Makalah Cross Sectional

38
MAKALAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI “Studi Cross Sectional” Oleh : Kelompok I (S1 VI-A) Anggota : Aidil Fitri Dwi Kartika Sari Elza Miaqsa Melda Rahmatul Karimah Elza Okta Elvira Y Lizatul Aini Rigo Vomitra Suci Amalya Vini Handayani Dosen :

description

makalah cross sectional

Transcript of Makalah Cross Sectional

Page 1: Makalah Cross Sectional

MAKALAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI

“Studi Cross Sectional”

Oleh :

Kelompok I (S1 VI-A)

Anggota :

Aidil Fitri Dwi Kartika Sari

Elza Miaqsa Melda Rahmatul Karimah

Elza Okta Elvira Y

Lizatul Aini Rigo VomitraSuci Amalya

Vini Handayani

Dosen :

PROGRAM STUDI S1 FARMASISEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

2016

Page 2: Makalah Cross Sectional

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

hanya atas rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis berupa

makalah yang berjudul “Studi Cross Sectional”.

Sumber dari makalah ini diambil dari buku-buku yang berhubungan

dengan Farmakoepidemiologi dan lainnya yang ditambah dengan informasi yang

didapat dari pencarian (browsing) di internet dan sumber-sumber lainnya.

Diantara sumber-sumber tersebut di susunlah semua informasi dalam satu

makalah sehingga menurut kami makalah ini sudah cukup informatif.

Dalam penulisan makalah ini pastilah ada banyak kendala yang kami

temui namun kami berhasil menghadapinya dan menyelesaikan makalah ini tepat

waktu. Akhir kata jika ada sesuatu yang tidak berkenan di hati pembaca mohon

dimaklumi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, Mei 2016

Penyusun

i

Page 3: Makalah Cross Sectional

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Isi ............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2

1.3 Tujuan ...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian studi cross sectional.............................................................3

2.2 Tujuan studi cross sectional...................................................................8

2.3 Jenis studi cross sectional......................................................................9

2.4 Ciri-Ciri studi cross sectional................................................................9

2.5 Langkah-langkah studi cross sectional .................................................10

2.6 Contoh studi cross sectional..................................................................15

2.7 Kekuatan dan kelemahan studi cross sectional...................................... 18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................20

Daftar Pustaka...................................................................................................22

ii

Page 4: Makalah Cross Sectional

iii

Page 5: Makalah Cross Sectional

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang begitu pesat seperti saat ini diikuti pula dengan

pesatnya perkembangan intelektual manusia. Banyak sekali pengetahuan yang perlu

untuk dikembangkan lagi menjadi sebuah ilmu pengetahuan baru yang dapat

dimanfaatkan bagi kemaslahatan manusia. Berbagai cara digunakan untuk

mengembangkan pengetahuan ataupun mencari ilmu pengetahuan baru. Salah satu

cara untuk mengembangkan pengetahuan tersebut adalah penelitian.

Penelitian sendiri tidak dapat dipisahkan dari tahap-tahap perkembangan

kehidupan manusia, khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pentingnya suatu penelitian dan hubungannya dengan berbagai hal dalam kehidupan

mengakibatkan penelitian harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan

berdasarkan etika kebenaran. Sehingga setiap pedoman yang sistematis menjadi

perhatian utama agar penelitian yang mandiri, subjekif, dan kritis dapat dilaksanakan

dengan baik.

Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat

desain penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang

menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan

tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar seorang

peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang bersangkutan

tidak mempunyai pedoman arah yang jelas. Manfaat desain penelitian akan dirasakan

oleh semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian, karena dapat digunakan

sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian.

Selain itu, agar sebuah penelitian memiliki batasan-batasan dan dapat disusun

secara terstruktur dan terkonsep dengan baik, maka diperlukan sebuah metode

Cross Sectional 1

Page 6: Makalah Cross Sectional

penelitian. Mengingat betapa pentingnya desain dan metode penelitian bagi sebuah

penelitian, maka kelompok kami akan membahas mengenai Desain dan Metode

Penelitian dalam Makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan studi cross sectional ?

2. Apakah tujuan dari dilakukannya studi cross sectional ?

3. Sebutkan jenis dari studi cross sectional !

4. Apa saja cirri-ciri dari studi cross sectional

5. Jelaskan contoh dari studi cross sectional !

6. Bagaimana keuntungan dan kelemahan dari studi cross sectional ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari studi cross sectional.

2. Agar mahasiswa memahami tujuan dari dilakukannya studi cross sectional.

3. Agar mahasiswa dapat menyebutkan jenis dari studi cross sectional.

4. Agar mahasiswa mampu menjabarkan cirri-ciri ari studi cross sectional.

5. Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan member contoh dari studi cross

sectional.

6. Agar mahasiswa dapat memaknai keuntungan dan kelemahan dari studi cross

sectional.

Cross Sectional 2

Page 7: Makalah Cross Sectional

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Cross Sectional

Dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, studi cross-sectional merupakan

suatu bentuk studi observasional (non-eksperimental) yang paling sering dilakukan.

Kira-kira sepertiga artikel orisinal dalam jurnal kedokteran merupakan laporan studi

cross-sectional. Dalam arti yang luas, studi cross-sectional mencangkup semua jenis

penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada saat

itu. Studi seperti dapat hanya bersifat deskriptif, misalnya survai deskripitif, atau

penentuan nilai normal (misalnya nilai-nilai antropometrik bayi baru lahir, kadar

immunoglobulin pasien asma). Ia juga dapat merupakan studi analitik, misalnya studi

perbandingan antara kadar asam urat pada manula yang normal dan yang gemuk, atau

studi kolerasi antara skor kebugaran tertentu dengan kadar kolesterol. Dengan

perkataan lain, penelitian yang pengukurannya dilakukan hanya satu kali, disebut

studi cross-sectional (Sastroasmoro, 1995)

Dalam studi cross-sectional, variabel bebas atau faktor resiko dan tergantung

(efek) dinilai secara simultan pada satu saat; jadi tidak ada follow-up pada studi

cross-sectional. Dengan studi cross-sectional diperoleh prevalens penyakit dalam

populasi pada suatu saat; oleh karena itu studi cross-sectional disebut pula sebagai

studi prevalens(prevalence studi). Dari data yang diperoleh, dapat dibandingkan

prevalens penyakit pada kelompok dengan resiko, dengan prevalens penyakit pada

kelompok tanpa resiko. Studi prevalens tidak hanya digunakan untuk perencanaan

kesehatan, akan tetapi juga dapat dgunakan sebagai studi etiologi. Pembahasan

diawali dengan tinjaun ringkas tentang pengertian dasar, dan dilanjutkan dengan

langkah-langkah dalam melaknsanakan studi cross-sectional. (Sastroasmoro, 1995)

Cross Sectional 3

Page 8: Makalah Cross Sectional

Bila kita memiliki keterbatasan dana, waktu dan tenaga, alternatif desain yang

sederhana adalah desain potong lintang. Desain potong lintang dikenal juga dengan

istilah survey. Kunci utama dalam desain potong lintang adalah sampel dalam suatu

survey direkrut tidak berdasarkan status paparan atau suatu penyakit/ kondisi

kesehatan lainnya, tetapi individu yang dipilih menjadi subjek dalam penelitian

adalah mereka yang diasumsikan sesuai dengan studi yang akan kita teliti dan

mewakili populasi yang akan diteliti secara potong lintang sehingga hasil studi bisa

digeneralisasikan ke populasi. Oleh karena itu, faktor paparan dan kejadian

penyakit/kondisi kesehatan diteliti dalam satu waktu.

Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi

atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap

subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap

status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti

bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat

mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya

hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2002).

Cross Sectional 4

Page 9: Makalah Cross Sectional

Penelitian crosssectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada

satu titik waktu tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun

eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel

dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan suatu model

atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok sampling pada

satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki

kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari

populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis

yang mempengaruhinya (Nurdini, 2006).

Hasil pengamatan cross sectional untuk mengidentifikasi factor risiko ini

kemudian disusun dalam tabel 2 x 2. Untuk desain seperti ini biasanya yang dihitung

adalah rasio prevalens, yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek

pada subjek dari kelompok yang mempunyai factor risiko yang diteliti, dengan

prevalens penyakit atau efek pada subjek yang tidaj mempunyai factor risiko. Rasio

prevalens menunjukkan peran factor risiko dalam terjadinya efek pada studi cross-

sectional. (Sastroasmoro, 1995)

Studi cross-sectional hanya merupajan salah satu dari jenis studi observasional

untuk menentukan hubungan antara factor risiko dan penyakit. Studi cross-sectional

untuk mempelajari etiologi suatu penyakit dipergunakan terutama untuk mempeljari

factor risiko penyakit dipergunakan terutama untuk mempelajari factor risiko

penyakit yng mempunyai onset yang lama dan lama sakit yang panjang, sehingga

biasanya pasien tidak mencari pertolongan sampai penyakitnya relative telah lanjut.

Penyakit-penyakit jenis tersebut misalnya osteoarthritis, bronchitis kronik, dan

sebagian besar penyakit kejiwaan. Studi kohort kurang tepat digunakan pada studi

tentang penyakit-penyakit tersebut karena diperlukan sampel yang besar, waktu

follow up yang sangat lama, dan sulit untuk mengetahui saat mulainya penyakut (sulit

untuk menentukan insidens). Sebaliknya jenis penyakit yang mempunyai lama sakit

sedikit jumlah kasus yang akan diperoleh didalam kurun waktu pendek. Sesuai

Cross Sectional 5

Page 10: Makalah Cross Sectional

dengan namanya, yakni studi prevalens, maka pada studi cross sectional yang dinilai

adalah subjek yang baru dan yang sudah kama menderita penyakit atau kelainan yang

sedang diselidiki. (Sastroasmoro, 1995)

Gambar. Alur Studi Cross Sectional

Faktor resiko

Efek

Ya Tidak Jumlah

Ya a B a + b

Tidak c D c + d

jumlah a+c b +d a + b + c + d

Gambar. Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil pengamatan studi cross sectional.

A = subjek dengan factor resiko yang mengalami efek

B = subjek dengan factor resiko yang tidak mengalami efek

C = subjek tanpa factor resiko yang mengalami efek

D = subjek tanpa faltor resiko yang tidak mengalami efek

Cross Sectional 6

Page 11: Makalah Cross Sectional

Rasio prevalens dihitung dnegan membagi prevalens efek pada kelompok dengan

factor resiko dengan prevalens efek pada kelompok tanpa factor resiko.

RP = a/ (a+b) : c/ (c+d)

Tabel Perbandingan 3 desain studi observasional

Sumber : Bhisma Murti, Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret

Cross Sectional 7

Page 12: Makalah Cross Sectional

Tabel Masalah Penelitian Dan Desain Studi

Sumber : Bhisma Murti, Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret

2.2 Tujuan Penelitian Cross Sectional

Tujuan penelitian crossesctional menurut Budiarto (2004) yaitu sebagai berikut:

1. Mencari prevalensi serta indisensi satu atau beberapa penyakit tertentu yang

terdapat di masyarakat.

Cross Sectional 8

Page 13: Makalah Cross Sectional

2. Memperkirakan adanya hubungan sebab akibat pada penyakit-penyakit

tertentu dengan perubahan yang jelas.

3. Menghitung besarnya resiko tiap kelompok, resiko relatif, dan resiko atribut.

2.3 Jenis Penelitian Cross Sectional

Cross-Sectional Study atau juga disebut Studi Potong Lintang mempunyai 2

jenis studi, yaitu:

1. Studi potong lintang Deskriptif : meneliti prevalensi penyakit , paparan atau

keduanya, pada suatu populasi tertentu.

Contoh : penelitian persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif disuau

komunitas, penelitian prevalens asma pada anak sekolah di Jakarta.

2. Studi potong lintang analitik : mengumpulkan data prevalensi paparan dan

penyakit untuk tujuan perbandingan perbedaan-perbedaan penyakit antara

kelompok terpapar dan kelompok tak terpapar, dalam rangka meneliti

hubungan antara paparan dan penyakit.

Contoh : beda proporsi pemberian ASI eksklusif berdasar pada pelbagai

tingkat pendidikan ibu, Beda kadar kolestrol siswa SMP daerah kota dan desa,

beda prevalens penyakit jantung reumatik siswa lelaki dan perempuan.

Deskriptif cross sectional hanya sekedar mendesripsikan distribusi penyakit

dihubungkan dengan variabel penelitian, sedangkan analitik crossectional: diketahui

dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan

sebab akibatnya.

2.4 Ciri-Ciri Penelitian Cross Sectional

Ciri-ciri penelitian cross sesctional menurut Budiarto (2004) yaitu sebagai

berikut:

1. Pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan

pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu penelitian.

Cross Sectional 9

Page 14: Makalah Cross Sectional

2. Perhitungan perkiraan besarnya sampel tanpa memperhatikan kelompok yang

terpajan atau tidak.

3. Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai dengan kriteria subjek studi.

Misalnya hubungan antara Cerebral Blood Flow pada perokok, bekas perokok

dan bukan perokok.

4. Tidak terdapat kelompok kontrol dan tidak terdapat hipotesis spesifik.

5. Hubungan sebab akibat hanya berupa perkiraan yang dapat digunakan sebagai

hipotesis dalam penelitian analitik atau eksperimental.

2.5 Langkah-Langkah Studi Cross Sectional

Skema pada struktur dasar desain cross sectional melukiskan denan sederhana

rancangan studi cross-sectional. Sejalan dengan skema diatas dapat disusun langkah-

langkah yang terpenting didalam rancangan studi cross sectional, yaitu:

Merumuskan pertanyaan penelitian beserta hipotesis yang sesuai

Mengidentifikasi variabel bebas dan tergantung

Menetapkan subyek penelitian

Melaksanakan pengukuran

Melakukan analisis

1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis

Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas.

Dalam studi cross sectional analitik hendaklah dikemukakan hubungan antar

variabel yang diteliti. Misalnya, pertanyaan penelitian yang akan dijawab

adalah apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan orangtua anak

dengan kejadian enuresis pada anaknya.

2. Mengidentifikasi variabel penelitian

Cross Sectional 10

Page 15: Makalah Cross Sectional

Semua variabel yang dihadapi dalam studi prevalens harus diidentifikasi

dengan cermat. Untuk ini perlu ditetapkan definisi operasional yang jelas

mana yang termasuk dalam faktor resiko yang ingin diteliti, faktor resiko yang

tidak akan diteliti, serta efek. Faktor yang merupakan resiko namun tidak

diteliti perlu diidentifikasi, agar dapat disingkirkan atau paling tidak dikurangi

pada waktu pemilihan subyek penelitian.

3. Menetapkan subyek penelitian

Dalam menetapkan subyek penelitian, harus diupayakan agar variabilitas

faktor reaiko cukup besar sehingga generalisasi hasilnya lebih mudah, namun

variabilitas variabel luar (variabel yang tidak diteliti) dibuat minimum.

Menetapkan populasi penelitian bergantung kepada tujuan penelitian, maka

ditentukan dari populasi-terjangkau mana subyek penelitian yang akan dipilih,

apakah dari rumah sakit / fasilitas kesehatan, atau dari masyarakat umum.

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penentuan populasi terjangkau

penelitian adalah besarnya kemungkinan untuk memperoleh faktor resiko

yang diteliti. Misalnya pada suatu studi cross sectional mengenai infeksi

HIV/AIDS, populasi yang dipilih hendaklah kelompok subjek yang sering

terpajan oleh virus jenis ini, misalnya kaum homoseks atau penyalahguna

narkotik. Bila subyek dipilih dari populasi umum, maka kemungkinan untuk

memperoleh subyek dengan HIV semakin kecil, sehingga diperlukan jumlah

subyek yang sangat besar.

Menentukan sampel dan memperkirakan besar sampel, besar sampel harus

diperkirakan dengan formula yang sesuai. Berdasarkan perkiraan besar sampel

serta perkiraan prevalens kelainan, dapat ditentukan apakah seluruh populasi-

terjangkau akan diteliti atau dipilih sampel yang representatif untuk populasi-

terjangkau tersebut. Pemilihan sampel harus dilakukan dengan cara yang

benar, agar dapat mewakili populasi terjangkau. Penetapan besar sampel

Cross Sectional 11

Page 16: Makalah Cross Sectional

untuk penelitian cross sectional yang mencari rasio prevalens sama dengan

penetapan besar sampel untuk studi kohort yang mencari resiko relatif.

4. Melaksanakan pengukuran

Pengukuran variabel bebas (faktor resiko) dan variabel tergantung (efek, atau

penyakit) harus dilakuukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran.

Pengukuran faktor resiko, penetapan faktor resiko dapat dilaksanakan dengan

berbagai cara, bergantung pada sifat faktor resiko; dapat digunakan kuesioner,

catatan medik, uji laboratorium, pemeriksaan fisis, atau prosedur pemeriksaan

khusus. Bila faktor resiko diperoleh dengan wawancara, maka mungkin

diperoleh informasi yang tidak akurat atau tidak lengkap, yang merupakan

keterbatasan studi ini. Oleh karena itu maka jenis studi ini lebih tepat untuk

mengukur faktor resiko yang tidak berubah, misalnya golongan darah, jenis

kelamin, atau HLA.

Pengukuran efek (penyakit). Terdapatnya efek atau penyakit tertentu dapat

ditentukan dengan kuesioner, pemeriksaan fisis ataupun pemeriksaan khusus,

bergantung pada karakteristik penyakit yang dipelajari. Cara apapun yang

dipakai, harus ditetapkan kriteria diagnosisnya dengan batasan operasional

yang jelas. Harus selalu diingat hal-hal yang akan mengurangi validitas

penelitian, seperti subyek yng tidak ingat akan timbulnya suatu penyakit,

terutama pada penyakit yang timbul secara perlahan-lahan. Untuk penyakit

yang mempunyai eksaserbasi atau remisi, penting untuk menanyai subyek,

apakah pernah mengalami gejala tersebut sebelumnya.

5. Menganalisis data

Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang diteliti

dilakukan setelah dilakukan validasi dan pengelompokan data. Analisis ini

dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh risiko

Cross Sectional 12

Page 17: Makalah Cross Sectional

relatif. Hal yang terakhir inilah yang lebih sering dihitung dalam studi cross

sectional untuk mengidentifikasi faktor resiko.

Yang dimaksudkan dengan risiko relatif pada studi cross sectional

adalah perbandingan antara prevalens penyakit (efek) pada kelompok dengan

risiko dengan prevalens efek pada kelompok tanpa resiko. Pada studi cross

sectional ini, risiko relatif yang diperoleh buka risiko relatif yang murni.

Risiko reatif yang murni hanya dapat diperoleh dengan penelitian kohort,

dengan membandingkan insiden penyakit pada kelompok dengan resiko

dengan insiden penyakit pada risiko dalam periode waktu tertentu.

Pada studi cross sectional, estimasi risiko relatif dinyatakan dengan

Rasio Prevalens (RP). Yang dimaksud dengan prevalens adalah perbandingan

antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan

seluruh subyek yang ada. Rasio prevalens dihitung dengan cara sederhana,

yakni dengan menggunakan tabel 2 x 2. Rasio prevalens dapat dihitung

dengan formula berikut :

RP = a/(a+b) : c/(c+d)

a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor risiko yang

mengalami efek

c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor risiko yang mengalami

efek

Rasio prevalens harus selalu disertai dnegan nilai interval ke[ercayaan

(confidence interval) yang dikehendaki, yang akan menentukan apakah rasio

prevalens tersebut bermakna atau tidak. Interval kepercayaan menunjukkan

rentang nilai rasio prevalens yang diperoleh pada populasi terjangkau apabila

sampling dilakukan berulang-ulang. Cara perhitungan interval kepercayaan

untuk rasio prevalens dapat dilihat dalam buku-buku statistika, atau dapat

Cross Sectional 13

Page 18: Makalah Cross Sectional

langsung dihitung dengan berbagai jenis program statistik untuk komputer.

Bagi kita yang terpenting adalah pemahaman bahwa interval kepercayaan

tersebut harus dihitung, dan bila telah ada hasil, mengetahui bagaimana

interprestasinya.

Interprestasi hasil

1. Bila nilai risiko prevalens = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor

risiko tersebut tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan

kata lain ia bersifat netral. Misalnya semula diduga pemakaian kontrasepsi

oral pada awal kehamilan merupakan faktor risiko untuk terjadinya

penyakit jantung bawaan. Bila dalam penghitungan ternyata rasio

prevalens nya = 1, maka dari data yang ada berartipemakaian kontrasepsi

oral oleh ibu bukan merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit

jantung bawaan pada bayi yang baru dilahirkan.

2. Bila rasio prevalensnya > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak

mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko

timbulnya penyakit. Misalnya rasio prevalens pemakaian KB suntik pada

ibu menyusui terhadap kejadian kurang gizi pada anak = 2. Ini berarti

bahwa KB suntik merupakan risiko untuk terjadinya defisiensi gizi pada

bayi, yakni bayi yang ibunya akseptor KB suntik mempunyai risiko

menderita defisiensi gizi 2x lebih besar ketimbang bayi yang ibunya

bukan pemakai KB suntik.

3. Apabila nilai rasio prevalensnya <1 dan rentang nilai interval kepercayaan

tidak mencakup angka 1, maka berarti faktor yang diteliti justru akan

mengurangi kejadian penyakit; bahkan variabel yang diteliti merupakan

faktor protektif. Misalnya rasio prevalens pemakai ASI untuk terjadinya

diare pada bayi adalah 0.3, berarti bahwa ASI justru merupakan faktor

pencegah diare pada bayi, yakni bayi yang minum ASI mempunyai risiko

Cross Sectional 14

Page 19: Makalah Cross Sectional

untuk menderita diare 0.3x apabila dibandingkan dengan bayi yang tidak

minum ASI.

4. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka

berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut mungkin nilai

prevalensnya=1, sehingga belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang

dikaji tersebut merupakan faktor risiko atau faktor protektif.

Contoh:

Rasio prevalens sebesar 3, dengan interval kepercayaan 95% 1.4 sampai

6.8 menunjukkan bahwa dalam populasi yang diwakili oleh sampel yang

diteliti, kita mempunyai kepercayaan sebesar 95% bahwa rasio

prevalensnya terletak antara 1.4-6.8 (selalu lebih dari 1). Dengan demikian

maka rasio prevalens tersebut disebut bermakna. Namun suatu rasio

prevalens sebesar 3, dengan interval kepercayaan 95% antara 0.8-7,

menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut belum tentu merupakan

faktor risiko, sebab didalam populasi yang diwakili oleh sampel, 95% nilai

rasio prevalens tersebut terletak diantara 0.8-7, mencakup nilai 1. (Rasio

prevalens=1 menunjukkan bahwa variabel yang diteliti tersebut bersifat

netral). Hal yang sama juga berlaku untuk faktor protektif (rasio prevalens

kurang dari 1); apabila nilai interval kepercayaan selalu kurang dari satu

berarti memang benar bahwa dalam populasi variabel independen tersebut

merupakan faktor protektif, akan tetapi bila rentang interval kepercayaan

mencakup angka 1, faktor yang diteliti tersebut belum tentu merupakan

faktor protektif.

2.6 Contoh Studi Cross-sectional

Studi Cross-sectional dengan satu factor resiko

Cross Sectional 15

Page 20: Makalah Cross Sectional

Misalnya peneliti ongin mencari hubungan antara kebiasaan menggunakan obat

nyamuk smprot dengan batuk kronik berulang (BKB) pada anak balita dengan desain

cross sectional. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah :

1. Penetapan pertanyaan penelitian dan hipotesis

Apakah terdapat hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk semprot

dengan kejadian BKB pada anak balita ? hipotesis yang sesuai adalah :

Pemakaian obat nyamuk semprot berhungan dengan kejadian BKB pada

balita.

2. Identifikasi variabel

Factor resiko yang diteliti : penggunaan obat nyamuk semprot

Efek : BKB pada balita

Factor resiko yang tidak diteliti : riwayat asma dalam keluarga, tingkat

social ekonomi, jumlah anak, dll.

Semua istilah tersebut harus dibuat definisi operasionalnya dengan

jelas, sehingga tidak bermakna ganda.

3. Penetapan subjek penelitian

Populasi terjangkau : Balita pengunjung poliklinik yang tidak

memiliki riwayat asma dalam keluarga, tingkat social ekonomi

tertentu, jumlah anak dalam keluarga tertentu.

Sampel : dipilih jumlah anak balita sesuai dengan perkiraan besar

sampel ( misalnya telah dihitung sejumlah 250 anak). cara pemilihan :

random sampling dengan mempergunakan tabel random.

4. Pengukuran

Faktor resiko : ditanyakan apakah dirumah subjek biasa dipergunakan

obat nyamuk semprot.

Efek : dengan criteria tertentu ditetapkan apakah subjek menderita

BKB.

5. Analisis

Cross Sectional 16

Page 21: Makalah Cross Sectional

Hasil pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam tabel 2 x 2.

Obat

Nyamuk

BKB

Ya Tidak Jumlah

Ya 30 70 100

Tidak 15 135 150

jumlah 45 205 250

Gambar. Hasil pengamatan cross sectional untuk mengetagui hubungan

antara pemakaian obat nyamuk semprot dengan kejadian BKB pada balita.

Pada gambar terdapat 100 anak yang terpajan obat nyamuk semprot, 30 anak

diantaranya menderita BKB (prevalens BKB pada kelompok yang terpajan obat

nyamuk semprot = 30/100 = 0,3). Terdapat 150 anak tidak terpajan obat nyamuk

semprot, 15 dianataranya menderita BKB )prevalens BKB bila tidak terpajan obat

nyamuk semprot = 15/150 = 0,1). Maka rasio prevalens = 0,3 / 0,1 = 3.

Selanjutnya perlu dihitung interval kepercayaan rasio prevalens (RP) tersebut.

Bila nilai interval kepercayaan 95% RP tersebut selalu diatas nilai 1 (misalnya antara

1,6 sampai 5,6 dan dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat nyamuk semprot

memang merupakan factor resiko untuk terjadinya BKB pada anak. Namun,

meskipun rasio prevalensinya 3, bila interval kepercayaan mencakup angka 1

(mislanya 0,6 sampai 6,7), maka penggunaan obat nyamuk semprot belum dapat

dikatakan bermakna sebagai factor resiko untuk terjadinya BKB pada anak balita,

atau (2) junlah subjek yang diteliti kurang banyak.

Dari contoh tersebut tampaklah ahwa pada rancangan penelitian cross

sectional factor prevalens adalah penting. Prevalens ialah proporsi subjek yang sakit

pada suatu wajtu tertentu (kasus lama dan baru), yang harus dibedakan dengan

Cross Sectional 17

Page 22: Makalah Cross Sectional

insidens pada rancangan penelitian kohort yang berarti proporsi subjek yang semula

sehat kemudian menjadi sakit (kasus baru) dalam periode tertentu.

Walaupun istilah prevalens seringkali dihubungkan dengan penyakit, tetapi

dapat juga diartikan sebagai bukan penyakit, misalnya prevalens dari factor resiko,

atau factor lain yang akan diteliti. Prevalens sering digunakan oleh perencana

kesehatan untuk mengetahui berapa banyak penduduk yang terkena penyakit tertentu

dan juga penting diklinik untuk mengetahui penyakit yang banyak terdapat dalam

suatu piusat kesehatan. (Sastroasmoro, 1995)

2.7 Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Cross Sectional

Kekuatan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009)

adalah sebagai berikut:

a. Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari

masyarakat umum, tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan,

hingga generalisasinya cukup memadai

b. Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh

c. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus

d. Jarang terancam loss to follow-up (drop out)

e. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort

atau eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya

f. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat

lebih konklusif

g. Membangun hipotesis dari hasil analisis

Kelemahan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009)

adalah sebagai berikut:

a. Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko

dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan (temporal relationship

tidak jelas)

Cross Sectional 18

Page 23: Makalah Cross Sectional

b. Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa

sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek,

karena inidividu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai

kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studi

c. Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel

yang dipelajari banyak

d. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun

prognosis

e. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang

f. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit

BAB III

PENUTUP

Cross Sectional 19

Page 24: Makalah Cross Sectional

3.1 Kesimpulan

Secara umum studi cross sectional merujuk pada penelitian yang tidak

mempunyai dimensi waktu, pengukuran pelbagai variabel dilakukan satu kali.

Desain cross sectional dapat dipakai untuk studi deskriptif, studi komparatif,

studi etiologic atau factor resiko.

Pada studi etiologic, studi cross sectional mencari hubungan antara variabel

bebas 9resiko0 dengan variabel tergantung ( efek). Bila gaktor resiko hanya

satu berskala nominal dikotom, dan efek juga berskala nominal dikotom,

maka dapat diperoleh rasio prevalens, yaitu perbandingan antara prevalens

efek pada kelompok dengan resiko dan pada kelompok tanpa resiko.

Rasio prevalens = 1 menunjukkan bahwa variabel bebas yang diteliti bukan

merupakan factor resiko. Rasio prevalens >1 menunjukkan bahwa variabel

independen merupakan factor protektif.

Interval kepercayaan harus diseratakan untuk menyingkirkan kemungkinan

interval rasio prevalens mencakup angka 1. Yang berarti dalam populasi,

variabel independen belum tentu merupakan factor resiko atau factor

protektif.

Hubungan banyak variabel independen dengan satu variabel dependen dapat

diperoleh dengan mempergunakan analisis multivariate ; yang banyak dengan

mempergunakan analisis multivariate; yang banyak dipakai persamaan regresi

multiple dan regresi logistic.

Keuntungan studi cross sectional adalah relative murah, mudah, dan hasilnya

cepat diperoleh. Keterbatasannya adalah karena ditentukan mana penyebab

dan mana akibat.

Cross Sectional 20

Page 25: Makalah Cross Sectional

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto E, Anggraeni D. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Notoatmodjo. 202. Metodologi Penelitian Kesehatan. P Rineka Citra : Jakarta

Cross Sectional 21

Page 26: Makalah Cross Sectional

Nurdini, Allis. 2006. “Cross-Sectional vs Longitudinal: Pilihan Rancangan Waktu

dalam Penelitian Perumahan Pemukiman”. DIMENSI TEKNIK

ARSITEKTUR Vo. 34, No. 1, Juli 2006: 52-58.

Puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/ download/…/16449.

Diakses tanggal 23 Mei 2016.

Sastroasmoro, S., Ismael, S. ,1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,cetakan

pertama, Jakarta : Binarupa Aksara.

Sayogo, Savitri. 2009. Studi Cross-sectional Atau Potong Lintang. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Cross Sectional 22