DALAM NOVEL CANDIK ALA 1965 KARYA TINUK R. … · kekerasan personal terhadap anggota organisasi...
-
Upload
duongtuyen -
Category
Documents
-
view
252 -
download
4
Transcript of DALAM NOVEL CANDIK ALA 1965 KARYA TINUK R. … · kekerasan personal terhadap anggota organisasi...
KEKERASAN STRUKTURAL DAN PERSONAL
DALAM NOVEL CANDIK ALA 1965 KARYA TINUK R. YAMPOLSKY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Marcellina Ungti Putri Utami
NIM: 144114038
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Januari 2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
KEKERASAN STRUKTURAL DAN PERSONAL
DALAM NOVEL CANDIK ALA 1965 KARYA TINUK R. YAMPOLSKY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Marcellina Ungti Putri Utami
NIM: 144114038
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Januari 2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada orang tuaku,
Skolastika Sudarwanti dan Engelbertus Agung Doso Yunianto
dan juga semua orang yang saya kasihi, serta yang selalu mengkasihi saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
MOTO
“I can do all things through Christ which strengtheneth me.”
(Phlippians 4:13)
“Terbentur. Terbentur”
“Terbentur. Terbentuk”
(Tan Malaka)
“Urip ojo kakehan sambat. Dilakoni. Nek kesel leren”
(Pay)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan yang Maha
segala dan semesta atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kekerasan Struktural dan Personal dalam
Novel Candik Ala 1965 Karya Tinuk R. Yampolsky” ini dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tercipta tanpa pihak yang
membantu, membimbing, memotivasi, dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada beberapa pihak.
Yang pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepada Susilowati Endah
Peni Adji, S.S., M.Hum sebagai pembimbing I dan Dr. Yoseph Yapi Taum,
M.Hum sebagai pembimbing II yang telah sangat membantu dalam penulisan
tugas akhir ini. Dukungan dan semangat yang disampaikan sungguh mendorong
agar tugas akhir ini dapat selesai tepat waktu.
Yang kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma (USD), terutama Prof. Dr. Praptomo
Baryadi, M.Hum yang menjadi DPA saya selama ini. Terima kasih atas waktu dan
tenaga yang telah diberikan kepada penulis. Nasihat dan dukungan yang selalu
mendorong penulis supaya bekerja keras. Terima kasih juga kepada Sony
Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku Wakil Ketua Program Studi Sastra
Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Maria Magdalena Sinta Wardani,
S.S., M.A., Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., (alm), dan Drs. Hery Antono,
M.Hum. (alm) yang telah bersedia membagi ilmunya selama saya berkuliah di
Program Studi Sastra Indonesia; juga kepada Staf Sekretariat Fakultas Sastra
khususnya Jurusan Sastra Indonesia atas pelayanannya yang baik selama ini.
Yang ketiga ucapan terima kasih teruntuk kedua orang tuaku, Skolastika
Sudarwanti dan Agung Doso Yunianto yang sudah selalu memberikan dukungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Utami, Marcellina Ungti Putri. 2017. Kekerasan Struktural dan Personal
dalam Novel Candik Ala 1965 Karya Tinuk R. Yampolsky. Skripsi
Strata Satu (S-1). Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra.
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengangkat topik “Kekerasan struktural dan personal dalam
novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky”. Penelitian ini bertujuan
untuk (1) Menguraikan struktur pembangun cerita yang mencakup tentang tokoh,
penokohan, dan latar dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky
dan (2) Mendeskripsikan kekerasan struktural dan kekerasan personal yang
terdapat dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky. Dalam
menganalisis struktur pembangun cerita, menggunakan kajian struktural. Analisis
kekerasan struktural dan personal menggunakan teori kekerasan menurut Johan
Galtung. Penelitian ini menggunakan paradigma M.H Abrams yaitu, pendekatan
objektif dan pendekatan mimetik. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data
yang dipakai adalah metode studi pustaka, metode analisis data menggunakan
metode analisis konten, dan metode penyajian analisis data menggunakan metode
deskriptif kualitatif.
Hasil analisis struktur pembangun cerita (tokoh, penokohan, dan latar)
dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky. Tokoh utama adalah
Nik dan Ibu Kesawa. Sedangkan tokoh tambahan terdiri dari Pak Kesawa, Mas
Cuk, Mas Tok, Yu Parni, Sarjono, Mas Kun, Bu Arum, Si Gagap, Kamil, Pak
Djo, Nila, Tris, Leaph dan Ibu Sul. Dalam menganalisis latar, peneliti membagi
unsur latar menjadi tiga bagian yaitu: latar tempat, latar waktu dan latar sosial
budaya. Latar tempat yang paling dominan adalah Kota Solo, latar waktu yang
paling dominan adalah tahun 1965, dan latar sosial budaya yang paling dominan
adalah budaya masyarakat Jawa.
Dalam penelitian ini ditemukan tiga jenis kekerasan struktural dan empat
jenis kekerasan personal. Tiga jenis kekerasan struktural yang terdapat dalam
novel adalah sebagai berikut: (1) kekerasan struktural tersebut dialami oleh para
simpatisan PKI, (2) kekerasan struktural terhadap masyarakat sipil masa orde
baru, dan (3) kekerasan struktural terhadap warga sipil di Kamboja. Kekerasan
struktural yang terjadi didorong dengan adanya faktor urutan kedudukan linear
dan pola interaksi yang tidak siklis. Analisis kekerasan personal dalam penelitian
ini menemukan empat jenis kekerasan personal, yaitu sebagai berikut: (1)
kekerasan personal terhadap anggota organisasi kepemudaan, (2) kekerasan
terhadap para simpatisan PKI, (3) kekerasan personal terhadap wanita, dan (4)
kekerasan personal terhadap warga sipil di Kamboja. Bentuk kekerasan yang
mendominasi kekerasan personal pada novel tersebut, yaitu (1) cara yang
digunakan adalah menggunakan badan manusia itu sendiri; (2) bentuk
organisasinya adalah TNI; dan (3) sasaran pendekatannya bersifat anatomis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Utami, Marcellina Ungti Putri. 2017. Structural and Personal Violence in
Candik Ala 1965 written by Tinuk R. Yampolsky. Undergraduate
Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters. Faculty of Letters. Sanata
Dharma University.
The topic of this research is “Structural and Personal Violence in Candik
Ala 1965 written by Tinuk R. Yampolsky.” This study aims to (1) elaborating the
structure constructing the story including the characters, characterization, and
setting in Candik Ala 1965 written by Tinuk R. Yampolsky; and (2) describing the
structural and direct violence occurred in Candik Ala 1965 written by Tinuk R.
Yampolsky. In analyzing the structure constructing the story, structural study was
used. Theory of violence proposed by Johan Galtung was used to analyze
structural and direct violence. The paradigm of this study is based on M.H,
Abrams, which is objective and mimetic approach. In this study, the research
applied literature study as the data collection technique, contect analysis as the
data analysis technique, and qualitative description as the data analysis
presentation.
The result of the structure constructing the story analysis (characters,
characterization, and setting) in Candik Ala 1965 written by Tinuk R. Yampolsky.
The main characters were Nik and Mrs. Kesawa, while the additional characters
were Mr. Kesawa, Cuk, Tok, Mrs. Parni, Sarjono, Kun, Mrs. Arum, the Stutter,
Kamil, Mr. Djo, Nila, Tris, Leaph and Mrs. Sul. In analyzing the setting, the
writer classified the elements of setting into 3 parts, which were setting of place,
setting of time and sociocultural setting. The setting of place which was dominant
was in the city of Solo, the setting of time which was dominant was in the year of
1965, and the sociocultural setting which was dominant was the culture of
Javanese people.
In this study, it was found that there were 3 kinds of structural violence
and 4 kinds of personal violence. The 3 kinds of structural violence occurred in
the novel were as follows: (1) the structural violence was experienced by the
sympathizers of Communist Party of Indonesia. (2) structural violence against
civilian community in the New Order, and (3) civilian community in Cambodia.
The structural violence in the novel is urged the linear position of order factor and
uncoordinated intraction. It was also found that there were 4 kinds of personal
violence, which were (1) direct violence against the members of youth
organizations, (2) violence against the sympathizers of Communist Party of
Indonesia, (3) personal violence against women, and (4) personal violence against
civilian community in Cambodia. Domination in the form of violence occurred in
the novel is (1) using the human body itself, (2) the form of Indonesian National
Armed Forces, (3) the targeted approach is anatomical.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................. iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA .... v
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................. vi
MOTO ….................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................. x
ABSTRACK ................................................................................................ xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………….......… 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………. 4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………. 5
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………… 5
1.4.1 Manfaat Praktis ……………………………. 5
1.4.2 Manfaat Teoritis …………………………… 6
1.5 Tinjauan Pustaka ………………………………..…… 6
1.6 Kerangka Teori ………………………………….…… 8
1.6.1 Pendekatan Objektif dan Kajian Struktural ... 10
1.6.1.1 Penokohan ………………………………. 11
1.6.1.2 Tokoh …………………………………… 12
(1) Tokoh Utama ………………………………... 12
(2) Tokoh Tambahan …...………………………... 13
1.6.1.3 Latar ……………………………………... 13
(1) Latar Tempat …………………………………. 13
(2) Latar Waktu …………………………………... 14
(3) Latar Sosial Budaya …………………………… 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
1.6.2 Pendekatan Mimetik ………………………. 14
1.6.2.1 Teori Sosiologi Sastra ……………………. 15
1.6.2.2 Teori Johan Galtung ……………………… 16
1.7 Metode Penelitian ……………………………………... 18
1.7.1 Jenis Penelitian …………………………….... 19
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data …………………... 19
1.7.3 Teknik Analisis Data ………………………… 20
1.7.4 Teknik Penyajian Analisis Data ……………... 21
1.8 Sistematika Penyajian …………………………………. 21
BAB II STRUKTUR CERITA DALAM NOVEL CANDIK
ALA 1965 KARYA TINUK R. YAMPOLSKY
Pengantar ..................................................................... 22
2.1 Tokoh …....................................................................... 23
2.1.1 Tokoh Utama …........................................................ 23
2.1.1.1 Nik …......................................................... 23
2.1.1.2 Ibu Kesawa …............................................ 24
2.1.2 Tokoh Tambahan ….................................................. 24
2.1.2.1 Pak Kesawa …........................................... 25
2.1.2.2 Mas Tok …................................................ 25
2.1.2.3 Mas Cuk …................................................ 25
2.1.2.4 Yu Parni …................................................ 25
2.1.2.5 Sarjono ….................................................. 26
2.1.2.6 Bu Arum …................................................ 26
2.1.2.7 Mas Kun …................................................. 26
2.1.2.8 Nila …......................................................... 27
2.1.2.9 Tris …........................................................ 27
2.1.2.10 Si Gagap …............................................... 27
2.1.2.11 Kamil ….................................................... 28
2.1.2.12 Pak Djo …................................................. 28
2.1.2.13 Leaph ….................................................... 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2.1.2.14 Ibu Sul …................................................. 29
2.2 Penokohan …............................................................... 29
2.2.1 Nik …............................................................ 30
2.2.2 Ibu Kesawa …............................................... 34
2.2.3 Pak Kesawa …............................................... 36
2.2.4 Mas Tok ….................................................... 39
2.2.5 Mas Cuk …................................................... 40
2.2.6 Yu Parni …................................................... 41
2.2.7 Sarjono …..................................................... 42
2.2.8 Bu Arum …................................................... 44
2.2.9 Mas Kun ….................................................... 45
2.2.10 Nila ….......................................................... 46
2.2.11 Tris …........................................................... 47
2.2.12 Si Gagap …................................................... 48
2.2.13 Kamil …........................................................ 50
2.2.14 Pak Djo …..................................................... 51
2.2.15 Leaph …........................................................ 52
2.2.16 Ibu Sul ….................................................... 53
2.3 Latar …......................................................................... 53
2.3.1 Latar tempat…........................................................... 54
2.3.1.1 Indonesia...................................................... 55
(1) Solo …................................................................ 55
(2) Jakarta …........................................................... 57
2.3.1.2 Amerika ….................................................... 57
2.3.1.3 Kamboja …................................................... 58
2.3.2 Latar Waktu …............................................................ 58
2.3.2.1 Tahun 1965 …............................................... 59
2.3.2.2 Tahun 1998 …............................................... 59
2.3.2.3 Pagi Menjelang Siang …............................... 60
2.3.2.4 Tengah Malam …........................................ 60
2.3.3 Latar Sosial Budaya …............................................... 61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2.3.3.1 Budaya Jawa …........................................... 61
Rangkuman …..................................................................... 61
BAB III KEKERASAN STRUKTURAL DAN PERSONAL
DALAM NOVEL CANDIK ALA 1965 KARYA
TINUK R. YAMPOLSKY
Pengantar .......................................................................... 63
3.1 Kekerasan Struktural …............................................... 63
3.1.1 Kekerasan Struktural terhadap
Simpatisan PKI …......................................... 64
3.1.2 Kekerasan Struktural terhadap Masyarakat
Sipil Masa Orde Baru …............................... 67
3.1.3 Kekerasan Struktural terhadap Masyarakat
Sipil di Kamboja …....................................... 68
3.2 Kekerasan Personal ….................................................. 69
3.2.1 Kekerasan Personal terhadap Anggota
Organisasi Pemuda ….................................... 70
3.2.2 Kekerasan Personal terhadap
Simpatisan PKI ….......................................... 71
3.2.3 Kekerasan Personal terhadap Wanita ............ 73
3.2.4 Kekerasan Personal terhadap Warga Sipil
di Kamboja …........…................................... 74
Rangkuman ....................................................................... 75
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ................................................................ 77
4.2. Saran .......................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah karya sastra dibuat oleh seorang pengarang melalui sebuah
pengalaman. Pengalaman tersebut dialami oleh pengarang itu sendiri dalam kehidupan
sosial sehari-hari di masyakarat. Dalam filosofinya, terdapat hubungan yang hakiki
antara karya sastra dengan masyarakat. Pengarang memanfaatkan kekayaan fenomena
sosial yang ada dalam masyarakat dan hasil karya sastra tersebut dimanfaatkan kembali
oleh masyarakat. Biasanya, masalah seputar “sastra dan masyarakat” bersifat sempit
dan eksternal (Wellek dan Werren via Saraswati, 1993: 109-110). Sastra dikaitkan
dengan situasi tertentu atau dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial tertentu.
Objek material pada penelitian ini adalah novel Candik Ala 1965 karya Tinuk
R. Yampolsky. Novel ini diterbitkan pertama kali pada Juni 2011 oleh KataKita. Cerita
dalam novel ini dikaitkan dengan sebuah sistem politik pada masa 1965 sampai masa
orde baru sekitar tahun 1998. Candik Ala adalah ungkapan Jawa yang berarti “langit
kuning kemerahan menjelang senja”. Melalui judul tersebut, Tinuk R. Yampolsky
menggambarkan bahwa pada tahun 1965 terjadi sebuah peristiwa besar yang
mengakibatkan banyak pertumpahan darah di Indonesia. Warna langit kuning
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
kemerahan menjelang senja seakan ingin mengungkapkan bahwa pada tahun 1965
langit pun ikut memerah mewakili situasi yang terjadi di Indonesia.
Candik Ala 1965 menceritakan tentang kenangan seorang anak kecil berumur
7 tahun bernama Nik, mengenai kejadian pada peristiwa 1965. Pada tanggal 30
September 1965, tujuh perwira paling senior Tentara Nasional Indonesia (TNI) tewas.
Pembunuhan enam perwira tersebut dilakukan oleh sebuah kelompok dari dalam TNI
itu sendiri. Mayor Jendral Suharto memerintahkan pasukannya untuk melakukan aksi
pembersihan para kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI). Aksi pembersihan ini,
meluas hingga ke seluruh Indonesia.
Dalam novel Candik Ala 1965, Nik menjalani masa kecil dengan penuh trauma
dan rasa penasaran yang begitu besar. Setiap hari keluarganya bertengkar karena suatu
hal yang saat itu belum terlalu dapat dimengerti oleh Nik. Walaupun masih terlalu kecil
untuk memahami permasalahan pada waktu itu, paling tidak Nik sudah mengerti apa
yang harus ia lakukan jika keluarganya sedang dalam suasana serius. Semenjak aksi
pembersihan itu dilakukan, setiap hari Nik merasa ketakutan. Suasana menjadi lebih
mencekam dengan suara tembakan yang sangat sering terdengar.
Suatu hari, Mas Tok yang tak lain adalah kakak sulungnya, bersama istri dan
anaknya datang ke rumah Nik membawa banyak baju dan berboks-boks buku yang
dipak tergesa-gesa. Semenjak hari kedatangan Mas Tok ke rumah Nik, keadaan di
rumah Nik menjadi kurang menyenangkan. Suasana dan kehidupan masa kecil Nik
menjadi menakutkan karena kedatangan Mas Tok yang sekarang sudah menjadi
simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kehidupan masa kecil Nik selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dibayang-bayangi rasa takut dan ketegangan yang terjadi di rumahnya hampir setiap
hari.
Tidak hanya di rumah, Nik merasakan ketakutan itu. Daerah di sekitar kampung
tempat tinggal Nik juga menjadi sasaran untuk dilakukan penggledahan. Suatu hari
truk-truk Erperkard masuk ke area perkampungannya. Kedatangan para tentara ke
perkampungannya untuk melakukan penggledehan terhdapa para simpatisan PKI.
Setelah terjadinya penggledahan di kampung tempat tinggalnya, balaikota menjadi
tempat yang akhir-akhir ini ramai dipenuhi oleh masyarakat. Balaikota menjadi salah
satu tempat untuk menghukum dan mengumpulkan para tahanan yang terkena 1
pencidukan yang dilakukan oleh TNI pada saat itu. Sejak saat itu, Nik tidak pernah
melihat tetangga-tetangganya yang tertangkap itu lagi.
Tidak hanya pada masa 1965, cerita ini juga menceritakan sedikit bagian
tentang awal masa runtuhnya Orde Baru oleh Suharto pada bagian akhir cerita. Pada
bagian akhir cerita juga diceritakan tentang terjawabnya kegalauan Nik atas sebuah
misteri yang selama masa peristiwa 1965 yang menimpa tetangga-tetangganya yang
ditangkap oleh anggota TNI.
1 istilah yang digunakan pada tahun 60-an untuk menangkap mereka yang
terbukti menjadi salah satu anggota PKI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky dipilih untuk menjadi objek
material pada penelitian ini, karena dua alasan. Alasan yang pertama adalah novel ini
mengandung materi cerita yang menarik mengenai kehidupan seorang gadis bernama
Nik. Novel ini menguak peristiwa 1965 yang merupakan peristiwa besar yang pernah
dialami oleh Indonesia. Novel ini juga menceritakan bagaimana kondisi dan situasi
setelah peristiwa 1965 hingga tahun 1998.
Alasan kedua adalah novel ini masih jarang diteliti walaupun materi ceritanya
menarik. Sepengetahuan saya, masih sedikit penelitian yang menggunakan novel
Candik Ala 1965 sebagai objek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tiga hal, yaitu struktur
pembangun cerita, kekerasan struktural, dan kekerasan personal yang terdapat dalam
novel Candik Ala 1965. Struktur pembangun cerita dalam novel yang akan dipaparkan
dalam penelitian ini mencakup tiga hal, yaitu: tokoh, penokohan, dan latar. Dalam
menganalisis kekerasan struktural dan kekerasan personal yang terdapat dalam novel
ini, peneliti akan menggunakan teori kekerasan yang dikemukakan oleh Johan Galtung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu
sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana struktur pembangun novel yang mencakup tokoh, penokohan, dan
latar dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.2.2 Apa saja kekerasan struktural dan personal yang terdapat dalam novel Candik
Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Menguraikan struktur pembangun novel yang mencakup tentang tokoh,
penokohan, dan latar dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky.
1.3.2 Mendeskripsikan kekerasan struktural dan kekerasan personal yang terdapat
dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan manfaat menjadi dua bagian yaitu
manfaat praktis dan teoritis.
1.4.1 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi suatu apresiasi sastra bagi penulis
novel Candik Ala 1965. Selain itu, penelitian ini diharapakan dapat melengkapi kajian
tentang tragedi 1965 dalam sebuah karya sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.4.2 Manfaat Teoritis
Dari segi teoritisnya, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah
satu kajian yang menerapkan teori kekerasan menurut Johan Galtung.
1.5 Tinjauan Pustaka
Beding (2011) mengangkat dua permasalahan yaitu (a) unsur intrinsik yang
mencakup struktur alur dan tokoh dan (b) kekerasan struktural dan personal dalam
naskah drama Tumirah Sang Mucikari. Hasil dalam penelitian ini menjelaskan bahwa
alur dalam naskah drama ini menggunakan alur maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi
berjalan secara kronologis. Konflik utama dalam naskah Tumirah Sang Mucikari
adalah kedatangan para ninja yang menyusup diam-diam ketika para pelacur sedang
ajojing dangdut. Para ninja mengacau dan mengobrak-abrik bangunan bordil. Mereka
menendang, melempar, dan membakar rumah bordil. Tokoh Minah adaah pelacur yang
berwatak pandai, sopan, dan penurut. Tumini berwatak genit, disukai para lelaki
pembeli nafsu, sedangkan Lastri gadis cantik berwatak sombong. Watak datar adalah
para tokoh-tokoh dalam cerita yang bersifat statis. Tokoh Sukab, Mahmud, ninja-ninja,
dan hakim adalah berwatak datar. Watak para tokoh tidak begitu dominan dipaparkan
hanya diam dan tidak bergerak.
Kekerasan struktural dan personal dalam naskah drama Tumirah Sang Mucikari
dapat disimpulkan sebagai berikut. Kekerasan struktural dalam drama Tumirah Sang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Mucikari didasari bentuk tindakan kekerasan yang tidak terlihat namun dapat
dirasakan. Para tokoh seperti Tumirah, pelacur dan Sukab merupakan korban
kekerasan struktural pelicikan, pembohongan, dan ketidaksamaan, serta kesederajatan
struktur sosial. Secara psikologis, para tokoh mengalami ketakutan dan kebimbangan.
Kemudian, imbasnya para tokoh Tumirah, para pelacur, dan Sukab tergangu jiwanya.
Kekerasan personal dalam naskah drama Tumirah Sang Mucikari didasari hiruk pikuk
kekuasaan dan masih lemahnya struktur sosial sehingga masyarakat melakukan segala
cara untuk mendapatkan kekuasaan yaitu dengan cara menghilangkan nyawa.
Seseorang mudah diprovokator dan melakukan penganiyayaan dan pemukulan dan
pemerkosaan serta hukuman picis.
Adji (2016) memaparkan bahwa novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R.
Yampolsky termasuk dalam genre sastra diaspora Indonesia karya imigran Indonesia
di Amerika tahun 2010-an. Novel ini mengisahkan sejarah G/30/S/PKI. Permasalahan
diaspora selalu lekat dengan konstruksi identitas. Identitas yang terdapat dalam Candik
Ala 1965 adalah politik migran Indonesia di Amerika yang memposisikan diri sebagai
korban kekerasan rezim Suharto. Dalam novel tersebut dapat diambil benang merah
bahwa tokoh Nik dan Tinuk yang menjadi pengarang adalah sebuah sosok yang tidak
bisa dipisahkan dari trauma kelam terhadap peristiwa kelam 1965 di Indonesia. Trauma
itu berupa kekejaman pemerintahan Orde Baru terhadap orang-orang terdekat Nik,
yaitu: kakak, teman ibu, serta kelompok orang berkesenian lain. Identitas yang
tergambar di sini adalah identitas politik migran Indonesia di Amerika untuk melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
kondisi politik bangsanya. Ia menempatkan diri pada pihak korban yang mengalami
trauma akibat kekerasan rezim Suharto yang justru bisa tersuarkan ketika penulisan
menjadi migran di Amerika. Karya ini sekaligus sebagai bentuk defensif dan kritik
terhadap kekerasan dan penindasan oleh pemerintah Orde Baru kepada lawan
politiknya, maupun kepada orang yang tidak bersalah.
1.6 Kerangka Teori
Studi ini menggunakan paradigma penelitian karya sastra menurut M.H.
Abrams. Dalam penelitian mengenai kritik sastra, Abrams memaparkan bahwa kritik
sastra mempunyai bentuk, metode, orientasi atau dasar pendekatan kepada karya sastra.
Berdasarkan orientasi atau pendekatannya terhadap karya sastra, kritik sastra, dapat
digolongkan ke dalam empat tipe (Abrams, 1976: 6-7; 1981: 36-37). Dalam
penggologan yang dilakukan oleh Abrams, terdapat empat komponen utama, yakni:
realitas, karya sastra, pencipta, dan pembaca (Taum, 1997: 17).
Menurut Taum, dalam reposisi paradigma M.H. Abrams, terdapat enam
pendekatan dalam kritik sastra. Abrams memberikan peluang bagi kritik sastra untuk
menggulati aspek-aspek di luar teks, meskipun hal itu dipandang sebagai konteks bagi
pemahaman tekstual. Keenam pendekatan tersebut adalah pendekatan objektif,
pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, pendekatan
eklektik dan pendekatan diskursif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Skema 1
ENAM PENDEKATAN SASTRA: SEBUAH REPOSISI
Dalam skema 1 di atas, terdapat susunan enam pendekatan kritik sastra Abrams
menurut Taum. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada
karya itu sendiri. Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang menitikberatkan
semesta. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitikberatkan pembaca.
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan penulis. Pendekatan
eklektik adalah pendekatan yang menggabungkan secara selektif beberapa pendekatan
mimetik. Terakhir, pendekatan diskursif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada
wacana sastra sebagai sebuah praktik diskursif (Taum: 2017: 3-5).
Pendekatan Mimetik
Pendekatan Ekspresif Pendekatan Pragmatik
Pendekatan Diskursif Pendekatan Objektif
Pendekatan Eklektik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua pendekatan yang
dikemukakan oleh Abrams, yaitu: pendekatan objektif dan pendekatan mimetik. Kedua
pendekatan ini dipilih karena penelitian ini akan menitikberatkan pada karya sastra itu
sendiri dan peristiwa tindak kekerasan yang terdapat dalam novel Candik Ala 1965
karya Tinuk R. Yampolsky
1.6.1 Pendekatan Objektif dan Kajian Struktural
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra
itu sendiri (Taum, 1997: 17). Pendekatan ini memfokuskan pada bagaimana isi dan
struktur pembangun dari sebuah karya sastra itu sendiri.
Pendekatan objektif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis struktur
pembangun cerita yang mencakup tokoh penokohan dan latar yang terdapat dalam
objek material. Dalam menganalisis struktur pembangun cerita, penulis menggunakan
teori kajian struktural.
Kajian struktural merupakan metode yang berdasarkan teori bahwa karya sastra
adalah sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam unsur pembentuk struktur
(Pradopo, 2002: 21). Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan,
dan gmbaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya secara bersama
membentuk kebulatan yang indah. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini
fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi
dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2002: 36-
37).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Struktur pembangun cerita yang dimaksud adalah bagaimana keadaan
peristiwa-peristiwa, plot, tokoh penokohan, latar, sudut pandang, tema, amanat, dan
lain-lain. Pada penelitian ini, peneliti hanya akan fokus untuk menggunakan struktur
tokoh penokohan dan latar untuk menganalisis objek material.
Peneliti memilih unsur tokoh penokohan dan latar karena kedua unsur tersebut
merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam jalannya cerita. Unsur tokoh
penokohan mampu menjelaskan kondisi fisik, sifat dan psikis para tokoh dalam cerita
dan mampu menjelaskan peran tokoh. Peran unsur latar mampu menggambarkan
terjadinya peristiwa tindak kekerasan, baik kekerasan struktural dan kekerasan
personal dalam novel tersebut.
1.6.1.1 Penokohan
Penokohan adalah unsur penting dalam cerita fiksi. Penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Unsur penokohan menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh
dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2015: 248).
Penokohan mengandung dua aspek yaitu: isi dan bentuk. Penokohan berkaitan
dengan bagaimana kondisi fisik, sifat, dan psikis seorang tokoh dalam cerita. Unsur
penokohan dalam penelitian ini dapat menggambarkan tentang bagaimana kondisi
fisik, sifat dan psikis setiap tokoh mengalami tindak kekerasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.6.1.2 Tokoh
Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan
(Abrams dalam Nurgiyantoro, 2015: 247). Tokoh juga merupakan unsur penting dalam
cerita. Tokoh adalah menjadi unsur dalam pergerakan alur cerita. Tokoh menunjuk
pada orangnya dan pelaku cerita. Unsur tokoh dalam penelitian ini digambarkan secara
dramatik oleh pengarang sehingga membuat alur cerita semakin menarik dan mampu
menggambarkan peran setiap tokoh yang mengalami tindak kekerasan.
(1) Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama menjadi penentu
perkembangan alur secara keseluruhan.
(2) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan porsinya di dalam cerita dimuat dengan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan tokoh utama. Tokoh tambahan hanya muncul apabila kejadian di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dalam cerita tersebut berkaitan dengan tokoh atau pemeran utama secara langsung.
Tokoh tambahan hanya muncul untuk melengkapi sebuah peristiwa dalam cerita.
1.6.1.3 Latar
Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada pengertian
tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2015: 302). Latar dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu: latar tempat, latar peristiwa dan latar sosial budaya.
Unsur latar dalam penelitian ini berkaitan dengan penggambaran tentang latar
terjadinya tindakan kekerasan yang ada.
(1) Latar Tempat
Latar tempat menunjukkan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai
dalam dunia nyata (Nurgiyantoro, 2015: 314).
(2) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu dalam fiksi dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan
dengan waktu sejarah (Nurgiyantoro, 2015: 318).
(3) Latar Sosial Budaya
Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi
(Nurgiyantoro, 2015: 322)
1.6.2 Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mengutamakan aspek semesta
(Taum, 1997: 17). Pendekatan mimetik dalam penelitian ini digunakan untuk
menjelaskan tentang teori sosiologi sastra dan teori kekerasan menurut Johan Galtung
dalam menganalisis objek material pada penelitian ini. Dengan pendekatan mimetik,
dapat dibuktikan adanya tindak kekerasan struktural dan personal dalam novel Candik
Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky.
1.6.2.1 Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam
masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial (Swingewood
dalam Faruk, 2012:1). Pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Melalui karya sastra seorang
pengarang mengungkapkan problem kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di
dalamnya. Dalam sosiologi sastra terdapat beberapa masalah yang dihadapi: (a)
konteks sosial pengarang, (b) sastra sebagai cermin masyarakat, dan (c) fungsi sosial
sastra.
Terdapat dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra.
Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin
proses sosial-ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra
untuk membicarakan sastra; sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-
faktor di luar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra
sebagai bahan penelaahan. Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah
analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami
lebih dalam lagi gejala sosial di luar sastra (Damono, 1979: 3).
Novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky merupakan karya sastra
yang menceritakan kenangan masa lalu Nik tentang peristiwa 1965. Peristiwa 1965
merupakan pengalaman pahit bagi kehidupan Nik sampai ia tumbuh dewasa. Beranjak
dewasa, hidupnya juga diwarnai lagi dengan adanya peristiwa Orde Baru yang juga
sedikit diceritakan dalam novel ini. Peristiwa 1965 menimbulkan penderitaan bagi
tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita. Konflik antara masyarakat dengan pemerintah
tergambar jelas pada novel ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Teori sosiologi sastra dalam penelitian ini digunakan untuk memahami gejala-
gejala sosial yang terdapat dalam objek material. Gejala-gejala sosial tersebut dapat
membuktikan dan menggambarkan adanya tindakan kekerasan, baik kekerasan
struktural maupun kekerasan personal pada tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel
Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky. Gejala sosial di luar sastra terkait dengan
peristiwa 65 juga memerlukan teori kekerasan menurut Johan Galtung untuk
menganalisisnya.
1.6.2.2 Teori Kekerasan Menurut Johan Galtung
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, kekerasan diartikan
sebagai perbuatan orang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan
menurut Galtung yaitu kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa
sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi
potensialnya. Pemahaman Galtung tentang kekerasan lebih ditentukan pada segi akibat
atau pengaruhnya (Windhu, 1992: 65).
Menurut Galtung, kekerasan dibagi menjadi dua yaitu kekerasan struktural
atau kekerasan tidak langsung dan kekerasan personal atau kekerasan langsung.
Galtung menjelaskan bahwa produk-produk budaya seperti ideologi, bahasa, agama,
seni dan pengetahuan dapat digunakan untuk melegitimasi praktik kekerasan, baik
kekersan langsung maupun tidak langsung (Herlambang, 2013: 35). Kekerasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
struktural adalah kekerasan yang terjadi karena ketidaksamaan, terutama pada
distribusi kekuasaan. Kekerasan struktural lebih sering dilihat sebagai kekerasan
psikologis. Penyalahgunaan sumber-sumber daya, wawasan, dan hasil kemajuan untuk
tujuan lain atau dimonopoli oleh segelintir orang saja juga termasuk dalam kekerasan
struktural (Windhu, 1992: 64).
Kekerasan struktural bersifat statis, memperlihatkan stabilitas tertentu dan tidak
tampak. Dalam masyarakat statis, kekerasan struktural dianggap wajar. Terdapat enam
faktor yang mendukung kekerasan struktural, yaitu (a) urutan kedudukan linear, (b)
pola interaksi yang tidak siklis, (c) korelasi antara kedudukan, (d) persesuaian
antarsistem, (e) keselarasan antarkedudukan dan (f) perangkapan yang tinggi
antartingkat. Menurut Galtung, sistem-sistem sosial akan cenderung mengembangkan
keenam mekanisme yang akhirnya memperbesar ketidaksamaan. (Windhu, 1992: 75).
Selain kekerasan struktural, Galtung (dalam Windhu, 1992: 73) juga
mengungkapkan kekerasan personal. Kekerasan personal disebut juga sebagai
kekerasan langsung, contohnya melukai atau membunuh orang. Kekerasan personal
bersifat dinamis, mudah diamati, memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang dapat
menimbulkan perubahan. Kekerasan personal bertitik berat pada “realisasi jasmani
aktual”.
Galtung menampilkan tiga pendekatan untuk melihat tipologi kekerasan
personal, yaitu: (a) cara yang digunakan, mulai dengan badan manusia itu sendiri (tinju,
karate, aikido) sampai segala macam senjata mutakhir; (b) bentuk organisasi, mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dengan individu lain dalam bentuk gerombolan dan massa rakyat dan berakhir dengan
organisasi gerilya modern atau pertempuran dengan menggunakan pasukan; dan (c)
sasaran pendekatan itu yaitu manusia (Windhu, 1992: 74).
Teori kekerasan menurut Johan Galtung menjadi objek formal dalam penelitian
ini. Peneliti menggunakan teori ini untuk menentukan bentuk-bentuk kekerasan yang
dialami oleh para tokoh yang terdapat dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R.
Yampolsky.
1.7 Metode Penelitian
Pada bagian ini, akan dipaparkan jenis penelitian, teknik pengumpulan data,
teknik analisis data, dan teknik penyajian analisis data. Berikut akan dipaparkan ketiga
bagian tersebut.
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma M.H. Abrams menurut Taum. Menurut
Abrams, kritik sastra adalah studi yang berhubungan dengan pendefinisian,
penggolongan, penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi) (Pradopo, 2002: 18).
Pendekatan kritik sastra menurut Abrams dibedakan menjadi enam yaitu:
pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, pendekatan
objektif, pendekatan eklektik dan pendekatan diskursif. Dalam penelitian ini, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
hanya memfokuskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu: pendekatan objektif
dan pendekatan mimetik
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi
pustaka. Metode studi pustaka adalah metode yang paling banyak digunakan dalam
penelitian sastra. Metode ini mengharuskan peneliti untuk membaca banyak pustaka
secara cermat.
Selain menggunakan metode studi pustaka, penelitian ini menggunakan teknik
catat dan teknik simak. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang
terdapat dalam objek penelitian, sedangkan teknik simak digunakan untuk menyimak
teks-teks yang digunakan untuk mendukung penelitian. Sumber data utama dalam
penelitian ini adalah
Judul buku : Candik Ala 1965
Pengarang : Tinuk R. Yampolsky
Tahun terbit : 2011
Penerbit : KataKita
Halaman : 223 halaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
1.7.3 Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis isi atau analisis konten. Metode ini mengungkapkan karya sastra sebagai
bentuk komunikasi anatar pembaca dan pengarang. Pada metode ini peneliti sebagai
pembaca mampu menangkap maksud-maksud yang terkandung dalam karya sastra
yang digunakan sebagai objek penelitian.
Data pada penelitian karya sastra ini berupa struktur pembangun cerita yang
dianalisis menggunakan teori kajian struktural. Dalam penelitian ini, penulis akan
mengkaji tiga struktur pembangun cerita, yaitu: tokoh, penokohan, dan latar. Dalam
persoalan kekerasan, peneliti akan menggunakan teori kekerasan menurut Johan
Galtung. Teori kekerasan menurut Johan Galtung digunakan untuk mengelompokkan
tindak kekerasan yang ada di dalam objek material ke dalam dua bentuk kekerasan,
yaitu: kekerasan struktural dan kekerasan personal.
1.7.4 Teknik Penyajian Analisis Data
Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah metode yang hasil
analisis datanya berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif.
Metode kualitatif memanfaatkan cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk
deskripsi. Metode ini memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
hubungannya dengan konteks keberadaannya (Ratna, 2004: 46-47). Penyajian hasil
analisis data dalam penelitian ini disajikan secara deskriptif dengan hasil analisis
berupa data kualitatif.
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil dari penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teori, metode penelitian dan sistematika penyajian.
Bab II berisi tentang uraian struktur pembangun cerita dalam novel Candik Ala
1965 karya Tinuk R. Yampolsky yang mencakup tokoh, penokohan, dan latar.
Bab III berisi tentang deskripsi kekerasan struktural dan kekerasan personal
yang terdapat dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky
Bab IV berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
BAB II
STRUKTUR CERITA
NOVEL CANDIK ALA 1965 KARYA TINUK R. YAMPOLSKY
Pada bab ini, akan dipaparkan hasil analisis kajian struktural yang terdapat
dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky. Analisis kajian struktural
yang akan dipaparkan yaitu: tokoh, penokohan, dan latar. Unsur tokoh penokohan dan
latar dipilih sebagai unsur yang dianalisis dalam penelitian ini karena, kedua unsur
tersebut dapat membuktikan adanya tindak kekerasan yang terdapat dalam objek
material. Ketiga unsur tersebut juga merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam
jalannya cerita
Peneliti memilih unsur tokoh, penokohan, dan latar karena ketiga unsur tersebut
merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam jalannya cerita. Unsur tokoh
penokohan mampu menjelaskan kondisi fisik, sifat dan psikis para tokoh dalam cerita
dan mampu menjelaskan peran tokoh. Peran unsur latar mampu menggambarkan
terjadinya peristiwa tindak kekerasan, baik kekerasan struktural dan kekerasan
personal dalam novel tersebut. Ketiga unsur tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2.1 Tokoh
Tokoh merupakan unsur penting dalam cerita. Tokoh adalah menjadi unsur
dalam pergerakan alur cerita. Tokoh menunjuk pada orangnya dan pelaku cerita. Unsur
tokoh dalam penelitian ini digambarkan secara dramatik oleh pengarang sehingga
membuat alur cerita semakin menarik dan mampu menggambarkan peran setiap tokoh
yang mengalami tindak kekerasan. Dalam penelitian ini, tokoh dibedakan menjadi
tokoh utama dan tokoh tambahan.
2.1.1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Peran tokoh utama adalah sebagai penentu perkembangan jalannya
cerita secara keseluruhan.
2.1.1.1 Nik
Dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky, Nik berperan
sebagai tokoh utama. Tokoh Nik adalah tokoh pertama yang dideskripsikan dan
diceritakan. Nik dalam cerita tersebut adalah tokoh yang diutamakan dalam cerita dan
menjadi penggerak jalannya cerita. Novel tersebut menceritakan kehidupan Nik
semenjak ia berumur tujuh tahun sampai ia tumbuh dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2.1.1.2 Ibu Kesawa
Dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky tokoh Ibu Kesawa
juga merupakan tokoh utama dalam cerita. Ibu Kesawa adalah ibu Nik. Ia juga
memiliki peran dalam mengembangkan jalannya cerita dalam novel ini. Tokoh Ibu
Kesawa sering diceritakan dalam cerita. Cerita dalam novel tersebut juga memiliki
hubungan dengan kehidupan Ibu Kesawa.
Ibu Kesawa juga menjadi tokoh utama, karena sifatnya yang tertutup kepada
Nik tentang kejadian pada masa itu, membuat jalannya cerita menjadi lebih
berkembang dan menarik.
2.1.2 Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang muncul saat kejadian di dalam cerita
tersebut berkaitan dengan tokoh atau pemeran utama secara langsung. Tokoh tambahan
porsinya lebih sedikit dimuat jika dibandingkan dengan pelaku atau tokoh utama.
Dalam hal ini, tokoh tambahan berperan menjadi pelengkap dalam penggambaran
suatu peristiwa yang sedang diceritakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.1.2.1 Pak Kesawa
Dalam novel tersebut, tokoh Pak Kesawa merupakan tokoh tambahan. Ia
berperan sebagai bapak dari Nik. Tokoh Pak Kesawa dalam novel tersebut
dimunculkan untuk melengkapi jalannya cerita mengenai kehidupan Nik sejak kecil
hingga ia bertumbuh remaja.
2.1.2.2 Mas Tok
Mas Tok berperan sebagai kakak pertama Nik. Ia menjadi tokoh tambahan
dalam novel tersebut karena, penggambaran tokohnya menjadi bukti pelengkap tentang
kehidupan seorang simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa 1965.
2.1.2.3 Mas Cuk
Mas Cuk berperan sebagai kakak kedua Nik. Peran Mas Cuk dalam cerita
adalah menjadi tokoh tambahan. Perannya menjadi bukti pelengkap dalam
penggambaran mengenai kehidupan seorang pemuda yang aktif dalam organisasi
kepemudaan pada masa 1965.
2.1.2.4 Yu Parni
Yu Parni adalah tokoh yang menjadi seorang pembantu di keluarga Nik. Ia
mengurus segala keperluan rumah tangga keluarga Pak Kesawa yang tidak dapat
dilakukan oleh Ibu Kesawa. Tokoh Yu Parni merupakan tokoh tambahan, karena Yu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Parni dalam cerita pada novel tersebut menjadi pelengkap cerita mengenai kehidupan
masyarakat biasa atau netral pada masa 1965.
2.1.2.5 Sarjono
Sarjono merupakan salah satu murid di sekolah tempat Ibu Kesawa bekerja.
Tokoh Sarjono berperan sebagai tokoh tambahan. Sarjono dimunculkan dalam cerita
karena ia menjadi bukti dalam cerita tentang kondisi korban kekejaman masa 1965.
2.1.2.6 Bu Arum
Bu Arum merupakan sahabat dari Ibu Kesawa. Dalam cerita pada novel
tersebut, tokoh Bu Arum berperan sebagai tokoh tambahan. Tokoh Bu Arum berperan
dalam melengkapi isi cerita mengenai bagaimana kehidupan para Gerakan Wanita
Indonesia (Gerwani) sebagai organisasi khusus wanita yang mempunyai hubungan erat
dengan PKI pada masa 1965.
2.1.2.7 Mas Kun
Dalam cerita, Mas Kun diceritakan sebagai pacar pertama Nik. Dalam novel
tersebut, Mas Kun berperan sebagai tokoh tambahan. Ia menjadikan jalan cerita
menjadi semakin menarik dengan kisah cinta terlarangnya dengan Nik. Tokoh Mas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Kun juga melengkapi cerita tentang penggambaran pemuda yang aktif dalam dunia
politik setelah peristiwa 1965.
2.1.2.8 Nila
Nila merupakan sahabat Nik sejak mereka latihan menari di pendopo. Tokoh
Nila dalan novel tersebut berperan sebagai tokoh tambahan. Nila dimunculkan untuk
melengkapi cerita tentang kehidupan sehari-hari Nik selama remaja hingga dewasa.
2.1.2.9 Tris
Tris adalah teman masa kecil Nik di kampungnya. Setelah hampir dua puluh
tahun lalu Tris pindah dari kampungnya, Nik kembali mendapatkan kabar tentang Tris.
Peran Tris dalam novel tersebut sebagai tokoh tambahan. Kehidupan Tris saat dewasa
dimunculkan untuk melengkapi cerita mengenai kehidupan masyarakat sipil saat
memasuki era Orde Baru.
2.1.2.10 Si Gagap
Gagap adalah salah satu teman Nik di Solo yang sering ikut berkumpul di
pendopo. Dalam novel tersebut, diceritakan bahwa Gagap menjadi seorang aktivis
yang membela buruh dari kekejaman pemerintahan pada masa Orde Baru. Peran Gagap
dalam novel tersebut adalah sebagai tokoh tambahan. Kemunculan tokoh Gagap dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
cerita tersebut untuk melengkapi cerita tentang kehidupan aktivis pembela buruh pada
masa Orde Baru.
2.1.2.11 Kamil
Kamil adalah salah satu teman Nik yang sering berkumpul di pendopo. Peran
Kamil dalam novel ini adalah sebagai tokoh tambahan. Sosoknya menjadi pelengkap
cerita mengenai kehidupan Nik saat beranjak dewasa dan kepribadian Nik saat ia
berkumpul bersama teman-temannya di pendopo.
2.1.2.12 Pak Djo
Pak Djo adalah seorang pria yang gila yang Nik kenal saat sering berkumpul di
sebuah warung. Nik dan teman-temannya menganggap bahwa Pak Djo adalah orang
waras yang sengaja menjadi gila. Pak Djo diam-diam menggagumi Nik. Tokoh Pak
Djo dalam novel tersebut adalah sebagai tokoh tambahan. Kemunculan tokohnya
menjadi pelengkap cerita tentang kehidupan masyarakat sipil yang tidak berani
berpendapat pada masa pemerintahan Suharto. Keberanian berpendapat disalurkan Pak
Djo dengan cara menjadi gila.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2.1.2.13 Leaph
Leaph adalah seorang wanita yang berasal dari Phom Penh, Kamboja. Nik
mengenal Leaph melalui cerita Nila. Leaph kini tinggal di Amerika seorang diri. Dalam
novel tersebut, Leaph berperan sebagai tokoh tambahan. Leaph dimunculkan dalam
cerita untuk menggambarkan suatu peristiwa besar yang terjadi di Kamboja yang
menimpa keluarganya.
2.1.2.14 Ibu Sul
Ibu Sul dulunya merupakan anggota Gerwani teman dari Bu Arum. Ibu Sul
berperan sebagai tokoh tambahan untuk menjawab sebuah peristiswa yang mengenai
akhir hidup dari Bu Arum.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R.
Ympolsky berperan dalam pengembangan jalannya cerita dan juga penggambaran
sebuah peristiwa yang ingin digambarkan oleh pengarang. Melalui paparan tentang
tokoh-tokoh di atas, peneliti menemukan terjadi tindak kekerasan yang dialami oleh
beberapa tokoh tersebut.
2.2 Penokohan
Penokohan adalah unsur penting dalam cerita fiksi. Penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Penokohan menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2015: 248). Unsur penokohan dalam penelitian ini dapat
menggambarkan tentang bagaimana kondisi fisik, sifat dan psikis setiap tokoh
mengalami tindak kekerasan.
2.2.1 Nik
Dalam cerita pada novel tersebut, Nik dideskripsikan oleh penulis sebagai
seorang gadis kecil berusia tujuh tahun, berbadan pendek, dan mempunyai empat
saudara laki-laki dan satu di antaranya sudah menikah dan mempunyai seorang anak
perempuan. Pada tahun 1965, Nik masih duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Pada saat
itu suasana sedang tidak nyaman untuk Nik. Di luar, malam menjadi senyap. Hantu
potongan tangan itu kata kawan-kawannya sering muncul begitu saja dari balik pintu,
berlumuran darah, membayangkan ini, Nik membalikkan kembali tubuhnya
(Yampolsky, 2011: 16-17). Keadaan sedang mencekam. Anak-anak di lingkungan
rumah Nik sering mendengar cerita tentang orang-orang yang mati dibunuh dan
hantunya gentayangan. Sebagai seorang anak kecil, setiap malam Nik merasa
ketakutan karena terbayang-bayang cerita mengenai hantu yang diceritakan teman-
temannya.
Suatu hari ketika sedang pecahnya peristiwa 1965, Mas Tok beserta istri dan
anaknya pindah ke rumah Nik. Setelah Mas Tok dan keluarganya pindah ke rumah Nik,
suasana di rumahnya menjadi tidak nyaman. Keluarganya sering sekali bertengkar.
Saat mereka sedang berkumpul di meja makan, mereka seperti sedang membicarakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
suatu hal yang sangat penting. Nik ingin sekali mengetahui apa yang sedang mereka
bicarakan. Nik tentu saja tidak berani. Dari ruang tengah yang gordennya tersingkap ia
bisa melihat gerak isyarat dalam pembicaraan yang terjadi di ruang tamu. Sudah
menjadi kebiasaan di rumah bahwa tak akan dianggap sopan kalau ia datang mendekat
ketika orangtuanya sedang menemui tamu (Yampolsky, 2011: 66). Pada tahun 1965,
banyak sekali peristiwa yang belum dapat dimengerti oleh Nik. Huru-hara di sana-sini
membuat Nik selalu ingin mengetahui tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ia sungguh
penasaran.
Suatu hari, Nik diutus oleh Bude Mak untuk membeli kinang pada seorang
pedagang sesajen di Magangan. Ia mengajak Winthul untuk menemaninya membeli
kinang. Saat ia dan Winthul baru saja berbelok dari gang, tiba-tiba ia mendengar suara
tembakan yang sangat kencang. Ia sangat ketakutan. Badannya gemetaran. Terjadi
penembakan tepat berada di dekat gang tersebut. Tubuh Nik lemas. Winthul terlepas
dari gandengan Nik hingga menangis dengan sangat kencang. Mereka berdua
ketakutan. Beruntung seorang tetangga melihat mereka dan segera mengajak mereka
untuk pulang. Kejadian tersebut menjadi salah satu kenangan masa kecil Nik yang
menakutkan.
Masih pada tahun yang sama yaitu tahun 1965, pada suatu sore yang cerah, dari
seorang tetangganya, Nik mendengar bahwa banyak sekali truk-truk tentara yang parkir
di kelurahan. Hal itu menandakan bahwa di kampung tempat tinggal Nik akan
dilakukan penggledahan terhadap para simpatisan PKI. Satu persatu rumah digeledah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
okeh TNI. Hingga sampai di depan pintu rumah Nik. Anggota keluarga Nik semuanya
selamat. Walaupun sebelum para TNI memutuskan untuk pergi, mereka mencurigai
kotak wayang dan seperangkat gamelan milik ayah Nik. Akhrinya mereka percaya
dengan penjelasan yang dikatakan oleh Pak Kesawa. Suasana kembali sepi. Nik
mengetahui ternyata beberapa dari tetangganya terkena pencidukan. Ibu Mbak Mar,
Kopral Marno, dan Bu Arum yang merupakan sahabat Bu Kesawa juga ikut terkena
pencidukan. Mereka semua ditangkap karena mereka terbukti menjadi simpatisan PKI.
Nik memiliki kenangan tersendiri bersama Bu Arum. Ia pernah dijak oleh Bu
Arum untuk pergi piknik bersama dengan ibu-ibu Gerwani lainnya. Setelah peristiwa
pencidukan itu, Nik tidak pernah menemui bahkan mendengar kabar tentang tetangga-
tetangganya yang tertangkap tersebut. Sejak penangkapan itu, rumah besar milik Bu
Arum kosong. Nik sungguh penasarn tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Bu
Arum. Semenjak saat itu, Bu Arum menghilang, tanpa jejak dan tanpa kabar sedikit
pun. Suatu hari, ada orang yang mengecat pagar di rumah Bu Arum. Warnanya diubah
menjadi biru muda yang cerah. Sebagian tembok yang mengelilingi rumah tersebut,
dibobol untuk dijadikan toko kecil. Kemudian datanglah keluarga Arab yang datang
untuk menempati rumah tersebut dan membuka toko kecil yang menjual keperluan
menjahit.
Saat beranjak remaja, sosok Nik yang mempunyai hobi menari. Setiap sore
berkumpul di sebuah pendopo bersama teman-temannya untuk latihan menari.
Kebiasaan Nik menari di pendopo ini membuat ia mengenal Mas Kun. Saat Pak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Kesawa melarang Nik untuk menari ia mengatakan “Kamu ini terlalu muda untuk ikut-
ikutan menari di arena politik” (Yampolsky, 2011: 120-124). Mas Kun mengajak Nik
untuk menari di sebuah acara politik. Mengetahui hal tersebut, Pak Kesawa marah.
Larangan yang dibuat malah membuat Nik tetapi ingin menari bahkan lebih aktif lagi
di dunia politik. Sifat keras kepala ini semakin membuatnya melawan segala larangan
yang dibuat untuknya.
Semenjak kabar menghilangnya Bu Arum, Nik menyimpan sebuah
keingintahuannya yang teramat besar pada dirinya sejak kecil. Ia merasa bahwa ada
cerita tentang masa kecilnya yang belum selesai. Rasa penasarannya semakin menjadi-
jadi semenjak ia beranjak dewasa. Nik mencari informasi tentang Bu Arum sampai ke
Jakarta. Ia berhasil menemui Ibu Sul, mantan Gerwani, sama seperti Bu Arum.
Sebelum Ibu Sul menceritakan tentang Bu Arum, Nik harus memperkenalkan dirinya
menjadi seorang simpatisan PKI. Pada akhir cerita, Nik mengetahui bahwa nasib Bu
Arum dan beberapa anggota Gerwani lainnya, mati dibunuh oleh anggota TNI. Bu
Arum ditembak di tepi jurang dan jasadnya terjungkal dan terlempar jatuh ke jurang.
Dapat disimpulkan bahwa dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R.
Yampolsky, Nik memiliki sifat penakut, keras kepala, ras keingintahuannya besar, dan
tidak senang dikritik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
2.2.2 Ibu Kesawa
Pada novel tersebut, tidak dideskripsikan dengan jelas bagaimana kondisi fisik
Ibu Kesawa. Ibu Kesawa bekerja sebagai kepala sekolah di salah satu Sekolah Dasar.
Ia juga aktif bersama suaminya tergabung dalam sebuah partai Katholik di Solo.
Semenjak kedatangan Mas Tok ke rumahnya, keluarganya menjadi lebih sering
berselisih paham. Hanya Ibu Kesawa yang dapat meredakan emosi keempat laki-laki
penghuni rumah itu/ ia menjadi satu-satunya anggota keluarga yang bisa menengahi
permasalahan yang sedang menimpa keluarganya.
Menjadi seorang kepala sekolah di sebuah Sekolah Dasar (SD) membuat Ibu
Kesawa juga bertanggungjawab untuk membantu muridnya yang sedang kesusahan.
Sarjono, salah satu muridnya sudah berhari-hari tidak masuk sekolah karena keluarga
dan saudaranya terkena pencidukan. Maka dari itu, Ibu Kesawa mengajak Sarjono
untuk tinggal di rumahnya sementara waktu (Yampolsky, 2011: 45-54). Ibu Kesawa
dengan ikhlas dan ia rela membantu Sarjono yang sedang dalam kesusahan. Ia merawat
dan mendampingi Sarjono selama tinggal di rumahnya.
Ternyata setelah beberapa hari Sarjono tinggal di rumah Nik, seorang wanita
yang memperkenalkan diri sebagai 2 buliknya Sarjono. Ternyata buliknya Sarjono tidak
jadi ditangkap karena ia terbukti bukan menjadi simpatisan PKI. Akhirnya Sarjono
diajak buliknya untuk tinggl bersama. Mereka pergi dari rumah dan mengucapkan rasa
terima kasih kepada Ibu Kesawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Keadaan semakin tidak kondusif. Banyak teriakan, kebakaran, dan perkelahian
di sana-sini. Ibu Kesawa yang mempunyai dua anak laki-laki yang aktif dalam
organisasi kepemudaan kala itu pun dibuat khawatir. Kekhawatiran tersebut ia luapkan
dalam doa. Setiap malam Ibu Kesawa khusuk berdoa Rosario demi keselamatan
seluruh anggota keluarganya (Yampolsky, 2011: 58), karena Ibu Kesawa sadar bahwa
ia tidak bisa sepenuhnya selama 24 jam mengawasi seluruh anggota keluarganya di
tengah kondisi seperti ini.
“Sekali lagi jangan salah mengerti, Nduk! Bapak tak melarangmu menari.
Tetapi kamu memang sebaiknya tidak terlibat dalam kegiatan tari untuk kepentingan
organisasi seperti itu” (Yampolsky, 2011: 121-124) kata Ibu Kesawa kepada Nik.
Berada di antara anggota keluarga yang keras kepala membuat Ibu Kesawa harus bisa
menjadi sosok yang bijaksana dan sabar. Dengan sabar ia menasihati Nik supaya ia
berdamai dengan bapaknya dan tidak boleh melawan perintah orangtua.
Pada akhir cerita, Ibu Kesawa diceritakan sudah meninggal. Selama masa
hidupnya, Ibu Kesawa seperti menyimpan semua rahasia yang tidak perlu dimengerti
oleh Nik. Ibu Kesawa menutup rapat-rapat rahasia itu, karena ia tidak ingin jika Nik
mengetahuinya.
Dapat disimpulkan bahwa dalam cerita tersebut, sosok Ibu Kesawa diceritakan
sebagai seorang ibu yang baik hati, sabar, tertutup, rajin berdoa dan bijaksana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2.2.3 Pak Kesawa
Pak Kesawa merupakan bapak Nik. Diceritakan bahwa Pak Kesawa merupakan
seorang guru di sebuah sekolah dasar. Bersama istrinya, Pak Kesawa juga aktif dalam
sebuah partai Katolik di Solo. Dalam novel tersebut, tidak dideskripsikan secara jelas
bagaimana kondisi fisik Pak Kesawa.
Menjadi seorang bapak, Pak Kesawa tentu harus menjadi sosok yang tegas bagi
keempat anaknya. Salah satu anaknya mengakui bahwa dirinya menjadi simpatisan
PKI, Mas Tok. Tok bersama istri dan anaknya secara mendadak pindah untuk
sementara ke rumah orang tuanya. Selama Tok tinggal di rumahnya, Pak Kesawa sering
bertengkar dengannya. Pak Kesawa tidak menyukai pilihan Tok untuk menjadi
simpatisan PKI. Walaupun begitu, Pak Kesawa tetap selalu menjaganya dan menasihati
Tok. Ia masih memperbolehkan Tok untuk tinggal di rumahnya.
Pak Kesawa mempunyai hobi mengkoleksi wayang. Ia juga mempunyai
seperangkat gamelan kebanggaannya yang terletak dekat ruang tamu. Walaupun gemar
mengkoleksi wayang dan seperangkat gamelan, Pak Kesawa tidak terlalu mengikuti
adat budaya Jawa jika memiliki gamelan dan wayang. Ia hanya selalu membersihkan
seperangkat gamelan dan menata wayang-wayang koleksinya. Walaupun begitu, hobi
Pak Kesawa tersebut pernah membuatnya dalam bahaya. Saat penggledahan terjadi di
rumahnya, ia dituduh sebagai dalang PKI. Tetapi, Pak Kesawa berhasil membuktikan
bahwa ia bukan anggota PKI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Ketiga anak laki-lakinya, semua turut serta dalam dunia politik. Cuk dan Wid
juga aktif menjadi anggota organisasi pemuda di Solo. Dalam menghadapi sikap ketiga
anak laki-lakinya, Pak Kesawa selalu berusaha tetap merengkuh anaknya tetapi tetap
bersikap tegas. Suatu hari, saat terjadi penggledahan di kampung tempat tinggalnya,
Pak Kesawa berusaha untuk melindungi Tok yang sebenarnya merupakan simpatisan
PKI. Tidak lama setelah kejadian itu, Tok memilih untuk pindah ke Pulau Sebrang.
Lalu ia mengirimkan surat untuk kedua orang tuanya. Betapa sedih, bercampur marah
dan rasa kecewa meliputi hati Pak Kesawa, karena saat ia membaca surat tersebut, Tok
memilih untuk mengganti namanya menjadi Mbranang supaya hidupnya menjadi lebih
aman. Tidak hanya itu, saat Cuk juga telibat perkelahian hingga Cuk mengalami luka
parah pada kepalanya, tetapi Pak Kesawa tetap menyanyangi kedua anaknya itu.
Tak beberapa setelah peristiwa penggledahan, kampung tempat tinggal Pak
Kesawa mengalami bencana. Seluruh kampung di rendam air hingga membuat mereka
harus mengungsi. Keesokan paginya saat air sudah mulai surut, Pak Kesawa, Mas Cuk,
Mas Tok dan Mas Wid bergotong-royong untuk membersihkan rumah mereka.
Keempat orang laki-laki itu tetap kompak walaupun perselisihan sering terjadi di antara
mereka.
Saat Nik beranjak remaja, Nik yang hobi menari setiap sore pergi ke sebuah
pendopo dekat kampungnya untuk latihan menari. Sanggar tempat Nik berlatih diminta
untuk mengisi perayaan yang diselenggarakan oleh sebuah partai politik. Ketika Nik
menari pada sebuah acara politik, dengan tegas Pak Kesawa melarangnya. “Kamu ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
terlalu muda untuk ikut-ikutan menari di arena politik!”, Nik membela diri dan
membantah, “Aku Cuma menari, Bapak. Cuma menghibur para tamu.” (Yampolsky,
2011: 120-121). Pembelaan Nik secara tegas dibantah oleh Pak Kesawa. Ia melarang
Nik untuk menari lagi sejak saat itu. Pak Kesawa melarang Nik untuk menari, karena
Nik menari untuk sebuah acara politik. Menurut pengalaman yang sudah-sudah, ketiga
orang anak laki-lakinya yang semua masuk dalam dunia politik, hidup mereka menjadi
tersesat. Untuk itu, Pak Kesawa melarang Nik untuk menari lagi, karena ia khawatir
jika Nik terjerumus semakin dalam ke dunia politik dan hidupnya sengsara.
Pak Kesawa juga melarang Nik dekat dengan Kun. Ia mengetahui bahwa Kun
juga aktif dalam dunia politik. Menjelang akhir cerita, pemunculan tokoh Pak Kesawa
hanya melalui curahan hati Nik saat mengingat tentang kedua orang tuanya.
Dapat disimpulkan bahwa Pak Kesawa memiliki sifat tegas, selalu menyayangi
dan menjaga keluarganya, selalu menerima keadaan anak-anaknya dan ia juga
mempunyai hobi mengkoleksi wayang dan seperangkat gamelan. Dapat disimpulkan
juga bahwa dalam novel ini, sifat tokoh Pak Kesawa hanya dipaparkan melalui dialog
antar tokoh dan cara tokoh menghadapi situasi tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2.2.4 Mas Tok
Mas Tok berperan sebagai kakak pertama Nik. Dalam cerita, diceritkana bahwa
Mas Tok sudah menikah dan mempunyai seorang anak perempuan bernama Winthul.
Ia berprofesi sebagai guru. Dalam cerita tersebut, ia menjadi salah satu anggota PKI.
Suatu hari saat pecahnya peristiwa 1965, Mas Tok bersama anak istrinya datang
dengan membawa beberapa barang-barangnya dan meminta untuk tinggal di sana
sementara waktu. Kedatangan Mas Tok terkesan mendadak dan tergesa-gesa. Selama
tinggal di sana, Mas Tok tidak pernah lagi bekerja. Setiap hari ia hanya duduk di dekat
radio dan membaca beberapa bukunya.
Dalam novel tersebut, Mas Tok diceritakan bahwa ia menjadi salah satu
simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Semenjak menjadi simpatisan PKI, Mas
Tok berubah menjadi orang yang tertutup. Suatu sore, Nik melihat Mas Tok berada di
halaman belakang rumahnya. Di sana sudah tersedia sebuah tong dengan api yang
membara di dalamnya. Mas Tok membawa beberapa bukunya lalu memasukkanya ke
dalam tong tersebut. Beberapa detik kemudian, buku-buku tersebut sudah habis
terbakar. Ia sedang berusaha menghilangkan bukti bahwa ia merupakan simpatisan
PKI.
Selama tinggal di rumah Nik, Mas Tok merasa gelisah jika ia hanya akan
menyusahkan keluarganya yang lain, jika pada suatu saat terjadi penggledahan dan ia
terbukti sebagai simpatisan. Maka dari itu, Mas Tok memutuskan untuk pindah. Mas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Tok dan keluarganya pindah ke pulau sebrang. Setelah mendapatkan tempat tinggal
yang layak, Mas Tok mengirimkan surat kepada ayahnya. Ia menuliskan tentang
kondisi mereka di sana. Pilihan hidupnya untuk menjadi seorng simpatisan membuat
hidupnya berantakan. Ia selalu dihantui ketakutan dan merasa tidak nyaman. Saat ia
sudah pindah ke Pulau sebrang bersama keluarganya, Mas Tok memutuskan untuk
mengganti namanya menjadi Mbranang. Ia melakukan hal tersebut supaya ia dapat
melupakan masa lalunya dan hidup lebih aman, tetapi hal itu membuat Pak Kesawa
bersedih. Akhirnya Mas Tok mengurungkan niatnya untuk mengubah namanya.
Dapat disimpulkan bahwa Mas Tok mempunyai sifat yang keras kepala,
penakut, dan tidak ingin menyusahkan orang lain. Mas Tok menjadi penakut semenjak
ia memutuskan menjadi simpatisan PKI. Hidupnya menjadi sengsara.
2.2.5 Mas Cuk
Mas Cuk adalah kakak kedua Nik. Diceritakan bahwa ia adalah seorang pemain
band dan merupakan anggota sebuah organisasi pemuda bernama “Banteng-Kraton”.
Mas Cuk sering bergonta-ganti pacar. Bahkan beberapa kali mengajak pacarnya untuk
datang ke rumah saat sedang sepi.
Sehari-hari Mas Cuk sering terlibat tawuran dan perkelahian di sana-sini. Hal
itu membuat orang tuanya khawatir. Suatu hari, Mas Cuk yang sudah beberapa hari
tidak pulang ke rumah, akhirnya datang dengan luka di sekujur tubuhnya dan luka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
tusukan di kepala. “Saya temukan mas ini terkapar di bagian timur Nggladag. Habis
dikroyok” (Yampolsky, 2011: 59). Luka yang dialami oleh Mas Cuk suruh
menyeramkan. Di kepalanya terdapat luka tusukan.
Setelah kejadian itu teman-teman Mas Cuk datang ke rumah untuk
menjenguknya. Saat mereka sedang berkumpul banyak sekali kata-kata dan hal yang
mereka bahas tidak bisa dengan mudah dimengerti oleh Nik. Suasana rumah menjadi
ramai karena kedatangan teman-teman Mas Cuk. Setiap hari teman-teman yang datang
ke rumahnya selalu berbeda, kecuali seorang perempuan yang akhirnya diketahui
bahwa ia adalah pacar Mas Cuk.
Dapat disimpulkan bahwa, sebagai kakak kedua Nik, Mas Cuk mempunyai sifat
yang sedikit liar dan egonya tinggi. Ia juga tidak suka diatur oleh orang lain.
2.2.6 Yu Parni
Diceritakan dalam novel tersebut, bahwa Yu Parni adalah orang yang
membantu urusan keluarga Nik, terutama urusan dapur. Keluarga Nik sudah
menganggap Yu Parni seperti saudara sendiri.
“Tak selangkahpun jauhnya dari urusan dapur. Ia yang selalu berdiri di luar
pagar keributan jaman. Dan seperti tak punya beban apa pun ketika kejadian-kejadian
tragis berlangsung di luar sana (Yampolsky, 2011: 67). Yu Parni merupakan sosok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
yang bersikap netral. Ia tidak ambil pusing untuk ikut campur dalam masalah-masalah
yang terjadi di luar sana.
Semenjak kedatangan Sarjono untuk tinggal di rumah keluarga Nik. Yu Parni
mempuyai tugas lain yaitu merawat Sarjono. Ia merawat Sarjono seperti merawat
anaknya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa Yu Parni memiliki sifat yang tidak ingin ikut
mencampuri masalah orang lain. Yu Parni juga bersifat baik karena mau merawat
Sarjono yang walaupun bukan anggota keluarga dengan baik.
2.2.7 Sarjono
Sarjono adalah salah satu murid kelas enam SD di sekolah tempat Ibu Kesawa
bekerja. Ia adalah seorang laki-laki bermuka lonjong, giginya agak tonggos dan sorot
wajahnya menyiratkan rasa ketakutan. Ia tinggal di kampung Jagalan di sebelah timur
kota bersama keluarganya yang miskin.
Sudah berhari-hari Sarjono tidak masuk sekolah. Ketika muncul di sekolah,
Sarjono kelihatan bingung. Akhirnya, ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi
kepada Ibu Kesawa. Sarjono tidak masuk sekolah karena kedua orang tuanya terkena
pencidukan. Seluruh keluarganya pun juga terlibat. Maka dari itu, tinggalah ia sendiri
di rumahnya dan merasa kebingungan. Sebagai seorang ibu dan kepala sekolah, Ibu
Kesawa akhirnya menyuruh Sarjono agar tinggal di rumahnya untuk sementara waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
supaya ia juga masih bisa bersekolah. Ia datang bersama Ibu Kesawa ke rumah Nik
dengan membawa sebuah kantong plastik dan tas sekolah
Semenjak tinggal di rumah Ibu Kesawa, Yu Parni bertugas menjaga dan
merawat Sarjono. Sarjono juga sering membantu Yu Parni dan Pak Kesawa di rumah
(Yampolsky, 2011: 45-56). Selain itu, Sarjono juga mendapat tugas dari Ibu Kesawa
untuk menjemput Nik sepulang sekolah. Sarjono adalah orang yang penurut dan
pendiam. Walaupun Nik tidak mau berteman dengannya, ia tetap berusaha untuk
bersikap baik kepada Nik.
Sebenarnya Nik tidak menyukai Sarjono tinggal di rumahnya. Nik membenci
Sarjono. Semenjak Sarjono tinggal di sana, teman-teman Nik selalu menghakiminya
bahwa ada seorang anak PKI tinggal di rumahnya. Pada waktu itu, menjadi seorang
PKI merupakan kesalahan dan sebuah keburukan. Nik sangat tidak menyukai hal itu,
tetapi ia tidak bisa mengatakan pada ibunya hal yang sebenarnya terjadi. Sarjono lebih
suka menyendiri dan berdiam diri di kamar. Ia juga sangat tertutup.
Suatu hari, setelah jam pulang sekolah berakhir, Sarjono meminta izin kepada
Ibu Kesawa untuk pulang terlebih dahulu. Ibu Kesawa mengiyakan karena memang ia
masih harus mengerjakan sesuatu di sekolah. Sampai sore tidak ada kabar dari Sarjono.
Baru setelah maghrib, Sarjono datang. Dengan mata merah, kotor dan bajunya basah
karena keringat. Saat Ibu Kesawa bertanya pada Sarjono, ia malah menangis sejadi-
jadinya. Setelah keadaan Sarjono lebih tenang, Ibu Kesawa menanyakan keberadaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Sarjono sehari ini. Sarjono menjelaskan bahwa ia pergi ke Njagalan untuk melihat
kondisi rumahnya. Ia menangis karena ia tahu dari tetangganya bahwa buliknya tidak
jadi ditangkap. Sarjono ingin keluar dari rumah Nik karena ia tidak betah berada di
sana.
Akhirnya, Sarjono benar-benar dijemput oleh buliknya. Sarjono sangat senang
bisa bersama lagi dengan keluarganya. Pada akhirnya, Sarjono kembali bersama
buliknya dan mereka akan tinggal bersama.
Dapat disimpulkan bahwa Sarjono memliki sifat yang penurut. Semenjak
penangkapan orang tuanya dan sanak familinya, Sarjono menjadi pribadi yang tertutup
dan lebih suka menyendiri.
2.2.8 Bu Arum
Bu Arum merupakan sahabat dari Ibu Kesawa. Mereka tinggal di kampung
yang sama. Bu Arum selalu berpenampilan rapi. Kulitnya mulus dan wajahnya ayu dan
menggunakan anting-anting intan berlian. Ia lebih suka memakai gaun dan bersanggul
daripada memakai kebaya dan bergelung.
Dalam cerita dijelaskan bahwa Bu Arum adalah seorang aktivis Gerakan
Wanita Indonesia (Gerwani) yang aktif. Ia juga sosok yang baik. Suatu hari, Nik diajak
oleh Bu Arum untuk pergi piknik bersama-sama dengan anggota Gerwani lainnya.
Selama perjalanan, mereka semua menyanyikan Nasakom Bersatu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Pada akhir cerita, akhirnya ia mendapatkan informasi mengenai Bu Arum. Dari
salah satu anggota Gerwani di Jakarta. Setelah Bu Arum ditangkap dan ditahan. Pada
suatu malam, ia bersama ketiga temannya yang lain dibawa menggunakan truk tertutup
menuju timur kota. Setelah hampir dua jam perjalanan, truk tersebut berhenti. Mata Bu
Arum ditutup. Setelah turun dari truk tersebut, ia harus berjalan dengan langkahnya
yang terseret-seret. Keempat wanita ini dijejerkan pada tepi jurang di sebuah hutan.
Tak lama kemudian, terdengar suara “dor, dor, dor”. Gelap seketika. Bu Arum dan
ketiga temannya dibunuh dengan cara ditembak. Jasadnya jatuh ke dalam jurang
(Yampolsky, 2011: 213-222)
Dapat disimpulkan bahwa, tokoh Bu Arum sebenarnya orang yang baik. Ia
mempunyai banyak teman di organisasinya, Gerwani. Ia juga memiliki peran penting
dalam organisasi tersebut. Maka dari itu, ia dibunuh oleh TNI.
2.2.9 Mas Kun
Dalam novel tersebut, Mas Kun digambarkan adalah sosok seorang laki-laki
jangkung dan berhidung mancung. Mas Kun sempat berkuliah tetapi sekarang ia aktif
menjadi aktivis dalam sebuah organisasi politik.
Setiap sore ia datang ke pendopo tempat Nik latihan menari dan mengamati
mereka. Mas Kun sedang mencari penari untuk perayaan besar sebuah partai politk.
Dalam hatinya, Mas Kun juga mengagumi Nik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Sebenarnya Nik tidak suka kalau diperhatikan oleh Mas Kun, tetapi lama-
kelamaan Nik juga menyukainya. Dalam cerita ini, Mas Kun mejadi seorang laki-laki
yang membuat Nik perlahan-lahan memasuki kehidupan orang dewasa. Sebagai
seorang laki-laki, Mas Kun tipe yang pencemburu. Saat itu Mas Kun melihat Nik
sedang bercengkrama dengan beberapa taruna di luar gedung bersama teman-
temannya, kata Mas Kun kepada Nik “Taruna itu gagah-gagah, ya?” (Yampolsky,
2011: 118) Hubungan meraka berjalan dengan baik sebelum perayaan partai politik
tersebut. Setelah orangtua Nik mengetahui bahwa Nik menari untuk sebuah acara
politik dan mengetahui bahwa Kun aktif dalam dunia politik, kedua orangtua Nik
melarang hubungan mereka.
Dapat disimpulkan bahwa Mas Kun memiliki sifat yang tidak pantang
menyerah dan pencemburu. Ia terus berusaha untuk mendekati Nik padahal sebenarnya
Nik tidak menyukainya. Ia juga aktif dalam dunia politik hingga ditunjuk sebagai ketua
sebuah partai politik pemuda saat itu.
2.2.10 Nila
Nila merupakan sahabat Nik sejak mereka latihan menari di pendopo. Setiap
sore mereka bertemu untuk latihan menari. Hal itu membuat mereka bersahabat.
Sebagai seorang sahabat, Nila adalah sosok yang jujur. Nila akan mengatakan apa saja
walaupun hal tersebut tidak disukai oleh Nik. “Kamu selalu kurang mendhak”
(Yampolsky, 2011: 93). Nila selalu berkata jujur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Setelah beranjak dewasa mereka jarang bertemu. Nik berada di Jakarta dan Nila
di Amerika. Walaupun terpisah negara, mereka tetap saling berkomunikasi dengan
baik. Dari cerita Nila, Nik mengenal Leaph. Seseorang yang berasal dari Kamboja. Nila
menceritakan latar belakang Leaph yang menyedihkan kepada Nik.
Dapat disimpulkan bahwa Nila memiliki sifat yang suka berterus terang. Ia
selalu mengatakan hal yang sesuai dengan pemikirannya.
2.2.11 Tris
Tris adalah teman masa kecil Nik di kampungnya. Ia selalu menjadi teman baik
Nik selama itu. Selama hampir dua puluh tahun saat mereka sudah beranjak dewasa,
mereka tidak pernah bertemu. Tris sosok teman yang baik dan kuat. Tubuhnya kurus
ceking, kulitnya lencir kuning, wajahnya cantik dan suaranya bagus. Akhirnya setelah
dua puluh tahun tidak berkabar, Nik mengetahui kabar Tris dari seorang teman
menarinya di pendopo.
Tris tinggal di perumahan sederhana di bagian timur kota (Yampolsky, 2011:
151-154). Di sana ia tinggal bersama bapak dan ibunya. Tris sekarang berprofesi
menjadi seorang penyanyi amatiran di sebuah klub malam di kota ini. Kondisi yang
tidak baik dan kebutuhan untuk membiayai ayahnya yang sudah mulai sakit-sakitan
menjadikannya sebagai tulang punggung keluarga. Ibunya sudah tua, tidak kuat lagi
untuk bekerja menjual popok bayi dari pasar ke pasar. Tris harus bekerja sendirian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
untuk menghidupi keluarganya dan harus akrab dengan dunia malam. Kemakmuran
jaman pembangunan tidak selamanya memudahkan masyarakat untuk mendapat rejeki.
Dapat disimpulkan bahwa Tris merupakan teman yang baik dan ia juga pantang
menyerah. Dalam kondisi keluarganya yang berada dalam kesulitan, Tris tetap
berusaha untuk bisa bekerja untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
2.2.12 Si Gagap
Gagap adalah salah satu teman Nik di Solo yang berprofesi sebagai penyair. Ia
sudah aktif menulis sejak Sekolah Dasar. Ia lahir dari keluarga kurang mampu dan
sekolahnya tidak tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Gagap bekerja menjadi
seorang buruh di sebuah toko antik. Walaupun tidak tamat SMA tetapi keinginannya
untuk belajar sangat kuat. Ia rajin mengikuti diskusi kesenian dan kebudayaan,
nongkrong di perpustakaan kota, dan mengumpulkan sebagian gajinya untuk membeli
buku.
Gagap sering berkumpul dengan Nik dan teman-teman lain di pendopo. Setiap
pulang kerja, ia selalu menyempatkan untuk mampir ke sana. Gagap juga bekerja
serabutan. Ia menjadi menjadi buruh, tukang jualan koran dan bekerja sebagai tukang
pelitur di sebuah toko mebel. Walaupun begitu, Gagap tetap aktif menulis puisi.
“Sampai akhirnya ia berhasil menghasilkan sebuah kumpulan puisi pertamanya
berjudul Si Gagap Melacak Tuhan” (Yampolsky, 2011: 156). Kata Gagap, bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Tuhan itu sebenarnya tidak bisa dipisahkan keutuhannya dari manusia, karena jika
tidak ada manusia bagaimana ada yang dinamakan Tuhan. Puisi-puisi Gagap selalu
berusahan menjajarkan Tuhan dengan manusia. Sebenarnya ia sadar bahwa puisinya
selama ini terlalu abstrak untuk dimengerti oleh masyarakat awam.
Maka dari itu ia sudah tidak lagi menuliskan tentang Tuhan dan manusia. Ia
melihat tetangganya yang bekerja menjadi buruh yang diperlakukan dengan semena-
mena oleh pemerintah. Ia mulai berani menuliskan puisinya dengan idiom-idiom
tentang kesulitan yang hidup tetangganya tersebut. Ia mencoba menyindir perlakuan
pemerintah dalam tulisannya. Keberaniannya itu, membuat Gagap menjadi simbol bagi
kaum pergerakan. Ia mulai aktif membela kaum buruh dan sejak saat itu, Gagap
berhenti menjadi seorang penyair.
“Sebulan sebelum jatuhnya sang rezim, malah sama sekali ia tak lagi bisa
dikontak siapa pun. Ia hilang. Tak pernah terungkap kenapa. Sampai sekarang. Semoga
sejarah akan membuktikan apa yang sebenarnya terjadi terhadapnya” (Yampolsky,
2011: 168).
Keputusannya untuk membela para buruh dengan melawan pemerintah
membuat Gagap harus menanggung resiko yang cukup besar. Hidupnya selalu diintai
oleh pemerintah. Semenjak itu ia selalu bermain kucing-kucingan dengan pemerintah.
Hingga pada akhirnya, naas sekali nasibnya. Tidak ada yang tahu di manakah
keberadaannya yang sebenarnya. Sampai saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Dapat disimpulkan bahwa Gagap merupakan orang yang pemberani. Ia dengan
berani membela orang-orang yang tertindas. Padahal hal itu juga membuat hidupnya
menjadi sengsara.
2.2.13 Kamil
Kamil adalah salah satu dari teman Nik di pendopo. Ia sangat pendiam dan
tertutup, terutama tentang masa lalunya. Kamilun, panggilan akrabnya (Yampolsky,
2011: 160). Kamil suka melukis. Mengumpulkan anak-anak kampung di sekitar
pendapa untuk diajak melukis bersama juga menjadi kesenangannya. Pada dasarnya ia
menyukai anak-anak. Ia mempunyai tujuan bahwa anak-anak harus dijamin ruang
geraknya untuk tidak terjerat pada standar apa pun dalam mengembangkan imajinasi
(Yampolsky, 2011: 163). Suatu hari Kamil mengajak anak-anak dari kampung-
kampung di sekitar pendapa untuk datang dan melukis bersamanya di pendopo.
Mendadak suasana pendapa menjadi ramai seperti taman kanak-kanak.
Dapat disimpulkan bahwa Kamil memiliki sifat yang ramah dan ia senang
melukis. Terlebih ia sangat menyukai melukis bersama anak-anak, karena pada
dasarnya ia menyukai anak-anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
2.2.14 Pak Djo
Pak Djo adalah seorang pria yang datang dari generasi sebelum merdeka.
Sebenarnya nama lengkapnya ialah Kardjo, tetapi orang-orang lebih sering memanggil
Pak Djo. Ia adalah orang setengah waras yang sering nongkrong bersama Nik dan
teman-temannya di sebuah warung dekat sanggar. Saat Pak Djo kumat, ia sering
berteriak-teriak dan mengancam orang-orang di sekitar. Namun, saat ia sedang dalam
keadaan normal, ia tampak biasa saja seperti orang-orang normal lainnya.
Nik dan teman-temannya sering menganggap bahwa Pak Djo itu tidak benar-
benar gila. Ia hanya pura-pura gila supaya bisa mengutarakan pendapatnya dengan
bebas. Di tengah terbungkamnya generasi muda oleh kuatnya kekuasaan pada era itu,
yang membuat nafsu mengkritiki mereka tak menemukan pelampiasan yang memadai,
menjadi gila seperti Pak Djo bukan suatu gagasan yang jelek (Yampolsky, 2011: 179-
200). Keberanian Pak Djo menantang dan mengutarakan pendapatnya saat kumat
memang bisa dicontoh. Karena menjadi orang gila, aman saja bagi Pak Djo untuk
melakukannya. Beberapa kali Pak Djo juga ikut serta jika di pendapa sedang
mengadakan acara. Walaupun dikenal menjadi orang gila, jika Pak Djo menyukai
seseorang ia akan bersikap normal. Mbak Sri, pemilik Warung Hijau yang setiap hari
ia datangi. Setiap datang ke sana, Pak Djo selalu membawa oleh-oleh untuk Mbak Sri.
Pak Djo ternyata juga mengagumi Nik. Terkadang Nik merasa malu saat ia
berpapasan dengan Pak Djo saat sedang kumat. Beberapa kali Pak Djo juga sempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
menggoda Nik. Sebenarnya Nik ingin memerahinya, tetapi karena sikap Pak Djo yang
baik terhadapnya, ia mengurungkan niatnya untuk marah.
Dapat disimpulkan bahwa dalam novel tersebut, Pak Djo sebenarnya orang
yang cukup perhatian dengan keadaan di sekitarnya. Ia juga berperan menjadi orang
yang dengan mudah mengungkapkan pendapatnya karena ia orang gila. Tetapi, Nik
dam teman-temannya selalu menganggap bahwa Pak Djo hanya pura-pura gila.
2.2.15 Leaph
Leaph adalah seorang wanita yang dikenal Nik melalui Nila yang tinggal di
Amerika. Diceritakan bahwa Leaph berasal dari Phnom Penh, Kamboja. Pada tahun
1972, Leaph mendapatkan beasiswa di Sydney. Pada saat ia meninggalkan keluarganya
untuk berkuliah di Sydney, keadaan di Kamboja sedang sangat kacau karena perang
sipil dan diktator militer sedang berkuasa (Yampolsky, 2011: 201-210). Selama ia
berada di Sydney ia sering mendengar kabar buruk yang menimpa negaranya.
Akhirnya perang telah usai, pasukan Khmer Merah berhasil merebut Phnom Penh.
Kegembiraan datang menyelimuti hati Leaph. Semenjak kemenangan pasukan Khmer
Merah, ia sudah tidak lagi mendapatkan surat dari keluarganya. Hatinya mulai curiga
tentang apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Leaph memutuskan untuk kembali ke negaranya dan melihat keluarganya.
Betapa sedihnya ia saat mengetahui bahwa rumahnya telah runtuh dan semua keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
telah mati. Kedua orang tuanya dan keenam saudaranya mati karena kesadisan masa
pemerintahan Pol Pot di Kamboja.
Dapat disimpulkan dalam novel tersebut, Leaph merupakan orang yang
menderita. Nama Leaph yang berarti keberuntungan, tidak dapat mewakili hidupnya
yang tidak seberuntung namanya.
2.2.16 Ibu Sul
Ibu Sul adalah salah seorang anggota Gerwani bersama dengan Bu Arum. Ibu
Sul juga terkena pencidukan bersama dengan Bu Arum. Nik menemui Ibu Sul di
rumahnya yang terletak di dalam gang-gang sempit perkampungan kumuh. Ibu Sul
sudah tua dan hanya terbaring di kasur saja. Kehidupan masa lalunya juga kelam seperti
Bu Arum tetapi tidak semengerikan takdir yang dialami Bu Arum. Ibu Sul mempunyai
cerita kelam tentang masa lalunya dan rahasia mengenai kehidupan Bu Arum setelah
terkena pencidukan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam cerita tersebut, Ibu Sul merupakan orng yang
tertutup. Sebelum Nik mengatakan bahwa ia merupakan “simpatisan”, Ibu Sul tidak
mau menceritakan hal yang sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
2.3 Latar
Penulis memilih struktur pembangun cerita berupa latar karena mampu
menggambarkan peristiwa yang terjadi pada cerita dalam novel Candik Ala 1965 karya
Tinuk R. Yampolsky dan bagaimana kejadian-kejadian yang terjadi. Pada dasarnya
novel ini dibuat berdasarkan kenangan masa kecil sang penulis pada saat peristiwa
1965. Unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yatu unsur tempat, unsur
waktu, dan unsur sosial budaya. Setiap unsur menawarkan permasalahan yang berbeda
dan dapat dibicarakan sendiri, namun pada kenyataannya unsur-unsur tersebut saling
berkaitan dan saling mempengaruhi (Nurgiyantoro, 2015: 314). Ketiga unsur latar di
atas akan diuraikan sebagai berikut.
2.3.1 Latar tempat
Latar tempat adalah bagian unsur latar yang menunjuk pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2015: 314). Cerita
dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky mengambil beberapa lokasi
yang menjadi tempat jalannya cerita. Latar tempat dalam cerita akan dibedakan
menjadi latar luas dan latar sempit, yaitu sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
2.3.1.1 Indonesia
Cerita dalam novel ini berlatar tempat secara luas di Indonesia. Secara garis
besar cerita ini terjadi di Indonesia. Peristiwa besar tahun 1965 yang menjadi awal
permasalahan dalam cerita pada novel tersebut terjadi di Indonesia. Pada akhir cerita
juga diceritakan peristiwa pamungkas yang menjadi jawaban atas kegelisahan Nik,
juga terjadi di Indonesia.
(1) Solo
Kota Solo menjadi tempat Nik tumbuh dari kecil hingga beranjak dewasa.
Melewati kenangan-kenangan pahitnya jaman sejak tahun 1965. Diceritakan bahwa,
rumah keluarga Nik berada di kota Solo. Tepatnya di sebuah kampung berjulukan L
(Yampolsky, 2011:12). Kampung tersebut diberi julukan kampung priyayi, karena
berada di sekitar wilayah Kraton Solo. Di sana Nik tinggal bersama kedua orang
tuanya, tiga orang kakak laki-lakinya, dan juga seorang pembantu. Ia melewati banyak
kenangan indah bersama teman-temannya hingga kenangan mengerikan tentang
peristiwa 1965. Kota ini juga menjadi saksi kehidupan Nik semenjak ia kecil hingga
beranjak dewasa, sebelum akhirnya ia pergi ke Jakarta.
Terdapat beberapa latar tempat di kota Solo yang menjadi saksi atas peristiwa-
peristiwa yang menjadi penentu jalannya cerita. Rumah Nik yang berada di kampung
L juga menjadi saksi banyak peristiwa seperti penggledahan, Mas Tok yang membakar
beberapa buku-bukunya, dan kehadiran Sarjono dalam hidup Nik serta pertengakaran-
pertengakaran antara anggota keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Balaikota dekat sekolah Nik juga menjadi saksi penindasan terhadap para
simpatisan PKI. Hingga pada saat Nik beranjak remaja, ia sering pergi ke pendopo
untuk latihan menari bersama teman-temannya. Tidak hanya menjadi sanggar menari,
hingga Nik beranjak dewasa, pendopo ini menjadi tempat Nik dan teman-temannya
yang berasal dari berbagai latar belakang untuk berkumpul atau mengadakan acara
diskusi kecil-kecilan.
Daerah rumah Gagap yang berada di Solo juga menjadi kunci jalannya cerita.
Keputusan Gagap untuk membelas tetangga-tetangga di sekitar rumahnya
menjadikannya buronan pemerintah.
Selain di pendopo, Nik dan teman-temannya juga sering menghabiskan waktu
di warung milik Bu Darmini. Warung ini berada di bawah keteduhan pohon sawo kecik
manila yang berada di depan sanggar (Yampolsky, 2011: 187). Warung milik Bu
Darmini sangat memenuhi kebutuhan Nik dan teman-temannya untuk menjadi tempat
nongkrong Nik dan teman-temannya. Mereka selalu datang ke sana setelah merasa
bosan karena berada terlalu lama di sanggar. Di sanalah ia bertemu dengan Pak Djo.
Dapat disimpulkan bahwa dalam cerita tersebut sebagian besar cerita terjadi di Solo.
(2) Jakarta
Menjelang akhir cerita, Nik pindah ke ibukota karena sebuah kesibukan
(Yampolsky, 2011: 2016). Pada saat kedatangannya ke Jakarta, kota ini sedang labil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Banyak hal terjadi di luar sana. Aksi mengecam pemerintahan Orde Baru mulai terasa
dan mulai bermunculan di Jakarta.
Di Jakarta, Nik juga mengunjungi slah satu anggota Gerwani, Ibu Sul. Rumah
itu terselip di gang sempit, yang ribut oleh lalu-lalangnya orang, penjual angkringan,
deru motor lewat dan teriak anak-anak kampung (Yampolsky 213-222). Di rumah
inilah Nik menemukan jawaban atas misteri besar dalam hidupnya selama ini. Tentang
semua tetangganya yang terkena pencidukan. Terutama, Bu Arum, sahabat almarhum
ibunya yang menjadi anggota Gerwani aktif pada masa itu.
2.3.1.2 Amerika
Cerita dalam novel tersebut juga sedikit memasukkan negara Amerika.
Diceritakan bahwa Nila yang merupakan sahabat Nik sejak remaja, tinggal di sana
bersama suaminya. Nila menceritakan kondisinya di sana kepada Nik melalui surat.
Saat berkirim surat dengan Nik, Nila mencerita tentang seorang wanita yang bernama
Leaph yang sudah dikenalnya selama dua tahun. Leaph mempunyai masa lalu yang
menyedihkan tentang keluarganya yang mati karena kekejaman pemerintahan Pol Pot,
pemimpin pasukan Khmer Merah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
2.3.1.3 Kamboja
Negara Kamboja juga diceritakan menjelang akhir cerita dalam novel tersebut.
Negara ini menjadi saksi kekejaman dan kekerasan yang menimpa warga sipil di
Kamboja. Hal itu diwalkikan melalui penggambaran kejadian yang menimpa keluarga
besar Leaph.
Pada waktu itu, di Kamboja sedang terjadi peperangan. Peperangan dengan
tentara Amerika dan perang Vietnam yang meluas hingga Kamboja. Namun, pada
akhirnya Kamboja dapat merdeka. Pasukan Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot
berhasil merebut Phnom Penh. Akibat peperangan, keadaan negara menjadi kacau.
Mereka harus melakukan pembangunan kembali. Pol Pot sebagai pemimpin, mengutus
rakyatnya untuk bekerja sama demi kembali pulihnya keadaan negara.
Pol Pot menggunakan wewenangkan dengan tidak wajar. Tidak hanya dipaksa
untuk bekerja, mereka juga disiksa oleh pasukan Khmer Merah. Mereka sulit makan,
dan selalu mendapatkan tekanan dari pasukan Khmer Merah. Keluarga Leaph juga
terus disiksa. Pada akhirnya semua keluarga Leaph mati akibat kekejaman pasukan
Khmer Merah.
2.3.2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu pada novel tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
berawal dari tahun 1960-an sampai 1998, tepatnya sebulan sebelum masa Orde Baru
runtuh. Satu persatu latar waktu akan dibahas pada penelitian ini. Berikut analisis latar
waktu yang terdapat dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky.
2.3.2.1 Tahun 1965
Tahun 1965 adalah latar waktu awal mula cerita dalam novel ini. Saat itu Nik
masih kecil untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Ia masih duduk di kelas
dua SD dan berumur tujuh tahun. Tahun 1965 merupakan peristiwa meletusnya G 30
S PKI yang terjadi di Indonesia. Banyak hal menakutkan terjadi selama itu. Mulai dari
pembunuhan jendral, penembakan, pencidukan, dan penggledahan. Nik tumbuh dan
berkembang dengan memori masa kecil tentang peristiwa 1965 (Yampolsky, 2011: 9-
20).
2.3.2.2 Tahun 1998
Latar waktu ini menjadi akhir dari cerita dalam novel tersebut. Cerita ditutup
saat sebelum pecahnya masa Orde Baru. Pada April 1998, Nik sudah berada di Jakarta
untuk mengurus beberapa pekerjaan. Di sana sudah banyak terjadi huru-hara dan
keadaan sudah mulai tidak stabil. Pada saat itu, Nik juga bertemu dengan Ibu Sul.
Pertemuannya dengan Ibu Sul merupakan penutup dalam cerita dan membongkar
misteri besar atas kehidupan tetangga Nik yang terkena pencidukan pada waktu itu
(Yampolsky, 2011: 210-222).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
2.3.2.3 Pagi Menjelang Siang
Kejadian itu terjadi saat Mas Tok masih tinggal di rumah Nik. Terlihat Mas Tok
sedang berada di halaman belakang rumahnya. Ia membawa beberapa bukunya dan di
sana terlihat sebuah anglo besar. Garis wajah Mas Tok terlihat pucat dan menyiratkan
kepedihan. Saat api mulai dinyalakan dan menjadi semakin besar, Mas Tok mulai
membakar semua buku yang ia bawa. Dimasukkannya ke dalam anglo besar tersebut
satu per satu. Dengan cepat buku-buku tersebut hangus. Serpihan kertasnya terbang
terbawa angin. Kepulan asapnya hitam meninggi ke udara. Mas Tok, sedang
menghilangkan identitasnya sebagai seorang simpatisan (Yampolsky, 2011: 30-31).
2.3.2.4 Tengah Malam
Kejadian ini berlangsung masih sekitar tahun 1965. Hujan deras di Pegunungan
Selatan. Di kota, rintik hujan pagi itu tidak seberapa. Pada saat tengah malam, tiba-tiba
kentongan ditabuh. Suara kentongan makin kencang dari arah selatan. Alirannya deras
dan cepat cepat naik setinggi lutut orang dewasa dengan cepat. Kampung tempat
tinggal Nik kebanjiran. Seluruh warga di kampungnya menyelamatkan diri ke sebuah
tembok besar di pojok kampung. Rumah Nik terendam. Saat air mulai surut, para
pemuda dan bapak-bapak kembali ke rumah mereka untuk menyelamatkan barang
yang masih bisa diselamatkan. Kotak wayang dan seperangkat gamelan kesayangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pak Kesawa masih bisa diselamatkan. Setelah peristiwa pencidukan di sana-sini, Tuhan
masih memberikan cobaan dengan adanya banjir (Yampolsky, 2011: 71-80).
2.3.3 Latar Sosial Budaya
Latar sosial budaya merupakan unsur terakhir dalam latar. Latar sosial budaya
menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2015:
322). Berikut adalah hasil analisis latar sosial budaya dalam novel Candik Ala 1965
karya Tinuk R. Yampolsky.
2.3.3.1 Budaya Jawa
Dalam cerita ini, latar sosial budaya yang paling dominan adalah budaya Jawa.
Dalam cerita ini sering menggunakan istilah jawa dalam percakapa antar tokoh seperti
Nduk, Candhik, kunthet, mendhak dan ndhedhes. Budaya masyarakat Jawa juga
tercermin dari Pak Kesawa yang hobi mengkoleksi wayang dan pandai bermain
gamelan.
Rangkuman
Demikianlah analisis pendekatan objektif dalam novel Candik Ala 1965 karya
Tinuk R. Yampolsky. Melalui hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam
novel tersebut hanya terdapat dua tokoh utama yaitu Nik dan Ibu Kesawa. Mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
sangat berperan dalam jalannya cerita dalam novel tersebut. Sedangkan dalam cerita
ini terdapat empat belas tokoh tambahan yang sangat berperan dalam pelengkap cerita
dan penggambaran sebuah peristiwa yang hendak diceritakan oleh pengarang.
Dari segi analisis latar, juga dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga latar tempat
dalam cerita ini yaitu: Indonesia, Amerika, dan Kamboja. Indonesia menjadi latar luas
yang paling dominan karena menjadi awal munculnya konflik dalam cerita ini. Latar
waktu yang dominan dalam cerita ini adalah tahun 1965. Tahun 1965 menjadi awal
cerita dan menjadi awal munculnya konflik dalam cerita. Latar sosial budaya yang
terdapat dalam cerita ini hanya budaya masyarakat Jawa.
Dari pemaparan bab II mengenai pendekatan objektif, sudah terbukti bahwa
terdapat tindak kekerasan yang dialami tokoh-tokoh dalam novel Candik Ala 1965
karya Tinuk R. Yampolsky. Tindak kekerasan tersebut akan dikelompokkan oleh
peneliti ke dalam dua bagian, yaitu kekerasan struktural dan kekerasan personal. Hal
tersebut akan dibahas secara lebih mendalam pada bab selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
BAB III
ANALISIS KEKERASAN STRUKTURAL DAN PERSONAL
DALAM NOVEL CANDIK ALA 1965
KARYA TINUK R. YAMPOLSKY
Setelah pada bab sebelumnya dipaparkan analisis pendekatan objektif atau
struktur pembangun cerita terhadap objek material yang mencakup tokoh penokohan
dan latar. Pada bab ini akan dipaparkan bentuk-bentuk kekerasan struktural dan
personal yang terdapat dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky.
Dalam analisis pada bab II sudah terlihat adanya tindak kekerasan yang menimpa tokoh
dalam cerita. Pada bab ini, tindakan-tindakan kekerasan tersebut akan dianalisis lebih
dalam dan akan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: kekerasan struktural dan
kekerasan personal. Analisisnya sebagai berikut.
3.1 Kekerasan Struktural
Menurut Johan Galtung, kekerasan struktural atau kekerasan tidak langsung
adalah kekerasan yang terjadi karena ketidaksamaan, terutama pada distribusi
kekuasaan. Penyalahgunaan sumber-sumber daya, wawasan, dan hasil kemajuan untuk
tujuan lain atau dimonopoli oleh segelintir orang saja juga termasuk dalam kekerasan
struktural (Windhu, 1992: 64). Kekerasan struktural menimbulkan ketimpangan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
sumber daya pendidikan, pendapatan, keadilan, serta wewenang untuk mengambil
keputusan.
Semua jenis represi dan eksploitasi yang dilakukan oleh kelompok orang
terhadap kelompok lainnya dikategorikan sebagai kekerasan struktural. Kekerasan
struktural adalah kekerasan yang tidak mencelakai atau membunuh melalui senjata atau
bom namun melalui struktur sosial yang menyebabkan kemiskinan,
ketidakseimbangan ekonomi, atau ketidakadilan sosial dan politik (Herlambang, 2013:
36). Kekerasan struktural terjadi akibat perbedaan kelas atau struktur sosial. Terdapat
enam faktor yang mendukung kekerasan struktural, yaitu (a) urutan kedudukan linear,
(b) pola interaksi yang tidak siklis, (c) korelasi antara kedudukan, (d) persesuaian
antarsistem, (e) keselarasan antarkedudukan dan (f) perangkapan yang tinggi
antartingkat. Keenam faktor tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan kelas atau
struktur sosial dan akhirnya mengkibatkan terjadinya kekerasan struktural. Menurut
Galtung, sistem-sistem sosial akan cenderung mengembangkan keenam mekanisme
yang akhirnya memperbesar ketidaksamaan. (Windhu, 1992: 75).
3.1.1 Kekerasan Struktural terhadap Simpatisan PKI
Dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky, terdapat beberapa
kekerasan struktural. Kekerasan struktural pertama yang terjadi dalam novel ini
didasari pada diskriminasi dan kekerasan terhadap para simpatisan PKI. Setelah terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
penggledahan di area kampung tempat tinggal Nik, beberapa tetangga dekat Nik
ditangkap.
Secara psikologis, para simpatisan PKI yang ditangkap tersebut mengalami
ketakutan. Dalam novel tersebut, menjadi simpatisan PKI pada masa itu adalah hal
yang salah dan tidak patut untuk dicontoh. Kekerasan struktural yang tergambar dalam
novel ini dilakukan pemerintah terhadap simpatisan PKI melalui struktur sosial atau
perbedaan kelas sosial yang menyebabkan ketidakadilan sosial dan politik.
Kekerasan struktural yang menimpa simpatisan PKI juga dialami oleh Mas
Tok. Mas Tok tiba-tiba pindah untuk sementara ke rumah Nik. Ia datang dengan
tergesa-gesa dan membawa beberapa barang yang dikemas seadanya. Setiap hari,
selama ia tinggal di sana, keadaan di rumah Nik tidak nyaman. Ia merasa ketakutan.
Pada saat penggledahan terjadi di rumahnya, Mas Tok memang bebas dari
pencidukan karena ia telah membakar beberapa bukunya yang dapat menjadi bukti
bahwa ia adalah simpatisan PKI. Ia melakukan hal tersebut agar keluarganya aman jika
sewaktu-waktu terjadi penggledahan. Tidak hanya itu, ketakutan yang dialami Mas
Tok menyebabkan ia dan keluarganya harus pindah dari rumah Nik tak berapa lama
setelah terjadi penggledahan di sana. Ia merasa bahwa hidupnya sudah tidak aman lagi
pada saat itu karena ia menjadi simpatisan PKI. Saat itu, ia merasa sangat
terdiskriminasi.
Mas Tok dan keluarganya pindah ke Pulau Sebrang supaya hidupnya aman,
tetapi ketakutan itu tetap ia rasakan. Hidupnya tak sebebas dulu lagi. Bahkan ia sempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
mengganti namanya menjadi Mbranang saat tiba di Tanah Sebrang supaya hidupnya
lebih aman. Namun, hal itu tetap sia-sia.
Kekerasan struktural terhadap simpatisan PKI juga dialami oleh Bu Arum yang
menjadi salah satu anggota Gerwani. Pada waktu itu, PKI dan Gerwani sering
disangkutpautkan sehingga membut Gerwani juga dipandang sebagai pendukung PKI.
Suatu hari Nik ikutserta dengan teman-teman Bu Arum yang merupakan
sahabat Ibu Kesawa, untuk ikut rombongan piknik bersama ibu-ibu Gerwani lainnya.
Selama perjalanan, rombongan para Gerwani itu diolok-olok oleh orang di sekitar
mereka. Mereka diolok-olok dengan bahasa yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh
telinga Nik. Para pendukung PKI ini mengalami diskriminasi. Mereka dianggap
sebagai pengkhianat negara. Tak jarang orang-orang di sekitar mereka mengolok-olok
dan mencaci.
Orang-orang yang ditangkap karena terbukti menjadi simpatisan PKI dihukum
di Balaikota dekat sekolah Nik. Mereka dijemur saat matahari sedang terik di jalanan
beraspal. Orang-orang melihat mereka dengan berdiri di sepanjang pinggiran pagar
yang dijaga oleh tentara. Hukuman tersebut dilakukan oleh tentara supaya masyarakat
tidak bergabung dengan PKI. Hal ini memberikan rasa malu dan diskriminasi pada para
simpatisan PKI yang tertangkap. Betapa ngerinya menjadi PKI.
Kekerasan struktural yang terjadi terhadap simpatisan PKI tersebut, didorong
karena adanya urutan kedudukan linear dan pola interaksi yang tidak siklis. Simpatisan
PKI dianggap sebagai orang yang tidak baik bagi negara, maka dari itu mereka dijauhi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
dibenci, dicaci dan diperlakukan secara tidak adil karena doktrin dari pemegang
kekuasaan tertinggi.
3.1.2 Kekerasan Struktural terhadap Masyarakat Sipil pada Masa Orde Baru
Masa orde baru juga diceritakan pada novel tersebut. Kekerasan struktural juga
tercermin dalam cerita yang menceritakan masa Orde Baru di Indonesia. Hal ini terjadi
pada para buruh di sekitar tempat tinggal Si Gagap, teman Nik.
Kekerasan struktural yang dialami oleh para buruh mengakibatkan mereka
berada dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Mereka diperlakukan semena-mena
dengan aturan dan perlakuan yang dilakukan oleh pemerintah pada masa itu. Kekerasan
struktural juga dialami oleh Gagap, teman Nik dari Surakarta yang merupakan seorang
penyair. Gagap yang dulunya seorang penyair yang menuliskan puisi-puisi tentang
Tuhan dan puisi-puisi yang tidak dimengerti oleh orang awam ini mengalami kesulitan
hidup saat ia mulai aktif melawan peraturan dan perlakuan semena-mena pemerintah
terhadap para buruh. Pada masa Orde Baru, hal yang dilakukan Gagap itu merupakan
kesalahan besar bagi pemerintah Orde Baru. Sebulan sebelum jatuhnya rezim Orde
Baru, Gagap hilang. Nasibnya tidak jelas sampai saat ini.
Kekerasan struktural tersebut terjadi karena adanya faktor urutan kedudukan
linear. Kedudukan kelas sosial yang berbentuk garis ini membedakan kelas sosial atas
dan bawah. Masyarakat sipil pada masa Orde Baru ini berada dalam kelas sosial bawah
dan mereka harus merasakan ketidakadilan yang dilakukan oleh kelas sosial atas atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
penguasa pada saat itu. Maka dari itu, terjadilah tindak kekerasan struktural yang
dialami oleh masyarakat sipil.
3.1.3 Kekerasan Struktural terhadap Masyarakat Sipil di Kamboja
Pada novel ini juga menceritakan sedikit tentang kejadian yang terjadi di
Kamboja. Kekerasan struktural di Kamboja yang terdapat dalam novel tersebut dialami
oleh keluarga Leaph yang merupakan teman Nila di Amerika.
Pada saat itu, Leaph sedang mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Sydney.
Saat kepergian Leaph untuk berkuliah, negaranya, Kamboja sedang mengalami
peperangan. Setiap hari, keluarga Leaph mengirimkan surat kepadanya untuk
menceritakan kehidupan mereka di Kamboja. Tetapi suatu hari, keluarganya tidak lagi
mengirimkan surat padanya. Leaph curiga. Maka, kembalilah ia ke Kamboja. Di sana,
ia menemukan bahwa rumahnya telah rata dengan tanah dan semua keluarganya
menghilang.
Peperangan yang terjadi menimbulkan dampak dan kerugian yang cukup besar
bagi negaranya. Pemimpin pasukan Khmer Merah, Pol Pot melakukan eksploitasi
besar-besaran terhadap warganya. Ia melakukan penyalahgunaan sumber daya manusia
pada saat itu. Kekerasan struktural yang terjadi pada warga sipil di Kamboja ini
mengakibatkan mereka mengalami kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Mereka
dipaksa bekerja untuk pembangunan negara dengan semena-mena.
Kekerasan struktural terhadap masyarakat sipil di Kamboja terjadi karena
adanya faktor urutan kedudukan linear. Kedudukan kelas sosial yang berbentuk garis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
ini membedakan kelas sosial atas dan bawah. Masyarakat sipil di Kamboja berada
dalam kelas sosial bawah dan mereka harus merasakan ketidakadilan yang dilakukan
oleh kelas sosial atas atau penguasa pada saat itu. Maka dari itu, terjadilah tindak
kekerasan struktural yang dialami oleh masyarakat sipil di Kamboja.
3.2 Kekerasan Personal
Kekerasan personal merupakan kekerasan yang dilakukan secara langsung atau
melalui fisik. Kekerasan personal contohnya melukai atau membunuh. Kekerasan
personal bersifat dinamis, mudah diamati, memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang
dapat menimbulkan perubahan. Kekerasan personal bertitik berat pada “realisasi
jasmani aktual” (Windhu, 1992: 73). Dalam suatu masyakat statis, kekerasan personal
akan lebih diperhatikan daripada kekerasan struktural.
Menurut Galtung, produk-produk budaya seperti ideologi, bahasa, agama, seni
dan pengetahuan dapat digunakan untuk membenarkan praktik kekerasan personal
(Herlambang, 2013: 35). Galtung menampilkan tiga pendekatan untuk melihat tipologi
kekerasan personal, yaitu: (a) cara yang digunakan, mulai dengan badan manusia itu
sendiri (tinju, karate, aikido) sampai segala macam senjata mutakhir; (b) bentuk
organisasi, mulai dengan individu lain dalam bentuk gerombolan dan massa rakyat dan
berakhir dengan organisasi gerilya modern atau pertempuran dengan menggunakan
pasukan; dan (c) sasaran pendekatan itu yaitu manusia yang ditunjukkan pada tindak
kekerasan anatomis dan fisiologis (Windhu, 1992: 74).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Pada pendekatan yang ketiga terdapat kekerasan anatomis dan fisiologis yang
menjadi sasaran pada tindak kekerasan tersebut. Pertama adalah kekerasan anatomis.
Kekerasan anatomis bersifat menghancurkan (pertandingan tinju, ketapel), merobek
(menggantung, menarik, memotong), menembus (pisau, tombak, peluru), membakar
(pembakaran, nyala), meracuni (dalam air, dalam makanan, gas), dan penguapan
(seperti di dalam ledakan nuklir). Sedangkan kekerasan fisiologis bersifat meniadakan
udara (mencekik, penyempitan), meniadakan air (dehidrasi), meniadakan makanan
(kelaparan karena perang), dan meniadakan gerak dengan: (a) pembatasan badan
(rantai, gas), pembatasan ruang (penjara, tahanan, dibuang), dan (c) pengendalian otak
(melemahkan syaraf, “cuci otak”) (Windhu, 1992: 74)
3.2.1 Kekerasan Personal terhadap Anggota Organisasi Pemuda
Dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky kekerasan personal
dialami oleh beberapa tokoh dalam cerita. Kekerasan personal yang pertama dialami
oleh Mas Cuk. Diceritakan bahwa Mas Cuk tergabung dalam organisasi kepemudaan
yaitu “Banteng-Kraton”.
Mas Cuk aktif dalam organisasi kepemudaan tersebut. Pada tahun 1965, sering
sekali terjadi tawuran dan perkelahian yang melibatkan organisasi kepemudaan. Saat
sedang riuh-riuhnya perkelahian dan konflik di sana-sini, Mas Cuk sudah berhari-hari
tidak pulang ke rumah. Akhirnya, pada suatu siang setelah tidak menampakkan dirinya
berhari-hari, seorang tukang becak mengantarkan Mas Cuk yang bersimbah darah dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
terdapat luka tusukan di kepalanya. Tukang becak yang mengantarkan Mas Cuk
menjelaskan bahwa ia menemukan Mas Cuk terkapar di bagian timur Nggladag.
Ternyata, Mas Cuk dikeroyok, karena sebelumnya di daerah tersebut terjadi tawuran.
Mas Cuk yang merupakan salah satu anggota organisasi kepemudaan di kota Solo,
terlibat tawuran.
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh Mas Cuk yang merupakan
anggota organisasi kepemudaan yaitu: (1) cara yang digunakan dalam tindak kekerasan
tersebut adalah menggunakan badan manusia itu sendiri, karena tindakan tersebut
dilakukan dengan cara pengeroyokan; (2) bentuk organisasi yang terlibat dalam tindak
kekerasan ini adalah organisasi kepemudaan yang lain; dan (3) sasaran pendekatan
pada tindak kekerasan personal yang dialami oleh Mas Cuk merupakan kekerasan yang
bersifat anatomis, karena pengkeroyokan bersifat menghancurkan. Pengkeroyokan
merupakan salah satu contoh kekerasan langsung yang mengakibatkan orang yang
mengalaminya terluka fisik.
3.2.2 Kekerasan Personal terhadap Simpatisan PKI
Pada novel tersebut, terdapat beberapa kekerasan personal yang dialami oleh
simpatisan PKI. Kekerasan personal terhadap simpatsan PKI yang pertama dialami
oleh Mas Tok. Suatu siang, Nik pulang ke rumah untuk mandi. Ia mengendap-endap,
takut dimarahi orang tuanya karena ia tidak tidur siang. Langkahnya melewati meja
makan, ia mendengar seluruh keluarganya sedang berdebat. Jantung Nik berdegup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
cepat. Mas Tok dikeroyok. Pak Kesawa dan Mas Tok sedang bersitenggang. Pak
Kesawa merasa marah dan sedih, menyayangkan Mas Tok yang ikut campur menjadi
simpatisan PKI. Akibatnya, Mas Tok harus menanggung resikonya, ia dikeroyok.
Kekerasan personal lainnya dialami oleh para simpatisan PKI yang ditangkap
setelah penggledahan di Kampung tempat tinggal Nik. Beberapa kali Nik terlambat
pulang ke rumah setelah jam sekolah usai. Ternyata, Nik singgah sebentar ke balaikota
dekat sekolahnya. Ia melihat para simpatisan PKI yang tertangkap sedang dijemur di
pelataran Balaikota saat siang sedang panas-panasnya.
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh Mas Tok dan para simpatisan
PKI, yaitu: (1) cara yang digunakan dalam tindak kekerasan personal tersebut adalah
menggunakan badan manusia itu sendiri. Tindak kekerasan personal tersebut adalah
pengeroyokan dan para tahanan dihukum dengan cara dijemur di bawah sinar matahari;
(2) bentuk organisasi yang terlibat dalam tindak kekerasan personal tersebut adalah
TNI yang merupakan sebuah organisasi angkatan perang di Indonesia; dan (3) sasaran
pendekatan pada tindak kekerasan personal yang dialami oleh Mas Tok merupakan
kekerasan yang bersifat anatomis, karena pengkeroyokan bersifat menghancurkan.
Pengkeroyokan merupakan salah satu contoh kekerasan langsung yang mengakibatkan
orang yang mengalaminya terluka fisik. Sedangkan kekerasan personal yang dialami
oleh para simpatisan PKI adalah kekerasan yang bersifat fisiologis yaitu meniadakan
air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
3.2.3 Kekerasan Personal terhadap Wanita
Kekerasan personal dalam cerita ini juga dialami oleh Bu Arum dan ketiga
temannya yang tergabung dalam Gerwani. Setelah penangkapan di kampung tempat
tinggal Nik, Bu Arum yang menjadi salah satu tahanan menghilang. Kabarnya sudah
tidak terdengar lagi. Nasib dari sahabat Ibu Kesawa ini menjadi sebuah misteri yang
ingin dipecahkan oleh Nik.
Hingga pada akhirnya, saat Nik beranjak dewasa, ia pergi ke Jakarta. Di sana
ia bertemu dengan Ibu Sul. Dulunya, Ibu Sul juga merupakan tahanan Gerwani bersama
dengan Bu Arum. Dari cerita Ibu Sul, Nik mengetahui bahwa Bu Arum dan ketiga
temannya yang termasuk dalam anggota Gerwani, dibunuh. Pada suatu malam yang
gelap gulita, keempat wanita tersebut dipisahkan dengan tahanan lain dan mata mereka
ditutup kain. Lalu mereka dimasukkan ke dalam truk tertutup dan dibawa ke timur kota.
Sampailah mereka di suatu hutan yang sepi. Mereka dijajar pada tepi jurang di tengah
hutan tersebut. Tak lama kemudian terdengar suara “dor, dor, dor”. Keempat wanita
tersebut ditembak hingga tubuh mereka jatuh terjungkal ke dalam jurang. Mereka mati
dengan cara yang keji.
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh Bu Arum dan ketiga temannya
yaitu: (1) cara yang digunakan dalam tindak kekerasan tersebut adalah menggunakan
senjata mutakhir, yaitu pistol. Mereka berempat dijejerkan di tepian jurang dengan
mata tertutup dan satu persatu dari mereka ditembak dengan pistol hingga membuat
badan mereka terjungkal masuk ke dalam jurang dan mati; (2) bentuk organisasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
terlibat dalam tindak kekerasan personal tersebut adalah TNI yang merupakan sebuah
organisasi angkatan perang di Indonesia; dan (3) sasaran pendekatan pada tindak
kekerasan personal yang dialami oleh Bu Arum dan ketiga temannya merupakan
kekerasan yang bersifat anatomis. Bu Arum dan ketiga temannya dibunuh dengan cara
ditembak menggunakan peluru.
3.2.4 Kekerasan Personal terhadap Warga Sipil di Kamboja
Pada novel tersebut juga menceritaka sedikit bagian mengenai kekerasan yang
terjadi di Kamboja. Warga sipil di Kamboja mengalami kekerasan personal yang
membuat hidup mereka sengsara dan mati sia-sia. Mereka dipaksa untuk bekerja demi
pembangunan negara oleh pemimpim Khmer Merah pada waktu itu. Tidak hanya
dipaksa untuk bekerja saja, mereka juga disiksa oleh pasukan Khmer Merah.
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh warga sipil di Kamboja yaitu: (1)
cara yang digunakan dalam tindak kekerasan tersebut adalah menggunakan senjata
mutakhir dan dengan badan manusia itu sendiri. Masyarakat sipil di Kamboja
mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasukan Khmer Merah yang
dipimpin oleh Pol Pot. Pasukan Khmer Merah menyiksa masyarakat sipil hingga
banyak dari mereka sengsara dan mati sia-sia; (2) bentuk organisasi yang terlibat dalam
tindak kekerasan ini adalah pasukan perang Khmer Merah; dan (3) sasaran pendekatan
pada tindak kekerasan personal yang dialami oleh warga sipil di Kamboja bersifat
fisiologis karena pasukan Khmer Merah telah melakukan tindakan meniadakan gerak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
para warga sipil di Kamboja. Tidak hanya dipaksa bekerja, mereka juga kekurangan
makan pada waktu itu. Kekerasan personal yang dialami oleh warga sipil di Kamboja
sungguh membuat mereka menderita.
Rangkuman
Demikianlah analisis tindak kekerasan yang terdapat dalam novel Candik Ala
1965 karya Tinuk R. Yampolsky. Kekerasan dalam novel tersebut dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kekerasan struktural dan kekerasan personal.
Dari segi analisis kekerasan struktural yang merupakan kekerasan yang terjadi
karena ketidaksamaan, terutama pada distribusi kekuasaan. Tindak kekerasan dialami
oleh simpatisan PKI, masyarakat sipil masa orde baru dan masyarakat sipil di Kamboja.
Kekerasan struktural yang dialami oleh para tokoh tersebut mengakibatkan penyiksaan
secara psikologis. Mereka merasak ketakutan dan kesengsaraan dalam menjalani
kehidupan. Kekerasan struktural yang terjadi dalam cerita tersebut juga didorong
dengan faktor urutan kedudukan linear dan pola interaksi yang tidak siklis. Kedua
faktor tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan struktur sosial dan terjadilah
kekerasan struktural.
Dari segi analisis kekerasan personal, tindak kekerasan personal yang terdapat
dalam novel tersebut, dialami oleh beberapa tokoh yaitu: anggota organisasi
kepemudaan, simpatisan PKI, wanita, dan masyarakat sipil di Kamboja. Kekerasan
personal di atas dapat dibedakan bentuknya melalui tiga pendekatan, yaitu: cara yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
digunakan, bentuk organisasinya, dan sasaran pendekatannya yang dibedakan menjadi
kekerasan anatomis dan fisiologis.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa dalam novel Candik Ala 1965 karya
Tinuk R. Yampolsky terdapat tindak kekerasan personal dan kekerasan struktural.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan objek material novel Candik Ala 1965 karya Tinuk
R. Yampolsky. Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini yaitu: (1)
bagaimana unsur pembangun novel yang mencakup tokoh, penokohan, dan latar dalam
novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky? dan (2) apa saja kekerasan
struktural dan personal yang terdapat dalam novel Candik Ala 1965 karya Tinuk R.
Yampolsky?. Dalam menganalisis kekerasan struktural dan personal, peneliti
menggunakan teori kekerasan menurut Johan Galtung.
Pada bab II, peneliti memaparkan hasil analisis struktur pembangun novel yang
terdiri dari tokoh, penokohan, dan latar. Penulis memilih unsur tokoh, penokohan, dan
latar karena sturktur inilah yang sangat menonjol dalam cerita dan dapat
menggambarkan tindak kekerasan yang terdapat dalam novel tersebut. Dalam novel
Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky terdapat dua tokoh utama yaitu: (1) Nik
dan (2) Ibu Kesawa. Sedangkan terdapat empat belas tokoh tambahan yaitu: (1) Pak
Kesawa, (2) Mas Cuk, (3) Mas Kun, (4) Yu Parni, (5) Sarjono, (6) Bu Arum, (7) Mas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Kun, (8) Nila, (9) Tris, (10) Si Gagap, (11) Kamil, (12) Pak Djo, (13) Leaph, dan (14)
Ibu Sul.
Kemudian Nik yang menjadi tokoh utama dalam cerita mempunyai sifat
keingintahuan yang sangat besar yang menjadi penggerak dalam jalannya cerita novel
tersebut. Ibu Kesawa dan Pak Kesawa yang berperan menjadi orangtua memiliki sifat
yang bijaksana. Mas Cuk, Mas Tok, dan Mas Kun sama-sama aktif dalam sebuah partai
politik. Yu Parni merupakan orang yang bersifat netral, sedangkan Sarjono dan Bu
Arum merupakan korban tindak kekerasan dalam novel tersebut. Nila, Tris, Si Gagap,
dan Kamil merupakan teman-teman Nik yang baik. Leaph, seorang wanita, teman Nila
di Amerika, memiliki latar belakang yang cukup menyedihkan. Ibu Sul menjadi saksi
kunci misteri yang selama ini membuat Nik penasaran.
Dalam menganalisis latar, peneliti membagi unsur latar menjadi tiga bagian
yaitu: latar tempat, latar waktu dan latar sosial budaya. Latar tempat yang paling
dominan adalah Kota Solo, latar waktu yang paling dominan adalah tahun 1965, dan
latar sosial budaya yang paling dominan adalah budaya masyarakat Jawa.
Pada bab III peneliti memaparkan hasil analisis tentang jenis-jenis kekerasan
struktural dan kekerasan personal yang terdapat dalam novel tersebut. Pada penelitian
ini, peneliti menemukan tiga jenis kekerasan struktural yang terdapat pada novel
Candik Ala 1965 karya Tinuk R. Yampolsky, yaitu sebagai berikut: (1) kekerasan
struktural tersebut dialami oleh para simpatisan PKI, (2) kekerasan struktural terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
masyarakat sipil masa orde baru, dan (3) kekerasan struktural terhadap warga sipil di
Kamboja. Kekerasan struktural yang terjadi menyebabkan para korban merasakan
kemiskinan dan ketidakadilan sosial politik. Tindak kekerasan struktural yang terjadi
membuat para korban merasa ketakutan dan terdiskriminasi. Kekerasan struktural
terhadap simpatisan PKI tersebut, didorong karena adanya urutan kedudukan linear dan
pola interaksi yang tidak siklis. Simpatisan PKI dianggap sebagai orang yang tidak baik
bagi negara, maka dari itu mereka dijauhi, dibenci, dicaci dan diperlakukan secara tidak
adil karena doktrin dari pemegang kekuasaan tertinggi.
Kekerasan struktural terhadap masyarakat sipil pada masa Orde Baru terjadi
karena adanya faktor urutan kedudukan linear. Kedudukan kelas sosial yang berbentuk
garis ini membedakan kelas sosial atas dan bawah. Masyarakat sipil pada masa Orde
Baru ini berada dalam kelas sosial bawah dan mereka harus merasakan ketidakadilan
yang dilakukan oleh kelas sosial atas atau penguasa pada saat itu. Maka dari itu,
terjadilah tindak kekerasan struktural yang dialami oleh masyarakat sipil. Kekerasan
struktural terhadap masyarakat sipil di Kamboja terjadi karena adanya faktor urutan
kedudukan linear. Kedudukan kelas sosial yang berbentuk garis ini membedakan kelas
sosial atas dan bawah. Masyarakat sipil di Kamboja berada dalam kelas sosial bawah
dan mereka harus merasakan ketidakadilan yang dilakukan oleh kelas sosial atas atau
penguasa pada saat itu. Kedua faktor tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan
struktur sosial dan terjadilah kekerasan struktural.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Peneliti juga menemukan empat jenis kekerasan personal yang terdapat dalam
cerita ini, yaitu sebagai berikut: (1) kekerasan personal terhadap anggota organisasi
kepemudaan, (2) kekerasan terhadap para simpatisan PKI, (3) kekerasan personal
terhadap wanita, dan (4) kekerasan personal terhadap warga sipil di Kamboja.
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh Mas Cuk yang merupakan
anggota organisasi kepemudaan yaitu: (1) cara yang digunakan dalam tindak kekerasan
tersebut adalah menggunakan badan manusia itu sendiri, karena tindakan tersebut
dilakukan dengan cara pengeroyokan; (2) bentuk organisasi yang terlibat dalam tindak
kekerasan ini adalah organisasi kepemudaan yang lain; dan (3) sasaran pendekatan
pada tindak kekerasan personal yang dialami oleh Mas Cuk merupakan kekerasan yang
bersifat anatomis, karena pengkeroyokan bersifat menghancurkan.
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh Mas Tok dan para simpatisan
PKI, yaitu: (1) cara yang digunakan dalam tindak kekerasan personal tersebut adalah
menggunakan badan manusia itu sendiri. Tindak kekerasan personal tersebut adalah
pengeroyokan dan para tahanan dihukum dengan cara dijemur di bawah sinar matahari;
(2) bentuk organisasi yang terlibat dalam tindak kekerasan personal tersebut adalah
TNI; dan (3) sasaran pendekatan pada tindak kekerasan personal yang dialami oleh
Mas Tok merupakan kekerasan yang bersifat anatomis, karena pengkeroyokan bersifat
menghancurkan. Pengkeroyokan merupakan salah satu contoh kekerasan langsung
yang mengakibatkan orang yang mengalaminya terluka fisik. Sedangkan kekerasan
personal yang dialami oleh para simpatisan PKI adalah kekerasan yang bersifat
fisiologis yaitu meniadakan air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh Bu Arum dan ketiga temannya
yaitu: (1) cara yang digunakan dalam tindak kekerasan tersebut adalah menggunakan
senjata mutakhir, yaitu pistol. Mereka berempat dijejerkan di tepian jurang dengan
mata tertutup dan satu persatu dari mereka ditembak dengan pistol hingga membuat
badan mereka terjungkal masuk ke dalam jurang dan mati; (2) bentuk organisasi yang
terlibat dalam tindak kekerasan personal tersebut adalah TNI; dan (3) sasaran
pendekatan pada tindak kekerasan personal yang dialami oleh Bu Arum dan ketiga
temannya merupakan kekerasan yang bersifat anatomis. Bu Arum dan ketiga temannya
dibunuh dengan cara ditembak menggunakan peluru.
Bentuk kekerasan personal yang dialami oleh warga sipil di Kamboja yaitu: (1)
cara yang digunakan dalam tindak kekerasan tersebut adalah menggunakan senjata
mutakhir dan dengan badan manusia itu sendiri. Masyarakat sipil di Kamboja
mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasukan Khmer Merah yang
dipimpin oleh Pol Pot. Pasukan Khmer Merah menyiksa masyarakat sipil hingga
banyak dari mereka sengsara dan mati sia-sia; (2) bentuk organisasi yang terlibat dalam
tindak kekerasan ini adalah pasukan perang Khmer Merah; dan (3) sasaran pendekatan
pada tindak kekerasan personal yang dialami oleh warga sipil di Kamboja bersifat
fisiologis karena pasukan Khmer Merah telah melakukan tindakan meniadakan gerak
para warga sipil di Kamboja. Tidak hanya dipaksa bekerja, mereka juga kekurangan
makan pada waktu itu. Kekerasan personal yang dialami oleh warga sipil di Kamboja
sungguh membuat mereka menderita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
4.2 Saran
Dalam menganalisis tindak kekerasan dalam objek material ini, peneliti hanya
menggunakan dua bentuk tindak kekerasan yang dikemukakan oleh Johan Galtung.
Johan Galtung mengemukakan bahwa terdapat tiga bentuk kekerasan, yaitu kekerasan
struktural, kekerasan personal dan kekerasan budaya. Peneliti menyarankan bahwa,
jika ingin melanjutkan penelitian menggunakan objek formal yang sama, peneliti
selanjutnya dapat menambahkan kekerasan budaya dalam kategori tindak kekerasan
menurut Johan Galtung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
DAFTAR PUSTAKA
Adji, S.E Peni. 2016. “Sastra Diaspora-Indonesia Karya Imigran Indonesia di Amerika
Tahun 2010-an”. Makalah. Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Beding, Valentinus Ola. 2011. “Kekerasan Struktural dan Personal dalam Naskah
Drama Tumirah Sang Mucikari karya Seno Gumira Ajidarma Tinjauan Sosiologi
Sastra”. Skripsi. Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Budianta, Melania (penerjemah). 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Galtung, Johan. 1990. Cultural Violence. Journal og Peace Research, 27 (3), 291-305.
Amerika Serikat: Sage Publications. Diakses pada tanggal 7 Desember 2017, 9.39
WIB
Herlambang, Wijaya. 2013. Kekerasan Budaya Pasca 1965. Tangerang: CV Marjin
Kiri.
Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Flores: Nusa Indah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Taum, Yoseph Yapi. 2017. “Kritik Sastra yang Memotivasi dan Menginspirasi”.
Disampaikan dalam Seminar Nasional Kritik Sastra yang diselenggarakan oleh
KEMENDIKBUD dan Dewan Kesenian Jakarta, di Jakarta tanggal 15 – 16
Agustus 2017
Penyusun, Tim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama
Media.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Windhu, I Marsana. 1992. Kekerasan dan Kekuasaan Menurut Johan Galtung.
Yogyakarta: Kanisius.
Yampolsky, Tinuk R. 2011. Candik Ala 1965. Yogyakarta: KataKita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Biografi Penulis
MARCELLINA UNGTI PUTRI UTAMI
Ia lahir di Yogyakarta, 1 Juni 1996. Saat ini ia tinggal bersama kedua orang
tuanya dan anjing kesayangannya, Vodka, di Mertolulutan NG1/448, Ngampilan
Yogyakarta. Ia mengeyam pendidikan SMP di SMP N 12 Yogyakarta dan melanjutkan
pendidikan SMAnya di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Pada tahun 2014, ia
melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ia berkuliah di
Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Selama berkuliah di Sastra Indonesia, USD, penulis turut aktif mengikuti
beberapa kegiatan di kampus dan di luar kampus. Skripsi yang berjudul “Kekerasan
Struktural dan Personal dalam Novel Candik Ala 1965 Karya Tinuk R. Yampolsky”
pernah dipresentasikan dalam Seminar Hari Ilmiah Mahasiswa 2017.
Penggemar Cristiano Ronaldo ini bercita-cita menjadi host sebuah acara
travelling agar bisa keliling Indonesia bahkan dunia. Selain menjadi host, ia juga ingin
mendirikan rumah singgah dan perawatan untuk anjing-anjing terlantar. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI