Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

22
TUGAS REVIEW JURNAL BOTTLENECK Oleh : Kelompok 1 Algi Juliar Ratriana Astuti Indra Permana Agung Wahyudi Gita Chairiana Rahmayanti (1006703004) Qlea Roskiando (1006703124)

Transcript of Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Page 1: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

TUGAS REVIEW JURNAL

BOTTLENECK

Oleh :

Kelompok 1

Algi Juliar Ratriana AstutiIndra PermanaAgung WahyudiGita Chairiana Rahmayanti (1006703004)Qlea Roskiando (1006703124)

Mata Kuliah Production Planning & Inventory Control2012

Page 2: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Introduction (Pendahuluan)

Tujuan akhir dari setiap aktivitas yang dilakukan perusahaan khususnya pada

perusahaan manufaktur adalah memiliki produktivitas yang tinggi. Produktivitas adalah

ukuran seberapa baik sumber daya dapat dilibatkan dalam organisasi dan digunakan

untuk mencapai satu set hasil (Schmidt, 2006). Berdasarkan definisi tersebut, jelas

ditekankan bahwa pendayagunaan sumber daya yang terlibat pada proses produksi

haruslah secara efektif dan efisien guna mencapai kesuksesan produksi. Namun,

tantangan yang besar seperti harus memenuhinya permintaan pasar yang fluktuatif

menjadi gambaran kondisi dinamis yang harus dihadapi perusahaan. Dalam hal ini,

langkah yang harus dipersiapkan secara matang adalah memastikan sumber daya yang

terlibat pada proses produksi tersebut haruslah sesuai perhitungan kebutuhan, seperti

halnya dibutuhkan operasi peralatan produksi yg non-stop atau tanpa hambatan.

Hambatan dalam hal ini biasanya disebut sebagai bottleneck. Menurut kumpulan

definisi dan istilah pada lean manufacturing, bottleneck merupakan kegiatan yang

paling lambat dalam suatu proses, di mana merupakan kondisi ketidakefisiensian

lintasan produksi/bersifat macet. Sehingga, bottleneck merupakan kondisi yang harus

diminimalkan dan harus dicari solusinya dengan cepat dan tepat. Berdasarkan

permasalahan yang diangkat pada tulisan ini yakni mengenai bottleneck, terdapat 3

sumber jurnal dengan judul asli yang dipakai yakni :

1. Identification of bottlenecks to improve equipment availability: a case study;

Sarat Kumar Jena - Sidhartha S. Padhi

2. Partitioning bottleneck work center for cellular manufacturing: An integrated

performance and cost model - Atul Agarwal

3. The Potential Certified Wood Supply Chain Bottleneck and Its Impact on

Leadership in Energy and Environmental Design - Rene H. Germain

Paper Review (Pembahasan) & State of the Art

Jurnal 1

Berdasarkan pembahasan jurnal judul 1 yakni dengan terjemahan judul berupa

“Mengidentifikasi Terjadinya Kemacetan pada Produksi (Bottleneck) Guna

Page 3: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Meningkatkan Ketersediaan Peralatan dengan Baik : Studi Kasus”,

kemacetan/hambatan pada lintasan produksi dapat terjadi karena kegagalan pada

peralatan, di mana menyebabkan penurunan tingkat produksi, yang pada akhirnya

menghambat produktivitas perusahaan. Pembahasan pada jurnal 1 ini ditekankan pada

salah satu faktor penyebab bottleneck yakni ketersediaan peralatan dan mesin yang tidak

efisien. Secara garis besar, berdasarkan pembahasan pada jurnal 1 dapat dihubungkan

kaitan antara terjadinya bottleneck , pengaturan ketersediaan peralatan dan mesin hingga

produktivitas melalui skema anak panah sederhana sebagai berikut :

Kerusakan peralatan Kegagalan peralatan (downtime mesin dan peralatan) Bottleneck Menurunnya tingkat produksi Menurunnya produktivitas

Untuk membedah permasalahan yang terjadi pada jurnal 1 ini dilakukan

penelitian pada suatu perusahaan di India yang bergerak di bidang penyepuhan timah

berupa mengidentifikasi penyebab utama buruknya ketersediaan elektrolit, di mana pada

perusahaan ini ketersediaan elektrolit menjadi komponen dan peralatan yang penting

pada aktivitas perusahaan. Dalam pembahasannya, digunakan metode DEA (Data

Envelopment Analysis) untuk dapat memaparkan dengan benar faktor yang dapat

menjadi pemicu terjadinya bottleneck, khususnya yang disinggung adalah mengenai

ketersediaan peralatan , baik itu tidak kekurangan secara jumlah maupun yang

terpenting adalah berdasarkan kualitas peralatan yang akan menunjang aktivitas kerja

perusahaan (tidak mengalami kerusakan/downtime).

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian jurnal 1 ini adalah mencari

permasalahan utama yang menyebabkan kondisi peralatan downtime, di mana

menggunakan tool berupa diagram pareto. Berikut ini diagram pareto yang menyajikan

penyebab utama terjadinya kerusakan pada peralatan penyepuhan timah :

Page 4: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Gambar 1 : Diagram pareto kerusakan pada peralatan penyepuhan timah

Berdasarkan diagram pareto, fokus masalah dikerucutkan pada masalah utama berupa

adanya kegagalan pada bagian bantalan (persentase = 48,2%), sehingga solusi yang

harus dipenuhi dan dicari adalah seputar menuntaskan penyebab kerusakan pada

bantalan. Kemudian, dengan tool diagram sebab-akibat dipaparkan dan dicari penyebab-

penyebab kegagalan pada bantalan (bearing). Berikut adalah diagram sebab-akibat :

Gambar 2 : Diagram sebab-akibat kerusakan pada bantalan

Setelah mendefinisikan masalah secara kualitatif melalui 2 diagram yang telah

dipaparkan di atas, maka terdapat analisis dari segi kuantitatif melalui metode DEA.

Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :

1.1 Pengumpulan data downtime

Data yang dikumpulkan untuk perhitungan ketersediaan jalur electrolytic

tinplating adalah downtime pada saat proses. Hanya segel jenis bearing satu

ujung bola yang dipertimbangkan dalam penelitian ini.

1.2 Data envelopment analysis (DEA)

DEA (Charnes et al., 1978, 1981) adalah teknik yang baik untuk mengukur

efisiensi relatif dari entitas homogen, yang berada di bawah pertimbangan. DEA

digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari sejumlah unit pengambilan

keputusan (DMUs). Efisiensi dapat dihitung sebagai berikut :

Page 5: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Dimana :

ui = bobot untuk output i

yij = jumlah output i dari unit j

vi = berat diberikan kepada input i

xij = kontribusi masukan i ke unit j.

Efisiensi dibatasi pada kisaran antara 0 dan 1 yaitu, [0, 1].

Sesuai dengan efisiensi semua unit yang kurang dari sama dengan 1.

Variabel dari masalah di atas adalah bobot dan solusi menghasilkan bobot yang

paling menguntungkan untuk unit j0 dan juga menghasilkan ukuran efisiensi,

yang dapat dijelaskan sebagai:

Telah dipertimbangkan diameter poros, diameter cincin, diameter lubang (semua

dalam milimeter) dan umur segel (jam) sebagai variabel input, dan kegagalan

bantalan sebagai output. DMU: hari.

Tabel 1 faktor masukan dan karakteristiknya

Page 6: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

1.3 Pendekatan Fungsi Keinginan

Pendekatan keinginan adalah metode populer yang memberikan sebuah

'nilai' untuk satu set tanggapan dan memilih pengaturan faktor yang

memaksimalkan skor. Ti menjadi target nilai-nilai atau standar yang ditetapkan,

yang diinginkan untuk respon Yi dengan Ti≤Yi (x) atau Ti≥Yi (x). Kemudian nilai

keinginan dapat direpresentasikan sebagai :

Jika target nilai (atau standar yang ditetapkan) untuk diameter poros (shaft

diameter) 50mm dan atas (54mm) atau lebih rendah (48mm) penyimpangan dari

nilai target dapat mencetak menggunakan ekspresi di atas sebagai 9,2 dan 9,6

masing-masing. Demikian pula faktor-faktor lain, Tabel 1, nilai keinginan dapat

diperoleh.

Gambar 3 : Frekuensi

Gambar 3 menggambarkan bahwa dari 100 hari pengamatan hanya tiga

hari yang efisien dengan nilai efisiensi 100, empat hari mengalami nilai efisiensi

antara 91-99, dan mayoritas (empat puluh tiga) hari nilai efisiensi berkisar antara

51-60.

Gambar 4 menunjukkan penyegelan (sealing) adalah variabel input

yang paling berpengaruh yang berkontribusi besar-besaran terhadap kegagalan

bearing, yang merupakan 28,01%, dibandingkan dengan variabel input lainnya.

Page 7: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Namun, variabel input lainnya juga mempengaruhi secara proporsional ke

variabel output (kerusakan bantalan).

Gambar: 1 Potensi kontribusi faktor masukan untuk kegagalan bearing

Jurnal 2

Jika pada jurnal 1 kaitan dengan bottleneck adalah lebih kepada faktor

penyebabnya yakni karena kondisi peralatan yang downtime (ada kerusakan atau

kegagalan) yang harus segera diidentifikasi, pada jurnal 2 dengan terjemahan judul

berupa “Mempartisi Bottleneck Kerja Pusat untuk Manufaktur Selular:

Sebuah kinerja terpadu dan model biaya” lebih membahas kepada munculnya suatu

paradigma bernama cellular manufacturing (CM). Cellular manufacturing merupakan

salah satu tool untuk mencapai kondisi yang lean pada produksi dan perusahaan, dalam

kata lain berarti harus meminimalkan kondisi bottleneck. Secara definisi, cellular

manufacturing dapat dijelaskan sebagai suatu pendekatan di mana sel kerja manufaktur

memiliki kemampuan yang diperlukan untuk memproduksi barang atau sekelompok

barang yang sejenis. Pengaturan sel kerja berdasarkan atas kesamaan perlengkapan atau

kemampuan, dengan kasus produk harus dipindahkan melalui beberapa sel kerja

sebelum selesai dibuat. Pada jurnal 2 ini, selain menekankan pada bentuk CM, juga

disinggung bentuk functional layout (FL). Berikut ini adalah framework dari

implementasi CM :

Page 8: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Gambar 5 : Framework Implementasi CM

Munculnya pandangan yang membedakan antara FL dan CM terjadi karena

sistem tradisional perusahaan FL sering mengalami masalah kinerja. Masalah-masalah

kinerja yang biasanya ditemui adalah waktu yang lama dalam suatu proses, WIP

berlebihan, kualitas produk yang buruk, rendahnya pemanfaatan mesin, dan kapasitas

yang harus memadai untuk mengatasi meningkatnya permintaan. Didorong oleh

masalah ini, perusahaan mulai menyelidiki apakah sistem manufaktur alternatif, sistem

CM dipartisi, akan unggul dalam kinerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk secara

analitis menyelidiki kinerja dan masalah biaya secara terpadu selama konversi dari FL

yang ada dengan partisi ke tata letak CM. Selanjutnya, studi ini menyajikan kerangka

kerja sistematis untuk praktisi untuk membantu dalam konversi dari FL yang ada ke

sistem CM. Penelitian pada jurnal 2 ini merupakan salah satu upaya pertama untuk

mengembangkan sebuah model analisis yang terintegrasi yang menggabungkan

keduanya yaitu kinerja dan faktor biaya selama konversi dari FL ke sistem CM. Selain

dari framework yang berbeda tersebut, maka digunakan model-model untuk

Page 9: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

menjelaskan bentuk FL dan CM serta bagaimana mempartisis FL menjadi CM sebagai

berikut :

- Model Kinerja

Pada model kinerja, organisasi ingin menentukan apakah partisi yang dilakukan

pada FL menjadi CM akan meningkatkan kinerja pada workstation yang mengalami

bottleneck. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar : 6, sistem CM yang sesuai untuk

bottleneck workstation akan terdiri dari sel tunggal mesin c, masing-masing

didedikasikan untuk pengolahan jenis bagian tertentu. Maka harus dilakukan

perbandingan kinerja dari sistem CM dengan sistem FL paling efisien. Gambar : 6

menunjukkan representasi untuk kedua sistem FL dan CM sebagai berikut :

Gambar 6 : Representasi sistem CM dan FL

Sistem FL dimodelkan menggunakan server multi, M / M / c model, di mana

kedatangan pekerjaan dapat diproses oleh server (mesin). Sistem CM diperlakukan

sebagai server tunggal c M/M/1 antrian di mana setiap mesin didedikasikan untuk

pemrosesan bagian subfamilies. Selanjutnya untuk mengetahui kinerja mana yang lebih

baik antara FL, CM atau partisi antar keduanya dapat digunakan rumus demikian :

Page 10: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Gambar 7 : Rumus menghitung kinerja layout

Berikut ini data tabel yang dapat menganalisis kinerja dari FL dan CM untuk

selanjutnya dapat mengambil keputusan untuk mengkonversi FL dan CM jika hasilnya

efektif untuk meminimalkan bottleneck workstation :

Tabel 2

Page 11: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

- Model Keuangan

Setelah keuntungan kinerja untuk CM atas FL telah ditetapkan, maka biaya operasi

sel menjadi isu utama. Variabel keputusan dipertimbangkan untuk pengoperasian sel

sebagai: Lot Size (q), reduksi setup (), dan ukuran buffer (Z). Bagian ini

mengembangkan model total biaya yang terdiri dari empat jenis biaya yang memiliki

dampak yang signifikan pada operasi sel. Keempat jenis biaya-biaya tersebut adalah

biaya setup, biaya persediaan WIP (WIPC), biaya kualitas, dan setup pengurangan

waktu biaya-biaya dalam model total karena data pada biaya-biaya yang baik tersedia

atau dapat dengan mudah dihitung. Selain itu, biaya-biaya tersebut ditemukan memiliki

dampak yang lebih besar pada operasi dari sistem CM.

Jurnal 3

Sustainability memainkan peran penting dalam bagaimana kita membangun

konstruksi bangunan. Banyak organisasi yang mencoba untuk mengurangi biaya siklus

hidup bangunan mereka dengan menggunakan konsep "green building". Saat ini,

program dari US Green Building Council's Leadership in Energy and Environmental

Design (LEED) mendominasi skema dalam sertifikasi bangunan. Kebanyakan proyek-

proyek konstruksi yang baru memerlukan kayu dalam jumlah besar. Satu-satunya

sumber kayu yang disetujui dan memenuhi syarat konstruksi baru untuk sertifikasi

LEED adalah kayu dari Forest Stewardship Council (FSC). Mengingat peningkatan

yang dramatis dalam konstruksi “green building”, studi ini menilai ketersediaan dan

penggunaan kayu FSC dalam proyek-proyek sertifikasi LEED seluruh New York State

(NYS). Survei ini berfokus pada arsitek yang bekerja di proyek-proyek LEED untuk

menentukan bagaimana kayu bersertifikat dari FSC digunakan dan jika mereka

mengalami kesulitan memperoleh kayu tersebut. Penulis menduga supply chain kayu ini

bottleneck pada tingkat sawmill dan berdampak hingga konsumen akhir dalam proses

sertifikasi LEED. Hasil survei menunjukkan bahwa arsitek memiliki pengetahuan yang

tinggi tentang kayu FSC dan ingin memasukkan ke dalam desain mereka. Kami tidak

menemukan masalah dalam sumber kayu FSC untuk proyek-proyek LEED. Meskipun

arsitek memilih untuk membeli secara lokal, namun banyaknya jumlah kayu yang

dibutuhkan mengharuskan mereka mendapatkan kayu FSC dari luar NYS. Banyak

Page 12: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

arsitek membayar harga premium untuk kayu FSC, hal ini dapat mempengaruhi

keputusan mereka untuk menggunakannya pada proyek-proyek konstruksi LEED masa

depan.

Jurnal ini menggunakan data yang disediakan dari USGBC yang melakukan listing

terhadap proyek LEED di New York State. Data menyebutkan bahwa terdapat 404, 356

sedang dalam proses dan 48 sudah selesai di proses untuk mendapatkan aplikasi LEED.

Kita juga menggunakan sensus terhadap 14 arsitek yang menggunakan kayu yang

disertifikasi oleh FSC mengenai penggunaan kayu hasil sertifikasi LEED. Hal lain juga

dilakukan secara bersamaan dengan melakukan pemberian 20 pertanyaan yang

diberikan melalui survey untuk mengetahui pengetahuan konsumen terhadap sertifikasi

kayu oleh LEED, khususnya dalam hal rantai pasok kayu ini. Para arsitek juga

ditanyakan mengenai darimana sumber kayu dan bagaimana mereka mendapatkan kayu

tersebut. Hal ini digunakan untuk mengecek apakah mereka sulit untuk mendapatkan

kayu tersebut, atau harus membayar lebih terhadap kayu tersebut. Hasilnya, dari 40

responden, 12 arsitek mengetahui betul mengenai penggunaan kayu bersertifikat FSC

dan sisanya 28 arsitek sedang dalam tahap mempelajari proses sertifikasi kayu FSC.

Data diolah menggunakan pengolah statistik, “stata”, yang biasa digunakan oleh

peneliti di bidang bisnis dan sivitas akademika. Metode yang di gunakan adalah Chi-

square analysis untuk menemukan hubungan dan perbedaan dari variabel yang

digunakan dan menggunakan level signifikan sebesar 0.1 penemuan dalam penelitian

kali ini bersifat deskriptif karena data sample dapat dikatakan sangat kecil namun bias

dapat diminimalisir karena pengambilan data dilakukan menggunakan telepon.Variabel

yang diuji pada penelitian kali ini antara lain :

1. Cost yang di butuhkan untuk membeli kayu hasil sertifikasi LEED

2. Benefit to cost ratios yang di hasilkan oleh arsitek arsitek tersebut

3. Ketersediaan kayu FSE hasil sertifikasi

4. Waktu yang dibutuhkan arsitek untuk mendapatkan kayu tersebut

Page 13: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Discussion

Dari sudut pandang 3 jurnal tersebut, dapat dipaparkan kaitan masing-masing

jurnal terhadap permasalahan bottleneck. Jurnal 1 (Identification of bottlenecks to

improve equipment availability: a case study; Sarat Kumar Jena - Sidhartha S. Padhi)

membahas salah satu faktor penyebab terjadinya bottleneck, di mana ketersediaan

peralatan dalam kondisi yang baik sangat dibutuhkan untuk menjaga alur aktivitas

produksi dengan lancar.

Kaitan bottleneck berdasarkan jurnal 2 (Partitioning bottleneck work center for

cellular manufacturing: An integrated performance and cost model - Atul Agarwal)

menjelaskan tentang tata letak (layout) dengan jenis cellular manufacturing (CM) yang

merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan bottleneck pada workstation.

Pada jurnal 3 (The Potential Certified Wood Supply Chain Bottleneck and Its

Impact on Leadership in Energy and Environmental Design - Rene H. Germain)

dipaparkan kasus dari upaya meminimalkan terjadinya bottleneck pada ketersediaan dan

penggunaan kayu FSC dalam proyek-proyek sertifikasi LEED seluruh New York State

(NYS) yang ternyata masih memiliki masalah saat implementasinya. Hasil dari

penelitian ini menunjukan bahwa 3 dari 4 arsitek menggunakan kayu dengan harga yang

lebih tinggi dari harga pasar diakibatkan kelangkaan kayu dan dimanfaatkan oleh

oknum petugas untuk menjual dengan harga tinggi namun tak jarang dari mereka tidak

mendapat kayu sesuai apa yang mereka bayarkan. Hasilnya, barang yang mereka

produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen sehingga arsitek merasa

dikecewakan dengan proses sertfikasi ini. Pada awalnya sertifikasi ini ditujukan untuk

memudahkan proses identifkasi kayu untuk mencegah terjadinya bottleneck pada

manajemen rantai pasok kayu di kota newyork, namun dimanfaatkan segelitir oknum

untuk mencari laba lebih

Hasil dari penelitian ini juga menunjukan bahwa para penggunaka kayu ini

membutuhkan kepastian ketersedeiaan kayu untuk tetap dapat melakukan produksi

secara simultan dan kontinu.

Page 14: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

Conclusion (Kesimpulan)

Berdasarkan pembahasan bottleneck yang terdapat pada ketiga jurnal, dapat

disimpulkan bahwa :

- Faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya bottleneck adalah dapat

berasal dari adanya kegagalan/downtime pada peralatan dan mesin, di mana

hal tersebut dapat diminimalkan dari kemungkinan terjadinya kerusakan

peralatan dan mesin. (jurnal 1)

- Untuk dapat meminimalkan kerusakan pada peralatan dan mesin, tindakan

yang perlu dilakukan adalah melakukan perawatan secara berkala dan

sistematis (maintenance) serta pelatihan kepada tenaga pekerja operasional

yang bersangkutan. (jurnal 1)

- Dengan mampu mengidentifikasi terjadinya bottleneck, maka bagian

produksi mampu mengetahui bahwa telah terjadi kerusakan pada peralatan

penunjang produksi, sehingga akan memperbaiki faktor penyebab kerusakan

dengan solusi yang baik dan cepat sehingga dapat meningkatkan

produktivitas (jurnal1)

- Cellular manufacturing merupakan salah satu tool untuk meningkatkan

produktivitas dan mencapai perusahaan yang lean, di mana hal tersebut

berkaitan dengan tata letak atau layout yang akan berpengaruh terhadap

proses kerja. (jurnal 2)

- Konversi tata letak yang awalnya berupa fuctional layout (FL) menjadi

cellular manufacturing (CM) dapat diupayakan untuk meminimalkan

bottleneck pada workstation, dalam hal ini tentunya harus disesuaikan

dengan kondisi dan sudut pandang perusahaan dalam menjalankan aktivitas

kerja/produksi. (jurnal 2)

- Untuk mengidentifikasi keefisiensian implementasi konversi dari FL

menjadi CM dapat dilakukan dengan pendekatan model kinerja dan model

keuangan yang didasarkan pada variabel biaya-biaya. (jurnal 2)

- Karena permintaan terhadap bangunan yang menggunakan konsep green

building tinggi, maka permintaan kayu yang telah mendapat sertifikat LEED

Page 15: Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc

dari FSC juga tinggi sehingga menyebabkan terjadinya bottleneck pada

tingkat sawmill dan berdampak pada konsumen. (jurnal 3)

- Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa, masih banyak pengrajin

yang kurang puas terhadap proses sertifikasi kayu ini. Tujuan dari proses ini

sudah sangat baik untuk menjamin rantai pasok dalam distribusi kayu pada

kota newyork. Namun kenyataan dilapangan, eksekusi yang kurang

maksimal dirasakan oleh pengrajin tersebut karena berbagai hal. Hal yang

paling terasa antara lain harga kayu yang mahal namun tidak sesuai dengan

apa yang diterima. Sehingga, hanya seperempat pengrajin yang merasa puas

dengan sistem ini. (jurnal 3)

-

References (Daftar Pustaka)

Atul Agarwal, “Partitioning bottleneck work center for cellular manufacturing: An

integrated performance and cost model” - Int. J. Production Economics 111 (2008) 635–

647 Department of Business, Kettering University, 1700 W Third Avenue, Flint, MI

48504, USA

Sarat Kumar Jena & Sidhartha S. Padh, “ Identification of bottlenecks to improve

equipment availability: a case study” , Int. J. Data Analysis Techniques and Strategies,

Vol. 3, No. 1, 2011

Rene H. Germain & Patrick C. Penfield, “ The Potential Certified Wood Supply Chain

Bottleneck and Its Impact on Leadership in Energy and Environmental Design

Construction Projects in New York State”

Petra Christian University Library - /jiunkpe/s1/tmi/2008/jiunkpe-ns-s1-2008-

25404105-10406-job_shop-chapter2.pdf