Pengembangan pai multikultur

28
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERVISI MULTIKULTURAL Makalah Ini Ditujukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI Dosen Pengampu: Dr. Mahmud Arif M.Ag SAHIDIN 1320411091 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA

Transcript of Pengembangan pai multikultur

Page 1: Pengembangan pai multikultur

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERVISI MULTIKULTURAL

Makalah Ini Ditujukan Sebagai Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI

Dosen Pengampu: Dr. Mahmud Arif M.Ag

SAHIDIN 1320411091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2014

Page 2: Pengembangan pai multikultur

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak bisa terbantahkan bahwa Negara Indonesia kita merupakan salah satu negara

multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama

maupun geografis yang begitu beragam dan luas.1 Kemajemukan tersebut pada satu sisi

merupakan kekuatan sosial dan keragaman yang indah apabila satu sama lain bersinergi

dan saling bekerja sama untuk membangun bangsa. Namun, pada sisi lain, kemajemukan

tersebut apabila tidak dikelola dan dibina dengan tepat dan baik akan menjadi pemicu dan

penyulut konflik dan kekerasan yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan

berbangsa. Peristiwa Ambon dan Poso, bom Bali dan masih banyak lagi.

Jika dilacak, akar penyebab konflik antara satu wilayah dengan wilayah lainnya

memang cukup beragam. Ada faktor kesenjangan ekonomi, perseteruan politik, perebutan

kekuasaan, atau persaingan antaragama. Namun demikian, dari sebagian besar konflik

dan kekerasan yang ada, agama dinilai menjadi salah satu faktor yang ikut andil sebagai

pemicu.2 Maka, disinilah diskursus dan implementasi multikulturalisme menemukan

tempatnya yang berarti dan tentu saja pendidikan menjadi satu faktor penting khususnya

dalam dalam bidang materi pendidikan agama Islam (PAI).

Beranjak dari realitas diatas, di bawah ini pemakalah akan menjabarkan sebuah

paradigma pendidikan agama Islam berwawasan multikultur. Sebuah strategi

penyampaian termaktub dalam materi PAI serta mengembangkannya dalam dunia proses

pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian multikultural?

2. Bagaimana pengembangan Pendidikan Agama Islam bervisi multikultural?

3. Bagaimana orientasi dan tranformasi Pendidikan Agama Islam bervisi multikultural?

1 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Cross Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan (Jogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm.

2 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 15.

2

Page 3: Pengembangan pai multikultur

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan bukan merupakan menara gading yang berusaha menjauhi realitas sosial

dan budaya. Pendidikan menurut Paulo Freire, harus mampu menciptakan tatanan

masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan

kemakmuran yang dialaminya.3 Seperti masyarakat yang hidup dalam kedekatan dan

berinteraksi dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang etnis dan bangsa. Karena

itu, percaya bahwa semua orang terlahir berbeda-beda dengan keunikan masing-masing.

Namun, disparitas dalam kebudayaan, sumberdaya, dan harapan-harapan ini pula yang

melahirkan ketidakpuasan dan konflik sosial.

Multikultural juga diartikan sebagai imperative peradaban, yaitu isu yang terus

memprovokasi keingintahuan sekaligus juga mengandung ketidakpastian mengenai

keberhasilan harapan-harapan yang disandarkan kepadanya.4 Sebagai sebuah ideology,

multikulturalisme adalah pandangan bahwa sebuah kebudayaan memiliki nilai dan

kedudukan yang sama dengan setiap kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan

berhak mendapatkan tempat sebagai kebudayaan lainnya.

Namun, multikulturalisme dalam pengertian yang lebih sesuai dan diterima untuk

kebutuhan kontemporer adalah bahwa orang-orang dari berbagai kebudayaan yang

beragam secara permanen hidup berdampingan satu dengan yang lainnya, sehingga

menekankan pada pentingnya belajar kebudayaan-kebudayaan lain, mencoba memahami

mereka secara empati, menapresiasi kebudayaan lain, menilainya secara positif.5

Sedangkan pengertian pendidikan multikultur adalah suatu cara untuk mengajarkan

keragaman. Pendidikan multikultur menghendaki rasionalisasi etnis, intelektual, sosial

dan pragmatis secara inter-relatif, yaitu mengajarkan ideal-ideal inklusivisme, pluralism

dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan merupakan imperative humanistik

yang menjadi prasyarat bagi kehidupan etis dan partisipasi sipil secara penuh dalam

demokrasi multikultural dan dunia manusia yang beragam. Pendidikan multikultur juga

3 Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Terj. Agung Priantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 19.

4 Zakiyuddin Baidhaway, Pendidikan Agama Berwawasan Multicultural, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), hlm. 2

5 Ibid, hlm. 5

3

Page 4: Pengembangan pai multikultur

diharapkan dapat mengeksplorasi sisi-sisi particular dan universal dalam kultur studies, ia

berusaha memahami kebudayaan-kebudayaan dan masyarakat particular dalam konteks

dan dari perspektif mereka sendiri, mengedepankan analisis perbandingan, pemahaman

etno-relatif, penilaian rasional dan universal serta berupaya mengidentifikasi ideal-ideal

dan praktek bersama dan universal.

Menurut Ainul Yaqin,6 pendidikan multikultural mempunyai dua tujuan, tujuan

pertama yaitu membangun wacana pendidikan multukultural di kalangan guru, dosen,

ahli pendidikan, pengambilan kebijakan dalam pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu

pendidikan maupun mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai

wacana pendidikan multikulturak yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu

untuk membangun kecakapan dan keahlian siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

Akan tetapi juga mampu untuk tranformator pendidikan multi-kultural yang mampu

menanamkan nilai-nilai pluralism, humanism dan demokrasi secara langsung di sekolah

kepada para peserta didiknya.

Adapun tujuan akhir pendidikan multikultural ini adalah, peserta didik tidak hanya

mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi

diharapkan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk

selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis.

B. Pengembangan Pendidikan Agama Islam Bervisi Multikultural

Sebenarnya masyarakat Indonesia telah lama akrab dengan semboyan Bhineka

Tunggal Ika. Namun sayangnya, konsep ini telah mengalami pemelintiran makna dan

bias interpretasi, terutama sepanjang pemerintahan orde baru. Kebijakan sosial-politik

saat itu cenderung uniformistik, sehingga tanpaknya budaya milik kelompok dominanlah

yang diajarkan dan disalurkan oleh sekolah dari satu generasi kepada generasi lainnya.

Menurut Kautsar Azhari Noer7 faktor penyebab kegagalan pendidikan agama dalam

pluralism yaitu pertama, penekanan pada proses transfer ilmu agama ketimbang pada

proses tranformasi nilai-nilai keagamaan dan moral kepada anak didik. Kedua, sikap

bahwa pendidikan agama tidak lebih dari sekedar sebagai hiasan kurikulum belaka, atau 6 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Cross Cultural Understanding untuk Demokrasi dan

Keadilan (Jogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm 267 Muhammad Tang, dkk, Pendidikan Multicultural ‘Telaah Pemikiran Dan Implementasinya Dalam

Pembelajaran PAI’, (Yogyakarta: Penerbit Idea Press, 2009), hlm. 128-129

4

Page 5: Pengembangan pai multikultur

sebagai pelengkap yang dipandang sebelah mata. Ketiga, kurangnya penekanan pada

penanaman nilai-nilai moral yang mendukung kerukunan antaragama, seperti cinta, kasih

sayang, persahabatan, suka menolong, suka damai dan toleransi. Keempat, kurangnya

perhatian untuk mempelajari agama-agama lain.

Selain itu, kebanyakan pola pendidikan agama yang menyibukkan urusannya

sendiri atau kalangan suatu organisasinya (Individual Affair) dalam bentuk Al-Ahwal Al-

Syakhsiyyah (Individual Morality) dan kurang peduli pada isu-isu umum dalam bentuk

Al-Ahwal Al-‘Ammah (Public Morality).8 Pola pendidikan semacam inilah yang dalam

perkembangannya mempengaruhi terbentuknya kecenderungan keberagaman yang

didasarkan pada semangat kelompok. Ada beberapa bentuk keberagaman yang

berdasarkan kepada semangat kelompok. Pertama, parokialisme yang bertolak dari

arogansi wilayah serta diri yang menetap pada kelompok itu. Kedua, Sektarianisme yang

lebih menonjolkan ciri sekte dan merasa sebagai keompok paling hebat dan paling

kampiun (sempurna). Ketiga, Ghetto-Isme yang bertolak dari kepercayaan pada orang

lain dan menutup diri, baik dengan alas an superioritas maupun inferioritas. Keempat,

Tribalisme yang mengandalkan persatuan komunitas sendiri dengan cirri-ciri menolak

kehadiran orang lain. Kelima, fasisme yang menganggap diri paling utama dan sampai

pada kesimpulan untuk mengenyahkan orang lain maupun menutup legitimasi mereka.

Keenam, eksklusivisme, yaitu sikap menutup diri dari pergaulan dengan orang lain,

karena takut tercemar keburukan orang lain, dan juga karena ingin mempertahankan

keaslian dan kemurnia pribadi.9

Berkaitan dengan fenomena-fenomena di atas, ada hal yang dapat dipertimbangkan,

yaitu melakukan reorientasi pembelajaran agama dengan melakukan beberapa hal,

pertama, melakukan semacam pergeseran titik perhatian dari agama ke religiusitas.

Dalam beragama, buka to have religion, yang menentukan harus dihargai dan harus

diusahakan, akan tetapi being religious.10 Dalam to have religious, yang dipentingkan

adalah formalisme agama sebagai kata benda, sedang dalam religiositas, yang

8 M. Abdullah, Pendidikan Agama, hlm. 140-142, dalam bukunya Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, pendidikan …, hlm. 178-179

9 Th. Sumartana, pluralism dan dialog antaragama. Dalam keadilan dan kemajemukan, (Jakarta, sinar harapan, 1998), hlm. 21. Dalam bukunya Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan …, hlm 179

10 Ibid , hlm 180

5

Page 6: Pengembangan pai multikultur

dipentingkan adalah penghayatan dan aktualisasi terhadap substansi nilai-nilai luhur

keagamaan.

Kedua, memasukkan kemajemukan, terutama kemajemukan agama, sebagai bagian

dari proses dalam memperkaya pengalaman beragama.11 Sebagai relita kosmik,

kemajemukan merupakan realitas yang tidak terbantahkan. Oleh karena itu, hal penting

yang perlu dikembangkan adalah sikap pro-aktif dengan cara mengembangkan rasa

kesamaan dan saling mengerti, bukan sekedar berdampingan secara damai, tetapi juga

saling mengerti. Jadi, pendidikan disekolah berusaha mengubah cara anak didik

memandang dirinya sendiri dan makhluk lain, sistem-sistem, dan struktur sosial dimana

dia berada.

Ketiga, menekankan pada pembentukan sikap, pendidikan agama yang berlangsung

di sekolah selama ini memang lebih cenderung diisi dengan materi agama secara eksplisit

tekstual. Pola pembelajarannya pun lebih cenderung menceramahi dan menggurui, bukan

membimbing dan mengondisikan anak untuk menumbuhkembangkan potensi diri. Oleh

karena itu, perlu dilakukan reorientasi pembelajaran agama dengan lebih menekankan

pada pendekatan induktif-partisipatif daripada pendekatan deduktif-normatif. Oleh

Karena itu, untuk membentuk pendidikan yang mampu menghasilkan manusia yang

memiliki kesadaran pluralis-multikultural, diperlukan rekontruksi pendidikan sosial-

keagamaan dalam pendidikan agama. Maksudnya, kalau selama ini praktek di lapangan

pendidikan agama masih menekan sisi keselamatan yang dimiliki dan didambakan oleh

orang lain di luar diri dan kelompok sendiri, maka pendidikan agama perlu direkontruksi

kembali, agar lebih menekankan proses edukasi sosial yang tidak semata-mata individual

dan memperkenalkan konsep sosial-kontrakt. Dengan demikian, pada diri peserta didik

tertanam suatu keyakinan bahwa kita semua sejak semula memang berbeda-beda dalam

banyak hal, lebih-lebih dalam bidang aqidah, iman, kebudayaan. Namun, demi menjaga

keharmonisan, keselamatan dan kepentingan kehidupan bersama, mau tidak mau kita

harus rela menjalin kerja sama dalam bidang kontrak sosial antar sesama kelompok

warga masyarakat.

11 Ibid.

6

Page 7: Pengembangan pai multikultur

Dari penjelasan tersebut, harus ada yang menjadi dasar untuk mengembangkannya.

prinsip dasar dalam pengembangan model pembelajaran pluralis-multikultural yaitu,

antara lain:

1. pendidikan pluralis-multikultural seyogyanya dimulai dari aspek yang paling kecil,

yaitu diri sendiri.

2. pendidikan pluralis-multikultural hendaknya dikembangkan agar pembelajaran tidak

mengembangkan sikap etnosentris.

3. pendidikan pluralis-multikultural seharusnya dikembangkan secara integrative,

komprehensif, dan konseptual.

4. pendidikan pluralis-multikultural harus menghasilkan sebuah perubahan, bukan saja

pada materi kurikulum, tetapi juga pada praktek pembelajaran dan struktur sosial dari

sebuah kelas.

5. pendidikan pluralis-multikultural lebih menekankan pada aspek afektif dan kognitif

dengan cara membangun dan mengembangkan keterkaitan isu atau masalah-masalah

keseharian yang dihadapi peserta didik di lingkungannya.

6. pendidikan pluralis-multikultural harus menyangkup realitas sosial dan kesejarahan

dari agama dan etnis yang ada.

Selain model pembelajaran, Abdullah Aly memberikan karakteristik pendidikan

multikultural. karakteristik pendidikan multikultural yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

a. Pendidikan multikultural berprinsip pada demokrasi, kesetaraan dan keadilan.

b. Pendidikan multikultural berorientasi kepada kemanusiaan, kebersamaan, dan

kedamaian.

c. Pendidikan multikultural mengembangkan sikap mengakui, menerima, dan

menghargai keragaman budaya.12

Tidak bisa dibantah lagi, karena zaman yang semakin modern, atau istilah lain yaitu

modernitas yang kian kompleks, terutama dengan pluralitas dan multikuluralitas, perlu

juga melakukan beberapa hal, antara lain: Pertama, selain memberi uraian tentang ilmu-

ilmu keislaman klasik, anak didik perlu juga diperkenalkan dengan persoalan-persoalan

12Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 109.

7

Page 8: Pengembangan pai multikultur

modernitas yang amat kompleks sebagaimana dihadapi umat islam sekarang ini dalam

hidup keseharian mereka.

Kedua, pengajaran ilmu-ilmu keislaman tidak seharusnya selalu bersifat doktrinal,

melainkan perlu dikedepankan uraian dimensi historis dari doktrin-doktrin keagamaan

tersebut. Dengan begitu, dimungkinkan untuk melakukan telaah kritis-apreasiatif-

kontruktif terhadap khasanah intelektual islam klasik dan sekaligus memberikan peluang

anak didik agar bisa mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada, sesuai dengan

nilai-nilai keagamaan islam yang mereka yakini.

Ketiga, pengajaran yang dulunya hanya bertumpu pada teks, perlu diimbangi

dengan telaah yang cukup mendalam dan cerdas terhadap konteks dan realitas, mengingat

bahwa Nash itu terbatas, sedangkan kejadian-kejadian yang dialami umat manusia selalu

berkembang. Oleh karena itu, diperlukan ilmu-ilmu bantu yang diambil dari disiplin ilmu

yang lain, seperti filsafat, psikologi, sejarah, sosiologi, ekonomi, politik, dan ilmu-ilmu

lainnya, untuk menjelaskan hakikat, visi, dan misi agama islam yang fundamental.

Keempat, pelaksanaan pendidikan islam tidak hanya menekankan pada aspek

kognitif, melainkan harus memberikan penekanan pada afektif dan psikomotor, dengan

cara menanamkan penghayatan tasawuf, dengan begitu para peserta didik akan memiliki

kematangan dan kedewasaan berpikir dan berprilaku, seperti rendah hati, kesabaran,

toleransi, batiniah, dan lain sebagainya.

Kelima, modernitas pendidikan islam hanya terfokus pada pembentukan moralitas

individual yang saleh, namun kurang begitu peka terhadap moralitas publik. Padahal,

moralitas publik sangat terkait dengan realitas struktur sosial-ekonomi, sosial-politik, dan

sosial-budaya yang mempunyai logika kepentingan sendiri-sendiri. Dalam konteks ini,

pendidikan islam harus memasuki diskursus moralitas publik, lantaran sumber kejahatan

moral tidak lagi hanya bersumber dari individual-individual, melainkan telah bergeser ke

struktur jaringan yang sangat kompleks.

Selain itu, setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan agar tidak terjadi

keterpisahan dan kesenjangan antara ajaran agama dan realitas prilaku pemeluk-pemeluk

agama, yaitu pertama, mempelajari islam untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara

8

Page 9: Pengembangan pai multikultur

beragama yang benar, kedua, mempelajari islam sebagai sebuah pengetahuan.13 Dengan

kata lain, belajar agama adalah untuk membentuk prilaku beragama yang memiliki

komitmen, loyal, dan penuh dedikasi, yang sekaligus mampu memosisikan diri sebagai

pembelajaran, peneliti, dan pengamat yang kritis untuk peningkatan dan pengembangan

keilmuan islam.

C. Orientasi dan Tranformasi Pendidikan Agama Islam Bervisi Multikultural

Pengembangan pendidikan agama islam bervisi multikultural dapat dilakukan

dalam tiga hal; ranah muatan kurikulum, silabi, referensi dan materi pembelajaran; ranah

cara pembelajaran yang berorientasi pada keragaman siswa; dan ranah pembelajaran

lingkungan sosial sekolah atau siswa.14 Melalui cara ini, pendidikan agama multikultur

menjadi instrument tranformasi pemahaman tentang kedirian secara lebih luas, konsep

diri positif, dan bersahaja pada identitas keagamaan, cultural dan etniknya; tranformasi

sekolah secara metodologi dan pedagogis untuk improvisasi penguasaan baca-tulis,

ketrampilan intelektual, resolusi konflik dan rekonsiliasi melalui pembekalan materi dan

teknik yang lebih bermanfaat bagi hidup beragam dan tranformasi sosial yang

menekankan pengembangan etiket dan komunikasi sosial untuk mengurangi kegagalan

dan permusuhan dalam relasi antaragama dan etnik.

Pendidikan multikultural idealnya bertujuan untuk mempromosikan kesadaran

kultural (cultur awareness), kesempatan yang sama untuk belajar bagi semua individu

dan kelompok masyarakat, mempromosikan identitas diri sekaligus mendorong kesatuan

melalui keragaman.15 Namun demikian, pendidikan multikultural bukanlah segalanya

bagi semua masyarakat, ia hanya merupakan strategi untuk menjawab keragaman.

1. Orientasi pendidikan

Formula kebijakan pendidikan agama dalam suatu Negara akan mempengaruhi

kehidupan sosial kemasyarakatan dalam skala luas. Hal ini disebabkan karena

kebijakan tersebut akan memiliki kaitan dengan bidang-bidang lain dengan cakupan

yang beragam. Implikasi dari kebijakan pendidikan agama tidak hanya berkaitan

13 Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan …, hlm 18714 Zakiyuddin Baidhaway, Pendidikan …, hlm. 10715 Ibid , hlm. 112-108

9

Page 10: Pengembangan pai multikultur

dengan bidang agama semata, tetapi juga mempengaruhi bidang sosial, politik,

budaya bahkan juga bidang ekonomi.16

Pendidikan multikultur pada hakekatnya adalah suatu upaya menerjamahkan

pandangan dunia pluralistik dan multikulturalistik kedalam praktek dan teori

pendidikan.17 Kurikulum multikultural, tidak sebagaimana kurikulum konvensional

dan program tradisional, berupa menyajikan lebih dari satu prespektif mengenai

peristiwa-peristiwa sejarah atau fenomena kultural. Merespon kritik bahwa

pluralisme dalam pendidikan dapat memiskinkan kurikulum yang ada, para

penganjur multikultural berpendapat bahwa pendidikan multukultural justru

sesungguhnya memperkaya kurikulum yang sudah berjalan. Pengayaan itu dapat

dilihat pada bagaimana pendidikan multikultural dapat dikembangkan.

Politik pendidikan yang diformula dengan ekslursif, maka implikasinya dalam

relasi sosial antar warga masyarakat akan penuh dengan kecurigaan, prasangka, dan

ketidakpercayaan.18 Dalam kerangka yang lebih luas, kondisi ini menjadi pemicu

lahirnya konflik dan perselisihan. Sebaliknya, jika rumusan kebijakan politik

pendidikan dimiliki karakteristik yang inklusif, toleran dan dilandasi saling

pemahaman dalam keragaman, maka dalam relasi sosial kemasyarakatan akan

tercipta suasana harmonis, saling menghargai dan menghormati, sehingga pada

akhirnya tercipta kehidupan yang damai dan sejahtera.

Pendidikan multikultural berorientasi muatan dapat dikembangkan melalui

beberapa cara. Meminjam empat kerangkan dari J.A.Bank, reformasi kurikulum

dapat didekati melalui beberapa pendekatan:19

Pertama, pendekatan kontributif adalah pendekatan yang paling sedikit

keterlibatannya dalam reformasi pendidikan multikultur. Pendekatan ini dilakukan

dengan cara menseleksi buku-buku teks wajib atau anjuran dan aktivitas-aktivitas

tertentu seperti hari libur, hari pahlawan dan peristiwa tertentu dari berbagai macam

kebudayaan. Pendekatan ini dapat dikembangkan dengan menawarkan muatan khas 16 Muhammad Tang, dkk, Pendidikan …, hlm. 14717 Zakiyuddin Baidhaway, Pendidikan …, hlm. 10818 Muhammad Tang, dkk, Pendidikan …, hlm. 14719 Zakiyuddin Baidhaway, Pendidikan …, hlm. 108-110

10

Page 11: Pengembangan pai multikultur

yang dapat dengan segera diakui dalam berbagai varian pendidikan multikultural,

termasuk dalam pendidikan agama.

Kedua, pendekatan aditif, dalam program berorientasi muatan ini mengambil

bentuk penambahan muatan-muatan, konsep, tema, dan prespektif kedalam

kurikulum tanpa mengubah struktur dasarnya. Struktur ini melibatkan upaya

memasukkan literature oleh dan tentang masyarakat dari berbagai kebudayaan ke

dalam mainstream kurikulum tanpa mengubah kurikulum. Dengan pendekatan aditif,

pendidikan agama memanfaatkan muatan-muatan khas multikultural sebagai

pemerkaya bahan ajar, konsep tentang harmoni dah kehidupan bersama antar umat

beragama member nuansa untuk mencairkan kebekuan siswa dalam merespon

eksistensi agama-agama lain.

Ketiga, pendekatan tranformatif, yang secara actual berupaya mengubah

struktur kurikulum dan mendorong siswa-siswa untuk melihat dan meninjau kembali

konsep-konsep, isu-isu, tema, dan problem lama, kemudian memperbaharui

pemahaman dari berbagai perspektif dan sudut pandang etnis. Versi kurikulum yang

canggih melakukan tranformasi dengan tujuan; mengembangkan muatan kurikulum

melalui berbagai disiplin ilmu pengetahuan, menggabungkan berbagai sudut pandang

dan perspektif yang beragam dalam kurikulum, dan mentranformasi konan,

utamanya mengembangkan suatu paradigm baru bagi kurikulum. Aplikasinya dalam

pendidikan agama berarti membuat kurikulum baru dimana konsep, isu, tema dan

problem yang menjadi muatan kurikulum didekati dengan pendekatan perbandingan.

Yaitu membuka perspektif kelompok keagamaan outsider untuk member komentar

dan penjelasan terhadap materi yang dibahas.

Keempat, pendekatan aksi sosial yang mengkombinasikan pendekatan

tranformasi dengan aktivitas yang berupaua untuk melakukan perubahan sosial.

Dalam konteks ini pendidikan agama tidak sekedar menginstruksikan siswa untuk

memahami dan mempertanyakan isu sosial, namun sekaligus juga melakukan sesuatu

yang penting berkenaan dengan isu sosial.

11

Page 12: Pengembangan pai multikultur

Untuk melengkapi apa yang ditawarkan oleh J.A. Banks, Geneva Gay

menambahkan satu tahapan pengembangan pendidikan multikultural melalui

pendekatan dekontruktif, pendekatan ini sering dipahami sebagai kritik, interogasi,

dan pembongkaran sekaligus rekontruksi pengetahuan oleh para teorisi pendidikan.20

Menurutnya tahap dekontruksi mengarahkan pengajaran dan pembelajaran menuju

upaya memelihara siswa untuk menjadi orang skeptic yang sehat, yakni yang secara

konstan mempertanyakan klaim-klaim yang sudah ada terhadap kebenaran dan

akurasi sosial dan akademik dalam rangka mencari penjelasan baru dan untuk

menentukan agar perspektif berbagai kelompok etnis dan kultural terwakili. Melalui

tahapan dekontruksi aktivitas belajar dilaksanakan dalam kaitannya dengan isu-isu

keragaman budaya dan dapat memasukkan upaya-upaya; 1) memperjelas bias yang

dicptakan orang, 2) menentukan cerita siapa yang dibicarakan dan divalidasi dari

sudut pandang mana, 3) terlibat dalam pengambilan perspektif, dan 4) mawas diri,

refleksi diri, dan memperbaharui diri.

Guna mencapai perubahan kurikulum baik, kita juga dapat mengadopsi

langkah-langkah yang ditawarkan oleh Banks dan Mclntosh, kemudian

mengadaptasikannya dalam konteks pendidikan agama berwawasan multikultural;21

Pertama, melakukan kritik dan kaji ulang terhadap kurikulum pendidikan

agama mainstream yang bersikap eksklusiv. Kurikulum eksklusiv biasanya benar-

benar mengabaikan pengalaman, suara, kontribusi, dan perspektif individu dan

kelompok keagamaan sempalan atau minoritas dari semua materi pembahasan.

Kedua, guru agama merayakan perbedaan dengan mengintegrasikan informasi

atau sumber tentang orang-orang terkemuka dan artefak cultural dari kelompok

keagmaan kedalam kurikulum utama. Misalnya, tokoh-tokoh agama yang telah

berjasa membuat kedamaian dunia bukan semata nabi Muhammad, tetapi juga perlu

diperkanalkan isa al-masih, budha Gautama, mahatma Gandhi, martin luther king,

dan tokoh keagamaan lainya.

20 Ibid , hlm. 11021 Ibid , hlm. 112-113

12

Page 13: Pengembangan pai multikultur

Ketiga, upaya mengintegrasikan hari-hari besar dan tokoh-tokoh keagamaan

pada substansi materi dan pengetahuan agama dalam kurikulum pendidikan agama.

Dengan upaya ini, integrasi dapat melampaui perayaan, isu dan konsep tertentu,

bahkan ia dapat mengaitkan secara lebih erat materi baru ini pada bagian kurikulum

lainnya.

Keempat, materi, perspektif dan suara baru yang ditenun menjadi kerangka

pengetahuan baru ini menyediakan tingkat pemahaman baru dari kurikulum

pendidikan agama yang lebih akurat dan lengkap. Guru agama mendedikasikan

dirinya untuk terus memperluas basis pengetahuan keagamaannya melalui eksplorasi

berbagai sumber keagamaan dari berbagai perspektif, dan membagi pengetahuannya

itu pada siswa-siswinya.

Kelima, agar perubahan terjadi dalam reformasi structural, isu-isu sosial seperti

rasisme, seksisme, klasisme atas nama agama juga diindusir dalam kurikulum

pendidikan agama. Dengan tahapan ini, pendidikan agama mampu menanamkan

kesadaran multikultural sekaligus kemauan untuk melakukan aksi sosial guna

mencari jawaban dan pemecahan atas isu-isu sosial yang berkaitan dengan agama

atau sentiment keagamaan.

Muatan kurikulum seperti ini tentu saja membutuhkan keterampilan guru

dalam mempersiapkan proses belajar-mengajar, seperti guru harus trampil

melatihkan tantangan-tantangan pada siswa untuk menyingkap, menghadapi dan

mengubah bias, ketidaksukaan mereka sendiri, misinformasi dan identifikasi dan

mengubah praktek pendidikan yang berkolasi dengan masalah-masalah rasisme,

diskriminasi dan prasangka yang sudah melembaga. Dengan begitu, untuk

mengefektifkan tranformasi kurikulum, guru perlu bekerja dengan orang tua sisiwa

Karena pendidikan multikultural adalah suatu upaya untuk merefleksi

pertumbuhan keragaman masyarakat Indonesia dan khususnya keragaman kelas,

banyak program bergerak melampaui kurikulum yang ada untuk memenuhi tuntutan

akademik tertentu, yakni upaya hati-hati mendefinisikan kelompok-kelompok yang

13

Page 14: Pengembangan pai multikultur

berkembang pada siswa.22 Dengan begitu ada program yang harus diperhatikan

dalam menggunakan pendidikan multikultur kepada siswa. Program pertama

memerlukan survey mengenai sejauh mana pengaruh kultur keagamaan terhadap cara

belajar efektif siswa. Program kedua menitikberatkan pada upaya guru untuk

membawa siswa agar mengalami langsung interaksi dalam keragaman. Untuk

kepentingan pendidikan agama, proses pembelajaran barangkali dapat dilaksanakan

melalui perbuatan kelompok belajar yang didalamnya terdiri siswa-siswa dari

berbagai latar belakang agama dan kepercayaan.

Penekanan program ini pada upaya melakukan reformasi persekolahan dan

konteks cultural dan politik dari persekolahan, yang tujuannya bukan untuk

memperluas capaian akademik maupun meningkatkan pengetahuan multikultural,

namun untuk memberikan pengaruh luas pada peningkatan toleransi cultural, agama

dan etnis serta merduksi bias.

2. Tranformasi pendidikan

Pendidikan agama berwawasan multikultural juga merasa perlu agar melalui

pendekatan progresif yang diadaptasi dalam mengarahkan seluruh programnya pada

tranformasi pendidikan:23

a. Tranformasi diri,24 dengan cara ini dengan mengupayakan sungguh-sungguh

untuk menjadi kritis yang datangnya dari luar adalah keniscayaan bagi

tranformasi. Fondasi psikologis dari pendidikan agama berwawasan multikultural

menggaris bawahi penekanan pada pengembangan dan tranformasi pemahaman

tentang kedirian secara lebih luasm konsep diri positif. Selain itu juga pendidikan

agama berwawasan multikultur juga mempromosikan nilai-nilai inti (core values)

yang berangkat dari ajaran agama-agama yang menekankan prinsip-prinsip

martabat kemanusiaan, keadilan, persamaan, kebebasan bertanggung jawab, dan

demokrasi.

22 Ibid 23 Ibid , hlm. 119-12424 Ibid , hlm. 118-120

14

Page 15: Pengembangan pai multikultur

b. Tranformasi sekolah,25 usaha ini melakukan perubahan itu dapa ditempuh melalui

dua paradigm, pertama, paradigm toleransi yang ditandai dengan penambahan

muatan kurikulum yang tidak mengubah asumsi-asumsi dan konseptualisasi

mendasar tentang pendidikan. Kedua, paradigm tranformasi yang berupaya

merestrukturisasi sekolah melalui suatu proses berkesinambungan yang

melibatkan seluruh aspek pendidikan, kurikulum hingga kebudayaan sekolah.

Karena tujuan utama pendidikan agama berwawasan multikultural adalah

menfasilitasi pengajaran dan pembelajaran tentang pengetahuan dan keterampilan

dasar yang harus dimiliki siswa dari berbagai agama, etnis, dan budaya.26 Tujuan

dari tranformasi sekolah adalah persamaan dan egalitarianism. Tranformasi ini

berangkat dari kesadaran dan pemahaman bahwa keistimewaan pendidikan tidak

dapat dicapai oleh para siswa manapun ketika ada upaya eliminasi terhadap

kelompok-kelompok keagamaan, etnis dan budaya tertentu.

c. Tranformasi lingkungan sosial,27 seiring dengan tujuan pendidikan multikultural

untuk memulai proses perubahan di sekolah, ia juga akan meluas pada

masyarakat. Tujuan ini akan dilaksanakan dengan menanamkan sikap, nilai,

kebiasaan, dan ketrampilan pada siswa sehingga mereka dapat menjadi agents of

sosial change yang komitmen pada reformasi masyarakat dengan tujuan untuk

menghapuskan disparitas agama-agama dan etnis dalam kesempatan sosial,

ekonomi, politik dan budaya dan berkehendak untuk melaksanakan komitmen ini.

Untuk itu, mereka perlu memperbaiki pengetahuan tentang isu-isu agama dan

etnis sekaligus mengembangkan kemampuan membuat keputusan, ketrampilan

tindakan sosial, kapabilitas kepemimpinan, ketajaman pandangan politik, dan

komitmen moral pada martabat dan persamaan kemanusiaan.

Pendidikan agama didesain untuk menawarkan nilai-nilai saling pengertian,

interdependensi, dan perdamaian.28 Bila pendidikan agama hendak memainkan peran

positif dalam membangun masyarakat yang damai dan harmoni dalam konteks

global, ia perlu dirancang lebih dari sekedar melatih para guru dalam penguasaan

25 Ibid , hlm. 120-12226 Ibid , hlm. 12127 Ibid , hlm. 122-12428 Ibid , hlm. 124

15

Page 16: Pengembangan pai multikultur

teknik-teknik mengintrodusir gagasan-gagasan baru tentang multikulturalisme

sebagai seni mengelola keragaman dan politik pengakuan akan perbedaan.

Untuk itu, ada beberapa tugas baru yang sedang dan akan menunggu kontribusi

kita untuk mencari berbagai pendekatan multicultural,29 pertama, kita harus

meninggalkan pendekatan pendidikan agama yang selama ini digunakan, artinya

pendekatan yang akan digunakan harus berdasarkan pada multikultur yang ada dan

memberikan suatu pendekatan yang kontekstual.

Kedua, keharusan untuk menyediakan pendekatan system yang transcendental.

Dengan begitu antar agama yang ada akan saling memahami apa yang harus

dilakukan sebagai warga Negara yang beragama.

29 Ibid. hlm 125

16

Page 17: Pengembangan pai multikultur

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa pengembangan pendidikan

agama islam bervisi multicultural menggunakan prinsip dasar dalam pengembangan

model pembelajaran pluralis-multikultural yaitu, antara lain:

pendidikan pluralis-multikultural seyogyanya dimulai dari aspek yang paling kecil,

yaitu diri sendiri.

pendidikan pluralis-multikultural hendaknya dikembangkan agar pembelajaran tidak

mengembangkan sikap etnosentris.

pendidikan pluralis-multikultural seharusnya dikembangkan secara integrative,

komprehensif, dan konseptual.

pendidikan pluralis-multikultural harus menghasilkan sebuah perubahan, bukan saja

pada materi kurikulum, tetapi juga pada praktek pembelajaran dan struktur sosial dari

sebuah kelas.

pendidikan pluralis-multikultural lebih menekankan pada aspek afektif dan kognitif

dengan cara membangun dan mengembangkan keterkaitan isu atau masalah-masalah

keseharian yang dihadapi peserta didik di lingkungannya.

pendidikan pluralis-multikultural harus menyangkup realitas sosial dan kesejarahan

dari agama dan etnis yang ada.

Selain model pembelajaran, Abdullah Aly memberikan karakteristik pendidikan

multikultural. karakteristik pendidikan multikultural yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

Pendidikan multikultural berprinsip pada demokrasi, kesetaraan dan keadilan.

Pendidikan multikultural berorientasi kepada kemanusiaan, kebersamaan, dan

kedamaian.

Pendidikan multikultural mengembangkan sikap mengakui, menerima, dan

menghargai keragaman budaya

Tidak bisa dibantah lagi, karena zaman yang semakin modern, atau istilah lain yaitu

modernitas yang kian kompleks, terutama dengan pluralitas dan multikuluralitas, perlu

juga melakukan beberapa hal, antara lain:

17

Page 18: Pengembangan pai multikultur

Pertama, selain memberi uraian tentang ilmu-ilmu keislaman klasik, anak didik perlu

juga diperkenalkan dengan persoalan-persoalan modernitas yang amat kompleks

Kedua, pengajaran ilmu-ilmu keislaman tidak seharusnya selalu bersifat doktrinal,

melainkan perlu dikedepankan uraian dimensi historis dari doktrin-doktrin

keagamaan tersebut.

Ketiga, pengajaran yang dulunya hanya bertumpu pada teks, perlu diimbangi dengan

telaah yang cukup mendalam dan cerdas terhadap konteks dan realitas

Keempat, pelaksanaan pendidikan islam tidak hanya menekankan pada aspek

kognitif, melainkan harus memberikan penekanan pada afektif dan psikomotor,

dengan cara menanamkan penghayatan tasawuf

Kelima, modernitas pendidikan islam hanya terfokus pada pembentukan moralitas

individual yang saleh, namun kurang begitu peka terhadap moralitas publik.

B. Daftar pustaka

Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Cross Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan Jogyakarta: Pilar Media, 2005

Muhammad Tang, dkk, Pendidikan Multicultural ‘Telaah Pemikiran Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran PAI’, Yogyakarta: Penerbit Idea Press, 2009

Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008

Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Terj. Agung Priantoro, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002

Zakiyuddin Baidhaway, Pendidikan Agama Berwawasan Multicultural, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005

18