DALAM MENANGANI KRISIS PANGAN DI GUINEA...
Transcript of DALAM MENANGANI KRISIS PANGAN DI GUINEA...
i
ANALISA PERAN WORLD FOOD PROGRAMME
DALAM MENANGANI KRISIS PANGAN
DI GUINEA-BISSAU TAHUN 2016 - 2017
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
Firsty Nabila Putri Hartadi
NIM: 11151130000086
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2019
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa peran World Food Programme (WFP) dalam
menangani krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau pada tahun 2016-2017.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peran WFP
dalam menangani krisis pangan di Guinea Bissau. Sehingga dapat mengetahui
sejauh apa peran WFP membantu krisis pangan tersebut. Penelitian ini
dilakukan melalui studi pustaka. Peneliti berargumen, bahwa WFP sebagai
organisasi internasional yang bergerak dibidang pangan sudah memenuhi dua
dari tiga peran organisasi internasional dalam memberikan bantuannya kepada
negara Guinea Bissau. Argumen ini dirumuskan melalui tahapan analisa
dengan melihat aktifitas peran serta operasional bantuan yang dilakukan WFP
dalam membantu krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau dan selanjutnya
dianalisa dengan menggunakan kerangka teoritis.
Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
Neoliberalis institusional dengan konsep organisasi internasional dan konsep
ketahanan pangan. Dari hasil analisa menggunakan kedua konsep tersebut
dapat disimpulkan bahwa peran WFP dalam menangani krisis pangan di
Guinea Bissau belum cukup maksimal karena WFP hanya memenuhi dua
peran organisasi internasional yaitu sebagai instrumen dan aktor independen.
Kata kunci: World Food Programme, Guinea Bissau, krisis pangan, peran
organisasi internasional
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul: Analisa Peran World Food
Programme Dalam Menangani Krisis Pangan di Guinea Bissau. Untuk memenuhi
salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Hubungan Internasional Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak dan Mama juga
Emah (Nenek penulis) yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta
perhatian moril maupun materil. Terimakasih untuk semua doa, dukungan tiada henti
dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu
melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan keberkahan di dunia dan di akhirat
atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.
Penghargaan dan terima kasih penulis berikan juga kepada seluruh Dosen Hubungan
Internasional serta jajaran staff FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan terutama kepada Ibu Riana Mardila, MIR selaku pembimbing yang telah
membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. Serta ucapan terimakasih kepada :
1. Terimakasih kepada Nabeel dan Azka, adik penulis. Yang selama ini selalu
memberikan semangat juga dukungannya kepada penulis selama proses
penulisan skripsi. Terutama kepada Nabeel yang sudah rela mengantarkan
setiap kali penulis melakukan bimbingan.
2. Terimakasih kepada Audrie Safira Maulana, sepupu penulis. Yang sudah
membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
3. Terimakasih kepada Albizar Ghiffary, orang terdekat penulis yang sudah
menemani selama dua tahun ini. Terimakasih untuk semua dukungan, doa,
waktu dan energi yang sudah diberikan kepada penulis selama proses
penulisan skripsi ini.
4. Terimakasih kepada sahabat-sahabat penulis, Kharisma Anissa, Nuzia Quita,
Muthia Aljufri, Nabila Febrina, Faradila Meiliza, Nurul Fazriah, Ruella
Salsabila, Adinda Nur Layla, Ananda Jelita Qolby, Najma Salsabila, dan
Rima yang sudah menemani selama masa perkuliahan dan juga sudah sangat
membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
vii
5. Terimakasih kepada rakyat IRCEXTREME atau kelas HI C 2015; Kharisma
Anissa, Nuzia Quita, Muthia Aljufri, Nabila Febrina, Faradila Meiliza,
Ananda Jelita Qolby, Najma Salsabila, Amalia Hanifa, Nisaul Adla, Fira
Sintia, Anita Chania, Annisa Asti, Annisa Fathia, Citra Nada, Annisa
Meidiyani, Syahnaz Risfa, Winda Shabrina, Rosmala Dewi, Putri Sarah
Balqis, Reni Damayanti, Rinaita Citra, Bella Yuningsih, Alfiah Almaisyah,
Mas Luqman, Bang Ilham, Farhan, Raden Arqellien, Musyfiq, Nabil, Hafid,
Ichsan, Diaz, iqbal, Prayoga, Rifqi, Nadim, sudah menemani baik senang
maupun susah selama masa perkuliahan. Terimakasih untuk semua cerita dan
kenangan bersama selama empat tahun ini, semoga kita semua selalu
diberkahi Allah SWT dan selalu diberikan yang terbaik. Aamiin.
6. Terimakasih kepada Vivien Sevira, teman se-persidangan. Semoga
kedepannya semakin sukses dan selalu diberikan yang terbaik oleh Allah
SWT.
7. Terimakasih kepada teman semasa Madrasah Aliyah sampai seterusnya, Fitri
Mahabba. N. yang sudah selalu menyemangati penulis selama proses
penulisan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin
Jakarta, Agustus 2019
Firsty Nabila Putri Hartadi
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ……………………………………………………………….... i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ………………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………............. iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ……………………….. iv
ABSTRAK ………………………………………………………………………… v
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ……………………………………………... ……. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………….... ……. 6
E. Kerangka Teoritis………………………………………………..……...10
1. Neoliberalisme Institusional………………………………………...10
2. Konsep Organisasi Internasional……………………………..……..11
3. Konsep Ketahanan Pangan…………………………………... ……. 16
F. Metode Penelitian………………………………………………... ……. 18
G. Sistematika Penulisan……………………………………………. ……. 19
BAB II KRISIS PANGAN DI GUINEA BISSAU……………………………….. 21
A. Guinea Bissau …………………………………………………………..21
B. Krisis Pangan di Guinea Bissau ………………………………………...26
BAB III WORLD FOOD PROGRAMME (WFP) DAN PERKEMBANGAN WFP
DALAM UPAYANYA MENANGANI KRISIS PANGAN
A. World Food Programme (WFP) ………………………............. ............34
B. Perkembangan WFP dalam Menangani Krisis Pangan………………....38
BAB IV ANALISA PERANAN WORLD FOOD PROGRAMME DALAM
MENANGANI KRISIS PANGAN DI GUINEA BISSAU
ix
A. Peran WFP Sebagai Instrumen………………………………………….44
B. Peran WFP Sebagai Aktor Independen…………………………………40
C. Peran WFP (kurang memenuhi) Sebagai Arena………………………...60
D. Hasil Bantuan WFP di Guinea Bissau…………………………..............62
1. Tahun 2016………………………………………………….……....62
2. Tahun 2017………………………………………………………….63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………...............67
B. Saran…………………………………………………………….……....69
Daftar Pustaka……………………………………………………………………… xi
x
DAFTAR TABEL
Tabel.IV.A1. Resource Situation 2016-2017 WFP Guinea Bissau…………………49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Afrika merupakan benua terbesar kedua setelah benua Asia yang
terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu Afrika Utara, Afrika Selatan, Afrika
Barat dan Afrika Tengah. Afrika juga merupakan benua yang mengalami
krisis pangan terbesar di dunia, yakni mencakup 20 negara dengan keadaan
krisis pangan.1 Krisis pangan sendiri memiliki pengertian dimana suatu negara
atau wilayah mengalami kesulitan dalam memperoleh stok bahan pangan yang
mengakibatkan kenaikan harga pangan sehingga terjadinya defisit di suatu
negara atau wilayah tersebut.2 Membahas persoalan krisis pangan di suatu
negara atau wilayah, secara langsung akan dibahas juga beberapa aspek dari
negara tersebut seperti keadaan politik, keadaan ekonomi, pendidikan juga
keadaan iklim di negara tersebut.3
Untuk di benua Afrika, faktor dominan yang menyebabkan terjadinya
krisis pangan adalah keadaan politik, keadaan ekonomi juga iklim. Faktor-
faktor inilah yang kemudian menjadi permasalahan di salah satu negara
1 Herjuno Ndaru K dan Intan Defrina, “Peranan UN World Food Programme dalam Penanganan
Krisis Pangan dan Kelaparan: Studi Kasus Silent Hunger di Nigeria”, Universitas Indonesia, 2005. 2 “Waspada Krisis Pangan” diakses melalui
http://www.djppr.kemenkeu.go.id/uploads/files/IRF/2013_IRF%20Edisi%202%20Tahun%202013.pdf
pada tanggal 27 Oktober 2018. 3 Davies, A. ”Food security initiatives in Nigeria: Prospects and challenges”. Journal of Sustainable
Development in Africa, 2009.
2
bagian Afrika Barat, Guinea Bissau. Ketidakstabilan politik yang ada disaat
negara Guinea Bissau mulai merdeka merupakan akar dari permasalahan-
permasalahan lain seperti krisis ekonomi (kemiskinan) juga terbatasnya
pendidikan di Guinea Bissau.
Guinea Bissau sendiri merupakan negara terkecil dan termiskin yang
ada di Afrika Barat.4 Menurut data World Food Programme (WFP), hampir
70 % masyarakat Guinea Bissau hidup di bawah garis kemiskinan, dengan
angka kematian bayi dan ibu yang tinggi dan tingkat kekurangan gizi kronis
di seluruh negara lebih dari 25 %. Selain itu, pendapatan per kapita Guinea
Bissau juga sangat kecil. Masyarakat yang hidup di wilyah Bafata, Cacheu,
Gabu, Oio dan Tombali hidup dengan kurang dari USD 2 per hari, sehingga
dikategorikan sebagai kota termiskin.5
WFP sendiri merupakan sebuah lembaga yang berada di bawah
naungan PBB dan berada di bawah lembaga Food and Agriculture
Organization (FAO) yang bertugas untuk memberikan bantuan dalam hal
pangan dan nutrisi.6 WFP bertujuan untuk, menghapuskan kelaparan dan
malnutrisi pada negara-negara yang mengalami kelaparan, serta menuntaskan
4 Tuti Kurniawaty, “Guinea-Bissau”, Universitas Indraprasta, 2015.
5 World Food Programme, “Country Programme Guinea-Bissau 200846 (2016-2020)”, diakses
melalui https://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/eb/wfp279707.pdf pada tanggal
27 Oktober 2018. 6 “World Food Programme”, diakses melalui https://www.kemlu.go.id/rome/id/arsip/lembar-
informasi/Pages/WORLD-FOOD-PROGRAMME-WFP.aspx pada tanggal 27 Oktober 2018.
3
krisis pangan.7 Beberapa negara di Afrika yang mengalami malnutrisi dan
bahkan krisis pangan sudah pernah mendapat bantuan dari WFP.
Peran dari WFP dapat dilihat di Nigeria misalnya. Pada tahun 2004,
Nigeria mengalami krisis pangan dimana pada saat itu Nigeria mengalami
kekeringan parah yang merusak perkembangan ternak juga hasil panennya.
Hal tersebut diperparah dengan menyebarnya wabah penyakit dan kerusakan
ekologi.8 WFP kemudian menyikapinya dengan meneruskan kabar tersebut
kepada negara-negara pendonor. Pada akhir Juni 2005 WFP sudah berhasil
mengirimkan seluruh bantuan yang ada sebanyak 11.000 ton makanan yang
didistribusikan kepada 493 ribu jiwa yang membutuhkan bantuan.9
Selain di Nigeria, WFP juga memberikan bantuannya kepada negara
Sierra Leone. Kehancuran infrastruktur yang terjadi di Sierra Leone kemudian
menyebabkan anjloknya ekonomi negara yang menyebabkan terjadinya krisis
pangan di Sierra Leone. Krisis pangan yang terjadi di Sierra Leone ini
mengundang banyak perhatian lembaga internasional salah satunya WFP.
Bantuan yang diberikan di Sierra Leone adalah berupa peningkatan akses ke
pasar pangan dan pelayanan sosial. Pada tahun 2009, WFP memberikan
bantuan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang mengalami
krisis pangan melalui Cash for Work dan juga pelatihan Food for Work. WFP
7 “World Food Programme”, diakses melalui https://www.kemlu.go.id/rome/id/arsip/lembar-
informasi/Pages/WORLD-FOOD-PROGRAMME-WFP.aspx pada tanggal 27 Oktober 2018. 8 K. Ndaru, Herjuno dan Intan Defrina, “Peran UN World Food Programme dalam Penanganan Krisis
Pangan dan Kelaparan : Studi Kasus “Silent Hunger” di Nigeria, 2005. 9 9 K. Ndaru, Herjuno dan Intan Defrina, “Peran UN World Food Programme dalam Penanganan
Krisis Pangan dan Kelaparan : Studi Kasus “Silent Hunger” di Nigeria, 2005
4
juga bekerja sama dengan pemerintah Sierra Leone seperti Kementrian
Pertanian, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan.10
Sudah ada beberapa faktor yang menyebabkan Guinea Bissau dapat
dinyatakan sebagai negara yang mengalami krisis pangan. Keadaan
masyarakatnya yang harus memangkas makanan perharinya menjadi satu kali
sehari sudah mengindikasikan bahwa negara Guinea Bissau mengalami
kondisi krisis pangan. Ditambah dengan sulitnya masyarakat Guinea Bissau
dalam mendapatkan stok bahan pangan. Naiknya harga pangan juga sesuai
dengan indikator krisis pangan dimana seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa masyarakat di negara Guinea Bissau hanya
berpenghasilan sebesar USD 2 perharinya sedangkan harga pangan di Guinea
Bissau meningkat sebesar 30 persen.11
Hal inilah yang kemudian menjadikan pemerintahan Guinea Bissau
meminta bantuan dan layak menerima bantuan dari lembaga internasional
seperti salah satunya WFP yang bertugas dalam menangani keadaan
kelaparan, malnutrisi hingga krisis pangan di suatu negara atau daerah. Hal ini
mendatangkan pertanyaan tentang apa saja peranan WFP dan sejauh apa
peranan tersebut dapat membantu dalam menangani krisis pangan yang terjadi
10
I Gede Made Ngurah Perdana Yoga Yanugeraha, dkk, “Upaya World Food Programme (WFP)
dalam Menangani Ketidaktangguhan Pangan di Sierra Leone Tahun 2005-2013” Universitas
Udayana, 2015. 11
World Food Programme, “Country Programme Guinea-Bissau 200846 (2016-2020)”, diakses
melalui https://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/eb/wfp279707.pdf pada tanggal
27 Oktober 2018
5
di Guinea Bissau sebagai negara dengan jumlah gizi buruk terbanyak kedua di
Afrika Barat dengan nilai Global Hunger Index (GHI) mencapai 29,1.12
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran World Food Programme (WFP) dalam menangani
krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau tahun 2016 - 2017?
Mengambil periode tahun 2016 – 2017 karena operasional bantuan
WFP di Guinea Bissau dimulai pada tahun 2016 dan dilanjutkan pada
tahun 2017.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan :
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan bertujuan :
a) Menganalisis peran WFP dalam menangani krisis pangan di Guinea
Bissau. Sehingga dapat mengetahui sejauh apa peran tersebut
membantu krisis pangan tersebut.
b) Mengetahui perkembangan krisis pangan yang ada di Guinea Bissau.
2) Manfaat :
a) Untuk memberikan sumbangan pengetahuan dan informasi mengenai
bagaimana upaya WFP beserta program-programnya dalam
menangani krisis pangan di Guinea Bissau.
12
FAO, “Cooperatives and Food Security” diakses melalui http://www.copacgva.rg/idc/faoidc97htm.
Pada tanggal 27 Oktober 2018.
6
b) Untuk memberikan tambahan pengetahuan bagi pengkaji Hubungan
Internasional khususnya yang tertarik dengan bidang Organisasi
Internasional.
D. Tinjauan Pustaka
Terdapat penelitian sebelumnya yang juga sudah membahas peranan
dari World Food Programme (WFP) di berbagai negara di benua Afrika.
Tinjauan pustaka ini diambil dari beberapa penelitian skripsi yang sudah
dituliskan sebelumnya. Pertama, skripsi yang berjudul “Peran World Food
Programme (WFP) Dalam Menangani Krisis Pangan di Sierra Leone Tahun
2009-2011”yang ditulis oleh Rani Hariani, dari Jurnal Online Mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau, 2017.
Dalam penelitiannya, Hariani mencoba mengemukakan hal-hal yang
menjadi penyebab dari terjadinya krisis pangan di Sierra Leone, Afrika Barat.
Dalam penelitiannya, Hariani mengungkapkan krisis pangan yang terjadi di
Sierra Leone terjadi akibat adanya kerusuhan yang terjadi di Sierra Leone
sehingga menyebabkan terjadinya krisis pangan di Sierra Leone. Ia juga
memaparkan peranan dari World Food Programme (WFP) di Sierra Leone.
Hariani memaparkan penelitiannya ini dengan menggunakan teori pluralism
dengan mengambil sudut pandang dari organisasi internasional.13
Perbedaannya dengan penelitian ini, Hariani dalam penelitian beliau tidak
13
Rani Hariani, “Peran World Food Programme (WFP) Dalam Menangani Krisis Pangan di Sierra
Leone Tahun 2009-2011”, Jurnal Online Mahasiswa: Universitas Riau, 2017.
7
memberikan atau menjelaskan apa saja hasil yang sudah dicapai oleh WFP
sehingga tidak ada tolak ukur keberhasilan WFP dalam memenuhi target yag
ingin dicapai di Sierra Leone. Sedangkan di dalam penelitian ini, akan
dijelaskan pada bab empat hasil-hasil yang dicapai oleh WFP selam
memberikan bantuannya kepada Guinea Bissau pada tahun 2016-2017.
Sama seperti penelitian ini, jurnal berjudul ”Peran UN World Food
Programme dalam Penanganan Krisis Pangan dan Kelaparan: Studi Kasus
“Silent Hunger” di Niger” yang dituliskan oleh Herjuno Ndaru dan Intan
Defrina, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2005.
Dalam jurnal ini, Ndaru dan Defrina mencoba menyatakan permasalahan
krisis pangan dan kelaparan yang terjadi di Niger dengan mengangkat kasus
“Silent Hunger”.
Ndaru dan Defrina juga menspesifikasikan kasus penelitian mereka
pada kasus “Silent Hunger”nya dan penelitian ini mengangkat kasus krisis
pangan yang menyebar di Afrika Barat dan berdampak kepada Guinea Bissau.
Dengan pemaparan masalah tersebut Ndaru dan Defrina kemudian mencoba
memaparkan peranan yang dilakukan WFP di Niger.14
Berbeda dengan
penelitian ini, Ndaru dan Defrina lebih spesifik dengan mengangkat suatu
kasus yang terjadi di Niger. Sedangkan dalam penelitian ini, pembahasan
14
Herjuno Ndaru dan Intan Defrina, “Peran UN World Food Programme dalam Penanganan Krisis
Pangan dan Kelaparan: Studi Kasus “Silent Hunger” di Niger”, Universitas Indonesia, 2005.
8
peran dari WFP di Guinea Bissau, akan dibahas secara umum tanpa
mengangkat kasus tertentu di Guinea Bissau.
Ketiga, penelitian skripsi yang berjudul “Peranan World Food
Programme (WFP) dalam menangani krisis pangan di Suriah” yang ditulis
oleh Olvie Tryani Pontoh dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Hasanuddin, 2016. Dalam penelitiannya ini, Olvie mencoba
memaparkan permasalahan yang dianggap menyebabkan terjadinya krisis
pangan di Suriah seperti kemiskinan, penyakit, harga makanan global, dan
juga konflik yang terjadi di Suriah. Dari pernyataan masalah tersebut Olvie
mencoba untuk memaparkan tentang peranan dari WFP dalam menangani
krisis pangan yang terjadi di Suriah serta mendeskripsikan kesulitan-kesulitan
apa saja yang dihadapi oleh WFP dalam memberikan bantuannya kepada
Suriah. Ia kemudian menggunakan konsep organisasi internasional juga
konsep ketahanan pangan (Food Security) dan krisis pangan.15
Penelitian yang
ditulis oleh Olvie ini hanya membahas secara umum tentang bagaimana upaya
WFP di Suriah tanpa melihat peran apa yang pada akhirnya dimainkan WFP
di Suriah. Sedangkan pada penelitian ini, upaya-upaya yang dilakukan WFP
di Guinea Bissau kemudian akan dianalisis berdasarkan kepada peran
organisasi internasional menurut Clive Archer.
15
Olvie Tryani Pontoh, “Peranan World Food Programme (WFP) dalam Menangani Krisis Pangan di
Suriah”, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2017.
9
Keempat, penelitian skripsi yang berjudul “Peranan World Food
Programme dalam Penanganan Krisis Pangan di Sudan Selatan” yang ditulis
oleh Vijay Sanjana Bangun, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Hasanuddin, 2017. Dalam penelitiannya, Vijay mencoba
memaparkan penyebab-penyebab terjadinya krisis pangan di Sudan Selatan
seperti terjadinya kekeringan dan cuaca esktrim, penyakit, perubahan iklim
dan juga konflik. Dari pernyataan masalah tersebut, Vijay kemudian mencoba
memaparkan apa saja peranan dari WFP dalam menangani krisis pangan yang
terjadi di Sudan Selatan. Dalam penelitiannya, Vijay menyampaikan dengan
menggunakan konsep organisasi internasional dan konsep food security.16
Sama seperti penelitian yang ditulis oleh Olvie, penelitian yang ditulis oleh
Vijay juga hanya menggambarkan upaya WFP di Sudan Selatan tanpa melihat
peran apa yang pada akhirnya dimainkan WFP di Sudan Selatan. Tidak secara
rinci dan tidak mengelompokkan upaya-upaya WFP di Sudan Selatan
kedalam peranan organisasi intenasional menurut Cliver Archer, sebagaimana
yang dilakukan dalam penelitian ini.
Penelitian ini juga menjelaskan tentang upaya dan peranan dari WFP
dalam menangani krisis pangan di negara benua Afrika. Perbedaan dengan
penelitian yang sudah ada adalah, penelitian ini membahas tentang peranan
krisis pangan di Guinea Bissau yang belum pernah dibahas dalam penlitian-
16
Vijay Sanjaya Bangun, “Peranan World Food Programme dalam Penanganan Krisis Pangan di
Sudan Selatan”, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2017.
10
penelitian tentang peranan WFP sebelumnya. Dari adanya penelitian ini
kemudian diharapkan akan menambah wawasan dalam ranah hubungan
internasional terutama bagi yang berfokus kepada isu ketahanan pangan juga
memperkenalkan tentang negara Guinea Bissau yang masih asing arau jarang
didengar oleh kebanyakan orang.
E. Kerangka Teori
Dewasa ini organisasi internasional ikut memegang peranan penting
dalam ranah internasional. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya
persoalan atau permasalahan antar negara yang membutuhkan campur tangan
organisasi internasional dalam mengatasinya. Tidak jarang juga kini
organisasi internasional memegang peranan penting dalam kerjasama antar
negara, seperti salah satunya organisasi internasional World Food
Programme. Neoliberalisme institusional, adalah sebuah teori yang
berpandangan bahwa institusi atau organisasi internasional sangat berperan
penting dalam meweujudkan kerjasama, sebagaimana yang dikatakan oleh
Keohane.17
Dalam kerjasama pada sebuah organisasi internasional neoliberalis
menjadikan institusi sebagai variabel independen yang menentukan sejauh
17
Keohane, Robert O., “After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy”,
(Princeton University Press: United Kingdom, 1984).
11
mana keuntungan relatif menjadi pertimbangan penting18
, pendapat inilah
yang kemudian memperlihatkan seberapa pentingnya peran institusi dalam
kerjasama neoliberal. Lahir dari dari logika deduktif teori lain yakni liberalism
dan neorealis, maka terbentuklah pandangan neoliberalisme yang berpendapat
bahwa negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional, tapi bukan
satu-satunya, dan untuk mencapai sebuah perdamaian dibutuhkan saling
ketergantungan atau interdependensi. Interdependensi dapat dicapai salah
satunya dengan jalan multilateral antar institusi. Kaum Neoliberalis
instituisional kemudian berpendapat bahwa institusi internasional seperti
organisasi internasional akan dapat membantu memajukan kerjasama
internasional sekaligus menjadi fasilitator hubungan antar negara.19
Konsep Organisasi Internasional
Dalam skripsi ini, konsep organisasi internasional akan digunakan
dalam membantu menganalisa peran dari WFP d Guinea Bissau. Organisasi
internasional merupakan sebuah konsep yang lahir dari pandangan
Neoliberalisme. Melalui konsep organisasi internasional, perspektif
Neoliberalis berpendapat bahwa permasalahan yang terjadi di dunia termasuk
salah satunya krisis pangan dapat diselesaikan dengan cara kerja sama yang
dilakukan oleh organisasi internasional. Ada beberapa pendapat yang
18 Gunther, Hellmann, dan Reinhard Wolf, “ Neorealism, Neoliberal Institutionalism, and the Future
of NATO”, (Security Studies 3. no. 1, Autumn 1993). 19
Budi Winarno, “Globlalisasi dan Krisis Demokrasi”, (Yogyakarta: MedPress, 2007), 119.
12
mendefinisikan organisasi internasional seperti yang didefinisikan Teuku
May:20
Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara dengan didasari
struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan/diproyeksikan
untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan
dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang
diperlukan serta disepakati bersama baik antara pemerintah dengan
pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada dasar
negara yang berbeda.
Leroy Bennet juga dalam bukunya yang berjudul International
Organization, Principle and Issue, mengemukakan definisinya mengenai
organisasi internasional yaitu bahwa, suatu organisasi internasional harus
menjadi sarana kerjasama antar negara, yang mana kerjasama tersebut mampu
memberikan manfaat bagi semua anggotannya. Organisasi internasional juga
harus mampu menyediakan berbagai saluran komunikasi antar pemerintah,
guna mempermudah akomodasi terutama ketika muncul suatu masalah.21
Dalam kegiatan administrasinya, organisasi internasional terbagi
menjadi dua macam yakni organisasi internasional antar pemerintah (Inter-
Governmental Organization) yang bisa disebut dengan IGO dan juga
organisasi internasional non-pemerintahan (International Non-Governmental
Organization) atau yang biasa disebut dengan INGO .
20
Teuku May Rudy, “Administrasi dan Organisasi Internasiona”, (Bandung: Eresco, 1993), 2. 21
A, Lerroy Bennet, “International Organizations: Principles and Issues”, (Prentice-
Hall International, 1991), 9.
13
Berdasarkan hal ini WFP merupakan International Governmental
Organization (IGO) karena dilihat dari strukturnya WFP merupakan bagian
dari PBB dan tidak terikat oleh negara manapun. Dari dua tokoh pemikir
di atas, skripsi ini lebih berkaitan dengan pemikiran dari Teuku May. Dengan
pemikiran bahwa organisasi internasional memiliki pola kerjasama yang
melintasi batas-batas negara, sama dengan cara kerja dari WFP yang juga
bekerja melintas batas-batas negara. Teuku May juga mengatakan usaha
untuk mencapai tujuan-tujuan dari organisasi internasional tersebut dengan
membentuk kesepakatan baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun
pemerintah dengan kelompok non-pemerintah. Hal ini berkaitan pula dengan
cara kerja WFP dimana untuk memberikan donasi kepada negara yang
membutuhkan bantuan, WFP mendapatkan donor secara material dari negara-
negara lain dan bahkan bekerja sama juga dengan institusi-instusi non-
pemerintah seperti International Fund For Agricultural Development (IFAD),
dan Food and Agriculture Organization (FAO).
Organisasi Internasional memiliki fungsi dan peranan yang diharapkan
dapat membantu tatanan hubungan internasional. Dimana peranan dari
organisasi internasional dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu22
:
Sebagai Instrumen : organisasi Internasional digunakan oleh negara-negara
anggotanya untuk mencapai tujuan berdasarkan tujuan politik luar negerinya.
22
Clive Archer, “International Organization” (London: University of Aberdeen. 1984), 130.
14
Sebagai arena : Organisasi internasional sebagai tempat bertemu negara-
negara anggotanya untuk bertemu dan membicarakan masalah yang dihadapi.
Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara untuk
mengangkat masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk
mendapatkan perhatian internasional.
Sebagai aktor independen : Organisasi internasional dapat membuat
keputusan-keputusannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau
paksaa dari luar organisasi.
Dari ketiga kategori diatas analisa aktivitas organisasi internasional akan
menampilkan sejumlah peranan seperti inisiator, fasilitator, mediator,
rekonsilator, dan determinator23
.
Sedangkan fungsi dari organisasi internasional ini secara umum dibagi
menjadi sembilan fungsi umum yaitu :24
Artikulasi dan Agresi : Organisasi Internasional berfungsi sebagai instrument
suatu negara untuk dapat mengartikukasikan dan mengagregrasikan
kepentingannya. Yang mana nantinya organisasi internasional juga akan
menjadi wadah untuk berdiskusi dan bernegosiasi dalam sistem internasional.
Norma : berfungsi sebagai aktor aktif yang memberikan nilai dan menentukan
prinsip-prinsip non diskriminatif dalam sistem internasional.
23 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad, ”Pengantar Hubungan Internasional“,
(PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005), 95.
24 Clive Archer, “International Organization” (London: University of Aberdeen. 1984), 147.
15
Rekrutmen : Organisasi Internasional berfungsi untuk merekrut partisipan
dalam sistem politik internasional.
Sosialisasi : Proses sosialisasi pada level internasional berlangsung pada
tingkat nasional yang secara langsung mempengaruhi individu-individu atau
kelompok-kelompok di dalam sejumlah negara dan di antaranya negara-
negara yang bertindak pada lingkungan internasional atau di antara wakil
mereka di dalam organisasi. Dengan demikian, organisasi internasional
memberikan kontribusi bagi penerimaan dan peningkatan nilai kerjasama.
Pembuat Peraturan : sistem internasional yang bersifat anarki tidak memiliki
peraturan dan tidak ada dunia yang mengatur. Sehingga organisasi
internasional juga berfungsi sebagai pembuat peraturan atas dasar perjanjian
negara-negara atau dari organisasi internasional itu sendiri.
Pelaksana Peraturan : Di dalam prakteknya, fungsi aplikasi aturan oleh
organisasi internasional seringkali lebih terbatas pada pengawasan
pelaksanaannya, karena aplikasi sesungguhnya ada di tangan negara anggota.
Pengesahan Peraturan : Organisasi internasional bertugas untuk mengesahkan
aturan-aturan dalam system internasional.
Informasi : Organisasi internasional melakukan pencarian, pengumpulan,
pengolahan dan penyebaran informasi.
Operasional : Organisasi internasional menjalankan sejumlah fungsi
operasional di banyak hal yang sama halnya seperti dalam pemerintahan.
16
Fungsi pelaksanaan yang dilakukan organisasi internasional terlihat pada apa
yang dilakukan oleh WFP dalam membantu negara-negara yang terkena
masalah krisis pangan terutama di wilayah Benua Afrika.
Penelituan ini diharapkan dapat dengan jelas menyampaikan peran
dari WFP dengan menggunakan konsep organisasi internasional. Sehingga
pembaca mendapat gambaran yang jelas juga tentang bagaimana peran dari
WFP di Guinea Bissau dalam menangani krisis pangan.
Konsep Ketahanan Pangan
Konsep ketahanan pangan (food security) secara harfiah memiliki
definisi terjaminnya akses pangan untuk segenap masyarakat dan secara
merata untuk mendapatkan hidup yang sehat.25
Banyak aspek yang akan
terkait dengan konsep ketahanan pangan, namun yang paling utama memang
aspek ekonomi. Karena konsep ketahanan pangan akan selalu diawali dengan
kemampuan masyarakat atau individu dalam memenuhi kebutuhan pangannya
dengan harga yang terbilang terjangkau baik bagi kalangan atas, menengah,
dan terutama masyarakat dari kalangan yang kurang mampu.26
Konsep ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi,
sehingga konsep ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem utama yang
meliputi; ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Agar
25
Suhardjo. “Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumah Tangga”. (Yogyakarta,
1996). 26
Rachman; Handewi P.S.Dan Ariani, Mewa, “Ketahanan Pangan: Konsep, Pengukuran dan
Strategi”. JurnalFae, 2002.
17
ketiga subsistem tersebut dapat bekerja dengan baik maka dibutuhkan
kesinambungan dan interaksi yang baik antara ketiga subsistem, yaitu;27
Pertama, Subsistem Ketersediaan Pangan yang mencakup aspek produksi
pangan. Subsistem ketersediaan pangan ini mengatur kestabilan dan
kesinambungan ketersediaan pangan, baik dari cadangan impor atau dari
produksi.
Kedua, Subsistem Distribusi Pangan mencakup penyebaran pangan
yang harus merata. Tidak hanya itu, penyebaran pangan juga harus disertai
dengan harga pangan yang terjangkau untuk masyarakat, individu maupun
rumah tangga. Sehingga subsistem distribusi pangan ini bertujuan untuk
menjamin aksesbilitas pangan dan stabilitas harga pangan.
Ketiga, Subsistem Konsumsi Pangan mencakup upaya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan gizi yang baik, mengontrol harga
pangan sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangannya dengan
baik dan mendapatkannya dengan harga yang terjangkau. Karena
permasalahan dari ketahanan pangan yang utama adalah ekonomi, dimana
masyarakatnya tidak mampu membeli atau harga pangan yang tidak
terjangkau oleh masyarakat-masyarakat.
Ketiga subsistem di atas berkaitan dengan cara kerja dari WFP. Di
negara-negara yang mengalami krisis pangan, WFP tidak jarang memberikan
27
Maleha dan Sutanto, Adi. “Kajian Konsep Ketahanan Pangan”. Jurnal Protein Volume 13 nomor 2
Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Palangkaraya Kalimantan Tengah dan Universitas
Muhammadiyah Malang, 2006.
18
arahan tentang bagaimana cara bercocok tanam dan mengatur penggunaan
bahan pangan yang ada. WFP juga bekerja mendistribusikan pangan atau juga
berupa materi-materi lain yang didapatkan dari negara pendonor kepada
negara-negara krisis pangan secara menyeluruh sehingga aksebilitas terhadap
pangan di negara krisis pangan terjamin. Selain itu WFP juga tidak jarang
membantu negara krisis pangan untuk meningkatkan kesadaran akan gizi yang
baik dan membantu untuk mengontrol harga pangan, seringkali permasalahan
utama dari krisis pangan adalah ekonomi yaitu melonjaknya harga pangan
karena memang kesediaan bahan pangan yang semakin berkurang namun
permintaan juga semakin banyak. Skripsi ini menggunakan konsep ketahanan
pangan karena berkaitan dengan tema yang diangkat, yaitu membahas tentang
krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau. Skripsi ini juga ingin
memaparkan mengapa Guinea Bissau dapat dikatakan sebagai negara yang
mengalami krisis pangan dengan mengacu kepada konsep ketahanan pangan.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analisis. Dimana
metode deskriptif yang dilakukan dalam penelitian ini, bertujuan untuk dapat
menjelaskan tentang peran dari WFP dalam menangani krisis pangan yang
terjadi di Guinea Bissau. Penelitian ini pun juga bersifat analisis karena
menyertakan analisanya serta argumentasinya dengan melihat apa saja yang
sudah dicapai oleh WFP khususnya dalam menangani krisis pangan di Guinea
Bissau, perubahan-perubahan apa yang terjadi di Guinea Bissau setelah
19
mendapatkan bantuan dari WFP, penelitian ini juga menyertakan argumentasi
tentang relevansi dari teori yang sudah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya.
Data yang diberikan dalam penelitian ini didapatkan melalui data dari
buku, jurnal, e-jurnal, dan juga artike-artikel yang berkaitan dengan penelitian
dan bersifat data sekunder. Karena penelitian ini hanya memberikan data
dengan cara pengumpulan data menggunakan library research dengan
mencari di buku, jurnal, e-jurnal dan juga artikel-artikel yang bersangkutan
dengan penelitian.
Dengan data yang diberikan penelitian ini diharapkan akan mampu
menyampaikan secara deskriptif tentang bagaimana peran dari WFP dalam
menjalankan tugasnya untuk menangani krisis pangan di Guinea Bissau.
Serta mampu memberikan argumen dan analisisnya tentang bagaimana
keberhasilan WFP dalam menangani krisis pangan yang terjadi di Guinea
Bissau dengan menggunakan teori yang sudah dijelaskan dalam kerangka
teori.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis membagi sistematika penulisan ke
dalam lima bab, di antaranya :
Bab I Pernyataan Masalah. Pada bab I penelitian ini mencoba
memberikan gambaran atas permasalahan krisis pangan yang terjadi di
Guinea Bissau, menyatakan apa saja hal-hal yang menjadikan Guinea
20
Bissau termasuk ke dalam salah satu negara yang bisa dikatakan
terkena permasalahan krisis pangan.
Bab II Krisis Pangan di Guinea Bissau. Pada bab II penelitian
ini akan dipaparkan secara keseluruhan tentang bagaimana dan apa saja
yang menyebabkan terjadinya krisis pangan di Guinea Bissau.
Bab III World Food Programme (WFP) dan Perkembangan
WFP Dalam Upayanya Menangani Krisis Pangan Pada bab III
penelitian ini akan dipaparkan tentang WFP itu sendiri. Seperti kapan
terbentuknya, dan apa saja visi-misi dari World Food Programme itu
sendiri juga menjelaskan tentang detail-detail dari WFP sebagai
organisasi internasional di bawah naungan PBB. Dan juga membahas
tentang WFP di Guinea Bissau.
Bab IV Analisa Peranan World Food Programme dalam
menangani krisis pangan di Guinea Bissau. Pada bab IV penelitian
ini akan menjawab juga menganalisa rumusan masalah dari penelitian,
tentang apa peranan WFP dalam menangani krisis pangan di Guinea
Bissau.
Bab V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran
yang dianggap perlu dari hasil penelitian ini.
21
BAB II
Krisis Pangan di Guinea Bissau
A. Guinea Bissau
Republik Guinea-Bissau, adalah sebuah negara di Afrika Barat yang
mencakup 36.125 kilometer persegi (13.948 mil persegi) dengan perkiraan
populasi 1.815.698, berbatasan dengan Senegal di utara dan Guinea di selatan
dan timur, dengan Samudra Atlantik di barat.28
Iklim di Guinea Bissau sendiri
dapat dikatakan kurang bersahabat karena curah hujan rata-rata untuk Bissau
adalah 2.024 milimeter (79,7 in) meskipun ini hampir seluruhnya
diperhitungkan selama musim hujan yang jatuh antara Juni dan September /
Oktober.29
Guinea-Bissau pernah menjadi bagian dari kerajaan Gabu, serta
bagian dari Kekaisaran Mali. Beberapa bagian dari kerajaan ini bertahan
hingga abad ke-18, sementara beberapa lainnya berada di bawah pemerintahan
Kekaisaran Portugis sejak abad ke-16. Pada abad ke-19, pulau itu dijajah
sebagai Guinea Portugis. Setelah kemerdekaan, dideklarasikan pada tahun
1973 dan diakui pada tahun 1974, nama ibukotanya, Bissau, ditambahkan ke
28 The World Factbook, “Location of Guinea Bissau”, diakses melalui
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/pu.html pada tanggal 6 September
2019. 29 World Food Programme, “Country Programme Guinea-Bissau 200846 (2016-2020)”, diakses
melalui https://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/eb/wfp279707.pdf pada tanggal 6
September 2019.
22
nama negara untuk mencegah kebingungan dengan Guinea (sebelumnya
Guinea Perancis).
Untuk di Guinea Bissau hanya ada dua agama yang diyakini oleh
masyarakatnya yaitu agama Kristen dan Islam. Agama Kristen dipraktikkan
oleh 62% populasi negara itu, dengan Muslim membentuk 38% sisanya.
Sebagian besar Muslim Guinea-Bissau adalah dari denominasi Sunni,
sementara sekitar 2% milik Sekte Ahmadiyah. Banyak penduduk
mempraktikkan bentuk sinkretis dari agama Islam dan Kristen,
menggabungkan praktik mereka dengan kepercayaan tradisional Afrika.
Muslim mendominasi utara dan timur, sementara Kristen mendominasi
wilayah selatan dan pesisir. Gereja Katolik Roma mengklaim sebagian besar
komunitas Kristen. Perkiraan lain mengklaim bahwa Kekristenan bukanlah
agama yang dominan karena ada 45% Muslim, 31% Animis dan 22%
Kristen30
.
Guinea-Bissau adalah negara republik. Di masa lalu, pemerintah
sangat tersentralisasi. Pemerintahan multi-partai tidak didirikan sampai
pertengahan 1991. Presiden adalah kepala negara dan perdana menteri adalah
kepala pemerintahan. Sejak 1974, tidak ada presiden yang berhasil menjalani
30 Pew Research Center, “The World’s Muslims: Unity and Diversity The World’s Muslims: Unity and
Diversity”, diakses melalui
http://www.pewforum.org/uploadedFiles/Topics/Religious_Affiliation/Muslim/the-worlds-muslims-
full-report.pdf pada tanggal 19 September 2019.
23
masa jabatan lima tahun penuh31
. Di tingkat legislatif, majelis rakyat nasional
terdiri dari 100 anggota. Mereka dipilih dari konstituensi multi-anggota untuk
masa jabatan empat tahun. Sistem peradilan dipimpin oleh Mahkamah Agung,
yang terdiri dari sembilan hakim yang ditunjuk oleh presiden. Ada dua partai
politik utama di Guinea Bissau, yaitu PAIGC (African Party for the
Independence of Guinea and Cape Verde) dan PRS (Party for Social
Renewal), dan ada lebih dari 20 partai kecil32
.
PDB per kapita Guinea-Bissau adalah salah satu yang terendah di
dunia, dan Indeks Pembangunan Manusia adalah yang terendah di dunia.
Lebih dari dua pertiga populasi hidup di bawah garis kemiskinan. Ekonomi
sangat tergantung pada pertanian; ikan, kacang mete dan kacang tanah adalah
ekspor utamanya. Masa ketidakstabilan politik yang panjang telah
mengakibatkan aktivitas ekonomi yang tertekan, memburuknya kondisi sosial,
dan meningkatnya ketidakseimbangan ekonomi makro33
.
Guinea-Bissau telah mulai menunjukkan beberapa kemajuan ekonomi
setelah pakta stabilitas ditandatangani oleh partai-partai politik utama negara
itu, yang mengarah ke program reformasi struktural yang didukung IMF.
Tantangan utama bagi negara di masa mendatang adalah untuk mencapai
disiplin fiskal, membangun kembali administrasi publik, meningkatkan iklim
31
Country Watch, “Guinea Bissau; 2018 Country Review” diakses melalui
http://www.countrywatch.com/ pada tanggal 19 September 2019. Hlm. 10 32
Country Watch, “Guinea Bissau; 2018 Country Review”, Hlm. 11 33
Country Watch, “Guinea Bissau; 2018 Country Review”, Hlm.112
24
ekonomi untuk investasi swasta, dan mempromosikan diversifikasi ekonomi.
Setelah negara itu merdeka dari Portugal pada tahun 1974 karena Perang
Kolonial Portugis dan Revolusi Bunga, eksodus yang cepat dari otoritas sipil,
militer, dan politik Portugis mengakibatkan kerusakan besar pada infrastruktur
ekonomi, tatanan sosial, dan standar hidup negara tersebut34
.
Setelah beberapa tahun mengalami penurunan ekonomi dan
ketidakstabilanpolitik, pada tahun 1997 Guinea-Bissau memasuki sistem
moneter franc CFA, yang membawa beberapa stabilitas moneter internal.
Perang saudara yang terjadi pada tahun 1998 dan 1999, dan kudeta militer
pada tahun 2003 sekali lagi mengganggu kegiatan ekonomi, meninggalkan
sebagian besar infrastruktur ekonomi dan sosial menjadi reruntuhan dan
mengintensifkan kemiskinan yang sudah tersebar luas35
.
Pendidikan di Guinea Bissau wajib dari usia 7 hingga 13. Pendidikan
pra-sekolah untuk anak-anak antara tiga dan enam tahun adalah opsional dan
pada tahap awal. Ada lima tingkat pendidikan: pra-sekolah, pendidikan dasar
unsur dan pelengkap, pendidikan menengah umum dan pelengkap, pendidikan
menengah umum, pengajaran teknis dan profesional, dan pendidikan tinggi
(universitas dan non-universitas). Pendidikan dasar sedang dalam reformasi,
dan sekarang membentuk satu siklus, yang terdiri dari 6 tahun pendidikan.
Pendidikan menengah tersedia secara luas dan ada dua siklus (kelas 7 hingga
34
Country Watch, “Guinea Bissau; 2018 Country Review”, Hlm. 113 35
The World Bank, “Guinea Bissau”, diakses melalui https://data.worldbank.org/country/guinea-
bissau pada tanggal 19 September 2019.
25
9 dan kelas 10 hingga 11)36
. Pendidikan wajib dari usia 7 hingga 13.
Pendidikan pra-sekolah untuk anak-anak antara tiga dan enam tahun adalah
opsional dan pada tahap awal. Ada lima tingkat pendidikan: pra-sekolah,
pendidikan dasar unsur dan pelengkap, pendidikan menengah umum dan
pelengkap, pendidikan menengah umum, pengajaran teknis dan profesional,
dan pendidikan tinggi (universitas dan non-universitas). Pendidikan dasar
sedang dalam reformasi, dan sekarang membentuk satu siklus, yang terdiri
dari 6 tahun pendidikan. Pendidikan menengah tersedia secara luas dan ada
dua siklus (kelas 7 hingga 9 dan kelas 10 hingga 11). Pendidikan tinggi
terbatas dan sebagian besar lebih suka dididik di luar negeri, dengan siswa
lebih memilih untuk mendaftar di Portugal. Sejumlah universitas, tempat
Fakultas Hukum yang otonom sekaligus Fakultas Kedokteran. Di Guinea
Bissau juga pekerja anak sangat umum. Penerimaan anak laki-laki lebih tinggi
dari pada anak perempuan. Pada tahun 1998, angka partisipasi primer bruto
adalah 53,5%, dengan rasio pendaftaran laki-laki yang lebih tinggi (67,7%)
dibandingkan dengan perempuan (40%). Pendidikan non-formal berpusat
pada sekolah-sekolah komunitas dan pengajaran orang dewasa. Pada tahun
2011 tingkat melek huruf diperkirakan mencapai 55,3% (68,9% pria, dan
42,1% wanita)37
.
36
Country Watch, “Guinea Bissau; 2018 Country Review” diakses melalui
http://www.countrywatch.com/ pada tanggal 19 September 2019. Hlm, Hlm. 210. 37 Country Watch, “Guinea Bissau; 2018 Country Review”, Hlm. 216
26
B. Krisis Pangan di Guinea Bissau
Krisis pangan adalah kondisi dimana ketersediaan pangan bagi setiap
orang terbatas dan tidak setiap individu memiliki akses untuk mendapatkan
bahan pangan38
. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), 840 juta
dari 1,1 miliar orang miskin di dunia hidup di daerah pedesaan, di mana 15
juta meninggal setiap tahun akibat kelaparan dan penyakit terkait. Perkiraan
berkisar dari 54 hingga 80 negara yang tidak menghasilkan makanan yang
cukup untuk memberi makan populasi mereka.
Negara-negara ini juga tidak mampu mengimpor komoditas yang
diperlukan untuk menutup kesenjangan. Hampir satu dari setiap empat
manusia yang hidup hari ini hanya ada pada batas kelangsungan hidup, terlalu
miskin untuk mendapatkan makanan yang mereka butuhkan untuk bekerja,
atau tempat tinggal yang memadai, atau bahkan perawatan kesehatan
minimal39
. Salah satu negara yang mengalami krisis pangan adalah Guinea
Bissau yang merupakan bagian dari Afrika Barat. Guinea-Bissau memiliki
sejarah ketidakstabilan politik sejak kemerdekaan, dan hanya satu presiden
terpilih (José Mário Vaz) yang berhasil menjalani masa lima tahun penuh.40
38
Maryatin, “Sebuah Paradoksal Krisis Pangan dan Ironi Ketahanan Pangan”, PAUD Bahrul Ulum
Kudus: Indonesia, 2013. Hlm 98. 39
Ishaya, Sunday, “Increasing Food Security and Productivity in Guinea-Bissau in Cooperation with
West Africa Countries”, Alta High School, 2009. Hlm. 1 40 United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population Division."World
Population Prospects ". diakses melalui https://population.un.org/wpp/DataQuery/ pada tanggal 6
September 2019.
27
1. Ketidakstabilan politik di Guinea Bissau kembali terjadi pada tahun 2016,
dimana di tahun tersebut terjadi pemecatan tiga pemerintah dalam setahun.
Hal tersebut diperparah dengan adanya pencalonan Umaro Sissoco sebagai
perdana menteri Guinea Bissa pada November 2016. Pencalonan Umaro ini
justru dikecam oleh beberapa partai di Guinea Bissau karena dinilai
pencalonan Umaro melanggar Conakry Agreement antara Guinea Bissau
dengan Economic Community of West African States (ECOWAS) yang mana
perjanjian ini adalah bagian dari implementasi enam poin roadmap yang
diadopsi oleh ECOWAS berjudul "Perjanjian tentang Resolusi Krisis Politik
di Guinea-Bissau” dan ditandatangi pada 10 September 2016.
Ketidakstabilan politik Guinea Bissau menyebabkan kelumpuhan dalam
tinjauan parlemen dan persetujuan selanjutnya dari program dan anggaran
pemerintah dan keputusan legislatif lainnya sejak 2015.41
Kelumpuhan yang
terjadi di pemerintahan Guinea Bissau pun sangat merugikan keadaan
masyarakat di Guinea Bissau. Selain kondisi negara, kondisi kehidupan
masyarakat di Guinea Bissau ikut terbengkalai akibat dari retorika
pemerintahan Guinea Bissau yang justru merugikan negara Guinea Bissau.
Ketidakstabilan politik yang terjadi di Guinea Bissau ini merupakan salah satu
permasalahan yang menjadi penyebab dari adanya krisis pangan di Guinea
Bissau, selain dari anggaran pemerintah yang tidak kunjung ditetapkan untuk
41
WFP, “Country Programme - Guinea-Bissau (2016-2017) Standard Project Report 2017” diakses
melalui https://www1.wfp.org/countries/guinea-bissau pada tanggal 2 Mei 2019.
28
kebutuhan negara, pemerintah Guinea Bissau yang pada saat itu sedang tidak
stabil lantas tidak bisa memastikan masyarakatnya untuk sepenuhnya
memiliki akses terhadap pasokan pangan dan kebutuhan masyarakatnya guna
memenuhi kebutuhan gizi. Tidak terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat
Guinea Bissau, menjadikan pemerintahan Guinea Bissau dinilai gagal sebagai
penggerak negara, karena hal utama legitimasi suatu pemerintahan negara
adalah disaat pemerintahan tersebut mampu memastikan bahwa
masyarakatnya memiliki akses terhadap pangan dan memenuhi kebutuhan
gizinya.42
2. Kemiskinan. Ketidakstabilan politik ini kemudian juga mendatangkan
permasalahan lain, karena tidak berjalannya kegiatan perekonomian Guinea
Bissau menyebabkan permasalahan ekonomi bagi negara juga bagi
masyarakatnya yaitu kemiskinan. Dalam segi ekonomi, pendapatan per kapita
Guinea-Bissau adalah salah satu yang terendah di dunia, dan dari sisi indeks
pembangunan manusia juga salah satu yang terendah di dunia, lebih dari dua
pertiga populasi hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan per-hari
masyarakatnya hanya sebesar U$D 2.43
Ekonomi di Guinea Bissau sangat
tergantung pada pertanian; ikan, kacang tanah, dan kacang mete adalah ekspor
42 Teng,P dan Lassa,J, “ Food Security, in Anthony MC, An Introduction Non-Traditional Security
Studies A Transnational Approach”, (Sage, London), Hlm.115. 43 World Food Programme, “Country Programme Guinea-Bissau 200846 (2016-2020)”, diakses
melalui https://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/eb/wfp279707.pdf pada tanggal 6
September 2019.
29
utamanya.44
Kemisikinan yang terjadi di Guinea Bissau juga berkaitan dengan
krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau. Hal tersebut sejalan dengan
definisi dari akses pangan rumah tangga yaitu; kemampuan suatu rumah
tangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui
berbagai cara, seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan
rumah tangga, jual-beli, tukar-menukar atau barter, pinjam-meminjam, dan
pemberian, atau bantuan pangan.45
Kecilnya pendapatan masyarakat Guinea
Bissau kemudian tidak memungkinkan mereka untuk memenuhi akses rumah
tangga, karena ketidakmampuan mereka dalam memperoleh bahan pangan,
dan juga memproduksi bahan pangan. Banyak orang di Guinea-Bissau makan
hanya satu kali sehari. Di daerah pedesaan, makanan utama terdiri dari nasi
atau millet (semacam biji-bijian) dan beberapa jenis saus (kacang, minyak
sawit, coklat kemerahan dan okra, atau tomat) disajikan dengan ikan atau
daging, jika tersedia.
3. Kurangnya Pendidikan. Guinea-Bissau tidak mencapai tujuan pembangunan
negaranya, dan tanpa perbaikan dalam stabilitas politik dan layanan sosial,
Guinea Bissau tidak mungkin mencapai Zero Hunger pada tahun 2030. Selain
ketidakstabilan politik dan kemisikinan, kurangnya pendidikan juga
berkontribusi secara signifikan terhadap krisis pangan dan kekurangan gizi di
44 World Food Programme, “Guinea Bissau” diakses melalui, http://www1.wfp.org/countries/guinea-
bissau pada tanggal 6 September 2019. 45 World Food Programme, “Emergency Food Security Assessment Handbook: Me thodological
Guidance for Better Assessment. First edition.” Diakses melalui http://www.Wfp.
org./operations/emergency_needs/EFSA _Communication_brief.pdf pada tanggal 6 September 2019
30
Guinea Bissau. Prevalensi kerawanan pangan di antara rumah tangga
pedesaan antara 29 dan 31% di 2016 menegaskan tantangan yang terus-
menerus, terutama untuk rumah tangga yang dipimpin perempuan di mana
prevalensi kerawanan pangan mencapai 35% dibandingkan dengan 28% di
antara rumah tangga yang dipimpin oleh laki-laki, wilayah Cacheu, Gabu, Oio
dan Tombali adalah wilayah paling konsisten terpengaruh.46
Krisis pangan
yang terjadi di Guinea Bissau juga memiliki keterkaitan dengan permasalahan
gender, dimana rumah tangga yang dipimpin oleh perempuan cenderung
memiliki presentase yang tinggi jika dibandingkan dengan rumah tangga yang
dipimpin oleh laki-laki. Hal tersebut dikarenakan, dalam rumah tangga,
perempuan adalah aktor kunci dalam pencapaian ketahanan pangan rumah
tangga mereka. Salah satu alasannya adalah ketahanan pangan merupakan
bagian dari peranan reprodukstif mereka. Sedangkan peran anggota rumah
tangga terutama seorang perempuan tidak dapat terlepas dari beberapa faktor
termasuk salah satunya adalah pendidikan. Di Guinea Bissau, tingkat
pendidikan bagi perempuan terbilang masih rendah, bahkan presentase dari
kaum perempuan Guinea Bissau yang buta aksara 71% di antara perempuan di
atas 15 tahun. Kurangnya pendidikan secara teoritik akan menghambat
perbaikan krisis pangan di dalam rumah tangga, karena kurangnya
kemampuan peran perempuan sebagai aktor kunci rumah tangga dalam
mendapatkan bahan pangan, mengolah bahan pangan dan mendistribusikan
46 World Food Programme, “Guinea-Bissau Interim Country Strategic Plan 2018-2019”
31
bahan pangan.47
Kurangnya pendidikan juga berpengaruh kepada minimnya
pengetahuan tentang pola makan yang baik, praktik pemberian makan bayi
dan anak yang kurang, berdasarkan kepada data Food Security and Nutritions
Monitoring System (FSNMS) Oktober 2017 menunjukkan bahwa kekurangan
gizi akut pada anak-anak pedesaan yang berusia 6-59 bulan adalah 1,7 %, di
mana 0,3 % menderita kekurangan gizi akut yang parah. Malnutrisi
mempengaruhi 2,1 % anak perempuan dan 1,2 % anak laki-laki. Pola makan
yang buruk, praktik pemberian makan bayi dan anak yang kurang dan
morbiditas anak yang tinggi berkontribusi terhadap angka kekurangan gizi
akut global 6 % di antara anak-anak berusia 6-59 bulan, dan angka gizi buruk
kronis 27,6 % di seluruh negara. Buruknya pemberian makanan dan pola
makan yang buruk juga menyebabkan tingginya angka kematian ibu 900 /
100.000 kelahiran hidup.48
4. Penyakit. Keadaan Guinea Bissau yang sudah mengalami ketidakstabilan
politik berkepanjangan yang berujung kepada kemiskinan, kurangnya
pendidikan dan menyebabkan krisis pangan. Diperparah dengan adanya
penyakit-penyakit yang menyerang masyarakat di Guinea Bissau. Pada tahun
2014/2015 Guinea Bissau terserang oleh virus ebola dan kolera dan wilayah-
wilayah yang terkena ebola dan kolera terparah adalah di wilayah Gabu dan
47 Ketut Sukiyono, dkk, “Status Wanita Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Dan Petani
Padi Di Kabupaten Muko-Muko Provinsi Bengkulu”, (Universitas Bengkulu: Bengkulu, 2008), Hlm.
194. 48
WFP, “Country Programme - Guinea-Bissau (2016-2017) Standard Project Report 2017” diakses
melalui https://www1.wfp.org/countries/guinea-bissau pada tanggal 2 Mei 2019.
32
Tombali.49
Selain adanya virus ebola dan kolera, keadaan di Guinea Bissau
juga diperparah dengan tingginya angka masyarakat Guinea Bissau yang
menderita penyakit HIV. Guinea Bissau sendiri menduduki peringkat pertama
negara di wilayah Afrika Barat dengan angka penderita HIV tertinggi yakni
mencapai 40.000 jiwa.50
Dengan keadaan pemerintahan Guinea Bissau yang masih belum stabil,
pemerintah Guinea Bissau kemudian meminta bantuan kepada pihak WFP
sebagai lembaga yang bergerak di bidang malnutrisi dan gizi untuk bisa
membantu membenahi atau meminimalisir krisis pangan yang terjadi di
Guinea Bissau, yang mana hal tersebut diperparah dengan masuknya virus
ebola dan kolera juga penyakit HIV. Guinea Bissau juga meminta bantuan
kepada pihak WFP untuk dapat membantu mengembangkan rencana-rencana
pembangunan pemerintahan 2016-2025 tentang rencana pengembangan
pendidikan (Education Development Plan) juga rencana strategis dan
operasional negara 2015-2020 (Strategic and Operational Plan) yang isinya
mengenai rencana pemerintah Guinea Bissau yang ingin menjadikan
masyarakat Guinea Bissau makmur dan inklusif yang mendorong peningkatan
standar kehidupan berdasarkan pembangunan berkelanjutan dari
keanekaragaman hayati darat dan laut, juga menjadikan masyarakat Guinea
49 World Food Programme, “Country Programme; Guinea Bissau 200846 (2016-2020), (Rome: 2016).
Hlm. 3. 50 UNAIDS, “Guinea Bissau”, diakses melalui http://www.unaids,org/en/regionscountries/countries/guinea-bissau pada 6 September 2019.
33
Bissau berkembang dalam konteks kedamaian dan peluang ekonomi.51
Selain
itu, pemerintah Guinea Bissau juga meminta kepada pihak WFP untuk
membantu dalam pemantauan kondisi pangan dan juga kebutuhan nutrisi di
negaranya. Hal tersebut dikarenakan Guinea Bissau tidak memiliki sistem
nasional untuk memantau keamanan pangan dan gizi juga tidak tersedianya
badan manajemen bencana nasional.
51
Government of Guinea Bissau, “Guinea Bissau 2025: Strategic and Operational Plan for 2015-
2020”, “Terra Renka”, 2015. Hlm. 7.
34
BAB III
World Food Programme (WFP) dan
Perkembangan WFP dalam Upayanya Menangani Krisis Pangan
A. World Food Programme
Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan membutuhkan manusia
lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Begitupun dengan sebuah negara,
untuk mencapai hal-hal yang menjadi tujuan dari negaranya tidak jarang suatu
negara akan memerlukan bantuan dari negara lain, dengan kata lain mereka
akan membutuhkan kerjasama. Untuk menjalankan kerjasama antar negara
pun ada elemen lain yang dibutuhkan selain negara yaitu intitusi-intitusi
internasional yang menjalankan perannya masing-masing. Bahkan banyak
organisasi internasional yang menaungi negara-negara untuk bisa bekerjasama
untuk tercapainya sebuah perdamaian, seperti contohnya Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB).
Sebagai sebuah lembaga yang memiliki tujuan untuk perdamaian
dunia tentu saja penyusunan organ-organ di dalam PBB sendiri akan
mencakup banyak hal, yang salah satunya adalah World Food Programme
(WFP). WFP dibentuk untuk menangani isu krisis pangan atau kelaparan dan
35
mempromosikan ketahanan pangan.52
WFP sendiri merupakan sebuah
lembaga dibawah naungan PBB, sebagai lembaga kemanusiaan terbesar yang
bertugas untuk meminimalisir tingkat krisis pangan di sebuah negara serta
mempromosikan ketahanan pangan. WFP juga menyuplai dan memberikan
bantuan kepada negara-negara yang memang membutuhkan bantuan pasca
terjadinya bencana alam, peperangan, dengan memberikan bantuan berupa
makanan untuk membantu masyarakat di negara yang membutuhkan tersebut
kembali bangkit.
WFP didirikan pada tahun 1961 setelah konferensi Food and
Agriculture Organization (FAO) pada tahun 1960 dengan adanya usulan
untuk membentuk program bantuan pangan multilateral. Pada tahun 1962
terjadi bencana gempa bumi yang melanda Iran dan memakan korban jiwa
lebih dari 12.000 jiwa. Kemudian diikuti dengan terjadinya angina topan di
Thailand, dan juga negara Aljazair yang harus menerima kembali jumlah
pengungsi yang cukup banyak. Semenjak saat itu WFP tidak pernah berhenti
melakukan tugasnya sampai akhirnya menjalakan tugas resminya pada tahun
1963 pertama kali di Sudan untuk memberikan bantuannya berupa pangan
kepada negara-negara yang membutuhkan.53
Organisasi ini dipimpin oleh Direktur Eksekutif, yang ditunjuk
bersama oleh Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Jenderal Organisasi
52
WFP. About WFP. Diakses melalui https://www1.wfp.org/history pada tanggal 21 Februari 2019. 53
WFP. About WFP
36
Pangan dan Pertanian PBB. Direktur Eksekutif ditunjuk untuk masa jabatan
lima tahun tetap dan bertanggung jawab atas administrasi organisasi serta
pelaksanaan program, proyek, dan kegiatan lainnya. WFP sepenuhnya
bergantung pada kontribusi sukarela untuk pendanaannya.54
Donor utamanya
adalah pemerintah tetapi organisasi tersebut juga menerima sumbangan dari
sektor swasta dan perorangan.
Tujuan utama dari WFP ini adalah untuk menghilangankan dan
mengurangi jumlah krisis pangan di negara-negara yang memang mengalami
krisis pangan dan malnutrisi. Pada saat yang sama, WFP akan mendukung
negara-negara dalam memastikan tidak ada yang tertinggal dengan terus
membangun ketahanan untuk ketahanan pangan dan gizi dan mengatasi
tantangan yang berkembang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan
meningkatnya ketidaksetaraan55
.
Dalam memberikan bantuannya kepada negara-negara yang
membutuhkan WFP tidak bekerja secara independen, semua sumbangan
dalam bentuk tunai atau barang harus disertai dengan uang tunai yang
diperlukan untuk memindahkan, mengelola, dan memantau bantuan makanan
WFP. Pendanaan WFP berasal dari56
:
54
WFP, Governence and Leadership. Diakses melalui https://www1.wfp.org/governance-and-
leadership pada tanggal 23 Februari 2019. 55
WFP. Corporate Strategy. DIakses melalui https://www1.wfp.org/corporate-strategy pada tanggal
21 Februari 2019. 56
WFP. Funding and Donors. Diakses melalui https://www1.wfp.org/funding-and-donors pada
tanggal 23 Februari 2019.
37
Pemerintah
Pemerintah adalah sumber utama pendanaan untuk WFP; organisasi
tidak menerima iuran atau porsi kontribusi yang dinilai oleh PBB.
Rata-rata, lebih dari 60 pemerintah menanggung proyek-proyek
kemanusiaan dan pembangunan WFP. Semua dukungan pemerintah
sepenuhnya bersifat sukarela.
Perusahaan
Melalui program pemberian perusahaan, masing-masing perusahaan
dapat memberikan kontribusi penting untuk memerangi kelaparan.
Sumbangan uang tunai, produk, atau layanan korporat dapat membantu
membebaskan sumber daya yang langka untuk membantu WFP
memberi makan lebih banyak orang yang kelaparan. Pada gilirannya,
perusahaan melibatkan karyawan, pelanggan, dan pemangku
kepentingan lainnya dalam misi vital dan menyelamatkan jiwa.
Individu
Individu dapat membuat perbedaan dalam kehidupan orang yang lapar.
Sumbangan pribadi dapat memberikan: jatah makanan darurat selama
krisis, makanan khusus untuk anak-anak lapar di sekolah, insentif
makanan untuk mendorong keluarga miskin mengirim anak
perempuan mereka ke sekolah, makanan sebagai pembayaran bagi
38
orang-orang untuk membangun kembali sekolah, jalan, dan
infrastruktur lainnya setelah konflik dan bencana alam.
WFP merupakan salah satu contoh dari teori Neoliberalisme yang
menyatakan bahwa negara bukanlah tokoh utama dalam tatanan hubungan
internasional. Institusi internasional juga memiliki peranan penting dalam
menjalankan kerja sama antar negara dengan negara atau bahkan negara
dengan institusi internasional non-pemerintah.
B. Perkembangan WFP dalam Menangani Krisis Pangan
Pada tahun 2015 WFP mulai membuat rancangan kerjanya setelah
akhirnya memfokuskan kinerjanya dalam memberikan bantuan makanan
kepada negara-negara yang mengalami krisis pangan. Sejalan dengan hal
tersebut WFP juga mengembangkan program kerjanya yang semula hanya
untuk permasalahan krisis pangan, WFP memperluas cangkupannya ke
permasalahan lingkungan kemanusiaan dan pembangunan.
Perkembangan rancangan kerja yang dilakukan oleh WFP ini
dikarenakan perannya dalam mendukung tercapainya tujuan dari Sustainable
Development Goals (SDGs) tahun 2030 yang mana untuk mencapai tujuan
pembangunan global dibutuhkan upaya multi disiplin yang dilakukan atas
dasar saling ketergantungan baik dari WFP sendiri ataupun WFP dengan
negara-negara atau institusi-instirusi lain. Dan sifat saling ketergantungan ini
39
terbukti dari projek kerja WFP yang dilakukan dengan mitra kerja WFP baik
negara ataupun institusi pemerintah atau non-pemerintah lainnya.57
Sebagaimana yang dikatakan sebelumnya, WFP sadar bahwa untuk
mencapai tujuan pembangunan global tidak bisa hanya dilakukan dengan satu
cara. Maka selain dengan memberikan bantuan makanan kepada negara yang
mengalami krisis pangan, WFP juga memberikan bantuan berupa materi uang,
dan juga pengetahuan tentang kebutuhan gizi dan juga nutrisi.58
Tentu saja
dalam memberikan bantuan ini WFP tidak melakukannya sendiri namun
bekerja sama juga dengan IFAD, FAO dan juga UNICEF.59
Perkembangan
dari WFP juga semakin terlihat pada tahun 2015 sudah berdiri 54 kantor WFP
dari total 85 negara yang mana WFP hadir untuk melakukan penguatan
dengan memberikan bantuannya di negara-negara tersebut dan pada tahun
2016 total sudah 84 projek WFP di 54 negara yang dilakukan dengan
menggunakan transfer berupa uang tunai untuk membantu pembangunan dan
pemulihan negara yang mengalami krisis pangan.60
Selain memberikan bantuannya berupa makanan dan uang, WFP juga
mendukung kegiatan yang mengurangi risiko bencana sambil meningkatkan
ketahanan pangan, konservasi tanah dan air, pengembangan infrastruktur
57 WFP, “Programme Design”. DIakses melalui https://www1.wfp.org/programme-design pada
tanggal 12 Maret 2019. 58
WFP, “Type of Supports”. Diakses melalui https://www1.wfp.org/types-of-support pada tanggal 12
Maret 2019. 59
WFP, “Country Strategic Planning”. Diakses melalui https://www1.wfp.org/country-strategic-
planning pada tanggal 12 Maret 2019. 60
WFP, “Type of Supports”. Diakses melalui https://www1.wfp.org/types-of-support pada tanggal 12
Maret 2019.
40
perlindungan banjir, dan rehabilitasi jalan untuk negara-negara yang
mengalami krisis pangan akibat bencana alam. WFP juga bekerja untuk
meningkatkan kesiapsiagaan dan perencanaan darurat, dan untuk memastikan
kesiapan untuk menanggapi bencana dan mengurangi dampaknya terhadap
populasi rentan. yang mana dalam melakukan hal tersebut WFP selalu
bekerjasama dengan pemerintah negara yang bersangkutan.61
WFP selalu melakukan inovasi dan juga pendekatan untuk selalu
dapat mencermati perkembangan terbaru secara inovatif baik dari staf dan
perusahaan eksternal, termasuk melalui Innovation Accelerator Organization
di Munich, Jerman. Diluncurkan pada tahun 2016 dan mengikuti model
akselerator start-up sektor swasta, WFP Accelerator mendukung uji coba dan
peluncuran lebih lanjut dari solusi perintis untuk membantu mengakhiri
kelaparan.62
Peran WFP dalam menangani krisis pangan di Afrika Barat salah
satunya dapat dilihat di Sierra Leonne yang merupakan negara yang
menempati peringkat pertama krisis pangan di Afrika Barat dengan nila GHI
mencapai 35,7.63
Protracted Relief and Recovery Operation (PRRO) adalah
61
WFP, “Disaster Risk Reduction”. Diakses melalui https://www1.wfp.org/disaster-risk-reduction
pada tanggal 12 Maret 2019. 62
WFP, “Innovation”. Diakses melalui https://www1.wfp.org/innovation pada tanggal 12 Maret 2019. 63
FAO, “Cooperatives and Food Security” diakses melalui http://www.copacgva.rg/idc/faoidc97htm.
pada tanggal 8 Agustus 2019.
41
program yang di buat WFP untuk membantu negara Sierra Leonne.64
Tujuan
dari program ini untuk melindungi mata pencaharian masyarakat di Sierra
Leone dengan menyasar pada tingginya angka malnutrisi dan mensuport
pemulihan keadaan masyarakat di Serra Leone. Program bantuan ini
ditujukan untuk Kawasan yang berada Selatan dan Timur Sierra Leone
melalui pelatihan keahlian (Food-for-Training), pelatihan kerja (Food-for-
Work), dan bantuan pekerjaan langsung (Cash-for-Work).
Sedangkan aktivitas peran yang dilakukan World Food Programme
(WFP) untuk menangani krisis Pangan di Sierra Leone yaitu65
:
1. Peran WFP sebagai Regulator
Peran WFP sebagai regulator adalah membuat kebijakan-kebijakan
sehingga mempermudah pembangunan kembali mata pencaharian dan
perbaikan gizi anakanak dan ibu hamil di Sierra Leone. Sebagai regulator
WFP berfungsi mengatur pelaksanaan program yang telah dibuat berjalan
sesuai acuan dan hasil yang akan dicapai.
2. Peran WFP Sebagai Fasilitator
Peranan WFP di Sierra Leone sebagai fasilitator WFP menyediakan
fasilitas-fasilitas yang menunjang pembangunan mata pencaharian dan
perbaikan gizi untuk anak-anak dan ibu hamil di daerah bagian Selatan
64
WFP in Sierra Leone Annual Report 2009.pdf diakses melalui https://www.wfp.org/countries/sierra-
leone pada tanggal 8 Agustus 2019. 65
Rani Hariani, “Peran World Food Programme (Wfp) Dalam Menangani Krisis Pangan Di Sierrra
Leone Tahun 2009-2011”, (JOM FISIP: Universitas Riau), 2017. Hlm. 10
42
dan Timur Sierra Leone yang terkena dampak perang. Peranan WFP
sebagai fasilitator berjalan baik dapat dilihat dari perbaikan akses menuju
pasar dan pelayanan sosial di daerah bantuan. Penyediaan proyek-proyek
kerja jangka pendek dan pemberian makanan kepada para pekerja.
Penelitian ini kemudian akan membahas bagaimana peran WFP dalam
menangani krisis pangan di negara Guinea Bissau yang merupakan negara
kedua setelah Siera Leone di Afrika Barat yang juga mengalami krisis pangan.
Ada dua operasional bantuang yang WFP berikan untuk membantu Guinea
Bissau yaitu, yaitu Protected Relief And Recovery Operation (PRRO) 200526
dan juga Country Program 200846 (2016–2020).
Dalam memberikan bantuan kepada Guinea Bissau, tentu WFP
memiliki beberapa target yang ingin dicapai. Untuk di Guinea Bissau sendiri
target yang dimiliki WFP adalah sebagai berikut:66
Perbaikan Nutrisi, dimana dalam perbaikan nutrisi ini WFP ingin
mencegah dan mengurangi malnutrisi pada anak di bawah 5 tahun, wanita
hamil dan menyusui, orang yang sedang menjalani perawatan untuk HIV
atau TBC, meningkatkan kesehatan umum mereka dan membantu
mengurangi efek samping dari obat, serta kepada anggota keluarga mereka.
66 World Food Programme, “Guinea Bissau: What the World Food Programme is doing in Guinea-
Bissau” diakses melalui https://www.wfp.org/countries/guinea-bissau pada 8 Agustus 2019.
43
Ketersediaan Makanan di Sekolah, WFP ingin menyediakan makanan
panas untuk anak-anak sekolah, mendorong pendaftaran dan kehadiran di
sekolah. Jatah makanan yang dibawa pulang untuk siswa perempuan
mendorong anak perempuan untuk menghadiri dan tetap bersekolah. WFP
juga ingin memperkuat kapasitas Pemerintah untuk mengelola program
makan sekolah sehingga pada akhirnya dapat mengambil kepemilikan atas
program ini.
Meningkatkan Akses Bagi Masyarakat Guinea Bissau, WFP ingin
membantu melindungi mata pencaharian masyarakat Guinea Bissau dan
membangun ketahanan mereka terhadap krisis yang dapat memengaruhi
ketahanan pangan mereka.
Dan pada bab 4 dalam penelitian ini, akan dipaparkan peran WFP di
Guinea Bissau dan juga akan menganalisa upaya WFP di Guinea Bissau
berdasarkan kepada tiga kategori peran organisasi internasional seperti yang
sudah dibahas pada bab sebelumnya pada penelitian ini. Juga akan
menganalisa sejauh mana WFP dapat memenuhi target yang ingin WFP capai
dalam membantu Guinea Bissau menangani krisis pangan.
44
Bab IV
Analisis Peran World Food Programme
Dalam Menangani Krisis Pangan di Guinea Bissau
Pada bab empat penelitian ini akan menganalisa peran dari WFP dalam
menangani krisis pangan di Guinea Bissau berdasarkan kepada tiga kategori
peran organisasi internasional yang sudah dibahas pada bab sebelumnya.
A. Peran WFP Sebagai Instrumen
Penelitian ini berargumen bahwa WFP berperan sebagai instrumen
dapat dilihat dari bantuan-bantuannya sebagaimana yang dijelaskan pada bab
sebelumnya. Pemerintah Guinea Bissau yang pada saat itu sedang mengalami
konflik politik menjadi semakin parah dengan keadaan krisis pangannya.
Dikarenakan hal tersebut, pemerintah kemudian meminta bantuan WFP untuk
bisa membantu memulihkan serta melakukan pengembangan di Guinea Bissau
terutama dalam masalah krisis pangan dan malnutrisi yang terjadi di Guinea
Bissau.
Di Guinea Bissau sendiri WFP mulai berkontribusi sejak tahun 2015.
Pemerintahan Guinea Bissau bekerjasama dengan WFP untuk
mengembangkan prioritasnya yaitu strategi gizi nasional dan juga
pengembangan pendidikan pemerintah yang ingin dicapai pemerintahan
45
Guinea Bissau tahun 2015-2025.67
Dalam menjalankan tugasnya untuk
membantu pemerintahan Guinea Bissau, WFP bekerjasama dengan
pemerintahan terkait bidang yang memang menjadi prioritas dari Guinea
Bissau. Seperti halnya tentang pendidikan yang ingin dikembangkan oleh
pemerintahan Guinea Bissau, WFP bekerjasama langsung dengan
pemerintahan terkait bidang pendidikan.
Dan pada juli 2015 WFP sudah mulai berusaha memulihkan sistem
pendidikan di Guinea Bissau bekerjasama dengan Brazil Centre of Excellence
against Hunger. Lembaga ini dibangun oleh WFP dan Brazil pada tahun
2011, sama dengan WFP lembaga ini juga membantu untuk memulihkan
krisis pangan di negara-negara yang membutuhkan mendasar dari pengalaman
masyarakat Brazil yang juga pernah mengalami krisis pangan. Dalam
memperbaiki sistem pendidikan di Guinea Bissau, WFP bekerjasama dengan
Brazil Centre of Excellence against Hunger, karena memang lembaga ini
berfokus menghubungkan sistem makan sekolah dengan pertanian lokal, itu
memberikan bantuan teknis kepada pemerintah nasional untuk merancang,
meningkatkan, memperluas, dan akhirnya menjalankan program pemberian
makan sekolah mereka sendiri.68
67 WFP, “Standard Project Report 2016 “World Food Programme in Guine Bissau, Republic of
(GW)”, diakses melalui https://www1.wfp.org/countries/guinea-bissau pada tanggal 3 April 2019. 68
WFP, ”Centre of Excellence against Hunger in Brazil”, diakses melalui
https://www1.wfp.org/centre-of-excellence-against-hunger pada tanggal 2 Mei 2019.
46
Untuk memberikan bantuan kepada Guinea Bissau kemudian WFP
mengeluarkan dua program bantuannya pada tahun 2016-2017 yaitu Protected
Relief And Recovery Operation (PRRO) 200526, dan setelah berakhirnya
PRRO kemudian dilanjutkan dengan program bantuan Country Program
200846 (2016–2020), yang mana program bantuan Country Programme ini
selaras dengan Strategic Plan 2015-2020 yang sudah dirancang oleh
pemerintah Guinea Bissau sebelumnya69
. Dilihat dari aktifitas peran sebagai
instrumen WFP bisa disebut sebagai inisiator. Hal ini karena dalam
memperbaiki asupan gizi bagi anak-anak Guinea Bissau, WFP terlebih dahulu
membenahi sistem school meal di 758 sekolah yang ada di Guinea Bissau dan
daerah-daerah yang ada di Guinea Bissau, sehingga pada tahun 2017
setidaknya ada 173.593 anak yang terbantu asupan gizinya melalui bantuan
yang diberikan WFP. Dan bahkan anak-anak di Guinea Bissau diberikan
makanan untuk mereka bawa pulang dari sekolah, terutama bagi anak-anak
perempuan di Guinea Bissau karena presentasenya 2,1% yang lebih tinggi dari
anak laki-laki yaitu 1,2%70
.
Selain itu WFP juga mengembangkan dan mengimplementasikan
proyek percontohan untuk makanan sekolah rumahan, mempromosikan
makanan yang dibeli secara lokal di 65 komunitas di wilayah Bafata, di mana
69
WFP, “Standard Project 2016” diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019. 70
WFP, “Standard Project 2017”, diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019.
47
54 mt makanan dibeli secara lokal. Namun, tantangan signifikan diantisipasi
untuk ekspansi pembelian makanan lokal di masa depan karena dominasi
tradisional produksi mete. Sektor pertanian monokultur Guinea-Bissau yang
sebagian besar diperkuat pada tahun 2017 dengan kenaikan harga gerbang
pertanian menjadi XOF 700-1.000 (USD 1,32-1,80) per kg, dua kali lipat
harga 201671
.
Apabila melihat pada fungsinya, sebagai instrumen WFP berfungsi
dalam melakukan artikulasi dan agresi. Sebagaimana penjelasan dari fungsi
artikulasi dan agresi, yang mana organisasi internasional merupakan sebuah
instrument bagi suatu negara untuk bisa memenuhi kepentingannya juga
sebagai wadah untuk berdiskusi dan bernegosiasi dalam sistem internasional.
Anggapan penulis bahwa WFP memenuhi fungsi atikulasi dan agresi dilihat
dari peranannya di beberapa negara, WFP merupakan sebuah instrumen bagi
negara untuk memenuhi kepentingannya terutama dalam hal ketahanan
pangan dan nutrisi. Seperti yang dibahas dalam penelitian, yaitu negara
Guinea Bissau. Negara Guinea Bissau yang mengalami krisis pangan dan
malnutrisi meminta bantuan kepada pihak WFP untuk dapat memulihkan
keadaan dan untuk memenuhi kepentingannya yaitu memperbaiki keadaan
krisis pangan yang dihadapi. Permohonan bantuan tersebut diajukan langsung
oleh pemerintah lokal Guinea Bissau kepada WFP. Selain sebagai sebuah
71
WFP, “Standard Project 2017”.
48
instrument, WFP kemudian menjadi wadah bagi para pendonor untuk
memberikan bantuannya kepada pihak Guinea Bissau.
Selain fungsi artikulasi dan agresi, WFP sebagai instrumen juga
memenuhi fungsi operasional. Dimana fungsi operasional memiliki pengertian
organisasi internasional menjalankan sejumlah fungsi operasional di banyak
hal yang sama halnya dalam pemerintahan. Seperti misalnya, WFP dan
UNICEF mendukung pemerintah, khususnya sektor pendidikan dan
kesehatan. WFP dan UNICEF bekerja dalam kemitraan dengan pemangku
kepentingan lain untuk mengimplementasikan protokol nasional untuk
pengelolaan kekurangan gizi akut, di mana UNICEF menyediakan
Plumpy'Doz untuk perawatan kekurangan gizi akut yang parah dan WFP
menyediakan Plumpy'Doz / SuperCereal Plus untuk perawatan sedang
malnutrisi akut. Petugas kesehatan menerima pelatihan tentang dasar-dasar
antropometrik dan 16 praktik keluarga utama oleh fasilitator dari Kementerian
Kesehatan dengan dukungan keuangan dari UNICEF. WFP dan UNICEF
bekerja sama dengan Pemerintah dan aktor-aktor lain dalam platform Scaling
Up Nutrition (SUN).72
Selain itu, WFP juga bekerja sama dengan Food and Agriculture
Organization (FAO). WFP mendukung Kementerian Pertanian Guinea Bissau
72
WFP, “Standard Project 2016” diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019.
49
dalam penerapan sistem pemantauan ketahanan gizi dan pangan. Krisis politik
menyebabkan beberapa penundaan dalam implementasi dari April hingga
September 2016, namun, WFP dan FAO terus mendukung staf teknis
pemerintah serta staf dari organisasi non-pemerintah lokal untuk
mengembangkan keterampilan pengumpulan data dan analisis keamanan
pangan dan keterampilan analisis73
. WFP juga berkontribusi pada tiga hasil
United Nations Partnership Assistance Framework UNPAF melalui salah
satu progam operasionalnya yaitu Country Program yang mulai beroperasi
pada April 2016. Dimana program ini mempromosikan kepemilikan nasional
dan masyarakat atas pendekatan perlindungan sosial multi-sektor yang
terintegrasi untuk meningkatkan keamanan dan gizi pangan, dan memperkuat
kapasitas pemerintah dalam program makanan sekolah74
.
Bekerjasama dengan United States Government's McGovern-Dole Food
for Education Programme dan Pemerintah Jepang, yang memberikan bantuan
kepada Guinea Bissau sebesar US$1.3 million pada tahun 201675
, telah
memungkinkan WFP untuk mendukung Departemen Pendidikan dengan
menyediakan makanan untuk anak-anak yang paling rentan di delapan
wilayah negara (tidak termasuk Bissau): Bafata, Biombo , Bolama, Cacheu,
73
WFP, “Standard Project 2016”. 74
WFP, “Standard Project 2017” diakses melalui diakses melalui
https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli
2019. 75
WFP, “Japan Steps Up Support To Fight Hunger And Boost Nutrition In Africa”, diakses melalui
https://www1.wfp.org/news/japan-steps-up-support-fight-hunger-boost-nutrition-africa pada 18 Juli
2019.
50
Gabu, Oio, Quinara dan Tombali. WFP terus mendukung Departemen
Pendidikan berdasarkan rekomendasi dari Systems Approach for Better
Education Results (SABER) yang bertujuan untuk kepemilikan nasional dari
program makanan sekolah76
.
B. Peran WFP Sebagai Aktor Independen
Yang kedua, WFP memenuhi kategori peran sebagai aktor
independen. Sebagai sebuah organisasi internasional yang merupakan aktor
non-negara sepertinya sudah sangat jelas menggambarkan bahwa WFP
merupakan aktor independen dalam sistem internasional. Segala keputusan
yang diambil oleh WFP pun terlepas dari segala kekuasaan dan juga paksaan
diluar organisasi.
Sebagai aktor independen juga, WFP dengan leluasa bisa meminta juga
mendapatkan dan bahkan bekerjasama dengan organisasi internasional lainnya
dan bahkan juga beberapa negara tanpa adanya paksaan dan kepentingan
kekuasaan. Sehingga dalam memberikan bantuannya, WFP banyak juga
mendapat donor berupa material dari beberapa negara.
Untuk peran sebagai aktor independen, analisa aktivitas organisasi
internasional yang ditampilkan WFP di Guinea Bissau adalah perannya
sebagai fasilitator yang juga sejalan dengan konsep ketahanan pangan yang
sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Konsep ketahanan pangan sendiri
76
WFP, “Standard Project 2017”.
51
memiliki tiga subsistem utama yaitu; ketersediaan pangan, distribusi pangan
dan konsumsi pangan. Agar ketiga subsistem tersebut dapat bekerja dengan
baik maka dibutuhkan kesinambungan dan interaksi yang baik antara ketiga
subsistem.
Pertama, Subsistem Ketersediaan Pangan yang mencakup aspek
produksi pangan. Subsistem ketersediaan pangan ini mengatur kestabilan dan
kesinambungan ketersediaan pangan, baik dari cadangan impor atau dari
produksi. Kedua, Subsistem Distribusi Pangan mencakup penyebaran pangan
yang harus merata. Tidak hanya itu, penyebaran pangan juga harus disertai
dengan harga pangan yang terjangkau untuk masyarakat, individu maupun
rumah tangga. Karena subsistem distribusi pangan ini bertujuan untuk
menjamin aksesbilitas pangan dan stabilitas harga pangan. Ketiga, Subsistem
Konsumsi Pangan mencakup upaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan gizi yang baik, mengontrol harga pangan sehingga
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangannya dengan baik dan
mendapatkannya dengan harga yang terjangkau.
Penelitian ini beranggapan bahwa WFP sudah melakukan dan
mengerjakan ketiga subsistem dari konsep ketahanan pangan ini dengan baik.
Dari bagaimana WFP mendistribusikan bahan pangan bahkan ke daerah-
daerah yang ada di Guinea Bissau. WFP juga memastikan bahwa pasokan
pangan di Guinea Bissau akan selalu terpenuhi dan sampai kepada masyarakat
52
Guinea Bissau meskipun ada beberapa halangan dalam memberikan bantuan
pasokan pangan tersebut. WFP juga memberikan konseling kepada
masyarakat Guinea Bissau serta memberikan kesadaran akan pentingnya
keseimbangan gizi yang baik juga mengontrol agar semua masyarakat Guinea
Bissau mampu mendapatkan pasokan bahan pangan.
Contohnya seperti juga memberikan penilaian gizi, konseling dan
dukungan yang dilaksanakan di daerah Bafata, Biombo, Bissau, Cacheu,
Gabu dan Oio. Pada 2017, juga memberikan beberapa bahan pangan yang
terdiri dari Sereal Super dan minyak sayur untuk pengidap HIV yang
menerima ransum individual; dan transfer berbasis tunai ke rumah tangga
pengidap HIV dari daerah Bafata, Biombo, Gabu, Oio dan Bissau77
. Pada
tahun 2016 distribusi bahan pangan berupa garam beryodium, ikan kalengan,
jagung dan kedelai, beras, minyak sayur dan kacang polong mencapai angka
95,5%78
. Pada tahun 2016, WFP mengalami hambatan karena penuhnya jalur
yang biasa digunakan untuk jalur penerimaan pasokan bahan pangan oleh
kegiatan eksport kacang mete di Guinea Bissau. Sehingga bahan pangan yang
seharusnya datang pada bulan April sampai ke Guinea Bissau pada bulan Juli.
Meskipun begitu, menggunakan bahan pangan yang masih ada Guinea Bissau
mampu memberikan bahan pangan untuk makanan sekolah anak-anak Guinea
77 WFP, “Standard Project 2017”, diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019. 78
WFP, “Standard Project 2016” diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019.
53
Bissau dengan tepat waktu dan tanpa masalah meskipun harus mengeluarkan
biaya lebih.
Jumlah presentase pemberian obat untuk pengidap HIV berada pada
angka 85% meskipun nilai tersebut masih rendah dari ketetapan WHO yakni
90%. Meskipun begitu pemberian obat untuk pengidap TB berada pada angka
88% yang mana hal tersebut dinyatakan sudah melebihi target dari yang
diharuskan oleh Stop TB Partnership yaitu 85%79
. WFP terus meningkatkan
akuntabilitasnya terhadap populasi yang terkena dampak dengan menerapkan
mekanisme untuk menyediakan informasi, dan untuk mengarahkan
pengaduan dan umpan balik ke hotline bebas pulsa untuk semua kegiatan
program.
Selama periode pelaporan, strategi komunikasi lengkap dirancang dan
diimplementasikan untuk orang yang hidup dengan HIV di bawah terapi anti-
retroviral untuk memahami perubahan dalam kegiatan program lintas usia,
jenis kelamin dan keragaman. Studi dasar makanan sekolah yang dilakukan
pada Juni 2016 menunjukkan bahwa tidak semua orang tua anak sekolah
mengetahui tentang pemberian makanan panas di sekolah. Sehingga Guinea
Bissau mengadaptasi strategi untuk memberi informasi yang lebih baik
kepada anak-anak, orang tua, guru, dan lainnya untuk memastikan
peningkatan kesadaran akan program makanan sekolah di tingkat masyarakat.
79
WFP, “Standard Project 2016”.
54
Sehingga anal-anak yang mengalami gizi buruk bisa terus mendapatkan
asupan gizi yang baik80
Sedangkan untuk tahun 2017, distribusi makanan WFP ke Guinea
Bissau meliputi sereal, minyak, kacang-kacangan atau biji-bijian kering,
makanan campur atau ransum dan lain-lain mencapai 10,996 mt81
. selai itu
WFP juga mendapatkan sumbangan dalam bentuk nabati dan kacang-
kacangan dari the United States McGovern-Dole Food for Education
Programme mencapai 3.000 mt pada tahun 2017. Komoditas bervolume
tinggi ini dikirim dalam bentuk tas dan curah, alih-alih pengiriman dalam
kontainer, menciptakan tantangan logistik yang signifikan untuk
meminimalkan kerugian komoditas dan memastikan pengiriman tepat waktu
ke sekolah.
Tantangan-tantangan ini dikombinasikan dengan kondisi jalan yang
buruk yang semakin memburuk selama musim hujan, dan kapasitas
transportasi komersial yang terbatas. Rantai pasokan WFP mencapai
pengiriman tepat waktu 5.700 mt komoditas ke sekolah, rumah sakit, dan
pusat kesehatan di seluruh delapan wilayah menggunakan transportasi laut
dan jalan. WFP menyediakan makanan sebelum musim hujan untuk
mengurangi risiko keterlambatan pengiriman ke daerah-daerah yang sulit
80
WFP, “Standard Project 2016” diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019. 81
WFP, “Standard Project 2017”, diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019.
55
dijangkau di timur dan selatan82
. Pada 2017 juga Indikator kinerja terapi anti-
retroviral berada di 7,94% untuk kegagalan, menandai peningkatan
dibandingkan dengan 2016. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
ketersediaan dana dan dukungan kelembagaan yang lebih baik untuk mitra
yang bekerja sama untuk tindak lanjut dan manajemen program83
. Selain itu,
aktifitas WFP sebagai fasilitator juga dapat dilihat Pada tahun 2017,
Kementerian Pendidikan, WFP Guinea-Bissau, WFP Centre of Excellence
against Hunger, and Brazilian Cooperation Agency mengembangkan
negosiasi untuk kerjasama South-South mengenai bantuan teknis kepada
Kementerian Pendidikan dalam perancangan, implementasi dan evaluasi
program makan siang sekolah, dan kerangka kerja keuangan untuk
memperluas jamuan sekolah rumahan.
Kemudian kerjasama WFP dengan Kementerian Kesehatan
Masyarakat telah berkontribusi pada kegiatan gizi, termasuk pencegahan
stunting di antara anak-anak berusia 6-23 bulan, pengobatan malnutrisi akut
sedang di antara anak-anak berusia 6-59 bulan, dan dukungan makanan dan
gizi untuk orang yang kekurangan gizi yang hidup dengan HIV.pada terapi
anti-retroviral84
. Dan beberapa usaha yang dilakukan WFP sebagaimana sudah
dijelaskan sebelumnya, dimana bantuan-bantuan tersebut WFP lakukan hanya
82
WFP, “Standard Project 2017”, diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019. 83
WFP, “Standard Project 2017”, 84
WFP, “Standard Project 2017”.
56
dengan tujuan untuk bisa membantu Guinea Bissau mendapatkan bantuan dan
mencapai tujuan yang diinginkan. Selain fasilitator, WFP dalam kategori
instrument juga memenuhi peranan sebagai mediator. Sebagai mediator yang
ingin ditekankan disini adalah WFP berperan sebagai mediator bukan dalam
hal menjadi pihak netral yang membantu pihak-pihak lain dalam hal
perundingan. Namun mediator yang membantu banyak pihak dan sebagai
penyambung antara pihak donator dengan Guinea Bissau. Seperti yang sudah
dibahas sebelumnya, bahwa dalam memberikan bantuannya WFP juga
mendapatkan donasi baik berupa bahan pangan, dan yang paling sering adalah
berupa materi uang. Dari donasi-donasi yang didapatkan inilah WFP akhirnya
bisa membantu mengurangi jumlah krisis pangan di Guinea Bissau. Pada
operasional bantuan Country Programe misalnya, WFP mendapatkan dana
sebesar US$ 16,536,088 dari dana yang dibutuhkan WFP sebesar US$
21,044,291.
57
Tabel 1 Resource Situation 2016-2017 WFP Guinea Bissau85
Sumber: https://www.wfp.org/countries/guinea-bissau
Sebagai aktor independen, WFP berfungsi dalam hal sosialisasi.
Sebagaimana yang dikatakan pada bab sebelumnya, fungsi sosialisasi
memiliki pengertian dimana sosialisasi pada level internasional berlangsung
pada tingkat nasional yang secara langsung mempengaruhi individu-individu
atau kelompok-kelompok di dalam sejumlah negara dan di antaranya negara-
negara yang bertindak pada lingkungan internasional atau di antara wakil
85
WFP, “Resource Situation” diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019.
58
mereka di dalam organisasi. Dengan demikian, organisasi internasional
memberikan kontribusi bagi penerimaan dan peningkatan nilai kerjasama.
WFP memenuhi fungsi sosialisasi karena, dalam memberikan
bantuannya dalam level nasional WFP melakukan sosialisasinya di tingkat
internasional. Dalam artian seperti yang dilakukan di Guinea Bissau. WFP
tidak hanya mendapat bantuan atau bekerjasama dengan pemerintahan Guinea
Bissau, namun WFP juga bekerjasama dengan organisasi-organisasi
internasional lainnya seperti European Union, UN Women, UNAIDS,
UNPFA, UNICEF, FAO, bahkan WFP juga mendapat bantuan dari negara
Jepang dan Italy86
. Sosialisasi yang dilakukan oleh WFP ini juga secara
langsung memengaruhi individu ataupun kelompok baik di dalam negara
Guinea Bissau ataupun di luar negara Guinea Bissau. Seperti contohnya yang
dilakukan WFP dalam memperbaiki school meal di Guinea Bissau. WFP
bekerjasama secara langsung dengan pemerintah Guinea Bissau yang bergerak
pada bidang pendidikan.
Selain itu WFP juga terlibat dalam upaya kelembagaan dan kegiatan
publik untuk mempromosikan kesetaraan gender dan memperkuat kemitraan
dengan Ministry of Women, Family and Social Cohesion, United Nations
Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women (UN Women)
86
WFP, “Guinea Bissau”, diakses melalui https://www1.wfp.org/countries/guinea-bissau pada 18 Juli
2019.
59
dan lembaga-lembaga nasional dan internasional lainnya yang berkomitmen
untuk tindakan yang berorientasi gender. Bekerjasama dengan United Nations
Gender Working Group, WFP mendukung kemajuan menuju kesetaraan
gender, strategi dan kegiatan bersama untuk menarik perhatian pada isu-isu
gender dan merayakan tanggal-tanggal penting, termasuk International
Women’s Day and the orange-themed campaign titled "16 Days of Activism
Against Gender-Based Violence".
WFP juga memberikan XOF 670.000 (USD 1.260) untuk disumbangkan
ke Government’s Institute of Women untuk mempromosikan ceramah tentang
gender di sekolah dasar dan menengah. Pada akhir 2017, the United Nations
Peacebuilding Fund menyetujui kontribusi USD 453.413 untuk WFP untuk
memberdayakan petani perempuan dalam kecakapan menulis dan membaca,
pencegahan konflik, negosiasi, kepemimpinan, komunikasi, jaringan dan
advokasi kebijakan publik. Ini mencakup pelatihan petani perempuan dan
kepekaan masyarakat. The umbrella 18-month project, "Supporting Women’s
and Youth Political Participation for Peace and Development in Guinea-
Bissau", juga mencakup komponen-komponen yang akan dikelola oleh the
United Nations Population Fund (UNFPA) and UN Women87
.
87
WFP, “Standard Project 2017”.
60
C. Peran WFP (kurang memenuhi) Sebagai Arena
Dalam penelitian ini berargumen bahwa WFP tidak begitu memenuhi
peran organisasi internasional arena, karena WFP tidak berperan sebagai
wadah untuk bertemu negara-negara anggota untuk bertemu dan
membicarakan masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional
digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negeri
negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian internasional. Untuk
di Guinea Bissau WFP tidak begitu memenuhi kategori peran sebagai arena.
Hal ini disebabkan karena WFP meskipun sebuah organisasi intermasional
tapi tidak memenuhi peran menjadi tempat bertemunya negara-negara untuk
bertemu dan membicarakan masalah yang dihadapi, namun sebagaimana yang
sudah dikatakan sebelumnya bahwa WFP lebih dominan sebagai mediator
bagi negara-negara lain atau organisasi internasional lainnya yang ingin
berkontribusi dalam mendonorkan bantuan kepada negara yang mengalami
krisis pangan.
Dalam hal ini juga perbincangan tentang krisis pangan yang terjadi
hanya ada antara WFP dengan pemerintah Guinea Bissau saja, hal tersebut
dapat dilihat dari usaha pemerintah Guinea Bissau meminta bantuan kepada
WFP untuk menjadikan permasalahan krisis pangan dan malnutrisi yang
terjadi di Guinea Bissau bisa diangkat dan mendapatkan perhatian dunia
internasional. Karena dengan begitu akan banyak negara yang menaruh
simpati kepada Guinea Bissau dan memberikan bantuan kepada Guinea
61
Bissau melalui WFP. Melalui WFP, Guinea Bissau sudah banyak
mendapatkan bantuannya dari beberapa organisasi internasional lainnya
sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.
Meskipun tidak begitu signifikan peran WFP sebagai arena, namun
dalam kategori ini WFP memenuhi fungsi organisasi internasional, yaitu
fungsi informasi. yang mana fungsi informasi ini memiliki pengertian
organisasi internasional melakukan pencarian, pengumpulan, pengolahan dan
penyebaran informasi. Sejalan dengan fungsi informasi, WFP bekerjasama
dengan Food Security and Nutrition Monitoring System (FSNMS) melakukan
pencarian, pengumpulan juga pegolahan data pada tahun 2016 dan juga 2017
mengenai krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau. Data yang didapatkan
tentang berapa presentase krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau, dan
daerah-daerah di Guinea Bissau yang mengalami krisis pangan88
.
Dari data yang ada inilah kemudian WFP mulai merancang program-
program bantuan sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Juga mulai membentuk
kerjasamsa dengan beberapa organisasi internasional dan negara lainnya
dalam membantu Guinea Bissau. WFP terus meningkatkan akuntabilitas
terhadap populasi yang terkena dampak melalui pelatihan mitra tentang
kebijakan dan prosedur WFP. Pengantar pasokan bahan pangan yang
dipekerjakan juga dilatih untuk meningkatkan akuntabilitas kepada penerima
manfaat WFP. WFP juga melatih 30 jurnalis dari semua wilayah di Guinea
88 WFP, “Standard Project 2017”.
62
Bissau tentang prosedur dan kebijakan nutrisi dan WFP. Para jurnalis
membentuk sebuah kelompok yang disebut "Jurnalis Friends of Nutrition dan
WFP" untuk mempromosikan peningkatan kesadaran tentang gizi dan
pentingnya akuntabilitas kepada penerima WFP. Melalui kunjungan lapangan
bulanan, WFP melakukan peningkatan kesadaran untuk memberi informasi
yang lebih baik kepada anggota masyarakat, anak sekolah dan orang tua
mereka tentang perkembangan baru dalam bantuan WFP89
.
D. Hasil Bantuan WFP di Guinea Bissau
Penilitian ini membahas bagaimana peran WFP di Guinea Bissau pada
tahun 2016 dan juga 2017 sehingga hasil dari bantuan WFP kepada Guinea
Bissau yang akan dipaparkan dalam penelitian ini akan dibagi kepada dua
periode tersebut.
1. Tahun 2016. Pada tahun 2016 sebagaimana yang sudah dijelaskan
sebelumnya WFP memberikan bantuan kepada Guinea Bissau melalui
operasional bantuan PRRO yang kemudian dilanjutkan dengan
operasional bantuan Country Programme. Untuk tahun 2016 ada
beberapa hasil yang sudah dicapai oleh WFP yaitu:90
Meskipun pencegahan stunting memang dikatakan rendah dan
belum memenuhi target, namun pemberian makanan untuk anak-
89
WFP, “Standard Project 2017”, diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 18 Juli 2019. 90
WFP, “Standard Project 2016” diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 12 Agustus 2019.
63
anak usia 6-23 bulan dikatakan meningkat dan pemberian gizi
terhadap anak juga membaik.
Pada tahun 2016, Systems Approach for Better Education Results
(SABER) dikembangkan, dan WFP berhasil memperkenalkan
makanan sekolah ke dalam Rencana Pendidikan Tahunan untuk
2016-2025. Terlepas dari ketidakstabilan politik, diharapkan
bahwa Pemerintah akan merekomendasikan Parlemen untuk
menyetujui Undang-Undang Pemberian Makanan Sekolah,
menetapkan anggaran nasional dan menerapkan struktur yang
sesuai dan terdesentralisasi untuk merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi program.
Indikator kinerja terapi anti-retroviral atau pemberian obat kepada
penyandang penyakit HIV dan TB meskipun belum memenuhi
maksimal karena masih adanya kekurangan dana, biaya yang
tinggi dan tingkat kematian yang masih tinggi yaitu 9,45%
2. Tahun 2017. Melanjutkan operasional bantuan yang dilakukan pada
tahun 2016 yaitu PRRO. WFP kemudian mengeluarkan operasional
bantuan yang dinamakan Country Programme. Berikut adalah hasil yang
WFP capai dengan Country Programme yaitu:91
91
WFP, “Standard Project 2017”, diakses melalui https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-
bissau-country-programme-2016-2020 pada 12 Agustus 2019.
64
Indikator kinerja terapi anti-retroviral atau pemberian oat
kepada penyandang penyakit HIV meingkat. Hal tersebut dapat
dilihat dari tingkat kematian yang menurun menjadi 7,94 %,
menandai peningkatan dibandingkan dengan hasil 2016. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan dana dan
dukungan kelembagaan yang lebih baik untuk mitra yang
bekerja sama untuk tindak lanjut dan manajemen program.
Survei gabungan Keamanan Pangan dan Sistem Pemantauan
Gizi rumah tangga, dilakukan oleh WFP dengan Pemerintah
Guinea-Bissau, FAO, dan didanai oleh Uni Eropa,
menggarisbawahi bahwa sebagian besar ibu dari anak-anak
memiliki situasi makanan yang baik dengan skor konsumsi
makanan 81,6 persen. Namun, makanan didominasi oleh
konsumsi harian sereal, umbi-umbian dan akar, sementara telur
dikonsumsi kurang dari sekali seminggu dan buah kurang dari
tiga hari seminggu.
Ketersediaan Super Cereal Plus sepanjang tahun mengarah ke
indikator kinerja pengobatan malnutrisi akut positif untuk
anak-anak berusia 6-59 bulan, seperti yang ditunjukkan oleh
statistik 2017: tingkat pemulihan 94,33%, tingkat default
5,55%, 0% non-respons dan tingkat kematian 0,15%. Bantuan
65
makanan untuk pengobatan malnutrisi akut dilaksanakan di
daerah Oio, Gabu dan Bafata untuk melengkapi perawatan gizi
buruk akut yang diberikan oleh UNICEF, dan untuk
menyediakan cakupan untuk malnutrisi akut di daerah di mana
upaya pencegahan stunting sedang berlangsung.
WFP terus melakukan peran mendasar dalam mendukung
program makanan sekolah yang dipimpin pemerintah. Bantuan
makanan berkontribusi untuk mempertahankan anak-anak di
sekolah selama tahun ajaran 2016/17 dan semester pertama
tahun ajaran 2017/18: tingkat retensi untuk 2016/17 lebih dari
90 persen.
Kegiatan penguatan kapasitas berkontribusi untuk
meningkatkan keterlibatan Pemerintah dalam program
makanan sekolah. Pelatihan dan penyediaan peralatan
membuat Kementerian Pendidikan lebih berperan aktif dalam
program ini. Masukan-masukan ini secara positif memengaruhi
kualitas pelaporan makanan sekolah, yang lebih lengkap dan
berisi analisis yang lebih baik daripada tahun sebelumnya.
Dengan pencapaian-pencapaian WFP di atas, dapat dilihat bahwa WFP
memang memaksimalkan peran-perannya terutama dalam peranannya sebagai
instrument dan aktor independen sehingga target perbaikan nutrsi dan
66
perbaikan makanan di sekolah dapat terpenuhi dengan maksimal. Meskipun
begitu, ada juga pencapaian yang penelitian ini rasa WFP belum cukup untuk
memenuhi secara maksimal, yaitu meningkatkan akses bagi masyarakat
Guinea Bissau. Hal tersebut dikarenakan WFP tidak begitu memaksimalkan
peranannya sebagai arena.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Krisis pangan yang terjadi di Guinea Bissau diakibatkan merebaknya
penyakit HIV, ebola dan kolera pada tahun 2014/2015. Hal ini diperparah
dengan ketidakstabilan politik yang terjadi pada tahun 2016 akibat pencalonan
Umaro Sissoco sebagai perdana menteri Guiea Bissau. Pencalonannya
dikecam oleh beberapa partai di Guinea Bissau karena dinilai akan melanggar
perjanjian Conakry agreement antara Guinea Bissau dan ECOWAS. Selain
itu bencana alam banjir yang terjadi pada tahun 2015, kemiskinan masyarakat
Guinea Bissau yang berpenghasilan kurang dari U$ 2, kurangnya pengetahuan
tentang gizi yang berdampak langsung terhadap malnutrisi masyarakat Guinea
Bissau, kenaikan harga pangan dan pola makan yang buruk juga menjadi
faktor yang memperparah krisis pangan di Guinea Bissau.
WFP kemudian sebagai organisasi internasional yang bergerak dalam
membantu persolan pangan turun tangan untuk memberikan bantuan kepada
Guinea Bissau. Operasional bantuan yang diberikan WFP kepada Guinea
Bissau ada dua, dimulai pada tahun 2016 yaitu Protracted Relief and
Recovery Operation (PRRO), yang mana dengan program bantuan ini
penerima bantuan pertahun 2016 di Guinea Bissau mencapai 239,082 jiwa
68
dengan kategori anak-anak usia dibawah 5 tahun, usia 5-18 tahun, dan orang
dewasa diatas usia 18 tahun. Dalam program PRRO ini WFP lebih
memfokuskan kepada pemberian obat untuk penderita penyakit HIV dan TB
juga memperbaiki sistem pemberian makanan di sekolah sehingga anak-anak
di Guinea Bissau bisa mendapatkan gizi yang layak di sekolah maupun di
rumah karena beberapa makanan yang diberikan di sekolah juga bisa mereka
bawa ke rumah.
Kemudian program bantuan PRRO ini dilanjutkan dengan program
bantuan yang disebut Country Programme yang mana dengan program
bantuan ini penerima bantuan pertahun 2017 di Guinea Bissau mencapai
201,911. Menurun dari tahun 2016 disebabkan ada beberapa hambatan seperti
penuhnya jalur yang biasa digunakan untuk mengirim pasokan pangan dengan
kegiatan ekspor kacang mete. Meskipun begitu penyaluran makanan kepada
anak-anak di Guinea Bissau tidak terhambat, sehingga angka yang disebut
diatas merupakan data penerima bantuan pertahun 2017 kategori anak-anak
usia 6-23 bulan juga 5-18 tahun.
Meskipun ada hambatan pada tahun 2017 kerjasama yang dilakukan
WFP dengan organisasi internasional lainnya semakin banyak sehingga
bantuan dana yang didapatkan juga lebih banyak dari tahun 2016. Hasil yang
dicapai juga meningkat dibandingkan dengan tahun 2016. Seperti pemberian
obat kepada penderita HIV semakin baik, kondizi gizi ibu dan anak juga
69
berada pada presentase 81,6%, ketersediaan bahan pangan juga semakin
membaik karena semakin banyaknya donor yang didapat. Hasil yang dicapai
oleh WFP sudah sangat baik dan cukup membantu kondisi Guinea Bissau,
meskipun belum maksimal. Namun dengan segala peran yang sudah
dijalankan oleh WFP sebagai instrument, aktor independen sudah cukup
membantu Guinea Bissau untuk pulih dari keadaan krisis pangan.
B. Saran
Sebagai lembaga besar yang menangani krisis pangan, WFP sebaiknya
juga memberikan pelatihan kepada masyarakat di Guinea Bissau
terutama kepada mereka yang sudah berusia dewasa dengan
memberikan pelatihan untuk bisa menghasilkan hasil produksi dengan
modal rendah namun harga jual yang tinggi. Sebagaimana yang
dilakukan di Sierra Leone, contohnya dengan meningkatkan program
food-for-work bagi usia dewasa, membantu mengembalikan aset mata
pencaharian penduduk dan memberi asupan nutrisi khusus kepada
balita dan anak usia sekolah.
WFP sebaiknya tetap menjaga hubungan baik dengan pemerintah
Guinea Bissau dan organisasi kemanusiaan lainnya untuk
mempermudah pelaksanaan opeerasional bantuan di sana, juga terus
memberi update lengkap mengenai status pangan secara transparan
untuk menjaga kepercayaan para pendonor agar tetap memberikan
70
bantuan dana yang diperlukan, juga meningkatkan koordinasi dengan
pemerintah Guinea Bissau dan aktor lokal guna mencari rute alternatif
ketika rute utama untuk menyalurkan bantuan ditutup atau tidak dapat
diakses lagi akibat masalah keamanan atau ketika dilakukan kegiatan
eskpor atau impor.
xi
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan E-book:
Adi, Maleha dan Sutanto. 2006, Kajian Konsep Ketahanan Pangan, Jurnal Protein
Volume 13 nomor 2 Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Palangkaraya Kalimantan Tengah dan Universitas Muhammadiyah Malang.
Archer, Clive. 1984, International Organization, London: University of Aberdeen.
Bangun, Vijay Sanjaya. 2017, Peranan World Food Programme dalam Penanganan
Krisis Pangan di Sudan Selatan, Makassar: Universitas Hasanuddin.
Bennet, A. Leroy. 1991, International Organizations: Principles and Issues, Prentice-
Hall International.
Defrina Intan dan Herjuno Ndaru K, 2005 Peranan UN World Food Programme
dalam Penanganan Krisis Pangan dan Kelaparan: Studi Kasus Silent Hunger
di Nigeria, Universitas Indonesia.
Government of Guinea-Bissau. 2015. Guinea-Bissau 2025: Strategic and
Operational Plan for 2015–2020” . Terra Ranka, Guinea Bissau.
Gunther, Hellmann, dan Reinhard Wolf (1993) Neorealism, Neoliberal
Institutionalism, and the Future of NATO, Security Studies 3. no. 1, Autumn
1993.
Hariani, Rani. 2017, Peran World Food Programme (WFP) Dalam Menangani Krisis
Pangan di Sierra Leone Tahun 2009-2011, Jurnal Online Mahasiswa:
Universitas Riau.
Keohane, Robert O., 1984, After Hegemony: Cooperation and Discord in the World
Political Economy, Princeton University Press: United Kingdom.
Kurniawaty, Tuty. 2015, Guinea-Bissau, Universitas Indraprasta.
Maryatin. 2013, Sebuah Paradoksal Krisis Pangan dan Ironi Ketahanan Pangan,
PAUD Bahrul Ulum Kudus: Indonesia.
xii
Mewa, Ariani dan Rachman Handewi P.S. 2002, Ketahanan Pangan: Konsep,
Pengukuran dan Strategi. JurnalFae
Mochammad, Yanyan dan Anak Agung Banyu Perwita. 2006, Pengantar Hubungan
Internasional, Bandung; Penerbit Remaja Rosdakarya.
Pontoh, Olvie Tryani. 2017, Peranan World Food Programme (WFP) dalam
Menangani Krisis Pangan di Suriah, Makassar: Universitas Hasanuddin.
P, Teng dan Lassa,J, Food Security, in Anthony MC, An Introduction Non-Traditional
Security Studies A Transnational Approach, Sage, London.
Rudy, Teuku May. 2005, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung:
Refika Aditama.
Sorensen, George dan Robert Jackson. 2005, Pengantar Studi Hubungan
Internasional, Yogyakarta; PT. Pustaka Pelajar.
Suhardjo. 1996, Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumah Tangga,
Yogyakarta.
Sukiyono, Ketut, “Status Wanita Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Dan
Petani Padi Di Kabupaten Muko-Muko Provinsi Bengkulu”, (Universitas Bengkulu:
Bengkulu, 2008), Hlm. 194.
Sunday, Ishaya. 2009, Increasing Food Security and Productivity in Guinea-Bissau
in Cooperation with West Africa Countries, Alta High School.
Winarno, Budi. 2007, Globlalisasi dan Krisis Demokrasi, Yogyakarta: MedPress.
Yanugeraha, I Gede Made Ngurah Perdana Yoga, dkk. 2015, Upaya World Food
Programme (WFP) dalam Menangani Ketidaktangguhan Pangan di Sierra
Leone Tahun 2005-2013, Universitas Udayana.
xiii
E-Journal:
A, Davies. 2009, Food security initiatives in Nigeria: Prospects and challenges.
Journal of Sustainable Development in Africa.
Country Watch, “Guinea Bissau; 2018 Country Review” diakses melalui
http://www.countrywatch.com/ pada tanggal 19 September 2019.
FAO, Cooperatives and Food Security, diakses melalui
http://www.copacgva.rg/idc/faoidc97htm. Pada tanggal 27 Oktober 2018.
Kementerian Keuangan, 2018, Waspada Krisis Pangan. Diunduj melalui
http://www.djppr.kemenkeu.go.id/uploads/files/IRF/2013_IRF%20Edisi%202
%20Tahun%202013.pdf pada tanggal 27 Oktober 2018.
Kementerian Luar Negeri, World Food Programme, diakses melalui
https://www.kemlu.go.id/rome/id/arsip/lembar-informasi/Pages/WORLD-
FOOD-PROGRAMME-WFP.aspx pada tanggal 27 Oktober 2018.
Pew Research Center, “The World’s Muslims: Unity and Diversity The World’s
Muslims: Unity and Diversity”, diakses melalui
http://www.pewforum.org/uploadedFiles/Topics/Religious_Affiliation/Muslim/
the-worlds-muslims-full-report.pdf pada tanggal 19 September 2019.
The World Bank, “Guinea Bissau”, diakses melalui
https://data.worldbank.org/country/guinea-bissau pada tanggal 19 September
2019.
The World Factbook, “Location of Guinea Bissau”, diakses melalui
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/pu.html pada
tanggal 6 September 2019.
UNAIDS, UNAIDS DATA 2018, Diunduh melalui
http://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/unaids-data-2018_en.pdf
pada 13 Mei 2019.
xiv
UNAIDS, Guinea Bissau, diakses melalui
http://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/guinea-bissau pada 13
Mei 2019.
United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population
Division."World Population Prospects ". diakses melalui
https://population.un.org/wpp/DataQuery/ pada tanggal 6 September 2019.
World Food Programme, Country Programme Guinea-Bissau 200846 (2016-2020),
diakses melalui
https://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/eb/wfp279707.pdf
pada tanggal 27 Oktober 2018.
World Food Programme, Guinea Bissau diakses melalui,
http://www1.wfp.org/countries/guinea-bissau pada tanggal 27 Oktober 2018.
WFP, Governence and Leadership. Diakses melalui
https://www1.wfp.org/governance-and leadership pada tanggal 23 Februari
2019.
WFP. Corporate Strategy. DIakses melalui https://www1.wfp.org/corporate-strategy
pada tanggal 21 Februari 2019.
WFP. Funding and Donors. Diakses melalui https://www1.wfp.org/funding-and-
donors pada tanggal 23 Februari 2019.
WFP, Programme Design. DIakses melalui https://www1.wfp.org/programme-design
pada tanggal 12 Maret 2019.
WFP, Type of Supports. Diakses melalui https://www1.wfp.org/types-of-support pada
tanggal 12 Maret 2019.
WFP, Country Strategic Planning. Diakses melalui https://www1.wfp.org/country-
strategic-planning pada tanggal 12 Maret 2019.
WFP, Disaster Risk Reduction. Diakses melalui https://www1.wfp.org/disaster-risk-
reduction pada tanggal 12 Maret 2019.
WFP, Innovation. Diakses melalui https://www1.wfp.org/innovation pada tanggal 12
Maret 2019.
xv
WFP in Sierra Leone Annual Report 2009.pdf diakses melalui
https://www.wfp.org/countries/sierra-leone pada tanggal 8 Agustus 2019.
WFP, “Standard Project Report 2016 “World Food Programme in Guine Bissau,
Republic of (GW)”, diakses melalui https://www1.wfp.org/countries/guinea-
bissau pada tanggal 3 April 2019.
WFP, Centre of Excellence against Hunger in Brazil, diakses melalui
https://www1.wfp.org/centre-of-excellence-against-hunger pada tanggal 2 Mei
2019.
WFP, Standard Project 2017, diakses melalui
https://www1.wfp.org/operations/200846-guinea-bissau-country-programme-
2016-2020 pada 18 Juli 2019.