BAB II acc

49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kasus Cervical Root Syndrome adalah sindroma atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya iritasi atau kompresi pada radik saraf cervical yang ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radik yang terkena (Budiyono, 2004). Spondilosis merupakan kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif pada sendi intervertebralis antar corpus dan diskus vertebra. Yang ditandai dengan pertumbuhan osteofit pada corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior dan superior. Spondilosis Cervical adalah diagnosa radiologik untuk suatu kondisi dimana terdapat degenerasi yang progresif dari sendi-sendi intervertebral bagian cervical (Sidharta,1999). 4

description

Bab II KTI akuu

Transcript of BAB II acc

Page 1: BAB II acc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Kasus

Cervical Root Syndrome adalah sindroma atau keadaan yang ditimbulkan oleh

adanya iritasi atau kompresi pada radik saraf cervical yang ditandai dengan adanya

rasa nyeri pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radik yang

terkena (Budiyono, 2004).

Spondilosis merupakan kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif pada

sendi intervertebralis antar corpus dan diskus vertebra. Yang ditandai dengan

pertumbuhan osteofit pada corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior dan superior.

Spondilosis Cervical adalah diagnosa radiologik untuk suatu kondisi dimana

terdapat degenerasi yang progresif dari sendi-sendi intervertebral bagian cervical

(Sidharta,1999).

Secara radiologik spondylosis dapat menimbulkan cervical root syndrome

dengan memperlihatkan kelainan berupa osteofit yang menonjol kedalam foramen

intervertebralis (penyempitan pada bagian posterior diskus vertebralis), berdegenerasi

dan rata, sehingga timbul rasa nyeri radikuler (Hudaya,2009).

Hal ini akan menyebabkan terjadinya kompresi/penekanan pada isi foramen

intervertebral ketika gerakan ekstensi, sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan

menyebabkan penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang

diterima menurun.

4

Page 2: BAB II acc

5

2.2 Anatomi Fungsional dan Biomekanik

2.2.1 Anatomi Fungsional

2.2.1.1 Osteologi

Osteologi adalah ilmu pengetahuan tentang tulang. Tulang adalah jaringan

ikat yang paling keras pada tubuh dengan spesifikasi khusus dan bereaksi secara

terbatas terhadap suatu keadaan yang abnormal. Tulang terdiri dari beberapa lain

yang di bedakan menjadi : periosteum (lapisan terluar pada tulang keras),

perichondrium (lapisan terluar pada tulang rawan), endosteum / periosteum internum

(lapisan pada tulang yang meliputi rongga yang terletak di dalam tulang) Pearce,

1990).

Dalam hal ini sistem skeletal yang akan dibahas adalah tulang vertebra

cervical.

1) Os Vertebra

Tulang vertebra mempunyai suatu bentuk tertentu tapi bukan merupakan suatu

tiang yang lurus melainkan membentuk suatu lengkungan yang cembung kebelakang

dan cembung kedepan pada bidang sagital. Yaitu kyposis thoracalis dan sacralis serta

lordosis cervicalis dan lumbalis. Selain itu juga ada scoliosis yang melenkung ke

samping dalam bidang frontal.

Columna vertebralis membentuk struktur dasar batang badan yang terdiri dari

32-33 ruas vertebra dan terbagi menjadi : 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracalis,

5 vertebra lumbalis , 5 vertebra sacralis, 3-4 vertebra coccygealis.

Page 3: BAB II acc

6

Gambar 2.1Tulang Vertebra; tampak ventral, dorsal dan lateral

(R. Putz & R Pabst: 2000)

Vertebra umumnya terdiri dari sebuah badan (corpus) dan sebuah lengkungan

(arcus). Lengkungan terdiri dari dua bagian yaitu lengkungan radik dan procesus

spinosus.

Keterangan gambar:

1. Vertebra Cervical 1-7

2. Vertebra Thoracic 1-12

3. Vertebra Lumbalis 1-5

4. Os sacrum

5. Os coccygeus

6. Atlas

7. Axis

8. Vertebra promineus

9. Foramen intervertebralis

10. Promontorium

Page 4: BAB II acc

7

2) Os Cervical

Columna vertebralis di bentuk oleh tujuh tulang vertebra dan di bagi menjadi

dua yaitu upper atau posterior segment (C1-C2) terdiri dari vertebra pertama (atlas)

dan vertebra kedua (axis). Lower atau inferior segment (C3-C7) mulai dari permukaan

superior vertebra thorakal 1 (Th1). Secara fungsional ke dua segment tersebut saling

bekerja sama dalam membentuk sedikit pergerakan rotasi, lateral flexi, flexi dan

extensi dari kepala.

Corpus vertebra terletak tepat di belakang arcus vertebra, pada vertebra

cervical ke tiga sampai ke enam (C3-C6) ujungnya bercabang. Antara corpus dan

arcus cervical terdapat foramen vertebra yang relatif besar, procesus tranversus

tebentang ke lateral.

Pada vertebra C5 procesus spinosus bifida (bercabang dua) foramen

transvesarium membagi procesus membagi procesus tansversus menjadi tuberculum

anterius dan tuberculum posterius, diantara tuberculum tersebut terdapat sulcus nervi

spinalis yang dilalui oleh n.spinalis.

Pada vertebra C6 tuberculum anterior membesar yang disebut juga tuberculum

caroticum yang berdekatan dengan arteri carotis. Dan pada vertebra C7 procesus

spinosus tak bercabang dan sangat menonjol disebut juga prominens. Tuberculum

anterior mengecil/menghilang, tetapi jika tumbuh disebut tuberculum costarius.

Pada kasus ini sesuai dengan catatan klinis hasil rontgen ditemukan osteofit

pada cervical 5-6 sehingga menimbulkan keterbatasan gerak pada cervical.

Page 5: BAB II acc

8

Gambar 2.2Vertebra Cervical I-VII; tampak lateral dorsal

(R. Putz & R Pabst: 2000)

Keterangan gambar:

1. Axis 4. Vertebra promineus

2. Atlas 5. Processus Spinosus

3. Axis

Page 6: BAB II acc

9

2.2.1.2 Myologi

Myologi adalah ilmu yang mempelajari tentang otot. Otot adalah jaringan

yang mempunyai kemampuan khusus untuk berkontraksi. (Evelyn C, Pierce, 1990).

Penulis akan membahas otot dari gerak yang dipersyarafi oleh n. cervicalis

adalah terdiri dari otot-otot cervical.

1) Otot-otot Cervical

(1) M. Rectus capitis posterior major

Berorigo di procesus spinosus axis, insertionya di linea nuchealis inferior

dan inervasinya dari N. suboccipotalis.

(2) M. Rectus capitis posterior minor

Berorigo di tuberculum posterius dari arcus posterior (atlas), insertionya di

linea nuchealis inferior dan inervasinya dari N. suboccipotalis.

(3) M. Obliqus capitis superior

Berorigo di tuberculum posterius dari arcus tranversus (atlas), insertionya

di linea nuchealis inferior dan inervasinya dari N. suboccipotalis.

(4) M. Obliqus capitis inferior

Berorigo di procesus spinosus axis, insertionya di procesus tranversus dan

inervasinya di N. suboccipotalis.

(5) M. Rectus capitis lateralis

Berorigo di procesus tranversus bagian depan, insertio di procesus

jugularis os accipitale dan inervasinya dari N. Cervicalis. Kelima otot tersebut

berfungsi menyelaraskan posisi dan kinematik sendi kepala.

Page 7: BAB II acc

10

(6) M. Sternocleidomastoideus

Berorigo di caput longum dari permukaan ventral sternum, caput breve

dari 1/3 sternal clavicula. Insertio di lingkar belakang procesus mastoideus dan ½

bagian lateral linea nuchalis superior. Inervasi dari N. accesorius pleksus

cervicalis dan fungsinya menegakkan kepala, fleksi leher, rotasi leher ke sisi

berlawanan.

(7) M. Scalenus anterior

Berorigo di tubercula anterior dari procesus tranversi VC 3-6, insertio di

tuberculum musculi scaleni anterior costa I, inervasi dari cabang pleksus

cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya thorax mengangkat 2 tulang rusuk

sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang

leher.

(8) M. Scalenus medius

Berorigo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua VC, insertio

caput breve pada costa I, lateral dari M. Scalenus anterior, belakang sulkus arteria

subclavia, inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan

fungsinya thorax mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi),

tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher.

(9) M. Scalenus anterior

Berorigo di tubercula posterior dari procesus tranversi semua VC 5-6,

insertio bertendon pendek dan pipih pada tepi atas costa II dan III, inervasi dari

cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya thorax

Page 8: BAB II acc

11

mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang belakang

flexi lateral tulang belakang leher.

(10) M. longus capitis

Berorigo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua C3-6, insertio

di permukaan luar pars basilaris ossis occipitalis, inervasi dari cabang pleksus

cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya flexi leher.

Pada kasus ini, spasme terjadi disekitar otot leher bagian posterior. Terutama

pada otot upper trapezius.

Page 9: BAB II acc

12

Gambar 2.3Otot-otot Leher; tampak lateral

(R. Putz & R Pabst: 2000)

Keterangan gambar :

1. M. Sternocleidomastoideus 5. M. Scaleneus Anterior

2. M. Semispinalis 6. M. Scaleneus Medius

3. M. Splenius Capitis 7. M. Scaleneus Posterior

4. M. Levator Scapulae 8. M. Trapezius

Page 10: BAB II acc

13

2.2.1.3 Ligamen

Ligamen merupakan jaringan ikat yang berbentuk seperti tali atau pita yang

berfungsi sebagai penghubung tulang-tulang dan menstabilkan sendi. Ligament yang

memperkuat cervical, antara lain:

1) Ligamentum longitudinal anterior

Dimulai dari tulang occipital atau tuberkulum anterius atlas berjalan turun

kebawah anterior terhadap permukaan corpus vetebra sampai ke sacrum. Ligamen

tersebut semakin melebar kekaudal dan selalu terikat erat dengan corpus vertebra,

tetapi tidak pada discus intervertebralis. Ligamen longitudinal anterior anterior yang

kuat menghubungkan bagian depan corpus.

2) Ligamentum longitudinal posterior

Berasal dari tulang occipital dan berjalan kebawah sepanjang permukaan

belakang corpus vertebra dan berakhir di sacrum. Ligamen ini terikat erat pada discus

intervetebralis dan merupakan ligamen yang lebih lemah tapi sensitif terutama

terhadap rangsang nyeri dan berfungsi untuk membatasi gerakan utama pada gerakan

flexi-ekstensi dan melindungi discus intervertebralis.

3) Ligamentum flavum

Merupakan ligamen vertebralis yang paling lentur yang terbentang luas secara

segmental antara arcus vertebra. Ligamentum flavum membatasi sebelah medial dan

sisi dorsal foramen intervertebralis. Walapun dalam keadaan istirahat ini tetap tegang.

Sewaktu flexi columna vertebra, ligamen ini menjadi lebih terenggang dan membantu

columna vertebralis kembali dalam sikap tegak.

Page 11: BAB II acc

14

4) Ligamentum nuchea

Terbentang dari crista occypitalis externa sampai processus spinosus vertebra

cervicalis. Pada posisi sagital memungkinkan tempat melekatnya otot-otot dan terus

ke bawah pada daerah cervical sebagai ligamentum interspinal dan ligamentum

supraspinal.

5) Ligamentum intertransversum dan interspinale

Merupakan jaringan ikat yang pendek diantara processus tranversus.

6) Ligamentum interspinale

Merupakan ligamen vertebralis yang paling kuat dan dimulai dari processus

spinosus vertebra cervicalis ketujuh dan terbentang sampai sejauh sacrum dan

menghubungkan vertebra dan sacrum.

Gambar 2.4Ligamentum

(http://www.dartmouth.edu/~humananatomy)

Keterangan gambar :

1. Ligamen Longitudinal

Anterior

2. Ligamen Longitudinal

Posterior

3. Ligamen Interspinosus

4. Ligamen Posterior

cervical

5. Ligamen

Intertransverse

Page 12: BAB II acc

15

2.2.1.4 Articulatio

Sendi di bentuk oleh dua ujung tulang dan dikelilingi oleh jaringan ikat,

tulang rawan dan otot, dll. Sebagian besar sendi yang terbentuk memungkinkan

adanya gerak dan sebagian kecil berfungsi untuk berat badan.

Jenis dari sendi di tentukan oleh struktur anatomis dan fungsinya, untuk

kepentingan praktis di bagi dalam dua kelompok besar yaitu sendi diarthrosis (sendi

yang mempunyai rongga/ synovial joint) yang termasuk jenis sendi diarthrosis antara

lain arthroid/ irreguler, ginglomus/hinge/sendi engsel, trochoid/pivot,

condyloid/ovoid/ellipsoid, sadel, spiroidal/ ball and socket dan sendi synarthrosis

(sendi tidak berongga) yang termasuk jenis sendi synarthrosis antara lain

syncondrosis, syndesmosis, satura.

Persendian yang dapat ditemukan pada vertebra cervical antara lain :

1) Articulatio Atlanto Occivitalis

Merupakan sendi antara atlas dan occivitale yang bentuknya merupakan sendi

elipsoidea. Permukaan sendinya adalah facies articularis superior atlas dan condylus

accpitalis capsula sendinya memungkinkan gerakan flexi, extensi dan latero flexi.

2) Articulatio Atlanto Axial

Merupakan gabungan articulatio axial medial dan lateral, secara fungsional

sendi ini merupakan sendi putar yang memungkinkan pergerakan rotasi leher. Pada

sendi-sendi lateral facies articularis terdapat facies articularis inferrior tulang atlas

dan facies superior axis.

Page 13: BAB II acc

16

Permukaan sendi dipersempit oleh tulang rawan yang meliputinya dan lipatan

synovial berbentuk meniscus. Lipatan berbentuk segitiga pada potongan segitiga.

Facies articulatio sendi atlanto-axial medial terdiri dari facies articularis superior axis

dan fovea dentis dan terdapat pada permukaan posterior arcus anterior atlas.

Pergerakan yang dapat terjadi antara lain flexi, extensi dan rotasi leher.

3) Articulatio Sternoclavicularis

Merupakan suatu sendi kompleks dengan diskus articularis yang membagi

rongga sendi menjadi dua. Lekuk sendi merupakan suatu lekukan dangkal pada

sternum, dan kepala sendi dibentuk oleh extremitas sternalis clavicula. Fungsi

articulatio sternocclavicularis seperti jenis sendi peluru dan mempunyai tiga derajat

kebebasan (tiga sumbu gerak). Sehingga memiliki kemungkinan pergerakan yang

luas. Gerakan yang dapat terjadi antara lain elevasi, depresi, protraksi dan retraksi.

4) Articulatio Acromionclavicularis

Merupakan sendi yang dibentuk oleh tulang acromion dan clavicula. Sendi ini

terdiri dari dua permukaan sendi yang hampir datar dan tepat yang diliputi oleh tulang

rawan yang menyerupai jaringan fibrosa. Secara morphologis termasuk articulatio

ellipsoidea. Gerakan yang dapat terjadi antara lain up ward rotasi scapula dan down

up ward rotasi scapula.

5) Articulatio Humeri

Dibentuk oleh caput humerus capitas glenoidalis scapula yang diperluas

dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis sehingga rongga sendi menjadi

lebih dalam capsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak

Page 14: BAB II acc

17

gerak yang luas. Sendi dilindungi oleh acromion, processus coracoideus dan ligamen-

ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu

dipelihara pada cavitas glenoidalis. Secara morfologis dan fungsional termasuk sendi

glubloidea (bersumbu tiga). Gerakan yang dapat terjadi antara lain flexi, ekstensi,

abduksi, adduksi, endorotasi, eksorotasi dan sirkumduksi.

2.2.1.5 Diskus Vertebra Cervical

Diskus intervetebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah

bantalan di antara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa digabungkan

dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola di bagian tengah diskus dinamakan Nukleus

Pulposus. (1) Discus pada vertebrae cervical lebih kecil disbanding dari toracal dan

lumbal. (2) Terdiri dari nucleus pulposus, annulus fibrosus, dan 2 cartilaginous end

plate. (3) Lebih tertutup tulang bila dibandingkan dengan vertebra yang lain.

2.2.1.6 Vaskularisasi

Peredaran darah pada leher di mulai dari Arcus Aorta lalu bercabang di

Truncus brachiocephalicus menjadi a. carotis comunis dan a. subclavia kemudian

bercabang lagi menjadi menjadi arteri subclavia, kemudian a. subclavia bercabang

menjadi arteri vertebralis dan a. axilaris. Dari arteri vertebralis darah masuk ke a.

vertebralis, pars prevertebralis dilanjutkan ke a. vertebralis pars transversaria lalu ke

a. vertebralis pars atlantica. Sedangkan arteri axilaris yang merupakan lanjutan dari

arteri subclavia berjalan mulai dari tepi caudal apex fossa axilaris, setelah itu menuju

ke distal melanjutkan diri sebagai arteri brachialis kemudian ke arah propunda kira-

kira setinggi processus coracoideus ulna kemudian pecah menjadi a. radialis dan a.

Page 15: BAB II acc

18

ulnaris. Percabangan a. brachialis bersama nervus radialis melalui sulcus spiralis

berjalan diantara caput lateralis dan caput medialis m. triceps brachii bercabang ke m.

deltoideus, a. collateralis medialis membentuk medialis membentuk pembuluh darah

halus m. brachialis, m. biceps brachii dan m. triceps brachii dan a.nutria humeri

dipercabangkan dari a. Brachialis kemudian masuk ke nutritium. Arteri collateralis

ulnaris superior menuju caput medial m. triceps brachii terus ke olecranon

membentuk pembuluh darah halus articulatio cubiti, arteri collateralis ulnaris inferior

dipercabangkan di atas epicondylus humeri ke ventral m. brachialis menembus

septum itermuscularis medial membentuk peredaran darah halus articulatio cubiti

(Putz, R. & Pabst, 2000).

2.2.1.7 Inervasi

System syaraf terdiri dari 12 pasang syaraf cranial yang meninggalkan otak

dan melintasi foramina cranium dan 31 pasang syaraf spinalis yang meninggalkan

otak dan melintasi foramina intervertebralis columna vertebralis. Dalam makalah ini

penulis hanya membatasi persyarafan yang keluar dari C5-C6 yaitu Nervus Axilaris

dan Nervus Musculocutaneus. Nervus Axilaris berasal dari fasikulus anterior pleksus

brachialis dan terdiri atas serabut - serabut yang berasal dari segment C5-C6. Cabang-

cabang motorik mempersyarafi : (1) M. Deltoid, (2) M. Teres minor. Nervus

Musculocutaneus timbul dari fasiculus lateralis pleksus brachialis dan terdiri dari

serabut-serabut yang berasal dari segmen cervical 5-6. Cabang-cabang motorik

mempersyarafi : (1) M. Biceps brachii, (2) M. Brachialis.

Page 16: BAB II acc

19

Gambar 2.5Pleksus Cervicalis dan Pleksus Brachialis

(http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/figures/chapter_8/8-9.HTM)

Page 17: BAB II acc

20

Gambar 2.6Nervus Axilaris

(http://www.karate.butsu.net/anatomy/anterior_view.html)

Keterangan gambar :

1. Suprascapular

2. Axilary

3. Radial

4. Deep Branch of Radial

Page 18: BAB II acc

21

Gambar 2.7Nervus Musculocutaneus

(http://www.karate.butsu.net/anatomy/anterior_view.html

Keterangan gambar :

1. Lateral Anterior Thoracic

2. Medial Anterior Thoracic

3. Musculocutaneus

4. Median

5. Radial

6. Ulnar

7. Volar Interosseous

Page 19: BAB II acc

22

2.2.2 Biomekanik

Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerak mahluk hidup manusia

mulai dari gerakan statis sampai gerakan yang dinamis.

Osteokinematik adalah gerak sendi yang dilihat dari gerak tulangnya saja.

Segmen superior atau suboccipital, yang terdiri dari C1 (atlas) dan C2 (axis).

Keduanya terhubung satu sama lain dan pada occiput melalui rantai sendi-sendi yang

kompleks dengan 3 axis gerak dan 3 derajat kebebasan gerak. Sedangkan segmen

inferior memanjang dari permukaan inferior axis ke permukaan superior Th1.

(Kapandji, 1982).

Sendi-sendi pada segmen inferior hanya memiliki 2 tipe gerakan yaitu fleksi

dan ekstensi, dan lateral fleksi yang disertai dengan rotasi. Secara fungsional, kedua

segmen tersebut saling melengkapi untuk menghasilkan gerakan yang sebenarnya

yaitu rotasi, lateral fleksi, fleksi dan ekstensi kepala.

Arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi. Untuk

gerakan fleksi, corpus vertebra bergeser ke anterior. Diskus intervertebrale

menyempit disisi anterior, nucleus pulposus terdorong ke posterior. Dan untuk

ekstensi, corpus vertebra bergeser ke posterior. Diskus intervertebrale menyempit

disisi posterior, nucleus pulposus terdorong ke anterior. Pada kasus ini ditemukan

nyeri pada gerakan ekstensi dan lateral fleksi.

Page 20: BAB II acc

23

2.3 Patologi

Patologi adalah cabang ilmu alam yang mempelajari sebab-sebab dan hakekat

penyakit, juga mempelajari perubahan-perubahan antomi maupun perubahan

fungsional berkenaan adanya penyakit tersebut (Hudaya, 2009).

Adanya degenerasi diskus intervertebralis secara progresif kemudian

mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan

diskus. Kemudian degenerasi diskus terjadi dan elastisitas serabut-serabut dari

annulus menurun dan berubah menjadi jaringan fibrous sehingga menyebabkan

fleksibilitas dan gerakan daerah cervical menjadi kaku. Ligamen-ligamen yang

menambat pada posterior vertebra menjadi lemah sehingga setiap tekanan terhadap

ligamen memungkinkan terlepasnya periosteal yang menyebabkan material diskus

dari tonjolan annulus diskus antara vertebra dan mendorong ligamen menonjol keluar

kemudian menghasilkan reaksi nyeri. Reaksi iritasi dapat menyebabkan perubahan

jaringan fibrous yang diikuti terjadinya pengapuran.

Degenerasi akan diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang

kemudian terjadi osteofit yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan pada

foramen intervertebralis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kompresi/penekanan

pada isi foramen intervertebral ketika gerakan ekstensi, sehingga timbul nyeri yang

pada akhirnya akan menyebabkan penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap

suatu regangan yang diterima menurun.

http://www.hdindonesia.com/tips-sehat/spondylosis.

Page 21: BAB II acc

24

2.3.1 Etiologi

Rangsangan pada akar syaraf cervical dapat disebabkan oleh reaksi radang,

trauma, ligamen dan capsul sendi yang tidak stabil, pembentukan osteofit, frakture

dan dislokasi kelainan congenital serta penekanan pada arteria vertebralis.

Pada kasus yang saya tangani etiologi dari kasus cervical root syndrome

adalah karena spondylosis cervical.

Spondilosis terjadi karena adanya kelainan degeneratif pada diskus

intervertebralis secara progresif. Radiologis tampak perubahan discus intervertebralis,

pembentukan osteofit paravertebral dan facet joint serta perubahan arcus laminalis

posterior. Osteofit yang terbentuk seringkali menonjol ke dalam foramen

intervertebrale dan mengadakan iritasi atau menekan akar saraf. Ekstensi servikal

dapat meningkatkan intensitas rasa nyeri yang menyebabkan timbulnya gejala kaku

(stiffness) pada cervical spine bawah dan tidak jarang menimbulkan hipermobilitas

cervical spine atas. Sehingga tubuh mengalami suatu reaksi iritasi (defance

mechanism) dengan penggantian jaringan disekitar vertebra dan diikuti proses

pengapuran dan akhirnya menjadi osteofit yang dapat dilihat dengan foto rontgen

(Cailliet, 1991).

2.3.2 Gambaran Klinis

Gambaran klinis Cervical Root Syndrome ec Spondylosis biasanya terjadi

penderita berumur diatas 40 tahun dengan gambaran degenaratif pada discus atau

pada sendi. Gejala-gejala terjadi pada leher dan anggota gerak atas, bersifat unilateral

Page 22: BAB II acc

25

atau bilateral. Gejalanya berupa kekakuan pada leher dan menjalar ke bahu pada

daerah otot trapezius. Terdapat perasaan kaku dan nyeri pada gerakan.

2.3.3 Tanda Dan Gejala

2.3.3.1 Nyeri Leher

Gejala yang utama biasanya berupa nyeri pada bagian belakang leher atau

daerah sekitarnya (trapezius). Timbulnya nyeri terjadi secara perlahan-lahan

walaupun terkadang timbul mendadak. Rasa nyeri sendiri biasanya bersifat kronik

dan dihubungkan dengan adanya aktivitas yang berat atau keadaan umum yang

menurun. Terkadang rasa nyeri menjalar ke bahu atau lengan atas dan juga bisa

mengenai daerah cervical atas yang menyebabkan nyeri occipital (Cailliet, 1991).

2.3.3.2 Kaku Leher (Stifness)

Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah dengan adanya

aktivitas. Gerakan leher menjadi terbatas dan terkadang disertai dengan krepitasi dan

nyeri.

2.3.3.3 Gejala Radikuler

Tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur atau iritasi oleh synovitis

dari facet sendiri dan biasanya bersifat unilateral. Pasien mengeluh adanya

paresthesia numbness dan jarang disertai nyeri. Paresthesia numbness sendiri

tergantung pada bagian vertebrae Cervical mana yang mengalami spondylosis, dan

memiliki manifestasi yang berbeda-beda.

Page 23: BAB II acc

26

2.3.3.4 Parestesia

Pada umumnya parestesia ditunjukan ada di dalam jari tangan. Di sini

lokalisasi itu justru sangat penting, karena dari lokalisasinya dapat disimpulkan pada

tingkatan mana struktur saraf terangsang, pada tekanan akar C6 menyebabkan rasa

kesemutan sampai ibujari dan telunjuk.

2.3.4 Diagnosa Banding

Selain spondylosis dapat disebabkan banyak kondisi yang dapat menimbulkan

nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus

dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanismenya terjadi. Diagnosa

banding untuk cervical root syndrome ec spondylosis ini adalah spondyloarthrosis

cervical.

Spondyloarthrosis cervical merupakan suatu kondisi degenerasi pada discus

intervertebralis dan jaringan suatu persendian antara ruas-ruas tulang belakang. Saat

mengalami degenerasi, diskus mulai menipis karena kemampuannya menyerap air

berkurang sehingga terjadi penurunan kandungan air dan matriks dalam diskus

menurun. (http://www.neurologyindia.com/text.asp?2004/52/2/215/11047).

Page 24: BAB II acc

27

2.4 Deskripsi Problematika Fisioterapi

2.4.1 Adanya Nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak menyenangkan dan

merupakan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan

aktual maupun potensial (Parjoto, 2006).

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Pada kondisi ini,

ditemukan adanya nyeri gerak pada cervical dan bahu bagian belakang sebelah kiri

sehingga menyebabkan keterbatasan gerak.

2.4.2 Adanya Spasme

Spasme otot secara luas didefinisikan sebagai kontraksi tanpa sadar yang

abnormal dari otot skelet. Travel (1960), mengungkapkan bahwa ketika otot dikenai

stimulus mekanik, emosional, infeksius, metabolik, atau nutrisi yang noksius, otot-

otot hanya akan bereaksi dalam satu hal yakni menjadi spasme atau memendek.

Adanya spasme pada M. Upper trapezius sebelah kiri oleh karena adanya

kontraksi otot yang berlebihan untuk menghindari rasa sakit pada leher.

2.4.3 Keterbatasan Luas Gerak Sendi

Keterbatasan LGS pada kasus Cervical Root Syndrome ec Spondylosis terjadi

karena adanya nyeri dan spasme. Dalam kasus ini fisioterapi berperan untuk

mencegah terjadinya keterbatasan LGS yang lebih lanjut, yaitu dengan menggunakan

Page 25: BAB II acc

28

tehnik Stretching. Karena stretching dapat memberikan penguluran jaringan lunak

sehingga dapat menambah lingkup gerak sendi.

Untuk mengetahui seberapa besar keterbatasan sendi yang terjadi yaitu

dengan menggunakan pemeriksaan LGS yang dilakukan secara aktif dan pasif,

dengan menggunakan Goneometer. Pemeriksaan ini selain berguna untuk menegakan

diagnosa juga untuk membuat rencana fisioterapi, evaluasi, dokumentasi dan

meningkatkan motivasi kepada pasien. Cara penulisan hasil pemeriksaan LGS ini

menggunakan notasi (mendeskripsikan LGS dalam bentuk angka dan derajat)

mengikuti system 0 sampai 180, atau recording (menulis notasi ke dalam kartu)

dengan menggunakan metode recording STFR (Sagital Frontal Transversal Rotasi).

Dengan mencatat semua gerakan yang terjadi pada suatu gerak secara bersama.

2.5 Tekhnologi Interverensi Fisioterapi

2.5.1 Infra Red

Sinar Infra Red (infra merah) yaitu pancaran gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang 7.700-4.000.000 A. Selain Infra Red yang digunakan

untuk pengobatan yaitu pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang pendek (7.700-12.000 A).

2.5.1.1 Klasifikasi Infra Red

Klasifikasi Infra Red dapat dibagi menjadi dua diantaranya : (1) Berdasarkan

panjang gelombang dan (2) Berdasarkan tipe.

Page 26: BAB II acc

29

1) Berdasarkan Panjang Gelombang

Gelombang panjang (non penetrating), sinar infra merah dengan panjang

gelombang 12.000-150.000 A. Daya penetrasi sinar ini hanya sampai lapisan

superficial epidermis (sekitar 0,5 mm).

Gelombang pendek (penetrating), sinar infra merah dengan panjang

gelombang 7.700-12.000 A. Daya penetrating ini lebih dalam dari gelombang

panjang, yaitu sampai jaringan subkutan kira-kira dapat mempengaruhi secara

langsung terhadap pambuluh darah kapiler, pembuluh limpe, ujung-ujung saraf dan

jaringan lain dibawah kulit.

2) Berdasarkan tipe

Sinar infra merah dapat dibedakan menjadi , tipe A dengan panjang

gelombang 780-1.500 mm (penetrasi dalam), tipe B dengan panjang gelombang

1.500-3.000 mm (penetrasi dangkal) dan tipe C dengan panjang gelombang 3.000-

±10.000 mm (penetrasinya dangkal).

2.5.1.2 Generator Infra Red

Generator pada infra merah dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu :

1) Non Luminous

Generator non luminous hanya mengandung sinar infra merah saja. Generator

non luminous akan memproduksi sinar infra merah dengan panjang gelombang

7.700-150.000 A. Pengobatan dengan infra merah generator non luminous disebut

infra red radiation.

Page 27: BAB II acc

30

2) Luminous

Pada generator luminous mengandung sinar infra merah, sinar visible dan

ultra violet tetapi mengandung infra merah lebih banyak. Panjang gelombang yang

dihasilkan oleh generator luminous berkisar antara 3.500 – 40.000 A. Pengobatan

dengan infra merah generator luminous disebut radian heating.

Pada kondisi cervical root syndrome ec spondylosis, jenis generator yang

digunakan adalah generator luminous.

2.5.1.3 Efek Fisiologis

Pengaruh fisiologis sinar infra merah jika diabsorbsi oleh kulit, maka panas

akan timbul pada tempat dimana sinar tersebut diabsorbsi. Sinar infra merah yang

mempunyai panjang gelombang pendek (7.700-12.000 A) penetrasinya pada lapisan

dermis atau sampai kebawah kulit, sedangkan panjang gelombang panjang (diatas

12.000 A) penetrasinya hanya sampai superficial epidermis. Dengan adanya panas ini

temperatur naik dan pengaruh-pengaruh lain terjadi, diantaranya yaitu :

1) Meningkatkan proses metabolisme

Suatu reaksi kimia akan dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan

temperatur akibat pemanasan. Proses metabolisme yang terjadi pada lapisan

superficial pada kulit akan meningkat sehingga pemberian oksigen dan nutrisi kepada

jaringan menjadi lebih baik, begitu juga pengeluaran sampah-sampah sisa

metabolisme.

Page 28: BAB II acc

31

2) Vasodilatasi pembuluh darah

Dilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriol akan terjadi segera setelah

penyinaran, sehingga kulit akan tampak kemerah-merahan tetapi tidak merata yang

disebut erythema, hal ini disebabkan oleh adanya energi panas yang diterima ujung-

ujung syaraf sensorik yang mempengaruhi mekanisme pengaturan panas sehingga

vasomotor mengadakan reaksi denagn pelebaran pembuluh darah sehingga sejumlah

panas dapat diratakan keseluruh jaringan lewat sirkulasi darah. Dengan sirkulasi

darah yang meningkat maka pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan

ditingkatkan sehingga anti bodi dalam jaringan akan meningkat.

3) Pigmentasi

Penyinaran yang berulang-ulang dengan infra merah dapat menimbulkan

pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut disebabkan oleh karena adanya

kerusakan pada sebagian sel-sel darah merah tersebut.

4) Pengaruh terhadap urat syaraf sensoris

Pemanasan yang ringan mempunyai pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung

saraf sensorik, sedang pemanasan yang lebih akan menimbulkan iritasi.

5) Pengaruh terhadap jaringan otot

Kenaikan temperatur disamping membantu terjadinya rileksasi juga akan

meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi.

6) Destruksi jaringan

Penyinaran yang diberikan menaikan temperatur yang cukup tinggi sehingga

menyebabkan kerusakan kulit akibat luka bakar yang terjadi.

Page 29: BAB II acc

32

7) Menaikkan temperatur tubuh

Hal ini terjadi karena penyinaran akan memanasi darah dan jaringan yang

berada didaerah superficial kulit, panas ini kemudian akan diteruskan ke seluruh

tubuh.

8) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat

Pengaruh rangsangan saraf yang dibawah ujung-ujung saraf ssensorik dapat

mengaktifkan kerja kelenjar, didaerah yang diberikan penyinaran.

2.5.1.5 Efek Teraputik

1) Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

Penyinaran infra merah dapat menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan karena

adanya timbunan sisa-sisa hasil metabolisme yang disebut zat “P” yang menumpuk di

jaringan. Dengan pemberian sinar infra merah akan memperlancar sirkulasi darah,

sehingga zat “P” juga akan ikut terbuang dan rasa nyeri akan berkurang atau hilang.

2) Rileksasi otot

Rileksasi akan mudah dicapai jika jaringan otot dalam keadaan hangat dan

rasa nyeri tidak ada. Radiasi infra merah selain mengurangi nyeri juga dapat

menaikan suhu tubuh, sehingga spasme otot akan menjadi rileks.

3) Meningkatkan suplai darah

Kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi yang akan menyebabkan

terjadinya peningkatan darah ke jaringan setempat.

Page 30: BAB II acc

33

4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme

Penyinaran didaerah yang luas akan mengakibatkan grandula gudoifera

(kelenjar keringat) di seluruh badan, sehingga akan meningkatkan pembuangan sisa-

sisa metabolisme melalui keringat.

2.5.1.6 Indikasi dan Kontra Indikasi

1) Indikasi sinar infra red

Indikasi dari penyinaran infra red (infra merah) adalah kondisi peradangan

setelah sub akut (kontusio, muscle strain, muscle sprain, trauma sinovitis), penyakit

arthritis (rheumatoid arthritis, osteoarthritis, myalgia, lumbago, neuralgia dan

neuritis), gangguan sirkulasi, penyakit kulit, post fraktur dengan internal fixasi,

persiapan latihan dan massage.

2) Kontra indikasi

Kondisi yang tidak dapat diberikan sinar infra merah adalah daerah dengan

insufisiensi pada darah, gangguan sensibilitas kulit, dan adanya kecenderungan

terjadinya pendarahan.

3) Bahaya pemberian sinar Infra Red Radiation

Hal-hal yang dapat timbul apabila penyinaran tidak sesuai adalah keadaan

yang dapat membahayakan pasien diantaranya yaitu luka bakar pada saat atau setelah

penyinaran, headache (pusing), chill (menggigil), pingsan atau tidak sadar secara tiba-

tiba dan kerusakan pada mata.

Page 31: BAB II acc

34

2.5.2 Stretching

Stretching adalah suatu latihan yang bertujuan untuk penguluran struktur

jaringan lunak yang memendek (Kisner,1996). Stretching terbagi menjadi pasif

stretching dan aktif stretching. Pada kasus ini penulis memilih menggunakan aktif

stretching, yaitu pengguluran yang dilakukan secara aktif oleh pasien sendiri, dan

otot-otot pasien dalam keadaan rileks. Dan pasif stretching, yaitu pengguluran yang

dilakukan dengan menggunakan tenaga dari luar atau dari terapis, sedangkan otot-otot

pasien dalam keadaan rileks.

Stretching merupakan suatu gerakan baik aktif maupun pasif dimana otot

berada dalam posisi mengulur, pada akhir gerakan biasanya ditahan beberapa

hitungan kemudian dilakukan berulang-ulang hingga ± 8 kali penguluran.

Perubahan akan terjadi pada semua jaringan selama penguluran. Efek

penguluran tergantung pada waktu durasi peregangan yang digunakan. Pembuluh

darah akan meregangkan dengan jaringan ikat sekitarnya dan menahan peregangan

yang baik pada individu sehat (http://majalahkesehatan.com/apakah-stretch-mark).

Pengaruh stretching terjadi pada komponen aktin dan miosin dan tegangan

dalam otot meningkat dengan tajam, sarkomer memanjang dan bila hal ini dilakukan

terus-menerus otot akan beradaptasi dan hal ini hanya bertahan sementara untuk

mendapatkan panjang otot yang diinginkan (Kisner & Colby, 1990). Pada saat

sarkomer berkontraksi area yang tumpang tindih antara komponen miofilamen tebal

dan komponen miofilamen tipis akan meningkat.

Page 32: BAB II acc

35

Apabila terjadi penguluran (stretch) area yang tumpang tindih ini akan

berkurang yang menyebabkan serabut otot memanjang. Pada saat serabut otot berada

pada posisi memanjang yang maksimum maka seluruh sarkomer terulur secara penuh

dan memberikan dorongan kepada jaringan penghubung yang ada di pada jaringan

penghubung berubah posisinya di sepanjang diterimanya dorongan tersebut.

Oleh sebab itu pada saat terjadi suatu penguluran maka serabut otot akan

terulur penuh melebihi panjang serabut otot itu pada kondisi normal yang dihasilkan

oleh sarkomer. Ketika penguluran terjadi hal ini menyebabkan serabut yang berada

pada posisi yang tidak teratur dirubah posisinya sehingga menjadi lurus sesuai dengan

arah ketegangan yang diterima. Dalam hal ini berarti semakin banyak serabut otot

yang terulur maka akan menyebabkan semakin besar panjang otot yang dihasilkan

penguluran pada otot tersebut. Dalam jangka waktu tertentu kemudian otot

mengalami rileksasi sehingga komponen yang ada dalam otot akan ikut terulur dan

dapat memulihkan keadaan tingkat fleksibilitas otot.