Cholelithiasis

23
REFLEKSI KASUS CHOLELITHIASIS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. SA Umur : 46 tahun Jenis kelamin : Perempuan B. PEMERIKSAAN Os datang dengan keluhan muntah-muntah ke RS dengan keluhan muntah-muntah sejak 1 minggu sebelumnya. Pasien juga mengeluh demam, menggigil (-), berkeringat banyak, pusing, lemes, nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas. Nyeri datang tidak menentu dan berkurang setelah makan namun tidak selalu, terkadang nyeri dirasakan memberat hingga pasien diberi suntik analgetik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan murphy’s sign (+), sklera ikterik. Hasil USG menunjukkan cholelithiasis. C. PEMBAHASAN Pada pembahasan refleksi kasus ini akan dibahas tentang penegakan diagnosis cholelithiasis. 1. Definisi Cholelithiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi.

description

Bedah

Transcript of Cholelithiasis

Page 1: Cholelithiasis

REFLEKSI KASUS

CHOLELITHIASIS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SA

Umur : 46 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

B. PEMERIKSAAN

Os datang dengan keluhan muntah-muntah ke RS dengan keluhan muntah-muntah

sejak 1 minggu sebelumnya. Pasien juga mengeluh demam, menggigil (-), berkeringat

banyak, pusing, lemes, nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas. Nyeri datang tidak

menentu dan berkurang setelah makan namun tidak selalu, terkadang nyeri dirasakan

memberat hingga pasien diberi suntik analgetik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

murphy’s sign (+), sklera ikterik. Hasil USG menunjukkan cholelithiasis.

C. PEMBAHASAN

Pada pembahasan refleksi kasus ini akan dibahas tentang penegakan diagnosis

cholelithiasis.

1. Definisi

Cholelithiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana

terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki

ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Cholelithiasis lebih sering dijumpai

pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki

factor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak

pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar

30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.

Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat

dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus

Page 2: Cholelithiasis

berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX

kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,

belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam

omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis

membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea

dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral

hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica

kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah

arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung

empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang

terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi

lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi

lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus

coeliacus. 

Gambar 1. Anatomi vesica fellea.

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.

Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu

proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain

saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel

thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk

oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus

Page 3: Cholelithiasis

biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian

keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya

membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum

terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai

tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. 

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam

duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa

duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung

empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung

distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya

empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan

empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan

oleh dua hal yaitu: 

a. Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum

akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

b.  Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum

dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung

empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Etiologi

Batu empedu kolesterol, pigmen hitam dan coklat memiliki patogenesis dan faktor

resiko yang berbeda. Di Amerika Serikat, batu kolesterol hampir 75% sampai 80% dari

semua cholelithiasis. Batu kolesterol mengandung 50-90% kolesterol dari total berat badan.

Dari analisis beberapa batu, ada yang miskin kolesterol. Garam kalsium pigmen bilirubin,

karbonat dan protein terkandung dalam batu. Faktor resiko pembentukan batu empedu

Page 4: Cholelithiasis

meliputi obesitas, penurunan berat badan mendadak, trauma tulang belakang, jenis kelamin

wanita lebih beresiko, paritas dan penggunaan estrogen. Batu pigmen dikategorikan batu

hitam dan coklat tergantung komposisi kimia dan penampakan batu. Batu ini juga dibedakan

berdasarkan patogenesis dan manifestasi klinisnya.

Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol antara lain perubahan komposisi

empedu hepar, pembentukan inti kolesterol dan gangguan fungsi kandung empedu.

Peranan infeksi – walaupun infeksi dikatakan menjadi faktor penting dalam pembentukan

batu kolesterol, DNA bakteri ditemukan dalam batu ini. Secara konsep, bakteri mungkin

terdekonjugasi dalam garam empedu selama absorpsi dan penurunan kelarutan kolesterol.

Infeksi bilier berperan dalam pembentukan batu pigmen coklat, mayoritas mengandung

bakteri pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.

Umur – peningkatan prevalensi cholelithiasis secara bermakna tiap tahunnya, kemungkinan

peningkatan isi kolesterol dalam empedu. Pada umur 75 tahun, 20% laki-laki dan 35% wanita

memiliki cholelithiasis. Cholelithiasis kedua batu pigmen dan tipe kolesterol sudah

dilaporkan pada anak.

Genetik – pasien dengan cholelithiasis secara relatif frekuensi batu meningkat dua sampai

empat kali, tidak tergantung pada umur, berat badan dan diet mereka. Alel apoE4 lipoprotein

E memiliki predisposisi pembentukan batu kolesterol. Frekuensi apoE4 lebih tinggi pada

pasien dengan riwayat kolesistektomi dibandingkan penderita tanpa batu empedu. Adanya

apoE4 memiliki prediksi kekambuhan batu secara cepat setelah litotripsi. Mekanisme ini

masih belum jelas walaupun apolipoprotein E mungkin memainkan peranan absorpsi lipid

diet, transport dan distribusi ke jaringan. ApoE4 tidak dihubungkan dengan pembentukan

cholelithiasis baru selama kehamilan.

Obesitas – sindrom metabolik pada obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II,

hipertensi dan hiperlipidemia erat kaitannya dengan peningkatan sekresi kolesterol hepar dan

merupakan faktor resiko pembentukan batu kolesterol. Biasanya terjadi pada wanita dengan

umur kurang dari 50 tahun. Obesitas erat kaitannya dengan peningkatan sintesis kolesterol.

Tidak ada perubahan yang konsisten pada volume kandung empedu post prandial. Pola

makan (2100 kJ per hari) bisa menghasilkan cairan empedu dan pembentukan batu empedu

Page 5: Cholelithiasis

simtomatis pada individu dengan obesitas. Sejumlah kecil lemak dalam diet untuk menjaga

pengosongan kandung empedu dapat menurunkan resiko pembentukan batu empedu. 

Diet – peningkatan diet kolesterol meningkatkan kolesterol empedu tetapi tidak ada data

epidemiologi dan pola makan yang memaparkan asupan kolesterol dengan cholelithiasis.

Sirosis hepatis – sekitar 30% pasien sirosis menderita cholelithiasis. Resiko pembentukan

cholelithiasis sangat berhubungan kuat dengan sirosis Child’s grade C dan sirosis alkoholik

dengan insiden tiap tahunnya 5%. Mekanismenya masih belum jelas. Semua pasien dengan

penyakit hepatoseluler menunjukkan derajat hemolisis yang bervariasi. Walaupun sekresi

asam empedu menurun, batu yang terbentuk biasanya merupakan batu pigmen hitam.

Phospolipid dan sekresi kolesterol juga menurun sehingga empedu tidak tersaturasi.

Tipe dan Komposisi Batu Empedu

Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama cholic dan asam

chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%

bilirubin. Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen hitam dan

pigmen coklat. Di negara barat lebih banyak ditemukan batu kolesterol. Walaupun batu ini

predominan terdiri atas kolesterol (51-99%), diantara semua tipe, memiliki komponen

kompleks dan mengandung proporsi yang bervariasi dari kalsium karbonat, fosfat,

bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein dan mukopolisakarida. Batu pigmen hitam

terdiri atas 70% kalsium bilirubinat dan lebih banyak terjadi pada pasien dengan anemia

hemolitik dan sirosis. Batu pigmen coklat jarang terjadi, dibentuk dalam saluran empedu

intrahepatik dan ekstrahepatik sama halnya yang terjadi pada kandung empedu. Batu pigmen

coklat dibentuk dari stasis dan infeksi dalam sistem empedu oleh bakteri E. coli dan

Klebsiella spp. 

 

Batu Pigmen

Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung kolesterol kurang dari

30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam dan coklat.

Batu pigman hitam sebagian besar mengandung pigmen bilirubin polimer terlarut dengan

kasium fosfat dan karbonat. Tidak mengandung kolesterol. Mekanisme pembentukan batu

masih belum jelas, tetapi hipersaturasi empedu dengan bilirubin terkonjugasi, mengubah pH

dan kalsium dan overproduksi matrik organik (glikoprotein) juga berperan. Dari semua kasus,

Page 6: Cholelithiasis

20-30% cholelithiasis adalah batu pigmen coklat. Insiden ini meningkat dengan

bertambahnya umur. Batu empedu hitam biasanya menyertai hemolisis kronis, biasanya pada

penyakit sickle cell atau spherocytosis herediter dan prostese mekanik misalnya pada katup

jantung dalam sirkulasi. Semua penyakit tersebut diatas menunjukkan peningkatan prevalensi

dengan segala bentuk sirosis khususnya alkoholik.

Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat dan stearat seperti

halnya kolesterol. Bilirubinat dipolimeralisasi tidak seluas batu hitam. Batu coklat jarang

ditemukan dalam kandung empedu. Batu ini terbentuk di duktus biliaris dan berhubungan

dengan stasisnya empedu dan infeksi empedu. Penampakan biasanya radiolusen. Bakteri

ditemukan lebih dari 90%. Pembentukan batu berhubungan dengan dekonjugasi bilirubin

diglukuronide oleh bakteri β-glukoronidase.

Patofisiologi

Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan batu

pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara normal, kolesterol

tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam empedu terkonjugasi dan

phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar solution. Jika rasio konsentrasi

kolesterol : garam empedu dan  phosphatidylcholine meningkat, kelebihan kolesterol dalam

batas minimal, kejenuhannya akan meningkat (supersaturasi) dalam larutan lumpur. Adanya

supersaturasi oleh peningkatan rasio kolesterol, akan menyebabkan hepar mensekresi

kolesterol konsentrasi tinggi sebagai inti vesikel unilamelar dalam kandung empedu dimana

phosphatidylcholine menjadi kulit luar pembungkus vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika

jumlah kandungan kolesterol relatif meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk

(diameter melebihi 1000 nm). Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan

cairan dalam bentuk kristal kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan prekursor batu

empedu.

Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine

adalah:

1. Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis kolesterol

(peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl [HMG]-CoA-kolesterol

reduktase) ataupun penghambatan esterifikasi kolesterol seperti progesterone selama

kehamilan

Page 7: Cholelithiasis

2. Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan garam empedu pada

penyakit Crohn’s atau setelah reseksi ataupun selama puasa dan nutrisi parenteral

3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu kolesterol ditemukan pada

wanita Chili yang hidup hanya memakan sayuran.

Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang memberikan warna

hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat,

dimana batu coklat juga mengandung stearat, palmitat dan kolesterol. Peningkatan jumlah

bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang dipecahkan hanya dalam micelles, ini

merupakan penyebab utama pembentukan batu empedu, dimana  normalnya mengandung

hanya 1-2% dalam empedu.

Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi adalah:

1. Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia hemolitik, yang mana

terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami proses konjugasi dengan perantara enzim

glukorunidase dalam hepar, ditemukan kelainan sebagai berikut:

Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada sirosis hepar

Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu khususnya monoglukoronat

Dekonjugasi enzimatik (β-glucosidase) oleh bakteri.

Page 8: Cholelithiasis

Gambar 2. Skema patofisiologi pembentukan batu empedu kolesterol

Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu sehingga terjadi

pembebasan palmitat dan stearat (dari phoshatidylcholine) dalam presipitat sebagai garam

kalsium. Batu hitam dibentuk oleh tiga mekanisme pertama diatas, mengandung komponen

tambahan, kalsium karbonat dan fosfat, inilah yang akan menurunkan kapasitas keasaman

dalam kandung empedu.

Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,

phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan dalam air, juga

merupakan bagian penting dalam pembentukan batu empedu. Gangguan pengosongan

kandung empedu bisa menjadi salah satu penyebab baik karena insufisiensi CCK (tidak ada

asam lemak bebas yang dilepaskan dalam lumen pada insufisiensi pancreas) sehingga

rangsangan kontraksi ke kandung empedu melemah, ataupun karena vagotomy nonselektif

tidak terdapat sinyal kontraksi dan asetilkolin. Kontraksi kandung empedu melemah juga

pada keadaan kehamilan. Saat itu menjadi waktu yang sangat cukup terjadi endapan kristal

Page 9: Cholelithiasis

untuk membentuk batu yang besar. Peningkatan sekresi mukus (dirangsang oleh

prostaglandin) bisa memicu peningkatan jumlah inti kristalisasi.

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada cholelithiasis adalah kolik. Jika terjadi

penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan meningkat dalam

saluran empedu dan peningkatan kontraksi peristaltik di daerah sumbatan menyebabkan nyeri

viseral pada daerah epigastrik, mungkin dengan penyebaran nyeri ke punggung dan disertai

muntah.

Gambar 3. Skema patofisiologi pembentukan batu pigmen empedu

Gejala Klinis

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pasien dengan batu

asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu

empedu. Sedangkan dilihat dari tahapan penyakitnya, dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu

stadium litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan terbentuknya batu; batu empedu

asimtomatis; episode kolik biliaris dan cholelithiasis terkomplikasi. Gejala dan komplikasi

cholelithiasis merupakan efek yang terjadi dalam kandung empedu atau dari batu yang keluar

dari kandung empedu ke saluran duktus biliaris komunis.

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun

selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu selama

Page 10: Cholelithiasis

20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30% mengalami

kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.

Batu empedu asimtomatis – mayoritas penderita cholelithiasis secara klinis tersembunyi dan

tanpa memberikan gejala. Pada pemantauan jangka panjang pasien asimtomatis, resiko

kumulatif timbulnya gejala akan berkembang dengan waktu yaitu 10% dalam 5 tahun, 15%

dalam 10 tahun dan 18% dalam 15 tahun. Pada pasien cholelithiasis asimtomatis ditemukan

secara insidental. Pada kebanyakan kasus cholelithiasis asimtomatis tidak memerlukan

penanganan.

Kolik bilier – kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi di epigastrium atau di

kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke belakang atau daerah punggung kanan tetapi

biasanya tidak fluktuatif, sebagaimana istilah kolik pada umumnya. Nyeri ini mula-mula

timbul secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan menyebar di sekitar

punggung tepatnya di interskapula. Secara umum, nyeri timbul secara cepat, kurang dari 30

menit sampai 3 jam, dan secara berangsur-angsur mereda. Kolik bilier benigna tidak

berhubungan dengan demam, leukositosis atau tanda peritoneal akut. Adanya gejala ini atau

nyeri bilier lebih lama dari 4 sampai 6 jam, kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut. Kolik

bilier timbul akibat desakan batu empedu pada duktus kistikus selama kontraksi kandung

empedu, peningkatan tekanan dinding kandung empedu. Konstraksi kandung empedu ini

timbul akibat pelepasan kolekistokinin yang dirangsang oleh diet lemak.  Pada kebanyakan

kasus, obstruksi akan kembali ke relaksasi kandung empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri

bersifat konstan dan tidak ditimbulkan oleh muntah, antasid, defekasi atau perubahan posisi.

Nyeri ini diikuti oleh mual dan muntah. 

Gejala komplikasi – kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu menyumbat dan terjepit

dalam duktus kistikus menyebabkan kandung empedu menjadi distensi dan inflamasi

progresif. Pasien akan merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara spontan hilang timbul dan

kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang banyak pada kandung empedu

sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi pus dalam kandung empedu yang

dikenal dengan empiyema kandung empedu. Dinding kandung empedu akan menjadi

nekrotik kemudian timbul perforasi dan abses polikistik. Kolekistitik akut merupakan

kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan inflamasi dapat ditangani secara konservatif seperti

dengan hidrasi dan antibiotik. Jika serangan akut timbul secara spontan, inflamasi kronis

berubah berlangsung lama dengan eksaserbasi akut.

Page 11: Cholelithiasis

Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan komplikasi penyerta migrasi

batu empedu akut atau biasanya kronis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran

cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus

obstruksi.

VI. DIAGNOSIS

Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita cholelithiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas

atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih

dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu, disertai mual

dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah

menggunakan antasida. Kalau terjadi cholelithiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah

pada waktu menarik nafas dalam.

Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu – apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung

empedu, empiyema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri

tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy

positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena

kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti

menarik nafas.

Batu saluran empedu – batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.

Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang

dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,

akan timbul ikterus klinis.

Page 12: Cholelithiasis

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium – batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak

menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,

dapat terjadi leukositosis.

Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk

diagnosis cholelithiasis. Karena pasien dengan cholelithiasis tidak menimbulkan gejala atau

sering asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan kelainan.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim

pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya : 

Meningkatnya serum kolesterol.

Meningkatnya fosfolipid.

Menurunnya ester kolesterol.

Meningkatnya protrombin serum time

Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum

glumatic-pyruvic transaminase dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat

pada pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis atau keduanya.

Pemeriksaan Radiologis

Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya :

Digunakan pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography dan

percutaneous transhepatic cholangiography.

Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang sangat tinggi untuk mendeteksi

cholelithiasis dan sebagai akses dalam memberikan terapi.

Merupakan suatu tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya pankreatitis, hemoragik

dan sepsis.

Ultrasonografi

Page 13: Cholelithiasis

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra

hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat

pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam

usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang

ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan

dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang

berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada

dinding bawah bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic

enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus choledochus melebar atau tidak, maka

pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan

obstruksi duktus choledochus, maka setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar;

sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, di mana elastisitas dinding saluran

sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil. Prosedur ini akan memberikan

hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung

empedunya berada dalam keadaan distensi.

Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu

yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.

Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Computed Tomography (CT)

Batu ginjal dengan kalsifikasi memberikan gambaran yang khas pada pemeriksaan CT

scan tapi tidak jelas menggambarkan batu ginjal tanpa kalsifikasi.

Page 14: Cholelithiasis

Komplikasi seperti sumbatan saluran empedu dan kolesistitis juga dapat terlihat pada

pemeriksaan ini tapi USG merupakan tes investigasi yang utama.

Pemeriksaan Cholecystography

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,

sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah

dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar

bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan

tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna

pada penilaian fungsi kandung empedu.

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit

saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde

cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terap.

Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus

biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran

maupun kematian.

ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa

bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris

memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai

dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan

biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui

jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya

memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle

biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage

stents dapat dikerjakan secara perkutan.

Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk

prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan

Page 15: Cholelithiasis

atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6

hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator

harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.

Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-

timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan

berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain :

Kolesistektomi terbuka – operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien

dengan cholelithiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi

adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang

dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk

kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.15

Kolesistektomi laparaskopi – indikasi awal hanya pasien dengan cholelithiasis simtomatik

tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah

mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu

duktus koledukus. Secara teoritis, keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan,

pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang

belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden

komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering pada

kolesistektomi laparaskopi.

Disolusi medis – masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah

angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak

dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara

lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%

pasien.

Page 16: Cholelithiasis

Disolusi kontak – meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten

seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang

diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi

(50% dalam 5 tahun).

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) – sangat populer digunakan beberapa tahun yang

lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas

pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Kolesistotomi – dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan disamping tempat tidur

pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya

kritis.