Copy of Filsafat
Click here to load reader
-
Upload
osasani-adrin -
Category
Documents
-
view
34 -
download
1
Transcript of Copy of Filsafat
FILSAFAT
1. Apa itu Filsafat?
Banyak cara atau kata yang dapat diungkapkan untuk menjawab atas pertanyaan
tersebut di atas. Baik dari segi bahasa maupun dari makna yang terkandung dalam
definisi kata fisafat itu sendiri, yang tertuang dalam pemikiran-pemikiran manusia itu
sendiri.
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan
diambil dari bahasa Yunani: philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata
majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =
"kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Filsafat adalah merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara mendalam
terhadap sesuatu hal yang telah kita lihat dengan indera penglihatan, kita rasakan dengan
indera perasa, kita cium dengan indera penciuman ataupun kita dengar dengan indera
pendengaran sampai pada dasar atau hakikat daripada sesuatu hal tersebut.
“…filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk…menjawab pertanyaan-
pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada
kehidupan sehari-hari atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara
kritis, dalam arti: setelah segala sesuatunya diselidiki problem-problem apa yang dapat
ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar
dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari-
hari…” (Bertrand Russel).
“Filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sudah
semenjak zaman Yunani dalam hal-hal pokok yang tetap sama saja. Pertanyaan-
pertanyaan mengenai apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana kita dapat
mengetahuinya; hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu sama lain.
Selanjutnya mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah diterima, mencari ukuran-
ukuran dan menguji nilainya; apakah asumsi-asumsi dari pemikiran ini dan selanjutnya
memeriksa apakah hal-hal itu berlaku. (Alfred Ayer).
“Filsafat adalah perang sabil terhadap pesona dengan apa bahasa mengikat pemikiran
saya” (Wittgenstein).
Filsafat adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara
persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk
solusi tertentu.
2. Kapan kita berfilsafat?
Kita belajar filsafat sejak masih kanak-kanak, bahkan saat masih di dalam
kandungan pun kita sudah berfilsafat. Menurut Edward de Bono, pertanyaan bermula dari
kata: mengapa? Kemudian berkembang menjadi mengapa tidak begini, mengapa tidak
begitu. Lalu setelah dewasa berkembang menjadi perumusan kenyataan dalam bentuk
jawaban oleh karena itu, suatu jawaban yang mewarnai kehidupan manusia dewasa yang
melulu menyatakan bahwa semuanya biasa saja dan sudah semestinya demikian.
Segalanya telah disusun, diatur dan disimpan, dilengkapi dengan etiket dan
merek-merek. Hampir tak ada, atau sama sekali tidak ada masalah lagi. Maka tak ada lagi
tempat bagi rasa heran dan takjub, orang dewasa sudah tahu semuanya. Tapi tidak bagi
anak-anak. Mereka melihat kehidupan dengan mata bening, suatu kualitas cara
memandang yang kemudian disadari oleh para filsuf. Kesadaran yang mendorong semua
filsuf untuk membersihkan cara pandang dewasanya, “…apabila kita membersihkan
jendela-jendela pengamatan kita, maka setiap hal akan muncul kembali di hadapan kita
sebagai keadaan sebenarnya”.
Anak-anak dapat melihat kenyataan sebagai keadaan sebenarnya, inilah yang
ingin dicapai para filsuf. Sebagai ilustrasi berikut dikutipkan cerita yang menunjukkan
perbedaan pandangan dewasa dan anak-anak.
Suatu hari, ada seorang anak sedang menggambar langit, sebuah lanskap dan
sebuah matahari. Matahari itu amat besar. Di bawah bola yang menyala-nyala itu
dilukiskannya para buruh bekerja memetik di kebun. Melihat itu, ayahnya merengut,
“Matahari itu terlalu dibesar-besarkan,” gerutunya. Bapak itu memang merasa anaknya
kian kritis kepada keadaan di sekitarnya. Anak-anak dalam cerita itu bertanya “kenapa”
dan bapaknya menjadi gusar. Orang dewasa menyebutnya “terlalu dibesar-besarkan”.
Dan semua anak-anak, kaya dan miskin, seperti itu rupanya.
Filsafat konon harus dimulai dari diri, seperti dikemukakan Heraclitos, Aku
mencari diriku sendiri. Pastikan dulu diri dapat dikenali, baru melangkah ke wilayah lain.
Dan mengenali diri, alangkah sulit. Kita sering secara tak sadar mengalami situasi
tenggelam-dalam-kerumunan. Tindakan, pikiran, atau kehendak dibentuk oleh
kerumunan itu, sehingga ke”diri”an tidak terumuskan. Jikapun ada rumusan itu berasal
dari pemberian kerumunan itu. Derek Walcott, penyair dari Trinidad, pernah membuat
sajak yang menceritakan situasi tenggelam-dalam-kerumunan itu. Alkisah di sebuah
pulau diramaikan oleh banyak hal ada seorang anak yang didatangi nenek moyangnya,
dari berabad-abad silam. Anak itu ditanya, “Siapa namamu?” Lalu menjawab sebuah
nama dari bahasa luar pulau itu, serentak sang nenek moyang bertanya, “apa arti dari
nama itu?” Namun sang anak bisa menjawab:
Aku tak tahu apa arti nama itu. Ada juga artinya,
Barangkali. Tetapi, apa bedanya? Di dunia tempat tinggalku itu
Kami menerima saja bunyi-bunyi yang diberikan:
Manusia, pepohonan, dan air.
3. Dimana kita berfilsafat?
Kita dapat belajar filsafat dimana saja dan dari apa saja. Dari buku-buku, di
perpustakaan termasuk dari lingkungan sekitar kita bahkan dari sebuah film. Dari segala
yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan di kehidupan yang kita alami sehari-harinya.
4. Siapa yang berfilsafat?
Semua orang belajar filsafat. Anak kecil, remaja, orang dewasa, orang tua, bahkan
kakek-kakek dan nenek-nenek juga belajar berfilsafat. Semuanya itu berasal dari rasa
heran. Rasa heran kemudian melahirkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan
kehidupan manusia, si penanya. Dengan pertanyaan itu terbukalah deretan yang
menjuruskan rasa heran itu ke arah mengetahuinya, memahaminya. Apakah setelah itu
rasa heran jadi punah. Mengetahui dan memahami belum berarti memusnahkan rasa
heran. Dalam kegiatan bertanya-tanya, rasa heran terus memuncak-muncak. Setiap dapat
satu jawaban, jawaban itu harus menjadi obyek dari perhatian yang mendalam dan
terkonsentrasi. Jadi dalam rasa heran dan dunia pertanyaan, setiap jawaban selalu
memberi peluang untuk ditanyakan lagi. Rasa heran akan muncul begitu kita mau
memberikan perhatian terkonsentrasi pada segala hal.
5. Kenapa kita berfilsafat?
Ada empat hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat, yaitu ketakjuban,
ketidakpuasan, keingintahuan, dan keraguan.
Filsafat adalah cara untuk menemukan keberanian dalam merumuskan diri sendiri.
Dalam filsafat kita menemukan kegelisahan yang tak kunjung habis, pertanyaan-
pertanyaan yang terus tidak menemukan kepastian jawaban, dan jawaban-jawaban yang
semula dianggap final namun kemudian ditemukan celanya. Kesemuanya ditemukan
dalam formasi yang wajar, maksudnya kesalahan dalam filsafat tampak sebagai suatu
kemestian manusiawi dan karena itu tak perlu ada rasa takut dan malu terhadap
kesalahan. Dalam filsafat kita menemukan banyak cara pandang yang berbeda terhadap
satu soal, dan semuanya begitu tak menjadi soal bahkan kemudian menghasilkan
kesadaran-kesadaran yang luar bisa. Cara pandang yang berbeda sangat penting bagi kita
saat ini, terutama karena kita telah disadarkan oleh proses perubahan sosial bahwa
kesamaan cara pandang alih-alih menyelesaikan masalah malah mengekalkan masalah.
Dalam dapat belajar bagaimana merumuskan masalah dari apa yang semula dianggap
tidak ada masalah. Melalui cara ini kita jadi terpancing untuk mulai lagi merumuskan diri
dan kehidupan kita secara baru, bukan dari hal besar dari apa yang menjadi basis dari
kehidupan kita yang remeh dan tak diperdulikan.
Karena filsafat adalah pemikiran yang mengundang kita untuk selalu terlibat
langsung. Banyak sekali filsafat yang maksudnya agar kita meneruskan apa yang telah
dimulainya. Dengan demikian jangan sungkan-sungkan untuk tidak sependapat, tuliskan
pendapat dan sanggahan anda, ujilah kebenaran yang dikemukakan oleh filsuf-filsuf itu.
Agar bisa menguji dengan baik, kita juga jika perlu harus menunda apa yang
semula kita yakini. Dengan cara ini, kita tidak berperang sendirian. Jika dalam pikiran
kita masih ada keyakinan lama dan itu dijadikan ukuran, kita tak akan menemukan
mutiara yang ditawarkan orang lain. Rasakan dulu tanpa prasangka, baru setelah itu
dibandingkan. Serentak dalam perbandingan itu, kita telah melakukan pengujian secara
tidak langsung.
Kita berfilsafat agar dapat menjadi seorang yang bijaksana karena seorang
pembelajar filsafat tidak pernah merasa benar sendiri, telah benar dan tak mungkin salah.
6. Bagaimana kita berfilsafat?
Pertanyaan dan rasa heran adalah muasal filsafat atau berfilsafat. Kemajuan
filsafat diukur dari pertanyaan yang diajukan bukan dari jawaban yang diberikan.
Berfilsafat berkenaan dengan kemampuan memberikan pertanyaan terhadap sesuatu
rumusan yang telah dianggap final. Dalam filsafat, setiap data dan setiap pengalaman
sedapat mungkin ditinjau dengan tidak berprasangka dan dengan perhatian yang
mendalam.
Filsafat bukanlah pemikiran yang selesai, ia bahkan selalu menyisakan pertanyaan
baru yang membuat kita dipaksa terlibat, yakinlah bahwa di dalam filsafat, kita jarang
atau tidak pernah mendapatkan pemecahan-pemecahan yang tuntas atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan.
Sekali lagi belajar filsafat berarti menelusuri pertanyaannya bukan jawabannya.
Jika kita terpaku pada jawaban akan menjebak kita pada kesia-siaan. Di kancah filsafat
yang satu soal terus-menerus menjadi masalah dari zaman ke zaman, memungkinkan satu
argumen tidak memiliki umur yang panjang: ia bisa saja telah dikritik dan direvisi oleh
pemikiran selanjutnya. Terpaku pada satu argumen saja, tanpa melihat nasib argumen itu
pada lipatan sejarah berikutnya, akan membuat kita membicarakan botol kosong. Kita
bersikutat pada argumen yang pada zamannya terbukti sebagai argumen yang salah; atau
mengajukan pertanyaan yang pada masa lampau pernah diperbaiki dengan perbaikan
yang hati-hati.
Jadi, sebagai langkah, salah satu cara terbaik untuk belajar filsafat adalah
1) carilah pertanyaannya,
2) temukan bagaimana pertanyaan itu dijawab,
3) bagaimana jawaban itu digugat dan diperbaiki; atau bagaimana pertanyaan itu
diperbaiki atau digugat dari masa ke masa.
WHO AM I ??
Siapakah diri saya?
Sebuah pertanyaan simpel dan sepertinya mudah untuk dijawab tetapi
sesungguhnya itu merupakan pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab. Pertanyaan-
pertanyaan semacam siapakah diri kita, apa potensi diri kita dan apa kelemahan diri kita,
merupakan beberapa pertanyaan yang seringkali membingungkan diri kita. Namun untuk
menemukan jawaban siapa diri kita yang sebenarnya maka pertanyaan itu harus bisa kita
pecahkan.
“ Siapakah aku? “ adalah sebuah pertanyaan yang sangat sulit untuk ditemukan
jawabannya tetapi apabila kita mau menelusurinya dengan cara-cara atau teknik-teknik
yang tepat maka dapat dipastikan kita tidak akan menemukan kesulitan-kesulitan yang
berartidalam proses tersebut.
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, ada baiknya pertama-tama
marilah kita menengok ke masa lalu, masa dimana ketika kita dilahirkan ke dunia ini.
Kita adalah insan yang dijadikan untuk beribadah kepada-Nya.
Kita adalah apa yang kita ketahui dan apa yang kita amalkan.
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna di antara
makhluk yang lainnya. Kesempurnaan manusia dapat dilihat dari bentuk fisik yang lebih
bagus dari makhluk yang lainnya. Di samping itu, manusia juga diciptakan oleh Tuhan
dengan pikiran dan rasa. Tiada makhluk lain, selain manusia yang mempunyai pikiran
dan rasa. Malaikat mempunyai pikiran tetapi tidak mempunyai rasa. Hewan mempunyai
bentuk fisik tetapi tidak mempunai pikiran dan rasa. Hanya manusialah, makhluk ciptaan
Tuhan, yang memiliki bentuk fisik yang bagus, pikiran, dan perasaan. Itulah sebabnya
manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
“ Siapakah aku? “ Konon, orang Jawa yang bijaksana, menjawab pertanyaan itu
dengan pernyataan berikut: “ Aku adalah orang yang piniji, pinilih, dan pinunjul.” . Yang
memiliki arti sebagai berikut:
1. Aku adalah orang yang piniji
Kata Piniji berasal dari bahasa Jawa, yang berarti yang dipercaya, ditugasi, atau
diandalkan. Dalam bahasa Indonesia, siji berarti satu. Ketika seorang manusia akan
menjelma menjadi makhluk, yang konon katanya paling sempurna di antara makhluk
yang lainnya, berjuta-juta sperma berpacu untuk menemui sebuah sel telur dalam indung
telur. Dari berjuta-juta sperma yang berpacu itu, hanya ada satu yang dapat menemui sel
telur itu. Itulah satu-satunya sel sperma, yang dipercaya dan diandalkan, yang nantinya
akan menjelma menjadi manusia. Berarti sperma itulah satu-satunya, dari berjuta-juta
sperma yang berlomba untuk menemui sel telur, yang berhasil memenangkan lomba.
Satu-satunya sperma yang dipercaya dan diandalkan untuk menjelma menjadi ‘aku’,
seorang manusia.
2. Aku adalah orang yang pinilih
Kata Pinilih berasal dari bahasa Jawa yang bermakna terpilih. Ketika kita akan
menjelma dalam wujud manusia, berjuta-juta sperma berlomba untuk berpacu menemui
sang sel telur. Dari berjuta-juta sperma yang berlomba itu hanya ada satu yang terpilih
untuk dapat bertemu dengan sel telur. Itu berarti bahwa perlombaan dari berjuta-juta
sperma itu hanya terpilih satu hingga terwujud aku, sang manusia itu.
3. Aku adalah orang yang pinunjul
Kata Pinunjul dalam bahasa Jawa mempunyai arti lebih dari yang lain. Perlombaan
berjuta-juta sperma untuk menemui sang sel telur membutuhkan perjuangan. Kekuatan,
kecerdasan, kepandaian, keuletan, dan kecepatan sangat diperlukan dalam sebuah
perlombaan. Satu benih sperma yang lebih kuat dari yang lain, lebih cerdas, pandai, ulet,
dan lebih cepat daripada yang lain itulah yang dapat menemui sel telur. Itu berarti,
sperma yang mempunyai kelebihan dari sperma yang lain itulah yang dapat bertemu
dengan sel telur. Dan sperma yang mempunyai kelebihan itulah yang kini menjelma
menjadi ‘ aku’ , manusia itu.
Secara alami, sejak awal manusia diciptakan oleh Tuhan dengan perantara
bertemunya sperma dengan sel telur, sudah diawali dengan perlombaan. Sperma yang
mempunyai kekuatan, kecerdasan, kepandaian, keuletan, dan kecepatan lebih yang dapat
menemui sel telur. Dengan kata lain, yang piniji pinilih, dan pinunjul yang akan muncul
dan memenangkan sebuah perlombaan.
Begitu pula dengan terjelmanya manusia sebagai aku. Sejak awal manusia
diciptakan dengan sebuah perlombaan. Ini berarti sejak awal pula manusia hidup sudah
diamanatkan oleh Yang Maha Pencipta untuk berlomba. Dalam kehidupan berikutnya,
manusia berlomba supaya menjadi manusia pinilih, piniji, dan pinunjul.
Bagaimana dengan Aku Sebagai Manusia?
Pertanyaan tersebut akan muncul ketika ‘aku’ sebagai manusia menyadari
keberadaannya di dunia ini. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta segala
sesuatunya, manusia hidup di dunia ini secara alami mengemban amanah dari Tuhan
sebagai utusan.
“Aku” sebagai manusia utusan Tuhan untuk menjaga dan meneruskan kehidupan
dunia. Untuk menjaga dan meneruskan kehidupan dunia, manusia perlu menggunakan
rasa, raga, logika, norma, dan lain-lain. Semua itu dibutuhkan ketika kita akan
membuktikan kepada dunia bahwa kita bisa menjadi orang yang piniji, pinilih, dan
pinunjul.
Pertanyaan tersebut jika dijawab oleh setiap aku sebagai manusia akan berbeda-
beda. Perbedaan jawaban dari pertanyaan tersebut disebabkan persepsi, tanggapan,
keberadaan, dan aktualitas ‘aku’ sebagai manusia. Bahkan, jika akan menjawab
pertanyaan tersebut, dimungkinkan akan muncul lagi banyak pertanyaan. Pertanyaan itu
antara lain sebagai berikut.
1. Sudahkah aku menjadi orang yang sudah bisa diandalkan? Sudahkah aku bisa
menjadi pengemban amanah yang bisa dipercaya? Sudahkah aku menjadi manusia
yang berarti, bahkan dibutuhkan oleh orang lain di sekitarku? Sudahkah aku sebagai
manusia sudah berarti bagi keluargaku? Sudahkah aku sebagai manusia bisa
bermanfaat bagi lingkunganku? Sudahkah aku bermanfaat bagi diriku sendiri?
2. Sudahkah aku menjadi manusia yang terpilih? Sudah menyenangkankah aku jika
berhubungan dengan orang lain? Benarkah kehadiranku menyenangkan orang-orang
di sekitarku? Benarkah aku sebagai orang yang dipilih oleh manusia di sekitarku
untuk ditunggu keberadaanku? Benarkah aku dibutuhkan oleh orang-orang di
sekitarku?
3. Sudahkah aku mempunyai kelebihan dari orang lain? Sudahkah aku mengetahui
kelebihanku? Apakah aku telah berusaha mengembangkan kelebihanku? Apakah aku
membutuhkan pengakuan dari orang lain tentang kelebihanku? Apakah aku juga
membutuhkan dorongan, pesan, saran, dan sekedar pujian dari orang lain?
Marilah kita pahami diri kita sendiri dengan menjawab berbagai pertanyaan di
atas. Mungkin masih akan muncul lebih banyak pertanyaan lagi. Pertanyaan-pertanyaan
itu tergantung dari perenungan setiap aku sebagai manusia. Aku, sebagai manusia yang
ingin maju, pastilah membutuhkan introspeksi yang nantinya akan berarti bagi kemajuan
diri sendiri. Akhirnya, aku itu akan bermanfaat bagi orang lain.
Siapapun aku, sebagai manusia, tentu mengharapkan menjadi orang yang piniji,
pinilih, dan pinunjul. Hidup adalah perjuangan, perlombaan, dan pengabdian. Siapa pun
aku, yang menyadari keadaan dirinya , dan berusaha untuk menjadi yang terbaik, pastilah
ia akan berusaha untuk mewujudkannya.
Ada beberapa tips agar kita mengetahui siapa diri kita dan akhirnya nanti kita
mampu mengetahui apa potensi diri kita yang akan membawa hidup kita ke dalam
kebahagiaan.
Kenali diri sendiri Buat daftar pertanyaan, seperti: apa yang membuat Anda bahagia;
apa yang Anda inginkan dalam hidup ini; apa kelebihan dan kekuatan Anda; dan apa saja
kelemahan Anda. Kemudian jawablah pertanyaan tersebut secara jujur dan objektif.
Mintalah bantuan keluarga atau sahabat untuk menilai kelemahan dan kekuatan Anda.
Tentukan tujuan hidup Tentukan tujuan hidup Anda baik itu tujuan jangka waktu
pendek maupun jangka panjang secara realistis. Realistis maksudnya yang sesuai dengan
kemampuan dan kompetensi Anda. Menentukan tujuan yang jauh boleh saja asal diikuti
oleh semangat untuk mencapainya.
Kenali motivasi hidup Setiap manusia memiliki motivasi tersendiri untuk mencapai
tujuan hidupnya. Coba kenali apa motivasi hidup Anda, apa yang bisa melecut semangat
Anda untuk menghasilkan karya terbaik dan sebagainya. Sehingga Anda memiliki
kekuatan dan dukungan moril dari dalam diri untuk menghasilkan yang terbaik.
Hilangkan negative thinking Enyahkan pikiran-pikiran negatif yang bisa menghambat
langkah Anda mencapai tujuan. Setiap kali Anda menghadapi hambatan, jangan
menyalahkan orang lain. Lebih baik coba evaluasi kembali langkah Anda mungkin ada
sesuatu yang perlu diperbaiki. Kemudian melangkahlah kembali jika Anda telah
menemukan jalan yang mantap.
Jangan mengadili diri sendiri Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam mencapai
tujuan Anda, jangan menyesali dan mengadili diri sendiri berlarut-larut. Hal ini hanya
akan membuang waktu dan energi. Bangkit dan tataplah masa depan. Jadikan kegagalan
sebagai pengalaman dan bahan pelajaran untuk maju.
HAKEKAT HIDUP
APAKAH HAKEKAT HIDUP ?
Hidup membawa Arti yang berbeda pada orang yang berbeda pula
Hidup diharapkan menjadi jambatan untuk ke akhirat
Banyak manusia di dunia ini tidak mengerti akan hakikat hidupnya yaitu untuk
beribadah kepda Allah, mereka mendustakan ayat-ayat Allah, tidak percaya adanya
kehidupan setelah mati, adanya pembalasan dihari kiamat, adanya surga dan neraka.
Tidak hanya demikian tapi mereka tergolong orang-orang yang suka melakukan
kejahatan, seperti merampok, membunuh, memperkosa dan lain-lain. Orang-orang
tersebut sewaktu mati akan masuk neraka. Disisi lain banyak juga manusia yang mengerti
hakikat hidup yaitu untuk beribadah. Mereka meyakini kebenaran islam dan telah
mengerjakan syariat syariat agama yaitu syahadat, sholat, zakat, puasa, haji juga
membaca Al-Quran, membangun sarana ibadah, membantu orang miskin, menyantuni
anak yatim dan lain-lain. Tetapi apakah yang mereka kerjakan itu bisa mewujudkan apa
yang menjadi angan-angan mereka dan harapan mereka ? Jawabannya tentu tidak, sebab
mereka beribadah tidak berdasarkan ilmu (petunjuk Allah dan utusanya ) , mereka taqlid,
tidak menjaga kemurnian agama, mengikuti apa yang dikerjakan kebanyakan orang dan
angan-angan semata. Orang-orang seperti ini jelas golongan orang-orang yang tersesat,
menentang kepada Allah dan utusannya, apabila mati akan masuk neraka.
Setiap orang yang mendambakan kebahagiaan dunia dan akhirat, pasti akan
berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Namun terkadang kita lupa, bahwa
kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik, sehingga kita selalu merasa bersedih
manakala Allah tidak mengabulkan segala hal yang diinginkan di dunia ini. Akibatnya,
kita berburuk sangka kepada Allah dengan menganggap Allah tidak adil dan tidak
memperhatikan hamba-Nya.
Kehidupan duniawi bisa menyilaukan mata, sehingga banyak orang menggunakan
segala cara agar memperoleh segala kenikmatan dunia ini. Tidak peduli apakah cara yang
ditempuhnya menyalahi syariat Allah atau tidak. Yang penting, semua keinginannya
tercapai. Cara hidup demikian, justru tidak menjamin keselamatan dan kebahagiaan
dunia. Sebaliknya seringkali berbuah kesengsaraan dan malapetaka. Jikapun kita
memperoleh harta yang banyak dengan cara yang tidak sah, maka harta tersebut akan
mencelakakan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
APAKAH HAKEKAT TUJUAN HIDUP?
Tujuan hidup yaitu sesuatu yang merasa sudah anda dapatkan maka anda tidak
akan pernah kehilangannya lagi.
Firman Allah di dalam Al Quran yang mafhumnya: “Tidak Aku jadikan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.... “Beribadah kepada Allah bukanlah
menyembah Allah saja, bukan menjalankan rukun islam yang lima saja, dan berbuat
kebajikan saja, tetapi maknanya jauh dari itu. Beribadah kepada Allah artinya mengabdi
atau bekerja untuk Allah dengan sungguh-sungguh. Allah adalah Raja di Raja di bumi
dan dilangit ini. Sebagai hamba-hamba atau pekerja-pekerja Allah,maka manusia
seharusnya patuh dan taat mengikuti semua peraturan-peraturan Allah bagaimana cara
hidup dan bagaimana cara berkerja di dunia ini. Semua peraturan-peraturan Allah itu
tertulis dalam kitab-kitab sucinya; Taurat,injil dan AL Quran. Al Quran adalah buku
pedoman hidup manusia yang terakir, dan sempurna. Jadi tujuan hidup adalah mengabdi
dan bekerja untuk Allah.
bahwa Tujuan Hidupku adalah mencari TUHAN. Sebab, jika Kau sudah
menemukan Tuhanmu, maka dunia akan berada dalam genggaman tanganmu.
Ketenangan, kebahagiaan, kekayaan, dsb akan dengan mudah diraih.
bahwa untuk mengetahui siapa Tuhanmu, maka Engkau harus mengetahui
terlebih dahulu siapa dirimu sebenarnya. Seperti dalam sebuah hadist, “Kenalilah dirimu,
maka kau akan mengenal siapa Tuhanmu”.
Menurut Alquran, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, termasuk
manusia, hidup didalam naungan hidayah yang terbentuk secara fitri, yang
mengantarkannya kepada Allah. Dari titik tolak inilah Islam berusaha menggiring
pemahaman umat manusia untuk tidak menjadikan dunia ini, sebagai persinggahan
terakhir, namun sebagai starting point untuk menuju kehidupan selanjutnya yang abadi
dan hakiki, akhirat!
APAKAH HAKEKAT KEWAJIBAN HIDUP?
Tugas/kewajiban hidup manusia yang ciptakan oleh Allah sebagi berikut dibawah
ini:
1.“Dialah yang telah menciptakan kamu dari bumi (tanah), dan menjadikan kamu
pemakmurnya. (menghuni dan mengolah hasil bumi untuk kemakmuran umat manusia).
2. Dan Kami ciptakan besi (dan perak, emas, almunium tembaga, minyak, dll) yang
padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (untuk di-
olah), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong agama Nya (Islam) dan Rasul-
Rasul padahal Allah tidak dilihatnya.
3. Allah akan meninggikan orang orang yang beriman di antara mu dan orang orang yang
menuntut ilmu pengetahuan (belajar) beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan
4. ″Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi ini”
.Kalau kita cinta dan takut kepada Allah mari kita rajin belajar dan bekerja untuk
mensejahterakan keluarga,masarakat dan umat islam pada umumnya agar umat-umat lain
dapat mencontoh cara hidup yang benar dari Allah.
APAKAH HAKEKAT PERLUNYA HIDUP?
Sagi seseorang yang beriman kepada Allah maka hidup ini perlu atau berguna
yaitu sebagai aset (saham) untuk kehidupan yang kekal nati.
Makna hidup bagi kebanyakan orang mungkin tidak lebih dari sebuah korelasi
antara manusia dan tuhan, antara manusia dan sesama, dan antara manusia dan
lingkungannya serta makhluk lain yang tercipta secara bersamaan. hidup memang seperti
itulah keadaannya, hidup di dunia pastinya karena tuntutan kita sebagai makhluk
ciptaannya, hidup bukanlah sebuah mimpi buruk bukan pula mimpi yang sangat
menggembirakan dan mengguncang adrenalin kita, hidup adalah sebatas hidup saja,
tinggal bagaiman kita sebagai manusia menjalaninya.
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi”.
Mungkin di dalam kehidupan ini, semua yang terasa semu di pandangan mata
sebenarnya adalah sebuah kenyataan namun banyak yang menapiknya, itulah hidup,
manusia yang jahil serta penuh dengan iming-iming palsu terus-menerus mewarnai
hidupnya dengan berbagai alasan untuk hidup bahagia dengan apapun caranya serta tanpa
pikir-pikir yang bersifat rasional dengan lebih panjang lagi.
Sebenarnya cobalah kita hidup layaknya seekor semut, selalu aman, damai dan
tentram tanpa cek-cok dan tanpa ada sedikit pun kesalah pahaman diantara mereka.
kembali pada konteks awal, bahwasannya hidup adalah hidup, namun hidup bukanlah
milik kita dan bukan kita pula yang mengatur, hidup sudah memiliki jalur-jalurnya
tersendiri yang di berlakukan sang pencipta, kita di tuntut untuk berjalan sesuai jalur itu
tanpa ada harapan untuk menyimpang dari jalur itu.
Hidup ini semakin lama semakin tidak terkendali, dimana jalur-jalur yang telah
ditetapkan sebelumnya walaupun tidak secara langsung diberi terus-menerus di simpangi,
semakin banyak yang tidak peduli dengan ini, karena kebanyakan manusia yang
menyimpang dari jalur tersebut sepertinya tidak merasa bersalah karena tidak adanya
hukum secara langsung yang mereka dapatkan. dalam konteks ini, hidup pada saat
sekarang memang tidak lagi murni dan sehat seperti dahulu kala. terlepas dari tu semua,
dalam kehidupan ini tentunya, kita layaknya seorang manusia pada umumnya haruslah
memiliki motivasi dalam hidup seperti sang harimau yang selalu terobsesi dengan daging
para kambing bahkan banteng-banteng hutan yang malang, motivasi di sini adalah
motivasi dalam kaitannya dengan tujuan hidup, dimana kita sebagai makhluk yang teratas
derajatnya harus memiliki itu agar tentunya hidup ini lebih terasa ada dan berharga.
Banyak dari kita yang menjadikan objek-objek tertentu sebagai motivatornya,
saya sendiripun pernah melakukannya untuk memotivasi diri agar mendapatkan prestasi
yang lebih baik di kelas. orang yang hidup dengan motifasi dan orang yang hidup tidak
dengan itu tentunya jauh memiliki perbedaan, dimana orang yang hidup dengan motivasi
lebih memiliki arah dalam hidupnya, lebih teratur, selaras dan seimbang baik lahir
maupun batin, sedangkan mereka yang tanpa motivasi pastinya dalam hidup cenderung
lebih asal dengan cita-cita yang tak jelas.
Untuk itu dalam hidup yang makin susah ini, dituntut untuk kita agar memiliki
motivasi dalam hidup, pastinya agar tidak kalah dalam melawan kerasnya kehidupan ini.
Kita belajar filsafat saat kita berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan
– pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat kita
sebagai manusia hidup serta apa yang menjadi tujuan hidup kita. Tapi dibalik
itu semua sebenarnya manusia selalu berfilsafat dengan pemahaman yang
mudah dipahami. Jika orang berpendapat bahwa dalam hidup ini material
yang essensial dan mutlak, maka orang tersebut berfilsafat materialisme. Jika
seseorang berpandangan bahwa kebenaran pengetahuan itu sumbernya rasio
maka orang tersebut berfilsafat rasionalisme, demikian juga jika seseorang
berpandangan bahwa dalam hidup ini yang terpenting adalah kenikmatan,
kesenangan dan kepuasan lahiriah maka paham ini disebut hedonisme. Dan
jika seseorang berpandangan bahwa dalam hidup masyarakat maupun negara
yang terpenting adalah kebebasan individu atau dengan kata lain, manusia
adalah makhluk individu yang bebas maka orang tersebut berpandangan
individualisme dan liberalisme.