Cross Sectional

download Cross Sectional

of 8

Transcript of Cross Sectional

KTI KEBIDANAN NEW : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI USIA 0-12 BULANMau lebih lengkap HUB Hp. 081 225 300 100 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2009; h.2) Angka Kematian Bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian dari 10,5 juta per tahun terjadi akibat penyakit infeksi yang bisa dicegah dengan imunisasi. Seperti pneumococcus (28 %), campak (21 %), tetanus (18%), rotavirus penyebab diare (16%), dan hepatitis B (16%). Dari data WHO ini diperkirakan setidaknya 50% angka kematian di Indonesia bisa dicegah dengan imunisasi dan Indonesia termasuk sepuluh besar negara dengan jumlah terbesar anak tidak tervaksinasi ( WHO, 2010). Tingginya Angka Kematian Bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Beberapa penyakit yang saat ini masih menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi, diantaranya penyakit diare, tetanus,gangguan perinatal, dan radang saluran napas bagian bawah (Hidayat, 2009; h.2) Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, dan difteri. Hal ini terjadi karena masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk memberi imunisasi pada anak. Kematian pada bayi juga bisa disebabkan oleh adanya trauma persalinan dan kelainan bawaan yang kemungkinan besar dapat disebabkan oleh rendahnya status gizi ibu pada saat kehamilan serta kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (Hidayat, 2009; h.2) Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dicapai secara optimal apabila orang tua melakukan berbagai upaya, memberikan nutrisi yang adekuat, memfasilitasi kegiatan bermain dan melakukan upaya pemeliharaan kesehatan. Salah satu upaya pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit adalah pemberian imunisasi. (Hidayat, 2009; h.54) Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Pemberian imunisasi penting diberikan pada tahun pertama usia anak karena pada awal kehidupan, anak belum mempunyai kekebalan sendiri, hanya Immunoglobin G yang didapatnya dari ibu dan setelah usia 2 sampai 3 tahun, anak akan membentuk Immunoglobin G sendiri. Beberapa hal penting terkait dengan pemberian imunisasi pada anak adalah status kesehatan anak saat akan diberikan imunisasi, pengalaman yang lalu terhadap imunisasi, pengertian orang tua tentang imunisasi, dan kontraindikasi pemberian imunisasi apabila ada. (Hidayat, 2009; h.54) Pemerintah setiap tahun terus berupaya untuk menurunkan angka kejadian penyakit seperti Poliomyelitis (kelumpuhan), Campak (measles), Difteri (indrak), Pertusis (batuk rejan / batuk seratus hari), Tetanus, Tuberculosis (TBC) dan Hepatitis B dengan menggalakan program pencegahan penyakit yaitu imunisasi pada bayi

dan anak. (Hidayat, 2009; h.54) Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Sangat penting bagi para profesional untuk melakukan imunisasi terhadap anak maupun orang dewasa. Dengan demikian akan memberikan kesadaran pada masyarakat terhadap nilai imunisasi dalam mencegah penyakit yang berat. (IDAI, 2008; h.1) Dalam catatan internasional, pada akhir tahun 1990-an, Indonesia memiliki reputasi pencapaian program imunisasi yang mengesankan, berkat sistem pelayanan yang efektif seperti posyandu, pencacatan pelaporan, dan sistem distribusi vaksin ke daerahdaerah. Pemerintah secara nasional melakukan kontrol terhadap pelaksanaan imunisasi. Namun sejak dimulainya desentralisasi tampak adanya gambaran penurunan di beberapa daerah, terutama bagi daerah atau wilayah sulit komunikasi dan transportasi di luar jawa. Daerah ini umumnya kesulitan dana operasional, seperti membawa vaksin dari kabupaten ke desa-desa, membiayai juru imunisasi desa dan penyimpanan vaksin. (Deni, 2008). Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan 1,7 juta anak Indonesia meninggal karena tidak mendapat imunisasi lengkap. Jumlah 1,7 juta itu merupakan seperlima dari balita di Indonesia. (Deni, 2008). Berdasarkan data Puskesmas Bulu Kabupaten Rembang dari jumlah bayi usia 0-12 bulan pada tahun 2009 angka bayi yang tidak mematuhi imunisasi dasar menurun menjadi sekitar 74 (19,8%) bayi dari 372 bayi. Sedangkan pada tahun 2010 angka bayi yang tidak mematuhi imunisasi dasar menjadi 70 (20,4%) bayi dari 342 bayi. Berdasarkan hasil pengamatan sementara (studi pendahuluan) pada tanggal 23 Desember 2010 dan 23 Januari 2011 di Desa Lambangan Wetan, Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang didapatkan data jumlah bayi usia 0-12 bulan sebanyak 32, yang mendapatkan imunisasi dasar sebanyak 12 bayi (37,5%), ada sekitar 20 (62,5%) bayi yang belum mendapat imunisasi dasar. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal yang diantaranya adalah ibu tidak tahu tentang imunisasi dasar baik manfaat imunisasi dan jadwal imunisasi dasar. Selain itu dampak dari tidak imunisasi dasar yaitu bayi akan mudah terkena penyakit. Dari latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Tentang Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia 0-12 bulan di Desa Lambangan Wetan Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang. B. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Tentang Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia 0-12 bulan di Desa Lambangan Wetan Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang? C. C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Tentang Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia 0-12 bulan di Desa Lambangan Wetan Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui jumlah bayi usia 0-12 bulan yang mendapat imunisasi dasar. b. Mengetahui jumlah bayi usia 0-12 bulan yang tidak mendapat imunisasi dasar. c. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan. d. Mengetahui perilaku ibu tentang pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan. D. D. MANFAAT 1. Bagi Pemerintah Sebagai masukan atau pertimbangan pemerintah khususnya Departemen Kesehatan dalam membuat kebijakan dalam praktik pelayanan guna menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui tindakan preventif yaitu dengan lebih menggalakkan program imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-12

bulan. 2. Bagi Masyarakat Dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada masyarakat umumnya, ibu dan keluarga khususnya tentang pentingnya imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai masukan dan informasi yang berguna untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dalam rangka meningkatkan cakupan imunisasi dasar. 4. Bagi Penulis a. Mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan peneliti b. Menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya. E. E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah : 1. Kamidah (2003) dengan judul Hubungan antara tingkat pengetahuan imunisasi dengan perilaku ibu terhadap imunisasi bayi di Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan non eksperimental dengan pendekatan cross sectional, dengan populasi semua ibu yang berkunjung di puskesmas Gondokusuman untuk imunisasi dengan sampel ibu yang mempunyai bayi usia 0-12 bulan. Analisa data yang digunakan dengan analisa data statistik nonparametrik teknik bivariat dengan uji Kendel Tau. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan imunisasi dengan perilaku ibu terhadap imunisasi bayi. 2. Rina Fatmawati (2006) dengan judul Determinan yang mempengaruhi cakupan imunisasi dasar lengkap balita usia 1-2 tahun di wilayah Puskesmas Tegalrejo. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional analitik, dengan populasi semua ibu yang mempunyai balita 1-2 tahun dan sampel penelitian yaitu ibu yang mempunyai balita 1-2 tahun yang diambil dengan menggunakan sistem cluster sampling design. Analisa data yang digunakan adalah secara kuantitatif dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan imunisasi di puskesmas Tegalrejo tidak berhubungan dengan nilai sikap, karakteristik ibu dan karakteristik balita. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengacu pada tujuan yang dicapai yaitu mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan di desa Lambangan Wetan kec. Bulu kab. Rembang. Perbedaan yang lain terletak pada variabel terikatnya yaitu dalam penelitian ini adalah imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan. Populasi penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan dengan sampel ibu yang mempunyai bayi usia 0-12 bulan. Analisa data adalah kuantitatif dengan teknik deskriptif. F. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Imunisasi Masa bayi berlangsung selama 2 tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir selama 2 minggu. Masa bayi sering dianggap sebagai keadaan tidak berdaya dimana bayi setiap hari belajar untuk semakin mandiri, sehingga di akhir masa bayi dikenal sebagai anak kecil yang baru belajar berjalan. Masa bayi adalah masa dasar yang sesungguhnya, meskipun seluruh masa anak anak merupakan masa dasar. (Proverawati, 2010; h.11) Asuhan bayi usia 2 6 hari adalah 1) minum, 2) defekasi/BAB, 3) berkemih/BAK, 4) tidur, 5) kebersihan kulit, 6) keamanan, 7) tanda tanda bahaya, 8) penyuluhan pada ibu dan keluarga sebelum bayi pulang tentang perawatan tali pusat, pemberian ASI, menjaga kehangatan bayi, imunisasi dasar bagi bayi, perawatan sehari hari, pencegahan infeksi dan kecelakaan. (Vivian, 2010; h.27-31). a. Definisi konsep dasar imunisasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut: 1) Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (IDAI, 2008; h.10) 2) Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.

Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin : BCG, DPT, dan Campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). (Hidayat, 2009; h.54). 3) Imunisasi adalah suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010; h.8) Dengan banyaknya analisa dari para ahli, peneliti mengambil kesimpulan bahwa imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada anak atau seseorang terhadap penyakit tersebut.

KTI/ SKRIPSI KEBIDANAN 2012 : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN PROMOSI PEMBERIAN SUSU FORMULA OLEH BIDAN TERHADAP PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSLUSIFMAU LEBIH LENGKAP HUB : 081 225 300 100 Murah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan program upaya kesehatan dalam rangka panjang salah satu tujuanya adalah meningkatkan status kesehataan reproduksi bagi wanita usia subur termasuk anak, remaja, ibu hamil dan ibu menyusui dengan kegiatan pokok melaksanakan upaya kesehatan reproduksi disemua unit pelayanan (Dinas Kesehatan, 2006). Sejak seorang wanita memasuki kehidupan berkeluarga didalam diri telah tertanam suatu keyakinan saya harus menyusui bayi saya karena menyusui adalah suatu realisasi tugas yang wajar dan mulia dari seorang ibu. Tetapi keyakinan tersebut telah luntur karena adanya kecendrungan masyarakat untuk meniru suatu yang dianggap modern yang berasal dari Negara maju dan kota besar di Indonesia (Soetjiningsih, 2007). Menyusui adalah sesuatu hal yang alami dan harus dilaksanakan oleh seorang ibu untuk menyusui bayinya. Tetapi pada kenyataanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif pada bayi terdapat perasaan negative yang mengoyahkan rasa percaya diri pada ibu. Terutama pada ibu yang baru pertama kali punya bayi. Dimana perasaan ibu sangat sensitif bila menyangkut buah hatinya. Sehingga ibu sangat rentan terhadap provokasi maupun persuasi terhadap berbagai komentar tentang ASI yang diperoleh dari keluarga maupun orang-orang terdekat disekitarnya (Soetjiningsih, 2007). Bagi bayi, ASI merupakan makanan terbaik yang mengandung semua gizi penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. (Bari Saifudin, 2002). Dimana pada usia usia 6 bulan menjadi peningkatan jumlah sel otak pada bayi. Bila pada periode tersebut bayi kekurangan gizi, maka akan terjadi penurunan jumlah sel otak sebanyak 15-20% yang berpengaruh pada IQ (intellgency Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) anak. Karena dalam proses menyusui timbul kedekatan antara ibu dan bayi yang membuat anak merasa aman dan disayang, sehingga berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak (DepKes RI, 2001). Menurut WHO masa pemberian ASI diberikan secara Ekslusif pada 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan untuk tetap diberikan setelah 6 bulan bersamaan dengan makanan pendamping ASI sampai anak 12 tahun (DepKes RI, 2001). Pemberian ASI Ekslusif selain bermanfaat bagi bu, beberapa diantaranya adalah dapat mencegah perdarahan pasca persalinan, dan mencegah anemia. Sedangkan manfaat pemberian ASI ekslusif bagi bayi dapat membantu mempercepat penurunan angka kematian bayi sekaligus meningkatan status gizi balita (Suradi,

2004). Melihat banyaknya manfaat Air Susu Ibu secara Ekslusif maka tidak alasan bagi ibu untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya, namun kenyataan yang ada saat ini justru kebalikanya. Banyak ibu yang tidak manyusui bayinya terutama secara Ekslusif (Roesli, 2000). Menurut hasil penelitian Khairunniyah (2004), pemberian ASI ekslusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI ekslusif, maka kualitas kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk. Setelah diteliti lebih mendalam ternyata faktor penyebab utama terjadinya kematian pada bayi baru baru lahir dan balita adalah penurunan angka pemberian inisiasi menyusui dini dan ASI ekslusif. Dari 22% menjadi 8 %ibu memberikan ASI pada bayinya segera setelah bayi lahir. Dijakarta durasi rata-rata pemberian ASI ekslusif hanya berlangsung selama 18 hari. (Wahana, 2007). Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2008) AKI di Jawa Tengah tahun 2007 tercatat 116,3/100000 kh, sedangkan AKB di Jawa tengah adalah 10,9/1000 kh. Cakupan ASI ekslusif pada tahun 2007 diJawa Tengah telah mencapai 29,9% dari target yang diharapkan yaitu 80%. Di kota Semarang pada tahun 2007 cakupan ASI ekslusif sebanyak 28,08%. Dan pada tahun 2009 cakupan ASI ekslusif justru turun menjadi 24,53% (DKK,2009). Jumlah bayi 0-6 bulan yang berada diwilayah kerja puskesmas Kedung Mundu Kecamatan Tembalang tahun 2009 adalah sebanyak 471 jumlah bayi. namun hanya 103 bayi (22%) yang diberikan ASI eksklusif oleh ibunya. Dapat terlihat dengan jelas dari data- data tersebut bahwa masih belum tercapainya target cakupan ASI sesuai dengan Kebijakan yang ditempuh dalam program peningkatan pemberian ASI di Indonesia yaitu menetapkan 80% dari ibu dapat memberikan ASI secara ekslusif. Berdasarkan study pendahuluan yang telah dilakukan penulis di wilayah kerja Puskesmas Kedung Mundu Kecamatan Tembalang dari 10 ibu menyusui bayi 0-6 bulan terdapat 70% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Sikap positif ibu tentang ASI eksklusif 40% dan 60% sikap negatif. Sebagian besar ibu memiliki sikap negatif tentang ASI ekslusif disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jika bayi hanya diberikan ASI tidak akan cukup tanpa diberi makanan pendamping seperti susu formula, anggapan ASI tidak terlalu penting, serta masalah- masalah yang sering timbul dalam menyusui seperti putting susu datar atau terbenam, putting susu lecet dan bendungan ASI. Masih rendahnya angka keberhasilan pemberian ASI ekslusif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya perubahan sosial budaya seperti ibu bekerja, sehingga bayi diberikan MP-ASI sebelum usia 6 bulan, dan kepercayaan bahwa susu botol lebih bergensi dari pada ASI. Faktor lain yang mendukung adalah kurangnya dukungan dari tenaga kesehatan yang menyediakan fesilitas pelayanan informasi tentang ASI ekslusif dan pada saat bersalin rata-rata tenaga kesehatan memberikan susu formula terhadap bayi, serta kurangnya sarana manajemen laktasi, dukungan masyarakat seperti kader posyandu dan ibu PKK serta dukungan suami (Rahma, 2008). Salah satu hak bayi yang selama ini sering dilupakan oleh para ibu, yakni hak untuk memperoleh ASI. Yang sering mudahnya digeres oleh susu formula. Menurut survey menyebutkan hanya 14% bayi di Indonesia yang disusui secara Ekslusif oleh ibunya hanya sampai usia bayi 4 bulan, pemasaran yang agresif dari produsen susu pengganti ASI merupakan salah faktor penghambat pemberian ASI di Indonesia. Pemberian susu Formula kepada bayi yang semestinya mendapat ASI ekslusif menjadi gaya hidup saat ini . berdasarkan survey pada tahun 2000 bayi di Indonesia rata-rata memperoleh ASI Ekslusif hanya sampai usia 1,7 bulan dan kemudian langsung diberikan susu formula. Survey Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 1997 sampai 2002 menunjukan bahwa pemberian ASI kepada bayi satu jam setelah lahir menurun dari 8% menjadi 3.7%. pemberian ASI Ekslusif selama 6 bulan menurun dari 42.2% menjadi 39.% sedangkan pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat dari 10.8% menjadi 32.5%. Pemberian ASI Ekslusif perlu motivasi dan dukungan dari keluarga dan tenaga

kesehatan, tenaga kesehatan juga berperan penting dalam memotivasi ibu untuk selalu memberikan ASI, selain itu tenaga kesehatan juga berperan penting dalam memberikan informasi kepada ibu menyusui tentang pentingnya ASI bagi bayi. Berbagai persepsi yang salah terkait pemberian ASI, selama ini banyak berkembang dimasyarakat. Tak jarang, hal itu menjadi beban tersendiri bagi ibu menyusui, sehingga proses menyusui terganggu. Sebagian masyarakat kita masih beranggapan salah, mengira menyusui hanya merupakan urusan ibu dan bayinya, padahal, peran keluarga dan tenaga kesehatan terhadap pemberian ASI Ekslusif sangat besar, terutama terhadap motivasi, persepsi, emosi dan sikap ibu menyusui. (Syafrudin, 2009). Promosi kesehatan dapat membangkitkan motivasi ibu menyusui untuk terus menyusui bayinya secara teratur sampai usia bayi 6 bulan, tenaga kesehatan merupakan peran penting untuk mendukung ibu dalam proses menyusui bayinya. Namun pada kenyataanya masih ada beberapa tenaga kesehatan yang masih memberikan susu formula pada saat bayi baru dilahirkan atau satu jam pertama saat bayi dilahirkan, dengan alasan air susu ibu tidak keluar. Sehingga aspek ini membawa pengaruh terhadap banyak ibu untuk tidak menyusui bayi mareka. (Syarifah Rosyita, 2000) Susu formula merupakan susu untuk bayi yang berasal dari susu sapi, yang berfungsi sebagai pengganti Air Susu Ibu selama 4-6 bulan pertama kehidupan. Susu formula yang disesuaikan dan disusun agar komposisi dan kadar nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan bayi secara fisiologis serupa dengan komposisi ASI. namun meskipun Susu formula dibuat menyerupai ASI, tetap saja ASI merupakan contoh ideal gizi yang mengandung prebiotik. Berdasarkan hasil Penelitian Syarifah, (2008) mengatakankan tinja bayi yang ASI didominasi oleh Bifidobakteria karena ASI mengandung faktor bifidus, membuat bayi ASI jarang terkena Diare dibandingkan yang minum susu Formula. Sehingga peran ASI sangat penting bagi bayi. (Syarifah, 2008). Tingkat pengetahuan ibu juga menentukan keberasilan pemberian ASI secara Ekslusif. Ibu yang dapat memberian ASI secara Ekslusif kepada bayinya, tidak hanya memberikan begitu saja kepada bayinya. Melainkan ibu harus benar-benar memahami tentang ASI ekslusif dan manfaat ASI Ekslusif untuk ibu dan bayinya. Sehingga ibu dapat memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya sampai usia 6 bulan (Rahma, 2008). Dari uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan pemberian susu formula oleh Bidan terhadap perilaku pemberian ASI Ekslusif. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan dan rumusan masalah Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dan Pemberian susu formula oleh bidan terhadap prilaku pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Kedung Mundu dan Sambiroto Kecamatan Tembalang Semarang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dan promosi susu formula oleh bidan terhadap perilaku pemberian ASI Ekslusif di xxxx dan xxxx Kecamatan xxxxxx xxxxxxxx. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan, dan pekerjaan di xxxx dan xxxx Kecamatan xxxxxx xxxxxxxx. b. Menjelaskan hubungan tingkat pengetahuan ibu perilaku pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan xxxx dan xxxx Kecamatan xxxxxx xxxxxxxx c. Menjelaskan Hubungan Promosi Pemberian susu formula oleh bidan terhadap perilaku pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Kedung Mundu dan Sambiroto Kecamatan Tembalang Semarang D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan kota xxxx Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam kebijakan program kesehatan ibu dan anak. 2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperluas wawasan dan pengalamannya belajar dalam melakukan penelitian serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan. 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur tingkat pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah yang

diajarkan diakademi dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan informasi bagi dunia pendidikan tentang hubungan pemberian susu formula terhadap prilaku pemberian ASI Ekslusif. E. Keaslian Penelitian 1. Hubungan Antara Sikap Ibu Tentang ASI Eksklusif Terhadap Perilaku Pemberian ASI eksklusif Di RB Kartini Panjang Kecamatan Panjang Utara Kota Bandar Lampung Tahun 2010. (Kiki Purnama, 2010). Desain penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatn cross sectional. Kesimpulannya X2 hitung > dari X2 maka tabel Ha diterima dan Ho ditolak, jadi ada Hubungan Antara Sikap Ibu Tentang ASI Eksklusif Terhadap Perilaku Pemberian ASI eksklusif Di RB Kartini Panjang Kecamatan Panjang Utara Kota Bandar Lampung Tahun 2010 ( Kiki Purnama, 2010). 2. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Dukungan Suami Terhadap Perilaku Pemberian ASI Ekslusif Di BPS Ny. Erlinda Surya Anis Semarang (Andini Indri, 2009). Jenis penelitian study deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Kesimpulannya : Dengan menggunakan uji chisquare, bila mengandung expected value < 5 atau tidak > 20%, dan bila < 5 tetapi > 20% menggunakan uji fisher Jadi ada hubungan antara pengetahuan ibu dan dukungan susmi terhadap prilaku pemberian ASI Ekslusif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman , rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan dan telinga. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Sifat khas dari pengetahuan adalah memperoleh sesuatu yang baru, yang dulu belum ada sekarang diperoleh, yang dulu belum diketahui sekarang diketahui, yang dulu belum dimengerti dan sekarang dapat dimengerti ( Notoatmodjo, 2003). b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoadmojdo, 2003), yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termaksuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu Tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antar lain : menyebutkan, menguraikan , mengidentifikasikan, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan meteri tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainyaterhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makanmakanan yang bergizi. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang rill (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaanhukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunkan rumus statistic dalam penghitunganpenghitungan hasil penelitian. Dapat menggunkan prinsip-prinsip siklus pemecahan maslah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan. 4) Analisis (analysis) Merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sma lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihar dari penggunaan kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan , memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5) Sistensis (synthesis) Sistensis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya adapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunkan criteria-kriteria yang telah ada. c. Cara meperoleh pengetahuan Untuk memperoleh pengetahuan ada berbagai macam cara yang telah digunakan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu: 1) Cara tradisional atau non ilmiah Cara ini dipakai untuk memproleh kebenaran pengetahuan sebelum menemukan metode secara sistematik dan logis. Metode ini meliputi :