CKD

25
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal atau tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. 1 Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, PGK merupakan penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia, yaitu berdasarkan data survei yang dilakukan PERNEFRI baru-baru ini mencapai 30,7 juta penduduk. Menurut data PT ASKES, ada sekitar 14,3 juta orang penderita penyakit ginjal tingkat akhir (PGTA) yang saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 perjumlah penduduk. 1,2 1

description

CKD

Transcript of CKD

Page 1: CKD

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi

yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit Ginjal Kronik merupakan suatu

kondisi dimana ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal atau tidak

mampu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di

seluruh dunia.1

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit

ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini

meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, PGK merupakan

penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia, yaitu berdasarkan data

survei yang dilakukan PERNEFRI baru-baru ini mencapai 30,7 juta penduduk.

Menurut data PT ASKES, ada sekitar 14,3 juta orang penderita penyakit ginjal

tingkat akhir (PGTA) yang saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi

433 perjumlah penduduk.1,2

Pada stadium dini PGK dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan

penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal

ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum waktunya.

Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi penurunan angka kematian

akibat penyakit pembuluh darah otak dan penyakit jantung koroner, terutama

disebabkan oleh pengendalian tekanan darah yang lebih baik. Akan tetapi dalam

periode yang sama prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal

1

Page 2: CKD

yang memerlukan terapi pengganti ginjal meningkat secara progresif dengan

akibat yang buruk dan biaya yang tinggi. Bahkan prevalensi PGK stadium awal

juga semakin meningkat.2,3

Tiga strategi dapat membantu untuk memperlambat progresifitas PGK yaitu

identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen secara

paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya PGK adalah umur diatas 60

tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat

keluarga menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan

obat yang berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan

kimia yang berulang.1,2,4

PGK merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim

medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini.

Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang

memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta

diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.1,2

2

Page 3: CKD

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Berdasarkan pedoman Kidney Dialysis Outcome Quality Iniatiative

(K/DOQI), definisi Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah kerusakan ginjal

yang terjadi selama tiga bulan atau lebih, berdasarkan kelainan patologik atau

pertanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada pemeriksaan urinalisis, dengan

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) ataupun tidak. Selain itu definisi ini

juga memperhatikan derajat fungsi ginjal atau LFG, seperti yang terlihat pada

tabel 1.1,4,5

Tabel 1. Definisi PGK1

Kriteria

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural

atau fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi:

- kelainan patologis

- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah

atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)

2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

2.2 Etiologi

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2011 mencatat

penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada

tabel 2.15

3

Page 4: CKD

Tabel 2. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia

Tahun 201115

Penyebab Insiden

Hipertensi

Diabetes melitus

Glomerulonefritis

Obstruksi

Pielonefritis Chronic

Sebab lain

34%

27%

14%

8%

6%

6%

2.3 Klasifikasi

Pada individu dengan PGK, klasifikasi ditentukan atas dua hal yaitu atas

dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar

derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yaitu stadium yang lebih tinggi

menunjukkan nilai LFG yang lebih rendah, yang dihitung dengan

menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:1

LFG (ml/menit/1,73m2) =(140 – umur) x berat badan

*)72 x kreatinin plasma (mg/dL)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3. Klasifikasi PGK atas Dasar Derajat Penyakit1,6

Derajat Penjelasan LFG

1

2

3a

3b

Kerusakan ginjal dengan LFG normal/↑

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang

≥ 90

60 – 89

45 – 59

30 – 44

4

Page 5: CKD

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat

Gagal ginjal

15 – 29

< 15 atau dialisis

Sedangkan klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi dibedakan menjadi penyakit

ginjal diabetes, non diabetes dan penyakit pada transplantasi. Klasifikasi tersebut

tampak dalam tabel 4 berikut.

Tabel 4. Klasifikasi PGK atas Dasar Diagnosis Etiologi1,4,5,6

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit pada transplantasi

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,

neoplasia)

Penyakit vaskular

(makroangiopati, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan

obat)

Penyakit kistik

(ginjal polikistik)

Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi

5

Page 6: CKD

kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi

struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi,

yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.

Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan

tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung

singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang

masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang

progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan

progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-

aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming

growth factor β (TGF β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap

terjadinya progresifitas PGK adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,

dislipidemia.1,2,7,8

Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme

protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah.

Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak

timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah

glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang

seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG mengakibatkan

penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini

menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan

anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak

6

Page 7: CKD

mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama

pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya  juga

meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan

atau diencerkan  secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan

elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung

kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan

suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa

terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan

dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor keseimbangan cairannya. Semakin

menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan

produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada

penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat

menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.

Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan

kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar

kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon (PTH) dari kelenjar

paratiroid. Pada pasien PGK stadium lanjut kemampuan PTH untuk mobilisasi

garam kalsium dari tulang akan terganggu. Produksi PTH yang berlebihan

menyebabkan gangguan metabolisme vitamin D dan kehilangan yang

berlebihan melalui tinja dan semuanya ini merupakan faktor pencetus

terjadinya osteodistrofi renal. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan

gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi

protein dalam urin, dan adanya hipertensi.1,2,7,8

7

Page 8: CKD

2.5 Manifestasi Klinis

Penyakit ginjal kronik akan menyebabkan beberapa gangguan pada berbagai

organ tubuh:1,9

Sistem Kardiovakuler

Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan). Edema

periorbital, friction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal

jantung, perikarditis, takikardia dan disritmia.

Sistem Integumen

Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering bersisik,

echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk,

dan gatal – gatal pada kulit.

Sistem Pulmoner

Tanda dan gejala : Sputum kental, nafas dangkal, pernafasan  kusmaul,

udem paru, gangguan pernafasan, pneumonia, nafas berbau amoniak,

sesak nafas.

Sistem Gastrointestinal

Tanda dan gejala : Ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual,

muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal,

stomatitis dan pankreatitis.

Sistem Neurologi

Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,

penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak

kaki, dan perubahan perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.

Sistem Muskuloskletal

Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot

drop, osteosklerosis, dan osteomalasia.

8

Page 9: CKD

Sisem Urinaria

Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renal, hematuria,

proteinuria, anuria, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.

Sistem Reproduktif

Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido,

infertilitas.

2.6 Diagnosis1,9,10

A. Anamnesis

Pada anamnesis dapat dicari gambaran klinis yang mungkin terjadi pada

pasien gagal ginjal. Diawali dengan keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat

penyakit pasien sehingga ditemukan faktor-faktor risiko pada pasien. Dari

gambaran klinis adalah sesuai dengan penyakit yang mendasari misalnya

diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, lupus

eritematosus sistemik dan sebagainya. Yang kedua yaitu sindrom uremia yang

terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume

cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang,

sampai koma. Dan yang ketiga adalah gejala komplikasi antara lain hipertensi,

anemia, osteodistropi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).1,9

B. Temuan Laboratorium

Gambaran laboratorium pada penyakit ginjal kronik meliputi 1)

berdasarkan penyakit yang mendasarinya. 2) penurunan fungsi ginjal berupa

peningkatan kadar ureum dan serum kreatinin, dan penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG) yang dihitung dengn rumus Kockcroft-Gault. Kadar serum

9

Page 10: CKD

kreatinin saja tidak dapat digunakan untuk menentukan fungsi ginjal. 3)

kelainan biokimia darah meliputi kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam

urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hipo atau hiperkloremia,

hiperfospatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik dan 4) Kelainan urinalisis

meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, dan cast.1,9

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penyakit gagal ginjal kronis meliputi 1) foto

polos abdomen dimana dapat ditemukan gambaran batu radio-opak, 2)

ultrasonografi abdomen biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

kalsifikasi, 3) pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering

tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran efek toksik yang

dapat merusak ginjal lebih lanjut.1,11

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi: 1) terapi spesifik

terhadap penyakit dasarnya, 2) pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,

3) memperlambat progresi perburukan fungsi ginjal, 4) memperkecil risiko

kardiovaskuler dan 5) pencegahan dan terapi terhdap komplikasi serta 6) terapi

pengganti ginjal. Penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronis dapat disesuaikan

dengan derajat LFGnya.1,9,10

Tabel 5. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai

Derajatnya1,10,12

Derajat LFG

(ml/min/1,73m2)

Rencana Tatalaksana

10

Page 11: CKD

1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi perburukan fungsi ginjal, memperkecil

resiko kardiovaskular

2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal

A . Terapi K onservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin uremia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit1,9.

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin uremia. Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal

adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk memperlambat

perburukannya adalah dengan pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan

protein dimulai pada LFG kurang atau sama dengan 60 ml/menit, sedangkan

diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak dianjurkan. Protein yang

diberikan adalah 0,6-0,8gr/kgbb/hari.1 Hal ini penting karena mengingat

kelebihan protein dalam tubuh tidak disimpan dalam tubuh seperti lemak dan

karbohidrat melainkan dipecah menjadi urea dan nitrogen yang terutama

diekskresikan oleh ginjal. Selain itu, ion hidrogen, fospat, sulfat dan ion

inorganik lainnya juga diekskresikan lewat ginjal. Oleh karena itu pemberian

11

Page 12: CKD

diet tinggi protein pada pasien PGK akan mengakibatkan penimbunan subtansi

nitrogen yang menimbulkan manifestasi klinis yang disebut uremia. Masalah

penting lainnya adalah diet tinggi protein akan mengakibatkan perubahan

hemodinamika ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan

intraglomerular (interglomerular hyperfiltration) yang akan mempercepat

perburukan fungsi ginjal. Pembatasan fungsi ginjal juga bermanfaat untuk

mencegah hiperfospatemia mengingat protein dan fospat berasal dari sumber

yang sama.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,

memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. Jumlah kalori yang

dibutuhkan sebesar 30-35 kkal/kgbb/hari.1

3) Kebutuhan cairan

Pembatasan asupan air pada pasien GGK sangat perlu dilakukan untuk

mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke

dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin

maupun insensible water loss. Air yang masuk adalah sejumlah urin yang

keluar ditambah insensible water loss (sekitar 500-800ml/hari).1

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung

dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). Elektrolit yang

harus diawasi terutama adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium

dilakukan karena hiperkalemia akan membuat aritmia yang fatal. Oleh karena

itu pemberian obat-obatan yang mengandung kalium harus dibatasi termasuk

12

Page 13: CKD

makanan (sayuran dan buah). Jumlah kalium yang optimal adalah 3,5-5,5

Meq/Lt. Tujuan pengurangan asupan natrium adalah untuk mengendalikan

hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan adalah sesuai

dengan derajat hipertensi dan edema yang terjadi.1,9

B. Terapi Spesifik

Waktu yang paling tepat untuk mengobati penyakit dasar adalah ketika

laju filtrasi glomerulus masih normal, ukuran ginjal pada pemeriksaan foto

abdomen belum mengecil, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Jika

LFG sudah menurun 20-30% nya terapi penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.1

C. Terapi Penyakit Komorbid

Faktor-faktor komorbid yang memperburuk keadaan pasien contohnya

gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus

urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan radiokontras

atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya. Maka dari itu penting sekali untuk

mengikuti atau mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien panyakit ginjal

kronik. Melalui pemantauan ini dapat diketahui kondisi komorbid yang

memperburuk keadaan pasien.1

D . Terapi S im p tomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus diperhatikan. Untuk mencegah dan mengobati

asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium

bicarbonat) dapat dipertimbangkan diberikan intravena bila pH < 7,35 atau

serum bikarbonat < 20 mmol/L.1,9

13

Page 14: CKD

2) Anemia

Penyebab utama terjadinya anemia pada GGK adalah defisiensi

eritropoietin namun dapat juga terjadi karena hal lain.1,13,14 Hal lain yang ikut

berperan misalnya defisiensi besi, kehilangan darah (misalnya pendarahan

saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat adanya

hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi

uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia

dimualai saat kadar hemoglobin kuran atau sama dengan 10 g % atau

hematokrit kuang atau sama dengan 30 g% meliputi evaluasi terhadap status

besi (kadar besi/serum iron, total iron binding capacity, serum feritin), mencari

sumber pendarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya pendarahan, dan

sebagainya. Jika penyebabnya karena defisiensi EPO, pemberian EPO

merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian eritropoietin (EPO) status

besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan zat besi dalam

mekanisme kerjanya. Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC)

merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Transfusi

mulai diberikan pada pasien dengan keadaan anemia berat < 6 gr/dL yang

nampak secara klinis memberatkan pasien, pasien dengan gagal jantung, pasien

dalam kehamilan trimester ketiga, dan pasien yang akan mendapatkan tindakan

operatif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati dan teliti karena jika

tidak teliti dapat menimbulkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan

perburukan fungsi ginjal.1,13

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama

14

Page 15: CKD

(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi

mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu

program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. Keluhan mual dan

muntah dapat diberikan metoklopramid pada pasien.1,9

4) Hipertensi

Pengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting dalam

pencegahan dan terapi pada gagal ginjal kronik. Pengendalian tekanan darah

juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan yang besar, baik terhadap

ginjal, renoproteksi maupun terhadap organ kardiovaskuler. Makin rendah

tekanan darah yang dicapai, makin baik pula renoproteksi.

Pengelolaan tekanan darah dilakukan dengan dua cara, yaitu non-farmakologis

dan famakologis. Terapi non-farmakologis adalah melalui modifikasi gaya

hidup antara lain menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik,

menghentikan merokok, serta mengurangi konsumsi garam. Harus diingat

bahwa untuk mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai

kombinasi berbagai jenis obat dengan berbagai efek samping dan harga obat

yang kadang sulit dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu diperhatikan

adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun jenis obat yag

dicapai. Akan tetapi karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)

dan Angiotensin Reseptor blocker (ARB), dikenal mempunyai efek antiprotein

uric maupun renoproteksi yang baik, maka selalu disukai pemakaian obat-

obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada pasien penyakit gagal

ginjal kronik. Pada pasien hipertensi dengan mikroalbuminuria atau

makroalbuminuria, ACE inhibitor dan ARB merupakan terapi utama yang

paling dianjurkan. Jika salah satu tidak dapat diterima atau memberikan hasil

15

Page 16: CKD

yang kurang maksimal maka dapat dianjurkan penggunaan Non

Dihydropyridine Calcium–Channel Blockers (NDCCBs).1,9,14

5) Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan hal

yang penting mengingat 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik

disebabkan oleh komplikasi kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk dalam

terapi kardiovaskuler adalah pengendalian tekanan darah, pengendalian gula

darah, dislipidemia, pengendalian anemia, hiperfospatemia, dan terrapi

terhadapi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.1,10,14

6) Mengatasi CKD-MBD

Penatalaksanaan CKD-MBD dapat dilaksanakan dengan mengatasi

hiperfospatemia dan pemberian hormon kalsitriol (1,25 (OH)2D3). Mengatasi

hiperfospatemia dapat dilakukan dengan pembatasan asupan fospat (600-

800mg/hari) dan pemberian pengikat fospat seperti garam kalsium, aluminium

hidroksida, garam magnesium dan kalsium asetat untuk mengikat fospat di

saluran cerna. Tujuan pemberiannya adalah untuk mengikat fospat dan kalsium

di saluran cerna. Pemberian hormon kalsitriol tidak digunakan begitu luas

karena dikawatirkan mengakibatkan penumpukan kalsium karbonat di jaringan

dan menyebabkan penekanan berlebihan pada kelenjar paratiroid. Maka dari itu

pemberiannya dibatasi pada pasien dengan kadar fospat darah normal dan

kadar PTH > 2,5 kali normal.1

E . Terapi P engganti G injal

16

Page 17: CKD

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.1,14

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik uremia, dan malnutrisi. Terdapat 2 indikasi dalam terapi dialisis yaitu

indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi

absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati uremik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan

kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8

mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.1

2) Dialisis peritoneal (DP)

Indikasi medik CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis), yaitu

pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang

telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung

akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan

AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan

residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity

dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat

intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh

dari pusat perawatan ginjal.1

3) Transplantasi ginjal

17

Page 18: CKD

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)

faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal

ginjal alamiah.

b) Kualitas hidup normal kembali.

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama.

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap ginjal

donor.

2.8 Prognosis

Secara garis besar prognosis dari GGK yang tidak ditangani adalah buruk.

Kebanyakan pasien dengan GGK akan meninggal dengan komplikasi penyakit

kardiovaskuler, infeksi, atau jika dialisis tidak tersedia maka akan terjadi sindrom

uremia yang progresif (hiperkalemia, asidosis, malnutrisi, perubahan fungsi

mental). Diantara pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal, penyakit

kardiovaskuler merupakan penyebab mortalitas tersering kira-kira 40 % dari

populasi.1,10 Volume ekstraseluler yang overload dan hipertensi diketahui sebagai

faktor prediktor terjadinya hipertropi ventrikular kiri dan peningkatan risiko

mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler di populasi. Setelah disesuaikan dengan

umur, ras, jenis kelamin, dan etnik, dan keberadaan diabetes, risiko penyakit

kardiovaskuler tetap menjadi penyebab kematian tertinggi terutama pada pasien

muda.1,10

18