Cts

37
CUBITAL TUNNEL SYNDROME Disusun oleh: Indraprasath Rau 100100191 Simon Raj 100100262 Sunthara Vignes 100100398 Tanisraaj 100100412 DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

description

cubital canal syndrome

Transcript of Cts

Page 1: Cts

CUBITAL TUNNEL SYNDROME

Disusun oleh:

Indraprasath Rau 100100191

Simon Raj 100100262

Sunthara Vignes 100100398

Tanisraaj 100100412

DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

2015

Page 2: Cts

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugasan yang

berjudul Cubital Tunnel Syndrome.

Adapun tujuan penulisan Makalah Ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas

kepaniteraan klinik senior pada Departemen Orthopaedi dan traumatologi, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang

sebesar-besarnya pembimbing dalam penulisan makalah ini. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Windi Syarif Hrp atas

bimbingannya dalam proses penyempurnaan makalah ini. Besar harapan, melalui

makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Cubital Tunnel Syndrome

semakin bertambah.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Laporan Kasus

ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan kemampuan

penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua

pihak untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Semoga Laporan Kasus ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2015

Penulis

Page 3: Cts

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang.................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

2.1. Anatomi............................................................................................3

2.2. Definisi..............................................................................................3

2.3. Etiologi..............................................................................................4

2.4. Patogenesis.......................................................................................4

2.5. Faktor Resiko...................................................................................4

2.6. Gejala Klinis......................................................................................5

2.7. Pemeriksaan.......................................................................................5

2.8. Penatalaksanaan.................................................................................5

BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

Page 4: Cts

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Feindel dan Stratford pertama kali menggunakan istilah cubital tunnel pada

tahun 1958. Mereka menemukan bahwa nervus ulnaris terjepit di daerah siku karena

berbagai macam kelainan anatomi di regio tersebut. Di tahun 1898, Curtis

menampilkan kasus managemen pertama kali tentang neuropati nervus ulnaris di

siku, dimana mengandung transposisi dari subcutaneus anterior.

Frekuensi nya umum didapatkan kedua setelah carpal tunnel syndrome.

Cubital tunnel syndrome sendiri didapatkan di pria tiga sampai delapan kali lebih

banyak daripada wanita. Pernah dilaporkan juga tentang medial ganglia regio cubiti

yang menyangkut tentang cubital tunnel syndrome. Metode studi kasus pernah

dilaporkan di Amerika Serikat dari 487 pasien ditemukan 472 pasien menderita

cubital tunnel syndrome di rentang tahun 1980 sampai 1999. Dimana hampir

kesemuanya menderita translokasi dari nervus ulnaris. Kesimpulan yang ditemukan

adalah kelainan pada medial ganglion regio cubiti paling sering diasosiasikan dengan

cubital tunnel syndrome, dengan prevalensi 8%. Dilaporkan gejala nyeri di daerah

medial didapatkan di 25 dari 38 pasien, dan mati rasa pada jari manis dan kelingking

didapatkan di 29 pasien.

Konklusinya adalah meskipun kelainan pada medial ganglion regio cubiti

lebih banyak ditemukan pada osteoartritis pada siku, namun juga relatif dapat

ditemukan cubital tunnel syndrome

Page 5: Cts

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI N. ULNARIS DAN TEROWONGAN CUBITI

Terowongan cubiti dibentuk oleh retinakulum terowongan cubiti yang

melintasi jarak kira-kira 4 mm antara epikondilus medialis dan olecranon. Pada

gilirannya, lantai terowongan dibentuk oleh kapsul dan pita posterior ligamentum

kolateral medial sendi cubiti. Ini berisi beberapa struktur, yang paling penting adalah

saraf ulnaris.

N. ulnaris adalah cabang terminal dari saraf pleksus brakialis medial, dan

mengandung serat dari C8 dan T1 akar saraf tulang belakang. Ini menurun hanya

kepada septum medial anterior dan kemudian intermuskularis menembus septum ini

dalam sepertiga akhir panjangnya. Terus ke bawah, septum dan berdekatan dengan

otot trisep melintasi terowongan cubiti untuk memasuki lengan bawah di mana ia

lewat di antara kedua caput dari otot fleksor carpi ulnaris.

Susunan anatomi ini memiliki dua implikasi untuk saraf. Pertama, ulnaris

mengikuti jalur yang relatif dibatasi, dan kedua, terletak agak jauh dari sumbu rotasi

sendi siku. Gerakan siku karena itu saraf harus dapat peregangan dan geser melalui

terowongan cubiti. Pergeseran memiliki peran terbesar dalam proses ini, meskipun

saraf itu sendiri dapat meregang hingga 5 mm.

Anatomi yang tidak biasa dari terowongan cubiti dan peningkatan cukup

tinggi dalam tekanan intraneural berhubungan dengan fleksi siku diyakini menjadi

masalah-masalah kunci dalam patogenesis sindrom terowongan cubiti. Selain itu,

perubahan bentuk terowongan dari oval ke elips dengan pergerakan fleksi siku.

Manuver ini juga mempersempit kanal sebesar 55%. fleksi Siku, ekstensi pergelangan

tangan dan abduksi bahu meningkatkan tekanan intraneural sebanyak enam kali.

Ada lima lokasi utama dimana saraf ulnaris dapat tertekan di sekitar siku:

1) alur Struthers

Page 6: Cts

3

2) septum medial intermuskularis

3) medial epikondilus

4) terowongan cubiti

5) aponeurosis fleksor dalam.

Dari jumlah tersebut, terowongan cubiti adalah yang sangat paling umum.

Telah lama diakui bahwa substansi retinakulum terowongan cubiti dapat

bervariasi secara dramatis antara individu. Pada tahun 1991, O'Driscoll et al

menerbitkan hasil studi kadaver luas (27 kasus) di mana ia mencoba untuk membagi

variasi ini menjadi empat jenis. Pada sebagian kecil pasien, jaringan retinacular

ditemukan benar-benar tidak ada (tipe 0). Di lain-seperti yang sudah dipahami-itu

adalah struktur otot yang dikenal sebagai epitrochlearis anconeus (O'Driscoll tipe II).

O'Driscoll menganggap sebagai retinakulum berserat lebih sering, dan dalam situasi

ini, secara tradisional disebut sebagai ligamentum arkuata atau pita Osborne.

Filogenetis, O'Driscoll dianggap ligamentum arkuata untuk mewakili sisa-sisa dari

otot epitrochlearis anconeus.

 Penelitian rinci juga mencatat bahwa ketatnya retinakulum fibrous bervariasi

dengan posisi siku. Paling umum (tipe IA), itu tegang di fleksi penuh dan lalai dalam

ekstensi, dengan beberapa kasus menjadi tegang pada 90-120° fleksi (tipe Ib).

O'Driscoll melanjutkan untuk berspekulasi bahwa variasi halus dalam anatomi

mungkin menjelaskan mengapa beberapa pasien tampaknya lebih cenderung untuk

mendapat sindrom terowongan cubiti daripada yang lain. Sebagai contoh, sebuah

ketiadaan ligamen mungkin menjadi predisposisi subluksasi saraf.

Alur dari Struthers merupakan, variabel struktur yang merupakan penyebab

yang jarang dari sindrom terowongan cubiti primer. Dalam studi kadaver dari 60

anggota badan, Siqueria dan Mortins2 melaporkan anggota badan hanya 8 (13,5%) di

mana struktur musculotendinous adalah dapat dibedakan dengan jelas, 3-10 cm di

atas epikondilus medialis. Saat ini terjadi, ia tampaknya tidak menekan saraf ulnaris.

Namun, Siqueria juga mengakui bahwa fungsi alur Struthers sebagai situs

yang mungkin untuk “kompresi sekunder”. Setelah transposisi saraf ulnaris, adalah

Page 7: Cts

4

umum untuk saraf yang dimobilisasi datang di bawah ketegangan di atas alur

Struthers atau septum medial intermuskularis, menyebabkan penekanan sekunder.

2.2. DEFINISI

Cubital tunnel syndrome sendiri adalah efek dari tekanan pada nervus ulnaris,

yang merupakan salah satu nervus utama pada tangan. Gejalanya termasuk nyeri (rasa

nyeri nya sendiri bisa di dapatkan karena terbenturnya siku yang dapat dirasakan

sebagai sensasi “ tersetrum” ), bengkak, lemah otot dari tangan, kesemutan atau mati

rasa di jari manis dan kelingking dan sering didapatkan juga nyeri di daerah bahu.

2.3. ETIOLOGI

Penyebab cubital tunnel syndrome sendiri dapat disebabkan karena konstriksi

dari pengikat jaringan, subluksasi dari nervus ulnaris di daerah medial epycondilus,

cubitus valgus, penulangan ( bony spurs ), hipertrofi synovium, tumor, trauma

(Cubital tunnel syndrome didapatkan nervus ulnaris dimana melewati terowongan

cubital ( terowongan dari otot, ligamen, dan tulang ) didalam siku, terjadi karena

iritasi dari luka atau karena tekanan. Kondisi ini sering didapatkan pada orang yang

biasa mendapatkan tekanan pada daerah sikunya, seperti gerakan menarik,

mengangkat, dan melempar), dan invasi bakteri.

2.4. PATOGENESIS

Pergerakan siku dari ekstensi menjadi fleksi, jarak antara epicondylus

medialis dengan olecranon bertambah sekitar 5 mm setiap siku fleksi sebesar 450.

Fleksi dari siku mendapatkan tekanan di ligamen kolateral medial dan di retinakulum.

Bentuk dari terowongannya itu sendiri berubah dari bulat menjadi oval, dengan

berkurangnya sebesar 2,5 mm, dikarenakan terowongan cubiti berkembang selama

siku fleksi dan alur retrocondylar di daerah inferior di epicondylus medialis tidak

sedalam alur di daerah posterior. Di daerah kanal, volume terowongan cubiti

berkurang sebesar 55 % di saat fleksi , dimana hasilnya menyebabkan meningkatnya

Page 8: Cts

5

tekanan dari 7 mmHg sampai 14 mmHg. Kombinasi dari kesemua ini seperti abduksi

dari bahu, fleksi dari siku dan ekstensi pergelangan tangan menyebabkan tekanan

yang berlebih sebesar 6 kali dari normalnya.

Subluksasi dari nervus ulnaris juga sering ditemukan. Disebabkan karena

subluksasi dari nervus ulnaris mengikuti fleksi yang lebih dari 900. Kompresi pada

bagian proksimal dari nervus ulnaris seperti didapatkan pada servikal radikulopati,

menunjukkan meningkatnya gangguan pada nervus. Kondisi ini mengganggu

transport normal dari axon nervus. Ulnar neuropati secara histologi di dapatkan

demielinisasi dari nervus. Demeilinisasi ini terletak di daerah bulbus dan bengkak

pada bagian proksimal di jalur masuknya nervus di terowongannya.

McGowan menetapkan klasifikasinya antara lain :

Grade I – Lesi ringan dengan distribusi parestesi di nervus ulnaris dan lemas di

daerah yang terkena. Tidak ada lemah otot instrinsik.

Grade II – Lesi sedang dengan lemah otot pada musculus interossei. Grade III – Lesi

berat dengan paralisis pada musculus interossei .

Invasi bakteri berupa invasi dari bakteri Mycobacterium leprae, yang di dapatkan

pada penderita lepra ( Morbus Hansen ). Bakteri ini tarpajan melalui kontak kulit

penderita yang infeksius. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat

Page 9: Cts

6

penyakit tidak lain disebabkan karena respon imun yang berbeda, yang menggugah

reaksi timbulnya granuloma setempat atau progresif. Kusta tipe neural ini

menyebabkan kerusakan syaraf yang ireversibel yang ditandai dengan pembesaran

syaraf, anestesia pada syaraf, paralisis, claw hand deformity hingga atrofi otot pada

daerah yang di persyarafinya.

Pada gambar ini menjelaskan bahwa dampak dari kerusakan dari nervus ulnaris

mengakibatkan fleksinya tendon dari muskulus flexor digitorum profunda dan tidak

bekerjanya tendon dari muskulus flexor digitorum superficialis.

2.5. FAKTOR RESIKO

Seperti dengan semua gangguan saraf, pasien dengan diabetes mellitus berada

pada peningkatan risiko gejala saraf ulnaris.

Sindrom terowongan cubiti juga lebih umum pada pasien yang bekerja

melibatkan periode berlarut-larut dari fleksi siku (seperti memegang telepon). Secara

khusus, fleksi dengan siku ditekan terhadap permukaan yang keras meningkatkan

risiko sindrom terowongan cubiti, setidaknya sebagian, karena peningkatan tekanan

intraneural dalam posisi ini. Orang yang memiliki pukulan langsung terhadap saraf

Page 10: Cts

7

ulnaris juga berisiko, seperti juga mereka yang memiliki deformitas varus atau valgus

di siku yang jelas terlihat.

Descatha et al, yang bekerja di Skandinavia, menemukan bahwa faktor risiko

utama untuk sindrom terowongan cubiti adalah obesitas dan memegang alat dalam

posisi konstan, melakukan tugas yang berulang. Adanya gangguan ekstremitas atas

yang berhubungan dengan pekerjaan muskuloskeletal juga ditemukan menjadi faktor

risiko. Gangguan tersebut termasuk epicondylitis medial (siku pegolf) dan sindrom

jebakan atas anggota tubuh seperti neuralgia cervicobrachial, carpal tunnel syndrome

dan sindrom terowongan radial.

Kakosy mempelajari pekerja Hungaria operasi alat getar dan menemukan

peningkatan tingkat neurologi ekstremitas atas, termasuk sindrom terowongan cubiti

di 42,5% dari 167 pasien.

Literatur Amerika dan Jepang menempatkan penekanan berat pada kerentanan

pelempar bisbol untuk sindrom terowongan cubiti. Gejala saraf ulnaris selama bagian

dari siklus melempar yang melibatkan fleksi ekstrim (memiringkan akhir, akselerasi

awal) adalah sangat sugestif pada terowongan cubiti sindrome.

Seror dan Nathan menyelidiki 882 Perancis dan 818 pasien Amerika yang

memiliki tes ekstremitas atas listrik. Di kedua negara, risiko tes listrik abnormal

adalah 2 sampai 1 untuk pergelangan tangan vs siku. Namun, saraf median dengan uji

listrik abnormal dua kali lipat lebih mungkin menjadi gejala, dari pada saraf ulnaris

dengan tes listrik abnormal, dengan hasil bahwa rasio median untuk masalah ulnaris

klinis adalah 4 ke 1. Hasil ini menyiratkan bahwa, pada beberapa pasien dengan

sindrom carpal tunnel yang terus memiliki gejala setelah operasi, masalah mendasar

mungkin merupakan sindrom terowongan cubiti yang tidak terdiagnosis.

Faktor Anatomis dan Fisiologis yang Berkaitan dengan Kelainan Saraf Ulnar

pada Siku

Sindroma ini mungkin disebabkan sejumlah proses patologis. Tidak semua

proses patologis tersebut adalah lesi kompresif atau proses jenis jeratan. Neuritis yang

Page 11: Cts

8

berhubungan dengan gesekan mungkin berperan nyata pada terjadinya sindroma ini.

Ini mungkin terutama pada dislokasi kronik dan berulang saraf dari alur ulnar.

Kompresi saraf ulnar didalam terowongan kubital paling sering akibat

konstriksi saraf oleh aponeurosis diatasnya. Lebih jarang akibat agen kompresif

seperti inflamasi, sinovitis rematoid, lipoma dan tumor lain, fragmen tulang,

osteofit dari artikulasi ulnohumeral, dan anomali jarang yang disebut otot

epitrokhleo-ankoneus persisten. Jeratan diluar terowongan kubital sudah diketahui.

Setiap daerah seperti septum intermuskuler medial, arkade struther, kepala

medial triseps, dan alur antara dua perut otot fleksor karpi ulnaris sudah diketahui

sebagai tempat kompresi.

Etiologi sering lainnya adalah cedera berulang atau tekanan pada saraf,

seperti kebiasaan bersandar pada meja dengan siku saat bekerja. Kegiatan seperti

menyekop, mengayun kapak atau cangkul, dan tidur dengan lengan fleksi pada siku

memacu timbulnya kelainan saraf ulnar.

Kelainan saraf mungkin karena perubahan isi terowongan kubital pada

fleksi dan ekstensi. Pada ekstensi, terowongan mempunyai isi terbesar, karena

longgarnya aponeurosis diatasnya dan ligamen kolateral ulnar dibawahnya. Saat

fleksi, dua titik perlekatan aponeurosis pada epikondil dan olekranon menyebar,

menyebabkan atap fasial menjadi tegang. Hal yang serupa terjadi pada ligamen

kolateral ulnar sepanjang lantai terowongan yang menjadi tegang. Pengurangan

volume terowongan kubital berakibat kompresi dan iskemia fokal pada saraf. Fleksi

siku dan peregangan berulang pada saraf ulnar sekitar epikondil medial juga

berperan pada kerusakan saraf.

Proses kompresif kronis seperti yang dijumpai pada fraktura siku yang

malunion serta cubitus valgus mungkin menyebabkan palsi ulnar tardy.

Sebaliknya, kejadian akut tunggal dapat menyebabkan kelainan saraf ulnar pada

siku; benturan tajam pada siku, injeksi steroid pada siku untuk bursitis atau

epikondil medial, dan terbaring untuk waktu tertentu pada permukaan keras dengan

Page 12: Cts

9

siku tak terlindung (seperti pada kamar operasi atau mabuk). 10-30 % kasus adalah

idiopatik dan etiologi kelainan sarafnya tak dapat dijelaskan.

Seperti saraf median pada sindroma terowongan karpal, saraf ulnar

menjadi lebih terancam atas lesi kompresif oleh proses metabolik yang

menyebabkan demielinasi, edema endoneural/perineural, serta iskemia saraf seperti

terjadi pada DM, alkoholisme dan malnutrisi, defisiensi vitamin, atau sindroma

paraneoplastik.

2.6. MEKANISME KERUSAKAN SARAF PERIPHERAL

Kompresi, traksi dan gesekan telah terlibat dalam sindrom terowongan cubiti.

Kompresi biasanya dianggap sebagai mekanisme utama kerusakan saraf pada

neuropati perifer. Kerusakan dapat terjadi baik dengan kompresi mekanik langsung

atau oleh kompresi suplai darah ke saraf intrinsik, yang pada gilirannya menyebabkan

iskemia lokal. Gaya kompresi mekanik > 30 mm Hg menghambat aliran darah.

Demikian pula, kompresi telah terbukti mengganggu jalur transportasi aksonal.

Serat yang lebih besar yang mengandung mielin lebih lebih rentan terhadap

kompresi lebih kecil dari pada serat non-myelin. Kompresi yang paling efektif di tepi

dalam area kompresi biasa disebut “efek tepi”.

Kompresi mekanik subklinis yang sudah ada saraf di lokasi yang berbeda

(kotak 1) dapat meningkatkan kerentanan saraf yang sama untuk kompresi di lokasi

kedua yang lebih distal, (himpitan disebut ''fenomena hancur ganda” = double crush

phenomen).

Cedera sebelumnya saraf mungkin menambatkan ke dinding terowongan,

mencegah pergeseran normal dan terekspos terhadap cedera traksi. Demikian pula,

sebuah terowongan yang ketat dapat mempengaruhi gesekan dan kompresi saraf.

DIABETES MELLITUS

Diabetes membuat saraf lebih rentan terhadap kompresi. Ini dapat terjadi

sekunder terhadap cedera mikrovaskuler pada saraf menyebabkan iskemia lokal atau

Page 13: Cts

10

dengan mengganggu metabolisme bawaan saraf. Ada bukti kerusakan transportasi

aksonal di saraf. Diabetes dapat meningkatkan risiko kerusakan dalam cara yang

mirip dengan mekanisme double crush.

2.7. GEJALA DAN TANDA-TANDA PELAMPIASAN SARAF ULNARIS

Pasien dengan kompresi saraf ulnaris di tingkat manapun telah mengubah

sensasi di jari kelingking dan jari manis. Memang, pada kebanyakan pasien,

kehilangan sensori adalah gejala pertama yang dilaporkan. Sebagai kondisi

berlangsung, mereka juga mungkin memperhatikan kejanggalan di tangan,

sebagaimana saraf ulnaris merupakan pasokan motorik mendasar dari otot-otot

intrinsik tangan. Dalam kasus lanjnut, mungkin ditandai pengecilan otot-otot kecil

tangan dan ulnaris sisi otot-otot lengan bawah.

Dokter yang memeriksa dapat mencari tanda Froment itu, menunjukkan posisi

cakar dari jari yang di innervasi ulnaris (biasanya jari-jari kelingking dan jari manis)

dan abduksi jari-jari kelingking ini (tanda Wartenberg).

Pemeriksaan siku dalam ekstensi mungkin menunjukkan deformitas valgus,

mungkin sekunder untuk patah tulang sebelumnya sekitar siku. Malunion setelah

fraktur supracondylar humerus dapat mengakibatkan deformitas valgus cubitus

dewasa, yang pada gilirannya predisposisi ke palsy saraf ulnaris yang lambat.

Dalam kasus sindrom terowongan cubiti non-traumatik, penyebab yang paling

mungkin adalah jebakan ulnaris saraf, tapi saraf dapat dikompresi pada setiap posisi

sepanjang panjangnya (kotak 1).

Dalam kasus yang tidak biasa kompresi dalam kanal Guyon, sensasi yang

ditahan di dalam dorsum tangan. sensasi di sini merupakan dari cabang kutaneus

dorsalis dari nervus ulnaris yang datang dari proksimal ke kanal Guyon, dan karena

itu tetap utuh.

Tanda Tinel harus positif di atas terowongan cubiti itu sendiri, meskipun

beberapa ahli bedah merasa lebih mudah untuk memperoleh tanda Tinel di sisi medial

humerus.

Page 14: Cts

11

Tes fleksi siku adalah tes provokatif berguna akurat untuk sindrome

terowongan cubiti.

2.8. PEMERIKSAAN

1. Elektromiogram ( EMG )

Adalah tes untuk mengevaluasi fungsi dari nervus dan otot. Tes ini di lakukan

di otot lengan atas yang di persyarafi oleh nervus ulnaris ( musculus flexor carpi

ulnaris, abductor digiti minimi, dan interosseous dorsalis. Jika otot tidak berfungsi

sebagaimana mestinya, kemungkinan besar nervus ulnaris tidak berfungsi

sebagaimana mestinya.

2. Tes Tinel ( Tinel’s sign )

Adalah pemeriksaan untuk memeriksa syaraf yang teriritasi. Tes Tinel ini

dilakukan dengan cara perkusi di sepanjang jalur nervus dengan jarum atau jari, yang

akan dirasakan sebagai sensasi “ tersetrum”.Tes ini dilakukan pada siku yang fleksi

pada cubital tunnel syndrome. Tes ini meliputi fleksi dari siku lebih dari 90 0, supinasi

dari lengan atas, dan mengangkat pergelangan tangan. Hasil positif apabila

didapatkan parestesi kurang dari 60 detik. Abduksi bahu juga dapat membantu

kapasitas diagnostik didalam tes ini.

Page 15: Cts

12

3. Tes Wartenberg ( Wartenberg sign )

Adalah pemeriksaan untuk abduksi dari jari kelingking dengan ekstensi.

Metode ini di gunakan untuk mengetahui adanya abduksi yang persisten jari

kelingking degan menggunakan musculus extensor digitorum communis jari manis.

Teknik ini sebaiknya digunakan pada kasus abduksi persisten dari jari kelingking,

dimana tidak ada kelainan claw hand.

4. Tes Froment ( Froment sign )

Adalah pemeriksaan dengan penderita melakukan gerakan mencubit.

Penderita dengan kelumpuhan nervus ulnaris akan kesulitan memegang dan akan

dikompensasi oleh musculus flexor pollicis longus dari ibu jari. Secara klinik,

Page 16: Cts

13

kompensasi ini adalah manifestasi dari fleksi dari sendi ibu jari ( daripada ekstensi

yang sebetulnya fungsi dari adduktor pollicis ). Catatan bahwa flexor pollicis

longus dipersyarafi oleh ramus interosseous anterior nervus medianus.

5. Memeriksa kelemahan pada otot intrinsik

6. Memeriksa kemampuan menyentuhkan jari telunjuk dengan jari tengah.

7. Memeriksa sensasi pada daerah dorsum ulnaris (hipostesia di daerah ini

kemungkinan terdapat adanya lesi di daerah proksimal sampai ke kanal guyon)

2.7. PENGOBATAN

2.7.1. Konservatif pengobatan

Diagnosis sindrom terowongan cubiti tidak dengan sendirinya memerlukan

operasi. Beberapa penulis telah menekankan pentingnya pendidikan pasien.

Misalnya, masuk akal untuk menyarankan bahwa pasien menghindari

aktivitas provokatif, seperti periode berlarut-larut dari fleksi siku.

Page 17: Cts

14

Padua et al mempelajari sejarah awal dari 24 pasien dengan sindrom

terowongan cubiti yang menolak operasi. Mereka mengamati bahwa sekitar setengah

dari pasien yang tidak diobati mereka melaporkan perbaikan dalam gejala dalam

follow-up. Peningkatan subjektif didukung oleh perbaikan dalam kecepatan konduksi

saraf di sekitar siku. Kebanyakan pasien melaporkan perubahan postur lengan mereka

setelah diagnosis dibuat. Studi Italia tampaknya untuk mengkonfirmasi pengamatan

anekdotal bahwa kasus-kasus ringan sindrom terowongan cubiti mungkin

menyelesaikan secara spontan tanpa pengobatan bedah.

Dellon et al meneliti 128 pasien, 43 di antaranya memiliki kompresi saraf

ulnaris bilateral. Semua pasien awalnya dirawat secara konservatif, meskipun banyak

diperlukan operasi berikutnya. Riwayat cedera siku jauh memburuk hasilnya, tetapi

hasil pretreatment electrodiagnosis bukan prediksi kebutuhan operasi.

Namun, pada pasien kooperatif dengan neurologi objektif, sebagian besar ahli

bedah akan merekomendasikan bedah rilis (bedah yang melepaskan jebakan saraf).

2.7.2. Pengobatan bedah untuk sindrom terowongan cubiti

Semua prosedur bedah mempunyai risiko (Kotak 2), dan ada perdebatan

dalam profesi ini untuk ketika kita harus beroperasi pada kondisi ini.

Dalam prakteknya, perawatan bedah ditawarkan untuk kasus yang lebih parah

dan di mana manajemen konservatif dianggap telah gagal.

Bedah rilis melibatkan incisi longitudinal di atas terowongan cubiti untuk

melepaskan serat retinacular sekitarnya. Prosedur ini harus dilakukan dengan hati-

hati, karena kerusakan pada cabang kecil dari saraf dapat menyebabkan neuroma

menyakitkan. Beberapa ahli bedah hanya melepaskan dekompresi saraf di situ

sementara yang lain mencoba untuk memobilisasi saraf bebas dan transpos anterior

keluar dari terowongan cubiti.

Nathan et al menyelidiki 102 kasus (74 pasien) dari sindrom terowongan

cubiti dirawat oleh dekompresi sederhana in situ. Studinya menemukan bahwa

perempuan tidak lebih baik daripada pria, dan juga mencatat bahwa kenaikan berat

Page 18: Cts

15

badan pasca operasi adalah tanda prognosis buruk. Yang menarik, pasien yang juga

memiliki rilis carpal tunnel ternyata memberi hasil lebih baik, dengan implikasi yang

mungkin bahwa banyak kasus sindrom terowongan cubiti ini dipersulit oleh sindrom

terowongan karpal tidak terdiagnosis.

Beberapa ahli bedah percaya bahwa sebuah rilis harus dilengkapi dengan

medial epicondylectomy. Ini menghilangkan epikondilus medialis sebagai sumber

kompresi.

Pilihan yang tersisa melibatkan transposisi saraf ulnaris, dimana ahli bedah

saraf bergerak di anterior. Hal ini memerlukan penyelesaikan membebaskan saraf,

dan beberapa ahli bedah menganggap ini tidak diperlukan, karena kerusakan pada

pasokan darah (vasa vasorum) dapat menyebabkan neuritis iskemik sekunder.

Pendekatan seperti itu juga menyebabkan saraf untuk kemungkinan

pemampatan sekunder pada tingkat ligamentum Struthers atau septum

intermuskularis, dan ahli bedah paling modern karena itu akan merilis struktur dalam

prosedur yang sama. Saraf ditransposisikan kemudian dapat dibiarkan dalam satu dari

tiga lokasi: subkutan, intramuskuler atau submuscular.

Fitzgerald et al menyelidiki retrospektif 20 pasien dari dinas militer pada rata-

rata tindak lanjut dari 24 bulan, dan menemukan bahwa setelah transposisi saraf

submuscular, 19 dari 20 pasien telah kembali ke tugas aktif. Tujuan utama dari fungsi

tangan juga meningkat. Satu pasien mengalami kerusakan permanen pada saraf kutan

antebrachial medial. Dari 20 pasien, 19 mengatakan mereka akan menjalani prosedur

lagi.

Nabham et al dibandingkan transposisi saraf ulnaris dengan dekompresi

sederhana dan tidak menemukan perbedaan dalam hasil. Studi acak dari 66 pasien

memimpin penulis untuk merekomendasikan dekompresi in situ untuk saraf ulnaris,

sebagaimana teknik yang rumit lebih membawa risiko jangka panjang ketidakstabilan

siku.

Beberapa penulis meneliti masalah tertentu kompresi lanjut saraf ulnaris

panjang yang parah (McGowan kelas 3). Matsuzaki et al mempelajari serangkaian

Page 19: Cts

16

dari 15 pasien dengan sindrom terowongan cubiti parah yang termasuk pengecilan

yang jelas pada otot intrinsik, deformitas cakar tangan dan studi konduksi saraf yang

tidak dapat diukur (secara elektris diam). Perbaikan fungsional di atas 2 tahun diamati

pada kelompok ini, meskipun pasien > 70 tahun menunjukkan pemulihan lebih

lambat (Kotak 3).

Dalam dekade terakhir, berbagai penulis telah menggambarkan rilis

endoskopik dari saraf ulnaris. Tsai et al menjelaskan serangkaian dari 76 pasien (85

siku) diobati dengan endoskopi rilis terowongan. Para penulis menyimpulkan bahwa

rilis endoskopik adalah pengobatan yang aman dan dapat diandalkan untuk kondisi

tersebut, terutama pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang.

Namun, harus diingat bahwa para pendukung rilis endoskopik sedang

berusaha untuk mengganti prosedur terbuka baik dipahami dan sering-dilakukan

dengan alternatif teknis yang menuntut juga memerlukan peralatan khusus. Operasi

terbuka untuk kondisi ini tidak terkait dengan bekas luka lama atau jelas, dan

keuntungan endoskopik rilis- adalah sayatan yang lebih kecil- tidak akan cukup untuk

meyakinkan semua ahli bedah dari teknik ini.

Operasi revisi: Hasil operasi revisi sering mengecewakan dalam sindrom

terowongan cubiti. Pasien berusia > 50 tahun adalah sangat buruk. Electromyelogram

bukti preoperatif denervasi merupakan indeks prognostik buruk.

Page 20: Cts

17

BAB 3

KESIMPULAN

Sindrom terowongan cubiti merupakan alasan yang paling umum kedua untuk

neuropati saraf jebakan di perifer pada ekstremitas atas. Hal ini lebih sering terjadi

pada pekerjaan tertentu. Pasien yang memiliki diabetes dan mereka yang telah

menderita luka atau perubahan degeneratif sekitar siku juga dapat meningkatkan

risiko.

Pendidikan pasien dan orthotics dapat membantu untuk mengurangi gejala,

tetapi dalam kasus yang lebih berat rilis bedah efektif. Ada perdebatan dalam profesi

ini untuk apa yang merupakan pendekatan bedah yang optimal. Prosedur ini terkait

dengan beberapa risiko komplikasi, dan kasus berat persisten yang dirujuk untuk

kembali eksplorasi mungkin dapat tidak merespon operasi.

Kotak 1: Anatomi situs untuk kompresi saraf ulnaris

1) radikulopati C8

2) sindrom Thoracic outlet

3) Terowongan cubiti itu sendiri

4) Kompresi dalam kanal Guyon

5) Dua atau lebih dari sindrom di atas-yaitu, syndrome double crush

Kotak 2: Resiko dari prosedur bedah

1) Komplikasi rilis saraf ulnaris

2) Dysaesthesia Persistent

3) Distrofi Refleks simpatik

4) Hematoma

5) Infeksi

6) Neuroma dari brakialis medial dan saraf kutaneus antebrachial medial

7) Defisit sensorik Persistent

8) Kelemahan Persistent

Page 21: Cts

18

9) Medial epicondylectomy

10) Risiko kerusakan pada ligamen kolateral medial

Kotak 3: McGowan Skor: Sistem Grading untuk neuropati ulnaris saraf

1) Sesekali parestesia ringan, tanda Tinel positif, kelemahan subyektif

2) Parestesia sedang, kelemahan objektif, tanda Tinel positif

3) Parestesia konstan yang parah, kelemahan, pengecilan otot yang

terlihat jelas

Page 22: Cts

19

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham. Apley’s System f Orthopaedics and Fractures. 7th edition. Jordan

Hill, Oxford : Butterworth heinemann, 1993.

Miller, Mark D. Review Of Orthopaedics. 3rd edition. Philadelphia, Pennsylvania:

WB Sanders Company, 2000

http://www.assh.org/Public/HandConditions/Pages/CubitalTunnelSyndrome.aspx

http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/cubital_tunnel. html

http://www.simmonsortho.com/literature/cubitaltunnelsyndrome/

cubitaltunnelsyndrome.html

http://en.wikipedia.org/wiki/Ulnar_nerve_entrapment

http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/adult_orthopaedic s/cubital.cfm

http://www.scoi.com/cubital.htm

http://www.merck.com/mmpe/sec04/ch042/ch042f.html

http://www.eorthopod.com/public/patient_education/6469/

cubital_tunnel_syndrome.html

http://www.handuniversity.com/topics.asp?Topic_ID=8

http://handsurgeon.com/wp/?page_id=11

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00069

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/elbowinjuriesanddisorders.ht ml

http://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT00184158

http://orthopedics.about.com/cs/elbow/g/cubitaltunnel.htm

Page 23: Cts

20

http://www.wheelessonline.com/ortho/cubital_tunnel_syndrome

http://www.ecureme.com/emyhealth/data/Cubital_Tunnel_Syndrom e.asp

http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=39989

http://catalog.nucleusinc.com/generateexhibit.php?ID=1326

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/145783/cubital-tunnel-syndrome