Clinical science session demensia

84
BAB I PENDAHULUAN Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Di Indonesia, tahun 2000 proporsi penduduk lansia adalah 7,18 persen dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77 persen, sedangkan tahun 2020 diperkirakan proporsi lansia dari total penduduk Indonesia mungkin mencapai 11,34 persen. Menurut U.S. Census Bureau, International Data Base 2009, penduduk lansia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan, pada tahun 2007 jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah Cina, India dan Jepang. 1 Pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 23.992.000 jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 diprediksi mencapai 28.000.000 jiwa (11,30 %). 2 Sedangkan, jumlah Lansia di Provinsi Jambi berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik (BPS) 2012 tercatat sebanyak 178.302 orang atau 5,6 % dari jumlah penduduk Jambi yang berjumlah 3 juta jiwa lebih. 3 Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara – negara maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara – negara berkembang seperti Indonesia. 4 Demensia adalah 1

description

clinical science session demensia

Transcript of Clinical science session demensia

BAB IPENDAHULUAN

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Di Indonesia, tahun 2000 proporsi penduduk lansia adalah 7,18 persen dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77 persen, sedangkan tahun 2020 diperkirakan proporsi lansia dari total penduduk Indonesia mungkin mencapai 11,34 persen. Menurut U.S. Census Bureau, International Data Base 2009, penduduk lansia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan, pada tahun 2007 jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah Cina, India dan Jepang.1 Pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 23.992.000 jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 diprediksi mencapai 28.000.000 jiwa (11,30 %).2 Sedangkan, jumlah Lansia di Provinsi Jambi berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik (BPS) 2012 tercatat sebanyak 178.302 orang atau 5,6 % dari jumlah penduduk Jambi yang berjumlah 3 juta jiwa lebih.3Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara negara maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara negara berkembang seperti Indonesia.4 Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektualprogresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Kondisi ini terutama muncul di usia tua, sebagai akibat dari adanya sejumlah kelainan yang pada dasarnya mempengaruhi kinerja otak manusia. Namun demikian, demensiabukanlah bagian normal dari proses penuaan. Penurunan kemampuan kognitif seringkali ditemukan, dan kadang-kadang didahului denganpenurunan kontrol emosional, perilaku sosial, dan bahkan motivasi. 5 Mengenal penyakit demensia menyerang usia manula, bertambahnya usia maka makin besar peluang menderita penyakit demensia. peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Dengan meningkatnya usia harapan hidup suatu populasi di perkirakan akan meningkat pula prevalensi demensia, jumlah kasus demensia pun semakin meningkat. Saat ini terhitung sebanyak 35,6juta jiwa di dunia menderita demensia. Angka ini diperkirakan akan meningkat sebesar 2 kali lipat di tahun 2030, dan tiga kali lipat di tahun 2050 mendatang.5Di Indonesia sendiri, menurut data profil kesehatan yang di laporkan oleh departemen kesehatan tahun 1998, terdapat 7,2 % populasi usia lanjut 60 tahun keatas kasus demensia (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi. Kira kira 5 % usia lanjut 65 -70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia di atas 85 tahun. Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Penyakit ini adalah penyebab yang paling umum dari gangguan intelektual yang berat pada orang lanjut usia dan kenyataannya merupakan suatu masalah dalam perawatan orang usia lanjut di rumah.6Selain itu, pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh ketergantungan pada lingkungan sekitarnya. Saat ini, telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia, karena ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan bila gejala gejala penurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan upaya upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak jatuh pada keadaan demensia. 4Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala gejala penurunan fungsi kognitif dan demensia awal, dokter dan tenaga kesehatan lain juga mempunyai peran yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan pasien dengan penurunan fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai faktor resiko (seperti hipertensi, diabetes melitus, strok, riwatyat keluarga, dan lain lain). Selain itu, bila ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif yang disertai beberapa faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif pasien maka seorang dokter dapat merencanakan berbagai upaya untuk memodifikasinya, baik secara farmakologis maupun non farnakologis. 4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia2.1.1 DefinisiLansia atau lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang yang berkembang dari anak-anak, dewasa yang akhirnya menjadi tua. Lansia bukan suatu penyakit tetapi merupakan tahapan lanjut dari proses kehidupan yang ditandai penurunan kemampuan tubuh. Salah satu akibat dari penurunan kemampuan tubuh yaitu perubahan fungsi otot dimana terjadi penurunan elastisitas dan fleksibilitas otot.7Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya.8

2.1.2 Teori PenuaanTeori teori penuaan ada 2 jenis yaitu teori biologis dan teori psikologis. Teori biologis meliputi teori seluler, sintesis protein, sintesis imun, teori pelepasan, teori aktivitas, dan teori berkelanjutan. 1. Teori Biologis Teori seluler mengemukakan bahwa sel di program hanya untuk membelah pada waktu yang terbatas serta kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam jumlah yang tertentu dan kebanyakan diprogram membelah sekitar 50 kali. Jika sebuah sel pada lanjut usia dilepas dari tubuh dan di biakkan dari laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit, pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sesuai dengan berkurangnya umur. Teori sintesis protein mengemukakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Pada lanjut usia, beberapa protein di buat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari pritein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi tebal, seiring dengan bertambahnya usia. Teori sistem imun mengemukakan bahwa kamampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan infeksi, penyakit autoimun, dan kanker. Terdapat juga perubahan yang progresif dalam kemampuan tubuh untuk berespon secara adaptif (Homeostasis), seiring dengan pengunduran fungsi dan penurunan kapasitas untuk beradaptasi terhadap stres biologis dehidrasi, hipotermi, dan proses penyakit akut dan kronik. Teori Pelepasan. Teori ini memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lanjut usia merupakan suatu proses yang secara berangsur angsur sengaja di lakukan mereka dengan mengurangi aktivitasnya untuk bersama sama melepaska diri atau menarik diri dari masyarakat. Teoti Aktivitas. Teori ini berlawanan dengan teori pelepasan dimana teori ini berpandangan bahwa walaupun lanjut usia pasti terbebas dari aktivitas, tetapi mereka secara bertahap mengisi waktu luangnya dengan melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dan penyesuaian. dengan kata lain sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk aktivitas yang pasti dan mengkompensasikan dengan melakukan banyak aktivitas yang baru untuk mempertahankan hubungan antara sitem sosial dan individu daru usia pertengahan kelanjut usia. Teori Berkelanjutan. Teori ini menjelaskan bahwa sebagaimana dengan bertambahnya usia, masyarakat berupaya secara terus menerus mempertahankan kebiasaan, pernyataan, dan pilihan yang tepat sesuai dengan dnegan kepribadiannya.9

2.1.3 Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia101. Perubahan pada Sistem Sensoris Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori.a. PenglihatanPerubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lansa mata, yaitu katarak. Semakan bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses menua : Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat dengan jarak pandang dekat. Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu. Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari, gangguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam penilaian ketinggian), perubahan dalam persepsi warna. Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata berpotensi terjadi sindrom mata kering.b. Pendengaran Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidak mampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan dalam mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi seperti beberapa konsonan (misal f, s, sk, sh, l). Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara. Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit menjadi lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan konduksi suara.c. PerabaanPerabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungisional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.d. PengecapanPerubahan yang terjadi pada pengecapan akibat proses menua yaitu penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah. Implikasi dari hal ini adalah sensitivitas terhadap rasa (manis, asam, asin, dan pahit) berkurang.e. PenciumanSensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada penciuman akibat proses menua yaitu penurunan atau kehilangan sensasi penciuman kerena penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga dianggap sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas terhadap bau.2. Perubahan pada Sistem Integumen Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah. Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit.Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade.a. Stratum KorneumStratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada stratum koneum akibat proses menua: Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal ini adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh lebih lama. Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit lebih kasar dan kering. b. EpidermisBerikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis akibat proses menua: Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi. Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi yang tidal merata pada kulit. Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap pemeriksaan kulit terhadap alergen berkurang. Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.

c. DermisBerikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua: Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topikal. Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim. Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang. Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu malakukan termoregulasid. SubkutisBerikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat proses menua: Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang rangka. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit.e. Struktur tambahan pada KulitBagian tambahan pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea akibat proses menua: Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah Rambut bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita, mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria, rambut dalam hidung dan telinga semakin jelas, lebih banyak dan kaku. Pertumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi lunak, rapuh, kurang berkilsu, dan cepet mengalami kerusakan. Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi sentuhan) menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah mengalami nekrosis karenan rasa terhadap tekanan berkurang. Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon dalam keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering. Penurunan kelenjar apokrin. Implikasi dari hal ini adalah bau badan lansia berkurang. 3. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun spontan.a. Sistem Skeletal Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua: Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barrel-chest. Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban geralkan rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur. b. Sistem Muskular Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat proses menua: Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi, penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi.c. Sendi Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua: Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi da deformitas. Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko cedera.d. Estrogen Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua, yaitu penurunan hormon esterogen. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan unsur-unsur tulang yang berdampak pada pengeroposan tulang.

4. Perubahan pada Sistem Neurologis Berat otak menurun 10 20 %. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem neurologis akibat proses menua: Konduksi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal ini adalah refleks tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi. Peningkatan lipofusin sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal ini adalah vasokonstriksi dan vasodilatasi yang tidak sempurna. Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikasi dari hal ini adalah bahaya kehilangan panas tubuh.

5. Perubahan pada Sistem Kardiovaskular Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungsional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Jumlah detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada perubahan, namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat berkurang. Pada dewasa muda, kecepatan jantung di bawah tekanan yaitu, 180-200 x/menit. Kecepatan jantung pada usia 70-75 tahun menjadi 140-160 x/menit.Perubahan Struktur Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-terkait. Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung, yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan amiloid, degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan dan kekakuan pembuluh darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada lansia terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun.Berikut ini merupakan perubahan struktur yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat proses menua: Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunankekuatan kontraktil. Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan serat konduksi yang yang membawa impuls ke ventrikel. Implikasi dari hal ini adalah terjadinya disritmia. Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpulan respon baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan dingin. Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah vena menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan penumpukan darah.

6. Perubahan pada Sistem Pulmonal Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Penurunan lajuekspirasi paksa atu detik sebesar 0,2 liter/dekade.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem pulmonal akibat proses menua: Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis, dan pembesaran alveoli. Implikasi dari hal ini adalah penurunan daerah permukaan untuk difusi gas. Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu. Implikasi dari hal ini adalah penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. Implikasi dari hal ini adalah dispnea saat aktivitas. Kalsifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan. Implikasi dari hal ini adalah Emfisema sinilis, pernapasan abnominal, hilangnya suara paru pada bagian dasar. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Implikasi dari hal ini adalah atelektasis. Kelenjar mukus kurang produktif. Implikasi dari hal ini adalah akumulasi cairan, sekresi kental dan sulit dikeluarkan. Penurunan sensitivitas sfingter esofagus. Implikasi dari hal ini adalah hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif. Penurunan sensitivitas kemoreseptor. Implikasi dari hal ini adalah tidak ada perubahan dalam PaCO2 dan kurang aktifnya paru-paru pada gangguan asam basa.

7. Perubahan pada Sistem EndokrinSekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan apatheic thyrotoxicosis.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem endokrin akibat proses menua: Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa darah puasa 140 mg/dL dianggap normal. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan. Kelenjar tiroid menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.

8. Perubahan pada Sistem Renal dan Urinaria Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder, uretra, dan sistem nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait eliminasi urine. Hal ini dapat mengganggu kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat mengakibatkan inkontinensia, dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh. a. Perubahan pada Sistem Renal Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron dan memiliki banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron bertugas sebagai penyaring darah, perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya mempebgaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan matabolik sistem renal.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat proses menua: Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal berkurang, dan penurunan aliran darah renal. Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97 mL/menit atau kurang) dan menyaring protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia. Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh, penurunan cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan kemampuan untuk memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan risiko dehidrasi. Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran gastrointestinal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko osteoporosis. b. Perubahan pada Sistem Urinaria Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua, yaitu penurunan kapasitas kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan volume residu (N: 50 mL), peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari, dan atopi pada otot kandung kemih secara umum. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko inkotinensia.

9. Perubahan pada Sistem Gasrointestinal Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia berkaitan dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada rahang, mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal akibat proses menua:

a. Rongga Mulut Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rongga mulut akibat proses menua: Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusustan dan fibrosis pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi. Implikasi dari hal ini adalah tanggalnya gigi, kesulitan dalam mempertahankan pelekatan gigi palsu yang lepas. Hilangnya kuncup rasa. Implikasi dari hal ini adalah perubahan sensasi rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk mendapatkan rasa yang sama kualitasnya. Atrofi pada mulut. Implikasi dari hal ini adalah mukosa mulut tampak lebih merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena penyusutan epitelium dan mengandung keratin. Air liur atau saliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang yang telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui mekanisme sebagai berikut: penyediaan enzim pencernaan, pelumasan dari jaringan lunak, remineralisasi pada gigi, pengaontrol flora pada mulut, dan penyiapan makanan untuk dikunyah. Pada lansia produksi saliva telah mengalami penurunan. b. Esofagus, Lambung, dan Usus Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada esofagus, lambung dan usus akibat proses menua: Dilatasi esofagus, kehilangan tonus sfingter jantung, dan penurunan refleks muntah. Implikasi dari hal ini adalahpeningkatan terjadinya risiko aspirasi. Atrofi penurunan sekresi asam hidroklorik mukosa lambung sebesar 11% sampai 40% dari populasi. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan dalam mencerna makanan dan mempengaruhi penyerapan vitamin B12, bakteri usus halus akan bertumbuh secara berlebihan dan menyebabkan kurangnya penyerapan lemak. Penurunan motilitas lambung. Implikasi dari hal ini adalah penurunan absorbsi obat-obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12, dan konstipasi sering terjadic. Saluran Empedu, Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas Pada hepar dan hati mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia lebih dari 80 tahun.5 Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada saluran empedu, hati, kandung empedu, dan pankreas akibat proses menua: Pengecilan ukuran hari dan penkreas. Implikasi dari hal ini adalah terjadi penurunan kapasitas dalam menimpan dan mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan kadar gula darah yang tinggi (250-300 mg/dL). Perubahan proporsi lemak empedu tampa diikuti perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan sekresi kolesterol.

10. Perubahan pada Sistem Reproduksi a. Pria Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi pria akibat proses menua: Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur. Atrofi asini prostat otot dengan area fokus hiperplasia. Hiperplasia noduler benigna terdapat pada 75% pria >90 tahun.b. Wanita Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita akibat proses menua: Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasi dari hal ini adalah atrofi jaringan payudara dan genital Peningkatan androgen yang bersirkulasi. Implikasi dari hal ini adalah penurunan massa tulang dengan risiko osteoporosis dan fraktur, peningkatan kecepatan aterosklerosis.11. Perubahan perubahan mental meliputi perubahan dalam memori dan intellegentia quantin (IQ)12. Perubahan perubahan psikososial meliputi pensiun, merasakan atau sadar akan kematian, perubahan dalam cara hidup dan sebagainya.

2.2 Memori2.2.1 Pengertian dan Pembagian MemoriMemori merupakan suatu proses yang tidak sederhana. Dimulai dari menerima informasi, menyimpannya dan memunculkannya kembali dilain kesempatan. Secara anatomis, memori didefinisikan sebagai gambaran hubungan anatara sel-sel otak. Secara fisiologis, memori adalah hasil dari perubahan kemampuan penjalaran sinaptik dari satu neuron ke neuron berikutnya sebagai aktivitas dari neuron sebelumnya. Perubahan ini mebghasilkan jaras-jaras baru atau jaras-jaras yang terfasilitasi untuk membentuk penjalaran sinyal-sinyal melalui lintasan neural otak. Jaras baru/terfasilitasi disebut jejak-jejak ingatan. Jaras-jaras ini penting karena jaras ini menetap maka akan diaktifkan oleh benak pikiran untuk menimbulkan ingatan yang ada. Tiap sel otak mempunyai hubungan dengan 4.000-10.000 sel otak lainnya dan berhubungan melalui impuls listrik dan zat kimia yang disebut zat penghantar rangsang atau neurotransmitter (NT).11Secara sederhana memori terbagi atas dua macam tipe dasar memori, yaitu memori jangka pendek ( present memori / working memori ) dan memori jangka panjang (long term memori). Peresent Memori diperlukan untuk keperluan ingatan jangka pendek atau yang diperlukan sekarang. Long Term Memori unutk mengingat masa lampau atau kejadian / pengalaman yang terjadi di masa lalu.11

Proses KonsolidasiProses konsolidasi adalah ingatan jangka pendek diubah menjadi ingatan jangka panjang dan dapat dipanggil beberapa minggu/tahun kemudian maka ingatan harus mengalami konsolidasi. Ingatan melalui berbagai cara menimbulkan perubahan kimia, fisik, dan anatomis pada sinaps-sinaps yang bertanggung jawab untuk ingatan tipe jangka panjang. Proses ini perlu waktu 5-10 menit untuk konsolidasi minimal dan 1 jam/lebih untuk konsolidasi maksimal.11Proses konsolidasi dan waktu yang dibutuhkan dibutuhkan untuk proses ini mungkin dapat diterangkan melalui fenomena latihan. Latihan/pengulangan informasi yang sama berkali-kali ke dalam pikiran, dapat mempercepat dan memperkuat tingkat pengalihan ingatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang. Hal ini akan mempercepat dan memperkuat proses konsolidasi.11Mekanismenya:Informasi korteks asosiasi yang sesuai (mis: korteks visual sekunder) melalui korteks entortinal (area 28) hipokampus untuk menyimpan memori dengan perantaraan stuktur pada diensefalon, otak depan bagian basal, korteks prefrontalis informasi disimpan kembali di dalam korteks asosiasi sebagai memori jangka pendek bila ada latihan, pengulangan, dll memori jangka panjang.11

Berdasarkan rentang waktu individu kehilangan daya ingatnya, dibedakan menjadi:111. Memori segera (immidiate memori): adalah kemampuan mengingat peristiwa yang baru saja terjadi, yakni rentang waktu beberapa detik sampai beberapa menit2. Memori baru (recent memori): adalah ingatan terhadap pengalaman/informasi yang terjadi dalam beberapa hari terakhir3. Memori jangka menengah (recent past memori): adalah ingatan terhadap peristiwa yang terjadi selama beberapa bulan yang lalu.4. Memori jangka panjang: adalah ingatan terhadap peristiwa yang sudah lama terjadi (bertahun tahun yang lalu)

2.3 Demensia2.3.1 Definisi4Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyai bermacam penyebab. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuopasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna. Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih (irreversible), namun bila merujuk pada definisi di atas maka demensia dapat pula terjadi mendadak ( misalnya: pasca stroke atau cedera kepala), dan beberapa penyebab demensia dapat sepenuhnya pulih (misalnya: hematoma subdural, toksisitas obat, depresi) bila dapat muncul pada usia berapapaun meskipun umumnya muncul setelah usia 65 tahun.

2.3.2 Epidemiologi4 Insidensi demensia meningkat secara bermakna sering meningkatnya usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy Body, demensia fronto temporal (FTD), dan demensia pada penyakit parkinson. Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari 45% mereka yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer, Hasil ini dikonfirmasi oleh penelitian di Swedia yang menyebutkan 44% dari usia lanjut yang berusia lebih dari 85 thaun mengalami penyakit Alzheimer. Di Jepang dari dari seluruh penduduk semetara (usia 100 tahun atau lebih), 70% mengalami demensia dengan 76% nya menderita penyakit Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara eksponensial sering bertambahnya umur, walaupun terjadi penurunan insidensi pada usai 95 tahun yang diduga karena terbatasnya jumkah subyek di atas usia 90 tahun. Secara umum dapat dikatakan bahwa frekuensi penyakit Alzheimer meningkat seiring usia, dan mencapai 20 40% populasi berusia 85 tahun atau lebih.Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan laki laki (sekitar 2/3 pasien adalah perempuan), hal ini disebabkan perempuan memiliki harapna hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan yang rendah juga disebutkan berhubungan dengan resiko terjadinya penyakit Alzheimer. Faktor faktor risiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, serta berbagai faktor resiko timbulnya Aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer pada kromososm 21, kromosom 14, dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit Alzheimer. Sementara riwayat keluarag dan munculnya alel e4 dari Apolipoprotein E pada lebih dari 30% pasien dengan penyakit ini mengindikasikan adanya faktor genetik yang berperan pada munculnya penyakit ini. Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama (first degree relative) mempunyai risiko dua sampai tiga kali menderita penyakit Alzheimer, walaupun sebagian besar pasien tidak mempunyai riwayat keluarga yang positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya demensia, namun munculnya alel ini merupakan faktor utama yang mempermudah seseorang menderita penyakit Alzheimer.

2.3.3 Etiologi12Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3)campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persendiantaranya adalah Lewy body dementia, penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinisberhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik(misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinanpenyebab demensia :Demensia degeneratifInfeksi

Penyakit AlzheimerDemensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick, Penyakit Parkinson)DemensiaLewy Bodies

Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiformencephalitis, Sindrom Gerstmann-Straussler)Acquired immune deficiency syndrome(AIDS)Sifilis

Lain-lain:Penyakit HuntingtonPenyakit WilsonLeukodistrofi TraumaDementia pugilistica, posttraumatic dementiaSubdural hematoma

Kelainan MetabolikDefisiensi vitamin (misalnyavitamin B12, folat)Endokrinopati (e.g.,hipotiroidisme)Gangguan metabolisme kronik(contoh : uremia)

Kelainan jantung, vaskuler dan anoksiaInfark serebri (infark tunggalmauapun mulitpel atau infark lakunar)Penyakit Binswanger ( subcorticalarterioscleroticEncephalopathy)Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia

Kelainan PsikiatrikPseudodemensia pada depresiPenurunan fungsi kognitif pada skizofrenia tingkat lanjutPenyakit demielinisasiSklerosis multiple

TumorTumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau metastasis dari kanker payudara atau paru)

Obat-obatan dan toksinAlkoholLogam beratRadiasiPseudodemensia akibat pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik)Karbon monoksida

2.3.4 Klasifikasi5,12,13Terdapat 4 subtipe demensia yang paling sering ditemukan. Keempatsubtype tersebut antara lain: (1) Penyakit Alzheimer, (2) DemensiaVaskular (VaD), (3) Demensia jisim Lewy (DLB) dan (4) DemensiaFrontotemporal (FTD).1. Penyakit AlzheimerPenyakit Alzheimer merupakan penyakit neuro degeneratif pada otak yang menyebabkan deteriorisasi memori, kemampuan intelektual,dan kepribadian. Penyakit ini bersifat progresif dan termasuk penyakit yang paling ditakuti, mengingat kematian adalah konsekuensi akhirnya dan hingga saat ini, belum ada pengobatan untuk penyakit Alzheimer. Ada beberapa perawatan yang bertujuan untukmencegah progresifitas Alzheimer, namun tidak ada pengobatan yang dapat membalikkan jalannya perkembangan penyakit ini. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita demensia tipe Alzheimer. Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun,prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah. Penyebab demensia tipe Alzheimer pada dasarnya masih belum diketahui. Namun demikian, telah terjadi kemajuan dalam molekulardeposit amiloid dan neurofibrillary tangles (NFTs) yang merupakan penanda patologi utama untuk penyakit ini. Neuron normal, memiliki struktur penyokong internal yang sebagian besar terdiri dari mikro tubulus. Mikrotubulus ini bertindak seperti jalur, mengarahkan nutrisi dan molekul dari tubuh sel ke ujung akson. Suatu protein khusus yang disebut tau, mengikat mikrotubulus dan menstabilkannya. Pada penyakit Alzheimer, struktur kimia tau berubah. Protein ini mulai memasangkan benangnya dengan benang protein tau lainnya. Inilah yang disebut dengan istilah neurofibrillary tangles.

Gambar 2.1. neurofibrillary tangles pada penyakit Alzheimer

Ketika ini terjadi, mikrotubulus hancur, dan sistem transportasi untuknutrisi neuron tidak ada lagi. Akibat utama dari pembentukan neurofibrillary tangles adalah malfungsi dalam komunikasi antaraneuron yang kemudian diikuti oleh kematian selSelain NFTs, patologi anatomi dari AD juga ditandai adanya plaksenilis (SPs, juga dikenal sebagai plak beta-amyloid) di tingkat mikroskopis dan atrofi cerebrocortical pada tingkat makroskopik. Hipokampus dan lobus temporal medial adalah lokasi awal deposisi NFTs dan juga proses atrofi. Hal ini dapat dilihat pada gambaran MRI stadium awal AD

Gambar 2.2. Atrofi Kortikal di Tingkat Makroskopis pada AD

SPs dan NFTs pertama kali digambarkan oleh Alois Alzheimerdalam laporan aslinya mengenai gangguan ini pada tahun 1907. BaikSPs maupun NFTs sekarang diterima secara universal sebagai penandapatologi utama untuk penyakit Alzheimer.

2. Demensia Vaskular (VaD)Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala berpola demensia. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multiple yang menyebar luas pada otak. Penyebab infarkberupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain (misalnya katup jantung). Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia 60 hingga70 tahun dan lebih sering pada pria (khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya) dari pada wanita.Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut dan hipertensi merupakan faktor predisposisinya.

Gambar 2.3. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari kasus demensia vascular

3. Demensia Jisim Lewy (DLB)Demensia jisim Lewy merupakan bentuk demensia yang karakteristiknya memiliki kemiripan dengan penyakit Alzheimer dan Parkinson. Istilah Lewy bodies sendiri mengacu pada perubahanpatologis yang mendasari beberapa sindrom yang terkait erat. Demensiajisim Lewy kadang-kadang disebut dengan nama lain, termasuk di antaranya Lewy body dementia, Lewy body variant of Alzheimer's disease, diffuse Lewy body disease, cortical Lewy body disease, dan senile dementia of Lewy body type. Semua istilah ini mengacu pada gangguan yang sama. Secara klinis, kondisi ini ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran Parkinsonisme (gangguan gerakan), dan gejala ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy merupakan inklusi eosinofil intraneuron berbentuksferis yang dikelilingi oleh halo dan terdiri dari sejumlah gabunganprotein berbeda. Umumnya ditemukan sebagai deposit yang menyebabkan gangguan pada mekanisme kerja otak dan neurotransmitter, khususnya acetilkolin dan dopamine. Namun, hingga saat ini belumdipahami sepenuhnya bagaimana mekanisme terbentuknya inklusi ini.

Gambar 2.4 Gambaran multiple Lewy bodies dengan perbesaran 400x dan Gambaran Kortikallewy Bodies

4. Demensia FrontotemporalDemensia frontotemporal merupakan sindrom neurodegeneratifprogresif yang ditandai dengan adanya atrofi di daerah frototemporal .Manifestasi dari kondisi ini sangatlah baeragam, namun yang paling menonjol di antaranya adalah adanya afasia progresif, afek bizar danperubahan perilaku. Demensia frontotemporal disebut pula dengan istilah Picks disease, sebagai penghargaan kepada Arnold Pick, seorang neurologis yang pertama kali mendeskripsikan penyakit ini. Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa specimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidakdiketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. Mereka yang mewarisinya sering mengalami mutasi gen pada protein tau dalam kromosom 17 yang menyebabkan diproduksinya protein tau yang abnormal. Tidak diketahui adanya faktor risiko lain. Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer.Walaupun stadium awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatifbertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas,flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan pada penyakit Pickdaripada pada penyakit Alzheimer.

Gambar 2.5 Penyakit Pick dengan Kelainan Patologi yang Luas

2.3.5 Gejala Klinis13Adapun manifestasi dari demensia dapat dibagi ke dalam 3 stadium :1. Stadium awaluntuk 1-2 tahun pertama2. Stadium menengah untuk 2-5 tahun berikutnya3. Stadium akhir setelah 5 tahun berlangsungTabel 2.1 merangkum beberapa gejala demensia yang dikelompokkan menurut stadiumnya. Periode ini ditetapkan hanya sebagai panduanperkiraan, kadang pasien mengalami deteriorisasi secara lebih cepat,kadang lebih lambat. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua penderitaakan menunjukkan gejala demensia secara keseluruhan.Tabel 2.2. Stadium dan Gejala Demensia5Stadium AwalStadium MenengahStadium akhir

Seringkali diabaikan. Keluarga maupun teman-temanpasien (bahkan oleh tenaga kesehatan sendiri) menganggapnya sebagai bagian normal dari prosespenuaan. Karena onset dari demensia yang gradual, seringkali sulit untuk memastikan kapan stadium ini dimulaiSeiring perjalanan penyakit,batasan stadium menjadi lebihjelasMerupakan tahap mendekati disabilitas dan kebergantungan total. Gangguan memori menjadi sangat serius dan dampakfisik dari penyakit semakinberat.

Menjadi pelupa, khususnya mengenai hal-hal atau peristiwa yang baru saja terjadi

Memiliki sedikit kesulitan dalamberkomunikasi

Menjadi sangat pelupa, khususnya terhadapperistiwa yang baru saja terjadi dan nama orang - orang

Kesulitan dalamberkomunikasi semakinparah (pelafalan dan komprehensif)Deteriorisasi kapasitas memori semakin parah, mulai tidak dapat mengenali sanak-saudara, teman-teman dekat, maupun objek yang familiarTidak dapat memahami kejadian yang berlangsung di sekelilingnya

Mulai lupa dan tersesat ditempat-tempat yang familiar

Kesulitan dalam mengenali tempat-tempat maupun kejadian yang familiar. Seringkali tersesat bahkan di rumah ataupun dalam komunitas sekitar.Tidak dapat menemukan arah menuju berbagai lokasi di rumah, semakin sering tersesat

Menurunnya tingkat orientasi terhadap waktu, termasuk diantaranya hari, bulan, ataupun tahun

Membutuhkan bantuan dalam perawatan pribadi seperti menggunakan toilet,mandi, berpakaian.Tidak dapat makan tanpabantuan,seringkali mengalami kesulitan dalam mengunyah

Memiliki kesulitan dalam membuat keputusan dan menangani keuangan pribadi

Perilaku mulai berubah, termasuk di antaranya sering menanyakan hal yang sama secara berulang-ulang, gangguan tidur, danberhalusinasi.

Semakin meningkatnya kebutuhan akan bantuan dalam melakukanperawatan diri seperti mandi, berpakaian dan menggunakan toilet

Kesulitan dalam melakukan kegiatan atau aktivitas rutin dirumah

Tidak dapat melakukan aktivitas rutin di rumah seperti memasak, menyiapkan makanan,berbelanja dan sebagainya.Penurunan kemampuan mobilitas : sulit berjalan,dan lebih sering berada di kursi atau tempat tidur

Mood dan tingkah laku : Mulai kurang aktif, dan motivasi menurun. Ketertarikan dalam aktivitas maupun hobby mulai hilang Dapat menunjukkanperubahan mood, baik itu depresi maupun kecemasan

Seringkali marah danaggresif dalam menanggapihal yang wajarMenunjukkan perilaku agresi di lingkungan rumah maupun komunitas

Perubahan perilaku semakin jelas. Mulai menunjukkan sikap agresibahkan terhadap keluarga sendiri dan agitasi nonverbal seperti menendang, memukul,berteriak atau menjerit.

Tidak dapat menahan sensasi berkemih (bladderincontinence) dan sensasi untuk buang air besar(bowel incontinence)

2.3.6 PatofisiologiPada penyakit Alzheimer ditemukan karakteristik neuropatologikal seperti hilangnya neuronal selektif dan sinap, adanya plak neuritis yang mengandung peptida A dan neurofibrillary tangles (NFTs) yang membentuk hiperfosforilasi dari protein tau. Plak neuritik yang terjadi merupakan lesi ekstraseluler yang tersusun atas inti sentral dari agregasi A peptida yang dikelilingi oleh neurit distropi, mikroglial yang teraktivasi, dan atrosit reaktif. Sedangkan NFTs merupakan buntalan filamen di dalam sitoplasma sel saraf yang mengelilingi sel saraf.

Gambar 2.6. (A) Gambaran perubahan neurofibrilar pada sitoplasma sel saraf. (B) Plak neuritik denganinti sentral Amyloid dan dihubungkan dengan reaksi sel glial.

Deposisi A pada otak merupakan salah satu implikasi dari patogenesis penyakit Alzheimer. Akumulasi A (khususnya A42 peptida) pada otak merupakan inisiasi terjadinya disfungsi neuron, neurodegenerasi, dan dementia. Mutasi gen APP pada kromosom 21, PS1 pada kromosom 14, dan PS2 pada kromosom 1 mengarah pada earlyonset penyakit Alzheimer tipe familial yang terjadi dalam produksi berlebihan dan/atau peningkatan agregasi dari A. Beta-Amyloid merupakan produk fisiologi normal dari APP dan merupakan komponen soluble dari plasma dan cairan cerebrospinal.14Dalam pembentukan A, APP dipecah oleh tiga enzim yaitu -, -, dan -secretase. Pemecahan APP oleh -secretase kemudian oleh -secretase menghasilkan A sedangkan bila dipecah oleh -secretase akan menghasilkan peptida yang bersifat nontoxic.15,16Mutasi ganda pada APP mengarah pada peningkatan A akibat pemecahan APP oleh -secretase yang meningkat. Beta-Amyloid peptida merupakan komponen protein utama pada plak neuritik yang merupakan karakteristik dari penyakit Alzheimer. Beta-Amyloid terkadang memulai aksi toksik sebelum terbentuknya fibril. Peningkatan derajat A soluble dan bukan plak A berhubungan dengan disfungsi kognitif pada penyakit Alzheimer. Adanya gangguan kognitif pada individu yang menderita penyakit Alzheimer sangat kuat dihubungkan dengan hilangnya sinap yang melewati region kortikal otak.14 Self-agregation dari A menjadi oligomer soluble low-n merupakan penyebab utama sinaptoksisitas pada penyakit Alzheimer. Terdapat dua varian terminal karboksil dari A yaitu A40 yang merupakan sekret spesies utama dari sel kultur dan terdapat pada cairan cerebrospinal sedangkan A42 merupakan komponen utama amyloid yang berdeposit di otak pada penyakit Alzheimer. Peningkatan A42 lebih sering mengalami agregasi dan membentuk fibril. Neurotoksik yang dihasilkan oleh agregasi A menghasilkan beberapa mekanisme, seperti adanya akumulasi radikal bebas, disregulasi dari homeostatis kalsium, respon inflamasi, dan adanya aktivasi dari beberapa signaling pathway.14

Akumulasi Radikal BebasPada penyakit Alzheimer terjadi neurodegenerasi pada otak dan adanya stress oksidatif yang dihubungkan dengan adanya peningkatan deposit A. Walaupun sebenarnya mekanisme pastinya belum sepenuhnya dimengerti, A yang kontak atau masuk ke neuronal dan glial membran bilayer menghasilkan radikal bebas oxygen-dependent yang kemudian menyebabkan peroksidasi lipid dan oksidasi protein. Beta-Amyloid menyebabkan akumulasi H2O2 pada kultur neuron hippokampus dan pada kultur neuroblastoma. Oligomer A menyebabkan lepasnya lipid dari membran neuron mengakibatkan gangguan homeostatis lipid neuron dan hilangnya fungsi neuron. Hilangnya integritas membran akibat radikal bebas yang dihasilkan oleh A mengarah pada disfungsi selular, seperti inhibisi dari ion-motive ATPase, inhibisi sistem pengambilan glutamat dari sel glial Na+- dependent sebagai konsekuensi dari eksitasi neuron reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang dapat menyebabkan hilangnya sinap pada neuron, hilangnya homeostatis kalsium, hilangnya fungsi transporter protein, gangguan signaling pathway, dan aktivasi faktor transkripsi nuklear serta jalur apoptosis.14

Gangguan Homeostatis KalsiumKalsium merupakan salah satu messengers intraselular yang penting pada otak karena fungsinya sebagai perkembangan neuron, transmisi sinap, kekenyalan otak, dan meregulasi jalur metabolik yang bervariasi. Neurotoksisitas akibat kalsium yang dimediasi oleh A peptida terjadi karena A peptida dapat meningkatkan influx kalsium melalui voltage-gate channel kalsium, membentuk channel ion yang kationnya bersifat selektif setelah A peptida bergabung dalam membran selular, mengurangi blockade magnesium dari reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) agar dapat meningkatkan influx Ca2+, dan menghambat channel K+ dan pertukaran Na+/Ca2+.16

Respon InflamasiAsosiasi awal dari sel mikrogial yang teraktivasi dan reaktif astrosit pada plak neuritis dan adanya penanda inflamasi mengindikasikan adanya inflamasi kronik pada penyakit Alzheimer. Pada penderita penyakit Alzheimer terjadi peningkatan aktivasi imun dan/atau aktivitas inflamasi pada otak penderita dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit tersebut. Adanya proses neuroinflamasi yang terjadi secara terus-menerus disertai aktivasi sel glial merupakan salah satu pathogenesis terjadinya penyakit Alzheimer. Aktivasi mikroglial yang diinduksi oleh adanya A berperan sebagai trigger dalam jalur komplement klasik dan sebagai trigger dalam produksi sitokin proinflamasi yang bervariasi. Protein komplement merupakan komponen integral plak amyloid dan adanya vaskularisasi cerebral amyloid pada otak penderita penyakit Alzheimer. Hal ini dapat ditemukan pada tahap awal deposisi amyloid dan aktivasinya bertepatan dengan adanya ekspresi klinis dementia pada penyakit Alzheimer.Sebuah penelitian juga menunjukkan adanya aktivasi dari jalur mitogen-activated protein kinase (MAPK) sebagai respon adanya fibril A setelah terjadinya sinyal inflamasi tyrosine kinase-dependent pada mikroglial. Sel mikroglial yang terpapar A akan mengsekresi mediator inflamasi, seperti sitokin, kemokin, growth factor, komplement, dan intermediate reaktive. Adanya paparan preagregasi A42 menyebabkan peningkatan dari prointerleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-, monocyte chemoattractant protein-1, macrophage inflammatory peptide-1, IL-8, dan macrophage colony-stimulating factor. Respon inflamasi yang diinduksi oleh A merupakan mediator penting terjadinya cedera neuron pada penyakit Alzheimer.

Aktivasi Signaling PathwayBeta-Amyloid telah diketahui dapat mengaktifkan signaling pathway, seperti MAPK pathway dan juga A berperan dalam terjadinya hiperposphorilasi dari microtubuleassociated protein (MAPT). Produksi yang berlebihan dan adanya agregasi dari MAPT dapat menyebabkan hilangnya sinap pada neuron akibat pengaruh A.14jStadium awal Stadium menengah Stadium akhir2.3.7 Diagnosis41. AnamnesisAnamnesis hrus berfokus pada awitan (onsetnya), lamanya, dan bagaimana laju progresi penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Hampir 75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja, mengikuti perintah, menemukan kata atau mengemudi. FTD juga patut diduga bila ditemukan apati, hilangnya fungsi eksekutif, abnormalitas progresif fungsi berbicara, atau keterbatasn kemampuan memori atau spasial. Diagnosis demensia dengan Lewy Body (DLB) dicurigai bila terdapt adanya gejala awal berupa halusinasi visual, parkinsonisme, delirium, gangguan tidur, atau sindrom capgras (delusi bahwa seseorang yang dikenal digantikan oleh penipu). Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka anamnesis harus diarahkan pula pada berbagai faktor resiko seperti trauma kepala berulang, konsumsi alkohol berlebihan, intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, serta penggunaan obat obat jangka panjang (sedtif dan transquilizer). 2. Pemeriksaan Fisik dan neurologisUmumnya penyakit alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, dan DLB.3. Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrikPemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE)

Tabel 2.3. Tabel MMSEMINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

NOTESPENILAIANNILAI TOTAL

ORIENTASI

1Sekarang iniTahun berapa ?1

Bulan apa ?1

Tanggal berapa ?1

Hari apa ?1

Musim apa ?1

2Kita dimanaNegara mana ?1

Provinsi mana ?1

Kota mana ?1

Rumah sakit mana ?1

Ruang apa / tingkat berapa ?1

PENCATATAN

3Sebutkan 3 objek dengan waktu 1 detik tiap objek. Kemudian minta pasien menyebutkan ketiga objek tersebut. Ulangi jawaban pasien sampai dapat menyebut ketiganya.3

ATENSI DAN KALKULASI

4Seri tujuh, minta pasein untuk menghitung mundur dengan selisih 7 dimulai dari angka 100. Berikan 1 nilai untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Alternatif lain: eja secara mundur kata MESRA.5

MENGINGAT KEMBALI

5Minta pasien untuk menyebutkan 3 objek yang telah dipelajari pada pertanyaan no. 3. Berikan 1 nilai untuk jawaban yang benar.3

BAHASA

6Tunjuk pada sebuah pensil dan sebuah arloji tangan. Minta pasien untuk menyebutkan nama benda yang anda tunjuk.2

7Minta pasien untuk mengulang :tanpa, bila, dan, atau, tetapi1

8Minta pasien untuk mengikuti 3 tahap tugas:ambil lipatan kertas dengan tangan kanan andalipat kertas menjadi dualetakkan kertas di atas lantai1

9Minta pasien membaca dan melakukan tugas yang dibacanya mohon pejamkan mata anda1

10Minta pasien untuk menulis kalimat pilihan sendiri pada 2 garis (kalimat yang mengandung subjek dan objek dan harus mempunyai arti. Abaikan kesalahan eja saat menilai.1

11Minta pasien untuk menyalin gambar di bawah ini (berikan nilai 1 bila semua sisi dan sudut tergambar utuh dan saling memotong merupakan sebuah segi empat. 1

Alat bantu no. 9 :Mohon Pejamkan Mata Anda

Alat bantu no. 10 :

Alat bantu no. 11 :

Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan MSSE:1. Pendidikan minimal : SMP2. Sadar3. Kooperatif4. Tidak ada gangguan berbicara5. Tidak ada gangguan menulis dan membaca

Interpretasi hasilNormal : 25 pointRingan : 21-24 pointSedang : 10-20 pointBerat : 9 pointSkor maksimal: 30 Yang dinilai : Orientasi : 10 Registrasi : 3 Atensi / kalkulasi : 5 Recall : 3 Bahasa : 8 Visuokonstruksi : 1

Keterbatasan Tidak bisa dipakai untuk orang berpendidikan tinggi yang mengalami demensia ringan dan dapat menjawab pertanyaan dengan mudah Sebaliknya, tingkat pendidikan rendah : skor rendah karena kesulitan menjawab pertanyaan, padahal belum tentu terdapat demensia.

4. Pemeriksan Penunjang NeuropatologiDiagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan: Atrofi yang bilateral, simetris dan lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, kortek motorik primer, sistrem somatosensorik tetap utuh. Berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr) MRI untuk melihat pembuluh darah untuk membedakan demensia alzheimer atau vascular. Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikular (capping anterior horn pada ventrikel lateral) Pada alzheimer : Adanya atropi difuse dengan sulkus korteks yang mendatar, Ventrikel serebri yang melebar Pada Vaskular : Oklusi pembuluh darah oleh plak arterosklerotik / tromboemboli SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)Untuk melihat metabolisme otak untuk membedakan tipe-tipe demensia. CT-scanMenyingkirkan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti infark dan tumor serebri. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkolerasi dengan beratnya gejala kilnik dan hasil pemeriksaan status mini mental. EEGDidapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontal yang nonspesifik. PET (Positron Emission Tomography) Penurunan aliran darah Metabolisme O2 Dan glukosa didaerah serebral Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal. Laboratorium darahUntuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainaya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibodi yang dilakukan secara selektif. Pemeriksaan neuropsikologikFungsi pemeriksaan neuropsikologik untuk menentukan ada tidaknya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Tes psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memory, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis yang sesuai dengan Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV), yaitu: 41. Munculnya defisit kognitif multiple yang dimanifestasikan baik oleh : Hendaya memori (terganggunya kemampuan mempelajari informasi baru atau mengingat informasi yang baru saja dipelajari) Satu atau lebih gangguan kognitif di bawah ini :a. Afasia (gangguan berbahasa)b. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik masih normal)c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik masih normal)d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, berpikir runut, berpikir abstrak)2. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menunjukkan penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadi bukan terjadi khusus saat timbulnya delirium.

Sementara untuk diagnosis klinis penykit Alzheimer diterbitkan suatu konsesus oleh the National Institute of Neurological nd Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimers Disease and Relted Disorders ssociation (ADRDA), Yaitu:1. Demensia berdasarkan pada pemeriksaan klinis dan uji Mini-Mental (Mini-Mental test), skala demensia (Blessed Dementia scale) atau uji lain yang serupa, serta dikonfimasi dengan pemeriksaan neuropsikologis; terdapat dua atau lebih gangguan atau defisit fungsi kognitif; fungsi daya ingat dan kognitif lainnya memburuk secara progresif: kesadaran baik; awitan berkisar antara usia 40 hingga 90, sering setelah usia 65; dan tidak ada gangguan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat mengganggu daya ingat dan fungsi-fungsi kognitif lainnya.2. Diagnosis probable didukung oleh: terdapat perburukan fungsi kognitif khusus seperti berbahasa (afasia), motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia); aktivitas hidup seharihari dan pola kebiasaan terganggu; riwayat keluarga positif serta didukung oleh pemeriksaan neuropatologik serta pemeriksaan penunjang lainnya: punksi lumbal normal (dievaluasi sesuai standar), EEG normal atau menunjukkan sedikit kelainan seperti bertambahnya aktivitas gelombang atrofi otak tampak progresif melalui pemindai tomografi komputer scan (computed tomography; CT scan) yang dilakukan berulang.3. Gambaran klinis berikut mengarah pada diagnosis probable setelah penyebab demensia lain tersingkir, seperti: progesivitas penyakit berlangsung terus dan bertahan; terdapat gejala penyerta seperti depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi, catastrophic verbal, emosi yang meledak-ledak, disfungsi seksual, dan penurunan berat badan; abnormalitas lain terdapat pada beberapa pasien terutama pada penyakit tahap lanjut, yang mencakup fungsi motorik seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, atau gangguan gait; kejang pada tahap lanjut; hasil CT scan tampak normal.4. Gambaran berikut menyebabkan diagnosis probable menjadi ragu: awitan tiba-tiba atau apoplektik; temuan lesi neurologik fokal; seperti hemiparesis, kehilangan fungsi sensorik, penurunan fungsi lapang pandang, dan inkoordinasi, timbul pada tahap dini penyakit; kejang atau gangguan gait pada saat awitan atau tahap dini penyakit.5. Diagnosis klinis possible: mungkin ditegakkan berdasarkan temuan sindrom demensia tanpa gangguan neurologik, psikiatrik, ataupun sistemik lainnya yang dapat menyebabkan demensia, serta dengan awitan atau presentasi klinis yang bervariasi; mungkin ditegakkan ketika terdapat gangguan sekunder sistemik atau otak yang dapat memicu demensia, meski bukan penyebab; jika terdapat satu penurunan kognitif yang parah dan progresif yang tidak disebabkan oleh hal lain sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan lebih lanjut.6. Kriteria diagnosis pasti (definite): Memenuhi kriteria klinis probable dan terbukti melalui biopsi atau otopsi.7. Agar dapat membedakankan subtipe gangguan, klasifikasi Alzheimer dalam penelitian harus mencantumkan hal-hal berikut: riwayat keluarga; awitan sebelum usia 65 tahun; trisomi 21; beberapa kondisi yang dapat muncul bersamaan seperti penyakit Parkinson.

2.3.8 Diagnosa banding12a. Delirium Delirium adalah keadaan akut dan serius, dapat mengancam jiwa. Dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, gangguan metabolik dan reaksi obat. Tabel 4. Perbedaan klinis Delirium dengan DemensiaDelirium Awitan akut dengan waktu awitan diketahui dengan tepat Perjalanan klinis akut, berlangsung sampai berhari-hari sampai mingguan Biasanya reversibel Disorientasi terjadi pada fase awal penyakit Fluktuasi dari jam kejam Perubahan fisiologis yang nyata Tingkat kesadaran yang berfluktuasi Gangguan siklus tidur-bangun bervariasi dari jam ke jam Gangguan psikomotor jelas terjadi pada fase awal Demensia Awitan tidak jelas dengan waktu awitan tidak diketahui Perjalanan klinis perlahan, bertahap dan progresif memburuk Biasanya irreversible Disorientasi terjadi pada fase lanjut Fluktuasi ringan dari hari ke hari Perubahan fisiologis tidak begitu nyata Rentang waktu atensi normal Gangguan siklus tidur-bangun bervariasi dari siang ke malam Gangguan psikomotor terjadi pada fase lanjut

b. Pseudodemensia Depresi dapat mempengaruhi status kognisi penyandang, oleh sebab itu sebelum mencari etiologi demensia perlu dipastikan apakah penyandang mengalami demensia atau pseudodemensia karena depresi. Tabel 5. Perbedaan klinis Pseudodemendia dengan DemensiaGambaran klinis Pseudodemensia Demensia

Awitan (onset)

Mood /tingkah laku

Pandangan tentang diri sendiri

Keluhan terkait

Durasi

Alasan konsultasi

Riwayat hidup sebelumnya Akut dengan perubahaan tingkah laku

Banyak keluhan; seperti tidak dapat melakukan test tetapi hasil test objektif

baik

Jelek

Ansietas, insomnia, anoreksia Bervariasi dapat berhenti spontan/ setelah terapi.

Rujukan sendiri

Riwayat psikiatri Perlahan, berbulan-bulan

Test neuropsikologis jelek tetapi penyandang berusaha meminimalkan/merasion aliasasi kekurangannya.Normal

Jarang, kadang-kadang insomnia

Keluhan progresif perlahan dalam berbulan-bulan-bertahun.

Penyandang dibawa oleh keluarga yang merasakan perubahan memori, kepribadian dan tingkah laku

Tidak jarang ditemukan riwayat keluarga dengan demensia

2.3.9 Penatalaksanaan41. Penatalaksanaan Umum Menghentikan obat obat yang bersifat sedatif dan mempengaruhi fungsi kognitif Bila pasien lebih cenderung depresi daripada demensia, diberikan antidepresi seperti SSRI (Serotonin selective reuptake inhibitor) Imobilisasi, asupan makanan yang kurang, nyeri, konstipasi, infeksi, dan intoksikasi obat adalah beberapa faktor yang dapat mencetuskan gangguan perilaku, dan bila diatasi maka tidak tidak perlu memberikan obat obatan antipsikosis. Obat obatan yang dapat digunakan untuk meredam agitasi dan insomnia tanpa memperberat demensia diantaranya haloperidol dosis rendah (o,5 sampai 2 mg), trazodone, buspiron, atau propanolol. Melakukan latihan (olahraga), mengendalikan hipertensi, dan berbagai penyakit lain. Pada fase lanjut demensia, merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti nutrisi, hidrasi, mobilisasi, dan perawatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus.2. Kolinesterase inhibitorTacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantamin adalah Kolinesterase inhibitor yang telah disetujui oleh U.S . Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan alzheimer. Efek farmakologik dari obat obatan ini adalah dengan menghambat enzim kolinesterase, dengan hasil meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak. Tacrine saat ini jarang digunakan karena efek hepatotoksik. Donepezil dimulai pada dosis 5 mg/hari dan dosis dinaikkan menjadi 10 mg/harisetelah 1 bulan pemakaian. Dosis rivastigmin dinaikkan dari 1,5 mg/hari dua kali perhari menjadi 3 mg dua kali perhari, kemudian 4,5 mg dua kali perhari sampai dosis maksimal 6 mg dua kali perhari. dosis dapat dinaikkan pada interval antara 1 4 minggu. galantamin diberikan dengan dosis awal 4 mg dua kali/hari, dinaikkan menjadi 8 mg dua kali/haridan 12 mg/hari. dosis harian efektif untuk masing masing obat adalah 5-10 mg untuk donepezil, 6-12 mg untuk rivastigmin, 16 24 mg untuk galantamin.pasien pasien yang menggunakan Kolinesterase inhibitor lebih dapat mempertahankan kemampuan mereka untuk aktivitas kehidupan sehari hari, lebih sedikit timbul perubahan perilaku.Efek samping : mual, muntah, dan diare. dapat pula timbul penurunan berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kram otot, bradikardia, sinkop, dan fatig. Efek samping pada gastrointestinal juga dapat diminimalkan bila obat obat tersebut diberikan bersamaan dengan makan. Bila akan mengganti satu Kolinesterase inhibitor dengan yang lainnya maka dinajurkan untuk menghentikan sementara pemberian obat selama 3 4 minggu. Kolinesterase inhibitor umumnya digunakan bersama sama dengan memantin dan vitamin E.3. AntioksidanPemberian alfa tokoferol (vitamin E) telah banyak digunakan sebgaai terapi tambahan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dan demensia tipe lain karena harganya murah dan dianggap aman. Efek terapi vitamin E pada pasien demensia maupun gangguan kognitif ringan tampaknya hanya bermanfaat bila dikombinasi dengan Kolinesterase inhibitor4. MemantinObat yang saat ini juga telah disetujui oleg FDA sebagai terapi pada demensia sedang dan berat adalah Memantin, suatu antagonis N-metil-D-aspartat. Efek terapinyadiduga adalah melalui pengaruhnya pada glutaminergic excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus. Bila Memantin ditambahkan pada pasien Alzheimer yang telah mendapat Kolinesterase inhibitor dosis tetap, didapatkan perbaikan fungsi kognitif, berkurangnya penurunan status fungsional.5. BPSD (Behavior and Pshycological Syndrome of Dementia)Merupakan perubahan perilaku dan berbagai aspek psikologis dari pasien demensia yang merupakan problem tersendiri bagi keluarga. Tidak jarang semua ini membuat kacau dan membuat stres orang yang merawat. Gangguan perilaku yang terjdi seperti agitasi, depresi, delusi, paranoid, apatis, halusinasi, dan agresifitas verbal atau fisik. Oleh kerena itu dibutuhkan strategi untuk mengatasi hal tersebut, meliputi : pengembangan program aktivitas dan pemberian obat-obat.6. Pengobatan suportifSeakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B,C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan. Intervensi psikososialTerapi ini dapat digunakan dalam masa mild sampai moderate dalam tahap demensia. Pengobatan ini meliputi konseling, psikoterapi, terapi orientasi, behavioral reinforcement, dan cognitive rehabilitation training. Yang mana pendekatan yang dilakukan yaitu: perilaku, emosi, kongisi dan stimulasi. ImunoterapiMenyuntikkan vaksin toksin beta amyloid untuk melatih sistem imun tubuh sehingga dapat menghancurkan beta amyloid dan menghentikan timbulnya penyakit ini. Terapi pekerjaan dan gaya hidupModifikasi dari lingkungan dan gaya hidup pasien alzheimer dapat memperbaiki kemampuan fungsional dan meringankan pekerjaan pengasuh, seperti memberi label pada perangkat rumah tangga, mengamankan perangkat yang berbahaya untuk mencegah terjadinya luka karena aktivitas sehari-hari, mengajak pasien untuk berinteraksi sosial, dan stimulasi visual seperti memberi warna pada perangkat rumah tangga, yang juga dapat menambah nafsu makan. Terapi alternatifMenggunakan kombinasi ramuan herbal dengan suplemen diet, misalnya vitamin E.

2.3.10 PrognosisPerkembangan demensia pada setiap orang berbeda. Pada sebagian besar demensia stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita menjadi lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.

2.3.11 Pencegahan1. Jagalah agar pikiran Anda aktif. Kegiatan merangsang secara mental dapat meningkatkan kemampuan Anda untuk menangani atau mengkompensasi perubahan yang berhubungan dengan demensia. Ini mencakup hal-hal seperti teka-teki dan permainan kata, belajar bahasa, bermain alat musik, membaca, menulis, melukis atau menggambar. Tidak hanya kegiatan ini dapat menunda mulainya dementia, tetapi juga dapat membantu menurunkan efek - semaikn sering aktivitas, semakin memberi efek menguntungkan. 2. Jadilah aktif secara fisik dan sosial. Fisik dan kegiatan sosial dapat menunda mulainya dementia dan juga mengurangi gejala. Semakin sering aktivitas, semakin signifikan efeknya. Contoh aktivitas fisik berjalan kaki, berenang dan menari. Kegiatan sosial meliputi perjalanan, menonton teater dan pameran seni, dan bermain kartu atau permainan. 3. Turunkan kadar homosistein Anda. Penelitian awal menunjukkan bahwa tiga dosis tinggi vitamin B - asam folat, B-6 dan B-12 - membantu menurunkan kadar homosistein dan berguna untuk memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer. 4. Turunkan kadar kolesterol Anda. Endapan yang terjadi dalam otak orang-orang dengan kolesterol tinggi merupakan salah satu penyebab demensia vaskular. Jadi, menurunkan kadar kolesterol Anda dapat membantu mencegah kondisi ini. Statin obat-obatan, yang membantu menurunkan kadar kolesterol, juga dapat membantu menurunkan risiko berkembangnya demensia. 5. Kendalikan diabetes. Mengontrol diabetes dapat mengurangi resiko terkena penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. 6. Menurunkan tekanan darah Anda. Menjaga tekanan darah pada tingkat normal dapat secara signifikan mengurangi risiko penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. 7. Kejarlah pendidikan. Orang-orang yang telah menghabiskan lebih banyak waktu di pendidikan formal tampaknya memiliki insiden lebih rendah dari penurunan mental, bahkan ketika mereka memiliki kelainan otak. Para peneliti berpendapat bahwa pendidikan dapat membantu Anda mengembangkan jaringan sel saraf otak yang kuat yang mengkompensasi kerusakan sel saraf yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer. 8. Pertahankan pola makan yang sehat. Diet yang sehat adalah penting karena berbagai alasan, tetapi studi menunjukkan bahwa makanan yang kaya buah-buahan, sayuran dan omega-3 asam lemak, umumnya ditemukan di ikan dan kacang-kacangan tertentu, dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan resiko terkena demensia. 9. Dapatkan vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk influenza, tetanus, difteri dan polio tampaknya secara signifikan mengurangi risiko penyakit Alzheimer, jadi tetap jalani vaksinasi Anda dapat memiliki efek perlindungan terhadap berkembangnya demensia.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanDemensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara negara maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara negara berkembang seperti Indonesia. Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektualprogresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. maka dari itu penyakit ini perlu dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuropatologi, neuropsikologis, MRI, SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui. Penyakit ini adalah penyebab yang paling umum dari gangguan intelektual yang berat pada orang lanjut usia dan kenyataannya merupakan suatu masalah dalam perawatan orang usia lanjut di rumah. Pengobatan pada saat ini dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita dan keluarganya.

3.2 SaranMengenal penyakit demensia menyerang usia manula, bertambahnya usia maka makin besar peluang menderita penyakit demensia. peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Namun demikian, demensia ini juga bisa dicegah dengan sebagai berikut : menjaga agar pikiran tetap aktif (seperti teka-teki dan permainan kata, belajar bahasa, bermain alat musik, membaca, menulis, melukis atau menggambar), Melakukan aktivitas fisik dan soisal, menurunkan kadar kolesterol (pencegahan pada demensia vaskular), dan Menjaga tekanan darah pada tingkat normal dapat secara signifikan mengurangi risiko penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.DAFTAR PUSTAKA

1. ________. Penuaan Penduduk Indonesia. Diakses tanggal 26 Agustus 2014. Diunduh dari http://www.komnaslansia.or.id/d0wnloads/AktiveAgeing. pdf.2. ________. Penduduk Lanjut Usia. Diakses tanggal 26 Agustus 2014. Diunduhdari http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com_ docman&task=doc_download&gid=310&Itemid=114 3. Purwady, didi. Penduduk Jambi Lansia. Diakses tanggal 26 Agustus 2014. Diunduh dari http://www.jambiupdate.com/artikel-178302-penduduk-jambi-lansia.html4. Rochmah,W. Demensia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Internal Publishing. 2009. 837-445. Prince, M. Alzheimers Disease International. 2009. Diakses tanggal 26 Agustus 2014. Diunduh dari http://www.alz.co.uk/research/files/WorldAlzheimerReport.pdf6. 6. Depkes RI. Pedoman pembinaan kesehatan lanjut usia bagi petugas kesehatan: Kebijakan program. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Keluarga.20017. Martono, H.H. Aspek Fisiologik dan Patologik Akibat Proses Menua. Dalam : Martono, H.H. dan Pranarka, K. (eds). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009. Hal : 56-74.8. ________. Demensia pada lansia. Diakses tanggal 26 Agustus 2014. Diunduh dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/4/jtptunimus-gdl-s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf9. Watson, R. Perawatan pada lansia. Jakarta : EGC.200310. Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, ed 2.Jakarta:EGC.200611. Guyton, Arthur C. Fisiologi Kedokteran. Edisi sembilan. Jakarta: EGC. 1997. Hal: 923.12. Sadock B, Sadock V A. Kaplan & Sadock, Demensia dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010. Hal. 57-6613. Pasil, Y. Dementia a public health issue. Diakses tanggal 26 Agustus 2014. Diunduh dari http://www.academia.edu/4028998/Dementia_A_Public_Health_Issue14. Suh YH, Checler F. Amyloid precursor protein, presenilins, and -synuclein: molecular pathogenesis and pharmacological application in alzheimer disease. Pharmacol Rev. 2002; 54: 469-525.15. Klafki HW, Staufenbiel M, Kornhuber J, Wiltfang J. Therapeutic approaches to alzheimers disease. Brain. 2006; 129: 2840-2855.16. Richardsz SS, Sweet RA. Dementia. In: Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P.Comprehensive text book of psychiatry volume 1. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2009; 1176-1185.

53