian pelabuhan juga berfungsi sebagai pasar bagi masyarakat untuk menjual barang produksi masyarakat desa seperti makanan, minyak kelapa dan sebagainya Masyarakat juga dapat memanfaatkan kesempatan kerja bongkar muat di pelabuhan.

Pada hari kedatangan kapal, akses menuju Kawasan Pulau Tiga sangat mudah karena banyak sarana transportasi dari Kawasan Pulau Tiga ke pelabuhan maupun sebaliknya. Perahu motor nelayan yang biasanya dibawa menangkap ikan kelaut, digunakan sebagai sarana transportasi masyarakat dari Kawasan Pulau Tiga ke pelabuhan. Perahu motor (pompong) nelayan yang dialihkan fungsinya menjadi sarana angkutan penumpang cukup banyak dilihat dari banyaknya pompong yang mengangkut penumpang dari desa ke pelabuhan serta banyaknya kapal pompong yang tertambat di pelabuhan menunggu penumpang kapal yang akan balik ke desa. Penumpang yang dibawa selain penumpang kapal atau mereka yang mengantar dan menjempaut penumpang kapal, juga masyarakat desa yang membawa hasil produksi sendiri untuk dijual di pelabuhan. Biaya transportasi dibedakan antara penumpang biasa dengan masyarakat yang membawa barang dagangan untuk dijual di pelabuhan. Untuk penumpang biasa, ongkos sekali jalan dari Desa Sabang Mawang atau Desa Pulau Tiga ke pelabuhan adalah sebesar Rp. 5.000 per orang sedang untuk pedagang lebih mahal. Dari Desa Sededap ke pelabuhan ongkosnya lebih mahal karena jarak pelabuhan ke Desa Sededap lebih jauh yaitu 45 menit perjalanan.

Menurut Kepala Desa Pulau Tiga, sekarang sedang diusahakan sarana transportasi antar pulau yaitu pompong untuk masyarakat maupun anak sekolah. Pada saat ini anak sekolah SLTP yang berasal dari luar Desa

Page 39: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 17

Pulau Tiga menggunakan pompong salah seorang guru yang tinggal di Desa Sabang Mawang. Pagi hari pompong dibawa pergi mengajar bersama anak-anak sekolah dan sore hari pergi melaut sampai malam.

Prasarana jalan yang ada pada ketiga desa di Kawasan Pulau Tiga dapat menghubungkan satu dusun dengan dusun lainnya dalam satu desa Kondisi jalan dalam keadaan bagus dan dapat dilalui. Jalan desa dibangun pada tahun 1999 melalui program pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten Natuna berupa jalan semen beton yang menggunakan batu karang yang diambil di sekitar kawasan. Prasarana dermaga kapal tempat pendaratan perahu motor yang permanen menggunakan beton hanya ada di sebagian desa yaitu di Dusun Spasir, Desa Sabang Mawang dan Desa Sededap. Sedang dermaga kapal di dusun lainnya masih belum permanen dan terbuat dari kayu.

2.4.2. Sarana Perikanan

Nelayan di kawasan Pulau Tiga memiliki armada kapal mulai dari kapal tanpa mesin (perahu) sampai kapal motor dengan kekuatan mesin mulai dari 2-3 GT, 4-5 GT, 6-10 GT dan 10-15 GT. Secara keseluruhan jumlah perahu tanpa motor (2-3 GT) di Kawasan Pulau Tiga adalah 164 buah dan perahu motor (mesin 15 PK keatas) berjumlah lebih dari 700 buah. Mayoritas nelayan di kawasan ini adalah nelayan pancing menggunakan perahu motor dengan mesin berkekuatan 10-15 GT. Kapal motor ini cocok untuk keperluan nelayan memancing pulang hari dengan wilayah tangkap sekitar 6-25 mil dari pantai. Jumlah kapal motor berkekuatan 10-15 GT di kawasan Pulau Tiga sebanyak 150 buah.

Selain perahu motor 10-15 GT, sebagian nelayan menggunakan perahu motor berkekuatan mesin 2-3 GT dengan jangkauan yang lebih dekat ke pantai seperti mengambil ikan di kelong dan sebagainya. Perahu motor berkekuatan mesin besar biasanya dimiliki oleh nelayan pengumpul yang mempunyai beberapa orang tenaga kerja menangkap pada wilayah tangkap yang lebih jauh. Sementara speed boat hanya dimiliki oleh dua orang pedagang pengumpul yang cukup besar.

Mayoritas nelayan di kawasan ini adalah nelayan pancing dan alat tangkap yang digunakan adalah pancing. Alat tangkap pancing digunakan untuk menangkap ikan hidup dan ikan mati sesuai dengan jenis pancing dan mata pancingnya. Jenis pancing yang digunakan terdiri dari pancing ulur, pancing tonda dan pancing rawai. Diantara ketiga jenis pancing tersebut, pancing ulur paling banyak dimiliki nelayan di kawasan Pulau Tiga yaitu sekitar 350 buah diikuti pancing tonda sebanyak 200 buah dan pancing rawai sebanyak 4 buah. Kebutuhan peralatan pancing diperoleh dari Sedanau dan sebagian dapat diperoleh di toko yang ada di desa. Selain pancing, kepemilikan jaring oleh

Page 40: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

18

nelayan masih sedikit. Jaring hanya digunakan oleh nelayan di Desa Sededap yaitu jaring pukat tirai sebanyak 15 buah.

Prasarana kenelayanan lainnya yang dimiliki nelayan adalah bagan. Jumlah bagan di Kawasan Pulau Tiga relatif sedikit yaitu sebanyak 5 buah. Hal ini disebabkan mahalnya biaya pembuatan sebuah bagan sehingga tidak semua nelayan mampu memiliki bagan. Begitu juga dengan kelong, jumlahnya sedikit yaitu 5 buah. Pembuatan kelong membutuhkan suatu keahlian khusus dan tidak semua nelayan memiliki keahlian dalam membuat kelong. Sementara jumlah kepemilikan bubu di Kawasan Pulau Tiga cukup banyak yaitu lebih dari 200 buah yang dimiliki oleh lebih dari 24 orang nelayan.

2.4.3. Sarana Ekonomi

Di kawasan Pulau Tiga belum tersedia fasilitas ekonomi seperti pasar dan tempat pelelangan ikan (TPI). Sarana ekonomi yang ada masih terbatas pada sarana yang mendukung kegiatan perdagangan seperti toko dan warung sembako. Masyarakat membeli barang kebutuhan sehari-hari dari toko atau warung sembako yang banyak terdapat di desa. Toko dan warung biasanya menyediakan bahan makanan yang tahan lama seperti minyak, gula dan sebagainya. Jumlah warung sembako cukup banyak terutama yang mempunyai omzet skala kecil. Kebanyakan warung tersebut berada dan menjadi bagian dari rumah. Sementara toko mempunyai omzet lebih besar dan volume barang yang dijual cukup besar mulai dari barang kebutuhan sehari-hari sampai dengan kebutuhan peralatan nelayan untuk melaut. Bahkan di Desa Pulau Tiga terdapat toko dengan omzet dan volume penjualan sangat besar. Disamping menjual berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari, toko ini juga memasok barang-barang kebutuhan Kapal Tanjung Balai Karimun, mulai dari kebutuhan sehari-hari para awak kapal sampai menyediakan bahan bakar minyak untuk kapal –kapal tersebut.

Kebutuhan sayur-sayuran didatangkan dari luar pulau, yaitu dari Tanjung Ubi, daerah pemukiman transmigran di Ranai. Lahan di Kawasan Pulau Tiga tidak cocok ditanami sayuran. Pedagang dari lokasi transmigran datang membawa sayuran untuk dijual pada masyarakat atau ke diwarung sembako yang ada di desa. Begitu juga masyarakat desa yang menjual ikan ke daerah transmigran, biasanya saat pulang membawa sayur-sayuran untuk dijual di desa. Pedagang dari luar juga menjual barang-barang seperti pakaian dan peralatan rumah tangga pada masyarakat dengan cara menjual keliling desa dengan cara kredit atau cash. Hasil produksi masyarakat seperti ikan asin, krupuk ikan dan minyak kelapa, selain dijual di desa atau antar pulau juga dijual di ibukota Kecamatan Sedanau. Biasanya penjualan ke Sedanau dilakukan dalam jumlah besar agar ongkos perjalanan ke Sedanau dapat tertutupi.

Page 41: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 19

Pada saat kedatangan kapal, mereka menjual hasil produksi di pelabuhan.

Selain kebutuhan sehari-hari, kebutuhan bahan bakar minyak dapat di beli dari toko-toko yang ada di kawasan Pulau Tiga. Hanya saja permasalahannya adalah jumlah bahan bakar minyak terutama minyak tanah dibatasi yaitu 100 liter per hari untuk satu desa. Padahal kebutuhan minyak tanah untuk satu desa adalah sebanyak 5 ton per bulan. Terbatasnya jumlah minyak tanah menyebabkan minyak yang dapat dibeli masyarakat juga dibatasi yaitu 5 liter per keluarga. Sebelumnya ada satu orang agen minyak tanah yang mensuplai kebutuhan bahan bakar minyak untuk kawasan Pulau Tiga tapi sekarang sudah tidak ada. Kelangkaan minyak tanah juga berdampak pada kegiatan kenelayanan, seperti pada nelayan ikan bilis di Dusun Spasir. Untuk menangkap ikan bilis dibutuhkan bahan bakar minyak tanah untuk menghidupkan lampu dan lampu sangat penting untuk menggiring ikan bilis ke pinggir pantai. Dengan jatah 10 liter per keluarga per bulan hanya cukup untuk kelaut selama 3 sampai 4 hari. Kelangkaan bahan bakar minyak merupakan masalah yang cukup besar bagi masyarakat di Kawasan Pulau Tiga.

Tempat pelelangan ikan belum ada di Kawasan Pulau Tiga. Ikan hasil tangkapan nelayan langsung dijual pada masyarakat maupun pedagang pengumpul yang ada pada masing-masing desa. Pedagang pengumpul ikan hidup di Kawasan Pulau Tiga yang berskala besar ada 3 orang. Selanjutnya mereka menjual ikan pada agen pengumpul di Sedanau. Sementara pedagang pengumpul ikan mati ada dua, yaitu pabrik es dan Kapal Kalimantan. Dengan demikian, nelayan tidak mempunyai masalah dalam memasarkan ikan hasil tangkapan. Selanjutnya, kebutuhan es batu untuk menyimpan ikan selama melaut dapat diperoleh dari Pabrik Es yang ada di Desa Sabang Mawang. Pabrik Es menjual batu es untuk semua nelayan di Kawasan Pulau Tiga, bahkan nelayan yang berasal dari luar seperti Kapal Tanjung Balai Karimun dan Kapal Kalimantan. Dalam sehari Pabrik Es dapat membuat batu es sebanyak 10 ton, dimana sebanyak 8 ton dijual dan 2 ton untuk keperluan membuat es besok harinya.

Selain membeli ikan, pedagang pengumpul juga membeli hasil kebun, seperti cengkeh dan kopra. Masyarakat menjual cengkeh dan kopra pada salah seorang pedagang pengumpul yang ada di Desa Sabang Mawang. Cengkeh dan kopra selanjutnya dipasarkan ke Semarang. Dengan demikian, meskipun tidak ada pasar di Kawasan Pulau Tiga namun kebutuhan hidup masyarakat setempat dapat dipenuhi dari warung dan toko yang ada. Bahkan toko tersebut juga membeli hasil kebun cengkeh dan kopra dari kawasan Pulau Tiga.

Page 42: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

20

2.4.4. Sarana Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang ada di kawasan Pulau Tiga terdiri dari sekolah mulai dari tingkat SD sampai SMP. Masing-masing desa memiliki sekolah SD, bahkan di Desa Pulau Tiga terdapat 3 buah SD dan sebuah SMP. Fasilitas pendidikan untuk tingkat SD yang ada disetiap desa dan sekolah SMP yang didirikan pada tahun 2000, menyebabkan partisipasi anak sekolah anak usia wajib belajar 9 tahun cukup tinggi. Hal ini didukung oleh aspirasi orang tua cukup tinggi untuk menyekolahkan anak mereka minimal sampai ke tingkat SMP.

Jarak yang relatif dekat dan tersedianya sarana transportasi antar pulau bagi anak sekolah menyebabkan anak usia sekolah bisa bersekolah sampai SMP. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMA, mereka harus ke luar Kawasan Pulau Tiga, seperti ke Sedanau, Ranai dan Tanjung Pinang. Begitu juga untuk melanjutkan ke perguruan tinggi ke Batam, Tanjung Pinang, Pekan Baru dan Kalimantan. Biasanya selama sekolah mereka tinggal disana. Besarnya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA dan Perguruan Tinggi menyebabkan anak usia sekolah yang tidak melanjutkan ke tingkat SMA cukup banyak. Namun bagi mereka yang cukup mampu berhasil menyekolahkan anaknya sampai menjadi sarjana. Sebagai contoh, di Desa Pulau Tiga sebanyak 15 orang sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.

2.4.5. Sarana Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang ada di kawasan Pulau Tiga terbatas pada puskesmas pembantu. Pada masing-masing desa terdapat fasilitas puskesmas pembantu dan seorang bidan. Tetapi puskesmas pembantu kelihatannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan hanya ada bangunan saja. Begitu juga bidan desa sering tidak berada ditempat. Pada saat penelitian hanya ada satu orang bidan di Desa Pulau Tiga yang melayani masyarakat di tiga desa. Keberadaan bidan desa ini dimanfaatkan oleh masyarakat Kawasan Pulau Tiga dalam mencari pengobatan karena akses ke bidan di Desa Pulau Tiga cukup mudah dan dapat ditempuh dengan sarana yang ada. Kebutuhan obat-obatan didatangkan sekali sebulan dari Puskesmas di Sedanau.

Selain bidan, keberadaan mantri dan dukun cukup penting bagi masyarakat untuk mengobati penyakit. Mantri dan dukun ada di masing-masing desa. Biasanya kalau ada masyarakat yang butuh pengobatan, maka mantri atau dukun yang lebih dulu didatangi. Kemudian jika penyakitnya belum sembuh baru pergi ke bidan untuk berobat. Masyarakat pergi ke mantri untuk penyakit cacar, mencret dan malaria dan pergi ke dukun kalau sakit panas dan patah tulang. Jenis penyakit

Page 43: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 21

yang sering dialami masyarakat adalah sakit demam, mencret dan malaria. Sementara penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan kenelayanan adalah penyakit kram, akibat menyelam terlalu dalam untuk membius ikan.

2.4.6. Sarana Air Bersih dan MCK

Air bersih yang digunakan masyarakat di kawasan Pulau Tiga berasal dari sumber mata air yang berasal dari pegunungan pada masing-masing pulau. Kebutuhan air untuk minum dan untuk keperluan rumah tangga lain, seperti: untuk mandi mencuci dan sebagainya, menggunakan air yang berasal dari pegunungan ini. Air dialirkan dari sumber mata air di atas gunung ke masing-masing rumah penduduk menggunakan pipa dari besi dan plastik sehingga air dapat mengalir ke rumah penduduk sepanjang hari. Selain air yang dialirkan dari gunung, di sekitar pemukiman masyarakat juga tersedia sumur galian yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan mandi dan mencuci. Penggunaan sumur ini terutama dibuat dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di daratan. Sementara mereka yang memiliki rumah diatas air menggunakan air yang dialirkan dari atas gunung.

Khusus di Dusun Sepasir, Desa Pulau Tiga, air dari Sungai Sepasir ditampung dalam satu bak air berukuran besar kemudian dialirkan ke rumah penduduk dan masing-masing Kepala Keluarga membayar sebesar Rp. 5.000 untuk pemeliharaan bak air. Air dari bak air ini juga digunakan untuk memasok kebutuhan air oleh kapal nelayan dari luar kawasan seperti Kapal Tanjung Balai Karimum. Setiap kapal dipungut uang sebesar Rp. 20.000 yang nantinya masuk ke kas desa. Persediaan air dari pegunungan tersebut cukup melimpah terutama pada musim hujan, sedang pada musim kemarau air dari pegunungan sedikit berkurang. Air yang dapat dialirkan ke rumah penduduk berkurang sehingga kebutuhan air selama musim kemarau diperoleh dari Dusun Spasir yang memiliki sumber mata air yang selalu ada sepanjang tahun.

Sarana MCK mayarakat menggunakan WC dan tempat mandi di masing-masing rumah. Semua rumah memiliki fasilitas MCK baik rumah yang langsung dipinggir pantai/diatas laut maupun di daratan. Namun sebagian rumah di kawasan ini berada diatas laut sehingga pembuangan atau septic tank langsung ke laut. Ketersediaan air bersih yang sangat melimpah menyebabkan kondisi kebersihan MCK cukup terjaga.

Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat lebih terjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Sumber air bersih yang sangat melimpah dapat dimanfaatkan masyarakat untuk kebersihan lingkungan. Kemudian pola pemukiman penduduk yang sebagian besar berada diatas air

Page 44: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

22

menyebabkan masyarakat membuang sampah langsung ke laut, sehingga tidak ada tumpukan sampah yang dapat mengganggu kebersihan dan kesehatan lingkungan, karena sampah akan hanyut ke laut pada saat pasang.

2.4.7. Sarana Penerangan dan Informasi

Fasilitas penerangan listrik masyarakat menggunakan mesin diesel untuk menghidupkan lampu penerangan di rumah penduduk. Mesin mulai dihidupkan pada jam 5 sore sampai jam 9 malam. Sebagian besar rumah tangga mempunyai mesin diesel sendiri untuk penerangan di rumah. Namun sebagian rumah tangga menggunakan mesin diesel secara bersama-sama. Dalam hal ini, satu atau lebih rumah tangga ikut menggunakan diesel milik salah seorang penduduk dengan membayar iuran setiap bulan pada pemilik diesel. Mahalnya bahan bakar merupakan salah satu alasan mengapa masyarakat enggan mengusahakan generator sendiri.

Peralatan elektronik yang dimiliki masyarakat adalah TV, VCD, Radio dan Tape. Masyarakat yang memiliki mesin diesel sendiri biasanya memiliki barang elektronik tersebut karena barang dijalankan menggunakan mesin diesel. Sarana komunikasi seperti telepon kabel maupun selular belum ada. Letak kawasan yang berbukit menyebabkan penerimaan sinyal untuk telepon kurang bagus. Rencananya di Kawasan Pulau Tiga akan dibangun tower penerima sinyal pesawat seluler. Di kawasan ini hanya memiliki dua buah radio orari milik pedagang pengumpul di Desa Pulau Tiga dan Desa Sabang Mawang.

2.5. Kelembagaan Sosial-Ekonomi

Kelembagaan yang berjalan di desa kawasan Pulau Tiga adalah lembaga non formal seperti kelompok pengajian, karang taruna dan PKK. Lembaga tersebut berada dibawah Forum Komunikasi Masyarakat Desa (FKMD), yang dulunya adalah LKMD. Forum ini merupakan kelembagaan sosial kemasyarakatan desa yang membawahi berbagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok pengajian, karang taruna dan PKK.

Kelompok pengajian merupakan kelembagaan yang cukup menonjol di masyarakat. Kegiatan kelompok pengajian ini selain mengadakan pengajian atau yasinan yang dilakukan secara rutin setiap minggu, juga mengadakan kegiatan diluar pengajian seperti bakti sosial atau santunan yatim piatu ke dusun-dusun dan kegiatan arisan. Ibu-ibu yang terlibat pada kegiatan kelompok pengajian ini cukup banyak. Biasanya dalam satu desa, seperti di Desa Tanjung Batang, ibu-ibu pengajian dibagi atas

Page 45: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 23

beberapa kelompok berdasarkan lokasi tempat tinggal (RW) sehingga sebagian besar ibu rumah tangga ikut terlibat dalam kelompok pengajian ini. Selain kelompok pengajian ibu-ibu, ada juga kelompok Remaja Mesjid yang aktif pada hari-hari besar Islam dan pada bulan Ramadhan dalam mengatur kegiatan di mesjid.

Kelembagaan remaja yang cukup aktif adalah karang taruna. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak pada kegiatan olah raga seperti volley dan sepak bola. Aktifnya kegiatan keolahragaan dapat dilihat dari banyaknya fasilitas olah raga volley maupun sepak bola pada masing-masing desa. Hampir setiap sore dilakukan pertandingan antar remaja putra dan putri. Selain remaja, kegiatan olah raga juga dilakukan oleh para bapak-bapak. Kegiatan lain diluar kegiatan olah raga yang dilakukan oleh Forum Pemuda Pemudi kelihatannya kurang berjalan lancar. Sebagai contoh di Desa Pulau Tiga pernah dilakukan pelatihan komputer, tapi kegiatan ini tidak berjalan.

Sebagai kelembagaan sosial mesyarakat, Forum Peduli atau FKPM menunjukkan kepeduliannya pada kehidupan masyarakat desa yang sebagian besar adalah nelayan. Selama sepuluh tahun terakhir jumlah produksi ikan tangkapan nelayan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan masuknya kapal trawl milik Thailand ke wilayah tangkap nelayan. Sebagai dampaknya adalah jumlah ikan semakin berkurang karena penggunaan trawl oleh Thailand. Masyarakat melalui FKPM menyampaikan Pernyataan Sikap Nelayan pada DPRD Kabupaten untuk diteruskan ke Pemda. Dalam hal ini ada sambutan baik dari Bupati dan DPRD dengan membuat Pansus. Pada tahun 2001, 2 orang anggota Pansus bersama dua orang nelayan datang ke Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan mendiskusikan masalah tersebut dengan Menteri DKP. Hasil pertemuan tersebut adalah Menteri datang ke Kabupaten Natuna dan bertemu dengan masyarakat nelayan. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan untuk nelayan asing yang menangkap ikan secara illegal tersebut. Untuk masalah kapal yang sudah tertangkap, pernah disarankan ke DPRD supaya kapal yang ditangkap dikelola oleh masyarakat.

Dalam hal pengembangan perekonomian masyarakat, FKPM melakukan kegiatan pembuatan kerupuk ikan bersama ibu-ibu di desa. Kemudian di bidang pendidikan, kegiatan FKPM adalah mengadakan kursus keterampilan mengetik. Dalam pengembangan kegiatan COREMAP, FKPM sebagai lembaga masyarakat desa dapat digunakan dalam mendukung pelaksanaan kegiatan COREMAP. Selain membawahi berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan di desa, kepedulain FKPM terhadap kehidupan masyarakat nelayan cukup besar.

Kelembagaan ekonomi yang ada pada dasarnya terbentuk karena adanya bantuan dana bergulir dari pemerintah, diantaranya adalah

Page 46: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

24

Program Usaha Ekonomi Desa (UED), Bantuan Modal Dinas Perikanan, P2K (Program Pembangunan Kecamatan). Diantara ketiga desa di Kawasan Pulau Tiga, Desa Pulau Tiga merupakan desa yang lebih sering menerima bantuan pemerintah, baik bantuan fisik maupun modal. Hal ini tidak terlepas dari keaktifan dan akses Kepala Desa pada pemerintah kabupaten. Sebelum bantuan turun, biasanya dibentuk kelompok-kelompok masyarakat yang akan menerima dana bergulir tersebut. Hal ini menyebabkan adanya anggapan dalam masyarakat bahwa setiap program pemerintah yang akan masuk tidak terlepas dari pemberian bantuan dana. Hal ini juga terjadi pada kegiatan COREMAP dalam mensosialisasikan pelestarian terumbu karang. Sebelum adanya kegiatan, sudah dibentuk kelompok masyarakat (Pokmas).

Page 47: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 25

BAB III POTRET PENDUDUK KAWASAN PULAU TIGA

Bagian ini akan menguraikan mengenai potret penduduk dan tingkat kesejahteraaan masyarakat di Kawasan Pulau Tiga. Sumber datanya bersumber dari hasil survei di lokasi penelitian dengan memokuskan pada kondisi rumah tangga yang diteliti yang terpilih secara acak. Potret penduduk adalah gambaran umum dari karateristik sumber daya manusia dengan melihat kuantitas, komposisi, dan kualitasnya. Komposisi penduduk dalam arti demografi adalah komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, kedua variabel ini sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Pengelompokan penduduk dibedakan menjadi dua, yaitu ciri-ciri sosial dan ekonomi. Ciri sosial yang dimaksud adalah tingkat pendidikan penduduk, sedangkan ciri ekonomi meliputi lapangan, jenis dan status pekerjaan, serta angkatan kerja. Kesejahteraan masyarakat merupakan gambaran tingkat perekonomian masyarakat. Rumah tangga merupakan komponen terkecil dari masyarakat, sehingga rumah tangga yang memiliki perekonomian yang baik secara langsung akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejehteraan masyarakat dilihat dari besar pendapatan dan pengeluaran, strategi pengelolaan keuangan, pemilikian aset rumah tangga, serta kondisi sanitasi dan lingkungan pemukiman.

3.1. Jumlah dan Komposisi

Penduduk desa di Kawasan Pulau Tiga dikatagorikan sebagai penduduk berusia muda dengan diindikasikan dari proporsi penduduk terbesar terdapat pada usia penduduk kurang dari 15 tahun dan adanya penurunan proposi penduduk dengan meningkatnya usia penduduk (Lihat Gambar 3.1.). Berdasarkan gambar piramida penduduk, maka penduduk ketiga desa memiliki karateristik expansive 2 yang menggambarkan keadaan penduduk di wilayah berkembang. Mayoritas penduduk berusia muda memiliki proporsi tersebar pada usia 10 – 14 tahun yang hampir mencapai 50 persen. Kelompok umur kedua yang 2 Expanssive adalah salah satu ciri penduduk yang memperlihatkan sebagian besar penduduknya berada dalam kelompok umur termuda. Tipe ini umumnya terdapat pada wilayah yang mempunyai angka kelahiran dan kematian tinggi dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat akibat dari masih tingginya angka kelahiran dan mulai menurunnya angka kematian.

Page 48: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

26

memiliki proporsi cukup besar adalah usia 0 – 4 tahun. Kedua kelompok umur tersebut tidak memperlihatkan adanya perbedaan proporsi antara laki-laki dan perempuan. Secara umum, piramida penduduk desa dapat menggambarkan angka kelahiran bayi di ketiga desa relatif cukup tinggi didukung dengan proporsi kelompok umur 0 – 4 tahun yang besar.

Berdasarkan produktivitas penduduk, maka penduduk dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk produktif dan penduduk non produktif. Dengan menyesuaikan kondisi desa pesisir, yang dimaksud dengan penduduk produktif adalah penduduk yang berusia 15 tahun sampai dengan 60 tahun, sedangkan penduduk tidak produktif adalah penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia 60 tahun ke atas. Dari kedua kelompok tersebut, maka angka beban tanggungan (dependency ratio) ketiga desa di Kawasan Pulau Tiga cukup tinggi, yaitu berkisar 100 - 63, yang berarti satu orang penduduk berusia produktif akan menanggung 1 – 2 orang penduduk lainnya yang tidak produktif. Kondisi tersebut jelas memperlihatkan beban tanggungan menjadi sangat besar, karena jumlah penduduk yang tidak produktif terus mengalami peningkatan namun jumlah penduduk produktif cenderung stabil.

Bagan 3.1.

Komposisi Penduduk desa di Kawasan Pulau Tiga

0 - 4

5 - 9

10 - 14

15 - 19

20 - 24

25 - 29

30 - 34

35 - 39

40 - 44

45 - 49

50 - 54

55 - 59

60 - 64

65 - 69

70 - 74

75+

Pers

en

Laki-laki Perempuan

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang,

PPK LIPI 2005.

Page 49: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 27

Tabel 3.1 menunjukan penduduk berusia 15 tahun ke atas dibedakan berdasarkan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja di kawasan Pulau Tiga adalah 61,48 persen dengan mayoritas adalah laki-laki (84,62 persen). Jenis kegiatan utama bekerja mencapai 79,72 persen sedangkan perempuan sebesar 22,83 persen. Pada umumnya, perempuan bukan termasuk dalam katagori angkatan kerja, karena mayoritas perempuan memiliki kegiatan utama mengurus rumah tangga (55,12 persen) dan bersekolah (8,66 persen). Bekerja merupakan kegiatan utama bagi kaum laki-laki yang kemudian diikuti dengan bersekolah sedangkan untuk kaum ibu, mengurus rumah tangga adalah kegiatan utama walaupun terdapat juga perempuan yang bekerja (35,43 persen).

Tabel 3.1.

Penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan Total Jenis kegiatan

n=143 n=127 n=270

Angkatan Kerja 84.62 35.43 61.48

• Bekerja 79.72 22.83 52.96

• Menganggur 2.10 7.09 4.44

• Mencari kerja 2.80 5.51 4.07

Bukan Angkatan Kerja 15.38 64.57 38.52

• Sekolah 13.29 8.66 11.11

• Mengurus RT 1.40 55.12 26.67

• Lainnya 0.70 0.79 0.74

100.00 100.00 100.00

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

3.2. Kualitas Sumber Daya Manusia

Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan masyarakat nelayan adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Dua aspek yang banyak digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kualitas sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan formal dan non formal dan derajat kesehatan.

Page 50: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

28

3.2.1. Pendidikan dan Keterampilan

Mayoritas penduduk desa di kawasan Pulau Tiga memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah, yaitu lebih dari 75 persen berpendidikan tamat SD ke bawah. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa tidak terlepas dari ciri masyarakat pesisir yang jauh dari pendidikan. Bila dibedakan berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan perempuan lebih rendah daripada tingkat pendidikan laki-laki khususnya pada tingkat pendidikan tamat SD ke bawah. Namun tidak sebaliknya pada tingkat pendidikan tamat SMP ke atas proporsi penduduk laki-laki dan perempuan yang menamatkan SMP atau SMA ke atas memperlihatkan perbedaan yang signifikan diantara keduanya. Hal tersebut dapat memperlihatkan tingkat partisipasi perempuan dengan laki-laki pada tingkatan SD adalah sama, akantetapi tingkat partisipasi laki-laki pada tingkat pendidikan SMP ke atas cenderung lebih tinggi. Keadaan ini mengindikasikan adanya perbedaaan jender untuk melanjutkan pendidikan. Pada umumnya anak perempuan lebih disarankan oleh orang tuanya untuk tetap di rumah membantu mengurus rumah tangga.

Tabel 3.2.

Penduduk berusia 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan

Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan Total Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

n=179 n=157 n=336

Belum/tidak sekolah 2.79 6.37 4.46

Belum/tidak tamat SD 23.46 24.20 23.81

SD tamat 53.07 54.78 53.87

SMP tamat 14.53 10.19 12.50

SMA tamat ke atas 6.15 4.46 5.36

100.00 100.00 100.00

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

Kecenderungan yang terjadi di kawasan Pulau Tiga adalah adanya perbedaan tingkat pendidikan antara generasi, yaitu generasi muda relatif memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi daripada generasi tua. Dari hasil survei, mayoritas penduduk yang berusia 30 tahun ke atas memiliki pendidikan tamat SD (61 persen laki-laki dan 64 persen perempuan) dan kurang dari 15 persen yang memiliki pendidikan tamat SMP dan SMA ke atas. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung

Page 51: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 29

peningkatan pendidikan masyarakat, yaitu sarana dan prasarana pendidikan, aksesibilitas, dan motivasi keluarga. Faktor pendukung pertama, keberadaan fasilitas pendidikan tingkat SD di setiap desa, bahkan hampir di semua dusun menciptakan tingkat partisipasi masyarakat untuk bersekolah semakin tinggi. Sejak itu, angka putus sekolah di kawasan Pulau Tiga semakin lama semakin menurun dengan kondisi sekarang, angka putus sekolah pada tingkat SD adalah nol karena hampir 100 persen muridnya menyelesaian pendidikannya. Berdirinya SMP pada tahun 2000 di Desa Pulau Tiga semakin memudahkan masyarakat untuk melanjutkan pendidikan menjadi 9 tahun. Padahal sebelumnya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP harus bersekolah di Kecamatan Sedanau atau Kota Ranai sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar pula. Adanya Program Pemerintah Wajar 9 tahun dan perhatian yang baik dari aparat desa untuk terus mendorong masyarakat menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMP dengan memanfaatkan fasilitas yang ada menjadi faktor yang saling berkaitan. Faktor kedua adalah kemudahan aksesibilitas transportasi penghubung antar desa, pulau, kabupaten bahkan provinsi semakin memicu masyarakat khusus generasi muda untuk bisa bersekolah lebih tinggi, tidak hanya pada tingkat menengah tapi juga sampai ke perguruan tinggi di Pekanbaru, Kalimatan Barat, dan Tanjung Pinang. Faktor ketiga adalah dukungan dari semua pihak, orang tua dan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Motivasi orang tua menyekolahkan anaknya adalah cukup tinggi. Anak-anak diberikan motivasi dan kemudahan untuk melanjukan pendidikan setinggi-tingginya dan orang tua bertugas untuk mencari nafkah membiayai keluarga dan pendidikan anak-anaknya. Anak diberikan kebebasan untuk memilih sendiri bidang yang diminatinya, disesuaikan dengan kemampuan personal.

Di samping pendidikan formal, beberapa anggota masyarakat desa di kawasan Pulau Tiga juga meningkatkan keterampilannya melalui pendidikan non formal, seperti khursus bahasa Inggris dan keterampilan mengetik, pembinaan keagamaan dan kader kepemimpinan. Kegiatan peningkatan keterampilan diprakarsai oleh kelompok Forum Peduli yang beraggotakan pemuda dan pemudi desa. Namun dalam perjalannya, kegiatan tersebut tidak berjalan sesuai yang direncanakan. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak penyelenggara adalah keterbatasan dana dan minat yang kurang di pihak masyarakat. Kegiatan yang sampai saat ini masih eksis adalah pembinaan keagamaan dan kader kepimpinan. Kedua kegiatan ini bertahan karena tidak memerlukan biaya yang terlalu besar dengan sifat kegiatan keagamaan sukarela sedangkan kader kepemimpinan hanya dilakukan setahun sekali.

Page 52: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

30

Dalam upaya pengembangan kemampuan, usaha peningkatan keterampilan lebih mengarah pada usaha informal sehingga dapat menjadi sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melihat dari hasil alam di kawasan Pulau Tiga, maka dapat dibedakan menjadi dua jenis pemanfaatan, yaitu pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya laut. Pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di darat, yang memiliki nilai tambah adalah pengolahan hasil kelapa, dan kerajinan tangan. Pengelolahan hasil kebun kelapa, yaitu kopra dan minyak kelapa. Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir ini, produksi kopra mulai memperlihatkan penurunan karena umur kelapa yang telah tua. Salah satu alasan penurunan produksi tersebut adalah nilai tukar kopra yang sangat rendah sehingga banyak masyarakat yang berahli profesi dari petani kelapa menjadi petani cengkeh atau nelayan. Memproduksi minyak kelapa merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan oleh kaum ibu. Secara umum, hasil produksi minyak kelapa hanya digunakan untuk kepentingan rumah tangga, namun juga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan rumah tangga. Masyarakat juga mendapatkan keterampilan mengenai pembuatan minyak kelapa dan Sari Kelapa dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Natuna. Bentuk keterampilan lainnya yang dimiliki oleh masyarakat adalah membuat anyaman dari pandan, berupa tikar, tudung saji, topi dan lain-lain. Keterampilan kerajinan tangan ini merupakan keterampilan yang diturunkan secara turun-temurun dari orang tua. Kegiatan keterampilan ini, umumnya dimiliki oleh kaum ibu untuk mengisi waktu luang

Pemanfaatan hasil laut yang melimpah, keterampilan yang dikembangkan di desa-desa adalah membuat krupuk ikan. Usaha krupuk ikan juga dikelola oleh ibu-ibu rumah tangga baik secara individu ataupun berkelompok. Pemasaran hasil produksinya masih berada di tingkat lokal yaitu warung-warung di sekitar desa. Hasil usaha ini dapat menjadi salah satu sumber pendapatan rumah tangga. Produk lainnya dari hasil laut adalah ikan asin bilis yang banyak terdapat di Desa Pulau Tiga, tepatnya Kampung Sepasir - Desa Sededap. Ikan Bilis merupakan hasil tangkapan sendiri. Pemasaran ikan bilis dimulai dari tingkat desa, sampai dipasarkan langsung ke pasar di Sedanau. Selain untuk dikonsumsi manusia, ikan bilis dalam kondisi buruk juga bermanfaat sebagai pakan ternak ayam. Selain ikan asin bilis, produk lainnya dari ikan bilis adalah pedak 3 yang merupakan makanan tradisional masyarakat desa di Kawasan Pulau Tiga. Tidak berbeda dengan usaha lainnya, pemasaran pedak juga masih berada di tingkat desa. Dalam proses pengelolaannya, yang terlibat adalah ibu rumah tangga umumnya

3 Cara membuat pedak adalah membiarkan ikan bilis tersebut berfregmentasi didalam toples yang tertutp selama kurang lebih 7 hari

Page 53: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 31

yang memiliki anggota rumah tangga yang bekerja sebagai nelayan ikan bilis.

Secara formal, masyarakat pernah beberapa kali mendapatkan penyuluhan dari tingkat Kabupaten Natuna. Penyuluhan tersebut adalah penyuluhan pelestarian terumbu karang, beserta cara membuat terumbu karang buatan. Kegiatan penyuluhan ini diselenggarakan di desa yang dihadiri oleh penjabat-pejabat desa. Selain bidang perikanan, desa di Kawasan Pulau Tiga juga pernah mendapatkan pelatihan pemberatasan hama cengkeh oleh Dinas Pertanian. Pelatihan ini memberikan hasil dan disambut gembira oleh masyarakat, namun karena keterbatasan obat, sampai sekarang masalah hama cengkeh masih menjadi penghambat produksi.

3.2.2. Derajat Kesehatan

Derajat kesehatan desa di Kawasan Pulau Tiga relatif tinggi, karena kesadaran masyarakat untuk berobat dan memanfaatkan tenaga medis yang ada sangat tinggi. Hampir di semua kampung (dusun) memiliki satu atau dua orang bidan yang menetap di sana walaupun tidak semua bidan betah untuk tinggal di pulau dan tidak sedikit juga yang memutuskan untuk kembali ke daerah asalnya. Namun hal tersebut tidak menjadi kendala masyarakat untuk memanfaatkan tenaga medis yang ada karena aksesibilitas yang terjangkau antara satu desa dengan desa lainnya. Angka kematian bayi di ketiga desa relatif rendah, karena setiap kelahiran selalu dibantu dengan seorang bidan atau dukun terlatih yang bersesuaian dengan komposisi penduduk berusia 0 – 5 tahun (balita) relatif tinggi (lihat Bagan 3.1.).

Jenis-jenis penyakit yang umumnya diderita masyarakat adalah malaria, demam, batuk,dan pilek, cacar air dan mencret. Bagi masyarakat di Kawasan Pulau Tiga, penyakit malaria merupakan penyakit yang sudah biasa dialami oleh penduduk. Cara pencegahan penyakit ini dengan cara tradisional yaitu dengan memakan yang mengandung pahit, seperti daun dan bunga pepaya. Sedangkan tahap pencegahan penyakit seperti deman, batuk dan pilek dengan mengobatinya dengan meminum obat dari warung. Apabila kondisi semakin parah, masyarakat akan mendatangi dukun/bidan/mantri untuk berobat. Di salah satu desa pernah mengalami wabah muntaber namun tidak memakan korban.

Jenis penyakit yang berhubungan dengan aktivitas melaut dan banyak terjadi di kawasan Pulau Tiga adalah kram yang menyebabkan kelumpuhan bahkan sampai kematian. Kram terjadi akibat nelayan menyelam terlalu dalam di luar batas kemampuan manusia sehingga menyebabkan keseimbangan tubuh dan peredarannya darah terganggu. Berdasarkan pengakuan masyarakat, selama ini, penyakit tersebut telah

Page 54: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

32

menelan korban + 10 orang meninggal dunia sedangkan yang menderita kelumpuhan mencapai lebih dari 20 orang. Munculnya penyakit tersebut bersamaan dengan munculnya harga jual tinggi pada ikan karang hidup.

3.2.3. Pekerjaan

Mata pencahariaan penduduk kawasan Pulau Tiga sangat beragam baik yang bersumber dari laut maupun darat. Untuk mengakomodasi beragam jenis pekejaan penduduk tersebut, maka pekerjaan dibedakan menjadi dua yaitu pekerjaan utama dan tambahan. Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang biasanya dilakukan selama satu tahun terakhir dengan menyita waktunya paling banyak, sedangkan pekerjaan sampingan adalah pekerjaan tambahan atau sampingan di luar pekerjaan utama yang juga menyita waktu cukup banyak. Baik pekerjaan utama dan tambahan tersebut dirincikan berdasarkan jenis, status dan lapangan pekerjaan.

Penduduk kawasan Pulau Tiga memiliki jenis pekerjaan yang beraneka ragam. Berdasarkan hasil survei dan observasi, jumlah penduduk yang mengantungkan diri kehidupannya dari sumber daya laut mencapai 52 persen sedangkan sisanya bekerja sebagai petani (13,2 persen), berdagang (13,2 persen), tenaga jasa (11,8 persen), usaha rumah (4,2 persen) dan buruh kasar (5,6 persen). Pekerjaan sebagai nelayan hanya dilakukan oleh kaum laki-laki (65,2 persen) sedangkan jenis pekerjaan lainnya didominasi oleh kaum perempuan. Berdasarkan status pekerjaan penduduk, mayoritas bekerja sendiri (81,1 persen), buruh (13,3 persen) dan berusaha dengan anggota rumah tangga atau dengan buruh tetap (5,6 persen). Mengingat ragamnya pekerjaan penduduk, studi ini membatasi dua jenis pekerjaan yang dapat dikatagorikan sebagai pekerjaan utama yaitu nelayan untuk laki-laki dan petani untuk laki-laki maupun perempuan. (Lihat Tabel 3.3).

Page 55: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 33

Tabel 3.3.

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Pekerjaan Utama

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Rincian Pekerjaan Utama

n=115 n=29 n=144 Jenis

• Nelayan 65.2 - 52.1 • Petani 12.2 17.2 13.2 • Pedagang 7.8 34.5 13.2 • Tenaga jasa 9.6 20.7 11.8 • Tenaga industri - 20.7 4.2 • Tenaga kasar 5.2 6.9 5.6

Status

• Berusaha sendiri 83.5 72.4 81.3 • Berusaha dengan anggota

keluarga 0.9 10.3 2.8 • Berusaha dengan buruh tidak

tetap 3.5 - 2.8 • Buruh 12.2 17.2 13.2

Lapangan

• Perikanan 65,2 3.4 52,8 • Pertanian 12.2 17.2 13.2 • Perdagangan (ikan+warung) 6.1 41.4 13.2 • Jasa publik (guru, staf desa) 7.0 13.8 8.3 • Industri rumah tangga 0.9 24.1 5.6 • Lainnya 8.7 - 6.9

TOTAL 100 100 100 Sumber : Survei Data Dasar Aspesk Sosial Ekonomi Terumbu Karang,

PPK – LIPI 2005.

Kegiatan Kenelayanan

Bekerja sebagai nelayan sangat bergantung dari musim yang berlaku di daerah tersebut. Secara umum, Kawasan Pulau Tiga memiliki empat musim (lihat lebih detail pada Bab VI). Berdasarkan musim dan jenis ikan yang ditangkap, maka kegiatan kenelayanan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penangkapan ikan segar (mati) dan penangkapan ikan hidup. Penangkapan ikan mati bertujuan untuk menangkap jenis ikan tongkol, anggoli (krisi bali), kakap merah dan lain-lain. Sedangkan,

Page 56: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

34

yang dimaksud dengan penangkapan ikan hidup adalah menangkap jenis-jenis ikan karang seperti kerapu, sunu, napoleon, dan lain-lain. Dengan tingginya nilai jual ikan hidup, mayoritas masyarakat lebih mengutamakan untuk menangkap ikan jenis tersebut. Menurut jenis alat tangkapnya, nelayan dapat dibedakan sebagai nelayan pancing, bubu, kelong dan bagan. Selain keempat jenis nelayan tersebut, nelayan yang cukup banyak terdapat di kawasan tersebut adalah nelayan ikan bilis.

Nelayan pancing merupakan nelayan yang menangkap dua jenis penangkapan yaitu ikan segar (mati) dan ikan hidup. Yang membedakan kedua jenis penangkapan ini adalah alat yang digunakan, cara penangkapan dan hasil tangkapannya. Nelayan yang menangkap ikan mati sering dikenal dengan sebutan nelayan tongkol (nongkol) sedangkan nelayan mancing adalah nelayan yang menangkap ikan hidup dengan menggunakan pancing ulur. Kedua kegiatan tersebut dilakukan pada musim yang berbeda. Penangkapan ikan tongkol umumnya dilakukan pada musim utara, dengan frekuensi melaut selama satu minggu adalah 2 – 3 kali. Nongkol dimulai sejak pukul 3 dini hari sampai dengan pukul 8 atau 9 pagi, kecuali pada hari Jum’at ketika tidak adanya aktivitas melaut. Dua jenis alat tangkap pancing yang umum digunakan oleh nelayan tongkol adalah pancing tonda dan rawai 4 . Kegiatan nongkol hanya bisa dilakukan minimal oleh dua orang, dengan satu orang bertugas sebagai pengemudi pompong dan satu orang lainnya memegang mengangkat dan menurunkan pancing (Nonda). Untuk satu buah pancing tonda dapat terdiri dari 20 -25 mata pancing dengan tali rafia sebagai umpan. Wilayah penangkapan ikan tongkol berjarak 3 – 4 mil dari batas desa sehingga tidak jauh dari lokasi pemukiman. Berdasarkan jumlah hasil tangkapannya, nelayan akan menjual hasil tangkapannya langsung ke pabrik es atau pengumpul apabila hasil tangkapan dalam kapasitas besar, namun sebaliknya apabila hasil tangkapan sedikit hanya untuk komsumsi keluarga atau diperjualbelikan kepada tetangga sekitarnya.

Menangkap ikan hidup dilakukan musim timur dan selatan dengan jenis ikan tangkapan adalah ikan kerapu, kerapu tiger, kerapu bebek (sunu), Napoleon (mengkait), dan jenis ikan karang lainnya. Sebelum tahun 1990-an, masyarakat hanya menangkap ikan tongkol dan ikan karang kurang diminati oleh msayarakat. Masuknya penampung yang hanya menerima hasil tangkapan ikan karang dalam kondisi hidup dan berdirinya Camp ikan di Desa Sabang Mawang, menyebabkan masyarakat berlomba-lomba menangkap ikan karang hidup karena memiliki pasar dan nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan ikan lainnya. Dan sejak saat itu, masyarakat lebih mengutamakan untuk 4 Tonda jenis pancing yang terdiri dari satu mata pancing, sedangkan rawai adalah jenis pancing yang terdiri dari ratusan mata pancing sehingga harga satu buah rawai dapat mencapai Rp. 150.000 – 300.000.

Page 57: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 35

menangkap ikan hidup dibandingkan dengan ikan jenis lainnya. Kegiatan penangkapan ikan hidup, pada umumnya dilakukan secara beregu yang dipimpin oleh satu orang sebagai ketua regu (bos). Setiap regunya terdiri dari 4 – 8 buah pompong sangat tergantung dengan kemampuan bos, dengan masing-masing pompong terdiri 2 orang nelayan. Fungsi bos adalah ,menyediakan segala kebutuhan untuk perlengkapan memancing (tali dan mata pancing) serta bahan bakar dan ransum bagi semua anggotanya. Seorang bos juga memiliki keterkaitan dengan tauke (di Sedanau) yang memberikan pinjaman kepada bos untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Melaut secara beregu ini umumnya dilakukan sejak musim teduh tiba dengan frekuensi penjualan hasil tangkapan seminggu sekali di kota Sedanau. Dilihat dari wilayah tangkapannya, untuk menangkap ikan hidup relatif lebih luas dari wilayah tangkap ikan jenis lainnya. Selain itu, untuk wilayah yang berada di sekitar pemukiman sudah jarang sekali menemukan ikan karang. Sistem kerjanya sama dengan sistem yang ada yaitu bagi usaha, dengan rincian si pemilik pompong mendapat satu bagian dan tenaga kerja mendapat satu bagian. Apabila pemilik pompong juga bekerja maka ia akan mendapatkan dua bagian sedangkan nelayan lainnya mendapatkan satu bagian. Nilai yang dibagikan tersebut merupakan keuntungan bersih setelah dikurangi biaya opersional, seperti alat tangkap, bahan bakar dan ransum.

Nelayan kelong dan bubu adalah cara menangkap ikan karang. Kedua kegiatan ini banyak dilakukan pada musim timur dan selatan. Kelong merupakan salah satu cara menangkap ikan secara tradisional di masyarakat desa Kawasan Pulau Tiga, istilah yang lebih akrab disebut dengan “belat”. Sejak dahulu, penduduk asli desa menangkap ikan dengan menggunakan belat untuk mencukupi pemenuhan kebutuhan keluarga tanpa mempermasalahkan jenis ikan yang tertangkap. Namun, pengetahuan untuk membuat belat hanya dimiliki oleh segelitir masyarakat dan pengetahuan tersebut diperoleh langsung dari orang tua–orang tua mereka. Pengikisan pengetahuan cara membuat belat tercermin dari jumlah belat yang sangat sedikit, apabila dibandingkan dengan 20 sampai dengan 25 tahun yang lalu, disekitar garis pantai banyak terdapat belat. Proses pembuatan belat harus mengikuti arah arus air dan musim, sehingga biasanya setiap setahun sekali belat harus diperbaiki dan diubah dan digeser sesuai dengan arahnya arus air agar ikan dapat masuk ke sarang. Setiap pagi hari ketika air laut surut, ikan yang terperangkap di sarang belat harus segera diambil, jika tidak kemungkinan besar ikan tersebut dapat ataupun terlepas kembali. Dengan proses demikian, jenis ikan hasil tangkap dari satu belat sangatlah beragam tergantung dari ikan-ikan yang masuk dan musim.

Kegaitan nelayan bubu hanya dilakukan pada musim selatan ketika ikan karang banyak keluar dari rumah-rumahnya. Alat tangkap bubu di desa kawasan Pulau Tiga merupakan jenis bubu dasar yang diletakan di

Page 58: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

36

dasar laut dengan menggunakan karang sebagai pemberat. Lokasi peletakan bubu berada 1 – 2 km dari sekitar pemukiman penduduk. Kegiatan pemasangan bubu dilakukan pada pagi hari berkisar pukul 8, kemudian setelah 3 jam dilakukan pemantauan ulang ke lokasi apabila bubu berhasil menangkap ikan maka segera dikeluarkan dari perangkap. Peletakan bubu di sekitar kumpulan karang dengan bantuan samaran bunga karang yang diambil dari kumpulan karang-karang tersebut. Setelah dua hari tidak menghasilkan, maka bubu dipindahkan ke lokasi lainnya, akantetapi apabila berhasil menangkap ikan maka bubu kembali diletakan. Pada umumnya kegiatan nelayan bubu dilakukan bersama dengan anggota keluarga atau tenaga kerja yang terdiri dari 2 orang dengan sistem pengupahannya adalah bagi hasil. Dengan rician bagian, yaitu satu bagian untuk pemilik bubu, sampan dan tenaga kerjanya. Minimnya pendapatan dari hasil bubu sehingga bagian tenaga kerja yang dihitung hanya satu bagian walaupun yang bekerja ada dua orang sehingga bagian tenaga kerja lainnya akan diperoleh dari pemilikan sampan.

Nelayan bagan merupakan sebagian kecil nelayan di kawasan Pulau Tiga dengan jenis bagan adalah bagan apung. Berdasarkan data monografi desa, ketiga desa di kawasan Pulau Tiga memiliki jumlah bagan sebanyak lima buah yang terdapat di Desa Sabang Mawang dan Desa Pulau Tiga. Pada umumnya, kegiatan nelayan jenis ini tidak mengenal musim setiap bulannya dapat melaut yang membedakannya adalah hasil tangkapannya. Dalam sebulan nelayan bagan melaut setiap harinya kecuali pada masa bulan terang (purnama) selama + 10 hari nelayan bagan tidak melaut. Setiap harinya bagan ditarik sebanyak 3 – 5 kali tergantung dari jumlah tangkapan yang diperoleh. Pengangkatan pertama pada pukul 21.00 wib sampai dengan menjelang subuh. Setelah seminggu bagan dipindahkan ke lokasi lainnya, sebelum menempatkan bagan di suatu lokasi, terlebih dahulu lokasi tersebut di letakkan rumpon5 sebagai pemancing untuk datangnya ikan-ikan ke lokasi tersebut. Setalah seminggu rumpon berada di dasar laut kemudian bagan ditarik dekat dengan rumpon tersebut. Dalam satu hari kerja, kegiatan nelayan bagan membutuhkan 5 – 6 orang tenaga kerja. Sistem pembagian pengupahnya adalah bagi hasil, setiap satu orang tenaga kerja dan pemilik pompom mendapatkan satu bagian sama sedangkan pemilik bagan mendapatkan dua bagian. Jenis ikan yang ditangkap dengan bagan adalah ikan tongkol, selayang, tamban dan cumi-cumi.

Budidaya ikan atau lebih dikenal dengan istilah ternak ikan merupakan usaha pembesaran ikan karang, seperti ikan kerapu sunu, napoleon, dan kerapu tiger. Pada umumnya masyarakat yang memiliki ikan ternak 5 Rumpon terbuat dari daun-daun bambu, kelapa dan waring. Daun-daun tersebut diikat dengan tali kemudian dijatuhkan ke dasar laut dengan memberikan pemberat jangkar yang ditandai dengan pelampung.

Page 59: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 37

bibitnya diperoleh dari alam, yaitu ditangkap dengan pancing ataupun bubu. Saat ini karena nilai ikan karang yang sangat tinggi dan permintaan pasar akan ikan karang juga tinggi, berternak ikan merupakan suatu investasi bagi masyarakt desa di Kawasan Pulau Tiga. Jenis yang paling banyak dipeliharaan adalah ikan sunu. Untuk memelihara ikan kerapu Sunu diperlukan waktu 8 bulan untuk dapat siap dijual (panen) sedangkan ikan mengkait memerlukan waktu yang lebih lama yaitu dua tahun. Dibandingkan dari segi fisiknya, ikan kerapu relatif lebih rentan dibandingkan Ikan napoleon, namun bibitnya sudah sulit ditemukan di wilayah perairan Pulau Tiga. Umpan makanan ikan ternak umumnya diperoleh dari hasil melaut atau jika tdak memiliki ikan segar dapat dibeli di pengumpul “pencangkau”.

Nelayan ikan bilis

Nelayan ikan bilis banyak terdapat di Desa Sededap dan sebagian kampung di Desa Pulau Tiga, khususnya Kampung Sepasir. Kegiatan melaut ikan bilis dimulai pukul 19.00 wib kadang-kadang sampai subuh tergantung arus laut. Pada umumnya, menangkap ikan bilis hanya pada 6 hari bulan sampai dengan 18 hari bulan di musim selatan. Perlengkapan melaut ikan bilis adalah sampan, lampu serungking (teplok) dan cedok 6. Sistem kerja menangkap ikan bilis adalah secara beregu, satu regu terdiri dairi 6 – 8 sampan, dengan masing-masing sampan terdiri dari 2 orang. Tiga buah sampan bertugas menunggu di tepi pantai dan bersiap-siap untuk menyerok ikan bilis dengan menggunakan cedok, sedang sampan lainnya bertugas berputar-putar mencari ikan di tengah laut dengan jarak dari tepi kurang lebih ½ km. Setelah ikan ditemukan maka ikan digiring secara bersama-sama ke arah tepi menuju sampan penunggu yang kemudian bertugas menyerok ikan bilis setelah ikan-ikan tersebut berada di tepi. Sistem pembagian hasil tergantung dari jumlah ikan bilis yang ditangkap, setiap sampan memperoleh bagian yang sama, kemudian dari satu sampan dibagi berdasarkan bagiannya, yaitu lampu dan minyak mempunyai dua bagian, sampan dan tenaga kerja masing-masing satu bagian.

Kegiatan Non Kenelayanan

Kawasan Pulau Tiga merupakan daerah yang memiliki alternatif pekerjaan yang cukup banyak, karena memiliki sumber daya alam lainnya selain laut. Sumber daya alam yang cukup besar adalah hutan 6 Cedok merupakan alat tangkap ikan bilis yang berbentuk segitiga, dua sisinya adalah kayu dengan panjang masing 5 meter dan sisi lainnya adalah jarring dengan lebar sisi juga 5 meter. Di ujung dua sisi kayu terdapat kantung yang berfungsi untuk menampung ikan bilis yang telah diserok.

Page 60: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

38

yang dikonversi menjadi kebun kelapa dan cengkeh. Jenis pekerjaan selain kenelayanan adalah berkebun kelapa atau cengkeh, jasa publik dan perdagangan.

Berdasarkan kegunaan lahan desa di kawasan Pulau Tiga, dua per tiga luas wilayah daratan merupakan perkebunan kelapa dan cengkeh, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk pemukiman dan sarana dan prasarana desa. Perkebunan kelapa di desa Kawasan Pulau Tiga telah ada sejak masa penjajahan Belanda. Pemilik pertama kebun kelapa adalah kaum bangsawan yang kemudian memperjualbelikan kepada keturunan Cina yang menetap di Sedanau sehingga sekarang hanya sebagian kecil pekebunan kelapa yang merupakan milik masyarakat setempat, sedangkan sebagian masyarakat lainya adalah buruh kebun. Saat ini, masyarakat yang pekerjaan utamanya sebagai berkebun sudah tidak banyak (13,2 persen). Berkurangnya profesi petani lebih disebabkan oleh produktivitas kelapa yang mengalami penurunan akibat usia pohon yang sudah tua, di samping meningkatnya nilai jual ikan hidup. Usia pohon yang sudah tua dan tidak adanya peremajaan kembali menyebabakan kegiatan mengolahan kebun juga mengalami pengurangan.

Kegiatan berkebun kelapa adalah pemeliharaan, panen dan pasca panen. Kegiatan pemeliharaan hanya dilakukan dua kali setahun ketika menjelang panen akan tiba, seperti menyiang rumput di sekitar pohon yang dilakukan oleh laki-laki dan/atau perempuan. Tahap kegiatan berikutnya adalah panen, sampai saat ini panen masih bergantung dengan tenaga manusia (laki-laki) sehingga dengan semakin tinggi pohon resiko pemanjat juga semakin besar, sedangkan perempuan membantu mengumpulkan buah kelapa yang jatuh (cauke). Kegiatan pasca panen adalah pengolahan kelapa menjadi kopra 7 . Kopra merupakan salah satu komoditi utama kawasan Pulau Tiga. Dari 300 – 350 buah kelapa dapat menghasilkan 1 kwintal kopra (+100 kg) dengan harga jual kopra adalah Rp. 120.000/kwintal di tingkat pengumpul desa ataupun di Sedanau di kerjakan selama 3 – 4 hari. Rendahnya harga kopra yang menyebabkan anggota banyak masyarakat yang meninggalkan pembuatan kopra, karena tenaga yang dikeluarkan tidak sebanding dengan ongkos yang diterima.

Berdasarkan proses kegiatan tersebut, maka sistem pendapatan terbagi menjadi dua, yaitu sistem bagi hasil dan upahan. Sistem bagi hasil dilakukan bagi tenaga kerja yang terlibat mulai dari pemeliharaan sampai dengan pengolahan kelapa menjadi kopra. Pemilik dan bekerja masing-masing akan mendapat satu bagian. Besar bagian yang diterima buruh

7 Cara mengelola kopra, yaitu kelapa dibelah yang kemudian diuapkan dengan api. Setelah itu isi kelapa dipisahkan dengan tempurungnya yang kemudian isinya dijemur hingga kering.

Page 61: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 39

kebun kelapa sangat tergantung dari jumlah hasil produksi kelapa dan penjulan kopra. Sistem lainnya adalah sistem upah, yaitu sebesar Rp 25.000 per hari tidak termasuk biaya makan. Besarnya upah yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil perkebunan, sehingga kebanyakan kegiatan perkebunan dilakukan pemiliki kebun dan anggota keluarga sendiri untuk memperkecil biaya opersional.

Perkebunan cengkeh telah ada sejak tahun 1970-an, yang ditanam di sekitar perkebunan kelapa seizin pemilik perkebunan kelapa dengan modal pribadi (bibit cengkeh). Oleh sebab itu, hampir semua rumah tangga memiliki kebun cengkeh, tetapi tidak semuanya ditanam di lahan milik pribadi. Biaya penanaman pohon cengkeh berusia satu tahun adalah Rp 5,000 per pohon. Rata-rata rumah tangga mempunyai satu hektar kebun cengkeh yang terdiri dari 153 pohon. Kegiatan pemeliharaan kebun cengkeh tidak berbeda dengan pemeliharaan kelapa, yaitu hanya dilakukan setahun sekali menjelang panen tiba. Menurut masyarakat desa kawasan Pulau Tiga, pemeliharaan cengkeh cenderung tidak memerlukan biaya yang besar karena sistem pemeliharaan yang sangat minim dengan biaya tenaga kerja yang tidak diperhitungkan karena dilakukan oleh pemilik atau anggota rumah tangga. Pemeliharaan menjelang panen tersebut adalah pembersihan rumput-rumput di sekitar pohon yang banyak dikerjakan oleh kaun ibu. Dengan cara pemeliharaan yang seadanya tersebut tentunya mempengaruhi hasil produksi pohon cengkeh. Produksi perkebunan cengkeh yang efektif adalah dua kali per tahun dengan panen terakhir terjadi pada Bulan Februari 2005, tetapi setahun terakhir ini jumlah panen perkebunan cengkeh mengalami penurunan menjadi sekali. Panen biasanya dikerjakan oleh kaum laki-laki, dan dilanjutkan dengan pembuangan tangkai dan pengeringan oleh ibu-ibu rumah tangga. Seperti halnya dengan kebun kelapa, sistem pengupahan perkebunan cengkeh juga terbagi dua, yaitu berdasarkan pengupahan hasil panen yang diperoleh Rp. 2,000/kilogram dan sistem bagi hasil. Sistem pengupahan tersebut sangat tergantung dari kemampuan pemilik kebun.

Jenis pekerjaan lain adalah berdagang. Pekerjaan ini cukup banyak dilakukan penduduk dan erat kaitannya dengan kegiatan kenelayanan. Berdagang di desa Kawasan Pulau Tiga berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi pedagang keliling, dan menetap. Pada umumnya, barang yang diperjualbelikan pedagang keliling adalah kebutuhan sehari-hari seperti sayur-sayuran, ikan dan makanan jajanan. Pedagang menetap menjual segala kebutuhan pokok seperti beras, minyak tanah, gula, teh, kopi, solar dan bahan lainnya. Meningkatnya perekonomi masyarakat menyebabkan jumlah pedagang pun mengalami peningkatan. Secara tidak langsung, peningkatan jumlah pedagang berarti meningkatnya jumlah saingan yang juga akan mempengaruhi jumlah omset. Menurut pengakuan salah satu pedagang di Desa Sabang

Page 62: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

40

Mawang, rata-rata omset per harinya berkisar Rp. 40.000 – 70.000 dengan jenis kebutuhan yang paling sering dibutuhkan adalah minyak tanah. Dalam sehari jumlah pemasaran minyak tanah dapat mencapai 100 liter, dengan jatah untuk masing-masing pembeli sebanyak 5 liter. Penjatahan tersebut dilakukan untuk menghindari penimbunan minyak tanah pada seseorang karena keterbatasan pasokan minyak tanah yang dari pihak pertamina kepada pendistributor.

Tenaga jasa yang terdapat di kawasan Pulau Tiga adalah aparatur desa, guru, dan pengurus sekolah, baik berstatus PNS atau pun non PNS yang bergerak dibidang pelayanan masyarakat (11,8 persen). Kegiatan pelayanan publik lebih didominasi oleh kaum perempuan, akantetapi bukan berarti laki-laki tidak ada namun dalam proporsi yang lebih kecil. Salah satu penyebab meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja di jasa publik adalah adanya pemekaran desa, yang dulunya Desa Pulau Tiga terdiri dari tiga pulau menjadi tiga desa dengan sistem administrasi masing-masing. Secara otomatis jumlah tenaga yang dibutuhkan juga mengalami peningkatan. Selain itu, berdirinya SD dan SMP di kawasan tersebut membutuhkan guru dan tenaga jasa lainnya untuk mengurus sekolah. Berdasarkan data monografi desa, lebih dari 40 orang berprofesi sebagai guru, baik sebagai guru tetap ataupun honorer.

Tabel 3.4.

Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pekerjaan tambahan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Total Rincian Pekerjaan Utama n=71 n=6 n=77

Jenis • Nelayan 16.9 0 15.6 • Berkebun 56.3 33.3 54.5 • Pedagang 7.0 16.7 7.8 • Tenaga jasa 5.6 16.7 6.5 • Tenaga industri 1.4 33.3 3.9 • Tenaga kasar 12.7 0 11.7

Status • Berusaha sendiri 84.5 66.7 83.1 • Berusaha dengan anggota keluarga 1.4 33.3 3.9 • Buruh 14.1 0 13.0

Lapangan • Perikanan 8.5 0 7.8 • Pertanian 8.5 0 7.8 • Perdagangan (ikan+warung) 56.3 33.3 54.5 • Jasa public 8.5 16.7 9.1 • Industri rumah tangga 2.8 16.7 3.9 • Lainnya 2.8 33.3 5.2

TOTAL 100 100 100 Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, PPK – LIPI, 2005

Diversifikasi Pekerjaan

Berdasarkan uraian di atas, maka mata pencaharian di Kawasan Pulau Tiga sangat beragam sehingga memberikan peluang yang cukup besar

Page 63: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 41

bagi mayarakat untuk memiliki pekerjaan lebih dari satu. Berdasarkan hasil survei lebih 50 persen penduduk desa memiliki profesi ganda, misalnya nelayan yang juga sekaligus menjadi petani. Nelayan merupakan pekerjaan utama bagi sebagian besar masyarakat karena lebih sering dilakukan daripada berkebun setahun sekali. Perkembangan desa dibarengi dengan berkembanganya perdagangan hasil laut maupun kebutuhan hidup menyebabkan munculnya warung sembako maupun warung kecil yang menjual makanan ringan di sekolahan. Bertambahnya sekolah berarti bertambah pula jumlah tenaga guru dan jasa administrasi lainnya. Walaupun sebagai guru, umumnya mereka menekunin profesi asalnya sebagai nelayan dilakukan disaat usai sekolah sehingga banyak penduduk yang memiliki pekerjaan tambahan (53,8 persen). Dilihat berdasarkan jenis kelamin, lebih dari 50 persen laki-laki mengaku bekerja lebih dari satu jenis pekerjaan, dan perempuan umumnya hanya memiliki satu jenis pekerjaan (79,31 persen).

Bagi laki-laki, pekerjaan tambahan selain nelayan adalah berkebun (56,3 persen), nelayan (16,9 persen) dan buruh kasar (12,7 persen). Berkebun yang dulunya merupakan matapencaharian utama saat ini menjadi pekerjaan sampingan karena kegiataan tersebut tidak menyita waktu banyak sehingga waktu lainnya dimanfaatkan untuk melaut. Sedangkan nelayan menjadi pekerjaan sampingan karena di pagi harinnya dia harus berkerja sebagai aparat desa atau guru. Buruh kasar yang dimaksudkan di Kawasan Pulau Tiga adalah bekerja sendiri sebagai tukang kayu membuat kapal atau perabot rumah tangga.

Bagi ibu-ibu rumah tangga mayorita tidak bekerja, dan jika bekerjaa perkerjaan sampingan, seperti berusaha di rumah (33,3 persen) dan berkebun (33,3 persen). Jenis pekerjaan rumah yang dilakukan oleh ibu-ibu (20 persen) adalah membuat kerupuk ikan, minyak kelapa dan anyaman. Pekerjaan tersebut menjadi salah satu sumber pendapatan rumah tangga meskin dalam jumlah yang tidak menentu. Hampir semua ibu rumah tangga Hampir semua ibu rumah tangga membuat minyak kelapa namun tidak semua yang memasarkannya. Begitu halnya dengan membuat krupuk ikan, dari hasil observasi hanya sebagian kecil rumah tangga yang memanfaatkannya sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Namun diakui oleh sebagian masyarakat desa kawasan Pulau Tiga bahwa menjual hasil produksi minyak kelapa dan krupuk ikan dapat membantu pemenuhan kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Menurunnya produksi kelapa dan meningkatnya harga ikan menyebabkan tidak banyak rumah tangga berhenti memasarkan minyak kelapa dan krupuk ikan. Pemasaran minyak kelapa lebih banyak dilakukan di tingkat desa, namun tidak menutup kemungkinan apabila produksi cukup besar pemasarannya sampai ke Sedanau. Sementara itu, pemasaran krupuk ikan masih berada di tingkat desa di kawasan Pulau Tiga karena jumlah produksi yang dihasilkan masih sangat terbatas tidak

Page 64: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

42

sebanding dengan biaya produksinya. Produksi usaha rumah tangga lainnya adalah anyaman, baik berasal dari daun pandan atau bambu. Pada saat ini memproduksi anyaman sangat terbatas karena kurangnya minat masyarakat khususnya kaum ibu dan rendahnya harga jual yang tidak sebanding tenaga yang dikeluarkan. Selain itu, minat generasi muda akan keterampilan anyaman juga cenderung. Akibatnya keterampilan anyaman lebih banyak dikerjakan oleh kaum ibu dari generasi tua saja.

3.3. Kesejahteraan Masyarakat

Seperti yang dijelaskan pada sub bagian sebelumnya, bahwa masyarakat desa di kawasan Pulau Tiga merupakan masyarakat desa pesisir yang memiliki heteroginitas dalam mata pencaharian. Jenis pekerjaan yang dapat ditemukan di desa adalah nelayan, bertani/buruh tani, berdagang (barang klotongan, warung makanan, hasil laut, dan lain-lain), pedagang antar pulau, usaha rumahan (seperti membuat krupuk ikan, minyak kelapa dan anyaman), PNS/Guru, tukang kayu, dan lain-lain. Pada rumah tangga tertentu, jenis pekerjaan yang dilakukan sangat disesuaikan dengan kondisi waktu. Misalnya penduduk berprofesi sebagai PNS/Guru, setelah selesai jam kerja mereka melakukan pekerjaan lain, seperti berdagang atau mencari ikan laut. Begitu pula dengan buruh tani pemetik cengkeh, ketika waktu panen cengkeh selesai biasanya mereka melakukan pekejraan lainnya, seperti berdagang, mencari ikan atau menjadi tukang kayu.

Aspek ekonomi merupakan salah satu indikator yang dapat diukur dan sering digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat. Subbagian ini akan mendeskripsikan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan, pada (1) pendapatan, (2) pengeluaran, (3) strategi dalam pengelolaan keuangan, dan (4) pemilikan dan penguasaan asset rumah tangga. Kedua variabel pendapatan dan pengeluaran merupakan variabel yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Semakin besar pendapatan rumah tangga dapat mencerminkan semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat dengan memberikan keleluasaan rumah tangga dalam berkonsumsi dan berinvestasi.

3.3.1. Pendapatan Rumah Tangga : Dua Lapangan Pekerjaan Mayoritas

Melihat dari tingginya heterogenitas mata pencaharian masyarakat desa di Kawasan Pulau Tiga, maka sumber pendapatan rumah tangga terdiri dari satu atau lebih. Secara umum, sumber pendapatan rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi perikanan laut dan budidaya, perkebunan, perdagangan, dan lainnya. Pada umumnya, pendapatan dari perikanan

Page 65: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 43

laut merupakan sumber padapatan rumah tangga untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan pendapatan yang bersumber dari perkebunan yang jumlahnya cukup besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya.

Dalam penelitian ini untuk mengumpulkaan data pendapatan rumah tangga dibedakan menurut jenis pekerjaan anggota rumah tangga. Apabila dalam satu rumah tangga terdapat lebih dari satu anggota rumah tangga yang bekerja, maka semua pendapatannya dicatat sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing. Pada kawasan Pulau Tiga, sulit untuk membedakan pada musim pancaroba karena perairan sekitar pulau masih berpotensi untuk memberikan hasil penangkapan walaupun dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan pada musim banyak ikan. Khusus untuk pendapatan yang diperoleh dari perikanan laut, pendapatan dapat dibedakan berdasarkan musim banyak ikan dan musim kurang ikan. Besar pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan bersih dari perikanan laut adalah hasil penjualan ikan dan biota lainnya dikurangi dengan biaya opersional.

Mayoritas pendapatan penduduk desa di Kawasan Pulau Tiga bersumber dari perikanan laut dan budidaya. Dari hasil survei 100 rumah tangga terpilih diungkapkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga di ketiga desa adalah Rp. 782.000 per bulan. Selain itu, besar rata-rata pendapatan per kapita adalah Rp. 228.000 per bulan, yang berarti masih berada di atas garis kemisikinan perdesaan Provinsi Riau pada tahun 2003, yaitu Rp. 134.202 .8 Tingkat pendapatan total rumah tangga dan pendapatan per kapita tersebut, keduanya dapat menjadi indikator tingkat pendapatan masyarakat desa kawasan Pulau Tiga cukup tinggi. Akantetapi, kondisi tersebut tidak berati tingginya tingkat pendapatan berkorelasi langsung tingkat kesejahteraan masyarakat desa. Variasi pendapatan rumah tangga per bulan sangat besar, yaitu dimulai dari Rp. 15.000 sampai dengan Rp 8.642.000.

Tabel 3.5.

Pendapatan rumah tangga per bulan desa di Kawasan Pulau Tiga

Pendapatan RT per Bulan (Rupiah) Persen Kurang dari 500.000 57 500.000 – 999.999 20

1.000.000 – 1.499.999 13 Lebih dari 1.500.000 10

Total 100 Rata-rata pendapatan RT per bulan Rp. 782.265 Rata-rata pendapatan RT/bulan/kapita Rp. 227.919 Rata-rata pendapatan RT per tahun Rp. 9.387.184

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

8 Sumber data diolah dari Susenas Modul (2002) dan Susenas Kor (2003), BPS

Page 66: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

44

Berdasarkan lapangan pekerjaan kelapa rumah tangga, maka dapat dikelompokan menjadi 7 jenis rumah tangga, yaitu perikanan, pertanian, perdagangan ikan atau warung, jasa publik (guru/staf desa), industri rumah tangga, lainnya (pertukangan/transportasi) dan KRT tidak bekerja. Pada sub-bagian ini hanya menguraikan pendapatan rumah tangga yang bersumber dari perikanan dan pertanian, karena kedua kelompok inilah yang menjadi mayoritas jenis rumah tangga di Kawasan Pulau Tiga, sedangkan jenis lainnya diasumsikan tidak memberikan dampak langsung bagi kelestarian terumbu karang.

Tabel 3.6.

Pendapatan rumah tangga menurut pekerjaan kelapa rumah tangga

Pendapatan Total Rumah Tangga < Rp.

500.000 Rp. 500.000 -Rp. 999.999 > 1.000.000 Jenis RT N

n= 57 n= 20 n=23

Rata-rata Total

Pendapatan RT

Perikanan 54 59,3 18,5 22,2 755.852

Pertanian 16 62,5 25,0 12,5 510.331

Perdagangan & IRT

11 27,3 18,2 54,5 1.830.357

Jasa Publio 5 40,0 40,0 20,0 678.183

Transportasi 6 66,7 - 33,3

566.250

KRT tidak bekerja

8 75.0 25.0

- 290.362

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

Rumah Tangga Perikanan

Pendapatan rumah tangga yang bersumber dari perikanan laut sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim panen (banyak ikan), hasil tangkapan akan mengalami peningkatan sehingga pendapatan rumah tangga juga akan meningkat. Akantetapi naiknya hasil tangkapan pada musim panen tidak secara signifikan menaikkan pendapatan karena merosotnya harga ikan. Sementara itu pada musim tidak banyak ikan pendapatan nelayan umumnya turun bahkan terdapat berbagai kasus dimana pada musim kurang ikan nelayan terpaksa harus membiayai kehidupan sehari-harinya dengan berhutang karena tidak adanya pemasukan pendapatan.

Berdasarkan hasil survei, perdapatan rumah tangga perikanan sangatlah beragam, dimulai dari Rp 66.000 per bulan sampai dengan Rp 4.665.000 per bulan. Mayoritas pendapatan rumah tangga kurang dari Rp. 500.000 per bulan (57 persen) dengan rata-rata pendapatan rumah tangga adalah Rp. 751.000 per bulan. Bervariasinya pendapatan rumah tangga tersebut sesuai dengan kepemilikan alat tangkap di rumah tangga.

Page 67: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 45

Mayoritas pemilikan alat tangkap rumah tangga adalah pancing, dan hanya sebagian kecil rumah tangga yang memiliki kelong dan bagan.

Selain jenis alat tangkap yang digunakan, pendapatan nelayan sangat tergantung dengan arah angin kawasan Pulau Tiga. Berdasarkan arah angin dan jumlah produksi ikan yang dihasilkan, maka pendapatan nelayan dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan musim banyak ikan dan pendapatan musim kurang ikan. Musim banyak ikan sangat tergantung dari jenis tangkapan nelayan. Bagi nelayan ikan tongkol musim banyak ikan adalah musim utara, sedangkan nelayan menangkap ikan karang musim banyak ikan adalah musim selatan dan timur. Berdasarkan pengakuan responden akan musim banyak ikan dan kurang ikan, maka pendapatan nelayan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan musim banyak ikan dan musim kurang ikan. Musim angin kencang, masyarakat khusus menangkap ikan tongkol yang banyak terdapat di sekitar perairan pemukiman kampung. Pada musim angin tenang, merupakan waktu untuk menangkap ikan sunu, kerapu, kerapu tiger dan lain-lain. Pada musim ini, nelayan yang biasanya menangkap ikan tongkol secara otomatis juga menangkap ikan kerapu atau ikan hidup. Kondisi saat ini, untuk menangkap ikan kerapu di sekitar kawasan Pulau Tiga telah dirasakan sulit sehingga untuk mendapatkan hasil yang banyak nelayan terpaksa melaut jauh sampai di perairan Pulau Laut. Jauhnya wilayah tangkap tersebut menyebabkan tidak semua rumah tangga mampu melakukan hal tersebut. Sebagian besar rumah tangga merasakan dampak dari perbedaan musim dan jenis tangkapan.

Dari hasil survei, rata-rata pendapatan rumah tangga dari perikanan pada musim banyak ikan adalah Rp. 917.000 per bulan, sedangkan rata-rata pendapatan rumah tangga pada musim kurang ikan adalah Rp. 184.000 per bulan. Kedua nilai pendapatan pada musim banyak ikan dan sulit ikan memperlihat perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan pendapatan pada musim banyak ikan mencapai tiga kali lipat dari pendapatan musim sulit ikan. Pada musim sulit ikan nelayan lebih banyak melakukan aktivitas di darat untuk menutupi kekurangan sumber pendapatan rumah tangga.

Tabel 3.7.

Besar pendapatan dari perikanan menurut musim

Pendapatan dari Perikanan Rata-rata (Rp)

Musim Banyak ikan 917.000

Musim Sulit Ikan 184.000

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

Page 68: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

46

Pendapatan Nelayan Ikan Tongkol (Bagi Hasil)

Mayoritas penduduk desa kawasan Pulau Tiga menangkap ikan tongkol pada bulan November sampai Juli dengan alat tangkap yang digunakan adalah pancing tonda. Sistem pendapatan nelayan ikan tongkol didasarkan pada sistem bagi hasil, yaitu masing-masing pompong dan tenaga kerja mendapatkan satu bagian. Biasanya penangkapan ikan tongkol dilakukan oleh dua tenaga kerja, maka pendapatan di bagi tiga dengan rincian : satu bagian pompong, dua tenaga kerja masing-masing mendapatkan satu bagian. Biaya opersional yang dikeluarkan setiap sekali melaut adalah bahan bakar, sedangkan ransum dan rokok merupakan tanggungan masing-masing tenaga kerja. Penangkapan ikan tongkol umumnya memerlukan oleh dua tenaga kerja, satu orang bertugas sebagai pengemudi pompong sedangkan seorang lainya bertugas menangkap ikan dengan pancing. Selama kegiatan menangkap ikan tongkol, mesin pompong terus berjalan berputar-putar di sekitar perairan sehingga biaya bahan bakar yang dikeluarkan untuk sekali melaut cukup besar. Rata-rata dalam sekali melaut membutuhkan 20 – 40 liter, dengan sekali melaut pada musim banyak ikan rata-rata produksi tangkapan mencapai + 60 kilogram. Dengan harga jual satu kilogram adalah Rp. 3.500 sehingga pendapatan kotor adalah Rp. 210.000 per sekali melaut. Pendapatan bersih yang diterima masing-masing bagian adalah Rp. 45.000 per hari. Jika dalam satu bulan menangkap ikan tongkol sebanyak 12 hari, maka total pendapatan yang diterima dari hasil melaut adalah Rp. 600.000 per bulan, apabila nelayan tersebut juga sebagai pemiliki pompong maka pendapatannya akan menjadi dua kali lipat dari pendapatan satu orang nelayan (Lihat ilustrasi 3.1).

Ilustrasi 3.1 Perhitungan Pendapatan Nelayan Tongkol Jumlah Nelayan : 2 orang Biaya operasional per melaut : Rp. 75.000

- BBM : 30 liter - Harga BBM : Rp. 2.500 per liter

Produksi : 60 kg per melaut Harga jual ikan : Rp. 3.500 per kg Pendapatan kotor : Poduksi x harga = Rp. 210.000 Pendapatan bersih : Pendapatan kotor – Biaya operasional = Rp. 135.000 Pendapatan satu orang tenaga kerja = 1/3 x Pendapatan bersih = Rp. 45.000. Apabila nelayan tersebut juga sebagai pemilik pompong maka pendapatan yang diterima = Rp. 90.000. Sumber : Wawancara Mendalam

Page 69: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 47

Pendapatan Nelayan Ikan Hidup

Nelayan ikan hidup adalah nelayan pancing ulur yang hanya dilakukan pada musim teduh, yaitu sekitar bulan April sampai dengan November. Jenis tangkapan ikan hidup adalah ikan yang memiliki nilai jual tinggi yaitu ikan kerapu, sunu, napoleon, dan lain-lain. Menangkap ikan hidup biasa dilakukan secara berkelompok yang terdiri 4 – 8 buah pompong dengan masing-masing pompong terdapat dua orang nelayan. Menangkap ikan hidup dilakukan selama 4 – 6 hari untuk sekali melaut atau lebih, lama melaut sangat tergantung dari kemampuan kelompok tersebut. Biaya operasional menangkap ikan hidup adalah ransum, bahan bakar, mata pancing dan tali yang ditanggung oleh ketua kelompok. Ketua kelompok juga harus menanggung biaya ransum tidak hanya nelayan selama melaut namun juga anggota keluarganya, sehingga setiap pompong akan mendapatkan biaya ransum sebesar Rp. 1.000.000, yang akan dipotong pada saat akhir penjualan. Bahan bakar dibutuhkan untuk masing-masing pompong adalah 100 liter per bulan, sedangkan biaya alat tangkap per minggu yang meliputi mata pancing 200 buah dan tali 1 bal adalah Rp. 464.000 per pompong. Sistem pendapatannya adalah bagi hasil dari hasil pendapatan bersih. Pendapatan bersih adalah pendapatan kotor dikurangi dengan total biaya opersional, kemudian dibagi dengan banyak pompong, setiap pompong memilki bagian yang sama. Dari hasil pendapatan masing-masing pompong dibagi dengan tiga bagian, yaitu 2 bagian untuk tenaga kerja dan satu bagian untuk pemilik pompong. Rata-rata pendapatan bersih satu orang nelayan ikan hidup adalah Rp. 50.000 per hari, namun apabila lokasi penangkapan strategis dengan kondisi karang yang bagus, pendapatan masing-masing nelayan mencapai empat kali lipat dari pendapatan rata-rata (Rp 200.000 per hari). Total rata-rata pendapatan bersih nelayan ikan hidup adalah Rp. 1.000.000 per bulan dengan asumsi melaut dilakukan 5 hari per minggu.

Pendapatan Berternak Ikan

Berternak ikan adalah upaya pembesaran ikan karang yang dilakukan oleh masing-masing nelayan. Hasil tangkapan ikan hidup yang masih berukuran kecil merupakan bibit ternak, sehingga jumlah ternak sangat tergantung dari jumlah bibit yang diperoleh. Saat ini jenis ikan yang banyak diternak adalah ikan sunu, ikan napoleon dan ikan kerapu. Ikan sunu merupakan jenis yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat, sedangkan ikan napoleon saat ini telah mengalami kesulitan untuk menangkapnya walaupun ikan tersebut mempunyai resiko kematian yang kecil dalam pemeliharaan. Pemenanan ikan ternak, khususnya ikan sunu dilakukan setiap 10 bulan sekali, atau sebelum musim angin kencang tiba karena pada saat itu kondisi cuaca yang buruk dapat

Page 70: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

48

mempengaruhi kondisi ternak bahkan mati. Pemberian pakan ternak dilakukan setiap sehari dengan besar biaya pemeliharaan ikan sangat tergantung dengan jenis dan ukuran ikan. Jumlah pakan ikan Napoleon lebih banyak daripada ikan Sunu. Untuk satu ekor ikan Napoleon membutuhkan 0,3 kg ikan sedangkan satu ekor ikan sunu mecapai 0,2 kg. Semakin besar ukuran ikan maka jumlah pakan yang diberikan juga semakin meningkat. Pada umumnya, setelah ikan berusia 3 bulan jumlah pakan akan mengalami mencapai 2,7 kilogram per bulan, dengan harga pakan (ikan) Rp. 1.500 per kg. Jika jumlah ikan yang dipanen adalah 10 ekor dengan berat masing-masing adalah satu kilogram, maka biaya operasional adalah dua ekor sebagai modal awal dan satu ekor sebagai biaya pakan (Rp. 300.000), sehingga keuntungan bersih yang diterima adalah 7 ekor atau setara dengan Rp. 700.000 per 10 ekor per panen.

Menambang Karang “ngambil batu”

Menambang karang merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan sumber daya laut. Kegiatan ini dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti program pembangunan prasarana desa, meliputi pembuatan jalan, kantor desa, sekolah dan sarana lainnya atau untuk kepentingan pribadi. Penambangan karang sudah dilakukan hampir 10 tahun yang lalu, berawal dari adanya pembangunan sarana dan prasarana desa. Saat ini, lokasi penambangan di Pulau Setahi atau disekitar Pulau Besar, padahal sebelumnya lokasi penambangan berada di sekitar Pulau Tiga. Berpindahnya lokasi penambangan karena kapasitas karang yang berada disekitar pulau telah mengalami pengurangan sehingga masyarakat membatasi penambangan, dan hanya boleh dilakukan pada lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk. Pada awalnya karang yang diambil merupakan karang yang mati, namun lama kelamaan semakin terbatas karang yang mati dan permintaan akan karang semakin tinggi, sehingga saat ini karang yang diambil adalah karang hidup. Cara penambangan karang adalah membagi karang yang berukuran besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Kegiatan penambangan di desa Kawasan Pulau Tiga hanya dilakukan apabila ada permintaan dari masyarakat ataupun pemerintahan desa. Mengingat sifatnya sesuai dengan permintaan pasar, maka penduduk yang terlibat pada kegiatan ini juga terbatas, terkecuali pada masa pembangungan jalan penghubung di desa banyak penduduk yang bekerja “ngambil batu”.

Kegiatan menambang karang hanya dilakukan oleh kaum lelaki dengan cara berkelompok terdiri dari 4 tenaga kerja dengan menggunakan satu buah pompong. Pekerjaan menambang karang dilakukan sebanyak 5 hari per minggu. Satu kali pengambilan dapat mengangkut + 5 m3 dengan harga 1 m3 adalah Rp. 30.000, sehingga dalam sehari dapat

Page 71: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 49

menghasil Rp. 150.000 per kelompok. Sistem pendapatan pada kegiatan penambangan adalah bagi hasil, yaitu pemilik pompong dan tenaga kerja masing-masing mendapat satu bagian, sehingga dalam sehari masing-masing tenaga kerja mendapatkan Rp. 30.000, dan apabila tenaga kerja sekaligus pemilik pompong maka akan mendapatkan dua kali lipat yaitu sebesar Rp. 60.000 per hari.

Rumah Tangga Pertanian

Pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat desa di Kawasan Pulau Tiga. Jenis tanaman yang dibudidayakan di Kawasan Pulau Tiga adalah kelapa dan cengkeh. Bekerja mengelolah perkebunan kelapa sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Berdasarkan hasil survei, kepala rumah tangga yang bekerja di bidang pertanian mencapai 16 persen. Dalam setahun perkebunan kelapa panen sebanyak 4 -3 kali, namun akibat usia pohon yang semakin tua, jumlah panen pun mengalami penurunan, yaitu sebanyak 2 kali per tahun. Perkebunan cengkeh telah ada sejak tahun 1970-an, masyarakat menanam di sekitar perkebunan kelapa. Dibandingkan hasil produksi kelapa, produksi cengkeh masih diharapkan dan memberikan arti bagi rumah tangga. Dalam setahun cengkeh dapat panen sebanyak dua kali, namun selama setahun terakhir (2004) panen cengkeh hanya terjadi satu kali akibat banyaknya kebun yang terserang hama.

Berdasarkan hasil survei, rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian adalah Rp. 510.000 per bulan dengan rata-rata pendapatan sekali panen adalah Rp. 1.112.000 atau rata-rata pendapatan dari perkebunan cengkeh adalah Rp. 154.000 per bulan. Pendapatan rumah tangga dari pertanian mayoritas bersumber dari perkebunan cengkeh. Untuk membatasi besarnya biaya opersional yang dikeluarkan untuk mengelola perkebunan, maka hampir semua kegiatan di perkebunan dilakukan oleh pemilik dan anggota keluarganya. Biaya operasional yang biasa dikeluarkan adalah upah memetik cengkeh (panen), sedangkan kegiatan lainnya seperti penyiangan rumput, membuang tangkai cengkeh dan pengeringan semuanya dilakukan oleh anggota rumah tangga perempuan. Besar biaya upah memetik cengkeh adalah Rp. 2.000 per kg, tergantung dari banyaknya produksi cengkeh (basah). Rata-rata produksi cengkeh adalah 40 kg per pohon (kondisi basah) atau 13,3 kg (kondisi kering), sehingga ada dua sistem pendapatan dari cengkeh, yaitu sistem upah dan bagi hasil. Dengan menggunakan sistem upah, maka besar pendapatan cengkeh dengan harga jual Rp. 28.000 per kg adalah Rp 293.000 per pohon. Sedangkan sistem bagi hasil dilakukan apabila pemilik kebun menggunakan tenaga kerja selama kegiatan pengolahan perkebunan cengkeh sejak masa pemeliharaan hingga masa panen sehingga antara pemilik dan tenaga kerja akan

Page 72: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

50

mendapatkan bagian yang sama (Rp. 146.000 per pohon). Lihat ilustrasi 3.2. Pemilihan sistem pendapatan dari cengkeh sangat tergantung dengan kemampuan pemilik kebun, ada kecenderungan semakin tinggi perekonomian pemilik kebun tersebut akan menggunakan sistem upah.

Ilustrasi 3.2

Perhitungan Pendapatan Cengkeh

Biaya operasional per panen : Rp. 2.000 per kg = 40x 2.000 = 80.000

Produksi per pohon :

- basah : 40 kg

- kering : 40 x 1/3 = 13,3 kg

Harga jual ; Rp. 28.000 per kg

Pendapatan kotor : Produksi per pohon x harga = Rp. 373.000

Pendapatan bersih :

- Pendapatan kotor – biaya operasional = Rp. 293.000 atau

- Pendapatan kotor dibagi 2 = Rp. 146.000

Sumber : Wawancara Mendalam

Pendapatan dari pertanian lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari perikanan. Hal tersebut lebih dikarenakan sifat pendapatan dari pertanian per panen sedangkan pendapatan dari perikanan per hari atau per minggu. Besarnya pendapatan dari pertanian dapat dilihat dari kepemilikan pemilikan aset rumah tangga, seperti televisi, lemari, dan lain-lain sedangkan pendapatan dari perikanan cenderung dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.

3.3.2. Pengeluaran Rumah Tangga

Pemenuhan kebutuhan minimum merupakan pendekatan mengukur kriteria kemiskinan. Kebutuhan minimun selain dipengaruhi oleh kebiasaan dan keadaan geografi juga dipengaruhi oleh tingkat kemajuan ekonomi dan berbagai faktor lainnya. Dengan demikian kebutuhan pokok antara kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lainnya adalah berbeda, namun demikian terdapat standar kebutuhan dasar manusia. Dua komponen utama yang dipergunakan untuk melilhat pengeluaran rumah tangga adalah pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan. Pengeluaran pangan adalah pengeluaran rutin rumah tangga selama satu bulan untuk memenuhi kebutuhan pangan, seperti beras, ikan, sayur, minyak goreng, gula, kopi dan teh. Sedangkan

Page 73: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 51

pengeluaran non pangan terdiri dari pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, pembelian bahan bakar untuk penerangan, transportasi, kebutuhan sosial, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil survei, rata-rata pengeluaran rumah tangga di desa-desa Kawasan Pulau Tiga, adalah Rp 966.000 per bulan dengan rata-rata pengeluaran per kapita adalah Rp. 255.000 per bulan dengan tingkat variasi pengeluaran yang cukup besar, yaitu dimual dari Rp 32.000 sampai Rp 1.594.000. Dengan tingginya perbedaan tersebut maka dapat dikatagorikan masyarakat desa di Kawasan Pulau Tiga memiliki tingkat ekonomi yang cukup beragam. Apabila dibandingkan besar pengeluaran rumah tangga di kawasan Pulau Tiga dengan pendapatan rumah tangga tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan diantara keduanya. Keadaan tersebut dapat dilihat dari besarnya rata-rata pendapatan per kapita hampir mendekati sama dengan rata-rata pendapatan pengeluaran per kapita adalah berkisar Rp. 250.000 per bulan.

Apabila kemiskinan dikaitkan dengan pendekatan kebutuhan minimun, maka pola pengeluaran rumah tangga di Kawasan Pulau Tiga dikatakan relatif cukup tinggi dengan garis kemiskinan Provinsi Riau di pedesaan ahun 2003 adalah Rp. 134.202 9 . Berdasarkan Peta Kemiskinan Indonesia 2000 (Lembaga Penelitian SMERU), tingkat kemiskinan di desa Kawasan Pulau Tiga adalah tingkat menengah dibandingkan dengan desa-desa di Kabupaten Buguran Barat lainnya. Keadaan tersebut sesuai dengan nilai rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita yang relatif tinggi untuk wilayah perdesaan.

Tabel 3.8.

Pengeluaran rumah tangga desa-desa Kawasan Pulau Tiga

Pengeluaran Rumah Tangga Pangan Non Pangan

Total < Rp. 100.000 3 7 1 Rp. 100.000 – Rp. 199.999 2 20 - Rp. 200.000 – Rp. 299.999 11 17 3 Rp. 300.000 – Rp. 399.999 22 22 5 Rp. 400.000 – Rp. 499.999 23 13 6 Rp. 500.000 – Rp. 599.999 13 4 13 Rp. 600.000 – Rp. 699.999 12 2 12 Rp. 700.000 – Rp. 799.999 5 4 7 Rp. 800.000 – Rp. 899.999 4 1 12 Rp. 900.000 – Rp. 999.999 2 2 10 > Rp. 1.000.000 3 8 31

100 100 100 Rata – Rata Rp. 495.941 Rp. 475.154 Rp. 966.136

Pengeluaran per bulan per kapita Rp. 255.013

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

9 Sumber data : BPS, diolah dari Susenas Modul (2002) dan Susenas Kor (2003)

Page 74: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

52

Secara umum, pemenuhan kebutuhan rumah tangga dikelompokkan menjadi dua yaitu pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan. Hasil survei menunjukkan masyarakat desa lebih memprioritaskan pengeluaran rumah tangganya untuk pemenuhan kebutuhan pangan dibandingkan dengan kebutuhan non pangan. Berdasarkan rata-rata proporsi pengeluaran pangan mencapai 1 ½ kali lipat dari pengeluaran non pangan, sehingga dapat dinyatakan bahwa hampir semua sumber pendapatan rumah tangga dialokasikan untuk ketahanan pangan rumah tangga. Berdasarkan persentase rumah tangga, maka lebih dari 70 persen rumah tangga mengutamakan pengeluaran rumah tangga untuk keperluan pokok .

Pengeluaran Pangan

Pengeluaran pangan merupakan pengeluaran utama bagi rumah tangga di Kawasan Pulau Tiga, hampir seluruh pendapatan mengalokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan dibedakan atas bebeberapa kelompok, yaitu beras sebagai makanan pokok, lauk pauk, gula, kopi dan teh, minyak goreng dan bumbu, serta jajanan makanan. Berdasarkan hasil survei, rata-rata pengeluaran pangan adalah Rp. 496.000 per bulan dengan tingkat variasi yang cukup beragam karena perbedaan antara nilai minum dengan nilai maksmum sangatlah berbeda. Selain pengeluaran untuk beras, alokasi pengeluaran yang cukup besar adalah lauk pauk (Rp. 119.00) dan kebutuhan gula, kopi dan teh (Rp. 74.000). Tingginya kebutuhan lauk pauk dikarenakan ketidaktersediaannya berbagai jenis sayuran di lingkungan desa sehingga nilai jualnya menjadi mahal. Beragamnya profesi pekerjaan menggambarkan tidak semua rumah tangga bekerja sebagai nelayan, karena itu untuk mengkonsumsi ikan mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, harga ikan ditingkat desa lebih tinggi daripada harga di tingkat pengumpul ataupun pabrik es sehingga secara otomatis pengeluaran untuk ikan juga menjadi tinggi. Besar rata-rata pengeluran rumah tangga menurut jenisnya dapat dilihat di Tabel 3.9.

Page 75: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 53

Tabel 3.9.

Pengeluaran pangan rumah tangga menurut jenis pengeluaran

Pengeluaran pangan per bulan

(Rupiah)

Makanan Pokok Lauk Pauk Gula, teh & kopi Minyak

goreng & bumbu

Jajan makanan

< 100.000 37 49 80 71 74

100.000 - 199.999 48 36 18 24 17.

200.000 - 299.999 11 7 1 3 4

300.000 - 399.999 3 6 1 1 5

400.000 - 499.999 - 1 - - -

500.000 - 599.999 - - - - -

600.000 - 699.999 - - - - -

> 700.000 - - - 1.0 -

Total 100 100 100 100 100

Rata-rata Rp. 126,734.9 Rp 118,637.9 Rp. 74,065.1 Rp. 93,335.5 Rp. 79,713.4

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

Cara pemenuhan kebutuhan pangan dibedakan menjadi dua cara, yaitu : (1) membeli segala kebutuhan pokok khususnya kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako), di Sedanau untuk waktu 3 – 4 minggu, dan (2) membeli segala kebutuhan pangan di lingkungan desa setiap minggu. Segala kebutuhan sembako yang terdapat di desa juga bersumber dari Sedanau. Membeli segala kebutuhan sembako langsung di Sedanau relatif mengeluarkan biaya lebih kecil dibandingkan dengan membeli di desa. Pada umumnya kebutuhan beras, gula, teh dan kopi, rumah tangga membeli dalam kapasitas besar untuk keperluan selama sebulan, namun apabila terdapat kekurangan di sana-sani, mereka membelinya dari warung-warung yang terdapat di masing-masing desa atau dusun.

Untuk pemenuhan lauk pauk seperti ikan, sebagian rumah tangga membeli ikan dari masyarakat sekitar. Harga jual ikan segar di tingkat desa relatif cukup mahal, karena masyarakat desa hanya mengkonsumsi ikan hasil tangkapan pada hari yang sama. Sedangkan untuk pemenuhan sayur-sayuran diperoleh dari daerah transmigrasi yang terdapat di Pulau Besar. Setiap seminggu sekali pedagang sayuran datang ke desa untuk menjual hasil kebun. Pedagang tersebut adalah transmigran yang khusus datang menjual hasil pertanian dari lokasi transmigrasi atau sebaliknya penduduk desa yang datang ke lokasi transmigrasi untuk menjual ikan dan membeli hasil pertanian untuk diperdagangkan di desa. Ikan merupakan konsumsi lauk utama rumah tangga, namun apabila ada sayur-sayuran maka penduduk lebih mengutamakan untuk mengkonsumsinya.

Page 76: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

54

“Anak kedua saya tinggal di daerah transmigran, ia jual ikan disana. Ikannya dari hasil kelong keluarga atau beli ama penduduk sini, dari sana ia bawa sayur-sayuran untuk di jual lagi di sini.”

Di bawah ini adalah ilustrasi contoh pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan di desa Kawasan Pulau Tiga, katakanlah keluraga Pak “Y”. Pengeluaran rumah tangga tersebut meliputi kebutuhan makanan pokok, lauk pauk, gula, kopi dan teh, dan bumbu dapur lainnya.

Ilustrasi 3.3.

Pengeluaran Rumah Tangga

Pak Y” yang terdiri dari 5 orang anggota rumah tangga, 1 orang anak sekolah dan 2 orang tidak bersekolah. Saat ini anak kedua Pak Y sedang melanjutkan pendidikan di Kecamatan Cemaga (Pulau Besar) sehingga untuk mencukup kebutuhan pangannya setiap bulan rumah tangga ini harus mengirimkan sebesar Rp. 100.000 dalam bentuk barang. Kebutuhan rumah tangga akan beras dicukupi selama sebulan + 50 kg dengan harga Rp. 130.000. Kebiasaan rumah tangga dengan minuman yang manis untuk teh dan kopi sehingga tidak mengherankan dalam seminggu rumah tangga tersebut membutuhkan 3 kg gula dengan harga per kilogram Rp. 6,500, satu bungkus teh seharga Rp. 4.000, dan ½ kilogram kopi seharga Rp. 6,000. Sedangkan untuk kebutuhan bumbu dapur dipenuhi setiap minggunya, 1 ½ kilogram bawang merah, cabe 10 gram Rp. 5.000, garam Rp. 500 dan lain-lain. Kebiasaan jajan juga mempengaruhi besarnya pengeluaran rumah tangga ini, dalam seminggu untuk keperluan jajan makanan mencapai Rp. 16.000. Jajan makanan biasanya dilakukan pada pagi hari sebagai tambahan sarapan pagi.

Sumber : Hasil Wawancara Mendalam

Pengeluaran Non Pangan

Pengeluaran non pangan rumah tangga meliputi kebutuhan sehari-hari (sabun, odol dan minyak tanah), biaya pendidikan, kesehatan, keperluaan sosial, penerangan, rokok, dan transportasi. Dalam satu bulan, rata-rata rumah tangga mengeluarkan uang untuk pemenuhan non pangan adalah Rp. 475.000 dengan kontribusi pengeluaran terbesar pada rokok, kegiatan sosial dan penerangan. Rata-rata pengeluaran untuk rokok sangat besar. Rokok dikonsumsi tidak hanya pada saat berada di laut namun juga di darat. Untuk kegiatan nelayan masing-masing nelayan membawa sendiri bekalnya selama melaut, sehingga pengeluaran untuk rokok menjadi semakin besar. Selain itu, kebiasaan kaum laki-laki untuk merokok yang sangat tinggi, walaupun tidak melaut

Page 77: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 55

tetap mengkonsumsi rokok. Rata-rata pengeluaran untuk rokok adalah Rp. 95.000, paling tinggi dibandingkan dengan jenis pengeluaran non pangan lainnya.

Salah satu pengeluaran yang juga cukup besar adalah biaya penerangan. Sumber penerangan yang masih bergantung pada pada tenaga jenset menyebabkan biaya untuk membeli solar menjadi besar pula. Dalam sehari setiap rumah tangga yang memiliki jenset membutuhkan 5 liter solar untuk penerangan mulai jam 18.00 wib sampai dengan 22.00 wib, sehingga dalam sebulan membutuhkan 150 liter solar dengan harga per liternya Rp. 2.500. Selain itu, juga sebagian rumah tangga memperoleh penerangan secara kolektif, yaitu melalui jenset miliki Mesjid atau kelompok. Biaya untuk penerangan menjadi relatif lebih rendah karena untuk masing-masing rumah tangga dikenakan biaya Rp 25.000 untuk 3 buah lampu ukuran standar. Apabila rumah tangga tersebut memiliki televisi maka akan dikenakan biaya tambahan 25.000 per jenis barang. Berdasarkan hasil survei, rata-rata pengeluaran untuk penerangan adalah Rp. 84.000 per bulan. Nilai tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan dengan rata-rata total pengeluaran rumah tangga non pangan yang hampir mencapai 25 persen dari total pengeluaran non pangan.

Masyarakat desa di kawasan Pulau Tiga merupakan masyarakat yang gemar tolong menolong sesama tetangga. Jenis-jenis kegiatan sosial adalah perkawinan, kematian, kelahiran, dan syukuran tidak jarang melibatkan seluruh kerabat dan tetangga. Apabila ada rumah tangga yang mengadakan acara perkawinan maka semua tetangga ikut serta membantu, tidak hanya tenaga juga materi sesuai dengan kemampuan rumah tangga. Rata-rata pengeluaran untuk kegiatan sosial adalah Rp. 85.000 dan hampir semua rumah tangga menyatakan mengeluarkan biaya kegiatan sosial di setiap bulannya. Pengeluaran tersebut cukup besar dibandingkan dengan jenis pengeluaran non pangan lainnya,

Dua jenis pengeluaran non pangan yang rendah adalah pendidikan dan kesehatan. Biaya pendidikan tingkat SD dan SMP di Kawasan Pulau Tiga relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya pendidikan di kecamatan, dengan rata-rata pengeluaran pendidikan adalah Rp. 29.000. Biaya pendidikan akan mengalami lonjakan apabila anggota rumah tangga yang bersekolah di luar kawasan Pulau Tiga, seperti di Sedanau, Cemaga dan Ranai. Selain biaya pendidikan, pengeluaran non pangan adalah kesehatan yang juga relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran rumah tangga non pangan. Meskipun di setiap desa terdapat bidan/mantri, tahap awal pengobatan adalah dengan membeli obat warungan, dan apabila penyakit sudah cukup parah maka penduduk akan memutuskan ke bidan/mantri.

Page 78: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

56

Tabel 3.10.

Pengeluaran non pangan rumah tangga menurut jenis pengeluaran Pengeluaran

Non pangan (Rp)

Kebutuhan

sehari-hari

Pendidikan Kesehatan Keperluan

sosial

Penerangan Rokok Transportasi

< 100.000 83,0 96,0 93,0 90,0 75,0 57,0 89,0

100.000 - 199.999 13,0 1,0 5,0 4,0 12,0 23,0 3,0

200.000 - 299.999 3,0 - - 2,0 7,0 16,0 4,0

300.000 - 399.999 - 1,0 - - 2,0 3,0 1,0

400.000 - 499.999 - 1,0 1,0 2,0 2,0 1,0 -

500.000 - 599.999 1,0 1,0 - - 1,0 - 1,0

600.000 - 699.999 - - - - - - -

700.000 - 799.999 - - - - - -

800.000 - 899.999 - - 1,0 - - - 2,0

900.000 - 999.999 - - - - 1,0 - -

> 1.000.000 - - - 2,0 - - -

Total

Rata-rata non pangan

Rp. 72,736 Rp. 29,418 Rp. 45,499 Rp. 85,124 Rp. 84,264 Rp. 95,206 Rp. 53,677

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005.

3.3.3. Strategi Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga

Strategi pengelolaan keuangan adalah upaya rumah tangga mengatur pendapatan, terutama dalam mengatasi kesulitan keuangan dan kebiasaan menabung. Rumah tangga yang menabung adalah rumah tangga yang menyisihkan pendapatanya untuk disimpan, baik dalam bentuk uang maupun barang. Simpanan dalam bentuk barang dapat berupa perhiasan, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. Kesadaran masyarakat desa di kawasan Pulau Tiga untuk menabung masih sangat rendah. Pada umumnya, pendapatan yang berlebih digunakan untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan rumah tangga, seperti piring, gelas, panci, wajan dan lain-lain. Barang-barang tersebut dapat sewaktu-waktu dijual kembali kepada kerabat atau tetangga. Sebanyak 33 persen responden yang menyatakan memiliki tabungan, mayoritas memiliki tabungan dalam bentuk uang (97 persen). Rumah tangga yang memiliki tabungan umumnya merupakan rumah tangga dengan tingkat ekonomi menengah, bahkan ada beberapa rumah tangga memanfaatkan jasa perbankan (bank). Kecenderungan di masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah memiliki tabungan dalam bentuk uang tunai yang disimpan di rumah masing-masing. Menabung merupakan hal yang penting bagi kehidupan nelayan namun sangat tergantung dengan musim dan jenis pekerjaan penduduk desa.

Page 79: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 57

Selain tabungan uang tunai, bentuk lain dari tabungan adalah ternak ikan. Berternak ikan merupakan salah satu strategi rumah tangga untuk dapat mengatasi kesulitan keuangan. Hampir semua rumah tangga yang anggota rumah tangganya sebagai nelayan memiliki camp ikan (tempat pemeliharaan) dalam kapasitas terbatas sesuai dengan kemampuannya. Apabila rumah tangga tersebut membutuhkan uang tunai secara mendadak, maka ikan-ikan tersebut dapat dijual walaupun ikan tersebut belum masa panen. Selain itu, rumah tangga tersebut juga dapat memanfaatkan ternaknya apabila mereka membutuhkan, seperti untuk membeli kebutuhan bahan pangan. Bentuk tabungan rumah tangga lainnya adalah perhiasan emas. Mayoritas rumah tangga di kawasan Pulau Tiga memiliki perhiasan emas, berupa kalung, cincin, anting-anting, dan gelang. Perhiasan merupakan salah satu cara penduduk menyimpan uang. Kebanyakan rumah tangga memilih menyimpan uang dalam bentuk perhiasan karena jika sewaktu-waktu dibutuhkan dapat dijual kembali tanpa harus melalui toko perhiasan.

Tabel 3.11. Strategi rumah tangga mengatasi kesulitan kebutuhan utama

Uraian N Persen

Jenis Kesulitan Keuangan Kebutuhan utama • Penyediaan bahan makanan 65 84 • Biaya Pendidikan 11 14 • Biaya Kesehatan 1 1

Total 77 100 Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut • Pinjam ke Bos 27 35 • Pinjam ke warung/saudara/ tetanga 21 27 • Pinjam ke Koperasi/bank 3 4 • Menjual simpanan 10 13 • Mengadaikan barang 4 5 • Minta bantuan saudara/keluarga/tetangga

secara cuma-cuma 12 16

Total 100 100 Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, PPK – LIPI, 2005

Berdasarkan hasil survei 100 rumah tangga, dalam kurun waktu setahun terakhir sekitar 78 persen rumah tangga pernah mengalami kesulitan keuangan, baik untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga maupun berproduksi. Mayoritas rumah tangga (99 persen) menyatakan mengalami kesulitan pemenuhan kebutuhan rumah tangga, dengan persentase tertinggi pada penyediaan kebutuhan pangan (84 persen), yang diikuti oleh biaya pendidikan (14 persen) dan kesehatan hanya satu persen. Strategi mengatasi kesulitan tersebut dilakukan dengan cara yang sangat beragam tergantung dengan pembuat keputusan rumah tangga yang umumnya berada di tangan perempuan. Cara paling banyak dilakukan masyarakat untuk menutupi ongkos dapur adalah (1) meminjam baik melalui bos atau warung (62 persen), (2) menjual

Page 80: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

58

simpanan atau menggadaikan barang (31 persen) dan (3) meminta bantuan keluarga/tetangga/saudara dengan cuma-cuma (16 persen).

Meminjam dengan kemurahan hati bos, merupakan salah satu strategi mengatasi kesulitan rumah tangga yang paling diminati oleh rumah tangga nelayan karena cara ini tidak banyak melibatkan orang lain dan dapat dilunasi secara mencicil. Sedangkan rumah tangga pertanian umumnya lebih memilih untuk meminjam dalam bentuk barang kebutuhan kepada warung, yang akan dilunasi apabila hasil kebun tiba. Strategi lainnya yang relatif aman dilakukan oleh sebagian rumah tangga, yaitu menjual hasil simpanan dan menggadaikan barang. Walaupun resiko meminjam baik dengan bos atau warung tentunya relatif besar dibandingkan dengan cara lainnya, namun cara meminjam lebih sering menjadi alternatif pilihan pertama dalam mengatasi masalah keuangan rumah tangga. Upaya mengatasi kesulitan dengan meminta dengan cuma-cuma hanya dilakukan oleh anggota rumah tangga yang sudah tidak memiliki kemampuan untuk berproduksi akibat usia yang semakin senja.

Kesulitan produksi hanya dirasakan oleh rumah tangga yang ingin meningkatkan pendapatan rumah tangganya. Dari 78 rumah tangga yang mengaku pernah mengalami kesulitan, 62 persen diantaranya menyatakan merasakan kesulitan dalam berproduksi, khususnya pada sarana produksi (74 persen) dan biaya produksi (26 persen). Cara mengatasi kesulitan tersebut adalah meminta bantuan bos untuk memberikan pinjaman modal kerja (45 persen), berhutang melalui warung (19 persen), meminta secara cuma-cuma (13 persen) dan menjual simpanan (11 persen). Cara meminta bantuan kepada bos biasanya dalam bentuk alat tangkap, seperti mata pancing dan benang, sedangkan kesulitan biaya produksi yang dirasakan rumah tangga besar adalah biaya bahan bakar. Sampai saat ini jumlah bakan bakar yang didistribusikan ke tingkat desa sangat terbatas sehingga upaya ini dilakukan apabila rumah tangga sudah tidak memiliki modal untuk berusaha.

Page 81: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 59

Tabel 3.12.

Strategi rumah tangga mengatasi kesulitan kebutuhan utama

Uraian N Persen

Jenis Kesulitan berproduksi

• Sarana produksi 46 74

• Biaya produksi 16 26

Total 62 100

Upaya mengatasi kesulitan tersebut

• Pinjam ke bos 28 45

• Pinjam ke warung/tetangga/saudara 12 19

• Pinjam ke koperasi/bank 3 5

• Menjual simpanan 7 11

• Menggadaikan barang 3 5 • Minta bantuan keluarga/saudara/tetangga dengan

cuma-Cuma 8 13

• Lainnya 1 2

Total 62 100 Sumber : Survei Data Dasar aspek Sosial Terumbu Karang, PPK – LIPI, 2005.

3.3.4. Pemilikan Aset Rumah tangga

Pemilikan aset rumah tangga merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga terutama mengetahui pola pemilikan, baik yang bersifat individu maupun kelompok. Pemilikan aset dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu produktif dan non produktif. Informasi kepemilikan aset rumah tangga dikelompokan menjadi kepemilikan alat produksi tangkap, lahan pertanian dan aset rumah tangga lainnya, seperti rumah, alat transportasi (sepeda, motor, perahu), barang elektronik (televisi, tape, VCD, kulkas, parabola dan jenset), perhiasan dan tabungan uang. Alat produksi perikanan tangkap meliputi berbagai jenis alat tangkap (pancing, jaring, bubu, bagan, kelong), sarang tangkap (perahu motor dan perahu tanpa motor) serta karamba.

Berdasarkan hasil survei, nilai aset yang dimiliki rumah tangga di desa Kawasan Pulau Tiga, memperlihatkan nilai rata-rata relatif tinggi, yaitu Rp. 25,496,000 dengan variasi yang cukup tinggi dari Rp. 580.000 sampai dengan Rp. 253,600,000. Kontribusi terbesar diberikan oleh total nilai aset rumah tangga lainnya, berupa rumah, barang elektronik dan perhiasan, sedangkan kontribusi paling kecil adalah aset alat produksi. Hal tersebut dikarenakan jumlah rumah tangga yang memilki aset produksi alat tangkap terbatas, namun tidak pada aset lainnya.

Page 82: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

60

Produksi Perikanan Tangkap

Pemanfaatan sumber daya laut, merupakan salah satu sumber mata pencaharian utama bagi penduduk desa kasawan Pulau Tiga, sehingga gambaran mengenai kepemilikan aset alat produksi perikanaan menjadi penting. Pemilikan aset alat produksi perikanan dapat mengindikasikan seberapa besar tingkat pemanfaatan sumber daya laut oleh masyarakat. Berdasarkan kepemilikan alat produksi perikanan tangkap, nelayan di desa Kawasan Pulau Tiga dapat dikatagorikan sebagai nelayan yang relatif mempunyai alat produksi yang lengkap dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Dari hasil survei, 48 persen rumah tangga menyatakan memiliki perahu motor dan 18 persen memiliki perahu tanpa motor. Mayoritas rumah tangga memiliki satu perahu motor (91,7 persen) dengan jumlah terbanyak yang dimiliki rumah tangga adalah empat perahu motor. Harga perahu motor bervariasi dari Rp. 8.000.000 sampai dengan RP. 15.000.000. Pada umumnya, ukuran pompong yang dimiliki masyarakat desa adalah 28 – 30 kaki dengan harga body-nya saja mencapai Rp. 5.000.000 pompong memiliki daya tahan selama 6 – 7 tahun atau jika tidak dilakukan rawat umurnya semakin pendek. Berdasarkan kekuatan motor, maka pompong dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu dumping dan dong-dong. Dumping adalah pompong dengan kekuatan 24 Pk sedangkan dong-dong dengan kekuatan 12 Pk. Kedua sebutan tersebut merupakan nama merek dari motor tersebut.

Perahu tanpa motor atau sampan merupakan aset yang banyak dimiliki oleh rumah tangga. Dari hasil survei, dari 18 persen rumah tangga memiliki perahu, dengan 11,1 persen diantaranya mempunyai perahu lebih dari satu. Pada umumnya, perahu banyak digunakan untuk memancing di sekitar pulau. Ukuran pemilikan sampan sangat beragam, yaitu 9 - 16 kaki. Nilai satu sampan tergantung dari ukuran sampan, semakin panjang ukuran sampan maka harganya pun semakin mahal. Kisaran harga sampan di desa Kawasan Pulau Tiga adalah mulai dari Rp. 300,000 sampai dengan Rp. 2.000.000 per sampan.

Page 83: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 61

Tabel 3.13.

Kepemilikan aset produksi perikanan Aset Produksi

Perikanan % Desa Sededap Desa Sabang Mawang Desa Pulau Tiga

Perahu motor 48 0 – 5 GT 283 buah 0 – 5 GT

5 –10 GT

240 buah

137 buah

0 – 5 GT

5– 10 GT

10-30 GT

118 buah

5 buah

4 buah

Perahu

tanpa motor

18 9 buah 95 buah 60 buah, panjang = 3 m

Karamba 25 20 buah (Dusun I) Tancap : 62 buah Tancap : 100 buah

Apung : 11 buah

Pancing 57 Ulur, tonda dan Rawai Ulur : 311 buah

Tonda : 115 buah

Ulur : 95 buah

Tonda : 75 buah

Rawai : 4 buah

Jaring 3 - - 15 buah

Bubu 2 Hampir semua nelayan ikan hidup, mempunyai bubu.

Jumlah nelayan bubu 20 orang dengan rata-rata satu nelayan memiliki 13 buah, maka jumlah bubu 130 buah

50 buah

Bagan 1 - 3 buah 2 buah

Kelong 1 2 buah 2 buah 3 buah

Sumber : - Monografi Desa, 2004. - Hasil wawancara dengan beberapa informan. - Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005

Karamba (Kamp ikan) merupakan salah satu aset rumah tangga yang cukup banyak dimiliki oleh masyarakat desa. Jenis karamba di desa-desa Kawasan Pulau Tiga, yaitu karamba tancap dan karamba apung. Bagan tancap merupakan jenis yang umumnya dimiliki masyarakat karena biaya pembuatannya relatif lebih murah dan cara pembuatannya pun lebih mudah. Karamba berfungsi sebagai tempat pemeliharaan ikan. Bibit ikan berasal dari alam, baik hasil tangkap sendiri maupun membeli dari nelayan lainnya. Ukuran karamba masyarakat sangat beragam, yaitu 2m x 4m atau 2m x 8m sangat tergantung dengan kuantitas bibit yang dimiliki. Ukuran yang beragam dan jumlah ternak yang berbeda antara satu rumah tangga dengan rumah tangga yang lain menyebabkan nilai karamba pun menjadi sangat beragam, mulai dari Rp.160.000 sampai dengan Rp. 10.000.000.

Aset pemilikan alat tangkap di ketiga desa cenderung seragam. Jenis-jenis alat tangkap yang dimiliki masyarakat adalah pancing, jaring, bubu, bagan dan kelong. Alat tangkap utama dan mayoritas dimiliki oleh rumah tangga adalah pancing, mencapai 57 persen. Tiga jenis pancing yang biasanya digunakan masyarakat adalah pancing ulur, tonda dan rawai. Perbedaan pancing tersebut sangat tergantung dari jensi tangkapan,

Page 84: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

62

untuk menangkap ikan hidup masyarakat menggunakan pancing ulur, sedangkan untuk menangkap ikan mati menggunakan pancing tonda atau rawai. Pancing tonda dan ulur merupakan jenis yang banyak dimiliki oleh masyarakat sedangkan pancing rawai hanya sebagian kecil rumah tangga yang memilikinya.

Alat tangkap lain yang dimiliki masyarakat adalah jaring (3 persen) dan bubu (2 persen). Jenis jaring yang umum digunakan masyarakat adalah jaring pantai dengan panjang + 9 meter. Berdasarkan data monografi desa, jaring pantai hanya dimiliki oleh masyarakat Desa Pulau Tiga sebanyak 15 buah. Nilai ekonomi satu jaring sangat tergantung dari panjangnnya, semakin panjang maka nilainya pun semakin mahal, rata-rata nilai jaring adalah Rp. 140.000. Jenis bubu yang dimiliki masyarakat adalah bubu dasar, dari hasil wawancara beberapa informan, alat tangkap ini cukup banyak dimiliki oleh nelayan kawsan Pulau Tiga. Nilai satu bubu adalah + Rp. 300.000 dengan daya tahan selama enam bulan.

Bagan dan kelong merupakan dua jenis alat tangkap yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Bagan hanya terdapat di Desa Sabang Mawang dan Desa Pulau Tiga, sedangkan kelong terdapat di ketiga desa di Kawasan Pulau. Langkanya kepemilikan bagan karena tinggi nilai ekonomi bagan sehingga hanya segelintir masyarakat yang mampu memilikinya. Nilai satu buah bagan berkisar Rp. 30 – 50 juta tergantung dari ukuran bagan. Sedangkan keterbatasan pemilikan kelong lebih dikarenakan keterbatasan pengetahuan untuk membuatnya. Dibandingkan dengan harga satu buah perahu motor dengan kapasitas 2 GT maka relatif lebih murah membuat satu kelong, yaitu Rp. 5.000.000. Setiap setahun sekali kelong akan diperbaiki, disesuaikan dengan keadaan arus air.

Produksi Pertanian

Aset pemilikan rumah tangga pada bidang pertanian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pemilikan lahan tanaman pangan dan tanaman keras. Tanaman pangan yang ditanam untuk kebutuhan sehari-hari adalah cabe, ubi, dan terong putih. Luas lahan tanaman pangan yang dimiliki rumah tangga sangat terbatas, karena keterbatasan lahan yang cocok untuk tanaman pangan. Berdasarkan hasil survei, hanya tiga persen rumah tangga yang mengaku memiliki lahan tanaman pangan, yang terdapat di daratan Pulau Besar dengan rata-rata luas lahan adalah kurang dari satu hektar.

Lahan pertanian lainnya adalah kebun kelapa dan cengkeh. Kedua komoditi ini, terutama kelapa telah berusia ratusan tahun. Hampir semua rumah tangga memiliki tanaman cengkeh yang ditanam disekitar pohon kelapa. Rata-rata rumah tangga memiliki luas lahan perkebunan 1,44

Page 85: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 63

hektar. Bila dibandingkan kedua komoditi tersebut saat ini, nilai jual cengkeh jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual kelapa. Selain itu, produktivas kelapa yang telah menurun bahkan dalam satu tahun bisa tidak dapat memberikan hasil menyebabkan minat masyarakat untuk tetap memelihara kelapa sebagai sumber pendapatan rumah tangga juga berkurang. Keadaan tersebut mengakibatkan kebun kelapa kurang menjadi aset rumah tangga. Saat ini, aset pertanian rumah tangga yang penting adalah kebun cengkeh yang masih memiliki nilai jual dan pasar yang tinggi. Rata-rata nilai aset perkebunan adalah Rp. 5.966.000 per rumah tangga.

Aset Non Produksi lainnya

Pemilikan aset-aset lainnya yang dimiliki rumah tangga adalah rumah, alat transportasi baik darat dan laut, perhiasan, dan tabungan. Rumah merupakan tempat tinggal sebagai tempat berteduh dan bernaung yang umumnya dimiliki oleh rumah tangga (89 persen). Letak rumah yang ada di atas laut, tidak memerlukan sewa atau pemilikan lahan. Nilai satu rumah sangat tergantung dari kualitas kayu yang digunakan serta luas rumah, semakin luas dan semakin kokoh kayunya memiliki nilai jual yang semakin tinggi. Berdasarkan aset kepemilikan rumah, rata-rata nilai ekonomi rumah adalah Rp. 8.720.000. Selama ini belum ada penjualan rumah, karena setiap rumah tangga memiliki akses yang sama untuk memiliki rumah sesuai dengan kemampuan ekonomi. Dengan semakin padatnya penduduk desa, kondisi rumah yang dulu berada di pesisir laut lama kelamaan semakin menjorok ke laut.

Alat transportasi utama masyarakat Kawasan Pulau Tiga adalah perahu. Selain digunakan sebagai alat transportasi juga bermanfaat sebagai sarana produksi perikanan. Akantetapi sebagian rumah tangga yang mengaku memiliki perahu khusus digunakan sebagai alat angkutan komersil ke Sedanau ataupun ke Selat Lampa. Alat transportasi darat yang dimiliki masyarakat adalah kenderaan beroda dua (sepeda dan sepeda motor). Berdasarkan hasil survei, rumah tangga yang menyatakan memiliki aset alat transportasi mencapai 14 persen dengan jenis pemilikan sepeda lebih banyak pada sepeda motor, dengan rata-rata nilai ekonomi alat transportasi sebesar Rp. 493.000 per rumah tangga. Berdasarkan data monografi desa, hampir setiap dusun di Kawasan Pulau Tiga terdapat sepeda, tetapi tidak sebaliknya untuk sepeda motor.

Pemilikan aset lain adalah barang elektronik, perhiasan dan tabungan. Bentuk pemilikan aset rumah tangga barang elektronik berupa radio, televisi, VCD, parabola, jenset, dan kulkas. Dari 100 rumah tangga yang terpilih sebagai responden 53 persen menyatakan memiliki alat elektronik dengan jenis barang elektronik, terutama televisi yang

Page 86: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

64

dilengkapi dengan parabola dan VCD. Jenset termasuk barang elektronik yang juga cukup banyak dimiliki karena fungsinya sebagai tenaga penerangan yang penting untuk menghidupkan berbagai alat elektronik. Berdasarkan hasil survei, nilai ekonomi barang elektronik mencapai Rp. 2.322.000 per rumah tangga.

Perhiasan dan tabungan adalah kedua aset pemilikan rumah tangga yang berfungsi sebagai investasi rumah tangga, sehingga perhiasan emas juga berfungsi sebagai tabungan. Mayoritas rumah tangga memiliki perhiasan emas (75 persen) dalam bentuk kalung, gelang cincin ataupun anting-anting, dengan rata-rata nilai ekonomi sebesar Rp. 1.365.000 per rumah tangga. Dari nilai rata-rata tersebut, apabila diasumsikan satu gram emas (22 karat) sama dengan Rp. 80.000, maka masing-masing rumah tangga tersebut memiliki rata-rata 90 gram emas. Kebiasaan masyarakat desa di Kawasan Pulau Tiga, yaitu pemilikan perhiasan emas merupakan suatu kesenangan karena fungsinya juga sebagai assesoris bagi kaum perempuan (ibu-ibu dan anak-anak). Dengan keadaan tersebut, maka tak mengherankan ada rumah tangga yang menyatakan tidak mempunyai sumber pendapatan cukup namun memiliki perhiasan yang cukup banyak.

“Kita disini nggak punya tak apa asal kita punya emas. Jadi disini jangan heran kalo emasnya gede-gede yang banyak dipake sama ibu-ibu”

Hasil survei menyatakan bahwa rumah tangga lebih memilih untuk memiliki tabungan dalam bentuk uang adalah 27 persen. Sedikitnya jumlah rumah tangga yang memiliki tabungan uang daripada perhiasan karena menyimpan uang lebih sulit daripada menyimpan emas walaupun di desa ini sangat aman dari kejahatan. Selama ini untuk menyimpan uang tunai hanya dilakukan di rumah tempatnya di bawah tempat tidur. Keterbatasan sarana perbankan hanya terdapat di tingkat kecematan dan ibukota Kabupaten Natuna, sehingga hanya sebagian rumah tangga yang mengakes pelayanan perbankan tersebut.

Page 87: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 65

Tabel 3.14.

Kepemilikan aset pertanian dan aset lain

Persen Rata-rata (Rupiah)

Keterangan

Aset Pertanian • Lahan Pertanian

pangan 3 72.000 Jenis tanaman : ubi, terong putih,

dan cabe. Dalam skala kecil. • Lahan perkebunan 66 5.966.000 Perkebunan kelapa, cengkeh dan

durian

Aset Lain • Rumah tempat

tinggal 89 8.720.000 Bentuk rumah di atas laut.

• Alat transportasi 14 439.000 Sepeda, sepeda motor dan sebagian perahu sebagai transportasi publik

• Alat elektronik 53 2.322.000 TV, VCD, Parabola dan Jenset • Perhiasan 75 1.365.000 Berupa : kalung, gelang, cincin, dan

anting-anting • Uang 27 Uang tunai yang disimpan di rumah.

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, PPK – LIPI, 2005.

3.3.5. Kondisi Pemukiman dan Sanitasi Lingkungan

Mayoritas pemukiman penduduk desa di Kawasan Pulau tiga berada di atas laut, hanya sebagian rumah tangga yang membangun rumahnya di daratan, menghadap ke laut, dan tidak sedikit rumah tangga yang membelakangi laut. Menurut pengakuan tokoh masyarakat, pada awalnya pemukiman penduduk berada di daratan tinggi yang mencapai 100 meter dari garis pantai, namun sekitar tahun 1970-an penduduk membangun rumahnya di atas laut, dan sejak saat itu pemukiman di atas laut sudah menjadi tradisi masyarakat di Kawasan Pulau Tiga.

Pada umumnya, kondisi perumahan terbuat dari kayu yang diperoleh dari daratan Pulau Besar. Jenis kayu yang banyak digunakan masyarakat untuk mendirikan rumah adalah meranti. Namun jenis kayu tersebut saat ini sudah sulit didapat karena penggundulan dan pembakaran hutan di Pulau Besar. Selain kayu, untuk membangun rumah juga masih memanfaatkan karang sebagai pondasi rumah, jalan dan bendungan. Meskinpun dalam jumlah yang sedikit namun tetap ada rumah tangga yang terbuat dari beton, dengan pondasinya dari batu karang.

Sumber penerangan desa di Kawasan Pulau Tiga bergantung dari tenaga jenset dengan bahan bakar solar. Penerangan mulai digunakan rumah tangga mulai pukul 18.00 sampai dengan 21.00 atau disesuaikan dengan kebutuhan. Hampir semua rumah tangga memiliki jenset secara pribadi, namun ada juga yang memanfaatkan jenset secara kolektif seperti kepunyaan Mesjid. Masyarakat memanfaatkan jenset secara berkolektif maka setiap rumah tangga akan dikenakan iuran sebesar Rp. 25.000 per bulan untuk pemakaian 3 – 4 buah lampu, namun apabila

Page 88: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

66

rumah tangga tersebut mempunyai televisi atau alat elektornik lainnya maka akan dikenakan biaya tambahan per item dengan beban biaya disesuaikan dengan besar kecil kebutuhan.

Tabel 3.15. Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga

Sanitasi Lingkungan Persen Sumber Air Bersih • Sumur 23 • Mata Air 77 Tempat buang air besar • Jamban/WC dgn septitank 1 • WC cemplung 97 • Kolam 2 Tempat pembuangan sampah • Tampung di bak/lubang sampah 4 • Tumpuk di halaman 1 • Buang di laut 92 • Buang di kebun 3 TOTAL 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, PPK – LIPI, 2005 Sumber air bersih di desa kawasan Pulau Tiga berasal dari mata air yang terdapat di setiap desa yang tersebar disetiap dusun sehingga walaupun pemukimannya dikeliling laut, masyarakat tidak mengalami kesulitan air, terutama selama musim hujan. Di sebagian dusun apabila musim kemarau datang, maka masyarakat akan mengalami kesulitan air bersih. Kesulitan ini dapat diatasi dengan mengambil air bersih di Kampung Sepasir yang memiliki mata air yang sangat besar dan tidak pernah mengalami kekeringan apabila musim kemarau. Biaya sekali pengambilan adalah Rp. 5.000 dengan kapisitas yang tidak ditentukan. Air yang bersumber dari mata air dialirkan ke dalam penampung besar yang kemudian diteruskan ke rumah-rumah dengan menggunakan saluran pipa. Dengan kesadaran sendiri masyarkat bergotong royong membuat bak penampung untuk mengalirkan air ke rumah-rumah. Aparat desa atau pengurus mesjid bertugas sebagai pengelola air bersih sehingga apabila mengalami kerusakan bertugas mengontrolnya. Setiap rumah tangga dikenakan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 5.000 per bulan. Iuran tersebut bertujuan untuk menggantikan pipa yang rusak atau bocor. Selain memanfaatkan mata air yang disalurkan langsung ke rumah, masyarakat juga dapat mengakses sumur umum (23 persen) yang terdapat disetiap dusun. Sumur tersebut ada yang telah dibangun permanen atau masih berbentuk senderhana. Umumnya, sumur dimanfaatkan untuk mandi, mencuci piring dan pakaian dan air untuk minum dan masak.

Mayoritas masyarakat desa tidak memiliki tempat pembuangan sampah. Limbah rumah tangga baik yang bersifat organik ataupun non organik

Page 89: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 67

secara langsung dibuang ke laut (92 persen). Membuang sampah secara langsung di laut sudah merupakan kebiasaan masyarakat, walaupun ada sebagian kecil rumah tangga (4 persen) menumpuk sampahnya di bak penampungan sampah atau di kebun (3 persen) yang kemudian dibakar. Akibat pembuang limbah yang langsung ke laut, sebagian dasar laut banyak terdapat limbah dari kaca atau plastik yang mengendap di dasarnya. Sedangkan cara membuang kotoran manusia, 99 persen memiliki WC cemplung (langsung ke laut), hanya satu persen yang mengaku memiliki wc dengan septitank. Kebiasaan masyarakat membuang kotoran manusia langsung ke laut tersebut menyebabkan apabila air surut udara di perkampungan menjadi tidak sedap. Selain itu, letak kamar mandi yang menjorok ke tengah laut menjadikan pemandangan yang kurang indah.

Page 90: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

68

Page 91: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 69

BAB IV PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAUT

Sebagai masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil, sebagian besar penduduk di kawasan perairan Pulau Tiga (Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap, Kecamatan Bunguran Barat) menggantungkan kehidupannya terhadap sumber daya laut (SDL). Dari aspek ekonomi, kebanyakan penduduk bekerja di sektor perikanan laut dan sektor lain yang berkaitan erat dengan pemanfaatan hasil laut. Sedangkan dari aspek sosial, semua penduduk berkepentingan terhadap laut, terutama transportasi air yang menghubungkan mereka dengan daerah lain dan tempat pembuangan limbah rumah tangga.

Bab ini membahas pengelolaan SDL yang dilakukan masyarakat, khususnya oleh nelayan, di ketiga desa penelitian. Pembahasan akan dimulai dari pengetahuan masyarakat tentang SDL dan kesadaran akan pentingnya pengelolaan SDL, khususnya terumbu karang, serta bagaimana kepedulian nelayan akan kelestarian sumber daya terumbu karang yang sangat potensial, baik dari fungsi ekonomi maupun fungsi ekologi. Kemudian diskusi akan dikembangkan pada wilayah pengelolaan dan teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan SDL. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif, maka pada bab ini juga akan dikaji stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan SDL, bagaimana bentuk keterlibatan dan hubungan kerja antar stakeholders tersebut.

4.1. Pengetahuan, Kesadaran dan Kepedulian terhadap Penyelamatan Terumbu Karang

Pada bagian ini kajian akan difokuskan pada pengetahuan stakeholders mengenai ekosistem terumbu karang dan sikap mereka terhadap kondisi sumber daya laut. Dari pengetahuan dan sikap ini kemudian akan didiskusikan seberapa besar kesadaran dan kepedulian mereka terhadap pelestarian terumbu karang dan sumber daya laut.

4.1.1. Pengetahuan dan Sikap tentang Terumbu Karang

Berdasarkan pengalaman sehari-hari di pulau-pulau kecil, sebagian besar penduduk mengetahui tentang terumbu karang atau biasa disebut derangau yang ada di kawasan perairan Pulau Tiga. Dari hasil survei terhadap 100 responden dapat diketahui bahwa sebagian besar respon

Page 92: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

70

(90 persen) mengatakan bahwa terumbu karang merupakan makhluk hidup (lihat tabel 4.1.). Hanya sebagian kecil yang tidak mengetahui terumbu karang sebagai makhluk hidup, umumnya mereka adalah ibu rumah tangga dan orang dewasa yang kehidupan ekonominya tergantung pada sumber daya daratan, khususnya di bidang pertanian (kebun cengkeh dan kelapa) dan perdagangan. Mengingat sebagian besar wilayah desa tidak mempunyai pantai, maka berenang di laut bukan merupakan kebiasaan kaum ibu. Sehingga dapat dipahami kalau pengetahuan responden, terutama ibu-ibu, tentang terumbu karang masih terbatas.

Sebagai makhluk hidup, terumbu karang, yang biasa dikenal dengan sebutan karang, terdiri dari banyak jenis dengan berbagai biota yang hidup di ekosistem ini. Dari wawancara dengan penduduk di Desa Sabang Mawang dapat diketahui jenis karang dan biota yang banyak terdapat di kawasan perairan Pulau Tiga antara lain: karang kipas laut, jerangau (karang otak), karang kulat (karang lunak), akar baur (akar bahar), spong, pohan (bulu seribu), cangkang (bintang laut), kuyong (triton), munat (bubur anemon) dan ubur-ubur (banyak pada musim angin selatan).

Tabel 4.1.

Pengetahuan responden mengenai terumbu karang dan fungsinya, Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005 (Persentase)

Persentase (%) No.

Jenis Pengetahuan

Ya Tidak Tidak

Tahu

Total

1. Terumbu karang merupakan makhluk hidup

90 2 8 100

2. Tempat ikan hidup, bertelur dan mencari makan

97 3 - 100

3. Melindungi keragaman ikan/biota laut

71 29 - 100

4. Melindungi pantai dari ombak dan badai

70 30 - 100

5. Sumber bahan baku untuk keperluan sendiri

56 44 - 100

6. Sumber pendapatan masyarakat

59 41 - 100

7. Tempat wisata 43 57 - 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Page 93: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 71

Dari tabel 4.1. juga terungkap bahwa hampir semua responden mengetahui fungsi ekologi terumbu karang. Fungsi terumbu karang yang utama adalah sebagai tempat ikan hidup, bertelur dan mencari makan. Fungsi ini mereka ketahui berdasarkan pengamatan sehari-hari, baik dalam kegiatan responden sebagai nelayan di sekitar terumbu karang maupun pengamatan ketika mereka melalui sumber daya laut ini dalam perjalanan menggunakan transportasi air.

Sebagian besar responden juga mengetahui fungsi terumbu karang sebagai wadah keanekaragaman-hayati laut, dimana berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya hidup dan berkembang. Mereka juga mengetahui bahwa terumbu karang, terutama batu-batu karang berguna untuk melindungi pantai dari terjangan ombak dan badai. Responden yang mengenal fungsi terumbu karang sebagai pelindung ini lebih kecil jika dibandingkan dengan pengetahuan mereka terhadap fungsinya sebagai tempat berkembang biak dan mencari makan.

Dari tabel di atas juga diketahui bahwa sepertinya pengetahuan responden mengenai fungsi ekologi lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengetahuan mengenai manfaat ekonomi sumber daya laut ini. Kurang dari 60 persen responden yang menjawab terumbu karang merupakan sumber pendapatan dan bahan baku yang dapat dimanfaatkan bagi keperluan keluarganya. Hal ini mungkin berkaitan erat dengan pemahaman responden bahwa terumbu karang bukan merupakan sumber yang langsung untuk mendapatkan pendapatan. Mereka mengetahui nelayan bekerja di kawasan terumbu karang, tetapi yang ditangkap dan menghasilkan uang adalah ikan, bukan terumbu karang.

Gambaran ini mengungkapkan kurangnya korelasi antara pengetahuan responden mengenai fungsi ekologi dan fungsi ekonomi. Tetapi gambaran ini tidak mencerminkan pengetahuan responden yang sebenarnya. Hal ini diindikasikan dari jawaban responden, ketika pertanyaan ini ditanyakan dengan metode kualitatif, yang menyatakan adanya keterkaitan yang erat antara fungsi ekologi dan fungsi ekonomi terumbu karang. Kurangnya korelasi tersebut dapat dipahami sebagai kelemahan dari metode survei dengan pertanyaan menggunakan kuesioner.

Kurang dari separuh responden yang mengetahui bahwa terumbu karang merupakan tempat wisata, walaupun mereka mengetahui keindahan sumber daya laut di kawasan ini. Masih rendahnya pengetahuan tersebut berkaitan dengan masih jarangnya wisatawan yang datang untuk berwisata di kawasan Pulau Tiga. Walaupun lokasi ini tidak terlalu jauh dan transportasi cukup baik dari dan ke kota Ranai, ibukota Kabupaten Natuna, tetapi kunjungan wisata ke pulau-pulau disini

Page 94: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

72

tidak banyak, karena di sekitar kota Ranai juga terdapat pantai dan pulau-pulau yang indah, sehingga penduduk Ranai belum menjadikan kawasan Pulau Tiga sebagai objek wisata.

Mengingat keindahan pemandangan di sekitar pulau dan keindahan bawah lautnya, pemerintah Kabupaten Natuna, khususnya Desa Pulau Tiga dan Desa Sabang Mawang, telah mengidentifikasi kawasan perairan dan pulau yang akan dipromosikan sebagai daerah wisata, yaitu sekitar Pulau Kumang. Pada kawasan pulau ini tidak hanya keindahan pulau dan bawah laut saja yang menjadi andalan wisata, melainkan juga objek lainnya, seperti wisata sejarah di Pulau Telentang, barang-barang antik di Spasir dan pendakian di perbukitan yang ditanami kelapa dan cengkeh.

Terumbu karang yang kaya dan indah di kawasan Pulau Tiga (Pulau Sabung, Pulau Batang dan Pulau Selapi) ini kondisinya sudah memprihatinkan. Hasil survei mengungkapkan bahwa sebagian besar responden mengatakan kondisi terumbu karang sudah rusak dengan berbagai tingkatan kerusakan. Hampir separuh responden menyatakan bahwa terumbu karang sudah rusak dan beberapa responden mengatakan kondisinya sudah sangat rusak. Hanya sekitar seperlima dari total responden yang mengatakan kondisi terumbu karang di sekitar perairan ini masih dalam keadaan baik. Kerusakan terumbu karang ini erat kaitannya dengan perilaku nelayan yang menggunakan bahan dan alat tangkap yang merusak sumber daya laut ini (penjelasan mendetail dapat dilihat pada bab VI).

Tabel 4.2.

Kondisi terumbu karang di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005

No. Kondisi Terumbu Karang

Persentase (%)

1. Baik 22

2. Kurang baik 24

3. Rusak 45

4. Sangat rusak 3

5. Tidak tahu 6

Total 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Beberapa responden bahkan mengemukakan bahwa kondisi terumbu karang di sekitar perairan ke tiga desa (Sabang Mawang, Pulau Tiga dan Sededap) sudah sangat rusak. Walaupun jumlahnya sedikit (3 orang), tetapi pernyataan ini perlu mendapat perhatian, karena ungkapan tersebut merupakan ekspresi keprihatinan akan terjadinya kerusakan,

Page 95: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 73

yang menurut mereka, sudah sangat tinggi dan mengganggu keberlangsungan sumber daya laut di sekitarnya.

4.1.2. Pengetahuan dan Sikap tentang Alat Tangkap

Tabel 4.3. mengungkapkan bahwa hampir semua responden mengetahui bahwa bom dan bius (racun sianida atau potas) merusak terumbu karang. Penggunaan bom menghancurkan karang, sedangkan bius menyebabkan kematian karang. Karang yang hancur dan mati menyebabkan berkurangnya ikan-ikan karang, terutama ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti: napoleon, kerapu dan sunu.

Lebih dari dua pertiga responden mengatakan bahwa penggunaan trawl atau pukat harimau juga merusak sumber daya laut. Namun penggunaan alat ini tidak secara langsung merusak terumbu karang, melainkan menyebabkan adanya tangkap lebih, karena semua ikan dan biota laut terangkut pada saat penangkapan. Hal ini berkaitan dengan ukuran mata jaring pukat harimau yang sangat kecil, sehingga anak-anak ikan dan biota laut lain yang masih kecil-kecil juga ikut terangkut.

Berbeda dengan bom dan bius, sebagian besar responden mengatakan bahwa bubu tidak merusak terumbu karang. Walaupun bubu di pasang di sekitar karang, tetapi mereka mempercayai penggunaan bubu ‘aman’ untuk karang, karena mereka meletakkan bubu diantara batu-batu agar bubu tersebut tidak hanyut. Nelayan juga meletakkan patahan-patahan bunga karang di atas bubu, sebagai pemberat dan upaya untuk menarik ikan-ikan dan biota laut lainnya.

Pandangan negatif terhadap penggunaan bubu berawal dari nelayan ‘nakal’ yang memanfaatkan alat tangkap bubu untuk penggunaan bius (potas). Kasus ini terutama terjadi di Desa Sededap dimana sebagian kecil nelayan berusaha mengecoh penduduk sebagai nelayan bubu. Sepertinya mereka adalah nelayan bubu, tetapi ketika di dalam air mereka menggunakan bius. Akibatnya, nelayan bubu di desa ini seringkali dicurigai sebagai nelayan bius. Hal ini berdampak negatif terhadap nelayan yang benar-benar menggunakan bubu untuk menangkap ikan. Untuk menghindari pandangan negatif ini, hampir semua nelayan bubu beralih alat tangkap, karena mereka tidak mau dicurigai sebagai pembius ikan.

Dari tabel 4.3. juga terungkap bahwa bahan dan alat tangkap lain umumnya aman terhadap terumbu karang. Hanya sebagian kecil responden yang mengatakan bahwa penggunaan tombak, bagan tancap, jaring apung dan pancing merusak terumbu karang. Tombak dan bagan tancap tidak digunakan nelayan di ketiga desa penelitian. Sedangkan jaring apung dan pancing, tingkat kerusakannya sangat kecil dan lebih

Page 96: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

74

mengarah pada kerusakan karena pelemparan jangkar dari pompong-pompong nelayan.

Tabel 4.3. Pengetahuan Responden Mengenai Bahan Dan Alat Tangkap Yang

Merusak Terumbu Karang Di Kawasan Pulau Tiga, Tahun 2005

Persentase No. Bahan dan Alat Tangkap Ya

Tidak Total

1. Bom 97 3 100 2. Sianida/racun 91 9 100 3. Trawl/pukat harimau 72 28 100 4. Bubu 30 70 100 5. Tombak/panah 10 90 100 6. Bagan tancap 8 92 100 7. Jaring apung 7 93 100 8. Pancing 4 96 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Pengetahuan responden mengenai bahan dan alat yang merusak ini paralel dengan pengetahuan mereka mengenai adanya larangan pemerintah akan penggunaan bahan dan alat tangkap tersebut (lihat tabel 4.4). Sebagian besar responden mengetahui adanya larangan penggunaan bom dan potas. Tetapi persentasi pengetahuan responden ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pengetahuan tentang kerusakan yang diakibatkannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan tentang kerusakan terumbu karang yang menggunakan bahan dan alat tangkap tersebut diperoleh dari pengamatan mereka di lapangan dari pada pengetahuan formal dari pihak pemerintah yang berwenang.

Dari tabel 4.4. juga dapat diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai larangan penggunaan trawl atau pukat harimau lebih rendah jika dibandingkan dengan larangan penggunaan bom dan potas. Hampir 30 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak mengetahi adanya larangan penggunaan trawl. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan banyaknya trawl yang beroprasi di sekitar lokasi penelitian yang dilakukan oleh nelayan Thailand dan kegiatan ini diketahui pihak pemerintah, terutama Angkatan Laut.

Page 97: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 75

Tabel 4.4. Pengetahuan responden mengenai adanya larangan penggunaan bahan

dan alat yang merusak terumbu karang, tahun 2005

Persentase No. Bahan dan Alat Tangkap Ya

Tidak Total

1. Bom 89 11 100 2. Sianida/potas/bius 82 18 100 3. Trawl/pukat harimau 72 28 100 4. Pengambilan & perusakan

Karang 60 40 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Sedangkan pengetahuan responden mengenai adanya larangan pengambilan dan perusakan karang paling rendah jika dibandingkan bom, potas dan trawl, walaupun lebih dari separuh responden mengetahui adanya larangan tersebut. Selama ini pengambilan karang dilakukan untuk keperluan pribadi dan keperluan umum, seperti fondasi rumah, pembuatan jalan desa dan pelabuhan. Pengambilan karang untuk tujuan komersil masih sangat minim. Di Desa Sabang Mawang, misalnya, hanya beberapa orang saja yang mengambil karang untuk di jual. Meskipun jumlah dan volumenya masih terbatas, usaha ini perlu mendapat perhatian, utamanya untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar dari kegiatan tersebut.

Pengetahuan responden mengenai adanya larangan penggunaan bahan dan alat tangkap kebanyakan berkorelasi positif dengan pendapat mereka, kecuali untuk bius (potas). Umumnya mereka mengetahui dan menyetujui larangan penggunaan bom, trawl dan pengambilan karang, karena kegiatan ini merusak terumbu karang (lihat tabel 4.5).

Tetapi untuk kasus larangan penggunaan bius, ternyata pengetahuan akan adanya larangan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pendapat mereka yang menyetujui larangan tersebut. Walaupun responden mengetahui bahwa potas merusak terumbu karang dan penggunaan bius itu dilarang pemerintah, tetapi sekitar sepertiga responden tidak menyetujui larangan tersebut. Keadaan ini erat kaitannya dengan kegiatan dan kehidupan ekonomi penduduk di kawasan Pulau Tiga dan daerah-daerah lain di sekitarnya (penjelasan secara mendalam dapat dilihat pada bab VI).

Page 98: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

76

Tabel 4.5.

Pendapat responden mengenai larangan penggunaan bahan dan alat tangkap yang merusak terumbu karang, tahun 2005

Persentase No. Bahan dan Alat Tangkap

yang Merusak Setuju Tidak Setuju

Tidak Berpendapat

Total

1. Bom 83 16 1 100 2. Sianida/potas/bius 68 31 1 100 3. Trawl/pukat harimau 86 14 0 100 4. Pengambilan &

Perusakan Karang Hidup

83 15 2 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Khusus untuk pengambilan karang, pendapat responden bervariasi antara pengambilan karang hidup dan karang mati. Sebagian besar responden tidak menyetujui pengambilan karang yang masih hidup, karena akan merusak terumbu karang. Tetapi untuk karang mati, pendapat yang setuju dan tidak setuju hampir berimbang. Sekitar separuh responden berpendapat bahwa pengambilan karang mati dapat dilakukan dan tidak merusak karang dan separuh lagi menyatakan tidak setuju dan tidak berpendapat (lihat tabel 4.6.).

Tabel 4.6. Pendapat responden mengenai pengambilan karang, tahun 2005

Persentase No. Pengambilan Karang

Setuju Tidak Setuju

Tidak Berpendapat

Total

1. Pengambilan karang hidup

6 89 5 100

2. Pengambilan karang mati

52 37 11 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Pengetahuan responden mengenai bahan dan alat serta larangan penggunaan bahan dan alat yang merusak terumbu karang diiringi oleh pengetahuan mereka tentang adanya nelayan lain yang menggunakan bahan dan alat tersebut (lihat tabel 4.7.). Lebih dari separuh responden mengetahui adanya nelayan lain yang menggunakan bahan dan alat yang merusak terumbu karang. Persentase responden tersebut

Page 99: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 77

sepertinya kurang mencerminkan pengetahuan yang sebenarnya, karena walaupun tahu akan adanya nelayan yang menggunakan bahan dan alat yang merusak, mereka cenderung tidak mau mengatakannya dengan alasan mereka tidak mau membuka keterlibatan orang lain, mengingat bahan dan alat tersebut di larang pemerintah. Sehingga agar mereka ‘aman’, banyak responden menjawab tidak tahu adanya nelayan lain yang menggunakan bahan dan alat yang merusak terumbu karang.

Tabel 4.7.

Pengetahuan responden mengenai adanya nelayan lain yang menggunakan bahan dan alat yang merusak terumbu karang di Kawasan

Pulau Tiga dalam setahun terakhir

Persentase No. Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Ya Tidak Tidak

Menjawab

Total

1. Bom 56 43 1 100

2. Sianida/potas/bius 64 34 2 100

3. Trawl/pukat harimau 63 37 0 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Dari tabel 4.7. juga dapat diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai penggunaan bom oleh nelayan lain, persentasenya paling rendah jika dibandingkan dengan trawl dan potas. Hal ini berkaitan erat dengan semakin berkurangnya penggunaan bom di sekitar perairan Desa Sabang Mawang dan Desa Pulau Tiga, sebagai akibat adanya larangan penggunaan bom untuk menangkap ikan.

Berbeda dengan nelayan lain yang menggunakan bahan dan alat yang merusak serta pengambilan karang, persentase responden yang menggunakan bahan dan mengambil karang sangat kecil. Hanya dua orang responden yang mengakui bahwa mereka masih menggunakan bom dalam satu tahun terakhir. Pengakuan ini cukup berani mengingat nelayan tersebut mengetahui adanya larangan penggunaan bom. Kecilnya persentase ini dapat dipahami karena penggunaan bom sudah tidak ada lagi di perairan Desa Sabang Mawang dan Desa Pulau Tiga dan sudah sangat berkurang di perairan Desa Sededap.

Tetapi berdasarkan wawancara mendalam dengan informan kunci, penggunaan bom masih dilakukan oleh nelayan di lokasi penelitian. Beberapa nelayan Desa Sabang Mawang mengalihkan lokasi pengeboman ke lokasi lain dimana pengawasan dan penyuluhan larangan penggunaan bom masih sangat terbatas. Sedangkan di Desa

Page 100: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

78

Sededap, beberapa nelayan lokal masih menggunakan bom di sekitar perairan desa, walaupun lokasinya sudah menjauhi pulau tempat permukimanan penduduk.

Tabel 4.8. Responden yang menggunakan bahan dan alat yang merusak terumbu

karang dan pengambilan karang dalam satu tahun terakhir

Persentase No. Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap & Pengambilan Karang

Ya Tidak Total

1. Bom 2 98 100 2. Sianida/potas/bius 7 93 100 3. Trawl/pukat harimau 0 100 100 4. Pengambilan Karang Hidup 2 98 100 5 Pengambilan Karang Mati 18 82 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Seperti penggunaan bom, responden yang mengaku menggunakan bius (sianida/potas) juga sedikit, walaupun persentasenya sedikit lebih tinggi dari penggunaan bom. Rendahnya persentase responden yang menggunakan bius ini kemungkinan berkaitan dengan informasi adanya larangan penggunaan bius yang merusak terumbu karang dan penyuluhan untuk melestarikan terumbu karang, terutama di Desa Sabang Mawang. Larangan ini telah membuat sebagian nelayan menghentikan penggunaan bius. Di samping itu, rendahnya persentase mungkin juga berkaitan dengan keengganan responden untuk secara terbuka mengakui penggunaan potas yang dilarang tersebut.

Dari tabele 4.8 juga terungkap bahwa tidak satupun responden yang menggunakan alat tangkap trawl dalam satu tahun terakhir. Umumnya trawl digunakan oleh nelayan luar, terutama nelayan dari Thailand. Sedangkan nelayan di ketiga desa penelitian tidak menggunakan alat tangkap ini. Tidak seperti bom dan bius, nelayan di lokasi penelitian tidak tertarik untuk mencoba alat tangkap trawl, walaupun alat ini sudah beroperasi di sekitar kawasan Pulau Tiga dalam waktu yang cukup lama.

Responden mengakui bahwa mereka juga mengambil karang, tetapi persentasenya juga sangat kecil untuk karang hidup dan cukup besar untuk karang mati. Semua responden yang mengambil karang hidup mengatakan bahwa karang tersebut digunakan untuk keperluan sendiri. Sedangkan pengambilan karang mati mempunyai tujuan yang bervariasi, sebagian besar mengemukakan untuk digunakan sendiri dan hampir seperlima responden mengatakan tujuan pengambilan karang adalah untuk dijual (komersil), sisanya digunakan sendiri dan dijual serta untuk kepentingan umum (lihat tabel 4.9.).

Page 101: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 79

Tabel 4.9. Tujuan pengambilan karang hidup dan karang mati di Kawasan

Pulau Tiga, tahun 2005

No. Tujuan Karang Hidup (%) Karang Mati (%)

1. Dijual - 17 2. Digunakan sendiri 100 61 3. Dijual dan digunakan sendiri - 17 4. Untuk kepentingan umum - 5 Total 100 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

Nelayan yang menggunakan bahan dan alat tangkap yang ilegal akan mendapatkan sanksi. Sebagian besar responden mengetahui adanya sanksi hukum bagi para pelanggar (tabel 4.10). Tetapi dalam pelaksanaannya, sanksi tersebut tidak diberlakukan, karena itu kegiatan yang dilarang ini masih terus berlangsung.

Tabel 4.10.

Pengetahuan responden mengenai sanksi bagi pelanggar yang menggunakan bahan dan alat yang merusak dan pengambilan karang,

tahun 2005

Persentase No. Sanksi Bagi Pelanggar yang Menggunakan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak dan Pengambilan Karang

Ya Tidak Tidak Menjawab

Total

1. Bom 73 22 5 100 2. Sianida/potas/bius 82 18 0 100 3. Trawl/pukat harimau 56 43 1 100 4. Pengambilan & Perusakan

Karang 58 40 8 100

Sumber : Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI, 2005

4.2. Wilayah Pengelolaan

Wilayah pengelolaan nelayan di kawasan Pulau Tiga (Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap) masih terbatas di wilayah perairan Kabupaten Natuna. Wilayah tangkap bervariasi menurut ‘jenis’ ikan yang ditangkap, yaitu ‘ikan mati’ dan ‘ikan hidup’ yang dipengaruhi oleh variasi musim angin sebagai ‘barometer’ penentu waktu melaut bagi nelayan. Ikan mati adalah sebutan bagi ikan-ikan yang ditangkap dan dijual dalam keadaan mati/segar, terutama ikan

Page 102: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

80

tongkol. Ikan hidup merupakan sebutan bagi ikan-ikan karang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti: napoleon, sunu dan kerapu, yang ditangkap dan dijual dalam keadaan hidup.

4.2.1. Penangkapan Ikan Mati

Menurut sejarah, mata pencaharian utama penduduk di lokasi penelitian adalah di sektor pertanian, terutama perkebunan kelapa dan cengkeh, sedangkan kegiatan menangkap ikan hanya sebagai selingan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Usaha perikanan tangkap dengan tujuan komersil mulai di lakukan pada tahun 1970-an ketika hasil kelapa dan cengkeh mulai menurun dan lahan yang tersedia semakin terbatas (lihat bab II). Pada mulanya sebagian penduduk menangkap ikan mati 10 , terutama ikan tongkol, di sekitar perairan Pulau Sabung, Pulau Batang dan Pulau Selapi.

Nelayan yang menangkap ikan tongkol dinamakan nelayan tongkol (nongkol). Nelayan menangkap ikan tongkol sepanjang tahun, terutama pada musim tongkol, yaitu musim utara pada bulan November sampai dengan Februari/Maret. Walaupun pada musim utara angin bertiup kencang, tetapi banyak ikan tongkol. Puncak penangkapan adalah bulan Desember ketika produksi ikan tongkol sangat banyak sampai berlimpah. Pada musim tongkol, nelayan menangkap ikan tongkol pada wilayah perairan sekitar Kecamatan Bunguran Barat, Bunguran Timur, Kecamatan Siantan (seperti Pulau Panjang) dan Kecamatan Midai (lihat peta 4.1.).

Page 103: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 81

Usaha perikanan tangkap semakin meningkat dengan semakin banyaknya penduduk yang pekerjaannya beralih menjadi nelayan di ketiga desa penelitian (yang waktu itu masih bergabung ke dalam satu desa). Selain itu, di perairan sekitar lokasi ini banyak beroperasi nelayan dari luar, termasuk dari daerah-daerah di kabupaten Natuna, (seperti: nelayan Tarempa dari Kecamatan Siantan dan nelayan Midai dari Kecamatan Midai), Provinsi Riau (nelayan Tanjung Balai Karimun), Kalimantan Barat (khususnya nelayan Pemangkat), Jawa (nelayan Tegal) dan luar negeri (terutama nelayan Thailand).

Di samping peningkatan jumlah nelayan, penggunaan bahan dan alat tangkap juga berkembang seirama dengan perkembangan waktu. Pada mulanya, nelayan di lokasi penelitian hanya menggunakan pancing untuk menangkap ikan. Tetapi, dengan perkembangan bahan dan alat tangkap, seperti bom dan trawl, bahan ilegal ini juga digunakan oleh nelayan lokal dan nelayan dari luar daerah (detail dapat dilihat pada bagian alat tangkap).

Meningkatnya jumlah nelayan dan beroperasinya bahan dan alat tangkap ilegal (bom dan trawl) menyebabkan jumlah dan produksi ikan mati di perairan sekitar lokasi ini semakin berkurang. Akibatnya, wilayah tangkap nelayan di ketiga desa penelitian semakin jauh dan mengarah ke laut lepas. Pada musim barat, sekitar bulan Agustus dan September, wilayah tangkap ikan tongkol mencapai jalur pelayaran kapal tanker ke Singapura dan Malaysia.

4.2.2. Penangkapan Ikan Hidup

Penangkapan ikan hidup mulai dilakukan pada awal tahun 1990-an, pada waktu dimulainya pembelian ikan-ikan hidup, khususnya ikan karang, seperti napoleon, sunu dan kerapu di kawasan Pulau Tiga. Ikan-ikan hidup ini dijual ke agen penampung ikan di Sedanau dan kemudian diekspor ke Hongkong melalui kapal-kapal ikan Hongkong yang memuat ikan di pelabuhan Sedanau, ibukota Kecamatan Bunguran Barat. Sejak itu permintaan terhadap ikan-ikan hidup semakin meningkat, karena kapal-kapal Hongkong secara reguler11 (4 kali sebulan) datang untuk memuat dan mengangkut ikan-ikan tersebut ke Hongkong. Padahal, sebelumnya ikan hidup tidak ditangkap nelayan, karena tidak ada pembeli dan harganyapun sangat murah. Di samping itu, penduduk di kawasan Pulau Tiga juga kurang suka mengkonsumsi ikan karang.

11 Pada tahun 1990-an sampai awal tahun 2000-an, kapal Hongkong berlabuh di Sedanau memuat ikan hidup sebanyak 4 kali sebulan, tetapi akhir-akhir ini, terutama setelah maraknya larangan penggunaan bius (potas), frekuensi datangnya kapal Hongkong berkurang signifikan menjadi hanya dua kali sebulan pada musim ikan dan sekali sebulan pada musim sulit ikan.

Page 104: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

82

Meningkatnya permintaan akan ikan hidup berkorelasi positif dengan meningkatnya harga ikan. Kondisi ini menyebabkan semakin banyaknya nelayan yang mencari ikan hidup di sekitar terumbu karang di kawasan Pulau Tiga dan sekitarnya. Penangkapan tidak tidak saja dilakukan oleh nelayan lokal melainkan juga nelayan dari luar daerah Kecamatan Bunguran Barat, seperti: nelayan Tarempa dari Kecamatan Siantan dan nelayan Midai dari Kecamatan Midai. Kedua kecamatan ini masih termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Natuna.

Pada mulanya nelayan menangkap ikan di sekitar karang perairan Pulau Sabung, Pulau Batang dan Pulau Selapi. Tetapi dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap ikan hidup, semakin banyak nelayan yang menangkap ikan hidup. Di samping itu, untuk mendapatkan hasil yang banyak dalam waktu yang pendek, sebagian nelayan yang semula menangkap ikan menggunakan pancing, menggunakan bahan kimia berupa bius atau racun potassium sianida (potas). Dengan penggunaan potas, ikan-ikan di sekitar karang menjadi mabuk, sehingga dengan mudah dapat ditangkap. Ikan-ikan yang mabuk ini kemudian di ‘treatment’ agar menjadi pulih dan segar kembali. Seperti halnya ikan mati, wilayah tangkap nelayan ikan hidup semakin luas, terutama di sekitar perairan yang banyak terumbu karangnya.

Wilayah penangkapan ikan hidup bervariasi antar desa, tetapi secara umum lokasi penangkapan berada di sekitar terumbu karang masih dalam wilayah Kabupaten Natuna, terutama Kecamatan Bunguran Barat dan Bunguran Timur, Kecamatan Serasan, Kecamatan Midai dan Kecamatan Siantan. Di Kecamatan Bunguran Barat dan Timur, lokasi penangkapan menyebar di hampir seluruh kawasan terumbu karang. Lokasi penagkapan di Kecamatan Serasan juga tersebar di kawasan karang, terutama Pulau Subi dan Pulau Sarasan. Di Kecamatan Midai, penangkapan terkonsentrasi di sekitar karang Pulau Midai dan Pulau Timau, sedangkan di Kecamatan Siantan, penangkapan terfokus di sekitar karang Tokong Bora (lihat peta 4.2.).

Page 105: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 83

4.2.3. Penangkapan Ikan Menurut Musim ‘Kalender Waktu Melaut’

Wilayah penangkapan ikan, baik ikan mati maupun ikan hidup, sangat dipengaruhi oleh musim (angin). Nelayan di lokasi penelitian mengelompokkan musim kedalam 4 kelompok, yaitu: musim angin utara, angin selatan, angin barat and angin timur. Dari ke empat musim ini hanya dua musim yang sangat dikenal dan selalu dikemukakan selama pelaksanaan penelitian, yaitu musim angin utara dan selatan. Hal ini terlihat dari bervariasinya jawaban dari informan-informan ketika ditanya periode dan batas antar musim. Beberapa informan bahkan mengelompokkan musim angin barat dan timur ke dalam waktu musim angin utara dan selatan.

- Musim Utara

Musim angin utara ditandai dengan adanya angin kencang yang terjadi pada bulan November sampai dengan Februari/Maret. Bulan Desember merupakan puncak angin utara dimana angin bertiup sangat kencang disertai ombak yang besar, sehingga menyebabkan banjir di permukiman, seperti di Desa Sabang Mawang, Dusun Tanjung Batang, banjir mencapai ketinggian 30 cm dari permukaan tanah.

Page 106: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

84

Walaupun pada musim ini angin sangat kencang, tetapi pada saat ini ikan sangat banyak, terutama ikan tongkol, karena itu dikenal sebagai musim ikan tongkol. Pada musim ini, produksi ikan tongkol sangat banyak dan ‘membanjir’ di kawasan Pulau Tiga.

Mengingat kencangnya angin pada musim utara, nelayan umumnya menangkap ikan pada wilayah yang relatif dekat. Nelayan di Desa Sabang Mawang, misalnya, menangkap ikan di sekitar perairan Kecamatan Bunguran Barat dan Bunguran Timur. Sedangkan sebagian nelayan dari Desa Sededap, di samping Kecamatan Bunguran Barat dan Timur, nelayan juga menangkap ikan sampai periran Pulau Subi di Kecamatan Serasan, Pulau Midai di Kecamatan Midai (lihat peta 4.1.).

- Musim Selatan

Pada musim selatan kecepatan angin mulai berkurang tidak sekencang pada musim utara. Pada awal musim, angin masih agak kencang tetapi sudah tidak menimbulkan suara yang bergemuruh (angin ribut) dan pada akhir musim, kekuatan angin semakin berkurang. Musim selatan biasanya terjadi antara bulan Maret sampai bulan Juli. Pada musim ini terdapat banyak ikan bilis (sejenis ikan teri), cumi, ikan selayang dan tongkol yang ukurannya masih kecil. Sedangkan pada akhir musim, yaitu bulan Juli banyak terdapat ikan hidup, seperti kerapu, sunu dan krisi bali (anggoli).

Wilayah tangkap nelayan lebih luas jika dibandingkan dengan wilayah tangkap pada musim utara. Sebagai contoh, nelayan Desa Sededap, di samping menangkap ikan pada wilayah tangkap pada musim utara, sebagian nelayan juga manangkap ikan sampai dengan perairan sekitar Pulau Laut di Kecamatan Siantan dan Tokomori (batu terapung) di Kecamatan Jemaja.

- Musim Timur

Musim timur dikenal sebagai musim teduh, berhembus setelah musim angin selatan, mulai akhir bulan Juli atau awal Agustus sampai pertengahan - akhir September. Pada musim ini terdapat banyak ikan karang, terutama jenis ikan krisi bali (anggoli) dan kakap merah.

Dengan teduhnya angin pada musim ini, wilayah tangkap nelayan semakin luas, terutama untuk menangkap ikan hidup. Nelayan melaut ke kawasan karang yang masih baik dan ikannya masih banyak. Banyak nelayan melaut ke kawasan karang di luar perairan Kecamatan Bunguran Barat dan Timur, seperti Kecamatan Serasan, Kecamatan Midai, Kecamatan Siantan dan Kecamatan Jemaja (lihat peta 4.2.). Mengingat wilayah tangkap cukup jauh, mereka melaut dalam waktu

Page 107: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 85

yang cukup lama, sampai satu bulan baru kembali ke desa. Biasanya mereka melaut bersama dalam kelompok yang cukup besar, misalnya 8 pompong yang terdiri dari 16 nelayan. Untuk menjaga kesegaran ikan yang ditangkap, ada nelayan yang setiap minggu bertugas menjual ikan ke agen penampung ikan di Sedanau.

- Musim Barat

Musim angin barat terjadi setelah musim angin timur, mulai akhir bulan September sampai awal – pertengahan November. Pada musim ini angin mulai kencang kembali dan merupakan fase transisi antara angin teduh dan angin kencang. Pada musim ini tidak terdapat banyak ikan, karena itu dikenal nelayan sebagai musim ‘sulit ikan’. Walaupun demikian, sebagian nelayan tetap melaut menangkap ikan kerapu. Wilayah tangkap disesuaikan dengan musim, tetapi nelayan ikan hidup tetap mencari di kawasan karang yang masih baik dengan ikan yang masih banyak. Kalender Penangkapan Ikan Berdasarkan Musim dan Jenis Ikan Nelayan Kawasan Pulau Tiga

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Musim Utara Musim Selatan Musim Timur Musim Barat MusimUtara

Musim ikan tongkol

Musim ikan tongkol

Ikan bilis, cumi, selayang, tongkol kecil

Awal musim

ikan hidup

Penen ikan hidup: kerapu, sunu

Panen ikan karang, anggoli kakap merah

Akhir musim

ikan hidup

4.3. Teknologi Penangkapan

Teknologi penangkapan dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: armada tangkap dan pengelolaan hasil tangkapan. Armada tangkap terdiri dari kapal/perahu dan bahan/alat tangkap. Sedangkan pengelolaan hasil tangkap dibatasi pada pengolahan hasil laut pasca tangkap.

Page 108: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

86

4.3.1. Armada Tangkap

Armada tangkap nelayan kawasan Pulau Tiga masih menggunakan teknologi yang masih sederhana, yaitu berupa perahu motor, biasa disebut pompong, dan perahu tanpa motor (sampan), dengan alat tangkap yang juga masih sederhana, seperti: pancing, jaring, bubu, kelong dan bagan (secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.11.). Teknologi armada tangkap ini belum berkembang cepat, walaupun sumber daya laut di kawasan ini cukup potensial dan pemasaran hasil laut sudah mencapai pasar internasional.

Tabel 4. 11.

Armada tangkap di Kawasan Pulau Tiga, tahun 2005

Armada tangkap

Kapasitas dan/atau Jumlah

Keterangan

Perahu motor 0 – 5 GT : 641 buah

5 –10 GT : 142 buah

10-30 GT : 4 buah

Perahu dengan kapasitas 10-30 GT hanya terdapat di Desa Pulau Tiga

Perahu tanpa motor

164 buah Paling banyak terdapat di Desa Sabang Mawang dan paling sedikit di Desa Sededap

Karamba Tancap : 162 buah

Apung : 31 buah

Paling banyak terdapat di Desa Pulau Tiga dan Paling sedikit di Desa Sededap

Pancing Ulur : 406 buah

Tonda : 190 buah

Rawai : 4 buah

Jumlah dan ukuran pancing bervariasi antar desa

Jaring 15 buah Jaring digunakan nelayan dari Desa Pulau Tiga

Bubu 310 buah Bubu digunakan di ketiga desa. Di Desa Sededap hampir semua nelayan ikan hidup mempunyai bubu, tetapi akhir-akhir ini nelayan tidak menggunakan bubu lagi karena dicurigai menggunakan bius/potas.

Bagan 5 buah Bagan terdapat di Desa Sabang Mawang dan Desa Pulau Tiga

Kelong 7 buah Kelong terdapat di ketiga desa

Sumber : - Monografi Desa, 2004. - Hasil wawancara dengan beberapa informan. - Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK LIPI 2005

• Pompong

Pompong adalah armada yang biasa digunakan dalam menangkap ikan berupa perahu bermotor dengan kapasitas yang masih terbatas. Dari 700 pompong yang teridentifikasi di kawasan Pulau Tiga (Desa Sabang

Page 109: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 87

Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap), sebagian besar mempunyai mesin yang berkapasitas 0 – 5 GT dan hanya sebagian kecil yang berkapasitas 5 – 10 GT dengan kapasitas mencapai 3 ton (lihat tabel 4.11).

Kebanyakan pompong dibeli dari Kecamatan Bunguran Barat, seperti: Sedanau, Pian Tengah, Desa Mekar Jaya dan Binjai di Sedanau Timur, hanya sebagian kecil yang diproduksi di kawasan Pulau Tiga. Di Desa Sededap, misalnya, seorang pembuat pompong (pak X) mengatakan bahwa pompong terbuat dari kayu meranti dan mangkusing. Kedua jenis kayu ini sangat kuat, sehingga pompong yang dihasilkan dapat bertahan lama sampai puluhan tahun. Mengingat semakin langkanya kayu meranti di sekitar kawasan Pulau Tiga dan Kecamatan Bunguran Barat, kayu tersebut sekarang harus dibeli dari Kecamatan Bunguran Timur. Pembuatan pompong memerlukan waktu yang bervariasi, sesuai dengan kapasitas pompong. Satu pompong dengan kapasitas 1 ton, pembuatannya memerlukan waktu sekitar 2 bulan. Pak X biasanya mebuat pompong bila ada pesanan dari nelayan Desa Sededap dan Sabang Mawang, rata-rata sebanyak 2 – 3 pompong per tahun.

• Bahan dan Alat Tangkap

Bahan dan alat tangkap yang banyak digunakan nelayan di kawasan Pulau Tiga (Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap) bervariasi antara alat tangkap dan bahan. Teknologi alat tangkap masih sederhana berupa pancing, bubu, kelong, dan ‘cedok’, baru pada beberapa tahun terakhir beberapa nelayan mulai mengusahakan bagan apung. Sedangkan bahan yang dipakai dalam penangkapan ikan adalah bahan peledak (bom) dan bahan beracun (potassium sianida atau potas).

Pancing

Pancing merupakan alat tangkap sederhana yang utama digunakan nelayan kawasan Pulau Tiga sejak mulai berusaha di bidang perikanan tangkap. Pancing dipakai untuk menangkap ikan hidup dan ikan mati dengan ukuran dan cara penggunaan yang berbeda. Untuk ikan hidup, pancing yang digunakan adalah pancing ulur bermata satu (sebagian kecil bermata dua) dengan umpan ikan dan diberi pemberat dari bahan timah. Pada waktu memancing ikan hidup mesin pompong dimatikan. Sedangkan untuk ikan mati (tongkol), pancing yang digunakan adalah pancing tonda dan rawai. Pancing tonda menggunakan umpan tali rapia, banyak menangkap ikan tongkol, manyu dan kembung. Sedangkan pancing rawai biasanya menggunakan 20-30 mata pancing dengan

Page 110: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

88

umpan ikan hidup atau tali rapia. Berbeda dengan ikan hidup, penangkapan ikan mati dilakukan tanpa mematikan mesin, pompong terus berjalan. Selain ikan tongkol, ikan yang banyak ditangkap dengan pancing rawai yang menggunakan umpan ikan adalah ikan krisi bali, ikan kakap merah, ketambak, tahai dan jahan.

Jumlah pancing bervariasi antar jenis pancing (ulur, tonda dan rawai) dan antar desa. Sebagian besar nelayan menggunakan pancing, tetapi sulit untuk menghitung berapa total pancing di ke tiga desa penelitian. Tetapi sebagai ilustrasi, jumlah pancing dapat dilihat pada tabel 4.11. dan tabel 3.14, tetapi jumlah ini tentu saja lebih rendah dari jumlah yang sebenarnya.

Pada waktu melaut, nelayan biasanya membawa beberapa jenis tali dan mata pancing, jika ikan tongkol sulit ditangkap, mereka menggunakan pancing ulur untuk menangkap ikan karang (jika mereka menangkap di sekitar kawasan karang). Kebiasaan ini terutama dilakukan oleh nelayan yang melaut selama berhari-hari. Mereka menggunakan mata pancing yang berbeda antara siang dan malam hari. Pada siang hari, mata pancing yang biasa dipakai adalah nomor 7, 8 dan 9 dengan jenis tali pancing nomor 50 dan 70. Sedangkan pada malam hari, mata pancing yang umum digunakan adalah nomor 5 dan 6 dengan tali pancing nomor 8, 10, 20 dan 31. Nelayan biasanya membawa peralatan pancing untuk siang hari lebih banyak dari pada untuk kegiatan pada malam hari.

Bubu

Bubu merupakan alat tangkap tradisional yang masih digunakan nelayan di kawasan Pulau Tiga. Jumlah nelayan bubu bervariasi antar desa. Dulunya sebagian besar nelayan menggunakan bubu untuk menangkap ikan hidup, tetapi saat ini jumlah nelayan bubu semakin berkurang. Di Dusun Tanjung Batang, Desa Sabang Mawang, misalnya, terdapat sekitar 20 orang nelayan yang khusus menangkap ikan dengan bubu. Sedangkan jumlah nelayan bubu di Desa Sededap tidak dapat ditentukan secara pasti. Akhir-akhir ini banyak nelayan bubu yang mengaku tidak lagi menggunakan alat tangkap ini dikarenakan bubu dijadikan ‘kambing hitam’ sebagai alat perantara untuk penggunaan potas yang dilarang pemerintah.

Bubu yang digunakan adalah jenis bubu dasar, terutama untuk menangkap ikan hidup di sekitar karang, seperti: ikan mengkait (napoleon), ikan kerapu, sunu, ikan hijau dan ikan linggis. Bubu biasanya dipasang pada musim teduh bulan Mei – Oktober. Pada bulan April nelayan bubu sudah mulai bersiap-siap membuat bubu yang terbuat dari kawat dan rotan/bambu. Satu gulung kawat (30 meter) dapat menjadi 13

Page 111: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 89

bubu dengan ukuran panjang 1 meter, lebar 80 cm dan tingggi 30 cm. Bubu kawat ini dapat bertahan sekitar 6 bulan yaitu selama musim bubu.

Bubu di letakkan di dalam laut, menempel pada karang di kedalaman 2-3 meter dari permukaan laut. Bubu dilindungi oleh karang yang diambil dari karang hidup dan di bagian atas diberi bunga-bunga karang. Karang yang diperlukan untuk 13 bubu sekitar ½ m3. Pemasangan ke 13 bubu dilakukan pada lokasi yang berbeda, 2-3 bubu per lokasi tergantung kondisi karang. Bubu biasanya dipasang pada pagi hari, kemudian dibiarkan sehari, baru pada hari berikutnya, pada saat air pasang, bubu-bubu tersebut diangkat dan diambil ikannya. Kalau tidak ada ikan, maka bubu akan dipindah pada lokasi lainnya, tetapi jika banyak ikan, bubu dibiarkan pada tempat yang sama.

Walaupun bubu diletakkan di sekitar karang dan menggunakan karang dan bunga karang sebagai pemberat dan penarik ikan, nelayan bubu tidak menganggap bahwa penggunaan bubu merusak terumbu karang. Kepercayaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa terumbu karang tidak rusak, karena mereka tidak mencongkel karang, melainkan memanfaatkan bongkahan atau patahan-patahan karang yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, karang tidak mati dan bunganya tetap hidup dan segar.

Hasil bubu bervariasi, tergantung dari kondisi dan posisi terumbu karang dimana bubu tersebut dipasang. Menurut salah seorang nelayan bubu, rata-rata hasil dari 13 bubu sebanyak satu (1) kg ikan hidup dan tiga (3) kg ikan lainnya per kali angkat. Sebagian hasil bubu dapat langsung dijual dengan penghasilan sekitar 2-3 juta rupiah per musim bubu. Sebagian lagi, terutama ikan-ikan karang yang masih kecil dan bernilai ekonomi tinggi masih harus diternakkan (dibesarkan) di kamp ikan dan akan dijual jika sudah mencapai ukuran ekspor. Pendapatan dari hasil ternak ikan yang berasal dari bubu ini diperkiraan berkisar 2-3 juta rupiah.

Kelong

Kelong atau belat adalah alat tangkap tradisional yang pada prinsipnya berfungsi seperti bubu (ikan bisa masuk, tetapi tidak bisa keluar). Di lihat dari atas, bentuk kelong menyerupai layang-layang, seperti jantung dengan dua ekor pada ke dua sisinya. Alat tangkap ini terbuat dari kawat atau anyaman bambu dan kayu yang ditancapkan di atas karang (sekitar 2 meter dari permukaan air) pada lokasi dimana arus air cukup baik, biasanya pada bagian lereng dekat perbatasan terumbu karang dan pasir. Bagian kepala kelong terletak di terumbu karang, karenanya karang harus dicongkel ketika memasang kelong.

Kelong merupakan alat tangkap yang sudah lama digunakan di kawasan Pulau Tiga. Tetapi penggunaan kelong semakin berkurang dan pada

Page 112: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

90

waktu penelitian dilakukan pada bulan April tahun 2005, sedikitnya terdapat 7 nelayan yang masih menggunakan kelong, dua (2) di Desa Sabang Mawang, empat (4) di Desa Pulau Tiga dan satu (1) di Desa Sededap.

Seperti halnya bubu, ikan yang ditargetkan adalah ikan-ikan karang yang masih hidup, seperti kerapu, krisi bali dan sunu. Kegiatan kelong ini dilakukan setelah selesainya musim bubu, yaitu pada musim utara. Pada musim ini, angin bertiup kencang, sehingga banyak ikan yang masuk ke kelong, karena posisi kelong searah dengan arus. Sebaliknya, pada musim selatan, ikan tidak banyak yang masuk karena arus sangat dipengaruhi oleh gerakan angin.

Hasil dari kelong hampir sama dengan bubu, tidak terlalu banyak. Karena itu, biasanya hanya dijual di kampung-kampung di sekitar desa. Jika tidak habis, ikan yang tersisa tersebut diolah menjadi ikan asin atau di jual ke Sedanau dan lokasi transmigrasi yang letaknya tidak terlalu jauh dari ke tiga desa penelitian. Penjualan ke lokasi transmigrasi biasanya dilakukan melalui pedagang yang menjual sayur dan hasil pertanian dari lokasi transmigrasi dan sebaliknya pedagang tersebut membeli ikan dan ikan asin dari ketiga desa ini untuk dijual ke lokasi transmigrasi.

Bom

Penggunaan bom untuk menangkap ikan sudah berlangsung lama, yaitu sejak akhir tahun tahun 1970-an. Teknologi bahan peledak ini diperkenalkan oleh nelayan asing, terutama kapal dari Singapura yang beroperasi di sekitar perairan lokasi penelitian. Kapal-kapal tersebut, di samping membeli hasil ikan dari nelayan, juga melakukan penangkapan dengan menggunakan bom. Dalam operasinya, awak kapal merekrut orang dari kawasan Pulau Tiga, terutama untuk mencari tempat-tempat yang banyak terumbu karangnya. Awak yang direkrut tersebut belajar bagaimana membuat dan menggunakan bom, mereka menyebar luaskan pengetahuan tersebut kepada nelayan di kawasan Pulau Tiga.

Pengetahuan cara menggunakan bom ini kemudian ditiru dan dipraktekkan oleh nelayan di lokasi penelitian. Penggunaan bom masih berlangsung sampai penelitian ini dilakukan pada bulan April 2005, namun jumlah dan frekuensinya sudah jauh berkurang jika dibandingkan dengan kegiatan tiga - lima tahun yang lalu. Penjelasan lebih rinci mengenai penggunaan bom dan dampaknya terhadap kerusakan terumbu karang dan berkurangnya produksi ikan dapat dilihat pada bab VI.

Page 113: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 91

Bius (Potas)

Bius, khususnya potassium sianida (potas), merupakan bahan ilegal yang juga digunakan dalam penangkapan ikan di kawasan Pulau Tiga (Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap). Penggunaan bahan kimia ini mulai diperkenalkan oleh agen (pedagang) pengumpul ikan pada awal tahun 1990-an, ketika mulai maraknya pembelian ikan hidup. Penggunaan potas sebenarnya sudah dilakukan pada akhir tahun 1980-an (1988/1989) oleh kapal-kapal ikan Hongkong, tetapi teknologi ini tidak diperkenalkan pada nelayan lokal. Baru pada tahun 1993, nelayan mulai menggunakan potas setelah bahan ilegal ini disediakan oleh agen penampung ikan hidup.

Jumlah nelayan yang menggunakan bius semakin banyak dengan semakin maraknya perdagangan ikan hidup, terutama diekspor ke Hongkong. Penggunaan bius berkembang dengan pesat, karena mampu menangkap banyak ikan dalam waktu yang pendek. Di samping itu, akses untuk mendapatkan potas cukup mudah, umumnya difasilitasi oleh agen dan/atau pedagang-pedagang pengumpul ikan hidup serta pedagang-pedagang lain yang juga memperjual-belikan bius di kawasan Pulau Tiga. Namun akhir-akhir ini penggunaan bius mulai berkurang, karena adanya larangan penggunaan bahan ilegal ini. Penjelasan lebih detail dapat dilihat pada bab VI.

Bagan

Bagan merupakan alat tangkap ikan yang masih cukup baru di lokasi penelitian, karenanya jumlah bagan juga masih terbatas, yaitu 3 bagan di Dusun Tanjung Batang dan 2 di Dusun Tanjung Kumbik. Bagan merupakan alat tangkap ikan nelayan asal Sulawesi yang ditiru dengan sedikit modifikasi, disesuaikan dengan kondisi lokal. Bagan yang digunakan adalah bagan terapung untuk menangkap berbagai jenis ikan dan biota laut, seperti: ikan selayang, tamban, tongkol dan cumi.

Bagan adalah alat tangkap yang memerlukan dana yang cukup besar. Seorang pemilik bagan menyatakan modal yang diperlukan dalam pembuatan bagan, sekitar 30 – 40 juta rupiah. Dana ini diperlukan untuk pembuatan bagan dari kayu meranti (sebanyak 5 ton), mesin MS 150 dengan dynamo 5 kg atau 5000 watt dan pompong ukuran panjang 9 meter serta jaring dengan ukuran 60 meter.

Kegiatan penangkapan ikan dilakukan setiap malam, kecuali bulan terang, umumnya penangkapan dilakukan selama 20 hari dalam sebulan. Hasil bagan yang utama adalah ikan tamban dan selayang, jumlahnya bervariasi menurut musim. Produksi bagan cukup tinggi pada bulan 8 sampai bulan 12, mencapai 2-3 ton per malam. Sedangkan pada bulan lainnya produksi berkurang 1-2 ton per malam dan pada waktu

Page 114: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

92

bukan musim ikan produksi hanya berkisar 300 – 400 kg per malam. Di samping ikan, hasil lain adalah cumi-cumi, biasanya banyak pada bulan April sampai Desember. Penghasilan yang diperoleh berkisar Rp 15 – 20 juta per bulan dan sekitar Rp 8 juta pada waktu tidak banyak ikan.

Ikan hasil bagan biasanya dijual untuk makanan ikan-ikan ternak dan umpan ikan. Jika hasil bagan tidak habis terjual, sebagian ikan dibekukan (es) dan sebagian lagi diasinkan. Ikan beku dan asin ini akan dijual kepada awak kapal-kapal ikan yang akan digunakan sebagai umpan untuk menangkap ikan.

Kamp (Karamba) Ikan

Kamp ikan adalah karamba atau tempat yang digunakan untuk membesarkan ikan, khususnya ikan karang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti: kerapu, sunu dan napoleon. Kamp ikan berupa petakan-petakan atau kurungan yang terbuat dari jaring yang dilengkapi dengan kawat atau kayu pengaman. Usaha pembesaran ikan yang lebih dikenal dengan istilah ternak ikan mulai berkembang pada pertengahan tahun 1990-an dan akhir tahun 1990-an.

Jumlah penduduk yang mengusahakan kamp ikan bervariasi antar desa dan dusun di lokasi penelitian, umumnya adalah nelayan dan pedagang pengumpul ikan hidup. Sebagian besar nelayan ikan hidup mempunyai kamp ikan, tetapi umunya dalam jumlah dan ukuran yang sangat terbatas. Hanya sebagian kecil penduduk di kawasan Pulau Tiga yang khusus mengusahakan ternak ikan, seperti 20 nelayan ternak ikan dii Dusun Tanjung Batang, Desa Sabang Mawang, kebanyakan kurang dari 5 petakan saja. Sedangkan yang mempunyai usaha ternak ikan dalam jumlah besar, jumlahnya tidak banyak banyak, yaitu hanya 6 peternak ikan di Desa Sabang Mawang, dan sekitar 10 orang yang mengusahakan ternak dalam skala sedang.

Nelayan yang mempunyai 1-2 petakan karamba biasanya adalah nelayan ikan hidup atau nelayan kelong yang menangkap ikan karang dengan ukuran yang masih kecil. Ikan-ikan yang diternakkan harga jualnya masih rendah, karena itu nelayan menunda penjualan ikan tersebut, dengan cara membesarkan ikan (ternak ikan) di kamp ikan. Ikan-ikan ternak diberi makan (umpan) ikan, biasanya ikan hasil tangkap, seperti ikan selayang dan tamban yang tidak mereka jual. Pembesaran ikan ini memberikan nilai tambah yang cukup tinggi, bahkan dijadikan sebagai tabungan bagi nelayan. Mereka sudah dapat memperkirakan berapa lama ikan tersebut akan diternakkan sebelum dijual dengan harga ekspor, dengan demikian mereka sudah dapat menghitung berapa pendapatan yang akan diterima. Dengan perkiraan pendapatan ini, sebagian nelayan sudah merencanakan untuk melakukan sesuatu

Page 115: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 93

dengan biaya yang cukup besar, seperti: pesta pernikahan, sunatan, membeli pompong, memperbaiki atau membangun rumah.

Sedangkan penduduk yang mempunyai usaha ternak skala besar umumnya adalah pedagang pengumpul ikan. Mereka menggunakan kamp ikan sebagai tempat menampung dan membesarkan ikan, sampai mencapai ukuran dan harga yang baik. Mereka biasanya membeli bibit ikan pada agen, sehingga bisa mendapatkan ikan-ikan dengan ukuran yang relatif sama besar.

Usaha ternak yang cukup besar memerlukan modal yang besar, terutama untuk pembuatan kamp, makanan ikan dan obat-obatan. Untuk membesarkan ikan memerlukan makanan dengan biaya yang besar. Sebagai contoh, seorang pedagang pengumpul ikan di Tanjung Batang membutuhkan sekitar 55 kg atau sekitar Rp 82.500 per hari (harga ikan tambang yang menjadi makanan ikan dengan harga Rp 1500 per kg). Semakin lama ikan semakin membesar, kebutuhan makanan ikan juga semakin banyak. Sebelum panen ikan, pedagang tersebut harus menyediakan sekitar 120 kg ikan atau sebesar Rp 180.000 per hari. Makanan ikan juga bervariasi berdasarkan jenis ikan, misalnya 180 ekor kerapu memerlukan makanan ikan sebanyak 9 kg per hari. Sebanyak 180 ekor ikan napoleon menghabiskan 5 kg makanan ikan per hari, setelah dipelihara selama 4 bulan, kebutuhan makanan bertambah menjadi 8-10 kg per hari. Setiap tiga bulan, kebutuhan makanan ikan naik rata-rata 5 kg per hari.

Sebagian besar nelayan yang mengusahakan ternak ikan memanfaatkan hasil tangkapan ikan mereka sebagai sumber makanan ikan, karena itu mereka tidak perlu membeli atau mengeluarkan dana tambahan. Sedangkan peternak ikan dalam skala sedang dan besar, biasanya juga mempunyai usaha bagan yang hasilnya digunakan untuk mensuply kebutuhan makanan ikan dan jika masih kekurangan atau bagi mereka yang tidak punya bagan, kebutuhan makanan ikan diperoleh dari membeli ikan dari hasil bagan dan/atau hasil tangkap nelayan lain di sekitar lokasi.

4.3.2. Teknologi Pasca Tangkap

Teknologi yang berkaitan dengan pengolahan pasca tangkap nelayan di kawasan Pulau Tiga belum berkembang. Keadaan ini sesuai dengan kegiatan pengolahan pasca tangkap yang juga belum berkembang, diindikasikan dari kegiatan pengolahan yang masih terbatas pada pembuatan kerupuk ikan dan ikan asin serta pengeringan ikan bilis. Pembuatan kerupuk ikan dan ikan asin masih merupakan kegiatan sampingan yang dilakukan oleh sebagian kecil penduduk, sedangkan

Page 116: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

94

pengeringan ikan bilis terutama dilakukan nelayan bilis di Dusun Spasir, Desa Pulau Tiga.

Pengolahan pasca tangkap umumnya dilakukan oleh ibu-ibu menggunakan peralatan yang sangat sederhana, umumnya peralatan yang tersedia di rumah tangga masing-masing, seperti: peralatan dapur untuk merebus dan menggoreng kerupuk ikan dan alas berupa tikar untuk mengeringkan ikan asin. Kemasan yang digunakan untuk penjualan kerupuk atau ikan asin juga masih sangat sederhana, seperti kantong plastik dan kaleng roti bekas. Penjelasan secara detail proses pengolahan pasca tangkap dapat dilihat pada bab V.

4.4. Stakeholders yang Terlibat dalam Pengelolaan SDL

Stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya laut, termasuk terumbu karang, dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: stakeholders yang langsung dan stakeholders yang tidak langsung terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut. Stakeholders yang langsung terlibat yaitu nelayan, termasuk nelayan ikan hidup dan ikan mati yang menangkap ikannya di sekitar kawasan terumbu karang, dan pengambil karang. Sedangkan stakeholders yang tidak langsung terdiri dari beberapa kelompok, antara lain: pedagang pengumpul dan agen penampung ikan hidup, pedagang dan/atau penyedia bius, forum peduli nelayan asing, aparat desa dan instansi pemerintah yang relevan, seperti: Angkatan Laut, Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda dan pemda Kabupaten Natuna.

4.4.1. Nelayan

Nelayan di Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap merupakan stakeholder utama dalam pengelolaan sumber daya laut (SDL), khususnya terumbu karang. Nelayan mempunyai keterlibatan langsung dalam pemanfaatan hasil laut, baik nelayan yang menangkap ikan hidup maupun ikan mati. Mereka pergi melaut menangkap ikan sepanjang tahun, kecuali pada hari Jum’at yang menjadi hari besar bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah sholat Jum’at dan hari-hari besar keagamaan, seperti: hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha.

Nelayan di Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap terdiri dari beberapa kelompok. Berdasarkan jenis ikan yang ditangkap, nelayan terdiri dari dua kelompok, yaitu nelayan ikan mati dan nelayan ikan hidup. Sedangkan berdasarkan alat tangkap, nelayan dapat dikelompokkan ke dalam nelayan pancing, bubu, kelong, bagan dan ternak (kamp) ikan. Jika dilihat dari waktu melaut, nelayan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu nelayan harian yang pergi melaut pada

Page 117: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 95

waktu subuh dan pulang pada sore atau malam hari, dan nelayan yang pergi melaut dalam waktu tertentu, 2-3 malam sampai satu bulan, tergantung dari jarak wilayah tangkap dari desa. Tetapi dalam praktekknya, kelompok-kelompok nelayan ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, karena sebagian besar nelayan termasuk ke dalam beberapa kelompok, misalnya mereka adalah nelayan ikan mati sekaligus juga nelayan ikan hidup, tergantung pada musim; atau nelayan pancing sekaligus juga sebagai peternak ikan.

Namun dari pengelompokan nelayan ini, kelompok nelayan ikan hidup, nelayan bubu dan nelayan kelong mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap eksploitasi dan pelestarian terumbu karang. Kelompok nelayan ikan hidup bervariasi menurut bahan dan alat tangkap, yaitu nelayan pancing dan nelayan bius (potas). Kelompok-kelompok nelayan inilah yang secara langsung memanfaatkan sumber daya terumbu karang, mereka menangkap ikan-ikan karang yang hidup dan berkembang di kawasan terumbu karang. Di samping itu, kelompok nelayan yang menggunakan bom juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kerusakan terumbu karang di kawasam perairan Pulau Tiga.

Dampak kegiatan nelayan ikan hidup bervariasi tergantung dari bahan dan alat yang digunakan. Nelayan pancing merupakan kelompok nelayan yang menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Dengan semakin banyaknya jumlah nelayan dan semakin berkurangnya ikan-ikan karang, hasil tangkap nelayan pancing semakin menurun. Untuk mendapatkan hasil yang banyak dalam waktu yang pendek, sebagian nelayan menggunakan bius yang merusak terumbu karang. Sedangkan nelayan bubu dan kelong berpotensi merusak terumbu karang, walaupun tingkat kerusakan lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan bius.

4.4.2. Penampung ikan

Penampung ikan atau pecangkau merupakan julukan bagi pedagang pengumpul ikan di lokasi penelitian. Pada dasarnya penampung ikan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: penampung ikan hidup dan penampung ikan mati. Jumlah penampung ikan bervariasi antar desa dan antar kelompok penampung.

Penampung ikan merupakan salah satu stakeholder yang penting dalam pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan. Peran penampung ikan bukan hanya sebagai pembeli ikan dari nelayan tetapi juga memberikan fasilitas dan kemudahan penyediaan bahan dan alat tangkap yang diperlukan nelayan. Peran penampung ini sangat positif untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap di lokasi penelitian.

Page 118: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

96

Tetapi di sisi lain, peran mereka juga menimbulkan dampak negatif bagi kelestarian sumber daya laut, terutama ekosistem terumbu karang. Hal ini terutama berkaitan dengan penyediaan bahan ilegal, seperti bius dan bom, yang digunakan nelayan. Untuk mendapatkan ikan dalam jumlah banyak guna memenuhi kebutuhan pasar internasional dan domestik yang cukup besar, sebagian penampung memfasilitasi penyediaan bius dan alat selam bagi nelayan yang menjadi ‘anak buah’nya serta menyediakan bahan peledak untuk langganannya.

Secara ekonomi, upaya penampung menyediakan bahan dan alat ilegal ini menguntungkan pihak nelayan, eksportir ikan dan penampung sendiri, tetapi keuntungan ini hanya untuk jangka pendek. Sebaliknya dalam jangka panjang, penggunaan bius dan bom akan merugikan karena berkurangnya produksi ikan sebagai akibat kerusakan ekosistem terumbu karang.

4.4.3. Agen Penampung dan Eksportir ikan hidup

Pemasaran ikan hidup di kawasan Pulau Tiga dimonopoli oleh satu agen pedagang pengumpul yang dikelola oleh satu orang (pak N). Agen ini mempunyai peran yang sangat dominan dalam perkembangan perdagangan ikan hidup di kawasan Pulau Tiga, karena pemasaran ikan dilakukan untuk pasar internasional, khususnya Hongkong. Agen perdagangan ini berlokasi di Sedanau, ibukota Kecamatan Bunguran Barat, dimana kapal ikan Hongkong berlabuh dan memuat ikan hidup. Dominasi pak N tidak hanya pada kawasan ini, tetapi mencakup wilayah yang lebih luas sampai ke wilayah Kabupaten Natuna.

Pak N merupakan satu-satunya agen yang mensuply ikan hidup ke kapal Hongkong, karena itu keberlangsungan kegiatan nelayan ikan hidup di kawasan Pulau Tiga sangat tergantung padanya. Semua nelayan menjual ikan ke pak N, baik secara langsung maupun melalui pedagang pengumpul ikan hidup yang ada di desa atau sekitar desa di kawasan Pulau Tiga dan sekitarnya.

Di satu sisi, keberadaan pak N sangat menguntungkan masyarakat, terutama keberlangsungan usaha perikanan. Tetapi di lain pihak, monopoli perdagangan dapat merugikan nelayan ikan hidup. Sebagai agen tunggal, pak N menentukan harga ikan hidup. Penentuan harga ini, menurut pak N disesuaikan dengan harga pasar di Hongkong saat terjadi transaksi. Nelayan tidak mempunyai bargaining position dalam penetapan harga. Dengan alasan naik-turunnya harga ikan di Hongkong, pak N menetapkan harga ikan berdasarkan jenis dan ukuran ikan. Nelayan tidak mengetahui berapa harga pasar yang sebenarnya, karena tidak tersedianya informasi harga di Hongkong dan harga penjualan ikan pak N ke kapal Hongkong. Dengan demikian, nelayan berada pada

Page 119: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 97

posisi yang lemah, terpaksa menerima harga yang ada, walaupun harga tersebut mungkin sangat rendah jika dibandingkan dengan harga sebenarnya. Menurut seorang informan, keuntungan pak N mencapai Rp 700 juta per trip kapal.

Peran pak N menjadi semakin besar, karena tidak hanya membeli ikan nelayan, tetapi juga menyediakan sarana, bahan dan peralatan yang dibutuhkan nelayan. Sebagian besar nelayan mengatakan bahwa Pak N ‘membantu’ nelayan, misalnya dalam penyediaan armada tangkap, termasuk pompong, mesin, bahan dan alat tangkap. Di samping itu, pak N mempunyai toko yang menjual sarana dan bahan-bahan yang dibutuhkan nelayan untuk melaut dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Karena itu, keberadaan pak N sangat penting bagi kehidupan nelayan di kawasan Pulau Tiga dan Kecamatan Bunguran Barat.

Pak N menjadi ‘dewa penolong’ tidak hanya bagi para nelayan, melainkan juga bagi penduduk di Kecamatan Bunguran Barat. Sekitar 70-80 persen kehidupan penduduk di Sedanau tergantung pada pak N. Walaupun mereka bukan nelayan, tetapi kehidupan penduduk (seperti buruh angkut, penarik becak, penjual makanan dan kebutuhan rumah tangga lainnya) sangat tergantung pada perkembangan kegiatan perikanan. Meningkatnya kegiatan perikanan berkorelasi positif dengan meningkatnya kegiatan ekonomi yang lain. Usaha penduduk di kawasan ini semakin maju dengan semakin berkembangnya usaha perikanan, perdagangan dan bongkar muat ikan hidup ke kapal-kapal Hongkong di pelabuhan Sedanau.

Akhir-akhir ini berkembang kekhawatiran dari sebagian nelayan dan penduduk terhadap kegiatan ekspor ikan hidup ke Hongkong. Hal ini berkaitan erat dengan maraknya upaya pemerintah untuk melarang penggunaan bius atau potas. Padahal, menurut informan kunci, sebagian besar (sekitar 70 persen) produksi ikan hidup dari kawasan Pulau Tiga dan wilayah lain di Kecamatan Bunguran Barat di tangkap menggunakan bius. Dengan adanya larangan penggunaan bius, maka produksi ikan hidup diprediksikan akan berkurang secara signifikan, karena hanya tergantung pada alat tangkap pancing yang hasilnya sangat terbatas dan memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan penggunaan potas.

Kondisi ini mulai berdampak pada berkurangnya frekuensi kapal-kapal Hongkong untuk mengambil ikan di Sedanau dari 4 kali sebulan menjadi dua kali sebulan pada musim ikan dan sekali sebulan pada musim sulit ikan. Berkurangnya kegiatan bongkar muat ikan menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi di pelabuhan Sedanau. Kondisi ini akan berdampak negatif terhadap mata pencaharian dan kehidupan ekonomi penduduk, baik yang langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan perikanan di kawasan ini.

Page 120: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

98

4.4.4. Pengelola Pabrik Es dan Penampung Ikan Mati

Pabrik es yang terletak di Dusun Balai, Desa Sabang Mawang mempunyai kontribusi yang signifikan bagi keberlangsungan produksi ikan mati di kawasan Pulau Tiga. Dari pabrik ini diproduksi balok-balok es yang digunakan nelayan untuk mempertahankan kesegaran ikan mati (pembekuan) hasil tangkapannya. Setiap hari pabrik ini memproduksi 10 ton balok es untuk mensuply keperluan nelayan di kawasan Pulau Tiga (1,5 ton) dan kapal-kapal ikan dari Kalimantan (5 kapal) dan Tanjung Balai Karimun (40 kapal).

Peran pabrik es semakin besar karena di samping sebagai pensuply es, pabrik es juga berfungsi sebagai penampung ikan mati dengan skala yang cukup besar. Pabrik es ini membeli ikan dari nelayan, pencangkau dan pemilik/nelayan bagan. Ikan mati (tongkol, krisi bali, tamban, selayang, dan lain-lain) kemudian dipasarkan pada wilayah yang cukup luas, yaitu: Sumatera dan Jawa, seperti: Tanjung Pinang, Batam, Palembang, Surabaya dan Jakarta. Pada musim ikan mati, kegiatan ini dilakukan sebulan sekali. Sedangkan pada waktu musim sulit ikan, pemasaran dilakukan tiga bulan sekali pada wilayah yang lebih terbatas, yaitu Tanjung Pinang dan Batam. Di samping ikan mati yang masih segar, pabrik es juga menampung ikan yang sudah busuk. Ikan busuk ini dijual ke Batam, utamanya untuk makanan ternak.

4.4.5. Forum Peduli (Nelayan Asing)

Forum peduli nelayan asing dibentuk di Kecamatan Bunguran Barat sebagai bentuk keprihatinan masyarakat terhadap kegiatan nelayan asing, terutama nelayan dari Thailand, yang beroperasi di sekitar perairan laut yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan ini. Beroperasinya kapal-kapal nelayan Thailand sangat meresahkan masyarakat, karena mereka menggunakan pukat harimau (trawl). Padahal, masyarakat mengetahui adanya larangan pemerintah terhadap penggunaan alat tangkap ini. Hal yang lebih merisaukan adalah kegiatan dilakukan tidak hanya diperairan laut lepas melainkan juga di wilayah tangkap nelayan lokal.

Sebagai respon, masyarakat di Kecamatan Bunguran Barat, terutama di kawasan Pulau Tiga mengadakan musyawarah untuk menangani masalah yang berkaitan dengan nelayan Thailand. Musyawarah tersebut menghasilkan 7 kesepakatan sikap nelayan. Kesepakatan ini kemudian dibawa ke pemerintah daerah (pemda) dan DPRD Kabupaten Natuna untuk di tindak lanjuti. Setelah melakukan hearing dengan forum peduli, aparat desa/kecamatan dan wakil masyarakat nelayan, DPRD Kabupaten Natuna membentuk pansus nelayan asing. Hasil pansus telah dikirim ke Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Jakarta.

Page 121: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 99

Mentri DKP cukup memperhatikan kasus ini, diindikasikan dengan kedatangan mentri untuk meninjau dan mengadakan pertemuan secara langsung dengan masyarakat. Sayangnya, aksi selanjutnya belum dilakukan secara signifikan, sehingga kapal-kapal nelayan Thailand masih beroperasi di kawasan ini.

4.4.6. COREMAP

Coremap singkatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program adalah program pemerintah pusat yang terfokus pada pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang. Di tingkat kabupaten, program ini dibawah kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna. Implementasi program COREMAP sedang dipersiapkan di kawasan Pulau Tiga, termasuk di Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap, dengan Desa Sabang Mawang sebagai desa percontohan.

Pada tahap awal, kegiatan COREMAP difokuskan pada sosialisasi pentingnya pelestarian terumbu karang dan program COREMAP yang dilaksanakan di Desa Sabang Mawang. Pada akhir tahun 2004 dilakukan pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) di kawasan Pulau Tiga, termasuk Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap. Tujuan dari pembentukan pokmas adalah mempersiapkan kelembagaan masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan COREMAP. Tugas pokmas adalah menyebar-luaskan informasi kepada masyarakat, menyusun rencana pengelolaan terumbu karang terpadu (RPTK Terpadu), melaksanakan RPTK dan membuat laporan hasil kegiatan. Pada waktu penelitian, telah dibentuk lima pokmas, yaitu Pokmas Komisariat Serantas, Teluk Melam, Tanjung Batang, Sabang Mawang dan Balai. Di samping itu, juga telah disiapkan motivasi desa dan LPS – TK (Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang. Pada saat penelitian dilakukan pada bulan April 2005, kegiatan pokmas belum berjalan. Belum jelas kapan pokmas-pokmas di ketiga desa tersebut akan dilaksanakan dan kegiatan apa yang akan dilakukan. Kegiatan pokmas, menurut aparat Dinas Kelautan dan Perikanan in charge di Kabupaten Natuna akan dimulai setelah keluarnya dana yang berasal dari pemerintah pusat.

Pada salah satu kesempatan sosialisasi COREMAP di Desa Sabang Mawang, seorang pejabat (sekarang telah menjadi mantan) dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna mengungkapkan bahwa kegiatan COREMAP mempunyai dana sebanyak Rp 3 milyar per tahun atau 18 milyar untuk 6 tahun. Penjelasan mengenai dana ini sangat terbatas, sehingga menurut persepsi masyarakat dana tersebut semuanya diperuntukkan bagi nelayan di kawasan ini, karena itu mereka sangat berharap dan mulai menghitung berapa besar dana yang akan

Page 122: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

100

diterima oleh setiap keluarga. Penjelasan yang kurang lengkap mengenai dana ini tentu saja sangat mengganggu kegiatan COREMAP kedepan, seperti yang dialami peneliti pada saat melakukan penelitian, tim peneliti dianggap masyarakat sebagai utusan pemerintah untuk membagikan dana kepada masyarakat. Hal ini perlu mendapat perhatian dan perlu klarifikasi lebih lanjut kepada masyarakat, mengingat dana tersebut bukan hanya untuk kegiatan nelayan di kawasan Pulau Tiga saja, melainkan untuk membiayai keseluruhan program COREMAP di Kabupaten Natuna.

Walaupun kegiatan sosialisasi telah dilakukan, tetapi dari 100 responden yang diwawancarai dalam kegiatan survei, hanya 38 responden yang mengatakan mereka pernah mendengar COREMAP di kawasan Pulau Tiga. Sebagian kecil responden yang pernah mendengar COREMAP, kebanyakan mengetahui tujuan COREMAP untuk melindungi terumbu karang dan sangat sedikit yang mengetahui tujuan program ini untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Kebanyakan dari responden yang pernah mendengar COREMAP tidak terlibat dalam kegiatan yang telah mulai dilakukan di kawasan ini.

Hasil survei mengungkapkan bahwa sebagian besar responden belum pernah mendengar COREMAP, apalagi mengetahui program, tujuan dan kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini perlu mendapat perharian, mengingat hasil survei ini mengindikasikan bahwa sosialisasi program COREMAP masih perlu ditingkatkan dan disebar-luaskan di kawasan Pulau Tiga. Kegiatan sosialisasi COREMAP sangat penting dilakukan di kawasan Pulau Tiga, terutama kepada sebagian besar penduduk yang belum mendapat sosialisasi. Setelah mendapat penjelasan singkat mengenai COREMAP, sebagian besar responden berkeinginan untuk terlibat dalam kegiatan program ini.

4.4.7. Nelayan Luar

Di samping nelayan lokal, nelayan yang berasal dari luar kawasan ini juga melakukan kegiatan penangkapan di kawasan Pulau Tiga. Berdasarkan asal nelayan, nelayan luar ini dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, yaitu: nelayan yang berasal dari kawasan sekitar dan wilayah Kabupaten Natuna, nelayan dari luar kabupaten, tetapi masih dalam Provinsi Kepulauan Riau, nelayan dari luar provinsi dan nelayan asing.

Kelompok pertama adalah nelayan yang berasal dari kecamatan-kecamatan di sekitar kawasan Pulau Tiga dan wilayah lain yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Natuna. Nelayan yang banyak beroperasi di kawasan Pulau Tiga, antara lain: nelayan Midai dari Kecamatan Midai dan nelayan Tarempa dari Kecamatan Siantan.

Page 123: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 101

Mereka umumnya mencari ikan hidup menggunakan bius di sekitar kawasan terumbu karang.

Sedangkan kelompok ke dua adalah nelayan yang berasal dari luar Kabupaten Natuna, tetapi masih dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kelompok ini didominasi oleh nelayan yang berasal dari Tanjung Balai Karimun. Mereka datang dalam jumlah yang cukup besar. Pada waktu penelitian dilakukan, sekitar 50 kapal sedang beroperasi, masing-masing kapal terdapat sekitar 7 nelayan. Biasanya kapal-kapal ini melakukan penangkapan di laut lepas selama 15 hari, kemudian berlabuh di Dusun Tanjung Kumbik, Desa Pulau Tiga. Kapal-kapal Tanjung Balai Karimun ini mendapat ijin dari Desa Pulau Tiga untuk melakukan bongkar muat di desa ini. Kapal-kapal tersebut mengisi bahan bakar, air tawar dan keperluan sembako selama berada di laut. Di samping itu, mereka juga membeli ikan-ikan, seperti ikan tamban dan ikan selayang, yang akan digunakan sebagai umpan ikan. Keperluan-keperluan tersebut, kecuali air tawar yang diambil di Sepasir RW IV, dibeli di toko yang juga berfungsi sebagai pedagang pengumpul ikan.

Berlabuhnya kapal-kapal nelayan Tanjung Balai Karimun memberikan keuntungan bagi pemerintahan desa dan sebagian masyarakat di Desa Pulau Tiga. Bagi pemerintahan desa, kapal-kapal tersebut merupakan sumber pendapatan desa. Sebagai kompensasi dari ijin yang diberikan, kapal-kapal tersebut membayar iuran ke Desa (LPMD). Bagi masyarakat, sebagian anak buah kapal (ABK) direkrut dari anggota masyarakat di desa tersebut.

Nelayan luar yang melakukan penangkapan di kawasan Pulau Tiga juga datang dari luar Provinsi Kepulauan Riau. Mereka umumnya berasal dari Kalimantan dan Jawa. Nelayan Kalimantan didominasi oleh nelayan yang berasal dari Kalimantan Barat, terutama nelayan dari Pemangkat. Sedangkan nelayan dari Jawa terutama berasal dari Tegal.

Nelayan yang beroperasi di sekitar kawasan tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga berasal dari luar negeri, khususnya nelayan yang berasal dari Thailand. Nelayan Thailand sudah melakukan penangkapan ikan dalam kurun waktu yang cukup lama dan dalam jumlah yang besar, sampai ratusan kapal. Pada mulanya kapal-kapal tersebut beroprasi di laut lepas, tetapi kemudian mulai menepi ke wilayah tangkap nelayan lokal. Namun, akhir-akhir ini setelah banyaknya kritik terhadap keberadaan kapal-kapal Thailand, jumlah kapal sudah berkurang dan wilayah tangkapnya juga mulai menjauhi wilayah tangkap nelayan lokal (penjelasan detail dapat di lihat pada bagian alat tangkap trawl).

Page 124: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

102

4.5. Hubungan Kerja dalam Pengelolaan SDL

Pada bagian sebelumnya sudah dikemukakan banyaknya stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan SDL. Masing-masing stakeholder berkaitan satu dengan lainnya. Keterkaitan ini dapat dilihat dari hubungan kerja antar stakeholders yang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 4 bagian.

4.5.1. Pemilik dan Penumpang Pompong

Hubungan kerja yang umum berlaku dikalangan nelayan kawasan Pulau Tiga adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan bersama-sama dengan sistem bagi hasil. Sesuai dengan kapasitas armada dan alat tangkap, kegiatan penangkapan ikan biasanya dilakukan oleh 2 (dua) nelayan per armada (pompong), baik untuk penangkapan ikan hidup maupun mati. Hasil tangkapan dibagi tiga: motor pompong mendapat satu bagian, sedangkan 2 nelayan mendapat masing-masing satu bagian. Apabila pemilik motor juga melakukan kegiatan penangkapan, maka pemilik motor tersebut akan mendapatkan dua bagian. Pembagian dilakukan setelah pendapatan kotor dikurangi biaya operasional selama melaut.

Hubungan kerja dengan sistem pembagian hasil seperti ini juga berlaku untuk alat tangkap bubu. Mengingat kegiatan bubu menggunakan sampan (perahu tanpa motor), maka perhitungan yang biasa dipakai adalah: sampan dan bubu mendapat satu bagian, dan pekerja masing-masing satu bagian. Jika yang bekerja 2 orang, maka pendapatan bersih akan di bagi tiga.

Kebiasaan yang berlaku di kawasan Pulau Tiga ini mengindikasikan hubungan kerja yang seimbang dengan sistem pembagian hasil yang proporsional dan saling menguntungkan antara pemilik armada dengan nelayan yang bekerja. Hubungan yang setara ini juga dicerminkan dari cara penduduk menyebut nelayan yang ikut menangkap ikan di pompong atau sampan nelayan lain dengan sebutan ‘numpang’. Mekanisme kerja sangat sederhana, nelayan yang ingin bekerja mengutarakan keinginannya untuk ikut – bersama-sama menangkap ikan menggunakan pompong, keinginan ini direspon dengan persetujuan pemilik. Mereka kemudian menentukan waktu melaut dan wilayah tangkap.

4.5.2. Nelayan dan Pabrik Es / Pengumpul Ikan Mati

Keterkaitan antara nelayan dan pabrik es / pengumpul ikan mati (Kapal Kalimantan) adalah hubungan dagang – jual beli. Nelayan membeli es yang digunakan untuk pembekuan ikan selama melaut dan menjual hasil

Page 125: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 103

tangkapannya kepada pabrik es. Sebaliknya, pabrik es/ pengumpul ikan mati menjual es dan membeli ikan dari nelayan. Harga es dan ikan ditentukan oleh pihak pabrik es/pengumpul ikan, sedangkan nelayan tidak mempunyai posisi tawar atau bargaining position. Keadaan ini merugikan nelayan, karena pihak pabrik/pengumpul ikan cenderung untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, terutama karena monopoli penyediaan es dan agen pemasaran ikan mati di kawasan Pulau Tiga dan Kecamatan Bunguran Barat.

4.5.3. Nelayan dan Pedagang Pengumpul & Agen Penampung Ikan Hidup

Seperti hubungan nelayan dan pabrik es / pengumpul ikan hidup, hubungan nelayan dan pedagang pengumpul & agen penampung ikan hidup adalah hubungan dagang – jual beli. Ke dua stakeholders ini mempunyai ketergantungan satu dengan lainnya, nelayan memerlukan pedagang pengumpul & agen penampung ikan untuk menjual hasil tangkapan mereka dan sebaliknya pedagang & agen memerlukan ikan dari nelayan agar dapat meneruskan usahanya.

Saling ketergantungan ini memberikan keuntungan bagi ke dua pihak, namun keuntungan tersebut lebih dominan diterima pedagang & agen penampung ikan. Hal ini terutama dikarenakan harga ikan hidup ditentukan oleh agen penampung yang memonopoli perdagangan ekspor ikan ke Hongkong. Di samping itu, agen penampung juga memfasilitasi penyediaan sarana penangkapan ikan dan kebutuhan nelayan, seperti motor dan peralatan pompong, bahan dan alat tangkap serta kebutuhan lainnya. Bagi nelayan agen merupakan ‘penolong’ yang setiap saat dapat memberikan bantuan pinjaman kepada nelayan yang memerlukan. ‘Bantuan’ ini dapat diperoleh langsung dari agen, tetapi bagi nelayan yang tidak mempunyai akses langsung ke agen tersebut, nelayan dapat meminjam melalui pedagang pengumpul, yang bekerjasama dan sebagian besar modalnya juga berasal dari agen. Tetapi, mereka kurang menyadari kalau sebenarnya agen dan pedagang pengumpul tersebut mengeruk keuntungan dari nelayan.

Di samping hubungan yang memberikan dampak positif bagi kehidupan semua pihak, hubungan kerja sama antar stakeholders ini juga menimbulkan dampak negatif, terutama terhadap kelestarian terumbu karang dan sumber daya laut di kawasan Pulau Tiga. Dampak negatif ini terutama diindikasikan dari kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, seperti pembiusan yang difasilitasi oleh pedagang pengumpul dan agen penampung ikan hidup. Sebagian besar (sekitar 70 persen) hasil tangkapan ikan hidup di kawasan ini, menurut beberapa informan dan nelayan, ditangkap menggunakan bius (potas) yang mereka dapatkan dari pedagang dan agen tersebut serta akhir-akhir ini bius juga diperoleh

Page 126: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

104

dari pedagang lainnya, seperti pedagang kain dan pakaian di kawasan Pulau Tiga.

4.5.4. Hubungan Sektor Relevan dalam Pengelolaan SDL

Instansi pemerintah yang berkaitan erat dengan pengelolaan sumber daya laut (SDL) di kawasan Pulau Tiga dan Kabupaten Natuna adalah Lanal (Pangkalan Angkatan Laut) dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Kedua instansi ini idealnya mempunyai peran penting yang saling melengkapi satu dengan lainnya dalam pengelolaan SDL. Lanal mempunyai tugas untuk mengamankan wilayah perbatasan dan pelanggaran di laut. Di kawasan Pulau tiga terdapat dua pos, yaitu Pos Marinir yang berkonsentrasi pada wilayah perbatasan, anggotanya langsung berasal dari pusat Mabes TNI dan post Kamla yang menangani pelanggaran laut di bawah komando operasi Lanal. Dengan adanya ke dua pos tersebut seharusnya dapat mengamankan kawasan Pulau Tiga dari pelanggaran yang berdampak negatif terhadap kelestarian SDL, seperti penggunaan bahan peledak (bom) dan bahan beracun (bius/potas) serta trawl dalam penangkapan ikan. Tetapi dalam pelaksanaannya, kegiatan pembiusan, pengeboman dan penggunaan trawl masih terus berlangsung, meskipun intensitas dan frekuensinya sudah berkurang.

Keberadaan Angkatan laut di kawasan Pulau Tiga seharusnya dapat membantu tugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Natuna yang berkewajiban mengelola SDL secara berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kegiatan Dinas DKP yang sudah dilakukan adalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM) yang didanai oleh pemerintah pusat dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan yang didanai oleh APBD II tahun 2002-2004. Ke dua kegiatan ini bertujuan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat pesisir dengan cara pemanfaatan SDL secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut belum dapat berjalan optimal, karena beberapa kendala, seperti: penduduk yang mendapatkan dana tidak melakukan kegiatan sesuai dengan proposal yang diajukan dan sebagian memanfaatkan dana untuk keperluan konsumtif (pembelian TV dan VCD). Di samping itu, Dinas Kelautan dan Perikanan juga kurang memberikan bimbingan dan pemantauan dalam pelaksanaan program. Karena itu, sebagian penerima dana tidak dapat atau tidak bersedia mengembalikan dana tersebut. Saat penelitian dilakukan, Dinas Kelautan dan Perikanan sedang mempersiapkan program COREMAP (Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang) yang merupakan program nasional. Kegiatan penyuluhan akan pentingnya pelestarian terumbu karang sudah mulai dilaksanakan di Desa Sabang Mawang. Pembagian kelompok kerja (pokja) yang akan

Page 127: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 105

terlibat dalam program ini juga sudah dilakukan di ke tiga desa penelitian, tetapi pokja-pokja tersebut belum memulai kegiatannya.

Bab ini menggambarkan pengelolaan sumber daya laut (SDL) di kawasan Pulau Tiga masih didominasi oleh eksploitasi SDL, terutama perikanan tangkap, sedangkan upaya perlindungan dan konservasi masih sangat terbatas. Sebagian besar responden mengetahui fungsi ekologi terumbu karang dan larangan penggunaan bius, bom dan trawl, tetapi banyak nelayan masih menggunakan bahan dan alat yang ilegal tersebut. Nelayan lokal yang semula menggunakan pancing untuk menangkap ikan, karena pengaruh dan persaingan dengan nelayan dari luar, mereka juga menggunakan bahan dan alat yang ilegal tersebut serta memperluas wilayah tangkap. Hal ini berkaitan erat dengan banyaknya permintaan terhadap ikan hidup dari pasar internasional, khususnya Hongkong, dan ikan mati dari pasar domestik, menyebabkan dan semakin banyaknya nelayan yang beroperasi di kawasan ini, baik nelayan lokal maupun nelayan dari luar dan nelayan asing. Keadaan ini mengindikasikan semakin banyak dan kompleksnya stakeholders yang beroperasi di kawasan ini.

Page 128: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

106

Page 129: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 107

BAB V PRODUKSI DAN PEMANFAATAN

SUMBER DAYA LAUT

Kepulauan Natuna yang terdiri dari gugusan kepulauan dengan satu pulau besar yaitu Pulau Bunguran, memiliki potensi Sumber Daya Laut (SDL) yang sangat besar. SDL ini menjadi sumber mata pencaharian bagi penduduk setempat, bahkan bagi nelayan dari luar Natuna karena penangkapan ikan di wilayah ini tidak saja dilakukan oleh nelayan setempat tetapi juga dilakukan oleh nelayan dari luar Natuna, seperti nelayan dari Tegal, Pekalongan, Madura, Tanjung Balai Karimun, bahkan nelayan Thailand yang menangkap ikan secara ilegal. Selain besarnya potensi sumber daya laut, meningkatnya usaha penangkapan ikan di wilayah kepulauan Natuna juga dipengaruhi oleh besarnya permintaan ikan dari luar provinsi bahkan luar negeri. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai produksi sumber daya laut, pemanfaatan dan pemasaran hasil. Pembahasan akan ditekankan pada sumber daya laut yang dominan, yaitu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, tersedia sepanjang tahun dan banyak ditangkap nelayan.

5.1. Produksi Sumber Daya Laut di Kawasan Pulau Tiga

Pulau Tiga merupakan kawasan kepulauan yang terdiri dari 3 buah pulau, yaitu Pulau Sabung, Pulau Batang dan Pulau Selapi. Wilayah perairan di Kawasan Pulau Tiga memiliki kekayaan Sumber Daya Laut (SDL) yang sangat besar. Hal ini didukung oleh adanya gugusan batu karang yang terhampar disekitar pulau sehingga disamping jenis ikan laut dalam, di wilayah perairan Pulau Tiga juga banyak terdapat bermacam-macam jenis ikan karang. Berbagai jenis sumber daya laut yang terdapat di kawasan perairan Pulau Tiga dapat dikelompokkan atas ikan karang (seperti: ikan kerapu, sunu dan napoleon), ikan laut dalam (seperti: ikan tongkol, tenggiri, kakap dan belanak), ikan permukaan, seperti ikan bilis, biota laut lain (seperti: udang, cumi, teripang), rumput laut dan berbagai jenis kerang laut (misalnya: lola, siput serta batu karang). Selain itu, Pulau Tiga juga kaya dengan pasir laut. Besarnya potensi sumber daya laut dapat dilihat dari hasil tangkapan nelayan sepanjang tahun meskipun pada bulan-bulan tertentu jumlah hasil tangkapan mengalami penurunan sesuai dengan perbedaan musim.

Produksi ikan tangkapan nelayan di Kawasan Pulau Tiga dapat dikelompokkan atas dua, yaitu ikan hidup dan ikan mati. Pengelompokan

Page 130: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

108

ini didasarkan pada jenis dan kondisi ikan pada saat dijual. Ikan hidup adalah jenis ikan karang yang dijual dalam keadaan hidup, seperti: ikan napoleon, ikan sunu dan ikan kerapu. Sedang ikan mati adalah ikan yang dijual dalam keadaan mati/segar, seperti: ikan tongkol, ikan kakap, ikan krisi bali, ikan manyuk, ikan kembung, udang, cumi dan sebagainya. Berdasarkan pengelompokan tersebut maka nelayan di Kawasan Pulau Tiga juga dibedakan atas nelayan ikan hidup dan nelayan ikan mati. Biasanya nelayan ikan hidup juga menangkap ikan mati dan sebaliknya. Pada saat musim ikan hidup, ikan hidup merupakan hasil tangkapan utama sedangkan ikan mati yang didapat merupakan hasil sampingan. Biasanya sebanyak 90 persen dari hasil tangkapan adalah ikan hidup dan 10 persen adalah ikan mati. Kemudian pada musim ikan mati, ikan mati merupakan hasil utama sedang ikan hidup sebagai hasil sampingan. Oleh karena itu, dalam sekali melaut hasil tangkapan yang diperoleh terdiri dari berbagai jenis ikan hidup dan ikan mati.

Jumlah produksi ikan, baik ikan hidup maupun ikan mati, di Kawasan Pulau Tiga secara keseluruhan agak sulit diperoleh karena kurang tersedianya data, baik ditingkat desa maupun ditingkat kecamatan. Sementara data hasil tangkapan ikan oleh nelayan tidak selalu sama dan jumlah produksi tergantung pada musim. Oleh karena itu, untuk menentukan produksi ikan di Kecamatan Bunguran Barat maupun di Kawasan Pulau Tiga dilakukan estimasi berdasarkan data penjualan maupun hasil tangkapan nelayan.

Sumber daya laut yang dominan di tangkap nelayan Pulau Tiga adalah ikan mati (tongkol dan tamban), ikan karang (kerapu dan sunu) dan ikan bilis. Dalam hal jumlah, ikan tongkol lebih banyak diperoleh dalam sekali melaut, sehingga jika nelayan turun ke laut dikatakan akan pergi ‘nongkol’. Ikan tongkol tersedia sepanjang tahun sehingga secara berkesinambungan dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat. Sementara ikan tamban, selain dapat ditangkap sepanjang tahun, ikan ini sangat dibutuhkan sebagai makan ikan di karamba. Ikan karang (kerapu dan sunu) disebut juga ikan hidup mempunyai nilai ekonomis tinggi. Besarnya permintaan terhadap jenis ikan ini menyebabkan banyak nelayan menangkap ikan karang untuk dijual. Ikan bilis khusus ditangkap oleh nelayan di Dusun Sepasir, hampir semua nelayan di dusun ini adalah nelayan bilis sehingga masyarakat di dusun ini menggantungkan hidupnya dari ikan bilis. Ketiga jenis sumber daya laut tersebut menjadi andalan utama mata pencaharian nelayan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi.

5.1.1. Produksi ikan hidup

Produksi ikan hidup dapat dibagi atas ikan hidup hasil tangkapan nelayan dan ikan hidup dari hasil karamba. Produksi ikan hidup untuk

Page 131: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 109

seluruh Kecamatan Bunguran Barat dapat diketahui berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan Kecamatan Bunguran Barat di Sedanau. Pada tahun 2004, produksi ikan hidup di Kecamatan Bunguran Barat dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Produksi ikan hidup di Kecamatan Bunguran Barat, Maret-Desember 2004

Jenis Ikan Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Ikan Hidup: - Kerapu campuran 609,6 18.288.000 - Kerapu Tiger 114,2 4.568.000 - Kerapu Sunu 622,9 31.145.000 - Napoleon 138,8 13.880.000 - Ringau 133,1 1.064.800 - Udang 70 2.800.000 Ikan Segar -Ikan karang 1.615 3.495.500 Olahan - Kepiting Rujungan 1.495 7.475.000 Jumlah 4.798,4 82.715.000

Sumber: Dinas Perikanan Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna.

Namun jumlah produksi sebenarnya lebih besar, karena disamping produksi tersebut untuk bulan Maret-Desember, data ini adalah data yang dilaporkan untuk keperluan retribusi oleh agen penampung yang mengekspor ikan hidup. Menurut informasi dari pihak Dinas Perikanan Kecamatan Bunguran Barat di Sedanau, kemungkinan jumlah sebenarnya lebih besar dari jumlah yang dilaporkan. Agen tersebut tidak melaporkan jumlah yang sebenarnya untuk mengurangi biaya retribusi karena harus mengeluarkan biaya lain yang ‘tidak resmi’ pada pihak lain. Jenis ikan hidup yang banyak ditangkap nelayan Kawasan Pulau Tiga adalah ikan kerapu dan sunu, yang ditangkap di sekitar Pulau Bunguran, termasuk Kawasan Pulau Tiga sampai ke Midai dan Serasan.

Produksi ikan hidup untuk Kecamatan Bunguran Barat dapat diestimasi menggunakan data hasil penjualan ikan hidup oleh agen tunggal (N) di Sedanau yang mensuply ikan ke Kapal Hongkong. Setiap kali Kapal Hongkong datang, agen tersebut memuat ikan sebanyak 6 ton. Pada musim teduh (banyak ikan karang) selama 3 bulan, kapal datang 2 kali sebulan, sehingga dalam sebulan jumlah ikan yang dimuat ke kapal adalah sebanyak 12 ton atau 36 ton per 3 bulan musim ikan. Pada musim sulit ikan, kapal datang sekali sebulan sehingga produksi selama 9 bulan adalah sebanyak 54 ton. Dalam setahun diperkirakan Kapal Hongkong membawa ikan hidup dari Kawasan Bunguran Barat atau produksi dalam setahun sebanyak 90 ton.

Page 132: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

110

Produksi ikan hidup untuk kawasan Pulau Tiga hanya dapat diestimasi menggunakan data hasil wawancara mendalam. Nelayan di kawasan Pulau Tiga menjual ikan hidup pada pedagang pengumpul yang selanjutnya dijual pada agen pengumpul tunggal yang ada di Sedanau. Berdasarkan informasi dari agen pengumpul, untuk kawasan Pulau Tiga ada 3 orang perwakilan, istilah untuk pedagang pengumpul, yang menjual ikan pada agen tunggal di Sedanau. Penjualan ikan karamba dari salah seorang pedagang pengumpul di Desa Tanjung Batang dilakukan 2 kali dalam setahun. Pada penjualan pertama dilakukan sebanyak 541 kg atau sekitar 1 ton lebih dalam setahun. Jika diperkirakan penjualan pada masing-masing pedagang pengumpul tidak jauh berbeda, maka total produksi ikan hidup dari kawasan Pulau Tiga adalah sekitar 3 ton per tahun.

Ikan Kerapu dan Sunu

Ikan karang, terutama kerapu dan sunu, merupakan hasil tangkapan nelayan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi jika dijual dalam keadaan hidup. Oleh karena itu, ikan kerapu dan sunu disebut juga dengan ikan hidup. Ikan ini ditangkap menggunakan alat tangkap pancing dan bubu. Musim ikan hidup terjadi pada musim timur yaitu bulan Juli sampai September.

Ikan hidup hasil tangkapan nelayan cukup banyak, diindikasikan dari seringnya kapal Hongkong datang ke sekitar kawasan ini. Kapal Hongkong datang 4 kali dalam sebulan menampung ikan hidup dari nelayan. Untuk memenuhi permintaan kapal Hongkong, kebanyakan nelayan menggunakan bius. Sejak adanya larangan penggunaan bius, produksi ikan hidup mengalami penurunan. Sekarang kapal Hongkong datang sekali dalam sebulan. Jenis ikan hidup yang biasanya

Ilustrasi 5.1 : Perkiraan produksi ikan hidup di Kecamatan Bunguran Barat Berdasarkan Penjualan ke Kapal Hongkong.

Musim teduh selama 3 bulan kapal datang 2 kali sebulan Sekali datang memuat 5-6 ton Penjualan selama musim teduh 6 ton x 2 = 12 ton per bulan Penjualan selama musim teduh 3 x 12 = 36 ton Di luar musim teduh selama 9 bulan, kapal datang 1 kali sebulan Sekali datang memuat 6 ton Penjualan diluar musim teduh 6 ton per bulan Penjualan selama musim sulit ikan 9 x 6 ton = 54 ton Produksi ikan hidup selama setahun 36 ton + 54 ton = 90 ton Sumber: Hasil wawancara mendalam

Page 133: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 111

dipasarkan adalah ikan napoleon, kerapu sunu (tongseng), kerapu merah (bun chai), kerapu cepak (ka kacai), kerapu bunga, kerapu gepeng, kerapu kuning. Ikan kerapu kuning susah dicari, garang dan cepat besar. Begitu juga dengan ikan napoleon susah dicari karena adanya eksploitasi besar-besaran dengan menggunakan bom dan bius.

Diantara ikan hidup, ikan kerapu dan sunu paling panyak ditangkap nelayan. Menurut salah seorang nelayang pancing, sekali kelaut didapat ikan sunu sebanyak 5 sampai 20 ekor. Ikan sunu termasuk ikan yang cepat besar (8 bulan), selama 2 bulan berat ikan naik 1 ons – 3 ons, kemudian dari 3 ons keatas pertambahan beratnya semakin cepat. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan banyak nelayan yang membesarkan ikan sunu sebelum dijual ke pedagang pengumpul. Akan tetapi, resiko kematian ikan sunu cukup tinggi, yaitu sekitar 40 persen, terutama pada musim utara, tetapi kalau sudah lama didarat (dikaramba) maka daya tahannya lebih tinggi.

Ikan kerapu dan sunu ditangkap nelayan dengan tujuan untuk dijual dalam keadaan hidup karena nilai jual ikan hidup lebih tinggi dari pada ikan sejenis yang sudah mati. Oleh karena itu, untuk menjaga ikan tetap hidup maka dilakukan penanganan pasca panen dengan pemeliharaan ikan di dalam karamba. Hampir semua nelayan ikan hidup memiliki karamba, minimal satu atau dua buah karamba yang berukuran kecil. Ikan hasil tangkapan nelayan yang masih berukuran kecil di besarkan lebih dulu di karamba sedang ikan yang berukuran besar langsung dijual ke pedagang pengumpul.

Selain mengumpulkan ikan dari nelayan, pedagang pengumpul juga melakukan pemeliharaan ikan di karamba yang berkuran lebih besar. Ikan yang dipeliharan dikaramba terdiri dari ikan yang dibeli dari nelayan yang dimasukkan dulu di keramba sebelum dijual, dan bibit ikan yang dibesarkan dikaramba selama 1 sampai 2 tahun. Bibit ikan dibeli dari Tarempa yang menjadi pusat penjualan bibit ikan. Harga bibit ikan kerapu adalah Rp. 60.000/kg dan ikan sunu Rp. 40.000/kg, terdiri dari 6-7 ekor. Sedang makanan ikan yaitu ikan tamban dan selayang dibeli dari nelayan bagan dengan harga Rp. 2.500/kg. Dengan demikian, produksi ikan dari pedagang pengumpul terdiri dari ikan hasil tangkapan nelayan dan ikan hasil karamba. Selanjutnya ikan ini dijual pada agen pengumpul di Sedanau.

Sulit untuk menentukan jumlah produksi ikan hidup di kawasan Pulau Tiga, terutama ikan hidup hasil tangkapan nelayan. Hal ini disebabkan; pertama, jumlah ikan hidup hasil tangkapan nelayan tidak menentu; kedua, untuk melihat penjualan ikan hidup dari nelayan agak sulit karena ada beberapa orang pedagang pengumpul yang membeli ikan hidup dari nelayan dan sebagian nelayan langsung menjual ikan ke agen pengumpul, seperti kebanyakan nelayan di Desa Sededap. Produksi

Page 134: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

112

ikan hidup dapat dilihat dari estimasi penjualan ikan ternak oleh pemilik karamba dan hasil tangkapan nelayan ikan hidup. Penjualan ikan ternak oleh salah seorang pedagang pengumpul di Desa Tanjung pada tahun 2005 adalah sebanyak 541 kg, terdiri dari: Napoleon (308 kg), Kerapu (3 kg), Tiger (200 kg), Tongseng (20 kg) dan Cepak (10 kg. Dalam setahun dilakukan 2 kali penjualan. Jika diasumsikan jumlah ikan yang dijual sama maka produksi ikan hidup hasil karamba selama setahun adalah sebanyak 1.082 kg. Produksi ikan hidup yang sebenarnya lebih besar karena; pertama, jumlah karamba di Kawasan Pulau Tiga cukup banyak baik yang berukuran besar, sedang dan kecil; kedua, sebagian nelayan langsung menjual pada agen.

Produksi ikan hidup hasil tangkapan nelayan dapat dilihat dari estimasi hasil tangkapan nelayan pancing dan bubu. Produksi ikan hidup nelayan pancing dapat diestimasi berdasarkan: (1) hasil tangkapan nelayan pancing yang mayoritas adalah pulang hari dan (2) hasil tangkapan sekelompok nelayan yang dikoordinir oleh seorang ‘bos’, yang hanya ada satu kelompok di Desa Pulau Tiga, dengan wilayah tangkap di kawasan Pulau Panjang. Berdasarkan wawancara dengan nelayan pancing yang menangkap ikan hidup, ikan kerapu dan sunu yang diperoleh dalam sekali melaut dengan pompong adalah sekitar 20 ekor. Jika rata-rata satu ekor mempunyai berat 0,5 kg maka produksi ikan kerapu dan sunu dalam sekali melaut adalah 10 kg. Kemudian berdasarkan informasi dari nelayan yang dikoordinir oleh seorang ‘bos’, hasil tangkapan ikan hidup dalam seminggu adalah sebanyak 100 kg. Dengan demikian, produksi hasil tangkapan dalam sebulan (sekali melaut) rata-rata 400 kg ikan hidup (lihat Ilustrasi 5.2).

Selain pancing, ikan hidup hasil tangkapan nelayan diperoleh dengan menggunakan bubu. Berdasarkan informasi dari nelayan bubu, dalam sekali angkat bubu rata-rata ikan yang diperoleh sebanyak 2 kg. Ikan yang masih kecil dibesarkan di dalam keramba sedang yang sudah besar langsung dijual. Pengambilan ikan dilakukan 6 hari dalam seminggu selama 6 bulan (bulan Mei sampai November). Dengan demikian, produksi ikan hidup dari bubu dalam setahun adalah sebanyak 288 kg.

Page 135: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 113

Biaya sekali melaut tergantung pada jauh dekatnya wilayah tangkap. Untuk wilayah tangkap di sekitar kawasan Pulau Tiga, biaya yang dikeluarkan relatif tidak besar karena dekat dengan pulau dan tidak menginap atau pulang hari. Dalam satu armada kapal motor berkekuatan mesin 15-24 PK biasanya jumlah nelayan sebanyak 2-3 orang. Biaya untuk sekali melaut di sekitar kawasan Pulau Tiga berangkat jam 7 pagi pulang jam 2 sore sekitar Rp. 75.000. Perincian biaya melaut ikan hidup dapat dilihat pada ilustrasi 5.3.

Kemudian untuk wilayah tangkap yang lebih jauh seperti ke Semapi, Timau (Midai) sekitar 6 jam dari desa, biaya yang dikeluarkan lebih

Ilustrasi 5.3. Biaya melaut ikan hidup BBM Rp. 50.000 Ransum (gula, kopi dll) Rp. 15.000 Mata Pancing Rp. 5.000 Tali Rp. 5.000

Total Biaya Rp. 75.000 Sumber: Hasil wawancara mendalam

Ilustrasi 5.2: Perkiraan produksi ikan hidup hasil tangkapan nelayan kawasan Pulau Tiga Produksi ikan hidup nelayan pancing: (1) Produksi dalam seminggu sekitar 100 kg, sehingga: Produksi dalam sebulan 4 x 100 kg = 400 kg (2) Produksi sekali melaut (per pompong) rata-rata 20 ekor ikan sunu dan kerapu atau sekitar 10 kg Dalam sebulan melaut sebanyak 12 kali Produksi sebulan adalah 10 x 12 = 120 kg per pompong Jumlah pompong 5 GT keatas sebanyak 146 buah, maka Produksi sebulan 120 kg x 146 = 17.520 kg Produksi ikan hidup nelayan pancing = 400 kg + 17.520 kg = 18.320 kg per bulan Produksi ikan hidup nelayan bubu: Rata-rata produksi ikan sekali angkat dari 13 bubu adalah 2 kg Pengambilan ikan 6 hari dalam seminggu atau 24 hari dalam sebulan, maka Produksi dalam sebulan 24 x 2 = 48 kg Dalam setahun penangkapan ikan dilakukan selama 6 bulan, maka Produksi dalam setahun 48 x 6 = 288 kg Jumlah nelayan bubu di Kawasan Pulau Tiga sekitar 70 orang maka, Produksi ikan hidup nelayan bubu adalah 70 x 288 kg = 20.160 kg per tahun Sumber: Hasil wawancara mendalam

Page 136: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

114

besar karena sekali melaut sampai berhari-hari. Dalam satu armada biasanya dikoordinir oleh seorang ‘bos’ yang mengeluarkan semua biaya melaut. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang ‘bos’ yang mengkoordinir 8 buah pompong yang biasa pergi melaut ke Pulau Panjang, total biaya sekali melaut 8 pompong sebesar Rp. 6,8 juta.

Nelayan juga menangkap ikan hidup menggunakan alat tangkap kelong yang terbuat dari bambu yang ditancapkan di atas karang dengan kedalaman ± 2m. Pada bagian ujung terdapat perangkap, sehingga ikan tidak dapat keluar. Pada musim utara, air pasang pada sore sampai malam hari, sehingga banyak ikan masuk ke dalam kelong. Pada musim selatan, air pasang pada siang hari, sehingga ikan tidak banyak yang masuk kelong. Hasil dari kelong diambil setiap hari pada pagi hari. Pada musim banyak ikan (Oktober-Desember), hasil kelong bisa mencapai ratusan kilogram per hari. Sedang pada musim sedikit ikan rata-rata ikan yang diperoleh sebanyak 20 kg per hari. Jenis ikan yang diperoleh dari kelong adalah ikan manyu, ikan ketambak, ilak, cumi dan gurita. Biasanya ikan dijual dalam bentuk ikatan yang terdiri dari beberapa jenis ikan. Satu ikat ikan beratnya sekitar 2 kg dijual seharga Rp. 5.000.

Produksi ikan hidup juga dihasilkan dari bubu, khususnya dilakukan pada musim teduh bulan Mei sampai Oktober/November. Biasanya pada bulan April nelayan mulai membuat bubu yang akan ditanamkan di karang. Sekali memasang bubu sebanyak 13 buah, diletakkan dibeberapa lokasi yang berbeda. Pengambilan ikan di dalam bubu dilakukan setiap hari, setelah ikan diambil bubu diletakkan kembali atau dapat dipindahkan ke tempat lain yang banyak terdapat ikan. Dalam sekali angkat (13 bubu), ikan yang diperoleh berkisar 1 – 3 kg. Jenis ikan yang diperoleh antara lain: ikan kerapu, napoleon, sunu, ikan hijau dan lingkis. Ikan lingkis, belais dan ikan hijau biasanya digunakan untuk makanan ikan ternak. Dalam memaksimalkan pendapatan, ikan karang yang berukuran kecil tidak langsung dijual tetapi dibesarkan dulu di karamba. Sedang ikan karang berukuran besar langsung dijual pada pedagang pengumpul.

5.1.2. Produksi Ikan Mati

Selain ikan hidup, jenis ikan mati seperti ikan tongkol, kakap, tenggiri dan sebagainya, banyak ditangkap nelayan kawasan Pulau Tiga. Jenis ikan mati yang banyak ditangkap nelayan adalah ikan tongkol. Jumlah produksi ikan mati di Kawasan Pulau Tiga tidak tercatat pada monografi desa, di kantor kecamatan maupun di Kantor Dinas Perikanan. Oleh karena itu, produksi ikan mati hanya dapat diestimasi menggunakan data hasil wawancara mendalam dengan beberapa narasumber. Estimasi produksi ikan mati di Kawasan Pulau Tiga menggunakan jumlah produksi ikan pada 3 sumber, yaitu Kapal Kalimantan dan Pabrik Es dan

Page 137: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 115

Kapal Tanjung Balai Karimun. Kapal Kalimantan dan Pabrik Es adalah pedagang pengumpul ikan mati di Kawasan Pulau Tiga, sedang Kapal Tanjung Balai Karimun adalah kapal nelayan yang menangkap ikan mati di sekitar kawasan (sekitar 4 mil dari pantai).

Jumlah produksi pada masing-masing sumber didasarkan pada perhitungan sebagai berikut:

1. Kapal Kalimantan membeli ikan dari nelayan kawasan Pulau Tiga 2 kali dalam sebulan. Pada musim ikan produksi sekali melaut sebanyak 7-9 ton atau 14 – 18 ton/bulan selama 2 bulan. Pada musim sulit ikan, sekali angkut sebanyak 3 ton atau 6 ton/bulan.

2. Dari pabrik es (yang juga berperan sebagai pedagang pengumpul ikan) dapat diketahui bahwa hasil produksi sebanyak 40 ton per hari selama musim ikan. Pada musim ikan, pabrik es menjual 8-10 ton per kali angkut ke Tanjung Pinang. Dalam 1 bulan diangkut 4 kali sehingga dalam sebulan diangkut 32-40 ton. Pada musim sulit ikan dalam 3 bulan pabrik es mengangkut ikan sebanyak 40 ton sehingga dalam satu bulan ikan yang diangkut ke Tanjung Pinang adalah 13 ton.

3. Produksi Kapal Tanjung Balai Karimun dihitung dari 50 kapal yang beroperasi di kawasan ini. Sekali bongkar 1 kapal sebanyak 1 ton untuk 50 kapal adalah 50 ton. Dalam sebulan dilakukan 2 kali bongkar, sehingga produksi dalam sebulan adalah 100 ton. Kapal hanya berproduksi selama 9 bulan sehingga produksi dalam setahun adalah 900 ton.

Berdasarkan estimasi produksi dari 3 sumber di atas, produksi ikan mati di kawasan Pulau Tiga berkisar antara 1.178 sampai 1.206 ton per tahun (tabel 5.2). Ikan tongkol merupakan hasil tangkapan utama nelayan ikan mati di Kawasan Pulau Tiga disamping jenis ikan mati lainnya. Penangkapan ikan tongkol dilakukan sepanjang tahun. Pada musim banyak ikan, yaitu musim ikan tongkol (musim utara) selama 2 bulan, produksi ikan tangkapan nelayan cukup besar dibandingkan pada saat diluar musim ikan tongkol. Rata-rata produksi ikan mati pada musim banyak ikan adalah 3 kali lipat dibanding produksi diluar musim banyak ikan. Penjualan ikan mati pada Pabrik Es selama musim banyak ikan (tongkol) adalah 40 ton per bulan, sedangkan diluar musim ikan penjualan ikan hanya sekitar 13 ton per bulan, yaitu sepertiga dari penjualan pada musim banyak ikan. Begitu juga penjualan ikan mati pada Kapal Kalimantan sebanyak 14-18 ton per bulan pada musim banyak ikan yaitu 3 kali lipat dibandingkan penjualan pada musim sulit ikan sebanyak 6 ton per bulan.

Page 138: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

116

Tabel 5.2

Perkiraan produksi ikan mati di Kawasan Pulau Tiga Produksi Uraian

Musim banyak ikan (selama 2

bulan)

Sulit ikan (selama 10

bulan)

Total

Kapal Kalimantan 14 – 18 ton/bln 6 ton/bln 68-96 ton/th

Pabrik Es 40 ton/bln 13 ton/bln 210 ton/th

Kapal Tj Balai Karimun

- - 900 ton/th

Total Produksi - - 1.178 – 1.206 ton/th

Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan narasumber di Kawasan Pulau Tiga, 2005.

Jika dibandingkan sekitar tahun 1990-an, sumber daya laut yang ada sekarang ini sudah berkurang. Hal ini dapat diketahui dari jumlah hasil tangkapan nelayan yang semakin berkurang dan wilayah tangkap nelayan yang semakin jauh kelaut untuk mendapatkan ikan. Menurut informasi dari nelayan, dulu wilayah tangkap nelayan lebih dekat ke pantai bahkan disekitar pantai terdapat banyak ikan, tetapi sekarang untuk mendapatkan ikan nelayan harus menangkap ikan ke tempat yang agak jauh ke tengah laut (4 mil dari pantai). Berkurangnya jumlah sumber daya laut, khususnya jenis ikan, menurut beberapa informan disebabkan oleh adanya aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom, yang mulai dilakukan sejak tahun 1970-an dan bius tahun 1990-an. Rusaknya batu karang yang merupakan tempat ikan oleh kegiatan pembiusan dan pengeboman ikan menyebabkan ikan yang hidup disekitar karang juga semakin berkurang.

Penangkapan ikan oleh nelayan mengalami peningkatan pada tahun 1990-an yaitu sejak hasil tangkapan nelayan memiliki nilai ekonomis tinggi. Sebelumnya ikan hasil tangkapan nelayan hanya digunakan untuk kebutuhan makan sendiri atau dijual antar pulau. Kemudian dengan masuknya Kapal Hongkong membeli ikan hidup, dan Kapal Kalimantan yang membeli ikan mati maka aktifitas penangkapan ikan semakin meningkat, terutama ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Besarnya produksi ikan hidup tangkapan nelayan menyebabkan Kapal Hongkong datang empat kali dalam sebulan di kota kecamatan Sedanau. Kapal Kalimantan datang 2 kali dalam sebulan membeli ikan mati dari nelayan untuk dijual ke Kalimantan Barat (Singkawang).

Page 139: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 117

Namun masyarakat nelayan biasanya lebih mengenal musim berdasarkan kecepatan angin yaitu musim angin kencang (Musim Barat) dan musim teduh (Musim Timur). Pada musim angin kencang, wilayah tangkap nelayan di Kawasan Pulau Tiga yang mayoritas adalah nelayan pancing, hanya disekitar pantai. Pada bulan Desember yaitu puncaknya angin kencang, banyak nelayan yang tidak kelaut karena sangat beresiko untuk keselamatan. Kemudian pada musim teduh tidak ada angin dan laut kelihatan tenang, hampir semua nelayan turun ke laut. Musim teduh merupakan musim ikan karang sehingga aktivitas penangkapan ikan karang cukup tinggi. Biasanya memasuki musim teduh, persiapan untuk menangkap ikan karang mulai dilakukan, seperti pembuatan bubu, alat untuk menangkap ikan karang. Alat ini dibuat sekali dalam setahun dan digunakan selama musim ikan karang dalam setahun.

Jumlah produksi ikan hasil tangkapan nelayan berbeda menurut musim. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 100 orang nelayan, pada musim banyak ikan rata-rata hasil produksi ikan tangkapan nelayan adalah sebanyak 57 kg per per nelayan. Kemudian pada musim sulit ikan rata-rata produksi ikan hasil tangkapan nelayan adalah sebesar 30 kg per nelayan. Hasil survei ini tidak jauh berbeda dengan jumlah hasil tangkapan nelayan berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Berdasarkan informasi dari nelayan pancing, diluar musim banyak ikan, rata-rata hasil yang diperoleh sekali melaut adalah 40 kg per pompong. Sedang pada musim banyak ikan produksi ikan sehari mencapai 2 ton/pompong.

Produksi tangkapan ikan oleh nelayan juga ditentukan oleh jenis alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan nelayan Pulau Tiga masih tergolong tradisional seperti pancing rawai, pancing ulur, bagan, bubu, kelong dan cedok bilis. Mayoritas nelayan di Kawasan Pulau Tiga (sekitar 80%) menggunakan alat tangkap pancing. Mereka memancing menggunaka armada kapal motor (pompong) berkekuatan 5 – 30 GT. Tidak semua nelayan pancing memiliki pompong. Mereka yang tidak memiliki pompong biasanya ikut pompong orang lain dengan sistim pembagian hasil yaitu pompong 1 bagian dan tenaga kerja 1 bagian. Satu armada pompong biasanya terdiri dari 3 atau 4 orang. Pola melaut sebagian besar nelayan adalah pulang hari. Dalam seminggu pergi melaut rata-rata sebanyak 3 kali.

Disamping itu, sebagian kecil nelayan Pulau Tiga menggunakan bagan. Biaya pembuatan bagan relative mahal sehingga tidak semua nelayan mampu membuatnya12. Di Kawasan Pulau Tiga jumlah bagan sebanyak

12 Berdasarkan informasi dari nelayan bagan, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 40 juta untuk membangun satu bagan, yang terdiri dari kayu sebanyak 5 ton (1 ton = Rp. 800.000), mesin dengan dynamo 50 Kw serta jaring untuk sepanjang 15 m2 dan kedalam 6 meter.

Page 140: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

118

5 buah, yaitu 2 buah di Pulau Tiga dan 3 buah di Desa Sabang Mawang. Hasil yang diperoleh dari bagan lebih banyak jika dibandingkan dengan pancing. Menurut salah seorang pemilik bagan, hasil satu bagan sama dengan hasil memancing dengan menggunakan 4 sampai 5 buah pompong. Hasil bagan diambil menggunakan jaring yang diangkat berkali-kali setiap malam, kecuali pada bulan purnama, selama seminggu dalam sebulan tepatnya pada hari ke 12 sampai 19 pananggalan bulan, nelayan bagan istirahat dan tidak melaut. Berdasarkan informasi dari salah seorang pemilik bagan, hasil yang diperoleh setiap kali angkat berkisar 300 kg sampai 2 ton. Pada musim banyak ikan bulan Agustus sampai Desember (musim barat masuk musim utara), ikan yang diperoleh bisa mencapai 2-3 ton sekali angkat. Jenis ikan yang diperoleh dari bagan adalah ikan selayang, tamban, cumi, udang, tongkol dan bilis. Perolehan ikan tamban dan selayang lebih banyak dibanding ikan tongkol dan bilis, sedang perolehan cumi tergantung pada musim cumi. Pada musim cumi (musim selatan) bisa mencapai lebih dari 100 kg cumi, sedang pada hari biasa hanya 10 kg saja.

Ikan Tongkol dan Tamban

Ikan tongkol merupakan hasil utama nelayan di Kawasan Pulau Tiga. Penangkapan ikan tongkol dilakukan sepanjang tahun walaupun pada bulan-bulan tertentu hasil tongkol sedikit. Musim ikan tongkol terjadi adalah bulan November sampai bulan Maret (musim utara). Pada musim ini angin bertiup kencang (musim angin kencang) sehingga penangkapan ikan tongkol dilakukan disekitar kawasan pulau. Untuk memaksimalkan perolehan hasil, biasanya kalau tongkol tidak ada maka mereka beralih menangkap ikan hidup dengan jenis mata pancing dan umpan yang berbeda.

Kegiatan melaut nelayan tongkol adalah pulang hari, berangkat jam 4 subuh, pulang jam 8 atau 9 malam, kecuali pada hari Jum’at nelayan tidak melaut. Sementara nelayan bermalam, biasanya satu malam dua hari, untuk mengirit minyak maka kegiatan menangkap tongkol dilakukan siang hari, sedang malam hari lampu dimatikan dan nelayan menangkap ikan pakai jaring atau menangkap ikan lainnya dengan mata pancing yang berbeda. Penangkapan ikan menggunakan jaring pukat tirai dilakukan oleh nelayan di Desa Sededap. Ikan yang didapat adalah ikan tongkol, tenggiri dan manyu. Dengan demikian, hasil tangkapan ikan nelayan tongkol dalam sekali melaut terdiri dari bermacam jenis ikan baik ikan mati maupun ikan hidup. Hal ini menyebabkan sulit memperkirakan dengan pasti jumlah produksi tongkol dalam sekali melaut.

Page 141: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 119

Hasil tangkapan nelayan dalam sekali melaut besarnya tidak menentu. Berdasarkan informasi nelayan tongkol, rata-rata hasil tangkapan sekali melaut adalah sebanyak 40 kg per pompong. Pada musim banyak ikan, nelayan bisa mendapat 100 kg sekali melaut per pompong. Rata-rata nelayan pergi ‘nongkol’ 3 hari dalam seminggu atau 12 kali dalam sebulan. Dalam sekali melaut, hasil tangkapan nelayan terdiri dari berbagai macam jenis ikan, tetapi ikan tongkol adalah hasil yang paling banyak diperoleh, diperkirakan sekitar 75 persen dari seluruh hasil tangkapan nelayan, diikuti ikan kresi bali (ikan anggoli) dan jenis ikan lainnya. Untuk memperkirakan produksi ikan tongkol hasil tangkapan nelayan dalam sebulan dapat dilihat pada ilustrasi 5.4:

Biaya yang dikeluarkan sekali melaut tergantung pada pola melaut. Untuk melaut pulang hari, biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan pergi melaut selama berhari-hari. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya bahan bakar, alat pancing dan ransom. Sekali melaut armada pompong dengan 2 orang nelayan pulang hari membutuhkan biaya sekitar Rp. 120.000. Perincian biaya melaut dan besarnya dapat dilihat pada ilustrasi 5.5.

Ilustrasi 5.5. Biaya sekali melaut Bahan baker solar 30 liter Rp. 75.000 Tali rapia Rp. 5.000 Rokok Rp. 12.000 Makan Rp. 10.000 Total Biaya Rp. 120.000

Sumber: Hasil wawancara mendalam

Ilustrasi 5.4. Perkiraan produksi ikan tongkol di Kawasan Pulau Tiga Ikan hasil tangkapan sekali melaut rata-rata = 40 kg per pompong Dalam seminggu pergi melaut sebanyak 3 kali dan sebulan 12 kali melaut. Produksi hasil tangkapan nelayan dalam sebulan 40 kg x 12 = 480 kg per pompong Jumlah pompong berkekuatan mesin 5 GT keatas di Kawasan Pulau Tiga = 146 buah Produksi hasil tangkapan nelayan dalam sebulan adalah 480 kg x 146 = 70.080 kg Ikan tongkol yang diperoleh diperkirakan sebanyak 75 persen dari seluruh hasil tangkapan nelayan, maka: Produksi ikan tongkol adalah 75 % x 70.080 kg = 52.560 kg per bulan Sumber: Hasil wawancara mendalam

Page 142: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

120

Biaya paling besar adalah untuk bahan bakar. Bagi sebagian nelayan, kebutuhan biaya melaut diperoleh dari meminjam pada pedagang pengumpul, terutama untuk biaya bahan bakar. Pembayaran dilakukan setelah pulang melaut dari hasil penjualan ikan yang diperoleh. Besarnya pendapatan sekali melaut ditentukan banyaknya ikan yang ditangkap. Setelah dikeluarkan biaya melaut, pembagian hasil dilakukan sebagai berikut: pompong 1 bagian dan masing-masing nelayan mendapat 1 bagian. Dalam hal ini, nelayan pemilik pompong mendapat 2 bagian, yaitu 1 bagian dari pompong dan 1 bagian sebagai tenaga kerja.

Ikan tamban merupakan hasil tangkapan nelayan Kawasan Pulau Tiga yang cukup penting karena ikan ini digunakan sebagai makanan ikan ternak dalam karamba. Jumlah karamba di Kawasan Pulau Tiga cukup banyak, baik yang berukuran besar, sedang maupun kecil. Hampir semua nelayan ikan hidup memiliki karamba. Oleh karena itu, kebutuhan ikan tamban untuk makanan ikan di karamba di Kawasan Pulau Tiga cukup besar.

Ikan tamban merupakan hasil dari bagan. Disamping ikan tamban, ikan yang diperoleh dari bagan terdiri dari beberapa jenis ikan,seperti ikan laying, cumi dan sebagainya, namun ikan tamban merupakan hasil utama dari bagan. Meskipun jumlah bagan di Kawasan Pulau Tiga relatif sedikit hanya 5 buah, tetapi produksi ikan tamban dari bagan cukup besar. Hal ini disebabkan produksi ikan dari bagan adalah bersifat harian dimana ikan dapat ditangkap setiap hari dan dalam sehari (atau semalam) ikan diangkat dari jaring beberapa kali. Biasanya jaring diangkat 3 kali dalam semalam, yaitu jam 9 malam, jam 12 malam dan jam 4 pagi. Pada bulan purnama selama seminggu nelayan tidak menangkap ikan tamban. Dengan demikian, dalam sebulan aktifitas penangkapan ikan tamban dilakukan sebanyak 20 hari. Produksi ikan tamban banyak pada musim barat masuk musim utara bulan Agustus sampai Desember.

Produksi ikan tamban di kawasan ini cukup besar untuk memenuhi permintaan makanan ikan di karamba yang ada di Kawasan Pulau Tiga. Dalam satu malam rata-rata sebanyak 600 kg sekali angkat. Pada bulan Agustus sampai Desember bisa mencapai 2 ton sekali angkat. Jenis ikan yang dihasilkan dari bagan terdiri dari bermacam jenis ikan, seperti ikan tamban, ikan laying, cumi dan sebagainya. Diantara ikan tersebut ikan tamban paling banyak diperoleh, diperkirakan sekitar 70 persen dari seluruh hasil bagan. Besarnya produksi ikan tamban di Kawasan Pulau Tiga dapat dilihat pada ilustrasi 5.6.

Page 143: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 121

Biaya yang dikeluarkan dalam semalam terdiri dari biaya bahan bakar solar, oli, lampu petromak dan dinamo. Minimal biaya yang dikeluarkan dalam semalam adalah Rp. 80.000. Perincian biaya melaut dan besarnya dapat dilihat pada ilustrasi 5.7.

Pendapatan sekali melaut ditentukan banyaknya ikan yang ditangkap. Setelah dikeluarkan biaya melaut, hasil yang diperoleh dibagi untuk bagan, pompong dan tenaga kerja. Pembagian hasil dilakukan sebagai berikut: pompong 1 bagian, bagan 2 bagian dan tenaga kerja masing-masing mendapat 1 bagian. Tenaga kerja yang digunakan pada bagan paling sedikit berjumlah 4-5 orang.

Ikan kecil, seperti ikan tamban, selayang biasanya digunakan untuk makanan ikan di karamba. Permintaan ikan untuk makanan ternak cukup tinggi karena jumlah karamba di kawasan ini cukup banyak. Oleh karena itu, salah satu tujuan nelayan membuat bagan adalah untuk mendapatkan ikan kecil sebagai makanan ikan di keramba sendiri

Ilustrasi 5.6. Perkiraan produksi ikan tamban di Kawasan Pulau Tiga Hasil tangkapan ikan sekali angkat jaring rata-rata sebanyak 600 kg per bagan Dalam semalam 3 kali angkat jaring, maka: Produksi semalam 600 kg x 3 = 1800 kg per bagan Dalam sebulan penangkapan sebanyak 20 hari (malam), maka Produksi ikan dalam sebulan = 1.800 kg x 20 = 36.000 kg atau 36 ton per bagan Ikan tamban diperkirakan sebanyak 70 persen dari seluruh hasil tangkapan, maka: Produksi ikan tamban dalam sebulan adalah 70% x 36.000 kg = 25.200 kg per bagan Jumlah bagan di Kawasan Pulau Tiga sebanyak 5 buah, maka Produksi ikan tamban di Kawasan Pulau Tiga adalah 25.200 kg x 5 = 126.000 kg atau 126 ton per bulan Sumber: Hasil wawancara mendalam

Ilustrasi 5.7. Biaya menangkap ikan di bagan dalam semalam

minyak 20-25 liter Rp. 60.000 oli 3 botol Rp. 10.000 lampu Rp. 10.000

Total biaya Rp. 80.000 Sumber: Hasil wawancara mendalam

Page 144: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

122

maupun untuk dijual pada pemilik karamba lainnya yang ada di sekitar kawasan.

5.1.3. Ikan Bilis

Ikan bilis, sejenis ikan teri, khusus ditangkap oleh nelayan di Dusun Sepasir, Desa Pulau Tiga. Hampir semua nelayan di dusun ini adalah nelayan ikan bilis. Musim ikan bilis berlangsung antara bulan Maret sampai Juli/Agustus mulai tanggal 6 sampai 18 pada sistim penanggalan bulan. Pada musim ikan bilis biasanya nelayan menangkap ikan setiap malam, mulai jam 7 malam sampai jam 4-5 pagi. Pada saat tidak banyak ikan maka penangkapan lebih cepat selesai.

Lokasi penangkapan bilis berada di pinggir pantai di sekitar desa. Kondisi pantai disekitar desa yang landai dan berpasir menyebabkan banyak terdapat ikan bilis dan penangkapannya lebih mudah. Dengan menggunakan sampan dan cahaya lampu, ikan bilis digiring ke pinggir pantai, setelah sampai dipinggir ikan ditangkap dengan menggunakan alat tangkap ‘cedok bilis’.

Penangkapan ikan bilis dilakukan secara beregu. Satu regu terdiri dari 8 perahu tanpa motor atau sampan, dengan jumlah nelayan sebanyak 16 orang, yaitu 2 orang per sampan. Sistim kerja nelayan ikan bilis dibagi dua yaitu 3 sampan menunggu di pinggir pantai dan 5 perahu pergi kelaut (0,5 km dari pantai) mencari ikan bilis kemudian digiring ke pantai. Dulunya 1 regu terdiri dari 20 sampan, tetapi sekarang hanya 8 sampan per regu. Berkurangnya jumlah armada tangkap ini sebagai akibat dari terbatasnya persediaan bahan bakar minyak. Terbatasnya minyak menjadi kendala bagi nelayan dalam aktifitasnya menangkap ikan. Selama ini bahan bakar minyak di Kawasan Pulau Tiga dibatasi dimana jatah bahan bakar minyak untuk Desa Pulau Tiga adalah 5 ton per bulan dan setiap keluarga mendapat jatah membeli bahan bakar minyak sebanyak 5-10 liter. Bahan bakar sebanyak ini hanya cukup untuk 3-4 hari.

Produksi bilis hasil tangkapan nelayan setiap malam bervariasi. Pada musim banyak ikan, terutama pada hari ke 6 sampai 18 bisa mandapat 30 kaleng13 atau 720 kg dalam semalam. Sedang pada sulit ikan hanya mendapat 48 kg ikan bilis. Dalam sebulan, 1 regu bisa mendapatkan hasil tangkapan bilis sebanyak 3 ton bilis basah atau 500 kg bilis kering.

13 Hasil tangkapan ikan bilis biasanya dihitung menggunakan satuan ‘kaleng’. 1 kaleng = 16 rantang, 1 rantang = 1,5 kg bilis basah 4 rantang = 1 kg bilis kering

Page 145: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 123

Pembagian hasil dilakukan pada masing-masing sampan dengan sistim bagi hasil sebagai berikut: Lampu, termasuk minyak (2 bagian), sampan (1 bagian) dan pekerja (1 bagian). Sebagai contoh, kalau ada 8 sampan maka hasil tangkapan dibagi rata 8 untuk masing-masing sampan. Kemudian pada masing-masing sampan dengan 2 orang pekerja, hasil tersebut dibagi 5 yaitu 2 bagian untuk lampu dan bahan bakar minyak, 1 bagian untuk sampan dan 2 bagian untuk 2 orang pekerja masing-masing dapat 1 bagian.

Biaya yang dikeluarkan dalam menangkap ikan bilis adalah biaya bahan bakar minyak dan lampu. Biaya untuk bahan bakar minyak paling besar yang harus dikeluarkan oleh nelayan bilis. Untuk satu sampan diperlukan 4 botol bahan bakar minyak untuk 2 buah lampu. Minyak sebanyak 4 botol atau sekitar 3,5 liter seharga Rp. 6.000. Biaya ini relative tidak besar namun karena persediaan minyak sangat terbatas, jatah 10 liter setiap keluarga, cukup untuk 3 malam maka bahan bakar minyak menjadi kendala bagi nelayan dalam menangkap ikan bilis.

5.1.4. Biota dan Hasil Laut Lainnya

Selain berbagai jenis ikan, wilayah perairan Pulau Tiga sangat cocok untuk pembudidayaan rumput laut. Budidaya rumput laut pernah dilakukan beberapa tahun yang lalu dan hasilnya adalah rumput laut yang berkualitas tinggi. Namun sulitnya pemasaran rumput laut menyebabkan kegiatan budidaya rumput laut tidak berlanjut sampai sekarang. Begitu juga dengan teripang, pada tahun 2003 pernah diolah nelayan di Tanjung Kumbik menjadi agar-agar dan hasilnya cukup bagus, namun kegiatan pengolahan teripang ini berhenti karena sulitnya pemasaran.

Sumber daya laut lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah batu karang dan pasir laut. Pengambilan pasir dan batu karang di Kawasan Pulau Tiga dilakukan sejak 10 tahun lalu untuk memenuhi kebutuhan bahan pembuatan rumah dan fasilitas umum lain, seperti jalan, sekolah dan mesjid. Batu karang dan pasir diambil disekitar Pulau Setahi dan sekitar pantai Selat Lampa. Permintaan karang dan pasir tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Pulau Tiga, tetapi juga untuk memenuhi permintaan dari luar kawasan Pulau Tiga, seperti untuk pembangunan pelabuhan Selat Lampa di Ranai. Pada saat ini permintaan pasir sudah mulai berkurang hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan rumah oleh masyarakat setempat. Hal ini berpengaruh pada harga pasir, sebelumnya harga pasir bisa mencapai Rp. 60.000,- per m3, dan sekarang hanya Rp. 30.000,- per m3. Sekali ambil pasir adalah sebanyak 5 m3 atau sebanyak 1 pompong.

Page 146: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

124

Batu karang diambil disekitar kawasan Pulau Tiga sampai ke sekitar Selat Lampa. Batu karang yang diambil adalah karang mati tetapi sekarang karang hidup juga mulai diambil karena karang mati sudah mulai berkurang. Karang mati lebih disukai oleh pengambil karang karena lebih mudah diambil dari pada karang hidup. Karang hidup diambil dengan cara mencongkel dan memisahkannya dari karang hidup lain. Menurut salah seorang pengambil karang, di Kawasan Pulau Tiga sudah tidak ada lagi karang mati karena sudah habis untuk pembangunan jalan dan fondasi rumah masyarakat. Sebagai gambaran, batu karang yang telah diambil untuk memenuhi kebutuhan pembangunan jalan di Dusun Tanjung Batang adalah sebanyak 500 m3. Sedang untuk fondasi rumah dengan kedalaman 2 meter dan lebar 1 meter dibutuhkan 2 m3 batu karang.

5.2. Pengolahan Sumber Daya Laut

Pemanfaatan hasil tangkapan oleh nelayan di Pulau Tiga digunakan untuk konsumsi sendiri, dijual dan diolah. Hampir semua jenis sumber daya laut dikonsumsi masyarakat (seperti: ikan tongkol, krisi bali, kakap, cumi, udang, ikan pari dan lola) kecuali jenis ikan karang (kerapu, napoleon). Ikan karang jarang dikonsumsi masyarakat karena nilai ekonomisnya sangat tinggi, bahkan ikan karang mati juga dijual. Biasanya ikan yang dikonsumsi adalah ikan yang tidak memenuhi standar untuk dijual atau bagian ikan yang diperuntukkan untuk makanan ikan di karamba, seperti badan ikan layang dimakan dan kepalanya digunakan untuk makan ikan ternak.

Pada umumnya nelayan Pulau Tiga menangkap ikan untuk dijual sebagai sumber pendapatan. Penjualan ikan di Pulau Tiga mulai dilakukan sejak tahun 1990-an setelah adanya permintaan ikan hidup oleh Kapal Hongkong dan ikan mati oleh Kapal Kalimantan. Jenis ikan karang, seperti ikan kerapu dan sunu yang memiliki harga tinggi, dijual pada pedagang pengumpul atau pemilik karamba. Sementara ikan mati, seperti ikan tongkol, ikan krisi bali, kakap, udang, cumi dan sebagainya, sebagian dijual langsung pada masyarakat dan sebagian lagi dijual pada pedagang pengumpul.

Kebutuhan ikan oleh masyarakat Pulau Tiga cukup tinggi, hampir setiap hari masyarakat mengkonsumsi ikan disamping sayur dan lauk lainnya. Konsumsi ikan masyarakat di Pulau Tiga selama ini dapat dipenuhi dari hasil tangkapan nelayan setempat. Berdasarkan hasil survei, rata-rata pengeluaran rumah tangga dalam sebulan untuk kebutuhan lauk pauk (ikan) adalah sebesar Rp. 118.640. Separoh dari responden mengeluarkan uang untuk kebutuhan lauk pauk sebesar kurang dari Rp 100.000. Pengeluaran untuk lauk pauk oleh sebagian besar masyarakat relative kecil disebabkan mayoritas rumah tangga di Kawasan Pulau

Page 147: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 125

Tiga adalah rumah tangga nelayan dimana kebutuhan lauk dapat diambil dari hasil tangkapan sendiri.

Sebagian besar hasil tangkapan nelayan seperti jenis ikan, udang, cumi dan sebagainya langsung dijual baik dalam keadaan hidup maupun mati/segar. Ikan karang yang dijual dalam keadaan hidup memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Untuk memaksimalkan hasil penjualan, biasanya ikan karang seperti kerapu dan napoleon yang masih berukuran kecil dibesarkan dulu di karamba sebelum dijual. Hanya sebagian kecil ikan, terutama jenis tertentu yang diolah. Pengolahan ikan dilakukan menjadi makanan, seperti kerupuk ikan dan ikan asin. Penanganan pasca panen ini dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah ikan tersebut.

5.2.1. Ikan Asin

Pembuatan ikan asin merupakan salah satu pengolahan ikan sebelum dijual. Biasanya ikan yang diasinkan merupakan sisa ikan yang tidak terjual seperti ikan tongkol, ikan tenggiri dan ikan belanak. Selain sisa ikan, pengasinan ikan bilis dilakukan untuk meningkatkan nilai jual ikan tersebut dan ikan ini dijual dalam bentuk ikan asin dan kering.

Ikan belanak, dibuat ikan asin apabila ikan ini tidak habis terjual dalam keadaan segar. Pengasinan ikan dilakukan oleh para istri nelayan. Salah seorang nelayan di Desa Sededap yang membuat ikan asin dari ikan belanak (yang diperoleh dari kelong milik mereka sendiri) menyatakan bahwa musim utara merupakan musim ikan asin karena banyak ikan di kelong. Ikan yang diperoleh sebagian tidak terjual dan dibuat menjadi ikan asin. Untuk mengasinkan ikan, garam dibeli dari Kapal Tegal yang singgah di desa. Pembelian dilakukan dengan cara barter garam dari nelayan Tegal dengan buah kelapa, buah pisang, singkong serta daun kelapa dan daun pisang dari masyarakat. Untuk jenis ikan belanak, 1 ekor ikan belanak besar menjadi 1 kg ikan asin, dan 3 ekor belanak kecil menjadi 1 kg ikan asin. Ikan asin dijual di desa dan di Sedanau. Harga ikan asin di Sendanau lebih tinggi dari desa, sebagai contoh ikan asin di desa seharga Rp. 10.000 per kg , sedangkan di Sedanau harganya 2 kali lipat yaitu Rp 20.000 per kg.

Gurita atau duyuk, yang banyak diperoleh dari kelong, juga diolah menjadi ikan asin. Pengasinan gurita dilakukan oleh nelayan di Desa Sededap. Pada musim utara, banyak gurita diperoleh dari kelong sehingga selain dijual dalam keadaan segar, gurita juga dibuat ikan asin. Pengasinan gurita lebih menguntungkan karena harga gurita asin lebih mahal yaitu Rp. 25.000 per kg, sedang gurita basah dijual seharga Rp. 7.500 per kg.

Page 148: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

126

Ikan bilis, pengasinan ikan bilis adalah salah satu bentuk penanganan pasca panen dari ikan bilis segar. Pengasinan dilakukan oleh nelayan bersama keluarga. Garam sebagai bahan dasar dalam proses pengasinan dibeli dari Sedanau dengan harga Rp. 1.500 per kg. Proses pengasinan dilakukan dengan cara merebus ikan dengan garam. Untuk merebus ikan sebanyak 2 kaleng atau 48 kg dibutuhkan garam sebanyak 2 kg. Setelah direbus, proses selanjutnya adalah pengeringan dibawah sinar matahari selama 3 sampai 12 jam. Dari 48 kg bilis basah, setelah dikeringkan diperoleh 1 kg bilis kering. Ikan bilis yang sudah kering dijual di desa dan Sedanau. Penjualan ke Sedanau dilakukan jika persediaan bilis cukup banyak yaitu minimal 100 kg terutama pada musim ikan bilis. Harga ikan bilis tergantung pada jumlah persediaan atau penjualan bilis di pasar. Pada saat ikan bilis banyak di pasar maka harga turun sampai Rp. 10.000 per kg dari harga normal Rp. 12.500 per kg.

5.2.2. Ikan Pedak

Selain diasinkan, ikan bilis juga dibuat menjadi ikan pedak. Proses pembuatan pedak dilakukan dengan cara: 1) ikan bilis dicampur garam, dengan takaran 1 kaleng bilis dicampur dengan 4 kg garam. Campuran ini tidak boleh kena air tawar supaya hasilnya bagus. 2) campuran bilis dan garam dimasukkan ke dalam plastik selama 1 minggu sampai ikan hancur dan siap untuk dimakan. Seperti halnya pengasinan bilis, pembuatan ikan pedak dilakukan oleh nelayan dan keluarga. Biaya yang dikeluarkan cukup murah, hanya untuk pembelian garam. Penjualan dilakukan di sekitar desa, Sedanau dan Kalimantan dengan harga sebesar Rp. 2.500 per kaleng susu indomilk.

5.2.3. Kerupuk Ikan

Ikan juga digunakan oleh masyarakat sebagai salah satu bahan pembuat kerupuk ikan. Jenis ikan yang biasanya digunakan untuk membuat kerupuk adalah ikan tongkol, ikan tenggiri (pesing) dan ikan julung. Pembuatan kerupuk ikan dilakukan oleh para istri nelayan atau ibu-ibu di Pulau Tiga. Selain ikan tongkol, bahan-bahan lain yang digunakan adalah sagu, telur, garam, vetsin dan gula. Biaya untuk sekali pembuatan adonan sebanyak Rp. 32.000 terdiri dari:

- Ikan tongkol hitam (3 ekor ukuran 1 kg) = Rp 20.000 - Tepung sagu 2 kg (Rp. 3.000/kg) = Rp. 6.000 - Telor 2 butir Rp. 1000 - Garam, vetsin, gula Rp. 5.000

Page 149: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 127

Proses pembuatannya sebagai berikut: 1) ikan dibelah, dikukus dan diambil dagingnya; 2) daging ikan digiling; 3) bumbu (gula dan garam) dihaluskan lalu dicampurkan dengan ikan yang telah digiling dan dibentuk bulat memanjang. Untuk memberi variasi bentuk kerupuk sehingga kelihatan lebih menarik, permukaan adonan tersebut diolesi dengan warna merah; 4) adonan direbus sampai adonan terapung dalam air rebusan; 5) setelah didinginkan semalam, besoknya adonan yang telah direbus tersebut diiris dan dijemur; 6) setelah kering baru digoreng.

Bahan diatas menghasilkan kerupuk sebanyak 2 kaleng besar atau 2 kg kerupuk dengan nilai Rp.100.000. Setelah dikeluarkan biaya sebesar Rp. 32.000 maka pendapatan bersih yang diperoleh cukup besar yaitu Rp. 68.000. Kerupuk ikan dijual disekitar desa dan Sedanau. Selain itu, kerupuk ikan juga dijual di Pelabuhan Selat Lampa pada saat kedatangan Kapal Bukit Raya.

5.2.4. Kerupuk Atom

Selain kerupuk ikan, ikan juga dapat dibuat kerupuk atom. Bahan-bahan yang dibutuhkan sama dengan bahan pembuatan kerupuk ikan, hanya bentuk dan proses pembuatannya sedikit berbeda. Proses pembuatan kerupuk atom adalah sebagai berikut: 1) ikan dihaluskan dan diberi bumbu secukupnya (garam, vetsin dan gula); 2) tambahkan tepung sagu diaduk sampai padat kemudian dibentuk bulat memanjang dengan diameter 1,5 cm lalu dipotong sepanjang 2 cm; 3) potongan tersebut kemudian digoreng selama ½ jam sambil terus diaduk.

Dari bahan diatas dihasilkan kerupuk sebanyak 2 kg. Harga 1 kg adalah Rp. 50.000 sehingga untuk hasil 2 kg dijual seharga Rp. 100.000. Pendapatan bersih untuk setiap adonan adalah Rp. 68.000. Kerupuk ikan dijual di desa dan sekolah dalam bungkus plastik kecil yang berisi 8 biji kerupuk dengan harga jual seharga Rp. 500,-

5.3. Pemasaran Sumber Daya Laut

Sumber daya laut di Kawasan Pulau Tiga dikelompokkan atas ikan hidup dan ikan mati. Pengelompokan ini salah satunya didasarkan pada kondisi ikan pada saat dipasarkan serta rantai pemasarannya. Ikan hidup seperti sunu dan kerapu dipasarkan dalam keadaan hidup, ikan yang telah mati juga dijual tetapi dengan harga yang lebih rendah. Ikan mati, seperti ikan tongkol, krisi bali, kakap, udang, cumi, layang dan sebagainya, dijual dalam keadaan mati. Kedua jenis ikan ini (ikan hidup dan ikan mati) mempunyai rantai pemasaran yang berbeda, ikan hidup diekspor ke Hongkong, sedang ikan mati dipasarkan di dalam negeri.

Page 150: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

128

5.3.1. Pemasaran Ikan Hidup (Kerapu dan Sunu)

Pemasaran ikan hidup (ikan kerapu dan sunu) mulai dilakukan sejak adanya permintaan ikan sejenis oleh kapal ikan dari Hongkong pada awal tahun 1990-an. Adanya permintaan dari Kapal Hongkong tersebut menyebabkan harga ikan kerapu dan sunu menjadi mahal sehingga banyak nelayan menangkap ikan hidup untuk memenuhi permintaan dari Kapal Hongkong. Dalam sebulan 4 kali Kapal Hongkong datang membeli ikan dari nelayan dan semua kebutuhan kapal dapat terpenuhi karena pada saat itu banyak ikan dan penangkapan ikan banyak dilakukan dengan menggunakan bom dan bius. Sekarang disamping jumlah ikan hidup sudah berkurang juga dengan adanya larangan menggunakan bius maka penjualan ikan hidup mulai berkurang, 2 kali dalam sebulan pada musim ikan dan sekali sebulan pada bukan musim ikan.

Rantai pemasaran ikan hidup relatif sederhana walaupun wilayah pemasarannya sampai Hongkong. Tahap pertama, nelayan menjual ikan pada pedagang pengumpul yang ada di setiap desa. Pada tahap kedua, pedagang pengumpul menjual ikan pada agen pengumpul (N) di Sedanau (ibukota Kecamatan Bunguran Barat). N merupakan agen tunggal yang membeli ikan hidup dari pedagang pengumpul yang ada di Kawasan Bunguran. Selain menjual ke pedagang pengumpul, nelayan juga bisa langsung menjual ikan pada agen pengumpul sehingga harga ikan bisa lebih tinggi tetapi resiko kematian ikan juga tinggi karena untuk sampai ke Sedanau, ikan diletakkan di dalam ‘petong’ yaitu kotak yang terletak di dasar pompong selama 2 jam. Kemudian pada tahap terakhir, N menjual ikan pada Kapal Hongkong. (Lihat bagan 5.1.).

Bagan 5.1.

Rantai pemasaran ikan hidup, tahun 2005

Hasil tangkapan nelayan biasanya tidak dijual seluruhnya pada pedagang pengumpul. Ikan yang dijual langsung ke pengumpul adalah ikan yang memenuhi ukuran standar untuk dijual yaitu berat 5 ons

Agen Pengump

ul (N)

Kapal Hongkong

Pedagang Pengumpul

Nelayan

Page 151: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 129

keatas. Ikan yang berukuran kecil terlebih dahulu dipelihara dikaramba milik nelayan selama 1 tahun sampai berat ikan memenuhi standar untuk dijual. Menurut salah seorang nelayan, jika menjual ikan yang masih kecil rugi karena perbandingan harga ikan besar dan kecil sangat besar. Sebagai contoh, harga ikan kerapu dan sunu ukuran kecil 4 ons kebawah adalah Rp. 15.000/kg dan ikan yang sudah besar 5 ons keatas dijual Rp. 60.000/kg. Kemudian ikan napoleon kecil berat 1-2 ons dijual Rp. 50.000/ekor atau Rp. 500.000/kg (8-10 ekor). Sedang ikan napoleon dengan berat 5 ons keatas dijual 250.000/kg. Ikan napoleon ukuran kecil lebih mahal karena dengan 8-10 ekor jika diternakkan 2 tahun lebih hasilnya adalah 1 ekor berat 1-2 ons menjadi 1 kg, sehingga 10 ekor harganya adalah 10 x Rp. 250.000 = Rp. 2.500.000. Biaya yang dikeluarkan untuk 10 ekor selama 2 tahun adalah Rp. 800.000 maka keuntungan bersih adalah Rp. 1.700.000. Dengan demikian, lebih menguntungkan jika membesarkan ikan kecil dari pada langsung menjual pada pedagang pengumpul. Pada perubahan musim (bulan Desember) banyak ikan yang mati sehingga biasanya semua ikan hasil tangkapan nelayan baik yang berukuran besar maupun kecil langung dijual pada pengumpul untuk menghindari kerugian karena kematian ikan.

Produksi ikan yang dijual oleh pedagang pengumpul selain ikan yang berasal dari nelayan, juga ikan yang dipelihara di karamba kepunyaan sendiri. Karamba yang dimiliki pengumpul biasanya berukuran besar dan jumlah ikan yang dibesarkan cukup banyak berasal dari bibit berjumlah besar. Bibit ikan dibeli di Tarempa, yaitu pusat penjualan bibit ikan. Hasil karamba bersifat tahunan karena panen dilakukan sekali dalam setahun. Panen dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam setahun dengan cara memelihara bibit ikan yang berbeda-beda menurut umur. Ikan yang telah memenuhi ukuran standar dapat diangkat dan dijual pada agen pengumpul.

Agen pengumpul ikan hidup di Kecamatan Bunguran Barat hanya ada satu orang yaitu N di Sedanau. Hampir semua pedagang pengumpul di Bunguran Barat menjual ikan ke N, termasuk pengumpul dari kawasan Pulau Tiga. Menururt N, ada 30 ‘perwakilan’, istilah untuk pedagang pengumpul, di Bunguran Barat yang menjual ikan hidup pada N dan tiga diantaranya berasal dari Kawasan Pulau Tiga. Selain dari pedagang pengumpul, N juga menerima ikan hidup dari nelayan tetapi jumlahnya tidak sebesar dari pengumpul. Disamping ikan hidup, N juga membeli ikan karang mati dari nelayan. Akan tetapi pada musim banyak ikan hidup yaitu pada musim teduh, N tidak membeli ikan mati karena produksi ikan hidup cukup banyak. Ikan yang banyak dijual pada N adalah ikan kerapu dan sunu. Penjualan ikan napoleon hanya sedikit terutama ikan napoleon yang diternakkan.

Page 152: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

130

N menjual ikan pada Kapal Hongkong yang datang 2 kali sebulan ke Sedanau pada musim teduh. Pada musim angin, Kapal Hongkong datang sekali dalam sebulan kemudian pergi ke tempat lain, seperti ke Sulawesi membeli ikan hidup. N merupakan perwakilan dari perusahaan yang ada di Tanjung Pinang. Selain di Sedanau, perusahaan tersebut mempunyai perwakilan lainnya di Tarempa dan Sarasan. Ketiga perwakilan ini menjual ikan pada Kapal Hongkong sehingga rute perjalanan Kapal Hongkong adalah Tj Pinang – Sedanau – Tarempa – Sarasan.

Tabel 5.3. Daftar harga ikan hidup pada Pedagang Pengumpul

No Nama Ikan Ukuran Harga Pengumpul Harga di N 1 Napoleon 0,8 – 1 kg

(Super) ( per ekor)

1,3 kg (Up) (per ekor) 3,5 kg (Up

besar) (per ekor)

5,3 – 50 kg Ditimbang 2 Kerapu tiger < 0,4 40.000/ekor 0,5 – 2 kg

(Super) 60.000 S $ 18 (Rp. 90.000)

2,1 - KKB Harga mulai turun 2,1 – 50 kg Harga sama 3 Kerapu merah 0,5 keatas 90.000 S $ 28 (Rp. 140.000) < 0,4 30.000 4 Kerapu cepak 0,5 keatas 50.000 S $ 17 (Rp. 85.000) <0,4 40.000 (per ekor) 5 Kerapu bunga 0,5 keatas 15.000 S $ 6 (Rp. 30.000) 6 Kerapu gepe 0,5 keatas 15.000

Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan narasumber di Kawasan Pulau Tiga, 2005.

Harga ikan hidup berbeda menurut jenis dan berat masing-masing ikan. Harga ikan napoleon dibedakan berdasarkan ukuran beratnya yaitu super, up, up besar dan KKB (kerapu kelebihan berat). Sedang ikan kerapu dibedakan atas harga super dan KKB. Harga di tingkat pedagang pengumpul (pembelian dari nelayan) per ekor dapat dilihat pada tabel. Harga ikan napoleon tertinggi adalah ukuran super dengan berat mulai 0,8 gram sampai 1 kg. Berat ikan ini dianggap paling ideal karena semakin berat ikan maka harga ikan per ekor semakin turun dan mulai dari berat 5,3 kg sampai 50 kg ikan dijual berdasarkan berat timbangannya. Kemungkinan ikan yang berukuran besar rasanya kurang enak dibandingkan ikan yang beratnya dibawah 1 kg. Berbeda dengan ikan napoleon, harga ikan kerapu semakin tinggi dengan semakin beratnya ikan. Harga tertinggi adalah pada berat 0,5 sampai 2 kg.

Penetapan harga ikan ditentukan secara sepihak oleh pembeli yaitu harga ikan dari nelayan ditentukan oleh pedagang pengumpul, harga ikan dari pedagang pengumpul ditentukan oleh N dan selanjutnya dari N

Page 153: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 131

dijual berdasarkan harga dari Kapal Hongkong. Nelayan tidak mempunyai posisi tawar dalam penentuan harga, mereka hanya menerima harga yang telah ditetapkan pedagang pengumpul. Biasanya pedagang pengumpul maupun agen mempunyai daftar harga standar yang mereka tetapkan. Berdasarkan harga ikan yang berlaku selama ini, harga di tingkat nelayan jauh lebih rendah karena dianggap resiko yang ditanggung nelayan lebih rendah dibanding resiko kematian ikan di tingkat pedagang pengumpul.

Di Kawasan Pulau ada beberapa orang pedagang pengumpul, sehingga nelayan mempunyai pilihan untuk menjual ikan sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh masing-masing pengumpul. Bahkan nelayan dapat langsung menjual ikan pada N di Sedanau dengan harga yang lebih tinggi, tetapi nelayan harus mengeluarkan ongkos membawa ikan ke sana.

Di tingkat agen, N adalah satu-satunya agen yang membeli ikan dari pedagang pengumpul untuk kawasan Bunguran Barat sehingga tidak ada persaingan harga di tingkat agen. Penentuan harga ditentukan oleh perusahaan pusat di Tanjung Pinang. Harga pada agen N di Sedanau lebih tinggi sekitar 30 persen dari pada harga pada pedagang pengumpul. Pada tabel 5.3 dapat dilihat harga ikan kerapu tiger di tingkat pengumpul adalah Rp. 60.000/ekor dan di N sebesar Rp. 90.000 per ekor. Kemudian ikan kerapu cepak pada pengumpul adalah Rp. 50.000 per ekor dan di N adalah Rp. 85.000 per ekor.

Dulu ada beberapa agen besar yang berkedudukan di Sedanau, tetapi agen lain tersebut kalah bersaing dengan N. Salah satu penyebabnya adalah adanya beberapa kemudahan dan fasilitas yang diberikan N pada nelayan agar menjual ikan padanya Kemudahan tersebut antara lain pemberian kredit pada nelayan, seperti alat tangkap dan pompong. Dalam hal ini, N menjadi ‘Bapak Asuh’ bagi nelayan penerima kredit tersebut. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara mencicil dari hasil penjualan ikan yang harganya sama untuk mereka yang berhutang maupun tidak punya hutang. Pemberian kredit peralatan melaut bagi nelayan ini didukung oleh lengkapnya persediaan barang-barang kebutuhan nelayan untuk melaut di toko miliknya. Pemberian kredit juga dapat diberikan secara tidak langsung melalui ‘perwakilan’ pada masing-masing desa. Dalam hal ini, perwakilan atau pedagang pengumpul memberikan pinjaman untuk ransom nelayan melaut dimana dananya berasal dari N. Pembayaran juga dilakukan dengan cara mencicil dari hasil penjualan ikan pada pedagang pengumpul.

Page 154: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

132

5.3.2. Pemasaran Ikan Mati (Tongkol dan Tamban)

Pemasaran ikan mati (tongkol dan tamban) mencakup pasaran tingkap lokal dan domestik. Pemasaran lokal ikan tongkol dilakukan pada masyarakat setempat dan pedagang perantara yang selanjutnya dijual antar pulau. Penjualan ikan tongkol pada masyarakat sekitar dilakukan secara langsung. Masyarakat yang akan membeli ikan langsung mendatangi rumah nelayan yang baru datang dari laut atau mendatangi pelabuhan tempat kapal nelayan merapat sehingga rantai pemasarannya lebih pendek (Bagan 5.2.). Sementara pemasaran lokal ikan tamban dilakukan pada nelayan keramba yang ada di Kawasan Pulau Tiga dan Kapal Balai Karimun untuk umpan melaut (Bagan 5.3.).

Selain langsung dijual pada masyarakat, pemasaran lokal ikan tongkol juga dilakukan secara tidak langsung melalui pedagang perantara. Nelayan menjual ikan pada pedagang perantara untuk selanjutnya menjualnya pada pembeli antar pulau. Ikan dijual dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain secara berpindah-pindah, seperti Pelabuhan Tanjung Kumbik, Sededap, Balai dan keluar Kawasan Pulau Tiga seperti Selat Lampa, Tanjung Sebau, Sebuton dan Binjai. Berdasarkan informasi dari salah seorang pedagang perantara, membawa ikan minimal sebanyak 1 peti atau 100 ekor ukuran 1 kg per hari. Di Tanjung Kumbik banyak pembeli ikan mati karena mayoritas nelayan disana adalah nelayan ikan hidup. Begitu juga di Ranai banyak pembeli, terutama pada waktu sulit ikan, semua ikan habis terjual. Jenis ikan yang dijual antara lain: ikan tongkol, ikan mahan (ikan mata besar), kakap merah, tenggiri, krisi bali (anggoli). Selain dijual pada masyarakat, pencangkau (pengumpul) juga menjual ikan ke Pabrik Es, terutama ikan yang tidak terjual pada masyarakat.

Pemasaran ikan tongkol ke pasaran domestik dilakukan ke Tanjung Pinang, Batam dan Kalimantan Barat (Singkawang) melalui pedagang pengumpul yaitu Pabrik es dan Kapal Kalimantan. Pabrik es membeli ikan dari nelayan, kemudian menjualnya ke Tanjung Pinang dan Batam. Sementara Kapal Kalimantan membeli ikan dari nelayan yang selanjutnya menjual ikan ke Singkawang Kalimantan Barat (Bagan 5.4.).

Page 155: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 133

Bagan 5.2.

Rantai pemasaran ikan tongkol di tingkat lokal, tahun 2005

Bagan 5.3.

Rantai pemasaran ikan tamban di tingkat lokal

Nelayan

Masyarakat Setempat

Pedagang Perantara

Masyarakat Antar Pulau

Nelayan

Nelayan Karamba

Kapal Tj Balai Karimun

Page 156: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

134

Bagan 5.4.

Rantai pemasaran ikan tongkol di tingkat domestik

Penjualan ikan oleh pabrik es ke Tanjung Pinang dan Batam dilakukan setiap 3 bulan sebanyak 40 ton. Ikan-ikan yang dibeli dari nelayan disimpan di dalam mesin pendingin sehingga bisa tahan selama 3 bulan. Pada musim banyak ikan, penjualan dilakukan ke Palembang, Surabaya dan Jakarta sebanyak 8-10 ton per bulan.

Penjualan ikan ke Kapal Kalimantan dilakukan pada saat kapal datang, yaitu 2 kali dalam sebulan. Pada musim ikan, sebanyak 7-9 ton sekali angkut sehingga dalam sebulan ikan mati yang diangkut ke Kalimantan Barat adalah sebanyak 14-18 ton. Pada waktu sulit ikan (bulan April), kapal hanya mengangkut sebanyak 3 ton atau 6 ton dalam sebulan. Harga ikan tongkol berbeda menurut jenisnya, yaitu tongkol hitam dan tongkol putih. Tongkol hitam dijual seharga Rp. 4.500 per kg dan tongkol putih Rp. 3.000 per kg. Penjualan ikan di Kalimantan dibedakan berdasarkan 3 kategori yaitu kategori A (Rp. 6.500 per kg), B (Rp. 5.500 per kg) dan C (Rp. 4.500 per kg).

Penentuan harga dilakukan oleh pedagang pengumpul. Tingkat harga yang ditetapkan pabrik es termasuk rendah (lihat tabel 5.3.). Terdapat kesenjangan yang cukup besar antara harga yang diterima nelayan dan pabrik es. Sebagai contoh, harga yang diterima nelayan sebesar Rp. 12.000 per kg ikan krisi bali, dijual pabrik es ke Tanjung Pinang seharga Rp. 25.000 per kg. Sedang harga ikan tenggiri di pabrik sebesar Rp. 11.000 per kg, dijual ke Tanjung Pinang sebesar Rp. 27.000. Dalam hal ini, pabrik es menjual ikan di Tanjung Pinang sebesar dua kali lipat lebih

Nelayan

Pabrik Es

Kapal Kalimantan

Kalimantan Barat

Tj. Pinang/ Batam

Palembang Surabaya Jakarta

Page 157: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 135

dari harga beli pada nelayan. Disamping itu, satuan penjualan ikan pada nelayan berbeda dengan di pabrik es. Penjualan oleh nelayan adalah per ekor pada masyarakat, sedang pabrik es membeli dalam satuan kilogram (kg). Perbedaan satuan penjualan ini kurang menguntungkan nelayan. Sebagai contoh, harga ikan mahan dari nelayan sebesar Rp. 1.000 per 2 ekor, sementara pabrik es membeli ikan yang sama sebesar Rp. 2.000 per kg, 1 kg sama dengan 8-10 ekor. Hal ini menunjukkan tingkat harga yang ditetapkan pabrik es jauh lebih rendah.

Selama ini nelayan tidak berdaya dengan harga yang berlaku karena meskipun bukan satu-satunya pedagang pengumpul di Kawasan Pulau Tiga, tetapi nelayan membutuhkan pabrik es untuk menjual ikan mati yang tidak terjual pada pembeli lain. Selama ini pabrik es selalu menampung semua penjualan ikan tongkol dan ikan mati lainnya dari nelayan. Adanya tempat penyimpanan ikan yang berkapasitas besar memungkinkan pabrik es membeli semua ikan dari nelayan. Selain itu, lokasi pabrik es yang berada di Desa Sabang Mawang memberi kemudahan bagi nelayan untuk menjual ikan.

Tabel 5.4. Daftar harga ikan di pabrik es Desa Sabang Mawang, April 2005

No Nama Ikan Ukuran Harga (Rp) 1 Tongkol merah 0,1 - 0,4 2.000 0,5 – up 2.500 2 Tongkol putih 0,1 - 0,4 3.000 0,5 – up 4.000 3 Karang 3.000 4 Ganas < 2 ons 2.500 2 ons - up 4.000 5 Kerapu ganas/cpr 4.000 6 Jahan putih 3.500 7 Jahan merah 2.500 8 Semalong 2.500 9 Kaci 0,1 - 0,5 3.000 0,5 – up 4.000 10 Kerapu tiger 6.000 11 Mampong/lubu 0,5 – up 1.700 12 Tumpu 0,5 - 0,9 4.000 1 – up 6.000 13 Selar/kembung 3.500 14 Kenton 0,5 – up 4.000 15 Kepiting A 0,2 – up 12.500 Kepiting B 0,1 - 0,2 10.500 16 Sentak 0,5 – up 11.000 17 Madang/talang 1.500 18 Gurita 3.000 19 Selayang 1.500 20 Krisi kecil 3.500 21 Sotong batu 7.000 22 Sotong karang 5.000 23 Cumi 4.000

Sumber: Pabrik Es di Desa Sabang Mawang.

Page 158: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

136

5.3.3. Pemasaran Ikan Bilis

Ikan bilis dijual dalam bentuk ikan bilis kering dan ikan pedak. Penjulan ikan bilis kering dilakukan disekitar desa di Kawasan Pulau Tiga dan pasar di Sedanau. Sistim pemasaran ikan bilis langsung mempertemukan penjual dan pembeli sehingga rantai pemasarannya pendek. Penjualan pada masyarakat dilakukan ditempat dimana pembeli datang langsung pada nelayan untuk membeli ikan bilis. Penjualan bilis kering ke Sedanau dilakukan jika persediaan bilis cukup banyak yaitu paling sedikit 100 kg. Biasanya ikan bilis dijual langsung oleh nelayan di pasar Sedanau. Menurut salah seorang nelayan bilis, jumlah pembeli terbatas sehingga kalau membawa banyak harga turun. Sementara kalau membawa bilis dalam jumlah sedikit akan rugi karena hasil penjualan tidak bisa menutupi biaya transport ke Sedanau. Harga bilis kering paling tinggi di Sedanau adalah Rp. 12.500 per kg, sedang jika bilis banyak harga turun yaitu 8.000 -10.000 per kg. Biasanya pada bulan November –Desember ikan bilis hampir habis maka harga bilis kering naik.

Ikan pedak selain dijual ke Sedanau, juga dijual ke Kalimantan Barat dalam jumlah besar sampai 5 ton. Ikan pedak langsung dibawa kesana menggunakan Kapal Bukit Raya. Menurut salah seorang nelayan, orang di Kalimantan sangat suka dengan ikan pedak sehingga ikan pedak yang dijual cepat habis.

Page 159: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 137

BAB VI DEGRADASI SUMBER DAYA LAUT

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

Kawasan perairan Pulau Tiga mempunyai sumber daya laut (SDL) yang sangat potensial, tetapi analisa pada bab-bab terdahulu mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan SDL di perairan Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap serta perairan di sekitarnya. Pada bab ini akan didiskusikan degradasi SDL, terutama ekosistem terumbu karang, dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kerusakan sumber daya laut ini.

6.1. Kerusakan Sumber Daya Laut

Kerusakan sumber daya laut (SDL) yang mencolok adalah kerusakan terumbu karang di kawasan perairan Pulau Tiga dan sekitarnya. Sebagian besar kawasan terumbu karang sudah mengalami kerusakan dengan tingkatan yang berbeda-beda, mulai dari kerusakan yang ringan sampai berat. Kerusakan terutama terjadi di kawasan-kawasan terumbu karang yang menjadi pusat-pusat kegiatan pembiusan dan pengeboman ikan.

Kerusakan terumbu karang ini tercermin dari jawaban responden ketika dilakukan survei di kawasan Pulau Tiga. Sebagian besar responden (72 persen) mengatakan terumbu karang di kawasan ini dalam kondisi yang kurang baik. Hampir semua responden mengatakan bahwa kerusakan tersebut dikarenakan kegiatan pengeboman (97 persen) dan kegiatan pembiusan (91 persen). Penjelasan secara detail dapat dilihat pada bab IV. Wilayah kerusakan terumbu karang dapat digambarkan dari wilayah kegiatan pengeboman dan pembiusan (lihat bagian 6.2).

Kerusakan terumbu karang, menurut informan dan sebagian masyarakat di kawasan Pulau Tiga cukup signifikan. Sebagai indikasi, mereka menuturkan dampak kerusakan berupa menurunnya secara substansial produksi ikan-ikan karang, terutama ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti kerapu dan sunu. Beberapa jenis ikan, seperti ikan napoleon (ikan mengkait) bahkan telah mengalami kelangkaan. Sebagai ilustrasi, seorang informan mengatakan:

“Terumbu karang sudah rusak, akibatnya ikan hidup jauh berkurang”

Page 160: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

138

Pendapat masyarakat mengenai kerusakan terumbu karang di kawasan perairan Pulau Tiga ini sesuai dengan hasil survei ekologi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oceanologi – LIPI tahun 2005. Dari 8 titik sampling, tujuh titik sampling mempunyai tutupan karang kurang dari 50 persen. Tutupan karang yang paling rendah (27,8 persen terdapat di kawasan karang yang terletak di Desa Pulau Tiga, sekitar Pulau Batang Sedangkan titik sampling dengan tutupan karang lebih dari 50 persen (55,77 persen) terdapat di kawasan karang Desa Sabang Mawang (lihat Peta 6.1.).

Peta 6.1.

Kondisi tutupan terumbu karang kawasan perairan Pulau Tiga

Sumber: Survei Ekonlogi P2O-LIPI, 2005-09-29

6.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kerusakan

Kerusakan sumber daya laut berkaitan erat dengan perilaku manusia yang merusak, terutama penggunaan bahan dan alat yang merusak, seperti: bom, bius dan trawl (pukat harimau). Bom dan bius digunakan untuk menangkap ikan di kawasan terumbu karang, sedangkan trawl digunakan untuk menangkap ikan di sekitar kawasan dan perairan laut yang lebih dalam. Bahan dan alat tangkap tersebut dilarang penggunaannya oleh pemerintah, tetapi kegiatan ini terus berlangsung di kawasan perairan Pulau Tiga dan sekitarnya.

P. Tiga

Sabang Mawang

Sededap

Page 161: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 139

6.2.1. Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak

Pengeboman

Kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (bom) sudah dilakukan sejak lama, yaitu sejak tahun 1970-an, dan masih dilakukan pada saat penelitian ini dilakukan pada bulan April 2005. Tetapi, frekuensi pengeboman sudah sangat berkurang, jika dibandingkan dengan 10 tahun terakhir. Beberapa aparat desa, seperti di Desa Pulau Tiga, bahkan mengatakan bahwa pengeboman sudah tidak dilakukan lagi di desanya, walaupun informan yang lain mengatakan bahwa kegiatan ini masih tetap dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan di luar perairan desa yang bersangkutan, yaitu perairan desa lain di sekitar kawasan Pulau Tiga.

Penangkapan ikan menggunakan bom dimulai oleh nelayan Pulau Tiga setelah mereka mengetahui penggunaan bahan ini dari anak buah kapal (ABK)14 kapal-kapal penangkap ikan dari Singapura yang beroperasi di kawasan perairan Pulau Tiga. ABK tersebut dipekerjakan untuk membantu kegiatan penangkapan ikan, khususnya untuk mencari tempat-tempat yang banyak terumbu karang yang merupakan sumber ikan. Mereka belajar dari nelayan di kapal-kapal ikan tersebut, bagaimana cara menggunakan bom. Pengetahuan ini kemudian disebar-luaskan dan diterapkan oleh nelayan-nelayan di ketiga desa yang terletak di kawasan ini.

Walaupun kegiatan pengeboman sudah berlangsung sejak tahun 1970-an, nelayan belum segera merasakan dampaknya. Pada awalnya, lokasi pengeboman dilakukan di perairan yang jaraknya cukup jauh dari permukiman, yaitu sekitar 2-3 mil dari pantai. Karena itu ikan-ikan di sekitar kawasan masih cukup banyak belum berkurang secara signifikan.

Kegiatan pengeboman terus berlangsung seirama dengan perjalanan waktu, jumlah pengebom juga semakin banyak paralel dengan semakin banyaknya nelayan yang menangkap ikan di kawasan Pulau Tiga. Nelayan tidak saja berasal dari ke tiga desa di perairan kawasan Pulau Tiga, melainkan juga nelayan-nelayan dari luar kawasan dan luar daerah, seperti dari Batam dan Medan. Hal ini berdampak pada lokasi pengeboman yang juga semakin mendekat kearah pantai dan permukiman penduduk, sehingga ledakan bom dapat dengan jelas didengar oleh penduduk.

Kegiatan pengeboman ikan berlangsung terus karena adanya pasokan bom dari luar. Menurut informan, pasokan bom ini difasilitasi oleh ‘bos’ ikan dan ‘oknum nakal’ dari angkatan laut yang bertugas di sekitar

14 ABK adalah pemuda-pemuda yang berasal dari kawasan Pulau Tiga yang direkrut oleh kapal-kapal ikan Singapura

Page 162: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

140

kawasan. Hal ini juga sudah diketahui masyarakat secara umum, tetapi sulit untuk melacak kebenaran keterlibatan mereka, karena oknum-oknum tersebut secara reguler dirotasi ke tempat tugas lainnya.

Walaupun kegiatan pengeboman dilarang pemerintah, tetapi penggunaan bom masih terus berlangsung. Meningkatnya jumlah nelayan yang melakukan kegiatan pengeboman menyebabkan semakin luasnya wilayah pengeboman ikan sampai perairan pantai dan mendekati permukiman penduduk. Lokasi penangkapan ikan menggunakan bom di kawasan perairan Pulau Tiga dapat dilihat pada peta 6.2.

Semakin intensif dan ekstensifnya kegiatan pengeboman menimbulkan dampak negatif terhadap hasil tangkapan nelayan di kawasan Pulau Tiga. Penggunaan bom, menurut informan dan sebagian masyarakat, menghancurkan terumbu karang di sekitar kawasan, padahal terumbu karang merupakan ‘rumah ikan’. Dengan rusaknya terumbu karang, ikan-ikan yang berkumpul di sekitar karang juga semakin berkurang. Kondisi ini menyebabkan produksi ikan hasil tangkapan juga berkurang secara signifikan.

Di sisi lain, larangan penggunaan bahan peledak ini semakin gencar dilaksanakan oleh pemerintah, diindikasikan dari sebagian besar nelayan mengetahui adanya larangan tersebut. Larangan penggunaan bom juga berlaku di ke tiga desa di kawasan Pulau Tiga. Di Desa Pulau

Page 163: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 141

Tiga larangan tersebut disepakati oleh masyarakat dan dicantumkan dalam Surat Keputusan (SK) Desa Pulau Tiga tahun 2004. Di dalam SK tersebut juga disertakan sanksi berupa pembakaran kapal dan penyitaan alat tangkap bagi nelayan yang tertangkap basah. Demikian juga dengan Desa Sabang Mawang dan Desa Sededap, larangan penggunaan bom juga diberlakukan, walaupun belum secara tertulis.

Semakin gencarnya larangan penggunaan bom mempunyai dampak yang cukup signifikan. Di samping itu, pada awal tahun 1990-an, nelayan mulai mengenal penggunaan bahan kimia berupa racun potassium sianida (potas) untuk menangkap ikan hidup (secara jelas lihat bagian pembiusan). Larangan penggunaan bom dan adanya alternatif bahan kimia (racun sianida) untuk menangkap ikan menyebabkan kegiatan pengeboman dan jumlah nelayan pengebom ikan berkurang secara substansial di kawasan Pulau Tiga.

Tetapi, kegiatan pengeboman masih terus berlangsung. Di Desa Sededap kegiatan pengeboman masih berlangsung di perairan dekat permukiman. Seorang informan mengatakan bahwa beliau masih mendengar bunyi bom dari Teluk Labuh dua hari sebelum wawancara dilakukan dan 4 hari sebelumnya (seminggu sebelum wawancara) beliau juga mendengar 4 kali bunyi bom (dalam kurun waktu 30 menit) yang berasal dari dekat pantai di Dusun II. Di Desa Sabang Mawang masih terdapat nelayan yang melakukan pengeboman, jumlahnya sudah turun drastis, di satu dusun tinggal 5 orang dan beberapa di dusun yang lain.

Kegiatan pengeboman masih dilakukan terutama pada saat kegiatan penangkapan ikan menggunakan pancing lagi sepi. Nelayan yang semula menggunakan pancing untuk menangkap ikan, beberapa beralih menggunakan bom untuk mendapatkan ikan. Hal ini terutama terjadi di Desa Sededap.

Dampak Penggunaan Bom

Kegiatan pengeboman ikan berdampak langsung dan signifikan terhadap terumbu karang dan biota yang ada di sekitarnya. Terumbu karang menjadi hancur lebur setelah adanya pengeboman. Menurut Suharsono (1998), sebuah bom dengan berat 0,5 kg menghancurkan terumbu karang dan membinasakan semua makhluk hidup yang ada di kawasan dengan radius 1 – 3 meter dari pusat ledakan. Dari estimasi ini dapat dikatakan bahwa dampak kegiatan pengeboman di kawasan Pulau Tiga sangat besar, mengingat kegiatan ini sudah dilakukan dalam kurun waktu yang lama, sekitar tiga dekade terakhir.

Page 164: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

142

Pembiusan

Kegiatan pembiusan ikan menggunakan bahan kimia potassium sianida (potas) sudah dilakukan sejak akhir tahun 1980-an (1988/89) oleh nelayan asing, terutama menggunakan kapal-kapal Hongkong yang beroperasi di sekitar kawasan perairan Pulau Tiga. Pada mulanya nelayan lokal dari kawasan ini hanya mengetahui bahwa nelayan kapal-kapal Hongkong tersebut menggunakan teknologi yang ‘ajaib’. Mereka ‘menembak ikan (menyemprotkan potas ke arah ikan-ikan karang), ikan yang ditembak mati dan anehnya dapat hidup kembali setelah mendapatkan suntikan di kapal’. Nelayan lokal sangat kagum dengan teknologi yang canggih ini, tetapi pada saat itu mereka belum belajar teknologi apa dan bagaimana cara melakukannya, karena informasinya masih tertutup. Baru empat sampai lima tahun kemudian (tahun 1993) ada penduduk yang bekerja di kamp penampungan ikan, mulai mengetahui ‘rahasia kapal-kapal ikan tersebut’. Nelayan kapal-kapal Hongkong tersebut menggunakan potas untuk membuat ikan-ikan karang pingsan dan setelah beberapa waktu kemudian, ikan-ikan ini akan kembali segar. Dengan pengetahuan ini, mulailah nelayan lokal menggunakan potas atau bius untuk menangkap ikan-ikan hidup, terutama ikan karang dengan nilai ekonomi yang tinggi, seperti napoleon, kerapu dan sunu.

Penangkapan ikan menggunakan potas semakin meningkat di kawasan Pulau Tiga. Peningkatan ini berkaitan erat dengan semakin banyaknya permintaan akan ikan hidup dan tersedianya potas di kawasan ini. Kegiatan pembiusan semakin gencar dilakukan, karena dengan pembiusan, nelayan dapat menangkap ikan-ikan hidup dalam jumah yang banyak dalam waktu yang pendek. Dengan demikian, nelayan dapat memenuhi permintaan ikan hidup dari kapal-kapal Hongkong yang secara regular (4 kali per bulan) datang ke kawasan ini dan berlabuh di pelabuhan Sedanau, ibukota Kecamatan Bunguran Barat.

Kegiatan pembiusan ikan semakin meluas di kawasan Pulau Tiga dan kawasan-kawasan yang kaya dengan terumbu karang di sekitarnya. Semakin banyak nelayan yang menggunakan bius, baik nelayan lokal dari tiga desa di kawasan Pulau Tiga (Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap) dan nelayan-nelayan dari luar kawasan, seperti nelayan Midai dan nelayan Tarempa. Wilayah yang menjadi pusat pembiusan, antara lain Tanjung Kumbik, Balai dan Teluk labuh (lihat peta 6.3.).

Page 165: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 143

Semakin banyaknya nelayan yang menggunakan bius (potas) berkaitan erat dengan tersedianya akses dan kemudahan nelayan untuk mendapatkan potas. Pada mulanya akses tersebut disediakan oleh agen penampung ikan hidup yang menyediakan potas bagi nelayan pembius. Kemudian, untuk lebih memudahkan nelayan mendapatkan bius, akses terhadap bahan ilegal tersebut juga disediakan oleh pedagang-pedagang pengumpul ikan hidup yang mendapatkan supply dari agen penampung ikan. Akhir-akhir ini akses untuk mendapatkan potas semakin terbuka luas, karena telah melibatkan masyarakat, terutama pedagang-pedagang, termasuk ibu-ibu penjual pakaian, yang mengambil dagangannya di Kalimantan Barat, seperti di Kota Pontianak dan Singkawang serta Kota Jambi.

Kegiatan penjualan potas merupakan bisnis yang menguntungkan bagi pedagang. Kegiatan ini merupakan usaha sampingan, disamping memasok kain dan baju dari Pontianak atau kota-kota lainnya, para pedagang termasuk ibu-ibu, juga membawa potas. Pada waktu penelitian bulan April 2005, di lokasi penelitian harga potas sebesar Rp 75.000 yang dibeli di Pontiak dengan harga Rp 40.000. Pedagang tersebut mendapatkan untung yang cukup besar, karena biaya transportasi yang cukup murah.

Di samping tersedianya potas, pedagang pengumpul dan agen penampung ikan juga menyediakan akses alat yang perlukan untuk kegiatan pembiusan. Mereka ‘membantu’ sebagian nelayan pembius dengan menyediakan kompressor dan baju selam. Dengan peralatan ini, nelayan dapat melakukan kegiatannya di bawah laut dalam jangka waktu

Page 166: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

144

yang lebih lama dan wilayah laut yang lebih dalam. Dengan peralatan tersebut, nelayan dapat menangkap lebih banyak ikan-ikan hidup di kawasan terumbu karang di kawasan perairan Pulau Tiga dan sekitarnya.

Sampai dengan tahun 2002 kegiatan pembiusan dilakukan secara terbuka, dimana nelayan melakukan kegiatannya secara terang-terangan di muka umum dan pihak-pihak yang berwajib. Tetapi setelah itu, kegiatan ini sudah mulai berkurang dan kegiatan pembiusan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, karena sebagian besar pembius dan agen atau pedagang potas mengetahui bahwa kegiatan ini dilarang pemerintah, karena merusak karang dan sumber daya laut.

Agen ikan hidup dan beberapa pedagang pengumpul ikan hidup untuk sementara ini juga tidak lagi menyediakan potas bagi nelayan, termasuk nelayan anak-buahnya. Seorang pedagang pengumpul ikan di Desa Pulau Tiga yang sebelumnya menyediakan potas bagi nelayan anak buahnya menyatakan:

“Sekarang susah karena sudah tidak boleh kerja15 daripada dikejar-kejar keluarganya – sudah 6 bulan tidak kerja .. rencananya mau kerja lagi di Midai”

Mengingat gencarnya informasi larangan penggunaan bius (potas), sebagian nelayan pembius mengalihkan kegiatan mereka ke luar kawasan Pulau Tiga. Sebagai contoh, mereka menangkap ikan di Pulau Timau yang terletak di Kecamatan Midai, masih di wilayah Kabupaten Natuna. Pulau ini sekarang menjadi salah satu pusat kegiatan pembiusan ikan di Kabupaten Natuna.

Dampak Penggunaan Bius

Walaupun penggunaan potas dapat meningkatkan produksi tangkapan ikan hidup nelayan, bahan kimia ini menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap kerusakan terumbu karang dan keselamatan nelayan pembius. Dari sisi kerusakan terumbu karang, menurut informan dan sebagian masyarakat di lokasi penelitian, penggunaan bius lebih berbahaya dari penggunaan bahan peledak (bom). Kerusakan terumbu karang yang disebabkan penggunaan bius (potas) juga lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan bom. Kawasan terumbu karang yang terkena bius akan lebih luas dari kawasan yang hancur karena bom, karena air laut yang terkena bius akan terkontaminasi dan mengalir ke hilir pada kawasan yang lebih luas. Terumbu karang yang terkena bius akan memutih dan akhirnya mati. Sedangkan penggunaan bom akan menghancurkan terumbu karang pada kawasan yang lebih kecil.

15 Tidak boleh kerja maksudnya adalah tidak boleh menggunakan bius

Page 167: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 145

Walaupun karang-karang yang di bom hancur lebur, tetapi karang-karang tersebut akan tumbuh kembali setelah beberapa waktu.

Kerusakan terumbu karang berimplikasi pada jumlah dan keanekaragaman ikan dan biota yang hidup di kawasan terumbu karang. Menurut informan kunci dan sebagian nelayan, jumlah ikan-ikan karang, terutama ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sudah mengalami penurunan secara signifikan. Beberapa spesies ikan dan biota laut, seperti ikan mengkait (napoleon), ikan pitong, sabung, penyu sisik dan hijau, bahkan sudah mencapai kondisi yang kritis dan langka. Penurunan ini sangat signifikan sejak pertengahan tahun 1990-an. Untuk mendapatkan hasil tangkap yang lebih banyak, maka sebagian nelayan melakukan penangkapan ikan ke kawasan terumbu karang yang kondisinya masih cukup baik yang terletak di luar kawasan perairan Pulau Tiga, seperti Pulau Timau di Kecamatan Midai.

Di samping dampaknya pada kerusakan terumbu karang dan penurunan jumlah dan keanekaragaman ikan dan biota laut, penggunaan bius juga berdampak negatif terhadap keselamatan dan kehidupan nelayan. Di Kecamatan Bunguran Barat, setidaknya 5-6 nelayan meninggal dunia ketika sedang melakukan kegiatan pembiusan. Malapetaka ini terutama dikarenakan nelayan-nelayan tersebut mengalami kram, saat melakukan pembiusan pada kedalaman 40 – 60 meter di bawah permukaan laut.

Jaring Pukat Harimau

Penggunaan jaring pukat harimau (trawl) mulai dioperasikan di perairan laut Natuna, termasuk sekitar kawasan Pulau Tiga sejak akhir tahun 1970-an oleh nelayan Thailand dengan menggunakan kapal-kapal ikan khas Thailand. Kegiatan ini mulai marak tahun 1980-an dan masih terus berlangsung. Walaupun penggunaan trawl dilarang di Indonesia (Keputusan Presiden No.39 tahun 1980), jumlah kapal-kapal Thailand yang beroperasi di kawasan ini semakin banyak, mencapai ratusan kapal. Tetapi sejak tahun 2004, komplain masyarakat terhadap keberadaan kapal-kapal Thailand sangat mencolok, sehingga jumlah kapal mulai berkurang. Pada waktu penelitian dilakukan bulan April 2005, jumlah kapal ikan Thailand diperkirakan masih berkisar 40 kapal.

Keberadaan kapal-kapal Thailand di perairan Kabupaten Natuna belum begitu jelas. Sebagian informan mengatakan bahwa kapal-kapal tersebut mempunyai ijin dari Jakarta. Tetapi sebagian lagi mengatakan kegiatan kapal-kapal tersebut ilegal, diindikasikan dari penggunaan bendera Indonesia di kapal-kapal ikan Thailand tersebut ketika beroperasi di perairan Natuna dan dengan nama kapal yang diganti menjadi nama Indonesia, seperti: Mina 1 s/d Mina 10, Alam 1 dan Alam 2. Namun demikian, dari bentuk kapal yang khas, penduduk mengetahui secara

Page 168: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

146

jelas bahwa kapal-kapal tersebut adalah kapal Thailand, karena tidak ada kapal nelayan lokal atau nelayan Indonesia yang bentuknya seperti kapal Thailand. Di samping itu, dari anak buah kapal (ABK) dapat diketahui bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Thai.

Dampak Penggunaan Trawl

Penggunaan trawl oleh kapal-kapal Thailand ini memberikan dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya ikan di sekitar kawasan Pulau Tiga, khususnya, dan Natuna pada umumnya. Penggunaan trawl merusak habitat dan membinasakan ikan dan biota laut yang bukan menjadi target penangkapan. Hal ini terutama dikarenakan semua ikan dan biota laut yang terperangkap dalam jaring pukat, termasuk ikan-ikan dan biota yang masih kecil-kecil, ikut terangkat. Anak-anak ikan tersebut tidak dapat dimanfaatkan, sehingga dibuang lagi ke laut. Padahal ikan-ikan ini seharusnya tumbuh dan berkembang. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan, sekitar 80 persen hasil tangkap trawl tidak dimanfaatkan, dan karena itu dibuang lagi ke laut.

Penangkapan menggunakan trawl juga merusak habitat, terutama kondisi fisik dasar laut. Kerusakan ini berkaitan dengan adanya kerusakan sedimen di bagian permukaan. Lumpur yang dihasilkan dari kerusakan sedimen tersebut menyebabkan meningkatnya bentik (benthic organisms).

Di kawasan Pulau Tiga dan perairan di sekitarnya, penggunaan trawl berdampak signifikan terhadap populasi ikan dan biota laut lainnya. Penggunaan trawl yang dilakukan secara intensif dan ekstensif menyebabkan penurunan secara substantial produksi ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Hal ini terutama berkaitan dengan banyaknya kegiatan trawl yang dilakukan oleh kapal-kapal Thailand yang jumlahnya besar, mencapai ratusan kapal. Di samping itu, kegiatan penangkapan menggunakan trawl sudah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama (mulai tahun 1977 dan marak sejak tahun 1980-an).

6.2.2. Lemahnya Penegakan Hukum

Walaupun penggunaan bom, bius/potas dan trawl telah dilarang pemerintah, bahan dan alat tangkap ilegal ini masih terus dioperasikan di kawasan Pulau Tiga dan perairan sekitarnya. Padahal, di kawasan Pulau Tiga ini terdapat pos Angkatan Laut (AL) dan pos Marinir yang berwenang mengawasi keamanan laut secara intensif. Keadaan ini, menurut informan dan sebagian masyarakat, berkaitan erat dengan masih minimnya penegakan hukum terhadap para pengebom, pembius dan pengguna trawl.

Page 169: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 147

Masih terbatasnya penegakan hukum, menurut aparat yang berwenang, sangat klise -berkaitan dengan keterbatasan kapasitas dan kewenangan mereka di kawasan tersebut. Jumlah aparat yang bertugas sangat terbatas, di Pos UGK (Unsur Penugasan Keamanan Laut), misalnya, hanya terdapat 3 petugas, padahal wilayah laut di kawasan ini sangat luas. Di samping itu, peralatan untuk monitoring di laut juga sangat minim (alat peneropong), petugas tersebut tidak dilengkapi dengan kapal patroli, karena kapal patroli bermarkas di Kantor Lanal yang terletak di Ranai (ibukota Kabupaten Natuna). Mereka hanya bertugas memantau situasi dan melaporkan kejadian di kawasan tersebut ke kantor Lanal di Ranai, sedangkan kegiatan patroli langsung dikendalikan oleh Lanal di Ranai.

Berbeda dengan aparat penegak hukum, sebagian nelayan lokal dan masyarakat mengemukakan masih lemahnya penegakan hukum erat kaitannya dengan dugaan mereka akan adanya ‘permainan’ antara aparat penegak hukum dengan para pelanggar (pengebom, pembius dan pengguna trawl). Pendapat seperti ini selalu muncul dalam wawancara mendalam dan diskusi kelompok terbatas dengan nelayan, pengusaha perikanan, pimpinan formal dan informal dan beberapa anggota masyarakat.

Untuk kasus pengeboman dan pembiusan, menurut beberapa informan dan sebagian nelayan, ada ‘ijin’ dari ‘aparat’. ‘Ijin’ ini diindikasikan dari mereka yang akan ‘bekerja’ (melakukan kegiatan pembiusan) ‘melapor’ kepada ‘aparat’ dan sebagai imbalannya, mereka memberikan kompensasi yang besarnya bervariasi, tergantung pada jumlah pompong dan kesanggupan dari ‘pekerja’. Seorang informan yang dulunya juga ‘bekerja’ mengatakan:

“Kasih tau die (aparat) kalau mau kerja – kesadaran basa basi di kasih tak tentu – antara Rp 100.000 – 300.000 per bulan, die ndak memberat, berapa kita sanggup kasih”

Sumber lain seorang pedagang pengumpul yang mempunyai banyak ‘anak buah’ melakukan kegiatan pengeboman dan pembiusan di luar kawasan Pulau Tiga mengakui kalau “nyetor ke pos untuk bius Rp 1,5 juta per bulan dan Rp 2,5 juta per bulan.” Namun kejelasan dari pengakuan ini masih perlu ditelusuri lebih lanjut.

Pemberian kompensasi dapat dilakukan secara rutin atau insidental, bagi pembius yang melakukan kegiatan secara rutin, maka uang kompensasi juga diberikan secara rutin per bulan, tetapi bagi nelayan luar yang datang secara insidentil, kompensasi juga dilakukan secara insidentil. Pentingnya ‘ijin’ ini sudah menjadi rahasia umum, khususnya para pengebom dan pembius.

Page 170: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

148

Dengan adanya ‘laporan’ tersebut ‘pekerja’ dapat melakukan kegiatan ilegal tersebut tanpa gangguan, sebaliknya kalau tidak melapor, kegiatan mereka dapat bermasalah atau bahkan di tangkap. Di samping itu, pengebom atau pembius akan mendapatkan informasi jika akan dilakukan patroli dari Lanal Kabupaten Natuna. Informasi disampaikan melalui bos penampung ikan yang dengan segera akan memberitahukan ‘anak buah’nya. Dengan demikian, mereka dapat bersiap-siap dan tidak melakukan kegiatan ilegal tersebut pada saat patroli dilakukan. Akibatnya, patroli tidak dapat menangkap basah kegiatan pengeboman dan pembiusan. Dengan demikian, bagi ‘pekerja’ laporan yang diikuti dengan pemberian kompensasi tersebut merupakan sarana untuk mendapatkan ‘backing aparat’ terhadap kegiatan ilegal mereka.

Mengingat upaya larangan penggunaan bom dan bius semakin gencar dan upaya pengelolaan sumber daya laut mulai dilakukan, maka pada waktu penelitian dilakukan (April 2005), aparat sudah tidak memberikan ‘backing’ lagi pada para ‘pekerja’. Seperti penuturan seorang pekerja ‘aparat tidak terima laporan lagi’. Keadaan ini diharapkan masyarakat dapat terus berlangsung, karena aparat harus nmenjalankan tugasnya melakukan penegakan hukum.

Seperti pengeboman dan pembiusan, informan dan sebagian nelayan lokal juga menduga ‘ada permainan’antara ‘aparat’ dan nelayan Thailand. ‘Permainan’ ini digambarkan dengan kata-kata simbolis ‘kapal patroli nempel kapal Thai -- kemudian kapal patroli pulang - kapal Thai bebas’. Mereka percaya ‘permainan’ ini terjadi di tingkat daerah dan tidak berlaku untuk patroli tingkat nasional yang dilakukan oleh kapal perang KRI, karena patroli KRI berhasil menangkap kapal-kapal ikan Thailand.

Sedangkan pimpinan masyarakat desa, baik formal maupun non-formal, mengalami kesulitan untuk mengatasi kegiatan pengeboman dan pembiusan. Hal ini terutama dikarenakan adanya ikatan kekeluargaan dengan pengebom dan pembius. Di Desa Sededap, misalnya, aparat desa mengakui tidak dapat mengatasi kegiatan ilegal tersebut. Ketika aparat memanggil pengebom dan/atau pembius, mereka dimusuhi oleh anggota keluarga yang lain. Penangkapan pernah dilakukan kepada pembius, akibatnya aparat tersebut berselisih dengan pembius tersebut selama hampir setahun, padahal mereka masih bersaudara. Karena itu, aparat desa tersebut menyarankan penanganan kasus penggunaan bahan dan alat yang ilegal tersebut seharusnya ditangani langsung oleh aparat hukum.

Di samping itu, masih lemahnya penegakan hukum juga berkaitan erat dengan belum lengkapnya lembaga hukum di Kabupaten Natuna. Walaupun ada pelanggar yang tertangkap, kasusnya belum dapat diproses di Natuna, melainkan harus dilimpahkan ke Kota Tanjung Pinang, karena belum tersedianya Kantor Pengadilan Negeri di

Page 171: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 149

kabupaten ini. Jauhnya tempat untuk memproses perkara dan sulitnya memantau proses hukum tersebut, menyebabkan pelanggaran, seperti pengeboman, pembiusan dan penggunaan trawl masih terus berlangsung.

Sebagai contoh, patroli yang dilakukan oleh kapal perang KRI berhasil menangkap 5 kapal Thailand. Nelayan Thailand yang tertangkap tersebut mulanya diproses di Kantor Lanal di Ranai, kemudian dilanjutkan proses peradilannya di Tanjung Pinang. Tetapi hasilnya, kapal-kapal Thailand tersebut bebas dan kembali ke negaranya. Pada waktu penelitian, kegiatan patroli juga menangkap 3 kapal Thailand, ketiga kapal masih diamankan di pos Sabang Mawang, sedangkan awak-awak kapal masih diperiksa di Kantor Lanal, Ranai.

Keprihatinan nelayan lokal terhadap keberadaan nelayan Thailand mendapat dukungan dari masyarakat dan aparat desa di kawasan Pulau Tiga dan Kecamatan Bunguran Barat. Pada tahun 2004 dibentuk forum peduli masyarakat terhadap keberadaan kapal-kapal Thailand. Dari informasi nelayan, forum peduli melaporkan kegiatan kapal-kapal Thai ini pada Dan Lanal di Ranai. Tetapi kasus ini tidak dapat diselesaikan dengan mudah. Kesulitan ini, menurut pihak Lanal pada waktu hearing dengan anggota DPRD Natuna, kapal Thai ini adalah kapal Indonesia karena berbendera Indonesia, walaupun kapal-kapal tersebut berbeda nyata dengan kapal-kapal ikan Indonesia (bentuk, perlengkapan dan ciri kapal serta bahasa ABK). Di samping itu, kapal-kapal tersebut bebas karena ada ‘ijin’ dari pusat. Konsekuensinya, pemecahan masalah kapal-kapal Thailand ini harus melibatkan pihak yang berwenang di tingkat nasional.

6.3. Konflik Kepentingan antar Stakeholders

Tingginya potensi sumber daya laut (SDL) di kawasan Pulau Tiga dan sekitarnya telah memacu banyaknya stakeholders yang datang dan memanfaatkan SDL tanpa memperhatikan kelestariannya. Untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, seringkali terjadi persaingan antar stakeholders, sehingga dapat menimbulkan konflik. Masing-masing stakeholder mempunyai kepentingan, sasaran dan prioritas yang berbeda dan bahkan bertolak belakang satu dengan lainnya.

6.3.1. Nelayan Lokal Versus Nelayan Luar

Banyaknya nelayan, baik lokal maupun dari luar daerah, yang beroperasi di kawasan Pulau Tiga dan perairan sekitarnya mengindikasikan banyaknya kegiatan pemanfaatan dan kepentingan nelayan. Keadaan ini

Page 172: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

150

berimplikasi pada perbedaan kepentingan dan tumpang tindih wilayah tangkap, sehingga dapat menimbulkan konflik antar nelayan. Pada dasarnya konflik antar nelayan ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 bagian, yaitu: konflik antara nelayan lokal dengan nelayan Thailand, dan antara nelayan lokal dengan nelayan dari luar kawasan Pulau Tiga.

• Nelayan Lokal dan Nelayan Thailand

Penggunaan trawl oleh nelayan Thailand dalam jumlah yang besar (lihat penjelasan sebelumnya) sangat mengganggu nelayan lokal di kawasan perairan Pulau Tiga dan sekitarnya. Beberapa informan dan sebagian nelayan bahkan menyatakan penggunaan trawl tersebut telah menjadi ancaman bagi nelayan lokal. Ancaman ini didasarkan dari beberapa alasan, seperti: tumpang tindih wilayah tangkap, penggunaan alat yang ilegal, terancamnya keselamatan nelayan dan penurunan hasil tangkap.

Banyaknya kapal ikan Thailand yang beroperasi di kawasan Pulau Tiga dan perairan di sekitarnya telah mengganggu wilayah tangkap nelayan lokal. Kapal-kapal tersebut seringkali masuk ke wilayah tangkap nelayan lokal, bahkan menurut beberapa informan dan sebagian nelayan, mereka telah mendekati lokasi permukiman penduduk. Masuknya kapal-kapal Thailad ke wilayah tangkap nelayan lokal ini sudah berlangsung 3-4 tahun terakhir. Sebaliknya dalam kurun waktu yang sama, kegiatan nelayan lokal semakin meluas, sebagian kecil nelayan juga menangkap ikan pada wilayah laut lepas (lebih ke tengah laut) yang sebelumnya merupakan wilayah dimana kapal-kapal Thailand biasa menangkap ikan.

Sampai akhir tahun 1990-an, kapal-kapal Thailand masuk ke wilayah sekitar kasawasan Pulau Tiga secara terang-terangan. Tetapi sejak terbentuknya Kabupaten Natuna tahun 1999, komplain terhadap keberadaan kapal-kapal asing ini semakin marak dibicarakan. Sebagai respon, nelayan Thailand merubah pola kegiatan, siang hari beroperasi pada wilayah laut lepas (agak ke tengah), tetapi pada malam hari kapal-kapal tersebut mulai menepi ke pantai.

Penangkapan ikan pada wilayah yang sama ini menimbulkan kompetisi dalam memperebutkan sumber daya laut. Dalam kompetisi ini nelayan lokal tentu saja sangat dirugikan, karena adanya ‘persaingan’ yang tidak seimbang dengan nelayan Thailand, terutama (1) kapasitas armada tangkap nelayan Thailand jauh lebih besar dari armada nelayan lokal (lihat poto), dan (2) jumlah kapal yang beroperasi juga cukup banyak.

Page 173: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 151

Kapal ikan Thailand Pompong nelayan lokal

Masuknya kapal-kapal Thailand berdampak substansial pada hasil tangkap nelayan lokal. Dengan kapasitas kapal yang besar dan alat tangkap trawl yang ‘menyapu’ semua ikan dan biota laut, nelayan Thailand mampu menangkap ikan dengan jumlah yang besar. Sebaliknya dengan nelayan lokal, kebanyakan masih menggunakan pompong dengan kapasitas yang sangat terbatas dan alat tangkap utama pancing tonda, kemampuan tangkap mereka jauh lebih rendah. Ketimpangan ini tentu saja sangat merugikan nelayan lokal. Sebagai ilustrasi, nelayan Thailand dapat menangkap ikan puluhan ton per hari, sedangkan nelayan lokal sulit untuk mendapatkan ikan 100 kg per hari.

Di samping ketimpangan hasil tangkap, masuknya kapal ikan Thailand ke wilayah tangkap nelayan lokal dan meluasnya kegiatan nelayan lokal sampai ke laut lepas (lebih ke tengah laut) juga berpengaruh terhadap kenyamanan dan keselamatan nelayan lokal. Beberapa informan dan nelayan mengungkapkan keberadaan kapal-kapal Thailand ‘menakutkan’, terutama ketika nelayan lokal sedang melakukan kegiatan sendiri tanpa berkelompok. Dengan kapasitas armada tangkap yang sederhana, keselamatan nelayan lokal terancam ketika berdekatan dengan armada tangkap nelayan Thailand. Kehidupan di laut membuat nelayan Thailand digambarkan nelayan lokal sebagai nelayan yang ‘garang’ dan tega membinasakan temannya sendiri, seperti dikemukakan nelayan lokal berikut ini:

“Nelayan lokal takut dengan kapal Thailand – ABKnya banyak dan kapalnya main tabrak, ABK mereka sendiri di buang ke laut”

Komplain nelayan lokal terhadap nelayan Thailand di kawasan ini semakin memuncak karena nelayan lokal mengetahui penggunaan trawl dilarang pemerintah. Tetapi masyarakat tidak mempunyai kewenangan dan daya untuk ‘mengusir’ kapal-kapal tersebut. Mereka menganggap aparat pemerintah yang berwenang, seperti Marinir dan Lanal, seakan-akan membiarkan kegiatan ilegal tersebut. Hal ini diindikasikan dari patroli yang dilakukan oleh pihak yang berwenang di tingkat lokal tidak membuahkan hasil, sehingga kapal-kapal Thailand tersebut masih bebas beroperasi.

Page 174: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

152

• Nelayan Lokal dan Nelayan Luar Kawasan Pulau Tiga

Selain nelayan Thailand, kompetisi dalam memperebutkan sumber daya laut, khususnya ikan dan biota laut bernilai ekonomi tinggi, juga terjadi antara nelayan lokal dengan nelayan dari luar kawasan perairan Pulau Tiga. Pada bab IV sudah dijelaskan nelayan-nelayan dari luar kawasan yang masuk kawasan perairan Pulau Tiga cukup banyak, mulai yang berasal dari luar kecamatan dalam Kabupaten Natuna (seperti: nelayan Midai dan Tarempa), nelayan dari luar kabupaten, tetapi masih dalam Provinsi Kepulauan Riau (misalnya, nelayan Tanjung Balai Karimun dan Batam), nelayan dari luar provinsi dan luar pulau (seperti: nelayan Tegal dari Jawa, nelayan Medan dan nelayan dari Kalimantan Barat).

Seperti halnya dengan nelayan Thailand, kompetisi antara nelayan lokal dengan nelayan luar, terutama dari luar kabupaten dan luar provinsi, tidak seimbang, karena kapasitas armada tangkap nelayan lokal lebih rendah dan wilayah tangkapnya juga lebih terbatas dari nelayan luar tersebut. Akibatnya, nelayan lokal tidak dapat bersaing dengan nelayan luar, sehingga hasil tangkap mereka juga jauh lebih rendah, jika dibandingkan dengan nelayan luar. Sebagai gambaran, produksi kapal ikan Tanjung Balai Karimun sebanyak 0,5 – 1 ton per hari, padahal jumlah kapal yang beroperasi cukup banyak (sekitar 70-an kapal).

Namun demikian, persaingan terselubung ini tidak sampai menimbulkan konflik terbuka antara nelayan lokal dan nelayan luar. Baik nelayan lokal maupun nelayan luar menanggap bahwa mereka sama-sama mencari ikan untuk menopang kehidupan keluarga. Tetapi hal ini perlu mendapat perhatian dan perlu diantisipasi, karena perbedaan hasil tangkap yang mencolok tersebut dapat menimbulkan ‘kecemburuan’ yang menjadi embrio terjadinya konflik antar stakeholders tersebut.

6.3.2. Nelayan dan Pengusaha Perikanan

Nelayan dan pengusaha perikanan, khususnya pedagang pengumpul dan agen penjualan ikan, mempunyai hubungan timbal balik. Nelayan memerlukan pedagang dan agen ikan, tidak hanya untuk membeli ikan hasil tangkapan, tetapi juga menyediakan sarana dan bahan/alat yang diperlukan untuk kegiatan melaut. Sebaliknya, pedagang dan agen juga memerlukan nelayan, karena kelancaran dan keberhasilan usaha mereka sangat tergantung pada produksi ikan para nelayan.

Saling ketergantungan ini seharusnya mengindikasikan hubungan yang seimbang antara nelayan dan pedagang/pengusaha perikanan. Tetapi kenyataannya, hubungan tersebut didominasi oleh pedagang pengumpul dan agen ikan. Hal ini terjadi karena adanya monopoli pemasaran

Page 175: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 153

(hanya terdapat satu agen) ikan hidup dan hanya beberapa agen ikan mati di Kecamatan Bunguran Barat. Dengan monopoli, harga ditentukan secara sepihak oleh pihak agen, akibatnya, nelayan tidak mempunyai ‘posisi tawar’. Keadaan ini merugikan pihak nelayan.

Monopoli pemasaran ikan di kawasan Pulau Tiga dan Kecamatan Bunguran Barat ini perlu mendapat perhatian. Hal ini penting, terutama dalam upaya meningkatkan kesejahetraan masyarakat.

6.3.3. Masyarakat dan Pemerintah

• Nelayan dan Pemerintah

Potensi konflik antara nelayan dan pemerintah di kawasan Pulau Tiga bersumber pada tiga hal. Pertama, kepentingan yang berbeda antara pihak pemerintah dan sebagian nelayan, khususnya mereka yang melakukan kegiatan ilegal. Pihak pemerintah bermaksud untuk melakukan pengaturan dalam pemanfaatan sumber daya laut agar sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Aturan yang sudah berjalan dan diketahui nelayan adalah larangan penggunaan bahan peledak (bom) dan beracun (potas) dalam penangkapan ikan. Sebaliknya, untuk mendapatkan hasil tangkap yang banyak dalam waktu yang pendek, sebagian nelayan menggunakan bom dan potas.

Konflik kepentingan ini semakin mencolok ketika memperhitungkan produksi perikanan, khususnya ikan hidup, yang menjadi sumber utama kegiatan ekonomi di Kecamatan Bunguran Barat. Sebagian besar (sekitar 70 persen) produksi ikan hidup diperkirakan merupakan hasil tangkapan yang menggunakan bius (potas). Kegiatan penangkapan dan perdagangan ikan hidup tersebut merupakan sumber pendapatan, tidak hanya bagi nelayan dan pedagang ikan, melainkan juga sektor-sektor lain, seperti: perdagangan (makanan, kelontongan, pakaian), transportasi (ojek dan becak) dan jasa (kuli angkut). Sekitar 80 persen penduduk di Sedanau menggantungkan kehidupannya pada aktivitas perikanan dan perdagangan (ekspor) ikan hidup. Jika penangkapan ikan hidup (menggunakan potas) dihentikan, maka kehidupan ekonomi masyarakat di kecamatan ini dipercayai akan lumpuh.

Tetapi, keuntungan ekonomi yang bersumber dari penggunaan potas hanya dalam jangka pendek dan tidak berkelanjutan. Nelayan pembius atau pengebom hanya konsen pada pendapatan dan keuntungan dalam jangka pendek, tetapi belum memikirkan kesinambungan pendapatan dalam jangka panjang. Nelayan sebetulnya mengetahui adanya larangan penggunaan bius (potas) dan bom serta dampaknya terhadap kerusakan terumbu karang. Tetapi kesadaran dan kepedulian mereka terhadap kelestarian terumbu karang dan keberlanjutan dan stabilitas hasil

Page 176: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

154

tangkapan masih terbatas. Karena itu, masuk dan berjalannya program pengelolaan sumber daya laut, seperti: COREMAP di kawasan Pulau Tiga menjadi sangat penting dan perlukan oleh masyarakat di kawasan ini.

Ke dua, potensi konflik antara nelayan dan pemerintah timbul karena adanya dugaan sebagian nelayan dan masyarakat terhadap ‘aparat’ pemerintah yang melakukan ‘backing’ terhadap para pelanggar, seperti: pembius, pengebom dan pengguna trawl. Mereka menduga ada ‘permainan’ antara ‘aparat’ dan ‘pekerja’ yang menyebabkan kegiatan ilegal tersebut masih terus berlangsung (penjelasan detail lihat bagian 6.2.2).

Ke tiga, potensi konflik juga muncul sebagai dampak pelaksanaan program pemerintah, seperti program pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang didanai oleh APBD Kabupaten Natuna. Program Dinas Kelautan dan Perikanan yang mempunyai tujuan yang sangat baik ini telah dilaksanakan di kawasan Pulau Tiga. Tetapi, program tersebut belum berjalan secara optimal dan menurut informan dan sebagian anggota masyarakat, hanya menguntungkan segelintir anggota masyarakat, khususnya mereka yang mempunyai hubungan dengan pihak yang berwenang di tingkat desa. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini juga kurang mendapat perhatian instansi yang berwenang, sehingga dana yang seharusnya digunakan sebagai modal kerja, sebagian dibelanjakan untuk keperluan konsumtif (seperti TV dan CD), sehingga pembayaran angsuran menjadi tidak lancar. Keadaan ini menimbulkan kekecewaan, kecemburuan dan kemarahan anggota masyarakat, terutama bagi mereka yang betul-betul memerlukan bantuan modal dan mempunyai keinginan kuat untuk mengembangkan usaha.

• Petani dan Pemerintah

Sebelum maraknya kegiatan perikanan, sebagian besar penduduk di kawasan Pulau Tiga adalah petani. Potensi pertanian cukup besar, terutama kelapa, tetapi setelah kelapa tua, produksi berkurang secara signifikan. Petani tidak melakukan peremajaan kebun kelapa karena harga kelapa rendah. Sebagai kompensasi, mereka menanami lahannya (di sela-sela pohon kelapa dan lahan yang masih tersisa) dengan cengkeh. Kegiatan pertanian berlangsung secara alamiah, tanpa intervensi dari sektor pertanian. Mulanya, petani tidak mempermasalahkan hal ini, karena produksi kelapa dan cengkeh cukup baik, tetapi sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman tersebut, produksinya juga semakin menurun. Kondisi semakin sulit karena harga kelapa sangat rendah. Kekecewaan petani semakin besar karena

Page 177: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 155

kurangnya perhatian dari pihak yang berwenang, khususnya Dinas Pertanian.

Bab ini mendiskusikan kerusakan sumber daya laut, terutama ekosistem terumbu karang di kawasan Pulau Tiga dan Perairan di sekitarnya. Kerusakan ini berkaitan erat dengan dua faktor, yaitu: penggunaan bahan dan alat yang merusak terumbu karang dan sumber daya perikanan, seperti: bius/potas, bom dan trawl, dan lemahnya penegakan hukum di kawasan ini, walaupun disini terdapat dua pos penjagaan dari Marinir dan Lanal. Di samping itu, semakin banyaknya stakeholders yang beroperasi di perairan ini seringkali menimbulkan kompetisi yang tidak berimbang, diantara nelayan lokal, nelayan dari luar dan nelayan asing, dalam memperebutkan sumber daya laut di kawasan Pulau Tiga dan perairan sekitarnya. Dengan kapasitas armada yang masih sangat sederhana, nelayan lokal merupakan stakeholder yang paling lemah dan dirugikan dalam persaingan ini. Ketimpangan ini perlu diperhatikan, terutama untuk meningkatkan daya saing nelayan lokal dalam pemanfaatan sumber daya laut, khususnya terumbu karang, secara berkelanjutan.

Page 178: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

156

Page 179: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 157

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini merupakan rangkuman dari hasil kajian aspek sosial terumbu karang di kawasan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna. Kajian ini dimulai dengan gambaran kondisi sumber daya alam/laut (SDA/SDL) dan sumber daya manusia (SDM) di kawasan Pulau Tiga. Sebagai kawasan yang didominasi oleh laut, pengelolaan SDL, termasuk wilayah dan armada tangkap, siapa yang terlibat dan bentuk keterlibatan, mempunyai pengaruh yang besar terhadap produksi hasil laut. Walaupun pemanfaatan SDL belum optimal, tetapi sumber daya laut ini telah mengalami kerusakan, termasuk terumbu karang, dengan tingkatan yang berbeda. Untuk mencpai pemanfaatan secara berkelanjutan, pengelolaan SDL menjadi sangat penting.

7.1. Kesimpulan

Kawasan Pulau Tiga merupakan daerah yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan, mengindikasikan bahwa potensi kawasan yang utama berasal dari sumber daya laut, khususnya perikanan tangkap. Potensi sumber daya laut yang cukup mencolok adalah ekosistem terumbu karang dengan keberagaman ikan dan biota yang hidup di sekitarnya. Pada umumnya sumber daya laut di kawasan ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh penduduk lokal, karena sebagian besar nelayan masih melaut di bagian tepi dan hanya sebagian kecil yang beroperasi di laut lepas. Tetapi di sekitar kawasan terumbu karang, kegiatan perikanan tangkap sudah dilakukan secara intensif oleh nelayan lokal dan nelayan luar menggunakan bahan peledak (bom) dan beracun (bius/potas), sehingga telah menyebabkan degradasi ekosistem tersebut.

Hanya sebagian kecil wilayah yang merupakan daratan, berupa pulau-pulau kecil dengan tiga pulau yang menjadi pusat permukiman penduduk, yaitu Pulau Sabung (Desa Sabang Mawang), Pulau Batang (Desa Pulau Tiga) dan Pulau Selapi (Desa Sededap). Ketiga pulau ini mempunyai topografi yang dominasi oleh bukit dengan kelerengan yang sangat curam. Bukit di ke tiga pulau ini dulunya merupakan hutan yang hampir seluruhnya sudah dikonversi menjadi kebun kelapa dan cengkeh. Usaha perkebunan kelapa sudah dikembangkan lama, sejak zaman penjajahan, pohon-pohon kelapa yang ada saat ini sudah tidak produktif lagi karena sudah sangat tua. Sedangkan perkebunan cengkeh sudah berkembang

Page 180: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

158

sejak tahun 1970-an, tetapi perkebunan ini tidak dikelola secara baik, sehingga produksinya juga mengalami penurunan.

Profil Penduduk

Kawasan Pulau tiga dihuni oleh cukup banyak penduduk, lebih dari seribu kepala keluarga atau sekitar 4.500 jiwa. Dari ke tiga desa di kawasan ini, Desa Sabang Mawang merupakan desa dengan jumlah penduduk yang terbanyak dan terpadat dan sebaliknya dengan Desa Sededap. Di lihat dari komposisinya, penduduk di kawasan ini tergolong dalam penduduk usia muda, dimana proporsi penduduk terbesar terdapat pada penduduk dengan usia kurang dari 15 tahun. Penduduk terkonsentrasi di bagian pesisir, sehingga sebagian besar permukiman berada di atas laut.

Penduduk di kawasan Pulau Tiga pada awalnya adalah migran dari Sedanau yang merupakan keturunan suku melayu asal Serawak Malaysia. Pada masa penjajahan Jepang sebanyak 20 orang dari Sedanau datang dan membuka hutan untuk ditanami kelapa di kawasan ini. Kemudian penduduk berkembang dengan datangnya migran dari daerah-daerah lain, termasuk suku Bugis, Buton, Jawa dan lainnya. Kedatangan para migran tersebut paralel dengan semakin terbukanya kawasan Pulau Tiga dari keterisolasiannya, terutama dengan adanya kapal penumpang PELNI tujuan Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun, serta terbukanya akses ke ibukota Natuna melalui jalan darat.

Sebagian penduduk mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah, sekitar 75 persen berpendidikan SD ke bawah. Rendahnya pendidikan berkaitan erat dengan terbatasnya fasilitas pendidikan di kawasan ini dan mahalnya biaya untuk melanjutkan sekolah ke kota. Tetapi, pendidikan untuk generasi muda telah mengalami peningkatan, karena dibangunnya sekolah SMP di Desa Pulau Tiga dan motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak semakin membaik, terutama untuk pendidikan anak laki-laki. Di samping pendidikan formal, beberapa pemuda juga menambah pengetahuan dan keterampilan mereka melalui pendidikan non-formal, seperti kursus bahasa Inggris, mengetik, pembinaan keagamaan dan kepemimpinan. Pendidikan non-formal yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut sayangnya masih sangat minim, baru berupa penyuluhan.

Sebagian besar penduduk, atau 52 persen responden, menggantungkan kehidupannya pada sumber daya laut, terutama sebagai nelayan, sedangkan sisanya bekerja sebagai petani, pedagang dan tenaga jasa. Keberagaman mata pencaharian memberikan peluang yang cukup besar bagi penduduk untuk memiliki pekerjaan lebih dari satu, misalnya sebagai nelayan dan sekaligus petani dimana perikanan merupakan

Page 181: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 159

pekerjaan utama, sedangkan pertanian sebagai pekerjaan tambahan. Pekerjaan umumnya dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan, khususnya ibu-ibu, kebanyakan tidak bekerja, hanya mengurus rumah tangga.

Pekerjaan mempunyai relevansi dengan pendapatan penduduk di kawasan Pulau Tiga. Sebagian besar pendapatan bersumber dari perikanan tangkap dan budidaya. Rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp 782.000 per rumah tangga atau Rp 228.000 per kapita. Jumlah pendapatan tersebut berada di atas garis kemiskinan untuk Provinsi Kepulauan Riau (Rp 134.000 per kapita per bulan). Pendapatan bervariasi antar rumah tangga dengan perbedaan yang sangat besar, yaitu antara Rp 15.000 sampai Rp 8.642.000 per bulan. Pendapatan rumah tangga juga bervariasi antar musim, dimana pada waktu musim ikan, rata-rata pendapatan per bulan (RP 917.000) hampir lima kali lipat jika dibandingkan dengan musim sulit ikan (Rp 184.000). Dari hasil survei juga dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan nelayan per bulan lebih besar daripada rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian. Keadaan ini mengidikasikan bahwa pekerjaan sebagai nelayan masih menjadi pilihan utama di kawasan ini.

Jenis pekerjaan dan besarnya pendapatan berkaitan erat dengan kepemilikan aset rumah tangga. Hasil survei mengungkapkan rata-rata nilai aset rumah tangga cukup besar, sekitar Rp 25.496.000, tetapi variasi antar rumah tangga juga sangat tinggi, yaitu milai dari Rp 580.000 sampai Rp 253.600.000, terutama berasal dari nilai rumah, barang elektronik dan perhiasan. Sedangkan aset alat produksi kontribusinya paling rendah, karena banyak rumah tangga yang tidak mempunyai alat produksi. Tingginya nilai aset rumah tangga ini dapat dijadikan salah satu indikator kesejahteraan penduduk di kawasan Pulau Tiga.

Kegiatan Kenelayanan

- Pola Kegiatan

Kegiatan nelayan di kawasan Pulau Tiga (Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap) bervariasi menurut jenis ikan yang ditangkap, alat tangkap dan musim. Berdasarkan jenis ikan yang ditangkap, nelayan dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: nelayan ikan mati yang biasa disebut dengan nelayan tongkol (nongkol) dan nelayan ikan hidup. Nelayan tongkol (ikan mati) adalah nelayan yang menangkap ikan tongkol, terutama pada musim utara yaitu bulan November sampai dengan Februari/Maret dan mencapai puncaknya bulan Desember. Di samping tongkol, nelayan juga menangkap ikan lainnya, seperti: krisi bali, kakap dan tenggiri.

Page 182: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

160

Setelah angin kencang berakhir, jumlah ikan tongkol dan ikan lainnya berkurang, karena itu nelayan ikan mati beralih menjadi nelayan penangkap ikan hidup (ikan karang). Penangkapan ikan hidup biasanya dilakukan pada musim teduh. Umumnya nelayan menggunakan pancing dengan umpan ikan untuk menangkap ikan hidup yang banyak terdapat di sekitar terumbu karang. Ikan hidup merupakan ikan target bagi nelayan karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sebagai ikan ekspor, terutama napoleon, kerapu dan sunu, dengan pasar yang utama adalah pasar Hongkong.

- Wilayah Tangkap

Kegiatan penangkapan ikan mati dan ikan hidup dilakukan nelayan di kawasan Pulau Tiga dan perairan sekitarnya di Kabupaten Natuna. Wilayah tangkap bervariasi antara ikan mati dan ikan hidup. Untuk ikan mati, terutama tongkol, wilayah tangkap bervariasi antara musim angin dan musim teduh. Pada musim angin kencang wilayah tangkap terbatas pada wilayah perairan sekitar Kecamatan Bunguran Barat, Bunguran Timur, Kecamatan Siantan dan Kecamatan Midai. Sedangkan pada musim teduh, nelayan menangkap pada wilayah yang lebih luas mencapai laut lepas pada jalur pelayaran kapal tanker ke Singapura dan Malaysia.

Sedangkan penangkapan ikan hidup terkonsentrasi di kawasan-kawasan yang kaya akan terumbu karang. Mulanya nelayan hanya menangkap di kawasan karang sekitar Pulau Sabung, Pulau Batang dan Pulau Selapi, tetapi dengan semakin terbatasnya ikan karang di kawasan ini, maka nelayan menangkap ikan hidup pada wilayah yang lebih luas, meliputi kawasan karang di Kecamatan Bunguran Barat, Kecamatan Bunguran Timur, Kecamatan Serasan, Kecamatan Midai dan Kecamatan Siantan.

- Teknologi Penangkapan

Secara umum teknologi penangkapan nelayan di kawasan Pulau Tiga masih sederhana, diindikasikan dari armada tangkap berupa perahu motor (pompong) dengan kapasitas yang terbatas. Sebagian besar nelayan mempunyai mesin perahu berkapasitas hanya 0 – 5 GT dan hanya sebagian kecil yang kapasitasnya 5 – 10 GT dengan muatan mencapai 3 ton per pompong. Masih terbatasnya pompong nelayan mencerminkan terbatasnya kemampuan perahu nelayan. Hanya sebagian kecil pompong yang mampu melaut pada wilayah yang cukup jauh sampai mencapai ke tengah laut yang menjadi wilayah tangkap

Page 183: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 161

kapal-pakal ikan dari luar daerah, seperti: dari Tegal, Kalimantan Barat, Batam, Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun dan Medan.

Armada tangkap nelayan kawasan Pulau Tiga juga dilengkapi oleh alat tangkap dan bahan yang bervariasi. Sebagian besar nelayan menggunakan alat tangkap yang sederhana, seperti pancing, jaring, bubu, kelong dan cedok dan hanya beberapa yang mengusahakan bagan. Dengan peralatan yang sederhana ini, kemampuan nelayan menangkap ikan (mati dan hidup) juga terbatas, padahal jumlah nelayan semakin banyak, tidak hanya nelayan lokal melainkan juga nelayan luar. Untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak, maka banyak nelayan lokal meniru nelayan luar dengan menggunakan bahan peledak (bom) dan bahan beracun (bius/potas).

Penggunaan bom sudah berlangsung lama sejak tahun 1970-an dan masih terus berlangsung pada saat penelitian dilakukan pada bulan April 2005. Sedangkan penggunaan bius/potas mulai berkembang awal tahun 1990-an, walaupun kegiatan ini telah dilakukan nelayan dari luar daerah sejak akhir tahun 1980-an. Tingginya harga ikan hidup telah memicu nelayan, baik nelayan lokal maupun nelayan dari luar, untuk menangkap ikan tersebut dengan berbagai cara, termasuk penggunaan bahan kimia yang beracun, seperti: bius atau potas. Sebagian besar ikan hidup di kawasan Pulau Tiga dan perairan laut Kecamatan Bunguran Barat dipercayai ditangkap menggunakan bius. Walaupun bom dan potas dilarang pemerintah, nelayan masih menggunakan bahan ilegal tersebut.

Produksi dan Pemasaran

Tingginya potensi SDL di kawasan Pulau Tiga dan perairan di sekitarnya diindikasikan dari besarnya produksi perikanan yang dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu ikan mati dan ikan hidup. Produksi bervariasi antar musim, musim angin teduh dimana produksi ikan tinggi dan angin kencang dimana produksi ikan berkurang separuh sampai hanya sepertiga dari produksi pada musim teduh. Produksi perikanan mengalami peningkatan setelah adanya permintaan ikan dari luar pada awal tahun 1990-an. Produksi ikan mati (ikan yang dijual dalam keadaan mati tetapi masih segar, terutama tongkol, krisi bali dan kakap) meningkat secara gradual dengan semakin banyaknya nelayan dan perkembangan armada tangkap, termasuk penggunaan bahan peledak (bom) oleh nelayan lokal dan nelayan dari luar dan pukat harimau (trawl) oleh nelayan luar, terutama nelayan Thailand. Ikan mati di jual kepada pedagang pengumpul (pabrik es) yang kemudian memasarkannya ke Tanjung Pinang dan Batam, dan kapal-kapal ikan Kalimantan untuk pemasaran di Kalimantan Barat.

Page 184: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

162

Sedangkan produksi ikan hidup (ikan-ikan karang yang ditangkap dan dijual dalam keadaan hidup) yang semula tidak menjadi ikan target meningkat secara substantial dengan masuknya kapal ikan Hongkong secara berkala di kawasan ini. Sebagai komoditi ekspor, ikan hidup, terutama jenis kerapu, sunu dan napoleon, mempunyai nilai jual yang tinggi, disesuaikan dengan harga pasar international di Hongkong. Tingginya nilai ekonomis ikan hidup menyebabkan aktivitas penangkapan ikan tersebut semakin intensif, tidak hanya dilakukan nelayan lokal melainkan juga nelayan dari luar. Untuk memenuhi permintaan, nelayan menggunakan bahan ilegal berupa bius/potas.

Harga ikan hidup ditentukan oleh harga di pasar Hongkong. Tetapi, monopoli pemasaran ikan hidup oleh satu agen di Sedanau menyebabkan harga di tingkat nelayan sangat ditentukan oleh agen tersebut. Penentuan sepihak ini didukung oleh terbatasnya pengetahuan nelayan mengenai informasi perkembangan harga pasar. Di samping itu, keterikatan nelayan yang banyak mendapat ‘bantuan’ dalam pengembangan usaha perikanan (pompong, alat tangkap dan bahan serta keperluan lain) menyebabkan ketergantungan mereka kepada agen tersebut. Hal yang serupa juga dialami oleh nelayan ikan mati, harga ditentukan oleh pedagang pengumpul. Nelayan tidak dapat menyimpan ikan terlalu lama, karena itu mereka tergantung pada pabrik es yang juga berfungsi sebagai pengumpul ikan mati. Nelayan terpaksa menjual ikan ke pabrik es, walaupun harganya rendah, lebih rendah dari harga jual pada masyarakat di kawasan Pulau Tiga.

Pada beberapa tahun terakhir, produksi ikan hidup mengalami penurunan, dicerminkan dari berkurangnya frekuensi kedatangan kapal Hongkong dari empat kali sebulan menjadi dua kali sebulan pada musim ikan dan sekali sebulan pada musim sulit ikan. Penurunan ini berkaitan erat dengan (1) berkurangnya produksi ikan hidup sebagai dampak dari penggunaan bahan beracun dan peledak dan (2) semakin terbatasnya kegiatan nelayan bius karena semakin gencarnya larangan penggunaan bius.

Selain ikan, masyarakat di kawasan Pulau Tiga juga memanfaatkan sumber daya laut lainnya, yaitu pasir dan batu karang. Pasir dan batu karang terutama digunakan sebagai bahan bangunan, khususnya fasilitas umum, seperti: sekolah dan jalan, dan keperluan sendiri untuk fondasi rumah. Pada saat ini, beberapa penduduk juga mulai menjual batu karang dan karena semakin terbatasnya karang mati, mereka mulai mengambil karang hidup. Walaupun masih terbatas, hal ini perlu mendapat perhatian, terutama untuk pelestatian terumbu karang yang kondisinya semakin memburuk.

Page 185: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 163

Degradasi Sumber Daya Laut dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

Degradasi sumber daya laut diindikasikan dari kerusakan ekosistem terumbu karang dengan tingkatan yang bervariasi di kawasan Pulau Tiga dan perairan di sekitarnya. Kerusakan ini dikemukakan oleh sebagian besar responden dan informan yang mengatakan bahwa kerusakan sudah mencapai kondisi yang memprihatinkan. Pendapat ini didukung oleh data survei ekologi yang dilakukan P2O-LIPI tahun 2005 yang menggambarkan bahwa tujuh dari delapan titik sampling mempunyai tutupan karang di bawah 50 persen. Tutupan karang terendah (27,8 persen) berada di kawasan karang Desa Pulau Tiga.

Kerusakan terumbu karang berdampak negatif terhadap ketersediaan ikan dan biota laut di kawasan Pulau Tiga. Hal ini dapat diketahui dari penurunan produksi ikan-ikan karang secara substansial, terutama ikan yang mempunyai nilai jual yang tinggi, seperti berbagai jenis kerapu dan sunu, sedangkan ikan napoleon telah mengalami kelangkaan.

Kerusakan terumbu karang dan berkurangnya produksi ikan berkaitan erat dengan kegiatan nelayan yang merusak sumber daya laut tersebut. Penggunaan alat tangkap dan bahan ilegal diklaim sebagai faktor utama penyebab kerusakan. Hampir semua responden menyebutkan pengeboman dan pembiusan dilakukan di kawasan Pulau Tiga dan perairan di sekitarnya. Kegiatan pengeboman yang dilakukan nelayan lokal dan nelayan luar sudah berlangsung lebih dari 30 tahun dan masih berlangsung, walaupun frekuensi dan jumlahnya sudah berkurang secara signifikan. Sedangkan pembiusan sudah berlangsung belasan tahun sejak awal 1990-an dan masih terus berlangsung, juga dilakukan oleh nelayan lokal dan nelayan luar.

Sebagian besar responden mengetahui kalau bahan peledak (bom) dan beracun (bius) dilarang pemerintah. Tetapi demi mendapatkan keuntungan, mereka tetap menggunakan bahan ilegal tersebut. Keberlangsungan kegiatan didukung oleh masih terbatasnya penegakan hukum di kawasan ini. Sebagian informan dan responden bahkan mengatakan kalau nelayan pengebom dan pembius mendapat ‘backing’ dari aparat penegak hukum (oknum tertentu) dikawasan ini dengan cara melaporkan kegiatan dan memberikan kontribusi kepada aparat ‘nakal’ tersebut. Akhir-akhir ini dukungan dari aparat sudah sangat berkurang karena semakin gencarnya larangan penggunaan bom dan bius serta adanya penyuluhan untuk mempersiapkan pelaksanaan program penyelamatan terumbu karang atau COREMAP di kawasan Pulau Tiga, khususnya Desa Sabang Mawang.

Di samping bom dan bius, pukat harimau atau trawl juga di digunakan di kawasan Pulau Tiga dan perairan sekitarnya. Kegiatan ini khususnya dilakukan oleh nelayan luar, terutama nelayan Thailand yang beroperasi di tengah laut, tetapi seringkali melakukan kegiatan di bagian pesisir

Page 186: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

164

yang menjadi wilayah tangkap nelayan lokal. Penggunaan trawl dilakukan dalam jumlah yang besar, diindikasikan dari banyaknya kapal Thailand yang beroperasi di kawasan ini.

Penggunaan trawl juga dilarang pemerintah karena menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya ikan. Hal ini dikarenakan trawl merusak habitat dan membinasakan ikan dan biota yang bukan menjadi target tangkapan. Walaupun ada larangan, kegiatan ini masih terus berlangsung. Seperti bom dan bius, penegakan hukum terhadap alat tangkap ini juga masih terbatas dan adanya kecurigaan dari masyarakat di kawasan Pulau Tiga akan terjadinya ‘permainan’ antara aparat dan awak-awak kapal Thailand. Kecurigaan ini didasarkan pada hasil operasi yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dari tingkat Kabupaten Natuna yang membebaskan kapal-kapal ikan Thailand, dengan alasan ada ijin dan kegiatan kapal-kapal tersebut diluar wilayah kewenangan mereka. Sedangkan operasi yang dilakukan oleh Kapal Perang KRI berhasil menangkap sejumlah kapal Thailand, walapun dalam proses selanjutnya di bebaskan, sedangkan penangkapan yang terakhir masih dalam proses oleh Lanal di Ranai.

Keberadaan kapal-kapal ikan Thailand ini telah meresahkan masyarakat di kawasan Pulau Tiga. Ijin operasi kapal-kapal tersebut masih dipertanyakan, walapun menurut pihak Lanal, mereka mempunyai ijin dari pemerintah pusat, sedangkan pihak-pihak lain menyangsikan ijin tersebut. Keresahan masyarakat tidak hanya didasarkan pada terancamnya kelestarian sumber daya ikan di kawasan Pulau Tiga saja, melainkan juga keberadaan kapal-kapal tersebut mengganggu kegiatan dan ketentraman/kenyamanan nelayan dan penduduk di kawasan Pulau Tiga.

Pada beberapa tahun terakhir, kritik terhadap keberadaan kapal-kapal Thailand semakin gencar. Masyarakat kawasan Pulau Tiga bahkan sudah membentuk Forum Peduli nelayan asing dan telah menyampaikan keberatan mereka kepada pihak pemerintah dan lembaga legislatif di tingkat kabupaten. Isu menganai kapal-kapal ikan Thailand ini juga sudah disampaikan ke pemerintah pusat melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan sebagai respon Menteri DKP pernah datang ke Natuna, tetapi tindak lanjut dari kedatangan tersebut belum optimal. Maraknya kritik tersebut mulai mendapat respon dari kapal-kapal Thailand, diindikasikan dari berkurangnya jumlah kapal (walaupun masih cukup banyak) dan wilayah operasi kapal lebih ke tengah lautan, tetapi hanya pada siang hari, sedangkan pada malam hari kapal-kapal tersebut kembali mendekati pulau.

Page 187: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 165

Pengelolaan Sumber Daya Laut

• Fokus pada Pemanfaatan SDL

Analisa pada bab-bab sebelumnya menggambarkan bahwa selama ini pengelolaan sumber daya laut terfokus pada pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap di kawasan terumbu karang dan perairan laut di wilayah Pulau Tiga dan sekitarnya. Kegiatan perikanan tangkap berkembang secara alami yang dilakukan oleh nelayan lokal dan nelayan dari luar. Di samping itu, perikanan budidaya, terutama karamba (kamp atau ternak) ikan hidup, juga mulai berkembang di kawasan ini. Perkembangan usaha perikanan, tangkap dan budidaya, berkaitan erat dengan meningkatnya permintaan ikan, baik di pasar internasional untuk ikan hidup dan pasar domestik untuk ikan mati, dan perubahan teknologi tangkap nelayan lokal, terutama penggunaan bom dan bius.

Tingginya potensi SDL di kawasan Pulau Tiga telah memacu banyak stakeholders untuk memanfaatkan sumber daya tersebut untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan kelestariannya. Banyaknya nelayan, baik lokal maupun dari luar, yang beroperasi di kawasan ini berimplikasi pada tingginya kompetisi dalam memperebutkan SDL di kawasan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perbedaan kepentingan dan tumpang tindih wilayah tangkap, sehingga menimbulkan konflik antar nelayan. Konflik antara nelayan lokal dan nelayan Thailand berkaitan erat dengan dua faktor, yaitu: penggunaan alat tangkap pukat harimau (trawl) oleh nelayan Thailand dan masuknya nelayan asing itu ke wilayah tangkap nelayan lokal. Sebaliknya, sebagian kecil nelayan lokal juga mengembangkan wilayah tangkap ke tengah lautan, yang menjadi wilayah tangkap kapal-kapal ikan Thailand. Dengan armada tangkap yang masih sederhana, nelayan lokal tentu saja kalah bersaing dengan nelayan Thailand yang dilengkapi dengan armada tangkap yang jauh lebih besar kapasitasnya. Karena itu, nelayan lokal merasa sangat dirugikan dengan keberadaan nelayan Thailand.

Selain nelayan Thailand, kompetisi perebutan sumber daya laut, khususnya ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti: kerapu, sunu dan napoleon, juga terjadi antara nelayan lokal dan nelayan luar (seperti: nelayan Midai dan Tarempa) untuk ikan hidup dan ikan mati dengan nelayan dari Tanjung Balai Karimun, Batam, Tegal, Medan dan Kalimantan Barat. Seperti kasus sebelumnya, nelayan lokal juga berada pada posisi yang lemah, karena armada tangkap nelayan luar juga lebih besar kapasitasnya dari nelayan lokal, kecuali untuk ikan hidup yang relatif berimbang.

Di samping lemahnya daya saing nelayan lokal terhadap nelayan luar dalam kegiatan perikanan, posisi inferior juga dialami nelayan lokal dalam memasarkan hasil tangkapan. Analisa pada bab-bab dan bagian terdahulu dengan jelas mengungkapkan lemahnya posisi tawar nelayan

Page 188: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

166

lokal. Ketergantungan nelayan lokal terhadap agen atau pedagang ikan juga relatif besar, terutama untuk ikan hidup, sebagai dampak adanya monopoli perdagangan ikan ekspor tersebut.

• Masih Terbatasnya Peran Pemerintah dalam Pengembangan SDL

Selama ini kegiatan pemerintah, khususnya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, yang berkaitan dengan pengembangan SDL terbatas pada program PEM dari pemerintah pusat dan program pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang didanai oleh APBD. Tetapi, program tersebut belum berjalan optimal, hanya segelintir anggota masyarakat, khususnya yang mempunyai kedekatan dengan pihak yang berwenang di tingkat desa yang mendapatkan manfaat. Sebagian masyarakat juga mengklaim bahwa kegiatan ini juga kurang mendapat bimbingan dari instansi yang berwenang, baik secara teknis maupun non-teknis. Sebagian dana dibelanjakan untuk keperluan konsumtif yang berdampak pada kurang lancarnya pembayaran. Keadaan ini menimbulkan kekecewaan, kecemburuan dan kemarahan anggota masyarakat, terutama bagi mereka yang benar-benar memerlukan bantuan modal dan mempunyai keinginan kuat untuk mengembangkan usaha perikanan.

• Persiapan Pelaksanaan COREMAP

Kawasan Pulau Tiga telah ditetapkan sebagai lokasi program penyelamatan terumbu karang (COREMAP). Pada tahap awal, kegiatan COREMAP difokuskan pada sosialisasi pentingnya pelestarian terumbu karang dan kegiatan COREMAP di Desa Sabang Mawang. Sebagai persiapan telah dibentuk lima kelompok masyarakat (pokmas), LPS-TK (Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang) dan motivator desa di Desa Sabang Mawang, Desa Pulau Tiga dan Desa Sededap. Saat penelitian, kegiatan pokmas belum berjalan dan masih belum jelas kapan kegiatan pokmas-pokmas di ketiga desa tersebut akan dilaksanakan dan apa kegiatannya. Di samping itu, adanya sosialisasi mantan pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan mengenai besarnya dana COREMAP (3 milyar rupiah per tahun) telah menimbulkan perpesi dan harapan bahwa COREMAP akan memberikan dana tersebut kepada masyarakat. Hal ini perlu diklarifikasi agar tidak terjadi kesalahan pahaman dan kecurigaan masyarakat kepada pihak pengelola COREMAP, terutama Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna.

Page 189: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 167

7.2. Rekomendasi

Belajar dari pengalaman dapat dikatakan bahwa nelayan lokal dan nelayan dari luar mempunyai peran yang signifikan dalam pemanfaatan sumber daya laut di di kawasan Pulau Tiga. Keadaan ini telah menimbulkan kompetisi yang ketat dalam memperebutkan sumber daya tersebut, sehingga menyebabkan pressure atau tekanan yang berdampak pada terjadinya degradasi sumber daya laut, terutama ekosistem terumbu karang. Pembelajaran penting yang dapat dipetik adalah perlunya melakukan pengelolaan untuk mencapai pengelolaan terumbu karang dan sumber daya laut secara berkelanjutan. Studi dengan fokus kajian aspek sosial terumbu karang ini merekomendasikan pengelolaan terumbu karang dari aspek ekonomi, sosial dan manajemen ekosistem terumbu karang khususnya dan sumber daya laut pada umumnya.

Mata Pencaharian (Alternatif)

Berdasarkan kajian potensi daerah, aspirasi dan kebutuhan penduduk di kawasan Pulau Tiga, studi ini mengidentifikasi dua kelompok kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan sebagai alternatif mata pencaharian, yaitu: pertama, kegiatan yang berkaitan dengan sumber daya laut, terutama ternak atau kamp atau karamba ikan dan pengoahan hasil laut. Kedua, kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya daratan, seperti: pertanian dan perkebunan serta kerajinan yang memanfaatkan hasil hutan. Mata pencaharian alternatif ini sangat penting, terutama sebagai kompensasi bagi nelayan agar mereka dapat mengalihkan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan dan alat tangkap yang merusak terumbu karang dan sumber daya laut lainnya.

- Ternak atau Kamp atau Karamba Ikan

Ternak ikan adalah usaha penggemukan ikan hidup, khususnya ikan-ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti: kerapu, sunu dan napoleon. Usaha ternak ikan sangat potensial untuk dikembangkan di kawasan Pulau Tiga. Usaha ini juga sangat menguntungkan nelayan, tidak hanya memberikan kesempatan untuk meningkatkan harga jual ikan, tetapi juga menjadi tabungan bagi nelayan. Sebagian nelayan ikan hidup mempunyai ternak ikan, tetapi kamp atau karambanya masih sangat terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya. Hanya beberapa nelayan dan pedagang pengumpul saja mempunyai usaha ternak ikan dengan skala yang cukup besar.

Page 190: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

168

Masih minimnya usaha ternak ikan berkaitan erat dengan dua faktor, yaitu: keterbatasan modal dan bibit ikan. Kekurangan modal menjadi kendala utama nelayan untuk mengembangkan usaha, karena untuk membuat karamba yang baik dalam jumlah yang cukup banyak memerlukan biaya yang besar. Kendala yang juga cukup penting adalah semakin terbatasnya bibit alami ikan hidup, khususnya napoleon, kerapu dan sunu.

Dengan akan dilaksanakannya program COREMAP, usaha ternak ikan idealnya dapat dikembangkan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan COREMAP, antara lain:

- Penyediaan modal usaha ternak, terutama untuk pembuatan karamba. Tetapi harus dipertimbangkan apakah usaha ini dilakukan secara berkelompok untuk mengelola karamba dalam skala yang cukup besar atau secara individu dengan skala yang lebih kecil. Belajar dari kegagalan kegiatan ekonomi kerakyatan sebelumnya, COREMAP harus memberikan pembimbingan secara intensif mengenai pengelolaan karamba, baik dari aspek teknis (pembibitan, pemeliharaan, dll) maupun non-teknis (pengelolaan modal, pembukuan, dll).

- Apabila ternak ikan akan menjadi mata pencaharian alternatif yang utama, maka ketersediaan bibit perlu mendapat perhatian, terutama pentingnya pembibitan ikan melalui hatchery sehingga tidak hanya mengandalkan bibit alam saja yang jumlahnya semakin terbatas.

- Pengembangan Armada untuk Perikanan Tangkap

Mengingat tingginya potensi sumber daya laut di kawasan Pulau Tiga dan perairan laut Kabupaten Natuna, maka perikanan tangkap, terutama di laut lepas, masih perlu dikembangkan. Tetapi, armada tangkap nelayan kawasan ini masih sangat sederhana, karena itu kapasitasnya harus ditingkatkan agar mereka mampu bersaing dengan nelayan dari luar. Belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, maka pemberian kredit lunak kurang berhasil, sebaiknya berupa armada tangkap yang dikelola secara berkelompok, termasuk kapal dan jaring dengan kapasitas tertentu (perlu kajian lagi) sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk perikanan di bagian pantai, nelayan masih memerlukan pompong-pompong.

Di samping itu untuk menjaga kesegaran hasil tangkap diperlukan es dalam jumlah yang besar. Sementara ini terdapat satu pabrik es yang memenuhi kebutuhan semua nelayan ikan mati, termasuk nelayan lokal dan nelayan luar dengan kapal-kapal ikannya, seperti Kapal Tanjung Balai Karimun, Tegal dan lainnya, sehingga permintaan akan balok-balok es semakin tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian, apakah pabrik

Page 191: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 169

es tersebut dapat memenuhi kebutuhan atau jika tidak apakah perlu menambah pabrik es di kawsan ini, terutama apabila kegiatan perikanan tangkap akan dikembangkan di kawasan Pulau Tiga.

Pengembangan perikanan tangkap ini akan dapat dicapai apabila dikelola secara cermat dengan bimbingan yang intensif dari pihak yang berwenang, seperti DKP dan COREMAP. Belajar dari pengalaman sebelumnya, bimbingan teknis dan non teknis dan pengawasan sangat penting dan menjadi kunci keberhasilan kegiatan. Agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif, mereka harus dilibatkan secara penuh dalam kegiatan ini, mulai dari proses persiapan, pelaksanaan maupun pengawasan kegiatan.

- Pengolahan Hasil Laut

Saat ini pengolahan hasil laut belum menjadi fokus kegiatan, hanya sebagian kecil penduduk, khususnya ibu-ibu, yang mengolah ikan menjadi kerupuk atom dan kerupuk iris serta ikan asin. Usaha ini mempunyai potensi yang cukup tinggi, karena itu perlu terus dikembangkan, khususnya untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil laut dan meningkatkan pendapatan keluarga. Bahan yang diperlukan cukup tersedia dan bahkan berlimpah, terutama pada musim banyak ikan. Tenaga kerja untuk melakukan usaha ini juga cukup tersedia, sebagian besar kaum ibu hanya berkonsentrasi mengurus rumah tangga. Agar waktu luang setelah mengurus rumah dapat bermanfaat dan bermakna, maka mereka dapat terlibat dalam usaha pengolahan pasca tangkap ini.

Untuk meningkatkan usaha pengolahan hasil laut diperlukan keterampilan dalam mengelola usaha, seperti teknik dan cara pengolahan, pengemasan dan pemasaran hasil. Teknik dan cara pengolahan sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil dengan kualitas yang baik. Demikian juga dengan pengemasan hasil sangat penting, disesuaikan dengan selera dan kemampuan konsumen yang menjadi target dalam penjualan hasil. Sedangkan pemasaran hasil menjadi kunci keberhasilan usaha, kalau selama ini pemasaran hasil masih terbatas pada kawasan Pulau Tiga, maka perlu dipertimbangkan untuk memperluas pemasaran ke pasar-pasar potensial dan untuk itu jaringan pemasaran menjadi sangat penting.

- Peningkatan Usaha Pertanian dan Perkebunan

Selama ini usaha pertanian tanaman pangan masih sangat terbatas, sehingga sebagian besar penduduk menggantungkan kebutuhan pangan, baik beras, palawija maupun sayur-sayuran, dari luar.

Page 192: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

170

Walaupun potensi tanaman pangan di kawasan ini terbatas, penduduk dapat menanam palawija dan sayur-sayuran dalam skala kecil untuk memenuhi kebutuhan di kawasan saja, atau paling tidak untuk kebutuhan keluarga sendiri (subsisten). Kegiatan ini sangat bermanfaat, agar mereka dapat memperkecil pengeluaran keluarga yang cukup besar untuk keperluan tersebut.

Sedangkan perkebunan, khususnya kelapa dan cengkeh, sudah berlangsung lama, sehingga pohon-pohon kelapa sekarang sudah sangat tua. Peremajaan kelapa tidak dilakukan karena kelapa tidak lagi memberikan nilai ekonomis tinggi, harga kelapa dan kopra sangat rendah. Karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah kelapa. Sebagai contoh, ampas kelapa yang dihasilkan dari pengolahan minyak (tai minyak) dapat digunakan untuk makanan ayam atau ternak. Baik ampas maupun minyak dapat memberikan nilai ekonomis, tetapi perlu ditingkatkan kualitas dan kemasannya serta dipertimbangkan wilayah pemasarannya.

Cengkeh masih menjadi primadona di sektor perkebunan. Tetapi usaha ini juga mengalami kendala, karena hama dan penyakit yang mempengaruhi produksi cengkeh di kawasan Pulau Tiga. Di samping itu, produksi juga dipengaruhi oleh kesuburan lahan yang erat kaitannya dengan pemeliharaan yang sangat minim. Produksi cengkeh masih dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan pengelolaan kebun-kebun cengkeh, antara lain pemberantasan hama dan penyakit serta penyuluhan kepada petani cengkeh, meningkatkan pemeliharaan kebun-kebun cengkeh dan peremajaan cengkeh-cengkeh yang sudah tua atau mati karena hama dan penyakit. Agar upaya-upaya ini dapat berjalan efektif, maka di samping petani cengkeh (hampir semua penduduk punya atau bekerja di kebun cengkeh), peran sektor perkebunan menjadi sangat penting.

- Pengolahan Hasil Hutan

Melinjo yang tumbuh liar di hutan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, terutama di Desa Sededap, tetapi belum dimanfaatkan. Melinjo mempunyai banyak manfaat, buahnya dapat diolah menjadi emping, daun dan buahnya juga digunakan untuk sayur. Emping merupakan komoditas yang tahan lama dengan harga jual yang tinggi. Potensi ini dapat menjadi salah satu alternatif kegiatan yang dapat dikembangkan di kawasan Pulau Tiga. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan emping agar diperoleh emping yang berkualitas dan tahan lama. Di samping juga perlu diperhatikan pengemasan dan pemasaran hasil agar dapat bersaing di pasar.

Page 193: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 171

Di samping emping, hasil hutan yang lain yang dapat menjadi alternatif kegiatan penduduk adalah pandan dan bambu yang dapat diolah menjadi anyaman-anyaman untuk berbagai keperluan. Pandan dapat diolah menjadi tikar, topi, tudung saji, alas makan dan tas, sedangkan bambu dapat dibuat alas untuk memasak ikan dan niru atau tampah (untuk menyaring kotoran yang terdapat di beras). Pembuatan kerajinan anyaman sebetulnya sudah dilakukan sejak dulu, tetapi akhir-akhir ini mengalami penurunan, padahal bahan, terutama pandan sangat banyak di kawasan tersebut. Kerajinan anyaman dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kualitas, bentuk dan motif yang disesuaikan dengan selera konsumen. Untuk itu diperlukan peningkatan keterampilan melalui pelatihan dan bimbingan. Seperti produk-produk yang lain, pemasaran juga perlu mendapat perhatian, agar hasil anyaman dapat dijual di pasar-pasar pada wilayah yang lebih luas.

- Perlindungan dan Pengawasan Terumbu Karang dan Sumber Daya Laut

Perlindungan dan pengawasan terumbu karang menjadi faktor yang sangat penting dalam pengelolaan terumbu karang dan sumber daya laut di kawasan Pulau Tiga dan perairan laut Kabupaten Natuna. Belajar dari pengalaman di kawasan ini, perlindungan dan pengawasan tidak dapat dilakukan hanya oleh aparat yang berwenang saja, melainkan keterlibatan masyarakat/nelayan menjadi sangat penting.

Pengalaman juga mengajarkan bahwa pentingnya melakukan sosialisasi kepada aparat yang berwenang akan pentingnya pelestarian terumbu karang dan sumber daya laut dan dampak negatif yang diakibatkan oleh penggunaan bahan dan alat ilegal yang merusak terumbu karang dan sumber daya laut lainnya. Sosialisasi ini sangat krusial mengingat pengetahuan aparat, baik di tingkat daerah maupun di lapangan, mengenai fungsi ekologi dan seimbangan lingkungan serta fungsi ekonomi dari ekosistem terumbu karang masih sangat terbatas. Demikian juga dengan kepedulian mereka akan kelestarian sumber daya laut juga masih kurang.

Peningkatan pengetahuan dan kepedulian aparat yang berwenang menjadi sangat penting dan akan menjadi salah satu kunci keberhasilan program COREMAP. Dengan meningkatnya pengetahuan dan kepedulian aparat, maka diharapkan penegakan hukum dapat berjalan, karena selama ini penegakan hukum masih sangat lemah. Di samping itu, kapasitas aparat, terutama sarana dan peralatan patroli, di tingkat lapangan juga perlu ditingkatkan. Tetapi upaya ini tidak dapat berjalan efektif tanpa adanya dukungan masyarakat di kawasan Pulau Tiga, mengingat jumlah dan kapasitas aparat masih sangat terbatas.

Page 194: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

172

Peran masyarakat dalam perlindungan dan pengawasan menjadi penting. Untuk itu, sosialisasi dan peningkatan kapasitas kelompok masyarakat perlu ditingkatkan. Peyampaian informasi mengenai pentingnya pelestarian terumbu karang dan upaya pengelolaan secara berkelanjutan menjadi sangat penting untuk merubah perilaku yang merusak menjadi perilaku yang mendukung upaya pengelolaan. Perubahan perilaku akan dapat dilakukan apabila diikuti dengan alternatif kegiatan dan keterampilan yang mendukung kehidupan eknomi masyarakat dan peningkatan kapasitas masyarakat untuk melakukan pengawasan.

Upaya pengawasan telah mulai dilakukan oleh masyarakat, diindikasikan dari kesepakatan masyarakat untuk melarang penggunaan bom dan bius, dan terbentuknya forum peduli (nelayan asing) di kawasan Pulau Tiga. Kesepakatan larangan penggunaan bom dan bius serta sanksi bagi pelanggar di Desa Pulau Tiga telah diformalkan dalam bentuk SK Desa. Gencarnya larangan ini telah berdampak pada berkurangnya jumlah pengebom dan pembius di kawasan Pulau Tiga. Tetapi bukan berarti mereka merubah perilaku negatif tersebut, karena sebagian nelayan pembius masih melakukan kegiatan pembiusan ikan di tempat-tempat yang lain.

Sedangkan pembentukan forum lebih fokus pada pengawasan nelayan asing, khususnya nelayan Thailand yang sudah beroperasi cukup lama dan dalam jumlah yang besar. Kegiatan forum ini dapat dikembangkan untuk kegiatan perlindungan dan pengawasan terumbu karang dan sumber daya laut, tentu saja diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan forum ini, baik pengetahuan dan keterampilan maupun peralatan, seperti alat komunikasi dan transportasi.

Keberadaan nelayan dan kapal-kapal ikan Thailand di kawasan Pulau Tiga dan perairan laut Kabupaten Natuna telah menimbulkan permasalahan dan keresahan masyarakat. Selama ini permasalahan tersebut belum diselesaikan dengan optimal, karena itu perlu mendapat perhatian khusus, tidak hanya dari pihak yang berwenang di tingkat daerah/kabupaten, melainkan juga di tingkat provinsi dan tingkat nasional.

- Pengembangan Kelembagaan

COREMAP telah membentuk kelompok-kelompok masyarakat (pokmas) di Desa Sabang Mawang, Pulau Tiga dan Sededap. Pokmas ini bertugas menyampaikan informasi dan melaksanakan kegiatan COREMAP. Agar pokmas-pokmas ini dapat berjalan secara efektif, maka disamping pokmas, COREMAP perlu melibatkan kelembagaan-kelembagaan masyarakat yang sudah berkembang di kawasan Pulau Tiga.

Page 195: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 173

Studi ini mengidentifikasi beberapa kelompok yang potensial untuk mendukung program COREMAP, yaitu: forum peduli masyarakat, kelompok ibu-ibu (arisan dan pengajian/yasinan), kelompok pengajian bapak-bapak di kawasan Pulau Tiga dan kelompok simpan pinjam di Sededap. Kelompok-kelompok ini merupakan stakeholders yang instrumental untuk berbagai kegiatan COREMAP, seperti: (1) sosialisasi pentingnya pelestarian terumbu karang dan sosialisasi kegiatan COREMAP, (2) kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan, seperti kegiatan-kegiatan yang sudah direkomendasikan sebelumnya sesuai dengan kapasitas masing-masing kelompok, dengan cara memberikan pelatihan, modal atau armada dan alat produksi, dan pembimbingan secara intensif mulai dari persiapan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan, dan (3) kegiatan perlindungan dan konservasi terumbu karang dan sumber daya laut lainnya.

Page 196: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

174

Page 197: DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG …coremap.or.id/downloads/BaseLine_Sosek_P-Tiga-Natuna2005.pdfpemanfaatan terumbu karang dan sumber daya laut ... perikanan budidaya ... untuk

Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Kawasan Pulau Tiga 175

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. 2004. Kabupaten Natuna dalam Angka 2003. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Natuna.

______ . 2005. Kabupaten Natuna dalam Angka 2004. Ranai: Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau. 2002. Studi Sosial dan Ekonomi Kecamatan Bunguran Barat. Pekan Baru: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau.

Bagoes, Ida Mantra. 2000. Demografi Umum. Cetakan Pertama. Yogjakarta. Pustaka Pelajar.

Desa Sabang Mawang. 2005. Monografi Desa Sabang Mawang tahun 2004/2005. Bale: Kantor Desa Sabang Mawang.

Desa Pulau Tiga, 2005. Monografi Desa Pulau Tiga tahun 2004/2005. Tanjung Kumbik: Kantor Desa Pulau Tiga.

Desa Sededap. 2005. Monografi Desa Sededap tahun 2004/2005. Sededap: Kantor Desa Sededap.

Kecamatan Sedanau. 2003. Monografi Kecamatan Sedanau tahun 2002/2003. Sedanau : Kantor Kecamatan Sedanau.

P2O-LIPI. 2005. Baseline Ekologi Wilayah Pesisir dan Laut Dangkal. Jakarta

Suharsono. 1998. Kesadaran Masyarakat terhadap Terumbu Karang (Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia). Jakarta: P2O-LIPI.

Yayasan Lembaga Penelitian, Pengembangan Ekonomi dan Studi (YLP.2ES). 2004. Laporan Akhir Penyiapan Kelembagaan Pengelolaan Terumbu Karang Tingkat Desa. Proyek Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang COREMAP Fase II, Kabupaten Natuna, Dinas Kelautan dan Perikanan.