Pengolahan CPO

40
STUDI PABRIK PENGOLAH CPO MENJADI PRODUK ANTARA Oleh Dina Mardhatillah No. Mahasiswa 09.1056. MMP MAGISTER MANAGEMENT PERKEBUNAN

description

Tentang pertanian, kehutanan, perkebunan

Transcript of Pengolahan CPO

Page 1: Pengolahan CPO

STUDI PABRIK PENGOLAH CPO

MENJADI PRODUK ANTARA

Oleh

Dina Mardhatillah

No. Mahasiswa 09.1056. MMP

MAGISTER MANAGEMENT PERKEBUNAN

INSTITUT PERTANIAN STIPER

YOGYAKARTA

2010

Page 2: Pengolahan CPO

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika, didatangkan

ke Indonesia oleh pemerintah Hindia – Belanda pada tahun 1848. Perkebunan

kelapa sawit pertama kali dibangun di Indonesia pada tahun 1911 di daerah

Sumatera Utara dengan luas 5.123 Ha. Pada tahun 1957 pemerintah Indonesia

menasionalisasikan seluruh perkebunan swasta asing termasuk perkebunan kelapa

sawit menjadi perkebunan milik pemerintah. Perkembangan kelapa sawit secara

nyata dimulai pada tahun 1967 dengan luas 144.308 ha, hingga tahun 2009 luas

perkebunan sawit mencapai 7.125.331 juta ha, dengan total produksi CPO

16.091.500 juta ton per tahun.

Diperdagangan Internasional ekspor produk perkebunan sawit Indonesia

dalam bentuk; CPO dan produk turunan, yang dimaksud produk turunan dapat

berupa produk antara dan produk hilir. Pada periode tahun 2001 - 2005 ekspor

produk antara sebesar 21.552.000 juta ton sedangkan ekspor CPO sebesar

15.931.636 juta ton. Tetapi pada periode tahun 2006 - 2009 volume ekspor

produk antara lebih rendah sebesar 24.392.000 dibandingkan volume ekspor CPO

sebesar 29.285.841. Nuryanti (2008) mengatakan kenaikan pajak ekspor CPO dan

produk antara dari tahun 2006 sebesar (1,5%) menjadi (6,5%), hal ini mendorong

produsen CPO memproduksi dan mengekspor CPO bukan produk antara, hal ini

di karenakan kenaikan pajak ekspor akan meningkatkan biaya produksi yang

berdampak kepada pay back periode.

1

Page 3: Pengolahan CPO

Pada kenyataannya ekspor produk antara mempunyai nilai tambah yang

lebih besar dibandingkan ekspor CPO. Sugema (2007) mengatakan nilai tambah

produk CPO AS$ 458 per ton sedangkan nilai tambah produk antara AS$ 488 per

ton. Goenadi (2005) mengatakan jumlah pabrik fraksinasi CPO di Indonesia

hanya berjumlah 10 pabrik, dengan kapasitas terpasang 11 juta ton per tahun, dan

pabrik refinery di Indonesia berjumlah 46 pabrik, dengan kapasitas terpasang

masing-masing pabrik sebesar 10 juta ton per tahun (Soeharto, 2010).

Dari kenyataan diatas apakah rendahnya volume ekspor produk antara

dikarenakan pendirian pabrik pengolahan CPO menjadi produk antara

membutuhkan modal yang sangat besar untuk pembiayaan investasi dan

operasional, atau dibutuhkan sumberdaya manusia yang mampu menjalankan

manajemen serta menguasai teknologi pengolahan CPO menjadi produk antara,

atau apakah betul pajak ekspor membebani ekspor produk antara. Berdasarkan

permasalahan ini perlu dilakukan penelitian untuk memberikan informasi

investasi kebutuhan modal maupun kualifikasi sumberdaya manusia dalam

menjalankan manajemen.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui besarnya biaya investasi dan biaya operasional pabrik

pengolahan CPO menjadi produk antara

2. Mengetahui spesifikasi maupun kualifikasi sumberdaya manusia yang

diperlukan dalam menjalankan manajemen pabrik pengolahan CPO

menjadi produk antara pada tingkat top manajer sampai ke tingkat

pelaksana.

2

Page 4: Pengolahan CPO

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika,

didatangkan ke Indonesia oleh pemerintahan Hindia - Belanda pada tahun

1848 (Pahan, 2005). Saat ini kelapa sawit sebagai tanaman perkebunan

menjadi sumber penghasil devisa non-migas terbesar bagi Indonesia.

Tanaman kelapa sawit mulai dikembangkan oleh pemerintah pada tahun 1967.

Berdasarkan (Tabel 1), pada periode 1967 - 1978 sebagian besar perkebunan

kelapa sawit di miliki oleh perusahaan perkebunan, baik pemerintah sekitar

98,892 ha (68,5%), dan swasta sekitar 46,235 ha (32%). Pada periode tahun

1979 - 1989 total luas area perkebunan besar baik milik pemerintah maupun

swasta 144.308 ribu ha, selain itu terdapat perkebunan milik rakyat seluas

220.707 ha (32%). Pada periode 1990 - 2000 areal Perkebunan kelapa sawit

meningkat hingga 3.031.400 juta ha yang didominasi oleh perkebunan milik

swasta seluas 1.940.101 juta ha (64%) , kemudian disusul perkebunan milik

rakyat sebesar 874.920 ribu ha (28%) dan perkebunan milik pemerintah

215.879 ribu ha (8%). Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit telah

tercermin dari peningkatan areal perkebunan sawit, pada tahun 2009 total luas

pengembangan perkebunan sawit mencapai 2.411.896 juta ha dimana

1.729.430 juta ha (72%) di kuasai oleh perkebunan rakyat, kemudian disusul

oleh perkebunan swasta seluas 522.383 ribu ha (21%), dan yang terkecil

adalah perkebunan milik pemerintah seluas 151.063 ribu ha (7%).

3

Page 5: Pengolahan CPO

Peningkatan luas areal tersebut diikuti dengan peningkatan produksi

CPO sebagai berikut: Pada periode 1967 - 1978 produksi CPO terbesar di

hasilkan oleh perkebunan milik pemerintah sebanyak 228.71 ribu ton (97 %),

sedangkan perkebunan swasta hanya 5.905 ribu ton (3%). Pada periode tahun

1979 - 1989 produksi CPO sudah dihasilkan oleh perkebunan rakyat sebesar

182,929 ribu ton (15%), produksi CPO tertinggi masih dihasilkan oleh

perkebunan milik pemerintah sebesar 745.470 ribu ton (56%), dan swasta

sebanyak 395,315 ribu ton (29%). Pada periode 1990 - 2000 produksi CPO

tertinggi dihasilkan oleh perkebunan milik swasta sebesar 2.845.395 juta ton

(80%) sedangkan produksi CPO terendah dihasilkan dari perkebunan milik

pemerintah sebesar 186.789 ribu ton (5,2%). Pada periode tahun 2001 - 2009

produksi CPO dari perkebunan milik rakyat 3.512.123 juta ton (45%) hampir

menyamai volume produksi perkebunan swasta yaitu sebesar 3.542.765 juta

ton (46%).

Perkebunan sawit Indonesia pada periode 2001-2009 didominasi oleh

perkebunan rakyat sebesar (72%), tetapi produksi CPO perkebunan rakyat

hampir sama jumlahnya dengan perkebunan swasta yang luas perkebunannya

hanya sepertiga dari luas perkebunan rakyat. Kemungkinan perbedaan ini

disebabkan banyaknya tanaman sawit pada perkebunan rakyat yang belum

menghasilkan (TBM). Anonim ( 2006) mengatakan produksi CPO per hektar

rata-rata 2,15 ton. Pada perkebunan milik negara produksi CPO 2,77 ton/ha,

perkebunan milik swasta produksi CPO 1,87 ton/ha, dan perkebunan milik

rakyat produksi CPO hanya 1,8 ton/ha.

4

Page 6: Pengolahan CPO

Tabel 1: Penambahan luas lahan perkebunan sawit dan produksi CPO

Periode tahun

Luas areal (ha) Produksi CPO (ton)

Rakyat (ha) Pemerintah (ha) Swasta (ha) Total (ha) Rakyat (ton)Pemerintah (ton) Swasta (ton)

Total (ton)

1967-1978 0 98,892 (68,5%) 46,416 (32%) 144,308 0 228,710 (97%) 5,905 (3%) 234,615

1979-1989 220,707 (32%) 189,620 (26%) 302,262 (42%) 712,589 182,929 (15%) 745,470 (56%) 395,315 (29%) 1,323,814

1990-2000 847,920 (28%) 215,879 (8%) 1,940,101 (64%) 3,031,111 520,703 (14%) 186,798 (5,2%)2,845,395 (80%) 3,552,896

2001-2009 1,729,430 (72%) 151,063 (7%) 522,383 (21%) 2,411,8963,512,123 (45%) 640,140 (8,3%) 3,542,765(46%) 7,695,028

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009.

B. Proses pengolahan CPO menjadi produk antara

Proses pengolahan CPO menjadi produk antara merupakan tahapan

untuk menghasilkan produk-produk hilir seperti; minyak goreng, margarin,

shortening, cocoa butter, dan sabun. Proses yang dimaksud adalah refining

dan fraksinasi; yang akan menghasilkan produk seperti RBD olein, RBD

stearin, crude stearin, crude olein, dan DALMS sebagai produk samping

(Bailey, 1996). Produk ini disebut sebagai produk antara karena untuk dapat

di konsumsi masih membutuhkan pengolahan. Berdasarkan tahapan proses

dan produk yang dihasilkan ada tiga proses pengolahan;

a. Proses yang hanya melakukan refining, produk yang dihasilkan adalah

RBD palm oil dan produk samping berupa DALMS

b. Proses yang melakukan refining dan fraksinasi, produk yang dhasilkan

adalah RBD olein dan RBD stearin

c. Proses yang melakukan fraksinasi, produk yang dihasilkan adalah crude

olein, dan crude stearin.

5

Page 7: Pengolahan CPO

CPO (100%) Refining RBD Palm Oil (94%)

DALMS (5%)

CPO Fraksinasi Crude Strearin 20 %

Crude Olein 80%

Secara diagramatis masing-masing proses tersebut dapat dilihat pada

Gambar 1 sebagai berikut:

a.

b.

c.

Gambar 1: Hasil proses pengolahan CPO berdasarkan tahapan proses (Lubis, 1992).

Keterangan (a; proses refining, b; gabungan proses refining dan fraksinasi, c; proses fraksinasi

6

Fraksinasi RBD Palm Oil (94%)RefiningCPO

RBD stearin (21%)

RBD olein (73%)

DALMS (5%)

Page 8: Pengolahan CPO

Berikut ini adalah penjelasan prinsip masing-masing proses

pengolahan CPO berdasarkan tahapan proses menjadi produk antara.

1. Refining

Pada prinsipnya proses refining adalah menghilangkan kandungan

selain minyak dalam CPO seperti zat warna (pigmen), gum, senyawa odor,

dan asam lemak bebas. Pada proses refining ada tiga tahapan proses yaitu

Degumming, Bleaching, dan Steam Refining (Yussof, 2003). Masing-

masing tahapan proses tersebut adalah sebagai berikut:

a. Degumming

Tujuan degumming adalah menghilangkan gum (getah),

protein, residu karbohidrat, phospatida, dan air dalam CPO. Proses

degumming dilakukan dengan cara memanaskan minyak pada suhu

850C selama 15 menit dilanjutkan penambahan asam phospat 0,1-

0,4% (ortho posporit acid). Protein dan getah akan mengalami

koogulasi; sehingga perlu dilakukan proses pengendapan dan

pemisahan antara minyak dan koogulan (Yussof, 2003).

b. Bleaching

Tujuan bleaching adalah menghilangkan kotoran penyebab

pewarnaan minyak; seperti karotenoid, maupun pigmen lain (Frasser

and Frank, 1981 cit. Yussrof, 2003). Proses bleaching dilakukan

dengan cara penambahan lempung aktif sebanyak 1,0 - 2,0% dari

jumlah minyak dalam kondisi vakum 20mm Hg - 25mm Hg pada

7

Page 9: Pengolahan CPO

suhu 950C selama 1,5 jam dan diakhiri dengan proses filtrasi (Howes,

1993 cit. Yussof, 2003),

c. Steam Refining

Tujuan steam refining adalah menghilangkan asam lemak

bebas dan senyawa penyebab bau pada minyak. Proses steam refining

dilakukan dengan cara memanaskan minyak pada suhu 2400C -2700C

dalam kondisi vakum 2 – 5 mmHg (Corley, 2003). Penambahan alat

stripping yang akan mempermudah lepasnya senyawa volatile dalam

minyak (Yussof , 2003).

1. Fraksinasi

Tujuan fraksinasi adalah memisahkan fraksi cair (olein) dari

fraksi padat (stearin) (Yussof, 2003). Dalam prosesnya fraksinasi di

bagi menjadi tiga macam; fraksinasi kering, fraksinasi detergen, dan

fraksinasi menggunakan sovlen (Yussof, 2003). Fraksinasi kering lebih

banyak diterapkan di pabrik-pabrik pengolahan minyak karena lebih

efisien baik dari segi biaya maupun dari segi proses ( Wong et al., 1991

cit. Yussof, 2003).

Proses fraksinasi kering dilakukan dengan cara mendinginkan

minyak yang telah difraksinasi sehingga didapatkan fraksinasi olein

dengan nilai cloud point yang rendah dan mempunyai stabilitas yang

baik pada suhu dingin, kemudian dilanjutkan proses filtrasi untuk

memisahkan fraksi cair (olein) dari fraksi padat (stearin).

8

Page 10: Pengolahan CPO

Berdasarkan diagram alir pada Gambar 1(a,b,c), maka hasil

pengolahan CPO berdasarkan tahapan proses didapatkan enam macam

produk yang diperdagangkan yaitu: DALMS, RBD palm oil, RBD

olein, RBD stearin, crude olein dan crude stearin. Persentase secara

keseluruhan proses pengolahan CPO berdasarkan tahapan proses

menghasilkan 73% olein, 21% RBD stearin, 5% DALMS, dan 94%

RBD palm oil.

C. Perdagangan CPO dan turunanya

Pengolahan jenis produk antara sangat tergantung dari permintaan

(pasar) konsumen. Berdasarkan permintaan dari konsumen maka produk

antara yang terdapat di pasaran adalah RBD stearin, RBD olein, RBD palm

oil, crude olein, crude stearin, DALMS (Anonim, 2010).

Tabel 3: Perkembangan volume ekspor CPO dan produk antara CPO Indonesia dalam (ribu matrik ton)

Tahun CPO

Produk antara CPO (ton)

RBD oleinRBD palm oil

RBD stearin DALMS

Total produk antara

2001 1.849.142 950.000 350.000 930.000 300.000 2.530.0002002 2.804.792 2.025.000 280.000 970.000 280.000 3.555.000

2003 2.892.150 2.500.000 325.0001.200.00

0 300.000 4.325.000

2004 3.819.927 3.100.000 550.0001.430.00

0 380.000 5.460.000

2005 4.565.625 3.330.000 650.0001.600.00

0 102.000 5.682.000total (ton)

15.931.636

11.905.000 2.155.000

6.130.000

1.362.000 21.552.000

Sumber: Gapki, 2007

9

Page 11: Pengolahan CPO

Tabel 4: Perkembangan volume ekspor CPO dan produk antara CPO Indonesia dalam (ribu matrik ton)

Tahun CPO

Produk antara CPO (ton)

RBD oleinRBD palm oil

RBD stearin DALMS

Total produk antara

2006 6.113.631 2.614.000 901.0002.140.00

0 175.000 5.830.0002007 5.701.286 3.692.000 838.000 936.000 280.000 5.746.000

2008 7.904.178 3.831.000 772.0001.121.00

0 366.000 6.090.000

2009 9.566.746 4.107.000 752.0001.554.00

0 313.000 6.726.000total (ton)

29.285.841

14.244.000 3.263.000

5.751.000

1.134.000 24.392.000

Sumber: kementrian Perdagangan, 2010

Produk antara CPO yang paling banyak diekspor adalah RBD olein.

Hal ini dikarenakan RBD olein merupakan produk antara yang akan diolah

lebih lanjut menjadi minyak goreng (Tomek and Robinson, 1972 cit. Ibrahim,

2009). Pada tahun 2002-2003 terjadi kenaikan ekspor RBD stearin sebesar

230 ribu ton dari 970 pada tahun 2002 menjadi 1.200.000 juta ton pada tahun

2003. kemudian diurutan kedua adalah produk antara RBD stearin 1.650.000

juta ton.

Ekspor CPO (Tabel 3) terihat pada periode tahun 2001 – 2005 sebesar

15.931.636 juta ton lebih rendah dibandingkan ekspor produk antara sebesar

21.552.000 juta ton. Penurunan ekspor produk antara mulai terjadi pada tahun

2006. Terlihat pada (Tabel 4) periode 2005 – 2006 ekspor RBD olein

mengalami penurunan sebesar 716 ribu ton dari 3.330.000 juta ton pada tahun

2005 menjadi 2.624.000 juta ton pada tahun 2006. Penurunan ekspor RBD

10

Page 12: Pengolahan CPO

stearin terlihat pada periode tahun 2006 – 2007 sebesar 1.204.000 juta ton,

dari 2.140.000 juta ton pada tahun 2006 menjadi 936 juta ton pada tahun

2007. Pada tahun 2009 ekspor CPO sebesar 29.566.746 juta ton dan volume

ekspor produk antara lebih rendah sebesar 24.392.000 juta ton.

D. Pembiayaan proses pengolahan CPO menjadi produk antara

Biaya adalah nilai yang diukur dalam satuan uang yang digunakan

untuk memperoleh barang atau jasa yang dapat memberikan manfaat di massa

sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan (Suproyono, 2006;

Simamora, 2002; Supriyono., 1999; Mulyadi, 2001). Hamm (2000)

mengatakan jenis pembiayaan pada proses pengolahan CPO menjadi produk

antara terbagi menjadi dua yaitu investasi dan biaya operasional. Secara detail

akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Investasi

Investasi adalah biaya yang ditanamkan pada suatu asset berbentuk

bangunan dan perkembangan fisik selama beberapa periode kedepan untuk

mendapatkan keuntungan (Suryana, 2009; Joness, 2004; Sutrisno, 2009).

Dryden (1959) mengatakan komponen investasi pabrik pengolahan CPO

menjadi produk antara menurut meliputi: pembelian alat dan mesin,

pemasangan alat dan mesin, bangunan dan utilities.

2. Biaya operasional

Biaya operasional (operational cashflow) adalah biaya yang

digunakan untuk menutup investasi pada suatu periode tertentu (Suryana,

2006; Helmi, 2008; dan Jaladri, 2009). Dryden (1959) mengatakan

11

Page 13: Pengolahan CPO

komponen biaya operasional pabrik pengolahan CPO menjadi produk

antara meliputi: pengadaan listrik, pengadaan air, pengadaan uap,

treatment gas buang, maintenance, man power, environmental, dan over

head (5% of over all).

E. Evaluasi Kelayakan Usaha

Jumingan (2009) mengatakan terdapat enam metode penilaian

investasi suatu proyek yaitu:

1. Accounting rate of return

Accounting rate of return (AAR) adalah rasio antara laba setelah

pajak terhadap investasi. AAR digunakan untuk mengetahui besarnya

tingkat keuntungan dari investasi. AAR dipengaruhi oleh besar kecilnya

pajak, jika pajak penjualan tinggi akan mempengaruhi laba setelah pajak

yang diperoleh.

AAR= rata−rata keuntungan setelah pajakinvestasi

x 100 %

Untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu investasi maka dapat

dilihat dari:

Nilai AAR (%) lebih besar dari keuntungan yang diisyaratkan, maka

investasi tidak layak.

Nilai AAR (%) lebih kecil dari keuntungan yang diisyaratkan, maka

investasi layak.

12

Page 14: Pengolahan CPO

2. Average accounting rate of return

Average accounting rate of return adalah rasio antara laba

setelah pajak terhadap rata-rata investasi, maka untuk menilai investasi

tersebut diterima atau ditolak diketahui dari:

Accounting rate of return (Rp) lebih besar dari rate of return yang

diisyaratkan, maka investasi tersebut diterima

Accounting rate of return (Rp) lebih kecil dari rate of return yang

diisyaratkan, maka investasi ditolak.

3. Pay back periode

Pay back periode adalah suatu investasi yang menunjukkan

berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengembalian investasi.

Besar kecilnya pajak akan mempengaruhi cashflow yang dierima per

tahunnya, sehingga dapat mempengaruhi pay back periode. Untuk

menilai investasi tersebut diterima atau ditolak diketahui dari:

payback periode= InvestasiCash Flow

x1 tahun

Pay back periode lebih kecil dari waktu yang ditargetkan (5 tahun),

maka investasi layak

Pay back periode lebih besar dari waktu yang ditargetkan (5 tahun),

maka investasi tidak layak

13

Page 15: Pengolahan CPO

4. Internal rate of return (IRR) adalah mencari discount rate yang

dapat menyamakan antara present value dari cashflow dengan present

value dari investasi. Besar kecilnya pajak akan mempengaruhi

besarnya cashflow, sehingga akan mempengaruhi IRR yang diperoleh.

Untuk menilai investasi tersebut diterima atau ditolak diketahui dari:

IRR=rr+ npv rrTPV rr−TPV rt

x (rt−rr )

Dimana:

Rr = Tingkat discount rate 5% (r) lebih rendah

Rt = Tingkat dicount rate 5% (r) lebih tinggi

TPV = Total present value

NPV = Net present value

IRR (%) lebih besar dari keuntungan yang diisyaratkan (%), maka

investasi layak

IRR (%) lebih kecil dari keuntungan yang diisyaratkan (%), maka

investasi tidak layak

5. Net present value

Net present value adalah selisih antara nilai sekarang dari

cashflow dengan nilai sekarang dari investasi. Untuk menghitung NPV

pertama dilakukan dengan menghitung present value dari penerimaan

(cash flow) dengan discount rate tertentu, kemudian dibandingkan

14

Page 16: Pengolahan CPO

dengan present value dari investasi. untuk menilai investasi tersebut

diterima atau ditolak diketahui dari:

NPV =∑t=0

n

At / (1+K ) t

Dimana:

K = Required rate of return atau weight average cost of capital.

At = Cash flow untuk periode t

Total present value of cash flow (Rp) lebih besar dari investasi

maka, investasi layak

Total present value of cash flow (Rp) lebih kecil dari investasi maka,

investasi tidak layak.

6. Profitability index (benefit cost rasio)

Profitability index (benefit cost rasio) adalah ratio antara present

value dari penerimaan dengan present value dari investasi. Besar

kecilnya pajak akan mempengaruhi present value of cashflow, sehingga

akan mempengaruhi nilai Profitability Index. Untuk menilai investasi

tersebut diterima atau ditolak diketahui dari:

Pi=PV of cashflowinvestasi

Profitability index lebih besar dari 1 makainvestasi layak

Profitability index lebih kecil dari 1 maka investasi tidak layak

15

Page 17: Pengolahan CPO

F. Manajemen pabrik refining dan fraksinasi

Manajemen adalah alat untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara

yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

dan pengendalian sumber daya organisasi. Secara detail akan di jabarkan

sebagai berikut (Daft, 2006; Taylor, 1911)

a. Perencanaan

Perencanaan adalah proses menentukan tujuan yang akan dicapai

oleh organisasi dengan cara mengerahkan semua sumberdaya yang ada.

Perencanaan yang kurang baik akan menggagalkan organisasi dalam

mencapai tujuan.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah pengalokasian seluruh sumberdaya yang

ada sesuai dengan fungsi dan keahliannya.

c. Pengarahan

Pengarahan adalah pembekalan yang diberikan bagi karyawan

baik berupa skill, motivasi, dan pembentukan karakter seseorang.

d. Pengendalian (controlling)

Pengendalian adalah kegiatan mengawasi keadaan maupun

aktifitas seluruh sumberdaya yang ada untuk mengetahui pencapaian

target yang diinginkan, pengendalian perlu dilakukan untuk mendapatkan

umpan balik (feed back) bagi organisasi.

16

Page 18: Pengolahan CPO

Tujuan manajemen pada pabrik refinery dan fraksinasi adalah

mengolah CPO menjadi produk antara yaitu RBD olein dan RBD stearin yang

memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Dalam pelaksanaanya untuk mencapai

tujuan tersebut perlu memperhatikan sumber daya manusianya, sumber daya

keuangan, bahan baku (Supply chain), dan teknologi. Keseluruhannya

merupakan sub sistem – sub sistem manajemen yang saling berhubungan dan

terkait satu dengan lainnya untuk mencapai suatu tujuan ( Simatupang, 1995).

Terdapat tiga tingkatan manajemen pada suatu organisasi: pada

tingkatan pertama adalah manajer puncak (top manager), tingkat kedua adalah

manajer menengah (middle manager), dan tingkatan terakhir adalah manajer

lini pertama (Project manager). Tugas masing-masing tingkatan manajemen

akan dijelaskan secara detail sebagai berikut (Banoma, 1989 cit. Daft, 2006) :

a. Top manager

Top manager merupakan posisi tertinggi pada suatu organisasi;

seperti Presiden, Ketua, Direkur eksekutif dan Wakil Presiden Eksekutif

pada suatu organisasi. Top Manager bertanggung jawab untuk menentukan

tujuan organisasi, menetapkan strategi untuk mencapai tujuan organisasi,

mengawasi, dan mengambil keputusan.

b. Middle manager

Middle manager merupakan posisi tingkat menengah organisasi

yang memiliki dua atau lebih tingkatan manajemen dibawahnya; kepala

17

Page 19: Pengolahan CPO

unit bisnis, manajer umum, administrator, manajer lini produk, manajer

kendali mutu, direktur laboratorium riset. Middle manajer bertanggung

jawab atas unit usaha, mengevaluasi kinerja tim, menyelesaikan konflik.

c. Project manajer

Project manajer merupakan tingkatan manajer yang secara

langsung bertanggung jawab atas produksi barang dan jasa.

Sistem organisasi yang dilakukan di pabrik refining dan fraksinasi

adalah sistem vertical organization, dimana perintah berasal dari top manager

dan di sampaikan kepada bawahan secara bertahap, yang akhirnya sampai

kepada karyawan pelaksana. Tujuan menggunakan sistem ini adalah untuk

kelancaran jalannya perusahaan, khususnya untuk hal-hal yang bersifat intern.

18

Page 20: Pengolahan CPO

Gambar 2: Lay out alokasi tenaga kerja refinery dan fraksinasi

(Jiungpe, 2008)

1. Pembagian tenaga kerja pada pabrik refining dan fraksinasi

a. Operator maintenance refining terdiri dari; supervisor, operator

bleaching, operator deodorizing.

b. Operator maintenance fraksinasi; supervisor, operator fillter press,

operator cristallizer, operator chiller

19

Page 21: Pengolahan CPO

2. Job description pada pabrik refinering dan fraksinasi

a. Shift leader refinering (supervisor)

Tujuan umum jabatan: mengkoordinasi pelaksanaan proses

produksi phisical refinering sesuai rencana harian shift

Tugas dan tanggung jawab: mengawasi proses produksi dan

kualitas hasil produksi

Mengawasi ketepatan pemakaian raw material dan bahan pembantu

dalam proses produksi sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan

Membuat laporan pelaksanaan produksi physical refinering

Mengawasi pelaksanaan preventive maintenance dan memastikan

peralatan instrumen dapat digunakan dengan baik

Melakukan serah terima sift, serta mencatat kondisi operasi dalam

log book

Menjalankan saftey regulation berdasarkan kebijakan yang berlaku

Wewenang: Menghentikan produksi apabila dipandang akan

membahayakan keselamatan jiwa dan menimbulkan kerusakan

pada mesin

b. Operator degumming

Tujuan umum jabatan: melaksanakan proses produksi

degumming sesuai dengan work instruction.

Tugas dan tanggung jawab:

Memeriksa kelayakan mesin sebelum beroperasi

20

Page 22: Pengolahan CPO

Menjalankan proses degumming dan menjaga konsistensi kondisi

operasinya

Membuat laporan kondisi operasi dan penyimpangan proses yang

terjadi

Melakukan serah terima shift

Menjalankan sistem manajemen mutu (HCCP, ISO, Halal)

Menjaga dan memelihara seluruh peralatan

Mempunyai wewenang untuk menghentikan mesin degumming

apabila proses menyebabkan kerusakan pada mesin

c. Operator bleaching

Tujuan umum jabatan: melaksanakan proses produksi bleaching

sesuai dengan work instruction.

Tugas dan tanggung jawab:

Memeriksa kelayakan mesin sebelum mengoperasikannya

Menjalankan operasi bleaching dan menjaga kondisi operasinya

Membuat laporan tentang kondisi operasi dan penyimpangan

proses yang terjadi

Melakukan serah terima shift

Menjalankan sistem manajemen mutu (HCCP, ISO, Halal)

Menjaga dan memelihara seluruh peralatan

Mempunyai wewenang untuk menghentikan mesin bleaching

apabila proses menyebabkan kerusakan pada mesin

21

Page 23: Pengolahan CPO

d. Operating deodorizing

Tujuan umum jabatan: melaksanakan proses produksi

deodorizing sesuai dengan work instruction

Tugas dan tanggung jawab:

Menyiapkan bahan pembantu untuk proses deodorizing

Memeriksa kelayakan mesin sebelum mengoperasikannya

Menjalankan operasi deodorizing dan menjaga kondisi operasinya

Membuat laporan tentang kondisi operasi dan penyimpangan

proses yang terjadi

Melakukan serah terima shift

Menjalankan sistem manajemen mutu (HCCP, ISO, Halal)

Menjaga dan memelihara seluruh peralatan

Mempunyai wewenang untuk menghentikan mesin deodorizing

apabila proses menyebabkan kerusakan pada mesin

e. Shift leader fraksinasi

Tujuan umum jabatan: mengkoordinasi pelaksanaan proses

produksi fraksinasi

Tugas dan tanggung jawab

mengawasi proses produksi dan kualitas hasil produksi

Mengawasi ketepatan pemakaian raw material dan bahan

pembantu dalam proses produksi sesuai dengan spesifikasi yang

ditetapkan

Membuat laporan pelaksanaan proses fraksinasi

22

Page 24: Pengolahan CPO

Mengawasi pelaksanaan preventive maintenace dan memastikan

peralatan instrumen dapat digunakan dengan baik

Melakukan serah terima sift, serta mencatat kondisi operasi dalam

log book

Wewenang dan kewajiban: menghentikan mesin bila akan

membahanyakan keselamatan jiwa dan menimbulkan kerusakan

pada mesin.

f. Operating fraksination

Tujuan umum jabatan: melakukan proses fraksinasi sesuai

dengan work instruction

Tugas dan tanggung jawab pelaksanaan:

Menyiapkan raw material untuk proses fraksinasi

Memeriksa kelayakan mesin sebelum mengoperasikannya

Menjalankan operasi fraksinasi dan menjaga kondisi operasinya

Membuat laporan tentang kondisi operasi dan penyimpangan

proses yang terjadi

Mengambil dan mengirim sampel bahan baku minyak dan hasil

produksi kepada quality control, serta mendokumentasikan

hasilnya

Menjalankan sistem manajemen mutu (HCCP, ISO, Halal)

Menjaga dan memelihara seluruh peralatan produksi

Mempunyai wewenang untuk menghentikan mesin fraksinasi

apabila proses menyebabkan kerusakan pada mesin

23

Page 25: Pengolahan CPO

g. Operating Maintenance

Tujuan umum jabatan: melaksanakan perawatan dan perbaikan

ringan pada mesin produksi (refining dan fraksinasi)

Tugas dan tanggung jawab:

Melakukan pemeriksaan kelayakan fungsi mesin refining dan

fraksinasi secara rutin

Mempersiapkan bahan-bahan pembantu yang dibutuhkan

Melakukan perawatan mesin produksi secara berkala

Melakukan perbaikan ringan mesin produksi

Menjalankan safty regulation sesuai kebijakan yang berlaku

Menjalankan sistem manajemen mutu (HCCP, ISO, Halal)

Menjaga dan memelihara seluruh peralatan Wewenang: tidak ada

24

Page 26: Pengolahan CPO

25

Page 27: Pengolahan CPO

26