DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang...

48

Transcript of DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang...

Page 1: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta
Page 2: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta
Page 3: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

DAFTAR ISIwarta anggaran | 21 Tahun 2011

LAPORAN UTAMA

LAPORANKHUSUS

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR:Anggaran, Capaian, dan Tantangan

LAPORAN UTAMA 7

PERENCANAAN ANGGARAN 22

PNBP 25

LAPORAN KHUSUS 29

REFORMASI BIROKRASI 38

SISTEM PENGANGGARAN 41

BERITA 44

RESENSI BUKU 45

INTERMEZO 47

PROFILE 48

PERISTIWA 53

7Jika memang peran infrastruktur penting, tentu negara-negara yang ingin memajukan perekonomiannya akan menginvestasikan sebagian (besar) dari anggarannya untuk membangun jalan jembatan yang memfasilitasi.....

Akar permasalahan berulangnya temuan BPK berupa Pungutan Tanpa Dasar Hukum bukan semata-mata terletak pada ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP yang mengharuskan penetapan jenis dan tarif PNBP minimal dalam PP sedikit banyak turut menyebabkan.....

29Pembiayaan 2011 Mengandalkan Utang Sebagai Sumber Penerimaan

PENATAAN ORGANISASI DJA:

Mengantisipasi Kepakan Sayap Kupu-kupu di Brazil

38Penataan Organisasi DJA: Di wilayah

manajerial, tuntutan akan keterbukaan

dan akuntabilitas direspon oleh DJA

dengan penguatan di bidang kepatuhan

internal, manajemen risiko, dan bantuan

hukum. Dibentuknya Bagian Kepatuhan

dan Bantuan Hukum merupakan bukti

komitmen DJA terhadap keterbukaan

dan akuntabilitas.

Redaksi menerima kritik saran, pertanyaan, atau sanggahanterhadap masalah-masalah yang berkait dengan keuangan sektor publik

Page 4: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Salam Redaksi

Edisi 21 Tahun 2011

PENGARAHDirektur Jenderal Anggaran

PENANGGUNG JAWABSekretaris Ditjen Anggaran

REDAKTURKepala Bagian Ortala

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis Anggaran IKasubdit Pengembangan Sistem Penganggaran

Kasubdit Harmonisasi Kebijakan PenganggaranKasubdit Data dan Dukungan Teknis Penyusunan APBN

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis Anggaran IIKasubdit Data dan Dukungan Teknis Anggaran III

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis PNBP

REDAKTUR PELAKSANAI.G.A Krisna Murti - Agus Kuswantoro

Puji Wibowo - Afrizal - Triana AmbarsariRini Ariviani - Asrukhil Imro - Mujibuddawah

Eko Widyasmoro - Sunawan Agung S. - Achmad Zunaidi - Arief Masdi - Sudadi

Dyah Kusumawati - Hidayat Kusuma R.

DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAPHERMulyanto - Dana Hadi

Mujono Basuki - Bayu Segara

KEUANGANFerry Iskandar - Sis Sabani

Arfan Udi Winasis - Rachmat Apriansyah

TATA USAHA DAN DISTRIBUSIAchmad Purwo Hardjanto - Ihsan Maulana

Niken Ajeng Lestari - Eko Prasetyo

ALAmATGedung Sutikno Slamet Lt. 11

Jl. Dr. Wahidin No.1Jakarta 10710

Telepon : (021) 3435 7505

Redaksi menerima artikel untuk dimuat dalam majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1.5 maksimal 5 hal. Artikel dapat dikirimke www.wartaanggaran.yahoo.co.idIsi majalah tidak mencerminkan kebijakan Direktorat Jenderal Anggaran

Ketika kita meminta uang kepada

orang tua kita apakah kita akan

meminta sesuai dengan kebutuhan

ataukah lebih dari yang kita perlukan?

Setelah uang di tangan apakah kita

dapat membelanjakan uang tersebut

sesuai rencana kebutuhan kita hingga

uang kita habis. Kemudian, jika ternyata

uang tersebut tidak habis apakah

orang tua kita akan meminta kembali

uang yang tersisa. Rasanya tidak, kita

hanya akan menerima nasihat bahwa

kalau kita meminta uang jumlahnya

harus sesuai dengan kebutuhan.

Analogi di atas rasanya dapat

digunakan untuk melihat interaksi

hubungan antara DJA dengan K/L.

Sebagai “orang tua” yang harus

menjaga anggaran pemerintah,

sudah selayaknya DJA dapat

membina semua K/L agar dapat

merencanakan belanja nya dengan

baik sehingga anggaran yang tersedia

tidak menumpuk di akhir tahun.

Rasanya Peraturan tentang reward

and punishment kepada K/L atas

penyerapan anggaran harus didukung

penuh.

Selain Reward and Punishment,

kami juga menyajikan catatan tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 90

Tahun 2010 tentang Penyusunan

RKA-KL yang mengganti Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004.

Anda juga dapat juga menikmati

penjelasan tentang New Innitiative

dan penyesuaian baseline. Selain itu,

untuk mengetahui apa permasalahan

yang dihadapi Kementerian/Lembaga

dalam perencanaan anggaran, kami

melakukan roadshow ke beberapa

K/L.

Dalam hal PNBP, kami mencoba

menyoal mengenai kepatuhan K/L

dalam melaporkan PNBP nya.

Semoga perencanaan anggaran

K/L ke depan lebih baik lagi. Selamat

menikmati sajian Majalah Warta

Anggaran edisi 21.

4 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 5: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Pembangunan Infrastruktur: Anggaran, Capaian, dan TantanganOleh: Purwanto

Jika memang peran infrastruktur penting, tentu negara-negara yang ingin memajukan perekonomiannya akan menginvestasikan sebagian (besar) dari anggarannya untuk membangun jalan jembatan yang memfasilitasi transportasi orang, bahan baku/mentah (raw materials), bahan antara/setengah jadi (intermediate goods), dan produk akhir (final products), dan menghubungkan antara pabrik dan daerah produksi dengan pasar ; pelabuhan dan bandara untuk pengiriman barang-barang tersebut dari dan ke luar negeri (impor/ekspor) serta antar pulau (interland transportasion); jaringan listrik sejak dari pembangkitan hingga distribusi yang memungkinkan beroperasinya pabrik dan kantor, pelabuhan dan bandara; sedangkan pembangunan jaringan telekomunikasi umumnya lebih banyak dibiayai oleh sektor swasta.

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 5

Page 6: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Infrastruktur adalah segala sesuatu

sarana dasar yang dibutuhkan agar

suatu perekonomian atau masyarakat

dapat berfungsi. Dalam hal ini terdapat

dua kelompok infrastruktur yaitu

infrastruktur ekonomi dan infrastruktur

sosial. Infrastruktur ekonomi mencakup

semua struktur teknis yang mendukung

perekonomian seperti jalan dan jembatan,

air bersih, saluran limbah, pasokan listrik, dan

jaringan telekomunikasi. Fungsi infrastruktur

ekonomi adalah memfasilitasi produksi

dan distribusi barang dan jasa, seperti

jalan yang memungkinkan pengangkutan

bahan mentah ke pabrik, dan kemudian

pengangkutan barang jadi ke pasar

(Wikipedia). Infrastruktur ekonomi ini

sangat berpengaruh terhadap efisiensi

usaha, terutama biaya logistik dan

transportasi, serta biaya produksi, yang

pada akhirnya berpengaruh terhadap

daya saing, baik daya saing produk lokal/

domestik dalam berhadapan dengan

produk luar negeri, maupun daya saing

perekonomian dalam memperebutkan

penanaman modal asing.

Sementara itu infrastruktur sosial

mencakup sarana kesehatan dan

pendidikan. Selain itu, infrastruktur dapat

pula dibedakan sebagai infrastruktur fisik

dan non fisik. Infrastruktur fisik, disebut

juga “hard” infrastructure adalah struktur

fisik sarana dan prasarana yang dapat

disentuh (tangible) seperti jalan-jembatan,

pelabuhan, jaringan listrik; sedangkan

infrastruktur dalam pengertian nonfisik

mencakup infrastruktur yang tidak dapat

disentuh (intangible) yang mendukung

pembangunan dan beroperasinya

infrastruktur fisik, seperti peraturan dan

perundangan, sistem dan prosedur, serta

mekanisme tatakelola, transparansi, dan

akuntabilitas dalam pembiayaan dan

pengadaannya (Bhattacharyay 2009).

Infrastruktur nonfisik juga, disebut juga

sebagai “soft” infrastructure mencakup

sistem keuangan dan sistem hukum

(Wikipedia). Pada perkembangannya

kemudian, kata infrastruktur lebih sering

dimaksudkan, termasuk dalam tulisan ini,

sebagai infrastruktur ekonomi dan fisik.

Mengingat fungsinya tersebut, peran

infrastruktur dalam perekonomian

sangatlah vital. Dari lintasan sejarah negara-

negara yang kini disebut sebagai negara

maju, serta negara-negara yang dijuluki the

emerging markets dapat diambil pelajaran

bahwa infrastruktur berperan fundamental

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

secara berkelanjutan. Peran infrastruktur

dalam perekonomian mulai populer

antara lain sebagaimana terlihat dalam

sejarah Amerika Serikat saat dirintis dan

dibangunnya jaringan kereta api dan

telekomunikasi (pos dan telegram), pada

awal abad ke-20.

Melesatnya perkembangan ekonomi

Jepang, Korea Selatan dan Singapura dari

semula negara berkembang menjadi negara

maju, juga didukung oleh pembangunan

infrastruktur yang tidak tanggung-tanggung

(WG Huff, 1995; Atkinson et al, 2009).

Untuk contoh paling mutakhir, pesatnya

perkembangan ekonomi China juga

difasilitasi oleh pembangunan jaringan

jalan-jembatan, pelabuhan, dan energi listrik

secara massif di tahun 1980-an (Yoshimo

dan Nakahigashi 2000; Sahoo, 2010), yang

merupakan pengembangan lebih lanjut dari

yang sudah dibangun mulai 1876 semasa

Dinasti Qing (Wikipedia).

Berbagai hasil kajian (antara lain Aschauer

1989; World Bank 1994; Calderon dan

Serven 2003; Estache 2006 dalam Sahoo,

Dash, dan Nataraj 2010) membuktikan

bahwa infrastruktur mempunyai peran

penting dalam memajukan perekonomian,

dan sebaliknya taraf perekonomian

yang lebih tinggi berpengaruh terhadap

ketersediaan infrastruktur yang lebih

berkualitas.

Namun demikian tulisan ini tidak

mengasumsikan peran infrastruktur

nonfisik dapat diabaikan. Dalam

literatur mengenai pembangunan,

infrastruktur nonfisik juga berperan

penting, sehingga dapat diibaratkan

sebagai “software”, sedangkan

infrastruktur fisik sebagai “hardware”,

dari sistem perekonomian. Dalam

teori pertumbuhan, infrastruktur

nonfisik berperan dalam

meningkatkan produktivitas tenaga

kerja (pendidikan dan kesehatan),

inovasi teknologi (pendidikan &

penelitian dasar, sistem hukum,

khususnya terkait dengan hak paten/

intellectual property), atau pembentukan

kapital (sistem keuangan dan hukum,

khususnya terkait dengan perlindungan

properti dan perjanjian bisnis). Jika

infrastruktur fisik berpengaruh terhadap

perekonomian jangka pendek (1-2 tahun),

menengah (3-5 tahun), dan panjang (20

tahun atau lebih), maka infrastruktur

nonfisik berpengaruh dalam jangka panjang.

Anggaran infrastruktur

Jika memang peran infrastruktur penting,

tentu negara-negara yang ingin memajukan

perekonomiannya akan menginvestasikan

sebagian (besar) dari anggarannya

untuk membangun jalan jembatan yang

memfasilitasi transportasi orang, bahan

Anggaran infrastruktur tersebut dialokasikan

sebagian terbesar dalam bentuk belanja (spending), dan sebagian dalam bentuk pemberian pinjaman/kredit,

penyertaan modal pada BUMN,serta penjaminan/

kontijensi.

LAPORAN UTAmA

6 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 7: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

baku/mentah (raw materials), bahan

antara/setengah jadi (intermediate goods),

dan produk akhir (final products), dan

menghubungkan antara pabrik dan daerah

produksi dengan pasar ; pelabuhan dan

bandara untuk pengiriman barang-barang

tersebut dari dan ke luar negeri (impor/

ekspor) serta antar pulau (interland

transportasion); jaringan listrik sejak dari

pembangkitan hingga distribusi yang

memungkinkan beroperasinya pabrik dan

kantor, pelabuhan dan bandara; sedangkan

pembangunan jaringan telekomunikasi

umumnya lebih banyak dibiayai oleh sektor

swasta.

Berbagai literatur ekonomi antara lain

Rotner (1983), dan Aschauer (1989)

dalam Yoshino & Nakahigashi (2000)

menemukan bahwa pemerintah berperan

penting dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi, pengurangan pengangguran,

dan pengentasan penduduk miskin

secara berkelanjutan, melalui intervensi

dalam bentuk belanja pembangunan

infrastruktur. Pembangunan jalan dan

jembatan non-tol, serta waduk dan sistem

irigasi (pertanian) merupakan contoh

utama dari infrastruktur sebagai barang

public (public goods) yang pemakaiannya

tidak dikenai biaya dan semua orang bisa

menggunakannya (non-excludable).

Sementara infrastruktur seperti jalan

tol, telepon, listrik, gas, dan internet,

yang penggunanya harus membayar

dengan tarif tertentu (excludable),

pengadaan dan pengelolaannya

dapat dilakukan sepenuhnya oleh

sektor swasta. Sektor swasta dapat

melakukan investasi dalam proyek

infrastruktur yang menjanjikan profit

berkelanjutan, dengan dana dari

berbagai sumber seperti modal

sendiri, pinjaman, atau patungan.

Dalam situasi di mana pemerintah

dan sektor swasta masing-masing

tidak memiliki anggaran atau modal

yang memadai, mereka bisa bekerjasama

dalam membangun infrastruktur, terutama

infrastruktur yang bagi pihak swasta bisa

mendatangkan keuntungan (profitable)

dalam jangka panjang. Bentuk kerjasama

tersebut antara lain pemberian penjaminan

(guarantee, insurance), pinjaman,

penyertaan modal pada BUMN, atau

public private partnership (PPP). Dalam

banyak hal, seringkali suatu infrastruktur

sangat dibutuhkan masyarakat dan

perekonomian regional bahkan nasional,

namun membutuhkan modal yang sangat

besar untuk pengadaannya sehingga sektor

swasta tidak berminat (terjadi apa yang

disebut sebagai market failure, ‘kegagalan

pasar’), maka pemerintah dapat melakukan

intervensi dengan belanja APBN.

Kemampuan pemerintah untuk menerima

pajak serta melakukan pinjaman domestik

dan internasional memungkinkannya untuk

mendanai proyek infrastruktur berskala

besar.

Berapa besar dana yang telah diinvestasikan

Pemerintah Indonesia untuk infrastruktur?

Seperti disajikan dalam Diagram 1, pada

tahun 2005 Pemerintah memberikan

dukungan untuk infrastruktur sebesar

Rp23,7 triliun (nilai tahun 2005), atau 4,6

persen dari total Belanja Negara 2005.

Dibandingkan dengan Produk Domestik

Bruto (PDB), nilai dukungan tersebut setara

dengan 0,9 persen dari PDB nominal 2005

(tidak disajikan dalam diagram). Dukungan

anggaran tersebut diinvestasikan pada

berbagai proyek infrastruktur mencakup

pembangunan dan perawatan jalan-

jembatan, waduk dan berbagai bentuk

penampungan air berikut jaringan irigasi,

pelabuhan kapal dan bandar udara, serta

jaringan listrik.

Nilai nominal dan riil dari dukungan APBN

tersebut meningkat setiap tahunnya, kecuali

di tahun 2010 saat kenaikan anggaran

infrastruktur tidak sebesar laju inflasi (lihat

Diagram 2). Dalam tahun 2006, belanja

infrastruktur naik pesat 111,6% menjadi

Rp50,0 triliun (atau 7,5% dari Belanja

Negara, atau 1,5% dari PDB), sebagai

dampak dari penghematan subsidi energi

yang sudah dilakukan pada tahun 2005.

Dalam tahun 2011, anggaran infrastruktur

naik 50% dari tahun sebelumnya Rp82,6

triliun menjadi Rp123,9 triliun (atau 10,1%

dari Belanja Negara, dan 1,8% dari PDB).

Anggaran infrastruktur tersebut dialokasikan

sebagian terbesar dalam bentuk belanja

(spending), dan sebagian dalam bentuk

pemberian pinjaman/kredit, penyertaan

3  

menerima  pajak  serta melakukan  pinjaman  domestik  dan  internasional memungkinkannya  untuk mendanai proyek infrastruktur berskala besar. 

Berapa  besar  dana  yang  telah  diinvestasikan  Pemerintah  Indonesia  untuk  infrastruktur?  Seperti disajikan dalam Diagram 1, pada tahun 2005 Pemerintah memberikan dukungan untuk infrastruktur sebesar  Rp23,7  triliun  (nilai  tahun  2005),  atau  4,6  persen  dari  total  Belanja  Negara  2005. Dibandingkan  dengan  Produk  Domestik  Bruto  (PDB),  nilai  dukungan  tersebut  setara  dengan  0,9 persen  dari  PDB  nominal  2005  (tidak  disajikan  dalam  diagram).  Dukungan  anggaran  tersebut diinvestasikan  pada  berbagai  proyek  infrastruktur mencakup  pembangunan  dan  perawatan  jalan‐jembatan, waduk dan berbagai bentuk penampungan air berikut  jaringan  irigasi, pelabuhan  kapal dan bandar udara, serta jaringan listrik.  

Diagram 1 

 

Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJA‐KemKeuangan, 22 Februari 2011 

Nilai  nominal  dan  riil  dari  dukungan APBN  tersebut meningkat  setiap  tahunnya,  kecuali  di  tahun 2010 saat kenaikan anggaran  infrastruktur tidak sebesar  laju  inflasi (lihat Diagram 2). Dalam tahun 2006, belanja infrastruktur naik pesat 111,6% menjadi Rp50,0 triliun (atau 7,5% dari Belanja Negara, atau 1,5% dari PDB), sebagai dampak dari penghematan subsidi energi yang sudah dilakukan pada tahun  2005.  Dalam  tahun  2011,  anggaran  infrastruktur  naik  50%  dari  tahun  sebelumnya  Rp82,6 triliun menjadi Rp123,9 triliun (atau 10,1% dari Belanja Negara, dan 1,8% dari PDB).  

Diagram 2 

23.7 

50.0  54.0 70.0 

78.9 

82.6 

123.9 

4.6 

7.5  7.1  7.1 8.4 

7.8 

10.1 

2.0 

4.0 

6.0 

8.0 

10.0 

12.0 

14.0 

20.0 

40.0 

60.0 

80.0 

100.0 

120.0 

140.0 

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Anggaran Infrastruktur,Nominal, triliun Rp (skala kiri),

dan % thdp Belanja Negara (skala kanan)

Anggaran Infrastruktur (triliun) % thdp Belanja Negara (skala kanan)

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 7

Page 8: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

modal pada BUMN,serta penjaminan/

kontijensi. Sebagaimana disajikan dalam

Tabel 1, anggaran infrastruktur dalam

bentuk belanja (spending) adalah sebesar

Rp115,1 triliun, atau 93% dari total anggaran

infrastruktur dalam tahun 2011 (APBN)

sebesar Rp123,8 triliun. Belanja tersebut

mencakup belanja infrastruktur yang

dikelola oleh kementerian/lembaga , dan

belanja non kementerian/lembaga seperti

public service obligation (PSO) kepada PT

KAI dan PT Pelni, DAK Infrastruktur, dan

Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur,

pengembangan Sabang dan Batam. Dalam

Diagram 3 disajikan perkembangan total

belanja infrastruktur kementerian/lembaga,

sementara dalam Tabel 2 ditampilkan data

lebih rinci mengenai anggaran infrastruktur

di luar belanja kementerian/lembaga.

Dalam Diagram 3 terlihat bahwa

Kementerian Pekerjaan Umum

(PU), Kementerian Perhubungan,

dan Kementerian ESDM

merupakan tiga kementerian yang

menerima alokasi anggaran belanja

infrastruktur terbesar, dengan total

pagu 90,7 persen dari total pagu

belanja infrastruktur kementerian/

lembaga dalam tahun 2011. Dalam

Tabel 2, terlihat peran dana alokasi

khusus (DAK) infrastruktur yang

semakin besar. Selain itu, menarik

pula untuk dicermati, dukungan

pemerintah dalam bentuk penjaminan &

kontijensi (land capping, kontijensi PLN

dan PDAM), investasi pemerintah, serta

pinjaman dan kredit. Dengan penjaminan,

dana akan dikeluarkan hanya jika resiko

yang telah diperhitungkan (kenaikan harga

tanah, BUMN gagal bayar/default) benar-

benar terjadi. Guna mengelola penjaminan

ini, pemerintah telah mendirikan PT

Penjamin Infrastruktur Indonesia/Indonesia

Infrastructure Guarantee Funda (PT PII/IIGF)

yang fungsinya adalah menangani proses

penjaminan bagi kewajiban finanasial sektor

publik (kementerian, BUMN, dan pemda)

dalam kontrak kerjasama atau konsesi

dengan sektor swasta. PT PII diharapkan

dapat menunjang masuknya pendanaan dari

swasta untuk pembangunan infrastruktur di

Indonesia melalui peningkatan kelayakan

kredit dan kualitas proyek-proyek

infrastruktur yang menggunakan skim

public private partnership (PPP).

Sementara itu, dukungan pemerintah dalam

bentuk investasi juga terlihat semakin besar.

Investasi tersebut dilaksanakan dalam

bentuk suntikan modal untuk PT Sarana

Multi Infrastruktur (PT SMI), yang khusus

didirikan dalam tahun 2009 dalam rangka

mempercepat pembangunan infrastruktur

serta bersinergi dengan pihak ketiga,

baik swasta, pemerintah daerah, BUMN,

maupun organisasi multilateral. PT SMI

merupakan suatu holding company dan

telah mendirikan anak perusahaan yaitu

PT Indonesia Infrastructure Finance (PT

IIF) pada tahun 2010, berpatungan dengan

ADB, International Finance Corporation

(IFC), dan DEG-Badan Investasi dan

Pembangunan Jerman. PT IIF merupakan

perusahaan pembiayaan proyek-proyek

infrastruktur.

Selain itu, dukungan untuk pembangunan

infrastruktur juga dilakukan pemerintah

dengan membentuk suatu unit di

Kementerian Keuangan, yaitu Pusat

Investasi Pemerintah (PIP) pada tahun

2007 dan sejak tahun 2009 telah berstatus

sebagai instansi badan layanan umum

(BLU). PIP juga berfungsi sebagai pengelola

Rekening Induk Dana Investasi dan penilai

kelayakan, manajemen resiko, divestasi,

pengembangan instrumen, pengendalian,

pembiayaan, dan masalah hukum dan

perjanjian investasi Pemerintah Pusat.

Dengan fungsi tersebut, PIP melakukan

4  

 

Anggaran  infrastruktur  tersebut  dialokasikan  sebagian  terbesar  dalam  bentuk  belanja  (spending), dan  sebagian  dalam  bentuk  pemberian  pinjaman/kredit,  penyertaan  modal  pada  BUMN,serta penjaminan/kontijensi. Sebagaimana disajikan dalam Tabel 1, anggaran  infrastruktur dalam bentuk belanja (spending) adalah sebesar Rp115,1 triliun, atau 93% dari total anggaran infrastruktur dalam tahun 2011  (APBN)  sebesar Rp123,8  triliun. Belanja  tersebut mencakup belanja  infrastruktur yang dikelola oleh kementerian/lembaga  , dan belanja non kementerian/lembaga  seperti public  service obligation  (PSO)  kepada  PT  KAI  dan  PT  Pelni, DAK  Infrastruktur,  dan  Tambahan Otonomi  Khusus Infrastruktur,  pengembangan  Sabang  dan Batam. Dalam Diagram  3 disajikan perkembangan  total belanja  infrastruktur kementerian/lembaga,  sementara dalam Tabel 2 ditampilkan data  lebih  rinci mengenai anggaran infrastruktur di luar belanja kementerian/lembaga.  

Tabel 1  Komponen Anggaran Infrastruktur  

(triliun rupiah) 

      2005  2006  2007  2008  2009  2010  2011 APBN 

  Belanja Infrastruktur:  23,5 47,8 51,7 68,0 76,2 65,4  115,1  ‐  Belanja K/L  21,4  42,2  45,1  59,4  65,7  57,6  105,1   ‐  Belanja Non K/L  2,2  5,6  6,6  8,6  10,6  7,8  9,9   Pemberian Pinjaman/Kredit  0,1  2,3  2,3  1,8  1,3  13,8  5,3   Penyertaan Modal  ‐  ‐  ‐  1,0  1,0  2,0  1,5   Penjaminan & Kontijensi  ‐  ‐  ‐  0,3  0,4  1,4  1,9   Anggaran Infrastruktur  23,7  50,0  54,0  71,0  78,9  82,6  123,8 

  Catatan: 2005‐2010 adalah data realisasi; sumber Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJ, diolah.  

Dalam Diagram 3  terlihat bahwa Kementerian Pekerjaan Umum  (PU), Kementerian Perhubungan, dan  Kementerian  ESDM  merupakan  tiga  kementerian  yang  menerima  alokasi  anggaran  belanja infrastruktur  terbesar,  dengan  total  pagu  90,7  persen  dari  total  pagu  belanja  infrastruktur kementerian/lembaga dalam  tahun 2011. Dalam Tabel 2,  terlihat peran dana alokasi khusus  (DAK) infrastruktur  yang  semakin besar. Selain  itu, menarik pula untuk dicermati, dukungan pemerintah dalam  bentuk  penjaminan  &  kontijensi  (land  capping,  kontijensi  PLN  dan  PDAM),  investasi 

34.7

111.6

7.8

29.8

12.64.7

50.0

17.16.6 6.6 11.1

2.8 7.0 5.30.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Kenaikan Anggaran Infrastruktur & Inflasi

Kenaikan Angg. Infrastruktur (%) Inflasi (yoy)

Diagram 2

4  

 

Anggaran  infrastruktur  tersebut  dialokasikan  sebagian  terbesar  dalam  bentuk  belanja  (spending), dan  sebagian  dalam  bentuk  pemberian  pinjaman/kredit,  penyertaan  modal  pada  BUMN,serta penjaminan/kontijensi. Sebagaimana disajikan dalam Tabel 1, anggaran  infrastruktur dalam bentuk belanja (spending) adalah sebesar Rp115,1 triliun, atau 93% dari total anggaran infrastruktur dalam tahun 2011  (APBN)  sebesar Rp123,8  triliun. Belanja  tersebut mencakup belanja  infrastruktur yang dikelola oleh kementerian/lembaga  , dan belanja non kementerian/lembaga  seperti public  service obligation  (PSO)  kepada  PT  KAI  dan  PT  Pelni, DAK  Infrastruktur,  dan  Tambahan Otonomi  Khusus Infrastruktur,  pengembangan  Sabang  dan Batam. Dalam Diagram  3 disajikan perkembangan  total belanja  infrastruktur kementerian/lembaga,  sementara dalam Tabel 2 ditampilkan data  lebih  rinci mengenai anggaran infrastruktur di luar belanja kementerian/lembaga.  

Tabel 1  Komponen Anggaran Infrastruktur  

(triliun rupiah) 

      2005  2006  2007  2008  2009  2010  2011 APBN 

  Belanja Infrastruktur:  23,5 47,8 51,7 68,0 76,2 65,4  115,1  ‐  Belanja K/L  21,4  42,2  45,1  59,4  65,7  57,6  105,1   ‐  Belanja Non K/L  2,2  5,6  6,6  8,6  10,6  7,8  9,9   Pemberian Pinjaman/Kredit  0,1  2,3  2,3  1,8  1,3  13,8  5,3   Penyertaan Modal  ‐  ‐  ‐  1,0  1,0  2,0  1,5   Penjaminan & Kontijensi  ‐  ‐  ‐  0,3  0,4  1,4  1,9   Anggaran Infrastruktur  23,7  50,0  54,0  71,0  78,9  82,6  123,8 

  Catatan: 2005‐2010 adalah data realisasi; sumber Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJ, diolah.  

Dalam Diagram 3  terlihat bahwa Kementerian Pekerjaan Umum  (PU), Kementerian Perhubungan, dan  Kementerian  ESDM  merupakan  tiga  kementerian  yang  menerima  alokasi  anggaran  belanja infrastruktur  terbesar,  dengan  total  pagu  90,7  persen  dari  total  pagu  belanja  infrastruktur kementerian/lembaga dalam  tahun 2011. Dalam Tabel 2,  terlihat peran dana alokasi khusus  (DAK) infrastruktur  yang  semakin besar. Selain  itu, menarik pula untuk dicermati, dukungan pemerintah dalam  bentuk  penjaminan  &  kontijensi  (land  capping,  kontijensi  PLN  dan  PDAM),  investasi 

34.7

111.6

7.8

29.8

12.64.7

50.0

17.16.6 6.6 11.1

2.8 7.0 5.30.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Kenaikan Anggaran Infrastruktur & Inflasi

Kenaikan Angg. Infrastruktur (%) Inflasi (yoy)

LAPORAN UTAmA

8 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 9: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

penilaian kelayakan terhadap proyek-

proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan

oleh kementerian/lembaga. Selain itu, PIP

juga dapat melakukan investasi selain di

sektor infrastruktur.

Dibandingkan dengan anggaran fungsi

pendidikan yang sekurang-kurangnya 20%

dari belanja negara, anggaran infrastruktur

dalam tahun 2011 adalah sekitar setengah

dari belanja fungsi pendidikan.

Capaian Pembangunan Infrastruktur

Selain besaran anggaran, yang juga penting

adalah desain (grand design) dari program

dan kegiatan yang didanai dengan alokasi

anggaran tersebut. Hal ini mengingat

besaran dana yang sama dapat digunakan

untuk berbagai alternatif program dan

kegiatan. Hanya ketika program dan

kegiatan yang dipilih adalah yang paling

efektif dan efisien dalam mencapai sasasaran,

barulah dapat dinyatakan bahwa anggaran

yang besar tersebut telah digunakan

secara bertanggungjawab (accountable).

Merupakan sebuah pertanyaan yang

menarik untuk dikaji, apakah belanja

infrastruktur dalam APBN telah digunakan

untuk mendanai program/kegiatan/proyek

infrastruktur yang paling efektif dan efisien

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

yang berkelanjutan serta meningkatkan

daya saing?

Dalam Tabel 3, disajikan stok beberapa

infrastruktur di Indonesia sampai dengan

2010. Jalan nasional yang telah dibangun

mencapai 38.569,49 km, sedangkan

panjang rel kereta api mencapai 4.818,9

km. Pertanyaan yang menarik terkait

dengan data ini antara lain adalah berapa

kilometerkah yang dianggap memadai? Ini

penting untuk memperoleh makna dari

panjang jalan atau panjang rel KA yang

telah dibangun tersebut. Dibandingkan

dengan panjang pantai Indonesia sejauh

95.181 Km (PBB, 2008), berarti panjang

jalan nasional tersebut adalah sekitar 40

persen dari jalan yang perlu dibangun agar

seluruh wilayah/pulau mempunyai akses

jalan (asumsi: pulau-pulau yang terlalu kecil

untuk dibangun jalan tidak diperhitungkan).

Namun, apakah pembandingan/rasio

seperti demikian dapat digunakan untuk

mengukur kecukupan penyediaan jalan?

Adakah standar mengenai kecukupan

infrastruktur di suatu negara? Untunglah,

Bank Dunia telah mengembangkan

Indikator Pembangunan Dunia (World

Development Indicators/WDI) untuk

membandingkan tingkat pembangunan

antarnegara. Beberapa indikator

diantaranya berkaitan dengan infrastruktur,

salah satu diantaranya yang terkait dengan

jalan adalah road density, yaitu rasio antara

total panjang jaringan jalan (road network)

terhadap luas wilayah (km jalan per

km persegi luas wilayah). Jaringan jalan

tersebut mencakup jalan nasional, propinsi,

5  

pemerintah, serta pinjaman dan kredit. Dengan penjaminan, dana akan dikeluarkan hanya jika resiko yang  telah diperhitungkan  (kenaikan harga  tanah, BUMN gagal bayar/default) benar‐benar  terjadi. Guna  mengelola  penjaminan  ini,  pemerintah  telah  mendirikan  PT  Penjamin  Infrastruktur Indonesia/Indonesia Infrastructure Guarantee Funda (PT PII/IIGF) yang fungsinya adalah menangani proses penjaminan bagi kewajiban finanasial sektor publik (kementerian, BUMN, dan pemda) dalam kontrak  kerjasama  atau  konsesi  dengan  sektor  swasta.  PT  PII  diharapkan  dapat  menunjang masuknya  pendanaan  dari  swasta  untuk  pembangunan  infrastruktur  di  Indonesia  melalui peningkatan  kelayakan  kredit  dan  kualitas  proyek‐proyek  infrastruktur  yang  menggunakan  skim public private partnership (PPP).  

Sementara  itu, dukungan pemerintah dalam bentuk  investasi  juga terlihat semakin besar.  Investasi tersebut dilaksanakan dalam bentuk suntikan modal untuk PT   Sarana Multi  Infrastruktur (PT SMI), yang  khusus didirikan dalam  tahun 2009 dalam  rangka mempercepat pembangunan  infrastruktur serta bersinergi dengan pihak ketiga, baik  swasta, pemerintah daerah, BUMN, maupun organisasi multilateral.    PT  SMI merupakan  suatu  holding  company  dan  telah mendirikan  anak  perusahaan yaitu  PT  Indonesia  Infrastructure  Finance  (PT  IIF)  pada  tahun  2010,  berpatungan  dengan  ADB, International Finance Corporation (IFC), dan DEG‐Badan  Investasi dan Pembangunan Jerman. PT  IIF merupakan perusahaan pembiayaan proyek‐proyek infrastruktur.  

Selain  itu,  dukungan  untuk  pembangunan  infrastruktur  juga  dilakukan  pemerintah  dengan membentuk suatu unit di Kementerian Keuangan, yaitu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) pada tahun 2007 dan  sejak  tahun 2009  telah berstatus  sebagai  instansi badan  layanan umum  (BLU). PIP  juga berfungsi  sebagai  pengelola  Rekening  Induk  Dana  Investasi  dan  penilai  kelayakan,  manajemen resiko,  divestasi,  pengembangan  instrumen,  pengendalian,  pembiayaan,  dan masalah  hukum  dan perjanjian  investasi Pemerintah Pusat. Dengan  fungsi  tersebut, PIP melakukan penilaian kelayakan terhadap proyek‐proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga. Selain itu, PIP juga dapat melakukan investasi  selain di sektor infrastruktur. 

Diagram 3 

 

Sumber: Buku Saku APBN, Feb 2011 

32.11 

15.42 5.53  2.20  0.91  0.24  0.64  0.51  ‐

57.96 

22.11 15.30 

3.45  2.76  0.81  1.29  1.16 0.29 

Anggaran Infrastruktur dalam Bentuk Belanja K/L (triliun Rp)

2010 (Real) 2011 (APBN)

6  

Tabel 2  Anggaran Infrastruktur Non‐Belanja K/L (triliun Rp) 

       2010 (Real) 2011 

(APBN) 

1  Resiko kenaikan harga tanah (land capping)             0,35               0,89  

2  Investasi Pemerintah             3,61               4,57  

3  PMN             2,00               1,50  

4  PSO             0,37               1,88  

5  Kredit rumah (KPRSH & Rusunami)             0,42               0,70  

6  DAK             4,49               6,05  

7  Tambahan Otonomi             1,40               1,40  

8  Dana Kontijensi PLN             1,00               0,89  

9  Dana Kontijensi PDAM                   ‐               0,15  

10  Pinjaman ke PLN             7,50                     ‐  

11  Dana bergulir pengadaan tanah             2,30                     ‐  

12  Pengembangan Kawasan Free Trade Sabang             0,42               0,39  

13  Pengembangan Otoritas Batam             0,14               0,14  

14 Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) 

                 ‐            0,16  

Total Non Belanja K/L (Triliun Rp)           25,01            18,72  

  Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJA Edisi Februari 2011  

Dibandingkan  dengan  anggaran  fungsi  pendidikan  yang  sekurang‐kurangnya  20%  dari  belanja negara,  anggaran  infrastruktur  dalam  tahun  2011  adalah  sekitar  setengah  dari  belanja  fungsi pendidikan.  

Capaian Pembangunan Infrastruktur 

Selain besaran anggaran,  yang juga penting adalah desain (grand design) dari program dan kegiatan yang didanai dengan alokasi anggaran  tersebut. Hal  ini mengingat besaran dana yang  sama dapat digunakan untuk berbagai alternatif program dan kegiatan.  Hanya ketika program dan kegiatan yang dipilih adalah yang paling efektif dan efisien dalam mencapai sasasaran, barulah dapat dinyatakan bahwa  anggaran  yang  besar  tersebut  telah  digunakan  secara  bertanggungjawab  (accountable). Merupakan sebuah pertanyaan yang menarik untuk dikaji, apakah belanja infrastruktur dalam APBN telah  digunakan  untuk mendanai  program/kegiatan/proyek  infrastruktur  yang  paling  efektif  dan efisien  dalam  mendorong  pertumbuhan  ekonomi  yang  berkelanjutan  serta  meningkatkan  daya saing? 

Dalam  Tabel  3,  disajikan  stok  beberapa  infrastruktur  di  Indonesia  sampai  dengan  2010.  Jalan nasional yang telah dibangun mencapai 38.569,49 km, sedangkan panjang rel kereta api mencapai 4.818,9 km. Pertanyaan yang menarik terkait dengan data ini antara lain adalah berapa kilometerkah yang dianggap memadai? Ini penting untuk memperoleh makna dari panjang jalan atau panjang rel 

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 9

Page 10: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

kabupaten/kota dan pedesaan.

Dari Tabel terlihat, dalam hal kepadatan/

kerapatan jalan dibandingkan luas wilayah

(daratan), Indonesia menduduki ranking ke

91 (dari 134 negara), dengan RD sebesar

20 km jalan per km2 wilayah. Hal ini memang

dipengaruhi oleh luas wilayah daratan

Indonesia yang jauh lebih luas dibandingkan

dengan negara-negara tetangga di Asia

Tenggara. Dengan wilayah daratan yang

lebih luas tentu perlu dibangun jalan yang

lebih panjang, dan tentunya diperlukan

anggaran yang lebih besar. Sebagai

perbandingan, China (mainland China)

dengan luas wilayah daratan 9.596.960 km2

atau sekitar lima kali luas daratan Indonesia

1.919.440 km2, memiliki RD sebesar 36,02

km. Sedangkan India, dengan luas wilayah

sekitar 1,5 kali luas Indonesia, memiliki

RD yang jauh lebih besar yaitu 1.001 km/

km2; menduduki ranking ke-3 di dunia

dalam hal RD (sumber data luas wilayah

dari Wikipedia). Selain beberapa indikator

berkaitan dengan jalan raya, seperti rasio

panjang jalan yang diaspal dibandingkan

keseluruhan jalan, dalam WDI juga

disiapkan data mengenai infrastruktur lain

seperti ketersediaan air bersih di perkotaan

dan pedesaan (diukur dengan persentase

penduduk yang mempunyai akses ke air

bersih seperti PAM maupun sumber lain

seperti sumur penduduk, sumur bor, dan

penampungan air); kuantitas lalu lintas

petikemas dari pelabuhan ke transportasi

daratan dan sebaliknya/Container Port Traffic

(diukur dalam jumlah petikemas setara

ukuran 20 kaki), atau konsumsi listrik per

k a p i t a

( k w h /

c a p i t a ) .

( L i h a t

Diagram 4,

5, 6 dan 7).

Tantangan

Sejak krisis

ekonomi 1998,

pembangunan

i n f r a s t r u k t u r

b e r k u r a n g

drastis dan

hingga kinipun

berjalan lambat,

terlebih bila

d i b a n d i n g k a n

d e n g a n

negara-negara

s e k a w a s a n .

M e n a r i k n y a ,

persoalannya bukan pada ketersediaan

dana, karena saat ini justru telah tersedia

berbagai alternatif pembiayaan, baik dari

perbankan, pasar modal/obligasi, dan

kerjasama bilateral serta multilateral, serta

berbagai model/skim kerjasama. Pemerintah

juga telah membentuk beberapa wahana

untuk mempercepat (debotlenecking)

pembangunan infrastruktur, seperti PT SMI

dan PT IIF dan PT PII. Lembaga-lembaga

keuangan internasional dan negara seperti

China juga telah banyak yang berminat

untuk memberikan bantuan pendanaan dan

teknis dalam pembangunan infrastruktur di

Indonesia. Kesulitannya justru dalam hal

regulasi dan implementasinya.

Menurut Wakil Presiden Boediono

(Tempo, 10/3/2011) ada tiga faktor yang

menyebabkan kemacetan pembangunan

infrastruktur. Pertama, masalah pembebasan

lahan, yang tidak mudah dilakukan karena

7  

KA yang telah dibangun tersebut. Dibandingkan dengan panjang pantai Indonesia sejauh 95.181 Km (PBB, 2008), berarti panjang  jalan nasional  tersebut adalah sekitar 40 persen dari  jalan yang perlu dibangun agar seluruh wilayah/pulau mempunyai akses jalan (asumsi: pulau‐pulau yang terlalu kecil untuk dibangun jalan tidak diperhitungkan).  

Tabel 3 Beberapa Capaian Pembangunan Infrastruktur 

 Infrastruktur  Capaian s/d 2009 Jalan nasional        38.569,49  Km Jembatan              17.964  Buah Panjang rel KA           4.818,90  Km Bandar udara  190 Buah Pelabuhan  644 Buah 

  Sumber: Kompas 

Namun, apakah pembandingan/rasio seperti demikian dapat digunakan untuk mengukur kecukupan penyediaan  jalan? Adakah standar mengenai kecukupan  infrastruktur di suatu negara? Untunglah, Bank  Dunia  telah  mengembangkan  Indikator  Pembangunan  Dunia  (World  Development Indicators/WDI)  untuk  membandingkan  tingkat  pembangunan  antarnegara.  Beberapa  indikator diantaranya berkaitan dengan infrastruktur, salah satu diantaranya yang terkait dengan jalan adalah road density, yaitu  rasio antara  total panjang  jaringan  jalan  (road network)  terhadap  luas wilayah (km  jalan per km persegi  luas wilayah).  Jaringan  jalan  tersebut mencakup  jalan nasional, propinsi, kabupaten/kota dan pedesaan. 

Tabel 4 Ranking Kepadatan Jalan (Road Density/RD) 

 

Ranking  Negara Road Density (km/km2 ) 

8  Singapore  471,6857  Phillipine  6758  Brunei  6364  Vietnam  48,6171  China  36,0272  Thailand  35,2487  Cambodia  2291  Indonesia  20

Sumber: World Development Indicators‐Infrastructure 

Dari  Tabel  terlihat,  dalam  hal  kepadatan/kerapatan  jalan  dibandingkan  luas  wilayah  (daratan), Indonesia menduduki  ranking  ke  91  (dari  134  negara),  dengan  RD  sebesar  20  km  jalan  per  km2 wilayah.  Hal  ini memang  dipengaruhi  oleh  luas  wilayah  daratan  Indonesia  yang  jauh  lebih  luas dibandingkan dengan negara‐negara tetangga di Asia Tenggara. Dengan wilayah daratan yang  lebih luas  tentu perlu dibangun  jalan yang  lebih panjang, dan  tentunya diperlukan anggaran yang  lebih besar. Sebagai perbandingan, China  (mainland China) dengan  luas wilayah daratan 9.596.960 km2 atau  sekitar  lima  kali  luas  daratan  Indonesia  1.919.440  km2,  memiliki  RD  sebesar  36,02  km. Sedangkan  India, dengan  luas wilayah sekitar 1,5 kali  luas  Indonesia, memiliki RD   yang  jauh  lebih besar yaitu 1.001 km/km2; menduduki ranking ke‐3 di dunia dalam hal RD (sumber data luas wilayah 

7  

KA yang telah dibangun tersebut. Dibandingkan dengan panjang pantai Indonesia sejauh 95.181 Km (PBB, 2008), berarti panjang  jalan nasional  tersebut adalah sekitar 40 persen dari  jalan yang perlu dibangun agar seluruh wilayah/pulau mempunyai akses jalan (asumsi: pulau‐pulau yang terlalu kecil untuk dibangun jalan tidak diperhitungkan).  

Tabel 3 Beberapa Capaian Pembangunan Infrastruktur 

 Infrastruktur  Capaian s/d 2009 Jalan nasional        38.569,49  Km Jembatan              17.964  Buah Panjang rel KA           4.818,90  Km Bandar udara  190 Buah Pelabuhan  644 Buah 

  Sumber: Kompas 

Namun, apakah pembandingan/rasio seperti demikian dapat digunakan untuk mengukur kecukupan penyediaan  jalan? Adakah standar mengenai kecukupan  infrastruktur di suatu negara? Untunglah, Bank  Dunia  telah  mengembangkan  Indikator  Pembangunan  Dunia  (World  Development Indicators/WDI)  untuk  membandingkan  tingkat  pembangunan  antarnegara.  Beberapa  indikator diantaranya berkaitan dengan infrastruktur, salah satu diantaranya yang terkait dengan jalan adalah road density, yaitu  rasio antara  total panjang  jaringan  jalan  (road network)  terhadap  luas wilayah (km  jalan per km persegi  luas wilayah).  Jaringan  jalan  tersebut mencakup  jalan nasional, propinsi, kabupaten/kota dan pedesaan. 

Tabel 4 Ranking Kepadatan Jalan (Road Density/RD) 

 

Ranking  Negara Road Density (km/km2 ) 

8  Singapore  471,6857  Phillipine  6758  Brunei  6364  Vietnam  48,6171  China  36,0272  Thailand  35,2487  Cambodia  2291  Indonesia  20

Sumber: World Development Indicators‐Infrastructure 

Dari  Tabel  terlihat,  dalam  hal  kepadatan/kerapatan  jalan  dibandingkan  luas  wilayah  (daratan), Indonesia menduduki  ranking  ke  91  (dari  134  negara),  dengan  RD  sebesar  20  km  jalan  per  km2 wilayah.  Hal  ini memang  dipengaruhi  oleh  luas  wilayah  daratan  Indonesia  yang  jauh  lebih  luas dibandingkan dengan negara‐negara tetangga di Asia Tenggara. Dengan wilayah daratan yang  lebih luas  tentu perlu dibangun  jalan yang  lebih panjang, dan  tentunya diperlukan anggaran yang  lebih besar. Sebagai perbandingan, China  (mainland China) dengan  luas wilayah daratan 9.596.960 km2 atau  sekitar  lima  kali  luas  daratan  Indonesia  1.919.440  km2,  memiliki  RD  sebesar  36,02  km. Sedangkan  India, dengan  luas wilayah sekitar 1,5 kali  luas  Indonesia, memiliki RD   yang  jauh  lebih besar yaitu 1.001 km/km2; menduduki ranking ke‐3 di dunia dalam hal RD (sumber data luas wilayah 

8  

dari Wikipedia).   Selain beberapa  indikator berkaitan dengan  jalan raya, seperti rasio panjang  jalan yang diaspal dibandingkan keseluruhan jalan, dalam WDI juga disiapkan data mengenai infrastruktur lain seperti ketersediaan air bersih di perkotaan dan pedesaan (diukur dengan persentase penduduk yang mempunyai  akses  ke  air  bersih  seperti  PAM maupun  sumber  lain  seperti  sumur  penduduk, sumur bor, dan penampungan air);  kuantitas  lalu  lintas petikemas dari pelabuhan  ke  transportasi daratan  dan  sebaliknya/Container  Port  Traffic  (diukur  dalam  jumlah  petikemas  setara  ukuran  20 kaki), atau konsumsi listrik per kapita (kwh/capita). (Lihat Diagram 4, 5, 6 dan 7). 

 

Diagram 4 

 

Sumber: World Development Indicators 

Diagram 5 

 

 

9290 89

80

85

90

95

100

1990 2000 2008

Persentase Penduduk Kota yang Memiliki Akses ke Sarana Air Bersih 

Indonesia Malaysia ThailandChina East Asia & Pacific * Lower middle income

62 67 71

0

25

50

75

100

1990 2000 2008

Persentase Penduduk Desa yang Memiliki Akses ke Sarana Air Bersih

Indonesia Malaysia Thailand

China East Asia & Pacific * Lower middle income

LAPORAN UTAmA

10 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 11: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

antara lain akibat dari iklim demokratis

dan desentralisasi yang membuat proses

pembebasan lahan ikut terhambat. Kedua,

anggaran infrastruktur publik saat ini

lebih terfokus pada perawatan. Hal ini

menggambarkan adanya masalah dalam

pemanfaatan anggaran. Faktor terakhir

adalah kelemahan koordinasi di kalangan

pemerintah. Koordinasi ini menjadi penting

dan mendesak mengingat beberapa

pembangunan infrastruktur melintasi

lebih dari satu kabupaten dan bahkan

lebih dari satu propinsi, yang tentunya

memerlukan koordinasi dan sinergi antara

pemerintah pusat dengan pemerintah

daerah, antarpemerintah daerah, dan juga

antarkementerian lembaga.

Untuk mengatasi masalah tersebut,

pemerintah (i) menyiapkan rancangan

undang-undang mengenai pembebasan

lahan yang akan segera dibahas bersama DPR,

(ii) memperbaiki koordinasi perencanaan

dan penganggaran serta pencairan, (iii)

memperbaiki/menyederhanakan proses

pengadaan barang dan jasa pemerintah

dengan ditetapkannya Perpres 54/2010;

(iv) mendesain dan memprioritaskan

proyek infrastruktur yang strategis antara

lain Domestic Connectivity, pengintegrasian

pengelolaan transportasi Jabodetabek,

pembangunan rel kereta api Jakarta-

Bandara Soekarno-Hatta, dan perluasan

pelabuhan Tanjung Priok, dan pembangunan

9  

Diagram 6 

 

TEUs: twenty‐feet Equivalent Units 

 

Diagram 7 

 

 

 

 

3,797,948 

5,503,176  6,394,190 

15,843,486 

25,866,400 

250,000 

5,250,000 

10,250,000 

15,250,000 

20,250,000 

25,250,000 

30,250,000 

2000 2005 2009

Jumlah Lalu Lintas Kontainer Pelabuhan/ Container Port Traffic (TEUs) di 5 Negara Asean

Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Singapura

591.2

3,489.9 

799.3 

2,455.2 

0

1000

2000

3000

4000

1970 1980 1990 2000 2008

Konsumsi Listrik (Kwh/capita)

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam China East Asia & Pacific * Lower & middle income

9  

Diagram 6 

 

TEUs: twenty‐feet Equivalent Units 

 

Diagram 7 

 

 

 

 

3,797,948 

5,503,176  6,394,190 

15,843,486 

25,866,400 

250,000 

5,250,000 

10,250,000 

15,250,000 

20,250,000 

25,250,000 

30,250,000 

2000 2005 2009

Jumlah Lalu Lintas Kontainer Pelabuhan/ Container Port Traffic (TEUs) di 5 Negara Asean

Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Singapura

591.2

3,489.9 

799.3 

2,455.2 

0

1000

2000

3000

4000

1970 1980 1990 2000 2008

Konsumsi Listrik (Kwh/capita)

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam China East Asia & Pacific * Lower & middle income

8  

dari Wikipedia).   Selain beberapa  indikator berkaitan dengan  jalan raya, seperti rasio panjang  jalan yang diaspal dibandingkan keseluruhan jalan, dalam WDI juga disiapkan data mengenai infrastruktur lain seperti ketersediaan air bersih di perkotaan dan pedesaan (diukur dengan persentase penduduk yang mempunyai  akses  ke  air  bersih  seperti  PAM maupun  sumber  lain  seperti  sumur  penduduk, sumur bor, dan penampungan air);  kuantitas  lalu  lintas petikemas dari pelabuhan  ke  transportasi daratan  dan  sebaliknya/Container  Port  Traffic  (diukur  dalam  jumlah  petikemas  setara  ukuran  20 kaki), atau konsumsi listrik per kapita (kwh/capita). (Lihat Diagram 4, 5, 6 dan 7). 

 

Diagram 4 

 

Sumber: World Development Indicators 

Diagram 5 

 

 

9290 89

80

85

90

95

100

1990 2000 2008

Persentase Penduduk Kota yang Memiliki Akses ke Sarana Air Bersih 

Indonesia Malaysia ThailandChina East Asia & Pacific * Lower middle income

62 67 71

0

25

50

75

100

1990 2000 2008

Persentase Penduduk Desa yang Memiliki Akses ke Sarana Air Bersih

Indonesia Malaysia Thailand

China East Asia & Pacific * Lower middle income

listrik 10.000 MW, untuk sekedar menyebut

beberapa contoh.

Dalam tahun 2011 ini, dukungan swasta,

BUMN, lembaga keuangan internasional

dan beberapa negara sahabat (G to G)

telah menyatakan siap untuk memberikan

dukungan pendanaan, dan tentunya tenaga

ahli. Namun apakah Indonesia mampu

memanfaatkan kesempatan tersebut, tentu

tergantung apakah Indonesia mampu

mengatasi kendala-kendala yang disebut

Wakil Presiden tersebut di atas.

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 11

Page 12: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Inisiatif BaruOleh Achmad Zunaidi

Jenis inisiatif baru yang terakhir adalah percepatan pencapaian target. Inisiatif baru jenis ini merupakan penambahan target baru yang menambah output pada tahun yang direncanakan karena percepatan pencapaian target (yang diambil dari target tahun yang akan datang, bisa 1 atau 2 tahun).

LAPORAN UTAmA

12 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 13: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tetang RKA-K/L mendefinisikan Inisiatif Baru sebagai usulan tambahan rencana kinerja selain yang telah dicantumkan dalam prakiraan maju, baik berupa program, kegiatan, keluaran, dan/atau komponen. Selanjutnya definisi tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 1 tahun 2011 tentang Tata Cara Penyusunan Inisiatif Baru: “Inisiatif Baru adalah kebijakan baru atau perubahan kebijakan berjalan yang menyebabkan adanya konsekuensi anggaran, baik pada anggaran baseline maupun anggaran ke depan. Inisiatif baru dapat berupa penambahan program (priority focus)/outcome/kegiatan/output baru, penambahan volume target, atau percepatan pencapaian target.”

Adanya mekanisme Inisiatif Baru merupakan penguatan penerapan pendekatan KPJM. KPJM adalah pendekatan yang digunakan oleh pembuat kebijakan dimaksudkan untuk memotret implikasi kebijakan yang disusun dan ditetapkan saat ini terhadap besaran anggaran yang akan ditimbulkan pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Untuk sebuah kebijakan akan dihitung anggaran beserta perhitungan biaya prakiraan maju-nya dalam jangka waktu 3 tahun ke depan. Angka prakiraan maju tersebut merupakan angka dasar (baseline) dalam rangka pengalokasian anggaran tahun yang direncanakan. Angka dasar tersebut selanjutnya disesuikan dengan parameter. Angka dasar yang telah disesuaikan tersebut ditambah dengan inisiatif baru menjadi anggaran tahun yang direncanakan. Jika tidak ada kebijakan baru, maka prakiraan maju tersebut akan ditetapkan sebagai alokasi anggaran K/L pada tahun berikutnya.

Mekanisme Inisiatif Baru mengatur tata cara apabila ada kebijakan baru yang belum masuk dalam perencanaan yang ada. Setiap K/L dapat mengajukan inisiatif baru sesuai dengan ketersediaan ruang fiskal untuk mendanai inisiatif baru tersebut. Ketersediaan dana untuk Inisiatif Baru dapat bersumber dari tambahan anggaran

(on top), dari realokasi anggaran, atau kombinasi keduanya. Tambahan anggaran (on top) merupakan tambahan alokasi yang dapat berupa Rupiah Murni, Pinjaman atau Hibah. Penambahan anggaran ini akan menyebabkan bertambahnya anggaran baseline.

Sumber pendanaan yang berasal dari realokasi anggaran didapat dari realokasi tahun yang direncanakan atau realokasi antar tahun. Realokasi tahun yang direncanakan merupakan realokasi dengan mengambil anggaran dari program/kegiatan lain pada tahun yang direncanakan, tanpa mengubah total anggaran tahun direncanakan. Syaratnya target program/kegiatan yang direalokasi tidak boleh berubah. Sedangkan realokasi antar tahun dilakukan dengan mengambil anggaran program yang sama di tahun selanjutnya. Namun syaratnya adalah target jangka menengah tidak berubah. Pendanaan ini digunakan untuk mendanai usulan Inisiatif Baru jenis Percepatan Pencapaian Target.

Ruang Lingkup Inisiatif Baru

Ruang lingkup inisiatif baru dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Jenis yang pertama adalah program baru, kegiatan baru, atau output baru. Inisiatif baru jenis ini dapat terjadi apabila ada kebijakan baru atau perubahan kebijakan yang sedang berlangsung (existing) yang berakibat perubahan angka dasar (baseline). Misalnya Kementerian Y pada Tahun 2011 memiliki 3 Unit Eselon I dan melaksanakan 3 program (Program A, B, dan C). Pada tahun 2012 terjadi reorganisasi pada Kementerian A yang berakibat adanya penambahan 1 (satu) Unit Eselon I dengan melaksanakan suatu program baru (Program D). Program D ini diklasifikasikan sebagai inisiatif baru (sebelumnya tidak ada) termasuk kegiatan dan output yang dihasilkan pada tahun 2012.

Jenis yang kedua adalah penambahan volume target. Penambahan volume target yang menyebabkan dibutuhkan penambahan anggaran yang diakibatkan oleh perubahan kebijakan, baik kebijakan yang ada pada kegiatan prioritas nasional, prioritas bidang, atau prioritas K/L. Misal Kementerian Pekerjaan Umum melaksanakan pembangunan jalan pada tahun 2011 sepanjang 50 km dengan volume prakiraan maju: tahun 2012 sepanjang 100 km; dan tahun 2013 sepanjang 150 km. Saat penyusunan anggaran tahun 2012, ada perubahan kebijakan yang menyebabkan perubahan (mengalami penambahan) volume target menjadi 120 km. Penambahan volume sebanyak 20 km (semula 100 km menjadi 120 km) diklasifikasikan sebagai inisiatif baru yang diajukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.

Jenis inisiatif baru yang terakhir adalah percepatan pencapaian target. Inisiatif baru jenis ini merupakan penambahan target baru yang menambah output pada tahun yang direncanakan karena percepatan pencapaian target (yang diambil dari target tahun yang akan datang, bisa 1 atau 2 tahun). Penambahan target output disebabkan oleh perubahan kebijakan baik untuk kegiatan prioritas nasional, prioritas bidang maupun prioritas K/L, namun percepatan pencapaian target tidak boleh mengubah pagu anggaran baseline jangka menengah. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan Nasional memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Tahun 2011 kepada 1000 siswa dengan volume prakiraan maju: Tahun 2012 sebanyak 1200 siswa; dan Tahun 2013 sebanyak 1500 siswa (baseline 2011-2014 sebanyak 5000 siswa). Saat penyusunan anggaran tahun 2012 terjadi perubahan kebijakan yang mengharuskan percepatan pencapaian target pemberian BOS dengan perubahan sebagai berikut:

2  

perubahan angka dasar (baseline). Misalnya Kementerian Y pada Tahun 2011 memiliki 3 Unit Eselon I dan melaksanakan 3 program (Program A, B, dan C). Pada tahun 2012 terjadi reorganisasi pada Kementerian A yang berakibat adanya penambahan 1 (satu) Unit Eselon I dengan melaksanakan suatu program baru (Program D). Program D ini diklasifikasikan sebagai inisiatif baru (sebelumnya tidak ada) termasuk kegiatan dan output yang dihasilkan pada tahun 2012.

Jenis yang kedua adalah penambahan volume target. Penambahan volume target yang menyebabkan dibutuhkan penambahan anggaran yang diakibatkan oleh perubahan kebijakan, baik kebijakan yang ada pada kegiatan prioritas nasional, prioritas bidang, atau prioritas K/L. Misal Kementerian Pekerjaan Umum melaksanakan pembangunan jalan pada tahun 2011 sepanjang 50 km dengan volume prakiraan maju: tahun 2012 sepanjang 100 km; dan tahun 2013 sepanjang 150 km. Saat penyusunan anggaran tahun 2012, ada perubahan kebijakan yang menyebabkan perubahan (mengalami penambahan) volume target menjadi 120 km. Penambahan volume sebanyak 20 km (semula 100 km menjadi 120 km) diklasifikasikan sebagai inisiatif baru yang diajukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.

Jenis inisiatif baru yang terakhir adalah percepatan pencapaian target. Inisiatif baru jenis ini merupakan penambahan target baru yang menambah output pada tahun yang direncanakan karena percepatan pencapaian target (yang diambil dari target tahun yang akan datang, bisa 1 atau 2 tahun). Penambahan target output disebabkan oleh perubahan kebijakan baik untuk kegiatan prioritas nasional, prioritas bidang maupun prioritas K/L, namun percepatan pencapaian target tidak boleh mengubah pagu anggaran baseline jangka menengah. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan Nasional memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Tahun 2011 kepada 1000 siswa dengan volume prakiraan maju: Tahun 2012 sebanyak 1200 siswa; dan Tahun 2013 sebanyak 1500 siswa (baseline 2011-2014 sebanyak 5000 siswa). Saat penyusunan anggaran tahun 2012 terjadi perubahan kebijakan yang mengharuskan percepatan pencapaian target pemberian BOS dengan perubahan sebagai berikut:

Uraian

Tahun 2011

(Sebelumnya) 2012

(Tahun yang direncanakan

2013 (Prakiraan Maju 1)

2014 (Prakiraan Maju 2)

Target BOS (lama) 1.000 1.200 1.500 1.300

Target BOS (baru) 1.000 1.500 1.700 800

(jadi matriks) Selain hal tersebut di atas, perubahan lain yang bukan merupakan inisiatif baru, adalah :

1. Penyesuaian anggaran terhadap parameter ekonomi antara lain berupa penyesuaian terhadap inflasi, kurs;

2. Penyesuaian anggaran terhadap parameter non-ekonomi, seperti perubahan SBU dan SBK selama tidak mengubah total pagu K/L dan tetap menjaga output dan outcome yang sudah ditetapkan;

3. Perubahan target tanpa mengubah anggaran yang telah ditetapkan (diluar prioritas nasional, prioritas bidang dan prioritas K/L), seperti perubahan target program dan kegiatan non-prioritas;

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 13

Page 14: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

(jadi matriks) Selain hal tersebut di atas, perubahan lain yang bukan merupakan inisiatif baru, adalah :

1. Penyesuaian anggaran terhadap parameter ekonomi antara lain berupa penyesuaian terhadap inflasi, kurs;

2. Penyesuaian anggaran terhadap parameter non-ekonomi, seperti perubahan SBU dan SBK selama tidak mengubah total pagu K/L dan tetap menjaga output dan outcome yang sudah ditetapkan;

3. Perubahan target tanpa mengubah

anggaran yang telah ditetapkan (diluar prioritas nasional, prioritas bidang dan prioritas K/L), seperti perubahan target program dan kegiatan non-prioritas;

4. Penambahan target yang disebabkan tidak tercapainya target tahun sebelumnya, sehingga target tahun ini ditambahkan, tapi total pagu anggaran unit kerja tidak berubah, seperti Luncuran (carried over) target yang tidak tercapai pada tahun sebelumnya;

5. Jenis-jenis perubahan kebijakan/anggaran lainnya.

Perhitungan Inisiatif Baru

Inisiatif baru dapat dihitung setelah penyesuaian baseline dilakukan sehingga ruang fiskal diketahui. Penghitungan anggaran untuk inisiatif baru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Mengacu pada tujuan dari proposal yang diajukan. Tujuan yang terdapat dalam proposal mengacu atau harus sesuai dengan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan Presiden (di awal tahun berjalan). Tujuan tersebut juga menginformasikan mengenai rincian

informasi kinerja dan rincian anggaran secara jelas, spesifik, dan terukur;

2. Menetapkan output mana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan jumlah volumenya;

3. Menetapkan output mana yang bersifat on-going/non-on-going;

4. Menetapkan Komponen Input mana yang dibutuhkan untuk menghasilkan output;

5. Menetapkan Komponen Input mana yang bersifat on-going/non-on-going.

3  

4. Penambahan target yang disebabkan tidak tercapainya target tahun sebelumnya, sehingga target tahun ini ditambahkan, tapi total pagu anggaran unit kerja tidak berubah, seperti Luncuran (carried over) target yang tidak tercapai pada tahun sebelumnya;

5. Jenis-jenis perubahan kebijakan/anggaran lainnya.

Perhitungan Inisiatif Baru

Inisiatif baru dapat dihitung setelah penyesuaian baseline dilakukan sehingga ruang fiskal diketahui. Penghitungan anggaran untuk inisiatif baru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengacu pada tujuan dari proposal yang diajukan. Tujuan yang terdapat dalam proposal

mengacu atau harus sesuai dengan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan Presiden (di awal tahun berjalan). Tujuan tersebut juga menginformasikan mengenai rincian informasi kinerja dan rincian anggaran secara jelas, spesifik, dan terukur;

2. Menetapkan output mana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan jumlah volumenya; 3. Menetapkan output mana yang bersifat on-going/non-on-going; 4. Menetapkan Komponen Input mana yang dibutuhkan untuk menghasilkan output; 5. Menetapkan Komponen Input mana yang bersifat on-going/non-on-going.

Inisiatif Baru dan Alokasi Anggaran Tahun 2012

Usulan angka inisiatif baru yang sudah mendapatkan persetujuan selanjutnya ditambahkan kedalam angka baseline yang telah disesuaikan sebelumnya. Angka gabungan merupakan angka atau jumlah alokasi anggaran untuk suatu program tahun 2012. Gambaran penghitungan menjadi angka gabungan atau alokasi anggaran tahun 2012, sebagai berikut:

Tahun 2012 2013 2014

Indeks 1,00 1,04 1,08

Uraian

Baru (B) /

Lama (L)

Tahun Awal

Tahun Akhir

Sifat Biaya

Indeks Biaya 2011

sebelumnya

2012 Tahun yang

direncanakan

2013 PM 1

2014 PM 2

Program 3.140 3.584 7.617

Kegiatan

Output 1

Volume Output 10 10 10 10

Tanpa Sub-output

Komponen 1 L 2011 utama Ya 100 1.000 1.040 1.080 1.125

Output 2

Volume Output 10 12 14

Tanpa Sub-output

Komponen 1 B 2012 utama tdk 200 - 2.000 2.400 2.800

Komponen 2 B 2012 pendukung ya 100 100 104 108

Inisiatif Baru dan Alokasi Anggaran Tahun 2012

Usulan angka inisiatif baru yang sudah mendapatkan persetujuan selanjutnya ditambahkan kedalam angka baseline yang telah disesuaikan sebelumnya. Angka gabungan merupakan angka atau jumlah alokasi anggaran untuk suatu program tahun 2012. Gambaran penghitungan menjadi angka gabungan atau alokasi anggaran tahun 2012, sebagai berikut:

LAPORAN UTAmA

14 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 15: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Perbaikan Dan PenyesuaianAngka Dasar

Penyesuaian Angka Dasar merupakan proses menjadikan Angka Dasar yang disusun tahun sebelumnya (misal tahun 2011) sesuai dengan asumsi-asumsi atau parameter yang akan terjadi pada tahun yang direncanakan (misal tahun 2012).

Oleh: m. Rifki, Dit. SP

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 15

Page 16: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Indikatif dari tahun anggaran yang

direncanakan yang dibuat ketika

menyusun anggaran.

Angka Dasar yang dihasilkan ketika

menyusun anggaran tahun sebelumnya

(misal tahun 2011) kemungkinan masih

memiliki beberapa kesalahan sehingga

perlu diperbaiki saat penyusunan

anggaran tahun yang direncanakan

(tahun 2012). Perbaikan tersebut juga

meliputi perubahan-perubahan asumsi

pada tahun yang direncanakan yang

berbeda dengan tahun sebelumnya dan

menyebabkan angka dasar tersebut

juga perlu disesuaikan.

Angka Dasar merupakan

angka awal ketika akan menyusun

anggaran berdasarkan proyeksi

KPJM. Keakuratan dari angka dasar

akan menunjukkan secara jelas ruang

fiskal untuk tiap tahun anggaran yang

selanjutnya digunakan untuk pendanaan

Inisiatif Baru (New Initiative). Inisiatif Baru

adalah usulan tambahan rencana kinerja

selain yang telah dicantumkan dalam

prakiraan maju, yang berupa program,

kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.

Inisiatif Baru merupakan mekanisme

yang dilaksanakan untuk menguatkan

pelaksanaan KPJM. Mekanisme Inisiatif

Baru dilaksanakan oleh K/L untuk

melaksanakan kebijakan baru yang

belum masuk dalam kebijakan yang

telah ada.

Penggabungan angka dasar yang telah

Penerapan pendekatan Penganggaran

Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka

Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)

secara penuh merupakan komitmen

Pemerintah yang dilaksanakan

Kementerian Negara dan Lembaga

(K/L) sejak tahun 2011. Penerapan PBK

memberikan kerangka dasar dalam

penyusunan anggaran yang berdasarkan

kinerja yang akan dihasilkan oleh K/L.

Implementasinya diwujudkan dalam

hasil restrukturisasi program dan

kegiatan K/L. Keluaran (Output) yang

dihasilkan dari pelaksanaan program

dan kegiatan yang dilaksanakan K/L

akan diproyeksikan menjadi Prakiraan

Maju.

Prakiraan Maju didefinisikan sebagai

perhitungan kebutuhan dana untuk

tahun anggaran berikutnya dari tahun

yang direncanakan. Fungsinya adalah

untuk memastikan kesinambungan

program dan kegiatan yang telah

disetujui dan menjadi dasar penyusunan

anggaran tahun berikutnya. Total

keseluruhan Prakiraan Maju suatu K/L

akan menjadi indikasi pagu awal K/L

untuk tahun berikutnya yang disebut

juga dengan Angka Dasar (baseline).

Angka Dasar merupakan indikasi pagu

prakiraan maju dari kegiatan-kegiatan

yang berulang dan/atau kegiatan-

kegiatan tahun jamak berdasarkan

kebijakan yang telah ditetapkan dan

menjadi acuan penyusunan Pagu

disesuaikan ditambah dengan angka

alokasi anggaran usulan inisiatif baru

akan menjadi alokasi anggaran tahun

yang direncanakan. Gambaran utuh

hubungan antara angka prakiraan

maju, penyesuaian angka dasar, inisiatif

baru, dan alokasi anggaran tahun yang

direncanakan sebagaimana diagram di

bawah ini.

Perbaikan Angka Dasar

Penyempurnaan KPJM (Angka Dasar)

harus dilakukan untuk memberikan

dasar (benchmark) yang jelas dalam

penyusunan anggaran tahun berkenaan.

Tahap awal dari penyempurnaan Angka

Dasar adalah memperbaiki Angka

Dasar tersebut. Kesalahan-kesalahan

yang mungkin terjadi disaat menetapkan

angka dasar awal harus di perbaiki

sehingga menunjukan angka yang dapat

dipertanggungjawabkan (reliable).

Alasan utama untuk memperbaiki

angka dasar adalah kurang tepatnya

K/L dalam mengklasifikasikan “berhenti”

atau “berlanjut” untuk Output atau

komponen, mengklasifikasikan

komponen “utama” atau “pendukung”,

atau ketika mencantumkan Volume

Output pada Prakiraan Maju.

Kesalahan pada Angka Dasar akan

berdampak sangat besar dalam prakiraan

maju ditahun berikutnya terutama

kesalahan dalam pencantuman Volume

LAPORAN UTAmA

16 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 17: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Ou tpu t ,

contoh: kegiatan suatu K/L pada

tahun 2011 menghasilkan Output

100 dengan biaya per Output Rp.

100.000 dan untuk tahun berikutnya

direncanakan akan dilaksanakan 100

Output lagi namun terjadi kesalahan

teknis sehingga Volume Output pada

Prakiraan Maju tercantum 10.000. Hal

ini akan terjadi peningkatan Angka

Dasar yang sangat signifikan, untuk itu

perlu dilakukan perbaikan Angka Dasar.

Langkah-langkah yang dilakukan K/L

untuk menelusuri kesalahan atau

kekurangtepatan Angka Dasar sebagai

berikut:

1. Pengecekan program/kegiatan

Angka prakiraan maju (misal tahun

2012) yang ditetapkan tahun

sebelumnya, lebih besar atau lebih

kecil dibandingkan pagu program/

kegiatan tahun 2011 (misalnya

dengan deviasi 10%)

a. Jika nilainya jauh lebih besar, hal

tersebut mungkin akibat kesalahan

memasukkan Volume Output;

b. Jika nilainya jauh lebih rendah, hal ini

dapat diakibatkan karena Volume

Output

b e l u m

dimasukkan

ke Prakiraan

Maju atau

O u t p u t

salah diklasifikasikan sebagai

“berhenti”.

2. Lakukan pengecekan satker mana

yang menyebabkan masalah

tersebut

Setelah pengecekan dan pemeriksaan

sehingga kesalahan-kesalahan yang

terjadi pada Angka Dasar dapat

diidentifikasi maka, perbaikan Angka

Dasar dapat dilakukan.

Perbaikan kesalahan klasifikasi “berhenti”

atau “berlanjut”

Untuk dapat memperbaiki kesalahan

karena salah mengklasifikasikan

“berhenti” atau “berlanjut”, harus

diketahui terlebih dahulu Output atau

komponen input mana yang harus

diklasifikasikan “berhenti”

Klasifikasi berhenti diberikan kepada:

1. Proyek jangka pendek atau proyek

dengan waktu yang terbatas, seperti

pembangunan gedung baru;

2. Proyek yang didanai oleh Hutang

atau pembiayaan oleh donor

lainnya, dan tidak ada persetujuan

untuk meneruskan pembiayaan

tersebut; atau

3. Kegiatan yang didanai dari BA 999.

K/L memiliki kesempatan untuk

mereklasifikasi output yang telah

diklasifikasikan sebagai output

berhenti menjadi output berlanjut

namun hal ini akan mengurangi

ruang fiskal K/L dalam mengajukan

inisiatif baru.

Perbaikan kesalahan klasifikasi “utama”

dan “pendukung”

Reklasifikasi terhadap komponen

input dari “komponen input utama”

menjadi “komponen input pendukung”

akan memberikan dampak terhadap

angka dasar awal yang telah disusun.

Karakteristik “komponen input

pendukung” harus diindeks dan tidak

terkait langsung dengan perubahan

Volume Output. Jika hal tersebut

diubah menjadi “komponen input

utama” yang berkarakteristik terkait

langsung dengan Volume Output (tidak

diindeks) atau sebaliknya tentu akan

merubah struktur anggaran (tahapan

proses pencapaian Output). K/L bisa

melakukan reklasifikasi ini sepanjang

tidak menambah pagu anggaran.

Perbaikan kesalahan dalam

pencantuman Volume Output

Beberapa K/L mungkin telah

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 17

Page 18: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

mencantumkan Volume Output lebih

besar atau lebih kecil dari yang

seharusnya direncanakan. Dalam

memperbaiki Angka Dasar, K/L dapat

memperbaiki pencantuman Volume

Output tersebut. Pengecekan terhadap

Volume Output dapat dibandingkan

dengan Volume Output yang tercantum

dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP).

Penyesuaian Angka Dasar Penyesuaian Angka Dasar merupakan

proses menjadikan Angka Dasar yang

disusun tahun sebelumnya (misal tahun

2011) sesuai dengan asumsi-asumsi

atau parameter yang akan terjadi

pada tahun yang direncanakan (misal

tahun 2012). Parameter yang perlu

disesuaikan yaitu parameter ekonomi

yang secara otomatis dilakukan oleh

sistem aplikasi dan parameter non-

ekonomi yang disesuaikan secara

manual oleh perencana. Selain

penyesuaian parameter, penyesuaian

Angka Dasar juga meliputi penyusunan

Prakiraan Maju baru untuk 2 (dua)

tahun dari tahun yang direncanakan

(tahun 2014). Penyesuaian tersebut

meliputi :

1. Penyesuaian parameter ekonomi

Setiap tahun prakiraan inflasi

berbeda dari tahun sebelumnya,

oleh karena itu perlu dilakukan

update terhadap asumsi inflasi yang

akan digunakan pada tahun yang

direncanakan (misal tahuan 2012).

Asumsi inflasi digunakan sebagai

parameter penyesuaian agar

pengeluaran yang direncanakan di

tahun 2012 menjadi lebih tepat.

Ketika penyesuaian dilakukan

dengan asumsi parameter

inflasi baru untuk menyusun

anggaran tahun 2012 prakiraan

pengeluaran dapat meningkat atau

berkurang sesuai dengan kenaikan

atau penurunan asumsi inflasi.

Penyesuaian parameter ekonomi

secara otomatis akan dilakukan

oleh sistem aplikasi.

2. Penyesuaian parameter non-

ekonomi.

Parameter ekonomi merupakan

parameter yang berkaitan dengan

kebijakan pemerintah atau K/L.

Lingkup parameter ekonomi

yang harus dilakukan penyesuaian

adalah:

a. Penyesuaian perhitungan belanja

pegawai disesuaikan dengan

perubahan database kepegawaian.

b. Penambahan atau pengurangan

target Volume Output.

K/L dapat menaikan Volume Output

untuk setiap kegiatan tapi tanpa

menambah anggaran, sedangkan

untuk penguragan target Volume

Output hanya boleh untuk Output

yang merupakan non-prioritas atau

prioritas K/L

c. Pengurangan anggaran.

Sesuai peraturan Menteri Keuangan

tentang penerapan Penghargaan

dan sanksi tahun 2011 secara

langsung akan mempengaruhi

Angka Dasar yang telah disusun

berdasarkan Prakiraan Maju.

Pemberian sanksi kepada K/L

yang yang tidak sepenuhnya

melaksanakan anggaran tahun 2010

akan mengakibatkan pengurangan

anggaran ditahun 2011 yang

akan memberikan efek terhadap

pengurangan pada prakiraan maju

di tahun 2012 (Angka Dasar).

Pengurangan anggaran yang

dikarenakan oleh sanksi tidak boleh

mengurangi target Volume Output

yang direncanakan.

Selain diakibatkan oleh pemberian

sanksi, pengurangan anggaran

juga dapat terjadi jika K/L

melakukan optimalisasi. Dalam hal

pengurangan anggaran tersebut

merupakan hasil optimalisasi K/L

dapat mengajukan inisiatif baru

yang dilaksanakan sesuai dengan

mekanisme pengajuannya.

d. Pengurangan target volume dan

anggaran.

Pengurangan Volume Output dan

anggaran dapat dilakukan jika

dalam evaluasi tahun sebelumnya

Volume Output yang menjadi

target tidak mampu dicapai oleh

K/L atau K/L melakukan prioritas

ulang pembiayaan untuk Output

baru, atau menaikkan target Output

lainnya. Pengurangan Volume Output

dan anggaran hanya dapat dilakukan

untuk kegiatan non-prioritas atau

prioritas K/L.

e. Realokasi anggaran dan target

Output serta pagu K/L.

LAPORAN UTAmA

18 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 19: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Dalam melaksanakan KPJM K/L

diberikan fleksibelitas dalam

melakukan realokasi target Output

dalam melakukan penyesuaian

sepanjang dalam pagu anggaran

yang tetap. Realokasi dapat

dilakukan antar program, kegiatan,

output dan satker termasuk antar

lokasi. Batasan yang diberikan

adalah realokasi tidak dapat

dilakukan dari priotas nasional atau

prioritas bidang ke non-prioritas

atau prioritas K/L.

f. Memindahkan target Volume

Output ke masa depan.

Dalam melakukan penyesuaian

Angka Dasar, K/L diberikan

fleksibilitas untuk memindahkan

Volume Output ke tahun anggaran

berikutnya sesuai dengan

per t imbangan-per t imbangan

pencapaian Output tersebut.

Memindah target Volume Output

ke masa depan tidak diikuti dengan

carried over anggarannya.

g. Membuat prakiraan maju baru.

Dasar utama dari penerapan KPJM

adalah rolling budget. Sebagai

bagian dari penyusunan anggaran

setiap tahun maka prakiraan maju

yang baru harus ditambahkan

dalam Angka Dasar yang telah

disusun sebelumnya.

Contoh:

Penyesuaian Angka dasar yang

dilakukan oleh K/L dilakukan dengan

jangka waktu 3 (tiga) kali dalam setahun

yaitu sebelum pagu indikatif, pagu

angggaran, dan pagu definitif. Hal ini

sejalan dengan waktu pengajuan Inisiatif

Baru.

Ringkasan

Dalam rangka memperjelas hubungan

antara perbaikan angka dasar,

penyesuaian angka dasar, dan inisiatif

baru, di bawah ini disajikan tabel

ringkasan:

Tabel Perbandingan Perbaikan Angka

Dasar, Penyesuaian Angka Dasar, dan

Inisiatif Baru

No. Perbaikan Angka DasarPenyesuaian Angka Dasar

Inisiatif BaruPrioitas Nasional, Bidang Non-prioritas, Prioritas K/L

1.Kesalahan klasifikasi Output dan Komponen input “berhenti” atau “Berlanjut”.

Inflasi, Kurs Inflasi, Kurs Program baru

2. Kesalahan klasifikasi Komponen Input “utama” atau “Pendukung”.

Realokasi anggaran dalam pagu prioritas Perubahan Volume Output Kegiatan baru

3. Kesalahan pencantuman Volume Output. Pengurangan anggaran Pengurangan anggaran Output Baru

4. Menaikkan Volume Output Pengurangan Volume Output dan anggaran Outcome Baru

5. Memindahkan Volume Output ke masa depan

Realokasi anggaran dalam pagu K/L

Penambahan target Volume Output

6. Membuat prakiraan maju baru Memindahkan Volume Output ke masa depan

Percepatan pencapaian target

7. Membuat prakiraan maju baru

5  

optimalisasi K/L dapat mengajukan inisiatif baru yang dilaksanakan sesuai dengan

mekanisme pengajuannya.

d. Pengurangan target volume dan anggaran.

Pengurangan Volume Output dan anggaran dapat dilakukan jika dalam evaluasi tahun

sebelumnya Volume Output yang menjadi target tidak mampu dicapai oleh K/L atau K/L

melakukan prioritas ulang pembiayaan untuk Output baru, atau menaikkan target Output

lainnya. Pengurangan Volume Output dan anggaran hanya dapat dilakukan untuk kegiatan

non-prioritas atau prioritas K/L.

e. Realokasi anggaran dan target Output serta pagu K/L.

Dalam melaksanakan KPJM K/L diberikan fleksibelitas dalam melakukan realokasi target

Output dalam melakukan penyesuaian sepanjang dalam pagu anggaran yang tetap.

Realokasi dapat dilakukan antar program, kegiatan, output dan satker termasuk antar

lokasi. Batasan yang diberikan adalah realokasi tidak dapat dilakukan dari priotas nasional

atau prioritas bidang ke non-prioritas atau prioritas K/L.

f. Memindahkan target Volume Output ke masa depan.

Dalam melakukan penyesuaian Angka Dasar, K/L diberikan fleksibilitas untuk

memindahkan Volume Output ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan pertimbangan-

pertimbangan pencapaian Output tersebut. Memindah target Volume Output ke masa

depan tidak diikuti dengan carried over anggarannya.

g. Membuat prakiraan maju baru.

Dasar utama dari penerapan KPJM adalah rolling budget. Sebagai bagian dari penyusunan

anggaran setiap tahun maka prakiraan maju yang baru harus ditambahkan dalam Angka

Dasar yang telah disusun sebelumnya.

Contoh:

Tahun 2011 TA

2012 PM 1

2013 PM 2

Anggaran xx.xxx xx.xxx xx.xxx

Tahun 2011 Realisasi

2012 TA

2013 PM 1

2014 PM 2

Anggaran xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx

 

Penyesuaian Angka dasar yang dilakukan oleh K/L dilakukan dengan jangka waktu 3 (tiga) kali

dalam setahun yaitu sebelum pagu indikatif, pagu angggaran, dan pagu definitif. Hal ini sejalan

dengan waktu pengajuan Inisiatif Baru.

LAPORAN UTAmA

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 19

Page 20: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

PP Nomor 90 Tahun 2010Tentang Penyusunan RKA-K/L

Di akhir tahun 2010 telah terbit PP Nomor 90 Tahun 2010 Penyusunan RKA-K/L sebagai pengganti PP Nomor 21 Tahun 2004. PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut pada prinsipnya mengatur mekanisme dan business process perencanaan dan penganggaran yang merupakan hulu dari

sistem pengelolaan keuangan. Meskipun demikian, di lingkungan para pengelola keuangan tersebut timbul beragam pendapat dan pandangan terhadap lahirnya PP 90 tahun 2010, sebagian menanti kehadirannya dan sebagian lagi lebih menunggu rencana operasionalisasi

ketentuan tersebut sembari mereka-reka perubahan apa yang akan mempengaruhi pola kerjanya yang selama ini telah dijalani.

Ibarat pepatah “tak kenal maka tak sayang”, maka tulisan ini dimaksudkan untuk mencoba mengenal sedikit beberapa materi yang termuat dalam PP 90 Tahun

Edy Sudarto : Kepala Seksi Evaluasi Kinerja Penganggaran

PERENCANAAN ANGGARAN

20 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 21: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

2010 tersebut. Dan sebagaimana lazimnya bahwa setiap orang mempunyai perspektif dan kacamata yang berbeda dalam melihat sesuatu yang baru, tergantung dari arah mana dia berdiri. Kebetulan Penulis saat ini dalam posisi yang tidak terlibat langsung dalam proses penanganan RKA-K/L dan hanya sedikit mengetahui beberapa hal terkait mekanisme penganggaran.

Pengertian RKA-K/L

Dalam PP Nomor 21 Tahun 2004, RKA-K/L diartikan sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu kementerian/lembaga yang merupakan penjabaran dari RKP dan Renstra K/L yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Sementara, dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 pengertian RKA-K/L diubah menjadi dokumen rencana keuangan tahunan kementerian/lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran kementerian/lembaga. Perubahan ini sepintas terkesan biasa dan normatif, namun sepertinya PP Nomor 90 Tahun 2010 mencoba melakukan inisiasi efisiensi melalui perubahan dari sisi administrasi.

Seperti diketahui bersama bahwa saat ini beragam jenis, bentuk, dan variasi dokumen yang dibuat oleh lementerian/lembaga yang apabila dicermati lebih seksama, pada prinsipnya memuat hal yang sama. Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L), Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) masing-masing memuat hal yang secara prinsip sama yaitu suatu rencana kinerja suatu Kementerian/Lembaga dalam satu tahun berikut anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja tersebut.

Berbagai macam dokumen tersebut mempunyai implikasi dibutuhkannya cost dalam penyusunannya, baik uang, waktu, bahan, dan tenaga. Selain itu, masing-masing dokumen tersebut diikuti dengan

berbagai aplikasi software sehingga dalam suatu satker dapat dimungkinkan terdapat paling sedikit 3 (tiga) aplikasi yang masing-masing mempunyai perbedaan-perbedaan meskipun output-nya sama. Aplikasi itupun tentu membutuhkan cost, baik dari sisi pembuatannya maupun bagi satker yang kemungkinan mempunyai jumlah pegawai yang terbatas.

PP Nomor 90 Tahun 2010 yang memaknai RKA-K/L sebagai suatu dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga semoga dapat menjadi pintu masuk bagi integrasi berbagai dokumen yang secara prinsip mengandung muatan yang sama sehingga dapat menciptakan efisiensi pengelolaan anggaran pada tahap yang paling awal. Yang perlu digarisbawahi adalah pengintegrasian dokumen anggaran tersebut tidak serta merta akan menghilangkan fungsi bawaan dari jenis-jenis dokumen sebelumnya. Pada tahap perencanaan, RKA-K/L berfungsi sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran yang selanjutnya menjadi bahan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN). Pada tahap selanjutnya, RKA-K/L juga berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan APBN apabila seluruh isinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Pada tahapan yang

lain, RKA-K/L juga menjadi bahan dalam melakukan audit, pemeriksaan, monitoring, dan evaluasi serta bahan dalam menyusun pertanggungjawaban APBN.

Secara teori, satu dokumen dengan beragam fungsi akan dapat menciptakan efisiensi tanpa mengurangi aspek akuntabilitasnya dan tentu perubahan ke arah tersebut perlu dijadikan sebagai bahan diskusi lebih lanjut dalam rangka perbaikan dalam pengelolaan APBN.

Proses Bisnis Penyusunan RKA-K/L

Menurut Penulis, secara prinsip tidak ada perubahan siklus penyusunan RKA-K/L dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 apabila dibandingkan dengan PP Nomor 21 Tahun 2004. Perubahan justru terdapat pada content pada setiap siklus penyusunan RKA-K/L dimaksud. Perbandingan pengaturan proses bisnis penyusunan RKA-K/L dalam kedua peraturan pemerintah di atas dapat dipetakan sebagaimana dalam Gambar 1.

Dari pemetaan pada Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa dalam proses penyusunan RKA-K/L perlu adanya pengklasifikasian antara kebijakan berjalan dan kebijakan baru yang akan diusulkan pada tahun yang

PP 90TAHUN 2010 4

Gambar 1

Dari pemetaan pada Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa dalam proses penyusunan RKA-K/L perlu adanya pengklasifikasian antara kebijakan berjalan dan kebijakan baru yang akan diusulkan pada tahun yang direncanakan. Berdasarkan best practice, pengklasifikasian dimaksud sangat penting dan dapat menciptakan peluang efisiensi waktu dalam proses penyusunan RKA-K/L karena dalam setiap pembahasan, baik dalam proses pembahasan di internal Pemerintah maupun antara Pemerintah dan DPR, akan difokuskan pada usulan kebijakan baru. Namun demikian, pengaturan baru mengenai pengklasifikasi yang terdapat dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut perlu dielaborasi lebih detail sehingga dapat mudah dipahami dan diterapkan oleh para pemangku kepentingan.

Ketentuan lain dalam proses bisnis ini adalah dalam hal penelahaan RKA-K/L antara Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan serta Bappenas yang pengaturannya dibuat lebih berbobot. Dalam PP Nomor 21 Tahun 2004, penelahaan RKA-K/L dipersepsikan sebagai kegiatan yang lebih bersifat administratif karena hanya fakus pada kesesuaian RKA-K/L dengan pagu yang telah ditetapkan. Sementara, dalam PP Nomor 90 Tahun 2010, penelaahan merupakan kegiatan dalam rangka menilai kelayakan anggaran atas kegiatan-kegiatan yang diusulkan dapat ditampung dalam RKA-K/L. Perubahan di atas sangat bagus namun tetap memerlukan pengaturan yang lebih detail

PERENCANAAN ANGGARAN

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 21

Page 22: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

direncanakan. Berdasarkan best practice, pengklasifikasian dimaksud sangat penting dan dapat menciptakan peluang efisiensi waktu dalam proses penyusunan RKA-K/L karena dalam setiap pembahasan, baik dalam proses pembahasan di internal Pemerintah maupun antara Pemerintah dan DPR, akan difokuskan pada usulan kebijakan baru. Namun demikian, pengaturan baru mengenai pengklasifikasi yang terdapat dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut perlu dielaborasi lebih detail sehingga dapat mudah dipahami dan diterapkan oleh para pemangku kepentingan.

Ketentuan lain dalam proses bisnis ini adalah dalam hal penelahaan RKA-K/L antara Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan serta Bappenas yang pengaturannya dibuat lebih berbobot. Dalam PP Nomor 21 Tahun 2004, penelahaan RKA-K/L dipersepsikan sebagai kegiatan yang lebih bersifat administratif karena hanya fakus pada kesesuaian RKA-K/L dengan pagu yang telah ditetapkan. Sementara, dalam PP Nomor 90 Tahun 2010, penelaahan merupakan kegiatan dalam rangka menilai kelayakan anggaran atas kegiatan-kegiatan yang diusulkan dapat ditampung dalam RKA-K/L. Perubahan di atas sangat bagus namun tetap memerlukan pengaturan yang lebih detail mengenai mekanisme dan metode dalam menguji kelayakan dimaksud.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara

Salah satu ketentuan baru yang diatur dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 adalah mengenai mekanisme penyusunan anggaran Bandahara Umum Negara, atau yang lebih dikenal dengan BA-BUN.

Pada intinya, pasal-pasal yang mengatur mengenai BA-BUN dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 ini mengadopsi pasal-pasal sebelumnya dalam PP dimaksud yang mengatur RKA-K/L untuk Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga, dimana ada ketentuan penetapan pagu indikasi, penetapan alokasi, sampai dengan

penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran. Perbedaan utama dibanding mekanisme yang berlaku dalam penyusunan RKA-K/L untuk BA K/L adalah adanya pejabat yang menjalankan fungsi sebagai Pembantu Pengguna Anggaran (PPA) serta adanya ketentuan penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran yang dapat diterbitkan pada tahun anggaran berjalan.

Seluruh ketentuan yang menyangkut BA-BUN tersebut pada hakekatnya merupakan pengukuhan atas apa yang telah berjalan selama ini, misalnya fungsi PPA yang selama ini telah dijalankan oleh beberapa pejabat unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan.

Meskipun secara mekanisme mengadopsi pengaturan yang berlaku bagi penyusunan RKA-K/L, namun RKA BUN tetap memiliki karakteristik khusus sehingga dalam pengaturan pelaksanaan teknis nanti perlu memperhatikan karakteristik khusus tersebut. Itulah mengapa PP Nomor 90 Tahun 2010 ini memberikan waktu 2 (dua) tahun bagi penerapan pasal-pasal terkait BA.

Evaluasi Kinerja Penganggaran

Pengaturan mengenai evaluasi kinerja penganggaran juga semakin dikembangkan dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 dibanding dengan PP Nomor 21 Tahun 2004. Sebagaimana dipahami bersama bahwa salah satu elemen penting dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja adalah adanya evaluasi kinerja penganggaran. Evaluasi kinerja penganggaran pada hakekatnya mengandung pengertian “melihat ke belakang untuk menentukan langkah terbaik ke depan”. Oleh karena itu, PP Nomor 90 Tahun 2010 telah mengatur beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi yang antara lain meliputi tingkat keluaran, capaian hasil, tingkat efisiensi, konsistensi antara perencanaan dan implementasi, dan penyerapan anggaran. Tentu indikator-indikator tersebut dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan pengukuran kinerja

penganggaran suatu instansi.

PP Nomor 90 Tahun 2010 ini telah mengatur bahwa hasil dari evaluasi tersebut akan digunakan sebagai bahan penetapan alokasi anggaran setiap Kementerian/Lembaga. Dengan demikian, kualitas hasil evaluasi sangat menentukan kualitas anggaran yang akan ditetapkan nanti. Mengingat evaluasi kinerja penganggaran ini mutlak dibutuhkan di berbagai tingkatan, mulai tingkat makro sampai dengan mikro dan mulai tingkat nasional sampai dengan tingkat satker, maka harus ada kesamaan mekanisme, parameter, ukuran, dan metode. Oleh karena itu, PP Nomor 90 Tahun 2010 mengamanatkan agar Menteri Keuangan perlu menyusun norma dan pedoman dalam melaksanakan evaluasi kinerja penganggaran tersebut.

Penutup

Selain mengatur ketentuan yang telah disebutkan di atas, PP Nomor 90 Tahun 2010 ini juga memuat ketentuan-ketentuan baru mengenai perubahan RKA-K/L dalam pelaksanaan APBN dan sistem informasi yang terintegrasi.

Meskipun PP Nomor 90 Tahun 2010 memuat lebih banyak pengaturan dibanding PP Nomor 21 Tahun 2004, namun efektivitas pengaturan tersebut akan dilihat dari penerapannya. Penetapan PP Nomor 90 Tahun 2010 bagaimanapun merupakan upaya menuju penyempurnaan dan perbaikan bagi pengelolaan keuangan negara, khususnya dibidang penganggaran. Namun demikian, PP dimaksud baru sebuah landasan hukum dan norma umum. Langkah penting berikutnya adalah bagaimana mengoperasionalkan PP tersebut sehingga terwujud tujuan dari ditetapkan PP sebagaimana tertuang dalam Penjelasannya, yaitu meningkatkan kualitas belanja (quality of spending). Untuk itu, pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan adalah ditetapkannya berbagai petunjuk operasional atas norma umum sebagaimana telah diamanatkan di beberapa pasal dalam PP Nomor 90 Tahun 2010.

PERENCANAAN ANGGARAN

22 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 23: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

LAPORAN UTAmA

Menyoal Ketidakpatuhan Kementerian/Lembaga dalam Pengelolaan PNBPOleh: Supriyadi & Wahyu Indrawan

Akar permasalahan berulangnya temuan BPK berupa Pungutan Tanpa Dasar Hukum bukan semata-mata terletak pada ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP yang mengharuskan penetapan jenis dan tarif PNBP minimal dalam PP sedikit banyak turut menyebabkan timbulnya permasalahan tersebut. Pendelegasian wewenang penetapan jenis dan tarif PNBP kepada Menteri sebagai alternatif solusi perlu dipertimbangkan, tetapi tetap perlu kajian lebih lanjut. Apabila berdasarkan hasil kajian ternyata pendelegasian wewenang penetapan jenis dan tarif PNBP tersebut lebih banyak manfaatnya daripada kerugiannya, maka revisi UU PNBP perlu dilakukan.

PNBP

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 23

Page 24: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP, didefinisikan sebagai seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP memiliki kontribusi yang cukup signifikan bagi penerimaan negara. Selama lima tahun terakhir (2006-2010) rata-rata kontribusi PNBP bagi penerimaan negara sekitar 30%.

Pada tahun 2010 penerimaan PNBP sekitar Rp270 triliun atau sebesar 27% dari total penerimaan negara, dengan komposisi sebagaimana grafik sebagai berikut dibawah ini.

Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) Migas dan Dividen merupakan PNBP pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) yang dikelola di bawah Kementerian Keuangan. Penerimaan SDA Non Migas terutama dikelola oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Kehutanan. Sementara

itu, penerimaan PNBP Lainnya seperti penjualan aset, sewa aset, jasa, pendidikan, dan bunga pengelolaannya tersebar pada

Kementerian/ Lembaga.

Berbeda dengan penerimaan pajak yang hanya dikelola oleh satu kementerian yaitu Kementerian Keuangan dalam hal ini dikelola oleh Ditjen Pajak, PNBP dikelola oleh banyak Kementerian atau Lembaga, terutama untuk penerimaan PNBP Lainnya. Saat ini, PNBP dikelola oleh lebih dari 3000 satker dengan jenis dari tarif PNBP sangat beragam yang jumlahnya lebih dari 15.000 jenis. Oleh karena itu, wajar apabila penertiban pengelolaan PNBP sesuai ketentuan yang berlaku bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.

Temuan BPK terkait PNBP

Hasil pemeriksaan BPK dari tahun ke tahun menunjukkan temuan yang sama yaitu tingginya Pungutan Tanpa Dasar Hukum atau Terlambat Setor, dan belum ada kecenderungan turun. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Berdasarkan tabel diatas, apabila dibandingkan dengan total penerimaan PNBP tentu nilainya tidak begitu signifikan

karena berada dibawah kisaran 1% (sebagai contoh dalam LKPP TA 2009 Penerimaan PNBP mencapai Rp227.174,42 Milyar). Namun, yang mengkhawatirkan adalah peningkatan temuan dari tahun ke tahun, baik dari sisi jumlah K/L maupun nilai nominal.

Penyebab terjadinya temuan adalah

a. Pungutan Tanpa Dasar Hukum

Sesuai Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP diatur bahwa Jenis PNBP dan Tarif atas Jenis PNBP harus ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP). Dari sisi kepastian hukum tentunya penetapan jenis dan tarif PNBP minimal dengan PP tersebut akan memberikan kepastian hukum yang lebih kuat dibandingkan dengan peraturan menteri, namun tidak dipungkiri proses pembentukan PP dimaksud sering membutuhkan waktu cukup panjang dan energi yang cukup besar serta biaya yang tidak sedikit.

Sebagai gambaran PP Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Dalam Negeri (PP No 71 Tahun 2009), Kementerian Kesehatan (PP No 13 Tahun 2009), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (PP No 41 Tahun 2010) membutuhkan waktu penyelesaian sekitar 2 tahun. Bahkan, untuk RPP Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Keuangan sendiri sudah lebih dari 3 tahun tetapi sampai dengan saat ini belum juga selesai. Beberapa Kementerian lain juga mengalami hal serupa seperti RPP Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM dan Kementerian Pekerjaan Umum. Meskipun ada juga yang bisa selesai lebih cepat seperti PP Jenis dan Tarif PNBP pada Badan Pertanahan Nasional (PP No 13 Tahun 2010) yang diselesaikan kurang dalam 1 tahun, tetapi perlu dicatat PP tersebut menjadi Program Prioritas dari Pemerintah (Program 100 Hari Presiden).

Waktu, energi, dan biaya yang cukup

Tahun Jenis Temuan Jumlah K/L Nilai Temuan

2007

(i) Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau dikelola di luar mekanisme APBN 11 Rp286,41 miliar

(ii) PNBP Terlambat/Belum Disetor ke Kas Negara 10 Rp76,38 miliar

2008 Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau dikelola di luar mekanisme APBN 11 Rp730,99 miliar

2009

(i) Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau dikelola di luar mekanisme APBN 13 Rp186,47 miliar

(ii) PNBP Terlambat/Belum Disetor ke Kas Negara 18 Rp794,90 miliar

PNBP

24 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 25: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

banyak dalam pembentukan PP tersebut pada gilirannya membuat keengganan bagi K/L untuk mengusulkan jenis PNBP baru atau mengusulkan perubahan atas jenis dan tarif yang dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Hal inilah yang pada akhirnya sering menyebabkan beberapa satker pengelola PNBP pada K/L melakukan pungutan PNBP tanpa dasar hukum yaitu dengan memungut jenis PNBP baru hanya dengan peraturan dibawah PP atau memungut jenis PNBP yang sebagaimana tercantum di PP namun dengan tarif tidak sesuai di PP.

Sebagai contoh kasus, berdasarkan PP No 47 Tahun 2004 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Agama, antara lain ditetapkan bahwa tarif untuk Nikah sebesar Rp 30.000. Namun banyak KUA yang tidak menerapkan tarif tersebut karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini (dirasa terlalu murah). Oleh karena itu, merebak di beberapa daerah munculah yang namanya tarif “nikah bedolan” yang bisa diartikan sebagai biaya tambahan untuk transportasi dan uang lelah untuk penghulu/pembantu penghulu yang menikahkan pasangan pengantin di luar kantor dan biasanya di luar hari kerja, dengan besaran tarif bervariasi, bahkan di kota Bandung ada yang tarifnya hingga Rp 500.000.

Selain itu, PP juga dipandang kurang mampu mengakomodir adanya jenis PNBP yang tarifnya memiliki karakter khusus seperti tarif mudah berubah dan tarif dalam bentuk kontrak. Sebagai contoh kasus, PP Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Departemen Kesehatan, yang mengatur sekitar 500 jenis dan tarif PNBP, ditetapkan tanggal 16 Januari 2009, tetapi Kementerian Kesehatan pada tanggal 13 Juli 2010 telah mengusulkan kembali perubahan atas PP dimaksud mengingat banyak jenis tarifnya yang mempunyai karakter mudah berubah, seperti tarif jasa pengujian laboratorium

yang besaran tarifnya sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku (bahan kimia) yang digunakan untuk pengujian, dimana harga bahan kimia tersebut sangat fluktuatif.

Melihat permasalahan tersebut di atas, maka waktu untuk penyelesaian PP jelas menjadi salah satu kunci permasalahan. Dengan demikian, sepenuhnya menyalahkan Kementerian/Lembaga sebagai biang permasalahan pungutan tanpa dasar hukum menjadi tidak fair. Tentunya, hal tersebut juga tidak bisa dijadikan pembenaran bagi Kementerian/Lembaga untuk tidak menunda atau menempatkan jenis dan tarif PNBP pada PP, mengingat ketentuan yang

masih berlaku saat ini menetapkan bahwa jenis dan tarif PNBP minimal harus dengan PP. Namun demikian, perlu dilakukan kajian mengenai pendelegasian wewenang penetapan jenis dan tarif PNBP kepada peraturan yang lebih rendah seperti peraturan menteri sebagai alternatif solusi atas permasalahan di atas.

b. PNBP dikelola di luar APBN (Penggunaan Langsung)

Sesuai Pasal 4 dan 5 Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP antara lain diatur bahwa seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara dan dikelola dalam sistem APBN. Hal tersebut sejalan dengan Undang-Pasal 3 Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan

harus dimasukkan dalam APBN dan dipertegas dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran.

Tiga undang-undang tersebut di atas secara tegas melarang K/L menggunakan langsung penerimaan negara untuk membiayai kegiatan operasionalnya, namun mengapa masih banyak K/L pengelola PNBP yang berani melanggar 3 undang-undang tersebut. Hal ini tentunya perlu analisis lebih dalam terhadap temuan BPK tersebut.

Dari temuan BPK berupa penggunaan langsung tersebut sebagian besar merupakan penggunaan langsung dari penerimaan sewa ruangan atau gedung. Seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan langsung penerimaan sewa Wisma Karya Jasa Ciloto atau Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan

langsung penerimaan dari Pengelolaan guest house. Penerimaan sewa tersebut antara lain untuk membiayai pembayaran listrik, gaji karyawan, pemeliharaan gedung dan bangunan serta untuk kesejahteraan anggota. Selain itu, terjadi juga terhadap penggunaan langsung terhadap penerimaan jasa penelitian, seperti di Kementerian ESDM yang menggunakan langsung terhadap penerimaan jasa Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi Mineral dan Batubara.

Dari kasus di atas, tentunya permasalahan alokasi dana yang cukup menjadi kunci penting untuk penyelesaian masalah tersebut. Namun, hal tersebut mengapa bisa terjadi pada PNBP yang menerapkan earmarking, dimana penerimaan bisa digunakan kembali oleh Satker penghasil PNBP setelah tentunya terlebih dahulu harus disetor ke Kas Negara. Setelah diteliti,

Sebagai gambaran PP Jenis dan Tarif atas Jenis

PNBP yang Berlaku pada Kementerian Dalam Negeri

(PP No 71 Tahun 2009), Kementerian Kesehatan (PP

No 13 Tahun 2009)

PNBP

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 25

Page 26: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

ternyata earmarking hanya diterapkan untuk penerimaan PNBP fungsional, sementara untuk penerimaan sewa yang merupakan penerimaan bersifat umum tidak bisa di-earmark atau digunakan kembali oleh K/L penghasil PNBP.

Faktor lainnya penyebab penggunaan langsung adalah adanya pembatasan waktu pengajuan revisi anggaran hanya sampai dengan pertengahan bulan Oktober. Ketentuan ini membuat dilema bagi Kementerian/Lembaga khususnya pada saat ada permintaan pelayanan di bulan November dan Desember. Dilema terjadi mengingat pelayanan dimaksud harus tetap diberikan sedangkan di sisi lain hal ini akan mengakibatkan adanya kelebihan realisasi penerimaan PNBP tetapi biaya pelayanan tidak bisa dicairkan mengingat DIPA sudah tidak bisa dilakukan revisi lagi. Untuk mengatasi hal ini, sebagian satuan kerja mengambil jalan pintas menggunakan secara langsung seluruh penerimaan untuk membiayai kegiatan pelayanan dimaksud, dimana jalan pintas ini tidak sesuai dengan ketentuan dan pada akhirnya menjadi temuan oleh aparat pengawas fungsional (BPK).

c. PNBP Terlambat/Belum Disetor ke Kas Negara

Ketidaktertiban atau “pelanggaran” berikutnya dalam pengelolaan PNBP berupa keterlambatan dalam penyetoran PNBP. Keterlambatan disini diartikan suatu dana PNBP yang telah diterima oleh Bendahara Penerima dari masyarakat tetapi tidak segera disetorkan ke Kas Negara secara tepat waktu.

Kriteria yang digunakan oleh auditor yang dalam hal ini BPK adalah ketentuan perundangan di bidang PNBP dan Keuangan Negara, yaitu Pasal 4 Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP yang

menyatakan bahwa seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara, Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.

Selanjutnya, dalam Pasal 26 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menyatakan bahwa Penerimaan Negara yang ditampung pada rekening penerimaan

setiap hari disetor seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara.

Berdasarkan ketentuan di atas, seluruh jenis PNBP tanpa kecuali harus disetor langsung ke Kas Negara atau maksimal satu hari di rekening Bendahara dan selanjutnya harus disetor seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara. Ketentuan inilah yang mengakibatkan munculnya temuan BPK berupa PNBP terlambat setor ke Kas Negara. Hal ini terjadi karena Bendahara Penerima Kementerian/Lembaga umumnya menampung terlebih dahulu setoran PNBP dari Wajib Bayar/masyarakat baru

kemudian disetorkan ke Kas Negara.

Seperti temuan BPK yang lain, temuan ini terjadi juga tidak sepenuhnya karena kesalahan atau kealpaan Bendahara Penerima K/L. Jenis PNBP yang jumlahnya mencapai puluhan ribu tentu juga diiringi dengan beragamnya karakteristik PNBP. Hal ini berdampak juga terhadap penyetoran masing-masing jenis PNBP tersebut. Kendala waktu dan biaya mungkin tidak terlalu mengganggu untuk Satuan Kerja yang berdomisili di daerah perkotaan. Namun, hal ini akan menjadi berbeda bagi Satuan Kerja yang berdomisili di daerah terpencil.

Sebagai contoh, agar lebih mudah ilustrasinya kita gunakan lagi kasus PNBP berupa biaya nikah pada Kementerian Agama sebesar Rp 30.000, apabila dalam suatu hari atau bahkan dalam suatu minggu di suatu kecamatan terpencil di Kepulauan Aru hanya terjadi satu kali peristiwa pernikahan dan harus disetorkan langsung pada satu hari berikutnya, maka petugas Kantor Urusan Agama setempat akan mengeluarkan biaya transportasi yang lebih besar daripada PNBP akan yang disetorkan ke Kas Negara karena Bank Persepsi tidak tersedia di seluruh Kecamatan atau bahkan Bank Persepsi terletak di pulau lain yang terpisah laut.

Kasus ini tidak dimaksudkan sebagai dasar pembenaran untuk menunda penyetoran PNBP ke Kas Negara secara umum, tetapi seyogianya dijadikan salah satu pertimbangan dalam penentuan batas waktu penyetoran. Oleh karena itu, diperlukan suatu peraturan yang beragam untuk jenis PNBP yang beragam pula.

Faktor lainnya penyebab penggunaan langsung adalah adanya pembatasan waktu pengajuan revisi anggaran

hanya sampai dengan pertengahan bulan Oktober.

Ketentuan ini membuat dilema bagi Kementerian/

Lembaga khususnya pada saat ada permintaan pelayanan

di bulan November dan Desember.

PNBP

26 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 27: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

PNBP

Sebagai konsekuensi kebijakan APBN yang defisit, Pemerintah harus berusaha mencari sumber penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup “financing gap” tersebut. Namun, besaran pembiayan defisit tersebut terlihat semakin menurun dibandingkan defisit tahun sebelumnya, dalam APBN-P 2010 ditetapkan besaran defisit adalah sebesar 2,1 persen terhadap PDB, sedangkan pada tahun 2011 dalam

APBN ditetapkan besaran defisit adalah sebesar 1,8 persen terhadap PDB.

Pada APBN 2011, Total Pendapatan Negara dan hibah mencapai Rp1.104,9 triliun, sedangkan total belanja Negara mencapai Rp1.229,6 triliun, sehingga terjadi defisit sebesar Rp124,7 triliun. Untuk menutup besaran tersebut akan ditutup dari sumber non utang dan utang. Untuk jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.

Penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman: Penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman terhadap APBN pada tahun-tahun sebelumnya diklasifikasikan ke dalam RDI. Perubahan klasifikasi ini dimaksudkan untuk perbaikan sistem dan penertiban rekening

Oleh Agus Kuswantoro

Pembiayaan 2011, Mengandalkan Utang Sebagai Sumber Penerimaan

LAPORAN KHUSUS

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 27

Page 28: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

yang dikelola oleh Pemerintah, khususnya yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku BUN. Oleh karena itu, mulai tahun 2011 pengembalian dari debitur tidak lagi melalui rekening RDI tetapi langsung disetorkan kepada Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Target penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman dalam APBN 2011 adalah sebesar Rp6,8 triliun dimana didalamnya termasuk adanya konversi piutang penerusan pinjaman pada PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM) sebesar Rp1,4 triliun.

Rekening KUN untuk pembiayaan kredit investasi pemerintah: Penerimaan ini bersifat in-out, yaitu in pada rekening KUN untuk pembiayaan kredit investasi pemerintah, dan out pada investasi pemerintah untuk pembiayaan kredit investasi pemerintah. Target setoran adalah sebesar Rp853,9 miliar.

Saldo anggaran lebih (SAL): Penggunaan SAL antara lain ditujukan untuk mengurangi idle cash sehubungan besarnya posisi SAL yang terdapat dalam Rekening Pemerintah. Target SAL yang digunakan

dalam APBN 2011 adalah sebesar Rp5,0 triliun.

Privatisasi: Kebijakan privatisasi dalam

APBN 2011 adalah privatisasi ditujukan

untuk memperbaiki kinerja dan nilai

tambah perusahaan, perbaikan struktur

keuangan dan manajemen, penciptaan

struktur industri yang sehat dan kompetitif,

serta perkembangan BUMN yang mampu

bersaing dan berorientasi global. Target

privatisasi APBN 2011 ditetapkan tidak

terlalu besar yaitu hanya Rp340,0 miliar,

karena privatisasi tidak ditujukan untuk

menutup defisit.

Hasil pengelolaan asset (HPA): Hasil

pengelolaan Aset berasal dari penerimaan

Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) dan PT

PPA. Penerimaan DJKN berasal dari aset

eks bank dalam likuidasi (BDL), aset eks PT

PPA. aset eks BPPN, dan hak tagih terhadap

PT DI (sebagai akibat dari konversi utang

menjadi PMN). Penerimaan PT PPA berasal

dari percepatan pelunasan Multi Years Bond

(MYB) PT Tuban Petrochemical Industries

(PT TPI). Adapun target HPA pada tahun

2011 adalah sebesar Rp583,1 miliar. Namun,

HPA ini sudah tidak dapat menjadi andalan

penerimaan pembiayaan berhubung aset

yang dikelola makin menurun baik kualitas

maupun kuantitasnya.

Sumber utang yang digunakan sebagai

penerimaan pembiayaan pada tahun

2011 adalah berasal dari surat berharga

Negara (SBN), pinjaman dalam negeri,

dan penarikan pinjaman luar negeri.

Dalam mengelola utang tersebut, terdapat

kebijakan umum pengelolaan utang yaitu:

mengoptimalkan potensi utang domestik

melalui penerbitan SBN dan PDN;

melakukan pengembangan instrumen

utang agar diperoleh fleksibilitas dalam

memilih berbagai instrumen yang lebih

cost-efficient dan risiko minimal; pengadaan

PLN dilakukan untuk pembiayaan kegiatan

prioritas yang memberikan terms and

conditions yang wajar, dan tanpa agenda

politik dari kreditur ; mempertahankan

kebijakan pengurangan PLN dalam periode

jangka menengah; meningkatkan koordinasi

dengan otoritas moneter dan otoritas

I. Pembiayaan Nonutang 25,402.8 0.4 3,910.9 15.4 (2,387.9) (0.0)

A. Perbankan Dalam Negeri 45,477.1 0.7 21,477.9 47.2 12,657.2 0.21. Rekening Dana Investasi 5,504.2 0.1 4,130.0 75.0 6,803.4 0.12. Rekening Pembangunan Hutan 625.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.03. Saldo Anggaran Lebih 39,347.9 0.6 17,347.9 44.1 5,000.0 0.14. Rek.KUN untuk Pemb. Kredit Invest. Pem. 0.0 0.0 0.0 0.0 853.9 0.0

B. Non Perbankan Dalam Negeri (20,074.2) (0.3) (17,567.0) 87.5 (15,045.2) (0.2)1. Privatisasi 1,200.0 0.0 2,098.7 174.9 340.0 0.02. Hasil Pengelolaan Aset 1,200.0 0.0 1,133.4 94.5 583.1 0.03. Dana Investasi Pemerintah dan PMN (12,924.2) (0.2) (12,299.1) 95.2 (13,932.3) (0.2)4. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (1,000.0) (0.0) (1,000.0) 100.0 (1,000.0) (0.0)5. Kewajiban Penjaminan (1,050.0) (0.0) 0.0 0.0 (1,036.0) (0.0)6. Pinjaman kepada PT PLN (7,500.0) (0.1) (7,500.0) 100.0 0.0 0.0

II. Pembiayaan Utang 108,344.8 1.7 85,633.7 79.0 127,044.4 1.8

A. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) (155.5) (0.0) (5,837.9) 3,753.2 (609.5) (0.0)

1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 70,777.1 1.1 50,616.6 71.5 58,933.0 0.82. Penerusan Pinjaman (16,796.6) (0.3) (5,822.0) 34.7 (11,724.8) (0.2)

3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (54,136.0) (0.9) (50,632.5) 93.5 (47,817.7) (0.7)B. Surat Berharga Negara (neto) 107,500.4 1.7 91,113.8 84.8 126,653.9 1.8C. Pinjaman Dalam Negeri 1,000.0 0.0 357.7 35.8 1,000.0 0.0

133,747.7 2.1 89,544.6 67.0 124,656.5 1.8Total Pembiayaan Anggaran

APBN % thd PDB

Real 31 Des (Rev II)

% thd APBN-PAPBN-P % thd

PDB

PEMBIAYAAN, 2010-2011(miliar rupiah)

Keterangan

2010 2011

LAPORAN KHUSUS

28 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 29: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

pasar modal, untuk mendorong financial

deepening; meningkatkan koordinasi dan

komunikasi untuk meningkatkan efisiensi

pengelolaan pinjaman dan sovereign credit

rating.

Surat berharga negara (SBN): Setelah

penerimaan dari HPA menurun, Pemerintah

selalu mengandalkan penerbitan SBN

sebagai sandaran dalam menutup defisit

dan membiayai pengeluaran pembiayaan.

Pada APBN 2011, target penerbitan SBN

(neto) adalah sebesar Rp126,7 triliun, yang

nantinya akan ditutup dari SBN dalam

negeri dan SBN internasional.

Pinjaman dalam negeri (PDN): Pinjaman dalam negeri merupakan sumber

penerimaan pembiayaan yang relatif baru,

yaitu mulai tahun 2010. Pinjaman ini berasal

dari bank pemerintah yang digunakan untuk

membiayai pengadaan alat utama sistem

pertahanan pada Kementerian Pertahanan

dan Kepolisian Negara dalam rangka

pemberdayaan industri dalam negeri. Target

penerimaan PDN pada APBN 2011 adalah

sebesar Rp1,0 triliun.

Penarikan pinjaman luar negeri (PLN): Pengadaan pinjaman luar negeri

dilakukan hanya untuk pembiayaan kegiatan

prioritas dan dalam rangka budget support.

Sumber pembiayaan PLN ini berasal dari

lender baik multilateral, bilateral, maupun

lembaga keuangan komersial. Sedangkan

prioritas pengadaan utang diarahkan

bagi (i) lender yang memberikan terms

and condition yang favorable (wajar), (ii)

tidak adanya agenda politik tertentu,

dan (iii) ketersediaan sumber pinjaman

yang disesuaikan dengan karakteristik

kegiatannya. Penarikan PLN ini dibedakan

menjadi pinjaman program (untuk budget

support) dan pinjaman proyek (earmark

dengan kegiatan pada K/L). Pada APBN

2011, target pinjaman program adalah

sebesar Rp19,8 triliun sedangkan pinjaman

proyek sebesar Rp39,1 triliun. Dalam

pinjaman proyek tersebut termasuk

penerimaan penerusan pinjaman sebesar

Rp11,7 triliun.

Selain penerimaan, pada pembiayaan juga

terdapat pengeluaran pembiayaan

baik pada non utang maupun utang.

Pengeluaran Pembiayaan yang terdapat

pada non utang meliputi Dana investasi

pemerintah & penyertaan modal Negara

(PMN), dana pengembangan pendidikan

nasional, serta kewajiban penjaminan.

Sedangkan pengeluaran pembiayaan

yang terdapat pada utang yaitu berupa

penerusan pinjaman dan pembayaran

cicilan pokok Utang LN.

Dana investasi pemerintah & penyertaan modal Negara (PMN): Pembiayaan dalam bentuk dana investasi

Pemerintah & PMN bersifat cash outflow

atau berupa pengeluaran pembiayaan,

serta bersifat ad-hoc tergantung pada

kebijakan Pemerintah. Pengeluaran dana

untuk investasi Pemerintah dan PMN

dalam APBN 2011, dialokasikan sebesar

Rp13,9 triliun yang digunakan untuk: (a)

Investasi Pemerintah Rp1,9 triliun, (b)

PMN sebesar Rp7,1 triliun, yang dirinci

PMN kepada BUMN Rp6,4 triliun dan

organisasi/lembaga keuangan internasional

Rp721,5 miliar, dan (d) dana bergulir

Rp4,9 triliun, yang terdiri dari LPDB

KUKM Rp250,0 miliar, Fasilitas Likuiditas

Pembiayaan Perumahan Rp3.571,6 miliar,

dan Geothermal Rp1.126,5 miliar.

Dana pengembangan pendidikan nasional: Dana pengembangan

pendidikan nasional merupakan bagian

dari anggaran pendidikan nasional secara

keseluruhan, yang dialokasikan untuk

pembentukan endowment fund dan dana

cadangan pendidikan untuk mengantisipasi

keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan

yang rusak akibat bencana alam. Dalam

APBN 2011, alokasi anggaran untuk

dana pengembangan pendidikan nasional

dialokasikan sebesar Rp1,0 triliun.

Kewajiban penjaminan: Dana

ini ditujukan untuk mengantisipasi

kemungkinan gagal bayar PT PLN (persero)

maupun PDAM terhadap kreditur sesuai

dengan perjanjian pinjaman. Pada APBN

2011, Pemerintah mengalokasikan anggaran

untuk dana kewajiban penjaminan sebesar

Rp1.036,0 triliun, yang terdiri dari untuk PT

PLN (Persero) sebesar Rp889,0 miliar dan

PDAM sebesar Rp147,0 miliar.

Penerusan pinjaman: Merupakan PLN

atau PDN yang diterima Pemerintah Pusat

dan diteruspinjamkan kepada pemerintah

daerah atau BUMN. Penerusan pinjaman

ini bersifat in-out, yaitu in pada pinjaman

proyek dan out pada penerusan pinjaman.

Sedangkan pada APBN 2011, alokasi

penerusan pinjaman adalah sebesar Rp11,7

triliun.

Pembayaran cicilan pokok Utang LN: Salah satu kewajiban pembayaran

apabila Pemerintah menarik PLN adalah

pembayaran cicilan pokok kepada lender.

Pada APBN 2011, alokasi pembayaran ini

adalah sebesar Rp47,8 triliun. Sedangkan

kebijakan Pemerintah adalah selalu

berupaya untuk membayar kewajiban ini

tepat waktu.

Kesimpulan:

Sumber utama penerimaan pembiayaan

adalah berasal dari utang, dalam

perencanaan utang tersebut selalu

mempertimbangkan “fiscal sustainability“

sehingga tambahan utang tersebut tidak

membebani APBN dimasa mendatang.

Salah satu indikator yang dipercaya adalah

debt to GDP ratio yang semakin menurun,

yaitu dari 47% pada tahun 2005 menjadi

26% pada tahun 2011. Sedangkan dari sisi

pengeluaran pembiayaan, PMN merupakan

pengeluaran terbesar serta diharapkan

penggunaannya dapat dilakukan dengan

efektif dan efisien.

Referensi: Disarikan dari Nota Keuangan dan APBN 2011

LAPORAN KHUSUS

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 29

Page 30: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Oleh Eko Widyasmoro

Penataan Organisasi DJA: Mengantisipasi Kepakan Sayap Kupu-kupu di Brazil

Di wilayah manajerial, tuntutan akan keterbukaan dan akuntabilitas direspon oleh DJA dengan

penguatan di bidang kepatuhan internal, manajemen risiko, dan bantuan hukum. Dibentuknya

Bagian Kepatuhan dan Bantuan Hukum merupakan bukti komitmen DJA terhadap keterbukaan

dan akuntabilitas.

REFORMASI BIROKRASI

30 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 31: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Pada tahun 1972, Edward Lorenz, seorang ahli meteorologi, menyampaikan pidatonya yang terkenal dengan judul ‘Apakah kepakan sayap seekor kupu-kupu di Brazil dapat menyebabkan badai di Texas?’. Pertanyaan bersayap ini tentu saja mengandung makna bahwa dalam suatu sistem yang kompleks, dalam hal ini cuaca, perubahan kecil di suatu tempat dapat memicu perubahan besar di tempat lain.

Jika di lihat secara seksama, sepertinya kita akan sepakat bahwa Direktorat Jenderal Anggaran merupakan bagian dari suatu sistem yang luar biasa kompleks yang dinamakan keuangan negara. Dalam sistem ini setiap perubahan berpotensi membawa dampak yang hebat. Contoh sederhana misalnya pergolakan di kawasan Timur Tengah berdampak kepada perubahan harga minyak yang memicu perubahan asumsi ekonomi makro di APBN kita, demikian seterusnya sehingga seorang Kepala Puskesmas di pedalaman Mamuju akhirnya hanya menerima 6 box Parasetamol dari 10 yang dia ajukan.

Dari kaca mata organisasi, lingkungan yang sangat dinamis menuntut suatu desain organisasi yang responsif. Responsif dalam arti tidak membentengi dirinya terhadap serbuan perubahan, melainkan menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan, untuk tetap berkinerja prima di tengah dinamika.

Selain sebagai upaya untuk mengejawantahkan core values DJA, semangat untuk tetap responsif merupakan hal penting yang mendasari penataan organisasi di Direktorat Jenderal Anggaran. Sejak awal perancangannya, piranti yang digunakan untuk mendiagnosa kebutuhan akan perubahan adalah metode PETS yang dikembangkan oleh Johnson dan Scholes. Metode ini memetakan faktor-faktor Politik, Ekonomi, Teknologi, dan Sosial yang menjadi

pemicu berubahnya struktur organisasi.

Faktor politik dalam hal ini diantaranya adalah terbitnya peraturan maupun inisiatif tentang Reformasi Birokrasi, Reformasi Penganggaran dan program-program seperti Program Legislasi Nasional. Dari segi ekonomi, organisasi DJA dihadapkan kepada mengemukanya isu-isu strategis nasional dan kebijakan yang berdampak kepada APBN seperti Sistem Jaminan Sosial Nasional, pembangunan infrastruktur, perubahan iklim, dan, secara internal, efesiensi operasional DJA sendiri.

Perkembangan teknologi menuntut DJA untuk melakukan integrasi Teknologi

Informasi ke dalam mekanisme kerja DJA, baik dalam proses bisnisnya sendiri maupun ketika bisnis proses tersebut berkaitan erat dengan organisasi lain. Dan yang tak kalah pentingnya adalah faktor sosial. Tuntutan publik akan keterbukaan dan akuntabilitas merupakan suatu faktor pemicu yang tidak dapat diabaikan. DJA perlu didesain sedemikan rupa setiap kebijakan dirumuskan dalam suatu proses yang transparan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas DJA menata kembali organisasinya. Untuk mengantisipasi Sistem Jaminan Sosial Nasional, isu Remunerasi dan Program Legislasi Nasional 2010-2014 yang didalamnya terdapat 247 RUU yang

harus disahkan, sebuah direktorat baru pun dibentuk. Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran bertugas menyelaraskan peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh DJA maupun instansi-instansi lain dengan peraturan yang telah ada dan kaidah-kaidah penganggaran yang telah disepakati.

Terdiri dari empat subdirektorat, wilayah kerja direktorat baru ini mencakup harmonisasi peraturan penganggaran yang terkait kementerian dan lembaga, harmonisasi peraturan jaminan sosial, harmonisasi peraturan PNBP, dan harmonisasi penganggaran remunerasi. Keempat bidang tersebut merupakan

wilayah yang terus berkembang dan perlu perhatian khusus. Diharapkan dengan ditangani secara tersendiri, keamanan APBN menjadi semakin terjaga dan remunerasi aparatur negara kedepan dapat mengacu pada pola yang lebih rasional dan berkeadilan.

Masih dengan semangat untuk mengantisipasi perkembangan, DJA membenahi kembali sistem monitoring dan evaluasi yang selama ini melekat ke dalam tugasnya. Sebelum penataan, monitoring dan evaluasi penganggaran kurang

optimal karena belum adanya kerangka yang dapat dijadikan acuan dan tingginya beban kerja unit teknis. Akibatnya, pelaksanaan monitoring dan evaluasi cenderung terfragmentasi dan hasilnya belum dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Penguatan fungsi monitoring dan evaluasi dilakukan dengan membentuk suatu unit eselon III di bawah Direktorat Sistem Penganggaran, yaitu Subdirektorat Evaluasi Kinerja Penganggaran. Tugas unit ini adalah mempersiapkan kerangka kerja monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh unit-unit teknis sekaligus mengolah hasilnya sehingga dapat dijadikan referensi bagi pimpinan DJA maupun unit-unit teknis tersebut. Hasil kajian unit ini diharapkan

Penataan ulang juga dilakukan di Direktorat

PNBP. Pendekatan struktur organisasi yang semula

menggunakan pendekatan jenis penerimaan PNBP,

yaitu kementerian dari non-kementerian dianggap tidak

sesuai lagi.

REFORMASI BIROKRASI

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 31

Page 32: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

mampu memberikan gambaran mengenai sejauh mana kementerian dan lembaga mampu secara optimal memanfaatkan anggaran yang dimiliki untuk menghasilkan output yang direncanakan. Hal ini menjadi penting karena dalam implementasi penganggaran berbasis kinerja, posisi DJA ke depan tidak hanya berkutat dengan ‘posting dan costing’ melainkan juga sebagai unit yang mampu menganalisis output kementerian dan lembaga.

Dari sisi perencanaan anggaran, perkembangan sistem penganggaran dan perubahan struktur APBN membawa dampak langsung kepada DJA. Kini, DJA dituntut juga untuk menangani bidang anggaran strategis nasional, antara lain perubahan iklim, pengembangan alutsista, dan ketahanan pangan. Belum lagi ditambah dengan bertambahnya beban kerja di bidang belanja negara akibat penerapan belanja prioritas, serta kewajiban yang terkait dengan dampak implementasi sistem jaminan sosial nasional terhadap APBN.

Mencermati perkembangan tersebut, DJA memutuskan untuk menata ulang pembagian tugas di Direktorat Penyusunan APBN dan merombak strukturnya untuk menyesuaikan dengan postur APBN. Dalam struktur yang baru, belanja negara ditangani oleh tiga subdirektorat sementara demi efisiensi tugas yang terkait dengan pendapatan negara digabung ke dalam subdirektorat yang menangani asumsi ekonomi makro. Di tingkat eselon IV, pembagian tugas dan pemberian nomenklatur dilakukan sehingga setiap seksi merupakan cerminan dari aspek tertentu dalam postur APBN. Semua ini dilakukan untuk memastikan agar DJA dapat memberikan respon yang cepat dan akurat terhadap setiap pergerakan APBN.

Penataan ulang juga dilakukan di Direktorat PNBP. Pendekatan struktur organisasi yang semula menggunakan pendekatan jenis penerimaan PNBP, yaitu kementerian dari non-kementerian

dianggap tidak sesuai lagi. Kini tugas pengelolaan penerimaan PNBP terkait kementerian dan lembaga dibagi habis oleh dua subdirektorat. Hal ini untuk membagi beban kerja agar lebih seimbang, meningkatkan efisiensi operasional dan memudahkan koordinasi dengan mitra kerja.

Hal serupa juga dilakukan untuk mempertajam tugas dan fungsi DJA di bidang pengembangan sistem penganggaran. Nomenklatur pengembangan sistem penganggaran disesuaikan menjadi transformasi sistem penganggaran, dalam hal ini Subdirektorat Transformasi Sistem Penganggaran, Direktorat Sistem Penganggaran. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi titik tolak perubahan pola pikir DJA dari upaya pengembangan sistem menjadi upaya transformasi sistem sehingga nuansa implementasinya menjadi semakin kuat.

Sebagai salah satu core product DJA, Standar Biaya juga menjadi pusat perhatian dalam upaya penataan organisasi DJA. Kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi selama ini seperti belum memadainya standar biaya masukan baik jumlah maupun besarannya serta belum tersedianya suatu norma atau pedoman yang mengatur metodologi pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik maupun jenis kegiatan yang ada di masing-masing Kementerian /Lembaga adalah tantangan besar bagi DJA. Untuk menjawabnya, DJA menata ulang Subdirektorat Standar Biaya agar kementerian dan lembaga dapat mendapatkan layanan yang lebih customized. Lebih jauh lagi, DJA membentuk Seksi Riset dan Pengembangan Standar Biaya untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan di masa depan.

Di wilayah manajerial, tuntutan akan keterbukaan dan akuntabilitas direspon oleh DJA dengan penguatan di bidang kepatuhan internal, manajemen risiko, dan bantuan hukum. Dibentuknya Bagian Kepatuhan dan Bantuan Hukum merupakan bukti komitmen DJA terhadap keterbukaan

dan akuntabilitas. Bagian ini bertugas antara lain melakukan internalisasi kode etik di lingkungan DJA mengingat pengembangan sistem dan manusia yang melaksanakan sistem tersebut harus berjalan seiring. Peningkatan integritas pegawai dan akuntabilitas proses merupakan salah satu tanggungjawab bagian baru ini.

Tugas yang lain mencakup pengembangan dan implementasi manajemen resiko untuk memastikan kelancaran pelaksanaan tugas DJA secara umum. Hal lain yang tak kalah penting adalah untuk memberikan pertimbangan dari sisi hukum kepada pimpinan DJA agar setiap keputusan yang diambil, terutama yang menyangkut wilayah abu-abu (grey area), mempunyai landasan yang kuat. Unit ini juga akan memberikan dukungan kepada pagawai dan pejabat DJA ketika dihadapkan kepada permasalahan hukum akibat pelaksanaan tugas.

Bisa dikatakan, pada tahun 2010 yang lalu DJA melakukan suatu perombakan struktur yang cukup signifikan. Hampir di semua lini terjadi perubahan. Namun dari semua ini, benang merah yang dapat ditarik adalah DJA berupaya untuk selalu responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan. Lebih jauh lagi, jika dicermati, maka dapat dilihat upaya-upaya DJA dalam mengantisipasi perubahan itu sendiri, misalnya perubahan struktur di Direktorat Penyusunan APBN dan pembentukan Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran.

Dan tentu saja, semua itu dilakukan agar DJA dapat memberikan layanan yang terbaik kepada segenap pemangku kepentingan dan mitra kerjanya. Sedemikian sehingga walaupun seribu kupu-kupu mengepakkan sayapnya di Brazil, sang Kepala Puskesmas di pedalaman Mamuju tetap menerima 10 boks Parasetamol.

REFORMASI BIROKRASI

32 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 33: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

PERENCANAAN ANGGARAN

Implementasi Reward and Punishmentpada Tahun Anggaran 2011Oleh: Jati Wibowo, Dit. SP

Meski evaluasi atas penyerapan anggaran selama ini telah dilakukan, namun terkesan tidak ada tindak lanjut dari hasil evaluasi itu sendiri. Seiring dengan pelaksanaan reformasi penganggaran di Indonesia, ada keinginan kuat Pemerintah untuk mengaitkan hasil evaluasi atas pelaksanaan anggaran dengan besaran alokasi anggaran tahun berikutnya. Semangat tersebut tercermin pada UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN-P TA 2010 dan UU No 10 Tahun 2010 tentang APBN TA 2011. Kedua

UU tersebut memayungi mekanisme penambahan dan pengurangan pagu anggaran sebagai akibat dari hasil kinerja Kementerian Negara/Lembaga (K/L) atas pelaksanaan anggaran belanja Tahun 2010. Mekanisme tersebut lazim dikenal dengan istilah reward and punishment system.

Implementasi pemberian penghargaan (reward) pada tahun 2011 ini diilhami oleh amanat Pasal 16A UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN-P TA 2010, yang menyatakan bahwa hasil optimalisasi

pada TA 2010 dapat digunakan pada TA 2011. Sedangkan implementasi pengenaan sanksi (punishment) pada TA 2011 ini merupakan penjabaran dari amanat Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN TA 2011, yang menyebutkan adanya mekanisme pemotongan pagu belanja K/L pada TA 2011 yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja TA 2010 diatur oleh Pemerintah.

Dari Amanat Kedua UU tersebut, pada Triwulan pertama 2011 ini Menteri

SISTEM PENGANGGARAN

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 33

Page 34: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Keuangan Telah Menerbitkan PMK No 38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Penggunaan Hasil Optimalisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga TA 2010 pada TA 2011 dan Pemotongan Pagu Belanja Kementerian Negara/Lembaga pada TA 2011 yang Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Anggaran Belanja TA 2010. KMK tersebut telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan pada tanggal 2 Maret 2011.

Mengingat TA 2010 belum mengenal anggaran berbasis kinerja, maka tingkat penyerapan anggaran selama TA 2010 yang menjadi satu-satunya parameter dalam PMK reward and punishment tersebut. Dari tingkat penyerapan anggaran, yang menjadi fokus penilaian ada dua hal yaitu sisa anggaran yang merupakan Hasil Optimalisasi dan sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk memudahkan dalam memahami substansi PMK reward and punishment, disajikan tabel sebagai berikut:

Sebagaimana dijelaskan pada tabel diatas, adapun kriteria alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan meliputi:

1. tidak dipenuhinya kriteria-kriteria kegiatan yang dapat dibiayai dari anggaran belanja Tahun Anggaran 2010;

2. tidak diikutinya peraturan perundangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah;

3. keterlambatan penunjukan kepala satuan kerja dan/atau pelaksana kegiatan; dan/atau

4. tidak mencantumkan penjelasan atas laporan yang disampaikan.

Sedangkan hal-hal yang bukan termasuk alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan alias yang termasuk alasan yang dapat dipertanggungjawabkan diantaranya yaitu:

1. alokasi anggaran yang bersumber

Penghargaan (Reward) Sanksi (Punishment)

Syarat yang harus dipenuhi:

1. mempunyai Hasil Optimalisasi di Tahun Anggaran 2010 dan belum digunakan pada Tahun Anggaran 2010; dan

2. hasil perhitungan dari Hasil Optimalisasi setelah dikurangi sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, menghasilkan nilai positif.

1. terdapat sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; dan

2. hasil perhitungan dari sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan setelah dikurangi Hasil Optimalisasi yang belum digunakan pada tahun anggaran 2010, menghasilkan nilai positif.

Wujudnya dapat berupa:

1. tambahan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2011;

2. prioritas dalam mendapatkan dana atas Inisiatif Baru (new initiative) yang diajukan;

3. prioritas dalam mendapatkan anggaran belanja tambahan apabila kondisi keuangan negara memungkinkan;

4. pemberian piagam penghargaan (award) kepada menteri/ pimpinan lembaga atau kepala satuan kerja; dan/atau

5. publikasi ke mass media.

Pemotongan pagu belanja pada Tahun Anggaran 2011.

Tambahan (Pengurangan) Pagu

maksimal tambahan dana yang diberikan yaitu sama dengan Hasil Optimalisasi yang belum digunakan pada Tahun Anggaran 2010.

maksimal sebesar anggaran belanja Tahun Anggaran 2010 yang tidak terserap dan tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Peruntukan

tambahan dana tersebut digunakan untuk Inisiatif Baru (new initiative) atau untuk penambahan volume keluaran yang sama

Tidak diatur

Pembebanan

diberikan kepada satuan kerja yang memberikan kontribusi terhadap perolehan penghargaan (reward) yang bersangkutan.

1. Sanksi (punishment) dibebankan kepada satuan kerja yang menyebabkan pengurangan pagu K/L yang bersangkutan.

2. Pembebanan sanksi (punishment) kepada satuan kerja tidak boleh menghambat pencapaian target pembangunan nasional dan menurunkan pelayanan kepada publik.

Pengecualian

Tidak diatur Sanksi (punishment) tidak diberikan apabila K/L mampu mencapai seluruh target kinerjanya.

SISTEM PENGANGGARAN

34 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 35: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri (PHDN), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)/Badan Layanan Umum (BLU), Rupiah Murni Pendamping;

2. alokasi anggaran yang penggunaannya harus mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terlebih dahulu; atau

3. akibat keadaan kahar (force majeure) antara lain meliputi bencana alam, terjadi konflik/berpotensi terjadi konflik sosial, dan cuaca.

Dengan mempertimbangkan amanat pasal 20 ayat (3) uu No 10 tahun 2010 tentang APBN 2011 yang menyatakan bahwa “pengurangan pagu kepada Kementerian Negara/Lembaga (K/L) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lambat

tanggal 31 Maret 2011”, maka dari tanggal tersebut, mekanisme ini dihitung mundur sehingga menghasilkan jadwal pelaksanaan penilaian reward and punishment sebagai berikut:

Sebagai gambaran sederhana tata cara penilaian atas pelaksanaan anggaran belanja K/L, berikut disampaikan contoh perhitungannya.

Keterangan:

HO : Hasil Optimalisasi

SAYDD : Sisa Anggaran yang Dapat Dipertanggungjawabkan

SAYTDD : Sisa Anggaran Yang Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan

Alhasil, PMK tersebut merupakan langkah awal pelaksanaan evaluasi kinerja penganggaran. Kedepan, akan dilakukan

Uraian Kegiatan Periode Waktu

K/L menyampaikan laporan realisasi anggaran beserta ADK kepada DJACatatan: Jika K/L tidak mencantumkan penjelasan, sisa anggaran belanja tersebut dikategorikan sebagai alasan

yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Paling lambat11 Maret 2011

DJA melakukan penilaian atas laporan tersebut Paling lambat25 Maret 2011

Menteri Keuangan menetapkan KMK atas Reward and Punishment Paling lambat31 Maret 2011

Penyesuaian RKA Satker dan DIPA Satker Catatan:Harus memperhatikan realisasi DIPA Satker berkenaan sehingga tidak mengakibatkan pagu minus,

dengan melampirkan data realisasi yang diketahui oleh KPPN setempat.

Paling lambat

30 April 2011

Kondisi Pagu Realisasi Sisa Anggaran HONon HO Reward/

(Punishment)Keterangan

SAYTD SAYDD

(1) (2) (3) (4) = (2) – (3) (5) (6) (7) (8)=(5)-(6) (9)

Kondisi 1 178 158 20 20 0 0 20 Reward = 20 M

Kondisi 2 178 158 20 12 6 2 6 Reward = 6 M

Kondisi 3 178 158 20 5 11 4 (6) Punishment = 6 M

Kondisi Pagu Realisasi Sisa Anggaran HONon HO Reward/

(Punishment)Keterangan

SAYTD SAYDD

(1) (2) (3) (4) = (2) – (3) (5) (6) (7) (8)=(5)-(6) (9)

Kondisi 4 178 158 20 5 10 5 (5) Punishment = 5 M

Kondisi 5 178 158 20 10 10 0 0 No Reward No Punishment

penyusunan mekanisme evaluasi kinerja yang berdasarkan penganggaran berbasis kinerja. Payung hukum pelaksanaannya jelas, yaitu Pasal 19 dan 20 Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L. Sedangkan

variabel yang digunakan tidak lagi hanya menitikberatkan pada penyerapan anggaran, namun mempertimbangkan aspek lain yaitu minimal harus memperhitungkan tingkat keluaran (output), capaian hasil

(outcome), tingkat efisiensi, dan konsistensi antara perencanaan dan impelementasi. Diharapkan dengan menjadikan hasil dari evaluasi atas pelaksanaan anggaran K/L sebagai pertimbangan dalam penyusunan anggaran pada tahun berikutnya, K/L terdorong untuk terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja penganggaran.

SISTEM PENGANGGARAN

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 35

Page 36: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Serah Terima Jabatan Direktur Jenderal AnggaranMenteri Keuangan pada tanggal 16 Februari 2011 secara resmi telah melantik Herry Purnomo sebagai Direktur Jenderal Anggaran, menggantikan Anny Ratnawaty yang kini menjabat Wakil Menteri Keuangan. Herry Purnomo sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Sebelum secara resmi dijabat oleh Herry Purnomo, jabatan Direktur Jenderal Anggaran telah diserah terimakan oleh Anny Ratnawaty kepada Kiagus Ahmad Badaruddin sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Anggaran. Kiagus Ahmad Badaruddin menjalankan tugasnya dari 27 Januari 2011 hingga 16 Februari 2011.

Serah terima jabatan dari Kiagus Ahmad Badaruddin sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Anggaran kepada Herry Purnomo dilakukan sehari setelah pelantikannya sebagai Direktur Jenderal Anggaran oleh Menteri Keuangan, bertempat di Ruang Rapat Direktur Jenderal Anggaran Gedung Sutikno Slamet.

36 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 37: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Resensi BukuThe Shallows: How the internet is changing the way we think, read and remember Penulis Nicholas Carr

Internet bukan merupakan hal yang

asing bagi kita, kalau kita sedang ingin

mencari tahu tentang hal tertentu,

maka kita ketik kata kunci tentang apa

yang kita cari dengan menggunakan

search engine seperti Google, Mozilla

Firefox, Internet Explorer, Opera, dll maka

akan muncul websites yang membahas

tentang hal yang kita cari tersebut. Itu

merupakan salah satu manfaat dengan

adanya Internet tersebut, bayangkan

apabila kita harus mencari hal tersebut

di perpustakaan, berapa hari waktu

yang kita perlukan? Menurut Nicholas

Carr, ternyata internet tersebut

membawa dampak yang kurang baik

terhadap otak kita, ini yang diulas dalam

buku Carr tersebut.

Sedangkan latar belakang dari Nicholas

Carr sendiri yaitu, dia adalah penulis

buku The Big Switch: Rewiring the

World, from Edison to Google, seorang

kontributor pada New York Times,

Guardian, Fiancial Times, dan Wired,

serta sebelumnya sebagai executive

editor di Harvard Business Review.

Dalam buku tersebut, Nicholas Carr

menggambarkan hasil riset yang

paling baru untuk menunjukkan

bahwa internet secara harafiah telah

mengubah saluran otak kita, yang hanya

menginduksi pemahaman yang dangkal

(superficial). Sebagai konsekuensinya,

banyak perubahan yang sangat besar

dalam cara hidup kita dan komunikasi,

mengingat dan sosialisasi. Terdapat

pergeseran cara berpikir dari yang

dalam menjadi yang dangkal, serta web

menyebabkan ketidaktahuan menyebar

kemana-mana.

Internet telah membuat informasi

menyebar secara luas. Pada waktu yang

bersamaan telah mengubah cara kita

membaca dan cara kita memperhatikan

sesuatu. Thesis utama pada pekerjaan

ini adalah membuat kita menjadi

makluk yang lebih dangkal. Berdasarkan

kata Carr “kita ingin diinterupsi

karena tiap interupsi membawa ke

kita informasi yang sangat berharga.

Dan kita sering bertanya ke internet

agar tetap menginterupsi kita bahkan

dalam frekuensi yang lebih dan cara

yang berbeda. Kita mau menerima

untuk kehilangan konsentrasi dan focus,

bagian dari perhatian kita dan pecahan

Oleh Agus Kuswantoro

RESENSI BUKU

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 37

Page 38: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

dari pikiran kita, sebagai balasan dari

informasi yang kita terima”. Hal ini

menyebabkan bahwa kekuatan kita

untuk konsentrasi dan kontemplasi

semakin jarang kita gunakan. Hal ini

berarti, kita menjadi tidak terlalu

memperhatikan apa yang kita lihat dan

baca, tetapi hanya melihat sesuatu yang

baru yang menarik dan mengganggu

kita. Berdasarkan Carr transformation,

hal seperti itu sangat merugikan

struktur otak yang sebenarnya. Dan

Carr menggunakan riset otak cognitive

untuk menunjukkan bagaimana

penggunaan internet yang sangat

berlebihan akan mengubah bentuk dari

struktur otak kita.

Riset yang ditulis oleh Carr

menggambarkan adanya suatu

masalah, dari perjalanan hidup telah

dikumpulkan ingatan sedikit demi

sedikit, dan otak mempertahankan

jumlah tertentu yang dilihat selama

hidup, yang dapat diubah bentuknya,

dan dapat mengubah bagaimana kita

berpikir, serta dapat digunakan untuk

yang bagus atau yang jahat. Jadi, jika otak

dilatih untuk merespon dalam waktu

yang lebih cepat dalam dunia digital,

itu akan merubah bentuk tentang

pengalaman dunia secara keseluruhan.

Carr menyatakan bahwa hal ini sangat

berbeda apabila dibandingkan dengan

membaca buku. Pikiran tertuju pada

buku daripada mencari beberapa kata

kunci kata dan paragraph. Pikiran yang

berkembang melalui kontemplasi yang

tenang dan mendalam, menggali ide

secara utuh, dan terus berkembang.

Hal ini menyebabkan kematangan

pikiran dengan lebih mendasarkan

pada kemungkinan dan konsekuensi

daripada mendasarkan sekilas atas hal

yang menarik dalam arus digital. Selain

itu, karena beberapa aspek kehidupan,

sering yang sangat berarti dan berharga

mensyaratkan waktu dan kedalaman

yang lebih. Dalam dunia digital membuat

hal itu terpecah menjadi potongan-

potongan, dimana kita tidak mempunyai

waktu untuk memperhentikannya dan

berpikir, serta kita tidak mengetahui

“true self awareness’ dalam kontek yang

sebenarnya.

Carr berpendapat bahwa dengan

membaca akan mengembangkan

bentuk lain dari struktur syaraf.

Membaca dengan bercerita

memungkinkan kita untuk mulai bicara

dengan kita sendiri, untuk kontemplasi

berdasarkan realitas dengan cara lebih

mendalam. Selain itu, Carr menyatakan

bahwa bookman mind lebih merupakan

deeper mind dibandingkan electronic

mind.

Selanjutnya, Carr menyatakan bahwa

berdasarkan penelitian, orang yang

sering menghabiskan waktu di taman

akan menyebabkan hasil tes cognitive-

nya meningkat, dibandingkan orang

yang berjalan dikota. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa menghabiskan

waktu di alam terbuka (back to nature)

merupakan cara yang paling baik dalam

upaya agar cognitive dapat berfungsi

secara efektif.

Selain itu, Nicholas Carr juga

mengutarakan pendapatnya tentang

internet yang mendasari penulisan

bukunya yaitu:

• greater access to knowledge is not

the same as greater knowledge,

• an ever-increasing plethora of facts

& data is not the same as wisdom,

• breadth of knowledge is not the

same as depth of knowledge, dan

• multitasking is not the same as

complexity.

Kesimpulan:

Buku tersebut sangat bermanfaat bagi

kita, bahkan menurut Chris Anderson,

pengarang The Long Tail, The Shallows

merupakan one of the most insightful

thinkers about technology’s impact on the

world. Namun, apakah dengan adanya

internet menyebabkan kerugian yang

jauh lebih besar daripada keuntungan

yang kita terima? Hal ini mungkin

menjadi pertanyaan kita. Tetapi

saya yakin sebagian besar dari kita

sependapat bahwa banyak keuntungan

yang kita terima dengan adanya internet

tersebut. Namun terdapat sesuatu yang

tidak boleh kita lupakan, yaitu membaca

buku, agar kemampuan otak cognitive

kita tidak menghilang. Semoga kita tidak

pernah mengabaikan hal tersebut.

Product Details

• Paperback: 276 pages

• Publisher: Atlantic Books

London (2010)

• Language: English

• Hardback ISBN: 978 I 84887

225 7

• Trade Paperback ISBN: 978 I

84887 226 4

• Product Dimensions: 9.3 x 6.2

x 1.1 inches

RESENSI BUKU

38 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 39: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Bila kita menyaksikan film-film Kungfu Shaolin, gerakan-gerakan indah nan dahsyat diperagakan saat menghadapi lawan. Dan hebatnya, mereka biasanya tangan kosong, tanpa membawa senjata. Kalaupun bersenjata, maka senjatanya hanya sebuah tongkat yang sebenarnya tidak mematikan. Aura yang terpancar dari setiap gerakannya adalah ke-anggunan. Aura yang terpancar dari wajahnya adalah wibawa dan kearifan. Tidak mau menyakiti, tidak mau curang meski dalam perang. Selalu menjura pada siapa saja meski pada lawan sekalipun juga.Keindahan Kungfu Shaolin tiba-tiba terbayang saat Bapak Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan arahan kepada pegawai DJA pada Rapat Pimpinan yang lalu. Beliau berpesan agar pegawai DJA siap menjadi Pendekar Tako. Pendekar Tangan Kosong. Yaitu pendekar yang datang melayani bangsa dengan tangan kosong, dan pulangpun tetap bertangan kosong. Tidak datang dengan senjata dan tidak pula pulang membawa hasil

jarahannya.Pesan itu memicu angan.

Membangkitkan khayalan liar yang menari-nari di udara.

Membayangkan pegawai DJA yang sedang

m e m p e r a g a k a n jurus-jurus yang

b e r n a m a

“ketentuan dan peraturan”. Berdiri tegak diatas kuda-kuda yang bernama “Moralitas dan integritas”. Membayangkan pegawai DJA, pendekar-pendekar Keuangan Negara, meliuk-liuk menyelamatkan uang rakyat dari tindakan oknum yang tercela. Gerakannya begitu indah, jumawa, sehingga tidak ada hati yang terluka. Sehingga mampu menyadarkan oknum yang berniat berbuat dusta pada negara. Ya, peran DJA sangat strategis untuk mencegah terjadinya korupsi sejak dini. Dengan seluruh kemampuan kanuragan, dengan penguasaan pada jurus “ketentuan dan peraturan”, dengan kokohnya kuda-kuda “moralitas dan integritas”, pegawai DJA bak pendekar Shaolin yang amanat menjaga uang rakyat. Bak pendekar Shaolin yang menjaga biara kedamaian. Menjaga biara kemakmuran. Menjaga biara kesejahteraan bersama. Dengan keahliannya menari-nari membela Ibu Pertiwi, pendekar Shaolin yang Tako, yang kalaupun bersenjata, hanyalah dengan sebuah pena, meliuk-liuk diatas kertas Rencana Kerja Kementerian Lembaga (RKA-KL), menorehkan goresan disana sini bukan untuk kepentingan pribadi. Mencorat-coret disana sini hanya untuk kepentingan Ibu Pertiwi.Gerakannya indah. Penuh hormat dan sahaja. Tidak ada mitra kerja yang merasa dizalimi. Lewat gerakan indahnya mitra kerja menjadi mengerti. Lewat aura yang terpancar dari seluruh tubuhnya, mitra kerja menjadi sadar akan prioritas

negara. Sehingga

sang Pendekar Tako tidak pernah membinasakan asa. Dikagumi karena jurus-jurusnya. Dihormati karena kuda-kudanya.Khayalan ini semakin liar, membayangkan pembangunan pesat bak cendana dimusim hujan. Membayangkan rakyat jelata tersenyum bahagia. Membayangkan orang papa mulai bisa tertawa. Karena mereka merasakan pembelaan yang nyata. Karena mereka merasakan alokasi anggaran yang berpihak kepadanya. Pendekar Tako terus meliuk-liuk indah. Berpijak pada kokohnya kuda-kuda yang bernama “integritas-moralitas”. Mengabaikan goresan luka yang terkadang menimpa jiwanya. Setiap gerakannya menebarkan kemakmuran. Setiap coretan penanya menggambarkan pembelaan negara. Sepak terjangnya menutup ruang-ruang hampa. Ruang-ruang hampa yang biasanya dipenuhi hawa kolusi, hawa korupsi.Arahan Bapak Direktur Jenderal Anggaran menggelorakan jiwa. Membakar asa. Ayo kawan-kawan DJA, olah terus kemampuan kanuragan kita. Belajar, belajar dan terus belajar meningkatkan kapasitas, integritas dan moralitas kita. Karena kita adalah Sang Pendekar Tako. Sang Pendekar Tangan Kosong yang menjaga keuangan negara. Ciiiiaaaaattttt.

PENDEKAR TAKOOleh : Satya Susanto

RENUNGAN

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 39

Page 40: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta
Page 41: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Change Management Untuk Dja Lebih Baik

Wawancara Dengan Dirjen Anggaran Herry Purnomo

PROFIL

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 41

Page 42: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Sebagai orang nomor satu di DJA, Herry Purnomo sangatlah sibuk. Kesibukanya sebagai Dirjen Anggaran dalam mengelola keuangan negara khususnya APBN dan belanja pemerintah pusat menyita banyak energinya. Untuk mengisi kembali energi yang hilang, Bapak dari tiga orang cucu ini menyeimbangkan hidupnya dengan kegiatan lain di luar kantor. Salah satunya adalah bermain golf bersama teman-temannya. Bagi beliau bermain golf adalah bagian dari upaya untuk melepaskan diri dari rutinitas kantor, mengisi paru-parunya dengan udara segar dan menikmati alam terbuka. Selain itu, waktu liburnya beliau khususkan untuk keluarga dan bermain dengan cucu-cucunya yang lucu.

Ditengah kesibukannya, beliau berkenan menerima redaktur Majalah Warta Anggaran untuk wawancara khusus, berikut petikannya.

Sesuai dengan PMK No. 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, DJA mengalami perubahan struktur organisasi. Bagaimana Bapak melihat peran strategis DJA sebagai pengelola anggaran dengan struktur baru tersebut?

Pertama yang ingin saya katakan bahwa reorganisasi ini sudah dipikirkan secara intens oleh pimpinan sebelumnya yaitu Ibu Anny Ratnawati untuk mengantisipasi kebutuhan dan perkembangan di masa datang untuk tugas dan fungsi yang ditangani oleh DJA. Salah satu hal yang harus saya apresiasi adalah terbentuknya satu direktorat baru yaitu Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran (Dit. HPP) yang fokus terhadap harmonisasi peraturan terkait dengan penganggaran.

Kalau saya coba merangkum dengan kalimat adalah karena banyaknya peraturan yang dibuat oleh Kementerian/Lembaga (K/L) baik dalam bentuk UU, PP, Perpres yang sedikit banyak mengganggu atau melanggar kaidah atau prinsip-prinsip penganggaran. Peran direktorat HPP menjadi penting untuk menjaga hal ini. Contohnya, banyak UU yang tidak mengindahkan kaidah penganggaran karena dalam UU tersebut

mencantumkan persentase tertentu dari APBN untuk membiayai bidang tertentu diluar yang ditetapkan dalam UUD yakni 20 persen untuk pendidikan.

Dalam perkembangannya, saya mengikuti ada beberapa UU yang sudah ditetapkan dan mencantumkan persentase tertentu untuk membiayai bidang tertentu karena kita tidak dilibatkan dalam proses pembahasan. Terakhir RUU Desa minta sekian persen dari UU. Nah, saya kira ini yang menjadi DJA dengan direktorat baru ini menjadi strategis yaitu mewakili pemerintah untuk menjaga agar jangan sampai keluar suatu peraturan yang mengkapling-kapling APBN.

Karena kalau penyusunan peraturan tidak diharmonisasi dengan prinsip-prinsip atau kaidah APBN bisa jebol APBN kita. Apalagi kalau kita melihat postur APBN, space yang tersedia untuk pemerintah bisa bergerak, katakanlah untuk membangun infrastruktur sangat kecil. Sebagian postur APBN kita untuk membayar utang, sebagain besar sudah dikapling untuk DAU dan pendidikan. Padahal ada hal-hal lain yang masih banyak perlu perhatian, apa jadinya kalau banyak UU atau Peraturan yang mengklaim atau mengkaplingkan diri dalam APBN .

Oleh karena itu, saya sangat mendukung dan mempunyai banyak harapan bahwa direktorat baru ini dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan harapan dari dibentuknya direktorat ini.

Bagaiamana menurut Bapak fungsi Dit HPP dan DSP untuk mengantisipasi perkembangan sistem penganggaran?

Saya melihat unit di dalam DJA ada unit DSP dan Dit HPP. Saya ingin menterjemahkan Dit HPP fokus kepada peraturan-peraturan sedangkan sistem penganggaran menjadi tugas DSP. DSP berbicara tentang bisnis proses atau desain sistem penganggaran yang akan kita buat, menjaga dan mengembangkan sistem pengangaran yang ada kemudian mengembangkannya dengan kaidah-kaidah sistem penganggaran yang akan kita pakai. Misanya dalam sistem penganggaran kita mulai menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja sesuai amanat UU Nomor 17/2003. Demikian pula dalam merencanakan anggaran yang

tahunan juga harus memperhatikan MTEF tiga tahu ke depan. Tugas mendesain dan menyempurnakan adalah DSP. sedangkan untuk menyusun bisnis proses dan aturan main bekerja sama dengan Dit. HPP. Jadi ada pembagian tugas, Dengan demikian dua direktiorat ini dalam mengembangkan sistem penganggaran harus berkolaborasi. Termasuk dalam sistem penganggaran adalah pengembangan Infomasi Teknologi (IT)-nya karena sekarang kecenderunganya adalah proses bisnis harus didukung atau diwadahi dengan IT.

Terkait dengan SPAN, Bapak berulang kali mengatakan bahwa DJA harus mempunyai peran yang lebih banyak dalam implemtasi SPAN, selama ini peran DJA agak tertinggal dibandingkan dengan DJPB dalam implemetasi SPAN. Apa yang harus dilakukan oleh DJAl dalam mengejar ketertinggalan dalam SPAN?

Kita harus menyadari, memahami, dan mempunyai rasa memiliki bahwa justru DJA harus memainkan peran yang sangat penting dalam SPAN karena produk yang dihasilkan oleh DJA menjadi dasar bagi Ditjen Perbendaharaan (DJPB) dan satker dalam bekerja kemudian. Kalau kita tidak mengisi dengan benar, peran dalam SPAN atau katakanlah, ya… sudahlah kita tidak ikutan SPAN. Berarti DJPB dan satker tidak bisa melakukan apa-apa. Karena produk DJA menjadi dasar sistem SPAN yang menjadi landasan bagi DJPB dan satker untuk bekerja dalam sistem SPAN.

Produk DJA adalah RKA-KL yang merupakan wujud operasional dari penyusunan APBN. RKA-KL ini menjadi tanggung jawab DJA, kalau RKA-KL ini tidak bisa disediakan dengan benar dan tepat waktu, DJPB tidak bisa memulai dengan menerbitkan DIPA. Penerbitan, pencairan DIPA, pertanggungjawaban DIPA, dan revisi DIPA akan difasilitasi dengan sistem terintegrasi. Sistem terintegrasi bukan hanya menyangkut sisi pelaksanaan, which is menjadi tanggung jawab DJPB. Tetapi dimulai dari awal yaitu perencanaan anggaran yaitu penyusunan RKA-KL. Jadi

PROFIL

42 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 43: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

posisi DJA itu paling depan. Oleh karena itu, saya mendorong.

Memang agak ketinggalan penyiapannya, tetapi kita sudah memulai langkah dengan duduk bersama di Rapimtas Yogya. Saya mendorong bahwa ini tanggung jawab kita bersama. Nah, kembali saya mengajak teman-teman untuk mengajak ketertinggalan. Apa yang harus dilakukan teman-teman DJA? Menyelesaikan bisnis proses dari sisi segmentasi SPAN yang menjadi tanggung jawab DJA yaitu agar bisa menjamin tersedianya RKA-KL yang kredibel agar dapat menjadi dasar penerbitan DIPA kemudian menjadi dasar pelaksanaan anggaran oleh satker sampai dengan pembukuannya, pertanggungjawabannya, dan cash management. Kita harus segera menyelesaikan bisnis proses yang telah disepakati di Yogya.

Sebenarnya saya melihat sudah ada rasa memiliki dan memahami atas sesuatu yang akan kita bangun tetapi masih kurang. Oleh karena itu, saya ajak teman-teman untuk menyelesaikan bisnis proses dari sisi DJA, ada sekitar tujuh butir. Paling tidak ada tiga hal, pertama dari sisi perencanaan anggaran murni yaitu penyusunan RAPBN 2012, ada bisnis prosesnya. Kedua, sisi pelaksanaan anggaran ada dua menyangkut penyusunan R-APBNP kalau sekarang RAPBNP 2011 dan menyangkut revisi. Dari sisi pelaksanaan DJA ada kaitannya karena revisi di DJA. Kemudian yang akan kita kembangkan adalah monev. Jadi saya kira ada empat segmentasi bisnis proses yang harus segera diselesaikan DJA.

Bisnis proses ini kita sepakati bersama, kemudian kita terjemahkan ke dalam sistem IT memakai hyperion. Kita harus bekerja keras karena deadline-nya bulan Mei 2011. Karena prinsip buat saya dalam membangun IT, kita sendiri yang harus menyusun bisnis prosesnya sedangkan konsultan hanya membantu, mereka tidak tahu. Seperti pengalaman Australia pada saat membangun IT SPAN, Mereka punya pengalaman buruk. Kenapa? Kata mereka, pada waktu membangun sistem terpadu ini kami serahkan ke orang IT, diborongin, kita tidak mau tahulah… pokoknya kita tunjuk.

Mereka yang mengerjakan tetapi ternyata dalam waktu tiga tahun tidak selesai karena mereka tidak tahu bisnis prosesnya. Dari pengalaman ini saya selalu mengatakan bisnis proses selalu kita susun dahulu.

Demikian pula pada saat SPAN awal, pada waktu itu saya sebagai Dirjen Perbendaharaan, pihak World Bank mengejar-ngejar saya untuk segera melaksanakan SPAN. Saya bilang apa yang harus segera dilaksanakan. Padahal menurut kita tidak. Setelah melalui diskusi dan Rapim dengan Menteri Keuangan ternyata tidak. Karena yang harus diselesaikan adalah bisnis prosesnya. Bisnis proses selesai baru kemudian kita masukan ke dalam IT sistem. Jadi yang harus dicermati teman-teman DJA, bisnis proses harus kita selesaikan.

Bagaimana rencana pengembangan RKA-KL Online oleh DJA dengan keterkaitannya dengan SPAN?

Saya mendukung pengembangan RKA-KL Online apalagi diintegrasikan dengan SPAN. RKA-KL Online adalah sarana untuk perencanaan anggaran K/L. Penyusunan anggaran K/L adalah domain dari DJA. Dalam perkembangannya, karena program SPAN dikembangkan sistem yang terintergrasi ke dalam satker, maka untuk kepraktisan, pendanaan, dan pengembangan sistem yang terintegrasi di satker maka kita sepakat untuk pengembangan RKA-KL Online oleh tim SPAN yang mengembangkan aplikasi dan bisnis proses di satker.

Kita membayangkan ke depan sistem penganggaran harusnya bottom up yang dimulai dari ujungnya adalah satker. Sekarangkan ditengah-tengah, karena kita berhubungan dengan K/L padahal yang kita minta penyusunannya dari satker-satker. Makanya fasilitasinya dimulai dari satker.

Walaupun pengembangnya ada di tim SPAN tetapi tanggung jawab pengembangan bisnis proses ada di DJA. Karena teman-teman DJPB tidak tahu bisnis prosesnya RKA-KL itu. Ini tetap menjadi tanggung jawab DJA, disinilah kita berkolaborasi. Pengembangan

IT masuk ke dalam pengembangan IT satker yang namanya SAKTI tetapi pengembangan bisnis proses ada di DJA. Jadi yang ingin saya katakan disini adalah kita tidak kehilangan tanggung jawab atau kehilangan pekerjaan terkait dengan pengembangan RKA-KL Online. Ini yang perlu kita sadari, sekarang jamannya kolaborasi. Dari segi kepraktisan dan efisiensi kita sepakati kontraktornya satu, kita tidak perlu repot lagi mencari kontraktor. Kita menggunakan kontraktor yang mengembangkan SAKTI. Inilah yang saya sebut simbiosis mutualistis, kita tidak bisa hidup menyendiri.

Kemudian ke depan, RKA-KL Online sebagai sarana dalam rangka melakukan penyusunan anggaran. Pertama orang menyusun RKA-KL dari satker-satker, saya ingat waktu di daerah satker-satker menyusun RKA-KL disampaikan ke K/L, kemudian K/L yang akan membahas dengan DJA. Saya mencoba menterjemahkan ide dari Ibu Anny Ratnawati, RKA-KL Online dikembangkan lebih jauh lagi dalam arti melalui RKA-KL Online suatu hari nanti penelahaan RKA-KL tidak saling bertemu. Orang tidak perlu berbondong-bondong datang ke DJA membawa berkas.

Dengan dikembangknnya RKA-KL Online ini, kita memakai sarana modern, orang menelaah di kantor masing-masing saja. Demikian pula DJA baik di Direktorat Anggaran I, Direktorat Anggaran II, dan Direktorat Anggaran III bekerja dibelakang komputer. Semua indeks harga dan semua parameter dimasukkan ke dalam data base komputer. Kita bermain dalam sarana komputer. Saya ingin mewujudkan RKA-KL Online itu seperti itu. Tidak hanya memasukan data ke komputer atau membawa soft copy data. Kalau seperti itu dari dulu juga sudah ada. Bukan sekedar transfer data, karena kalau seperti itu jamannya saya masih menjadi Kasubdit sudah ada.

Padahal ketika itu diinginkan waktu pembahasan sudah di depan komputer, meskipun aplikasi komputer belum secanggih saat ini. Karena sistem belum

PROFIL

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 43

Page 44: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

mendukung makanya transfer data berupa soft copy ke komputer kemudian di tayangkan dan pembahasannya masih bertemu. Satker membawa hardcopy kemudian dicoret-coret. Setelah dicoret-coret baru diedit dalam komputer. Itu memang lebih cepat dibandingkan mengetik tetapi ke depan tentu bukan seperti ini yang diharapkan.

Oleh karena itu, perlu kesiapan kita untuk mengubah paradigma dan mindset. Kalau selama ini kita menunggu-nunggu tamu datang saat penelaahan dengan segala “implikasinya” sehingga Ibu Anny Ratnawati harus memasng CCTV untuk memonitor. Apakah seperti itu kelakuan kita…?

Nantinya tidak ada lagi yang seperti itu.

Kita harus melakukan transformasi atau reformasi yang meliputi tiga hal. Pertama, perbaikan bisnis proses. Kedua, pengembangan IT dan ketiga changes management meliputi perubahan sikap dan peningkatan kapasitas. Yang berat adalah ketiga yakni merubah mentalitas kita dan satker.

Peranan PNBP dalam penerimaan negara semakin penting. Bagaimana upaya yang akan dilakukan Bapak untuk meningkatkan peran PNBP dalam penerimaan negara?

Ide brilliant dari pimpinan yang lama untuk membentuk satu tenaga pengkaji PNBP dengan Eselon II/b. Hal ini menunjukan bahwa ke depan PNBP akan menjadi primadona penerimaan APBN. Tentu akan menjadi tantangan buat kita semua, bagaimana mengembangkan Direktorat PNBP dan tenaga pengkaji untuk bisa menggali potensi-potensi PNBP agar bisa diwujudkan menjadi realitas penerimaan APBN.

Sesuai dengan arahan Menteri Keuangan ada sisi PNBP SDA yang harus didorong peningkatannya. Karena untuk PNBP SDA migas sudah jelas penanganannya meskipun tertatih-tatih untuk peningkatnnya. Sisi

lain yang harus didorong adalah PNBP SDA non migas seperti batubara dan hasil tambang lain seperti nikel.

Peran DJA adalah dalam peningkatan dari segi kebijakan karena DJA tidak operasional. Bagaimana konsep yang dirumuskan oleh DJA dari segi kebijakan dan pengaturan inilah yang diharapkan oleh K/L dan stakeholder. Seperti batubara, eksekutor ada di kementerian lain, sedangkan peran DJA adalah bagaimana membuat desain-desain kebijakan agar PNBP dari sektor ini bisa ditingkatkan.

Terkait dengan temuan BPK atas pengelolaan PNBP oleh K/L, harus

diupayakan untuk ditertibkan agar tidak menjadi temuan kembali. Fungsi DJA adalah kebijakan dan mendorong, bagaimana K/L bisa mematuhi ketentuan yang ada. Nah, di sini kita berfungsi sebagai regulator. Kitalah yang memproses regulasi PNBP K/L. Bagaiman K/L menyetorkan PNBP nya, dan agar sumber-sumber PNBP K/L di landasi peraturan serta bagaimana DJA memonitor laporan PNBP K/L.

Bagaimana Bapak melihat SDM DJA saat ini? Apa harapan Bapak terhadap pengembangan SDM DJA?

Saya melihat SDM DJA dalam menangani reformasi penganggaran berdasarkan UU Nomor 17/20003 dan UU Nomor 1/2004

sudah kelihatan profesionalismenya. Saya berinteraksi langsung dengan para direktur dan para kasubdit. Berdasarkan pengamatan saya, penguasaan mereka terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya sudah bagus. Demikian pula penguasaan terhadap peraturan juga bagus artinya dalam setiap pengajuan penyelesaian masalah selalu dipertimbangkan landasan hukumnya sehingga jalan keluar yang diusulkan cukup kuat. Ini menunjukan sikap profesionalisme.

Tantangan ke depan tentu akan terus berkembang karena kita belum sepenuhnya menjalankan anggaran berbasis kinerja. Dari sisi peran, selama ini kita baru menjaga sisi keuangannya atau lebih kecil lagi sisi SBU

PROFIL

44 Warta anggaran | 21 Tahun 2011

Page 45: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

dan SBK. Padahal berdasarkan anggaran berbasis kinerja kita juga harus menguasai program-program dari masing-masing K/L dalam penyusunan anggaran serta dalam berinteraksi dengan K/L. Dengan memahami program-program K/L maka akan ketahuan kinerja yang akan menjadi target. Tanpa memahami program-program dan kebijakan K/L, kita tidak akan bisa membuat judgment atas target kinerja, output, dan outcame yang akan dicapai.

Dengan demikian, dalam rangka untuk mengantisipasi tuntutan perubahan dalam rangka implementasi PBB dan MTEF, kita perlu peningkatan kapasitas seluruh jajaran. Bukan hanya pelaksana tetapi juga para direktur, kasubdit, kasie bahkan saya juga harus meng- improve diri untuk menguasai ilmu-ilmu yang terkait dengan perubahan. Dalam rangka perubahan ini, saya berharap dari Sekretaris Ditjen Anggaran dan para direktur untuk bersama-sama merumuskan konsep capacity building keseluruh jajaran dengan segmentasi untuk eselon II, III, IV, dan pelaksana.

Dan yang lebih penting lagi untuk fresh graduate kita harus menyiapkan konsep capacity building yang baik dan terarah buat mereka karena kader masa depan kita adalah anak-anak muda ini. Karena saya terus terang masuk DJA dulu menggelundung begitu saja, didiamkan begitu saja. Kamu mau belajar apa dan menjadi apa terserah. Nah, saya tidak ingin pengalaman itu kita wariskan.

Saya sudah melihat di sini sudah dipersiapkan pembekalan untuk anak-anak baru. Di depan tentu harus ada program-program yang terarah untuk menyiapkan kader-kader masa depan. Karena saya sendiri tinggal dua tahun lagi pensiun, demikian pula para direktur juga ada yang tinggal dua sampai tiga tahun lagi pensiun. Nah, yang muda-muda inilah yang akan menggantikan kita. Mereka harus diberikan bekal.

Apa filosofi Bapak dalam menjalani kehidupan ini?

Saya tidak mempunyai filosofi khusus. Paling-paling saya mengatakan bahwa saya rasakan hidup itu menggelundung saja, pasrah, lepas tetapi tetap berusaha yang terbaik. Tidak tahu bagaimana harus merumuskannya. Tetapi saya merasa hidup mengalir saja. Kalau dalam bekerja saya bekerja sebaik-baiknya, amanah yang diberikan pimpinan saya laksanakan sebaik mungkin dengan dilandasi kejujuran dan keikhlasan karena saya yakin manusia diminta untuk berusaha dan berdoa kemudian hasilnya kita serahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita serahkan kepada yang gawe urip, Allah SWT. Saya tidak begitu ngoyo karena menurut saya, hidup sudah mempunyai bagiannya masing-masing. Dalam arti kata kita harus berbuat yang terbaik. Do the best and lets God take the rest.

Apa yang melatarbelakangi hubungan personal Bapak dengan staf dalam suasana yang lebih informal dalam Rapimtas di Yogyakarta?

Karena saya merasakan bekerja terus-menerus dalam ruangan seperti ini dengan pakaian formal, sudah terlalu terkungkung oleh batasan-batasan formal. Kita biasa melakukan rapat ruangan tertutup, antar meja jaraknya jauh, pakaiannya formal, duduknya pun harus formal. Untuk mencari penyegaran agar materi rapat yang berat menjadi kelihatan ringan sehingga diharapkan pemahamanpun menjadi lebih enak. Maka kita ajak keluar, biar ada suasana lain. Pakaian pun bebas, pokoknya santailah. Secara psikologis akan mempengaruhi kita dalam bersikap dan dalam memahami sesuatu.

Karena tidak mempunyai tekanan dan beban sehingga dalam menerima penjelasanpun akan menjadi santai dan enak. Suasana hubungan atasan dan bawahanpun cair. Saya salut dengan teman-teman masih bisa menjaga unggah-ungguh dan saya juga dalam berinteraksi dengan siapapun tidak membedakan diri. Saya sebagai Dirjen Anggaran dan kamu sebagai pelaksana mencoba membaur, karena jabatan kan hanya sarana saja. Kembali ke filosofi saya, walau bagaimanapun seorang dirjen tidak

dapat melaksanakan tugas sendirian tetapi sangat tergantung dan dibantu oleh teman-teman yang lain.

Siapa tokoh idola Bapak?

Sebagai seorang muslim tokoh idola saya adalah satu yaitu Kanjeng Nabi Muhamad SAW. Saya tidak akan mengidolakan orang lain karena mengkultuskan orang kan tidak boleh. Nabi Muhamad bagi saya dan orang-orang muslin yang lain adalah He is the best dari sudut apapun kita melihatnya. Dari sudut akhlaqnya, leadership-nya, hubungan dengan orang lain tanpa membeda-bedakan hubungan dengan orang lain, bahkan hubungan dengan non muslim juga luar biasa.

Di tengah kesibukan Bapak, bagaimana Bapak menyeimbangkan hidup antara pekerjaan, hobi dan keluarga?

Saya sudah tidak mempunyai hobi khusus. Saya paling-paling mencoba untuk bisa menikmati udara segar kalau hari libur sambil jalan menikmati pemandangan indah di lapangan golf. Di lapangan kita bisa melepakan unek-unek, bahkan teriakpun bisa walaupun rule-nya katanya tidak boleh teriak-teriak. He he he….saya berusaha untuk rileks di lapangan atau di alam terbuka meskipun permainan golf saya tidak bagus. Tetapi saya harus mengisi sesuatu diluar dan berinteraksi dengan teman-teman. Saya kalau main golf tidak dengan teman-teman kantor, tetapi dengan grup khusus tanpa ada vested interest. Saya juga menghindari bermain dengan orang yang punya kepentingan.

Selain itu saya juga berinteraksi dengan keluarga, anak dan cucu, karena waktunya sudah terbatas sekali dari hari Senin sampai dengan Jumat bekerja sampai malam kadang-kadang sampai pagi. Hari Sabtu dan Minggu kita manfaatkan untuk mencari udara segar dan berkumpul dengan keluarga, anak dan cucu.

Rini Ariviani F dan Asrukhil Imro. Fotografer Dana Hadi

PROFIL

Warta anggaran | 21 Tahun 2011 45

Page 46: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

PERISTIWA

SOSIALISASI PMK REVISI

Bertempat di Auditorium Dhanapala, Direktorat Jenderal Anggaran bersama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan memberikan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2011 kepada Kementerian Negara/Lembaga.

Pada dasarnya, revisi anggaran bertujuan untuk antisipasi terhadap perubahan kondisi dan prioritas kebutuhan, mempercepat pencapaian kinerja, dan meningkatkan efektivitas, kualitas belanja dan optimalisasi penggunaan anggaran yang terbatas. Peraturan Menteri Keuangan tersebut mengatur bahwa revisi dapat dilaksanakan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap kebutuhan biaya operasional satuan kerja, tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan, kebutuhan pengadaan bahan makanan untuk tahanan, pembayaran berbagai tunggakan, kegiatan multiyears dan paket pekerjaan yang sudah dikontrakkan atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus. Selain itu, revisi dapat pula dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume keluaran kegiatan prioritas nasional dan mengurangi spesifikasi keluaran (output).

PENELAAHAN TARGET DAN PAGU PENGGUNAAN PNBP

Penerimaan Negara Bukan Pajak kini menjadi salah satu andalan sumber pendapatan bagi negara selain dari pendapatan perpajakan.

Sebagai salah satu andalan pendapatan bagi negara untuk membantu membiayai jalannya roda pemerintahan, diperlukan perhatian yang lebih dari semua pihak dalam menentukan

besaran target PNBP dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Dari dana PNBP yang terkumpul tersebut, tidak semuanya dapat dipakai oleh Kementerian/Lembaga bersangkutan, hal ini harus sesuai dengan prinsip penggunaan PNBP yang bersifat earmark.

Page 47: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta

Pelantikan Pejabat Eselon III dan IV

Seluruh jajaran pejabat Direktorat Jenderal Anggaran diharapkan terus meningkatkan capacity masing-masing sehingga dapat mengubah mindset tentang DJA tidak hanya sebagai budget administrator tetapi juga sebagai budget analyst. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Anggaran, Herry Purnomo dalam sambutannya pada acara pelantikan pejabat eselon III dan IV di lingkungan DJA (24/03).

Sebanyak 51 orang pejabat dilantik, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KM.1/UP/11/2011 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon III di Lingkungan Kementerian Keuangan. Satu orang pejabat eselon III berotasi ke unit eselon III lain dan 12 orang pejabat eselon IV mendapat promosi menjadi eselon III. Selanjutnya, pada kesempatan yang sama juga dilantik 10 orang pejabat eselon IV yang berotasi ke unit eselon IV lainnya dalam rangka agenda rutin mutasi organisasi di Lingkungan DJA dan 28 orang pejabat mendapat promosi menjadi eselon IV.

Pada tanggal 1 s.d. 3 April yang lalu, dilaksanakan Rapat Pimpinan DJA di Yogyakarta.

Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Anggaran beserta para pejabat eselon II dan pejabat eselon III melakukan kunjungan ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan Yogyakarta dan KPPN Yogyakarta.

PENANDATANGANAN KONTRAK KINERJA PEJABAT ESELON II DJA

Diharapkan keseriusan dan kesungguhan dari para Pejabat Eselon II untuk memenuhi target-target yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja yang baru ditandatangani ini, demikian pesan singkat Direktur Jenderal Anggaran pada acara penadatanganan kontrak kinerja Pejabat Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran.

Kontrak kinerja ini dibuat sebagai bentuk komitmen Direktorat Jenderal Anggaran dalam mendukung pelaksanaan program reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang telah memasuki tahun keempat sejak digulirkan pada tahun 2007.

Pada acara yang dihadiri pula oleh para Pejabat Eselon III tersebut, Direktur Jenderal Anggaran menghimbau kepada seluruh jajaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran untuk menghilangkan “kebiasaan-kebiasaan” pada masa lalu demi peningkatan citra Direktorat Jenderal Anggaran yang lebih baik di mata para stakeholder.

Page 48: DAFTAR - anggaran.depkeu.go.id Anggaran 21.pdf · ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP ... orang tua kita apakah kita akan meminta