d1701faf992a4c61f74bc4ae2f16b8a1Kerinci1-Atdag Den Haag CPO Narasi - Country Profile Dan Kondisi...
-
Upload
dhoni-al-ahmed -
Category
Documents
-
view
97 -
download
2
Transcript of d1701faf992a4c61f74bc4ae2f16b8a1Kerinci1-Atdag Den Haag CPO Narasi - Country Profile Dan Kondisi...
1
I. Country Profile Belanda
A. Perkembangan GDP
Belanda adalah salah satu Negara anggota UE pertama yang telah
memenuhi persyaratan Economic and Monetary Union (EMU). Oleh
karena itu, kebijakan keuangannya menitikberatkan pada
keseimbangan antara reduksi yang berkesinambungan dalam
perbelanjaan sektor publik dan penurunan pajak serta kontribusi
social security. Setelah terjadi penurunan ekonomi secara tajam pada
tahun 2003 yang menyebabkan melonjaknya defisit nominal lebih dari
batasan 3% dari GDP yang ditentukan oleh EMU's Growth and
Stability Pact. Pemerintahan koalisi di Belanda menyetujui paket
pemotongan perbelanjaan yang menolong menurunkan defisit budget
menjadi 1,8% dari GDP pada tahun 2004, dan 0,3% dari GDP pada
tahun 2005, sedangkan pada tahun 2006 terdapat surplus budget
sebesar 0,4% dari GDP. Secara keseluruhan ekonomi Belanda
meningkat dari 1,7% pada tahun 2004; menjadi 1,1% pada tahun
2005 dan meningkat menjadi 2,7% pada tahun 2006 dan pada tahun
2007 pertumbuhan ekonominya mencapai 2,8%.
Sebagai salah satu negara maju baik di kawasan Uni Eropa maupun
dunia, Belanda menerapkan sistem ekonomi yang terbuka dimana
pertumbuhan ekonominya sangat menggantungkan diri pada
perdagangan luar negeri. Ekonomi Belanda terkenal kuat secara luas
karena hubungan industri yang stabil, tingkat inflasi dan
pengangguran yang rendah, surplus neraca pembayaran yang besar
dan memainkan peranan yang penting sebagai pusat transportasi di
Eropa. Kegiatan industri didominasi oleh industri makanan olahan,
kimia, penyaringan minyak, dan mesin listrik. Mekanisasi sektor
pertanian yang sangat tinggi mempekerjakan tidak lebih dari 3% dari
total angkatan kerja, tetapi memberikan surplus yang besar untuk
industri makanan olahan dan eskpor.
2
Kebijakan ekonomi Pemerintah Belanda pada umumnya difokuskan pada
3 (tiga) hal utama yaitu:
• Mengatasi pengangguran dengan jalan penciptaan lapangan kerja;
• Mengurangi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN);
• Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan jalan merangsang
dunia usaha swasta serta perbaikan prasarana sosial.
Prospek perekonomian Belanda pada tahun 2008 tentu akan
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan perdagangan baik di
kawasan Uni Eropa maupun dunia, tetapi secara umum diproyeksikan
akan lebih baik dari pada tahun sebelumnya. Hal ini didasarkan pada
beberapa indikator ekonomi Belanda dalam dua tahun terakhir (2006-
2007) yang menunjukkan perbaikan/peningkatan, antara lain
pertumbuhan ekonomi, total GDP, tingkat inflasi dan pengangguran.
B. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Belanda pada tahun 2005 hanya tumbuh
sebesar 1,10%. Hal serupa juga terjadi di sebagian besar negara-
negara anggota Uni Eropa. Namun pada tahun 2006 pertumbuhan
ekonomi kembali meningkat menjadi 2,70 % dan pada tahun 2007
pertumbuhannya meningkat sedikit menjadi 2,80%. Pada tahun 2007
total GDP mencapai US$ 638,9 milyar atau meningkat 4,28%
dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar $ 612,7 milyar.
Peningkatan total GDP pada tahun 2007 tersebut memberikan
implikasi positif terhadap peningkatan GDP per kapita yang pada
tahun 2007 meningkat 3,21% yaitu dari US$ 37.400 pada tahun 2006
naik menjadi US$ 38.600 pada tahun 2007. Urutan kontribusi masing-
masing sektor terhadap total GDP tahun 2007 adalah sektor jasa
sebesar 73,8 %, sektor industri sebesar 24,0 % dan sektor pertanian
sebesar 2,2 %.
3
Adapun rincian kontribusi masing-masing sektor terhadap total GDP
sebagai berkiut :
• Pertanian (2,2% dari GDP): Jenis-jenis komoditi yang tercakup
dalam sektor pertanian antara lain : susu dan produk susu,
peternakan ayam, daging, biji bunga, bunga potong, sayuran dan
buahan, gula bit, kentang, gandum.
• Industri (24,0% dari GDP): Jenis-jenis komoditi yang tercakup
dalam sector industri antara lain : produk industri pertanian, baja
dan aluminium, metal dan produk mesin, mesin dan peralatan
listrik, bahan kimia, gas alam, produk migas, peralatan transpor,
micro electronika.
• Jasa (73.8% dari GDP): Jenis-jenis jasa yang termasuk ke dalam
sector ini adalah : perdagangan, hotel, restoran, transportasi,
gudang and telekomunikasi, keuangan (bank dan asuransi) dan
usaha jasa, kesehatan dan lain-lainnya.
C. Tingkat Inflasi
Dengan semakin membaiknya perekonomian Belanda, maka
Pemerintah berhasil juga mengendalikan laju pertumbuhan inflasi. Hal
ini tercermin dari besarnya angka inflasi yang selama 3 tahun (2005-
2007) terakhir rata-rata masih berada dibawah 2% per tahun yaitu
sebesar 1,7 % pada tahun 2005: turun menjadi 1,3 % pada tahun
2006 dan sedikit meningkat menjadi 1,8% pada tahun 2007. Satu hal
yang perlu dicatat adalah bahwa pemerintah Belanda berhasil
mengendalikan laju tingkat inflasi pada kisaran dibawah 2% per
tahunnya walaupun beberapa komoditi harganya meningkat di pasar
dunia. Dengan terkendalinya tingkat inlasi tersebut maka tingkat
pertumbuhan GDP yang tidak lebih dari 4% pun sangat berarti bagi
kesejahteraan dan kemakmuran bangsanya karena dapat
meningkatkan pendapatan per kapitanya.
4
D. Tingkat Suku Bunga
Sebagaimana diketahui bahwa tingkat suku bunga bank di Belanda
ditentukan oleh ECB (Europese Central Bank) untuk wilayah Eropa.
Dalam 5 tahun terakhir (2002-2006) perkembangannya dari tahun ke
tahun menunjukkan angka yang berfluktuatif. Pada 3 tahun pertama
(2002, 2003 dan 2004) terlihat suku bunga bank menurun dari 3,29%
pada tahun 2002 menjadi 2,32% pada tahun 2003 dan 2,05% pada
tahun 2004. Kemudian mulai tahun 2005, tingkat suku bunga bank
mulai meningkat lagi menjadi 2,09% dan terus meningkat menjadi
2,83% pada tahun 2006. Peningkatan ini dipicu oleh semakin
membaiknya perekonomian Belanda. Pertumbuhan ekonomi yang baik
tersebut karena adanya aktivitas perdagangan dan investasi mulai
bergairah kembali setelah didera stagnasi beberapa tahun sebelumnya
sebagaimana juga dialami beberapa Negara anggota UE lainnya.
E. Tingkat Pengangguran
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik dalam
tiga tahun terakhir (2005-2007), maka tingkat pengangguran di
Belanda pada periode tersebut juga menunjukkan trend yang
membaik yang ditandai dengan dapat ditekannya tingkat
pengangguran dari 6,5% pada tahun 2005 turun menjadi 4,5% tahun
2007. Total angkatan kerja pada tahun 2007 tercatat sebesar 7,5 juta
yang tersebar keberbagai sektor dengan rincian sebagai berikut :
pertanian sebesar 3,0%; industri sebesar 24,0 %; dan jasa sebesar
74%.
F. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Belanda pada tahun 2007 mencapai 16.570.613 jiwa
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,47%. Adapun rata-rata
pertumbuhan penduduk dalam periode 2000-2006 sebesar 0,5%.
Dengan luas wilayah daratan 33.873 km2 maka pada tahun 2007
tingkat kepadatannya cukup tinggi yaitu tiap 1 km2 dihuni oleh 489
jiwa. Rata-rata harapan lamanya orang hidup di Belanda untuk pria
5
mencapai 76,52 tahun, sedangkan untuk wanita mencapai 81,82
tahun. Dari jumlah penduduk tahun 2007 tersebut, komposisi
terbesar adalah penduduk dengan usia antara 15-64 tahun sebesar
67,8%. Sisanya penduduk dengan usia sampai dengan 14 tahun
sebesar 17,8% dan penduduk yang berusia 65 tahun ke atas 14,4%.
G. Investasi
Berdasarkan data dari BKPM, realisasi nilai investasi Belanda di
Indonesia pada 2007 mencapai US$ 147,2 juta yang mencakup
sebanyak 36 proyek. Dengan nilai investasi tersebut maka pangsanya
adalah 1,4% dari total nilai investasi asing di Indonesia sebesar US$
10.349,6 juta. Realisasi nilai investasi Belanda di Indonesia masuk
dalam 20 besar investor dunia dan saat ini menempati peringkat ke-12
setelah Hongkong dan sebelum Amerika Serikat. Dari kawasan Uni
Eropa, realisasi nilai investasi Belanda di Indonesia menduduki
peringkat kedua setelah Inggris dengan nilai investasi sebesar US$
1.685,8 juta yang mencakup 63 proyek. Dibandingkan dengan
realisasi nilai investasi tahun 2006 yang hanya mencapai US$ 35,2
juta dan mencakup 24 proyek, maka realisasi nilai investasi Belanda
di Indonesia pada tahun 2007 meningkat sangat signifikan sebesar
318,2%. Peningkatan realisasi nilai investasi ini tentu saja ada
kaitannya dengan semakin kondusifnya iklim investasi di Indonesia
terutama sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal yang memberikan ruang gerak lebih
luas kepada para investor asing dan adanya prinsip”equal treatment ”
terhadap investor baik asing maupun domestik.
Untuk meningkatkan investasi perusahaan asing di Belanda,
Pemerintah Belanda menugasi sebuah Direktorat Perusahaan dan
Inovasi di bawah Direktorat Jenderal Kementerian Ekonomi Belanda,
yang disebut The Netherlands Foreign Investment Agency (NFIA).
Direktorat ini menangani secara khusus investasi dengan beberapa
tugas utama antara lain :
6
1. Menarik aktivitas yang mengarah pada ilmu pengetahuan misalnya
menari investor asing untuk membuka sentra R&D
2. Menstimulir perluasan investasi : mendorong investor asing untuk
memperluas aktivitasnya
3. Menangani investasi secara lebih pro aktip : memperlihatkan sektor
sektor ekonomi Belanda yang kuat bagi investor asing
4. Mempropagandakan image Belanda yang baik dan hebat di luar
negeri
5. Membuka perwakilan NFIA baru di China dan India. Menyelidiki
kemungkinan di Malaysia, Singapura dan Timur Tengah
Dengan fokus kegiatan tersebut, NFIA telah menunjukan kinerja yang
cukup mengesankan dalam menarik investor asing untuk
menanamkan modalnya di Belanda. Hal ini terbukti dengan semakin
meningkatnya nilai investasi asing di Belanda dari tahun ke tahun
berikutnya.
Perkembangan rata-rata nilai tukar Euro terhadap US Dollar dalam
periode 5 tahun (2003-2007) terakhir menunjukkan kecenderungan
yang semakin menguat. Hal ini tentu mempunyai implikasi baik yang
bersifat negatif maupun positif terhadap perekonomian Belanda. Sisi
negatifnya adalah dengan semakin menguatnya nilai tukar Euro
tersebut akan mengakibatkan barang-barang hasil buatan Belanda
menjadi semakin mahal di pasar global jika dibandingkan dengan
harga produk sejenis dari negara lain. Secara berturut-turut rata-rata
nilai tukar Euro terhadap US Dollar dalam 5 tahun terakhir sebagai
berikut : 0,8860 (2003); 0,8054 (2004); 0,8041 (2005); 0,7964
(2006) dan 0,7345 (2007). Segi positifnya adalah dengan
perkembangan nilai tukar Euro terhadap mata uang US Dollar
tersebut oleh beberapa pengamat keuangan dinilai sebagai suatu
prestasi yang cukup baik karena Euro yang pada tahun-tahun
sebelumnya masih lemah terhadap dolar AS, tetapi kini justru berbalik
7
menjadi kuat terhadap dolar AS dan juga terhadap beberapa mata
uang asing lainnya. Tidak tertutup kemungkinan suatu saat nanti
transaksi resmi perdagangan internasional tidak lagi menggunakan
US Dollar tetapi akan menggunakan Euro sebagai alternatif
penggantinya.
II. Peluang Impor Kelompok Produk
Peluang impor kelompok produk mesin dan peralatan yang
berteknologi tinggi seperti kapal dan turbojets dari Belanda sangat
besar mengingat kelompok produk impor tersebut belum mampu di
produksi di dalam negeri. Melakukan importasi dari Belanda dirasakan
lebih menguntungkan jika dibandingkan impor dari negara lain untuk
porduk sejenis karena kualitas dan harganya yang lebih kompetitif
disertai dengan pelayanan purna jual yang memuaskan. Belanda,
disamping mensuplai kelompok produk tersebut ke Indonesia juga
menjualnya ke beberapa Negara di Asia Tenggara lainnya seperti
Philipina. Malaysia, Thailand, Vietnam dan Kambodia. Adapun
kelompok komoditi lain yang banyak diminati dan diimpor oleh
Indonesia adalah waste and scrap paper, electrical apparatus for line
telephone and telegraph, food preparations, milk and cream dan
beaty and make-up preparations . Kelompok produk ini masih diimpor
oleh Indonesia karena belum sepenuhnya tersedia secara mencukupi
didalam negeri sehingga harus dilakukan importasi untuk menjamin
kelangsungan pembuatan produk akhir baik untuk tujuan pasar dalam
negeri maupun ekspor.
III. Peraturan dan Kebijakan
Peraturan dan kebijakan perdagangan senantiasa mengacu pada
regulasi/ketentuan Uni Eropa, WTO dan Kebijakan Pemerintah
Belanda sendiri. Kebijakan tersebut tidak saling bertabrakan dan
tumpang tindih tetapi justru saling melengkapi dan mendukung satu
8
sama liannya. Kebijakan Perdagangan Belanda secara jelas tertuang
dan tercakup dalam Kebijakan Hubungan Ekonomi Internasional
Belanda yang mencakup beberapa hal antara lain :
a. Memelihara hubungan diplomatik ekonomi yang baik dengan
negara-negara yang memiliki pasar yang relevan bagi Belanda.
Untuk meningkatkan hubungan diplomatik ekonomi Pemerintah
Belanda senantiasa mengadakan komunikasi/kontak secara rutin
dengan pihak-pihak instansi Pemerintah terkait baik di dalam
maupun di luar negeri, menciptakan persyaratan-persyaratan
dasar yang saling menguntungkan dalam bersaing di bidang
perdagangan internasional dan berusaha mencari jalan keluar
terhadap hambatan yang dihadapi oleh dunia usaha.
Dalam melaksanakan kegiatan ini instrumen yang diperlukan
adalah :
• Intervensi dari pejabat yang berwenang, staf pejabat
tinggi dan jaringan perwakilan;
• Membangun dan memelihara jaringan dengan pihak
publik melalui hubungan bilateral dan multilateral;
• Menangani hambatan yang dihadapi oleh perusahaan
Belanda di dalam dan luar Eropa secara proaktif dan
struktural dengan jalan “Crash Team”;
Adapun sasaran yang diharapkan dari kebijakan ini adalah
pemerintahan dan pembentukan opini internasional serta
perusahaan-perusahaan Belanda.
b. Melanjutkan kelancaran hubungan perdagangan internasional
dan investasi serta memperkuat tatanan hukum ekonomi
internasional.
Alasan dasar Belanda mengadopsi kebijakan ini adalah untuk
memperbaiki cara kerja pasar internasional sehingga pengusaha
9
dan konsumen dapat memanfaatkan potensi perkembangan
ekonomi secara optimal. Menteri Ekonomi bertanggung jawab atas
kebijaksanaan ekonomi luar negeri termasuk kebijaksanaan
perdagangan baik dalam kaitannya dengan UE maupun dengan
WTO.
Instrumen yang digunakan untuk mewujudkannya adalah melalui :
• Perundingan baik dalam kerangka UE maupun WTO.
• Perjanjian Perlindungan Investasi (IBO = Investerings
Beschermings Overeenkomsten);
• Pemeriksaan terhadap arus perdagangan barang-barang
strategis.
Kelompok sasaran yang diinginkan adalah pemerintahan di UE,
OECD, Negara-negara anggota WTO, badan-badan/instansi yang
relevan, perusahaan Belanda yang beroperasi secara international
dan NGO.
c. Memajukan business Internasionaal
Kebijakan ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan daya
saing perusahaan Belanda baik yang sudah maupun yang akan
didirikan.
Instrumen yang biasa ditempuh adalah melalui :
Pengiriman misi-misi perusahaan-perusahaan dari dan
ke luar negeri.
Pembuatan paket basis untuk pengusaha yang
mencakup :
• Penerangan umum, penerusan pengetahuan dan
promosi melalui The Agency for International
Business and Cooperation (EVD = Export
Voorlichting Dienst);
• Jasa ekonomi kepada pengusaha-pengusaha di
luar negeri melalui jaringan perwakilan
10
internasional Belanda (Kedutaan Besar, Konsulat
Jenderal dan Nederlands Business Support
Offices) yang kesemuanya dibawah arahan dari
kantor pusat Kementerian Perekonomian.
• Saran yang memadai untuk keperluan
pembentukan strategi internasional dan studi
kelayakan;
• Komponen Internasional dalam pengaturan pasar
kapital yang baru akan dikembangka.
Program pasar-pasar baru dengan thema ”Berdagang
Internasional” yaitu dengan memberikan bantuan
pendanaan investasi awal.
Instrument pendanaan lainnya melalui Program
Pengiriman Manager (PUM = Programma Uitzending
Managers); Asuransi dari Transaksi Ekspor ke
Timur Tengah dan Eropa Timur (SENO = Verzekering
van exporttransacties naar Midden- en Oost-Europa) +
Garansi Fasilitas Pasar Baru (GOM = Garantiefaciliteit
Opkomende Markten).
Kelompok sasaran dari kebijakan ini adalah kalangan dunia
usaha Belanda.
d. Memajukan investasi perusahaan asing.
Latar belakang pemberlakuan kebijakan ini adalah untuk
memberikan sumbangan kepada perkembangan ekonomi
Belanda dan perkembangan produktivitas, kesempatan
bekerja dan daya inovasi.
Instrumen yang dipakai untuk menunjang kebijakan ini
adalah :
• Supplementary-instrumen pengetahuan dan Infrastruktur;
11
• Jaringan Komisariat Penanaman Modal Asing di Belanda
(CBIN = Commissariat Buitenlandse Investeringen in
Nederland);
• Penelitian permanen terhadap posisi klimaks investasi
Belanda;
• Jaringan relasi (partner regional, Netherlands Distribution
Land (NDL = Nederland Distributieland), Departemen
lainnya, antara lain Dinas Imigrasi dan Naturalisasi serta
Kementerian Keuangan).
Kelompok sasaran yang diharapkan dari kebijakan ini adalah
perusahaan-perusahaan asing yang berminat untuk menetap
di North West Europe, dimana Belanda menjadi salah satu
pilihannya.
IV. Tata Cara Impor dan Hukum Bisnis
Sebagai salah satu negara dagang yang maju didaratan Eropa, tata
cara dan mekainsme berniaga dengan Belanda hampir sama dengan
cara berdagangan dengan negara anggota Uni Eropa lainnya.
Transaksi perdagangan (ekspor dan impor) dapat dilakukan secara
langsung”face to face” empat mata antara eksportir dan importir
sehingga cara ini sangat pendek. Tetapi transaksi dagang dapat juga
dilakukan melalui perantara (mediator) atau broker sehingga
menambah mata rantai. Keuntungannya dengan cara ini pihak
eksportir/importir tidak bersusah payah melakukan pendekatan tau
korespondensi secara intensif karena semuanya dilakukan oleh
perantara, namun tentu saja karena mata rantai tambah panjang
akan menambah juga biaya atau meningkatkan harga barang yang
diperdagangkan tersebut. Belanda selama ini dikenal sebagai negara
yang patuh kepada hukum dan sangat memegang prinsip dagang
yang jujur, konsisten dan konskuen terhadap hukum dan persetujuan
12
yang telah ditandatangani dan disepakati bersama oleh kedua belah
pihak (penjual/eksportir dan pembeli/importir). Oleh karena itu
adalah suatu hal yang sangat prinsip bagi para pengusaha Belanda
apabila telah menyetujui kontrak dagang. Pengusaha/importir Belanda
akan patuh dan konsisten terhadap persetujuan tersebut sehingga
jika penjual/eksportir tidak dapat memenuhi butir-butir kesepakatan
yang telah mereka tandatangani, maka tidak segan-segan mereka
akan mengajukan klaim/gugutan atas ketidakkonsistenan yang
dilakukan oleh penjual/eksportir karena dianggap tidak jujur dan
merugikan pembeli/importir. Misalnya pihak eksportir Indonesia dan
importir Belanda telah menyepakati dan menandatangani kontrak
dagang bahwa importir Belanda ingin membeli CPO dari Indonesia
sebesar 100.000 mbu untuk penyerahan per 15 Nopember 2008.
Namun sampai pada tanggal jatuh temponya produk yang dipesan
tersebut belum tiba dan ternyata datangnya produk tersebut
terlambat beberapa minggu. Atas kejadian ini dapat dipastikan pihak
pembeli akan mengajukan klaim terhadap keterlambatan
pemyampaian produk tersebut kepada penjual secara perdata. Jadi
hukum bisnis di Belanda sangat ketat, namun sepanjang segala
sesuatunya dapat diantisipasi secara cermat keketatan hukum bisnis
tersebut sebenarnya merupakan sebuah pembelajaran yang sangat
berharga dan bermanfaat bagi para pengusaha Indonesia yang ingin
sukses melakukan bisnis dengan partnernya di Belanda. Adapun tata
cara impor produk dari Belanda tidaklah sulit karena Belanda
menganut perdagangan terbuka dan bebas. Negara manapun bebas
mengimpor berbagai macam produk dari Belanda dengan prosedur
dan tata cara impor yang lazim sesuai dengan ketentuan WTO.
Berikut ini beberapa contoh kasus sengketa dagang sebagai akibat
kurang pahamnya para pengusaha Indonesia terhadap hukum bisnis
di Belanda, antara lain :
Selama tahun 2007, terdapat (dua) kasus sengketa dagang antara
perusahaan dan pelaku usaha warga negara Indonesia dengan
13
perusahaan dan pelaku usaha warga negara Belanda yang telah
melakukan transaksi dagang sejak beberapa tahun yang lalu, namun
kemudian timbul masalah karena masing-masing pihak mengingkari
janji sebagaimana tercantum dalam kontrak dagang yang telah
ditandatangani bersama. Kedua kasus sengketa dagang tersebut
adalah kasus sengketa dagang produk furniture antara CV. Istana Jati
Perkasa, Indonesia dengan Van Cranenbroek BV, Belanda serta kasus
sengketa dagang produk coconut powder antara PT. Segar Sari
Husada, Indonesia dengan Stolp International BV, Belanda. Kami
berpendapat bahwa kedua kasus tersebut harus segera ditangani dan
diselesaikan secara tuntas untuk menghindari adanya „bad image“
tentang Indonesia di mata pengusaha dari negara mitra dagang.
a. Kasus Sengketa Dagang antara Cv. Istana Jati Perkasa, Jepara-
Jateng, Indonesia dengan VanCranenbroek ELC BV, Budel,
Belanda.
Kasus sengketa dagang ini mengemuka sebagai akibat produk
yang dikirimkan oleh eksportir Indonesia yaitu CV. Istana Jati
Perkasa yang beralamat di Jalan Bangsri Raya, Jepara, Jawa
Tengah kepada importir Belanda yaitu Van Cranenbroek CLC BV,
Belanda tidak sesuai dengan kulitas produk ya ng telah disepakati
dalam kontrak dagang. Walaupun alasan ketidaksesuaian kualitas
tersebut telah disampaikan kepada pihak importir yaitu karena
ketiadaan bahan baku yang prima sebagaimana yang terdahulu
dan alasan tersebut telah diterima oleh pihak importir, namun
pada kenyataannya pihak importir tetap tidak mau
membayar/melunasi outstanding payment sebesar Rp
920.000.000,- atas pengapalan barang yang telah dilakukan
sebelumnya.
Setelah diadakan pembicaraan secara intensif dan pendekatan
secara persuasif baik oleh pihak eksportir maupun KBRI Den Haag,
14
akhirnya diperoleh jawaban bahwa pihak importir memberikan
sinyal untuk menyelesaikan outstanding pembayaran yang belum
dilunasi. Setelah ditunggu beberapa waktu ternyata sinyal positif
tersebut tidak menjadi kenyataan bahkan pada saat dihubungi
yang bersangkutan tidak mengangkat dering telponnya. Namun hal
tersebut tidak membuat kita putus asa karena dengan sabarnya
kita selalu berusaha menghubungi setiap saat dan alhasil akhirnya
tilpon diangkat dan kita bisa berkomunikasi secara baik untuk
menanyakan kesediaan van Cranebroek melunasi sisa
pembayarannya.
Setelah bicara panjang lebar akhirnya disepakati bahwa pihak
importir akan segera melunasi apabila dia memperoleh bukti
pengapalan barang berupa 3 (tiga) invoice terlebih dahulu. Setelah
permintaan van Cranebroek dipenuhi, melalui e-mailnya yang
bersangkutan menyatakan bahwa dia tidak dapat melunasi sisanya
pembayaran karena ternyata barang (wooden furniture) tersebut
masih berada dalam stock dan belum laku terjual. Selanjutnya
apabila pihak CV. Istana Jati Perkasa memaksa untuk meminta
sisa pembayaran pada saat itu juga, maka pihak Van Cranebroek
bersedia membayarnya tetapi tidak sebesar jumlah tagihan karena
masih harus dikurangi dengan biaya ganti rugi dan garansi. Tetapi
pihak eksportir pada saat itu masih ngotot untuk memperoleh sisa
pembayaran secara penuh, namun pihak importir tetap hanya
bersedia membayar setelah dipotong ganti rugi dan garansi.
Karena kedua belah pihak masih belum sepakat tentang besarnya
jumlah sisa pembayaran sampai batas waktu tertentu, akhirnya
pihak importir tidak lagi memberikan kesanggupan untuk
membayar bahkan pada saat dihubungipun tidak ada jawaban
sama sekali dan sampai saat ini kasus tersebut masih terus
diusahakan jalan keluarnya.
15
b. Kasus Sengketa dagang antara PT. Sari Segar Husada (PT. SSH)
Jakarta, Indonesia dengan Stolp International BV,Bunschoten,
Belanda.
Sebagai pelaku usaha dibidang produksi coconut powder, PT Sari
Segar Husada telah lama merintis usahanya dengan melakukan
ekspor ke Belanda. Hal ini telah berlangsung cukup lama dan
sebagai mitra daganganya adalah Stolp International BV,
Bunschoten, Belanda dan selama kurun waktu itu pula tidak
pernah ada masalah apapun.
Namun satu kasus mulai muncul pada saat PT.SSH belum
menerima sisa pembayaran dari pengapalan/pengiriman barang
yang telah dilakukan, sementara pihak Stolp International tidak
bersedia melunasinya apabila order untuk termin berikutnya belum
dia terima sebagai kompensasi atas keterlambatan pengiriman
barang order sebelumnya. Walaupun telah dijelaskan alasan
keterlambatan karena faktor alam yaitu adanya musim kemarau
yang berkepanjangan sehingga pihak PT.SSH mengalami kesulitan
dalam memperoleh bahan baku dan kedua belah pihak telah saling
mensupport satu sama lain termasuk adjusting price ke dalam
sales contract karena harga kelapa terus mengalami peningkatan
sebesar 40%, tetapi belakangan diketahui bahwa pihak importir
tidak menepati kesepakatan sebagaimana tertera dalam kontrak
baru sehingga tetap saja menahan outstanding debt note sejak
pembayaran terakhir pada bulan Mei 2007 yang lalu.
Setelah dilakukan komunikasi secara intensif dan pendekatan
secara persuasif baik oleh eksportir sendiri maupun bantuan dari
KBRI Den Haag akhirnya pihak importir dapat menyetujui untuk
melunasi sisa pembayaran tetapi dengan persyaratan bahwa
pihaknya harus terlebih dahulu mendapatkan bukti berupa copy
invoice atas pengiriman barang yang telah dilakukan oleh eksportir
16
(PT.SSH). Namun dengn telah dipenuhi persyaratan tersebutpun
pembayaran tak kunjung dilunasi juga bahkan pihak importir
menyatakan bahwa pihaknya akan melunasi sisa pembayarannya
apabila sudah menerima pengiriman barang atas order tahap
berikutnya dengan sistem pembayaran CAD on Vessel Arrival with
presentations of documents langsung dialamatkan kepada Stolp
International BV. Sementara itu pihak PT. SSH merasa keberatan
untuk memenuhi peryaratan tersebut mengingat outstanding debt
note atas order yang lalu saja belum dilunasi kini malah minta
pengiriman barang atas order tahap berikutnya sehingga pihaknya
merasa dirugikan dua kali. Hal-hal inilah yang menjadikan
sengketa dagang antara kedua belah pihak belum menemui titik
temu yang saling menguntungkan (win win solution).
V. Data dan Trend Perdagangan
Total nilai perdagangan Indonesia-Belanda selama 5 tahun terakhir
(2003-2007) sebesar US$ 14,53 milyar dengan trend positif sebesar
11,08%. Dari total nilai perdagangan tersebut, Indonesia mampu
melakukan ekspor ke Belanda sebesar US$ 11,61 milyar sedangkan nilai
impornya hanya sebesar US$ 2,91 milyar. Dengan demikian neraca
perdagangan Indonesia-Belanda selama periode yang sama (2003-2007)
senantiasa menunjukkan surplus perdagangan bagi Indonesia yaitu
sebesar US$ 8,70 milyar atau rata-rata surplus perdagangan per
tahunnya sebesar US$ 1,74 milyar.
Khusus nilai perdagangan bilateral Belanda dengan Indonesia untuk
periode Januari-Desember 2007 mencapai US$ 3.819,20 juta atau naik
19,84% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2005 sebesar
US$ 3.186,89 juta. Peningkatan total nilai perdagangan Indonesia
dengan Belanda ini disebabkan oleh adanya peningkatan transaksi
perdagangan baik di sisi ekspor maupun sisi impornya.
17
Disisi ekspor, selama periode 5 tahun tersebut trend eskpor Indonesia ke
Belanda menunjukkan angka yang positif sebesar 9,92%. Dan pada
tahun 2007 Indonesia mampu melakukan eksportasi ke Belanda sebesar
US$ 2.845,16 juta atau naik 8,30% jika dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2006 sebesar US$ 2.627,22 juta.
Berdasarkan realisasi nilai ekspor tahun 2007, maka terdapat 10
(sepuluh) jenis produk ekspor utama Indonesia ke Belanda yaitu :
1. Palm oil and its fractions not chemically modified senilai US$ 267,28
juta atau naik 2,53 % dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar US$
260,68 juta. Dengan demikian pada thun 2007 Indonesia menduduki
peringkat terbesar ke-dua dengan pangsa pasar sebesar 36,92%.
Posisi tersebut persis berada dibawah Malaysia sebagai negara
pengekpor terbesar pertama dengan nilai ekspor sebesar US$ 380,05
juta dengan pangsa sebesar 52,49%. Sedangkan negara pengekspor
utama lainnya yang menduduki peringkat terbesar ke-tiga sampai
dengan ke-lima sebagai pemasok pasar Belanda secara berturut-turut
adalah Jerman senilai US$ 13,61 juta (1,88%); Papua Nugini senilai
US$ 12,02 juta (1,66%); dan Thailand senilai US$ 5,81 juta (0,80%).
2. Authomatic data-processing machines and units thereof senilai US$
208,55 juta atau turun 15,39% dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar US$ 246,47 juta. Penurunan nilai ekspor tersebut terutama
disebabkan oleh semakin gencarnya promosi eskpor disertai dengan
berbagai kemudahan dari pemerintah negara-negara pesaing utama
Indonesia seperti China, Malaysia, Taiwan dan Thailand. Karena
penurunan tersebut, maka Indonesia hanya menduduki peringkat
terbesar ke-16 dengan pangsa pasar sebesar 1,09%. Posisi tersebut
berada jauh dibawah Thailand dengan nilai ekspor US$ 1.081,83 juta
(5,67%) dan Singapura dengan nilai US$ 659,77 juta (3,46%).
18
Adapun negara pengekpor utama ke Belanda yang menempati
peringkat terbesar pertama sampai ke-lima secara berturut-turut
diduduki oleh China senilai US$8.805,11 juta (46,17%); Inggris
senilai US$ 1.080,58 juta (5,67%); Amerika Serikat senilai US$
1.057,41 juta (5,54%); Malaysia senilai US$ 478,33 juta (2,51%);
dan Taiwan senilai US$ 416,66 juta (2,18%).
3. Coal senilai US$ 152,50 juta, turun cukup signifikan sebesar 35,85%
dibandingkan tahun 2006 yang mencapai US$ 237,72%. Penurunan in
disebabkan oleh adanya produksi dan ekspor secara besar-besaran
oleh beberapa negara produsen utama batubara seperti Taiwan,
Amerika Serikat dan China, Malaysia dan Inggris. Dengan demikian
Indonesia hanya menduduki peringkat terbesar ke-enam dengan
pangsa pasar sebesar 4,42%. Adapun negara pengekpor utama yang
menempati peringkat terbesar pertama sampai ke-lima secara
berturut-turut adalah Taiwan senilai US$767,56 juta (22,27%);
Amerika Serikat senilai US$ 724,22 juta (21,01%); China senilai US$
557,21 juta (16,17%); Malaysia senilai US$ 427,64 juta (12,41%);
dan Inggris senilai US$ 253,40 juta (7,35%).
4. Furniture and parts thereof senilai US$ 127,72 juta atau meningkat
sebesar 21,42% dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar US$
105,19 juta. Dengan nilai ekspor 2007 sebesar itu, maka Indonesia
menduduki peringkat terbesar ke-empat dengan pangsa pasar
sebesar 6,86%. Dengan posisi ini, maka untuk kawasan ASEAN
Indonesia menempati urutan pertama disusul Vietnam dengan nilai
ekspor sebesar US$ 44,98 juta (2,42%). Adapun negara pengekspor
utama lainnya yang menempati peringkat terbesar pertama sampai
dengan ke-tiga secara berturut-turut adalah Jerman senilai US$
580,73 juta (31,21%); Belgia senilai US$ 360,47 juta (19,37%); dan
China senilai US$ 295,81 juta (15,90%).
19
5. Coconut ”copra” senilai US$ 174,51 juta atau meningkat secara
signifikan sebesar 68,77% dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar
US$ 103,40 juta. Dengan prestasi tersebut, maka Indonesia
menempati peringkat terbesar pertama dengan pangsa pasar sebesar
47,09%. Secara berturut-turut negara pengekspor utama lainnya
yang menempati peringkat terbesar ke-dua sampai dengan ke-lima
adalah : Philipina dengan nilai ekspor sebesar US$ 131,69 juta
(35,53%); Malaysia senilai US$ 26,28 juta (7,09%); Thailand senilai
US$ 7,97 juta (2,15%); dan Papua Nugini senilai US$ 7,33 juta
(1,98%).
6. Flat-rolled products of iron or non-alloy steel senilai US$ 75,73 juta
atau turun sebesar 23,71%. Penurunan ini terutama disebabkan oleh
semakin ketatnya persaingan dari beberapa negara maju seperti
Jerman, Belgia dan Inggris yang mampu memproduksi dengan
kualitas yang prima dan harga yang kompetitif. Namun demikian
Indonesia masih mampu menempati peringkat terbesar ke-empat
dengan pangsa pasar sebesar 5,08% yang berarti berada satu tingkat
diatas Perancis yang berada pada peringkat terbesar ke-lima dengan
nilai ekspor sebesar US$ 46,66 juta dan pangsa pasar sebesar 3,13%.
Adapun negara pengekspor utama lainnya yang menempati peringkat
terbesar pertama sampai ke-tiga secara berturut-turut adalah :
Jerman senilai US$ 497,62 juta (33,37%); Belgia senilai US$ 343,51
juta (23,70%); dan Inggris senilai US$ 131,73 juta (8,83%).
7. Printing Machinery used for printing by means of the printing type
senilai US$ 116,43 juta atau meningkat secara fantastis sebesar
265.845,46% dibandingkan dengan tahun 2006 yang hanya mencapai
US$ 45 ribu. Namun demikian pangsa pasarnya masih relatif rendah
yaitu hanya 1,09% sehingga di pasar Belanda hanya menempati
peringkat ke-enambelas setelah Singapura (urutan ke-6), Malaysia
(urutan ke-9), dan Thailand (urutan ke-120). Negara-negara lain
yang menduduki peringkat terbesar pertama sampai dengan ke-lima
20
secara berurutan adalah : China senilai US$ 2.656,66 juta (24,31%);
Jepang senilai US$ 2.368,54 juta (21,68%); Jerman senilai US$
1.080,78 juta (9,89%); Perancis senilai US$ 728,15 juta (6,66%);
dan Amerika Serikat senilai US$ 691,28 juta (6,33%).
8. Transmission Apparatus for Radio-Telephony or Radio-Telegraphy
mencapai nilai US$ 86.78 juta atau meningkat 39,25% dibandingkan
dengan tahun 2006 sebesar US$ 62,32 juta. Dengan nilai eskpor
tersebut, maka pada tahun 2007 peringkat Indonesia menempati
urutan terbesar ke-tujuh walaupun prosentase peningkatannya paling
tinggi, namun dua negara anggota ASEAN masing-masing Thailand se
nilai US$ 266,44 juta (urutan terbesar ke-tiga) dan Malaysia senilai
US$ 107,29 juta (urutan terbesar ke-lima) berada diatas peringkat
Indonesia. Tiga negara pengekspor terbesar lainnya adalah China
senilai US$ 963,97 juta pada urutan terbesar pertama disusul oleh
Jepang dengan nilai US$ 723,04 juta pada urutan terbesar kedua dan
Inggris dengan nilai US$ 126,49 juta berada pada peringkat terbesar
ke-empat di pasar Belanda.
9. Unwrought tin senilai US$ 243,75 juta atau naik secara signifikan
sebesar 154,57% dibandingkan tahun 2006 sebesar US$ 95,75 juta.
Dengan nilai eskpor tahun 2007 tersebut, maka pantaslah Indonesia
menempati peringkat terbesar pertama dengan pangsa pasar sebesar
48,33%. Adapun negara pengekspor utama lainnya yang menempati
urutan terbesar berikutnya dari ke-dua sampai dengan ke-lima
masing-masing adalah : Peru senilai US$ 86,87 juta (17,22%);
Inggris senilai US$38,77 juta (7,69%); Thailand senilai US$ 24,53
juta (4,86%); dan Singapura senilai US$ 13,63 juta (2,70%).
10. Wood senilai US$ 83,40 juta atau turun sebesar 8,86%
dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar US$91,50 juta. Penurunan
ini disebabkab oleh beberapa faktor antara lain semakin terbatasnya
21
kapasitas produksi dalam negeri dan semakin ketatnya persyaratan
lingkungan terhadap kayu dari daerah tropis. Walaupun nilai ekspor
tahun 2007 turun tetapi Indonesia masih menempati peringkat
terbesar pertama dengan pangsa pasar sebesar 30,65%. Adapun
negara pengekspor utama lainnya yang menempati peringkat terbesar
ke-dua sampai dengan ke-lima secara berturut-turut adalah : Brazil
senilai US$ 64,28 juta (23,63%); Malaysia senilai US$ 30,01 juta
(11,03%); China senilai US$ 18,99 juta (6,98%); dan Belgia senilai
US$ 18,72 juta (6,88%).
Sedangkan 10 jenis produk ekspor potensial Indonesia ke Belanda
pada tahun 2007 adalah :
1. Footwear with outer soles of rubber mencapai nilai US$ 61,53 juta
atau menurun 15,00% dibandingkan dengan tahun 2006 yang
mencapai nilai sebesar US$ 72,39 juta.
2. Builder’s joinery and carpentry senilai US$ 67,06 juta atau turun
6,88% dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai nilai
ekspor sebesar US$ 72,02 juta.
3. Seats, whether or not convertible into beds and parts thereof
mencapai nilai US$ 55,76 juta atau meningkat 21,29 dibandingkan
dengan tahun 2006 sebesar US$ 45,97 juta.
4. Oxygen-function amino-compounds mencapai nilai US$ 49,04 juta,
meurun cukup signifikan sebesar 23,02% dibandingkan dengan
niali ekspor tahun sebelumnya sebesar US$ 63,71 juta.
5. Oil cake and other solid residues, whether or not ground, nilai
ekspornya meningkat secara mengesankan sebesar 48,82% yaitu
dari US$ 32,53 juta pada tahun 2006 menjadi US$ 48,41 juta pada
tahun 2007.
22
6. Sebaliknya nilai ekspor dari Video recording or reproducing
apparatus mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar
36,90% yaitu dari US$ 69,71 juta pada tahun 2006 menjadi hanya
US$ 43,98 juta.
7. Begitu juga dengan nilai ekspor untuk Industrial monocarbocylic,
acid oils from refinery mengalami penurunan sebesar 33,81%
yaitu dari US$ 53,98 juta pada tahun 2006 menjadi hanya US$
35,73 juta saja pada tahun 2007.
8. Untuk produk ekspor Television receivers, including video monitors
and video projectors menunjukkan sedikit peningkatan sebesar
4,79% yaitu dari US$ 29,69 juta pada tahun 2006 naik menjadi
US$ 31,12 juta pada tahun 2007.
9. Jerseys, pullovers, cardigans, waistcoats and similar articles, nilai
ekspornya turun secara drastis sebesar 41,07% yaitu dari sebesar
US$ 52,02 juta pada tahun 2006 menjadi hanya sebesar US$30,66
juta pada tahun 2007.
10.Chemical wood pulp, soda or sulphate (excluding dissolving
grades), menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar
35,58% yaitu dari hanya US$ 21,75 juta pada tahun 2006 naik
menjadi US$ 29,49 juta pada tahun 2007.
Faktor-faktor penyebab naiknya nilai ekspor beberapa produk ekspor
utama seperti unwrought tin, coconut ”copra” , furniture, printing
machinery dan transmission apparatus terutama karena meningkatnya
permintaan pasar dan semakin kompetitifya harga produk ekspor
tersebut dibandingkan dengan harga produk-produk sejenis dari negara
lain serta semakin meroketnya harga beberapa produk primer di pasar
internasional dimana Indonesia menjadi salah satu pengekspor
utamanya seperti : unwrought tin, coconut ”copra” dan nutmeg.
Sedangkan untuk produk potensial yang mengalami kenaikan nilai
23
ekspornya seperti: seats, oil cake dan chemical wood pulp terutama
disebabkan oleh semakin membaiknya kualitas produk ekspor tersebut
dan harganya sangat kompetitif sehingga pasar lebih memilih impor dari
Indonesia dari pada mengimpor dari negara lain yang dirasakan lebih
mahal dengan mutu yang lebih rendah.
Sedangkan dari sisi impor, diketahui bahwa nilai Indonesia dari Belanda
selama periode 5 tahun menunjukkan kecenderungan yang positif
sebesar 14,79%. Dan pada tahun 2007 nilainya mencapai US$ 974,05
juta yang berarti menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan
sebesar 74,04% dibandingkan dengan nilai impor tahun 2006 sebesar
US$ 559,66 juta.
Namun demikian, peningkatan nilai impor Indonesia dari Belanda
tersebut sebenarnya tidak serta merta menunjukkan sesuatu yang
negatif, tetapi peningkatan impor tersebut justru menunjukkan sesuatu
yang positif karena sebagian besar tersebut berupa impor mesin-mesin
dan bahan baku yang sangat dibutuhkan dan digunakan oleh industri
dalam negeri yang menghasilkan produk-produk untuk tujuan ekspor.
Jadi komposisi impornya sebagain besar masih berupa bahan baku dan
barang modal yang memang belum dapat diproduksi di dalam negeri.
Dan yang lebih penting adalah bahwa kenaikan impor tersebut
berkaiatan erat dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian
nasional yang ditandai dengan menggeliatnya sektor riil, semakin
meningkatnya investasi dan kegiatan ekonomi lainnya. Dengan demikian
kenaikan impor tersebut tidak perlu terlalu dirisaukan mengingat gejala
ini juga berlaku umum di beberapa negara pesaing karena permintaan
yang meningkat dari industri dalam negerinya.
Belanda dijadikan sebagai pintu gerbang utama bagi Indonesia untuk
memasarkan berbagai macam produk non migas ekspor terutama dalam
memasuki pasar Uni Eropa. Dari berbagai jenis produk ekspor utama
Indonesia yang dieskpor ke Belanda tersebut, Crude Palm Oil (CPO)
24
merupakan salah satu produk impor yang paling favourite karena
nilainya yang besar. Bagi Indonesia ekspor CPO ke Belanda menempati
peringkat pertama dalam perolehan devisa dari sector ekspor non migas
selama 3 tahun terakhir (2005-2007). Pada tahun 2007, nilai ekspor CPO
ke Belanda sebesar US$ 267,28 juta atau meningkat 2,53%
dibandingkan tahun 2006 sebesar US$ 260,68 juta. Walaupun beberapa
bulan terakhir harga CPO di pasar dunia menunjukkan kecenderungan
yang menurun sejalan dengan menurunnya harga minyak dunia, namun
nampak jelas bahwa nilai ekspor CPO Indonesia ke Belanda pada
semester I (Januari-Juni) 2008 masih tetap tinggi yaitu mencapai US$
144,64 juta atau naik 35,07% dibandingkan periode yang sama tahun
2007 sebesar US$ 107,09 juta. Dengan demikian peluang ekspor CPO
dan kelompok produk lainnya dari Indonesia ke Belanda masih sangat
besar mengingat CPO tersebut hanya diproduksi dan dipasok oleh
beberapa Negara saja. Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya
permintaan yang meningkat karena kebutuhan CPO di Belanda dan
beberapa Negara anggota Uni Eropa lainnya juga semakin meningkat.
Dengan kondisi seperti ini maka diprediksi bahwa baik nilai maupun
volume eskpor CPO ke Belanda akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah permintaannya.
VI. Selera Konsumen
Sebagaimana masyarakat Eropa pada umumnya, selera masyarakat
Belanda sangat tinggi dalam artian mereka sangat menyukai jenis
produk yang memiliki kriteria kombinasi antara dinamis, praktis dan
ekonomis tetapi ramah lingkungan. Begitu juga dengan desain
produk, konsumen Belanda sangat menyenangi desain produk yang
mengandung unsur atraktif dan modis dengan tujuan agar mereka
bisa selalu mengikuti perkembangan jaman (up to date).
Sedangkan di bidang packaging dan warna, konsumen Belanda sangat
menyukai packaging yang aman, kuat dan tahan lama sehingga
25
produk yang dikemas tidak rusak sampai di tempat tujuan akhir.
Masyarakat Belanda sangat menyenagi warna-warna yang cerah
seperti orange, biru, merah dan putih. Hal ini barangkali didasari
bahwa orang Belanda sebenarnya termasuk orang yang melankolis
dan mesra dalam pergaulannya sehingga sangat apresiatif apabila
pada momen tertentu mereka menerima ucapan selamat dan
menerima setangakai bunga sebagai tanda/ungkapan cinta kasih atau
persahabatan yang sejati.
VII. Peluang dan Tantangan bagi Indonesia
Pangsa pasar produk ekspor non migas Indonesia di Belanda masih
dibawah 1% yaitu hanya 0,63%. Jika dibandingkan dengan pangsa
pasar beberapa Negara pesaing dari Asia di Belanda seperti RRC
sebesar 8,86%, Malaysia sebesar 1,75%, Thailand sebesar0,85% dan
Philipina yang mencapai 0,66%, maka pangsa pasar Indonesia di
Belanda masih sangat kecil dan sangat mungkin untuk ditingkatkan.
Dengan melakukan perbaikan di segala bidang baik yang menyangkut
konsistensi kualitas, ketepatan waktu penyerahan maupun kontinuitas
pemasokan produk kepada para pelanggannya di luar negeri
termasuk Belanda, maka dapat dikatakan bahwa peluang ekspor
produk non migas Indonesia masih besar dan sangat mungkin untuk
ditingkatkan secara optimal. Apalagi untuk ekspor CPO ke Belanda
pada tahun 2007, pangsa pasarnya menempati peringkat terbesar
kedua (39,92%) setelah Malaysia (52,49%) sangatlah mungkin suatu
saat pangsa pasar ekspor CPO Indonesia ke Belanda akan menggeser
Malaysia di tempat teratas dengan syarat Indonesia mampu
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit baik
melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit
karena memang masih tersedia lahan perkebunan yang luas,
sementara Malaysia saat ini sudah sangat terbatas areal perkebunan
kelapa sawitnya.
26
Walaupun peluang ekspor non migas Indonesia sangat besar, namun
tantangan yang dihadapi juga tidak ringan mengingat negara-negara
aggota Uni Eropa termasuk Belanda akhir-akhir ini sangat gencar
memberlakukan ketentuan yang ketat terhadap produk-produk impor
dari negara lain terutama yang berupa hambatan-hambatan non tarif
(non tariff bariers) yang dikaitkan dengan isu lingkungan hidup,
mempekerjakan anak dibawah umur, isu kesehatan, keamanan dan
keselamatan apabila produk tersebut di konsumsi oleh penduduknya.
Berikut ini beberapa contoh regulasi yang ditertibkan oleh Uni Eropa
yang secara otomatis berlaku juga di Belanda, yaitu :
• Commission Regulation (EC) No. 1881/2006 dated 19th December
2006.
Komisi Eropa pada tanggal Desember 2006 telah menerbitkan
Commission Regulation (EC) No. 1881/2006 tentang penetapan
batas maksimum jumlah kandungan tertentu pada produk makanan
(setting maximum levels for certain contaminants pn foodstuffs).
Peraturan ini mengamandemen ketentuan sebelumnya yaitu
Commission Regulation (EC) No. 461/2001 tertanggal 8 Maret 2001.
Peraturan baru tersebut berlaku efektif sejak diterbitkan di seluruh
Negara anggota Uni Eropa termasuk Belanda. Dengan pertauran
baru di bidang produk makanan ini diharapkan dapat segera
disebarluaskan kepada para pelaku usaha dan lembaga penguji
mutu keamanan produk makanan. Hal ini menjadi penting sekali
karena ketentuan kesehatan, keamanan dan keselematan serta
lingkungan terhadap produk makanan menjadi sangat ketat di
kawasan Uni Eropa.
Dengan demikian apabila produk makanan asal Indonesia yang
selama ini kurang memperhatikan ketentuan, maka diharapkan
sejak diterapkannya peraturan baru tersebut mulai melakukan
penyesuaian-penyesuaian agar produk makanan Indonesia yang
akan di ekspor ke Uni Eropa tidak mengalami kesulitan baik berupa
penahanan maupun penolakan. Karena apabila hal ini terjadi dan
27
menimpa komoditi ekspor kita, maka yang rugi tidak hanya para
pelaku usaha/eksportir tetapi juga image Indonesia di mata
internasional akan menjadi tidak baik. Oleh karena itu seleksi
internal perlu dilakukan secara lebih ketat baik oleh eksportir
produsen maupun lembaga pengujian mutu dan keamanan produk
makanan dalam negeri.
• Rapid Alert System for Food and Feed-Uni Eropa (RASFF-UE).
Selama tahun 2008, KBRI Den Haag Belanda telah menerima
beberapa copy notifikasi tentang Rapid Alert System for Food and
Feed (RASFF-UE) yang melibatkan eksportir Indonesia dan importir
Belanda karena terkait dengan kasus kandungan histamine pada
produk-produk perikanan dan kasus diisodecylphthalate (DIDP)
pada produk red curry paste Bali kitchen yang disinyalir sangat
berbahaya bagi kesehatan masyarakat apabila mereka
mengkonsumsinya.
a. Notifikasi RASFF-UE terkait dengan kasus histamine pada produk
“FrozenTuna Steaks (Thunnus Albacares)” asal Indonesia.
Notifikasi tersebut menginformasikan bahwa produk frozen steaks
yang diproduksi dan diekspor oleh PT. Dharma Fishing Industries
Tbk, Sulawesi Tenggara yang memiliki approval number. 254.23.B
dan diimpor oleh Sletten Norge AS (Norwegia) telah terbuki
mengandung histamine melebihi batas maksimum yang ditentukan
oleh Komisi Eropa (KE) yaitu 100 mg/kg.
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari market control yang
dilakukan oleh pihak otoritas diketahui bahwa terdapat 9 orang
yang mengalami keracunan histamine (histamine poisoning) yang
dicuriagi karena mereka telah mengkonsumsi frozen tuna steaks
yang mereka beli dari supermarket. Dari 23 samples yang diuji
dengan metoda 243 decision of histamine (labNett AS) dan ELISA
28
Histamine 204:85 (Analycen) ditemukan ada 6 samples produk
tuna steaks yang mengandung histamine masing-masing diatas
500 mg/kg. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di UE dengan
adanya temuan tersebut, maka seluruh produk tuna steaks
dilarang dijual dan dipasarkan serta terhadap produk tuna steaks
yang telah terlanjur beredar harus ditarik dari peredarannya
(banned from market). Adapun besarnya jumlah produk tuna
steaks asal Indonesia tersebut sebanyak 1.510 kantong atau
setara 11.762,8 kg.
Mengingat saat ini produk ekspor perikanan asal Indonesia sedang
menjadi perhatian serius dari pihak KE karena tyerkait kasus
tersebut, maka diharapkan adanya pembenahan di dalam negeri
baik terhadap laboratorium penguji mutu dan kesehatan maupun
pelaku usaha agar benar-benar mencermati peraturan KE tersebut
sehingga tidak mengganggu kinerja ekspor produk perikanan
Indonesia di masa mendatang.
b. Notifikasi RASFF-UE terkait dengan kasus histamine pada produk
”Canned Tuna In Oil” asal Indonesia.
Notifikasi ini menginformasikan bahwa produk canned tuna in oil
yang diproduksi dan diekspor oleh PT. Aneka Tuna Indonesia,
Pasuruan, Jawa Timur yang memiliki approval number. 138.13.B/C
dan diimpor oleh Linda Lebensmittel Handels GmbH (Jerman) telah
terbukti mengandung histamine yang melebihi ambang batas
maksimum yang ditentukan oleh KE yaitu sebesar 100mg/kg.
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari border control dan
pengujian yang dilakukan oleh Institur fur Hygiene und Umwlt
hamburg terhadap 9 samples diketahui bahwa 4 diantaranya
mengandung histamine masing-masing sebesar 385 mg/kg, 382
mg/kg, 382 mg/kg dan 367 mg/kg.
29
Dengan hasil temuan tersebut, maka seluruh produk canned tunai
in oil dilarang untuk dijual dan dipasarkan dan ditarik dari
peredaran terhadap produk yang telah terlanjur beredar.
Adapun jumlah impor asal Indonesia tersebut sebesar 1.595 karton
atau setara 16.317 kg. Selain Indonesia, negara lain yang
mendapatkan notifikasi yang sama untuk produk perikanan adalah
Spanyol, tetapi tidak terhadap negara pesaing utama Indonesia
seperti Tailand, Philipina dan Vietnam.
Berdasarkan fakta tersebut diatas perlu kiranya upaya yang konkrit
untuk menangani masalah ini secara tuntas, karena sesama
negara penghasil dan pengekspor produk perikanan yang menjadi
kompetitor utama kita telah membenahinya secara serius terbukti
semakin berkurangnya kasus serupa di negara-negara tersebut.
c. Notifikasi RASFF-UE terkait dengan kasus Diisodecylphthalate
(DIDP) pada produk ”Red Curry Paste Bali Kitchen” asal Indonesia.
Notifikasi ini menginformasikan produk red curry paste Bali kitchen
yang diproduksi dan diekspor oleh PT. Boga Karunia Dwitunggal,
Kompleks Duta Mas Plaza Blok F No.5 Tangerang, Indonesia yang
diimpor oleh Scanesia AS, nornevelen 6, 1349 Rykkin terbukti
mengandung Diisodecylphthalate (DIDP) melebihi batas maksimum
yang ditetapkan oleh KE melalui regulasi nomor EC 1935/2005.
Temuan tersebut diperoleh melalui market control dan pengujian
yang dilakukan oleh Kantonales Labor Zurich dimana diketemukan
adanya kandungan DIDP sebanyak 305 mg/kg pada setiap
gelasnya. Atas dasar temuan tersebut, maka seluruh produk
dilarang dijual dan dipasarkan serta produk yang telah terlanjur
dipasarkan harus ditarik dari peredarannya (banned from market).
Informasi tentang penarikan produk tersebut dari peredarannya
dapat dilakukan melalui internet. Adapun besarnya kiriman yang
30
berasal dari Indonesia tersebut adalah sebanyak 25 karton dimana
masing-masing karton berisi 24 gelas.
Kasus ini memang merupakan kasus yang pertama bagi PT. Boga
Karunia Dwitunggal, namun bukan berarti tidak akan terjadi lagi di
masa yang akan datang apabila secara dini tidak segera dilakukan
langkah-langkah antisipasi mengingat ketentuan KE di bidang
pengawasan mutu dan kesehatan panmgan semakin ketat seiring
dengan tuntungan masyarakat setempat yang semakin
mengutamakan kesehatan dan keamanan.
VIII. Upaya yang dilakukan oleh Negara Pesaing
Melihat potensi pasar Belanda yang sangat besar dan terus
berkembang, maka tidaklah mengherankan apabila beberapa
negara pesaing utama Indonesia dari kawasan Asia seperti China,
Korea Selatan, India, Taiwan, Malaysia dan Thailand sangat
agresif dalam menerobos pasar Belanda terutama untuk
memasarkan produk-produk mereka yang masih baru diluar CPO
ke pasar Belanda. Strategi yang sering mereka terapkan adalah
selalu mengikuti secara aktif pada setiap pameran dagang yang
digelar oleh Belanda baik yang berskala kecil, menengah maupun
besar sekalipun dengan menampilkan atau memperkenalkan
produk-produk baru dan dengan kemasan yang sangat atraktif. Di
samping itu strategi lain yang sering mereka sering juga terapkan
adalah dengan menitipkan produk yang baru tersebut disertai
penjelasan yang sangat informaif atas produk tersebut di beberapa
yang banyak dikunjugi orang antara lain : hotel, super market dan
toko-toko.
Para pesaing Indonesia selalu menyediakan contoh-contoh barang
dalam jumlah yang mencukupi dan untuk dapat dicoba secara
gratis oleh para pengunjung atau pelanggan yang datang ke
31
tempat tersebut. Dengan cara demikian akan tercipta opini yang
sangat impresif di hati para pengunjung sehingga dapt
menstimulasi mereka untuk mencoba dan mencoba lagi dan
akhirnya memutuskan untuk membeli dan menjadi pelanggan
tetapnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila mereka
mengumumkan untuk mengedarkan produk yang baru, maka
dalam waktu yang tidak terlalu lama produk baru tersebut sudah
dikenal dan langsung diserbu oleh para pelanggannya.
IX. Upaya dan Kiat Penetrasi dan Perluasan Pasar Ekspor
Beberapa upaya dan kiat yang telah ditempuh untuk meningkatkan
penerobosan dan perluasan pasar produk eskpor Indonesiaantara lain
melalui beberapa kegiatan antara lain : misi dagang, partisipasi dalam
pameran dagang (Festival Tong Tong, International Horti Fair, Pasar
Malam Istimewa dsb), penyampaian inquiries (baik ”offer to sell”
maupun ”offer to buy”) kepada pengusaha yang tepat, business
meeting, kerjasama dengan instansi terkait (kadin dan asosiasi)
dalam hal pertukaran informasi dan peluang perdagangan, dan
mengusahakan untuk mendapatkan bantuan peningkatan ”Capacity
Building” bagi para pelaku usaha dan pegawai pemerintah yang
bertugas dibidang perdagangan (telah disetujui oleh Pemerintah
Belanda grant dalam bentuk beasiswa melalui program S2 dan S3
sebanyak 33 bagi karyawan Departemen Perdagangan dibeberapa
universitas di Belanda) serta bantuan program pendidikan dan
pelatihan dibidang praktisi eskpor dan impor, manajemen pemasaran
dan promosi perdagangan dari CBI.
Dalam tahun 2007, kegiatan misi dagang baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun pengusaha Indonesia atau Belanda secara
khusus belum ada karena kedua belah pihak barangkali menganggap
bahwa para pengusaha dari kedua negara telah saling mengenal satu
sama lain. Kegiatan perdagangan antara kedua negarapun telah
32
berjalan ratusan tahun sehingga yang sering terjadi adalah one on
one meeting secara individu antara pengusaha Indonesia dan Belanda
secara informal. Namun demikian pada bulan Oktober 2007, delegasi
Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Asosiasi Bunga Indonesia
(Asbindo) melakukan kunjungan ke Belanda dalam rangka menghadiri
International Horti Fair di Amsterdam RAI dan melalukan Business
Meeting dengan para pengusaha bunga dari Belanda. Hasil yang
diperoleh antara lain telah disepakati dan ditandatangani 2 (dua)
Memorandum of Understanding (MOU) dalam pengadaan pembibitan
dan pemasaran bunga antara PT. Monfori Nusantara dari Indonesia
dan Schreurs BV dari Belanda serta antara PT. Monfori Nusantara dari
Indonesia dan Plant Marketing International Ltd dari Belanda.
Kemudian pada bulan Nopember 2007 Ibu Menteri Perdagangan
memimpin delegasi Indonesia pada pertemuan bilateral dalam rangka
The 19th Mix Commission di Den Haag, Belanda bersama –sama
dengan delegasi bergabung 15 pengusaha Indonesia di bidang
kerajinan tangan, aksesoris, kayu dan produk kayu, furnitur, coklat,
karet, bunga dan pengelolaan pelabuhan untuk melakukan pertemuan
dengan mitranya dari Belanda. Pada kesempatan tersebut dilakukan
juga company visit yaitu ke Sorbo Stores yang mendistribusikan
barang-barang keperluan rumah tangga keseluruh Belanda dan
negara tetangga terdekat. Dari kunjungan tersebut diperoleh hasil
bahwa pihak Sorbo menyatakan kesediaannya untuk menerima
produk-produk sejenis dari Indonesia sepanjang produk-produk
dimaksud memenuhi persyaratan mutu, harga, delivery dan
kontinuitas pasokan sehingga dapat menjam,in ketersediaan barang
sewaktu-waktu dibutuhkan oleh para pelanggan.
X. Isu-isu Terkini
Isu-isu terkini yang tengah menjadi berita hangat di kalangan
masyarakat Belanda dan masyarakat Uni Eropa (UE) antara lain :
33
Demonstrasi penolakan masuknya CPO ke daratan Eropa oleh kalangan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Green Peace dan LSM
lainnya. Penolakan tersebut dilakukan dengan alasan bahwa peningkatan
impor CPO oleh UE menyebabkan malapetaka besar bagi eksistensi
dengan segala isinya. Menurut pendapat LSM, peningkatan permintaan
CPO akan menyebabkan perluasan secara besar-besaran penanaman
kelapa sawit yang berarti pembabatan/pembakaran hutan secara
berlebihan. Akibatnya banyak satwa hutan yang kehilangan habitatnya
bahkan menemui ajalnya sehingga ekosistem hutan tidak seimbang lagi.
Selanjutnya fungsi hutan tropis sebagai paru-paru dunia, penahan air
hujan penyaring udara yang tekena polusi menjadi rusak dan musnah.
Apabila areal hutan tropis sudah semakin berkurang dan menyempit,
maka tinggal menunggu datangnya malapetaka baik berupa banjir,
tanah longsor atau bencana lain. Barangkali tidak semua hipotesa LSM
benar dan justru bisa dikategorikan sebagai salah satu ”Black Campaign”
karena dalam kenyataannya, Indonesia dalam mengembangkan
perkebunan kelapa sawit senantiasa keseimbangan ekosistem dan tanpa
harus menyebabkan kerusakan/pemusnahan binatang/satwa yang ada
didalamnya. Pengembangan penanaman kelapa sawit memanfaatkan
hutan tanaman industri yang selama kurang produktif serta
memberdayakan masyarakat sekitarnya dalam pengelolaan perkebunan
kelapa sawit tersebut. Indonesiapun tidak berniat untuk melakukan
perluasan perkebunan kelapa sawit di areal hutan lindung yang jelas-
jelas dilindungi oleh negara berdasarkan undang-undang sebagaimana
yang diberitakan di mass media.
Kebijakan tentang Biofuels Pemerintah Belanda tertuang dalam
Transport Biofuels Act 2007. Kebijakan ini mengacu pada Guideline
2003/30/EG (Biofuels Guideline) yang meminta negara anggota UE
berusaha secara memadai untuk meyakinkan bahwa biofuels secara
tersedia secara komersial untuk memenuhi sektor transportasi dengan
tujuan untuk mengurangi pembuangan gas emisi yang dapat
menyebabkan pencemaran udara. Disebutkan bahwa secara gradual
34
penggunaan biofuels harus mencapai prosentase tertentu sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan oleh masing-masing negara. Di Belanda
pada tahun 2007 penggunaan biofuels harus mencapai 2%, dan pada
tahun 2010 penggunaannya sudah harus meningkat menjadi 5,75%.
Gejolak harga minyak di pasar dunia yang menunjukkan kecenderungan
menurun dan ditambah dengan krisis keuangan global yang melanda
Amerika Serikat dan berimplikasi negatif terhadap bursa-bursa saham
utama dunia ikut mempengaruhi fluktuasi harga CPO di pasar dunia.
Walaupun demikian permintaan CPO Belanda dari Indonesia pada
semester I (Januari-Juni) 2008 tetap menunjukkan peningkatan sebesar
35,07 % yaitu dari senilai US$ 107,09 juta pada semester I 2007 naik
menjadi US$ 144,64 juta pada periode yang sama tahun 2008.