Chronic Respiratory Disease

5
CHRONIC RESPIRATORY DISEASE Chronic respiratory disease (CRD) adalah salah satu penyakit pernapasan yang paling umum terjadi pada unggas di Indonesia. Penyakit ini terjadi ketika unggas pada kondisi buruk terinfeksi Mycoplasma gallisepticum. Kemudian diikuti oleh invasi bakteri sekunder yang menyebabkan kerusakan besar pada unggas dimaksud. Infeksi Mycoplasma gallisepticum dikaitkan dengan kejadian serangan yang lambat, terjadi pada ayam, kalkun, burung permainan /kesayangan, merpati dan burung liar lainnya. Bebek dan angsa dapat terinfeksi saat dipelihara bersama dengan ayam yang terinfeksi. Pada kalkun pada kasus ini biasanya mengalami sinusitis yang parah. EPIDEMIOLOGI Kejadian Penyakit CRD terjadi di seluruh dunia, Kejadian CRD sangat luas dan hadir di sebagian besar, jika tidak semua, peternakan komersial, meskipun di beberapa negara infeksi ini kini jarang ditemukan di unggas komersial. Di sisi lain sebenarnya kejadian CRD meningkat karena banyak burung dalam sistem produksi yang ekstensif yang terekspos karena burung liar. Pada burung dewasa, meskipun tingkat infeksi yang tinggi, morbiditas mungkin minimal dan kematian bervariasi. Pada ayam dan kalkun, menyebabkan kerugian ekonomi yang paling signifikan dalam peternakan komersial besar, dan juga sering terlihat dalam kelompok non-komersial. CRD adalah /atau paling umum disebut "penyakit stres". Mycoplasma gallisepticum mungkin ada dalam jaringan unggas sehat (unggas karier /pembawa) . Wabah yang paling sering terjadi ketika pertahanan tubuh /vitalitas kawanan menurun baik selama masa stres sering disebabkan oleh pindah kandang, dingin, vaksinasi, potong paruh, pengobatan cacing, kurang ventilasi, litter basah dan gas amoniak meningkat atau adanya penyakit lain. Penularan dapat terjadi bahkan dalam kelompok yang tampaknya sangat sehat. Hospes /Inang Infeksi terjadi pada ayam, kalkun, juga terjadi pada merpati, burung, ayam hutan, chukar, merak, merpati, burung puyuh, bebek, angsa, dan burung psittacine. Burung penyanyi umumnya tahan,

description

Chronic Respiratory Disease

Transcript of Chronic Respiratory Disease

CHRONIC RESPIRATORY DISEASE

Chronic respiratory disease (CRD) adalah salah satu penyakit pernapasan yang paling umum terjadi pada unggas di Indonesia. Penyakit ini terjadi ketika unggas pada kondisi buruk terinfeksi Mycoplasma gallisepticum. Kemudian diikuti oleh invasi bakteri sekunder yang menyebabkan kerusakan besar pada unggas dimaksud. Infeksi Mycoplasma gallisepticum dikaitkan dengan kejadian serangan yang lambat, terjadi pada ayam, kalkun, burung permainan /kesayangan, merpati dan burung liar lainnya. Bebek dan angsa dapat terinfeksi saat dipelihara bersama dengan ayam yang terinfeksi. Pada kalkun pada kasus ini biasanya mengalami sinusitis yang parah.

EPIDEMIOLOGIKejadian PenyakitCRD terjadi di seluruh dunia, Kejadian CRD sangat luas dan hadir di sebagian besar, jika tidak semua, peternakan komersial, meskipun di beberapa negara infeksi ini kini jarang ditemukan di unggas komersial. Di sisi lain sebenarnya kejadian CRD meningkat karena banyak burung dalam sistem produksi yang ekstensif yang terekspos karena burung liar. Pada burung dewasa, meskipun tingkat infeksi yang tinggi, morbiditas mungkin minimal dan kematian bervariasi. Pada ayam dan kalkun, menyebabkan kerugian ekonomi yang paling signifikan dalam peternakan komersial besar, dan juga sering terlihat dalam kelompok non-komersial.

CRD adalah /atau paling umum disebut "penyakit stres". Mycoplasma gallisepticum mungkin ada dalam jaringan unggas sehat (unggas karier /pembawa) . Wabah yang paling sering terjadi ketika pertahanan tubuh /vitalitas kawanan menurun baik selama masa stres sering disebabkan oleh pindah kandang, dingin, vaksinasi, potong paruh, pengobatan cacing, kurang ventilasi, litter basah dan gas amoniak meningkat atau adanya penyakit lain. Penularan dapat terjadi bahkan dalam kelompok yang tampaknya sangat sehat.

Hospes /InangInfeksi terjadi pada ayam, kalkun, juga terjadi pada merpati, burung, ayam hutan, chukar, merak, merpati, burung puyuh, bebek, angsa, dan burung psittacine. Burung penyanyi umumnya tahan, meskipun M gallisepticum menyebabkan konjungtivitis pada pipit liar (dan beberapa spesies yang sama) dan burung liar lainnya.

PenularanPenularan vertikal, melalui telur yang terinfeksi (yolk ), M gallisepticum ditularkan secara vertikal oleh sejumlah telur(transovarian) dari ternak yang terinfeksi kepada keturunannya, dan penularan horizontal, menular melalui aerosoldan melalui kontaminasi pakan, air, dan lingkungan, dan oleh aktivitas manusia (sepatu, peralatan, dll). Infeksi dapat bersifatlaten pada beberapa burung selama berhari-hari sampai berbulan-bulan, tetapi ketika burung stress penularan horisontal dapat terjadi dengan cepat melalui aerosol dan rute pernapasan, setelah infeksi dan penyakit klinis menyebar melalui ternak tersebut. Penularan dari flok ke flok mudah terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung dari gerakan burung , orang, atau ternak terinfeksi ke ternak rentan. Dalam banyak wabah, sumber infeksi tidak diketahui. Cuaca dingin, kualitas udara yang jelek atau berdesakan, infeksi bersamaan, dan vaksinasi live virus dapat memfasilitasi infeksi, penyakit, dan penularan.

Epitel konjungtiva, hidung, sinus, dan trakea adalah organyang paling rentan terhadap kolonisasi awal infeksi, namun dalam bebeberapa penyakit akut, infeksi juga bisa melibatkan bronkus, kantung udara, dan kadang-kadang paru-paru. Setelah terinfeksi , unggas bisa tetap hidup. Ada interaksi terlihat (penyakit polimikrobial) antara virus pernapasan, Escherichia coli, dan M gallisepticum dalam suatu patogenesis sebagai penyebab keparahan CRD.

Sumber PenyakitPenularan melaluiteluradalah sangat penting karena merupakan sarana yang melanggengkan penyakit itu sendiri.

Penyakit ini paling sering ditularkan saatburung karieryang terinfeksi dimasukkan dalam flok /kawanan atau orang-orang sepertivaksinator dan penguji darah menularkannya. Risikobesar ketika orang menangani burung sehat setelah sehari sebelumnya menangani burung terinfeksi CRD. Hal ini karena media penularan dapat berupaperalatan, seperti peti, kendaraan dan peralatan vaksinasi.

ETIOLOGIKlasifikasi Agen Penyebab PenyakitPenyebab utama CRD adalah Mycoplasma gallisepticum (MG), termasuk class Mollicutes, ordo Mycoplasmatales, famili Mycoplasmataceae. MG merupakan organisme prokaryotik terkecil, tidak mempunyai dinding sel sejati. Sel mikoplasma dikelilingi oleh 3 lapis plasma membran yang elastis, oleh karena itu mikoplasma resisten terhadap penisilin dan derivatifnya yang memiliki target pada dinding sel (PUGH, 1991).

Ketahanan Terhadap Tantangan Fisik Dan Kimia1.Suhu:Sel mycoplasma sangat rentan terhadap suhu udara luar, namun dapat bertahan hidup di luar tubuh ayam 1 hari pada suhu 37 derajad Celcius (C) atau sampai 3 hari pada suhu 20 derajad C.2. pH: Invitro, pertumbuhan optimal pada media padat diperoleh pada pH 7,8, suhu 37 38 derajad C dengan penambahan CO2.3. Kimia: Resisten terhadap penicillin dan derivatnya yang memnpunyai target pada dinding sel (mycoplasma tidak memiliki dinding sel), tetapi peka terhadap antibiotik lain misalnya Tylosin , aureomycin , Terramycin , gallimycin dll.4. Desinfektan:Mycoplasma mudah hancur di luar hospes, ketahan hidupnya terbatas beberapa hari atau kurang ketika berada di kandang unggas biasa, tetapi jika terlidungi eksudat atau udara dingin akan tahan dalam waktu yang lama. Mycoplasma peka terhadap oleh sebagian besar desinfektan pada umumnya misalnya formalin fenol dll.5. Ketahanan hidup: Waktu ketahanan hidup MG di luar hospes (dalam tinja, pada kain dan sebagainya) bervariasi dari 1 sampai 14 hari dan tergantung pada suhu lingkungan dan meterial dimana organisme berada. Oleh karena itu, kebersihan dan desinfeksi yang jelek pada gudang pakan dan barang barang juga dapat menjadi sumber infeksi. Hal penting untuk dicatat bahwa waktu kelangsungan hidup terpanjang teramati adalah pada material telur (dalam cairan alantois: 3 minggu pada suhu 5 C, 4 hari dalam inkubator, 6 hari pada suhu kamar, dalam kuning telur: 18 minggu pada 37 C atau 6 minggu pada 20 C). Oleh karena itu, ceceran telur pecah di inkubator sangat penting dalam menyebarkan infeksi. Hal ini juga menarik untuk dicatat bahwa MG dapat bertahan selama satu sampai dua hari pada rambut manusia dan kulit. Jadi, orang yang bekerja dengan ternak yang terinfeksi juga dapat bertindak sebagai pembawa MG.DIAGNOSA.Diagnosis harus didasarkan pada sejarah kawanan, gejala dan lesi. Tes darah berguna dalam menentukan apakah kawanan terinfeksi. Masa inkubasi penyakiy ini adalah 5 sampai 10 hari.

Gejala KlinisPenyakit ini ditandai dengan hilangnya nafsu makan, kekurusan, kusam, depresi, kecenderungan untuk berkumpul bersama, pernafasan terganggu, angguk ekor saat bernapas, batuk, bersin, pernapasan mulut terbuka, konjungtivitis, pembengkakan periorbital, unggas mungkin hidungnya basah, penurunan konsumsi pakan , pertumbuhan lambat dan kehilangan produksi 20 sampai 30 persen pada ayam petelur. Penyakit ini menyebar perlahan melalui kawanan dengan siklus terus-menerus reinfeksi, sehingga penyakit tidak pernah hilang dengan sendirinya, dan meningkatkan angka kematian.

LesiLesi post mortem: Radang kantung udara, pericarditis, perihepatitis (terutama karena infeks sekunderi E. Coli), peradangan catarrhal dari hidung, sinus, trakea dan bronkus, kadang arthritis, tenosynovitis (infeksi dan inflamasi tendon dan pembungkusnya)dan salpingitis (infeksi dan inflamasi di tuba fallopii) pada ayam.

Diagnosa Banding1. Coryza.2. Infectious bronchitis.3. Infectious laryngotracheitis.4. Fowl cholera.Diagnosa LaboratoriumSampel:Swab harus dikumpulkan dari organ yang terkena, jaringan dan eksudat untuk kultur Mycoplasma, sampel dapat diambil dari unggas hidup, hewan mati atau bangkai beku segera setelah kematian. Hanya ada angka keberhasilan yang kecil dalam mengisolasi M gallisepticum dari bangkai burung. Pada unggas hidup dan burung lainnya, swab dapat diambil dari kloaka, orofaring, esofagus dan trakea. Pada sampel nekropsi dapat dikoleksi dari kantung udara, trakea, rongga hidung dan sinus infra orbital atau rongga sendi. Sampel dapat diculture dari sel embryo ayam mati, sel rusak tidak menetas, dan telur berembrio, Sampel dapat diangkut dalam Mycoplasma broth atau dengan es pack, sampel yang sama dapat digunakan untuk PCR, Suatu kit komersial menggunakan bahantersebut langsung diambil dari ekstrak swab, sampel serum harus dikumpulkan dari kawanan untuk tes serologi.

Identifikasi Agen Penyakit:Isolasi dan identifikasi organisme. Culture memerlukan inokulasi pada embrio bebas Mycoplasma atau, lebih umum pada Mycoplasma broth diikuti dengan penanaman pada agar Mycoplasma. Koloni tersangka dapat diidentifikasi dengan immuno-flourescence. Sel dapat diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau Gram. Bentuk koloni pada media agar seperti telur mata sapi dengan ukuran 0,1 1,0 cm, bulat, permukaan halus dan di tengahnya ada bagian yang padat dan menonjol yang disebut bleb (TAJIMA et al., 1979; 1982). Mycoplasma gallisepticum berukuran 0,25-0,50 mikron berbentuk pleomorfik, kokoid Dan tidak mempunyai Dinding sel sejati. Pemeriksaan dengan PCR diperlukan jika ini sangat mendesak untuk menentukan status peternakan.

Tes Serologis:Aglutinasi serum adalah tes skrining standar, reaksi tersangka diperiksa lebih lanjut oleh inaktivasi panas /dan atau pengenceran. Elisa diterima sebagai tes skrining utama di beberapa negara. Tes HI umumnya dapat digunakan sebagai tes konfirmasi. Kawanan tersangka harus di re-sampel setelah 2-3 minggu. Beberapa vaksin dilemahkan untuk penyakit lain mengakibatkan 'positif palsu' dalam tes darah untuk 3-8 minggu.

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGANPencegahan Dengan SanitasiMulailah dengan unggas yang bersih dari MG, dimulai dengan burungbebas dari MG, dan menjaga flock dari MG dengan biosekuriti yang baik, adalah rencana terbaik; Sanitasi yang baik, Jaga kebersihan air minum /tempat air minum dan tempat pakan, saluran pembuangan harus baik dan genangan air harus dihilangkan; Sederhana adalah yang terbaik (simple is best), semakin bervariasi unggas dari berbagai usia, ras, dan jenis yang ada di peternakan semakin besar risiko adanya infeksi. Tetap bersih (keep it clean): Jangan biarkan burung liar masuk, atau unggas baru tanpa diketahui(tanpa diuji) latar belakangnya membawa MG ke flock. Pasangnet di kandang bagian atas untuk menjaga burung liar; Karantina, Batasi dan kontrol orang keuar masuk kandang, sediakan buku log book sebagai catatan siapa saja yang keluar masuk kandang untuk merekam kedatangan pengunjung, semua petugas dilarang berkunjung ke peternakan lain , siapkan sepatu kandang dan baju kandang bagi pengunjung yang terpaksa harus masuk kandang.

Pencegahan dan pengobatan secara medisPengobatan CRD tidak dianggap memuaskan, banyak antibiotik telah digunakan dengan berbagai keberhasilan. Memberikan perlakuan adalah keputusan harus dibuat pada setiap kawanan berdasarkan pertimbangan ekonomi. Jika pengobatan dilakukan, gunakan salah satu antibiotik spektrum luas (Tylosin , aureomycin, Terramycin, gallimycin) tingkat tinggi baik dalam pakan, air minum atau suntikan. Sinusitis infeksi atas dapat diobati dengan sukses dengan menyuntikkan antibiotik ke dalam rongga sinus yang membengkak. Pullets yang terisolasi dapat divaksinasi untuk mencegah infeksi Mycoplasma gallisepticum.

*** Penulis: drh. Giyono Trisnadi Dari berbagai sumber.