Claudya-tekpol2 Acc 3

89
i LAPORAN TETAP PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Oleh: Kelompok I

description

tekpol

Transcript of Claudya-tekpol2 Acc 3

ii

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II

Oleh:

Kelompok IPROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2015HALAMAN PENGESAHANLaporan ini merupakan salah satu syarat telah menyelesaikan mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan II pada Semester Genap Tahun 2014/1015 Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.Mataram, 11 Juni 2015Mengetahui,

Co. Ass Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan IIPraktikan,

M. Syafii

C1C010010

Dini HarisandiC1C010014Zakiah

C1C010060

Abdi Surya Ariatama

C1C011001

Hilwati

C1C011030

Itmamul Fahmi

C1C011038

Andri Ardiansyah

J1A012004Christina Maylinda

J1A012024Claudya Chatherina Nifu

J1A012026

Dwi Yuni Pratiwi

J1A012032

Elya Herwati

J1A0120035

Fafa Yulia Hidayah

J1A012039

Indah Cahya Pertiwi

J1A012053

Jumratul Aini

J1A012058

Kurnia Intan Pratiwi

J1A012062

Neli Agustina

J1A012089Sumiati

J1A012134

Mengetahui,

Koordinator Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan IISuburi Rahman, S.TP. MP.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, karunia serta hidayah-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi Pengolahan Pangan II ini tepat pada waktunya.

Laporan ini berisi hasil praktikum Teknologi Pengolahan Pangan II yang telah kami lakukan. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini dari awal hingga selesai. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha yang telah kita lakukan. Amin.

Mataram, 11 Juni 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN PENGESAHANii

KATA PENGANTARiii

DAFTAR ISIiv

DAFTAR TABELv

ACARA I. PENGENALAN ALAT DAN PENGGUNAANNYAPendahuluan1

Tinjauan Pustaka2

Pelaksanaan Praktikum4

Hasil Pengamatan6

Pembahasan9

Kesimpulan12

ACARA II. PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAHPendahuluan13

Tinjauan Pustaka14

Pelaksanaan Praktikum17

Hasil Pengamatan18

Pembahasan21

Kesimpulan 24

ACARA III. PENGALENGAN BUAH DAN SAYURANPendahuluan25

Tinjauan Pustaka26

Pelaksanaan Praktikum29

Hasil Pengamatan31

Pembahasan34

Kesimpulan36

ACARA IV. PENGOLAHAN DENGAN PENGERINGANPendahuluan37

Tinjauan Pustaka38

Pelaksanaan Praktikum40

Hasil Pengamatan42

Pembahasan44

Kesimpulan46

ACARA V. PENGAWETAN DENGAN TEKNOLOGI OZONPendahuluan47

Tinjauan Pustaka48

Pelaksanaan Praktikum51

Hasil Pengamatan53

Pembahasan55

Kesimpulan57

DAFTAR PUSTAKA

111

DAFTAR TABEL

Tabel

HalamanTabel 1.1. Hasil Pengamatan Alat-alat Praktikum

Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Pengolahan dengan Pembekuan

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan Pengolahan dengan Pendinginan

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Pengalengan Buah

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Bahan Pangan Sebelum dan Setelah Blanching

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Bahan Pangan Setelah Pengeringan

Table 4.3. Hasil Pengamatan Rendemen Kasar dan Rendemen Halus

Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Pengawetan Buah dan Sayur dengan Ozon

ACARA I

PENGENALAN ALAT DAN PENGGUNAANNYA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Alat merupakan salah satu pendukung dari keberhasilan suatu pekerjaan di laboratorium. Pada dasarnya setiap alat memiliki nama dan spesifikasi serta prinsip kerja yang berbeda-beda sehingga pengetahuan mengenai penggunaan alat sangatlah diperlukan. Alat-alat praktikum bisa rusak atau menjadi berbahaya jika penggunaannya tidak sesuai prosedur.

Praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara kerja serta fungsi dari alat-alat yang ada di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan dan bahaya, dengan memahami cara kerja serta fungsi-fungsi dari masing-masing alat, para praktikan dapat melakukan kegiatan praktikum dengan sempurna (Walton, 2008).

Pengenalan alat-alat ini meliputi macam-macam alat, mengetahui nama-namanya, memahami bentuk, fungsi serta cara kerja alat-alat tersebut. Setiap alat dirancang atau dibuat dengan jenis bahan yang berbeda satu sama lain dan memiliki fungsi yang spesifik (Imamkhasani, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum pengenalan alat yang digunakan selama praktikum dan cara penggunaannya.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan alat yang digunakan selama praktikum dan cara penggunaannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Ketika melaksanakan praktikum, para praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara kerja serta fungsi-fungsi dari alat-alat yang ada di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan dan bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat, praktikan dapat melakukan praktikum dengan sempurna (Walton, 2008).

Pengenalan alat-alat ini meliputi macam-macam alat, mengetahui nama-namanya, memahami bentuk, fungi serta cara kerja alat-alat tersebut. Setiap alat dirancang atau dibuat dengan bahan-bahan yang berbeda satu sama lain dan memiliki fungsi yang spesifik (Imamkhasani, 2010).

Pengenalan alat di laboratorium bertujuan untuk membuat praktikan mengetahui fungsi atau kegunaan alat-alat di laboratorium. Nama pada setiap alat menggambarkan kegunaan atau prinsip kerja alat tersebut. Dalam penggunaannya ada alat-alat yang bersifat umum dan ada pula yang khusus. Peralatan umum biasanya digunakan untuk suatu kegiatan reparasi, sedangkan peralatan khusus lebih banyak digunakan untuk suatu pengukuran atau penentuan (Moningka, 2008).

Pengetahuan alat merupakan salah satu faktor yang penting untuk mendukung kegiatan praktikum. Apabila mempunyai pengetahuan alat-alat praktikum yang meliputi nama alat, fungsi alat dan cara penggunaannya. Pengetahuan alat yang kurang akan mempengaruhi kelancaran saat praktikum. Pengetahuan dan aktif dengan pemakaian alat dan bahan kimia sangat penting. Menguasai alat dengan baik akan lebih terampil dan teliti sehingga memperoleh hasil praktikan seperti yang diharapkan (Laila, 2006).

Sebelum melakukan praktikum, hal yang paling utama yang harus dipahami oleh praktikan adalah mengetahui terlebih dahulu nama-nama alat, fungsi dan cara penggunaan alat-alat yang akan kita gunakan agar praktikum yang akan dilakukan berjalan dengan baik. Setiap alat dirancang atau dibuat dengan bahan-bahan yang berbeda satu sama lainnya dan mempunyai fungsi yang sangat spesifik. Kebanyakan peralatan untuk percobaan di dalam laboratorium terbuat dari gelas. Meskipun peralatan-peralatan tersebut telah siap pakai, tetapi di dalam penggunaan alat untuk suatu percobaan kadang kala diperlukan sambungan-sambungn dengan gelas atau membuat peralatan khusus sesuai kebutuhan (Mored, 2010).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 4 Mei 2015 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah piring plastik, baskom plastik, capit, sendok tanduk, dandang, freezer, slicer, talenan, saringan, waterbath, waring blender, timbangan analitik, pisau, gelas beaker, gelas ukur, cabinet dryer, kulkas dan kompor gas.

Prosedur Kerja

HASIL PENGAMATAN

Hasil PengamatanTabel 1.1. Hasil Pengamatan Alat-alat PraktikumNo.Nama AlatGambar

1.Pisau

2.Piring plastik

3.Baskom plastik

4.Capit

5.Saringan

6.Talenan

7.Dandang

8.Gelas ukur

9.Gelas beaker

10.Waterbath

11.Timbangan analitik

12.Sendok tanduk

13.Slicer

14.Freezer

15.Kompor gas

16.Kulkas

17.Waring blender

18.Cabinet dryer

PEMBAHASAN

Pengetahuan alat merupakan salah satu faktor yang penting untuk mendukung kegiatan praktikum. Apabila mempunyai pengetahuan alat-alat praktikum yang meliputi nama alat, fungsi alat dan cara penggunaannya. Pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi kelancaran pada saat praktimum. Pengetahuan dan aktif dengan pemakaian alat dan bahan kimia sangat penting. Menguasai alat dengan baik akan lebih terampil dan teliti dalam praktikum sehingga memperoleh hasil praktikum seperti yang diharapkan (Laila, 2006).

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, beberapa alat yang diperkenalkan antara lain waring blender, waterbath, cabinet dryer, kulkas kompor gas, frezzer, silcer, sendok tanduk, timbangan analitik gelas beaker, gelas ukur, dandang, talenan, saringan, capit, baskom plastik, piring plastik dan pisau. Setiap alat yang diperkenalkan memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing. Alat yang diperkenalkan juga ada yang mulai dari alat yang sederhana, hingga alat yang berkapasitas besar.

Waring blender adalah salah satu alat yang digunakan untuk preparasi sampel di laboratorium. Adapun spesifikasi alat dari waring blender ini yaitu memiliki kapasitas 1 Liter, dengan berat alat 43 kg, tinggi keseluruhannya 38 cm dengan daya 230V,50/60 b2, susth setting 22.000 dan 18.000 rpm dan waktu selektif perputarannya 1-180 detik untuk automatic continous running serta material bahan container 1 Liter dan cover adalah stailess steel.

Waterbath atau penangas air berfungsi sebagai alat laboratotium untuk menciptakan suhu yang konstan dan digunakan sebagai alat inkubasi pada analisis mikrobiologi. Adapun spesifikasi alat dari waterbath adalah tipe alat 1 baris 2 lubang, voltase 220V, power 500 watt, isi chamber 4,3 L, temperature motion 1 - 0,5, temperature range 0-100C dan ukuran bagian dalam 325x168x100 mm serta ukuran luarnya adalah 535x390x235 mm. Prinsip kerja dari waterbath adalah pada saat saklar diposisi on, maka arus listrik dari sumber akan member supply listirik ke heater. Heater yang diberikan arus listrik memberikan panas pada alat, suhu semakin tinggi dan berhenti naik sampai suhu yang diinginkan.

Caninet dryer berfungsi sebagai pengeringbyang dapat digunakan untuk menegringkan berbagai jenis makanan maupun non makanan. Prinsip kerjanya yaitu udara panas yang dihasilkan dari sumber pemanas disebarkan ke seluruh bagian ruang pengering degan menggunakan blower. Pembalikan bahan baku selama proses pengeringan dilakukan secara manual menggunakan tangan atau alat bantu. Kapasitasnya yaitu 88L (22 nampan) dan 48L (12 nampan) . Spesifikasinya yaitu body bagian dalam dan luar tebuat dari stailess steel, rangka untuk rak dari stailess steel, nampan dari plat stailess steel, rangka mesin dari besi kotak. Pemanas menggunakan kompor gas, pengatur suhu sampai dengan 125C (secara otomatis). Cabinet dryer memiliki 2 pintu dengan ukurang 150x10x200 cm, body terbuat dari plat alumunium dengan jumlah rak 24 buah dan pemanas dengan kompor gas.

Slicer berfungsi untuk memotong, mengiris, memarut buah, saturan atau bahn lainnya seperti daging, ikan dan roti dengan berbagai bentuk ukuran dan potongan. Bisa juga untuk keju, almond, coklat batang dan bread-cump. Terbuat dari stainless steel sehingga produk yang dihasilkan higienis. Spesifikasi alat lainnya adalah tipe J23-Maksindo dengan kapasitas 60-120kg/jam, listrik 370 watt, 220V, berat 36kg, ukuran 62x30,5x48 cm. dan untuk slicer daging dengan model RSC-H58, listrik 220V/50Hz, power 210, ketebalan memotong 0,13 mm, ukuran 41x40x35 cm.

Timbangan analitik digunakan untuk mengukur berat suatu bahan dengan keakuratan yang tinggi. Spesifikasi timbangan analitik dengan tipe ESj 20-48 dengan merk HWH memiliki kapasitas 210grx0,0001gr (0,1mg), dengan ukuran pan 9cm, power listrik langsung. Prinsip kerja dari timbangan analitik dengan penggunaan sumber tegangan listrik yaitu stavolt dan dilakukan penerapan terlebih dahulu sebelum digunakan, kemudian bahan diletakkan pada neraca lalu dilihat angka yang tertera pada layar. Angka tersebut merupakn berat dari bahan yang ditimbang.

Kulkas digunakan sebagai alat pendingin oleh sebagian masyarakat, begitu pula pada laboratorium. Kulkas dengan tipe 1800 FC memeliki spesifikasi 180 Lt, jet air cooling system, deodorizer dan door alarm. Dan kulkas dengan tipe ETM-1800 memiliki spesifikasi 180lt, multi airflow system, deodrozier dan door alami. Fungsi kulkas untuk menyimpan bahan makanan agar tetap awer dan tidak memburuk sehingga dapat memperpanjang masa simpan makanan.

Freezer berfungsi hanya untuk membekukan makanan dan minuman saja. Salah satu contoh freezer adalah freezer SHARP FR-6189 ini mempunyai fitur pintu PPCM, gagang pintu vertical dan pengunci pintu. Spesifikasi alat dari freezer ini yaitu total kapasitas 160L dengan tinggi sekitar 1m. selain itu juga dilengkapi rak yang berjumlah 6 buah.

Kompor gas digunakan sebagai alat memanaska atau alat masak yang menghasilkan panas tinggi dengan menggunakan bahan bakar gas dalam bentuk padatan cair LPG atau melewati pipa saluran. Satu unit kompor gas Modena, salah satu kompor gas dengan tipe BH-1725 dengan spesifikasi alat kompor gas yaitu memiliki 2 tungku, warna hitam yang mengkilap dan dilengkapi dengan alat pengaman gas.

Selain menggunakan peralatan berukuran besar dalam praktikum ini, juga diperkenalkan alat-alat sederhana. Sendok tanduk atau spatula politena digunakan sebagai sendok untuk mengambil bahan kimia padat. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengaduk dalam pembuatan larutan kecuali larutan asam. Gelas beaker adalah sebuah wadah penampung yang digunakan untuk mengaduk, mencapur dan memanaskan cairan yang biasanya digunakan dalam laboratorium. Beaker secara umum berbentuk silinder dengan dasar yang bidang dan tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 1ml sampai beberapa liter. Gelas ukur adalah peralatan laboratorium yang biasa berbahan kaca yang digunakan untuk mengukur volume cairan. Fungsi utamanyaa adalah untuk mengikur volume, maka gelas ukur biasanya berbentuk silinder dengan garis-garis penanda volume bagian luarnya.

Dandang adalah alat masak yang terbuat dari logam (alumunium, baja, dll) dan berbentuk silinder atau sama besar pada bagian bawah sama atasnya. Dandang bisa memiliki gagangtunggal atau dua telinga pada kedua sisinya dan biasanya digunakan untuk memasak air, sayur berkuah, nasi, bakso, sup, dll. Pisau adalah alat yang digunakan untuk memotong sebuah benda. Pisau terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian bilah pisau dan gagang atau pegangan pisau. Bilah pisau terdiri dari logam pipih yang tepinta tajam dan pegangan pisau umumnya berbentuk memanjang agar dapat digenggam dengan tangan dan biasanya terbuat dari plastik atau kayu. Saringan adalah alat yang digunakan untuk memisahkan bagian tidak diinginkan berdasarkan ukuranya. Dari dalam bahan curah dan bubuk yang memiliki ukuran partikel kecil.

Piring adalah alat makan yang berbentuk datar dan juga ada yang sedikit cekung, dimana makanan disajikan. Biasanay terbuat dari kaca, rotan, porselen, batu, plastik, logam atau gelas bahkan melamin. Talenan berfungsi sebagai tatakan saat memotong bahan-bahan mentah untuk dimasak. Talenan terbuat dari kayu ataupun plastik. Baskom merupakan alat yang biasanya terbuat dari bahan plastik, stailess steel, ataupun keramik. Serta capit merupakn alat penjepit yang digunakan untuk menjepit bahan atau makanan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditari beberapa kesimpulan antara lain :

1. Pengetahuan alat merupakan salah atu faktor yang penting untuk mendukung kegaiatan praktikum.

2. Pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi kelancaran saat praktikum.

3. Pengetahuan alat praktikum meliputi fungsi alat, kegunaan, jenis alat, cara penggunaannya hingga spesifikasi alat.

4. Alat yang diperkenalkan dalam praktikum ini meliputi alat besar dan modern serta alat yang sederhana.

5. Alat-alat yang diperkenalkan antara lain waring blender, waterbath, cabinet dryer, kulkas kompor gas, frezzer, silcer, sendok tanduk, timbangan analitik gelas beaker, gelas ukur, dandang talenan, saringan, capit, baskom plastik, piring plastik dan pisau.ACARA II

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan pangan berdasarkan umur simpannya dibedakan menjadi 3 jenis yaitu bahan pangan yang mudah rusak, bahan pangan semi perishable dan bahan pangan non-perishable. Untuk memperpanjang umur simpan bahan maka dilakukan pengawetan. Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara yang umumnya bekerja atas dasar mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme guna memperpanjang daya simpan bahan pangan, salah satunya yaitu dengan pengawetan suhu rendah.

Pengawetan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat atau menghentikan metabolisme. Selain itu juga dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Metode pengawetan bahan pangan pada suhu rendah yaitu pendinginan dan pembekuan (Winarno, 1997).

Pendinginan adalah penyimpanan produk pangan pada suhu diatas titik beku yaitu diantara -2C dan 16C. Pendinginan dan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan sampai beberapa hari atau minggu, tergantung dari jenis bahannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum pengolahan dengan suhu rendah (Winarno, 1997).Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pengolahan dengan suhu rendah khususnya penyimpanan produk hasil pertanian ( buah dan sayuran) pada suhu rendah (pendinginan) dan mengamati hasil proses pendinginan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan buah, sehingga buah memiliki umur simpan yang lebih lama. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang ataupun khamir pembusuk. Dibandingkan dengan proses pemanasan, teknologi pembekuan memerlukan waktu relatif singkat. Pada pembekuan pangan, sangat diharapkan kristal es yang semakin kecil agar dapat terdistribusi lebih merata, sehingga tidak merubah struktur jaringan (Mulyawanti, 2008).

Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat dari segi penyimpanan adalah suhu. Peningkatan suhu antara 0C sampai 35C akan meningkatkan laju respirasi buah-buahan dan sayuran, yang member petunjuk bahwa baik proses biologi maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar. Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8C, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya (Safaryani, 2007).

Aplikasi penyimpanan suhu rendah merupakan teknologi umum yang dipraktekkan sehari-hari dalam upaya meningkatkan masa simpan buah dan sayuran segar yang akan dikonsumsi. Pada suhu rendah, aktivitas metabolisme termasuk pernafasan buah tersebut menjadi lambat, sehingga proses pematangan buah juga lebih lambat (Wills, 2002).

Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap aktivitas mikroba dalam bahan pangan. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu diatas 10C. Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3C. organisme psikotropik tumbuh lambat pada suhu 4,4C sampai -9,4C. Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari -4,0C akan menyebabkan kerusakan makanan (Koswara, 2009).

Selama penyimpanan terjadi kehilangan berat bahan. Susut bobot selama penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang menyebabkan terjadinya kehilangan air. Buah yang mentah memiliki susut bobot yang lebih rendah daripada buah yang masak. Susut bobot bahan pada suhu dingin lebih rendah daripada suhu 28 2C (Winarno, 2002).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 11 Mei 2015 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-Alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan didalam praktikum ini adalah plastik wrapping, kertas label, piring plastik, timbangan analitik, termometer, refrigerator (kulkas) dan freezer.

b. Bahan-Bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan didalam praktikum ini adalah buah apel, wortel dan kangkung.

Prosedur Kerja

HASIL PENGAMATANHasil Pengamatan

Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Pengolahan dengan Pembekuan

KelompokNama Buah dan SayurHari Ke-Parameter

WarnaBentukTeksturBerat (g)

II

Apel0HijauNormalKeras dan padat35,80

3HijauNormalKeras dan padat

7HijauNormalKeras dan padat35,85

Wortel0OranyeNormalKeras62,94

3OranyeNormalKeras

7OranyeNormalKeras62,02

Kangkung0HijauNormalKeras (batang)

Lunak (daun)22,92

3HijauNormalKeras (batang)

Lunak (daun

7HijauNormalKeras (batang)

Lunak (daun)25,88

IIIApel0Hijau mudaNormalKeras dan padat36,70

3Hijau kekuninganNormalKeras

7Hijau kecoklatanAgak mengkerutAgak lembek37,29

Wortel0OranyeNormalKeras64,95

3Oranye pucatNormalSebagian lembek

7Oranye pucatNormalSebagian lembek62,08

Kangkung0HijauNormalAgak keras25,86

3Hijau pucatNormalLembek

7Hijau pucatNormalSangat lembek26,74

Keterangan : Kelompok II = plastik berpori

Kelompok III = tidak menggunakan plastik berporiTabel 2.2. Hasil Pengamatan Pengolahan Dengan Pendinginan

KelompokNama Buah dan SayurHari Ke-Parameter

WarnaBentukTeksturBerat (g)

II

Apel0Hijau mudaNormalKeras dan padat26,04

3Hijau mudaNormalKeras dan padat

7Hijau mudaNormalKeras dan padat25,76

Wortel0OranyeNormalKeras64,65

3OranyeNormalSebagian lembek

7OranyeNormalSebagian lembek61,92

Kangkung0Hijau tuaNormalKeras (batang)

Lunak (daun)36,87

3Hijau tuaNormalKeras (batang)

Lunak (daun

7Hijau tuaNormalKeras (batang)

Lunak (daun)34,84

IApel0Hijau mudaNormalKeras dan padat24,81

3Hijau mudaNormalKeras

7Hijau memudarAgak mengkerutAgak lembek24,25

Wortel0OranyeNormalKeras38,79

3Oranye NormalSebagian lembek

7Oranye kehitaman Tidak normalLayu25,25

Kangkung0Hijau tuaNormalKeras (batang)

Lunak (daun)18,14

3Hijau tuaNormalKeras (batang)

Lunak (daun

7Hijau kecoklatanTidak normalLayu5,88

Keterangan : Kelompok II = plastik berpori

Kelompok I = tidak menggunakan plastik berpori

PEMBAHASAN

Buah dan sayuran merupakan komoditas pertanian yang sangat mudah mengalami kerusakan setelah pemanasan, baik kerusakan fisik, mekanis maupun mikrobiologis. Hal ini disebabkan karena komoditi tersebut masih melakukan proses kehidupan. Buah dan sayuran tersebut masih melakukan aktivitas pernapasan (respirasi) dengan mengandalkan sumber energi tersedia di dalam produk itu sendiri. Laju kerusakan yang terjadi berbanding lurus dengan kecepatan respirasi yang dimiliki oleh buah dan sayuran segar. Untuk itu dilakukan penyimpanan dalam suhu rendah yang mampu mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya simpan karena dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transparasi dan menghambat perkembangan mikroba (Wills, 2002).

Aplikasi penyimpanan suhu rendah merupakan teknologi umum yang dipraktekan sehari-hari dalam upaya meningkatkan masa simpan buah dan sayuran segar yang akan di konsumsi (Wills, 2002). Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara penyimpanan dengan suhu pendinginan dan suhu pembekuan. Dalam praktikum ini dilakukan penyimpanan suhu pendinginan dan pembekuan pada buah dan sayur dengan menggunakan plastik berpori dan tidak menggunakan plastik berpori. Sampel buah dan sayuran yang digunakan adalah apel, wortel dan kangkung.

Pertama, penyimpanan suhu rendah dengan cara pendinginan. Pendinginan merupakan penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih diatas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara -10C-40C. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung jenis bahan pangannya. Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan suhu dingin dengan plastik berpori lebih mempertahankan sensorinya baik dari segi warna, tekstur dan bentuk serta berat bahan berkurang. Dibandingkan dengan perlakuan tidak menggunakan plastik berpori, pada hari ke-7 rata-rata buah dan sayuran mengalami perubahan warna dari apel yang berwarna hijau menjadi lebih pudar, wortel yang berwarna oranye berubah menjadi oranye kehitaman dan kangkung dari warna hijau tua menjadi kecoklatan. Selain itu, betuk dan tekstur menjadi tidak normal dan layu. Hal ini dikarenakan buah dan sayuran tidak boleh disimpan dalam keadaan basah, sebab akan merangsang pertumbuhan kapang dan pembusukan dapat cepat terjadi. Penggunaan plastik berpori agar tetap terjadi sirkulasi udara sehingga mengurangi suatu kelayuan dan pengeringan (Koswara, 2009).

Kedua, penyimpanan dengan suhu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan dibawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira -170C atau lebih rendah lagi, pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Dengan perlakuan pembekuan bahan akan tahan sampai beberapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Berdasarkan hasil pengamatan, seperti perlakuan sebelumnya dengan menggunakan plastik berpori dapat mempertahankan warna, tekstur dan bentuk serta mengalami sedikit penyusutan berat bahan. Dibandingkan dengan perlakuan tanpa plastik pembungkus, sampel buah apel mengalami perubahan warna menjadi hijau kecoklatan, agak mengkerut dan lembek. Pada buah wortel mengalami perubahan warna menjadi oranye pucat dan sebagian lembek. Sedangkan pada sayur kangkung warna berubah menjadi hijau pucat, layu dan lembek. Sebagian besar makanan mengandung air dalam kadar yang tinggi, karena itu tidak dibiarkan terbuka terhadap siklus udara. Perbedaan uap diantara lemari es dan makanan menyebabkan hilangnya air dari makanan yang tidak dibungkus sehingga terjadi pengeringan bahan. Pengeringan bahan terjadi terutama pada tahan di beku tanpa di bungkus terlebih dahulu (Koswara, 2009).

Perbedaan antara penyimpanan dengan suhu pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap aktivitas mikrobia dalam bahan pangan. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu diatas 100C. Beberapa jenis mikroorganisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,30C. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,40C sampai -9,40C. Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari -4,00C akan menyebabkan kerusakan makanan (Koswara, 2009).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyimpanan dalam suhu rendah mampu mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya simpan karena dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transparasi dan menghambat perkembangan mikroba.

2. Pendinginan merupakan penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih diatas titik beku bahan dengan suhu antara -10C-40C.

3. Pembekuan adalah penyimpanan dibawah titik beku bahan, pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira -170C atau lebih rendah lagi.

4. Perlakuan dengan plastik berpori lebih mempertahankan sensorinya baik dari segi warna, tekstur dan bentuk serta berat bahan berkurang diibandingkan dengan perlakuan tidak menggunakan plastik berpori, baik pada pendinginan maupun pembekuan.

5. Perbedaan antara penyimpanan dengan suhu pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap aktivitas mikrobia dalam bahan pangan.

ACARA IIIPENGALENGAN BUAH DAN SAYURAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mulanya proses termal dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktifitas biologis yang tidak diinginkan dalam bahan pangan seperti aktifitas enzim dan mirobiologis. Ternyata bahwa selama proses termal, terjadi juga secara simultan kerusakan zat-zat nutrisi seperti vitamin serta warna, tekstur dan cita rasa sehingga perlu optimasi dalam proses termal. Salah satu aplikasi dalam proses termal yang telah berkembang adalah pengalengan (Muchtadi, 2012).

Pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan dengan mengepak bahan tersebut di dalam wadah gelas atau kaleng yang dapat ditutup secara hermetissehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen didalam bahan pangan. Kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya over cooking dari bahan-bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas (Desrcsier, 2012).

Buah dan sayuran merupakan bahan-bahan yang dapat dikalengkan. Dalam proses pengalengan digunakan proses termal sterilisasi. Sterilisasi dapat diartikan sebagi usaha untuk membebaskan bahan makanan dari mikroorganisme . sterilisasi dapat digunakan dengan uap panas atau uap air panas bertekanan pada suhu dan waktu tertentu. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu sterilisasi maka sterilisasi akan sempan, namun bahan makan cenderung mengalami kerusakan baik fisik maupun gizinya (Muchtadi, 2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui cara pengalengan atau pembotlan buah dan sayuran serta mengamati hasil pembotolan buah dan sayuran.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara pengalengan/pembotolan bahan pangan (sayuran dan buah-buahan) dan mengamati hasil pembotolan sayuran dan buah-buahan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan mengepak bahan tersebut di dalam wadah gelas atau kaleng yang dapat ditutup secara hermetissehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen didalam bahan pangan. Kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya over cooking dari bahan-bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas (theromofilik bacteria).tetapi diusahakan agar pemanasan yang tidak diberikan tidak megakibatkan kerusakan nilai gizi pangan tersebut. Kaleng atau gelas yang digunakan jangan dibiarkan menjadi dingin sebelum processing. Produk didinginkan setelah processing dan dikeringkan (Muchtadi, 2012).

Pengalengan merupakan salah satu metode pengawetan pangan dengan cara pemanasan pada suhu tinggi. Keunggulan metode ini adalah makanan ini dikemas dalam keadaan sudah siap saji dan dapat bertahan cukup lama apabila disimpan pada kondisi yang tepat. Proses termal yang dilakukan tergantung pada pH produk yang akan dikalengkan. Proses termal harus terhindar dari underprocessing karena kan memberi peluang mikroba patogen untuk tumbuh dan berkembang (Rusiardy, 2014).

Bila suatu kaleng bahan pangan ditutup pada suhu 1800 F dan ditempatkan dalam suatu tangki bertekanan uap sebesar 15 lbs psi maka ruangan upa adalah sebagai reservoar tenaga panas yang rendah. Kemudian panas dipindahkan dari benda yang panas ke benda yang dingin. Mekanisme pemindahan panas didalam kaleng selama proses pemanasan dapat dibedakan menjadi beberapa golongan yang agak pasti sedikit banyak dimungkinkan untuk menempatkan bahan pangan ke golongan perpindahan panas mengetahui kondisi bahan pangan tersebut. Panas dipindahkan dengan jalan konduksi dari uap ke dalam kaleng dan dari kaleng ke dalam isinya. Isi kaleng akan mengembangkan panas baik dengan cara konduksi maupun konveksi (Desrosier, 2008).

Penutupan kaleng merupakan tahap pekerjaan yang sangat penting dalam pengalegan. Kaleng yang tidak rapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan ada udara masuk yang dapat merusak makanan dalam kaleng. Untuk mencegah kebocoran kaleng maka kaleng ditutup secara ganda lipatan pada sambungannya dilapisi dengan senyawa semen atau laquer bercampur karet. Kerusakan makanan kaleng pada umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa dibandingkan karena mikroorganisme (Anonim, 2015).

Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan makanan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap uadara, air, mikrobial dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah. Kemudian di sterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dari pembusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi dan perubahan cita rasa. Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pemanasan, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi) (Rahmawati, 2014).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Adapun praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 11 Mei 2015 di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Kimia Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, piring, timbangan analitik, dandang, kompor, saringan peniris, sendok, isolasi, thermometer, pH meter dan botol steril dan penutupnya.

b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gula pasir, buah nanas, buah salak dan air bersih.

Prosedur Kerja

HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Pengalengan Buah

Sampel Hari ke- 0Hari ke-7

Sebelum blanchingSetelah Blanching

HSpHWarna Aroma TeksturHSpHWarna Aroma TeksturHSpHWarna Aroma Tekstur

salak (1)25kuning pucatasamkeras dan padat25kuning pucatAsamlebih lunak2,54,5putih kecoklatanasam dan gulalunak

nanas (1)25kuning terangasamkeras dan padat35kuning terangAsamkeras dan padat2,54kuningasam dan gulalunak

salak (2)2,36kuning pucatasamkeras 2,56kuning pucatAsamagak lunak2,55putih kecoklatansemakin asamlunak

nanas (2)2,35kuning asamagak keras 35kuning terangAsamkeras dan padat34kuningasam empuk

salak (3)2,86kuning pucatasamkeras dan padat--putih kecoklatanAsamagak empuk2,55putih kecoklatansemakin asamempuk

nanas (3)35kuning terangasamkeras dan padat--kuning terangAsamkeras dan padat34kuningasamempuk

PEMBAHASAN

Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dapat dipak secara hermitis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilisasikan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermitis memungkinkan makanan dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau perubahan cita rasa. Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pemananasan, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaann suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan wadan (container) dan kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya terkontaminasi selama penyimpanan (Rahmawati, 2014).

Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroorganisme beserta spora-sporanya. Karena spora bakteri bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada 121C atau ekivalennya, artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas yang sama semua. Makanan kaleng umumnya diberikan perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial yaitu tingkat kesterilan dimana mikroorganisme yang dapat tumbuh dan menyebabkan kerusakan bahan pangan tersebut pada keadaan penanganan dan penyimpanan yang normal akan mati (Tjahjadi, 2011).

Berdasarkan hasil pengamatan pengalengan buah, didapatkan hasil pada proses pengalengan sebelum blanching warna salak kuning pucat dan nanas berwarna kuning terang serta beraroma asam untuk semua kelompok. Nanas dan salak pada kelompok I dan kelompok III adalah keras dan padat sedangkan pada kelompok I, buah salak bertekstur keras dan nanas bertekstur agak keras. Headspace dan pH buah nanas dan salak berturut-turut pada masing kelompok yaitu 2 dan 5, 2 dan 6, 2,3, dan 6, 2, 3, dan 5, 2,8, dan 6, 3, dan 5.

Setelah mengalami blanching aroma pada salak dan nanas tidak mengalami perubahan, sedangkan warna mengalami perubahan pada buah salak kelompok III mengalami putih kecoklatan. Tekstur pada buah salak dan nanas mengalami perubahan berturut- turut lebih lunak, keras dan padat, agak empuk, keras dan padat. Headspace dan pH buah salak dan nanas setelah blanching berturut- turut adalah 2 dan 5, 2 dan 5, 2,5 dan 5, 3. Dan 4, 2,5, dan 5, 2, 5, dan 6, 3 dan 6.

Pengamatan selanjutnya dilakukan pada hari ke- 7 pengalengan buah dimana parameter yang dimana parameter yang diamati mengalami perubahan dari pengamatan sebelumnya.. Pada semua kelompok, warna pada salak putih kecoklatan dan warna pada nanas kuning. Tekstur buah salak dan nanas pada kelompok I lunak sedangkan pada kelompok II dan III bertekstur empuk. Aroma buah salak dan nanas pada kelompok I beraroma asam dan gula, sedangkan pada kelompok II dan III buah salak beraroma semakin asam dan buah nanas beraroma asam. Headspace dan pH buah salak dan nanas 2,5 dan 4,5, 2,5 dan 4, 2, 5 dan 6, 3 dan 4, 2,5 dan 5, 3 dan 4.

Blanching dalam pengalengan diartikan sebagai pemasakan buah dan sayuran kedalam air mendidih yang berlebih selama periode waktu tertentu diikuti dengan mencelupkannya dalam air dingin untuk menghentikan pemasakan. Blanching akan merusak enzim yang mengakibatkan perubahan warna, flavor, dan tekstur. Blanching menghilangkan udara dari makanan sehingga membuatnya lunak dan lebih mudah ditangani (Larousse, 2009). Berdasarkan pengamatan yang didapatkan, tekstur pada buah nanas dan salak menjadi lunak setelah dilakukan proses blanching, sesuai dengan pernyataan dari Larousse (2009) sedangkan untuk warna pada buah salak berwarna putih kecoklatan dimana warna ini tidak diinginkan dalam produk salak yang dikalengkan, dan nanas berwarna kuning. Salah satu kelemahan dari blanching ini adalah tidak dapat mempertahankan warna dari beberapa produk buah dan sayuran. Perubahan warna pada buah dapat disebabkan oleh disklororisasi yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna. Lamanya proses blanching, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain ukuran bahan, suhu serta medium blanching.

Umumnya, aroma pada buah-buahan adalah beraroma asam. Hal ini disebabkan karena sebagian besar buah-buahan mengandung vitamin C sehingga memberikan flavor asam pada buah-buahan. Penambahan gula pada proses pengalengan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Aroma buah yang semakin asam menunjukkan bahwa pH pada buah yang dikalengkan meningkat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa pH semua sampel meningkat. Meningkatnya pH pada sampel diduga karena adanya aktivitas mikroorganisme sehingga menghasilkan asam (fermentasi). Konsentrasi gula yang berbeda yaitu 20% untuk sampel kelompok I dan III dari 20% untuk kelompok II tidak memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap aktivitas mikroorganisme pada sampel.

Head space merupakan ruang jeda didalam kaleng. Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan, headspace pada masing-masing sampel bertambah kecuali, pada buah nanas kelompok III. Bertambahnya headspace disebabkan karena meningkatnya oksigen didalam botol kaleng yang diakibatkan karena kondisi ukuran vakum yang kurang didalam botol kaleng.

Saat sampel di blanching, terjadi perubahan warna pada bahan karena enzim yang rusak pada saat proses blanching berlangsung. Perubahan warna juga dapat disebabkan karena diklororisasi. Selain mengakibatkan layunya tekstur pada bahan guna mempermudah bahan dalam pengemasan dan karena hilangnya gas dalam bahan akibat dari blanching.

KESIMPULAN

Berdsarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengalengan merupakan cara pengawetan pangan yang dipak secara hermitis (kedap tehadap udar, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang steril.

2. Sterilisasi adala proses termal untuk mematikan semua mikroorganisme beserta spora-sporanya.

3. Blanching dalam pengalengan diartikan sebagai pemasakan buah dan sayuran kedalam air yang mendidih atau mengukus dalam air mendidih selama periode waktu tertentu.4. Blanching mengakibatkan buah menjadi lunak akan mudah ditangani karena blanching menghilangkan udara dari makanan.5. Perubahan warna pada buah salak dan nanas dapat disebabkan karena proses pemanasan (blanching/sterilisasi) atau disklororisasi.

ACARA IV

PENGOLAHAN DENGAN PENGERINGANPENDAHULUANLatar BelakangBahan pangan berupa umbi-umbian dan labu memiliki prospek dan peluang yang cukup besar sebagai bahan baku dalam industri pangan. Perkembangan pemanfaatannya dapat ditingkatkan dengan cara penerapan teknologi budidaya tepat dalam upaya peningkatan produktivitas serta tersedia dalam jumlah yang layak (Damardjati, 1993).

Pengolahan menjadi produk tepung mempunyai banyak kelebihan antara lain lebih mudah untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi. Selain itu lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil, dan memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri baru dengan meningkatkan mutu produk. Dalam proses penepungan perlu diperhatikan proses pengeringannya sehingga dapat dihasilkan tepung yang berkualitas (Damardjati, 1993).

Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau mengurangi sebagaian air dari suatu bahan pangan dengan cara diuapkan. Proses penguapan dapat dilakukan dengan energi panas dan biasanya kandungan air dapat diturunkan sampai batas mikroba dan kegiatan enzimatis tidak dapat menyebabkan kerusakan (Kusmawati, 2000). Oleh karena itu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui pengolahan dengan cara pengeringan.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pengeringan bahan pangan dan mengamati hasil proses pengeringan serta menghitung rendemennya. TINJAUAN PUSTAKA

Tepung dapat menjadi salah satu alternatif olahan dari labu kuning. Tepung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam pembuatan roti, kue, mie dan lain-lain. Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembuatan tepung labu kuning adalah terjadinya reaksi browning atau pencoklatan pada saat pembuatan tepung. Cara untuk mencegah terjadinya perubahan warna pada tepung labu kuning dapat dilakukan dengan perlakuan pendahuluan pada labu kuning. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan dapat berupa blanching dan perendaman dengan natrium metabisulfit (Na2S2O5) (Purwanto, 2013).Blanching adalah suatu proses pemanasan yang diberikan terhadap suatu bahan yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim, melunakkan jaringan dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan. Blanching lebih ditujukan untuk menghambat proses pencoklatan dalam pembuatan tepung. Selain blanching, salah satu cara untuk menghambat pencoklatan adalah dengan perendaman dalam natrium metabisulfit. Natrium metabisulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat (Purwanto, 2013). Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran yang terkandung dalam bahan pertanian, dengan jalan menguapkan atau menyublimasikan air tersebut sebagian atau seluruhnya. Dengan terjadinya proses pengeringan, walaupun secara fisik maupun kimia masih dapat molekul-molekul air yang terikat, maka air ini tidak dapat digunakan untuk keperluan mikroorganisme. Selain itu enzim tidak aktif secara maksimal karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai media (Kusmawati, 2000).

Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain. Meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi semaksimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Muchtadi, 1997).

Pengeringan adalah salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang dikandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga mempermudah transport, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Agar pengeringan dapat berlagsung, harus diberikan energi panas pada bahan dikeringkan dan diperlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan (Rahmawati, 2014).

PELAKSANAAN PRAKTIKUMWaktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu 18 Mei 2015 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.Alat dan Bahan Praktikuma. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini pisau, piring plastik, waring blender, saringan peniris, nampan, timbangan analitik, gelas ukur, slicer, gelas beaker, sendok, dandang, talenan, kompor, cabinet dryer dan baskom. b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah labu kuning, talas, ubi ungu, air dan Natrium Metabisulfit.

Prosedur Kerja

Rumus Rendemen Kasar dan Rendemen Halus : x100%HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGANHasil PengamatanTabel 4.1.Hasil Pengamatan Bahan Pangan Sebelum dan Setelah BlanchingNama BuahJenis

PerlakuanBerat

Bahan

(gr)Sebelum BlanchingSetelah Blanching

WarnaTeksturAromaWarnaTeksturAroma

Labu KuningKontrol

Natrium Metabisulfit150,8

150,11Kuning

Kuning segarKeras

KerasKhas Labu

Tidak beraromaKuning cerah

KuningLembek

LembekKhas Labu

Bau Natrium Metabisulfit

TalasKontrol

Natrium Metabisulfit150,10

150,09Putih

PutihKeras

KerasNormal

NormalPutih kecoklatan

PutihLembek

LembekNormal

Normal

Ubi UnguKontrol

Natrium Metabisulfit150,09

150,01Ungu

UnguKeras

KerasNormal

NormalUngu tua pekat

Ungu tuaLembek

LembekNormal

Normal

Tabel 4.2.Hasil Pengamatan Bahan Pangan Setelah Pengeringan

Nama BuahJenis

PerlakuanBerat Bahan

Penepungan(gr)ParameterBerat Kasar (%)Berat Halus (%)

SebelumSesudahWarnaUkuranBentukBau

Labu KuningKontrol

11,33

11,18

Coklat

Menyusut

Keras dan keringLabu kering1,60

9,35

Natrium Metabisulfit4,734,68Kuning kecoklatanMenyusut dan keriputKeras dan alotTidak berbau3,301,36

TalasKontrol

34,08

34,16

Coklat

Menyusut

Keras dan keringTalas kering16,16

17,86

Natrium Metabisulfit34,7034,55Putih kecoklatanMenyusut dan keriputKeras dan kering

Tidak berbau16,9517,24

Ubi UnguKontrol

34,01

Ungu kehitamanMenyusut dan keriputKeras dan keringUbi kering9,61

23,96

Natrium

Metabisulfit37,0836,96Ungu lebih pekatMenyusut dan keriputKeras dan kering

Normal20,1816,48

Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Rendemen Kasar dan Rendemen Halus

Nama BuahJenis PerlakuanRendemen Kasar (%)Rendemen Halus (%)

Labu KuningKontrol

Natrium Metabisulfit85,84

30,2317,25

71,24

TalasKontrol

Natrium Metabisulfit52,58

51,1547,6

50,3

Ubi UnguKontrol

Natrium Metabisulfit71,82

48,229,73

55,40

Hasil Perhitungan

1. Labu Kuning

a. Natrium metabesulfit

Diketahui: Berat awal= 4,73 gr

Berat kasar= 3,30 gr

Berat halus= 1,36 gr

Ditanya: Rendemen kasar dan rendemen halus

Jawab

:

Rendemen kasar= x 100%

= x 100%

= 30,23%

Rendemen halus= x 100%

= x 100%

= 71,24%b. Kontrol

Diketahui: Berat awal= 11,3 gr

Berat kasar= 1,60 gr

Berat halus= 9,35 gr

Ditanya: Rendemen kasar dan rendemen halus

Jawab

:

Rendemen kasar= x 100%

= x 100%

= 85,84%

Rendemen halus= x 100%

= x 100%

= 17,25%

2. Ubi Ungu

a. Natrium metabesulfit

Diketahui: Berat awal= 37,8 gr

Berat kasar= 20,18 gr

Berat halus= 16,48 gr

Ditanya: Rendemen kasar dan rendemen halus

Jawab

:

Rendemen kasar= x 100%

= x 100%

= 48,2%

Rendemen halus= x 100%

= x 100%

= 55.0%

b. Kontrol

Diketahui: Berat awal = 34,1 gr

Berat kasar= 9,61 gr

Berat halus= 23,96 gr

Ditanya: Rendemen kasar dan rendemen halus

Jawab

:

Rendemen kasar= x 100%

= x 100%

= 71,82%

Rendemen halus= x 100%

= x 100%

= 29,73%

3. Talas

a. Natrium metabesulfit

Diketahui: Berat awal= 34,70 gr

Berat kasar= 16,95 gr

Berat halus= 14,24 gr

Ditanya: Rendemen kasar dan rendemen halus

Jawab:

Rendemen kasar= x 100%

= x 100%

= 51,15%

Rendemen halus = x 100%

= x 100%

= 50,3%

b. Kontrol

Diketahui: Berat awal= 34,08 gr

Berat kasar= 16,16 gr

Berat halus= 17,86 gr

Ditanya: Rendemen kasar dan rendemen halus

Jawab

:

Rendemen kasar= x 100%

= x 100%

= 52.58%

Rendemen halus= x 100%

= x 100%

= 47,6%

PEMBAHASANPengeringan adalah suatu proses pengeluaran air terkandung dalam bahan hasil pertanian, dengan jalan menguapkan air tersebut sebagian atau seluruhnya. Dengan terjadinya proses pengeringan walaupun secara fisik maupun kimia masih terdapat molekul-molekul air yang terikat, maka air ini tidak dapat digunakan untuk keperluan mikroorganisme. Selain itu enzim tidak aktif secara maksimal karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai media (Kusmawati, 2010).

Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain. Meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatsai seminimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan seperti blanching dan perendaman dengan natium metabesulfit. Selain blanching dapat menghambat reaksi pencoklatan, perendaman dengan natrium metabesulfit juga dapat mengahambat dengan berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat (Tjahjadi, 2013).

Praktikum kali ini, dilakukan pengeringan dengan perndaman natrium metabesulfit dan tanpa perlakuan (kontrol) sebagai pembanding. Sampel yang digunakan yaitu labu kuning, talas dan ubi ungu. Sebelum dilakukan pengeringan bahan diblanching terlebih dahulu untuk menghambat reaksi pencoklatan. Berdasarkan hasil pengamatan, bahan tanpa perlakuan setelah diblanching dihasilkan warna lebih keras seperti labu kuning menjadi kuning cerah, talas menjadi putih kecoklatan dan ubi jalar menjadi ungu tua lebih pekat. Sedangkan dengan perendaman natrium metabesulfit, warna yang dihasilkan sama dengan warna bahan sebelum diblanching. Hal ini disebabkan perlakuan blanching dapat mencegah terjadinya pencoklatan dengan menginaktifkan enzim PPO serta dengan perendaman natrium metabesulfit dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi pembentukan senyawa 5 hidroksi metal fulfural dari D-glukosa penyebab warna coklat (Purwanto, 2013). Dibandingkan dengan perlakuan blanching tanpa perendaman natrium metabesulfit, blanching dengan perendaman natrium metabesulfit lebih dapat mempertahankan warna. Blanching yang terlalu lama akan menyebabkan warna sedikit gelap sehingga perlu perendaman natrium metabesulfit terlebih dahulu. Sedangkan dari aroma, perendaman dengan natrium metabesulfit tidak menghasilkan aroma khas dari bahan seperti pada bahan kontrol yang menghasilkan aroma khas dari masing-masing bahan.

Bahan-bahan yang sudah diblanching dilakukan pengeringan, lalu dilakukan penepungan. Parameter yang dilihat yaitu warna, ukuran, bentuk dan bau. Berdasarkan hasil pengamatan, terjadinya perubahan warna bahan menjadi coklat pada bahan tanpa perlakuan tanpa perendaman natrium metabesulfit sedangkan perendaman dengan natrium metabesulfit warna masih dapat dipertahankan. Dari segi ukuran dan bentuk bahan yang dikeringkan menjadi menyusut dan keriput serta keras dan kering. Hal ini dikarenakan pengeringan dengan blanching teksturnya lebih keras karena adanya kandungan gula pada bahan. Pada saat pemanasan (blanching) kandungan pati pada bahan mengalami pemecahan gula sederhana sehingga bahan lebih menggumpal, keras dan lengket karena adanya gula dalam bahan. Sedangkan dari segi warna, proses blanching dapat mengakibatkan terjaadinya reaksi maillard dan karamelisasi yang menyebabkan warna cenderung coklat karena kandungan gula yang ada pada bahan (Aprilliyanti, 2010).

Rendemen produk pangan berbanding lurus dengan kadar air, dimana dengan semakin kecil kadar air maka rendemen akan semakinkecil (Trisnawati, 2014). Berdasarkan hasil pengamatan, rendemen dibagi menjadi remdemen kasar dan rendemen halus. Pada labu kuning, rendemen kasar 85,84% dan rendemen halus 17,25%, talas memiliki rendemen kasar 52,58% dan rendemen halus 47,6%, ubi ungu memiliki rendemen kasar 71,82% dan rendemen halus 29,73%. Pada perlakuan perendaman dengan natrium metabesulfit labu kuning, memiliki rendemen kasar 30,32% dan rendemen halus 71,24%, talas memiliki rendemen kasar 51,15% dan rendemen halus 50,3%, ubi ungu memiliki rendemen kasar 48,2% dan rendemen halus 55,40%.

KESIMPULANBerdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam bahan hasil pertanian dengan jalan menguapakan air tersebut sebagian atau seluruhnya.2. Natrium metabesulfit dapat menghambat pencoklatan dengan berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat.3. Perlakuan perendaman natrium metabesulfit lebih dapat mempertahankan warna baik setelah blanching maupun setelah pengeringan tetapi menghilangkan aroma khas dari bahan.4. Proses blanching menyebabkan tekstur keras, menggumpal dan lengket karena kandungan gula dalam bahan serta menyebabkan perubahan warna coklat karena terjadinya reaksi mailard dan karamelisasi.5. Rendemen yang dihasilkan labu kuning lebih rendah karena kandungan air yang rendah.

ACARA V

PENGAWETAN DENGAN TEKNOLOGI OZONPENDAHULUAN

Latar Belakang

Umumnya buah dan sayur merupakan bahan pangan hasil pertanian yang mudah rusak. Setelah dipanen, bahan pangan tersebut masih mengalami proses respirasi. Dengan begitu, penanganan pasca panen sangat dibutuhkan, agar bahan pangan lebih awet dan tidak rusak.

Pengolahan bahan pangan setelah dipanen bertujuan agar proses penyimpanan lebih mudah dan memperpanjang umur simpan bahan pangan yang diolah. Selain itu, dengan adanya proses pengolahan maka konsumen dapat lebih mudah dalam mencerna bahan pangan.

Pengolahan yang bertujuan untuk pengawetan terdiri dari beberapa cara dan salah satunya adalah pengewaetan dengan teknologi ozon. Menurut Handito et al. (2015), ozon dalam industripangan dapat digunakan sebagai bahan anti mikroba potensial. Ozon dapat membunuh virus, bakteri, jamur dan parasit secara efektif termasuk yang menyebabkan kerusakan pangan dan penyakit.

Tujuan praktikumAdapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pengawetan pangan dengan ozon serta mengetahui daya simpannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Ozon merupakan zat desinfektan yang kuat, beberapa penelitian membuktikan bahwa hanya dengan konsentrasi yang rendah dari ozon (kurang dari 0,5 mg/L)sudah dapat membunuh mikroorganisme dalam air, bahkan ozon juga dapat mensterilkan air. Konsentrasi ozon yang dapat digunakan untuk desinfeksi air adalah 0,5-0,4 ml/L. konsentrasi ozon sebesar 0,02 mg/L dapat bersifat racun bagi Escherichia coli dan Streptococcus facealis. Ozon akan bereaksi dengan sitoplasma sel dengan berperan sebagai oksidator (Asgar, 2011).

Gas ozon dapat dibuat dengan menggunakan beberapa peralatan salah satunya yaitu dengan metode electrical discharge dengan sinar radio aktif. Pembentukan ozon dengan electrical discharge secara prinsip sangat mudah. Tumpukan dari elektron yang dihasilkan oleh electrical discharge dengan molekul oksigen menghasilkan dua buah atau oksigen. Selanjutnya alam oksigen secara alamiah bertumbukan kembali dengan molekul oksigen disekitarnya, sehingga terbentuklah ozon yang berbentuk gas (Barth,2006).

Ozon mampu meluruhkan kontaminasi pestisida, bakteri dan logam berat yang menempel pada permukaan buah dan sayur. Mekanisme ozon (O3) dalam membunuh mikroba yaitu ozon melakukan penyerangan pada dinding sel mengarah pada perubahan dalam permeabilitas dari sel dan dapat menyebabkan terjadinya lysis pada bakteri. Air yang telah mengandung ozon dapat digunakan untuk mencuci buah dan sayur agar steril, tanpa menghilangkan warna, aroma, dan tidak mengurangi senyawa organik yang terkandung dalam bahan pangan, sehingga mampu memperpanjang umur simpan dan kesegaran buah dan sayur (Salvador, 2006).

Pengawetan sayuran dengan ozon tidak akan mengubah kandungan gizi, karena kandungan ozon itu sendiri akan hilang dengan cara penguapan. Jika ozon terkena sinar matahari, akan terurai menjadi oksigen kembali. Perlakuan ozon tidak berpengaruh terhadap kandungan vitamin. Hal ini diduga karena adanya pengaruh suhu terhadap laju respirasi, dimana semakin rendah suhu maka semakin rendah respirasi dan sedikit vitamin C yang terurai. Dengan oksidasi potensial yang tinggi, ozon dapat dimanfaatkan untuk membunuh bakteri (sterilisasi), menghilangkan warna, baud an mengurangi senyawa organik (Garcia, 2003).

Aktifnya ozon terutama terletak pada permukaan sel bakteri. Mekanisme ozon yang paling penting adalah oksidasi sufyhidril dari enzim. Lapisan tersebut merupakan subyek pertama yang akan diserang (bereaksi) dengan molekul ozon. Penyerangan oleh ozon pada dinding sel mengarah pada perubahan dalam permeabilitas dari sel dan dapat menyebabkan terjadinya lysis. Ozon sangat efektif terhadap macam-macam mikroorganisme pada buah-buahan dan sayuran. Perlakuan air berozon sangat efektif dalam mengurangi populasi mikroba dan dapat memperpanjang umur simpan buah dan sayur (Hakau, 2007).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 25 Mei 2015 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, gelas beaker, piring, baskom, ozon generator portable, dan tisu.

b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air mineral, nanas, mentimun, wortel dan apel.

Prosedur Kerja

HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan

Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Pengawetan Buah dan Sayur dengan Teknologi Ozon

BahanPerlakuanTanpa OzonDengan Ozon

WarnaRasaTeksturWarnaRasaTekstur

NanasUtuhKuningAsam

manisRenyahKuning mudaManisLebih renyah

DipotongKuningAsam

manisRenyahKuning mudaManisLebih renyah

MentimunUtuhHijau

TuaKhas

mentimunKeras renyahHijau segarLebih segarKeras renyah

DipotongHijau

SegarKhas

mentimunRenyah

agak lunakLebih cerahKhas mentimun berkurangSangat renyah

WortelUtuhOranyeManisKerasOranye cerahAgak manisAgak renyah

dipotongOranyeManisKerasOranye cerahSedikit manisRenyah

ApelUtuhHijauManisRenyahHijau segarKurang manisLebih renyah

DipotongPutih

KecoklatanManisRenyahPutih cerahKurang manisLebih renyah

PEMBAHASAN

Ozon terdiri dari 3 atom oksigen dan mempunyai rumus kimia O3. Ozon (O3) sebagai oksidator memiliki berbagai potensi aplikasi dalam industry makanan karena keunggulan teknologi ozon tersebut dibandingkan dengan teknik pengawetan makanan tradisional (Nurdkk, 2013). Oksigen triatomik (ozon) ini merupakan bahan oksidan dan desinfektan yang paling kuat dan paling reaktif, namun aman untuk digunakan karena molekul ozon dapat berdekomposisi menjadi molekul oksigen kembali. Ozon juga merupakan bektuk reaktif oksigen dan bersifat tidak stabil, sehingga molekul ini mampu menghancurkan sejumlah besar partikel-partikel limbah dan bahan beracun melalui proses oksidasi. Selain itu, ozon juga dapat digunakan untuk membunuh jazad renik, dan mampu menghilangkan warna dan bau (Fananidkk, 2008).

Praktikum ini menggunakan 4 sampel, yaitu mentimun, nanas, wortel dan apel. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa setelah dicuci dengan air ozon, warna buah menjadi lebih cerah, buah terlihat segar, teksturnya lebih renyah, dan tingkat keasaman atau kemanisannya berkurang. Perubahan ini terjadi karena ozon mampu menghambat respirasi buah(Isyuniarto, 2007). Selain itu, ozon juga mengoksidasi etilen sehingga buah memiliki kualitas yang lebih baik. Etilen adalah senyawa organic sederhana yang dapat berperan sebagai hormone yang mengatur pertumbuhan, perkembangan dan kelayuan (Santosa, 2006). Dengan adanya penghambatan laju respirasi dan pengoksidasian etilen, maka buah dapat ditunda kematangannya sehingga warna, tekstur dan rasa masih sama dengan buah segar serta masa simpannya akan lebih panjang.

Ozon mampu meluruhkan kontaminasi pestisida dan bakteri serta logam berat yang menempel pada permukaan buah atau sayur, sehingga aman dikonsumsi bagi kesehatan. Aktifnya ozon terutama terletak pada permukaan sel bakteri. Mekanisme ozon yang paling penting adalah oksidasi sulfyhydril dari enzim. Lapisan tersebut merupakan subyek pertama yang akan diserang (bereaksi) dengan molekul ozon. Penyerangan oleh ozon pada dinding sel mengarah pada perubahan dalam permeabilitas dari sel dan dapat menyebabkan terjadinya lysis. Ozon sangat efektif terhadap macam-macam mikroorganisme pada buah-buahan dan sayuran (Asgar, 2014).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ozon mampu menghancurkan sejumlah besar partikel limbah, bahan beracun, membunuh berbagai macam jasad renik, mampu menghilangkan warna dan bau, meluruhkan kontaminasi pestisida dan logam berat.

2. Ozon aman untuk digunakan karena dapat berdekomposisi lagi menjadi molekul oksigen kembali.

3. Ozon sebagai oksidator memiliki berbagai potensi aplikasi dalam industry makanan karena lebih unggul dibandingkan teknologi pengawetan tradisional.

4. Sampel yang diberi perlakuan ozon memiliki tekstur lebih renyah, segar, warna cerah dan tingkat keasaman atau kemanisannya sedikit berkurang.

5. Ozon dapat menghambat laju respirasi dan mengoksidasi etilen.

DAFTAR PUSTAKAAnonim, 2015. Blanching dan Exhausting pada Pengalengan Buah dan Sayur. http://Sudarmantosastro.wordpress.com/2008/03/30/aspekblenching-dan-exhausting-pada-pengalengan-buah-dan-sayur//. (Diakses pada tanggal 21 Mei 2015).

Aprilliyanti, T. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia dan Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas blackie) dengan Variasi Proses Pengeringan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.Asgar, A., 2014. Teknologi Ozonisasi Untuk Mencuci Sayuran. Balai Pertanian Tanaman Sayur. Bandung.

Desrosier, N.W., 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press. Jakarta.

Fanani, dkk., 2008. Perancangan Casing Dan Tata Letak Komponen Ozonizer Pengawet Makanan Menggunakan Metode QFD. Jurnal teknik industry. 3(3) : 148-162

Imamkhasani, 2010. Mikrobiologi Umum. UIN Alauddin. Makassar.

Isyuniiarto, A.P., 2007. Pengaruh Penggunaan Oksidan Ozon Dalam Pengemas Plastic Polietilen Untuk Menyimpan Buah Apel Manalagi. Ganendra, 10 (1) : 13-18

Koswara, Sutrisno., 2009. Pengolahan Pangan Dengan Suhu Rendah. Ebookpangan.com.

Kusmawati, A., Ujang H., dan Evi E. 2010. Dasar-Dasar Pengolahan Hasil Pertanian I. Central Grafika. Jakarta.Larousse,J.B., dan Bruce, E., 2009. Food Canning Technology. Wilei-VHC, Inc. Canada.

Moningka. 2008. Kimia Universitas Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Muchtadi, T.R., dan Sugiyono, 2012. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Alfabeta . Bandung.

Mulyawanti, Ira, Dewandari, K.T., 2008. Pengaruh Waktu Pembekuan dan Penyimpanan Terhadap Karakteristik Irisan Buahn Mangga Arum Manis Beku. J. Pascapanen, 5(1): 51-58.Nur, M., dkk., 2013. Ozone Production by Dielectric Barrier Discharge Plasma For Microbial Inactivation in Rice. Proceedings of 2013 the 3rd ICICIBME, IEEE Catalog Number: CFP138H-ART,PP.221-225

Purwanto, C.C., Ishartani D. dan Rahardian D. 2013. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan perlakuan Blanching dan penambahan natrium metabesulfit (Na2S2O5). Jurnal Teknosains Pangan 2 (2).Rahmawati, F., Pengawetan Makanan dan Permasalahannya. Jurusan Teknik Boga dan Busana. FT UNIY. Yogyakarta .

Rustardy, L., Yasni S, dan Elvina S., 2014. Karakteristik Bubur Pedas dalam Kemasan Kaleng. J. Teknologi dan Industri Pangan, 25 (2) :182-192

Santosa, 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Laboratorium Kimia Pangan Faperta Uwiga. Malang.Sarfayani, N, Haryanti, S., 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L.). Buletin Anatomi, XV(2).Tjahjadi, Carmencita dan Debby M. 2013. Pengaruh Perendaman Di Dalam Larutan Natrium Metabesulfit setelah Blanching Terhadap Warna Tepung Pisang Raja Bulu. Jurnal Teknotan 1(1):23-30.Tjahjadi, dkk. 2009. Praktikum Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan . universitas Padjajaran. Bandung.

Trisnawati, W., Suter K. 2014. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan dan Komposisi Gizi Tepung Labu Kuning. Jurnal aplikasi teknologi pangan, 3(40).

Walton. 2008. Mikrobiologi Umum. Erlangga. Jakarta.Wills, Rhh., 2002. Postharvest. Kensington Australia. New South Wales University Press Limited.Winarno, F.G., 2002. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta.

Nama dan gambar alat

Kesimpulan

Pembahasan

Pembuatan Laporan

Pengamatan

Pencarian sumber pustaka

Spesifikasi, cara dan fungsi alat

Sortasi

Pencucian

Penimbangan

Pengamatan

Kelompok ganjil : buah dan sayuran tidak dibungkus plastik berpori

Kelompok genap : buah dan sayuran dibungkus plastik berpori

Perlakuan

Penyimpanan dingin (3oC)

Penyimpanan beku

Penyimpanan

Penimbangan

Warna, Bentuk dan Tekstur

Pengamatan

Persiapan alat dan bahan

Botol gelas

T=135oC; t= 15menit

Sterilisasi

Sortasi

Pemotongan

100gr

Penimbangan

15menit

Blanching

Gula 20% (ganjil), Gula 40% (genap)

Pembotolan

Labu kuning, Talas, Ubi ungu

Sortasi

Pengupasan

Pencucian

2-3cm

Pengirisan

150gram

Penimbangan

Natrium metabisulfit

Perendaman

6 menit

Blanching

50oC (12jam)

Pengeringan

Warna, bentuk, tekstur, bau dan ukuran

Pengamatan

Penggilingan

Pengayakan

Perhitungan

Persiapan alat dan bahan

Pengupasan

Pemotongan

500mL air mineral

Perendaman

6 menit

Perlakuan Ozon

Warna, Bentuk dan Rasa

Pengamatan