Compile 2

15
I. PENGERTIAN a. Pengertian Pajak Secara Umum Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R., pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib

description

pendahuluan

Transcript of Compile 2

I. PENGERTIANa. Pengertian Pajak Secara UmumMenurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R., pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.b. Pengertian PPNPajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, pajak ini disebut value added tax (VAT) atau goods and services tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tak langsung, yang artinya bahwa pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.Pajak Pertambahan Nilai atau Value Added Tax ( VAT ) adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak ( BKP ) dan atau Jasa Kena Pajak ( JKP ) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean.Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;b. Impor Barang Kena Pajak; c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atauf. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.g. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajakh. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Beberapa pengertian yang berhubungan dengan PPN, antara lain : Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, diantara lain meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen. Konsumsi merupakan tindakan pemenuhan kebutuhan atau tindakan menghabiskan dan atau mengurangi nilai guna suatu barang atau jasa. c. Karakteristik PPN1. PPN adalah pajak tidak langsungDitinjau dari sisi ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda.2. PPN adalah pajak objektifTimbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak.3. PPN bersifat multi stage levyPPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi barang kena pajak atau jasa kena pajak.4. Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan Indirect Substraction methodYaitu metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa.5. PPN bersifat kumulatifTidak menimbulkan pengenaan pajak berganda.6. PPN Indonesia menganut Tarif Tunggal (single rate)Tarif 10 % (tanpa mempertimbangkan tarif 0 % untuk ekspor dan pengecualian terhadap beberapa objek yang sangat esensial dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari).7. PPN adalah Pajak atas konsumsi dalam negeriPPN hanya dikenakan atas barang dan jasa yang dikonsumsi di dalam daerah Pabean Republik Indonesia.8. PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN Tipe Konsumsi (Consumption Type VAT)Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.d. Pajak Atas Konsumsi Umum Dalam NegeriSebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Apabila barang dan jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri maka tidak akan dikenakan PPN di Indonesia. Ini sesuai dengan destination principle yang digunakan dalam pengenaan PPN yaitu PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa akan dikonsumsi.II. PAJAK KONSUMSI UMUM DALAM NEGERI DALAM UNDANG-UNDANG PPNPasal 4 ayat (1) huruf apenyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;Dikarenakan penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean merupakan konsumsi umum dalam negeri maka pasal 4 ayat Pasal 4 ayat (1) huruf bImpor Barang Kena PajakPasal 4 ayat (1) huruf cPenyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;Pasal 4 ayat (1) huruf dPemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;Pasal 4 ayat (1) huruf ePemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah PabeanPasal 9 ayat (2a)Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.Pasal 16CPajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.Pasal 16DPajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.Pasal 16E ayat (1)Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sudah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dapat diminta kembali.

III. KEUNTUNGAN & KERUGIAN PENERAPAN PPN SEBAGAI PAJAK ATAS KONSUMSI UMUM DALAM NEGERIKeuntungan1. Penambah penerimaan Negara.2. Mendorong masyarakat (Perorangan atau badan usaha) lebih produktifKarena sifat pajak konsumsi itu dibebankan kepada konsumen akhir, disamping WP ingin medapatkan keuntungan dari upayanya untuk memberikan nilai tambah atau kemanfaatan BKP juga akan mendorong individu atau badan usaha untuk dapat menggeser beban pajak hingga konsumen terakhir. Secara keseluruhan dan agregat maka akan meningkatkan produktivitas. 3. Pajak konsumsi adalah beban yang dapat mengurangi pendapatan karena harus ditanggung setiap konsumen, maka ini akan memberikan pengaruh pada pola konsumsi atas barang tersebut. Artinya akan mendorong konsumen betul-betul memanfaatkan atau mengkonsumsi barang sesuai dengan kebutuhan. Secara keseluruhan dan agregat berarti pemanfaatan sumber daya menjadi lebih efisien.4. Menjadi instrumen fiskal untuk investasi khususnya untuk menarik investasi dari luar negeri (investor asing). Karena penerapan pajak konsumsi yang tinggi atas setiap BKP yang masuk yang diproduksi dari luar menjadikan investor berpikir untuk dapat memroduksi barang tersebut di dalam negeri sehingga harga jual baran gmenjadi lebih murah. Sehingga diharapkan dapat bersaing dengan produk lain yang sejenis. Contohnya : barang-barang mewah yang diimpor dari luar negeri , mobil CBU,5. Menjadi alat untuk menekan tingkat konsumsi atas barang-barang yang diindikasikan dapat menyebabkan memberikan kemudhorotan bagi masyarakat. Misal rokokKerugian1. Hanya bilamana tarif pajak komsumsi terlalu tinggi atau terlalu rendah maka dapat menyebabkan kontraproduktif. Penerapan tarif yang tidak tepat, dapat menjadikan seorang tidak produktif karena keuntungan lebih kecil dari besarnya tariff yang menyebabkan kurangnya daya beli masyarakat karena harga jual barang lebih tinggi2. Bilamana mekanisme rumit. Dengan adanya pembebanan, dari sisi WP membutuhkan sumber saya untuk pencatatan atas setiap transaksinya.3. Dari sisi pengawasan pemerintah, ada juga peluang/ pos-pos yang menyebabkan adanya tindakan illegal yang menyebabkan kebocoran dari Wajib Pajak atau fiskus sendiri.4. Aturan pajak konsumsi, merupakan aturan yang paling sering berubah karena harus menyesuaikan system perdagangan yang saat ini cenderung bordeless. Maka untuk menjamin system perdagangan di suatu Negara berjalan, aturan harus mengikuti perkembangan. Dan koordinasi stakeholder harus lebih intens.5. Dalam era perdagangan bebas, pajak konsumsi dapat menjadi pelindung produksi dalam negeri, namun dapat juga menjadi penghalang produk untuk ekspor di Negara tujuan, yang mungkin memberlakukan regulasi yang sama untuk barang yang masuk ke negaranya. Hal ini dapat menjadikan produk ekspor menjadi tidak kompetitif di pasar dunia.IV. PENYIMPANGAN/PENGECUALIAN Pasal 4 ayat (1) huruf fEkspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak Pasal 4 ayat (1) huruf gEkspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena PajakPasal 4 ayat (1) huruf h Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena PajakKetiga ketentuan di atas merupakan penyimpangan dari karakteristik Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri. Ketiganya tidak sesuai dengan destination principle Pajak Pertambahan Nilai yang mana seharusnya Pajak Pertambahan Nilai dikenakan di tempat tujuan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak akan dikonsumsi, yakni di dalan negeri. Pajak Pertambahan Nilai tetap dikenakan walaupun konsumsinya dilakukan di luar negeri.

Namun jika kita menyilangkan ketentuan diatas dengan Pasal 7 ayat (2), maka penyimpangan tersebut sesungguhnya tidak terjadi, karena atas ketiga penyerahan di atas terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0 %. Yang artinya dengan tarif 0% ini, Pajak Masukan yang telah dibayar dapat diminta pengembaliannya. Dengan demikian dalam harga Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diekspor sudah tidak ada lagi unsur Pajak Pertambahan Nilai. Malahan jika atas ekspor tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, akan ada unsur Pajak Pertambahan Nilai yang terdapat pada nilai ekspor yang dimasukkan dalam harga pokok oleh eksportir karena Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Pasal 9 ayat (8) huruf j Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: j. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud ayat (2a)Sebagai pajak atas konsumsi umum di dalam negeri, mengindikasikan bahwa sasaran sesungguhnya atas pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terletak pada konsumen akhir, bukan pengusaha. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak --selama bukan untuk tujuan konsumtif-- dapat dilimpahkan ke mata rantai selanjutnya sampai benar-benar dipikul oleh konsumen akhir. Pelimpahan beban pajak ini dilakukan melalui penandingan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan atau yang lebih dikenal dengan metode pengkreditan pajak.Namun berdasar ketentuan tersebut di atas, bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi (belum melakukan penyerahan yang terutang pajak) tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayarnya selain atas Pajak Masukan untuk perolehan barang modal. Pada level ini, seolah-olah Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi dianggap sebagai konsumen akhir yang harus memikul beban Pajak Pertambahan Nilai.

Sesungguhnya, tidak ada suatu usaha dimulai tanpa rencana untuk menghasilkan. Sehingga tidaklah tepat jika Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi harus memikul beban Pajak Pertambahan Nilai dengan tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukannya. Jikalaupun memang terjadi kegagalan produksi, kami rasa pembebanan Pajak Pertambahan Nilainya telah cukup diakomodir berdasar ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf e dan Pasal 9 ayat (6a).

Pasal 16B ayat (1) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabeanb. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentuc. Impor Barang Kena Pajak tertentud. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabeane. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah PabeanPemberian fasilitas atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tertentu berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan menunjukkan adanya pengecualian terhadap karakteristik Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi umum di dalam negeri. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dikenakan atas setiap konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam negeri tidak dikenakan --yakni tidak dipungut atau dibebaskan-- untuk beberapa jenis Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tertentu, di kawasan tertentu, oleh pihak tertentu, atau untuk tujuan tertentu.

V. KESIMPULAN