Contoh Skripsi Kependidikan Islam'

87
HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU SMA ISLAM PANGLIMA BESAR SOEDIRMAN CIJANTUNG JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh : SITI SOFIAH 102018224205 JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006

Transcript of Contoh Skripsi Kependidikan Islam'

  • HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU SMA ISLAM PANGLIMA BESAR

    SOEDIRMAN CIJANTUNG JAKARTA TIMUR

    Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Oleh :

    SITI SOFIAH 102018224205

    JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2006

    id1633250 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU SMA ISLAM PANGLIMA BESAR

    SOEDIRMAN CIJANTUNG JAKARTA TIMUR

    Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Oleh :

    SITI SOFIAH 102018224205

    Di bawah Bimbingan :

    Drs. Syauki. M.Pd NIP : 150.246.289.

    JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2006

  • PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi yang berjudul Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah

    Dengan Efektivitas Mengajar Guru SMA Islam Panglima Besar Soedirman

    Cijantung Jakarta Timur telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Nopember

    2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    sarjana program Strata Satu (S1) pada jurusan Kependidikan Islam Manajemen

    Pendidikan.

    Jakarta,14 Nopember 2006

    Sidang Munaqosah,

    Dekan Pembantu Dekan I Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

    Prof. DR. Dede Rosyada, MA Prof. DR. H. Aziz Fahrurrozi, MA NIP. 150.231.356 NIP. 150.202.343

    Anggota

    Penguji I Penguji II

    Drs. Hasyim Asy'ari, M.Pd Abdul Rozak, M.Si NIP. 150.260.265 NIP. 150.277.689

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrohmanirrohim

    Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa. Yang telah melimpahkan anugerah

    yang tak terhingga kepada setiap hamba-Nya. Yang telah memberikan pengetahuan

    kepada hamba-Nya untuk menjadi manusia yang berilmu. Shalawat dan salam penulis

    ucapkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia

    dari kegelapan hingga terang benderang, dari zaman kebodohan sampai zaman

    teknologi sekarang ini.

    Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang

    berjudul Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Efektivitas

    Mengajar Guru SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta

    Timur. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Prof. Dr. Dede Rosyada. MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

    2. Dra. Yefnelty Z. M.Pd, Ketua Jurusan Kependidikan Islam.

    3. Drs. H. Muarif Sam. M.Pd, Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam.

    4. Drs. Syauki. M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Islam dan

    pembimbing skripsi terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk

    membimbing, mengarahkan dan memberikan ilmu dan nasehat yang berguna

    bagi penulis.

    5. Seluruh dosen KI-MP, terima kasih atas nasehat dan ilmu yang diberikan

    kepada penulis.

    id1709046 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • iii

    6. Staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan atas jasa peminjaman buku-buku kepada penulis.

    7. Drs. H. Syamsudin Hasibuan, Kepala SMA Islam Panglima Besar Soedirman.

    8. Dewan guru dan karyawan SMA Islam Panglima Besar Soedirman atas

    bantuannya kepada penulis selama penelitian.

    9. Mundari H. Marzuki dan Siti Rohmah, yang tiada henti mendoakan penulis

    untuk menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.

    10. Kakak-kakakku tercinta terima kasih atas dukungan moril dan materil kepada

    penulis serta keponakanku yang selalu menghibur.

    11. Teman-teman KI-MP angkatan 2002, teruslah berjuang kawan untuk

    mencapai cita-cita selama Allah masih memberikan kesempatan untuk kita.

    Mudah-mudahan amal baik kalian diterima Allah SWT. Semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai pengetahuan dan wawasan bagi

    pembaca.

    Jakarta, 16 Februari 2007

    Penulis

  • iv

    DAFTAR ISI

    Pengesahan .................................................................................................... i

    Kata Pengantar ............................................................................................. ii

    Daftar Isi ......................................................................................................... iv

    Daftar Tabel dan Lampiran.......................................................................... vi

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah............................................... 1

    1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 6

    1.3. Sistematika Penulisan ................................................. 7

    BAB II KAJIAN TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTES

    2.1. Kepemimpinan .............................................................. 8

    2.1.1. Definisi Kepemimpinan .............................................. 8

    2.1.2. Kompetensi Kepemimpinan........................................ 10

    2.1.3.Gaya Kepemimpinan.................................................... 18

    2.2. Efektivitas Mengajar ...................................................... 34

    2.2.1. Definisi Efektivitas Mengajar ..................................... 34

    2.2.2. Indikator Efektivitas Mengajar ................................... 39

    2.2.3. Tolok Ukur Efektivitas Mengajar ............................... 43

    2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Mengajar ..... 46

    2.3. Kerangka Berfikirdan Hipotesis..................................... 53

    2.3.1. Kerangka Berfikir........................................................ 53

  • v

    2.3.2. Hipotesis...................................................................... 55

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Tujuan Penelitian ........................................................... 56

    3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 56

    3.3. Populasi Penelitian......................................................... 56

    3.4. Variabel Penelitian ......................................................... 56

    3.5. Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 57

    3.6. Kisi-kisi Instrumen......................................................... 58

    3.7. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 59

    3.8. Teknik Analisa Data....................................................... 60

    BAB IV HASIL PENELITIAN

    4.1. Situasi dan Kondisi Objek.............................................. 64

    4.2. Deskripsi Data................................................................ 76

    4.3. Analisa dan Interpretasi Data ......................................... 79

    BAB V PENUTUP

    5.1. Kesimpulan .................................................................... 84

    5.2. Saran-saran..................................................................... 84

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85

  • vi

    DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN

    Tabel 1 : Kisi-kisi Instrumen Tabel 2 : Interpretasi Korelasi Product Moment Tabel 3 : Keadaan Tenaga Kependidikan Guru dan Non Guru Tabel 4 : Keadaan Siswa Tabel 5 : Kurikulum yang Digunakan Tabel 6 : Keadaan Sarana Prasarana Tabel 7 : Daftar Jumlah Nilai Hasil Angket Variabel X dan Y Tabel 8 : Korelasi Variabel X dan Y Tabel 9 : Skor Nilai Variabel Y Tabel 10 : Skor Nilai Variabel X Lampiran 1 : Skor Nilai Variabel X Lampiran 2 : Skor Nilai Variabel Y Lampiran 3 : Pedoman WawancaraSurat Keterangan Angket Lampiran 4 : Hasil WawancaraAngket Penelitian

    Lampiran 5 : Surat Keterangan Angket Lampiran 6 : Angket Penelitian Lampiran 7 : Kepala Sekolah Lampiran 8 : Surat Pengesahan Proposal Judul Skripsi Lampiran 9 : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 10 : Surat Perpanjangan Waktu Bimbingan Skripsi Lampiran 11 : Surat Perubahan Judul Skripsi Lampiran 12 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 13 : Surat Keterangan Penelitian dari SMA Panglima Besar Soedirman

  • 8

    BAB II

    KAJIAN TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

    2.1 Kepemimpinan

    2.1.1 Definisi Kepemimpinan

    Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pemimpin suatu organisasi

    memainkan peranan yang amat penting, dan sangat menentukan dalam usaha

    pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Seorang pemimpin

    baik individu maupun sebagai suatu kelompok tidak mungkin dapat bekerja dengan

    sendiri. Pimpinan membutuhkan kelompok orang lain yang disebut bawahan yang

    digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengabdian dan

    sumbangsihnya kepada organisasi. Pengabdian tersebut dapat direalisasikan dengan

    cara bekerja yang efisien, efektif, dan produktif.

    Menurut Kamus Bahasa Inggris kepemimpinan diambil dari kata lead yang

    berarti memimpin, sedangkan leader adalah seorang pemimpin dan leadership adalah

    kepemimpinan.1

    Ngalim Poerwanto mengutip beberapa definisi kepemimpinan dari Prajudi

    Atmosudirdjo sebagai berikut :

    1. Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu kepribadian seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohkannya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh yang tertentu, suatu

    1 John. M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : Gramedia )

    h.351

    id1729890 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • 9

    kekuatan atau wibawa, yang demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang mau melakukan apa yang dikehendakinya.

    2. Kepemimpinan adalah suatu seni (art), kesanggupan (ability) atau teknik (technique) untuk membuat sekelompok orang bawahan dalam organisasi formal atau para pengikut atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti atau mentaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya atau bahkan berkorban untuknya.

    3. Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu bentuk persuasi suatu seni pembinaan kelompok orang-orang tertentu, biasanya melalui human relation dan motivasi yang tepat, sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau bekerjasama dan membanting tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan organisasi.2

    Hoy dan Miskel mengutip beberapa definisi dari beberapa sumber : 1. Kepemimpinan adalah kekuatan (power) yang didasarkan atas tabiat /watak

    seseorang yang memiliki kekuasaan lebih, biasanya bersifat normatif. 2. Kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk

    mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi untuk mengubah tujuan-tujuan dan sasaran organisasi.

    3. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi menuju kepada penentuan dan pencapai tujuan.3

    Menurut Burhanuddin yang mengutip pendapat Good, kepemimpinan adalah

    the ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage other, yang berarti

    kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk

    mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar

    mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama.4

    Ada banyak definisi tentang kepemimpinan. Tetapi pada dasarnya

    kepemimpinan berarti mempengaruhi orang lain. Sebagian besar perspektif leadership

    memandang pemimpin sebagai sumber pengaruh. Pemimpin dalam memimpin pada

    2 Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya),

    Cet.XII, 2003, h. 25-26 3 Ibid, h. 26-27

    4 Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta

    : Bumi Aksara), Cet ke-1, 1994, h. 62

  • 10

    dasarnya mempengaruhi dan para pengikut mengikuti sebagai pihak yang

    dipengaruhi. Pada dasarnya pula kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk

    menggerakkan sekelompok orang menuju ke suatu yang telah ditetapkan/disepakati

    bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara

    yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya seorang pemimpin yang baik mampu

    menggerakkan orang-orang menuju tujuan jangka panjang dan benar-benar

    merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang terbaik juga.

    Selain itu kepemimpinan juga merupakan suatu kemampuan untuk

    menjalankan pekerjaan melalui orang lain dengan mendapatkan kepercayaan dan

    kerja sama. Hampir semua aspek pekerjaan dipengaruhi dan tergantung pada

    kepemimpinan.

    Dari beberapa teori yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa

    kepemimpinan adalah sifat-sifat kepribadian seseorang termasuk didalamnya

    kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka menyakinkan yang

    dipimpinnya agar mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

    kepadanya dengan rela, penuh semangat serta tidak merasa terpaksa. Suatu

    kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, membimbing,

    mengarahkan serta mengelola baik individu maupun kelompok dengan segala ilmu

    yang ada agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya suatu tujuan bersama.

    2.1.2 Kompetensi Kepemimpinan

    Robert C. Bog sebagaimana dikutip oleh Dirawat dkk mengemukakan empat

    kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan, yaitu :

  • 11

    1. Kemampuan mengorganisasikan dan membantu staf di dalam merumuskan

    perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk program yang lengkap.

    2. Kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri

    sendiri, guru-guru dan anggota staf sekolah lainnya.

    3. Kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam mengajukan

    dan melaksanakan program-program supervisi.

    4. Kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru serta segenap staf

    sekolah lainnya agar mereka dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab

    berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha-usaha sekolah untuk mencapai

    tujuan sekolah sebaik-baiknya.5

    Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kompetensi dasar

    kepemimpinan yaitu :6

    1. Ketrampilan Teknis (Technical Skill)

    Ketrampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode dan teknik

    tertentu dalam menyelesaikan suatu tugas-tugas tertentu. Dalam prakteknya,

    keterlibatan seorang pemimpin dalam setiap bentuk technical skill disesuaikan

    dengan status/tingkatan pemimpin itu sendiri.

    Ketrampilan teknis ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai

    kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik-teknik tertentu dalam

    menyelesaikan tugas secara spesifik. Ketrampilan yang dimaksud misalnya : menulis

    5 Moch. Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan dan Biaya Pendidikan, (Bandung

    :Alfabeta), 2004, Cet ke-2, h.88 6 Ibid, h.89-91

  • 12

    satuan pelajaran, mengembangkan pengajaran unit, melengkapi sarana pusat sumber

    belajar, menyusun jadwal supervisi klinis, menyiapkan agenda pertemuan, mengetik.

    Kegiatan teknis ini selalu hadir dalam setiap situasi administratif dan supervisi.

    Namun keterlibatan seorang pemimpin dalam bentuk technical skill ini semestinya

    disesuaikan dengan status/tingkatan pemimpin. Dalam arti semakin tinggi kedudukan

    seseorang dalam struktur organisasi maka secara proporsional ketrampilan teknisnya

    menjadi kurang penting.7

    2. Ketrampilan manusiawi (Human Skill)

    Ketrampilan ini menunjukkan kemampuan seorang pemimpin di dalam

    bekerja dengan orang lain secara efektif untuk membina kerjasama. Untuk mencapai

    kemampuan ini pemimpin harus dapat mengenal dirinya sendiri akseptansi diri dan

    sesama orang lain. Ketrampilan manusiawi sangat strategis untuk dapat memperoleh

    produkvitas organisasi yang tinggi, karena dalam implementasinya terwujud pada

    upaya bagaimana seorang pemimpin mampu memotivasi bawahan.

    Pengetahuannya didasarkan pada bagaimana membangun kepemimpinan yang

    efektif itu, memotivasi bawahan, pengembangan sumber daya manusia. Kunci

    keberhasilan pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya dilihat dari kemampuan

    dalam melaksanakan ketrampilan yang berhubungan dengan manusia. 8

    Ketrampilan manusiawi ternyata sangat menentukan pola hubungan antara

    kepala sekolah selaku pemimpin dengan guru sebagai bawahan. Kepala sekolah yang

    7 Burhanuddin, Op.Cit, h.91

    8 Ibid

  • 13

    mampu menggunakan ketrampilan ini akan dapat memahami perbedaan kematangan

    bawahan, yang berarti pula memahami tingkat kesiapan setiap guru dalam menerima

    dan menjalankan tugas yang akan diberikan. Hal ini sangat berguna bagi kepala

    sekolah dalam rangka pengembangan profesionalisme guru, karena pemahaman

    tingkat kematangan bawahan menjadikan dasar dalam memutuskan kegiatan

    pengembangan seperti apa yang paling sesuai.

    3. Ketrampilan konseptual (Conseptual Skill)

    Ketrampilan ini menunjukkan kemampuan dalam berfikir, seperti menganalisa

    suatu masalah, memutuskan dan memecahkan masalah dengan baik. Untuk dapat

    menerapkan ketrampilan ini pemimpin dituntut memiliki pemahaman yang utuh

    terhadap organisasinya. Tujuannya agar ia dapat bertindak secara selaras dengan

    tujuan organisasi secara menyeluruh atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompoknya

    sendiri.

    Kepala sekolah sebagai pemimpin dituntut pula kemampuannya dalam

    memandang organisasi sekolahnya sebagai suatu totalitas, sebagai suatu sistem yang

    terdiri dari komponen-komponen maupun program pendidikan di sekolahnya sebagai

    suatu sistem pengajaran. Semakin tinggi kedudukan orang di organisasi, maka

    ketrampilan tersebut semakin penting pula.9

    9 Ibid, h. 93

  • 14

    Kimball Wiles mengelompokkan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan

    kepala sekolah dalam membina situasi pendidikan dan pengajaran menjadi 5 jenis

    ketrampilan, yaitu :10

    1. Ketrampilan di dalam kepemimpinan (skill in leadership)

    Dengan kekuatan kedudukan saja tidak dapat menjamin seorang pemimpin

    dapat mengorganisir unit-unit organisasi maupun anggota kelompok secara

    berhasil. Sukses tidaknya seorang pimpinan sangat ditentukan oleh

    kemampuannya dalam mengaplikasikan fungsi-fungsi kepemimpinannya ke

    dalam proses kerjasama administratif maupun supervisi. Pada hakikatnya fungsi

    kepemimpinan yang harus dijalankan itu meliputi : usaha mempengaruhi,

    mendorong, menggerakkan, membimbing dan mengarahkan orang lain agar orang

    tersebut mau menerima pengaruh itu serta secara suka rela/antusias berbuat

    sesuatu untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan.

    2. Ketrampilan dalam hubungan manusiawi (skill in human relation)

    Pemimpin berfungsi sebagai penggerak dari semua sumber dan alat-alat yang

    tersedia baik human maupun non human resources. Tanpa kehadiran pemimpin,

    mustahil kelompok orang-orang dalam organisasi itu dapat digerakkan secara

    efektif. Bahkan ada yang mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi

    sangat tergantung atas kemampuan para anggota pimpinannya untuk

    menggerakkan sumber-sumber dan alat-alat tersebut sehingga penggunaannya

    berjalan dengan efisien, ekonomis dan efektif. Dalam hal ini peranan hubungan

    10 Ibid, h.93 - 98

  • 15

    manusiawi sangatlah berpengaruh terhadap kegiatan administrasi dan manajemen.

    Untuk merealisasikan ketrampilan dalam hubungan manusiawi ini dapat

    dilakukan dengan usaha-usaha konkret sebagai berikut :

    1) Menanamkan dan memupuk sikap menghargai sesama anggota organisasi.

    2) Mengembangkan perasaan saling mempercayai dengan anggota yang

    dipimpin maupun antar anggota itu sendiri.

    3) Membantu guru-guru meningkatkan perkembangan sikap profesionalnya ke

    arah yang lebih baik.

    4) Memupuk rasa persaudaraan yang terjalin lewat kegiatan organisasi.

    5) Menghilangkan rasa saling mencurigai terhadap anggota maupun antara

    sesama anggota organisasi.

    3. Ketrampilan dalam proses kelompok (skill in group process)

    Kegiatan kepemimpinan berlangsung dalam situasi yang saling bergantungan

    antara unsur organisasi satu dan unsur yang lain. Terutama antara pimpinan dan

    orang yang dipimpin terjalin suatu ikatan ketergantungan antara dua pihak. Situasi

    kepemimpinan muncul karena adanya orang-orang yang dipimpin. Sebaliknya

    kelompok tanpa pemimpin dapat dikategorikan hanya sebagai kumpulan orang-

    orang belaka yang tidak punya pedoman, tujuan dan kendali tertentu, bahkan

    tidak akan terjadi interaksi di dalamnya. Dan secara esensial, kepemimpinan itu

    adalah suatu kualitas daripada proses kelompok. Atau dengan ungkapan lain :

    kepemimpinan merupakan fungsi/hasil interaksi yang terjadi dalam kelompok

    yang terorganisir. Oleh sebab itu, dapat tidaknya seorang pemimpin menciptakan

  • 16

    situasi kepemimpinan yang aktual sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam

    mengatur proses kelompok yang dipimpin. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala

    sekolah hendaknya mampu menggalang kerjasama yang harmonis di tengah-

    tengah anggota kelompok dan berusaha menerapkan proses kepemimpinan yang

    demokratis, terutama dalam aktivitas penganalisaan masalah dan pengambilan

    keputusan. Konkretnya, wujud daripada ketrampilan dalam proses kelompok akan

    terlihat dalam setiap kesempatannya memimpin kegiatan-kegiatan kelompok

    seperti : diskusi, seminar, lokakarya ataupun musyawarah kerja. Ia harus memiliki

    ketrampilan dalam :

    1) Membangkitkan semangat kerja dalam kelompok.

    2) Merumuskan bersama tujuan yang akan dicapai.

    3) Merencanakan bersama.

    4) Mengambil keputusan bersama.

    5) Menciptakan tanggung jawab bersama.

    6) Menilai dan merevisi bersama rencana-rencana ke arah terwujudnya

    tujuan yang telah ditetapkan bersama.

    4. Ketrampilan dalam administrasi personil (skill in personal administration)

    Walaupun di satu pihak, proses pengangkatan, pengadaan dan pembinaan

    pegawai itu biasanya dilaksanakan oleh aparat pemerintah tertentu, bukan berarti

    para pimpinan organisasi tidak perlu memahami dan menguasai strategi dan

    taktik-taktik dalam mengadakan maupun membina personilnya. Seorang

    pemimpin tidak hanya berhadapan langsung pada urusan material, akan tetapi

  • 17

    menyangkut pula sektor-sektor lain di bidang kepegawaian yang secara sistematis

    menuntut penanganan khusus, mulai dari proses pengadaannya sampai dengan

    pemberhentiannya. Kunci keberhasilan organisasi terletak pada aspek manusia.

    Oleh karena itu, seorang pemimpin harus pula mengerti dan mampu mengelola

    kegiatan kepegawaian itu. Dalam hal ini pengelolaan kepegawaian dibatasi

    sebagai segenap aktivitas penggunaan tenaga manusia dalam usaha kerjasama

    untuk mencapai tujuan. Kegiatan ini meliputi : penerimaan, pengembangan,

    pemberian balas jasa dan pemberhentian.

    5. Ketrampilan dalam penilaian (skill in evaluation)

    Seorang pemimpin di bidang pendidikan hendaknya mempunyai kecakapan

    dalam menilai diri sendiri, orang lain maupun program yang telah

    diselenggarakan. Dengan demikian ia dapat membina dirinya sendiri, membantu

    orang-orang yang dipimpinnya mengadakan perbaikan. Di samping itu, bersama

    stafnya ia dapat memonitor, menilai program yang dilaksanakan maupun hasil

    yang dicapai itu : apakah sesuai dengan rencana semula. Hasil penilaian ini akan

    dijadikan bahan pertimbangan untuk mengadakan modifikasi program

    penyempurnaan langkah-langkah kegiatan, demi terwujudnya cita-cita organisasi

    yang sesungguhnya.

    Pentingnya ketrampilan dalam penilaian ini akan jelas terlihat manakala

    dihubungkan dengan tugas-tugas kepemimpinan lainnya. Melalui ketrampilan ini

    pemimpin dapat menemukan jawaban dari hambatan kegiatan yang dilakukan.

    Sehingga akan memungkinkan terbentuknya langkah-langkah perbaikan dan

  • 18

    pembinaan program. Dalam jenis ketrampilan penilaian ini seorang pemimpin

    harus mampu :

    1. Merumuskan tujuan dan norma untuk mempertimbangkan perubahan.

    2. Mengumpulkan data perubahan.

    3. Meneliti seberapa jauh standar yang telah ditetapkan dapat dicapai.

    4. Mengadakan modifikasi, dan hasil penilaian.

    2.1.3 Gaya Kepemimpinan

    Setiap pemimpin mempunyai sikap dan perilaku tertentu dalam menjalankan

    fungsi kepemimpinannya. Banyak para ahli membicarakan sikap, sikap diperoleh

    seorang bukan melalui orang tua atau warisan, melainkan lebih banyak ditentukan

    dan dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, dan pergaulan. Gaya kepemimpinan

    adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya.

    Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat

    orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.11

    Gaya kepemimpinan berkaitan dengan cara seseorang pemimpin melakukan

    kegiatannya dalam membimbing, menggerakkan, mempengaruhi dan mengerahkan

    para bawahannya kepada suatu tujuan tertentu.12

    Gaya kepemimpinan menyangkut pola atau konstelasi tingkah laku

    kepemimpinan yang mengkarakterisasi seorang pemimpin. Hal itu terjadi karena

    11 E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung:Rosdakarya), h.108

    12 Onong Uchyana, Psikologi Manajemen, (Bandung : Alumni), 1985, h.144

  • 19

    setiap pemimpin merasa sangat enak dengan suatu gaya tertentu dan cenderung

    konsisten dalam penggunaannya.13

    Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang

    khas pada saat mempengaruhi bawahannya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk

    dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok

    membentuk gaya kepemimpinannya. Secara teoritis telah banyak dikenal gaya

    kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Untuk

    memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dilihat dari tiga pendekatan utama

    yaitu :

    1). Pendekatan Sifat

    Pendekatan sifat ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang

    pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri yang dimiliki oleh pemimpin

    sejak lahir. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan,

    bukan karena dibuat atau dilatih. Ghizeli dan Stogdil mengemukakan adanya lima

    sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin, yaitu : kecerdasan, kemampuan

    mengawasi, inisiatif, ketenangan diri dan kepribadian. Sementara Thierauf

    mengemukakan 16 sifat kepemimpinan yaitu : kecerdasan, inisiatif, daya khayal,

    bersemangat, optimisme, individualisme, keberanian, keaslian, kesediaan menerima,

    13 N.A. Ametembun, Organisasi dan Kepemimpinan Suatu Pendekatan dan Tingkah Laku,

    (Bandung : IKIP), 1985, h.48

  • 20

    kemampuan berkomunikasi, rasa perlakuan yang wajar terhadap sesama, kepribadian,

    keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi dan ketenangan diri.14

    Sifat-sifat yang terdapat dalam individu pemimpin yang tidak terpisahkan

    seperti intelegensi, diangap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi yang lain.

    Karena tidak semua orang memiliki sifat yang sama. Oleh karena itu pendekatan sifat

    tampaknya tidak mampu menjawab berbagai persoalan di sekitar kepemimpinan.

    Sebagai contoh, adakah kombinasi optimal dari sifat kepribadian dalam menentukan

    keberhasilan pemimpin?. Apakah sifat-sifat kepribadian itu mampu mengindikasikan

    kepemimpinan yang potensial ?. Apakah karakteristik itu dapat dipelajari atau telah

    ada sejak seseorang lahir ?.15 Ketidakmampuan pendekatan ini dalam menjawab

    pertanyaan-pertanyaan tersebut menyebabkan ada pendekatan lain.

    2). Pendekatan Perilaku

    Pendekatan perilaku ini dapat dikaji melalui beberapa studi yaitu :

    1). Studi Kepemimpinan Universitas OHIO

    Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai dua dimensi utama dari

    perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif dan perhatian.

    Pembuatan inisiatif menggambarkan bagaimana seseorang pemimpin memberi

    batasan dan struktur terhadap peranannya dan peran bawahannya untuk mencapai

    tujuan. Adapun konsiderasi menggambarkan derajat dan corak hubungan seorang

    pemimpin dengan bawahannya yang ditandai dengan saling percaya, menghargai dan

    14 M. Ngalim Poerwanto,Op.Cit, 31

    15 E.Mulyasa ,Op.Cit,h. 108-109

  • 21

    menghormati bawahannya. Dengan mengkombinasikan dua dimensi ini dapat

    dibedakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut : 1). Perhatian rendah,

    pembuatan inisiatif rendah 2). Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah.

    3). Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif tinggi. 4). Perhatian rendah, pembuatan

    inisiatif tinggi.

    2). Studi Kepemimpinan Universitas Michigan

    Studi ini mengidentifikasikan dua konsep yaitu orientasi bawahan dan

    produksi. Pemimpin yang berorientasi kepada bawahan sangat memperhatikan

    bawahan, mereka merasa bahwa setiap karyawan itu penting, dan menerima

    karyawan sebagai pribadi. Sementara pemimpin yang menekankan pada produksi,

    sangatlah memperhatikan produksi dan aspek-aspek tehnik kerja, bawahan dianggap

    sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.

    3). Jaringan Manajemen

    Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni perhatian

    pada produksi di satu pihak dan perhatian pada orang lain di pihak lain. Perhatian

    pada produksi atau tugas adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu keputusan,

    prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja dan jumlah pengeluaran. Perhatian pada

    orang-orang adalah sikap pemimpin yang memperhatikan keterlibatan bawahan

    dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam hal ini aspek-aspek yang perlu diperhatikan

    berkaitan dengan harga diri bawahan, tanggung jawab berdasarkan kepercayaan,

    suasana kerja yang menyenangkan dan hubungan yang harmonis.

  • 22

    4). Sistem Kepemimpinan Likert

    Sistem kepemimpinan likert ini dapat dilihat melalui empat sistem yaitu :

    Sistem 1 ; dalam sistem ini pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit

    kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahannya dan bersikap

    paternalistik. Cara pemimpin memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan

    dan hukuman, kadang-kadang memberi penghargaan secara kebetulan. Pemimpin

    dalam sistem ini, hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah dan

    hanya membatasi proses pengambilan keputusan ditingkat atas saja.

    Sistem 2 ; dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati.

    Pemimpin yang termasuk dalam sistem ini mempunyai kepercayaan yang

    terselubung, percaya pada bawahan, atau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan

    pemberian hukuman, memperoleh adanya komunikasi ke atas, mendengarkan

    pendapat, ide-ide dari bawahan, serta memperbolehkan adanya delegasi wewenang

    dalam proses keputusan. Dalam sistem ini bawahan merasa tidak bebas untuk

    membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan dengan atasan.

    Sistem 3 ; pemimpin dalam sistem ini mempunyai sedikit kepercayaan pada

    bawahan, biasanya kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan, dan

    masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang

    dibuatnya. Pemimpin bergaya ini mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan

    hukuman dan juga berkehendak melakukan partisipasi. Dia juga suka menetapkan

    dua pola hubungan komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dalam hal ini dia

    membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tetapi keputusan yang

  • 23

    mengkhususkan pada tingkat bawah. Dalam sistem ini bawahan merasa sedikit bebas

    untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan pekerjaan bersama atasannya.

    Sistem 4 ; dalam sistem ini, pemimpin mempunyai kepercayaan yang

    sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu mengandalkan

    bawahan untuk mendapatkan ide-ide serta mempunyai niat untuk mempergunakan

    bawahan secara konstruktif. Memberi penghargaan yang bersifat ekonomis

    berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan, terutama

    dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan.

    3). Pendekatan Situasional

    Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya

    menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini

    kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi daripada sebagai kualitas pribadi, dan

    merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi

    tertentu.

    Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa

    variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan dalam menentukan gaya

    kepemimpinan yang paling cocok. Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai

    gaya kepemimpinan yang paling efektif yang diterapkan dalam situasi tertentu.

    Ada beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini :

    1). Teori Kepemimpinan Kontingensi

    Seseorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang

    dimiliki, tetapi juga karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara

  • 24

    pemimpin dengan situasi. Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri

    pemimpin maupun kepada keadaan organisasi. Menurut Feidler tak ada gaya

    kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi, ada tiga faktor yang perlu

    dipertimbangkan, yaitu : hubungan antara pemimpin dengan bawahan, struktur tugas

    dan kekuasaan yang berasal dari organisasi.

    2). Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi

    Ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan,

    yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang, dan dimensi efktivitas

    3). Teori Kepemimpinan Situasional

    Teori ini merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi,

    yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas, perilaku

    hubungan dan kematangan. Perilaku tugas merupakan pemberian petunjuk oleh

    pemimpin terhadap bawahan meliputi penjelasan tertentu, apa yang harus dikerjakan,

    bilamana, dan bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara ketat.

    Perilaku hubungan merupakan ajakan yang disampaikan oleh pemimpin melalui

    komunikasi dua arah yang meliputi mendengar dan melibatkan bawahan dalam

    pemecahan masalah. Adapun kematangan adalah kemampuan dan kemauan bawahan

    dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.

    Dari tiga faktor tersebut, tingkat kematangan bawahan merupakan faktor yang paling

  • 25

    dominan. Karena itu tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin

    dalam hubungannya dengan bawahan.16

    Dari beberapa pendekatan tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya

    kepemimpinan seseorang tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dalam

    jabatannya seperti terlihat dari peningkatan kemampuan atau ketrampilan yang dapat

    dikembangkan, meskipun mungkin tidak mencapai titik kemampuan yang terpendam

    dalam dirinya. Gaya kepemimpinan itu menuntut adanya kemahiran untuk membaca

    situasi seperti yang berkaitan dengan iklim kerja di dalam organisasi, yang sering

    menampakkan gejalanya dalam berbagai bentuk seperti absentisme yang tinggi,

    banyaknya pegawai yang minta berhenti, disiplin yang rendah, produktivitas yang

    tidak sesuai dengan yang diharapkan.

    Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa gaya kepemimpinan kepala

    sekolah adalah sikap dan perilaku kepala sekolah terhadap bawahan dalam mencapai

    tujuan organisasi sekolah. Setiap pemimpin mempunyai berbagai macam gaya

    kepemimpinan yang diterapkan ke dalam organisasi. Pemimpin mungkin memiliki

    gaya kepemimpinan demokratis atau otokratis. Pemimpin yang baik akan

    mengkomunikasikan energinya, antusiasmenya, ambisinya, kesabarannya,

    kesukaannya dan arahannya demi mencapai tujuan yang diharapkan.

    16 Ibid. Hal 112 -115

  • 26

    2.1.3.1 Kepemimpinan Otokratis

    Secara etimologis, otoriter berarti berkuasa sendiri, sewenang-wenang.

    Sedangkan secara terminologis kepemimpinan otoriter adalah menempatkan

    kekuasaan ditangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka

    tetap ada seorang yang berkuasa 17

    Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai diktator

    terhadap anggota kelompoknya. Baginya pemimpin adalah menggerakkan dan

    memaksa seseorang. Kekuasaan pemimpin yang otokrasi hanya dibatasi oleh undang-

    undang. Penafsirannya sebagai pemimpin tidak lain adalah menunjukkan dan

    memberi perintah. Kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankannya,

    tidak boleh membantah ataupun mengajukan saran.18

    Pemimpin yang otokrasi tidak menghendaki rapat-rapat atau musyawarah.

    Berkumpul atau rapat berarti untuk menyampaikan instruksi-instruksi. Setiap

    perbedaan pendapat di antara anggota-anggota kelompok diartikan sebagai kepicikan,

    pembangkangan atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah

    ditetapkannya.19

    Dalam tindakan dan perbuatannya ia tidak dapat di ganggu gugat. Kekuasaan

    yang berlebihan ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik, sikap asal bapak

    senang atau sikap sumuhan dawuh terhadap pemimpin dan kecenderungan untuk

    17 Hadari Nawawi & Martini Hadari, Kepemimpinan yang Efektif, (Yogyakarta : Gajah

    Mada University Press), 2002, Cet ke-3, h.94 18

    Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 48 19

    Ibid, h.48-49

  • 27

    mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung. Dominasi yang

    berlebihan ini akan menimbulkan sifat apatis, sifat agresif pada anggota kelompok

    terhadap pemimpinnya.

    Pemimpin yang bertipe demikian dipandang sebagai orang yang memberikan

    perintah dan mengharapkan pelaksanaannya secara dogmatis dan selalu positif.

    Dengan segala kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti bawahannya dengan

    jalan memberikan hukuman tertentu bagi yang berbuat negatif, dan hadiah untuk

    seorang bawahan yang bekerja dengan baik.20

    Beberapa pemimpin otoriter dinilai sebagai benevolent autocrats (pseudo

    democratic). Meskipun mereka nampaknya mendengarkan saran-saran/pendapat-

    pendapat para anggota kelompok sebelum keputusan dicapai, toh pada akhirnya

    keputusan yang diambil adalah atas dasar pendapat mereka sendiri. Mereka

    barangkali mempunyai keinginan untuk mendengarkan dan mempertimbangkan ide-

    ide bawahan, namun manakala suatu keputusan dibuat, mungkin lebih otoriter dari

    pada sebelumnya.21

    Seorang pemimpin yang otoriter bersifat ingin berkuasa, sehingga suasana di

    sekolah selalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi kebebasan kepada

    anggota kelompok untuk turut ambil bagian dalam memutuskan suatu persoalan.

    Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberi kesempatan

    20 Burhanuddin, Op.Cit, h.99

    21 Ibid, h.100

  • 28

    untuk mengeluarkan pendapat mereka. Kepala sekolah bebas membuat suatu

    peraturan sendiri dan peraturan tersebut harus ditaati dan diikuti oleh anggota.

    Salah satu contoh, kepala sekolah yang kurang mau mendengarkan atau

    mengindahkan pendapat-pendapat, ide-ide dan saran-saran yang kreatif dari guru-

    guru atau staf sekolah yang dipimpinnya. Dalam rapat-rapat sekolah maka kepala

    sekolah tersebut hanya memajukan dan melaksanakan ide-ide dan keinginannya

    sendiri saja untuk diterima dan dijadikan rapat.

    Akibat negatif yang dapat ditimbulkan kepemimpinan otoriter antara lain :

    1. Guru menjadi manusia penurut yang tidak berani mengambil keputusan

    sehingga sangat tergantung pada pimpinan atau kepala sekolah.

    2. Kesediaan guru, staf dan murid bekerja keras bersifat terpaksa dan berpura-

    pura karena didasari rasa tertekan, takut dan ketegangan karena terus

    menerus dibayangi dengan sanksi dan hukuman.

    3. Sekolah menjadi bersifat statis.22

    Kepemimpinan otoriter menimbulkan suasana kaku, tegang, mencekam,

    menakutkan sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya ketidakpuasan.

    Kepemimpinan otoriter juga memberikan keuntungan antara lain : disiplin dapat

    dikontrol dengan baik, semua pekerjaan dapat berlangsung secara tertib dan teratur,

    cepat serta tegas dalam membuat keputusan dan tindakan sehingga untuk sementara

    produktifitas dapat naik.

    Adapun ciri seorang pemimpin yang otokratis adalah :

    22 Hadari Nawawi & Martini Hadari, Op.Cit, h.94

  • 29

    1. Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi

    2. Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi

    3. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata

    4. Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik

    5. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya

    6. Cara menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat

    mencari kesalahan/menghukum.23

    2.1.3.2 Kepemimpinan laissez faire

    Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan tipe kepemimpinan otoriter.

    Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang

    dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak

    dan kepentingan masing-masing. Semua kebijaksanaan, metode dan sebagainya

    menjadi hak sepenuhnya dari orang yang dipimpin, seluruh kegiatan tersebut

    berlangsung tanpa dorongan, bimbingan dan pengaruh dari pimpinan.

    Pimpinan dalam gaya situasi ini berpendapat bahwa tugasnya adalah menjaga

    dan menjamin kebebasan tersebut serta menyediakan segala kebutuhan dan fasilitas

    yang dibutuhkan organisasi. Dalam kepemimpinan seperti ini setiap terjadi kekeliruan

    atau kesalahan maka pimpinan selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta

    menetapkan keputusan dalam setiap kegiatan.

    Suasana kerja seperti ini akan menimbulkan berbagai hal negatif, antara lain :

    menimbulkan kekacauan dalam pelaksanaan tugas, karena pejabat bekerja secara

    23 Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 50-51

  • 30

    masing-masing, anggota kelompok tidak merasakan ada kepemimpinan dalam

    kelompoknya, apabila muncul masalah maka tidak pernah terpecahkan sampai tuntas

    dan memuaskan, banyak program atau pekerjaan tertunda.24

    Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan

    pimpinan.Tipe ini diartikan sebagai membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya.

    Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi

    terhadap pekerjaan anggotanya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan kepada

    anggota kelompok, tanpa petunjuk atau saran dari pimpinan.

    Dengan demikian mudah terjadi kekacauan. Tingkat keberhasilan organisasi

    atau lembaga yang dipimpin dengan gaya seperti ini semata-mata disebabkan karena

    kesadaran dan dedikasi dari beberapa anggota kelompok bukan karena pengaruh dari

    pemimpinnya. Di dalam tipe kepemimpinan ini, biasanya struktur organisasinya tidak

    jelas dan kabur. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa

    pengawasan dari pimpinan.

    Pemimpin demikian biasanya mempunyai ketergantungan yang besar pada

    anggota kelompok untuk menetapkan tujuan-tujuan dan alat-alat/cara mencapainya.

    Pemimpin pada gaya ini menganggap bahwa peranan mereka sebenarnya sebagai

    orang yang berusaha memberikan kemudahan kerja para pengikut, umpama dengan

    jalan menyampaikan informasi kepada orang-orang yang dipimpinnya, serta sebagai

    penghubung dengan lingkungan yang ada di luar kelompok.

    24 Tim Penyusun FISIP UT, Materi Pokok Kepemimpinan, (Jakarta : Universitas Terbuka),

    1988, Cet ke-1, h.211

  • 31

    Dari uraian tersebut dapat diketahui ciri-ciri dari kepemimpinan Laissez -Faire

    sebagai berikut :

    1) Tidak yakin pada kemampuan sendiri

    2) Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok

    3) Tidak berani menanggung resiko

    4) Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok

    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan laissez

    faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya. Kendatipun

    demikian, kepemimpinan laissez faire juga memberikan keuntungan antara lain para

    anggota (guru) atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya.

    2.1.3.3 Kepemimpinan Demokratis

    Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan

    sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota

    kelompoknya. Pemimpin demokratis sering mengajak pengikutnya dalam mengambil

    keputusan, konsensus dan pemberdayaan. Hubungan dengan anggota kelompok

    bukan sebagai majikan terhadap buruhnya melainkan sebagai saudara tua diantara

    saudara-saudara teman sekerjanya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha

    menstimulasi anggotanya agar bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan

    bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan

    dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan dan kemampuan

    kelompoknya. Dalam melaksanakan tugasnya ia mau menerima dan mengharapkan

    saran dan kritik dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang membangun dari para

  • 32

    anggota yang diterimanya sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan

    dalam tindakan-tindakan berikutnya.25

    Ia mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan menaruh kepercayaan

    pula pada anggotanya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik

    dan bertanggung jawab. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha memupuk rasa

    kekeluargaan dan persatuan. Ia senantiasa berusaha membangun semangat anggota-

    anggota kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya. Di

    samping itu, ia juga memberi kesempatan bagi timbulnya kecakapan memimpin pada

    anggota kelompoknya dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan

    tanggung jawabnya.26

    Pemimpin gaya demikian mengadakan konsultasi dengan para bawahannya

    mengenai tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang diusulkan/dikehendaki

    oleh pimpinan, serta berusaha memberikan dorongan untuk turut serta aktif

    melaksanakan semua keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan itu.

    Tipe kepemimpinan ini dipandang berada pada sebuah bentuk spektrum yang

    diurutkan mulai dari orang yang bertindak atas persetujuan dengan bawahan sampai

    kepada yang membuat keputusan-keputusan namun sudah berkonsultasi sebelumnya

    dengan para anggota kelompoknya.27

    Dalam tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikutsertakan

    seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang

    25 Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 50

    26 Ibid

    27 Burhanuddin,Op.Cit, h.99

  • 33

    demikian akan selalu menghargai pendapat atau kreasi anggotanya/guru-gurunya

    yang ada di bawahnya dalam rangka membina sekolahnya.

    Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan

    bersama daripada kepentingan sendiri, sehingga terciptalah hubungan dan kerjasama

    yang baik dan harmonis, saling bantu membantu di dalam melaksanakan tugas sehari-

    hari sudah barang tentu dengan terciptanya suasana kerja yang sehat ini baik guru,

    tata usaha dan kepala sekolah bekerja dengan kegembiraan dan kesenangan hati untuk

    memajukan rencana pendidikan di sekolah.

    Kalau di sekolah dilaksanakan kepemimpinan pendidikan yang bersifat

    demokratis, maka ini merupakan hasil interaksi kelompok, dimana setiap orang

    dipandang memiliki potensi dapat memberikan sumbangan prosedur kooperatif, yang

    dimanfaatkan secara luas. Pemimpin-pemimpin yang mengusahakan perbaikan dalam

    pengajaran akan selalu mencari jalan untuk mengembangkan potensi kepemimpinan

    yang terdapat pada orang lain.

    Dalam kepemimpinan demokratis kepala sekolah harus sadar bahwa

    kurikulum yang ada perlu dipahami benar-benar oleh guru-guru, sehingga mereka

    dapat menjabarkannya secara luas dan dapat mengembangkan secara kreatif. Dalam

    hal ini kepala sekolah bersama-sama dengan guru memahami masalah proses belajar

    mengajar yang efektif, menyusun program-program kurikulum dan kegiatan-kegiatan

    tambahannya, termasuk dalam hal ini program tahunan.

    Selain itu kepala sekolah ikut menentukan tinggi rendahnya moral guru.

    Untuk itu kepala sekolah harus dapat menciptakan situasi belajar dan mengajar yang

  • 34

    baik untuk mempertinggi moral guru-guru, sehingga mereka dapat menjalankan

    tugasnya dengan baik dan dengan rasa tanggung jawab. Karena moral atau tata cara

    akhlak/sikap yang tercermin lewat tingkah laku guru-guru tersebut, sangatlah penting

    artinya dan menentukan juga terhadap jalannya proses belajar mengajar.

    Adapun ciri seorang pemimpin yang demokratis adalah sebagai berikut :

    1) Senang menerima saran, pendapat dan kritikan dari bawahan

    2) Mengutamakan kerja sama dalam mencapai tujuan

    3) Membuat keputusaan bersama dengan anggota kelompok

    4) Menjelaskan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok

    5) Feed back dijadikan sebagai salah satu masukan yang berharga 28

    2.2 Efektivitas Mengajar

    2.2.3 Definisi Efektivitas Mengajar

    Sebelum menguraikan definisi efektivitas mengajar, ada baiknya kita

    menguraikan definisi dari efektif, mengajar dan efektivitas mengajar. Efektivitas

    sering diartikan sebagai keberhasilan di dalam mencapai sesuatu. Dalam memaknai

    efektivitas setiap orang memberi arti yang berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan

    kepentingan masing-masing. Hal tersebut diakui oleh Chung dan Maginson (1981),

    Efectivenes means different to different people.29 Dalam Kamus Besar Bahasa

    Indonesia (1990:219) dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya (akibat,

    28 Ibid. h. 52

    29 E Mulyasa, Op.Cit, h.82

  • 35

    pengaruh, kesan), manjur, mujarab, dapat membawa hasil.30 Jadi efektivitas adalah

    adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang

    dituju.31

    Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan

    memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.

    Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa efektivitas berkaitan

    dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan

    adanya partisipasi aktif dari anggota. Masalah efektivitas biasanya berkaitan erat

    dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah

    disusun sebelumnya atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan..

    Dalam pengajaran yang efektif, guru dapat mengajar bagaimana seharusnya

    siswa belajar dan menginternalisasikan nilai-nilai agar siswa mau belajar terus-

    menerus sepanjang hayatnya. Kesadaran belajar sepanjang hidupnya demikian sangat

    diperlukan, mengingat perkembangan dan tuntutan dunia yang berkembang melesat

    seperti sekarang ini, hanya dapat diikuti oleh orang yang sepanjang waktu mau

    belajar.

    Dalam efektivitas terdiri atas 3 kriteria waktu yang meliputi : 1. Jangka pendek untuk menunjukkan hasil kegiatan dalam kurun waktu sekitar

    satu tahun, dengan kriteria kepuasan, efisiensi dan produksi. 2. Jangka menengah, dalam waktu 5 tahun dengan kriteria perkembangan serta

    kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan organisasi. 3. Jangka panjang, waktu ini digunakan untuk menilai waktu yang akan datang,

    menggunakan kriteria kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan

    30 Agus Sulistyo, Kamus Bahasa Indonesia, (Surakarta : ITA, 1999), h.128

    31 E.Mulyasa, Loc.Cit

  • 36

    hidup dan kemampuan membuat perencanaan strategis bagi kegiatan di masa depan.32

    Sedangkan pengertian mengajar adalah :

    1. Mengajar adalah menyuruh anak menghafal.

    2. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan.

    3. Mengajar adalah menggunakan satu metode mengajar tertentu.33

    Pengertian mengajar dalam arti luas yaitu :

    1) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak. Pada definisi ini tujuan

    mengajar ialah penguasaan pengetahuan oleh anak. Anak dianggap pasif.

    Pengajaran bersifat teacher centered, karena gurulah yang memegang peranan

    utama. Sering ilmu pengetahuan kebanyakan diambil dari buku pelajaran yang

    tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran

    serupa ini disebut intelektualitas sebab menekankan dari segi pengetahuan.

    2) Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan pada anak. Menyampaikan

    kebudayaan pada anak berarti mengenalkan kebudayaan bangsanya dan

    kebudayaan dunia. Bukan saja hanya mengenalkan akan tetapi ada pula yang

    mengharapkan agar anak-anak tidak hanya menguasai kebudayaan yang ada,

    tetapi agar mereka juga turut membantu memperkaya kebudayaan itu dengan

    mencipatakan kebudayaan baru menurut zaman yang senantiasa berubah itu.

    3) Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan

    sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses

    32 E. Mulyasa, Loc.Cit.

    33 S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, ( Jakarta : Bumi Aksara ), 2004, h.7

  • 37

    belajar mengajar. Dalam hal ini mengajar itu suatu usaha dari pihak guru, yakni

    mengatur lingkungan, sehingga terbentuklah suatu suasana yang sebaik-baiknya

    bagi anak untuk belajar, yang belajar adalah anak itu sendiri berkat kegiatannya

    sendiri, guru hanya dapat membimbing anak. Oleh karena itu dimanfaatkannya

    segala faktor dalam lingkungan, termasuk dirinya, buku-buku, alat peraga

    lingkungan, sumber lain dan sebagainya. Dalam hal ini pengajaran lebih bersifat

    pupil centered, guru berperan sebagai manager of learning .34

    Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tahapan sebelum memulai tugas

    pengajaran. Adapun tahapan tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu :

    1. Tahap persiapan atau perencanaan.

    Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa komponen yang penting dalam

    penyusunan program pengajaran adalah sebagai berikut :

    a). Penguasaan materi pelajaran

    b). Analisis materi pelajaran

    c) Program satuan pelajaran

    d). Rencana pengajaran35

    Guru diharapkan mampu membuat persiapan mengajar secara teratur dan

    tertulis di samping penguasaan bahan yang di perlukan, dan persiapan yang telah

    dibuat sebaiknya dikaji kembali sebelum dilaksanakan di depan kelas, jika ada hal-hal

    yang perlu direvisi atau disempurnakan.

    34 Ibid, h. 4 -5

    35 Moh. Uzer Usman, Op.Cit, hal. 50

  • 38

    2. Tahap pelaksanaan

    Tahap pelaksanaan ini berlangsung pada saat guru memimpin kegiatan belajar

    mengajar. Pada tahap ini guru harus senantiasa mengupayakan dan menjaga agar

    siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

    Agar kegiatan proses belajar mengajar berjalan dengan baik maka guru harus

    menguasai bahan pengajaran yang akan diberikan, memilih metode yang tepat,

    menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang menunjang, mengetahui

    sistematika bahan yag akan diberikan serta mengatur tugas siswa.

    3. Tahap penilaian atau evaluasi

    Pada tahap ini guru melakukan penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang

    baru saja berlangsung. Penilaian tersebut ada yang berkaitan dengan materi dan juga

    proses bagaimana murid memperoleh materi tersebut.

    Untuk mengetahui apakah materi yang diberikan dipahami atau tidak, dapat

    dilakukan dengan jalan membuat rangkuman intii pelajaran yang dilakukan murid.

    Sedangkan untuk menilai terhadap proses bagaimana murid memahami bahan

    pelajaran yang diberikan, dapat dilakukan dengan jalan memberikan soal-soal yang

    berkaitan dengan pelajaran yang telah berlangsung

    Berdasarkan definisi mengajar di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar pada

    hakikatnya adalah suatu proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada

    disekitarnya sehingga siswa dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan

    proses belajar mengajar. Serta adanya proses memberikan bimbingan atau bantuan

    kepada siswa dalam melakukan belajar mengajar.

  • 39

    Sedangkan definisi dari efektivitas mengajar adalah suatu aktivitas guru di

    dalam proses pengajaran yang mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas mengajar

    dapat dilihat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses

    pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat

    belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Selain itu efektivitas mengajar

    sama juga dikatakan proses pengajaran dan pembelajaran yang berhasil yang dilihat

    dari cara guru menyampaikan proses pengajaran dengan berbagai strategi pengajaran

    kepada siswa dengan melihat dari kualitas peserta didik.

    Dengan demikian efektivitas mengajar adalah tolok ukur sampai sejauh mana

    keberhasilan antara hasil yang dicapai siswa dalam kaitannya dengan tahapan

    pelaksanaan pengajaran.

    2.2.4 Indikator Efektivitas Mengajar

    Indikator efektivitas mengajar dimaksudkan sebagai alat untuk mengukur

    efektivitas mengajar guru di sekolah. Kriteria yang digunakan untuk menggambarkan

    efektivitas mengajar biasanya dapat dilihat dari keberhasilan akademik yang

    diperoleh guru dan kompetensi guru. Menurut Syaiful Bahri Djamarah indikator

    efektivitas mengajar sebagai berikut :36

    2.2.2.1. Perilaku yang digariskan dalam Tujuan Pengajaran

    Sebelum melaksanakan pengajaran guru diwajibkan merumuskan tujuan

    pengajaran. Perumusan tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat

    36 Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta ), 2002, h.

    120

  • 40

    operasional dan konkret, yakni Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional

    Khusus, Tujuan Kurikuler, Tujuan Nasional sampai kepada tujuan yang bersifat

    universal. Oemar Hamalik mengemukakan bahwa Dalam pengajaran perumusan

    tujuan adalah yang utama dalam setiap proses pengajaran. Perumusan ini senantiasa

    diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, proses pengajaran

    harus direncanakan. Ketercapaian tujuan dapat dicek atau di kontrol sejauh mana

    tujuan itu telah dicapai.37

    Perumusan tujuan pengajaran dimaksudkan agar siswa mengalami perubahan

    tingkah laku yang diinginkan sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran

    yang dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang

    dirumuskan harus jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila

    tidak, maka kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat

    selanjutnya perubahan yang diharapkan terjadi pada anak didik pun sukar diketahui,

    karena penyimpangan-penyimpangan dari kegiatan belajar mengajar. Karena itu

    rumusan tujuan pengajaran dalam belajar mengajar mutlak dilakukan oleh guru

    sebelum melakukan tugasnya di sekolah.

    Dalam proses belajar mengajar guru dapat menilai siswa tidak hanya melalui

    kemampuan intelegensi yang dimilikinya akan tetapi perubahan perilaku pun ikut

    menentukan. Perubahan ini berkaitan dengan perilaku yang digariskan dalam tujuan

    pembelajaran khusus yang telah dicapai siswa baik individu maupun kelompok.

    37 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara), 2005, Cet ke-5,

    h.55

  • 41

    Perubahan perilaku ini merupakan wujud dari hasil belajar yang dicapai siswa dengan

    mengikuti pedoman tujuan pembelajaran. Perubahan perilaku dapat dilihat dari 3

    aspek yaitu : (1). Kognitif, (2). Afektif, (3). Psikomotorik.38

    Ranah Kognitif. Aspek kognitif ini dilakukan secara menyeluruh dari segi

    pemahaman terhadap materi atau bahan pelajaran yang diberikan. Aspek kognitif

    terdiri dari penilaian pengetahuan tentang :

    1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge). Kemampuan seseorang untuk mengingat

    kembali materi yang telah diajarkan tanpa mengharapkan kemampuan untuk

    menggunakannya.

    2. Pemahaman. Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu

    setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

    3. Penerapan/aplikasi. Kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan

    ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus,

    teori-teori dalam situasi yang baru dan kongkret.

    4. Analisis. Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau

    keadaan menurut bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan

    diantara bagian-bagian atau faktor yang satu dengan yang lainnya.

    38 Ibid, h.161-163

  • 42

    5. Sintesis. Kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir

    analisis. Kemampuan seseorang yang memadukan bagian secara logis, sehingga

    menjelma menjadi suatu pola yang terstruktur atau berbentuk pola baru.

    6. Penilaian/penghargaan/evaluasi. Merupakan jenjang berfikir yang paling tinggi

    dalam aspek kignitif. Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan

    terhadap suatu situasi, nilai atau ide.

    Ranah Afektif. Ukuran aspek afektif berhubungan dengan pandangan siswa

    yang melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi siswa terhadap hal yang

    relatif sederhana tapi bukan fakta. Aspek afektif ini berkaitan dengan sikap atau nilai

    siswa yang telah mendalam di sanubarinya, dan guru meminta siswa untuk

    mempertahankan pendapatnya. Sehubungan dengan tujuan penilaiannya, maka yang

    menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik bukan

    pengetahuannya.

    Ranah Psikomotorik. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan

    ketrampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman

    belajar tertentu. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar

    psikomotorik apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan

    tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektif.

  • 43

    2.2.2.2. Daya Serap Siswa Terhadap Bahan Pelajaran

    Daya serap terhadap bahan pelajaran biasanya terlihat setelah guru

    melaksanakan pengajaran. Penilaian yang dilakukan terhadap siswa dapat

    dilaksanakan ketika pelajaran berlangsung maupun sebelum pelajaran berlangsung.

    Biasanya daya serap terhadap bahan pelajaran ini dilaksanakan dengan pemberian tes

    baik tertulis maupun tes lisan. Daya serap terhadap pelajaran yang diajarkan

    berfungsi untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa mencapai prestasi tinggi baik

    secara individual maupun kelompok.

    Dari kedua indikator efektivitas mengajar yang telah diuraikan dapat

    disimpulkan bahwa kedua indikator tersebut sangatlah berkaitan untuk mencapai

    tingkat keberhasilan guru dalam mengajar. Namun demikian, indikator yang biasa

    digunakan sebagai tolok ukur adalah daya serap siswa terhadap materi.

    2.2.5 Tolok Ukur Efektivitas Mengajar

    Tolok ukur efektivitas mengajar dimaksudkan sebagai ukuran atau patokan

    dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu pengajaran. Dari indikator yang sudah

    diuraikan, indikator yang digunakan sebagai tolok ukur efektivitas mengajar menurut

    Syaiful Bahri Djamarah adalah :39

    2.2.3.1. Daya serap siswa terhadap materi

    Daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan dapat dilihat melalui

    perolehan angka. Penilaian terhadap kemampuan siswa idealnya menggunakan

    39 Syaful Bahri Djamarah.Ibid

  • 44

    pengukuran intelegensia atau potensi yang dimilikinya. Namun mengingat sulitnya

    alat ukur tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan penilaian ini dengan

    mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang ditunjukkannya,

    misalnya analisis terhadap hasil belajar, hasil tes seleksi masuk, nilai STTB, nilai

    rapor dan hasil ulangan harian. Melalui analisis ini setidaknya guru dapat membuat

    kategori kemampuan siswa dalam tiga kategori yakni : tinggi, sedang, kurang.

    Analisis kemampuan ini sangat bermanfaat bagi guru dalam menentukan strategi

    pengajaran sesuai dengan kemampuan siswa. Pendekatan pengajaran berdasarkan tiga

    kategori tersebut tentu harus berbeda agar diperoleh hasil belajar yang optimal.

    Demikian pula sikap guru dalam menghadapi siswa sesuai dengan potensinya banyak

    memberikan pengaruh terhadap kemajuan belajar siswa.40

    Daya serap siswa terhadap materi ini dapat juga ditinjau dari sudut proses (by

    process) pengajaran dan dari sudut hasil yang dicapainya. Dari sudut proses

    pengajaran, kriteria ini menekankan pada pengajaran sebagai suatu proses interaksi

    antara guru dengan siswa secara sistematis Proses pengajaran merupakan interaksi

    dinamis sehingga siswa sebagai subyek yang belajar mampu mengembangkan

    potensinya melalui belajar sendiri dan tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara

    efektif. Selain itu guru juga harus mengadakan evaluasi terhadap proses pengajaran

    yang telah dilakukan. Evaluasi terhadap proses pengajaran dilakukan sebagai bagian

    integral dari pengajaran itu sendiri. Artinya, evaluasi proses bertujuan menilai

    40 Nana Sudjana, Teknologi Pengajaran, (Bandung : Algesindo ), Cet.ke-3, 2001, h. 143

  • 45

    keefektifan dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan

    penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Sedangkan dari sudut hasil yang

    dicapainya (by product). Kriteria pada segi hasil atau produk menekankan kepada

    tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan baik

    secara individual maupun kelompok. Tingkat pemahaman dan penguasaan materi ini

    dapat ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas.41

    Demikian tolok ukur yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan

    tingkat keberhasilan proses belajar mengajar. Namun pada umumnya yang dijadikan

    sebagai tolok ukur keberhasilan dari keduanya ialah daya serap siswa terhadap

    pelajaran. Biasanya guru hanya menjadikan tolok ukur efektivitas mengajar melalui

    kemampuan intelegensi siswa dengan tingkat keberhasilan : istimewa/maksimal, baik

    sekali/optimal, baik/minimal dan kurang. Akan tetapi guru juga tidak

    mengesampingkan aspek lain, karena dalam kurikulum yang berlaku saat ini untuk

    mengetahui sampai sejauhmana tingkat keberhasilan belajar mengajar perlu

    ditetapkan aspek yang di ukur (kognitif, afektif, psikomotorik) serta menggunakan

    berbagai tehnik penilaian.

    41 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru), 1987,

    h.35

  • 46

    2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas

    Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan

    efektif, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafat yang

    dianutnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya guru harus berpedoman

    pada kurikulum yang berlaku saat ini kurikulum yang telah disempurnakan antara lain

    bahwa sesuatu dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya dapat

    tercapai.

    Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru harus

    berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan

    baik dan sistematik. Namun terkadang, keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi

    kegagalan yang ditemui. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor sebagai

    penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai

    faktor itu juga sebagai pendukungnya. Berbagai faktor tersebut meliputi :42

    2.2.4.1. Tujuan

    Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam

    kegiatan belajar-mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar

    berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya

    tujuan (efektivitas) sama halnya dengan keberhasilan pengajaran. Sedikit banyaknya

    perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh

    42 Syaiful Djamarah, Op.Cit, h. 123-135

  • 47

    guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru

    dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan

    belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya

    tujuan pengajaran itu gagal untuk di capai. Karena sebagai pedoman sekaligus

    sebagai sasaran yang akan di capai dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka

    guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya. Tujuan pembelajaran

    khusus (TPK) ini harus dirumuskan secara operasional dengan memenuhi syarat-

    syarat tertentu, yaitu :

    1) Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan di capai.

    2) Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi

    3) Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti

    menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat di terima sebagai hasil

    yang di capai.

    Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan belajar atau

    perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Hal itu berarti keberhasilan

    proses belajar mengajar bervariasi juga. Perilaku yang mana yang hendak dihasilkan,

    menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak dihasilkan.

    Sebagai contohnya bila perilaku guru yang hendak di capai adalah agar anak dapat

    membaca maka perumusan TPK nya harus mendukung tercapainya keterampilan

    membaca yang diinginkan itu. Bila perilaku yang hendak di capai guru adalah

    keterampilan menulis, maka perumusan TPK nya harus mendukung tercapainya

    keterampilan menulis yang diinginkan. Baik keterampilan membaca dan menulis

  • 48

    adalah perilaku yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua

    keterampilan tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam

    melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui

    setelah dilakukan tes formatif di akhir pengajaran.

    2.2.4.2. Guru

    Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan kepada

    anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang

    profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, ia dapat menjadikan anak didik

    menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing

    sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian

    guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka efektivitas

    belajar mengajar untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu

    pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah dapat mempengaruhi pola

    kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.

    Latar belakang pendidikan dan pengalaman adalah dua aspek yang

    mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru

    yang mempunyai latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri

    dengan lingkungan sekolah. Karena ia sudah dibekali dengan seperangkat teori

    sebagai pendukung kepribadiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-

    aspek tertentu saja dan hal itu adalah sesuatu yang wajar. Demikian juga dengan guru

    yang sudah berpengalaman. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan

    yang ditemukan. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin

  • 49

    berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai

    guru.

    Berbeda dengan guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan

    ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas.

    Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori

    pendidikan dan keguruan.

    Berbagai permasalahan yang dikemukakan di atas merupakan aspek-aspek

    yang ikut mempengaruhi efektivitas mengajar guru.

    2.2.4.3. Anak Didik

    Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah untuk

    mendapat ilmu pengetahuan. Dengan dimasukkan mereka ke sekolah oleh orang tua

    mereka. Oleh karena itu guru di tuntut sebagai pengemban tanggung jawab.

    Tanggung jawab guru tidak hanya terhadap seorang anak tetapi dalam jumlah yang

    cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar

    belakang yang berbeda, mulai dari kepribadian, intelektual, biologis, psikologis. Hal

    ini sangatlah mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.

    Anak yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda itu dikumpulkan di

    dalam satu kelas. Hal ini sangatlah mempengaruhi kegiatan mengajar guru yang juga

    sebagai pengelola kelas. Selain itu juga ada anak yang menyenangi pelajaran tertentu

    dan kurang menyenangi pelajaran yang lain. Ini merupakan perilaku anak yang

    bermula dari sikap mereka karena minat yang berlainan. Hal ini tentu saja sangatlah

    mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang disenangi, dipelajari

  • 50

    oleh anak dengan senang hati pula. Demikian juga dengan sebaliknya, akibatnya hasil

    belajar mereka sangatlah menentukan prestasi yang dicapai.

    2.2.4.4. Kegiatan Pengajaran

    Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan

    menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Misalnya guru yang

    menggunakan pendekatan individual akan berusaha memahami anak didik sebagai

    makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang

    menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai

    makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar

    yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula.

    Perpaduan dari kedua pendekatan itu akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang

    lebih baik. Strategi penggunaan metode mengajar sangatlah menentukan kualitas

    hasil belajar mengajar. Jarang ditemukan guru yang hanya menggunakan satu metode

    saja di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan

    tujuan yang guru buat tidak hanya menggunakan satu met