Copy

90
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perikanan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan memelihara produktivitas sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan. Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi primadona adalah udang. Udang merupakan salah satru sumber daya hayati laut yang tersedia hampir di seluruh perairan Indonesia dan merupakan salah satu komoditas ekspor andalan dari sub sector perikanan. Setiap tahunnya,terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor udang ke Negara-negara tujuan ekspor seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Departemen Pertanian 1999). Udang merupakan komoditi ekspor hasil perikanan terbesar Indonesia di atas komoditas ikan tuna yang menempati urutan kedua. Dilihat dari data volume ekspor udang Indonesia ke mancanegara dari bulan Januari sampai dengan November pada tahun 2008 mencapai 158.000 ton sedangkan volume ekspor ikan tuna hanya mencapai 111.000 ton. Volume ekspor udang ini meningkat dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya mencapai 154.747 ton (DJP2HP 2009). Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan. Kendala yang sering muncul pada berbagai perusahaan pengolahan udang adalah kekurangan bahan baku udang, kesalahan label produk, adanya embargo oleh importir karena teridentifikasinya senyawa antibiotik, masalah sanitasi dan lain sebagainya. Maka untuk mengantisipasi masalah tersebut perusahaan pengolahan udang diwajibkan melakukan kebijakan dalam penerapan program manajemen mutu terpadu yang berkonsepsi pada prinsip Hazard Analysis Critical Control point (HACCP). HACCP merupakan merupakan manejemen khusus untuk bahan makanan termasuk hasil perikanan yang didasari pada pendekatan sistematika untuk megantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya ( Hazard) selama proses produksi serta menentukan titik kritis yang harus dilaksanakan pengawasan

description

Copy

Transcript of Copy

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan

    sumber daya alam perikanan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan

    teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan

    memelihara produktivitas sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan.

    Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi

    primadona adalah udang. Udang merupakan salah satru sumber daya hayati laut

    yang tersedia hampir di seluruh perairan Indonesia dan merupakan salah satu

    komoditas ekspor andalan dari sub sector perikanan. Setiap tahunnya,terjadi

    peningkatan pangsa pasar ekspor udang ke Negara-negara tujuan ekspor seperti

    Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Departemen Pertanian 1999).

    Udang merupakan komoditi ekspor hasil perikanan terbesar Indonesia di

    atas komoditas ikan tuna yang menempati urutan kedua. Dilihat dari data volume

    ekspor udang Indonesia ke mancanegara dari bulan Januari sampai dengan

    November pada tahun 2008 mencapai 158.000 ton sedangkan volume ekspor ikan

    tuna hanya mencapai 111.000 ton. Volume ekspor udang ini meningkat

    dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya mencapai 154.747 ton (DJP2HP

    2009). Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut

    memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan,

    pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan.

    Kendala yang sering muncul pada berbagai perusahaan pengolahan udang

    adalah kekurangan bahan baku udang, kesalahan label produk, adanya embargo

    oleh importir karena teridentifikasinya senyawa antibiotik, masalah sanitasi dan

    lain sebagainya. Maka untuk mengantisipasi masalah tersebut perusahaan

    pengolahan udang diwajibkan melakukan kebijakan dalam penerapan program

    manajemen mutu terpadu yang berkonsepsi pada prinsip Hazard Analysis Critical

    Control point (HACCP). HACCP merupakan merupakan manejemen khusus

    untuk bahan makanan termasuk hasil perikanan yang didasari pada pendekatan

    sistematika untuk megantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya (Hazard) selama

    proses produksi serta menentukan titik kritis yang harus dilaksanakan pengawasan

  • 2

    secara ketat. Tujuan utama menerapkan HACCP adalah memberikan jaminan

    mutu meningkakan mutu produk, meminimalkan kecacatan produk dan keluhan

    konsumen serta memberikan efisiensi jaminan mutu. Keuntungan lain dari

    penerapan HACCP adalah penggunaan sumberdaya secara lebih baik dan

    pemecahan masalah lebih tepat (Mayes 2001).

    Sistem HACCP dikenal secara luas oleh industri pangan sebagai suatu

    tindakan pengendalian terhadap risiko bahaya yang dapat memberikan efek

    merugikan terhadap keamanan pangan (Asian Productivity Organization 2005).

    Hal ini berbeda dengan cara sebelumnya bahwa sistem pengendalian mutu

    dilakukan hanya dengan pengawasan aspek-aspek keamanan pangan pada produk

    akhir, dengan demikian apabila ditemukan ketidakamanan pada produk akhir,

    baru dilakukan suatu tindakan koreksi. Hal ini merupakan tindakan yang kurang

    efektif karena prasyarat yang mendasar dalam pengendalian risiko bahaya seperti

    prasyarat kelayakan dasar yang terdiri atas cara penanganan dan pengolahan

    produk yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices GMP) serta

    persyaratan sanitasi dan higiene (Sanitation Standard Operating Procedures

    SSOP), tidak dievaluasi terkait dengan ketidakamanan produk sepanjang rantai

    produksi. Pada sistem HACCP ditekankan tindakan pencegahan pada setiap

    tahapan produksi terhadap terjadinya risiko bahaya yang akan mengakibatkan

    ketidakamanan produk udang beku (Mayes 2001).

    1.2 Tujuan

    Tujuan dan manfaat dari pelaksanaan praktik lapang ini adalah untuk

    menambah pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan keterampilan mahasiswa

    di bidang pengolahan hasil perikanan. Sedangkan tujuan khususnya adalah:

    1. Mengetahui keadaan umum perusahaan pembekuan udang di PT Misaja

    Mitra, Pati-Jawa Tengah.

    2. Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam

    bidang penanganan dan pengolahan hasil perikanan khususnya pembekuan

    udang

    3. Mempelajari sistem HACCP yang diterapkan pada perusahaan pembekuan

    udang khususnya produk peeled beku.

  • 3

    4. Mengetahui cara-cara penerapan HACCP secara keseluruhan yang

    diterapkan di PT Misaja Mitra, Pati-Jawa Tengah.

    1.3 Metodologi

    1.3.1 Waktu dan tempat pelaksanan praktik lapang

    Waktu pelaksanaan praktik lapang dimulai tanggal 27 Juli 2009 sampai

    tanggal 20 Agustus 2009, bertempat di PT Misaja Mitra Pati, yang bertempat di

    Jalan Raya Pati Tayu Km.18, Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati - Jawa

    Tengah.

    1.3.2 Metode pengumpulan data

    Metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktik lapang ini adalah

    pengumpulan data primer dan data sekunder.

    1. Pengumpulan data primer meliputi :

    a. Observasi, yaitu pengamatan langsung kegiatan di pabrik.

    b. Mengamati dan melakukan kegiatan proses produksi mulai dari

    penerimaan bahan baku sampai pada proses pengemasan.

    c. Wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung

    dengan kegiatan pengolahan pembekuan udang.

    d. Mengevaluasi dan mempelajari penerapan HACCP yang diterapkan.

    2. Pengumpulan data sekunder :

    a. Pengumpulan data dan informasi hasil produksi dan kegiatan lainnya dari

    pihak atau instansi setempat mengenai keadaan perusahaan.

    b. Melakukan studi literatur yaitu mengumpulkan informasi yang berkaitan

    dengan praktik lapang.

  • 4

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Udang (Penaeus sp)

    Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki

    aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Proses pembekuan udang

    merupakan salah satu cara pengawetan makanan karena dengan menurunkan suhu

    maka pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat, mencegah reaksi kimia dan

    aktivitas enzim. Tujuan pembekuan udang adalah mempertahankan sifat-sifat

    mutu tinggi pada udang dengan teknik penarikan panas secara efektif dari udang

    agar suhu udang turun sampai suhu rendah yang stabil dan mengawetkan udang

    (Ilyas 1993). Menurut Suwignyo (1989), udang diklasifikasikan sebagai berikut:

    Phylum : Arthropoda

    Sub Phylum : Mandibulata

    Class : Crustaceae

    Sub class : Malacostraca

    Ordo : Decapoda

    Sub ordo : Natantia

    Famili : Penaidae

    Genus : Penaeus

    Species : Penaeus sp

    Gambar 1. Morfologi udang (Penaeus sp)

    (Sumber : http://tbn1.google.com)

    Secara morfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang

    menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat

    ekor di belakangnya. Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian

    tubuhnya tertutup kulit khitin yang tebal dan keras. Bagian kepala beratnya lebih

  • 5

    kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17-

    23% (Purwaningsih 1995).

    Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit

    di darat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis

    tinggi antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (Penaeus

    marguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air

    tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah

    (Macrobranchium rosenbergii), udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang

    (Lobster) (Permana 2007).

    2.2 Komposisi Kimia Udang

    Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki

    aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

    lebih kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit

    17-23% (Anonim 2007). Komposisi kimia udang dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Komposisi kimia udang

    No Komposisi kimia Jumlah

    1 Kadar air (%) 78

    2 Kadar abu (%) 3,1

    3 Lemak (%) 1,3

    4 Karbohidrat (%) 0,4

    5 Protein (%) 16,72

    6 Kalsium (Mg) 161

    7 Fosfor (Mg) 292

    8 Besi (Mg) 2,2

    9 Natrium (Mg) 418

    Sumber: USDA (2003)

    Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang

    penting bagi manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih

    tinggi dibandingkan hewan darat. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang

  • 6

    dengan 18 jenis asam amino yang terkandung didalamnya. Komposisi protein dan

    asam amino esensial yang terdapat pada udang dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang.

    Komposisi Satuan Konsentrasi

    Protein :

    - Mioplasma

    - Miofibril

    - Miostroma

    Asam amino esensial :

    - Isoleusin

    - Leusin

    - Lisin

    - Metionin

    - Sistein

    - Fenilalanin

    - Tirosin

    - Treonin

    - Triptofan

    - Valin

    %

    %

    %

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    g/100 g

    32

    59

    5

    0,985

    1,612

    1,768

    0,572

    0,228

    0,858

    0,676

    0,822

    0,283

    0,956

    Sumber : USDA (2003)

    2.3 Persyaratan Mutu Udang

    Udang sebagai salah satu produk perikanan yang memilliki sifat mudah

    busuk (highly perishable), maka penanganan yang baik mutlak diperlukan agar

    mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi. Mutu udang terutama ditentukan

    oleh keadaan fisik dan organoleptik (rupa, warna, bau, rasa dan tekstur) dari

    udang tersebut. Kemudian, ukuran dan keseragaman udang juga dapat

    menentukan tingkat mutunya. Oleh karena itu, tidak boleh ada cacat, rusak atau

    defect yang akan mengurangi nilai dari mutu udang (Hadiwiyoto 1993). Standar

    syarat mutu dan keamanan pangan udang beku dapat dilihat pada Tabel 3.

  • 7

    Tabel 3. Standar syarat mutu dan keamanan pangan udang beku

    Jenis Uji Satuan Persyaratan

    a. Organoleptik angka (1-9) minimal 7

    b. Cemaran mikroba:

    ALT

    koloni/g

    maksimal 5,0 x 105

    Escherichia coli APM/g maksimal < 2

    Salmonella APM/25g Negative

    Vibrio cholera APM/25g Negative

    Vibrio

    parahaemolyticus

    (kanagawa positif)*

    APM/g

    maksimal < 3

    c. Cemaran kimia*:

    Kloramfenikol Ppb maksimal 0

    Nitrofuran Ppb maksimal 0

    Tetrasiklin Ppb maksimal 100

    d. Fisika:

    Suhu pusat, maks. C maksimal -18

    e. Filth Jenis/jumlah maksimal 0

    *: Bila diperlukan

    Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2007)

    Udang yang digunakan dalam industri pengolahan hanyalah udang yang

    memiliki mutu segar. Penilaian mutu udang dapat dilihat secara organoleptik

    (visual). Mutu udang sebagai bahan baku akan mempengaruhi produk akhir.

    Udang yang memiliki kesegaran yang baik akan menghasilkan produk akhir yang

    baik pula atau sebaliknya. Berdasarkan kesegarannya, udang dapat dibedakan

    menjadi empat kelas mutu, yaitu (Hadiwiyoto 1993):

    a. Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udang-

    udang yang benar-benar masih segar, belum ada perubahan warna, transparan

    dan tidak ada kotoran atau noda-nodanya.

    b. Udang yang mempunyai mutu baik (fancy). Udang ini mutunya dibawah

    prima, ditandai dengan adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah

    atau retak-retak, tubuh udang lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak

    terdapat kotoran atau noda-nodanya.

    c. Udang bermutu sedang (medium, black dan spot). Pecah-pecah pada kulit

    udang lebih banyak daripada udang yang bermutu baik. Udang sudah tidak

  • 8

    utuh lagi, kakinya patah, ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging

    udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak banyak

    noda berwarna hitam atau merah gelap.

    d. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang pecah

    atau mengelupas, ruas-ruas tubuh sudah banyak yang putus dan udang sudah

    tidak utuh lagi.

    2.4 Kemunduran Mutu Udang

    Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang

    berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini

    terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidatif.

    Kemunduran mutu udang sangat berhubungan dengan komposisi kimia

    dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan

    yang mudah bususk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan

    udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan yang cermat. Susunan tubuh

    udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala

    merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian

    kepala mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Purwaningsih

    1995).

    Kerusakan biokimia disebabkan oleh kerusakan enzim yang ada dalam

    tubuh udang. Enzim tersebut menguraikan atau membongkar senyawa-senyawa

    makromolekul dan mudah menguap sehingga timbul bau busuk atau tidak sedap

    (Hadiwiyoto 1993).

    Kerusakan mikrobiologis dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat

    dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati pertahanan tubuhnya

    berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang.

    Pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi

    penyebab utama kerusakan fisik. Penigkatan suhu dapat mempercepat proses

    oksidasi dan tekstur udang menjadi lunak (Hadiwiyoto 1993).

    Sebagai salah satu jenis bahan makanan yang terhitung mudah sekali

    mengalami kemunduran mutu, maka penanganan udang memerlukan perhatian

    yang menyeluruh dan perlakuan yang cermat. Dari segi kemunduran mutu ada

    atau tidaknya kepala mempengaruhi daya simpan udang segar karena bagian

  • 9

    kepala terdapat insang dan isi perut yang merupakan salah satu sumber bakteri

    pembusuk dan enzim-enzim pencernaan (Moeljanto 1992).

    Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segar

    adalah dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untuk

    penyimpanan jangka panjang. Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukan

    dengan baik dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan udang

    beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat udang segar (Moeljanto 1992).

    2.4.1 Aktivitas enzimatis

    Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang terkadi karena kegiatan

    enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa pada jaringan

    tubuh yang tekah mati terurai secara kimia (Purwaningsih 1995).

    Seperti diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lain

    menguraikan protein, karbohidrat dan lemak menjadi energy atau disimpan

    sebagai cadangan makanan, tetapi setelah udang mati enzim masih terus

    menguraikan jaringan tubuh, sementara pemasukan makanan dari luar terhenti,

    akibatnya jaringan tubuh menjadi lembek. Selain itu, terjadi pula penguraian

    protein menjadi asam amino dan perubahan-perubahan terhadap komponen flavor,

    warna (diskolorasi) dari warna asli mejadi warna coklat atau hitam (black spot)

    yang disebabkan oleh reaksi enzimatis.

    2.4.2 Oksidasi

    Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat dengan penurunan suhu.

    Melindungi produk agar tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan

    pembunuhan antioksidan, mencegah kontak antara produk dengan logam-logam

    berat lainnya (Ilyas 1983 dalam Irwanto 2002).

    2.4.3 Aktivitas mikroorganisme

    Proses penurunan mutu secara mokrobiologis adalah suatu proses

    penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari

    selaput lender, insang dan saluran pencernaan (Purwaningsih 1995).

    Aktivitas bakteri dimulai setelah udang mati namun demikian kegiatannya

    masih terbatas karena kondisi jaringan tubuh udang (pH dan suhu) yang belum

    sesuai untuk aktivitas dan perkembangannya. Aktivitas perkembangbiakan baru

    berlangsung setelah terjadi kelembekan pada daging akibat kerja enzim (proses

  • 10

    autolysis). Serangan bakteri pada udang terutama tertuju pada beberapa tempat

    yang merupakan sumber pembusukan yaitu selaput lender dan kulit, isi perut yang

    terletak di kepala, insang, dan kaki yang terdapat pada bagian kepala.

    2.4.4 Dehidrasi

    Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi (kekeringan) karena

    adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk kearah evaporator,

    sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara mengatasinya adalah

    dengan proses glazing dan pengemasan yang benar. Dengan diketahuinya

    penyebab penurunan mutu pada udang beku, diharapkan penanganan terhadap

    produk beku dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga tujuan dari pembekuan

    itu sendiri akan tercapai.

    2.5 Proses Pembekuan dan Produksi Udang Beku

    Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara

    memperlambat terjadinya proses penurunan mutu, baik secara autolisis,

    bakteriologis dan oksidasi dengan suhu rendah. Walaupun dapat memperlambat

    pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan aktivitas

    enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh karena itu,

    setelah udang dibekukan dan disimpan dalam ruang beku (cold storage), tidak

    akan lepas begitu saja dari proses penurunan mutu (Ilyas 1993).

    Menurut Hadiwiyoto (1993), proses pembekuan berdasarkan sistem

    pindah panas dari alat yang digunakan atau cara yang dikerjakan, proses

    pembekuan terdiri atas:

    Pembekuan konvensional, jika cara pembekuannya menggunakan alat

    pendinginan sederhana yang tradisional atau konvensional sifatnya.

    Blast freezing, pada metode ini bahan ditempatkan pada suatu ruang

    pembekuan dengan udara bersuhu rendah dihembuskan. Beberapa cara metode

    ini adalah pembekuan dalam alat berbentuk terowongan (tunnel freezing), air

    blast freezing dan flow freezing.

    Contact plate freezing, pada metode ini bahan dibekukan dengan alat pelat-

    pelat pembekuan yang ditempatkan pada bahan.

  • 11

    Pembekuan celup (immersion freezing), pada metode ini bahan yang akan

    dibekukan dicelupkan dalam cairan yang sangat dingin, misalnya larutan

    garam (NaCl) dingin, campuran gliserol dan alkohol atau larutan gula dingin.

    Pembekuan dengan cara penyemprotan bahan pendingin berbentuk cairan

    (spray freezing)

    Kombinasi pembekuan celup dengan blast freezing (the blend process)

    Cryogenic freezing, merupakan metode pembekuan dengan menggunakan gas

    nitrogen yang dicairkan atau karbondioksida cair.

    Proses produksi udang beku dimulai dari tempat penerimaan sampai

    dengan tempat penyimpanan udang beku (cold storage). Urutan-urutannya secara

    umum adalah sebagai berikut (Purwaningsih 1995).

    2.5.1 Penerimaan bahan baku di pabrik

    Udang segar yang tiba di pabrik dalam bak fiberglass atau blong plastik

    yang diberi es, kemudian dibongkar di ruang penerimaan. Udang tersebut

    dipisahkan dari sisa-sisa es, dan disemprot dengan air bersih (Pencucian 1).

    Setelah bersih, udang dipindahkan ke dalam keranjang-keranjang plastik besar.

    Selanjutnya udang dibawa ke ruang proses untuk diolah lebih lanjut. Apabila

    bahan baku masih banyak, maka udang ditampung dalam bak penampung (fiber

    glass). Penampungan udang tidak boleh dari satu hari. Dalam bak penampung

    tersebut diberi es dengan perbandingan udang dan es adalah 1:2.

    2.5.2 Pemotongan kepala dan pembersihan genjer

    Bentuk olahan udang beku yang paling umum adalah headless (HL).

    Bentuk udang headless adalah udang yang dibekukan tanpa kepala dan genjer.

    Bagian kepala merupakan tempat berkumpulnya kotoran udang sehingga menjadi

    sumber bakteri. Genjer adalah kulit ari tebal yang terdapat pada sambungan antara

    kepala dengan badan.

    Pemotongan kepala dan pembersihan dilakukan dengan tangan. Menurut

    Hariadi (1994), cara-cara pemotongan kepala adalah: udang dipegang

    punggungnya oleh tangan kiri, dengan posisi tengkurap, jempol tangan kanan

    memakai alat pemotong, kelopak kepala dan kaki jalan dibuang dengan alat

    tersebut, arah cabikan ke atas, harus bersih dan tidak meninggalkan organ-organ

  • 12

    kepala (mandibula, maksila, dan lain-lain), rendemen harus sebesar mungkin yaitu

    sekitar 68%.

    2.5.3 Pencucian 1

    Udang yang sudah dipotong kepalanya tanpa genjer, dicuci dengan air

    dingin yang berklorin dengan konsentrasi sebesar 10 ppm. Pencucian ini bertujuan

    untuk menghilangkan lendir, menghilangkan kotoran yang terbawa udang pada

    saat di tambak dan mengurangi jumlah bakteri.

    2.5.4 Pensortasian

    Sortasi merupakan proses pemisahan udang berdasarkan kualitasnya.

    Sortasi ini pun menentukan bahan baku udang akan dimasukkan ke dalam proses

    produk tertentu. Ada tiga macam sortasi yang dilakukan yaitu:

    1. Sortasi jenis

    Pertama kali dilakukan sortasi adalah sortasi jenis udang. Untuk jenis

    udang tambak biasanya dilakukan di tempat panen. Menurut Hariadi (1994),

    sortir jenis ini dilakukan untuk memisahkan pesanan jenis udang tertentu oleh

    konsumen.

    2. Sortasi warna

    Pada sortasi ini dilakukan proses pemisahan warna. Sortasi ini dilakukan

    secara visual, yaitu dengan cara dilihat kemudian udang dipisahkan menurut

    warnanya. Menurut Hariadi (1994), dalam sortasi warna pada dasarnya ada tiga

    warna yang harus digunakan, dengan tujuan mempertinggi nilai artistik jika

    disusun dalam bentuk beku nantinya. Meskipun kualitas udang lebih penting, akan

    tetapi segi keindahan susunan dan kesegaran warna juga sangat berperan dalam

    menarik minat konsumen. Adapun tiga warna tersebut adalah black (hitam), blue

    (biru) dan white (putih).

    3. Sortasi ukuran

    Sortasi ukuran adalah suatu cara penyortiran udang berdasarkan ukuran.

    Dalam sortasi ini dilakukan sesuai dengan jumlah tertentu untuk setiap pound.

    Pada tahap ini udang selalu dipertahankan pada kondisi dingin yaitu dengan cara

    memberi es curai pada udang yang sedang disortir. Jumlah standar ukuran udang

    dapat dilihat pada Tabel 4.

  • 13

    Tabel 4. Jumlah standar ukuran udang

    No Size Banyaknya udang per pound

    1 U-5 Dibawah 5

    2 6-8 Antara 6- 8

    3 8-12 Antara 8- 12

    4 13-15 Antara 13- 15

    5 16-20 Antara 16- 20

    6 21-25 Antara 21- 25

    7 26-30 Antara 26- 30

    8 31-40 Antara 31- 40

    9 41-50 Antara 41- 50

    10 51-60 Antara 51- 60

    11 61-70 Antara 61- 70

    12 71-90 Antara 71-90

    13 91-120 Antara 91-120

    Sumber: Purwaningsih 1995

    4. Sortasi final

    Sortasi final dilakukan untuk mengoreksi hasil sortasi yang belum

    seragam, baik mengenai mutu, ukuran, dan warna. Dalam sortasi ini diperlukan

    ketelitian dan ketrampilan yang tinggi dibandingkan dengan sortasi sebelumnya.

    Untuk pengecekan dilakukan per 1 pound dengan timbangan. Bila jumlah udang

    sudah sesuai dengan jumlah standar pada daftar, maka proses penanganan dapat

    dilanjutkan.

    2.5.5 Penimbangan

    Pada tahap ini ada dua aktivitas utama yaitu perhitungan jumlah dilakukan

    untuk menentukan jumlah yang tepat dan ukuran yang seragam. Penimbangan

    dilakukan setelah perhitungan jumlah standar. Berat produk disesuaikan dengan

    ketentuan inner carton yaitu sebesar 4 pound atau 1,8 kg, untuk menjaga

    penyusutan setelah thawing, maka timbangan dilebihkan 2-4% dari berat bersih.

    Setelah penimbangan dilakukan pencatatan udang berdasarkan ukuran,

    mutu, dan jumlah bobotnya. Kemudian setiap udang dalam keranjang

    penimbangan diberi label serta ditambahkan es agar tetap dalam keadaan dingin

  • 14

    dan segar. Label udang menunjukkan kualitas dan jenis udang, sedangkan angka

    menunjukkan ukuran udang dalam pound.

    2.5.6 Pencucian 2

    Udang dicuci dalam air bersih tanpa kaporit yang dicampur dengan es

    sehingga udang tetap dalam keadaan dingin. Pencucian ini bertujuan untuk

    membersihkan lendir, bakteri, serta kotoran sebelum dilakukan pembekuan.

    Pencucian dilakukan dengan menggunakan keranjang plastik kecil dengan cara

    menggoyang-goyangkan keranjang pada tiga deret bak pencuci.

    2.5.7 Penyusunan dalam pan pembeku

    Penyusunan dalam pan pembeku adalah penyusunan dengan cara ekor

    bertemu dengan ekor dan potongan kepala mengahadap ke samping. Jumlah

    udang pada setiap lapis tergantung pada ukuran yang disusun. Menurut Hariadi

    (1994), sebelum disusun inner pan dilapisi plastik tipis terlebih dahulu dengan

    tujuan untuk mempermudah dalam pelepasan udang dari pan jika telah masuk

    beku, selain itu juga agar blok beku memiliki permukaan yang rata.

    2.5.8 Pembekuan dan glazing

    Pembekuan udang sering dilakukan dengan menggunakan alat Contact

    Plate Freezing (CPF), yaitu dengan cara bahan dibekukan dengan alat pelat-pelat

    pembekuan yang ditempatkan pada bahan, sedangkan Air Blast Freezing (ABF),

    yaitu dengan cara bahan ditempatkan pada suatu ruang pembekuan dengan udara

    suhu rendah dihembuskan, pembekuan ini dilakukan untuk udang yang dibekukan

    dalam bentuk blok. Apabila udang dibekukan secara individu bias menggunakan

    Individual Quick Freezer (IQF) (Hadiwiyoto 1993)

    Setelah dibekukan udang harus dilakukan glazing atau diberi lapisan es

    tipis sehingga permukaan udang beku atau blok udang tampak mengkilat. Tujuan

    utama dari glazing adalah mencegah pelekatan antar bahan baku, melindungi

    produk dari kekeringan selama penyimpanan, mencegah ketengikan akibat

    oksidasi dan memperbaiki penampakan permukaan. Adapun glazing dilakukan

    dengan cara menyiram atau mencelupkan udang beku dalam air bersuhu antara

    0-5C. Setelah dilakukan glazing, udang dikemas dan disimpan dalam gudang

    beku (cold storage).

  • 15

    2.5.9 Penyimpanan udang beku

    Udang yang telah beku harus disimpan di dalam cold storage, yaitu sebuah

    ruangan penyimpanan yang dingin. Suhu dalam cold strorage umumnya -30C

    hingga -60C, tergantung pada kebutuhan. Suhu cold storage diukur dengan alat

    pengukur suhu yang disebut dengan termostat. Selisih perubahan suhu cold

    strorage tersebut biasanya tidak kurang dari 2C. Misalnya, jika suhu cold storage

    secara nominal harus dipertahankan pada suhu -35C, maka pendinginan

    dihentikan jika suhu ruang mencapai -36C, dan dijalankan jika suhu ruang naik

    menjadi -34C (Purwaningsih 1995).

    Udang di dalam cold storage mengalami banyak perubahan yang cenderung

    menurunkan mutu ikan . Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan fisik

    dan biokimia, misalnya pengeringan (dehidrasi, dessication), oksidasi lemak,

    denaturasi protein, dan penggumpalan senyawa-senyawa hasil perombakan yang

    dilakukan oleh enzim serta bakteri (Purwaningsih 1995).

    2.6 HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)

    HACCP merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,

    dan mengendalikan setiap kemungkinan terjadinya resiko bahaya pada seluruh

    tahapan proses (CAC 2003). Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang

    digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang

    memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu

    keamanan pangan, karena itu sebagai suatu sistem jaminan mutu keamanan panga,

    HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk

    pangan mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Muhandri dan

    Kadarisman 2006).

    HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan sistematik untuk

    mengakses bahaya-bahaya dan resiko-resiko yang berkaitan dengan pembuatan,

    distribusi dan penggunaan produk pangan. Sistem HACCP ini dikembangkan atas

    dasar identifikaasi titik pengendalian kritis (Critical control point) dalam tahap

    pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan resiko bahaya. (Thaheer 2005).

    Menurut (Wiryanti dan Witjaksono 2001) alasan utama pembuatan dan

    penerapan sistem HACCP dalam industri pangan adalah:

    1. Meningkatnya tuntutan konsumen atas keamanan pangan (food safety)

  • 16

    2. Pengujian pada produk akhir (end product inspection) sudah tidak mampu

    memenuhi kebutuhan konsumen

    3. Adanya pendekatan baru yang berdasarkan atas tindakan pencegahan

    (preventive measure), pengawasan selama proses (in process inspection) dan

    semakin dominannya peranan perusahaan dalam pengawasan mutu secara

    mandiri (self regulatory quality control).

    Secara umum, program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip yang

    dikembangkan oleh NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological

    Criteria for Foods). Ketujuh prinsip itu adalah (Muhandri dan Kadarisman 2006) :

    1. Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi

    dan mengiventarisasi resiko bahaya-bahaya terhadap keamanan produk

    pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan

    pencegahan yang diperlukan utnuk mengendalikan bahaya atau resiko

    potensial yang membahayakan.

    2. Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (critical control points-CCP) pada

    tahapan proses dimana resiko bahaya yang mempengaruhi mutu dan atau

    keamanan pangan dapat dicegah, dikurangi atau dieliminasi.

    3. Menetapkan batas-batas (critical limit) untuk dapat dilkukan tindakan-

    tindakan pengendalian terhadap resiko bahaya pada setiap CCP. Suatu batas

    kritis adalah nilai yang tidak boleh dilewati.

    4. Melakukan pemantauan (monitoring) yang meliputi aktivitas pengamatan,

    pengukuran atau pengujian untuk menilai apakah resiko bahaya berada dalam

    batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan ketentuan.

    5. Melakukan tindakan korektif dan atau pencegahan yang diperlukan. Program

    HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan atau preventif untuk

    menghindari ketidaksesuaian terhadap ketentuan serta melakukan tindakan

    korektif dengan menelusuri penyebab akar masalah.

    6. Mendokumentasikan dan mengendalikan hasil pemantauan terhadap

    penerapan program HACCP dan harus selalu tersedia untuk dilakukan analsis.

    7. Melakukan verifikasi terhadap efektifitas penerapan program HACCP secara

    berkala untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan

    jika memungkinkan dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan.

  • 17

    Analisa program HACCP dalam pengawasan mutu produk menurut

    Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut:

    1. Keamanan Pangan (Food Safety)

    Merupakan aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan

    timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah itu umumnya

    dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika.

    2. Kesehatan dan Kebersihan (Wholesomeness)

    Merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan

    kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene.

    3. Kecurangan ekonomi (Economic Fraud)

    Merupakan tindakan-tindakan yang ilegal atau penyelewengan yang dapat

    merugikan pembeli. Tindakan ini meliputi pemalsuan spesies (bahan baku),

    penggunaan bahan tambahan yang berlebih, berat yang tidak sesuai dengan

    label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti tertera dalam

    kemasan.

    Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (2000), dasar pengembangan

    dalam penerapan program sistem manajemen HACCP berdasarkan sistem

    HACCP meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

    a. Upaya pencegahan (preventive measure)

    Yaitu upaya yang dilakukan untuk memperoleh produk akhir yang benar-

    benar terjamin, aman, mutu konsisten serta jaminan yang dapat

    dipertanggungjawabkan kepada konsumen.

    b. Pengawasan terhadap proses produksi (in-process inspections)

    Untuk melakukan pencegahan maka sistem pengawasan yang dikembangkan

    adalah pengawasan terhadap proses produksi mulai dari tahap awal sampai

    distribusi produk akhir.

    c. Pengujian laboratorium

    Merupakan bagian dan penunjang dari keseluruhan sistem yang dilakukan

    pada tempat dan waktu yang sesuai keperluan.

    d. Peranan swasta

    Mempunyai peranan yang sangat besar yaitu melakukan pengawasan secara

    mandiri terhadap proses produksi mereka sendiri. Peranan pemeintah

  • 18

    bertindak sebagai pengawas dalam sisten sistem manajemen HACCP yang

    dikembangkan dengan baik.

    Beberapa alasan mengapa HACCP diperlukan dalam bisnis perikanan

    menurut Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut:

    a. Tujuan manajemen industri pangan dalam menjamin keamanan pangan

    b. Keamanan pangan adalah syarat wajib konsumen

    c. Banyaknya kasus keracunan pangan

    d. Terbatasnya jaminan sistem inspeksi produk akhir melalui pengujian untuk

    menjamin keamanan pangan

    e. HACCP berkembang menjadi standar internasional dan persyaratan wajib

    pemerintah

    f. HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan

    pangan

    g. Kebutuhan akan sistem keamanan pangan yang efektif

    Keuntungan penerapan HACCP adalah menjamin keaman pangan dan

    mengendalikan mutu. Menurut Herschdoerfer (1984), pengendalian mutu penting

    untuk memperoleh produk yang bermutu, mengoptimalkan penjualan

    hubungannya dengan keuntungan, mengurangi sampah (membuang produk)

    dengan mencegah kesalahan sebelum terjadi, meningkatkan efisiensi proses

    dengan menggunakan informasi dari tes QC, mengurangi komplain dari

    konsumen dan menjaga citra produk serta kredibilitas perusahaan, membantu

    untuk mengendalikan biaya bahan baku dan proses operasi, melindungi konsumen

    dari keracunan makanan dan resiko lain yang berhubungan serta melengkapi

    manajemen agar memenuhi hukum dalam semua aspek yang berkaitan dengan

    kualitas produk.

    2.7 Kelayakan Dasar

    Sistem HACCP sebagai suatu sistem pengendalian keamanan pangan mutu

    tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didasari oleh faktor-faktor pengendali yang

    mendasar terhadap resiko bahaya ketidakamanan pangan dan atau mutu (Wiryanti

    dan Witjaksono 2001). Faktor pengendali yang menjadi prasyarat (pre-requisite

    program-PRP) efektifitas penerapan program HACCP sebagai suatu sistem

  • 19

    pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar unit

    pengolahan (CAC 2003), yang meliputi :

    Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufactoring Practise-GMP).

    Good Manufactoring Practise (GMP) merupakan suatu metode atau cara

    berproduksi yang baik dan benar dalam rangkamenghasilkan produk dengan mutu

    yang baik sesuai dengan harapan. GMP meliputi delapan persyaratan yaitu :

    1) Persyaratan bahan baku

    2) Persyaratan bahan pembantu dan tambahan (food additives)

    3) Persyaratan produk akhir

    4) Peryaratan penanganan

    5) Persyaratan pengolahan

    6) Peryaratan pengemasan

    7) Persyaratan penyimpanan

    8) Persyaratan pengangkuatan dan distribusi.

    Persyaratan sanitasi dan hygiene, meliputi :

    1) Kondisi fisik sanitasi dan hygiene yang terdiri atas :

    a) Lokasi dan lingkungan

    b) Kondisi konstruksi bangunan (konstruksi ruang dan gedung, rancang

    bangun, lantai, langit-langit, dinding, penerangan, ventilasi, saluran

    pembuangan limbah cair, sumber dan distribusi pasokan air dan atau

    es, instalasi pembuangan limbah, toilet, ruang istirahat, gudang beku

    dan dingin, gudang kering, sarana pengawetan, dan fasilitas

    pengujian)

    c) Peralatan dan perlengkapan pengolahan (konstrusi dan pemeliharaan

    peralatan serta perlengkapan pengolahan, bahan untuk perlatan dan

    perlengkapan pengolahan, operasional pembersihan dan sanitasi

    peralatan serta perlengakapan pengolahan)

    2) Sanitasi dan kesehatan karyawan.

    Manajemen harus mempunyai tindakan yang efektif untuk mencegah

    karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mencemari

    produk. Selain itu, kebersihan karyawan yang menangani produk harus

  • 20

    dijaga. Perilaku karyawan di dalam ruang pengolahan harus mampu

    mengurangi dan mencegah kontaminasi produk.

    3) Prosedur pengendalian sanitasi.

    Produsen perlu mempunyai dan melaksanakan rancangan tertulis

    mengenai prosedur operasional standar sanitasi (Sanitasion Standard

    Opering Procedures-SSOP), yang terdiri atas 8 kunci SSOP :

    a) Keamanan air proses dan es

    b) Kondisi dan kebersihan dari permukaan yang kontak dengan pangan.

    c) Pencegahan kontaminasi silang

    d) Fasilitas pencuci tangan/sanitasi dan fasilitas toilet

    e) Perlindungan dari bahan kontaminan

    f) Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksik

    g) Kesehatan karyawan

    h) Pengendalian hama

    Penerapan program kelayakan dasar di perusahaan atau unit pengolahan

    sering mengalami kendala-kendala teknis, sehingga mengakibatkan

    ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Bentuk-bentuk penyimpangan

    dalam kelayakan dasar meliputi (Ditjen PPHP 2007) :

    a. Penyimpangan minor (minor deficiency)

    Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan dan

    atau mutu yang kecil atau tidak secara langsung apabila tidak dilakukan

    pengendalian.

    b. Penyimpangan mayor (mayor deficiency)

    Penyimpangan yang memberikan dampak keamanan pangan dan atau

    mutu yang signifikan dapat mengganggu kesehatan apabila tidak

    dilakuakn pengendalian.

    c. Penyimpangan serius (serious deficiency)

    Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan yang

    serius pada tingkat gawat terhadap gangguan keehatan konsumen apabila

    tidak dilakuakn pengendalian.

    d. Penyimpanagan kritis (critical deficiency)

  • 21

    Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan tingkat

    fatal dapat mengganggu kesehatan.

    Untuk menentukan tingkat kelayakan unit pengolahan berdasarakan

    penyimpangan yang ada digunakan daftar seperti pada Tabel 5.

    Tabel 5. Penentuan nilai unit (rating) pengolahan berdasarkan jumlah

    penyimpangan

    Tingkat (rating) Jumlah Penyimpangan

    MN (minor) MY (mayor) SR (serius) KT (kritis)

    A (baik sekali) 0 6 0 5 0 0

    B (baik) 7 6 10 1 2 0

    C (kurang) - 11 3 4 0

    D (jelek) - - 5 1

    Sumber: Winarno (2002)

    Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (1998) elemen-elemen minimal

    dalam penyusunan sistem HACCP, adalah :

    1. Kebijakan mutu

    2. Organisasi

    3. Deskripsi produk

    4. Persyaratan dasar

    5. Diagram alur proses

    6. Analisis bahaya

    7. Lembar kerja pengendalian mutu

    8. Sistem penyimpanan catatan

    9. Prosedur verifikasi

    10. Prosedur pengaduan konsumen

    11. Prosedur penelusuran dan penarik produk

    12. Perubahan dokumen atau revisi

  • 22

    3. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

    3.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

    PT Misaja Mitra Pati merupakan salah satu cabang perusahaan PT. Misaja

    Mitra yang berkantor pusat di Jakarta yang merupakan perusahaan patungan

    (Joint Venture) antara PT. Pelindo Jaya (Indonesia) dengan Toho Bussan Kaisha

    Co, Ltd (Jepang) dengan status penanaman Modal Asing (PMA). Kesepakatan

    antra kedua perusahaan tercantum dalam Agreement for Join Enterprise tanggal 9

    Juli 1968 sedangkan PT. Misaja Mitra Pati sendiri didirikan pada tanggal pada

    tanggal 19 April 1984 dan kegitan produksinya dimulai setelah dilakukan

    pemasangan mesin, peralatan dan pendekatan kepada petani tambak udang di

    Kabupaten Pati.

    Nama Misaja Mitra tercetus saat PT Pelindo Jaya sedang dalam usaha

    mencari mitra dagang di Jepang Misaja berasal dari bahasa sansekerta yang

    berarti mencari, sedangkan Mitra berasal dari bahasa Indonesia yang berarti

    rekan. Sampai saat ini perusahaan mempunyai tiga cabang yaitu Kota Baru

    (Kalimantan Selatan), Tarakan (Kalimantan Timur), dan Pati (Jawa Tengah).

    PT. Misaja Mitra Pati merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

    dalam usaha pembekuan udang. Perusahaan didirikan pada tanggal 19 April 1984

    dengan akte notaries Sugianto, SH No 14/1994/A.N/K dan mulai beroperasi pada

    tanggal 19 April 1994. Perusahaan ini telah memperoleh izin dari berbagai pihak,

    antara lain :

    a) Izin tempat usaha, yang diberikan oleh kepala Daerah Tingkat II

    kabupaten Pati No. 503/5547/1994 pada tanggal 20 Juli 1994.

    b) Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) No. 5235/24/PH/II/2002 yang

    dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah

    pada tanggal 19 Februari 2002.

    c) Izin usaha industri yang diberikan oleh Menteri Penggerak Dana

    Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, No.

    593/T/industry/1995 pada tanggal 1 Desember 1995.

    d) Izin Kawasan Berikat yang diberikan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia No. 23/HMK/04/2002 pada tanggal 7 Februari 2002.

  • 23

    e) Surat Keterangan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) No.

    01.001.691.3507.001.

    PT Misaja Mitra Pati yang merupakan salah satu perusahaan yang

    berinduk di perusahaan Toho Bussan Co. Ltd dalam hal pencarian market,

    produksinya tergantung order sesuai permintaan buyer. Sehingga dari awal berdiri

    sampai sekarang PT Misaja Mitra Pati ini telah memproduksi beberapa jenis

    produk udang beku. Pada awal produksi yaitu bulan April 1994 jenis produksinya

    yaitu block frozen TSK brand, pada bulan Agustus 1995 mulai memproduksi

    PDTO Nobashi Ebi NISSUI brand. Bulan Juli 1996 memproduksi breaded

    shrimp NISSUI brand dan pada bulan Oktober 2003 memproduksi HO PDTO

    bread shrimp NISSUI brand.

    Sistem penerapan mutu yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati

    disesuaikan dengan tujuan pasar. Perkembangan penerapan mutu dan beberapa

    penghargaan yang diperoleh antara lain :

    a) Memperoleh sertifikat HACCP pada Desember 1999

    b) 10 besar terbaik kategori penerapan HACCP di perusahaan perikanan

    seluruh Indonesia pada bulan Desember 2000.

    c) Penghargaan A Excellent untuk penerapan HACCP dan GMP pada

    Desember 2001.

    d) Start HPLC pada bulan Februari 2005.

    e) Meraih Higer Level Certificate of Comformity dari EFSIS Eropa sebagai

    perusahaan penyedia produk makanan sesuai standar EFSIS Eropa pada

    Juli 2005.

    f) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001:2000 (License

    No. QEC22876) pada bulan Oktober 2005.

    g) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001 : 2008 (License

    No. QEC22876) pada bulan April 2009.

    3.2 Keadaan Perusahaan

    PT Misaja Mitra didirikan di atas tanah + 17.200 m2 dengan luas bangunan

    + 1.127,79 m2. Lokasi perusahaan bertempat di Jalan Raya Pati - Tayu Km.18,

    Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati Jawa Tengah. Adapun batas-batas

    wilayahnya yaitu sebelah utara Kecamatan Tayu, sebelah selatan Kecamatan

  • 24

    Trangkil, sebelah timur perkampungan penduduk Desa Waturoyo, dan sebelah

    barat Jalan raya Pati-Tayu. Lokasi perusahaan sangat menguntungkan karena

    terletak di kawasan perikanan yang dekat dengan sumber bahan baku, lokasi

    perusahaan dekat dengan Jalan Raya Pati-Tayu yang memberikan kemudahan dan

    kelancaran transportasi, dan ketersediaan air yang melimpah. Selain itu di lokasi

    perusahaan upah tenaga kerja relatif murah sehingga dapat menekan biaya

    produksi.

    Bangunan pabrik terdiri dari satu unit kantor, beberapa ruangan lainnya

    yaitu ruang pembongkaran udang dari pemasok, ruang purchise, ruang potong

    kepala, ruang grading, 3 ruang proses, ruang laboratorium, 3 ruang packing,

    gudang penyimpanan bahan pengemas, 5 ruang air blast, 3 ruang ice flaker, 3

    ruang cold storage, ruang perebusan alat, dan ruang penggiling roti. Selain itu

    terdapat bangunan penunjang lainnya seperti gudang, mushola, mess, ruang

    makan, dapur, kamar mandi dan WC, ruang ganti pakaian, ruang mesin dan

    control panel. Di halaman perusahaan terdapat tempat parkir, tempat tunggu

    supplier, dan pos kemanan yang terdapat di samping pintu masuk.

    Bangunan perusahaan terdapat dua lantai. Semua ruangan terdapat pada

    lantai satu, kecuali ruangan kamar ganti wanita dan gudang penyimpanan bahan

    pengemas. Setiap akan memasuki ruang proses terdapat bak pencuci kaki, tempat

    cuci tangan dan tirai plastik. Serta pada waktu akan masuk ruang proses terdapat

    penjaga, yang dikenal dengan koro-koro dan ruang air shower untuk

    menghilangkan adanya resiko rambut, debu-debu, dan benda-benda halus lainnya

    yang kemungkinana masih menempel pada pakaian atupun penutup kepala

    karyawan.

    3.3 Struktur Organisasi Perusahaan

    PT Misaja Mitra Pati dipimpin oleh seorang General Manajer yang tugas

    pokoknya adalah mengambil keputusan operasional perusahaan, menetapkan

    kebijakan umum perusahaan, menentukan dan mengendalikan perusahaan,

    membina koordinasi yang baik dengan berbagai bidang kerja yang ada di

    bawahnya, meminta pertanggungjawaban dari masing-masing Manajer Pelaksana

    (Kepala Bagian) serta bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan.

    General Manajer ini membawahi beberapa bagian yaitu bagian Quality Control,

  • 25

    bagian Mekanik, bagian Pembelian, bagian Proses, bagian Acounting, dan bagian

    umum dan administrasi. Setiap Kepala Bagian ini bekerja sesuai dengan bidang

    atau bagiannya dengan penuh tanggung jawab dan saling berkoordinasi. Meskipun

    demekian, masih dijumpai seorang kepala bagian membawahi dua bagian yaitu

    sebagai kepala bagian pembelian dan proses (produksi).

    a. Bagian Quality Control

    Bagian ini bertanggung jawab dalam mengendalikan, mengawasi dan

    menjamin kualitas/ mutu produk yang dihasilkan, serta bertanggung jawab atas

    sanitasi selama proses produksi yang berlangsung. Bagian Quality Control ini

    bertugas dari bahan baku datang untuk menguji kualitas bahan baku diskala

    laboratorium, dengan melakukan uji seperti pengujian kandungan antibiotik,

    histamin, dan lain-lain. Selain itu melakukan control setiap kali produksi sesuai

    dengan pedoman dan melakukan koreksi apbila terjadi kesalahan, serta

    memastikan produk yang dihasilkan masih bermutu tinggi. Dalam pelaksanaan

    proses produksi dilapangan, bagian QC ini juga dibantu bagian check line untuk

    membantu dalam pemantauan secara langsung proses produksi disetiap bagian.

    b. Bagian Mekanik

    Bagian ini bertanggung jawab atas kelancaran dalam penggunaan mesin-

    mesin pabrik, listrik, kendaraan, dan alat-alat penunjang lain seperti lori (kereta

    dorong), sensor suhu ruang, dan lain sebagainya. Bagian ini juga bertanggung

    jawab melakukan perbaikan apabila ada permasalahan, serta juga melakukan

    pemeliharaan gedung/bangunan dan jalan. Kepala bagian ini berhak untuk

    melakukan usulan penggantian mesin apabila mesin mengalami masalah dan

    terjadi penurunan efisiensi kerja dan tidak memungkinkan untuk dilakukan

    perbaikan.

    c. Bagian Pembelian

    Bagian ini bertanggung jawab atas pengadaan bahan baku baik dalam

    bentuk kuantitas maupun kualitasnya. Bagian ini menentukan pembelian bahan

    baku disesuaikan dengan order yang diminta pasar. Tetapi tidak menutup

    kemungkinan untuk membeli bahan baku yang nantinya akan dibekukan untuk

    produksi selanjutnya. Bagian ini dibagi 4 bagian antara lain purchase, survey,

    traceability, dan control; hal ini untuk memudahkan dalam keefektifan kerja.

  • 26

    d. Bagian Proses

    Bagain ini bertanggung jawab atas semua proses produksi dan membawahi

    bagian produksi, planning, control, dan warehouse (logistik). Bagian produksi

    bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan produksi. Dalam pelaksanaannya

    Bagian Produksi ini dibantu oleh beberapa supervisor dimana pada perusahaan ini

    disebut hanchou. Seorang hanchou ada disetiap tahapan proses produksi yang

    meliputi ruang penerimaan bahan baku, potong kepala, grading mesin, koreksi,

    dan sampai ruang packing. Bagian planning bertanggung jawab atas perencanaan

    produksi yang akan dilaksanakan perusahaan sesuai dengan keadaan pasar dan

    sekaligus mengontrol jalannya proses produksi sehingga didapatkan produk yang

    bermutu tinggi. Sedangkan bagian control bertugas untuk mengontrol setiap

    tahapan proses untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dibagian proses. Dan

    bagian terakhir yaitu warehouse yang bertugas untuk mencukupi kebutuhan alat-

    alat yang digunakan selama proses pembuatan produk.

    e. Bagian Accounting

    Bagian-bagian ini bertangguang jawab atas fungsi-fungsi keuangan

    meliputi pelaksanaan sistem pembukuan, anggaran, pemberian gaji pada

    karyawan dan pembiayaan dalam rangka mendukung kelancaran operasional

    perusahaan. Bagian Acounting dibagi menjadi bagian cost control (kasir) dan

    general ledger (pembukuan). Bagian kasir bertugas melakukan kegiatan

    penerimaan terhadap kegiatan tersebut. Seksi pembukuan bertugas membuat

    laporan kas dan bank harian setiap hari akhir kerja dan melaporkannya pada

    kepala bagian Acounting.

    f. Bagian Urusan Umum (General Affair)

    Kepala bagian dari bagian ini dikepalai langsung oleh manajer perusahaan.

    Bagian urusan umum ini dibagi menjadi bagian personalia, ekspor impor, dan

    warehouse. Bagian Personalia bertanggung jawab atas urusan kepegawaian dan

    kesejahteraan pegawai, seperti menyediakan tenaga kerja yang diperlukan

    perusahaan dan melakukan pegawasan terhadap kerja dan absensi karyawan.

    Disamping itu, bagian ini juga bertanggung jawab atas keamanaan perusahaan,

    rumah tangga, pengawasan, dan pengelolaan stok/ persediaan barang digudang.

    Bagian ekspor impor bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor impor yang

  • 27

    dilakukan perusahaan. Sedangkan bagian warehouse bertanggung jawab atas

    pengadaan logistik, seperti bahan pengemas, dan lain sebagainya.

    3.4 Tenaga kerja

    Tenaga kerja yang menjadi karyawan di perusahaan berasal dari daerah di

    sekitar Kecamatan Margoyoso Pati dan sekitarnya. Penerimaan pekerja di

    perusahaan dilakukan secara selektif. Tenaga kerja di perusahaan pada umumnya

    terdiri atas tiga golongan, diantaranya :

    1. Karyawan bulanan, merupakan karyawan yang sistem pembayaran besar

    gajinya sama setiap bulannya.

    2. Karyawan harian, merupakan karyawan yang sistem pembayaran gajinya

    berdasarkan jumlah hari kerjanya dalam satu bulan.

    3. Karyawan borongan, merupakan pekerja yang bekerja pada saat perusahaan

    sedang berproduksi dengan kapasitas bahan baku yang cukup banyak. Sistem

    pembayaran gaji pekerja borongan disesuaikan dengan banyaknya hasil

    produksi yang mereka peroleh dalam sehari.

    Jumlah data tenaga kerja di perusahaan berdasarkan status kerja pada

    bulan Agustus 2009 disajikan pada Tabel 5.

    Tabel 6. Jenis dan jumlah karyawan

    Jenis Karyawan Jumlah karyawan

    1. Bulanan 37 orang

    2. Harian 110 orang

    3. Borongan 149 orang

    Jumlah 296 orang

    Sumber : Bagian Personalia PT Misaja Mitra Pati (2009)

    Jam kerja di PT Misaja Mitra Pati, dimulai pada hari Senin sampai dengan

    Kamis dari pukul 08.00 16.00 WIB dengan jam istirahat pukul 12.00 13.00

    WIB. Sedangkan hari Jumat sampai dengan hari Sabtu dimulai dari pukul 08.00 -

    15.00 WIB, dengan waktu istirahat yang sama kecuali pada hari Jumat, waktu

    istirahat lebih lama yaitu pukul 11.30 13.00 WIB. Apabila jumlah produksi

    meningkat, maka akan diberlakukan kerja lembur dengan pemberian kompensasi

    berdasarkan tambahan jam kerja.

  • 28

    Berbeda dengan pekerja yang lain, bagian mekanik dan petugas keamanan

    dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pertama jam 06.00 - 14.00 WIB, shift kedua

    jam 14.00 - 22.00 WIB, dan shift tiga jam 22.00 - 06.00 WIB. Hal ini bertujuan

    untuk mengawasi kerja mesin terutama pada cold storage agar bekerja sesuai

    dengan semestinya untuk bagian mekanik. Sedangkan untuk bagian keamanan

    untuk menjamin lingkungan pabrik tetap aman.

    Untuk kesejahteraan karyawan di perusahaan mendapat jaminan melalui

    program JAMSOSTEK. Jaminan perusahaan melalui program JAMSOSTEK ini

    meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminaan kematian, dan

    jaminan hari tua. Jaminan ini berlaku untuk semua jenis atau kelompok karyawan

    diperusahaan..

    3.5 Fasilitas Perusahaan

    Secara keseluruhan ruangan-ruangan pada bangunan proses produksi

    berdinding porselen dan keramik serta berlantai keramik putih agar mudah

    dibersihkan. Lantainya dibuat dengan kemiringan 5o ke arah saluran pembuangan

    air agar air mudah mengalir dan lantai tidak becek. Setiap pintu dilengkapi dengan

    tirai plastic dan insect killer agar udara luar tidak terlalu banyak mempengaruhi

    suhu ruang proses dan mencegah masuknya serangga ke dalam ruang proses.

    Selain dilengkapi dengan tirai plastic, pada pintu masuk disediakan tempat cuci

    kaki dan tangan. Pada pintu masuk dilengkapi juga dengan ruang gelap agar

    serangga tidak dapat masuk ke ruang produksi.

    Bangunan di sekeliling pabrik terdiri dari ruang istirahat, ruang ganti

    pakaian, kamar mandi, WC, pos penjagaan, gudang pendingin, bengkel, gardu

    listrik, musholla, dan ruang penampungan air bersih. Bangunan-bangunan lain

    yang terdapat di PT Misaja Mitra Pati adalah tempat parker, ruang pertemuan,

    mess, pos satpam, dan gudang bahan penolong. Adapun denah bangunan dari PT

    Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Lampiran.

    3.5.1 Fasilitas Produksi

    Fasilitas produksi yang digunakan oleh PT Misaja Mitra Pati adalah sebagai

    berikut :

    1. Meja kerja

  • 29

    a) Meja sortasi, yaitu meja yang digunakan sebagai tempat udang pada saat

    dilakukan sortasi mutu, size, dan warna. Ukuran dari meja sortasi ini

    adalah 200 x 100 x 90 cm3 yang terdapat pada ruang penerimaan bahan

    baku, potong kepala, dan TSK.

    b) Meja potong kepala, yaitu meja yang digunakan untuk tempat udang pada

    saat dilakukan pemotongan kepala. Ukuran dari meja potong kepala ini

    adalah 200 x 100 x 90 cm3 dan bagian pinggir dari meja tersebut

    dilengkapi dengan saluran pembuangan kepala dan mengarah pada

    keranjang yang berada di bawah meja. Pada meja ini dibuat miring

    sehingga tidak ada genangan air di tengah meja.

    c) Meja kupas dan pencabutan usus, yaitu meja yang digunakan sebagai

    tempat udang pada saat dilakukan pengupasan kulit udang dan

    pencabutan usus. Ukuran dari meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan

    terdapat 8 buah pada ruang proses.

    d) Meja susun, yaitu meja yang digunakan pada saat penyusunan udang

    dalam inner pan. Ukuran meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan terdapat di

    ruang TSK.

    e) Meja tiris, yaitu meja yang digunakan untuk meniriskan air pada udang

    sebelum udang ditimbang dan terbuat dari bahan stainless steel. Meja tiris

    terdapat pada ruang penerimaaan bahan baku.

    2. Keranjang

    a) Keranjang plastik berlubang-lubang berbentuk persegi panjang dengan tiga

    macam ukuran, yaitu:

    1) Ukuran besar (80 x 40 x 30) cm3. Keranjang ini berfungsi sebagai

    wadah udang pada saat pembongkaran dan pencucian udang dalam

    bak fiberglass setelah udang dipotong kepala.

    2) Ukuran sedang (50 x 40 x 30) cm3, yang berfungsi dalam proses

    sampling dan untuk menampung hasil sortasi.

    3) Ukuran kecil (30 x 20 x 10) cm3, digunakan dalam proses sampling,

    sebagai wadah sementara bagi udang hasil potong kepala dan cabut

    usus serta sebagai wadah untuk penimbangan udang (1,8 kg) sebelum

    disusun dalam pan.

  • 30

    b) Blong plastik yang berupa kantong berbentuk bulat dengan ukuran

    sebagai berikut :

    1) Diameter tutup 40 cm dengan kapasitas 50 liter yang berfungsi

    sebagai tempat penampungan udang pada saat pembelian, sebagai

    wadah tepung panko (tepung roti untuk produk panko ebi) dan

    sebagai tempat penampungan air untuk membersihkan pakaian

    karyawan dan lantai yang kotor.

    2) Diameter tutup 20 cm dengan kapasitas 20 liter yang berfungsi

    sebagai wadah kepala dan kulit udang yang akan dijual ke peternak

    bebek.

    c) Bak fiberglass

    Bak fiberglass yang digunakan terdiri dari berbagai macam ukuran, yaitu :

    1) Ukuran (200 x 175 x 75) cm3 dengan kapasitas 500 kg yang

    digunakan untuk menampung udang yang belum dapat diproses jika

    suplai bahan baku melebihi kapasitas produksi per hari (5 ton per

    hari).

    2) Ukuran (125 x 70 x 60) cm3 dengan ka[asitas 250 kg, digunakan

    untuk penampungan udang yang akan diproses dan untuk pencucian

    udang setelah pemotongan kepala dan setelah proses koreksi.

    3) Ukuran (100 x 60 x 50) cm3 dengan kapasitas 100 kg yang digunakan

    intik pencucian udang setelah proses sampling.

    3. Timbangan

    PT Misaja Mitra Pati menggunakan empat macam timbangan, yaitu :

    a. Timbangan duduk merk Yamato (model D903), dengan kapasitas 10-

    100 kg, berfungsi untuk penimbangan udang setelah proses pembongkaran

    dan proses pemotongan kepala.

    b. Timbangan gantung dengan merk Hakutou dengan kapasitas 200 gr-4 kg

    yang digunakan untuk menimbang sampel udang pada saat penerimaan

    bahan baku dan penimbangan udang 1,8 kg sebelum disusun dalam pan.

    c. Timbangan digital dengan merk And (model EW-3006), dengan

    kapasitas 2 kg yang digunakan untuk menetukan size udang yang akan

  • 31

    dipanjangkan tubuhnya pada pengolahan produk jenis nobashi ebi dan

    sumisho.

    4. Pengatur waktu

    Alat ini berfungsi untuk memberi tanda kepada karyawan untuk

    melakukan sanitasi, baik karyawan itu sendiri maupun ruang kerja. Merk pengatur

    waktu yang digunakan adalah Omron (model H3CR-A8) yang dapat dinyalakan

    sesuai kebutuhan setiap ruang kerja.

    5. Pan pembeku

    Terdapat tiga macam pan pembeku yang digunakan, yaitu :

    a. Inner pan yang berukuran (30 x 20 x 70) cm3, digunakan untuk

    pembekeuan produk jenis block frozen. Inner pan dilengkapi dengan dua

    lapis lempengan logam sebagai contact plate.

    b. Long pan yang berukuran (60 x 20 x 6) cm3, berfungsi sebagai wadah

    inner pan dalam pembekuan produk jenis block frozen (pembekuan

    dengan menggunakan air) dan digunakan sebagi wadah dalam pembekuan

    produk jenis sumisho (pembekuan tanpa menggunakan air). Sebuah long

    pan dapat memuat dua buah inner pan.

    c. Pan pembeku berukuran (60 x 30 x 5) cm3, digunakan sebagai wadah

    pembekuan produk jenis panko ebi.

    6. Kereta dorong (lori)

    Lori digunakan sebagai alat pengangkut di sekitar unit pengolahan, yaitu

    untuk mengangkut pan-pan dari contact plate freezer ke bagian pengemasan,

    untuk mengangkut barang-barang persediaan untuk disimpan di gudang, dan

    untuk mengangkut es curah ke seluruh unit pengolahan.

    7. Rak dorong

    Rak dorong digunakan sebagai tempat untuk meletakan pan-pan pembeku

    yang berisi tray (wadah plastic untuk meletakkan produk jenis panko ebi) yang

    akan dibekukan di dalam kamar pembeku air blast freezer. Rak ini berukuran (50

    x 50 x 180) cm3 dan terdiri dari 20 rak yang dapat menampung 40 buah pan

    pembeku.

    8) Shrimp size grading machine (mesin pemisah ukuran udang)

  • 32

    PT Misaja Mitra Pati memiliki mesin pemisah ukuran udang dengan merk

    Yokozaki sebanyak dua unit, berfungsi untuk memisahkan udang hasil

    potongan kepala ke dalam delapan ukuran, yaitu (mulai dari ukuran terbesar

    sampai terkecil) 5L, 4L, 3L, 2LB, 2LK, L, M, dan MS. Mesin ini dilengkapi

    dengan 81 buah piringan berjalan yang berfungsi sebagai timbangan dan

    digerakkan dengan tenaga listrik. Setiap piringan hanya dapat memuat satu ekor

    udang dan akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukurannya ke dalam

    keranjang-keranjang yang telah diletakkan dibawah mesin. Selama satu jam mesin

    ini mampu memproses udang yang di grading sebanyak 300 kg.

    9) Metal detector

    Metal detector atau alat produksi logam digunakan untuk mendeteksi

    adanya kandungan logam yang dapat mengkontaminasi produk, baik produk

    udang beku, tray pack maupun jenis panko ebi. Alat pendeteksi logam yang

    dimiliki PT Misaja Mitra Pati bermerk Anritsu yang berjumlah dua unit. Alat ini

    akan mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring jika mendeteksi adanya logam

    pada produk.

    10) Pendingin udara (AC)

    Fungsi utama alat ini alat ini adalah untuk menjaga supaya suhu ruang

    kerja tetap bersuhu rendah,yaitu sekitar 15-20oC. Selain itu juga untuk menjamin

    kenyamanan kerja bagi karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi panas

    yang akan mempengaruhi produk udang beku maupun panko ebi dimana produk

    tersebut tidak boleh mempunyai suhu permukaan lebih dari 5oC. Mesin pendingin

    udara yang digunakan adalah AC dengan merk Toshiba.

    11) Water chiller

    Kebutuhan PT Misaja Mitra akan air dingin cukup besar. Water chiller

    yang digunakan untuk mendinginkan air mempunyai kapasitas 0,5-30 ton/tanki.

    Mesin yang digunakan adalah Bitzer (tipe 46-2) dan Box (tipe F5).

    12) Ice flaker

    Jenis es yang digunakan dalam proses produksi adalah es curai yang tidak

    merusak jaringan udang apabila tertimbun dalam es tersebut. Ice flaker di PT

    Misaja Mitra Pati ada beberapa unit, yaitu IF no. 1 dengan kapasitas 5 ton/hari

    merk Mycom (tipe TWF N4WA); IF no.2 dengan kapasitas 5 ton/hari merk

  • 33

    Mycom (model F8C2); dan IF no.3 kapasitas 10 ton/hari merk Mitsubishi

    (model ERW 450A).

    13) Sarana pembekuan

    Dalam melaksanakan proses pembekuan, PT Misaja Mitra Pati

    menggunakan dua macam pembekuan, yaitu :

    1) Contact plate freezer (CPF)

    PT Misaja Mitra Pati mempunyai dua unit contact plate freezer

    horizontal. CPF dengan merk Nissin dan Sabroe dengan kapasitas

    masing-masing 650 kg dan 350 kg, suhu pembekuan -40oC dan lama

    pembekuannya untuk Nissin selama 4,5 jam sedangkan untuk Sabroe selama

    2,5 jam. CPF tersebut menggunakan bahan pembeku (refrigerant) Freon 22.

    Sebelum dinyalakan terlebih dahulu pompa hidrolik dihidupkan sehingga

    masing-masing rak merapat satu dengan yang lainnya. Jika CPF dinyalakan

    maka refrigerant akan mengalir ke dalam rak dan proses pembekuan akan

    berjalan.

    2) Air blast freezer (ABF)

    ABF merupakan kamar pembeku berukuran (3 x 3 x 4) m3 dengan

    suhu -35oC dan menggunakan sistem hembusan udara dingin dengan

    refrigerant freon 12. Kamar pembeku ini digunakan untuk membekukan

    produk jenis panko ebi yang membutuhkan waktu selama dua jam. Agar

    pembekuan optimal jumlah rak dorong berisi panko ebi yang masuk setiap kali

    pembekuan dibatasi 6 buah rak dorong. ABF yang ada di PT Misaja Mitra Pati

    berjumlah 5 unit.

    14) Sarana penyimpanan dengan suhu rendah

    Penyimpanan dengan suhu rendah atau pendinginan adalah proses

    pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan

    mempertahankan suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah

    daripada suhu diluar ruangan. Sebagian penahan penurunan suhu PT Misaja Mitra

    Pati menggunakan beberapa ruang penyimpanan dingin, diantaranya adalah cold

    storage. PT Misaja Mitra Pati memiliki beberapa cold storage yang mengunakan

    sistem air blast freezer dengan refrigerant freon 12. Cold storage pertama

    digunakan untuk menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah

  • 34

    dikemas dan siap untuk dikapalkan. Cold storage pertama digunakan untuk

    menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah dikemas dan siap untuk

    dikapalkan. Cold storage pertama ini menggunakan merk Bitzer (tipe 46-2,

    Jerman) bersuhu -25oC. Cold storage yang kedua digunakan untuk menyimpan

    panko (roti) yang tersebut dari container yang dimodifikasi menjadi tempat

    penyimpanan dengan mesin pendingin Bitzer (tipe SGF-2,Jerman) bersuhu

    - 20oC.

    15) Streamer alat-alat prosessing

    Untuk memastikan higienitas alat-alat produksi terutama yang

    bersinggungan langsung dengan produk akhir, maka alat produksi tersebut harus

    di streamer supaya kontaminasi bakteri dapat diminimalkan. Proses steamer

    dilakukan dengan memompakan udara panas dari boiler ke dalam bak melalui

    pipa galfanis yang berdiameter 1 inch. Boiler tersebut menggunakan thermostat

    yang bersuhu 85oC. Proses steamer itu sendiri berlangsung kurang lebih selama

    10-15 menit.

    16) Mesin pengemas

    Mesin pengemas yang digunakan PT Misaja Mitra Pati untuk mengemas

    produk (terutama jenis panko ebi) adalah mesin Omori (tipe M5000/I, Jepang)

    sebanyak dua unit. Mesin ini digunakan untuk bahan pengemas jenis pillow bag

    yang dapat mengemas produk dengan kecepatan tinggi.

    17) Strapping band

    Strapping band adalah alat yang digunakan untuk mengikat master karton

    dengan tali polypropylene. Alat strapping band yang dimiliki PT Misaja Mitra

    Pati berupa strapping band semi otomatis dengan spesifikasi merk Meiwa (tipe

    TP-201 dan TP-202) yang mempunyai kecepatan ikatan 2,5 detik/strap.

    18) Aerator limbah

    Limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi diolah secara primer

    di dalam bak pengolahan limbah menggunakan aerator dengan menggunakan

    merk Aerojet (tipe MTQ 2, daya 1-2HP). Aerojet ini berfungsi untuk

    mengaerasi llimbah sehingga klorin yang terbawa dalam limbah diharapkan dapat

    menguap dan tidak mengganggu lingkungan.

  • 35

    3.5.2 Fasilitas penunjang

    Fasilitas lain yang digunkan untuk menunjang kegiatan produksi meliputi :

    1. Telepon

    2. Faximile

    3. Mobil

    4. Sepeda motor

    5. Komputer

    6. Laptop

    7. Internet

    8. Lapangan olahraga

    9. Tong sampah

    10. Lampu neon

    11. Dispenser

    12. Sapu, alat pel, dan lain-lain

    3.5.3 Dampak keberadaan perusahaan terhadap masyarakat terkait.

    Keberadaan perusahan PT Misaja Mitra Pati bagi masyarakat di sekitarnya

    cukup memberikan dampak positif. Adanya PT Misaja Mitra Pati, mampu

    menyerap tenaga kerja yang ada di sekitar area perusahaan sehingga dapat

    memberikan masukan pendapatan kepada masyarakat. Selain itu, sistem

    pengolahan limbah cair yang baik juga telah memberikan kontribusi yang nyata

    terhadap pertanian di sekitar perusahaan, karena air limbah yang mengandung

    berbagai macam komponen yang berasal dari ruang produksi ternyata bersifat

    menyuburkan tanah dan membuat tanaman lebih baik pertumbuhannya.

  • 36

    4. PENGEMBANGAN HACCP PADA PROUK PEELED BEKU

    4.1 Penilaian Status Kelayakan Dasar

    Syarat utama dan mutlak yang harus dipenuhi oleh sebuah industri atau

    perusahaan untuk menerapkan system manajemen keamanan pangan (dalam hal

    ini HACCP) adalah terpenuhinya syarat kelayakan dasar. Tanpa terpenuhinya

    kelayakan dasar sebuah industri atau perusahaana tidak diperbolehkan

    menerapkan HACCP. Sesuai dengan namanya, kelayakan dasar merupakan

    pondasi dasar untuk menerapkan sistem keamanan pangan atau HACCP.

    Secara garis besar kelayakan dasr mencakup dua aspek penting, yaitu hal-

    hal yang terkait dengan cara berproduksi yang baik dan benar (Good

    Manufacturing Practises) dan standar operasi yang berkaitan dengan sanitasi dan

    hygiene proses produksi (Sanitation Standard Operating Procedure).

    4.1.1 Good manufacturing practices

    Sebagaimana yang telah disebut dalam SNI 01-2705.2-1992, terdapat 9

    persyaratan yang harus dipenuhi untuk menerapkan Good Manufacturing

    Practices, yaitu

    - Persyaratan bahan baku,

    - Persyaratan bahan pembantu dan bahan tambahan pangan,

    - persyaratan produk akhir,

    - Persyaratan penanganan,

    - Persyaratan pengolahan,

    - Persyaratan pewadahan dan atau pengemasan,

    - Persyaratan penyimpanan,

    - Persyaratan pengangkutan dan distribusi, dan

    - Persyaratan sanitasi dan hygiene perusahaan/unit pengolahan.

    Namun secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 3 aspek saja yang

    terdiri dari aspek bahan baku, aspek bahan pembantu dan bahan tambahan yang

    digunakan dalam proses produksi, dan aspek tahapan proses produksi.

    4.1.1.1 Bahan baku

    Bahan baku udang yang digunakan PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis

    Black Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu (Penaeus monodon),

    White shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour).

  • 37

    Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya

    langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu,

    Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau

    pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu

    udang dan air maksimal 5oC.

    Bahan baku udang yang diperoleh merupakan bahan baku yang sesuai

    dengan persyaratan dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan (mengacu

    standar pembeli/buyer, dan SNI). Bahan baku diuji secara fisik, kimiawi maupun

    mikrobiologis. Bahkan perusahaan mengharuskan pemasok bahan baku

    menyertakan keterangan dan dokumen bahan baku secara detail dan lengkap.

    Perusahaan akan melakukan cross check keterangan yang ada dalam dokumen

    dengan hasil pengujian laboratorium perusahaan, apabila ditemukan

    penyimpangan atau ketidaksaman data maka bahan baku akan dikembalikan

    ataupun ditolak.

    4.1.1.2 Bahan pembantu dan bahan tambahan

    Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan selama proses

    pembuatan produk udang kupas (peeled) beku adalah es curia dan air berklorin.

    PT. Misaja Mitra Pati ini menggunakan air tanah dengan 2 sumur yang

    berada di bagian depan dan bagian belakang gedung. Tersedia tower air yang

    berada dibagian samping pabrik. Sedangkan untuk es, yang digunakan adalah es

    keping dan perusahaan memiliki mesin pembuat es sendiri yaitu mempunyai 3 ice

    flake maker. Lantai ruang penampung es terbuat dari keramik dan dindingnya

    terbuat dari bahan stainless. Di sebelah ruang potong kepala satu unit dan di

    sebelah ruang proses 2 unit. Air dalam tower tersebut diberi klor 2 3 ppm, jadi

    semua air yang dialirkan ke seluruh ruangan perusahaan yang digunakan untuk

    seluruh proses pengolahan telah mengandung 2 3 ppm.

    Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan

    dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang

    ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer). Air yang digunakan di

    ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur

    difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada

  • 38

    kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan

    teknik sanitasi.

    Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi

    sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme.

    Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri

    dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan

    dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil. Konsentrasi

    klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7. Konsentrasi penggunaan klorin

    Penggunaan klorin Konsentrasi Klorin

    Pencucian tangan

    Pencucian kaki

    Pencucian peralatan

    Pencucian udang

    Bahan baku (HO)

    Potong kepala

    Koreksi

    PDTO

    Kupas (PD)

    5 ppm

    100 ppm

    100 ppm

    200 ppm

    150 ppm

    50 ppm

    50 ppm

    5-10 ppm

    Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)

    4.1.1.3 Tahapan proses produksi udang kupas (peeled) beku

    Tahapan proses pembuatan produk udang kupas (Peeled) beku adalah

    sebagai berikut :

    1. Penerimaan bahan baku

    Bahan baku yang diproses di PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis Black

    Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu (Penaeus monodon), White

    shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour).

    Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya

    langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu,

    Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau

    pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu

    udang dan air maksimal 5oC.

  • 39

    Proses pembongkaran udang dilakukan di dalam ruang pembongkaran

    yang tertutup agar tidak terkena sinar matahari sehingga suhunya tetap terjaga

    dingin. Ruang pembongkaran berada di sebelah ruang purchase (penerimaan).

    Antar ruangan tersebut dihubungkan dengan lubang kecil yang dilengkapi plastic

    curey atau tirai plastik untuk menjaga kualitas suhu ruang. Proses penerimaan

    udang dari ruang pembongkaran udang dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

    Gambar 2. Proses penerimaan bahan baku

    Bahan baku yang akan diproses menjadi produk harus mempunyai tingkat

    kesegaran tinggi, dimana udang tersebut harus memenuhi kriteria udang segar.

    Kegiatan yang berlangsung di ruang penerimaan yaitu sortasi mutu dan ukuran

    udang, penentuan size, pencucian I, dan pengambilan sampel untuk dilakuakan

    pengujian laboratorium. Pembayaran kepada supplier dilakukan setelah bahan

    baku ditimbang. Size udang menentukan harga beli udang.

    Bahan baku yang telah diterima dipertahankan suhunya tetap pada kisaran

    yang rendah (tidak lebih dari 5oC). Bahan baku yang diterima dilakukan pengujian

    organoleptik, antibiotik dan K-point (Keuvler-Point). Pengujian organoleptik

    dilakukan udang sebelum dan sesudah dilakukan perebusan. Perebusan bertujuan

    untuk mengetahui apakah udang mengandung minyak atau zat lain yang

    aromanya berbeda dengan aroma udang segar, selain itu untuk mengetahui

    kekenyalan dan kesegaran udang. Sedangkan pengujian antibiotik disesuaikan

    dengan permintaan yang diinginkan dari buyer. Pengujian K-point merupakan

    pengujian untuk megetahui tingkat kesegaran udang yaitu pengujian kandungan

    zat hypoxantin.

  • 40

    2. Koreksi I

    Proses koreksi dilakukan untuk memisahkan udang sesuai dengan standar

    perusahaan dan yang tidak sesuai. Pada proses koreksi ini udang yang tidak masuk

    standar dipisahkan dalam lima buah basket yang berbeda yaitu udang ukuran

    besar, kecil, udang mutu 2, udang kulit muda, dan udang broken. Udang ukuran

    besar dan kecil dari standar akan dilakukan pembelian dengan harga yang berbeda

    sesuai dengan ukuran sizenya. Udang mutu 2 yaitu dengan ciri ada bagian yang

    patah dibeli dengan pemotongan harga Rp 2.500,00/kg. Udang kulit muda akan

    dibeli dengan harga 50% dari harga standar dan untuk udang broken dengan ciri

    bau, merah dan udang biru akan ditolak. Koreksi dilakukan dengan cepat dan pada

    suhu ruangan tidak lebih dari 20oC untuk menjaga agar bahan baku tetap segar.

    Koreksi dilakukan di atas meja stainless dengan kemiringan kurang lebih 5o

    sehingga air mudah mengalir saat dilakukan pembersihan. Proses koreksi dapat

    dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Proses sortasi bahan baku

    Pada proses koreksi I dilakukan juga proses penentuan size dan

    penimbangan. Penentuan size ini bertujuan untuk penentuan harga dari udang,

    dengan size udang yang semakin besar maka harganya semakin mahal. Selain itu

    penentuan size bertujuan untuk mengetahui jenis produk yang akan diproduksi

    oleh perusahaan sesuai dengan bahan baku yang masuk. Penentuan size pada PT

    Misaja Mitra Pati ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu apabila udang > 50

    kg, maka penentuan size dilakukan dengan penimbangan per kg. Banyaknya

    udang 1 kg merupakan size dari udang tersebut. Sedangkan apabila bahan baku

    > 50 kg penentuan size dikenal dengan sistem kretek, yaitu udang yang berada

    dalam keranjang berukuran 25 kg dibagi dalam 5 keranjang kecil. Kemudian

  • 41

    salahsatu keranjang kecil diambil sebagai sampling yang menentukan size udang.

    Size udang yaitu jumlah udang (ekor) dibagi dengan berat timbangan dari

    sampling yang dipakai. Proses kretek lebih sering dipakai dikarenakan bahan baku

    yang dating setiap dating biasanya > 50 kg. Proses kretek dapat dilihat pada

    Gambar 4.

    Ga

    Gambar 4. Proses penentuan size dengan cara kretek

    Setelah diketahui penentuan size udang kemudian dilakukan penimbangan

    untuk mengetahui berapa total harga yang harus dibayar oleh perusahaan.

    Penimbangan dibedakan antara udang standar dengan udang mutu dua, hal ini

    dikarenakan akan mempengaruhi harga udang.

    3. Pencucian I

    Pencucian udang dilakukan setelah proses penimbangan yang dilakukan

    dengan menggunakan air klorin 200 ppm (NaOCL) bersuhu 0 - 5oC dalam sebuah

    fiber bervolume 250 liter selama 30 detik. Tujuan dari pencucian awal ini yaitu

    untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan bau yang melekat pada udang tersebut,

    sehingga kotoran-kotoran yang terbawa dari tambak maupun air laut akan larut

    pada pencucian tersebut. Setelah dari bak pencucian I udang diangkat dengan

    keranjang plastik untuk kemudian dibilas dengan air dingin biasa, fungsinya untuk

    pembilasan dan mengurangi kandungan klorin yang terdapat pada tubuh udang.

    Proses pencucian I dapat dilihat pada Gambar 5.

  • 42

    Gambar 5. Proses pencucian I

    Udang yang telah dibilas kemudian dipindahkan ke ruang potong kepala.

    Pemindahan dilakukan dengan melewatkan keranjang plastik ke sebuah bak air

    dingin yang menghubungkan ruang purchise dan ruang potong kepala. Hal ini

    berfungsi untuk menjaga kesegaran udang dan untuk meringankan proses

    pemindahan. Setiap keranjang plastik diberi label supplier udang, untuk memberi

    tanda asal bahan bakunya.

    4. Pemotongan kepala

    Pemotongan kepala hanya dilakukan dengan menggunakan sok yang

    dipasang pada ibu jari dan terbuat dari bahan stainless. Untuk jenis head on (H/O)

    juga dilakukan proses diruang yang sama, tetapi hanya berupa pemotongan

    antena, rostrum, dan membelah bagian perut untuk menghilangkan kotoran di

    dalamnya. Adapun cara pemotongan kepala (deheading), sebagai berikut:

    - Udang dipegang punggungnya dengan tangan kiri, dalam posisi tengkurap.

    - Jempol tangan kanan menggunakan alat pemotong yang disebut skop

    terbuat dari bahan stainless

    - Kulit dan kaki jangan dibuang, ekor jangan sampai terpotong.

    - Pada saat pencabikan kepala udang mengarah kesamping, dilakukan

    dengan hati-hati agar tidak terbawa genjer dan tidak merusak udang

    tersebut.

    - Dalam pemotongan,organ-organ masih melekat di kepala harus

    dibersihkan.

    Adapun sketsa gambar pemotongan kepala, seperti pada Gambar 6.

  • 43

    Gambar 6. Cara Pemotongan Kepala (Deheading)

    Proses pemotongan kepala dilakukan dengan menggunakan dua lapis

    sarung tangan. Pada lapisan dalam, sarung tangannya terbuat dari karet size S,

    setiap selesai produksi, sarung tangan ini harus dibuang dan sebaiknya tidak

    digunakan lagi karena sarung tangan ini terbuat dari bahan yang kedap air dan

    tidak bisa dicuci kembali jika digunakan untuk produksi lagi maka besar

    kemungkinan akan terjadinya kontaminasi dari bahan baku. Sedangkan untuk

    lapisan luar, sarung tangannya terbuat dari kain. Sarung tangan ini bisa digunakan

    kembali atau berkali-kali. Setelah sarung tangan ini digunakan maka harus

    langsung dicuci dengan larutan khlorin 150 ppm dan dibilas dengan air bersih

    berulang kali. Proses pemotongan kepala dapat dilihat pada Gambar 7.

    Gambar 7. Proses pemotongan kepala udang

    Proses pemotongan kepala dilakukan diatas meja yang terbuat dari

    stainless yang cekung ditengah dan disetiap sisinya dilengkapi dengan tempat

    untuk pembuangan kepala yang menuju keranjang dibawah meja. Hasil dari

    potongan kepala disimpan didalam keranjang kecil kapasitas 25 kg. Setelah itu

    dimasukkan kedalam ember plastik yang diberi tambahan es curai agar tidak

    terjadi kenaikan suhu yang mengakibatkan kerusakan bahan. Sebelum dilakukan

    pencucian II dilakukan penimbangan dari proses potong kepala tersebut.

  • 44

    5. Pencucian II

    Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala yang bertujuan untuk

    menghilangkan kotoran-kotoran dan membunuh bakteri pathogen terutama dari

    sisa proses potong kepala. Udang dicuci pertama kali dengan memasukkannya ke

    dalam sebuah viber yang bervolume 250 liter yang dilengkapi dengan sistem

    aerator (gelembung-gelembung udara) yang berfungsi mendorong kotoran yang

    masih menempel agar terlepas dari tubuh udang. Setelah itu udang dipindahkan ke

    viber 250 liter lainnya dengan kadar klorin 150 ppm. Dan tahap terakhir yaitu

    udang dibilas dengan air biasa sebelum dimasukkan ke ruang grading. Pada

    proses pencucian ini suhu air pencucian 5oC yang dilakukan masing-masing

    selama 30 detik. Bak pencucian pada proses pencucian II dapat dilihat pada

    Gambar 8.

    Gambar 8. Bak pencucian pada proses pencucian II

    6. Grading Machine

    Penentuan size dilakukan dengan menggunakan mesin grading sebanyak

    dua unit. Satu unit mesin grading dilengkapi dengan 81 piringan tempat

    meletakkan udang dan berkapasitas 272 kg/jam. Putaran mesin disesuaikan

    dengan kemampuan operator, dimana waktu yang dibutuhkan dalam satu kali

    putaran adalah 25 detik. Teknik yang diterapkan pada mesin grading ini adalah

    semi otomatis. Proses penentuan size dengan mesin dapat dilihat pada Gambar 9.

  • 45

    Gambar 9. Proses grading machine

    Udang diletakkan satu persatu pada piring mesin, kemudian piring ini akan

    berputar dengan sendirinya secara otomatis bila piring tersebut melewati

    timbangan maka piring tersebut akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukuran

    atau berat yang telah diatur pada mesin tersebut. Udang yang dijatuhkan akan

    terkumpul pada basket yang berada didalam kapal mesin yang telah direndam air

    dingin dengan suhu 5oC. Setelah proses ini udang kemudian diangkut menuju

    ruang TSK untuk dilakukan proses koreksi. Adapun standar size yang ditetapkan

    oleh PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 8.

    Tabel 8. Standar size Grading Machine di PT. Misaja Mitra Pati

    Size (ukuran) Berat (gr)

    5L 25,1 24,8

    4L 19,8 19,5

    3L 15,7 15,4

    2LB 13,6 13,3

    2LK 12,7 12,4

    L 10,6 10,3

    M 9,9 9,6

    MS 6,4 6,1

    7. Kupas (Peeling)

    Udang yang akan dikupas akan di simpan diatas meja stainless, proses

    pengupasan dilakukan berdasarkan warna udang yang telah dipisahkan dari ruang

    penyortiran. Proses pengupasan dilakukan dengan menggunakan alat kupas

  • 46

    terbuat dari stainless steel yang steril dan diberi nomor, proses pengupasan

    dilakukan secara hati-hati dan cepat selama proses pengupasan berlangsung udang

    harus selalu ditaburi es curai agar suhu udang tetap terjaga.

    Gambar 10. Pengupasan Kulit Udang

    Proses pengupasan udang adalah sebagai berikut : Udang dipegang dengan

    tangan kiri dengan posisi perut menghadap keatas, kemudian tiga ruas paling

    depan dikupas oleh tangan kanan dan dilanjutkan dengan ruas berikutnya, limbah

    yang berupa kulit ditampung dalam keranjang yang berwarna biru dan hijau.

    Udang yang telah dikupas kulitnya akan disimpan didalam basket yang

    berkapasitas 1 kg. Basket yang berisi udang kupas akan disusun diatas basket es

    curai kemudian dilanjutkan pada tahap pencabutan usus.

    8. Cabut Usus (Deveining)

    Pencabutan usus dilakukan secara manual dengan alat bantu berupa kawat

    stainless steel yang pangkalnya terbuat dari teflon yang biasanya disebut Kulk.

    Pencabutan usus ini dilakukan untuk menghilangkan sumber bakteri yang terdapat

    pada usus yang dapat menyebabkan pembusukan, proses pencabutan usus

    dilakukan dengan hati-hati agar usus tidak patah sehingga masih tertinggal pada

    tubuh udang, selain itu agar tidak merusak fisik udang. Pencabutan usus dilakukan

    pada 2 tempat yaitu pada bagian punggung dan pada depan ruas ekor (catatan :

    apabila pada tusukan pertama usus sudah tercabut semua maka, tusukan kedua

    tidak perlu dilakukan) cara pencabutan usus dapat dilakukan seperti pada Gambar

    11.

  • 47

    Gambar 11. Cabut Usus Udang

    Rendemen yang dihasilkan dari proses pencabutan usus ini mencapai rata-

    rata 83%. Selama proses ini suhu udang harus tetap dijaga 5o C supaya udang

    tidak mengalami pembusukan. Usus yang sudah dikeluarkan dimasukkan kedalam

    larutan Chlorine 50 ppm, penggunaan es sebagai alas dan pemberian pemberian es

    curai secara merata untuk menjaga kesegaran mutu udang. Selama proses

    pencabutan usus dilakukan pengoreksian terhadap hasil pencabutan usus dari

    masing-masing karyawan. Apabila terdapat kotoran-kotoran baik berupa serpihan-

    serpihan kulit udang usus juga sering tertinggal akibat pencabutan yang kurang

    hati-hati. Pengoreksian ini dilakukan agar tidak terjadi kendala-kendala yang

    berupa logam pada saat melalui metal detector.

    9. Koreksi II

    Proses koreksi dua ini dilakukan untuk memilih mutu dan warna udang.

    Selama proses koreksi udang di atas meja harus diberi es curah untuk menjaga

    suhu udang. Proses koreksi ini dilakukan diruang TSK, setelah bahan baku

    diangkut dari ruang greading. Biasanya bahan baku dari produk udang block beku