DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

21
37 Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015 DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi Tokoh Agama Dalam Membangun Harmoni Antar Iman Di Kendari) Muhammad Alifuddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Qaimuddin Kendari Abstrak Kajian tentang hubungan antar agama di Kendari belum banyak dilakukan oleh para peneliti. Fokus masalah yang akan ditelaah adalah respon dan paradigma tokoh agama Kendari terhadap keragaman etnik dan agama, serta bagaiamana strategi dakwah yang mereka kembangkan dalam upaya memelihara harmoni antar iman. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan dan sikap tokoh agama di Kendari terhadap keberagaman etnik dan agama, secara umum mengacu pada paradigma hormat mengormati dan saling menghargai. Bila ditilik lebih dalam, respon mereka

Transcript of DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

Page 1: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

37Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR(Paradigma dan Strategi Tokoh Agama DalamMembangun Harmoni Antar Iman Di Kendari)

Muhammad AlifuddinSekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Qaimuddin Kendari

Abstrak

Kajian tentang hubungan antar agama di Kendari belumbanyak dilakukan oleh para peneliti. Fokus masalah yang akanditelaah adalah respon dan paradigma tokoh agama Kendariterhadap keragaman etnik dan agama, serta bagaiamanastrategi dakwah yang mereka kembangkan dalam upayamemelihara harmoni antar iman. Data hasil penelitianmenunjukkan bahwa pandangan dan sikap tokoh agama diKendari terhadap keberagaman etnik dan agama, secaraumum mengacu pada paradigma hormat mengormati dansaling menghargai. Bila ditilik lebih dalam, respon mereka

Page 2: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

38

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

terhadap keberagamaan pihak lain berada pada tataraninklusif hegemonistik sebagaiman yang disebutkan oleh NinianSmart. Yaitu perspektif yang memandang agama lain memilikisisi kebenaran, namun mereka tetap memprioritaskan padaagama yang dianutnya. Atau dalam perspektif Mukti Alimasuk dalam kategori agree in disagreement. Bila ditilik darimateri-materi dakwah yang disampaikan oleh para tokohagama di hadapan objek dakwah telah mengindikasikanadanya peranan para tokoh agama di daerah ini dalammemelihara hubungan harmonis antarumat beragama.

Kata kunci: multikulturalisme, paradigma, strategi dakwah, tokohagama

A. Pendahuluan

Kebinekaan atau keragaman adalah bagian yang melekatdengan kehidupan bangsa Indonesia, oleh karena itu bangsa denganjumlah penduduk lebih dari 245 juta jiwa ini terdiri dari atau dibangundengan berbagai latar belakang etnik, agama, kebudayaan, adatistiadat dan lain sebagainya. Dan karena itupula bangsa ini mengikatdiri dengan satu semboyan bineka tunggal ika, yang artinya keragam-an dalam satu ikatan. Namun, apa yang terjadi dewasa ini cenderungmengarah pada hal yang sebaliknya, pertentangan, permusuhan yangberlatar belakang agama, suku, golongan, politik dan sebagainyatelah melanda sebagian besar wilayah bangsa Indonesia dengansegala konsekuensi dan implikasinya berupa kerugian harta benda,yang tidak sedikit jumlahnya dan bahkan jiwa anak-anak manusiayang tidak bersalah. Pada saat yang sama, agama yang diharapkanmembawa misi rahmat li al-alamin belum mampu menunjukkanperan strategisnya yang signifikan dalam menciptakan haromonisosial yang manusiawi. Hal ini sangat boleh jadi karena paham ke-agamaan masyarakat telah terkontaminasi oleh limbah kepentingandengan aroma politik, ekonomi, budaya yang sangat menyengat. Olehkarena itu, demi untuk terciptanya hubungan eksternal perlu diada-kan dialog yang bersahaja antar umat beragama. Sedangkan dalam

Page 3: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

39

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

tataran internal agama, diperlukan reintrepretasi pesan pesan agamayang lebih menyentuh kemanusian yang universal.1

Upaya mengedepankan rekonstruksi pemahaman keagamaankepada para tokoh agama didasarkan atas suatu pemahaman, bahwamereka yang termasuk dalam jaringan tokoh agama, paling tidakmemegang tiga fungsi utama dalam kehidupan sosial budayamasyarakat yaitu sebagai (1). motivator, (2). pembimbing moral, dan(3). mediator. Dengan tiga fungsi tersebut, maka para tokoh agamaberpotensi untuk menciptakan harmoni sosial dengan jalan mem-bangun pemahaman umat atau jama-ahnya tentang misi agamasebagai pencipta rasa damai bagi semua dan sesama. Tetapi pada saatyang sama para tokoh agama juga efektif untuk membangun danmemicu konflik antar umat beragama. Berangkat dari kerangka pikirdi atas, maka penelitian ini adalah sutu ikhtiar untuk mendapakaninformasi yang akurat tentang pandangan tokoh-tokoh agama diKendari Sultra mengenai konsep inklusivisme dan pluralisme.

B. Dinamika Sosial di Kendari

Kendari memiliki motto “Kota Bertakwa”. Motto tersebutsekaligus menunjukkan adanya spirit nilai religiusitas yang menjadifundamental ideas masyarakat dan pemerintah dalam berbagaiaktivitas pembangunan kota. Mengabadikan kota “bertakwa” sebagaimotto,2 menunjukkan pada terbangunnya komitmen, jajaranpemerintah kota dan masyarakat, untuk mengorientasikan diri basisnilai agama dalam melaksanakan tugas dan kegiatan masyarakat

1 Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta :Rajawali Pers, 2001), h. 187

2 Motto “Kota Bertakwa” mengandung makna: B = bersih; E = Elok atauIndah; R = Rindang atau Teduh; T = Tertib; A = Akhlak yang baik; K = Kerjasamaantara pemerintah dan masyarakat; W = Wawasan Nusantara; serta A = Aman.Dari makna unsur kata “BERTAKWA” tersebut, mengisyaratkan beberapa kualitaskata yang identik dengan pencapaian misi Kota Kendari. Bersih, Elok, Rindangadalah identik dengan pencapaian misi lingkungan. Aman dan Wawasan Nusantaraadalah identik dengan misi sosial kemasyarakatan, sedangkan kata Tertib dan Akhlakyang baik dan Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat adalah identik denganperpaduan beberapa misi yakni misi perekonomian, misi pelayanan, misiprofesionalisme aparat, dan misi pemerintahan yang baik.

Page 4: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

40

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

umumnya. “Bertakwa” kepada sumber moral dan kebenaran ber-implikasi pada komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran universal,keutamaan akhlak dan amanah (akuntabilitas).

Kota Kendari sebagai daerah yang berbenah diri menjadi kotamodern, tidak dapat menghindari fakta heteroginitas. Sebagaimanaciri kota lainnya penduduk kota Kendari juga sangat plural hal iniberdampak pada persaingan yang kian meningkat. Implikasinyaadalah individual group menjadi semakin dominan dan tidakterhindarkan. Semangat gotong-royong semakin menipis. Interaksisosial antara penduduk setempat dengan warga pendatangmenjadikan warga kota lebih terbuka menerima pengaruh budayaluar, sehingga perubahan sosial nampak jelas. Adanya arusperpindahan penduduk dari desa ke kota yang disebabkan oleh faktorpendorong dan penarik menimbulkan persoalan-persoalan barudalam berbagai aspek kehidupan, salah satu di antaranya adalahsegregasi. Adanya perbedaan suku bangsa, tingkat pendidikan, stratasosial, serta perbedaan agama dan sebagainya mengakibatkantimbulnya segregasi ekologis pada kelompok tertentu.3

Pemisahan kelompok yang berlainan karakteristiknya ini di satusisi memiliki peluang bagi terjadinya gesekan-gesekan antar kelompokyang berbeda, meskipun selama ini belum pernah ditemukan di KotaKendari. Segregasi disebabkan oleh sewa atau harga tanah yang tidaksama. Di wilayah-wilayah dengan harga yang tinggi, didiami olehpenduduk kota yang mampu dari segi ekonomi, sedangkan di daerah-daerah dengan harga tanahnya yang murah dihuni oleh warga kotayang berpenghasilan menengah ke bawah.4 Sementara itu, suku

3 Segregasi ekologis adalah pengelompokan orang-orang yang samakarakteristiknya dalam suatu daerah dan sekaligus memisahkan diri dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang berlainan karakteristiknya. Lihat, Rahardjo,Perkembangan Kota dan Permasalahannya (Jakarta: Bina Aksara, 1989), h. 47./lihat juga La Malik Idris, Dakwah dalam Masyarakat Plural,...h. 130

4 Hal tersebut nampak pada kepemilikan atas sebagian besar Ruko yangada di sekitar pusat-pusat perbelanjaan, antara lain seperti di sekitar pasar sentralKota, sekitar mall Mandonga, dan di sekitar pasar baru Wua-wua. Demikian pulapada bagian depan jalan mulai sekitar pelabuhan kapal laut di kota lama hinggaWua-wua, terutama di jalan protocol menuju Bandar Udara. ibid

Page 5: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

41

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

bangsa Tolaki sebagai pemilik tanah adat atau tanah leluhur menjualtanah mereka yang terletak di lokasi-lokasi strategis atas kemauannyasendiri karena terpengaruh oleh harga tanah yang mahal, sehinggamenjadikan mereka semakin tergeser dan akhirnya membuat lokasipemukiman baru di sudut-sudut kota. Kondisi ini nampaknya akanmemberi ruang bagi terjadinya kecemburuan sosial dan sentimen etnisberujung pada konflik sosial5 di kemudian hari seperti yang pernahterjadi di Ambon jika tidak ada upaya-upaya preventif. Terkait denganhal tersebut, tesis Dahrendraf menyebutkan bahwa konsensus dankonflik hadir sekaligus dalam masyarakat sebagai hubungan sebabakibat. Masyarakat tidak akan memiliki konflik tanpa ada konsensusatau kesepakatan sebelumnya. Konflik terjadi karena telah melanggarkonsensus.6

Meskipun demikian, masyarakat diharapkan selalu beradadalam situasi integratif, stabil dan teratur, karena dalam masyarakatada nilai, norma, dan aturan yang disepakati bersama oleh paraanggotanya. Sistem sosial dalam masyarakat dapat tetap bertahan dansurvive memerlukan pengkondisian-pengkondisian yang dapatmemenuhi tujuan integratif dan stabilitas serta keharmonisan hubung-an sosial. Dalam rangka itu, pihak Kanwil Departemen Transmigrasidan PPH Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 1999 pernahmenyelenggarakan seminar sehari yang membahas tentang konseppembangunan pemukiman berwawasan Bhineka Tunggal Ika.7 Tujuan

5 Konflik sosial adalah suatu keadaan dimana sekelompok orang denganidentitas yang jelas terlibat pertentangan secara sadar dengan satu kelompok lainatau lebih, karena mengejar tujuan-tujuan yang bertentangan, baik dalam nilaimaupun dalam klaim terhadap status, kekuasaan, atau sumber-sumber daya yangterbatas dan dalam prosesnya ditandai oleh adanya upaya pihak-pihak yang terlibatuntuk saling menetralisasi, mencederai, atau bahkan mengeliminasi posisi ataueksistensi lawan. Jadi, konflik bukanlah kompetisi atau ketegangan, meskipunkeduanya dapat menjadi cikal bakal konflik. Lihat, Dewan Redaksi, “MemahamiKonflik; Sebuah Pintu Masuk” dalam Jurnal Dinamika Masyarakat, Vol. 1, No. 1(Jakarta: Kementrian Riset dan teknologi, 2002), h. 1

6 George Ritser dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta:Pernada Media, 2003), h. 154.

7 Seminar tentang konsep pembangunan pemukiman berwawasan BhinekaTunggal Ika yang ikut dihadiri oleh penulis tersebut adalah pembangunan kompleks

Page 6: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

42

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

pembangunan unit pemukiman transmigrasi berwawasan BhinekaTunggal Ika (UPT BHINTUKA) tersebut adalah terwujudnyapemukiman transmigrasi yang mengintegrasikan berbagai sukubangsa yang saling menghargai dan menghormati perbedaan yangada dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa.8

Dengan adanya segregasi yang tidak disengaja, dapatmenimbulkan “slumarea” (perkampungan kumuh). Perkampungankumuh di Kendari umumnya di dekat pasar sebagai pusatperekonomian dari berbagai etnis. Akan tetapi tidak jauh dari pasaritu mereka juga membangun masjid sebagai tempat beribadah danpembinaan anak-anak mereka tentang ajaran agama Islam. Haldemikian seperti antara lain Masjid al-Ikhwan dekat pasar sentralMandonga dan Masjid Nurul Iman dekat pasar sentral Kendari Barat.

Nampaknya segregasi yang terjadi di beberapa lokasi tersebutadalah segregasi ekologis karena adanya pengelompokan dua sukubangsa yang berbeda. Perpindahan kelompok etnis Buton ke kotaKendari pada umumnya untuk memperbaiki taraf hidup mereka,melalui kegiatan di bidang ekonomi, pendidikan, maupun di bidangpemerintahan. Dalam pemilihan lokasi tempat tinggal, selain karenaketerikatan dengan kelompoknya juga karena alasan ekonomi, yaituefesiensi. Hal ini terjadi pada kelompok suku bangsa Buton di Kemarayakarena lokasinya yang dekat dengan pusat fasilitas kota.Sedangkan yangmenyebabkan suku bangsa Muna bermigrasi ke kota Kendarididominasi oleh faktor pendorong, yaitu mencari pekerjaan danpeningkatan taraf hidup. Hal ini disebabkan oleh kesulitan ekonomiyang dialami di daerah asal, mereka tidak mempunyai pekerjaan yangdapat mencukupi kebutuhan mereka secara layak.9

pemukiman yang di dalamnya tidak saja terdiri dari satu kelompok etnis atau agamatertentu, akan tetapi multi etnis dan agama serta stratifikasi sosial ekonomi danbudaya masyarakat yang variatif. Di dalamnya tercipta suasana harmonis, salingmenghargai perbedaan sebagai sesama warga masyarakat yang berada dalamnegara kesatuan Republik Indonesia.

8 Idris, Dakwah.....h. 1329 Hanur S., “Studi tentang Faktor-faktor Migrasi Masyarakat Muna serta

Intensitasnya dengan Masyarakat di Kota Administratif Kendari”, Makalah,disampaikan pada seminar Dies Natalis Universitas Haluoleh XIII di Kendari padatanggal 16 September 1994.

Page 7: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

43

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

C. Paradigma Multikultur dalam Pandangan Tokoh Agama Kendari

1. Respon terhadap Pihak LainDari 22 orang informan yang penulis wawancarai terkait

pandangan mereka tentang keberadaan pihak berlainan agamamenunjukkan bahwa 27,3 % atau 6 orang memandang semua agamaadalah sama sebagai jalan menuju keselamatan. Meskipun demikianseluruh informan atau 100 % menyatakan ketidak setujuan untukmenjadi orang dalam (memeluk agama tertentu) atau pindah dariagama yang satu ke agama yang lain agar dapat memahami kebenar-an agama lain. Seluruh tokoh agama menyetujui atau berpandanganboleh mendalami atau mempelajari agama lain, namun tidak berartiatau tidak mesti menjadi orang dalam, apalagi melakukan konversidari agama yang satu ke agama yang lain. Terhadap pertanyaantentang kebolehan melakukan konversi agama, 100 % atau seluruhtokoh agama menyatakan penolakannnya terhadap konversi agamadari Islam ke agama yang lain. Hal ini telah mengantarkan tokohagama di daerah ini keluar dari sikap eksklusif relatif atau relativis.

Kendatipun mereka menolak tegas konversi agama, namunmereka juga menolak bahkan mengutuk paham yang menegasikankeberadaan pihak lain dan atau melakukan tindak kekerasan hanyakarena alasan beda agama, terutama bila dilakukan tanpa sebab.Pada saat yang sama mereka juga secara umum menolak sikap “antiagama” baik yang berasal dari kalangan birokrasi, politisi, budayawanmaupun individu yang dianut oleh orang lain. Dalam kenyataannya,mayoritas tokoh agama di wilayah ini berpandangan bahwa agamaselain Islam adalah keliru dan Islam adalah agama universal. Dari 22orang muballigh atau dai yang penulis wawancarai, terdapat sejumlah36,3% da’i di yang menganggap Islam sebagai satu-satunya kebenar-an yang mesti diperuntukkan bagi semua orang, namun pandangantersebut tidak disertai dengan alasan yang logis.

Kendatipun sebagian dari tokoh agama yang dimintaipandangannya memandang Islam sebagai satu-satunya kebenaran,namun terhadap fakta pluralitas mereka memandangnya sebagaisuatu yang alami dan niscaya diapresiasi. 22 tokoh agama yangdimintai pandangannya tentang pluralitas 100% menyatakan

Page 8: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

44

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

penerimaan atas perbedaan dan keniscayaan untuk menerima pihaklain untuk hidup bersama dan berdampingan secara damai. Bahkansecara tegas mereka menyatakan bahwa perbedaan pandangan tidakharus dipertentangkan sehingga bukan alasan untuk menegasikankeberadaan pihak lain.

Satu hal yang paling sering memicu tindak protes dari tokoh-tokoh agama Islam terhadap pihak lain khususnya Kristen adalahprogram kristenisasi. Dalam konteks tersebutlah maka penyebaranagama lain seperti kristenisasi, dalam pandangan sebagian tokohagama harus ditentang, meskipun demikian penentangan tersebutharus dilakukan dengan cara yang elegen, atau tanpa melakukantindak-tindak kekerasan. Tetapi terkait penyebaran agama dalamwilayah internal masing-masing agama atau kepada masyarakat yangbelum menyatakan diri menganut agama tertentu, para tokoh agamasepakat untuk tidak mempersoalkannya.

Merujuk kepada data hasil wawancara yang dilakukan kepadasejumlah tokoh agama yang berasal dari berbagai organisasi, makasecara umum pandangan da’i Kota Kendari berada dalam bingkaipemahaman yang masuk dalam ranah toleran. Yaitu suatu visikeberagamaan yang tegak diatas wawasan atau pemahaman hormatmenghormati antar sesama tetapi secara prinsip masih meng-genggam erat keyakinan akan kebenaran agama yang dianutnyasebagai satu-satunya kebenaran. Dalam konteks tersebut, maka da’idi wilayah ini secara umum terhindar dari dari sikap eksklusiv, meski-pun masih berada jauh dari ciri inklusiv, hal ini terbukti dari sejumlahda’i yang diwawancarai 77,2 % atau 17 orang diantaranya tidakmemberi ruang kebenaran bagi pihak lain dalam hal yang terkaitdengan keyakinan agama.

Dari peta di atas maka hal yang menggembirakan adalahbahwa masih terdapat sekitar 22,7 % atau 5 (lima) tokoh agama yangdiwawancarai yang berdasarkan pandangan dan visinya dapatdikategorikan sebagai tokoh agama yang dalam batas-batas tertentudapat dikatakan inklusiv. Para tokoh tersebut memandang danberkeyakinan bahwa Islam sebagai satu-satunya kebenaran yangdiperuntukkan bagi semua orang, namun mereka tidak menutup diridengan kemungkinan kebenaran yang berada pada pihak lain yang

Page 9: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

45

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

niscaya untuk diperhatikan diapresiasi. Bahkan sebagian di antaramereka secara tegas menyatakan bahwa agama lain harus dihargai,diakui dan diperhitungkan keberadaannya.

Adanya realitas yang menunjukkan pada komitmen kokoh plusrasa kepemilikan yang tinggi terhadap Islam sebagai keyakinan yangditunjukkan oleh para tokoh agama di wilayah ini bukanlah peng-halang bagi mereka untuk mengapresiasi dan memberikanpenghormatan pada pihak lain. Fakta tersebut merupakan modalpokok yang menunjukkan bukti bahwa tokoh agama di wilayah inimenyisahkan ruang yang cukup luas bagi bersemayamnya sikap danvisi pluralis, atau minimal dapat dinyatakan bahwa para tokoh agamadi wilayah ini telah berada pada jalur persyaratan yang dapatdinyatakan sebagai da’i/tokoh agama berparadigma pluralis.

Alasan untuk pernyataan di atas tergambar pada indikatorminimal dimiliki, yaitu visi yang mampu memberi apresiasi plusmenghormati dan menghargai perbedaan sebagai satu-satunyakenyataan yang niscaya. Tokoh agama yang bervisi pluralis adalahsubyek yang tidak hanya dapat menghargai perbedaan danpandangan dalam satu keyakinan, sekaligus subyek terkait memilikienergi yang sama kuatnya dalam mengapresiasi realitas perbedaankeyakinan dan wawasan serta visi keagamaan yang berada di luardirinya. Subyek yang mampu memberi energi positif terhadap agamaselain yang diyakininya, dan memberi atau menyisahkan bilikkebenaran pada agama-agama lainnya sehingga perlu dihargai dandihormati, merupakan ciri dari subyek yang bervisi pluralis.

Rasa hormat dan pengakuan akan keberadaan agama lainsebagai wujud dan implementasi dari visi pluralitas oleh kalangantokoh agama di Kendari, tidak harus dimaknai sebagai bentukkesepakatan terhadap ide sinkretisasi/atau penyatuan agama-agamayang ada. Karena dalam konteks tersebut, 100 % atau seluruh tokohagama yang dimintai pendapatnya menyatakan ketidak setujuan akansinkretisasi, yang dalam visinya ingin menyatukan beberapa unsurtertentu atau sebagian komponen dari keyakinan agama-agama yangada dikonstruksi menjadi menjadi satu agama baru.

Bagi para tokoh agama di Kendari, gagasan sinkretisasi adalahgagasan yang keluar dari bingkai keyakinan keagmaan, dan

Page 10: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

46

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

sebagaimana tokoh agama Islam, sudah barang tentu tokoh agamalainpun akan menolak pandangan tersebut. Setiap pemeluk agamaberhak untuk meyakini kebenaran agamanya masing-masing, danuntuk itupula tokoh agama Islam juga meyakini secara utuh akankebenaran agama yang mereyakininya.

Oleh karena itu, gagasan menciptakan tradisi baru yangelemen-elemennya diambil dari berbagai agama tidak urgen danbahkan menodai agama itu sendiri. Sebagai subyek yang beragamaIslam, kita meyakini akidah Islam sudah lengkap, akan tetapi perluada dialog dengan penganut agama lain. Lebih jauh, mereka ber-pandangan bahwa; seyogyanya, umat Islam sedari dini menanamkankepada generasi penerus meraka akidah yang benar serta pahamahl al-sunnah wa al-jama’ah. Seluruh tokoh agama yang di-wawancarai berpendapat bahwa Islam adalah agama ideal danmengatasi agama lainnya. Implikasi dari pandangan tersebut jelastidak urgen untuk mengedepankan gagasan univikasi agama-agama.Sekalipun demikian, para tokoh agama yang diwawancarai umumnyaberpandangan bahwa antar Islam dengan agama lainnya dalambeberapa hal memiliki kesamaan, selain perbedaan yang terbangunsejak awal, namun realitas tersebut tidak harus menjadi penyekaterat bagi terjalinnya komunikasi dan relasi kesepahaman antar iman.

Bila dalam ranah keyakinan para tokoh agama menolak tegaskemungkinan bagi terjadinya percampuran, namun dalam ranahsosial sebagai langka dalam membangun relasi kesepahaman, makaseluruh tokoh agama yang dimintai pandapatnya menyatakan bahwasangat urgen dan mendesak untuk membangun dialog dalam rangkamerumuskan dan menemukan sesuatu yang menjadi perekat dalammenyelesaikan problem sosial yang terkadang masih menggangjalantara satu agama dengan agama lainnya. Upaya menemukanresolusi konflik misalnya perlu dinisiasi melalui dialog gunamenmukakan titik-titik persamaan nilai-nilai kebenaran yang menjadisubstansi ajaran masing-masing agama. Menurut mereka dialogterbuka tentang kebenaran masing-masing agama diperlu digagassebagai bentuk keterbukaan sikap terhadap pihak lain.

Berdasarkan persepsi dan pandangan tokoh agama di daerahini secara umum mereka memandang Islam sebagai satu-satunya

Page 11: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

47

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

agama yang benar, berdasarkan, namun demikian tidak adaperbedaan pendapat dikalangan mereka untuk membuka bilik untukhidup berdampingan secara damai dan saling menghargai satu samalainnya. Paradigma di atas jika merujuk pada teoesasi Smart, masukdalam kategori pandangan eksklusif.

Klaim eksklusif terhadap pandangan tokoh agama Kendariberdasarkan teoresasi Smart sesungguhnya masih menyisahkantanda tanya, apatalagi jika kita merujuk pada indikator ekslusivsebagaimana didefinisikan oleh sebagian pakar yaitu; “terpisah dariyang lain khusus dan tidak mencakup”, dan ketika menjadi suatupaham disebut eksklusifisme, yaitu paham yang mempunyaikecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat dan memilikikecenderungan untuk melihat kelompoknya sebagai satu-satunyakelompok yang ada”. Jika definisi eksklusiv sebagaimana yangdisandar dalam pengertian diatas dijadikan alat ukur, maka kalimeksluisiv tidaklah tepat untuk disematkan sebagai tipologi sikap/pandangan tokoh agama di daerah ini. Fakta membuktikan bahwapara tokoh agama (Islam) di wilayah ini seklipun meyakini Islamsebagai suatu kebenaran mutlak dibanding agama lainnya, namunmereka tetap sepakat untuk menerima realitas keragaman yangmerupakan fakta alami yang takterhindarkan sekaligus menolak kerasancaman apalagi tindak kekerasan berbasis agama.

Realitas yang digambarkan di atas secara prinsip menunjukkanbila tokoh agama di wilayah ini membuka ruang apresiasi bagi pihaklain untuk membangun interaksi elegan atau bahkan relasi ke-sepahaman dalam rangka membangun hidup yang dinamis danpenuh saling pengertian. Implikasi dari pembukaan ruang tersebutadalah kesepakatan hati yang mengejawantah dalam tindaklakuuntuk menolak segala bentuk dan aroma perilaku yang berbasiskekerasan. Dalam konteks tersebut dapat disimpulkan bahwakarakteristik dari pola pikir tokoh agama di Kendari dalam menyikapikeragaman budaya dan ideologi secara umum bergerak diantaralintasan paradigma toleransi konvensional menuju pluraliskontemporer.

Warna dari cara pandang atau visi tokoh agama Kendari dalammempresepsi pihak lain jika ditelisik dalam koridor teoresasi yang

Page 12: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

48

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

dibangun A. Mukti Ali, masuk dalam kategorisasi agree anddisagreement, yaitu suatu corak berpikir yang tetap berada diataslandasan keimanan yang kukuh akan keyakinan dan keimanannya,namun tidak kurang apresiasinya terhadap agama lain. Dalamparadigma ini, pelaku menyadari sepenuhnya agama yang diyakininyaselain memiliki perbedaan dengan agama lain, juga memiliki sisipersamaan. Dalam kondisi dan realitas tersebut maka sikap yangdikembangkan dalam ruang sosial adalah sikap saling menghormatisatu dan yang lainnya, dan pada gilirannya masing-masing pemelukagama dituntut untuk membangun kesepahaman diatas landasannurani.

Fakta terbukanya ruang apresiasi dalam paradigma elementokoh agama di daerah ini terhadap pihak lain adalah alasan kuatuntuk menyatakan bahwa eksklusivitas yang secara empiris ber-potensi menyisahkan rongga konflik bukanlah merupakan carapandang yang dianut oleh para tokoh agama di Kendari. Realitas inisekaligus menepis atau paling tidak meminimalisasi peluang konfliksebagai akibat dari “agitasi” keagamaan, sebaliknya realitas ke-terbukaan pandangan tokoh agama di Kendari terhadap kenyataanpluarlitas semakin akan mengarahkan para penganut agama diwilayah ini untuk hidupa dalam damai dan terjauh dari rasa salingcuriga.

2. Strategi Membangun Harmoni Antar Umat BeragamaSebagaimana yang telah diuaraikan diatas, maka secara umum

dapat disimpulkan bahwa pandangan tokoh agama di Kendariterhadap keberadaan pihak lain mengarah pada sikap toleran. Sikaptoleran adalah pandangan yang didasarkan atas cara berpikir yangmengedepankan kesepahamanan dalam bentuk saling hormat danmenghargai satu sama lainnya. Pandangan tersebut dalam perspektifMukti Ali dinayatakan sebagai sikap agree and disagreement.

Pemetaan atas sikap dan respon tokoh agama sebagaimanayang dilakukan menjadi penting untuk menelaah dan menganalisisbagaimana strategi mereka dalam berdakwah atau mengejawantah-kan nilai keberagamaan di tengah komunitas/masyarakat yangmenjadi sasaran dakwah. Secara teoretis sikap dan respon seseorang

Page 13: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

49

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

terhadap suatu masalah terkait erat dengan visinya. Visi keagamaanyang toleran; akan mengarahkan subyek bersangkutan untuk ber-sikap “santun” terhadap pihak lain, sebaliknya visi eksklusiv juga ber-dampak terhadap respon subyek tersebut akan kebaradaan pihaklain.

Visi agama yang toleran para tokoh agama di Kendari secaraempiris terlihat pada suasana kehidupan masyarakat Kendari yangaman dan damai. Hingga saat ini dan sejak dahulu tidak terdapatcatatan yang dapat dirujuk untuk menyebutkan bahwa di Kota inipernah terjadi gesekan sosial yang disebabkan oleh agitasi berlatarsentiman keagamaan. Bukti tersebut kemudian dipertegas denganwajah kota yang dihiasa dengan bangunan masjid dan gereja yangberdampingan, kendatipun kota ini dihuni oleh 93,6 % umat Islam.

Karagaman etnik dan agama serta realitas bangunan rumahibadah dari berbagai agama merupakan realitas sosial dan budayayang mengiringi sejarah kehidupan. Fakta ini sekaligus menunjukanbahwa ada tradisi yang hidup dan dibangun dalam sistem sosialmasyarakat Kendari sehingga menjadikan masyarakat setempatterbiasa hidup dalam keragamaan. Modal sosial ini sekaligusmenunjukkan kepada pihak luar bahwa keragaman bukan merupakanmasalah tetapi justru merupakan modal sosial yang tak ternilaiharganya dalam membangun peradaban masa depan di daerah ini.Dengan demikian masuknya warga lain ke wilayah ini baik yangberagama islam maupun non Islam bukan menjadi hambatanhambatan psikologis dalam melakukan interaksi sosial maupunbudaya.

Fakta paling mengangumkan di Kota yang dihuni olehmayoritas masyarakat Islam adalah banyaknya rumah ibadah yangberdampingan dari dua agama yang berbeda. Paling tidak tujuh buahmasjid di kota ini yang berdekatan/berdampingan dengan gereja,yaitu: 1) Masjid Agung Al-Kautsar, bersebelahan dengan Gereja GUPSultra Oraet Labora Mandonga; 2) Masjid Al-Mukarrabun Sarananiberdampingan dengan dua gereja, masing-masing berjarak ± 50-100meter, yaitu Gereja Yesus Gembala yang berada di jalan Sarananidan Gereja Katolik St. Clemes terletak di jalan S. Parman; 3) MasjidAkbar Benu-benua berdekatan dengan Gereja GEP Sultra Immanuel

Page 14: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

50

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

berjarak ± 50 meter; 4) Masjid At-Takwa di jalan Moh. Hatta Sodohuaberdekatan dengan Gereja Santa Anna berjarak ± 50 meter; 5) MasjidRaya Kendari di jalan H.Agussalim berdekatan dengan Gereja GPIBSumber Kasih berjarak ± 50 meter; dan 6) Masjid Dakwah Wanittaberdampingan (hanya dibatasi oleh dinding tembok) dengan GerejaProtestan GPdI Bukit Zaitun berdampingan tanpa jarak, serta 7).Masjida Babul Khair Ondonuhu berdampingan tanpa sekat denganGereja Protestan10

Seluruh relitas yang digambarkan di atas mustahil terjadisecara alami tanpa melalui rekaya sosial dan budaya yang didesainoleh masyarakat setempat dalam hal ini tokoh masyarakat adat plustokoh agama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kemampuanuntuk hidup berdampingan secara damai sangat ditentukan oleh visiatau paradigma yang hidup dalam kultur masyarakat setempat. Padagilirannya sikap seseorang yang terbangun dari visi akan menentukanstrategi komunikasi yang dibangun dalam kehidupan sosial.

Individu atau kelompok/ masyarakat yang toleran akan ber-beda dengan individu/masyarakat yang eksklusiv dalam mebangunatau menkonstruksi komunikasi. Pada masyarakat yang tolerankomunikasi yang dibangun lebih cenderung untuk menemukankesepahaman antara sesama, dan oleh karena itu muatan ataukonten pesan lebih sejuk dan mengarah pada pembentukanmasyarakat haromis jauh dari intrik dan peluang konflik. Atau dalamteori Buber disebut dengan kominkasi yang mengarah padapencipataan relasi kesepahaman (Marthin Burber’s Dialogic Etic) .

Dalam perspektif Burber, relasi antar individu/masyarakatlebih dari sekadar kode moral mengenai tingkah laku, sebab relasiadalah tempat lahir dari kehidupan yang hakiki. Ia menkontraskandua tipe relasi : I-It, kita menempatkan orang lain sebagai suatu bendayang digunakan, atau seperti obyek yang dimanipulasi. Karenadiciptakan sebagai monolog, maka I-It tidak mempunyai salingpengertian atau kesepahaman. Konsekuensinya adalah ketidak-jujuran dan ketidaktulusan sebagai pilihan pendekatan yang diguna-kan untuk memelihara penampakan masing-masing. Sedangkan

10 Bandingkan dengan Idris, Dakwah....h. 147.

Page 15: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

51

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

dalam relasi I-Thou kita menghormati orang lain sebagai subyek.Orang lain sebagaimana diri kita sama-sama diciptakan dari citraTuhan yang sama (fitrah), sehingga menjadi niscaya untuk mem-berikan penghargaan, penghormatan, dan perlakuan lebih darisekedar sarana untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Prinsip inimenegaskan bahwa kita akan mengalami relasi sebagaimana yangdialami orang lain, dan prinsip tersebut hanya bisa dicapai dengandialog.11 Dialog tidak hanya berupa komunikasi antara dua pihak ataulebih yang berbeda, akan tetapi upaya untuk saling memahami,menghargai, dan menghormati perbedaan diantara mereka. Dengankata lain, dialog adalah upaya mereduksi hal-hal yang memperuncingperbedaan dan berkonsentrasi pada hal-hal yang mensejajarkanmereka dalam kesepahaman, sehingga terciptalah konsep paralelis-me keyakinan dintara dua atau tiga masyarakay yang berbeda.

Pada tataran praksis, relasi kesepahaman hanya akan terjadibila ada dilaog. Dialog oleh Burber mempersyaratkan komunikasiuntuk melakukan pengungkapan diri. Pendekatan ini merupakanpemikiran teoritik yang dilandasi oleh gagasan psikologi humanistikyang memberi penekanan pada ideologi honest commonication.12

Pendekatan ini mengajarkan bahwa tujuan komunikasi adalah untukmemperoleh atau menemukan kesepahaman berupa pemahamanatas diri dan orang lain secara apa adanya. Hal tersebut dapat terjadidi atas landasan komunikasi yang tulus dan sejati. Sebaliknya,kesalahpahaman dan ketidakpuasan terjadi dalam suatu jalinan antarpribadi yang dilandasi oleh ketidak jujuran, tidak adanya keselarasanantara tindakan dan perasaan, umpan balik yang terbatas, danterhambatnya pengungkapan diri.

Komunikasi yang dibangun oleh tokoh agama di Kendari, jikaditelaah dari sudut teoresasi Burber, maka berada pada jalurparadigma komunikasi I-tho. Pola ini adalah model strategi komuni-kasi yang mines agitasi. Jika dikonseptualisasikan dalam dakwah,

11 Karl Bertens, Filsafat Barat kontemporer Inggris-Jerman (Jakarta:Gramedia, 2002),h.176/ Turnomo Raharjo, Menghargai Perbedaan Kultural,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 63.

12 ibid

Page 16: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

52

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

maka ia lahir dalam bentuk materi-materi dakwah yang menge-depankan aspek akhlak dan muamalat duniwiyah. Konten dakwahdalam strategi ini dalam aplikasinya lebih mengarahkan audiensuntuk hidup dalam damai, dan untuk mewujudkannya harusmemandang dan menghormati orang lain sebagai subyek. Orang lainsebagaimana diri kita sama-sama diciptakan dari citra Tuhan yangsama (fitrah), sehingga menjadi niscaya untuk memberikan peng-hargaan, penghormatan, dan perlakuan lebih dari sekedar saranauntuk mencapai tujuan yang diinginkan. Prinsip ini menegaskanbahwa kita akan mengalami relasi sebagaimana yang dialami oranglain.

Selain keterlibatan aktif para tokoh agama di wilayah ini untukmembangun masyarakat yang toleran, juga dapat disebutkan bahwaprinsip dakwah tokoh agama di Kendari mememilik kaitan dengankarakter budaya masyarakat setempat, atau di diterminasi oleh localgenius masyarakat setempat. Atau dengan kata lain; perwujudan atauimplementasi dakwah berbasis multikultur oleh tokoh agama di KotaKendari sesungguhynya tidaklah berdiri sendiri tetapi ditopang olehkultur masyarakat Tolaki yang lebih mengedepankan kesahajaandalam membangun sistem sosial.13 Genealogi kultur Orang Tolakiadalah kultur integratif yang merupakan citra dari philosophi yangmereka bangun; maato pelangguako osipi isue, nderu-eru kimiwia,tanoonggo teposingga lako mata pute amo mata meeto (meskipunberselisih pagi dan sore mata hitam tidak akan terpisahkan dari mataputih).

Kultur integratif yang disebutkan merupakan bagian takterpisahkan dari nilai nilai budaya kalo sara. Dalam perspektifkebudayaan Tolaki, kalo merupakan system nilai yang memegang

13 Secara genealogi orang Tolaki menganut agama Islam, hanya 1,2% diantaranya menganut agama Kristen protestan. Orang Tolaki mula-mula belajaragama Islam dari orang Buton, orang Ternate, dan terakhir dari orang Bugis sejakawal abad ke XVI. Mereka yang menganut agama Kristen Protestan belajar padapara pendeta orang Belanda yang datang di daerah orang Tolaki pada tahun 1917Masehi/ Muslimin Su’ud, Konsep Kohanu (Budaya Malu) Pada Orang Tolaki.(Kendari: Balai Penelitian Universitas Haluoleo, 1989)/ Husain A. Chalik, SejarahKebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Tenggara, (Kendari:Depdikbud, 1978),h.82.

Page 17: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

53

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

peran penting dalam kehidupan orang Tolaki. Oleh karena itu,eksistensi kalo sara bagi masyarakat Tolaki tidak hanya sekedardipatuhi dan dihormati tetapi juga “disakralan”. Menurut Tarimana,hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan orang Tolaki adalah apayang mereka sebut medulu mepoko’aso (persatuan dan kesatuan),ate pute penao moroha (kesucian dan keadilan), dan morinimbu’umbundi monapa mbu’u ndawaro (kemakmuran dan ke-sejahteraan). Tiga hal tersebut merupakan satu kesatuan selaluterdengar disampaikan oleh para tokoh adat dan agama pada saatorang Tolaki acara. Ide-ide tersebut dikomunikasikan dan diekspresi-kan oleh orang Tolaki dalam berbagai bidang kehidupan, baik terkaitdengan aktivitas sosial dan budaya, maupun ekonomi, bahkan jugadiintegrasikan dalam upacara-upacara keagamaan.14 Ketiga nilai yangdikutip di atas tidak lain sebagai bentuk pengijauan tahan dari konsepkalo dalam kehidupan masyarakat Tolaki. Selain itu dapat dinyatakanbahwa nilai-nilai yang terkandung dalam konsep medulu mepoko’aso,ate pute penao moroha, dan morini mbu’umbundi monapa mbu’undawaro, sesungguhnya adalah merupakan kultur integrasi yanghidup sejak zaman dahulu dan hingga kini dijaga dan dipelihara olehorang Tolaki.

Beranjak dari realitas tersebut, maka dapat dinyatakan bahwakalo adalah sistem nilai budaya, yang berfungsi sebagai ekspresi ide-ide yang mengkomunikasikan hal-hal yang paling bernilai dalamkehidupan suku Tolaki. Nilai-nilai tersebut selain diwujudkan dalambentuk upacara adat dan agama, ide tersebut juga diaktualisasikanoleh orang Tolaki dalam aktivitas dan kehidupan sehari-hari.

Menurut Tarimana, kalo pada tingkat norma-norma merupa-kan ekspresi dari nilai-nilai budaya yang berfungsi membangun relasiatau hubungan yang spesifik bagi orang Tolaki dalam masyarakat.Dalam konteks tersebut maka kalo sesungguhnya memiliki nilaisebagai simbol pedoman dalam bertingkah laku bagi orang Tolakidalam usahanya berinteraksi sesama orang Tolaki. Kalo sebagaisimbol yang dipedomani oleh orang Tolaki dalam membangun

14 Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki. Seri Etnografi Indonesia No.3.(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 284.

Page 18: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

54

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

hubungan antar sesama manusia perwujudannya tampak dalampenggunaan simbol kalo sebagai nilai dan sistem hukum. Simbol kalosebagai nilai pada sistem hukum adat pada masyarakat Tolakiberfungsi sebagai pengatur berbagai aspek kehidupan Suku Tolaki.Kalo sebagai simbol hukum adat tampak dalam berbagai aktivitassocial masyarakat Tolaki, dalam konteks ini kalo berfungsi sebagaialat komunikasi antar keluarga dan antar golongan.15 Penggunaansimbol kalo dalam segala kegiatan orang Tolaki sebagaimana yangdideskripsikan di atas, menggambarkan bahwa dalam konsepkebudayaan masyarakat Tolaki, kalo merupakan ketentuan hukumyang harus dilaksanakan dan ditaati oleh orang Tolaki. Pelanggaranatas nilai-nilai kalo atau tidak menjadikan kalo dalam aktivitasmereka, akan dikenakan sanksi. Menurut orng Tolaki sanksi yang akanditerima bagi yang melanggar ketentuan hukum adat Tolaki adalahdapat berupa sanksi sosial dan adat.

Dari uraian panjang yang dikemukakan diatas, makaparadigma atau kultur toleran tokoh agama Kendari selain dibangunoleh pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal jugadibentuk oleh pengaruh kultur masyarakat setempat. Oleh karenaitu, bila ditelaah dengan sekasama terbangunnya masyarakat yangtoleran yang mampu memberikan apresiasi terhadap sesama dankepada mereka yang berlainan ideologi, suku, organisasi tidak dapatlepas dari andil dan peran tokoh masyarakat, adat dan agama. Perantokoh agama dalam konteks ini adalah melalui pesan-pesan dakwahyang disampaikan ketika bertablig yang dilakukan dengan berbagaistrategi sesuai dengan konteks. Dari hasil wawancara peneliti denganbeberapa tokoh agama, menyebutkan bahwa pembumian nilai-nilai

15 Abdurrauf Tarimana, Kalo Sebagai Fakus Kebudayaan Tolaki. Disertasi,Jakarta: Universitas Indonesia, 1985, h. 283-285/ Pelanggaran nilai-nilai kalo sebagaisimbol komunikasi pada aktivitas social akan dikenakan sanksi atau hukumanberupa denda sesuai ketentuan adat orang Tolaki, yaitu disisikan dari kehidupanbermasyarakat. Nilai yang terkandung dalam kalo dalam kehidupan masyarakatTolaki merupakan sesuatu yang niscaya dilaksanakan dan ditaati oleh seluruhkomponen orang Tolaki, baik mereka yang berstatus sebagai rakyat biasa maupunkelompok masyarakat kelas atas/ yang dalam konsep kebudayaan Tolaki disebutmokole (raja).

Page 19: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

55

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

keragaman dan toleransi oleh pemerintah dan agama dilakukanmelalui beberapa strategi, yaitu; 1. Sosialisasi nilai-nilai keragamanmelalui Forum Group Discussion lintas agama yang diadakan sebulansekali yang difasilitasi oleh FKUB Sultra. 2. Menggerakkan partisipasisegenap komponen masyarakat melalui sosialisasi Nilai-nilai budayalokal yang berorietansi pada kutur integrasi, melalui pelatihan Da’iMultikultur.3. Membangun sinergitas antara Pemerintah Daerahdalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dengan tokoh agama. 4.Membentuk forum masyarakat anti radikalisme bekerjasama denganBadan Nasional Penanggulang Terorisme. 5. Mensosialisasikan nilai-nilai toleransi pada khutbah dan pengajian-pengajian majelis taklimlewat acara dibalik surau yang dilakukan secara bersama dan livemelalui RRI

D. Penutup

Secara umum dapat dinyatakan bahwa pandangan tokohagama di Kendari terhadap keberadaan pihak lain mengarah padasikap toleran. Hal tergambar pada tipologi berpikir mereka yangmengedepankan kesepahamanan dalam bentuk saling hormat danmenghargai satu sama lainnya. Pandangan tersebut dalam perspektifMukti Ali dinayatakan sebagai sikap agree and disagreement.

Fakta terbukanya ruang apresiasi dalam cara pandang elementokoh agama di Kendari terhadap pihak lain dapat menjadi bukti awaluntuk menyatakan bahwa eksklusivitas yang secara empiris ber-potensi mengarahkan masyarakat pada eskalasi konflik bukanlahmerupakan visi keagamaan yang dianut oleh para tokoh agama diwilayah ini. Realitas ini sekaligus menepis atau paling tidak me-minimalisasi peluang konflik sebagai akibat dari “agitasi” keagamaan,sebaliknya realitas keterbukaan pandangan tokoh agama di Kendariterhadap kenyataan pluarlitas semakin akan mengarahkan parapenganut agama di wilayah ini untuk hidup dalam ruang harmonidan terjauh dari rasa saling curiga.

Visi agama yang toleran para tokoh agama di Kendari ter-ejawantah pada suasana kehidupan keagamaan masyarakat Kendariyang aman dan damai. Hingga saat ini dan sejak dahulu tidak terdapatcatatan hitam dan kelabu yang absah dirujuk untuk menyebutkan

Page 20: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

56

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

bahwa di Kota ini pernah terjadi gesekan sosial yang disebabkan olehagitasi berlatar sentiman keagamaan. Bukti tersebut kemudiandipertegas dengan wajah kota yang dihiasa dengan bangunan masjiddan gereja yang berdampingan, kendatipun kota ini dihuni oleh 93,6% umat Islam. Adapun strategi yang dikembangkan dalam rangkamembangun harmoni sosial antar umat beragama adalah melaluisosialisasi nilai multikultur dalam beragam bentuk yang dilakukandengan dukungan pemerintah kota.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M Amin, Falsafaf Kalam Di Era Post Modernisme ,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 1999

A. Chalik Husain, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah SulawesiTenggara, Kendari: Depdikbud, 1978

Ali, H.A., Mukti, Alam Pemikiran Modern di Indonesia, Yogyakarta :Yayasan NIDA, 1971, Ilmu Perbandingan Agama, Yogyakarta : Yayasan “NIDA”, 19700, “Ilmu perbandingan Agama, Dialog, Dakwah dan Missi””dalam Burhanuddin Daya, Herman Leonard (Redaktur), IlmuPerbandingan Agama di Indonesia dan Belanda Jakarata : INIS,1992, “Penelitian Agama di Indonesia” dalam Mulyanto Sumardi(ed.) Penelitian Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1992.

Anas, Ahmad. Paradigma Dakwah Kontemporer: Aplikasi Teoritis danPraktis Dakwah sebagai Solusi Problematika Kekinian. Cet. 1;Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2006.

Andito. (ed.) Atas Nama Agama: Wacana Dialog Bebas Konflik.Bandung: Pustaka, 1998.

Aziz, Moh. Ali (ed.). Dakwah Pemberdayaan Masyarakat ParadigmaAksi Metodologi. Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.

Bertens, Karl, Filsafat Barat kontemporer Inggris-Jerman ,Jakarta:Gramedia, 2002

Page 21: DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi …

57

Muhammad Alifuddin, Dakwah Berbasis Multikultur

Jurnal Dakwah, Vol. XVI, No. 1 Tahun 2015

Davamony, Mariasusai, Fenomenologi Agama, terj. A. Sudiarja dkk,Yogyakarta : Kanisius, 1995.

Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Bandung : Rosda Karya, 2002.Majid, Nurkholis, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan

Paramadina, 2000.Martin, Ricard C., Approaches to Islam in Religious Studies, Tucson:

The University of Arizona, 1985.Nata, Abuddin, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta:

Rajawali Press, 2002.Raharjo, Turnomo, Menghargai Perbedaan Kultural, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005.Rahardjo, Perkembangan Kota dan Permasalahannya, Jakarta: Bina

Aksara, 1989.Ritser, George, dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern,

Jakarta: Pernada Media, 2003.Su’ud, Muslimin , Konsep Kohanu (Budaya Malu) Pada Orang Tolaki.

Kendari: Balai Penelitian Universitas Haluoleo,1989.Tarimana, Abdurrauf Kalo Sebagai Fakus Kebudayaan Tolaki. Disertasi,

Jakarta: Universitas Indonesia, 1985.