Copy of Tinjauan Pustaka Yan s

download Copy of Tinjauan Pustaka Yan s

of 90

Transcript of Copy of Tinjauan Pustaka Yan s

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perikanan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan memelihara produktivitas sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan. Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi primadona adalah udang. Udang merupakan salah satru sumber daya hayati laut yang tersedia hampir di seluruh perairan Indonesia dan merupakan salah satu komoditas ekspor andalan dari sub sector perikanan. Setiap tahunnya,terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor udang ke Negara-negara tujuan ekspor seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Departemen Pertanian 1999). Udang merupakan komoditi ekspor hasil perikanan terbesar Indonesia di atas komoditas ikan tuna yang menempati urutan kedua. Dilihat dari data volume ekspor udang Indonesia ke mancanegara dari bulan Januari sampai dengan November pada tahun 2008 mencapai 158.000 ton sedangkan volume ekspor ikan tuna hanya mencapai 111.000 ton. Volume ekspor udang ini meningkat dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya mencapai 154.747 ton (DJP2HP 2009). Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan. Kendala yang sering muncul pada berbagai perusahaan pengolahan udang adalah kekurangan bahan baku udang, kesalahan label produk, adanya embargo oleh importir karena teridentifikasinya senyawa antibiotik, masalah sanitasi dan lain sebagainya. Maka untuk mengantisipasi masalah tersebut perusahaan pengolahan udang diwajibkan melakukan kebijakan dalam penerapan program manajemen mutu terpadu yang berkonsepsi pada prinsip Hazard Analysis Critical Control point (HACCP). HACCP merupakan merupakan manejemen khusus untuk bahan makanan termasuk hasil perikanan yang didasari pada pendekatan sistematika untuk megantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya (Hazard) selama proses produksi serta menentukan titik kritis yang harus dilaksanakan pengawasan

2

secara ketat. Tujuan utama menerapkan HACCP adalah memberikan jaminan mutu meningkakan mutu produk, meminimalkan kecacatan produk dan keluhan konsumen serta memberikan efisiensi jaminan mutu. Keuntungan lain dari penerapan HACCP adalah penggunaan sumberdaya secara lebih baik dan pemecahan masalah lebih tepat (Mayes 2001). Sistem HACCP dikenal secara luas oleh industri pangan sebagai suatu tindakan pengendalian terhadap risiko bahaya yang dapat memberikan efek merugikan terhadap keamanan pangan (Asian Productivity Organization 2005). Hal ini berbeda dengan cara sebelumnya bahwa sistem pengendalian mutu dilakukan hanya dengan pengawasan aspek-aspek keamanan pangan pada produk akhir, dengan demikian apabila ditemukan ketidakamanan pada produk akhir, baru dilakukan suatu tindakan koreksi. Hal ini merupakan tindakan yang kurang efektif karena prasyarat yang mendasar dalam pengendalian risiko bahaya seperti prasyarat kelayakan dasar yang terdiri atas cara penanganan dan pengolahan produk yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices GMP) serta persyaratan sanitasi dan higiene (Sanitation Standard Operating Procedures SSOP), tidak dievaluasi terkait dengan ketidakamanan produk sepanjang rantai produksi. Pada sistem HACCP ditekankan tindakan pencegahan pada setiap tahapan produksi terhadap terjadinya risiko bahaya yang akan mengakibatkan ketidakamanan produk udang beku (Mayes 2001). 1.2 Tujuan Tujuan dan manfaat dari pelaksanaan praktik lapang ini adalah untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan keterampilan mahasiswa di bidang pengolahan hasil perikanan. Sedangkan tujuan khususnya adalah: 1. Mengetahui keadaan umum perusahaan pembekuan udang di PT Misaja Mitra, Pati-Jawa Tengah. 2. Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam bidang penanganan dan pengolahan hasil perikanan khususnya pembekuan udang 3. Mempelajari sistem HACCP yang diterapkan pada perusahaan pembekuan udang khususnya produk peeled beku.

3

4. Mengetahui cara-cara penerapan HACCP secara keseluruhan yang diterapkan di PT Misaja Mitra, Pati-Jawa Tengah. 1.3 Metodologi 1.3.1 Waktu dan tempat pelaksanan praktik lapang Waktu pelaksanaan praktik lapang dimulai tanggal 27 Juli 2009 sampai tanggal 20 Agustus 2009, bertempat di PT Misaja Mitra Pati, yang bertempat di Jalan Raya Pati Tayu Km.18, Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati - Jawa Tengah. 1.3.2 Metode pengumpulan data Metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktik lapang ini adalah pengumpulan data primer dan data sekunder. 1. Pengumpulan data primer meliputi : a. Observasi, yaitu pengamatan langsung kegiatan di pabrik. b. Mengamati dan melakukan kegiatan proses produksi mulai dari

penerimaan bahan baku sampai pada proses pengemasan. c. Wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan kegiatan pengolahan pembekuan udang. d. Mengevaluasi dan mempelajari penerapan HACCP yang diterapkan. 2. Pengumpulan data sekunder : a. Pengumpulan data dan informasi hasil produksi dan kegiatan lainnya dari pihak atau instansi setempat mengenai keadaan perusahaan. b. Melakukan studi literatur yaitu mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan praktik lapang.

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Udang (Penaeus sp) Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara pengawetan makanan karena dengan menurunkan suhu maka pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat, mencegah reaksi kimia dan aktivitas enzim. Tujuan pembekuan udang adalah mempertahankan sifat-sifat mutu tinggi pada udang dengan teknik penarikan panas secara efektif dari udang agar suhu udang turun sampai suhu rendah yang stabil dan mengawetkan udang (Ilyas 1993). Menurut Suwignyo (1989), udang diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Sub Phylum Class Sub class Ordo Sub ordo Famili Genus Species : Arthropoda : Mandibulata : Crustaceae : Malacostraca : Decapoda : Natantia : Penaidae : Penaeus : Penaeus sp

Gambar 1. Morfologi udang (Penaeus sp) (Sumber : http://tbn1.google.com) Secara morfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di belakangnya. Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian tubuhnya tertutup kulit khitin yang tebal dan keras. Bagian kepala beratnya lebih

5

kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 1723% (Purwaningsih 1995). Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit di darat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (Penaeus marguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah (Macrobranchium rosenbergii), udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang (Lobster) (Permana 2007). 2.2 Komposisi Kimia Udang Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17-23% (Anonim 2007). Komposisi kimia udang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia udang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9Sumber: USDA (2003)

Komposisi kimia Kadar air (%) Kadar abu (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Protein (%) Kalsium (Mg) Fosfor (Mg) Besi (Mg) Natrium (Mg)

Jumlah 78 3,1 1,3 0,4 16,72 161 292 2,2 418

Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang penting bagi manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih tinggi dibandingkan hewan darat. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang

6

dengan 18 jenis asam amino yang terkandung didalamnya. Komposisi protein dan asam amino esensial yang terdapat pada udang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang. Komposisi Protein : Mioplasma Miofibril Miostroma Asam amino esensial : Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistein Fenilalanin Tirosin Treonin Triptofan Valin g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g 0,985 1,612 1,768 0,572 0,228 0,858 0,676 0,822 0,283 0,956 % % % 32 59 5 Satuan Konsentrasi

Sumber : USDA (2003)

2.3 Persyaratan Mutu Udang Udang sebagai salah satu produk perikanan yang memilliki sifat mudah busuk (highly perishable), maka penanganan yang baik mutlak diperlukan agar mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi. Mutu udang terutama ditentukan oleh keadaan fisik dan organoleptik (rupa, warna, bau, rasa dan tekstur) dari udang tersebut. Kemudian, ukuran dan keseragaman udang juga dapat menentukan tingkat mutunya. Oleh karena itu, tidak boleh ada cacat, rusak atau defect yang akan mengurangi nilai dari mutu udang (Hadiwiyoto 1993). Standar syarat mutu dan keamanan pangan udang beku dapat dilihat pada Tabel 3.

7

Tabel 3. Standar syarat mutu dan keamanan pangan udang beku Jenis Uji a. Organoleptik b. Cemaran mikroba: ALT Escherichia coli Salmonella Vibrio cholera Vibrio parahaemolyticus (kanagawa positif)* c. Cemaran kimia*: Kloramfenikol Nitrofuran Tetrasiklin d. Fisika: Suhu pusat, maks. e. Filth*: Bila diperlukan Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2007)

Satuan angka (1-9) koloni/g APM/g APM/25g APM/25g APM/g

Persyaratan minimal 7 maksimal 5,0 x 105 maksimal < 2 Negative Negative maksimal < 3

Ppb Ppb Ppb

maksimal 0 maksimal 0 maksimal 100

C maksimal -18 Jenis/jumlah maksimal 0

Udang yang digunakan dalam industri pengolahan hanyalah udang yang memiliki mutu segar. Penilaian mutu udang dapat dilihat secara organoleptik (visual). Mutu udang sebagai bahan baku akan mempengaruhi produk akhir. Udang yang memiliki kesegaran yang baik akan menghasilkan produk akhir yang baik pula atau sebaliknya. Berdasarkan kesegarannya, udang dapat dibedakan menjadi empat kelas mutu, yaitu (Hadiwiyoto 1993): a. Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udangudang yang benar-benar masih segar, belum ada perubahan warna, transparan dan tidak ada kotoran atau noda-nodanya. b. Udang yang mempunyai mutu baik (fancy). Udang ini mutunya dibawah prima, ditandai dengan adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah atau retak-retak, tubuh udang lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak terdapat kotoran atau noda-nodanya. c. Udang bermutu sedang (medium, black dan spot). Pecah-pecah pada kulit udang lebih banyak daripada udang yang bermutu baik. Udang sudah tidak

8

utuh lagi, kakinya patah, ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak banyak noda berwarna hitam atau merah gelap. d. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang pecah atau mengelupas, ruas-ruas tubuh sudah banyak yang putus dan udang sudah tidak utuh lagi. 2.4 Kemunduran Mutu Udang Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidatif. Kemunduran mutu udang sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan yang mudah bususk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan yang cermat. Susunan tubuh udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian kepala mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Purwaningsih 1995). Kerusakan biokimia disebabkan oleh kerusakan enzim yang ada dalam tubuh udang. Enzim tersebut menguraikan atau membongkar senyawa-senyawa makromolekul dan mudah menguap sehingga timbul bau busuk atau tidak sedap (Hadiwiyoto 1993). Kerusakan mikrobiologis dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati pertahanan tubuhnya berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang. Pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi penyebab utama kerusakan fisik. Penigkatan suhu dapat mempercepat proses oksidasi dan tekstur udang menjadi lunak (Hadiwiyoto 1993). Sebagai salah satu jenis bahan makanan yang terhitung mudah sekali mengalami kemunduran mutu, maka penanganan udang memerlukan perhatian yang menyeluruh dan perlakuan yang cermat. Dari segi kemunduran mutu ada atau tidaknya kepala mempengaruhi daya simpan udang segar karena bagian

9

kepala terdapat insang dan isi perut yang merupakan salah satu sumber bakteri pembusuk dan enzim-enzim pencernaan (Moeljanto 1992). Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segar adalah dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untuk penyimpanan jangka panjang. Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukan dengan baik dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan udang beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat udang segar (Moeljanto 1992). 2.4.1 Aktivitas enzimatis Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang terkadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa pada jaringan tubuh yang tekah mati terurai secara kimia (Purwaningsih 1995). Seperti diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lain menguraikan protein, karbohidrat dan lemak menjadi energy atau disimpan sebagai cadangan makanan, tetapi setelah udang mati enzim masih terus menguraikan jaringan tubuh, sementara pemasukan makanan dari luar terhenti, akibatnya jaringan tubuh menjadi lembek. Selain itu, terjadi pula penguraian protein menjadi asam amino dan perubahan-perubahan terhadap komponen flavor, warna (diskolorasi) dari warna asli mejadi warna coklat atau hitam (black spot) yang disebabkan oleh reaksi enzimatis. 2.4.2 Oksidasi Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat dengan penurunan suhu. Melindungi produk agar tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan pembunuhan antioksidan, mencegah kontak antara produk dengan logam-logam berat lainnya (Ilyas 1983 dalam Irwanto 2002). 2.4.3 Aktivitas mikroorganisme Proses penurunan mutu secara mokrobiologis adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lender, insang dan saluran pencernaan (Purwaningsih 1995). Aktivitas bakteri dimulai setelah udang mati namun demikian kegiatannya masih terbatas karena kondisi jaringan tubuh udang (pH dan suhu) yang belum sesuai untuk aktivitas dan perkembangannya. Aktivitas perkembangbiakan baru berlangsung setelah terjadi kelembekan pada daging akibat kerja enzim (proses

10

autolysis). Serangan bakteri pada udang terutama tertuju pada beberapa tempat yang merupakan sumber pembusukan yaitu selaput lender dan kulit, isi perut yang terletak di kepala, insang, dan kaki yang terdapat pada bagian kepala. 2.4.4 Dehidrasi Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi (kekeringan) karena adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk kearah evaporator, sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara mengatasinya adalah dengan proses glazing dan pengemasan yang benar. Dengan diketahuinya penyebab penurunan mutu pada udang beku, diharapkan penanganan terhadap produk beku dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga tujuan dari pembekuan itu sendiri akan tercapai. 2.5 Proses Pembekuan dan Produksi Udang Beku Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara

memperlambat terjadinya proses penurunan mutu, baik secara autolisis, bakteriologis dan oksidasi dengan suhu rendah. Walaupun dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan aktivitas enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh karena itu, setelah udang dibekukan dan disimpan dalam ruang beku (cold storage), tidak akan lepas begitu saja dari proses penurunan mutu (Ilyas 1993). Menurut Hadiwiyoto (1993), proses pembekuan berdasarkan sistem pindah panas dari alat yang digunakan atau cara yang dikerjakan, proses pembekuan terdiri atas: Pembekuan konvensional, jika cara pembekuannya menggunakan alat pendinginan sederhana yang tradisional atau konvensional sifatnya. Blast freezing, pada metode ini bahan ditempatkan pada suatu ruang pembekuan dengan udara bersuhu rendah dihembuskan. Beberapa cara metode ini adalah pembekuan dalam alat berbentuk terowongan (tunnel freezing), air blast freezing dan flow freezing. Contact plate freezing, pada metode ini bahan dibekukan dengan alat pelatpelat pembekuan yang ditempatkan pada bahan.

11

Pembekuan celup (immersion freezing), pada metode ini bahan yang akan dibekukan dicelupkan dalam cairan yang sangat dingin, misalnya larutan garam (NaCl) dingin, campuran gliserol dan alkohol atau larutan gula dingin. Pembekuan dengan cara penyemprotan bahan pendingin berbentuk cairan (spray freezing) Kombinasi pembekuan celup dengan blast freezing (the blend process) Cryogenic freezing, merupakan metode pembekuan dengan menggunakan gas nitrogen yang dicairkan atau karbondioksida cair. Proses produksi udang beku dimulai dari tempat penerimaan sampai dengan tempat penyimpanan udang beku (cold storage). Urutan-urutannya secara umum adalah sebagai berikut (Purwaningsih 1995). 2.5.1 Penerimaan bahan baku di pabrik Udang segar yang tiba di pabrik dalam bak fiberglass atau blong plastik yang diberi es, kemudian dibongkar di ruang penerimaan. Udang tersebut dipisahkan dari sisa-sisa es, dan disemprot dengan air bersih (Pencucian 1). Setelah bersih, udang dipindahkan ke dalam keranjang-keranjang plastik besar. Selanjutnya udang dibawa ke ruang proses untuk diolah lebih lanjut. Apabila bahan baku masih banyak, maka udang ditampung dalam bak penampung (fiber glass). Penampungan udang tidak boleh dari satu hari. Dalam bak penampung tersebut diberi es dengan perbandingan udang dan es adalah 1:2. 2.5.2 Pemotongan kepala dan pembersihan genjer Bentuk olahan udang beku yang paling umum adalah headless (HL). Bentuk udang headless adalah udang yang dibekukan tanpa kepala dan genjer. Bagian kepala merupakan tempat berkumpulnya kotoran udang sehingga menjadi sumber bakteri. Genjer adalah kulit ari tebal yang terdapat pada sambungan antara kepala dengan badan. Pemotongan kepala dan pembersihan dilakukan dengan tangan. Menurut Hariadi (1994), cara-cara pemotongan kepala adalah: udang dipegang

punggungnya oleh tangan kiri, dengan posisi tengkurap, jempol tangan kanan memakai alat pemotong, kelopak kepala dan kaki jalan dibuang dengan alat tersebut, arah cabikan ke atas, harus bersih dan tidak meninggalkan organ-organ

12

kepala (mandibula, maksila, dan lain-lain), rendemen harus sebesar mungkin yaitu sekitar 68%. 2.5.3 Pencucian 1 Udang yang sudah dipotong kepalanya tanpa genjer, dicuci dengan air dingin yang berklorin dengan konsentrasi sebesar 10 ppm. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan lendir, menghilangkan kotoran yang terbawa udang pada saat di tambak dan mengurangi jumlah bakteri. 2.5.4 Pensortasian Sortasi merupakan proses pemisahan udang berdasarkan kualitasnya. Sortasi ini pun menentukan bahan baku udang akan dimasukkan ke dalam proses produk tertentu. Ada tiga macam sortasi yang dilakukan yaitu: 1. Sortasi jenis Pertama kali dilakukan sortasi adalah sortasi jenis udang. Untuk jenis udang tambak biasanya dilakukan di tempat panen. Menurut Hariadi (1994), sortir jenis ini dilakukan untuk memisahkan pesanan jenis udang tertentu oleh konsumen. 2. Sortasi warna Pada sortasi ini dilakukan proses pemisahan warna. Sortasi ini dilakukan secara visual, yaitu dengan cara dilihat kemudian udang dipisahkan menurut warnanya. Menurut Hariadi (1994), dalam sortasi warna pada dasarnya ada tiga warna yang harus digunakan, dengan tujuan mempertinggi nilai artistik jika disusun dalam bentuk beku nantinya. Meskipun kualitas udang lebih penting, akan tetapi segi keindahan susunan dan kesegaran warna juga sangat berperan dalam menarik minat konsumen. Adapun tiga warna tersebut adalah black (hitam), blue (biru) dan white (putih). 3. Sortasi ukuran Sortasi ukuran adalah suatu cara penyortiran udang berdasarkan ukuran. Dalam sortasi ini dilakukan sesuai dengan jumlah tertentu untuk setiap pound. Pada tahap ini udang selalu dipertahankan pada kondisi dingin yaitu dengan cara memberi es curai pada udang yang sedang disortir. Jumlah standar ukuran udang dapat dilihat pada Tabel 4.

13

Tabel 4. Jumlah standar ukuran udang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 4. Sortasi final Sortasi final dilakukan untuk mengoreksi hasil sortasi yang belum seragam, baik mengenai mutu, ukuran, dan warna. Dalam sortasi ini diperlukan ketelitian dan ketrampilan yang tinggi dibandingkan dengan sortasi sebelumnya. Untuk pengecekan dilakukan per 1 pound dengan timbangan. Bila jumlah udang sudah sesuai dengan jumlah standar pada daftar, maka proses penanganan dapat dilanjutkan. 2.5.5 Penimbangan Pada tahap ini ada dua aktivitas utama yaitu perhitungan jumlah dilakukan untuk menentukan jumlah yang tepat dan ukuran yang seragam. Penimbangan dilakukan setelah perhitungan jumlah standar. Berat produk disesuaikan dengan ketentuan inner carton yaitu sebesar 4 pound atau 1,8 kg, untuk menjaga penyusutan setelah thawing, maka timbangan dilebihkan 2-4% dari berat bersih. Setelah penimbangan dilakukan pencatatan udang berdasarkan ukuran, mutu, dan jumlah bobotnya. Kemudian setiap udang dalam keranjang penimbangan diberi label serta ditambahkan es agar tetap dalam keadaan dingin Size U-5 6-8 8-12 13-15 16-20 21-25 26-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-90 91-120 Banyaknya udang per pound Dibawah 5 Antara 6- 8 Antara 8- 12 Antara 13- 15 Antara 16- 20 Antara 21- 25 Antara 26- 30 Antara 31- 40 Antara 41- 50 Antara 51- 60 Antara 61- 70 Antara 71-90 Antara 91-120

Sumber: Purwaningsih 1995

14

dan segar. Label udang menunjukkan kualitas dan jenis udang, sedangkan angka menunjukkan ukuran udang dalam pound. 2.5.6 Pencucian 2 Udang dicuci dalam air bersih tanpa kaporit yang dicampur dengan es sehingga udang tetap dalam keadaan dingin. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan lendir, bakteri, serta kotoran sebelum dilakukan pembekuan. Pencucian dilakukan dengan menggunakan keranjang plastik kecil dengan cara menggoyang-goyangkan keranjang pada tiga deret bak pencuci. 2.5.7 Penyusunan dalam pan pembeku Penyusunan dalam pan pembeku adalah penyusunan dengan cara ekor bertemu dengan ekor dan potongan kepala mengahadap ke samping. Jumlah udang pada setiap lapis tergantung pada ukuran yang disusun. Menurut Hariadi (1994), sebelum disusun inner pan dilapisi plastik tipis terlebih dahulu dengan tujuan untuk mempermudah dalam pelepasan udang dari pan jika telah masuk beku, selain itu juga agar blok beku memiliki permukaan yang rata. 2.5.8 Pembekuan dan glazing Pembekuan udang sering dilakukan dengan menggunakan alat Contact Plate Freezing (CPF), yaitu dengan cara bahan dibekukan dengan alat pelat-pelat pembekuan yang ditempatkan pada bahan, sedangkan Air Blast Freezing (ABF), yaitu dengan cara bahan ditempatkan pada suatu ruang pembekuan dengan udara suhu rendah dihembuskan, pembekuan ini dilakukan untuk udang yang dibekukan dalam bentuk blok. Apabila udang dibekukan secara individu bias menggunakan Individual Quick Freezer (IQF) (Hadiwiyoto 1993) Setelah dibekukan udang harus dilakukan glazing atau diberi lapisan es tipis sehingga permukaan udang beku atau blok udang tampak mengkilat. Tujuan utama dari glazing adalah mencegah pelekatan antar bahan baku, melindungi produk dari kekeringan selama penyimpanan, mencegah ketengikan akibat oksidasi dan memperbaiki penampakan permukaan. Adapun glazing dilakukan dengan cara menyiram atau mencelupkan udang beku dalam air bersuhu antara 0-5C. Setelah dilakukan glazing, udang dikemas dan disimpan dalam gudang beku (cold storage).

15

2.5.9 Penyimpanan udang beku Udang yang telah beku harus disimpan di dalam cold storage, yaitu sebuah ruangan penyimpanan yang dingin. Suhu dalam cold strorage umumnya -30C hingga -60C, tergantung pada kebutuhan. Suhu cold storage diukur dengan alat pengukur suhu yang disebut dengan termostat. Selisih perubahan suhu cold strorage tersebut biasanya tidak kurang dari 2C. Misalnya, jika suhu cold storage secara nominal harus dipertahankan pada suhu -35C, maka pendinginan dihentikan jika suhu ruang mencapai -36C, dan dijalankan jika suhu ruang naik menjadi -34C (Purwaningsih 1995). Udang di dalam cold storage mengalami banyak perubahan yang cenderung menurunkan mutu ikan . Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan fisik dan biokimia, misalnya pengeringan (dehidrasi, dessication), oksidasi lemak, denaturasi protein, dan penggumpalan senyawa-senyawa hasil perombakan yang dilakukan oleh enzim serta bakteri (Purwaningsih 1995). 2.6 HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) HACCP merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan setiap kemungkinan terjadinya resiko bahaya pada seluruh tahapan proses (CAC 2003). Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan pangan, karena itu sebagai suatu sistem jaminan mutu keamanan panga, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Muhandri dan Kadarisman 2006). HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan sistematik untuk mengakses bahaya-bahaya dan resiko-resiko yang berkaitan dengan pembuatan, distribusi dan penggunaan produk pangan. Sistem HACCP ini dikembangkan atas dasar identifikaasi titik pengendalian kritis (Critical control point) dalam tahap pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan resiko bahaya. (Thaheer 2005). Menurut (Wiryanti dan Witjaksono 2001) alasan utama pembuatan dan penerapan sistem HACCP dalam industri pangan adalah: 1. Meningkatnya tuntutan konsumen atas keamanan pangan (food safety)

16

2. Pengujian pada produk akhir (end product inspection) sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen 3. Adanya pendekatan baru yang berdasarkan atas tindakan pencegahan (preventive measure), pengawasan selama proses (in process inspection) dan semakin dominannya peranan perusahaan dalam pengawasan mutu secara mandiri (self regulatory quality control). Secara umum, program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip yang dikembangkan oleh NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods). Ketujuh prinsip itu adalah (Muhandri dan Kadarisman 2006) : 1. Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi dan mengiventarisasi resiko bahaya-bahaya terhadap keamanan produk pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan utnuk mengendalikan bahaya atau resiko potensial yang membahayakan. 2. Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (critical control points-CCP) pada tahapan proses dimana resiko bahaya yang mempengaruhi mutu dan atau keamanan pangan dapat dicegah, dikurangi atau dieliminasi. 3. Menetapkan batas-batas (critical limit) untuk dapat dilkukan tindakantindakan pengendalian terhadap resiko bahaya pada setiap CCP. Suatu batas kritis adalah nilai yang tidak boleh dilewati. 4. Melakukan pemantauan (monitoring) yang meliputi aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian untuk menilai apakah resiko bahaya berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan ketentuan. 5. Melakukan tindakan korektif dan atau pencegahan yang diperlukan. Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan atau preventif untuk menghindari ketidaksesuaian terhadap ketentuan serta melakukan tindakan korektif dengan menelusuri penyebab akar masalah. 6. Mendokumentasikan dan mengendalikan hasil pemantauan terhadap

penerapan program HACCP dan harus selalu tersedia untuk dilakukan analsis. 7. Melakukan verifikasi terhadap efektifitas penerapan program HACCP secara berkala untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan jika memungkinkan dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan.

17

Analisa program HACCP dalam pengawasan mutu produk menurut Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut: 1. Keamanan Pangan (Food Safety) Merupakan aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah itu umumnya

dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika. 2. Kesehatan dan Kebersihan (Wholesomeness) Merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene. 3. Kecurangan ekonomi (Economic Fraud) Merupakan tindakan-tindakan yang ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini meliputi pemalsuan spesies (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebih, berat yang tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti tertera dalam kemasan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (2000), dasar pengembangan dalam penerapan program sistem manajemen HACCP berdasarkan sistem HACCP meliputi beberapa aspek sebagai berikut: a. Upaya pencegahan (preventive measure) Yaitu upaya yang dilakukan untuk memperoleh produk akhir yang benarbenar terjamin, aman, mutu konsisten serta jaminan yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada konsumen. b. Pengawasan terhadap proses produksi (in-process inspections) Untuk melakukan pencegahan maka sistem pengawasan yang dikembangkan adalah pengawasan terhadap proses produksi mulai dari tahap awal sampai distribusi produk akhir. c. Pengujian laboratorium Merupakan bagian dan penunjang dari keseluruhan sistem yang dilakukan pada tempat dan waktu yang sesuai keperluan. d. Peranan swasta Mempunyai peranan yang sangat besar yaitu melakukan pengawasan secara mandiri terhadap proses produksi mereka sendiri. Peranan pemeintah

18

bertindak sebagai pengawas dalam sisten sistem manajemen HACCP yang dikembangkan dengan baik. Beberapa alasan mengapa HACCP diperlukan dalam bisnis perikanan menurut Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut: a. Tujuan manajemen industri pangan dalam menjamin keamanan pangan b. Keamanan pangan adalah syarat wajib konsumen c. Banyaknya kasus keracunan pangan d. Terbatasnya jaminan sistem inspeksi produk akhir melalui pengujian untuk menjamin keamanan pangan e. HACCP berkembang menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah f. HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan g. Kebutuhan akan sistem keamanan pangan yang efektif Keuntungan penerapan HACCP adalah menjamin keaman pangan dan mengendalikan mutu. Menurut Herschdoerfer (1984), pengendalian mutu penting untuk memperoleh produk yang bermutu, mengoptimalkan penjualan

hubungannya dengan keuntungan, mengurangi sampah (membuang produk) dengan mencegah kesalahan sebelum terjadi, meningkatkan efisiensi proses dengan menggunakan informasi dari tes QC, mengurangi komplain dari konsumen dan menjaga citra produk serta kredibilitas perusahaan, membantu untuk mengendalikan biaya bahan baku dan proses operasi, melindungi konsumen dari keracunan makanan dan resiko lain yang berhubungan serta melengkapi manajemen agar memenuhi hukum dalam semua aspek yang berkaitan dengan kualitas produk. 2.7 Kelayakan Dasar Sistem HACCP sebagai suatu sistem pengendalian keamanan pangan mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didasari oleh faktor-faktor pengendali yang mendasar terhadap resiko bahaya ketidakamanan pangan dan atau mutu (Wiryanti dan Witjaksono 2001). Faktor pengendali yang menjadi prasyarat (pre-requisite program-PRP) efektifitas penerapan program HACCP sebagai suatu sistem

19

pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan (CAC 2003), yang meliputi : Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufactoring Practise-GMP). Good Manufactoring Practise (GMP) merupakan suatu metode atau cara berproduksi yang baik dan benar dalam rangkamenghasilkan produk dengan mutu yang baik sesuai dengan harapan. GMP meliputi delapan persyaratan yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Persyaratan bahan baku Persyaratan bahan pembantu dan tambahan (food additives) Persyaratan produk akhir Peryaratan penanganan Persyaratan pengolahan Peryaratan pengemasan Persyaratan penyimpanan Persyaratan pengangkuatan dan distribusi.

Persyaratan sanitasi dan hygiene, meliputi : 1) Kondisi fisik sanitasi dan hygiene yang terdiri atas : a) Lokasi dan lingkungan b) Kondisi konstruksi bangunan (konstruksi ruang dan gedung, rancang bangun, lantai, langit-langit, dinding, penerangan, ventilasi, saluran pembuangan limbah cair, sumber dan distribusi pasokan air dan atau es, instalasi pembuangan limbah, toilet, ruang istirahat, gudang beku dan dingin, gudang kering, sarana pengawetan, dan fasilitas pengujian) c) Peralatan dan perlengkapan pengolahan (konstrusi dan pemeliharaan peralatan serta perlengkapan pengolahan, bahan untuk perlatan dan perlengkapan pengolahan, operasional pembersihan dan sanitasi peralatan serta perlengakapan pengolahan) 2) Sanitasi dan kesehatan karyawan. Manajemen harus mempunyai tindakan yang efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mencemari produk. Selain itu, kebersihan karyawan yang menangani produk harus

20

dijaga. Perilaku karyawan di dalam ruang pengolahan harus mampu mengurangi dan mencegah kontaminasi produk. 3) Prosedur pengendalian sanitasi. Produsen perlu mempunyai dan melaksanakan rancangan tertulis mengenai prosedur operasional standar sanitasi (Sanitasion Standard Opering Procedures-SSOP), yang terdiri atas 8 kunci SSOP : a) Keamanan air proses dan es b) Kondisi dan kebersihan dari permukaan yang kontak dengan pangan. c) Pencegahan kontaminasi silang d) Fasilitas pencuci tangan/sanitasi dan fasilitas toilet e) Perlindungan dari bahan kontaminan f) Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksik g) Kesehatan karyawan h) Pengendalian hama Penerapan program kelayakan dasar di perusahaan atau unit pengolahan sering mengalami kendala-kendala teknis, sehingga mengakibatkan

ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Bentuk-bentuk penyimpangan dalam kelayakan dasar meliputi (Ditjen PPHP 2007) : a. Penyimpangan minor (minor deficiency) Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan dan atau mutu yang kecil atau tidak secara langsung apabila tidak dilakukan pengendalian. b. Penyimpangan mayor (mayor deficiency) Penyimpangan yang memberikan dampak keamanan pangan dan atau mutu yang signifikan dapat mengganggu kesehatan apabila tidak dilakuakn pengendalian. c. Penyimpangan serius (serious deficiency) Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan yang serius pada tingkat gawat terhadap gangguan keehatan konsumen apabila tidak dilakuakn pengendalian. d. Penyimpanagan kritis (critical deficiency)

21

Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan tingkat fatal dapat mengganggu kesehatan. Untuk menentukan tingkat kelayakan unit pengolahan berdasarakan penyimpangan yang ada digunakan daftar seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Penentuan nilai unit (rating) pengolahan berdasarkan jumlah penyimpangan Tingkat (rating) Jumlah Penyimpangan MN (minor) A (baik sekali) B (baik) C (kurang) D (jelek)Sumber: Winarno (2002)

MY (mayor) 05 6 10 11 -

SR (serius) 0 12 34 5

KT (kritis) 0 0 0 1

06 7 -

Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (1998) elemen-elemen minimal dalam penyusunan sistem HACCP, adalah : 1. Kebijakan mutu 2. Organisasi 3. Deskripsi produk 4. Persyaratan dasar 5. Diagram alur proses 6. Analisis bahaya 7. Lembar kerja pengendalian mutu 8. Sistem penyimpanan catatan 9. Prosedur verifikasi 10. Prosedur pengaduan konsumen 11. Prosedur penelusuran dan penarik produk 12. Perubahan dokumen atau revisi

22

3. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Misaja Mitra Pati merupakan salah satu cabang perusahaan PT. Misaja Mitra yang berkantor pusat di Jakarta yang merupakan perusahaan patungan (Joint Venture) antara PT. Pelindo Jaya (Indonesia) dengan Toho Bussan Kaisha Co, Ltd (Jepang) dengan status penanaman Modal Asing (PMA). Kesepakatan antra kedua perusahaan tercantum dalam Agreement for Join Enterprise tanggal 9 Juli 1968 sedangkan PT. Misaja Mitra Pati sendiri didirikan pada tanggal pada tanggal 19 April 1984 dan kegitan produksinya dimulai setelah dilakukan pemasangan mesin, peralatan dan pendekatan kepada petani tambak udang di Kabupaten Pati. Nama Misaja Mitra tercetus saat PT Pelindo Jaya sedang dalam usaha mencari mitra dagang di Jepang Misaja berasal dari bahasa sansekerta yang berarti mencari, sedangkan Mitra berasal dari bahasa Indonesia yang berarti rekan. Sampai saat ini perusahaan mempunyai tiga cabang yaitu Kota Baru (Kalimantan Selatan), Tarakan (Kalimantan Timur), dan Pati (Jawa Tengah). PT. Misaja Mitra Pati merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha pembekuan udang. Perusahaan didirikan pada tanggal 19 April 1984 dengan akte notaries Sugianto, SH No 14/1994/A.N/K dan mulai beroperasi pada tanggal 19 April 1994. Perusahaan ini telah memperoleh izin dari berbagai pihak, antara lain : a) Izin tempat usaha, yang diberikan oleh kepala Daerah Tingkat II kabupaten Pati No. 503/5547/1994 pada tanggal 20 Juli 1994. b) Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) No. 5235/24/PH/II/2002 yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 19 Februari 2002. c) Izin usaha industri yang diberikan oleh Menteri Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, No.

593/T/industry/1995 pada tanggal 1 Desember 1995. d) Izin Kawasan Berikat yang diberikan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 23/HMK/04/2002 pada tanggal 7 Februari 2002.

23

e) Surat

Keterangan

Nomor

Pokok

Wajib

Pajak

(NPWP)

No.

01.001.691.3507.001. PT Misaja Mitra Pati yang merupakan salah satu perusahaan yang berinduk di perusahaan Toho Bussan Co. Ltd dalam hal pencarian market, produksinya tergantung order sesuai permintaan buyer. Sehingga dari awal berdiri sampai sekarang PT Misaja Mitra Pati ini telah memproduksi beberapa jenis produk udang beku. Pada awal produksi yaitu bulan April 1994 jenis produksinya yaitu block frozen TSK brand, pada bulan Agustus 1995 mulai memproduksi PDTO Nobashi Ebi NISSUI brand. Bulan Juli 1996 memproduksi breaded

shrimp NISSUI brand dan pada bulan Oktober 2003 memproduksi HO PDTO bread shrimp NISSUI brand. Sistem penerapan mutu yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati disesuaikan dengan tujuan pasar. Perkembangan penerapan mutu dan beberapa penghargaan yang diperoleh antara lain : a) Memperoleh sertifikat HACCP pada Desember 1999 b) 10 besar terbaik kategori penerapan HACCP di perusahaan perikanan seluruh Indonesia pada bulan Desember 2000. c) Penghargaan A Excellent untuk penerapan HACCP dan GMP pada Desember 2001. d) Start HPLC pada bulan Februari 2005. e) Meraih Higer Level Certificate of Comformity dari EFSIS Eropa sebagai perusahaan penyedia produk makanan sesuai standar EFSIS Eropa pada Juli 2005. f) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001:2000 (License No. QEC22876) pada bulan Oktober 2005. g) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001 : 2008 (License No. QEC22876) pada bulan April 2009. 3.2 Keadaan Perusahaan PT Misaja Mitra didirikan di atas tanah + 17.200 m2 dengan luas bangunan + 1.127,79 m2. Lokasi perusahaan bertempat di Jalan Raya Pati - Tayu Km.18, Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati Jawa Tengah. Adapun batas-batas wilayahnya yaitu sebelah utara Kecamatan Tayu, sebelah selatan Kecamatan

24

Trangkil, sebelah timur perkampungan penduduk Desa Waturoyo, dan sebelah barat Jalan raya Pati-Tayu. Lokasi perusahaan sangat menguntungkan karena terletak di kawasan perikanan yang dekat dengan sumber bahan baku, lokasi perusahaan dekat dengan Jalan Raya Pati-Tayu yang memberikan kemudahan dan kelancaran transportasi, dan ketersediaan air yang melimpah. Selain itu di lokasi perusahaan upah tenaga kerja relatif murah sehingga dapat menekan biaya produksi. Bangunan pabrik terdiri dari satu unit kantor, beberapa ruangan lainnya yaitu ruang pembongkaran udang dari pemasok, ruang purchise, ruang potong kepala, ruang grading, 3 ruang proses, ruang laboratorium, 3 ruang packing, gudang penyimpanan bahan pengemas, 5 ruang air blast, 3 ruang ice flaker, 3 ruang cold storage, ruang perebusan alat, dan ruang penggiling roti. Selain itu terdapat bangunan penunjang lainnya seperti gudang, mushola, mess, ruang makan, dapur, kamar mandi dan WC, ruang ganti pakaian, ruang mesin dan control panel. Di halaman perusahaan terdapat tempat parkir, tempat tunggu supplier, dan pos kemanan yang terdapat di samping pintu masuk. Bangunan perusahaan terdapat dua lantai. Semua ruangan terdapat pada lantai satu, kecuali ruangan kamar ganti wanita dan gudang penyimpanan bahan pengemas. Setiap akan memasuki ruang proses terdapat bak pencuci kaki, tempat cuci tangan dan tirai plastik. Serta pada waktu akan masuk ruang proses terdapat penjaga, yang dikenal dengan koro-koro dan ruang air shower untuk menghilangkan adanya resiko rambut, debu-debu, dan benda-benda halus lainnya yang kemungkinana masih menempel pada pakaian atupun penutup kepala karyawan. 3.3 Struktur Organisasi Perusahaan PT Misaja Mitra Pati dipimpin oleh seorang General Manajer yang tugas pokoknya adalah mengambil keputusan operasional perusahaan, menetapkan kebijakan umum perusahaan, menentukan dan mengendalikan perusahaan, membina koordinasi yang baik dengan berbagai bidang kerja yang ada di bawahnya, meminta pertanggungjawaban dari masing-masing Manajer Pelaksana (Kepala Bagian) serta bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan. General Manajer ini membawahi beberapa bagian yaitu bagian Quality Control,

25

bagian Mekanik, bagian Pembelian, bagian Proses, bagian Acounting, dan bagian umum dan administrasi. Setiap Kepala Bagian ini bekerja sesuai dengan bidang atau bagiannya dengan penuh tanggung jawab dan saling berkoordinasi. Meskipun demekian, masih dijumpai seorang kepala bagian membawahi dua bagian yaitu sebagai kepala bagian pembelian dan proses (produksi). a. Bagian Quality Control Bagian ini bertanggung jawab dalam mengendalikan, mengawasi dan menjamin kualitas/ mutu produk yang dihasilkan, serta bertanggung jawab atas sanitasi selama proses produksi yang berlangsung. Bagian Quality Control ini bertugas dari bahan baku datang untuk menguji kualitas bahan baku diskala laboratorium, dengan melakukan uji seperti pengujian kandungan antibiotik, histamin, dan lain-lain. Selain itu melakukan control setiap kali produksi sesuai dengan pedoman dan melakukan koreksi apbila terjadi kesalahan, serta memastikan produk yang dihasilkan masih bermutu tinggi. Dalam pelaksanaan proses produksi dilapangan, bagian QC ini juga dibantu bagian check line untuk membantu dalam pemantauan secara langsung proses produksi disetiap bagian. b. Bagian Mekanik Bagian ini bertanggung jawab atas kelancaran dalam penggunaan mesinmesin pabrik, listrik, kendaraan, dan alat-alat penunjang lain seperti lori (kereta dorong), sensor suhu ruang, dan lain sebagainya. Bagian ini juga bertanggung jawab melakukan perbaikan apabila ada permasalahan, serta juga melakukan pemeliharaan gedung/bangunan dan jalan. Kepala bagian ini berhak untuk melakukan usulan penggantian mesin apabila mesin mengalami masalah dan terjadi penurunan efisiensi kerja dan tidak memungkinkan untuk dilakukan perbaikan. c. Bagian Pembelian Bagian ini bertanggung jawab atas pengadaan bahan baku baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitasnya. Bagian ini menentukan pembelian bahan baku disesuaikan dengan order yang diminta pasar. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk membeli bahan baku yang nantinya akan dibekukan untuk produksi selanjutnya. Bagian ini dibagi 4 bagian antara lain purchase, survey, traceability, dan control; hal ini untuk memudahkan dalam keefektifan kerja.

26

d. Bagian Proses Bagain ini bertanggung jawab atas semua proses produksi dan membawahi bagian produksi, planning, control, dan warehouse (logistik). Bagian produksi bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan produksi. Dalam pelaksanaannya Bagian Produksi ini dibantu oleh beberapa supervisor dimana pada perusahaan ini disebut hanchou. Seorang hanchou ada disetiap tahapan proses produksi yang meliputi ruang penerimaan bahan baku, potong kepala, grading mesin, koreksi, dan sampai ruang packing. Bagian planning bertanggung jawab atas perencanaan produksi yang akan dilaksanakan perusahaan sesuai dengan keadaan pasar dan sekaligus mengontrol jalannya proses produksi sehingga didapatkan produk yang bermutu tinggi. Sedangkan bagian control bertugas untuk mengontrol setiap tahapan proses untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dibagian proses. Dan bagian terakhir yaitu warehouse yang bertugas untuk mencukupi kebutuhan alatalat yang digunakan selama proses pembuatan produk. e. Bagian Accounting Bagian-bagian ini bertangguang jawab atas fungsi-fungsi keuangan meliputi pelaksanaan sistem pembukuan, anggaran, pemberian gaji pada karyawan dan pembiayaan dalam rangka mendukung kelancaran operasional perusahaan. Bagian Acounting dibagi menjadi bagian cost control (kasir) dan general ledger (pembukuan). Bagian kasir bertugas melakukan kegiatan penerimaan terhadap kegiatan tersebut. Seksi pembukuan bertugas membuat laporan kas dan bank harian setiap hari akhir kerja dan melaporkannya pada kepala bagian Acounting. f. Bagian Urusan Umum (General Affair) Kepala bagian dari bagian ini dikepalai langsung oleh manajer perusahaan. Bagian urusan umum ini dibagi menjadi bagian personalia, ekspor impor, dan warehouse. Bagian Personalia bertanggung jawab atas urusan kepegawaian dan kesejahteraan pegawai, seperti menyediakan tenaga kerja yang diperlukan perusahaan dan melakukan pegawasan terhadap kerja dan absensi karyawan. Disamping itu, bagian ini juga bertanggung jawab atas keamanaan perusahaan, rumah tangga, pengawasan, dan pengelolaan stok/ persediaan barang digudang. Bagian ekspor impor bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor impor yang

27

dilakukan perusahaan. Sedangkan bagian warehouse bertanggung jawab atas pengadaan logistik, seperti bahan pengemas, dan lain sebagainya. 3.4 Tenaga kerja Tenaga kerja yang menjadi karyawan di perusahaan berasal dari daerah di sekitar Kecamatan Margoyoso Pati dan sekitarnya. Penerimaan pekerja di perusahaan dilakukan secara selektif. Tenaga kerja di perusahaan pada umumnya terdiri atas tiga golongan, diantaranya : 1. Karyawan bulanan, merupakan karyawan yang sistem pembayaran besar gajinya sama setiap bulannya. 2. Karyawan harian, merupakan karyawan yang sistem pembayaran gajinya berdasarkan jumlah hari kerjanya dalam satu bulan. 3. Karyawan borongan, merupakan pekerja yang bekerja pada saat perusahaan sedang berproduksi dengan kapasitas bahan baku yang cukup banyak. Sistem pembayaran gaji pekerja borongan disesuaikan dengan banyaknya hasil produksi yang mereka peroleh dalam sehari. Jumlah data tenaga kerja di perusahaan berdasarkan status kerja pada bulan Agustus 2009 disajikan pada Tabel 5. Tabel 6. Jenis dan jumlah karyawan Jenis Karyawan 1. Bulanan 2. Harian 3. Borongan JumlahSumber : Bagian Personalia PT Misaja Mitra Pati (2009)

Jumlah karyawan 37 orang 110 orang 149 orang 296 orang

Jam kerja di PT Misaja Mitra Pati, dimulai pada hari Senin sampai dengan Kamis dari pukul 08.00 16.00 WIB dengan jam istirahat pukul 12.00 13.00 WIB. Sedangkan hari Jumat sampai dengan hari Sabtu dimulai dari pukul 08.00 15.00 WIB, dengan waktu istirahat yang sama kecuali pada hari Jumat, waktu istirahat lebih lama yaitu pukul 11.30 13.00 WIB. Apabila jumlah produksi meningkat, maka akan diberlakukan kerja lembur dengan pemberian kompensasi berdasarkan tambahan jam kerja.

28

Berbeda dengan pekerja yang lain, bagian mekanik dan petugas keamanan dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pertama jam 06.00 - 14.00 WIB, shift kedua jam 14.00 - 22.00 WIB, dan shift tiga jam 22.00 - 06.00 WIB. Hal ini bertujuan untuk mengawasi kerja mesin terutama pada cold storage agar bekerja sesuai dengan semestinya untuk bagian mekanik. Sedangkan untuk bagian keamanan untuk menjamin lingkungan pabrik tetap aman. Untuk kesejahteraan karyawan di perusahaan mendapat jaminan melalui program JAMSOSTEK. Jaminan perusahaan melalui program JAMSOSTEK ini meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminaan kematian, dan jaminan hari tua. Jaminan ini berlaku untuk semua jenis atau kelompok karyawan diperusahaan.. 3.5 Fasilitas Perusahaan Secara keseluruhan ruangan-ruangan pada bangunan proses produksi berdinding porselen dan keramik serta berlantai keramik putih agar mudah dibersihkan. Lantainya dibuat dengan kemiringan 5o ke arah saluran pembuangan air agar air mudah mengalir dan lantai tidak becek. Setiap pintu dilengkapi dengan tirai plastic dan insect killer agar udara luar tidak terlalu banyak mempengaruhi suhu ruang proses dan mencegah masuknya serangga ke dalam ruang proses. Selain dilengkapi dengan tirai plastic, pada pintu masuk disediakan tempat cuci kaki dan tangan. Pada pintu masuk dilengkapi juga dengan ruang gelap agar serangga tidak dapat masuk ke ruang produksi. Bangunan di sekeliling pabrik terdiri dari ruang istirahat, ruang ganti pakaian, kamar mandi, WC, pos penjagaan, gudang pendingin, bengkel, gardu listrik, musholla, dan ruang penampungan air bersih. Bangunan-bangunan lain yang terdapat di PT Misaja Mitra Pati adalah tempat parker, ruang pertemuan, mess, pos satpam, dan gudang bahan penolong. Adapun denah bangunan dari PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Lampiran. 3.5.1 Fasilitas Produksi Fasilitas produksi yang digunakan oleh PT Misaja Mitra Pati adalah sebagai berikut : 1. Meja kerja

29

a) Meja sortasi, yaitu meja yang digunakan sebagai tempat udang pada saat dilakukan sortasi mutu, size, dan warna. Ukuran dari meja sortasi ini adalah 200 x 100 x 90 cm3 yang terdapat pada ruang penerimaan bahan baku, potong kepala, dan TSK. b) Meja potong kepala, yaitu meja yang digunakan untuk tempat udang pada saat dilakukan pemotongan kepala. Ukuran dari meja potong kepala ini adalah 200 x 100 x 90 cm3 dan bagian pinggir dari meja tersebut dilengkapi dengan saluran pembuangan kepala dan mengarah pada keranjang yang berada di bawah meja. Pada meja ini dibuat miring sehingga tidak ada genangan air di tengah meja. c) Meja kupas dan pencabutan usus, yaitu meja yang digunakan sebagai tempat udang pada saat dilakukan pengupasan kulit udang dan pencabutan usus. Ukuran dari meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan terdapat 8 buah pada ruang proses. d) Meja susun, yaitu meja yang digunakan pada saat penyusunan udang dalam inner pan. Ukuran meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan terdapat di ruang TSK. e) Meja tiris, yaitu meja yang digunakan untuk meniriskan air pada udang sebelum udang ditimbang dan terbuat dari bahan stainless steel. Meja tiris terdapat pada ruang penerimaaan bahan baku. 2. Keranjang a) Keranjang plastik berlubang-lubang berbentuk persegi panjang dengan tiga macam ukuran, yaitu: 1) Ukuran besar (80 x 40 x 30) cm3. Keranjang ini berfungsi sebagai wadah udang pada saat pembongkaran dan pencucian udang dalam bak fiberglass setelah udang dipotong kepala. 2) Ukuran sedang (50 x 40 x 30) cm3, yang berfungsi dalam proses sampling dan untuk menampung hasil sortasi. 3) Ukuran kecil (30 x 20 x 10) cm3, digunakan dalam proses sampling, sebagai wadah sementara bagi udang hasil potong kepala dan cabut usus serta sebagai wadah untuk penimbangan udang (1,8 kg) sebelum disusun dalam pan.

30

b) Blong plastik yang berupa kantong berbentuk bulat dengan ukuran sebagai berikut : 1) Diameter tutup 40 cm dengan kapasitas 50 liter yang berfungsi sebagai tempat penampungan udang pada saat pembelian, sebagai wadah tepung panko (tepung roti untuk produk panko ebi) dan sebagai tempat penampungan air untuk membersihkan pakaian karyawan dan lantai yang kotor. 2) Diameter tutup 20 cm dengan kapasitas 20 liter yang berfungsi sebagai wadah kepala dan kulit udang yang akan dijual ke peternak bebek. c) Bak fiberglass Bak fiberglass yang digunakan terdiri dari berbagai macam ukuran, yaitu : 1) Ukuran (200 x 175 x 75) cm3 dengan kapasitas 500 kg yang digunakan untuk menampung udang yang belum dapat diproses jika suplai bahan baku melebihi kapasitas produksi per hari (5 ton per hari). 2) Ukuran (125 x 70 x 60) cm3 dengan ka[asitas 250 kg, digunakan untuk penampungan udang yang akan diproses dan untuk pencucian udang setelah pemotongan kepala dan setelah proses koreksi. 3) Ukuran (100 x 60 x 50) cm3 dengan kapasitas 100 kg yang digunakan intik pencucian udang setelah proses sampling. 3. Timbangan PT Misaja Mitra Pati menggunakan empat macam timbangan, yaitu : a. Timbangan duduk merk Yamato (model D903), dengan kapasitas 10100 kg, berfungsi untuk penimbangan udang setelah proses pembongkaran dan proses pemotongan kepala. b. Timbangan gantung dengan merk Hakutou dengan kapasitas 200 gr-4 kg yang digunakan untuk menimbang sampel udang pada saat penerimaan bahan baku dan penimbangan udang 1,8 kg sebelum disusun dalam pan. c. Timbangan digital dengan merk And (model EW-3006), dengan kapasitas 2 kg yang digunakan untuk menetukan size udang yang akan

31

dipanjangkan tubuhnya pada pengolahan produk jenis nobashi ebi dan sumisho. 4. Pengatur waktu Alat ini berfungsi untuk memberi tanda kepada karyawan untuk melakukan sanitasi, baik karyawan itu sendiri maupun ruang kerja. Merk pengatur waktu yang digunakan adalah Omron (model H3CR-A8) yang dapat dinyalakan sesuai kebutuhan setiap ruang kerja. 5. Pan pembeku Terdapat tiga macam pan pembeku yang digunakan, yaitu : a. Inner pan yang berukuran (30 x 20 x 70) cm3, digunakan untuk pembekeuan produk jenis block frozen. Inner pan dilengkapi dengan dua lapis lempengan logam sebagai contact plate. b. Long pan yang berukuran (60 x 20 x 6) cm3, berfungsi sebagai wadah inner pan dalam pembekuan produk jenis block frozen (pembekuan dengan menggunakan air) dan digunakan sebagi wadah dalam pembekuan produk jenis sumisho (pembekuan tanpa menggunakan air). Sebuah long pan dapat memuat dua buah inner pan. c. Pan pembeku berukuran (60 x 30 x 5) cm3, digunakan sebagai wadah pembekuan produk jenis panko ebi. 6. Kereta dorong (lori) Lori digunakan sebagai alat pengangkut di sekitar unit pengolahan, yaitu untuk mengangkut pan-pan dari contact plate freezer ke bagian pengemasan, untuk mengangkut barang-barang persediaan untuk disimpan di gudang, dan untuk mengangkut es curah ke seluruh unit pengolahan. 7. Rak dorong Rak dorong digunakan sebagai tempat untuk meletakan pan-pan pembeku yang berisi tray (wadah plastic untuk meletakkan produk jenis panko ebi) yang akan dibekukan di dalam kamar pembeku air blast freezer. Rak ini berukuran (50 x 50 x 180) cm3 dan terdiri dari 20 rak yang dapat menampung 40 buah pan pembeku. 8) Shrimp size grading machine (mesin pemisah ukuran udang)

32

PT Misaja Mitra Pati memiliki mesin pemisah ukuran udang dengan merk Yokozaki sebanyak dua unit, berfungsi untuk memisahkan udang hasil potongan kepala ke dalam delapan ukuran, yaitu (mulai dari ukuran terbesar sampai terkecil) 5L, 4L, 3L, 2LB, 2LK, L, M, dan MS. Mesin ini dilengkapi dengan 81 buah piringan berjalan yang berfungsi sebagai timbangan dan digerakkan dengan tenaga listrik. Setiap piringan hanya dapat memuat satu ekor udang dan akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukurannya ke dalam keranjang-keranjang yang telah diletakkan dibawah mesin. Selama satu jam mesin ini mampu memproses udang yang di grading sebanyak 300 kg. 9) Metal detector Metal detector atau alat produksi logam digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan logam yang dapat mengkontaminasi produk, baik produk udang beku, tray pack maupun jenis panko ebi. Alat pendeteksi logam yang dimiliki PT Misaja Mitra Pati bermerk Anritsu yang berjumlah dua unit. Alat ini akan mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring jika mendeteksi adanya logam pada produk. 10) Pendingin udara (AC) Fungsi utama alat ini alat ini adalah untuk menjaga supaya suhu ruang kerja tetap bersuhu rendah,yaitu sekitar 15-20oC. Selain itu juga untuk menjamin kenyamanan kerja bagi karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi panas yang akan mempengaruhi produk udang beku maupun panko ebi dimana produk tersebut tidak boleh mempunyai suhu permukaan lebih dari 5 oC. Mesin pendingin udara yang digunakan adalah AC dengan merk Toshiba. 11) Water chiller Kebutuhan PT Misaja Mitra akan air dingin cukup besar. Water chiller yang digunakan untuk mendinginkan air mempunyai kapasitas 0,5-30 ton/tanki. Mesin yang digunakan adalah Bitzer (tipe 46-2) dan Box (tipe F5). 12) Ice flaker Jenis es yang digunakan dalam proses produksi adalah es curai yang tidak merusak jaringan udang apabila tertimbun dalam es tersebut. Ice flaker di PT Misaja Mitra Pati ada beberapa unit, yaitu IF no. 1 dengan kapasitas 5 ton/hari merk Mycom (tipe TWF N4WA); IF no.2 dengan kapasitas 5 ton/hari merk

33

Mycom (model F8C2); dan IF no.3 kapasitas 10 ton/hari merk Mitsubishi (model ERW 450A). 13) Sarana pembekuan Dalam melaksanakan proses pembekuan, PT Misaja Mitra Pati menggunakan dua macam pembekuan, yaitu : 1) Contact plate freezer (CPF) PT Misaja Mitra Pati mempunyai dua unit contact plate freezer horizontal. CPF dengan merk Nissin dan Sabroe dengan kapasitas masing-masing 650 kg dan 350 kg, suhu pembekuan -40oC dan lama pembekuannya untuk Nissin selama 4,5 jam sedangkan untuk Sabroe selama 2,5 jam. CPF tersebut menggunakan bahan pembeku (refrigerant) Freon 22. Sebelum dinyalakan terlebih dahulu pompa hidrolik dihidupkan sehingga masing-masing rak merapat satu dengan yang lainnya. Jika CPF dinyalakan maka refrigerant akan mengalir ke dalam rak dan proses pembekuan akan berjalan. 2) Air blast freezer (ABF) ABF merupakan kamar pembeku berukuran (3 x 3 x 4) m3 dengan suhu -35oC dan menggunakan sistem hembusan udara dingin dengan refrigerant freon 12. Kamar pembeku ini digunakan untuk membekukan produk jenis panko ebi yang membutuhkan waktu selama dua jam. Agar pembekuan optimal jumlah rak dorong berisi panko ebi yang masuk setiap kali pembekuan dibatasi 6 buah rak dorong. ABF yang ada di PT Misaja Mitra Pati berjumlah 5 unit. 14) Sarana penyimpanan dengan suhu rendah Penyimpanan dengan suhu rendah atau pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah daripada suhu diluar ruangan. Sebagian penahan penurunan suhu PT Misaja Mitra Pati menggunakan beberapa ruang penyimpanan dingin, diantaranya adalah cold storage. PT Misaja Mitra Pati memiliki beberapa cold storage yang mengunakan sistem air blast freezer dengan refrigerant freon 12. Cold storage pertama digunakan untuk menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah

34

dikemas dan siap untuk dikapalkan. Cold storage pertama digunakan untuk menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah dikemas dan siap untuk dikapalkan. Cold storage pertama ini menggunakan merk Bitzer (tipe 46-2, Jerman) bersuhu -25oC. Cold storage yang kedua digunakan untuk menyimpan panko (roti) yang tersebut dari container yang dimodifikasi menjadi tempat penyimpanan dengan mesin pendingin Bitzer (tipe SGF-2,Jerman) bersuhu - 20oC. 15) Streamer alat-alat prosessing Untuk memastikan higienitas alat-alat produksi terutama yang

bersinggungan langsung dengan produk akhir, maka alat produksi tersebut harus di streamer supaya kontaminasi bakteri dapat diminimalkan. Proses steamer dilakukan dengan memompakan udara panas dari boiler ke dalam bak melalui pipa galfanis yang berdiameter 1 inch. Boiler tersebut menggunakan thermostat yang bersuhu 85oC. Proses steamer itu sendiri berlangsung kurang lebih selama 10-15 menit. 16) Mesin pengemas Mesin pengemas yang digunakan PT Misaja Mitra Pati untuk mengemas produk (terutama jenis panko ebi) adalah mesin Omori (tipe M5000/I, Jepang) sebanyak dua unit. Mesin ini digunakan untuk bahan pengemas jenis pillow bag yang dapat mengemas produk dengan kecepatan tinggi. 17) Strapping band Strapping band adalah alat yang digunakan untuk mengikat master karton dengan tali polypropylene. Alat strapping band yang dimiliki PT Misaja Mitra Pati berupa strapping band semi otomatis dengan spesifikasi merk Meiwa (tipe TP-201 dan TP-202) yang mempunyai kecepatan ikatan 2,5 detik/strap. 18) Aerator limbah Limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi diolah secara primer di dalam bak pengolahan limbah menggunakan aerator dengan menggunakan merk Aerojet (tipe MTQ 2, daya 1-2HP). Aerojet ini berfungsi untuk mengaerasi llimbah sehingga klorin yang terbawa dalam limbah diharapkan dapat menguap dan tidak mengganggu lingkungan.

35

3.5.2 Fasilitas penunjang Fasilitas lain yang digunkan untuk menunjang kegiatan produksi meliputi : 1. Telepon 2. Faximile 3. Mobil 4. Sepeda motor 5. Komputer 6. Laptop 7. Internet 8. Lapangan olahraga 9. Tong sampah 10. Lampu neon 11. Dispenser 12. Sapu, alat pel, dan lain-lain 3.5.3 Dampak keberadaan perusahaan terhadap masyarakat terkait. Keberadaan perusahan PT Misaja Mitra Pati bagi masyarakat di sekitarnya cukup memberikan dampak positif. Adanya PT Misaja Mitra Pati, mampu menyerap tenaga kerja yang ada di sekitar area perusahaan sehingga dapat memberikan masukan pendapatan kepada masyarakat. Selain itu, sistem pengolahan limbah cair yang baik juga telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertanian di sekitar perusahaan, karena air limbah yang mengandung berbagai macam komponen yang berasal dari ruang produksi ternyata bersifat menyuburkan tanah dan membuat tanaman lebih baik pertumbuhannya.

36

4. PENGEMBANGAN HACCP PADA PROUK PEELED BEKU 4.1 Penilaian Status Kelayakan Dasar Syarat utama dan mutlak yang harus dipenuhi oleh sebuah industri atau perusahaan untuk menerapkan system manajemen keamanan pangan (dalam hal ini HACCP) adalah terpenuhinya syarat kelayakan dasar. Tanpa terpenuhinya kelayakan dasar sebuah industri atau perusahaana tidak diperbolehkan menerapkan HACCP. Sesuai dengan namanya, kelayakan dasar merupakan pondasi dasar untuk menerapkan sistem keamanan pangan atau HACCP. Secara garis besar kelayakan dasr mencakup dua aspek penting, yaitu halhal yang terkait dengan cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practises) dan standar operasi yang berkaitan dengan sanitasi dan hygiene proses produksi (Sanitation Standard Operating Procedure). 4.1.1 Good manufacturing practices Sebagaimana yang telah disebut dalam SNI 01-2705.2-1992, terdapat 9 persyaratan yang harus dipenuhi untuk menerapkan Good Manufacturing Practices, yaitu - Persyaratan bahan baku, - Persyaratan bahan pembantu dan bahan tambahan pangan, - persyaratan produk akhir, - Persyaratan penanganan, - Persyaratan pengolahan, - Persyaratan pewadahan dan atau pengemasan, - Persyaratan penyimpanan, - Persyaratan pengangkutan dan distribusi, dan - Persyaratan sanitasi dan hygiene perusahaan/unit pengolahan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 3 aspek saja yang terdiri dari aspek bahan baku, aspek bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi, dan aspek tahapan proses produksi. 4.1.1.1 Bahan baku Bahan baku udang yang digunakan PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis Black Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu (Penaeus monodon), White shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour).

37

Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu, Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu udang dan air maksimal 5 oC. Bahan baku udang yang diperoleh merupakan bahan baku yang sesuai dengan persyaratan dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan (mengacu standar pembeli/buyer, dan SNI). Bahan baku diuji secara fisik, kimiawi maupun mikrobiologis. Bahkan perusahaan mengharuskan pemasok bahan baku

menyertakan keterangan dan dokumen bahan baku secara detail dan lengkap. Perusahaan akan melakukan cross check keterangan yang ada dalam dokumen dengan hasil pengujian laboratorium perusahaan, apabila ditemukan

penyimpangan atau ketidaksaman data maka bahan baku akan dikembalikan ataupun ditolak. 4.1.1.2 Bahan pembantu dan bahan tambahan Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan selama proses pembuatan produk udang kupas (peeled) beku adalah es curia dan air berklorin. PT. Misaja Mitra Pati ini menggunakan air tanah dengan 2 sumur yang berada di bagian depan dan bagian belakang gedung. Tersedia tower air yang berada dibagian samping pabrik. Sedangkan untuk es, yang digunakan adalah es keping dan perusahaan memiliki mesin pembuat es sendiri yaitu mempunyai 3 ice flake maker. Lantai ruang penampung es terbuat dari keramik dan dindingnya terbuat dari bahan stainless. Di sebelah ruang potong kepala satu unit dan di sebelah ruang proses 2 unit. Air dalam tower tersebut diberi klor 2 3 ppm, jadi semua air yang dialirkan ke seluruh ruangan perusahaan yang digunakan untuk seluruh proses pengolahan telah mengandung 2 3 ppm. Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer). Air yang digunakan di ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada

38

kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan teknik sanitasi. Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil. Konsentrasi klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Konsentrasi penggunaan klorin Penggunaan klorin Pencucian tangan Pencucian kaki Pencucian peralatan Pencucian udang Bahan baku (HO) Potong kepala Koreksi PDTO Kupas (PD)Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)

Konsentrasi Klorin 5 ppm 100 ppm 100 ppm

200 ppm 150 ppm 50 ppm 50 ppm 5-10 ppm

4.1.1.3 Tahapan proses produksi udang kupas (peeled) beku Tahapan proses pembuatan produk udang kupas (Peeled) beku adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan bahan baku Bahan baku yang diproses di PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis Black Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu (Penaeus monodon), White shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour). Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu, Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu udang dan air maksimal 5 oC.

39

Proses pembongkaran udang dilakukan di dalam ruang pembongkaran yang tertutup agar tidak terkena sinar matahari sehingga suhunya tetap terjaga dingin. Ruang pembongkaran berada di sebelah ruang purchase (penerimaan). Antar ruangan tersebut dihubungkan dengan lubang kecil yang dilengkapi plastic curey atau tirai plastik untuk menjaga kualitas suhu ruang. Proses penerimaan udang dari ruang pembongkaran udang dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses penerimaan bahan baku Bahan baku yang akan diproses menjadi produk harus mempunyai tingkat kesegaran tinggi, dimana udang tersebut harus memenuhi kriteria udang segar. Kegiatan yang berlangsung di ruang penerimaan yaitu sortasi mutu dan ukuran udang, penentuan size, pencucian I, dan pengambilan sampel untuk dilakuakan pengujian laboratorium. Pembayaran kepada supplier dilakukan setelah bahan baku ditimbang. Size udang menentukan harga beli udang. Bahan baku yang telah diterima dipertahankan suhunya tetap pada kisaran yang rendah (tidak lebih dari 5oC). Bahan baku yang diterima dilakukan pengujian organoleptik, antibiotik dan K-point (Keuvler-Point). Pengujian organoleptik dilakukan udang sebelum dan sesudah dilakukan perebusan. Perebusan bertujuan untuk mengetahui apakah udang mengandung minyak atau zat lain yang aromanya berbeda dengan aroma udang segar, selain itu untuk mengetahui kekenyalan dan kesegaran udang. Sedangkan pengujian antibiotik disesuaikan dengan permintaan yang diinginkan dari buyer. Pengujian K-point merupakan pengujian untuk megetahui tingkat kesegaran udang yaitu pengujian kandungan zat hypoxantin.

40

2. Koreksi I Proses koreksi dilakukan untuk memisahkan udang sesuai dengan standar perusahaan dan yang tidak sesuai. Pada proses koreksi ini udang yang tidak masuk standar dipisahkan dalam lima buah basket yang berbeda yaitu udang ukuran besar, kecil, udang mutu 2, udang kulit muda, dan udang broken. Udang ukuran besar dan kecil dari standar akan dilakukan pembelian dengan harga yang berbeda sesuai dengan ukuran sizenya. Udang mutu 2 yaitu dengan ciri ada bagian yang patah dibeli dengan pemotongan harga Rp 2.500,00/kg. Udang kulit muda akan dibeli dengan harga 50% dari harga standar dan untuk udang broken dengan ciri bau, merah dan udang biru akan ditolak. Koreksi dilakukan dengan cepat dan pada suhu ruangan tidak lebih dari 20oC untuk menjaga agar bahan baku tetap segar. Koreksi dilakukan di atas meja stainless dengan kemiringan kurang lebih 5o sehingga air mudah mengalir saat dilakukan pembersihan. Proses koreksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses sortasi bahan baku Pada proses koreksi I dilakukan juga proses penentuan size dan penimbangan. Penentuan size ini bertujuan untuk penentuan harga dari udang, dengan size udang yang semakin besar maka harganya semakin mahal. Selain itu penentuan size bertujuan untuk mengetahui jenis produk yang akan diproduksi oleh perusahaan sesuai dengan bahan baku yang masuk. Penentuan size pada PT Misaja Mitra Pati ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu apabila udang > 50 kg, maka penentuan size dilakukan dengan penimbangan per kg. Banyaknya udang 1 kg merupakan size dari udang tersebut. Sedangkan apabila bahan baku > 50 kg penentuan size dikenal dengan sistem kretek, yaitu udang yang berada dalam keranjang berukuran 25 kg dibagi dalam 5 keranjang kecil. Kemudian

41

salahsatu keranjang kecil diambil sebagai sampling yang menentukan size udang. Size udang yaitu jumlah udang (ekor) dibagi dengan berat timbangan dari sampling yang dipakai. Proses kretek lebih sering dipakai dikarenakan bahan baku yang dating setiap dating biasanya > 50 kg. Proses kretek dapat dilihat pada Gambar 4.

G a

Gambar 4. Proses penentuan size dengan cara kretek Setelah diketahui penentuan size udang kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui berapa total harga yang harus dibayar oleh perusahaan. Penimbangan dibedakan antara udang standar dengan udang mutu dua, hal ini dikarenakan akan mempengaruhi harga udang. 3. Pencucian I Pencucian udang dilakukan setelah proses penimbangan yang dilakukan dengan menggunakan air klorin 200 ppm (NaOCL) bersuhu 0 - 5oC dalam sebuah fiber bervolume 250 liter selama 30 detik. Tujuan dari pencucian awal ini yaitu untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan bau yang melekat pada udang tersebut, sehingga kotoran-kotoran yang terbawa dari tambak maupun air laut akan larut pada pencucian tersebut. Setelah dari bak pencucian I udang diangkat dengan keranjang plastik untuk kemudian dibilas dengan air dingin biasa, fungsinya untuk pembilasan dan mengurangi kandungan klorin yang terdapat pada tubuh udang. Proses pencucian I dapat dilihat pada Gambar 5.

42

Gambar 5. Proses pencucian I Udang yang telah dibilas kemudian dipindahkan ke ruang potong kepala. Pemindahan dilakukan dengan melewatkan keranjang plastik ke sebuah bak air dingin yang menghubungkan ruang purchise dan ruang potong kepala. Hal ini berfungsi untuk menjaga kesegaran udang dan untuk meringankan proses pemindahan. Setiap keranjang plastik diberi label supplier udang, untuk memberi tanda asal bahan bakunya. 4. Pemotongan kepala Pemotongan kepala hanya dilakukan dengan menggunakan sok yang dipasang pada ibu jari dan terbuat dari bahan stainless. Untuk jenis head on (H/O) juga dilakukan proses diruang yang sama, tetapi hanya berupa pemotongan antena, rostrum, dan membelah bagian perut untuk menghilangkan kotoran di dalamnya. Adapun cara pemotongan kepala (deheading), sebagai berikut: Udang dipegang punggungnya dengan tangan kiri, dalam posisi tengkurap. Jempol tangan kanan menggunakan alat pemotong yang disebut skop terbuat dari bahan stainless Kulit dan kaki jangan dibuang, ekor jangan sampai terpotong. Pada saat pencabikan kepala udang mengarah kesamping, dilakukan

dengan hati-hati agar tidak terbawa genjer dan tidak merusak udang tersebut. Dalam pemotongan,organ-organ masih melekat di kepala harus

dibersihkan. Adapun sketsa gambar pemotongan kepala, seperti pada Gambar 6.

43

Gambar 6. Cara Pemotongan Kepala (Deheading)

Proses pemotongan kepala dilakukan dengan menggunakan dua lapis sarung tangan. Pada lapisan dalam, sarung tangannya terbuat dari karet size S, setiap selesai produksi, sarung tangan ini harus dibuang dan sebaiknya tidak digunakan lagi karena sarung tangan ini terbuat dari bahan yang kedap air dan tidak bisa dicuci kembali jika digunakan untuk produksi lagi maka besar kemungkinan akan terjadinya kontaminasi dari bahan baku. Sedangkan untuk lapisan luar, sarung tangannya terbuat dari kain. Sarung tangan ini bisa digunakan kembali atau berkali-kali. Setelah sarung tangan ini digunakan maka harus langsung dicuci dengan larutan khlorin 150 ppm dan dibilas dengan air bersih berulang kali. Proses pemotongan kepala dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses pemotongan kepala udang Proses pemotongan kepala dilakukan diatas meja yang terbuat dari stainless yang cekung ditengah dan disetiap sisinya dilengkapi dengan tempat untuk pembuangan kepala yang menuju keranjang dibawah meja. Hasil dari potongan kepala disimpan didalam keranjang kecil kapasitas 25 kg. Setelah itu dimasukkan kedalam ember plastik yang diberi tambahan es curai agar tidak terjadi kenaikan suhu yang mengakibatkan kerusakan bahan. Sebelum dilakukan pencucian II dilakukan penimbangan dari proses potong kepala tersebut.

44

5. Pencucian II Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan membunuh bakteri pathogen terutama dari sisa proses potong kepala. Udang dicuci pertama kali dengan memasukkannya ke dalam sebuah viber yang bervolume 250 liter yang dilengkapi dengan sistem aerator (gelembung-gelembung udara) yang berfungsi mendorong kotoran yang masih menempel agar terlepas dari tubuh udang. Setelah itu udang dipindahkan ke viber 250 liter lainnya dengan kadar klorin 150 ppm. Dan tahap terakhir yaitu udang dibilas dengan air biasa sebelum dimasukkan ke ruang grading. Pada proses pencucian ini suhu air pencucian 5oC yang dilakukan masing-masing selama 30 detik. Bak pencucian pada proses pencucian II dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Bak pencucian pada proses pencucian II 6. Grading Machine Penentuan size dilakukan dengan menggunakan mesin grading sebanyak dua unit. Satu unit mesin grading dilengkapi dengan 81 piringan tempat meletakkan udang dan berkapasitas 272 kg/jam. Putaran mesin disesuaikan dengan kemampuan operator, dimana waktu yang dibutuhkan dalam satu kali putaran adalah 25 detik. Teknik yang diterapkan pada mesin grading ini adalah semi otomatis. Proses penentuan size dengan mesin dapat dilihat pada Gambar 9.

45

Gambar 9. Proses grading machine Udang diletakkan satu persatu pada piring mesin, kemudian piring ini akan berputar dengan sendirinya secara otomatis bila piring tersebut melewati timbangan maka piring tersebut akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukuran atau berat yang telah diatur pada mesin tersebut. Udang yang dijatuhkan akan terkumpul pada basket yang berada didalam kapal mesin yang telah direndam air dingin dengan suhu 5 oC. Setelah proses ini udang kemudian diangkut menuju ruang TSK untuk dilakukan proses koreksi. Adapun standar size yang ditetapkan oleh PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Standar size Grading Machine di PT. Misaja Mitra Pati Size (ukuran) 5L 4L 3L 2LB 2LK L M MS Berat (gr) 25,1 24,8 19,8 19,5 15,7 15,4 13,6 13,3 12,7 12,4 10,6 10,3 9,9 9,6 6,4 6,1

7. Kupas (Peeling) Udang yang akan dikupas akan di simpan diatas meja stainless, proses pengupasan dilakukan berdasarkan warna udang yang telah dipisahkan dari ruang penyortiran. Proses pengupasan dilakukan dengan menggunakan alat kupas

46

terbuat dari stainless steel yang steril dan diberi nomor, proses pengupasan dilakukan secara hati-hati dan cepat selama proses pengupasan berlangsung udang harus selalu ditaburi es curai agar suhu udang tetap terjaga.

Gambar 10. Pengupasan Kulit Udang Proses pengupasan udang adalah sebagai berikut : Udang dipegang dengan tangan kiri dengan posisi perut menghadap keatas, kemudian tiga ruas paling depan dikupas oleh tangan kanan dan dilanjutkan dengan ruas berikutnya, limbah yang berupa kulit ditampung dalam keranjang yang berwarna biru dan hijau. Udang yang telah dikupas kulitnya akan disimpan didalam basket yang berkapasitas 1 kg. Basket yang berisi udang kupas akan disusun diatas basket es curai kemudian dilanjutkan pada tahap pencabutan usus. 8. Cabut Usus (Deveining) Pencabutan usus dilakukan secara manual dengan alat bantu berupa kawat stainless steel yang pangkalnya terbuat dari teflon yang biasanya disebut Kulk. Pencabutan usus ini dilakukan untuk menghilangkan sumber bakteri yang terdapat pada usus yang dapat menyebabkan pembusukan, proses pencabutan usus dilakukan dengan hati-hati agar usus tidak patah sehingga masih tertinggal pada tubuh udang, selain itu agar tidak merusak fisik udang. Pencabutan usus dilakukan pada 2 tempat yaitu pada bagian punggung dan pada depan ruas ekor (catatan : apabila pada tusukan pertama usus sudah tercabut semua maka, tusukan kedua tidak perlu dilakukan) cara pencabutan usus dapat dilakukan seperti pada Gambar 11.

47

Gambar 11. Cabut Usus Udang Rendemen yang dihasilkan dari proses pencabutan usus ini mencapai ratarata 83%. Selama proses ini suhu udang harus tetap dijaga 5o C supaya udang tidak mengalami pembusukan. Usus yang sudah dikeluarkan dimasukkan kedalam larutan Chlorine 50 ppm, penggunaan es sebagai alas dan pemberian pemberian es curai secara merata untuk menjaga kesegaran mutu udang. Selama proses pencabutan usus dilakukan pengoreksian terhadap hasil pencabutan usus dari masing-masing karyawan. Apabila terdapat kotoran-kotoran baik berupa serpihanserpihan kulit udang usus juga sering tertinggal akibat pencabutan yang kurang hati-hati. Pengoreksian ini dilakukan agar tidak terjadi kendala-kendala yang berupa logam pada saat melalui metal detector. 9. Koreksi II Proses koreksi dua ini dilakukan untuk memilih mutu dan warna udang. Selama proses koreksi udang di atas meja harus diberi es curah untuk menjaga suhu udang. Proses koreksi ini dilakukan diruang TSK, setelah bahan baku diangkut dari ruang greading. Biasanya bahan baku dari produk udang block beku tanpa kepala ini merupakan udang yang sizenya tidak masuk untuk pembuatan jenis produk udang beku lainnya. Proses koreksi II dapat dilihat pada Gambar 12 dan spesifikasi size produk udang block head less (H/L) di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 8.

Gambar 12. Proses koreksi II

48

Mutu udang tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dibagi dalam 4 jenis mutu, yaitu mutu A, mutu B, mutu L, dan mutu C. Spesifikasi mutu udang tanpa kepala beku masing-masing mutu sebagai berikut : Mutu A : 1. Udang segar 2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor 3. Warna cerah segar, dan mengkilat alami 4. Tidak ada black spot Mutu B : 1. Udang segar 2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor 3. Warna kurang mengkilat 4. Tidak ada black spot Mutu L : 1. Udang segar 2. Daging lembek 3. Warna sudah mengalami perubahan 4. Tidak ada black spot Mutu C : 1. Udang kurang segar, kulit lembek, daging lembek 2. Sudah menglami perubahan warna 3. Ada black spot pada ekor

49

Tabel 9. Spesifikasi size produk udang tanpa kepala beku Kode size Isi per block (1,8 kg) 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 11 12 16 Under 4 46 6 -8 8 12 13 -15 16 20 21 -25 26 -30 31 40 41 - 50 51 60 61 -70 71 -100 17 under 19 1 31 2 39 3 54 4 70 4 90 4 112 7 140 10 180 15 225 20 260 20 330 30

10. Pencucian III Udang yang telah melewati serangkaian proses koreksi kemudian dilakukan tahap pencucian yang ke-3 dengan menggunakan air dingin dengan suhu tidak lebih dari 5oC dengan penambahan klorin sebesar 5 ppm dengan diaduk-aduk selama 30 detik. Untuk memastikan pencucian 30 detik digunakan bell alarm. Setelah 30 detik udang dicuci dengan air dingin biasa dengan suhu kurang dari 5oC. Setelah proses pencucian sebelum ditimbang udang ditiriskan di rak khusus selama 10 menit. Proses pencucian III dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Proses pencucian III

50

11. Penimbangan dan pelabelan Udang yang berukuran sama mutu dan warnanya akan ditimbang

perblock, berat perblock telah ditentukan sesuai kesepakatan antara perusahaan dan buyer. Dalam hal ini perusahaan menetapkan standar udang untuk tiap blocknya adalah 1,8 kg atau 1800 gr dengan tambahan 2-3% agar mencegah terjadinya penurunan berat akibat penyusutan pada saat preoses pembekuan. Proses penimbangan dan pelabelan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Proses penimbangan dan pelabelan Udang dilakukan penimbangan dengan menggunakan basket atau kranjang plastik kecil, setelah beratnya masuk dalam standar size kemudian udang di masukkan dalam inner pan. Hasil dari timbangan tersebut di dalamnya diberi label sesuai dengan mutu, size, dan jumlah ekor udang. Warna label disesuikan dengan mutu produk, perbedaan warna label sesuai mutu produk dapat dilihat pada Tabel 9. Dalam menunggu proses penyusunan udang di bagian atasnya diberi es curah untuk mempertahankan suhu rendah udang tersebut. Tabel 9. Warna label sesuai dengan mutu produk Warna label Hitam Hijau Biru Merah Mutu A B L C

12. Penyusunan Penyusunan dimulai dengan meletakkan kertas label ditengah inner pan. Cara penyusunan udang sendiri disesuikan dengan size udang masing-masing. Selama proses penyusunan setiap udang diamati apabila ada foreign material

51

(rambut, rumput, dll) dan apabila ada diambil dan dilakukan pencatatan. Proses penyusunan dapat dilihat pada Gambar 15 dan sistem penyusunan udang beku tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 10.

Gambar 15. Proses penyusunan dalam inner pan 13. Pembekuan Produk yang telah disusun dalam inner pan kemudian disusun ke dalam long pan, setiap long pan dapat memuat 2 inner pan. Setelah itu produk sebelum masuk ke Contact Plat Freezer (CPF) diberi air dingin sampai penuh dan merata. Pengisian medium air disamping sebagai precooling, juga berfungsi untuk membentuk block es udang itu sendiri. Setelah itu diatas setiap inner pan diberi penutup yang telah dilapisi plastik untuk kemudian baru dapat di masukkan ke dalam CPF. Proses pembekuan dalam CPF dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Proses pembekuan dalam CPF Contact Plat Freezer di PT Misaja Mitra Pati ada 2 buah, yang pertama memiliki kapasitas 360 inner pan dengan lama pembekuan 4,5 jam dan yang kedua memiliki kapasitas 196 inner pan dengan lama pembekuan 2,5 jam. Suhu pembekuan dari produk block ini mencapai 40oC. Udang dianggap beku apabila lapisan es pada permukaan pan sudah berwarna putih susu, tidak basah dan

52

permukaan segmen udang tampak pucat. Suhu akhir produk dibawah 18oC, produk setelah beku akan dicek mutu dengan menggunakan schoor sheet udang beku. 14. Glazing Produk udang tanpa kepala beku setelah dicek sudah beku kemudian dilakukan pembongkaran semuanya. Pengambilan produk dari CPF untuk pelepasan produk dari inner pan dilakukan dengan shower selama 10 detik (produk lepas dari inner pan). Setelah produk lepas kemudian dimasukkan kedalam plastik tipis atau plastik inner. Proses glazing dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Proses glazing 15. Metal detector Pendeteksian logam adalah suatu kegiatan mendeteksi adanya benda asing terutama dari logam pada produk. Pendeteksian ini dilakukan dengan melewatkan produk yang sudah dikemas plastik ke atas ban konveyor mesin pendeteksi logam. Apabila terdapat logam maka ban konveyor berhenti dan mesin akan berbunyi, kemudian produk akan dipisahkan dan diperiksa oleh pengawas. Produk yang lolos metal detector selanjutnya akan dikemas dengan inner karton sedangkan produk yang yang tidak lolos metal detector akan dipisahkan dan dicairkan untuk diambil benda asing didalamnya. Proses produk udang tanpa kepala beku melewati metal detector dapat dilihat pada Gambar 17.

53

Gambar 17. Proses pendeteksi logam 16. Packing Setelah melewati metal detector produk dipisah sesuai dengan mutu, size dan jenis produk lalu dimasukkan dalam inner karton. Kemudian produk dimasukkan ke dalam master karton yang setiap master karton berisi 6 inner karton dengan mutu, size, dan jenis produk yang sama. Produk setelah dibungkus master karton kemudian dibungkus dengan plastik tebal dan diikat dengan strapping band. Packing dilakukan dengan cepat dan hati-hati untuk menjaga kemungkinan kerusakan pada produk.

Gambar 18. Proses packing Adapun isi label yang terdapat pada pengemas master karton adalah sebagai berikut : 1. Label size 2. Mutu udang 3. Berat 4. Tanggal produksi

54

5. Nama produk 6. Jenis produk 7. Kode Pabrik 17. Cold storage Produk akhir yang sudah dikemas langsung disimpan dalam cold storage yang bersuhu -20oC. Cara penyimpanan disusun dengan pemberian jarak yang bertujuan untuk sirkulasi udara. Suhu cold storage di cek oleh bagian mekanik setiap 2 jam sekali untuk menjaga suhu ruang cold storage. Keadaan ruang cold storage dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Keadaan ruang cold storage 18. Ekspor Produk yang pertama masuk harus keluar terlebih dahulu atau dengan penggunaan sistem yang dikenala dengan first in first out (FIFO). Produk kemudian diangkut dengan kontainer yang dilengkapi dengan pendingin (Container Pendingin), suhu container - 18o C dan pemuatan produk dilakukan dengan hati-hati dan cepat untuk menghindari kerusakan pada produk.Keadaan pada saat proses ekspor dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Keadaan pada saat proses ekspor

55

4.1.2 Sanitation Standard Operating Procedure Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur pelaksanaan standar sanitasi yang harus dipenuhi oleh suatu unit produksi untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah terutama produk pangan. SSOP bertujuan untuk mencegah kontaminasi secara langsung terhadap produk yang dihasilkan. Kegiatan ini mencakup keseluruhan bagian yang berhubungan dengan produk dan mengandung uraian tentang proses produksi yang akan dilakukan dalam unit pengolahan. FDA USA telah menyebutkan 8 kunci pokok SSOP yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan makanan untuk menghasilkan mutu yang lebih baik, yaitu: 1. Keamanan air/es 2. Kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan 3. Pencegahan kontaminasi silang 4. Kebersihan pekerja 5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi 6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat bahan tambahan, bahan pembantu dan bahan beracun berbahaya 7. Pengendalian kesehatan karyawan 8. Pemberantasan hama Pelaksanan SSOP di PT Misaja Mitra Pati mengikuti 8 aspek kunci pokok SSOP yaitu : 1. Keamanan air proses dan es. PT. Misaja Mitra Pati ini menggunakan air tanah dengan 2 sumur yang berada di bagian depan dan bagian belakang gedung. Tersedia tower air yang berada dibagian samping pabrik. Sedangkan untuk es, yang digunakan adalah es keping dan perusahaan memiliki mesin pembuat es sendiri yaitu mempunyai 3 ice flake maker. Lantai ruang penampung es terbuat dari keramik dan dindingnya terbuat dari bahan stainless. Di sebelah ruang potong kepala satu unit dan di sebelah ruang proses 2 unit. Air dalam tower tersebut diberi klor 2 3 ppm, jadi semua air yang dialirkan ke seluruh ruangan perusahaan yang digunakan untuk seluruh proses pengolahan telah mengandung 2 3 ppm.

56

Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer). Air yang digunakan di ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan teknik sanitasi. Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk mengina