Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

14
DAMPAK PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) LOKAL TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI (BB/TB SKOR-Z) PADA BALITA GIZI KURUS (Studi dilakukan di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya 2012) Esther Rizal 1) Lilik Hidayanti, SKM, M.Si. 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Gizi Universitas Siliwangi (Email : [email protected] ) 1) Dosen Pembimbing Bagian Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2) ABSTRAK Gizi kurang maupun gizi kurus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, walaupun pemerintah telah berupaya menanggulanginya. Penyebab gizi kurus secara langsung adalah penyakit infeksi dan asupan makanan yang rendah. Salah satu upaya penanggulangan masalah gizi kurus adalah pemberian makanan tambahan lokal selain bertujuan meningkatkan status gizi balita gizi kurus, pemberian makanan tambahan lokal juga dapat bertujuan sebagai sarana penyuluhan dan pemulihan balita gizi kurus. Penelitian ini bertujuan mengetahui dampak pemberian makanan tambahan (PMT) lokal terhadap peningkatan status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi experiment dengan desain pre test post test without control group desain. Sampel adalah balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) sebanyak 27 balita yang diambil di 6 desa. Sampel diberikan makanan tambahan lokal berupa makanan selingan yang mengandung energi 150-200 kkal dan protein 4-6 gr, mempergunakan bahan makanan setempat (lokal). Pemberian makanan tambahan dilakukan selama 30 hari (1 bulan). Data dianalisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata perbedaan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal sebesar 0,44 SD dan nilai p value sebesar 0,000. Hasil uji wilcoxon dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal. Simpulan bahwa pemberian makanan tambahan lokal dapat meningkatkan status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus. Saran bahwa pemberian makanan tambahan lokal tersebut dapat terus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk meningkatkan status gizi balita. Kata Kunci : Gizi kurus, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal Kepustakaan : 40 (1983-2012)

description

penelitian

Transcript of Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

Page 1: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

DAMPAK PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) LOKAL TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI (BB/TB SKOR-Z)

PADA BALITA GIZI KURUS (Studi dilakukan di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi

Kabupaten Tasikmalaya 2012)

Esther Rizal 1)

Lilik Hidayanti, SKM, M.Si. 2)

Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Gizi Universitas Siliwangi

(Email : [email protected])1)

Dosen Pembimbing Bagian Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2)

ABSTRAK

Gizi kurang maupun gizi kurus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, walaupun pemerintah telah berupaya menanggulanginya. Penyebab gizi kurus secara langsung adalah penyakit infeksi dan asupan makanan yang rendah. Salah satu upaya penanggulangan masalah gizi kurus adalah pemberian makanan tambahan lokal selain bertujuan meningkatkan status gizi balita gizi kurus, pemberian makanan tambahan lokal juga dapat bertujuan sebagai sarana penyuluhan dan pemulihan balita gizi kurus. Penelitian ini bertujuan mengetahui dampak pemberian makanan tambahan (PMT) lokal terhadap peningkatan status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi experiment dengan desain pre test post test without control group desain. Sampel adalah balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) sebanyak 27 balita yang diambil di 6 desa. Sampel diberikan makanan tambahan lokal berupa makanan selingan yang mengandung energi 150-200 kkal dan protein 4-6 gr, mempergunakan bahan makanan setempat (lokal). Pemberian makanan tambahan dilakukan selama 30 hari (1 bulan). Data dianalisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata perbedaan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal sebesar 0,44 SD dan nilai p value sebesar 0,000. Hasil uji wilcoxon dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal. Simpulan bahwa pemberian makanan tambahan lokal dapat meningkatkan status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus. Saran bahwa pemberian makanan tambahan lokal tersebut dapat terus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk meningkatkan status gizi balita. Kata Kunci : Gizi kurus, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal Kepustakaan : 40 (1983-2012)

Page 2: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

ABSTRAK

Undernourished and underweight malnutrition remains a public health problem in Indonesia, although the government has tried to address them. Direct cause of malnutrition skinny is an infectious disease and a low dietary intake. One effort to tackle the problem of malnutrition is a skinny local feeding than aimed at improving the nutritional status of children under five underweight nutrition, supplementary feeding may also be aimed at the local as a means of counseling and recovery skinny toddler nutrition. This study aims to determine the impact of supplementary feeding (PMT) local to the improvement of nutritional status (weight / height Z-scores) in toddler nutrition thin. The method used is the method of quasi experiment with designs without pretest posttest control group design. The sample is the nutritional status of children under five underweight (weight / height Z-scores) by 27 infants were taken in 6 villages. Samples were given additional food in the form of local energy snack that contains 150-200 kcal and 4-6 gr protein, use of local foodstuffs (local). Supplementary feeding for 30 days (1 month). Data were analyzed using the Wilcoxon test. The statistical result obtained average value of the difference between nutritional status (weight / height Z-scores) before and after administration of local PMT by 0.44 SD and p value of 0.000. Wilcoxon test results it can be concluded that there are significant differences between gzi status (weight / height Z-scores) in infants skinny nutrition before and after local PMT. The inference that local feeding can improve the nutritional status (weight / height Z-scores) in toddler nutrition thin. The suggestion that local feeding can continue to be implemented on an ongoing basis to improve the nutritional status of children. Keywords :Nutrition skinny, Supplementary Feeding (PMT) local Bibliography : 40 (1983-2012)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Status gizi memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber

daya manusia. Kekurangan gizi dapat menghambat pertumbuhan fisik, perkembangan

kecerdesan, penurunan produktifitas, menurukan daya tahan tubuh, meningkatkan angka

kesakitan dan kematian (Pudjiadi,1997; Almatsier 2005).

Dalam rangka menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada tahun

2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi buruk dapat tercapai bila

ada upaya perbaikan gizi masyarakat diantaranya adalah memperkuat penerapan tata

laksana kasus balita gizi buruk dan gizi kurang.

Page 3: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal ini memiliki beberapa dampak

positif, antara lain ; ibu lebih memahami dan lebih terampil dalam membuat PMT lokal

dari bahan pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, tanpa

perlu biaya yang mahal namun dengan PMT lokal kebutuhan gizinya dapat terpenuhi.

Diharapkan setelah program pemerintah dengan PMT lokal ini berhenti, maka ibu dapat

melanjutkan pemberian PMT lokal tersebut secara mandiri.(Depkes RI, 2006).

Hasil penelitian tentang pemberian makanan tambahan (PMT) lokal di Kota

Semarang menunjukan bahwa ada perbedaan status gizi anak balita gizi kurang

berdasarkan skor-z indeks BB/U dan BB/TB sebelum dan setelah pemberian makanan

tambahan lokal selama 1 bulan dengan skor-z indeks BB/U (p=0,007) dan BB/TB

(p=0,000) pada dua kelompok balita gizi kurang yang berbeda. (Ariani, 2010).

dari BPB 2011 wilayah kerja Puskesmas Ciawi terdapat status gizi berdasarkan

BB/TB skor z sebanyak 5 (0.11%) balita dengan status gizi sangat kurus dan 101

(3.34%) balita dengan status gizi kurus dari keluarga miskin dan non keluarga miskin.

(Dinkes Tasikmalaya, 2011).

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Dampak Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal terhadap

peningkatan status gizi (BB/TB skor-Z) pada balita gizi kurus di wilayah kerja

Puskesmas DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan status gizi pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah

pemberian makanan tambahan (PMT) lokal di wilayah kerja Puskesmas

DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya

b. Menganalisis perbedaan status gizi pada balita gizi kurus sebelum dan

sesudah pemberian makanan tambahan (PMT) lokal di wilayah kerja

Puskesmas DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya.

Page 4: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

B. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen kuasi (quasi experiment) yaitu studi

eksperimental yang dalam mengontrol situasi penelitian menggunakan cara non

randomisasi. Desain ini berasal dari riset ilmu-ilmu sosial yang kemudian

diadopsi oleh epidemiologi untuk mengevaluasi dampak intervensi kesehatan

masyarakat (Murti, 2003).

Jenis desain eksperimen kuasi yang digunakan yaitu pre test post test without

control group desain, dengan bagan rancangan penelitian sebagai berikut :

Pre test Jenis Perlakuan Post test O1 X1 O2

Keterangan : X1 : Pemberian Makanan Tambahan (PMT ) lokal.

O1 : Pengukuran status gizi sebelum pemberian makanan tambahan (PMT) lokal.

O2 : Pengukuran status gizi sesudah pemberian makanan tambahan (PMT) lokal

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi adalah seluruh balita yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas DTP

Ciawi dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) berusia 12-59 bulan dari

keluarga miskin.

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal

Status Gizi

Variabel Bebas Variabel Terikat

1. Infeksi Penyakit 2. Asupan makanan

harian (TKE dan TKP)

Variabel Pengganggu

Page 5: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

2. Sampel penelitian adalah total dari populasi. Pengambilan sampel dilakukan

secara purposive (purposive sampling) didasarkan pada suatu pertimbangan

tertentu yang dibuat berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka

sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan dengan kriteria

inklusi dan eksklusi.

a. Sampel inklusi :

1).Tidak sedang sakit infeksi berat (seperti pneumonia, TB Paru, diare

persisten, disentri).

2). Berat badan tidak kurang dari 7 kg

b. Sampel Ekslusi :

1). Tidak bersedia menjadi responden penelitian.

2). Sampel pindah daerah

3). Sampel meninggal

Pada pelaksanaan penelitian ini jumlah sampel setelah melalui kriteria

inklusi dan ekslusi menjadi 27 balita yang mendapatkan PMT lokal dan

dilaksanakan selama 30 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Variabel Penelitian

1. Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Balita Gizi Kurus

Tabel 4.5 Distribusi Statistik Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Balita

Sebelum dan Sesudah Pemberian PMT lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012

Variabel Median Modus SD Min Max Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sebelum PMT

-2,4 -2,4 0,28 -3,0 -2,1

Status gizi (BB/TB Skor-Z) sesudah PMT

-2,0 -1,9 0,28 -2,5 -1,4

Tabel 4.5 merupakan hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa

nilai median status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sebelum pemberian

Page 6: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

PMT lokal yaitu -2,4 SD, dengan standar deviasi 0,28 SD, modus -2,4 SD, nilai

minimalnya -3,0 SD dan nilai maksimalnya - 2,1 SD (status gizi kurus).

Sedangkan nilai median status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus

sesudah pemberian PMT lokal yaitu -2,0 SD , dengan standar deviasi 0,28 SD,

modus -1,9 SD, nilai minimalnya -2,5 SD (status gizi kurus) dan nilai

maksimalnya - 1,4 SD (status gizi normal).

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Balita Sebelum dan Sesudah Pemberian PMT lokal

Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012

Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Pemberian PMT

Sebelum Sesudah n % n %

Kurus 27 100 12 44,4 Normal 0 0 15 55,6 Jumlah 27 100 27 100

Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebelum pemberian PMT lokal status

gizi balita 100% adalah gizi kurus. Sesudah pemberian PMT lokal ada

peningkatan status gizi balita menjadi gizi normal sebesar 55,6% (15 balita).

2. Monitoring Konsumsi PMT Lokal Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Konsumsi PMT Lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012

Konsumsi PMT Frekuensi % Habis (≥ 80%) 23 76,7

Tidak Habis (< 80%) 4 13,3 Jumlah 27 100

Tabel 4.8 merupakan hasil monitoring konsumsi PMT lokal selama 30

hari pemberian PMT lokal. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 24 balita

( 76,7%) rata-rata menghabiskan PMT lokal, dan balita yang tidak menghabiskan

PMT lokal rata-rata sebanyak 4 balita (13,3%).

Page 7: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

B. Analisis Variabel Pengganggu 1. Penyakit Infeksi

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi

Pada Balita yang Mendapat PMT Lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012

No Variabel Frekuensi % 1 Sakit 11 40,7 2 Sehat 16 59,3 Total 27 100

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa balita yang sakit selama pemberian

PMT lokal sebanyak 40,7%. Jenis penyakit yang diderita balita yaitu diantaranya

demam, batuk, flu dan diare kurang dari 3 hari. Sedangkan balita yang sehat

sebanyak 59,3%.

Tabel 4.11 Tabel Silang Penyakit Infeksi Dan Status Gizi Balita

Sesudah Pemberian PMT lokal Wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012

Penyakit infeksi

Status Gizi Sesudah PMT lokal Total P Value Kurus Normal

n % n % n % Sakit 8 72,7 3 27,3 11 100 0,022 Sehat 4 25,0 12 75,0 16 100

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa hasil analisis hubungan antara penyakit

infeksi dengan status gizi balita diperoleh bahwa pada balita yang tetap

mempunyai status gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal sebagian besar

(72,7%) menderita penyakit infeksi selama pemberian PMT lokal. Sebaliknya

pada balita yang meningkat status gizinya menjadi normal sebagian besar (75%)

tidak menderita penyakit infeksi selama pemberian PMT lokal.

Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh nilai p =

0,022 , maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

penyakit infeksi dengan status gizi balita, sehingga variabel penyakit infeksi ini

merupakan variabel pengganggu.

Hal ini sejalan dengan penelitin Syuryati (2001) bahwa ada hubungan

yang bermakna antara status gizi dan penyakit infeksi pada anak yang diberikan

PMT. Sedangkan pada penelitian Isdiani,N (2002) menemukan 85% anak yang

mengalami gizi kurang pernah menderita penyakit infeksi.

Page 8: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

Menurut Moehyi (2003) penyakit infeksi merupakan faktor penting

yang berpengaruh terhadap lambannya penurunan prevalensi gizi kurang sebagai

reaksi pertama akibat adanya infeksi adalah menurunnya nafsu makan anak

sehingga anak menolak makanan yang diberikan yang akhirnya berkurang

pemasukan zat gizi ke dalam tubuh anak

2. Asupan Makanan Harian Tabel 4.12

Distribusi Statistik Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Pada Balita yang Mendapat PMT Lokal

Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012 No Variabel Median Modus SD Min-Max 1 Tingkat Kecukupan Energi 80,10 70,8 5,62 66,1 – 87,4 2 Tingkat Kecukupan Protein 92,20 79,0 13,29 70,0 – 117,2

Tabel 4.12 hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa median

Tingkat Kecukupan Energi (TKE) balita adalah 80,1 %, dengan standar deviasi

5,62 %, modus 70,8%, nilai minimalnya 66,1 % dan nilai maksimalnya 87,4 %.

Median Tingkat Kecukupan Protein (TKP) balita adalah 92,2%, dengan standar

deviasi 13,29 %, modus 79%, nilai minimalnya 70% dan maksimalnya 117,2%.

a. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dengan status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal.

p : 0,036 ρ : 0,405

Grafik 4.2 Hubungan Tingkat Kecukupan Energi (TKE)

Dengan Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sesudah PMT lokal

Page 9: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

Berdasarkan grafik 4.2 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin

tingginya Tingkat Kecukupan Energi (TKE) selama periode pemberian PMT

lokal maka status gizi balita juga semakin meningkat.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan Korelasi rank spearman

menunjukkan bahwa hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan status gizi

sesudah pemberian PMT (BB/TB Skor-Z) diperoleh hasil hubungan yang sedang

(ρ =0,405) dan berpola positip artinya semakin tinggi tingkat kecukupan

energinya maka akan semakin baik status gizi balita. Hasil uji statistik

menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan energi (TKE) dengan

status gizi (BB/TB Skor-Z) balita sesudah diberikan PMT lokal, dengan nilai p =

0,036 dan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05%).

Hal ini sejalan dengan Isdiany,N (2002) yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara status gizi dan konsumsi energi pada balita yang diberi PMT

dimana anak balita yang mengalami gizi kurang 4.665 kali kurang

mengkonsumsi energi dibandingkan anak yang mempunyai status gizi baik.

b. Hubungan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) dengan Status Gizi (BB/TB Skor-Z)) balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal

p = 0,035 ρ = 0,408

Grafik 4.3 Hubungan Tingkat Kecukupan Protein (TKP)

Dengan Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sesudah PMT lokal

Page 10: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

Berdasarkan grafik 4.3 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin

tingginya Tingkat Kecukupan Protein (TKP) selama periode pemberian PMT

lokal maka status gizi balita juga semakin meningkat.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan Korelasi rank spearman

menunjukkan bahwa hubungan tingkat kecukupan protein dengan status gizi

sesudah pemberian PMT (BB/TB Skor-Z) diperoleh hasil hubungan yang sedang

(ρ =0,408) dan berpola positip artinya semakin tinggi tingkat kecukupan protein

balita maka semakin baik status gizi balita. Hasil uji statistik menunjukkan ada

hubungan antara tingkat kecukupan protein (TKP) dengan status gizi (BB/TB

Skor-Z) balita sesudah diberikan PMT lokal, dengan nilai p value = 0,035 dan

derajat kepercayaan 95% (α = 0,05%).

Hal serupa sejalan dengan penelitian Arifin, M (2003) yang menyatakan

bahwa ada hubungan bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi

(p=0,000) sesudah PMT, dimana anak balita yang mengkonsumsi protein

berisiko 6,0 kali mempunyai status gizi kurang dibandingkan dengan anak balita

yang cukup mengkonsumsi protein.

Pada penelitian ini asupan makanan harian dengan melihat tingkat

kecukupan energi dan protein pada balita menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna antara tingkat konsumsi energi dan protein terhadap peningkatan

status gizi balita.

Meskipun PMT lokal cukup berhasil memperbaiki status gizi balita,

namun diantaranya ada juga balita yang tidak mengalami perubahan status gizi

menjadi normal sebanyak 44,4% (12 balita). Keadaan ini dapat disebabkan

karena masih adanya balita yang mengalami penyakit infeksi dan asupan

makanan harian yang belum memenuhi kebutuhan gizi. Balita yang tetap dengan

status gizi kurus umumnya mempunyai penyakit infeksi seperti demam, diare,

flu dan batuk, sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan selera makan

anak dan menyebabkan penurunan asupan zat gizi energi dan protein.

Page 11: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

C. Analisis Bivariat Perbedaan status gizi balita (BB/TB Skor-Z) sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal.

Grafik 4.4

Perbedaan Rata-rata Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sebelum Dan Sesudah Pemberian PMT lokal

Berdasarkan grafik 4.4 hasil uji statistik dengan menggunakan wilcoxon

dapat dilihat bahwa rata-rata status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus

sebelum pemberian PMT lokal sebesar -2,47 SD ± 0,28 SD. Sedangkan rata-rata

status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal

sebesar -2,03 SD ± 0,28 SD.

Hasil uji statistik didapatkan nilai mean perbedaan antara status gizi

(BB/TB Skor-Z) sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal adalah 0,44 SD dan

nilai p value sebesar 0,000 . Hasil uji wilcoxon Dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi

kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal.

Pada penelitian ini PMT lokal diberikan kepada balita dengan status gizi

kurus (BB/TB Skor-Z) dengan kandungan energi antara 150-200 kkal dalam sehari

dan protein sebesar 4-6 gram. PMT lokal berupa makanan selingan dengan tidak

mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari di rumah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Winda (2010) di Kecamatan

Tembalong Kota Semarang bahwa ada perbedaan status gizi anak balita gizi

-2,4

-2,3

-2,2

-2,1

-2

-1,9

-1,8

Status gizi (BB/TB Skor-Z) sebelum PMT

Status gizi (BB/TB Skor-Z) sesudah PMT

Mean -2,47 -2,03

Nila

i Sk

or-Z

p value = 0,000

Page 12: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

kurang berdasarkan skor-z indeks BB/U (p=0,007) dan indeks BB/TB (p=0,000)

sebelum dan sesudah PMT lokal selama 1 bulan.

Menurut Sudjono Triwinarto dan Irawati N (1999) dalam Isdiany, N (2002)

mengatakan bahwa pemberian PMT yang berkualitas dan mencukupi kebutuhan

gizi secara terus menerus dapat berpengaruh baik terhadap peningkatan derajat

kesehatan anak.

Hasil pada penelitian ini bahwa pemberian makanan tambahan (PMT) lokal

kepada balita gizi kurus (BB/TB Skor-Z) dapat menurunkan prevalensi gizi kurus

sebesar 55,6%. Penyelenggaraan PMT dimasak oleh kader posyandu dan diberikan

kepada sasaran setiap hari.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Taqwallah (1999) di Puskesmas

Samalanga Aceh Utara yaitu penyelenggaraan PMT JPS-BK dilakukan dengan

model ibu asuh dimana makanan dimasak setiap hari dan diberikan langsung

kepada sasaran dapat menurunkan prevalensi gizi kurang sebesar 37%. Demikian

juga penelitian Hasanudin (2001) di Kabupaten Tangerang dengan model ibu asuh,

PMT JPS-BK dapat menurunkan prevalensi gizi kurang sebesar 46,48%.

PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dampak pemberian PMT lokal

terhadap peningkatan status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus di wilayah kerja

Puskesmas DTP Ciawi tahun 2012, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut :

1. Status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sebelum pemberian PMT lokal

yaitu dengan nilai median -2,4 SD (status gizi kurus) dan standar deviasi 0,28

SD.

2. Status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal yaitu

dengan nilai median -2,0 SD (status gizi normal) dengan standar deviasi 0,28

SD.

3. Ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita

gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal dengan nilai p value

sebesar 0,000.

Page 13: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

B. Saran

1. Bagi Puskesmas

a. Pemberian PMT lokal bagi balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z)

perlu dilakukan secara berkesinambungan untuk mempertahankan dan

meningkatkan status gizi balita.

b. Perlu adanya penyuluhan terhadap ibu-ibu balita di posyandu terutama yang

memiliki balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) mengenai pola

makan yang sehat kepada balita agar kebutuhan energi dan protein balita

dapat terpenuhi secara seimbang.

c. Perlu adanya kerjasama dengan tokoh masyarakat maupun aparat desa dalam

upaya pencegahan dan penanggulangan balita dengan status gizi kurus.

2. Bagi Keluarga

a. Keluarga dapat melanjutkan program PMT lokal tersebut secara mandiri

untuk meningkatkan status gizi balita.

b. Keluarga dapat menerapkan pola makan yang sehat kepada balita agar

kebutuhan energi dan protein balita dapat terpenuhi secara seimbang.

c. Keluarga yang sudah mengikuti program PMT lokal ini dapat berbagi

pengetahuan dan ketrampilan pada keluarga lain dalam meningkatkan status

gizi balita.

DAFTAR PUSTAKA ---- (2011). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010.

http://depkes.go.id BPPK Depkes RI. Jakarta. Diakses pada tanggal 15 Januari 2012.

Almatsier, S., Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia , Pustaka Utama, Jakarta. 2005.

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006, Ditjen Binkesmas. Jakarta. 2006.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Petunjuk Teknis Penaggulangan Balita Gizi Buruk melalui Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Sumber dana Bantuan Gubernur. Tasikmalaya. 2011

Page 14: Dampak Peberian Pmt Lokal Terhadap Kenaikan Status Gizi Pada Balita Kurus

Isdiany,Nitta.,. Hubungan Pemberian Makanan Tambahan dengan Status Gizi Anak usia 12-36 bln di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001. Thesis pasca sarjana IKM UI. Jakarta.2002.

Moehji, S. Ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Bharata Papas Sinar Sinanti. Jakarta. 2003

Murti,Bhisma. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2003

Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2010

Taqwallah. Pengaruh PMT-P JPS-BK terhadap Perubahan Status Gizi Anak 12-23 bulan di Puskesmas Samalangan, Aceh Utara Tahun 1999. UI Jakarta.1999.