Cover

32
LAPORAN TUTORIAL BLOK HEMATOLOGI SKENARIO I KELOMPOK 17 ANTON GIRI M G0012022 AMANDA DIAH M G0012012 ANDIYANI DEWI PUTU P G0012014 ATIKA IFFA S G0012034 BRAMASTA AGRA S G0012044 DEWI NARESWARI G0012058 GRACE KALPIKA T G0012086 M YUSUF KARIM G0012140 MUTIANI RIZKI G0012142 REINITA VANY I G0012176 RIANITA PALUPI G0012180 WAHYU TRI K G0012228 YAKOBUS AMNAN G0012248 TUTOR : ENDANG LISTYANINGSIH,dr,M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN

description

LT

Transcript of Cover

Page 1: Cover

LAPORAN TUTORIAL

BLOK HEMATOLOGI SKENARIO I

KELOMPOK 17

ANTON GIRI M G0012022

AMANDA DIAH M G0012012

ANDIYANI DEWI PUTU P G0012014

ATIKA IFFA S G0012034

BRAMASTA AGRA S G0012044

DEWI NARESWARI G0012058

GRACE KALPIKA T G0012086

M YUSUF KARIM G0012140

MUTIANI RIZKI G0012142

REINITA VANY I G0012176

RIANITA PALUPI G0012180

WAHYU TRI K G0012228

YAKOBUS AMNAN G0012248

TUTOR :

ENDANG LISTYANINGSIH,dr,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2013

Page 2: Cover

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, Karena cadangan besi kosong (depleted iron

store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama

di negara-negara tropis dan negara ketiga, oleh karena itu sangat berkaitan erat

dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk

dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak

sosial yang cukup serius. Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi Anemia

Defesiensi besi di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan anemia defisiensi

besi pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Anemia

defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorsi,

serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hamper

identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan

besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada

laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal di Negara tropik yang paling sering

karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa

reproduksi paling sering karena meno-metrorgia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses fisiologis dari eritropoiesis, eritrosit, dan hemoglobin?

2. Bagaimana sintesis hemoglobin dan Fe (besi) yang normal serta hubungan

antara sintesis hemoglobin dengan besi?

3.  Bagaimana Anemia Defisiensi Besi dilihat dari gejala, etiologi, 

patofisiologis, diagnosis, differential diagnose, pencegahan,

penatalaksanaan, serta prognosis?

Page 3: Cover

4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis Anemia Defisiensi Besi?

5. Apa hubungan nutrisi yang didapat dari diet pasien dengan penyakit yang

diderita?

C. Tujuan Diskusi

1. Mampu menjelaskan eritropoiesis serta   mengetahui metabolisme Fe

(besi) dan Hb (hemoglobin) secara fisiologis dan hubungan antara sintesis

hemoglobin dengan besi.

2. Mengetahui secara rinci klasifikasi dari penyakit anemia.

3. Mengetahui pathogenesis, gejala, patofisiologis, diagnosis, DD,

pencegahan serta prognosis dari Anemia Defisiensi Besi.

4. Mengetahui secara jelas perbedaan Anemia Defisiensi Besi dibanding

dengan anemia lainnya.

5. Mengetahui pemeriksaan penunjang demi menegakkan diagnosis yang

telah diambil.

6. Megetahui pencegahan dan penatalaksanaan terhadap anemia defisiensi

besi.

D. Kasus/Skenario

“SI CANTIK ANGELINA”

Angelina berusia 20 tahun, seorang mahasiswa, merasa kegemukan, sehingga

melakukan olahraga lari untuk menurunkan berat badan. Angelina datang dengan

keluhan mudah lelah. Sebelumnya dia mudah lari menempuh jarak 4 km, tapi

sekaranag dia hanya mampu lari sejauh 2 km. Dia merasa berkunang-kunang jika

berubah posisi dari jongkok ke posisi berdiri. Menstruasinya teratur tapi banyak.

Teman-temannya mengatakan sekarang wajahnya lebih pucat dibandingkan

sebelumnya. Karena ingin menurunkan berat badan, empat bulan terakhir

Angelina mengurangi porsi makan dan tidak makan daging. Tidak ada riwayat

penyakit serius yang pernah dialami. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan

konjugtiva anemis, didapatkan bising jantung sistolik derajat 1-2, tidak didapatkan

hepatomegali dan splenomegali.

Page 4: Cover

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan : Hemoglobin = 9.0 (11-16 g/dl)

Dokter memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab anemianya

dan menentukkan penatalaksanaan selanjutnya.

E. Hipotesis

Berdasarkan gejala dan prevalensi dominan, penulis membuat hipotesis

bahwa Angelina mengalami Anemia defisiensi besi akibat diet yang kurang tepat.

Page 5: Cover

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Anemia

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa

hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan

oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008). Anemia

dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah

eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan

Mentzer, 2006). Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan

sebagai keadaan di mana level Hb rendah karena kondisi patologis.

Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998) Anemia adalah suatu penyakit di

mana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.

II. Gejala Anemia

Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:

1. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)

2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak

tangan menjadi pucat.

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi

menjadi tiga golongan besar yaitu sebagai berikut:

1. Gejala Umum anemia

Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic

syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala

yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang

sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini

timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh

terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila

diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:

a. Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak

napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.

Page 6: Cover

b. Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata

berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta

perasaan dingin pada ekstremitas.

c. Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.

d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit

menurun, serta rambut tipis dan halus.

2. Gejala Khas Masing-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah

sebagai berikut:

a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis

angularis.

b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)

c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda

infeksi.

3. Gejala Akibat Penyakit Dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini

timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut.

Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing

tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis

dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya

menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada

anemia jenis lain, seperti :

a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilang

b. Glositis : iritasi lidah

c. Keilosis : bibir pecah-pecah

d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti

sendok.

III. Penyebab Anemia

Page 7: Cover

Penyebab anemia menurut Tarwoto, dkk (2010) adalah:

a. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih

banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya

sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan

tubuh akan zat besi tidak terpenuhi

b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi

asupan makanan

c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi,

khusunya melalui feses (tinja)

d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat

besi ±1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari

pada pria

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala

anemia timbul karena dua hal berikut ini:

a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat

dibawa oleh darah kejaringan.

b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap Anemia.

IV. Klasifikasi Anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan karena 1) gangguan pembentukan

eritrosit oleh sumsum tulang; 2) kehilangan darah keluar tubuh

(perdarahan); dan 3) proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum

waktunya (hemolisis). Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat

berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau

hapusan darah tepi, yang dibagi menjadi 3: 1) anemia hipokromik

mikrositer, 2) anemia normokromik normositer, dan 3) anemia makrositer.

Berdasarkan beratnya anemia, anemia berat biasanya disebabkan oleh

anemia 1) defisiensi besi, 2) aplastik, 3) pada leukimia akut, 4) hemolitik

didapat atau kongenital misalnya pada thalassemia mayor, 5) pasca

perdarahan akut, dan 6) pada GGK stadium terminal. Jenis anemia yang

lebih sering bersifat ringan sampai sedang adalah anemia 1) akibat

penyakit kronik, 2) pada penyakit sistemik, dan 3) thalasemia trait (Bakta,

2006).

Page 8: Cover

V. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi (ADB) menurut Bakta, dkk (2002) adalah

anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk

eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada

akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB

ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang

menunjukkan cadangan besi kosong.

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering

dijumpai, terutama di negara-negara tropic atau negara dunia ketiga, oleh

karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi.

VI. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi

Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi menurut

Suega, dkk (2002):

1. Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau

hematokrit.

2. Memastikan adanya defisiensi besi.

3. Menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.

VII. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah:

a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan.

b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi

dalam tubuh (iron replacement therapy):

1. Terapi besi oral. Merupakan terapi pilihan pertama oleh

karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia

adalah ferrous sulfat (sulfas ferosus) merupakan preparat

pilihan karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran

adalah 3x200 mg. Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous

fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate.

2. Terapi besi parenteral. Terapi ini sangat efektif tetapi

mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal.

Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex, iron

Page 9: Cover

sorbitol citric acid complex, iron ferric gluconate, dan iron

sucrose.

c. Pengobatan lain (Bakta, 2006)

VIII. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

Menurut Bakta (2006) pencegahan anemia akibat defisiensi besi

adalah:

Pendidikan kesehatan

Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber

perdarahan kronik yang paling sering dijumpai di daerah

tropic.

Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada

segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak

balita.

Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan

besi pada bahan makanan.

IX. Hipotensi Ortostatik

Hipotensi ortostatik - juga disebut hipotensi postural -

adalah bentuk tekanan darah rendah yang terjadi ketika Anda

berdiri dari duduk atau berbaring. Hipotensi ortostatik dapat

membuat Anda merasa pusing atau pusing, dan bahkan mungkin

pingsan. (Mayoclinic, 2011)

X. Bising Jantung

Merupakan suara apapun di wilayah jantung selain suara

jantung normal, penyebab umum termasuk pergerakan darah

melalui katup jantung yang menyempit atau katup pulmonalis dan

darah bocor melalui katup yang tidak menutup dengan benar.

Dalam banyak kasus bising jantung mungkin dari jenis innocent

atau fungsional, tanpa penyakit jantung sama sekali, sehingga tidak

menyebabkan masalah, jenis ini hanya sporadis hadir dan seiring

berjalannya waktu dapat hilang sepenuhnya. (Dorland, 2012)

XI. Hemoglobin

Page 10: Cover

Hemoglobin merupakan molekul protein dalam sel darah

merah yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh

dan kembali dioksida karbon dari jaringan kembali ke paru-paru.

Hemoglobin terdiri dari empat molekul protein (globulin

rantai) yang terhubung bersama-sama. Hemoglobin dewasa normal

(Hbg) molekul mengandung dua alpha-globulin rantai dan dua

beta-globulin rantai. Pada janin dan bayi, rantai beta tidak umum

dan molekul hemoglobin terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai

gamma. Seiring dengan pertumbuhan bayi, rantai gamma secara

bertahap digantikan oleh rantai beta, membentuk struktur

hemoglobin dewasa.

Page 11: Cover

BAB III

PEMBAHASAN

A. Manifestasi Klinis

Dari skenario di atas muncul gejala anemia yang berupa keluhan

mudah lelah, merasa berkunang-kunang, wajah lebih pucat, menstruasi

banyak, konjungtiva anemis, bising jantung, dan kadar hemoglobin turun.

Kadar Hb di skenario 9.0g/dL sedangkan kadar normal Hb 11-16g/dL, hal

itu menunjukkan bahwa pasien benar mengalami anemia. Anemia banyak

jenisnya, untuk mengetahui anemia yang mana yang dialami dalam

skenario diperlukan tes pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik

agar diagnosis akurat dan penatalaksanaanya berjalan efektif.

Dalam keadaan normal, central pallor pada eritrosit hanya sepertiga

bagian. Akan tetapi hemoglobinisasi yang tidak adekuat menyebabkan

central pallor atau bagian pucat dari eritrosit lebih dari sepertiga bagian

sehingga menimbulkan keadaan pucat pada pasien. Kemudian terjadi

penurunan fungsi mioglobin sehingga terjadi penurunan enzim sitokrom

yang menyebabkan terganggunya proses glikolisis dan menyebabkan

peningkatan produksi asam laktat sehingga pasien merasa mudah lelah.

Defisiensi zat besi dapat menyebabkan gangguan enzim aldehid oksidase

sehingga terjadi penumpukan serotonin yang merupakan pengontrol nafsu

makan. Hal ini mengakibatkan reseptor 5 HT meningkat di usus halus

sehingga menyebabkan mual dan muntah.

Kadar hemoglobin yang turun menyebabkan kekentalan darah ikut

menurun sehingga meningkatkan curah jantung karena terjadi penurunan

transport oksigen. Keadaan tersebut menyebabkan kerja jantung meningkat

sehingga terjadi bising jantung. Hepatomegali dan splenomegali terjadi

pada kasus anemia hemolitik karena hemolisis yang berlebihan.

Hepatomegali terjadi karena kerja hati yang lebih keras dari normal dalam

merombak eritrosit karena hemolisis yang tidak wajar.

Page 12: Cover

Sedangkan splenomegali terjadi karena eritrosit yang rapuh melewati

kapiler yang sempit dalam limpa, dan pecah serta menyumbat kapiler

limpa sehingga terjadi pembesaran limpa.

Dalam skenario pasien mengurangi konsumsi daging karena ingin

mengurangi berat badan. Padahal daging merupakan sumber zat besi

sebagai pembentuk heme yang absorbsinya tidak dihambat oleh bahan

penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi. Daging selain

mengandung zat besi juga mengandung asam folat. Protein daging lebih

mudah diserap karena heme dalam hemoglobin dan mioglobin tidak

berubah sebagai hemin (bentuk feri dari heme). Kompleksnya nutrisi yang

terkandung dalam daging inilah yang menyebabkan pasien mengalami

anemia, walaupun yang paling dominan adalah akibat dari defisiensi besi.

Anemia dapat terjadi karena pengurangan nutrisi besi, baik dalam

bentuk heme maupun non heme. Selain itu perdarahan seperti menstruasi

yang dialami wanita juga dapat menyebabkan anemia. Pada saat

menstruasi darah yang hilang bisa mencapai 1,3 mg perharinya. Gejala

yang lain berupa konjungtiva anemis. Konjungtiva sendiri artinya

membran tipis yang menutupi sclera yang berfungsi untuk menjaga

kelembaban bola mata. Konjungtiva anemis dapat terlihat pucat apabila

kekurangan darah. Pemeriksaan dilihat dari konjungtiva atau bagian mata

karena walaupun masih dalam fase akut masih mudah terlihat

dibandingkan dengan pemeriksaan kuku sendok yang gejalanya baru

muncul setelah penyakit bertahun-tahun.

B. Mekanisme dan Fungsi yang Terlibat

a) Fisiologi Eritrosit

Eritrosit dibentuk dari stem cell pluripoten di sumsum tulang

(PHSC) yang kemudian berdiferensiasi menjadi CFU-S (unit

pembentuk koloni limpa), CFU-B (unit pembentuk koloni blas),

kemudian baru membentuk CFU-E (unit pembentuk koloni eritrosit).

Page 13: Cover

Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2

dari paru-paru ke jaringan. Jumlah total eritrosit dalam sirkulasi

diatur sedemikian rupa agar cukup untuk menyulai O2 ke seluruh

jaringan, namun tidak terlalu banyak, agar tidak menghambat aliran

darah.

Produksi eritrosit terutama diatur oleh oksigenasi jaringan.

Menurunnya oksigenasi jaringan menstimulasi hormon eritropoietin,

terutama dari ginjal, yang kemudian akan merangsang produksi

proeritroblas dari sel stem hematopoietik di sumsum tulang.

Kemudian, eritropoietin juga akan mempercepat proses diferensiasi

pada berbagai tahap eritroblastik dibandingkan dengan normal.

Proses pematangan eritrosit dipengaruhi oleh vitamin B12 dan

asam folat, karena keduanya berperan penting dalam sintesis

DNA─pematangan inti dan pembelahan sel. Sedangkan besi (Fe++)

penting dalam pembentukan heme. Heme kemudian bergabung

dengan rantai polipeptida panjang globin membentuk hemoglobin.

Proses pembentukan hemoglobin adalah sebagai berikut:

1. asam 2 α-ketoglutarat + glisin pirol

2. 4 pirol protoporfirin III

3. protoporfirin III + Fe hem

4. 4 hem + globin hemoglobin

b) Metabolisme Besi

1. Kompartemen besi dalam tubuh

Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa : (1)

senyawa besi fungsional ; (2) besi cadangan, senyawa besi yang

dipersiapkan jika cadangan besi berkurang (3) besi transport, besi

yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk

mengangkut besi dari suatu kompartemen ke kompartemen

lainnya.

Page 14: Cover

Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam

bebas, tetapi selalu beriakatan dengan protein tertentu. Besi bebas

akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal bebas.

Dalam keadaan normal seorang laki-laki dewasa mempunyai

kandungan besi 50 mg/kgBB, sedangkan perempuan dewasa

adalah 35 mg/kgBB. Jumlah besi pada perempuan pada umumnya

lebih kecil oleh karena massa tubuh yang juga lebih kecil.

2. Absorbsi besi

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan.

Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan

proses absorbsi. Absorbsi besi paling banyak terjadi pada bagian

proksimal duodenum disebabkan oleh pH dari asam lambung dan

kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam absorbsi besi

pada epitel usus. Proses absorbsi besi dibagi menjadi 3 fase :

a. Fase luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung

kemudian siap diserap di duodenum. Besi dalam makanan terdapat

dalam 2 bentuk yaitu :

Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsinya

tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga

mempunyai bioavailailitas tinggi

Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat

absorbsinya rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau

penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah

Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorbsi besi adalah

“meat factors” dan vitamin `C, sedangkan yang tergolong sebagai

bahan penghambat ialah tanat, phytat dan serat (fibre). Dalam

lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari

ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi

bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.

b. Fase mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus yang

merupakan suatu proses aktif.

Page 15: Cover

c. Fase Korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam

sirkulasi, utilisasi besi sel oleh sel-sel yang memerlukan, dan

penyimpanan besi oleh tubuh.

3. Siklus besi dalam tubuh

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang

tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap usus,

sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang

diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi

terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi

dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi

yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar

22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak 2

mg/hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar

melalui sirkulasi memerlukan besi 17 mg, sedangkan besi sebesar

7 mg akan dikembalikkan ke makrofag karena terjadinya

ertiropoiesis inefektif (hemolisis intramedular). Besi yang

terdapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses

penuaan juga akan dikembalikkan pada makrofag sumsusm

tulang sebesar 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat dilihat

suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien.

Selain pembentukan heme, besi juga berperan dalam

pembentukan elemen penting lain seperti mioglobin, sitokrom,

sitokrom oksidase, peroksidase, dan katalase. Setelah diabsorpsi,

besi bergabung dengan beta glo bulin membentuk transferin,

sedangkan dalam sitoplasma membentuk feritin. Besi cadangan

disimpan dalam bentuk feritin di hepatosit dan sedikit di

retikuloendotelial sumsum tulang.

C. Diagnosis Kasus pada Skenario

Dalam skenario didapati bahwa penderita mengalami menstruasi

teratur tetapi banyak, wajah dan konjungtivanya pucat, dan didapati pula

Page 16: Cover

bahwa penderita mengurangi porsi makan, tidak mengkonsumsi daging

yang merupakan sumber nutrisi besi heme, dan dengan kadar HB 9,0 (11-

16g/dl). Menurut kelompok kami, diagnosa yang tepat pada pasien

tersebut adalah anemia defisiensi zat besi. Hal ini didasarkan pada

banyaknya darah menstruasi yang keluar tubuh sedangkan pasien

mengurangi makan daging sehingga tubuh kekurangan zat besi yang

dibutuhkan oleh darah sehingga menimbulkan anemia defisiensi zat besi.

Anemia defisiensi zat besi ditandai oleh kadar besi serum turun, kadar

MCV < 80 fl, TIBC naik, ferritin turun, pengecatan sumsung tulang untuk

pengecetan besi (pada anemia besi hasilnya negatif) dengan nilai

pemeriksaan laboratorium besi serum < 50 mg/dl, TIBC 350 mg/dl,

saturasi transferrin < 15%, dan ferritin serum <20 mikrogram/dl.

Saat pasien cepet lelah, terjadi penurunan fungsi mioglobin sehingga

terjadi penurunan enzim sitokrom dan menyebabkan gangguan glikolisis

dan menyebabkan peningkatan produksi asam laktat. Sehingga penderita

anemia menjadi cepat lelah. Hb turun > kekentalan darah turun >

meningkatkan curah jantung (karena terjadi penurunan transport oksigen)>

beban kerja jantung meningkat > mudah lelah. Penurunan eritrosit bisanya

pada : anemia aplastik/defisiensi nutrisi , perdarahan, hemolisis

(penghancuran eritrosit; hb dala plasma meningkat tinggi, destruksi

bilirubin meningkat. gejala: ikterik di sklera). Anemia pada penyakit

kronik respon sumsum tulang yang tidak adekuat, inflamasi, keganasan

sehingga menimbulkan destruksi, pemendekan umur ertrosit. Penyakit :

Hemolisis, TBC, abses di paru, arthritis rematoid. Pada penderita anemia

disebabkan pengurangan nutrisi besi baik heme maupun non-heme dan

perdarahan. Pada saat menstruasi, zat besi juga ikut berkurang (1,3

mg/hari).

D. Penatalaksanaan dan Pencegahan

Penatalaksanaan

Page 17: Cover

Untuk mengobati anemia karena defisiensi besi, penyebab dasar

anemia harus diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi pembedahan

mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif akibat polip,

ulkus, keganasan dan hemoroid. Walaupun modifikasi diet dapat

meningkatkan besi yang tersedia (misalnya: dengan menambahkan hati),

suplementasi besi diperlukan untuk meningkatkan hemoglobin dan

mengembalikan cadangan besi. Besi yang tersedia dalam bentuk parenteral

(lewat injeksi intravena maupun intramuscular) dan oral. Sebagian besar

orang berespons baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti

ferosulfat,325mg 3kali sehari selama paling sedikit 6 bulan untuk

menggantikan cadangan besi. Kontraindikasi pemberian besi parenteral:

pasien dengan intoleransi terhadap pemberian besi per oral, rendahnya

tingkat kepatuhan pasien mengkonsumsi obat, dan adanya gangguan

motilitas usus. Efek samping yang dapatditimbulkan antaralain; overdosis

SF dapat menimbulkan konstipasi, mual ataupun muntah. Besi parenteral

memiliki insidensi terjadinya reaksi-reaksi yang merugikan relative

tinggi.Pasien tersebut diberikan dosis uji dan dipantau selama 1 jam.Jika

pasien tersebut tidak mengalami efeksamping, sisa dosisnya diberikan 2

jam kemudian.

1.         Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar

besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati

(bayam, kacang-kacangan).

2.         Sulfa ferousus 3x10 mg/kgBB/hari. Hasil pengobatan dapat terlihat

dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar Hb1 – 2 g%/minggu.

3.         Fero fumarat : 6 mg/kg/hari. Diberikan di antara waktu makan.

Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin

normal.

4.         Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hbkurang dari 5g% dan

disertai keadaan umum yang kurang baik.

5.         Terapi kausal tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan cacing

tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal

harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

Page 18: Cover

1.         Zat besi diberikan per oral dalam dosis untuk Angelica :

a.    fero sulfat : 30 mg/kg/hari, dibagi dalm 3 dosis : 30 x 12: 360 mg/hari

b.    fero fumarat : 6 mg/kg/hari : 6 x 12 : 72 mg/hari. Diberikan di antara

waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar

hemoglobin normal.

2.         Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi (Vitamin C

meningkatkan absorpsi besi).

3.         Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar

besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati

(bayam, kacang-kacangan)

4.         Pemantauan :

a.         Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu

b.        Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

c.         Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala

gangguan gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati,

nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang

bersifat sementara.

d.        Penimbangan berat badan setiap bulan

e.         Perubahan tingkah laku

f.         Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah

dengan konsultasi ke ahli psikologi

g.        Aktifitas motorik

Pencegahan

1. Pendidikan kesehatan dan edukasi tentang diet yang benar

2. Penyuluhan gizi

3. Suplementasi besi

4. Fortifikasi makanan dengan Fe

Page 19: Cover

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien dalam kasus mengalami anemia defisiensi besi, karena kurangnya

asupan besi dari nutrisi dan kurang tepatnya pelaksanaan diet yang dilakukan oleh

pasien. Ini diperkuat dengan hasil anamnesis yang menyatakan pasien sudah

melakukan diet dengan mengurangi porsi makan dan tidak makan daging, dimana

sejatinya daging merupakan salah satu sumber zat besi heme yang penting dalam

proses pembentukan haemoglobin darah yang bertugas dalam transportasi oksigen

dan karbon dioksida pada jaringan tubuh. Namun, hal ini perlu dipastikan lebih

lanjut dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap, sehingga dapat

diberikan penatalaksanaan yang tepat untuk pasien.

      Untuk mengobati anemia karena defisiensi besi, penyebab dasar anemia harus

diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi pembedahan mungkin diperlukan untuk

menghambat perdarahan aktif akibat polip,ulkus,keganasan dan hemoroid.

Suplementasi besi diperlukan untuk meningkatkan hemoglobin dan

mengembalikan cadangan besi. selain itu, makanan gizi seimbang terutama yang

megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging)

dan nabati (bayam, kacang-kacangan).Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar

Hb kurang dari 5g% dan disertai keadaan umum yang kurang baik.

B. SARAN

1. Pada kasus ini, dokter memiliki kompetensi untuk memberikan

penatalaksanaan yang sesuai dan akurat kepada pasien. Hendaknya dalam

menegakkan diagnosis, dokter terlebih dahulu mengetahui anatomi,

fisiologi, patofisiologi, etiologi, serta epidemiologi dari diagnosis yang

dimiliki. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik akan mendukung

dokter untuk dapat menegakkan diagnosis.

Page 20: Cover

2. Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap

untuk memastikan diagnosis anemia defisiensi besi.

3. Setelah diagnosis ditegakkan, kiranya dalam menentukan penatalaksanaan

dokter juga mempertimbangkan komplikasi serta efek bagi pasien

(contohnya dalam pemberian terapi medikamentosa perlu diperhatikan

indikasi, kontraindikasi, serta efek samping terhadap pasien yang

bersangkutan).

4. Dokter seharusnya up-to-date mengenai informasi-informasi untuk

memperkaya pengetahuan, sehingga dalam menangani pasien bisa sesuai

dengan perkembangan saat ini (misalnya, dalam pemberian diet saat ini

telah berkembang dari yang dulu diet rendah lemak sekarang lebih banyak

diberikan diet rendah karbohidrat/kalori).

5. Pasien ini harus dikonsulkan ke bagian gizi untuk mendapat petunjuk dan

edukasi diet yang benar agar lekas sembuh.

Page 21: Cover

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Sudoyo, Aru W, et.al.

2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Aru W, et.al.

2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Merah dalam Price, Sylvia A. Wilson,

Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi

6. Jakarta: EGC.

Dewoto, Hedi R. Wardhini BP, S. Antianemia Defisiensi dan Eritropoeitin dalam

Gunawan, Sulistia Gan, et.al. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:

FKUI.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine McC. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit edisi 6 vol. 2A. Jakarta: EGC

Soenarto. Anemia Megaloblastik dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI.