Contoh Skripsi Kependidikan Islam'
-
Upload
nurhaeni-riski-mei-indarti -
Category
Documents
-
view
64 -
download
3
Transcript of Contoh Skripsi Kependidikan Islam'
-
HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU SMA ISLAM PANGLIMA BESAR
SOEDIRMAN CIJANTUNG JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
SITI SOFIAH 102018224205
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006
id1633250 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
-
HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU SMA ISLAM PANGLIMA BESAR
SOEDIRMAN CIJANTUNG JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
SITI SOFIAH 102018224205
Di bawah Bimbingan :
Drs. Syauki. M.Pd NIP : 150.246.289.
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006
-
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dengan Efektivitas Mengajar Guru SMA Islam Panglima Besar Soedirman
Cijantung Jakarta Timur telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Nopember
2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana program Strata Satu (S1) pada jurusan Kependidikan Islam Manajemen
Pendidikan.
Jakarta,14 Nopember 2006
Sidang Munaqosah,
Dekan Pembantu Dekan I Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Prof. DR. Dede Rosyada, MA Prof. DR. H. Aziz Fahrurrozi, MA NIP. 150.231.356 NIP. 150.202.343
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs. Hasyim Asy'ari, M.Pd Abdul Rozak, M.Si NIP. 150.260.265 NIP. 150.277.689
-
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa. Yang telah melimpahkan anugerah
yang tak terhingga kepada setiap hamba-Nya. Yang telah memberikan pengetahuan
kepada hamba-Nya untuk menjadi manusia yang berilmu. Shalawat dan salam penulis
ucapkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia
dari kegelapan hingga terang benderang, dari zaman kebodohan sampai zaman
teknologi sekarang ini.
Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang
berjudul Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Efektivitas
Mengajar Guru SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta
Timur. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada. MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Dra. Yefnelty Z. M.Pd, Ketua Jurusan Kependidikan Islam.
3. Drs. H. Muarif Sam. M.Pd, Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam.
4. Drs. Syauki. M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Islam dan
pembimbing skripsi terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk
membimbing, mengarahkan dan memberikan ilmu dan nasehat yang berguna
bagi penulis.
5. Seluruh dosen KI-MP, terima kasih atas nasehat dan ilmu yang diberikan
kepada penulis.
id1709046 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
-
iii
6. Staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan atas jasa peminjaman buku-buku kepada penulis.
7. Drs. H. Syamsudin Hasibuan, Kepala SMA Islam Panglima Besar Soedirman.
8. Dewan guru dan karyawan SMA Islam Panglima Besar Soedirman atas
bantuannya kepada penulis selama penelitian.
9. Mundari H. Marzuki dan Siti Rohmah, yang tiada henti mendoakan penulis
untuk menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.
10. Kakak-kakakku tercinta terima kasih atas dukungan moril dan materil kepada
penulis serta keponakanku yang selalu menghibur.
11. Teman-teman KI-MP angkatan 2002, teruslah berjuang kawan untuk
mencapai cita-cita selama Allah masih memberikan kesempatan untuk kita.
Mudah-mudahan amal baik kalian diterima Allah SWT. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca.
Jakarta, 16 Februari 2007
Penulis
-
iv
DAFTAR ISI
Pengesahan .................................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iv
Daftar Tabel dan Lampiran.......................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah............................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 6
1.3. Sistematika Penulisan ................................................. 7
BAB II KAJIAN TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTES
2.1. Kepemimpinan .............................................................. 8
2.1.1. Definisi Kepemimpinan .............................................. 8
2.1.2. Kompetensi Kepemimpinan........................................ 10
2.1.3.Gaya Kepemimpinan.................................................... 18
2.2. Efektivitas Mengajar ...................................................... 34
2.2.1. Definisi Efektivitas Mengajar ..................................... 34
2.2.2. Indikator Efektivitas Mengajar ................................... 39
2.2.3. Tolok Ukur Efektivitas Mengajar ............................... 43
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Mengajar ..... 46
2.3. Kerangka Berfikirdan Hipotesis..................................... 53
2.3.1. Kerangka Berfikir........................................................ 53
-
v
2.3.2. Hipotesis...................................................................... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian ........................................................... 56
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 56
3.3. Populasi Penelitian......................................................... 56
3.4. Variabel Penelitian ......................................................... 56
3.5. Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 57
3.6. Kisi-kisi Instrumen......................................................... 58
3.7. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 59
3.8. Teknik Analisa Data....................................................... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Situasi dan Kondisi Objek.............................................. 64
4.2. Deskripsi Data................................................................ 76
4.3. Analisa dan Interpretasi Data ......................................... 79
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .................................................................... 84
5.2. Saran-saran..................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85
-
vi
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN
Tabel 1 : Kisi-kisi Instrumen Tabel 2 : Interpretasi Korelasi Product Moment Tabel 3 : Keadaan Tenaga Kependidikan Guru dan Non Guru Tabel 4 : Keadaan Siswa Tabel 5 : Kurikulum yang Digunakan Tabel 6 : Keadaan Sarana Prasarana Tabel 7 : Daftar Jumlah Nilai Hasil Angket Variabel X dan Y Tabel 8 : Korelasi Variabel X dan Y Tabel 9 : Skor Nilai Variabel Y Tabel 10 : Skor Nilai Variabel X Lampiran 1 : Skor Nilai Variabel X Lampiran 2 : Skor Nilai Variabel Y Lampiran 3 : Pedoman WawancaraSurat Keterangan Angket Lampiran 4 : Hasil WawancaraAngket Penelitian
Lampiran 5 : Surat Keterangan Angket Lampiran 6 : Angket Penelitian Lampiran 7 : Kepala Sekolah Lampiran 8 : Surat Pengesahan Proposal Judul Skripsi Lampiran 9 : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 10 : Surat Perpanjangan Waktu Bimbingan Skripsi Lampiran 11 : Surat Perubahan Judul Skripsi Lampiran 12 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 13 : Surat Keterangan Penelitian dari SMA Panglima Besar Soedirman
-
8
BAB II
KAJIAN TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Definisi Kepemimpinan
Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pemimpin suatu organisasi
memainkan peranan yang amat penting, dan sangat menentukan dalam usaha
pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Seorang pemimpin
baik individu maupun sebagai suatu kelompok tidak mungkin dapat bekerja dengan
sendiri. Pimpinan membutuhkan kelompok orang lain yang disebut bawahan yang
digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengabdian dan
sumbangsihnya kepada organisasi. Pengabdian tersebut dapat direalisasikan dengan
cara bekerja yang efisien, efektif, dan produktif.
Menurut Kamus Bahasa Inggris kepemimpinan diambil dari kata lead yang
berarti memimpin, sedangkan leader adalah seorang pemimpin dan leadership adalah
kepemimpinan.1
Ngalim Poerwanto mengutip beberapa definisi kepemimpinan dari Prajudi
Atmosudirdjo sebagai berikut :
1. Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu kepribadian seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohkannya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh yang tertentu, suatu
1 John. M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : Gramedia )
h.351
id1729890 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
-
9
kekuatan atau wibawa, yang demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang mau melakukan apa yang dikehendakinya.
2. Kepemimpinan adalah suatu seni (art), kesanggupan (ability) atau teknik (technique) untuk membuat sekelompok orang bawahan dalam organisasi formal atau para pengikut atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti atau mentaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya atau bahkan berkorban untuknya.
3. Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu bentuk persuasi suatu seni pembinaan kelompok orang-orang tertentu, biasanya melalui human relation dan motivasi yang tepat, sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau bekerjasama dan membanting tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan organisasi.2
Hoy dan Miskel mengutip beberapa definisi dari beberapa sumber : 1. Kepemimpinan adalah kekuatan (power) yang didasarkan atas tabiat /watak
seseorang yang memiliki kekuasaan lebih, biasanya bersifat normatif. 2. Kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk
mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi untuk mengubah tujuan-tujuan dan sasaran organisasi.
3. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi menuju kepada penentuan dan pencapai tujuan.3
Menurut Burhanuddin yang mengutip pendapat Good, kepemimpinan adalah
the ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage other, yang berarti
kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk
mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar
mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama.4
Ada banyak definisi tentang kepemimpinan. Tetapi pada dasarnya
kepemimpinan berarti mempengaruhi orang lain. Sebagian besar perspektif leadership
memandang pemimpin sebagai sumber pengaruh. Pemimpin dalam memimpin pada
2 Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya),
Cet.XII, 2003, h. 25-26 3 Ibid, h. 26-27
4 Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta
: Bumi Aksara), Cet ke-1, 1994, h. 62
-
10
dasarnya mempengaruhi dan para pengikut mengikuti sebagai pihak yang
dipengaruhi. Pada dasarnya pula kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk
menggerakkan sekelompok orang menuju ke suatu yang telah ditetapkan/disepakati
bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara
yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya seorang pemimpin yang baik mampu
menggerakkan orang-orang menuju tujuan jangka panjang dan benar-benar
merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang terbaik juga.
Selain itu kepemimpinan juga merupakan suatu kemampuan untuk
menjalankan pekerjaan melalui orang lain dengan mendapatkan kepercayaan dan
kerja sama. Hampir semua aspek pekerjaan dipengaruhi dan tergantung pada
kepemimpinan.
Dari beberapa teori yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah sifat-sifat kepribadian seseorang termasuk didalamnya
kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka menyakinkan yang
dipimpinnya agar mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya dengan rela, penuh semangat serta tidak merasa terpaksa. Suatu
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, membimbing,
mengarahkan serta mengelola baik individu maupun kelompok dengan segala ilmu
yang ada agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya suatu tujuan bersama.
2.1.2 Kompetensi Kepemimpinan
Robert C. Bog sebagaimana dikutip oleh Dirawat dkk mengemukakan empat
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan, yaitu :
-
11
1. Kemampuan mengorganisasikan dan membantu staf di dalam merumuskan
perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk program yang lengkap.
2. Kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri
sendiri, guru-guru dan anggota staf sekolah lainnya.
3. Kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam mengajukan
dan melaksanakan program-program supervisi.
4. Kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru serta segenap staf
sekolah lainnya agar mereka dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab
berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha-usaha sekolah untuk mencapai
tujuan sekolah sebaik-baiknya.5
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kompetensi dasar
kepemimpinan yaitu :6
1. Ketrampilan Teknis (Technical Skill)
Ketrampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode dan teknik
tertentu dalam menyelesaikan suatu tugas-tugas tertentu. Dalam prakteknya,
keterlibatan seorang pemimpin dalam setiap bentuk technical skill disesuaikan
dengan status/tingkatan pemimpin itu sendiri.
Ketrampilan teknis ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik-teknik tertentu dalam
menyelesaikan tugas secara spesifik. Ketrampilan yang dimaksud misalnya : menulis
5 Moch. Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan dan Biaya Pendidikan, (Bandung
:Alfabeta), 2004, Cet ke-2, h.88 6 Ibid, h.89-91
-
12
satuan pelajaran, mengembangkan pengajaran unit, melengkapi sarana pusat sumber
belajar, menyusun jadwal supervisi klinis, menyiapkan agenda pertemuan, mengetik.
Kegiatan teknis ini selalu hadir dalam setiap situasi administratif dan supervisi.
Namun keterlibatan seorang pemimpin dalam bentuk technical skill ini semestinya
disesuaikan dengan status/tingkatan pemimpin. Dalam arti semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam struktur organisasi maka secara proporsional ketrampilan teknisnya
menjadi kurang penting.7
2. Ketrampilan manusiawi (Human Skill)
Ketrampilan ini menunjukkan kemampuan seorang pemimpin di dalam
bekerja dengan orang lain secara efektif untuk membina kerjasama. Untuk mencapai
kemampuan ini pemimpin harus dapat mengenal dirinya sendiri akseptansi diri dan
sesama orang lain. Ketrampilan manusiawi sangat strategis untuk dapat memperoleh
produkvitas organisasi yang tinggi, karena dalam implementasinya terwujud pada
upaya bagaimana seorang pemimpin mampu memotivasi bawahan.
Pengetahuannya didasarkan pada bagaimana membangun kepemimpinan yang
efektif itu, memotivasi bawahan, pengembangan sumber daya manusia. Kunci
keberhasilan pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya dilihat dari kemampuan
dalam melaksanakan ketrampilan yang berhubungan dengan manusia. 8
Ketrampilan manusiawi ternyata sangat menentukan pola hubungan antara
kepala sekolah selaku pemimpin dengan guru sebagai bawahan. Kepala sekolah yang
7 Burhanuddin, Op.Cit, h.91
8 Ibid
-
13
mampu menggunakan ketrampilan ini akan dapat memahami perbedaan kematangan
bawahan, yang berarti pula memahami tingkat kesiapan setiap guru dalam menerima
dan menjalankan tugas yang akan diberikan. Hal ini sangat berguna bagi kepala
sekolah dalam rangka pengembangan profesionalisme guru, karena pemahaman
tingkat kematangan bawahan menjadikan dasar dalam memutuskan kegiatan
pengembangan seperti apa yang paling sesuai.
3. Ketrampilan konseptual (Conseptual Skill)
Ketrampilan ini menunjukkan kemampuan dalam berfikir, seperti menganalisa
suatu masalah, memutuskan dan memecahkan masalah dengan baik. Untuk dapat
menerapkan ketrampilan ini pemimpin dituntut memiliki pemahaman yang utuh
terhadap organisasinya. Tujuannya agar ia dapat bertindak secara selaras dengan
tujuan organisasi secara menyeluruh atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompoknya
sendiri.
Kepala sekolah sebagai pemimpin dituntut pula kemampuannya dalam
memandang organisasi sekolahnya sebagai suatu totalitas, sebagai suatu sistem yang
terdiri dari komponen-komponen maupun program pendidikan di sekolahnya sebagai
suatu sistem pengajaran. Semakin tinggi kedudukan orang di organisasi, maka
ketrampilan tersebut semakin penting pula.9
9 Ibid, h. 93
-
14
Kimball Wiles mengelompokkan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan
kepala sekolah dalam membina situasi pendidikan dan pengajaran menjadi 5 jenis
ketrampilan, yaitu :10
1. Ketrampilan di dalam kepemimpinan (skill in leadership)
Dengan kekuatan kedudukan saja tidak dapat menjamin seorang pemimpin
dapat mengorganisir unit-unit organisasi maupun anggota kelompok secara
berhasil. Sukses tidaknya seorang pimpinan sangat ditentukan oleh
kemampuannya dalam mengaplikasikan fungsi-fungsi kepemimpinannya ke
dalam proses kerjasama administratif maupun supervisi. Pada hakikatnya fungsi
kepemimpinan yang harus dijalankan itu meliputi : usaha mempengaruhi,
mendorong, menggerakkan, membimbing dan mengarahkan orang lain agar orang
tersebut mau menerima pengaruh itu serta secara suka rela/antusias berbuat
sesuatu untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan.
2. Ketrampilan dalam hubungan manusiawi (skill in human relation)
Pemimpin berfungsi sebagai penggerak dari semua sumber dan alat-alat yang
tersedia baik human maupun non human resources. Tanpa kehadiran pemimpin,
mustahil kelompok orang-orang dalam organisasi itu dapat digerakkan secara
efektif. Bahkan ada yang mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi
sangat tergantung atas kemampuan para anggota pimpinannya untuk
menggerakkan sumber-sumber dan alat-alat tersebut sehingga penggunaannya
berjalan dengan efisien, ekonomis dan efektif. Dalam hal ini peranan hubungan
10 Ibid, h.93 - 98
-
15
manusiawi sangatlah berpengaruh terhadap kegiatan administrasi dan manajemen.
Untuk merealisasikan ketrampilan dalam hubungan manusiawi ini dapat
dilakukan dengan usaha-usaha konkret sebagai berikut :
1) Menanamkan dan memupuk sikap menghargai sesama anggota organisasi.
2) Mengembangkan perasaan saling mempercayai dengan anggota yang
dipimpin maupun antar anggota itu sendiri.
3) Membantu guru-guru meningkatkan perkembangan sikap profesionalnya ke
arah yang lebih baik.
4) Memupuk rasa persaudaraan yang terjalin lewat kegiatan organisasi.
5) Menghilangkan rasa saling mencurigai terhadap anggota maupun antara
sesama anggota organisasi.
3. Ketrampilan dalam proses kelompok (skill in group process)
Kegiatan kepemimpinan berlangsung dalam situasi yang saling bergantungan
antara unsur organisasi satu dan unsur yang lain. Terutama antara pimpinan dan
orang yang dipimpin terjalin suatu ikatan ketergantungan antara dua pihak. Situasi
kepemimpinan muncul karena adanya orang-orang yang dipimpin. Sebaliknya
kelompok tanpa pemimpin dapat dikategorikan hanya sebagai kumpulan orang-
orang belaka yang tidak punya pedoman, tujuan dan kendali tertentu, bahkan
tidak akan terjadi interaksi di dalamnya. Dan secara esensial, kepemimpinan itu
adalah suatu kualitas daripada proses kelompok. Atau dengan ungkapan lain :
kepemimpinan merupakan fungsi/hasil interaksi yang terjadi dalam kelompok
yang terorganisir. Oleh sebab itu, dapat tidaknya seorang pemimpin menciptakan
-
16
situasi kepemimpinan yang aktual sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam
mengatur proses kelompok yang dipimpin. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala
sekolah hendaknya mampu menggalang kerjasama yang harmonis di tengah-
tengah anggota kelompok dan berusaha menerapkan proses kepemimpinan yang
demokratis, terutama dalam aktivitas penganalisaan masalah dan pengambilan
keputusan. Konkretnya, wujud daripada ketrampilan dalam proses kelompok akan
terlihat dalam setiap kesempatannya memimpin kegiatan-kegiatan kelompok
seperti : diskusi, seminar, lokakarya ataupun musyawarah kerja. Ia harus memiliki
ketrampilan dalam :
1) Membangkitkan semangat kerja dalam kelompok.
2) Merumuskan bersama tujuan yang akan dicapai.
3) Merencanakan bersama.
4) Mengambil keputusan bersama.
5) Menciptakan tanggung jawab bersama.
6) Menilai dan merevisi bersama rencana-rencana ke arah terwujudnya
tujuan yang telah ditetapkan bersama.
4. Ketrampilan dalam administrasi personil (skill in personal administration)
Walaupun di satu pihak, proses pengangkatan, pengadaan dan pembinaan
pegawai itu biasanya dilaksanakan oleh aparat pemerintah tertentu, bukan berarti
para pimpinan organisasi tidak perlu memahami dan menguasai strategi dan
taktik-taktik dalam mengadakan maupun membina personilnya. Seorang
pemimpin tidak hanya berhadapan langsung pada urusan material, akan tetapi
-
17
menyangkut pula sektor-sektor lain di bidang kepegawaian yang secara sistematis
menuntut penanganan khusus, mulai dari proses pengadaannya sampai dengan
pemberhentiannya. Kunci keberhasilan organisasi terletak pada aspek manusia.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus pula mengerti dan mampu mengelola
kegiatan kepegawaian itu. Dalam hal ini pengelolaan kepegawaian dibatasi
sebagai segenap aktivitas penggunaan tenaga manusia dalam usaha kerjasama
untuk mencapai tujuan. Kegiatan ini meliputi : penerimaan, pengembangan,
pemberian balas jasa dan pemberhentian.
5. Ketrampilan dalam penilaian (skill in evaluation)
Seorang pemimpin di bidang pendidikan hendaknya mempunyai kecakapan
dalam menilai diri sendiri, orang lain maupun program yang telah
diselenggarakan. Dengan demikian ia dapat membina dirinya sendiri, membantu
orang-orang yang dipimpinnya mengadakan perbaikan. Di samping itu, bersama
stafnya ia dapat memonitor, menilai program yang dilaksanakan maupun hasil
yang dicapai itu : apakah sesuai dengan rencana semula. Hasil penilaian ini akan
dijadikan bahan pertimbangan untuk mengadakan modifikasi program
penyempurnaan langkah-langkah kegiatan, demi terwujudnya cita-cita organisasi
yang sesungguhnya.
Pentingnya ketrampilan dalam penilaian ini akan jelas terlihat manakala
dihubungkan dengan tugas-tugas kepemimpinan lainnya. Melalui ketrampilan ini
pemimpin dapat menemukan jawaban dari hambatan kegiatan yang dilakukan.
Sehingga akan memungkinkan terbentuknya langkah-langkah perbaikan dan
-
18
pembinaan program. Dalam jenis ketrampilan penilaian ini seorang pemimpin
harus mampu :
1. Merumuskan tujuan dan norma untuk mempertimbangkan perubahan.
2. Mengumpulkan data perubahan.
3. Meneliti seberapa jauh standar yang telah ditetapkan dapat dicapai.
4. Mengadakan modifikasi, dan hasil penilaian.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin mempunyai sikap dan perilaku tertentu dalam menjalankan
fungsi kepemimpinannya. Banyak para ahli membicarakan sikap, sikap diperoleh
seorang bukan melalui orang tua atau warisan, melainkan lebih banyak ditentukan
dan dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, dan pergaulan. Gaya kepemimpinan
adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.11
Gaya kepemimpinan berkaitan dengan cara seseorang pemimpin melakukan
kegiatannya dalam membimbing, menggerakkan, mempengaruhi dan mengerahkan
para bawahannya kepada suatu tujuan tertentu.12
Gaya kepemimpinan menyangkut pola atau konstelasi tingkah laku
kepemimpinan yang mengkarakterisasi seorang pemimpin. Hal itu terjadi karena
11 E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung:Rosdakarya), h.108
12 Onong Uchyana, Psikologi Manajemen, (Bandung : Alumni), 1985, h.144
-
19
setiap pemimpin merasa sangat enak dengan suatu gaya tertentu dan cenderung
konsisten dalam penggunaannya.13
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang
khas pada saat mempengaruhi bawahannya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk
dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok
membentuk gaya kepemimpinannya. Secara teoritis telah banyak dikenal gaya
kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Untuk
memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dilihat dari tiga pendekatan utama
yaitu :
1). Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang
pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri yang dimiliki oleh pemimpin
sejak lahir. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan,
bukan karena dibuat atau dilatih. Ghizeli dan Stogdil mengemukakan adanya lima
sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin, yaitu : kecerdasan, kemampuan
mengawasi, inisiatif, ketenangan diri dan kepribadian. Sementara Thierauf
mengemukakan 16 sifat kepemimpinan yaitu : kecerdasan, inisiatif, daya khayal,
bersemangat, optimisme, individualisme, keberanian, keaslian, kesediaan menerima,
13 N.A. Ametembun, Organisasi dan Kepemimpinan Suatu Pendekatan dan Tingkah Laku,
(Bandung : IKIP), 1985, h.48
-
20
kemampuan berkomunikasi, rasa perlakuan yang wajar terhadap sesama, kepribadian,
keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi dan ketenangan diri.14
Sifat-sifat yang terdapat dalam individu pemimpin yang tidak terpisahkan
seperti intelegensi, diangap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi yang lain.
Karena tidak semua orang memiliki sifat yang sama. Oleh karena itu pendekatan sifat
tampaknya tidak mampu menjawab berbagai persoalan di sekitar kepemimpinan.
Sebagai contoh, adakah kombinasi optimal dari sifat kepribadian dalam menentukan
keberhasilan pemimpin?. Apakah sifat-sifat kepribadian itu mampu mengindikasikan
kepemimpinan yang potensial ?. Apakah karakteristik itu dapat dipelajari atau telah
ada sejak seseorang lahir ?.15 Ketidakmampuan pendekatan ini dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut menyebabkan ada pendekatan lain.
2). Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku ini dapat dikaji melalui beberapa studi yaitu :
1). Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai dua dimensi utama dari
perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif dan perhatian.
Pembuatan inisiatif menggambarkan bagaimana seseorang pemimpin memberi
batasan dan struktur terhadap peranannya dan peran bawahannya untuk mencapai
tujuan. Adapun konsiderasi menggambarkan derajat dan corak hubungan seorang
pemimpin dengan bawahannya yang ditandai dengan saling percaya, menghargai dan
14 M. Ngalim Poerwanto,Op.Cit, 31
15 E.Mulyasa ,Op.Cit,h. 108-109
-
21
menghormati bawahannya. Dengan mengkombinasikan dua dimensi ini dapat
dibedakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut : 1). Perhatian rendah,
pembuatan inisiatif rendah 2). Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah.
3). Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif tinggi. 4). Perhatian rendah, pembuatan
inisiatif tinggi.
2). Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Studi ini mengidentifikasikan dua konsep yaitu orientasi bawahan dan
produksi. Pemimpin yang berorientasi kepada bawahan sangat memperhatikan
bawahan, mereka merasa bahwa setiap karyawan itu penting, dan menerima
karyawan sebagai pribadi. Sementara pemimpin yang menekankan pada produksi,
sangatlah memperhatikan produksi dan aspek-aspek tehnik kerja, bawahan dianggap
sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.
3). Jaringan Manajemen
Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni perhatian
pada produksi di satu pihak dan perhatian pada orang lain di pihak lain. Perhatian
pada produksi atau tugas adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu keputusan,
prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja dan jumlah pengeluaran. Perhatian pada
orang-orang adalah sikap pemimpin yang memperhatikan keterlibatan bawahan
dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam hal ini aspek-aspek yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan harga diri bawahan, tanggung jawab berdasarkan kepercayaan,
suasana kerja yang menyenangkan dan hubungan yang harmonis.
-
22
4). Sistem Kepemimpinan Likert
Sistem kepemimpinan likert ini dapat dilihat melalui empat sistem yaitu :
Sistem 1 ; dalam sistem ini pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit
kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahannya dan bersikap
paternalistik. Cara pemimpin memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan
dan hukuman, kadang-kadang memberi penghargaan secara kebetulan. Pemimpin
dalam sistem ini, hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah dan
hanya membatasi proses pengambilan keputusan ditingkat atas saja.
Sistem 2 ; dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati.
Pemimpin yang termasuk dalam sistem ini mempunyai kepercayaan yang
terselubung, percaya pada bawahan, atau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan
pemberian hukuman, memperoleh adanya komunikasi ke atas, mendengarkan
pendapat, ide-ide dari bawahan, serta memperbolehkan adanya delegasi wewenang
dalam proses keputusan. Dalam sistem ini bawahan merasa tidak bebas untuk
membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan dengan atasan.
Sistem 3 ; pemimpin dalam sistem ini mempunyai sedikit kepercayaan pada
bawahan, biasanya kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan, dan
masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang
dibuatnya. Pemimpin bergaya ini mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan
hukuman dan juga berkehendak melakukan partisipasi. Dia juga suka menetapkan
dua pola hubungan komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dalam hal ini dia
membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tetapi keputusan yang
-
23
mengkhususkan pada tingkat bawah. Dalam sistem ini bawahan merasa sedikit bebas
untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan pekerjaan bersama atasannya.
Sistem 4 ; dalam sistem ini, pemimpin mempunyai kepercayaan yang
sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu mengandalkan
bawahan untuk mendapatkan ide-ide serta mempunyai niat untuk mempergunakan
bawahan secara konstruktif. Memberi penghargaan yang bersifat ekonomis
berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan, terutama
dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan.
3). Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya
menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini
kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi daripada sebagai kualitas pribadi, dan
merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi
tertentu.
Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa
variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan dalam menentukan gaya
kepemimpinan yang paling cocok. Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai
gaya kepemimpinan yang paling efektif yang diterapkan dalam situasi tertentu.
Ada beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini :
1). Teori Kepemimpinan Kontingensi
Seseorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang
dimiliki, tetapi juga karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara
-
24
pemimpin dengan situasi. Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri
pemimpin maupun kepada keadaan organisasi. Menurut Feidler tak ada gaya
kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi, ada tiga faktor yang perlu
dipertimbangkan, yaitu : hubungan antara pemimpin dengan bawahan, struktur tugas
dan kekuasaan yang berasal dari organisasi.
2). Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi
Ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan,
yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang, dan dimensi efktivitas
3). Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi,
yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas, perilaku
hubungan dan kematangan. Perilaku tugas merupakan pemberian petunjuk oleh
pemimpin terhadap bawahan meliputi penjelasan tertentu, apa yang harus dikerjakan,
bilamana, dan bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara ketat.
Perilaku hubungan merupakan ajakan yang disampaikan oleh pemimpin melalui
komunikasi dua arah yang meliputi mendengar dan melibatkan bawahan dalam
pemecahan masalah. Adapun kematangan adalah kemampuan dan kemauan bawahan
dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
Dari tiga faktor tersebut, tingkat kematangan bawahan merupakan faktor yang paling
-
25
dominan. Karena itu tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin
dalam hubungannya dengan bawahan.16
Dari beberapa pendekatan tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan seseorang tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dalam
jabatannya seperti terlihat dari peningkatan kemampuan atau ketrampilan yang dapat
dikembangkan, meskipun mungkin tidak mencapai titik kemampuan yang terpendam
dalam dirinya. Gaya kepemimpinan itu menuntut adanya kemahiran untuk membaca
situasi seperti yang berkaitan dengan iklim kerja di dalam organisasi, yang sering
menampakkan gejalanya dalam berbagai bentuk seperti absentisme yang tinggi,
banyaknya pegawai yang minta berhenti, disiplin yang rendah, produktivitas yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa gaya kepemimpinan kepala
sekolah adalah sikap dan perilaku kepala sekolah terhadap bawahan dalam mencapai
tujuan organisasi sekolah. Setiap pemimpin mempunyai berbagai macam gaya
kepemimpinan yang diterapkan ke dalam organisasi. Pemimpin mungkin memiliki
gaya kepemimpinan demokratis atau otokratis. Pemimpin yang baik akan
mengkomunikasikan energinya, antusiasmenya, ambisinya, kesabarannya,
kesukaannya dan arahannya demi mencapai tujuan yang diharapkan.
16 Ibid. Hal 112 -115
-
26
2.1.3.1 Kepemimpinan Otokratis
Secara etimologis, otoriter berarti berkuasa sendiri, sewenang-wenang.
Sedangkan secara terminologis kepemimpinan otoriter adalah menempatkan
kekuasaan ditangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka
tetap ada seorang yang berkuasa 17
Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai diktator
terhadap anggota kelompoknya. Baginya pemimpin adalah menggerakkan dan
memaksa seseorang. Kekuasaan pemimpin yang otokrasi hanya dibatasi oleh undang-
undang. Penafsirannya sebagai pemimpin tidak lain adalah menunjukkan dan
memberi perintah. Kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankannya,
tidak boleh membantah ataupun mengajukan saran.18
Pemimpin yang otokrasi tidak menghendaki rapat-rapat atau musyawarah.
Berkumpul atau rapat berarti untuk menyampaikan instruksi-instruksi. Setiap
perbedaan pendapat di antara anggota-anggota kelompok diartikan sebagai kepicikan,
pembangkangan atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah
ditetapkannya.19
Dalam tindakan dan perbuatannya ia tidak dapat di ganggu gugat. Kekuasaan
yang berlebihan ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik, sikap asal bapak
senang atau sikap sumuhan dawuh terhadap pemimpin dan kecenderungan untuk
17 Hadari Nawawi & Martini Hadari, Kepemimpinan yang Efektif, (Yogyakarta : Gajah
Mada University Press), 2002, Cet ke-3, h.94 18
Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 48 19
Ibid, h.48-49
-
27
mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung. Dominasi yang
berlebihan ini akan menimbulkan sifat apatis, sifat agresif pada anggota kelompok
terhadap pemimpinnya.
Pemimpin yang bertipe demikian dipandang sebagai orang yang memberikan
perintah dan mengharapkan pelaksanaannya secara dogmatis dan selalu positif.
Dengan segala kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti bawahannya dengan
jalan memberikan hukuman tertentu bagi yang berbuat negatif, dan hadiah untuk
seorang bawahan yang bekerja dengan baik.20
Beberapa pemimpin otoriter dinilai sebagai benevolent autocrats (pseudo
democratic). Meskipun mereka nampaknya mendengarkan saran-saran/pendapat-
pendapat para anggota kelompok sebelum keputusan dicapai, toh pada akhirnya
keputusan yang diambil adalah atas dasar pendapat mereka sendiri. Mereka
barangkali mempunyai keinginan untuk mendengarkan dan mempertimbangkan ide-
ide bawahan, namun manakala suatu keputusan dibuat, mungkin lebih otoriter dari
pada sebelumnya.21
Seorang pemimpin yang otoriter bersifat ingin berkuasa, sehingga suasana di
sekolah selalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi kebebasan kepada
anggota kelompok untuk turut ambil bagian dalam memutuskan suatu persoalan.
Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberi kesempatan
20 Burhanuddin, Op.Cit, h.99
21 Ibid, h.100
-
28
untuk mengeluarkan pendapat mereka. Kepala sekolah bebas membuat suatu
peraturan sendiri dan peraturan tersebut harus ditaati dan diikuti oleh anggota.
Salah satu contoh, kepala sekolah yang kurang mau mendengarkan atau
mengindahkan pendapat-pendapat, ide-ide dan saran-saran yang kreatif dari guru-
guru atau staf sekolah yang dipimpinnya. Dalam rapat-rapat sekolah maka kepala
sekolah tersebut hanya memajukan dan melaksanakan ide-ide dan keinginannya
sendiri saja untuk diterima dan dijadikan rapat.
Akibat negatif yang dapat ditimbulkan kepemimpinan otoriter antara lain :
1. Guru menjadi manusia penurut yang tidak berani mengambil keputusan
sehingga sangat tergantung pada pimpinan atau kepala sekolah.
2. Kesediaan guru, staf dan murid bekerja keras bersifat terpaksa dan berpura-
pura karena didasari rasa tertekan, takut dan ketegangan karena terus
menerus dibayangi dengan sanksi dan hukuman.
3. Sekolah menjadi bersifat statis.22
Kepemimpinan otoriter menimbulkan suasana kaku, tegang, mencekam,
menakutkan sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya ketidakpuasan.
Kepemimpinan otoriter juga memberikan keuntungan antara lain : disiplin dapat
dikontrol dengan baik, semua pekerjaan dapat berlangsung secara tertib dan teratur,
cepat serta tegas dalam membuat keputusan dan tindakan sehingga untuk sementara
produktifitas dapat naik.
Adapun ciri seorang pemimpin yang otokratis adalah :
22 Hadari Nawawi & Martini Hadari, Op.Cit, h.94
-
29
1. Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi
2. Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
3. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata
4. Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik
5. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya
6. Cara menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat
mencari kesalahan/menghukum.23
2.1.3.2 Kepemimpinan laissez faire
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan tipe kepemimpinan otoriter.
Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang
dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak
dan kepentingan masing-masing. Semua kebijaksanaan, metode dan sebagainya
menjadi hak sepenuhnya dari orang yang dipimpin, seluruh kegiatan tersebut
berlangsung tanpa dorongan, bimbingan dan pengaruh dari pimpinan.
Pimpinan dalam gaya situasi ini berpendapat bahwa tugasnya adalah menjaga
dan menjamin kebebasan tersebut serta menyediakan segala kebutuhan dan fasilitas
yang dibutuhkan organisasi. Dalam kepemimpinan seperti ini setiap terjadi kekeliruan
atau kesalahan maka pimpinan selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta
menetapkan keputusan dalam setiap kegiatan.
Suasana kerja seperti ini akan menimbulkan berbagai hal negatif, antara lain :
menimbulkan kekacauan dalam pelaksanaan tugas, karena pejabat bekerja secara
23 Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 50-51
-
30
masing-masing, anggota kelompok tidak merasakan ada kepemimpinan dalam
kelompoknya, apabila muncul masalah maka tidak pernah terpecahkan sampai tuntas
dan memuaskan, banyak program atau pekerjaan tertunda.24
Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
pimpinan.Tipe ini diartikan sebagai membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya.
Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi
terhadap pekerjaan anggotanya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan kepada
anggota kelompok, tanpa petunjuk atau saran dari pimpinan.
Dengan demikian mudah terjadi kekacauan. Tingkat keberhasilan organisasi
atau lembaga yang dipimpin dengan gaya seperti ini semata-mata disebabkan karena
kesadaran dan dedikasi dari beberapa anggota kelompok bukan karena pengaruh dari
pemimpinnya. Di dalam tipe kepemimpinan ini, biasanya struktur organisasinya tidak
jelas dan kabur. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa
pengawasan dari pimpinan.
Pemimpin demikian biasanya mempunyai ketergantungan yang besar pada
anggota kelompok untuk menetapkan tujuan-tujuan dan alat-alat/cara mencapainya.
Pemimpin pada gaya ini menganggap bahwa peranan mereka sebenarnya sebagai
orang yang berusaha memberikan kemudahan kerja para pengikut, umpama dengan
jalan menyampaikan informasi kepada orang-orang yang dipimpinnya, serta sebagai
penghubung dengan lingkungan yang ada di luar kelompok.
24 Tim Penyusun FISIP UT, Materi Pokok Kepemimpinan, (Jakarta : Universitas Terbuka),
1988, Cet ke-1, h.211
-
31
Dari uraian tersebut dapat diketahui ciri-ciri dari kepemimpinan Laissez -Faire
sebagai berikut :
1) Tidak yakin pada kemampuan sendiri
2) Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok
3) Tidak berani menanggung resiko
4) Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan laissez
faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya. Kendatipun
demikian, kepemimpinan laissez faire juga memberikan keuntungan antara lain para
anggota (guru) atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
2.1.3.3 Kepemimpinan Demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan
sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota
kelompoknya. Pemimpin demokratis sering mengajak pengikutnya dalam mengambil
keputusan, konsensus dan pemberdayaan. Hubungan dengan anggota kelompok
bukan sebagai majikan terhadap buruhnya melainkan sebagai saudara tua diantara
saudara-saudara teman sekerjanya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha
menstimulasi anggotanya agar bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan
dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan dan kemampuan
kelompoknya. Dalam melaksanakan tugasnya ia mau menerima dan mengharapkan
saran dan kritik dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang membangun dari para
-
32
anggota yang diterimanya sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan
dalam tindakan-tindakan berikutnya.25
Ia mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan menaruh kepercayaan
pula pada anggotanya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik
dan bertanggung jawab. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha memupuk rasa
kekeluargaan dan persatuan. Ia senantiasa berusaha membangun semangat anggota-
anggota kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya. Di
samping itu, ia juga memberi kesempatan bagi timbulnya kecakapan memimpin pada
anggota kelompoknya dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan
tanggung jawabnya.26
Pemimpin gaya demikian mengadakan konsultasi dengan para bawahannya
mengenai tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang diusulkan/dikehendaki
oleh pimpinan, serta berusaha memberikan dorongan untuk turut serta aktif
melaksanakan semua keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan itu.
Tipe kepemimpinan ini dipandang berada pada sebuah bentuk spektrum yang
diurutkan mulai dari orang yang bertindak atas persetujuan dengan bawahan sampai
kepada yang membuat keputusan-keputusan namun sudah berkonsultasi sebelumnya
dengan para anggota kelompoknya.27
Dalam tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikutsertakan
seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang
25 Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 50
26 Ibid
27 Burhanuddin,Op.Cit, h.99
-
33
demikian akan selalu menghargai pendapat atau kreasi anggotanya/guru-gurunya
yang ada di bawahnya dalam rangka membina sekolahnya.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan
bersama daripada kepentingan sendiri, sehingga terciptalah hubungan dan kerjasama
yang baik dan harmonis, saling bantu membantu di dalam melaksanakan tugas sehari-
hari sudah barang tentu dengan terciptanya suasana kerja yang sehat ini baik guru,
tata usaha dan kepala sekolah bekerja dengan kegembiraan dan kesenangan hati untuk
memajukan rencana pendidikan di sekolah.
Kalau di sekolah dilaksanakan kepemimpinan pendidikan yang bersifat
demokratis, maka ini merupakan hasil interaksi kelompok, dimana setiap orang
dipandang memiliki potensi dapat memberikan sumbangan prosedur kooperatif, yang
dimanfaatkan secara luas. Pemimpin-pemimpin yang mengusahakan perbaikan dalam
pengajaran akan selalu mencari jalan untuk mengembangkan potensi kepemimpinan
yang terdapat pada orang lain.
Dalam kepemimpinan demokratis kepala sekolah harus sadar bahwa
kurikulum yang ada perlu dipahami benar-benar oleh guru-guru, sehingga mereka
dapat menjabarkannya secara luas dan dapat mengembangkan secara kreatif. Dalam
hal ini kepala sekolah bersama-sama dengan guru memahami masalah proses belajar
mengajar yang efektif, menyusun program-program kurikulum dan kegiatan-kegiatan
tambahannya, termasuk dalam hal ini program tahunan.
Selain itu kepala sekolah ikut menentukan tinggi rendahnya moral guru.
Untuk itu kepala sekolah harus dapat menciptakan situasi belajar dan mengajar yang
-
34
baik untuk mempertinggi moral guru-guru, sehingga mereka dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dan dengan rasa tanggung jawab. Karena moral atau tata cara
akhlak/sikap yang tercermin lewat tingkah laku guru-guru tersebut, sangatlah penting
artinya dan menentukan juga terhadap jalannya proses belajar mengajar.
Adapun ciri seorang pemimpin yang demokratis adalah sebagai berikut :
1) Senang menerima saran, pendapat dan kritikan dari bawahan
2) Mengutamakan kerja sama dalam mencapai tujuan
3) Membuat keputusaan bersama dengan anggota kelompok
4) Menjelaskan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok
5) Feed back dijadikan sebagai salah satu masukan yang berharga 28
2.2 Efektivitas Mengajar
2.2.3 Definisi Efektivitas Mengajar
Sebelum menguraikan definisi efektivitas mengajar, ada baiknya kita
menguraikan definisi dari efektif, mengajar dan efektivitas mengajar. Efektivitas
sering diartikan sebagai keberhasilan di dalam mencapai sesuatu. Dalam memaknai
efektivitas setiap orang memberi arti yang berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan
kepentingan masing-masing. Hal tersebut diakui oleh Chung dan Maginson (1981),
Efectivenes means different to different people.29 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1990:219) dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya (akibat,
28 Ibid. h. 52
29 E Mulyasa, Op.Cit, h.82
-
35
pengaruh, kesan), manjur, mujarab, dapat membawa hasil.30 Jadi efektivitas adalah
adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang
dituju.31
Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan
memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa efektivitas berkaitan
dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan
adanya partisipasi aktif dari anggota. Masalah efektivitas biasanya berkaitan erat
dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah
disusun sebelumnya atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan..
Dalam pengajaran yang efektif, guru dapat mengajar bagaimana seharusnya
siswa belajar dan menginternalisasikan nilai-nilai agar siswa mau belajar terus-
menerus sepanjang hayatnya. Kesadaran belajar sepanjang hidupnya demikian sangat
diperlukan, mengingat perkembangan dan tuntutan dunia yang berkembang melesat
seperti sekarang ini, hanya dapat diikuti oleh orang yang sepanjang waktu mau
belajar.
Dalam efektivitas terdiri atas 3 kriteria waktu yang meliputi : 1. Jangka pendek untuk menunjukkan hasil kegiatan dalam kurun waktu sekitar
satu tahun, dengan kriteria kepuasan, efisiensi dan produksi. 2. Jangka menengah, dalam waktu 5 tahun dengan kriteria perkembangan serta
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan organisasi. 3. Jangka panjang, waktu ini digunakan untuk menilai waktu yang akan datang,
menggunakan kriteria kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan
30 Agus Sulistyo, Kamus Bahasa Indonesia, (Surakarta : ITA, 1999), h.128
31 E.Mulyasa, Loc.Cit
-
36
hidup dan kemampuan membuat perencanaan strategis bagi kegiatan di masa depan.32
Sedangkan pengertian mengajar adalah :
1. Mengajar adalah menyuruh anak menghafal.
2. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan.
3. Mengajar adalah menggunakan satu metode mengajar tertentu.33
Pengertian mengajar dalam arti luas yaitu :
1) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak. Pada definisi ini tujuan
mengajar ialah penguasaan pengetahuan oleh anak. Anak dianggap pasif.
Pengajaran bersifat teacher centered, karena gurulah yang memegang peranan
utama. Sering ilmu pengetahuan kebanyakan diambil dari buku pelajaran yang
tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran
serupa ini disebut intelektualitas sebab menekankan dari segi pengetahuan.
2) Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan pada anak. Menyampaikan
kebudayaan pada anak berarti mengenalkan kebudayaan bangsanya dan
kebudayaan dunia. Bukan saja hanya mengenalkan akan tetapi ada pula yang
mengharapkan agar anak-anak tidak hanya menguasai kebudayaan yang ada,
tetapi agar mereka juga turut membantu memperkaya kebudayaan itu dengan
mencipatakan kebudayaan baru menurut zaman yang senantiasa berubah itu.
3) Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses
32 E. Mulyasa, Loc.Cit.
33 S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, ( Jakarta : Bumi Aksara ), 2004, h.7
-
37
belajar mengajar. Dalam hal ini mengajar itu suatu usaha dari pihak guru, yakni
mengatur lingkungan, sehingga terbentuklah suatu suasana yang sebaik-baiknya
bagi anak untuk belajar, yang belajar adalah anak itu sendiri berkat kegiatannya
sendiri, guru hanya dapat membimbing anak. Oleh karena itu dimanfaatkannya
segala faktor dalam lingkungan, termasuk dirinya, buku-buku, alat peraga
lingkungan, sumber lain dan sebagainya. Dalam hal ini pengajaran lebih bersifat
pupil centered, guru berperan sebagai manager of learning .34
Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tahapan sebelum memulai tugas
pengajaran. Adapun tahapan tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu :
1. Tahap persiapan atau perencanaan.
Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa komponen yang penting dalam
penyusunan program pengajaran adalah sebagai berikut :
a). Penguasaan materi pelajaran
b). Analisis materi pelajaran
c) Program satuan pelajaran
d). Rencana pengajaran35
Guru diharapkan mampu membuat persiapan mengajar secara teratur dan
tertulis di samping penguasaan bahan yang di perlukan, dan persiapan yang telah
dibuat sebaiknya dikaji kembali sebelum dilaksanakan di depan kelas, jika ada hal-hal
yang perlu direvisi atau disempurnakan.
34 Ibid, h. 4 -5
35 Moh. Uzer Usman, Op.Cit, hal. 50
-
38
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini berlangsung pada saat guru memimpin kegiatan belajar
mengajar. Pada tahap ini guru harus senantiasa mengupayakan dan menjaga agar
siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Agar kegiatan proses belajar mengajar berjalan dengan baik maka guru harus
menguasai bahan pengajaran yang akan diberikan, memilih metode yang tepat,
menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang menunjang, mengetahui
sistematika bahan yag akan diberikan serta mengatur tugas siswa.
3. Tahap penilaian atau evaluasi
Pada tahap ini guru melakukan penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang
baru saja berlangsung. Penilaian tersebut ada yang berkaitan dengan materi dan juga
proses bagaimana murid memperoleh materi tersebut.
Untuk mengetahui apakah materi yang diberikan dipahami atau tidak, dapat
dilakukan dengan jalan membuat rangkuman intii pelajaran yang dilakukan murid.
Sedangkan untuk menilai terhadap proses bagaimana murid memahami bahan
pelajaran yang diberikan, dapat dilakukan dengan jalan memberikan soal-soal yang
berkaitan dengan pelajaran yang telah berlangsung
Berdasarkan definisi mengajar di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar pada
hakikatnya adalah suatu proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada
disekitarnya sehingga siswa dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan
proses belajar mengajar. Serta adanya proses memberikan bimbingan atau bantuan
kepada siswa dalam melakukan belajar mengajar.
-
39
Sedangkan definisi dari efektivitas mengajar adalah suatu aktivitas guru di
dalam proses pengajaran yang mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas mengajar
dapat dilihat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses
pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat
belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Selain itu efektivitas mengajar
sama juga dikatakan proses pengajaran dan pembelajaran yang berhasil yang dilihat
dari cara guru menyampaikan proses pengajaran dengan berbagai strategi pengajaran
kepada siswa dengan melihat dari kualitas peserta didik.
Dengan demikian efektivitas mengajar adalah tolok ukur sampai sejauh mana
keberhasilan antara hasil yang dicapai siswa dalam kaitannya dengan tahapan
pelaksanaan pengajaran.
2.2.4 Indikator Efektivitas Mengajar
Indikator efektivitas mengajar dimaksudkan sebagai alat untuk mengukur
efektivitas mengajar guru di sekolah. Kriteria yang digunakan untuk menggambarkan
efektivitas mengajar biasanya dapat dilihat dari keberhasilan akademik yang
diperoleh guru dan kompetensi guru. Menurut Syaiful Bahri Djamarah indikator
efektivitas mengajar sebagai berikut :36
2.2.2.1. Perilaku yang digariskan dalam Tujuan Pengajaran
Sebelum melaksanakan pengajaran guru diwajibkan merumuskan tujuan
pengajaran. Perumusan tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat
36 Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta ), 2002, h.
120
-
40
operasional dan konkret, yakni Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional
Khusus, Tujuan Kurikuler, Tujuan Nasional sampai kepada tujuan yang bersifat
universal. Oemar Hamalik mengemukakan bahwa Dalam pengajaran perumusan
tujuan adalah yang utama dalam setiap proses pengajaran. Perumusan ini senantiasa
diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, proses pengajaran
harus direncanakan. Ketercapaian tujuan dapat dicek atau di kontrol sejauh mana
tujuan itu telah dicapai.37
Perumusan tujuan pengajaran dimaksudkan agar siswa mengalami perubahan
tingkah laku yang diinginkan sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran
yang dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang
dirumuskan harus jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila
tidak, maka kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat
selanjutnya perubahan yang diharapkan terjadi pada anak didik pun sukar diketahui,
karena penyimpangan-penyimpangan dari kegiatan belajar mengajar. Karena itu
rumusan tujuan pengajaran dalam belajar mengajar mutlak dilakukan oleh guru
sebelum melakukan tugasnya di sekolah.
Dalam proses belajar mengajar guru dapat menilai siswa tidak hanya melalui
kemampuan intelegensi yang dimilikinya akan tetapi perubahan perilaku pun ikut
menentukan. Perubahan ini berkaitan dengan perilaku yang digariskan dalam tujuan
pembelajaran khusus yang telah dicapai siswa baik individu maupun kelompok.
37 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara), 2005, Cet ke-5,
h.55
-
41
Perubahan perilaku ini merupakan wujud dari hasil belajar yang dicapai siswa dengan
mengikuti pedoman tujuan pembelajaran. Perubahan perilaku dapat dilihat dari 3
aspek yaitu : (1). Kognitif, (2). Afektif, (3). Psikomotorik.38
Ranah Kognitif. Aspek kognitif ini dilakukan secara menyeluruh dari segi
pemahaman terhadap materi atau bahan pelajaran yang diberikan. Aspek kognitif
terdiri dari penilaian pengetahuan tentang :
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge). Kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali materi yang telah diajarkan tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunakannya.
2. Pemahaman. Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
3. Penerapan/aplikasi. Kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan
ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus,
teori-teori dalam situasi yang baru dan kongkret.
4. Analisis. Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau
keadaan menurut bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan
diantara bagian-bagian atau faktor yang satu dengan yang lainnya.
38 Ibid, h.161-163
-
42
5. Sintesis. Kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir
analisis. Kemampuan seseorang yang memadukan bagian secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang terstruktur atau berbentuk pola baru.
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi. Merupakan jenjang berfikir yang paling tinggi
dalam aspek kignitif. Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu situasi, nilai atau ide.
Ranah Afektif. Ukuran aspek afektif berhubungan dengan pandangan siswa
yang melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi siswa terhadap hal yang
relatif sederhana tapi bukan fakta. Aspek afektif ini berkaitan dengan sikap atau nilai
siswa yang telah mendalam di sanubarinya, dan guru meminta siswa untuk
mempertahankan pendapatnya. Sehubungan dengan tujuan penilaiannya, maka yang
menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik bukan
pengetahuannya.
Ranah Psikomotorik. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
ketrampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman
belajar tertentu. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar
psikomotorik apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan
tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektif.
-
43
2.2.2.2. Daya Serap Siswa Terhadap Bahan Pelajaran
Daya serap terhadap bahan pelajaran biasanya terlihat setelah guru
melaksanakan pengajaran. Penilaian yang dilakukan terhadap siswa dapat
dilaksanakan ketika pelajaran berlangsung maupun sebelum pelajaran berlangsung.
Biasanya daya serap terhadap bahan pelajaran ini dilaksanakan dengan pemberian tes
baik tertulis maupun tes lisan. Daya serap terhadap pelajaran yang diajarkan
berfungsi untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa mencapai prestasi tinggi baik
secara individual maupun kelompok.
Dari kedua indikator efektivitas mengajar yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa kedua indikator tersebut sangatlah berkaitan untuk mencapai
tingkat keberhasilan guru dalam mengajar. Namun demikian, indikator yang biasa
digunakan sebagai tolok ukur adalah daya serap siswa terhadap materi.
2.2.5 Tolok Ukur Efektivitas Mengajar
Tolok ukur efektivitas mengajar dimaksudkan sebagai ukuran atau patokan
dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu pengajaran. Dari indikator yang sudah
diuraikan, indikator yang digunakan sebagai tolok ukur efektivitas mengajar menurut
Syaiful Bahri Djamarah adalah :39
2.2.3.1. Daya serap siswa terhadap materi
Daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan dapat dilihat melalui
perolehan angka. Penilaian terhadap kemampuan siswa idealnya menggunakan
39 Syaful Bahri Djamarah.Ibid
-
44
pengukuran intelegensia atau potensi yang dimilikinya. Namun mengingat sulitnya
alat ukur tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan penilaian ini dengan
mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang ditunjukkannya,
misalnya analisis terhadap hasil belajar, hasil tes seleksi masuk, nilai STTB, nilai
rapor dan hasil ulangan harian. Melalui analisis ini setidaknya guru dapat membuat
kategori kemampuan siswa dalam tiga kategori yakni : tinggi, sedang, kurang.
Analisis kemampuan ini sangat bermanfaat bagi guru dalam menentukan strategi
pengajaran sesuai dengan kemampuan siswa. Pendekatan pengajaran berdasarkan tiga
kategori tersebut tentu harus berbeda agar diperoleh hasil belajar yang optimal.
Demikian pula sikap guru dalam menghadapi siswa sesuai dengan potensinya banyak
memberikan pengaruh terhadap kemajuan belajar siswa.40
Daya serap siswa terhadap materi ini dapat juga ditinjau dari sudut proses (by
process) pengajaran dan dari sudut hasil yang dicapainya. Dari sudut proses
pengajaran, kriteria ini menekankan pada pengajaran sebagai suatu proses interaksi
antara guru dengan siswa secara sistematis Proses pengajaran merupakan interaksi
dinamis sehingga siswa sebagai subyek yang belajar mampu mengembangkan
potensinya melalui belajar sendiri dan tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara
efektif. Selain itu guru juga harus mengadakan evaluasi terhadap proses pengajaran
yang telah dilakukan. Evaluasi terhadap proses pengajaran dilakukan sebagai bagian
integral dari pengajaran itu sendiri. Artinya, evaluasi proses bertujuan menilai
40 Nana Sudjana, Teknologi Pengajaran, (Bandung : Algesindo ), Cet.ke-3, 2001, h. 143
-
45
keefektifan dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan
penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Sedangkan dari sudut hasil yang
dicapainya (by product). Kriteria pada segi hasil atau produk menekankan kepada
tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan baik
secara individual maupun kelompok. Tingkat pemahaman dan penguasaan materi ini
dapat ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas.41
Demikian tolok ukur yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan
tingkat keberhasilan proses belajar mengajar. Namun pada umumnya yang dijadikan
sebagai tolok ukur keberhasilan dari keduanya ialah daya serap siswa terhadap
pelajaran. Biasanya guru hanya menjadikan tolok ukur efektivitas mengajar melalui
kemampuan intelegensi siswa dengan tingkat keberhasilan : istimewa/maksimal, baik
sekali/optimal, baik/minimal dan kurang. Akan tetapi guru juga tidak
mengesampingkan aspek lain, karena dalam kurikulum yang berlaku saat ini untuk
mengetahui sampai sejauhmana tingkat keberhasilan belajar mengajar perlu
ditetapkan aspek yang di ukur (kognitif, afektif, psikomotorik) serta menggunakan
berbagai tehnik penilaian.
41 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru), 1987,
h.35
-
46
2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan
efektif, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafat yang
dianutnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya guru harus berpedoman
pada kurikulum yang berlaku saat ini kurikulum yang telah disempurnakan antara lain
bahwa sesuatu dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya dapat
tercapai.
Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru harus
berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan
baik dan sistematik. Namun terkadang, keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi
kegagalan yang ditemui. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor sebagai
penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai
faktor itu juga sebagai pendukungnya. Berbagai faktor tersebut meliputi :42
2.2.4.1. Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam
kegiatan belajar-mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar
berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya
tujuan (efektivitas) sama halnya dengan keberhasilan pengajaran. Sedikit banyaknya
perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh
42 Syaiful Djamarah, Op.Cit, h. 123-135
-
47
guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru
dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan
belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya
tujuan pengajaran itu gagal untuk di capai. Karena sebagai pedoman sekaligus
sebagai sasaran yang akan di capai dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka
guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya. Tujuan pembelajaran
khusus (TPK) ini harus dirumuskan secara operasional dengan memenuhi syarat-
syarat tertentu, yaitu :
1) Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan di capai.
2) Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi
3) Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti
menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat di terima sebagai hasil
yang di capai.
Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan belajar atau
perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Hal itu berarti keberhasilan
proses belajar mengajar bervariasi juga. Perilaku yang mana yang hendak dihasilkan,
menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak dihasilkan.
Sebagai contohnya bila perilaku guru yang hendak di capai adalah agar anak dapat
membaca maka perumusan TPK nya harus mendukung tercapainya keterampilan
membaca yang diinginkan itu. Bila perilaku yang hendak di capai guru adalah
keterampilan menulis, maka perumusan TPK nya harus mendukung tercapainya
keterampilan menulis yang diinginkan. Baik keterampilan membaca dan menulis
-
48
adalah perilaku yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua
keterampilan tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui
setelah dilakukan tes formatif di akhir pengajaran.
2.2.4.2. Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang
profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, ia dapat menjadikan anak didik
menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing
sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian
guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka efektivitas
belajar mengajar untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu
pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah dapat mempengaruhi pola
kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman adalah dua aspek yang
mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru
yang mempunyai latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekolah. Karena ia sudah dibekali dengan seperangkat teori
sebagai pendukung kepribadiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-
aspek tertentu saja dan hal itu adalah sesuatu yang wajar. Demikian juga dengan guru
yang sudah berpengalaman. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan
yang ditemukan. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin
-
49
berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai
guru.
Berbeda dengan guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan
ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas.
Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori
pendidikan dan keguruan.
Berbagai permasalahan yang dikemukakan di atas merupakan aspek-aspek
yang ikut mempengaruhi efektivitas mengajar guru.
2.2.4.3. Anak Didik
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah untuk
mendapat ilmu pengetahuan. Dengan dimasukkan mereka ke sekolah oleh orang tua
mereka. Oleh karena itu guru di tuntut sebagai pengemban tanggung jawab.
Tanggung jawab guru tidak hanya terhadap seorang anak tetapi dalam jumlah yang
cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar
belakang yang berbeda, mulai dari kepribadian, intelektual, biologis, psikologis. Hal
ini sangatlah mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Anak yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda itu dikumpulkan di
dalam satu kelas. Hal ini sangatlah mempengaruhi kegiatan mengajar guru yang juga
sebagai pengelola kelas. Selain itu juga ada anak yang menyenangi pelajaran tertentu
dan kurang menyenangi pelajaran yang lain. Ini merupakan perilaku anak yang
bermula dari sikap mereka karena minat yang berlainan. Hal ini tentu saja sangatlah
mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang disenangi, dipelajari
-
50
oleh anak dengan senang hati pula. Demikian juga dengan sebaliknya, akibatnya hasil
belajar mereka sangatlah menentukan prestasi yang dicapai.
2.2.4.4. Kegiatan Pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan
menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Misalnya guru yang
menggunakan pendekatan individual akan berusaha memahami anak didik sebagai
makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang
menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai
makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar
yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula.
Perpaduan dari kedua pendekatan itu akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang
lebih baik. Strategi penggunaan metode mengajar sangatlah menentukan kualitas
hasil belajar mengajar. Jarang ditemukan guru yang hanya menggunakan satu metode
saja di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan
tujuan yang guru buat tidak hanya menggunakan satu met