kekerasan baru
Transcript of kekerasan baru
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 1/18
Konon, istilah bullying ini terkait dengan bull, sapi jantan yang suka mendengus (untuk
mengancam, menakuti-nakuti, atau memberi tanda). Kamus Marriem Webster menjelaskan
bahwa bully itu adalah to treat abusively (memperlakukan secara tidak sopan) atau to affect by
means of force or coercion (mempengaruhi dengan paksaan dan kekuatan).
Dalam dunia anak-anak, Dan Olweus, seorang pakar yang berkonsentrasi menangani
praktek bullying, menyimpulkan, bullying pada anak-anak itu mencakup penjelasan antara lain:
a) upaya melancarkan permusuhan atau penyerangan terhadap korban, b) korban adalah pihak
yang dianggap lemah atau tak berdaya oleh pelaku, dan c) menimbulkan efek buruk bagi fisik
atau jiwanya (Preventing Bullying, Kidscape, UK, 2001).
Bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya, takut, terintimidasi, oleh tindakan
seseorang baik secara verbal, fisik atau mental. Ia takut bila perilaku tersebut akan terjadi lagi,
dan ia merasa tak berdaya mencegahnya. (Andrew Mellor, antibullying network, univ. of
edinburgh, scotland).
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara
fisik maupun psikologis terhadap seseorang/kelompok yang lebih lemah oleh
seseorang/sekelompok orang yang memersepsikan dirinya lebih kuat. Bully: Siswa yang
dikategorikan sebagai pemimpin yang berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying.(
Hadiyanto:2010)
Dunia pendidikan Indonesia kembali terpukul dengan peristiwa tewasnya siswa SD yang ditikam oleh
gurunya sendiri. Peristiwa itu terjadi pada pertengahan Desember 2007 di Jawa Barat. Guru yang
idealnya menjadi sahabat, pendamping murid, fasilitator, ternyata sangat mampu menjadi pelaku
kekerasan bahkan membunuh muridnya sendiri. Guru itu telah melakukan bullying terhadap anak
didiknya.
Bullying menurut kamus Webster, bermakna penyiksaan atau pelecehan yang dilakukan tanpa motif tapi
dengan sengaja atau dilakukan berulang-ulang terhadap orang yang lebih lemah. Motif yang menjadikan
seseorang sebagai pelaku bullying sangat beragam. Namun dari keberagaman motif tersebut, inti utama
terjadinya bullying karena adanya ketidakseimbangan dalam relasi kuasa. Pernyataan ini ditemukan oleh
seorang ahli masalah bullying dari Jaringan Antibullying, Skotlandia, Andrew Mellor.
Buku ini mengupas tuntas tentang latar belakang terjadinya bullying, ciri-ciri pelaku, ciri-ciri para korban,
skema sistem antibullying, program kegiatan antibullying yang dapat dilakukan di sekolah, rumah, dan
lingkungan sekitar.
Buku ini tercipta berdasarkan riset, yang secara faktual bullying terjadi akibat faktor lingkungan,
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 2/18
keluarga, sekolah, media, budaya, peer group, bahkan pengaruh situasi politik dan ekonomi yang
koruptif. Orang-orang pemerintahan, kepala sekolah, guru, orangtua, peserta didik ternyata mampu
menjadi pelaku bullying verbal dan atau non-verbal
Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang
dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadapsiswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Bullying” dalam Dunia Pendidikan
(bagian 1)
Kamis, 26 April 2007
tags: agresi, anak , bullying, remaja, sekolah by Catshade
Beberapa minggu belakangan ini media kita (termasuk blog)diramaikan oleh pembahasan seputar insiden yang terjadi di Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Dalam insiden tersebut, seorang
praja tewas karena dianiaya oleh para seniornya dalam rangkapemberian hukuman –atau dalam istilah mereka sendiri, ‘pembinaan’atau ‘koreksi’– atas kesalahan yang dilakukan sang praja. Ini bukan
yang pertama kalinya; menurut penelitian yang dilakukan oleh seorang
dosen IPDN, terdapat lebih dari 30 kasus kematian tak wajar yang dicurigai disebabkan olehpenganiayaan. Kasus-kasus itu terjadi dalam rentang waktu yang panjang, dan diduga telah
menjadi tradisi di institut itu.
IPDN tidak sendirian. Beberapa tahun sebelumnya juga sempat ramai diperdebatkan aktivitas
‘perploncoan’ di sebagian universitas yang dianggap menyiksa dan menganiaya mahasiswa baru.
Dalam skala yang lebih kecil, hubungan siswa senior-junior yang tidak sehat juga terjadi disekolah-sekolah menengah. Bullying, adalah kata kunci untuk mendeskripsikan semua gejala itu.
Apa sebenarnya bullying? Perbuatan apa saja yang dikategorikan sebagai bullying? Mengapa
pelaku melakukan bullying, dan apa dampaknya bagi korban?
Apa itu Bullying?
Ada banyak definisi mengenai bullying, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja,
masyarakat, komunitas virtual). Namun di sini penulis akan membatasi konteksnya dalam schoolbullying. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying sebagai
perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang
memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti
orang tersebut. Mereka kemudian mengelompokkan perilaku bullying ke dalam 5 kategori:
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 3/18
Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras danmerusak barang-barang yang dimiliki orang lain)
Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan ( put-downs),
mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip) Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya diertai oleh
bullying fisik atau verbal).
Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi
persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan,
mengirimkan surat kaleng).
Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).
Dari beberapa penelitian sebelumnya, juga ditemukan perbedaan umur dan gender yang dapatmempengaruhi perilaku bullying. Pada usia 15 tahun, anak laki-laki ditemukan lebih cenderung
mem-bully dengan kontak fisik langsung, sementara anak perempuan lebih cenderung mem-bully dengan perilaku tidak langsung. Namun tidak ditemukan perbedaan dalam kecenderunganmelakukan bullying verbal langsung. Pada usia 18 tahun, kecenderungan anak laki-laki mem-
bully dengan kontak fisik menurun tajam, dan kecenderungannya untuk menggunakan perilaku
verbal langsung dan perilaku tidak langsung meningkat, meskipun anak perempuan masih tetap
lebih tinggi kecenderungannya dalam hal ini.
Patut dicatat bahwa ini adalah hasil penelitian di luar negeri yang belum tentu sesuai dengan
kondisi pendidikan di Indonesia. Riauskina dkk. menemukan dalam penelitiannya pada 2 SMAdi Jakarta bahwa kecenderungan untuk melakukan kontak fisik langsung masih terlihat pada
anak laki-laki di usia 18 tahun.
Mengapa Melakukan Bullying?
Seperti yang telah terjadi pada kasus IPDN dan sebagian kasus-kasus lainnya, bullying adalahsebuah siklus, dalam artian pelaku saat ini kemungkinan besar adalah korban dari pelaku
bullying sebelumnya. Ketika menjadi korban, mereka membentuk skema kognitif yang salah
bahwa bullying bisa ’dibenarkan’ meskipun mereka merasakan dampak negatifnya sebagaikorban. Hal ini tampak dalam sebuah potongan wawancara pra-survei:
Tanya: …kalo nanti kalo kalian udah kelas dua gitu, mungkin ga jadi kaya mereka sekarang…?
Jawab: …tergantung si, tergantung ade kelasnya…kalo ade kelasnya nyolot ya gue marahin…
Mengapa seorang korban bisa kemudian menerima, bahkan menyetujui perspektif pelaku yang
pernah merugikannya? Salah satu alasannya dapat diurai dari hasil survei: sebagian besar korban
enggan menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus ini, yaitu pihak sekolah dan orangtua.
Korban biasanya merahasiakan bullying yang mereka derita karena takut pelaku akan semakin
mengintensifkan bullying mereka. Akibatnya, korban bisa semakin menyerap ’falsafah’ bullying
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 4/18
yang didapat dari seniornya. Dalam skema kognitif korban yang diteliti oleh Riauskina dkk.,
korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena
Tradisi
Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki)
Ingin menunjukkan kekuasaan
Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan)
Iri hati (menurut korban perempuan)
Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena
Penampilan menyolok
Tidak berperilaku dengan sesuai
Perilaku dianggap tidak sopan
Tradisi
Apa Dampak dari Bullying?
Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik. Beberapa
dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu,
batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden
yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian.
Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya
kesejahteraan psikologis ( psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Daripenelitian yang dilakukan Riauskina dkk., ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak
emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam)namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujungpada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Merekaingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di
sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk
sekolah.
Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan
psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi,
ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma ( post-traumatic stress disorder ).Dari 2 SMA yang diteliti Riauskina dkk., hal-hal ini juga dialami korban, seperti merasa
hidupnya tertekan, takut bertemu pelaku bullying, bahkan depresi dan berkeinginan untuk bunuh
diri dengan menyilet-nyilet tangannya sendiri!
Dari informasi di atas, kita dapat melihat bagaimana perilaku bullying sebenarnya sudah sangatmeluas di dunia pendidikan kita tanpa terlalu kita sadari bentuk dan akibatnya. Dalam bagian ke-
2, penulis akan menelusuri beberapa sumber lebih jauh lagi untuk melihat karakteristik pelaku
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 5/18
bullying, mitos dan fakta tentang bullying, serta bagaimana menghadapi bullying, baik bagi
korban, siswa lain yang menonton, maupun bagi pihak sekolah atau orangtua.
Sumber:
Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R. (2005). ”Gencet-gencetan” di mata siswa/siswikelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ”gencet-gencetan”. Jurnal
Psikologi Sosial, 12 (01), 1 – 13
Preventing Bullying in Schools: A Guide for Teachers and Other Professionals"by 'Chris Lee'
'ISBN: 0761944729'
Preventing Bullying in Schools is offers guidance to teachers, student teachers, teachingassistants, and other educational professionals on countering and preventing bullying in schools.
It provides tried and tested strategies based on the author's school-based research and regular
work in schools training staff who deal with incidents of bullying. Included is advice on:
* Understanding the terminology
* Anti-bullying strategies
* Writing a whole-school policy* Generating whole-school responsibility and involvement
Table of Contents1 What this book will do for you 1
2 How do we know when it is bullying? 9
3 Who are involved in bullying? 31
4 What is needed in an anti-bullying policy 535 What might be put in place 62
6 How to move your school forward 92
Semarang (ANTARA News) - Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala menilai,
kekerasan di kalangan pelajar terjadi karena "tradisi" yang dibentuk secara turun temurun oleh
kakak-kakak kelasnya.
"Kekerasan di kalangan pelajar ini seperti sudah menjadi fase yang harus dilewati," katanya di
Semarang, Selasa, menanggapi aksi kekerasan di kalangan pelajar yang akhir-akhir ini kian
sering terjadi.
Hal itu diungkapkan Adrianus yang juga Guru Besar Kriminologi FISIP UI itu usai seminar
"Konstruksi dan Implikasi Model Private Security Dalam Penyelenggaraan Keamanan danKetertiban Masyarakat" di Universitas Diponegoro Semarang.
Kebanyakan remaja yang suka melakukan tawuran, kata dia, adalah mereka yang duduk di kelasI dan II, terutama jenjang sekolah menengah atas (SMA), sedangkan pelajar yang kelas III
cenderung serius belajar.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 6/18
"Sepertinya rotasi fasenya semacam itu, mereka yang duduk di kelas I dan II nakal, namunsetelah kelas III baik karena konsentrasi menghadapi ujian nasional (UN). Sepertinya tidak ada
mereka yang betul-betul nakal," katanya.
Menurut dia, aksi kekerasan di kalangan pelajar itu terus akan terjadi jika mata rantainya tidak diputus, karena itu perlu peran alumni untuk memutus tradisi kekerasan yang membuat pelajar
bertindak beringas.
"Peran alumni sangat penting menghentikan tradisi kekerasan, baik kekerasan senior terhadap
yunior maupun tawuran. Mungkin ada sekolah-sekolah yang bermusuhan sejak lama, peran
alumni menyelesaikannya," katanya.
Kondisinya bisa berbeda pada kekerasan di kalangan mahasiswa, kata dia, sebab kondisi
pembelajaran di perguruan tinggi yang kian membuat tertekan dan biaya kuliah tinggi bisa
memancing mahasiswa berbuat kekerasan.
Ia menjelaskan, kondisi sulit dalam perkuliahan semacam itu membuat solidaritas
antarmahasiswa, baik satu fakultas, satu kampus kian tinggi, merasa senasib, dan susah jikaharus "berdiri sendiri".
Persoalannya, kata dia, solidaritas antarmahasiswa satu fakultas dan kampus itu membuatkelompok-kelompok, ada yang dianggap "in-group", yakni satu kelompoknya dan mereka di luar
kelompoknya "out-group".
"Akhirnya mereka mudah menyerang mahasiswa yang berada di luar kelompoknya, dansebaliknya. Memang tidak semua mahasiswa perguruan tinggi seperti itu, tergantung ketatnya
peraturan yang diterapkan kampus," kata Adrianus.
(U.KR-ZLS/M029)
Editor: Ruslan BurhaniSelasa, 22 November 2011 22:00 WIB | 857 Views
MENUMPAS KEKERASAN PELAJAR & MAHASISWA - TOKO BUKU DAFFA PALASARI ...
www.tokobukudaffapalasari.com/index.php?...Tembolok
PENGARANG SUSAN LIPSKIN PENERBIT PT. NIAGA SWADAYA.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 7/18
Jakarta - Sejumlah kalangan sulit menerima hasil penelitian Lembaga Kajian
Islam dan Perdamaian (LaKIP) tentang radikalisme. Survei itu menunjukkan
hampir 50 persen pelajar setuju dengan aksi radikal demi agama. Seperti apa
detail survei tersebut?
Direktur Pelaksana LaKIP Ahmad Baedowi menyatakan ada dua tujuan
digelarnya penelitian tersebut. Pertama, mengidentifikasi kecenderungan
radikalisme keagamaan di sekolah. Kedua menjelaskan faktor-faktor yang
memengaruhi kecenderungan radikalisme tersebut.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 lalu
terhadap siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jabodetabek.
Metode yang dilakukan yakni dengan survei melalui wawancara tatap-muka
dengan panduan kuesioner.
Dari hasil penelitian itu diketahui:
Kecenderungan Radikalisme Ideologis
�
-Tingkat pengenalan atas organisasi radikal, guru PAI 66,4 %, siswa 25,7 %
-Tingkat kesetujuan atas organisasi radikal, guru PAI 23,6 %, siswa 12,1 %
-Tingkat pengenalan pada tokoh radikal, guru PAI 59,2 %, siswa 26,6 %.
-Tingkat kesetujuan kepada tokoh radikal, guru PAI 23,8 %, siswa 13,4 %.
Dukungan, Kesediaan & Partisipasi Atas Kekerasan
* Tingkat Kesetujuan terhadap tindakan:
-Menangkap atau menghakimi pasangan bukan suami istri, guru 48,2 %, siswa
74,3 %
-Perlawanan terhadap barat atas pengeboman yang dilakukan pelaku teroris,
guru 7,5%, siswa 14,2 %.
-Membantu umat Islam di daerah konflik bersenjata, guru 37,8 %, siswa 48,9
%.
-Penyegelan dan perusakan rumah ibadah yang bermasalah, guru 40,9 %,
siswa 52,3 %.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 8/18
-Pengrusakan rumah atau fasilitas anggota aliran keagamaan sesat, guru
38,6%, siswa 68,0 %.
-Penyegelan dan perusakan tempat hiburan malam, guru 43,7%, siswa 75,3
%.
* Tingkat Kesediaan terhadap tindakan:
-Pembelaan dengan senjata terhadap umat Islam dari ancaman agama lain,
guru 32,4%, siswa 43,3 %.
-Pengrusakan dan penyegelan rumah ibadah bermasalah, guru 24,5%, siswa
41,1 %.
-Pengrusakan rumah atau fasilitas anggota keagamaan sesat, guru 22,7%,
siswa 51,3 %.
-Pengrusakan tempat hiburan malam, guru 28,1%, siswa 58,0 %.
-Penangkapan dan mengkahimi pasangan bukan suami istri, guru 51,9%,
siswa33,1 %.
* Tindak kekerasan seperti tawuran sebagai solidaritas teman:
- 14,4 % siswa setuju
- 11,4 % siswa bersedia
- 8,5 % siswa pernah terlibat
Toleransi:
-Secara umum, tingkat toleransi guru PAI lebih rendah dibandingkan siswa,
baik dalam lingkup sosial, sekolah, maupun politik.
-Hanya toleransi sosial terkait soal umum, yakni hidup bertetangga, guru PAI
terlihat lebih toleran dibanding siswa.
-Tapi: toleransi sosial dalam hal pendirian rumah ibadah maupun
penyelenggaraan acara keagamaan komunitas agama lain di tingkat
lingkungan tempat tinggal, secara umum cukup rendah.
Menurut Baedowi, populasi yang dijadikan responden merupakan guru PAI di
SMP dan SMA di Jabodetabek. Sementara untuk siswa SMP itu diambil hanya
untuk Kelas 8 dn 9, SMA kepada siswa di seluruh kelas yang memiliki mata
pelajaran agama yang berjumlah 611.678 orang. Jumlah total populasi guru
PAI yang diambil sampel adala 2.639 orang, terdiri dari 1.639 guru PAI SMP
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 9/18
dan 800 guru PAI SMA.
"Dari jumlah populasi itu hasilnya jumla total sampel guru yang valid ada 590
guru, di antaranya 327 guru PAI SMP dan 263 guru PAI SMA. Sementara
jumlah total sampel siswa valid ada 993 siswa, antara lain 401 siswa SMP dan592 SMA. Semua kita cek ulang dengan ketat dan melalui skrining," jelas
Baedowi.
Batas kesalahan pengambilan sampel kurang lebih 3,6 persen untuk guru PAI
dan 3,1 persen untuk siswa. Senin, 02 Mei 2011
Hasil Survei LaKIP tentang kekerasan bermerek agama di kalangan pelajar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Jakarta - Sejumlah kalangan sulit menerima hasil penelitian Lembaga Kajian Islam
dan Perdamaian (LaKIP) tentang radikalisme. Survei itu menunjukkan hampir 50
persen pelajar setuju dengan aksi radikal demi agama. Seperti apa detail survei
tersebut?
Direktur Pelaksana LaKIP Ahmad Baedowi menyatakan ada dua tujuan digelarnya
penelitian tersebut. Pertama, mengidentifikasi kecenderungan radikalisme keagamaan
di sekolah. Kedua menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kecenderungan
radikalisme tersebut.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 lalu terhadapsiswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jabodetabek. Metode yang
dilakukan yakni dengan survei melalui wawancara tatap-muka dengan panduan
kuesioner.
Dari hasil penelitian itu diketahui:
Kecenderungan Radikalisme Ideologis
Tingkat pengenalan atas organisasi radikal, guru PAI 66,4 %, siswa 25,7 %
Tingkat kesetujuan atas organisasi radikal, guru PAI 23,6 %, siswa 12,1 %
Tingkat pengenalan pada tokoh radikal, guru PAI 59,2 %, siswa 26,6 %.
Tingkat kesetujuan kepada tokoh radikal, guru PAI 23,8 %, siswa 13,4 %.
Dukungan, Kesediaan & Partisipasi Atas Kekerasan
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 10/18
* Tingkat Kesetujuan terhadap tindakan:
Menangkap atau menghakimi pasangan bukan suami istri, guru 48,2 %, siswa
74,3 %
Perlawanan terhadap barat atas pengeboman yang dilakukan pelaku teroris,
guru 7,5%, siswa 14,2 %.
Membantu umat Islam di daerah konflik bersenjata, guru 37,8 %, siswa 48,9 %.
Penyegelan dan perusakan rumah ibadah yang bermasalah, guru 40,9 %, siswa
52,3 %.
Pengrusakan rumah atau fasilitas anggota aliran keagamaan sesat, guru
38,6%, siswa 68,0 %.
Penyegelan dan perusakan tempat hiburan malam, guru 43,7%, siswa 75,3 %.
Tingkat Kesediaan terhadap tindakan:
Pembelaan dengan senjata terhadap umat Islam dari ancaman agama lain,
guru 32,4%, siswa 43,3 %.
Pengrusakan dan penyegelan rumah ibadah bermasalah, guru 24,5%, siswa
41,1 %.
Pengrusakan rumah atau fasilitas anggota keagamaan sesat, guru 22,7%, siswa
51,3 %.
Pengrusakan tempat hiburan malam, guru 28,1%, siswa 58,0 %.
Penangkapan dan mengkahimi pasangan bukan suami istri, guru 51,9%,
siswa33,1 %.
* Tindak kekerasan seperti tawuran sebagai solidaritas teman:
14,4 % siswa setuju
11,4 % siswa bersedia
8,5 % siswa pernah terlibat
*Toleransi:
Secara umum, tingkat toleransi guru PAI lebih rendah dibandingkan siswa,baik dalam lingkup sosial, sekolah, maupun politik.
Hanya toleransi sosial terkait soal umum, yakni hidup bertetangga, guru PAI
terlihat lebih toleran dibanding siswa.
Tapi: toleransi sosial dalam hal pendirian rumah ibadah maupun
penyelenggaraan acara keagamaan komunitas agama lain di tingkat
lingkungan tempat tinggal, secara umum cukup rendah.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 11/18
Menurut Baedowi, populasi yang dijadikan responden merupakan guru PAI di SMP
dan SMA di Jabodetabek. Sementara untuk siswa SMP itu diambil hanya untuk Kelas
8 dn 9, SMA kepada siswa di seluruh kelas yang memiliki mata pelajaran agama yang
berjumlah 611.678 orang. Jumlah total populasi guru PAI yang diambil sampel adala
2.639 orang, terdiri dari 1.639 guru PAI SMP dan 800 guru PAI SMA.
"Dari jumlah populasi itu hasilnya jumla total sampel guru yang valid ada 590 guru, di
antaranya 327 guru PAI SMP dan 263 guru PAI SMA. Sementara jumlah total sampel
siswa valid ada 993 siswa, antara lain 401 siswa SMP dan 592 SMA. Semua kita cek
ulang dengan ketat dan melalui skrining," jelas Baedowi.
Batas kesalahan pengambilan sampel kurang lebih 3,6 persen untuk guru PAI dan 3,1
persen untuk siswa. (zal/iy)
Sumber: http://us.detiknews.com/read/2011/04/28/205903/1628139/159/ini-dia-hasil-
survei-lakip-yang-menghebohkan-itu?nd991103605
Catatan SCN:
Ternyata, penyebab kekerasan berlabel agama marak adalah kurikulum PAI dan guru
agama PAI. Baru tercerahkan pada hari membaca hasil survey tersebut setelah
bertahun-tahun bertanya-tanya sebenarnya doktrin kekerasan berlabel agama itu
datangnya dari mana. Sungguh sangat memprihatinkan. Sila "Kemanusiaan yang adil
dan beradab" sedang berupaya diubah menjadi "Kemanusiaan yang biadab". Benar-
benar memprihatinkan. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Islam dan Perdamaian
itu mengindikasikan bahwa ideologi terorisme berhasil menyusup masuk melalui matapelajaran PAI dan guru-guru agama PAI.
Konflik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya ataumembuatnya tidak berdaya.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 12/18
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciriindividual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat
dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnyamasyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus dimasyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 13/18
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Definisi konflik
2 Konflik Menurut Robbin 3 Konflik Menurut Stoner dan Freeman
4 Konflik Menurut Myers
5 Konflik Menurut Peneliti Lainnya
6 Teori-teori konflik
7 Faktor penyebab konflik
8 Jenis-jenis konflik
9 Akibat konflik
10 Contoh konflik
11 Lihat pula
[sunting] Definisi konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan
sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan
saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu samalain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh
persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam
organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah
menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan
individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini
terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak
yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan
tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan
memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak
lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan
kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya
perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace &
Faules, 1994:249).
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 14/18
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger &
Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai,
alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak
yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat
disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
[sunting] Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di
sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal
yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan denganistilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional
akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan
kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa
konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi.
Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau
organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi
atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu
kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif,
tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif.
Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum
secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis –
diri, dan kreatif.
[sunting] Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal
ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang
optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik
biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi.
Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan
konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain
struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 15/18
mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai
pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk
mencapai tujuan bersama.
[sunting] Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua
sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari.
Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab
pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan
kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar.
Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok
atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu,
menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2.
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakansesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang
menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya
secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi.
Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu
hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun
organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
[sunting] Konflik Menurut Peneliti Lainnya
1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila
kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilakukomunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada
komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang
berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan
makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya
diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut
muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik
tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang
berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak
diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif
(Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana
pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya
membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya
perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari
konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara
mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 16/18
[sunting] Teori-teori konflik
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz,yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan
kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
[sunting] Faktor penyebab konflik
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan
yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketikaberlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendiriankelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh
sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapiuntuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang
menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Parapetani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat
kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya
diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada
perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula
menyangkut bidang politik , ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruhdengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besaruntuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 17/18
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang
biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-
nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerjadengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai
kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yangcenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak,
akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upayapenolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.
[sunting] Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf , konflik dibedakan menjadi 4 macam :
Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam
keluarga atau profesi (konflik peran (role))
Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
Konflik antar atau tidak antar agama
Konflik antar politik.
[sunting] Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan
kelompok lain.
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkanrespon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan
kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesasebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
mencari jalan keluar yang terbaik.
5/12/2018 kekerasan baru - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kekerasan-baru 18/18
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang
memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari
konflik.
[sunting] Contoh konflik
Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul
kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia
(lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.
[sunting] Lihat pula
Kompetisi
Pertentangan
Konsensus
Disosiatif
Integrasi
Kontravensi