Contoh PTK
-
Upload
setiawan-endra -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of Contoh PTK
-
A. JUDULIMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPESTUDENT-TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) BERBANTUANLKS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWAKELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 2 SELAT KARANGASEM
B. LATAR BELAKANG
Perkembangan masyarakat sekarang ini adalah merupakan suatu proses
dorongan dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan industrialisasi. Hal
tersebut mensyaratkan kemajuan atas praktik dalam bidang pendidikan.
Karena pendidikanlah yang sanggup mengantisipasi suatu zaman yang
menjadikan suatu masyarakat yang terdidik dengan baik, lebih percaya diri,
dan lebih bersemangat dalam menghadapi lingkungan yang berskala global
serta semakin kompetitif sifatnya. Dengan demikian pendidikan merupakan
suatu kunci utama masa depan suatu bangsa. Dimana kualitas suatu bangsa itu
dapat diukur dari kemajuan dalam proses pendidikan serta keluaran dari hasil
pendidikan itu sendiri.
Pendidikan seperti sekarang ini tidak mengenal usia dimana orang-
orang dapat menempuh pendidikan kapan dan dimana mereka mau.
Pendidikan tidak akan habis walapun mereka pelajari tanpa mengenal ruang
dan waktu, karena pendidikan merupakan suatu proses yang mengalami suatu
perubahan dari waktu ke waktu. Sehingga sering dikatakan pendidikan itu
sepanjang hayat tanpa mengenal akhir. Karena dengan pendidikan akan
bertujuan untuk menciptakan pribadi yang berpengetahuan tinggi, berwawasan
luas, dan memiliki budi pekerti yang luhur, sehingga pendidikan merupakan
suatu cara bagi suatu negara atau bangsa untuk menyiapkan kualitas sumber
daya manusia yang diperlukan dalam pembangunan. Manusia pembangunan
adalah manusia yang membuat suatu perubahan dengan menciptakan gagasan
serta hasil yang baru, bukan hanya memanfaatkan pilihan yang sudah
disediakan oleh orang lain.
Masalah kualitas pendidikan merupakan suatu masalah yang kursial
dalam bidang pendidikan yang sedang dihadapi oleh negara-negara
berkembang, karena kualitas pendidikan yang dimiliki suatu negara
1
-
merupakan cerminan dari kualitas negara bersangkutan. Negara Indonesia
merupakan salah satu negara yang mengalami masalah serupa yaitu masalah-
masalah kualitas, masalah kuantitas, masalah efektivitas, masalah efisiensi,
serta masalah relevansi.
Kondisi seperti itu juga dialami oleh Sekolah Dasar Negeri No. 2 Selat,
yang mana guru-guru dalam mengajar masih menggunakan model
pembelajaran yang tradisional yaitu dengan ceramah. Hal ini mengakibatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas VI belum memenuhi kreteria ketuntasan
minimum (KKM) yang ditetapkan, yang mana nilai rata-rata kelas hasil
belajar IPA pada kelas VI Sekolah Dasar Negeri 2 Selat yaitu 6,1 masih berada
di bawah dari KKM yang ditetapkan yaitu 6,5.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menangani
masalah tersebut seperti peningkatan kualifikasi guru, perubahan dan
perbaikan kurikulum, serta pengadaan sarana prasarana, namun upaya yang
dilakukan ini merupakan upaya yang masih umum, karena uapaya ini belum
menyentuh langsung masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu kelas. Karena
telah kita sadari bahwa sebaik apapun kurikulum pendidikan yang ada tapi
apabila tidak diimbangi oleh pengimplementasian yang maksimal dan tepat
guna yang dilakukan baik guru maupun siswa, maka hasil pendidikan yang
diharapkan tidak akan tercapai secara maksimal. Seperti contohnya masalah
yang paling mendasar adalah masih adanya guru yang menggunakan model
pembelajaran tradisional dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga
dalam proses belajar mengajar belangsung siswa tidak ikut aktif didalamnya.
Pemerintah dalam hal ini Depdiknas sudah berupaya utuk meningkatkan
kualitas pendidikan termasuk didalamnya kualitas pendidikan Ilmu
Pendidikan Alam di sekolah dasar antara lain melalui pengadaan sarana dan
prasarana penunjang pendidikan tersebut, peningkatan kualitas tenaga
pengajar, baik melalui penataran, pelatihan serta seminar, program
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), program kemitraan, antara
sekolah dengan lembaga pendidikan, tenaga kependidikan dan pengembangan
kurikulum.
2
-
Jika pendidikan selalu dikaitkan dengan kurikulum maka uapaya yang
dilakukan pemerintah dalam bidang kurikulum untuk meningkatkan kualitas
pendidikan adalah dengan mengadakan usaha pembaharuan kurikulum dari
kurikulun 1994 sampai pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Perubahan kurikulum 2004 yaitu kurikulum berbasis kompetensi dimaksudkan
sebagai kurikulum yang mampu memfasilitasi siswa dalam pengembangan
kompetensi mereka yang meliputi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif
dan ranah psikomotor serta minat siswa pada setiap mata pelajaran yang
tercantum dalam kurikulum dan kemudian dilanjutkan dengan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Kurikulum merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi
landasan program pembelajaran. Pembelajaran merupakan upaya yang
dilakukan guru untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan
dalam kurikulum. sedangkan penilaian merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian kurikulum dan
berhasil tidaknya proses pembelajaran tersebut.
Dalam proses belajar mengajar siswa diharapkan bergaul secara aktif
dengan lingkungan disekitarnya. Winkel (2005) menyatakan:
dalam proses belajar mengajar seperti bagaimana yang berlangsungdalam kelas, dapat kita temukan beberapa komponen yang bersama-sama mewujudkan proses belajar, diantaranya prosedur didaktif, mediapengajaran, pengelompokan siswa dan materi pelajaran. Prosedurdidaktis adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pengajaryang menyangkut penyajian materi pelajaran agar siswa dapat mencapaitujuan intruksional tertentu.Untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar yang kondusif
diperlukan suatu upaya dari tenaga pengajar untuk menerapkan strategi
pengajaran. Dalam kaitannya untuk meningkatkan proses pembelajaran
khususnya pembelajaran IPA di sekolah dasar, maka sikap, fungsi dan peran
guru haruslah mengalami pergeseran yaitu: (1) konservatif-tradisional menuju
progresif-futuristik; (2) penceramah-menggurui menuju pendengar yang
empati, fasilitator dan mediator pembelajaran; dan (3) sumber otoritas
pengetahuan menuju manager informasi.
Dengan demikian para guru khususnya guru mata pelajaran IPA di
sekolah dasar sudah saatnya berbenah diri dari model pembelajaran
3
-
konvensional beralih ke model pembelajaran yang berdasarkan atas paradigma
kontruktivis. Paham kontruktivis sangat memandang perlu pergeseran
paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered) menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered). Pada pandangan
kontruktivis belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses modifikasi
gagasan yang sudah ada dalam pikiran pebelajar, dimana belajar merupakan
proses modifikasi gagasan-gagasan yang telah ada dalam pebelajar. Belajar
merupakan pembentukan pengertian atas pengalaman-pengalaman dalam
hubunganya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Dari uraian tersebut perlunya mengembangkan suatu model
pembelajaran IPA di sekolah dasar yang dilandasi oleh paradigma student
centered dimana siswa cenderung lebih aktif dalam pembelajaran. Adapun
model pembelajaran yang memakai siswa sebagai pusat dalam pembelajaran
(student-centered) adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan cara pembelajaran yang
membagi siswa ke dalam empat sampai lima kelompok yang disetiap
kelompok terdiri sebaran siswa yang memiliki prestasi yang beragam. Tidak
semua tipe dari model pembelajaran kooperatif tersebut bisa dipakai dalam
kondisi belajar tetapi harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi bila ingin
mencapai hasil maksimal.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu
alternatif atas pembelajaran model tradisional. Model pembelajaran kooperatif
tipe STAD diangkat dari suatu kepercayaan bahwa pembelajaran akan lebih
efektif apabila siswa terlibat aktif didalamnya, saling bertukar ide, serta
bekerja secara bersama-sama untuk melengkapi tugas yang dibebankan pada
guru. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan instruksional
yang efektif untuk pengembangan kognitif siswa.
Dari hal yang dipaparkan di atas untuk mengetahui apakah model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA,
maka penelitian ini diberi judul Implementasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Stad Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa
Kelas VI Sekolah Dasar Negeri No. 2 Selat Karangasem.
4
-
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, maka diajukan permasalahan yang
dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STADdapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa Kelas VI Sekolah DasarNegeri No. 2 Selat?
D. TUJUAN PENULISAN
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STADdalam meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa Kelas VI Sekolah DasarNegeri No. 2 Selat.
E. MANFAAT
Dengan adanya penelitian ini yaitu mengenai pengaruh model
pembelajara kooperatif tipe STAD terhadap peningkatan hasil belajar siswa
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Adapun secara lebih rinci, kontribusi yang
dapat dipetik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi pengembangan teori belajar
Secara teoritis hasil dari akan menambah khasanah ilmu pengetahuan di
bidang pendidikan.
2. Bagi siswa Dengan pemakaian model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalampembelajarn IPA di Sekolah Dasar, diharapkan siswa mampu lebihmemahami materi yang diajarkan oleh guru.
3. Bagi guruHasil penelitian ini dapat menambah wawasan guru tentang penerapanmodel pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPA dan
5
-
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaranpendidikan dalam menyusun strategi pembelajaran yang bertujuanmeningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
4. Bagi peneliti dan mahasiswa
Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman langsung bagi
peneliti sebagai calon guru dalam upaya menerapkan pengetahuannya
tentang pembelajaran inovatif yang diperoleh dalam perkuliahan dan bagi
mahasiswa yang belum melakukan penelitian ini dapat dipakai sebagai
suatu kajian teori dalam melangkah kejenjang mata kuliah penelitian.
F. KAJIAN TEORIF.1 Hakekat Belajar IPA
IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang sebab dan akibat peristiwa-
peristiwa yang tegrjadi di alam. IPA dapat juga didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang sistematik dari gejala-gejala alam. Unsur utama yang
terdapat dalam IPA yaitu sikap manusia, proses dan produk yang satu sama lain
tidak dapat terpisahkan. Rasa ingin tahu pada masalah yang terjadi di alam
merupakan sikap manusia, manusia kemudian mencoba memecahkan masalah
yang dihadapinya, pada tahapan digunakan proses atau metode dengan cara
menyusun hipotesis, melakukan kegiatan untuk membuktikan kebenaran
hipotesisnya, dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Hasil atau
produk kegiatan yang telah dilakukannya tersebut berupa fakta-fakta, prinsip-
prinsip, atau teori-teori.
Hakekat IPA dapat dilihat dari tiga segi, yaitu. a) IPA sebagai proses,
IPA sebagai proses yaitu bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan
tersebut. Penekanan dari hakekat IPA sebagai proses adalah bagaimana deorang
siswa menemukan sendiri apa yang sedang dipelajarinya. b) IPA sebagai
produk, IPA sebagai produk yaitu lebih menekankan pada memahami apa yang
sudah dihasilkan oleh IPA itu sendiri misalnya, prinsip-prinsip, hukum-hukum,
dan rumus-rumus.
Usaha pemahaman siswa terhadap prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan
penggunaan ruimus-rumus yang berlaku dalam IPA menunjukkan hakekat IPA
6
-
sebagai produk. c) IPA sebagai pengembangan sikap diyakini dapat melatih
atau menanamkan sikiap dan nilai positif dalam diri siawa. Jujur, dapat bekerja
sama, teliti, tekun, hati-hati, toleran, merupakan sikap dan nilai yang dapat
terbentuk melalui pembelajaran sains. Pembelajarn IPA yang dapat terlaksana
dengan baik, akan dapat membentuk sikap dan nilai positif dalam diri siswa
sebagai bekal yang diperlukannya dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapinya dalam kehidupan, tentunya hal tersebut daoat tercapai jika
pembelajaran IPA dipandang sebagai proses tidak hanya sekedar mempelajari
produk saja.
F.2 Model Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa
yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
lainnya. Model pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman
sebaya yang berinteraksi antar sesama sebagai sebuah tim dalam
menyelesaikan atau membahas suatu tugas.
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam model pembelajaran kooperatif
adalah sebagai berikut.
a. Para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwamereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yangharus dicapai.
b. Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwamasalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok, dan berhasil atautidaknya kelompok itu adalah tanggung jawab bersama seluruh anggotakelompok.
c. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalamsuatu kelompok harus berkomunikasi satu sama lain dalam mendiskusikanmasalah yang dihadapi.
Ada tiga tahapan penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :
a. Think (berpikir), maksudnya setiap siswa berpikir dalam memecahkanmasalah yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif.
7
-
b. Pair (berpasangan), maksudnya siswa-siswa dibagi menjadi beberapakelompok tertentu (berpasangan) untuk mendiskusikan permasalahan yangdihadapi.
c. Share (bertukar pendapat), artinya siswa dapat saling bertukar pendapatdengan pasangannya (kelompoknya).
Sebagai suatu model, pembelajaran kooperatif sudah tentu memiliki
unsur-unsur suatu model. Menurut Bruce Joyce-Marsha Well (dalam Parwati,
2000), unsur-unsur yang dimiliki model pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut.
a. Sintak dan Prinsip Reaksi
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa fase dan prinsip-prinsip
reaksi sebagai berikut.
FASE PRINSIP REAKSIFase-1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin
dicapai melalui pembelajaran tersebut, dan
memotivasi siswa untuk belajarFase-2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan melakukan demonstrasi atau melalui
bahan bacaanFase -3
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa tentang tata
cara membentuk kelompok belajar, serta
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisienFase-4
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
atau bahan diskusiFase-5
Evaluasi
Guru mengadakan evaluasi terhadap prestasi
belajar atau hasil diskusi, misalnya dengan
kegiatan presentasi masing-masing kelompok
tentang hasil diskusi kelompoknyaFase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara terbaik untuk
memberikan penghargaan, baik itu terhadap
upaya ataupun prestasi belajar individu dan
kelompok
8
-
b. Sistem Sosial
Adapun lingkungan belajar dalam pembelajaran kooperatif, ditandai dengan
adanya proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang
harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan struktur
tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua
prosedurnya, namun siswa tetap diberikan kebebasan dalam mengendalikan
kegiatan belajar di kelompoknya.
c. Sistem Pendukung
Untuk menerapkan suatu model pembelajaran sudah tentu memerlukan
adanya sistem pendukung. Demikian halnya dengan model pembelajaran
kooperatif, memerlukan suatu sistem pendukung berupa segala sesuatu yang
menyentuh kebutuhan siswa untuk menggali berbagai informasi yang sesuai
dan diperlukan untuk melakukan kerja kelompok. Misalnya laboratorium,
perpustakaan, lembar masalah/kegiatan, serta media pembelajaran yang
relevan.
d. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Sebagai suatu model, pembelajaran kooperatif memiliki suatu dampak
instruksional dan dampak pengiring sebagai berikut.
1) Dampak instruksional
Karena model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk beberapa
materi tertentu dengan indikator tertentu, maka dampak instruksional dari
model kooperatif adalah sesuai dengan Tujuan Instruksional Khusus
(TIK) dari pembelajaran yang menerapkannya.
2) Dampak Pengiring
Adapun dampak pengiring dari penerapan model pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut.
a) Membantu siswa dalam proses pembentukkan konsepb) Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berdialogc) Membantu siswa untuk berinteraksi dengan siswa lainnyad) Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan bekerjasama
9
-
e) Membantu siswa meningkatkan kemampuan menghargai pendapatorang lain.
Menurut Lundgren (dalam Erni Maidayah, 1994), agar suatu
pembelajaran kooperatif dapat berjalan secara efektif, maka perlu diperhatikan
beberapa hal berikut.
a. Para siswa harus memiliki persepsi sink and swim together, artinyabahwa kesuksesan ataupun kegagalan kelompoknya ditanggung bersama-sama.
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain di kelompoknya,selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yangdihadapi.
c. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yangsama di kelompoknya.
d. Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama besarnya diantara anggota kelompoknya.
e. Siswa akan diberi suatu evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruhterhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran secara
kelompok seperti biasa, karena dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak
hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, tetapi juga bertanggung
jawab kepada kelompoknya.
Ada lima elemen utama model pembelajaran kooperatif yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut.
a. Ketergantungan positif1) Masing-masing anggota diperlukan untuk kesuksesan kelompoknya.2) Setiap anggota kelompok memiliki kontribusi yang sesuai dengan
kemampuannya.b. Interaksi
Adapun interaksi yang terjadi antar siswa dalam pembelalajaran kooperatif,
yaitu.
1) Menjelaskan pemecahan masalah.
2) Mengajarkan pada temannya.
3) Mengecek pemahaman.
10
-
4) Mendiskusikan konsep yang dipelajari.
5) Menghubungkan konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
c. Tanggung jawab individu dan kelompok
Untuk memaksimalkan tanggung jawab setiap siswa, perlu diperhatikan
beberapa hal berikut.
1) Jaga ukuran kelompok (mungkin semakin kecil ukuran kelompok, makinbesar tanggung jawab individu);
2) Memberikan tes individual untuk setiap siswa;3) Menunjuk secara random (acak) anggota untuk mewakili kelompoknya;4) Observasi setiap group (kelompok) dan catat kontribusi tiap individu
dalam kelompoknya;5) Tunjuk seorang siswa untuk mengecek pekerjaan temannya (cek silang).
d. Kemampuan individu dan kelompok
Adapun kemampuan sosial yang didapat siswa antara lain:
1) Pemimpin;2) Pengambil keputusan;3) Membangun percaya diri;4) Berkomunikasi;5) Kemampuan manajemen.
e. Proses kelompok
Adapun proses pembelajaran yang terjadi dalam kelompok, yaitu:
1) Anggota kelompok mendiskusikan cara yang ditempuh untuk mencapaitujuan;
2) Mendeskripsikan aktivitas anggota kelompok bermanfaat atau tidak;3) Membuat keputusan tentang tingkah laku, dilanjutkan atau diubah.
Tantra (dalam Ardana, 2000), mengatakan bahwa peran setiap individu
dapat dimaksimalkan dalam pembelajaran kooperatif, karena beberapa hal
berikut ini.
a. Sumbangan setiap anggota diakui;b. Siswa belajar mengintegrasikan beraneka ragam pandangan siswa yang lain
dalam kelompok;c. Siswa belajar memilih beberapa alternatif yang tersedia, untuk mengetes
pendapat mereka atau pendapat orang lain;
11
-
d. Siswa melakukan beraneka ragam tugas yang selalu disesuaikan dengankemampuan masing-masing, namun dibantu oleh siswa yang lain dikelompoknya;
e. Setiap anggota kelompoknya dapat dievaluasi berdasarkan atas kriteriasendiri.
Adapun teori yang mendasari model pembelajarn kooperatif adalah
teori motivasi dan teori kognitif. Menurut teori motivasi, bahwa memberikan
suatu penghargaan kepada suatu individu akan memberikan suatu penguatan
secara sosial. Motivasi siswa dalam pembelajaran kooperatif, terutama terletak
pada bagaimana bentuk hadiah (penghargaan) dan struktur pencapaian tujuan
saat siswa melaksanakan kegiatan belajar. Teori kognitif dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu teori perkembangan dan teori elaborasi kognitif.
Teori perkembangan bertolak dari asumsi, bahwa interaksi siswa dalam tugas-
tugas yang sesuai akan meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-
konsep. Sebaliknya, teori elaborasi kognitif bertolak dari asumsi bahwa jika
informasi harus ditinggalkan dalam suatu memori dan terkait dengan informasi
yang telah ada dalam memori tersebut, maka siswa akan terlibat dalam
beberapa macam kegiatan restruktur (elaborasi kognitif) atas suatu materi.
Sebagai contoh, membuat rangkuman dari suatu kegiatan belajar mengajar
akan lebih baik dibandingkan dengan membuat catatan, sebab dengan membuat
rangkuman, siswa akan memiliki kemampuan mengorganisasikan dan memiliki
materi yang penting.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai dua
tujuan pembelajaran, yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan
memberikan peluang kepada siswa untuk belajar bekerja sama dan
berkolaborasi.
F.3 STAD (Student-Team Achievement Division)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini menekankan pada ciri
pembelajaran langsung dan merupakan model yang sangat mudah untuk
diterapkan dalam pembelajaran. Model ini didasarkan pada prinsip bahwa
siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap
belajar teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri.
12
-
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, kelompok yang
terdiri atas 4-5 siswa harus mewakili keseimbangan kelas dalam kemampuan
akademik, jenis kelamin, dan ras. Slavin menyarankan peringkat para siswa
dalam kemampuan akademik sebaiknya dibuat terlebih dahulu. Masing-masing
kelompok terdiri atas siswa dari kelompok atas, seorang dari kelompok bawah
dan dua orang siswa dengan kemampuan rata-rata. Hal ini bertujuan agar
diperoleh kesetaraan pada masing-masing kelompok tersebut. Peneliti
memandang tipe STAD sebagai tipe yang paling sederhana dari tiga tipe
kooperatif lainnya. Tipe STAD memberikan keleluasaan kepada siswa untuk
berdiskusi serta memecahkan masalah dalam pembelajaran. Tipe STAD juga
dapat melatih keterampilan sosial siswa karena siswa belajar dalam kelompok
yang heterogen dari segi kemampuan akademik, ras, umur, dan jenis kelamin.
Kemampuan untuk menghargai pendapat orang lain, siap menerima kritik dan
saran dari orang lain, juga dapat dikembangkan dalam pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
Dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini,
menurut Slavin (1995:71-73), ada lima komponen utama yang perlu
diperhatikan, yaitu tahap penyajian kelas, belajar dalam kelompok, tes/kuis,
skor kemajuan individu, dan penghargaan kelompok. Menurut Slavin (dalam
Aryana, 2006:8), sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai
berikut.
a. Presentasi kelas
Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode
ceramah dan diskusi. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama guna
persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
b. Kerja kelompok
Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, peran siswa
bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan
jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja
sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami
materi-materi pelajaran.
13
-
c. Tes (kuis)
Setelah kegiatan presentasi guru dan kelompok, siswa diberikan tes secara
individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling
membantu.
d. Peningkatan skor individu
Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor hasil tes yang tinggi
karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-
rata kelompok.
e. Penghargaan kelompok
Kelompok yang mencapai rata-rata tinggi (sesuai dengan yang telah
ditetapkan sebelumnya), diberikan sertifikat atau penghargaan.
Menurut Slavin (1995) keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD adalah sebagai berikut.
a. Siswa tidak bisa bekerja sama dalam mengerjakan soal yang diberikan guru.b. Siswa termotivasi untuk meningkatakan prestasi belajar.c. Suasana belajar selama kegiatan PBM nampak bebas, ceria gairah, dan
kondusif.d. Siswa mudah memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses
pembelajaran.e. Siswa lebih terangsang dan terbiasa mengerjakan tugas secara mandiri
maupun kelompok.f. Dapat menumbuhkan motivasi intrinsik. g. Dapat menumbuhkan sikap siswa untuk lebih tertarik, tidak mudah
menyerah dan aktif menyelesaikan tugas.h. Dapat berkolaborasi dengan teman.i. Guru dapat menggunakan cara sendiri untuk mengelola kelas.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah sebagai berikut.
a. Tidak bisa digunakan untuk pembelajaran yang membutuhkan penjelasanobjektif.
b. Ada siswa yang paling menonjol.c. Guru dituntut membantu persiapan mengajar yang mantap dan ditunjang
penguasaan materi bahan ajar yang luas.
14
-
d. Siswa terbiasa mengerjakan soal secara berkelompok. e. Adanya perbedaan perbedaan metode dalam memberikan pelajaran.
Menurut Slavin (dalam Yuliantara, 2007:8) menyatakan STAD terdiri
dari siklus kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
a. Mengajar/Penyajian Kelas
Guru menyajikan materi pelajaran. Penyajian materi meliputi tiga
komponen, yakni pendahuluan, pengembangan dan praktek terbimbing.
Dalam pendahuluan, guru membangkitkan keingintahuan siswa terhadap
materi yang akan diajarkan. Dalam latihan terbimbing siswa diberikan
kesempatan mengerjakan soal atau menjawab pertanyaan guru.
b. Belajar Dalam Kelompok
Belajar dalam kelompok ini, siswa diajarkan untuk belajar bekerja sama
dalam latihan keterampilan yang sedang dipelajarinya dan untuk mengakses
dirinya sendiri dan teman sesama tim. Siswa bekerja sama dalam kelompok
masing-masing untuk menguasai materi pelajaran. Dengan bertukar
pendapat, jawaban atas materi atau soal yang sedang dibahas anggota
kelompok dapat berinteraksi dimana anggota yang pintar dapat menjadi
tutor bagi anggota yang berkemampuan kurang.
c. Tes
Siswa mengerjakan kuis atau penilaian lainnya secara individual. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami materi
ajar yang telah dipelajari dalam diskusi kelompok. Serta menentukan skor
yang akan mereka peroleh guna menentukan skor kelompok.
d. Penghargaan Kelompok
Penghitungan skor kelompok didasarkan pada skor peningkatan anggota
kelompok. Adapun penghitungan poin peningkatan dan kriteria penghargaan
kelompok menurut Slavin (1995) menggunakan acuan sebagai berikut :
Tabel 01. Perhitungan Nilai PeningkatanNo Skor Tes Skor Kemajuan
1 Lebih dari 10 point di bawah skor awal 5
2 Antara 1 sampai 10 poin di bawah skor awal 10
15
-
3 Antara 0 sampai 10 poin di atas skor awal 20
4 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
5 Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30
Tabel 02. Kriteria dan Predikat Kemajuan Kelompok KooperatifNo Kriteria (Rerata
Kelompok)Predikat
1 X < 15 Tanpa Predikat
2 15 X < 20 Kelompok Cukup (good team)
3 20 X < 25 Kelompok Baik (great team)
4 X 25 Kelompok Sangat Baik (super team)
F.4 Lembar Kerja Siswa (LKS)
Teori belajar yang melandasi belajar dengan menggunakan LKS adalah
teori belajar Cognitive Development dari Piaget teori belajar Discovery
Learning dari Bruner (dalam Gatrini, 2005: 31). Kedua teori belajar tersebut
menekankan bahwa dalam proses belajar selalu dituntut adanya aktivitas dari
siswa. aktivitas-aktivitas itu dapat menunjang proses perkembangan
intelektual, dapat menunjang perkembangan mental siswa, sehingga dalam
proses belajar mengajar diharapkan siswa tidak hanya mendengar dan mencatat
tetapi dapat berinteraksi secara langsung dengan objek atau lingkungannya.
Yang dimaksud dengan lembar kerja siswa (LKS) adalah lembar
duplikat yang dibagikan kepada siswa di suatu kelas untuk melakukan kegiatan
(aktivitas) belajar mengajar (Tim PKG matematika dalam Bajeggiarta, 2003:
18). Lembar kerja siswa adalah lembaran yang berisikan informasi serta
intruksi yang ditujukan untuk mengarahkan siswa bertingkah laku sebagaimana
diharapkan pembuatnya (pengajar). Lembar kerja siswa yang baik adalah
lembar kerja siswa yang mampu menjadikan pelajar mempunyai keinginan
untuk beraktivitas sesuai dengan intruksi. Pada dasarnya lembar kerja siswa
sangat tepat digunakan untuk tujuan menjadikan pelajar bekerja secara mandiri.
16
-
Lebih lanjut Depdikbud 1995 (dalam Riani, 2001: 7) menyatakan
bahwa lembar kerja siswa adalah lembar kerja yang isinya berisi informasi dan
tugas guru kepada siswa, agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktivitas belajar
melalui praktek atas penerapan hasil belajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
Jadi berdasakan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
lembar kerja siswa merupakan lembar yang ditujukan untuk mengarahkan
siswa agar bertingkah laku sebagaimana diharapkan oleh pembuat (pengajar)
yang berisi informasi dan tugas guru kepada siswa, serta berisi pedoman bagi
siswa untuk melakukan kegiatan agar siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang perlu dikuasai.
Pada dasarnya LKS sangat tepat digunakan untuk menjadikan siswa
lambat laun bekerja secara mandiri. Selain itu melalui LKS siswa akan mampu
mengingat suatu konsep lebih lama bahkan permanen karena konsep tersebut
diperolehnya melalui keterlibatan mental/berpikir mandiri.
Menurut Suwarti (dalam Naya, 2006), pemberian LKS berpengaruh
positif terhadap pemahaman konsep dibandingkan tanpa LKS. Hal ini
disebabkan karena adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran memegang peranan penting menuju tercapainya interaksi belajar
siswa secara optimal.
Dalam pembelajaran LKS mempunyai empat fungsi sebagai berikut.
a. Sebagai kegiatan latihanKemampuan merupakan perwujudan dari perbuatan dan pikiran sepertimenghitung, mengukur, mengidentifikasi, mengamati, menyimpulkan,menerapkan dan mengkomunikasikan yang dapat dikembangkan melaluilatihan. LKS dapat digunakan sebagai sarana latihan bagi siswa yang dapatmembantu siswa memahami materi. Semakin sering latihan siswa semakiningat dengan konsep-konsep yang digunakan untuk menyelesaikan tugasyang terdapat dalam LKS.
b. Untuk kegiatan diskusiPermasalahan yang terdapat dalam LKS digunakan siswa untuk kegiatandiskusi dalam kelompok kecil yang dibentuk oleh guru atas kesepakatansiswa dengan guru. Interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa denganguru menyebabkan proses pembelajaran menjadi lebih dinamis. Sejalandengan hal tersebut interaksi banyak arah akan dapat mengoptimalkan
17
-
proses pembelajaran seperti yang dikemukakan Yomanto (dalam Naya,2006) bahwa proses pembelajaran yang optimal terjadi apabila siswamaupun guru yang membelajarkan siswa memiliki kesadaran dankesengajaan dalam proses pembelajaran. Diskusi antar siswa dalamkelompok akan banyak manfaatnya bagi siswa sendiri sebagaimanadiungkapakan Ruseffendi (dalam Naya, 2006) bahwa dalam diskusi siswadituntut selalu aktif berpartisipasi, siswa dilatih berpikir kritis, siapmengemukakan pendapat dengan tepat, berpikir secara objektif danmenghargai pendapat orang lain.
c. Untuk penemuanDalam LKS siswa dibimbing untuk menyelidiki suatu situasi atau keadaantertentu agar menemukan pola situasi tersebut sehingga dapat membuatsuatu hipotesa, perkiraan atau dugaan. Penemuan yang dimaksud disinibukan penemuan sungguhan, sebab apa yang ditemukan itu sebenarnyasudah ditemukan sebelumnya akan tetapi belajar menemukan itu pentingsebab dengan menemukan sendiri siswa akan lebih paham dengan apa yangdipelajari.
d. Untuk penerapanMelelui LKS, siswa dibimbing menuju suatu metode penyelesaian soaldengan menggunakan konsep-konsep yang dimiliki oleh siswa. Hal ini akanberguna jika penyelesaian soal aplikasi yang memerlukan banyak langkahatau menerangkan gambar/diagram yang berlatar belakang pengetahuanyang berbeda.
Adapun manfaat yang diproleh dari proses pembelajaran yang
menggunakan lembar kerja siswa menurut Suwindra (2001: 30) adalah sebagai
berikut.
a. Dapat meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan lembarkerja siswa mereka harus dituntut membaca buku materi yang sesuai denganyang ada pada lembar kerja siswa, sehingga arah belajar lebih jelas.
b. Siswa akan menyadari kekeliruannya atau kesalahannya tentang apa yangmereka kerjakan dalam lembar kerja siswa setelah diadakan diskusi danmereka dituntut untuk berupaya memperbaikinya.
c. Siswa mampu mengukur kemampuannya karena dalam lembar kerja siswasudah ada upaya memunculkan daya nalar siswa dan menyimpulkan suatukonsep.
18
-
d. Proses pembelajaran akan menjadi lebih terencana karena setiap kalimengerjakan lembar kerja siswa suatu konsep diharapkan terselesaikan.
e. Pemahaman konsep akan menjadi lebih terstruktur, karena urutan pemberianmateri telah terencana dalam lembar kerja siswa.
Menurut Nurdiana (2002: 20) menyatakan peranan LKS adalah sebagai
berikut.
a. Adapun peranan LKS bagi guru adalah sebagai berikut.1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau
memperkenalkan suatu kegiatan tertentu.2) Dapat mempercepat proses pembelajaran atau menghemat waktu belajar.3) Dapat disiapkan sewaktu jam bebas sebelum memasuki kelas serta dapat
dibagikan secara cepat kepada siswa untuk dapat segera dipelajari.4) Dapat memudahkan penyelesaian tugas perorangan atau kelompok kecil
karena siswa dalam menyelesaikan tugas itu sesuai dengan kecepatannyakarena tidak setiap siswa dapat memahami keadaan itu pada setiapkeadaan dan waktu yang sama.
5) dapat meringankan kerja guru dalam memberi bantuan perorangan ataumelakukan remidial untuk pengelolaan kelas besar.
b. Sedangkan peranan LKS bagi siswa adalah sebagai berikut.1) Dapat membangkitkan minat siswa dalam belajar jika LKS disusun
secara menarik.Jika LKS disusun secara menarik seperti tulisannya yang sistematis,berwarna dan bergambar maka akan dapat meningkatkan minat siswauntuk mengerjakannya. Meningkatnya minat siswa sangat besarpangaruhnya terhadap pemahaman siswa.
2) Sebagai pembimbing siswa dalam memecahkan masalah.Belajar tidak harus dilakukan dalam kelas di bawah bimbingan guru akantetapi dapat pula dilakukan dimana saja sepanjang siswamenginginkannya. Agar siswa menjadi terbimbing dan memperoleh hasilberupa pemahaman konsep yang maksimal maka perlu diarahkan denganmenggunakan LKS.
19
-
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Suwarti(dalam Naya, 2006)
bahwa setiap siswa yang mengerjakan tugas dengan menggunakan LKS akan
lebih berhasil dibandingkan dengan siswa yang tidak menggunakan LKS.
F.5 Hasil Belajara. Pengertian Hasil Belajar
Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses, terjadinya interaksi
guru-siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan
belajar siswa dan kegiatan mengajar guru. Titik berat proses pembelajaran ialah
kegiatan siswa belajar. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku manusia terdiri
dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan aspek-
aspek tersebut. Gagne, Coombs (dalam Sudjana, 2005:8) menyatakan hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh dari kegiatan belajar.
Mulyono (2003:37) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Dari pendapat yang
disampaikan kedua tokoh di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat kesamaan
tentang batasan hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku maupun kemampuan
akibat dari kegiatan belajar.
Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh John. M Kaller
(dalam Mulyono, 2003:38) menyampaikan hasil belajar sebagai keluaran dari
suatu sistem pemrosesan berbagai masukan yang berupa informasi. Sejalan
dengan itu, AJ. Romiszowski (dalam Mulyono, 2003:38) menyatakan hasil
belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan
(inputs). Dari pendapat yang telah disampaikan selain berbentuk perubahan
tingkah laku maupun kemampuan hasil belajar juga dapat diartikan lebih luas
yaitu sebagai keluaran (outputs) dari pemrosesan masukan (inputs) yang
berupa informasi.
Batasan-batasan mengenai hasil belajar lebih jelas dikemukakan oleh
Dimyati dan Moedjiono (1994:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak mengajar. Dalam hal ini ditekankan harus adanya interaksi
dari tindakan mengajar atau menstransfer ilmu pengetahuan.
20
-
Dari batasan-batasan tersebut hasil belajar dapat didefinisikan sebagai
kemampuan aktual yang dapat diukur dan berwujud penguasaan ilmu
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai yang dicapai siswa sebagai
hasil dai proses belajar. Hasil yang diperoleh akan dinyatakan dalam bentuk
nilai yang disebut hasil belajar. Hasil belajar tidak hanya menyangkut aspek
kognitif saja, tetapi juga mengenai aspek afektif yang menyangkut perubahan
sikap serta aspek psikomotorik yang memberikan suatu keterampilan pada
peserta didik yang perlu ditanamkan dan dibina melalui mata pelajaran yang
telah diberikan.
Berdasar pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
batasan mengenai hasil belajar yaitu kemampuan atau keluaran (outputs) yang
dapat diukur mengenai penguasaan di bidang kognitif (penguasaan intelektual),
bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), serta psikomotor
(berhubungan dengan penguasaan keterampilan) yang dicapai siswa sebagai
hasil dari dilakukannya proses belajar.
Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Mulyono, 2003:38) menyatakan
ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afekif dan psikomotorik.
Sejalan dengan itu Sudjana (2005:49) menyatakan bahwa, tujuan pendidikan
yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang
kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungn dengan sikap dan
nilai), serta bidang psikomotor (kemampuan/keterampilan
bertindak/berperilaku). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Sedangkan Gagne (dalam Suastana, 2007:13) menyatakan lima macam
hasil belajar antara lain : 1) informasi verbal, 2) keterampilan-keterampilan
intelektual, 3) strategi kognitif, 4) sikap-sikap, dan 5) keterampilan-
keterampilan motorik.
Dari pendapat di atas, hasil belajar dibedakan menjadi lima macam.
Tetapi dari kelima macam hasil belajar tersebut dapat digolongkan kedalam
tiga ranah atau domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan Kingsly (dalam Suastana, 2007:14) membagi tiga macam
hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
21
-
pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing digolongkan dapat diisi
dengan bahan ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Dari pendapat ini
diketahui macam hasil belajar juga dikelompokkan kedalam tiga ranah atau
domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Jadi dari beberapa pernyataan tentang macam hasil belajar di atas, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu aspek
kognitif (penguasaan intelektual), aspek afektif (berhubungan dengan sikap dan
nilai), serta aspek psikomotor (kemampuan/keterampilan
bertindak/berperilaku).
b. Ciri-ciri Hasil Belajar
Setiap bahan pelajaran yang disajikan oleh pembimbing dalam
pelajaran akan selalu mengukur suatu keberhasilan lewat hasil belajar. Dimyati
dan Mudjiono (1994:110) mengungkap hasil belajar yang sering dilihat di
lapangan, yaitu mencakup: (1) kemampuan untuk mengingat kembali
informasi bahan ajar, (2) kemampuan untuk mengungkap kembali hal yang
dimengerti, (3) kemampuan untuk menerapkan informasi, (4) kemampuan
untuk menilai informasi. Pemaparan yang dikemukakan di atas ialah hasil
belajar yang sering ditemui di lapangan pada siswa atau pada diri si pebelajar.
Jadi, jelas bahwa hasil belajar merupakan hasil dari adanya suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar sehingga menyebabkan perubahan
tingkah laku peserta didik dalam aspek kognitif (pemahaman), aspek
psikomotorik (keterampilan), dan aspek afektif (sikap). Dari sisi guru tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar terhadap siswa yang
dinyatakan dengan kecakapan atau keterampilan tertentu.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dalam diri siswa
(internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal).
Soemadi Suryabrata (1981:7) menyatakan bahwa hasil belajar
dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar individu. Faktor dalam meliputi:
keadaan indera, kematangan, intelegensi, bakat, minat dan sebagainya.
Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh A.A.
Agung (2001:2) menyatakan hasil pembelajaran atau pelatihan dapat
22
-
dipengaruhi oleh faktor raw input (pengetahuan awal peserta didik,
kemampuan, dan lain-lain) dan faktor environmental input, serta proses belajar
mengajar/pelatihan. Dari pendapat tersebut diketahui bahwa hasil belajar
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar
individu.
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat dalam
sistem pendidikan. Hal ini juga dinyatakan oleh Tabrani Rusyan (1993:32)
hasil belajar yang dicapai siswa banyak ditentukan oleh faktor psikologis
seperti : kecerdasan, motivasi, perhatian, penginderaan dan cita-cita peserta
didik, kebugaran fisik, dan mental serta lingkungan belajar yang menunjang.
Dari pendapat tersebut juga dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi
hasil belajar pada intinya bersumber dari luar dan dalam diri individu.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Saffarudin Abdul Jabar (2004:2)
menyatakan:
Tiga faktor yang berpengaruh dan menentukan tinggi rendahnyaprestasi belajar peserta didik yaitu : 1). Keadaan fisik dan psikis siswayang ditunjukkan oleh IQ (kecerdasan intelektual), EQ (kecerdasanemosi), kesehatan, motivasi, ketekunan, ketelitian, keuletan dan minat.2). Guru yang mengajar dan membimbing siswa seperti latar belakangpenguasaan ilmu, kemampuan mengajar, perlakuan terhadap siswa. 3).Sarana pendidikan yaitu, ruang tempat belajar, alat-alat belajar, mediayang digunakan guru dan buku sumber belajar.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dari
dalam dan faktor dari luar individu. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
tidak hanya berkaitan dengan proses belajar saja, tetapi juga faktor lain yang
bisa membawa dampak terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal.
F.6 Kerangka Berpikir
Pada saat ini, masih seringkali ditemukan adanya pembelajaran IPA
yang masih bersifat teacher centered, dimana guru lebih mendominasi dalam
proses pembelajaran. Guru berasumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan
secara utuh dari pikiran guru kepikiran siswa. Seperti yang sudah dikemukakan
di deskripsi teoritis di atas, bahwa pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kontekstual mampu membawa konteks kehidupan sehari-hari siswa
23
-
ke dalam materi pembelajaran, siswa mampu mengkonstruksi atau membangun
pengetahuannya sendiri melalui keterlibatan siswa dalam memecahkan suatu
permasalahan.
Salah satu pembelajaran yang menonjolkan aspek pengetahuan awal
dan guru dapat mengetahui lebih efektif setiap karakteristik siswa adalah
pembelajaran dengan model kooperatif. Di lain hal, model pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu alternatif dalam memecahkan masalah dalam
proses belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif akan membantu siswa
dalam memecahkan masalahnya sendiri melalui proses pemecahan masalah
dalam kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa lebih banyak
melakukan sendiri proses belajarnya dan menjadikan pelajaran yang
diperolehnya lebih bermakna. Siswa dituntut selalu berpikir untuk menghadapi
masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan materi pelajaran yang
dibahas. Dari proses berpikir ini siswa diharapkan dapat menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada upaya
peningkatan dalam bidang pendidikan. Pendekatan kontekstual mengubah
paradigma belajar dari yang semula proses pembelajaran berpusat pada guru
(teacher center) berubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student center).
Perlunya guru menciptakan suasana kelas yang kolaboratif bukan
nuansa yang sifatnya kompetitif atau dengan kata lain sifat ego antar siswa
masih tinggi tidak mau berbagi dengan yang lain, nuansa kompetitif harus
dihindari dengan tujuan memunculkan interaksi siswa yang positif untuk
mencapai tujuan belajar bersama. Salah satu pembelajaran yang memiliki
aspek kolaborasi antar siswa adalah model pembelajaran kooperatif
Dalam pembelajaran koperatif siswa memiliki tanggung jawab terhadap
pembelajaran, mampu mengembangkan keterampilan berpikir, saring dengan
teman yang sebaya atau guru. Dari karakteristik pembelajaran IPA yang
bersifat tidak tetap kebebasan memegang kunci dalam belajar IPA dan belajar
IPA tidaklah terlepas dari dunia nyata. Selain menerapkan model pembelajaran
24
-
inovatif secara umum, dalam proses pembelajaran, guru juga harus
memperhatikan berbagai macam karakteristik anak didik mulai dari cara
mengemukakan pendapat, cara berpakaian, daya serap, kecerdasan dan masih
banyak karakteristik siswa lainnya, guna menapai proses belajar yang
maksimal.
F.7 Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di atas, dapat diajukan hipotesis
yang dirumuskan sebagai berikut.
a. Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapatmeningkatkan hasil belajar IPA pada siswa Kelas VI Sekolah Dasar NegeriNo. 2 Selat
G. METODE PENELITIANG.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan ini termasuk jenis penelitian
tindakan kelas (PTK). Penelitian dirancang dalam tiga siklus, dimana setiap
siklus melibatkan empat tahap diantaranya tahap perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Alur penelitiannya
dapat digambarkan seperti berikut.
Gambar 1. Model PTK Tiga Siklus
25
Siklus 3Perencanaan 3Tindakan 3Obsevasi dan evaluasi 3Refleksi 3
Siklus 2Perencanaan 2Tindakan 2Obsevasi dan evaluasi 2Refleksi 2
Siklus 1Perencanaan 1Tindakan 1Obsevasi dan evaluasi 1Refleksi 1
Laporan
-
(diadaptasi dari Kismmis dan Taggart)
G.2 Penelitian dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri No. 2 Selat. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas VI SD Negeri No. 2 Selat tahun ajaran 2009/2010 yang
berjumlah 20 orang dengan 10 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa
perempuan. Siswa ini dipilih menjadi subjek penelitian mengingat di kelas VI
ini ditemui permasalahan-permasalahan seperti yang telah dipaparkan dalam
latar belakang.
G.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar IPA
G.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari tiga
siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan,
(2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Secara lebih rinci prosedur
penelitian dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Refleksi awal
Kegiatan refleksi awal ini meliputi wawancara, dan observasi kelas dengan
guru IPA kelas VI SD Negeri No.2 Selat Karangasem. Observasi dan
wawancara ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas
mengenai masalah yang dihadapi di sekolah bersangkutan terkait dengan
pembelajaran IPA. Hasil wawancara dan observasi kelas telah dipaparkan
pada bagian latar belakang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kelas selanjutnya diperoleh
kesepakatan untuk memecahkan masalah yang dipaparkan dalam latar
belakang (rendahnya hasil belajar IPA), dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan penelitian terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut.
26
-
1) Persiapan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai
berikut.
a) Mensosialisasikan rencana penerapan model pembelajarankooperatif tipe STAD berbantuan LKS.
b) Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang dengankemampuan akademik yang heterogen.
c) Menentukan materi ajar serta mengelompokkannya ke dalam 3siklus.
d) Menyusun rencana pembelajaran untuk siklus 1.e) Mempersiapkan LKS.f) Menyusun instrumen penelitian.g) Penyamaan persepsi dengan guru mata pelajaran IPA kelas VI SD
Negeri No. 2 Selat Karangasem mengenai penerapan modelpembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS.
2) Pelaksanaan penelitian
Dalam penelitian ini akan dilakukan tindakan yang dibagi
menjadi 3 siklus.
Siklus I
Dalam siklus ini akan dilakukan beberapa kegiatan sebagai
berikut.
a) Perencanaan tindakan
Perencanaan tindakan pada siklus I kegiatannya sama seperti pada
tahap persiapan sebagaimana dipaparkan di atas. Kegiatannya disini
adalah mensosialisasikan rencana penerapan model pembelajaran
kooperatif dengan belajar mandiri berbantuan LKS, membentuk
kelompok yang beranggotakan 4-5 orang dengan kemampuan
akademik yang heterogen, menentukan materi ajar serta
mengelompokkannya ke dalam 3 siklus, menyusun rencana
pembelajaran untuk siklus 1, mempersiapkan LKS, menyusun
instrumen penelitian, penyamakan persepsi dengan guru mata
pelajaran IPA kelas VI SD Negeri No. 2 Selat Karangasem mengenai
27
-
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan
LKS.
b) Pelaksanaan tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, guru melaksanakan
pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun
pada tahap perencanaan yaitu rencana pembelajaran yang mengacu
pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan LKS. Pada kesempatan ini peneliti melakukan observasi
kelas dengan berlandaskan pada instrumen yang telah disusun pada
tahap persiapan. Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas guru
juga berpegang pada strategi pembelajaran yang telah disepakati
pada saat penyamaan persepsi.
c) Observasi dan Evaluasi
Seperti yang telah diuraikan di atas, peneliti melakukan observasi
kelas untuk memperoleh gambaran mengenai hambatan yang dialami
serta hasil yang diperoleh dari penerapan pembelajaran yang telah
disepakati dengan guru. Kemudian atas dasar observasi kelas yang
dilakukan beberapa kali selama kegiatan siklus I, peneliti bersama
guru melakukan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari penerapan
tindakan yang direncanakan, sehingga dapat dirumuskan kembali
penyempurnaan tindakan yang telah dilakukan.
d) Refleksi
Pada akhir siklus I ini peneliti bersama guru melakukan refleksi
terhadap hasil yang dicapai selama ini. Berdasarkan hasil refleksi ini
peneliti bersama guru mencoba merumuskan tindakan baru sebagai
penyempurnaan terhadap tindakan yang telah dilaksanakan selama
ini. Tindakan yang dihasilkan melalui kegiaatan refleksi pada akhir
siklus I ini, akan dipakai pada tindakan dalam siklus II.
Siklus II
Kegiatan yang dilakukan pada siklus II ini pada prinsipnya sama
dengan kegiatan pada siklus I yaitu terdiri atas tahap persiapan,
28
-
pelaksanaan tindakan, observasi, dan evaluasi, serta refleksi akhir
siklus. Hanya saja pada siklus ini tindakan yang dilaksanakan adalah
tindakan berupa tindakan yang merupakan hasil penyempurnaan
terhadap tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I. Kemudian
hasil refleksi pada akhir siklus II akan digunakan sebagai dasar untuk
penyempurnaan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus III.
Siklus III
Kegiatan yang dilakukan pada siklus III ini pada prinsipnya sama
dengan kegiatan pada siklus II. Hanya saja, pada siklus ini tindakan
yang dilaksanakan adalah berupa tindakan yang merupakan hasil
penyempurnaan dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus II. Dengan
demikian, tindakan pada siklus III pada dasarnya telah mengalami
penyempurnaan sebanyak dua kali, sehingga diharapkan telah mampu
mencapai tujuan yang diinginkan pada penelitian ini. Dengan kata lain,
semua permasalahan yang dirumuskan di atas telah dipecahkan. Pada
akhir siklus III ini akan dilakukan suatu refleksi yang merupakan
refleksi akhir, guna merumuskan hasil dari semua kegiatan yang
dilaksanakan dalam penelitian ini.
3) Refleksi
Dalam penelitian ini refleksi yang dilakukan terdiri atas refleksi
pada akhir siklus dan refleksi pada akhir kegiatan penelitian. Refleksi
pada akhir silkus I dimaksudkan untuk menyempurnakan tindakan yang
telah dilaksanakan pada siklus I tersebut sehingga tindakan yang
dilaksanakan pada siklus II lebih baik dari pada siklus I. Kemudian
refleksi pada akhir siklus II dimaksudkan untuk memperoleh bahan
pertimbangan guna menyempurnakan tindakan yang telah dilaksanakan
pada siklus II tersebut sehingga tindakan yang dilaksanakan pada siklus
III lebih baik dari pada siklus II. Setelah terlaksananya tindakan pada
siklus III, pada akhir siklus III akan dilakukan suatu refleksi kembali
guna memperoleh gambaran mengenai hasil penelitian secara
keseluruhan.
29
-
G.5 Metode Pengumpulan Data
Data yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah tes. Metode tes adalah suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seorang
atau sekelompok orang yang di tes dan dari tes itu menghasilkan skor, dan
selanjutnya skor tersebut dibandingkan dengan suatu kriteria atau standar
tertentu (A.A Gede Agung, 2003). Pada bagian lain dinyatakan bahwa tes
adalah alat ukur yang diberiksn kepada individu untuk mendapatkan jawaban-
jawaban yang diharapkan baik secara tertulis, secara lisan, ataupun secara
perbuatan (Nana Sudjana,1988: 100)
Tabel 0.1 Metode Pengumpulan Data
No Variabel Metode Instrumen Sumber Data Sifat Data
1 Hasil belajar
IPA
Tes Tes hasil
belajar
Siswa Interval
(Skor)
Mengolah data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian kemudian
dianalisis dengan memakai metode analisis statistik deskriptif dan metode
deskriptif analisis kuantitatif.
a. Metode Analisis Statistik Deskriptif
Metode analisis statistik deskriptif adalah suatu cara pengolahan data
yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif
seperti: frekuensi, grafik, angka, rata, median, modus untuk
menggambarkan suatu objek tertentu sehingga kesimpulan umum (A.A
Gede Agung, 2003: 76).
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk: a) tabel distribusi,
b) menghitung modus, median dan mean c) grafik poligon d) mencari
tingkat keaktifan dan hasil belajar. Rumus-rumus yang digunakan dalam
menganalisis data pada penelitian ini adalah.
1) Menghitung Mean (M)Untuk menghitung mean digunakan rumus rumus sebagai berikut.
30
-
nf
iMTM'
(Jampel, 2005: 120)Keterangan :
M : MeanMt : Mean Terkaan = fki : Panjang kelas interval X : Simpangan pada daerah Mtf : Frekuensin : Banyaknya data = f
2) Menghitung Median (Me)Untuk menghitung Median rumus yang digunakan adalah sebagaiberikut.
fm
fkbniBMe 2
1
(Jampel, 2005: 123)
Keterangan :
Me : MedianB : batas bawahi : panjang intervalFm : Frekuensi pada daerah median fkb : Frekuensi komulatif di bawah kelas interval yang
mengandung median
3) Menghitung Modus (Mo)Untuk menghitung Modus digunakan rumus sebagai berikut.
21
1
bbbiBMo
(Jampel, 2005: 123)Keterangan :
Mo : ModusB : Batas bawah kelas interval yang mengandung modusi : Panjang Intervalb1 : Frekuensi tertinggi frekuensi terendah kelas interval yang
lebih rendahb2 : Frekuensi tertinggi frekuensi terendah kelas interval yang
lebih tinggi
b. Metode Analisis Deskriptif Kuantitatif
31
-
Metode analisis deskriptif kuantitatif ialah suatu cara pengumpulan
data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk
angka-angka dan atau persentase mengenai suatu objek yang diteliti
sehingga diperoleh kesimpulan umun (A.A Gede Agung, 1998: 76). Metode
ini digunakan untuk menentukan hasil belajar siswa yang dikonversikan ke
dalam penilaian acuan patokan (PAP Skala 5).
Rumus yang digunakan untuk menghitung hasil belajar adalah sebagai
berikut.
P= MSMI x 100%
Keterangan: P = persentase tingkat penguasaan kelas
M = skor rata-rata SMI = Skor Maksimal IdealHasilnya dikonversikan dengan PAP Skala 5 sebagai berikut.
Prsentase RentangSkor
Nilai Huruf Nilai Angka Kriteria
(1) (2) (3) (4) (5)
90%-100% 54-60 A 1 Sangat baik
80%-89% 48-53 B 2 Baik
*65%-79% 39-47 C 3 Cukup baik
55%-64% 33-38 D 4 Kurang baik
0%-54% 0-32 E 5 Sangat kurang
Keterangan
Untuk kolom (2) 54-60 dari 90/100 x 60= 54 dan 100/100 x 60 = 60,
demikian seterusnya.
Berdasarkan tabel konversi di atas dapat dinyatakan bahwa batas lulus siswa
yang memiliki penguasaan 65% adalah mencapai skor sekurang-kurangnya
39. Sedangkan yang mencapai skor 38 ke bawah dinyatakan tidak lulus.
(A.A Gede Agung, 2001: 61-62)
32
-
33
-
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesuitan Belajar.Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Agung, A. A. Gede. 1998. Pengantar Evaluasi Pengajaran. Singaraja: STKIPNegeri Singaraja.
Agung, A.A. Gede. 2001. Evaluasi Pendidikan. Singaraja: STKIP NegeriSingaraja.
Ardana, I Made. 2000. Pengembangan Pembelajaran Kooperatif TAIBerwawasan Konstruktivis sebagai upaya Penyesuaian StrategiPembelajaran dengan Kemampuan Siswa yang beragam di SLTP N 1Singaraja. Hasil penelitian (tidak diterbitkan). STKIP Singaraja.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Aryana, I W. 2006. Penerapan Kerangka Pembelajaran TANDUR DisertaiStrategi POLYA untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan MasalahMatematika Siswa Kelas VII A SMP Negeri 4 Sukasada (tidak diterbitkan).Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Dimyati & Mudjono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: ProyekPembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. DirektoratJendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gatrini, Dewi Made. 2005. Penerapan Pendidikan Kontekstual Berbantuan LKSBerbasis Masalah Untuk Meningkatkan Sikap Kreatif dan PenguasaanKonsep Fisika Kelas VII SMP Laboratorium IKIP Negeri Singaraja.Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Jampel, I Nyoman. 2005. Statistika Deskriptif. Singaraja: IKIP N Singaraja.
Nurdiana, I Gusti Ngurah Komang.2002. Penerapan Model Belajar MandiriMelalui Pendekatan Pemecahan Masalah Sebagai Upaya MeningkatkanHasil Pembelajaran Matematika kelas 1.2 SMU Laboratorium IKIPNegeri Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: IKIP NegeriSingaraja.
Parwati, N. 2004. Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalamRangka Mengefektifitaskan Pelaksanaan Kurikulum Berbasis KompetensiInovasi Pembelajaran Matematika di SMP Negeri 2 Singaraja. JurnalPenelitian IKIP Singaraja.
Riani, Made. 2001. Penggunaan Lembar Kerja Siswa pada Mata PelajaranGiografi di Kelas II D Sekolah LTPN 4 Menguwi Tahun Ajaran2000/2001. Tugas Akhir (tidak diterbitkan). Singaraja: IKIP NegeriSingaraja.
34
-
Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning Teory Reaserch And Practice SecondEditions USA: A Simon & Schoter Company.
Suastana, I Ketut. 2007. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe StudentTeams Achievement Divisions (STAD) dengan Video Pembelajaran dalamMeningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi pada Siswa Kelas XSemester I Tahun Ajaran 2007/2008 di SMA Negeri 1 Sawan (tidakditerbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudjana, H.D. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. CetakanKeempat, Edisi Revisi. Bandung : Fallah Production.
Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PTRemaja Rosdakarya
Sumardi, Suryabrata. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali.
Suryabrata, Soemardi. 1983. Pisikologi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Suwarti, Nyoman. 1996. Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Antara SiswaYang belajar Menggunakan LKS dan Yang Tidak Menggunakan LKS diKelas III Semester V SLTP TP 45 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan)Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam: STKIPSingaraja.
Suwindra, I Nyoman. 2001. Penerapan Model Pembelajaran KooperatifBerbantuan LKS Sebagai Upaya Peningkatan Prestasi Belajar FisikaSiswa Kelas III E SLTP Negeri 3 Singaraja. Laporan Penelitian. STKIPSingaraja.
Tim Instruktur PKG Matematika.1983. Laporan Khusus Bidang akademikPenyelenggaraan PKG Matematika SLU Putaran IV, Kantor WilayahDepdikbud Provinsi Bali. Jakarta: Denpasar.
Winkel. 2005. Media Pengajaran, Pengelompokan Siswa, Materi: PsikologiPengajaran. Yogyakarta: Gramedia.
Wisna, I Putu., I Nyoman Gita., I Made Ardana. 2003. Pembelajaran MatematikaMenggunkan Lembar Kerja Berpendekatan Kontruktivisme UntukMeningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran MatematikaSekolah SMU. Laporan Penelitian. IKIP Negeri Singaraja.
Yuliantara, Adi. 2007. Pembelajaran Tim Siswa Model Pembelajaran STAD (tidakditerbitkan). Singaraja: Undiksha.
35