Cpd

download Cpd

of 23

description

cpd

Transcript of Cpd

BAB 1

PENDAHULUAN

Data dariReproductive Health Librarymenyatakan terdapat 180 sampai 200 juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%1.

Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer.2 Pada tahun 2007, angka seksio sesarea sekitar 31,8 %, merupakan angka tertinggi yang pernah dilaporkan di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG), sekitar 60% dari seksio sesarea primer di Amerika Serikat disebabkan oleh distosia. 2Kelainan pada kala satu dan dua persalinan, mengacu kepada kemajuan persalinan yang abnormal.Kemajuan persalinan yang abnormal termasuk kepada terminology distosia, lambatnya proses persalinan, persalinan yang disfungsional, kegagalan kemajuan persalinan dan Cephalopelvic disproportion. Distosia adalah masalah klinis yang paling sering di hadapi selama persalinan, begitu juga dengan penanganan dan pencegahannya sangat penting.3

Secara umum, distosia menjadi overdiagnosis dan menyebabkan tingginya angka seksio saesarea di Amerika Serikat dan daerah lainnya. Sebagai contoh, Gifford (2000) menemukan bahwa sebanyak 25% seksio sesarea dilakukan setiap tahunnya di Amerika Serikat terhadap wanita yang mengalami keterlambatan kemajuan persalinan yang masih dengan dilatasi serviks yang hanya 0 -3 cm.2 Idealnya, langkah pertama dalam menangani dan mengevaluasi persalinan yang abnormal adalah identifikasi yang tepat dan benar terhadap persalinan yang menjadi abnormal. Langkah selanjutnya adalah menentukan waktu yang tepat terhadap tindakan yang nantinya akan berlanjut kepada penanganan selanjutnya.Sehingga pasien dapat diputuskan untuk melahirkan secara pervaginam atau seksio sesarea. 3BAB 2

ISI

I. DEFENISIDistosia (literature : abnormal/sulit; dan persalinan) dikarakteristikan oleh lambatnya kemajuan atau ( bahkan) terhentinya persalinan. Ketika distosia mengarah kepada seksio saesarea, diagnosisnya biasanya dianggap sebagai cephalopelvic disoproportion( CPD) atau (failure to progress )gagal dalam kemajuan persalinan. Yang di mana CPD adalah partus tak maju yang disebabkan karena kontraktur dari pelvis yang biasanya disebabkan rickets. Saat ini, kontraktur panggul yang sebenarnya sangat jarang terjadi, karenanya CPD menjadi diagnosis yang subjektif yang didasarkan pada dugaan bahwa bayi terlalu besar atau malposisi,panggul yang terlampau kecil atau keduanya. Karena CPD dapat ditegakkan dari pengukuran pelvimetri, sehingga terminologi CPD harus ditinggalkan.3 Keadaan berikut yang dapat menyebabkan distosia:

1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya mengedan ibu ( Kekuatan/ Power )

2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir/ passage )

3. Sebab- sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi maupun kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi ( passanger )

4. Respon psikologis ibu selama persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.

Failure to progress adalah terminologi yang lebih umum yang mengacu kepada tidak adanya kemajuan dilatasi servik atau kemajuan turunnya janin. Walaupun tidak semua faktor yang menyebabkan failure to progress dapat diidentifikasi, namun CPD yang sebenarnya, dapat menjadi salah satu penyebab, juga aktifitas uterus yang infektif atau kelainan power.Terhentinya fase latent dapat menggambarkan bahwa sebenarnya wanita tersebut belum bersalin. Istilah false labor sering digunakan dalam situasi ini, namun proses fisiologis yang sebenarnya adalah uterus dan serviks sedang bersiap untuk persalinan yang sebenarnya disebut prelabor.3II. ABNORMALITAS PADA KALA PERSALINAN4

Partus tak maju dapat ditegakkan apabila pada partograf terdapat kala 1 atau 2 yang memanjang karena dilatasi serviks yang melewati garis waspada, dan jika tidak ada tindakan yang dilakukan, garis bertindak dapat terlewati walaupun dari riwayat medis dijumpai kontraksi kuat.

Kelainan pada Kala I 3

Kala I dimulai dari onset persalinan dan diakhiri dengan dilatasi serviks yang komplit. dibagi menjadi fase latent dan fase aktif. Kelainan pada Fase Latent

Defenisi dari Permulaan Persalinan

Friedman mendefenisikan awal dari fase latent (onset dari persalinan) adalah pada saat ibu merasakan kontraksi yang regular. Namun defenisi ini tidak sepenuhnya benar karena jauh sebelum waktunya, ibu hamil telah merasakan kontraksi yang sakit, biasanya mendekati aterm. Bahkan defenisi yang lebih ketat lagi seperti kontraksi yang disertai perubahan serviks, tetap saja menghasilkan masalah karena Hendriks meneliti bahwa telah terjadi perubahan serviks sekitar 4 minggu sebelum persalinan dimulai. William Obstetri mengatakan bahwa selaput ketuban yang utuh, kontraksi yang sakit dan dilatasi serviks sedikitnya 3 atau 4, dapat digunakan untuk konfirmasi waktu penanganan persalinan.Hal ini berarti persalinan tidak dapat diputuskan sampai fase latent hampir komplit.

Oleh karenanya kelainan terhadap fase laten sampai saat ini tidak memiliki guidelines yang jelas. Oleh karenanya tetap digunakan sistem klasifikasi Friedman. Friedmen mendefenisikan kelainan pada fase latent : fase latent memanjang ( > 20 jam pada nulipara dan > 14 jam pada multipara diantara onset persalinan dan fase aktif).

Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misalnya tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari. Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk morbiditas atau mortalitas janin atau ibu, tetapi Chelmow dkk. membantah anggapan lama bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya.4Management terhadap Fase Latent yang Memanjang. 3

Friedman menggunakan kriteria kontraksi yang regular sebagai syarat terjadinya persalinan, dan memerlukan intervensi aktif bila fase aktif tidak terjadi dalam > 20 jam pada nulipara dan > 14 jam pada multipara.

Ada 2 management yang menjadi standart dalam penanganan fase latent yang memanjang. Pertama adalah menggunakan sedasi dengan 10-20 mg morphine sulfat. Yang kedua adalah augmentasi oksitosin. Friedman mengakui, keduanya aman dan efektif, namun lebih memilih sedasi karena menyebabkan pasien istirahat sebelum bersalin dan menyingkirkan kemungkinan prelabor.Manajemen fase latent memanjang3 :

Hindari kunjungan ke unit persalinan yang terlalu awal. Datang bila serviks dilatasi > 3 cm atau effacement 100%. Sebelum bersalin, selama kunjungan prenatal, lakukan konsultasi terhadap pasien mengenai hal ini. ( Level A-1) Diagnosa terhadap fase latent memanjang sangat subjektif, namun dapat didasarkan terhadap criteria Friedman (> 20 jam pada nulipara dan > 14 jam pada multipara diantara onset persalinan dan fase aktif)

Awasi pasien secara individual untuk mengetahui tingkat keletihan dan keinginan untuk diberikan dukungan.( Level C IIII) Jika ibu dalam kondisi baik, tidak ada tanda2 gawat janin, suruh pasien pulang selama mungkin dan sarankan untuk intake cairan dan makan. Suruh pasien datang kembali jika sudah mengalami bloody show atau selaput ketuban sudah pecah atau kontraksi bertambah. Walaupun tidak ada tanda-tanda diatas, tentukan waktu secara periodik terhadap pasien untuk mengevaluasi kemajuan.( Level C III) Untuk pasien yang memerlukan istirahat, obat tidur ( mis: Zolpidem, 5-10 mg oral) dapat diberikan di rumah, atau diberikan morphine sedasi ( 15-20) mg. (Level C III). Jika serviks pasien > 3 cm atau telah menipis 100%, sarankan untuk rawat dengan aktif management. Mulai oksitosin dan dititrasi setiap 2 sampai 3 menit dan teruskan titrasi untuk mencapai kontraksi 2 sampai 3 menit. Amniotomi sebaiknya ditunggu sampai dilatasi serviks > 2 cm.Kelainan Fase Aktif 3Gangguan fase aktif sangat umum dan dapat dilihat pada 25% dari persalinan nulipara dan 15% pada multipara. Kemajuan persalinan dievaluasi dengan pemeriksaan vagina setiap 2 3 jam. Permulaan Fase Aktif

Majalah ACOG tentang distosia (2003) yang menggunakan 3-4 cm pada onset fase aktif, dan William Obstetri mengatakan adanya kontraksi uterus, dan pembukaan 3-4 cm merupakan syarat dari fase aktif.

Kemajuan Partus NormalPenelitian yang ditunjukkan oleh Friedman serta rata-rata kemajuan persalinan dan rekomendasi tindakan yang diberikannya ,kebanyakan tidak dapat digunakan saat ini. Pada persalinan nullipara yang normal, durasi rata-rata fase aktif (dari pembukaan 4-10 cm) kira-kira 4 jam. Jika dibandingkan dengan populasi dari Friedman ( yang termasuk di dalamnya presentasi bahu, kembar, penggunaan oksitosin, penggunaan sedasi, dan persalinan dengan forcep), penelitian terbaru menunjukkan adanya pemanjangan fase aktif, dan pemanjangan kala II tidak meningkatkan angka kematian anak dan ibu.

Pengecualian yang penting dan menarik terhadap dilatasi seriks, tampak pada grandemultipara ( > para 5) yang menegaskan bahwa fase laten lebih panjang dimana fase aktif tidak lebih cepat bila dibandingkan dengan wanita dengan paritas yang lebih rendah. Gangguan pada Fase Aktif

Gangguan pada fase aktif telah dibagi menjadi kategori yang tumpang tindih oleh beberapa peneliti. Tiga kategori tersebut adalah :

1. Protracted atau fase aktif memanjang ; yang disebut disfungsional persalinan primer.

2. Berhenti pembukaan atau hilangnya penurunan disebut juga disfungsional persalinan sekunder.

3. Gabungan keduanya

Protracted fase aktif artinya, setelah memasuki fase aktif (3-4 cm), dilatasi serviks biasanya melambat. Nmun selanjutnya terdapat kemunduran dilatasi selama 2 jam. Sehingga gabungan tersebut akan menghasilkan kemajuan yang lambat yang diikuti oleh terhentinya dilatasi serviks.

Friedman membagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet, tak maju). Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat, yang untuk nulipara adalah kecepatan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm/jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm/jam atau penurunan kurang dari 2 cm/jam. Kemacetan pembukaan (arrest of dilatation) didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan (arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam. 4Kriteria saat ini yang dianjurkan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists untuk diagnosis partus lama dan partus macet diperlihatkan dalam tabel berikut.4Pola PersalinanNuliparaMultipara

Persalinan lama (protraction disorders)

Pembukaan

Penurunan

Persalinan macet (arrest disorders)

Tidak ada pembukaan

Tidak ada penurunan< 1,2 cm/jam

< 1,0 cm/jam

> 2 jam

> 1 jam< 1,5 cm/jam

< 2,0 cm/jam

> 2 jam

> 1 jam

Management dari Kelainan fase aktif 3 Dilatasi serviks setidaknya 4 cm untuk mendiagnosa kelainan fase aktif ( Level A II-3)

Pemberian oksitosin untuk mendapatkan kontraksi 3-5 x setiap 10 menit, atau kontraksi setiap 2 atau 3 menit sekali ( Level A II-1)

Pilihan penggunaan kateter intrauterine untuk mendapatkan pencatatan kuatnya kontraksi, yang didefenisikan sebagai 200 montevideo setidaknya selama 2 jam ( Level B II-2) Amniotomi sebaiknya dilakukan jika selaput ketuban belum pecah, sebelum diagnosis gagal untuk kemajuan persalinan ditegakkan.( Level B III)

Setidaknya 4 jam dengan kontraksi yang adekuat, sebagaimana didefenisikan sebelumnya, setidaknya 2 jam dengan kekuatan kateter intrauterine yang adekuat, harus didapatkan sebelum kelainan progresifitas fase aktif di tegakkan.

Walaupun setelah 4 jam terjadi abnormalitas dalam kemajuan persalinan, persalinan aktif (pada nulipara tanpa keloid uterus), dapat diteruskan sampai 6-8 jam kepada persalinan secara pervaginam selama tidak ada tanda-tanda gawat janin.Oksitosin3Saat ini, ACOG merekomendasikan bahwa oksitosin dapat untuk semua protraksi dan kelainan arrest dengan tujuan mencapai efektifitas uterus sambil menghindarkan hiperstimulasi. Yang ingin dicapai adalah minimum tiga dan maksimum lima kontraksi dalam 10 menit selama ada perubahan pada serviks. Lebih jauh lagi, sebelum mengadakam seksio sesarea pada kala I, ACOG merekomendasikan dua kriteria yang harus didapatkan :1. Fase laten harus komplet dan

2. Kontraksi uterus sebesar atau lebih dari 200 montevideo unit per 10 menit selama 2 jam tanpa adanya perubahan serviks.Amniotomi 3Penelitian random menunjukkan amniotomi pada penggunaan oksitosin pada wanita dengan gangguan fase aktif terbukti mempercepat persalinan ( sekitar 44 menit). Penelitian yang lain menunjukkan penggunaan elektif amniotomi atau amniotomi dengan indikasi khusus dapat mengurangi penggunaan oksitosin dan mempersingkat fase aktif sebanyak 81 menit. Walaupun didapatkan adanya deselerasi variabel pada kelompok dengan elektif amniotomi, tidak ada perbedaan terhadap perubahan DJJ atau persalinan secara operasi.

Strategi dalam intrapartum untuk mengurangi resiko distosia

Ambulasi

Wanita yang bersalin meminta untuk bergerak. Berdasarkan penelitian, ambulasi tidak berbahaya dan juga tidak menolong, dan wanita yang bersalin harus diizinkan untuk berada pada posisi apapun yang nyaman.Menurunkan resiko : Support yang cukup ( Level A I )

Posisi Tegak ( Level B I)

Penggunaan regional anastesi ( Level B I)

Hidrasi yang adekuat ( Level B I)Tidak menurunkan Resiko

Ambulasi ( Level A I)Kala II Persalinan (arrest of descent) 3

Descent(penurunan) dan rotasi adalah proses primer yang terjadi di kala II persalinan. Penelitian Fraser menemukan bahwa faktor untuk penyulit persalinan pada nulipara pada kala II adalah posisi fetus yang abnormal; posisi kepala pada station yang tinggi pada saat pembukaan lengkap ( di atas station 2); peningkatan usia ibu ( > 35 thn); dan tinggi ibu yang kurang dari 160 cm. Epidural juga dikaitkan sebagai penyulit persalinan. Jika jarak antara pemberian epidural dan pembukaan lengkap > 6 cm, akan meningkatkan resiko 4 x persalinan yang sulit. Waktu yang Adekuat

ACOG mendefenisikan pemanjangan kala II : pada nulipara 3 jam dengan epidural, 2 jam tanpa epidural; pada multipara 2 jam dengan epidural dan 1 jam tanpa epidural. Berdasarkan penelitian terbaru telah tercatat pengurangan kecepatan penurunan bila dibandingkan dengan Friedman yang ditemukan pada nulipara, dapat mencapai 3 jam dari stasiun + 1 ke + 3, dan butuh tambahan 30 menit untuk melahirkan.

Secara tradisi pada nulipara, hukum 2 jam digunakan sebagai batas untuk kala II, dan sebagai titik untuk dilakukan operasi. Walaupun tidak ada sumber yang terpercaya, beberapa percaya bahwa, batasan ini didasarkan pada penelitian Hellman dan Prytowsky yang menunjukkan adanya peningkatan efek terhadap fetus dan ibu pada wanita yang memiliki kala II lebih dari 2 jam.

Menunda untuk Mengedan

Penelitian oleh Fraser terhadap penundaan mengedan menurunkan kesulitan persalinan, namun meningkatkan resiko penurunan pH arteri tali pusat daripada 7,10, walaupun semua skor untuk morbiditas neonatal tidak meningkat. Pada penelitian oleh Hansen dkk, durasi dari kala II memanjang pada kelompok yang menunda mengedan, namun memiliki waktu mengedan yang lebih singkat, deselerasi yang rendah dan pada primipara tidak mengalami kelelahan. Plunkett dkk tidak menemukan berkurangnya waktu dalam mengedan..Ada literatur substansial, ditinjau untuk menunjukkan hubungan antara disproporsi sefalopelvik sebagai penyebab partus tak maju, dan tinggi ibu terkait dengan ukuran panggul. Tinggi ibu mencerminkan status gizi individu dari masa kanak-kanak. Mungkin ada penyimpangan besar dari keadaan normal jika sudah ada rickets masa anak-anak atau osteomalasia pada masa remaja. Kehamilan pada remaja dapat menyebabkan masalah bahkan tanpa gizi buruk karena tulang panggul mungkin tidak mencapai dimensi penuh4.

C.ETIOLOGIEtiologi Maternal:

1. Obstruksi tulang : kontur pelvis, tumor pada tulang pelvis.2. Obstruksi jaringan lunak :

a. Uterus : impacted subserous pedunculated fibroid, penyempitan cincin di leher janin.

b. Rahim : distosia serviks.

c. Vagina : septa, stenosis, tumor.

d. Ovarium : impacted tumor ovarium.Etiologi Fetal:

1.Malpresentasi dan malposisi:

a. Persistent occipito-posterior and deep transverse arrest,

b. Persistent mento-posterior and transverse arrest of the face presentation.

c. Brow,

d. Presentasi bahu,

e. Impacted frank breech.

2.Besar janin (makrosomia).

3.Anomali kongenital: misalnya hidrosefalus, ascites janin, tumor janin.

4.Locked and conjoined twins.

E.DIAGNOSIS 5,61.Anamnese

Beberapa poin yang bisa didapat dari wanita, keluarga, atau tenaga kesehatan yaitu:

1.Usia ibu

2.Tinggi, gait, dan segala keterbatasan yang memberikan dampak pada pelvis atau tungkai bawah

3.Riwayat medis, terutama rickets, osteomalasia, atau cedera pelvis

4.Apakah ini kehamilan pertama dan/atau persalinan aterm

5.Riwayat stillbirth sebelumnya atau kematian neonatus dini dan sebabnya jika diketahui

6.Komplikasi-komplikasi selama kehamilan

7.Lamanya waktu inpartu sejauh ini

8.Jika partograf telah digunakan, apakah dilatasi serviks sudah melewati garis waspada atau garis bertindak

9.Pola aktivitas uterus sejauh ini, contoh: perkembangan frekuensi dan durasi kontraksi

10.Apakah telah terjadi ruptur membran

11.Jika membran sudah ruptur, sudah berapa lama ruptur dan apakah terdapat mekonium atau cairan berbau.2.Pemeriksaan Fisik

a.Keadaan Umum

Pada kasus partus tak maju, terdapat tanda-tanda fisik dan mental yang dapat mengandung nilai diagnostik. Beberapa atau seluruh gejala dan tanda berikut dapat diamati:

1.Maternal/fetal distress2.Dehidrasi dan ketoasidosis (sunken eyes, rasa haus, mulut kering, kulit kering yang dapat diidentifikasi dengan turgor kulit yang buruk)

3.Demam (temperatur tubuh meningkat)

4.Nyeri abdomen yang dapat bersifat kontinu

5.Pulsasi yang cepat dan lemah (100 kali/menit), penurunan urinary output, akral dingin, pucat, tekanan darah rendah (TD sistol