GA Pada Pasien Cholelithiasis

54
BAB I PENDAHULUAN Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi) yaitu : Hipnotik (hilang kesadaran) , Analgetik (hilang perasaan sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot). 1 Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular 1 . Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering dijumpai di praktek klinik.Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60- 80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa pasien-pasien yang asimtomatik akan 1

description

GA Pada Pasien Cholelithiasis

Transcript of GA Pada Pasien Cholelithiasis

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,

"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa

sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit

pada tubuh.Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan

tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang

sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi) yaitu : Hipnotik (hilang kesadaran) ,

Analgetik (hilang perasaan sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot).1

Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya

kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-

obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi

dan intramuskular1.

Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering

dijumpai di praktek klinik.Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60- 80%

pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa pasien-

pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada sebanyak

1-2% per tahun. 3,4

Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),

inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis

akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti

pancreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus

obstruktif sampai sirosis bilier.Tidak semua batu empedu memerlukan tindakan untuk

mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana penatalaksanaannya

antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi kliniknya. 3,4

1

Kemajuan-kemajuan yang pesat di bidang iptek kedokteran pada dua dekade nu

terutama kemajuan di bidang pencitraan (imaging), endoskopi diagnostik dan endoskopi

terapetik membawa perubahan yang sangat mendasar dalam penatalaksanaan batu

empedu.3,4

Pada masa-masa yang lalu kira-kira sebelum tahun delapan puluhan, sarana

diagnostik imej ing untuk batu empedu hanya dari foto polos abdomen, kolesistografi oral

dan kolangiografi intravena. Tetapi sarana diagnostik ini mempunyai banyak

keterbatasan, antara lain bahwa fungsi hati mempengaruhi hasil foto yang diperoleh. Pada

keadaan di mana bilirubin serum meningkat lebih dari 3 mg%, tidak akan ada ekskresi

bahan kontras dari sel-sel hati ke saluran empedu sehingga tidak akan diperoleh gambar.

Hal ini mengakibatkan bahwa pada masa itu sangat sulit menentukan apakah seseorang

dengan ikterus itu disebabkan oleh kelainan parenkim atau oleh obstruksi saluran empedu

yang penanganannya sangat berbeda.3

Sarana terapetik serta penatalaksanaannya juga mengalami perubahan yang sangat besar

yakni makin terjadinya kecenderungan penanganan batu saluran empedu ditangani secara

minimal invasif melalui endoskopi oleh para gastroenterolog.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2

2.1 Definisi Anestesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,

"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa

sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit

pada tubuh.Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan

tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang

sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi) yaitu :1

a. Hipnotik, hilang kesadaran

b. Analgetik, hilang perasaan sakit

c. Relaksan, relaksasi otot-otot

2.2 Anestesi Umum

Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya

kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-

obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi

dan intramuskular1.

Indikasi Anestesi umum :1

Pada bayi dan anak-anak

Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum lebih disukai oleh ahli bedah

walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal

Operasi besar

Pasien dengan gangguan mental

Pembedahan yang lama

Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan

Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.

3

Teknik anestesi umum ada 3, yaitu :2

1. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan

dengan jalan menyuntikkan obat anestesia parenteral langsung ke dalam pembuluh darah

vena.

2. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan dengan

jalan memberikan kombinasi obat anestesia inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang

mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran,

Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas

spontan, Endotrakeal tube nafas terkontrol.

3. Anestesi imbang merupakan teknik anestesia dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan

baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi atau kombinasi teknik anestesia

umum dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesia secara optimal dan

berimbang.

Sebelum dilakukan tindakan anestesia, sebaiknya dilakukan persiapan pre-anestesia.

Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu

tindakan operasi.Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:2

a. Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting

untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya

alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar sangat penting

untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan

rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang sebaiknya dilakukan

adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan)

4

dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas 50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan

foto toraks dan EKG.

d. Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang

berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) :2

ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia

ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas

ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan

penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat

ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan kehidupannya

tidak akan lebih dari 24 jam.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda

darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE

Penilaian Malapati

Dalam anestesi, skor Mallampati, digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal

ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada visibilitas

dasar uvula, pilar faucial.Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan

lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade:2

Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas

Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak

terlihat

Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat

5

Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat

6

2.3. Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan premedikasi :2

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi anestesi

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Mengurangi refleks yang tidak diharapkan

Mengurangi isi cairan lambung

Mengurangi rasa sakit

Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi

Menurunkan basal metabolisme tubuh

Obat-obat premedikasi yang sering digunakan :1

1. Sulfas atropin

Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg

Merupakan golongan parasimpatolitik dengan cara kerja berkompetisi dengan

asetilkolin pada ujung-ujung saraf yang mempersyarafi organ-organ post ganglion

kolinergik

7

Keuntungan : mengurangi sekresi ludah dan menekan refleks vagal

Kerugian : menaikan temperatur, mengentalkan lendir dan membesarkan pupil

2. Valium

Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB

Memberikan efek sedativa, amnesia, tranquilizer, relaksasi otot, hipnotik kuat,

analgesi kurang

3. Pethidine

Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB

Efek farmakologi yakni sebagai analgetik, bersifat sedativa, mendepresi pusat

pernafasan, menaikkan tekanan CSF, menimbulkan vasodilatasi, pupil mengecil

dan mulut kering

2.4 Induksi Anestesi

Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,

sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Sebelum memulai induksi

anestesia, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya

terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi

anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS :2

S = Scope

Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau daun

(blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang

T = Tubes

Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon

(cuffed)

A = Airway

Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway).

Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak

menyumbat jalan nafas

8

T = Tape

Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut

I = Introducer

Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk

pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan

C = Connector

Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S = Suction

Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya

2.5. Obat-Obat Anestesi Umum

Obat-obat yang sering digunakan dalam anestesi umum adalah:2

Gas Anestesi

Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik iala

N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran. Mekanisme kerja obat anestetik

inhalasi sangat rumit, sehingga masih mnjadi misteri dalam farmakologi modern.

Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :

1. Ambilan oleh paru

2. Difusi gas dari paru ke darah

3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.

Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya:

N2O

N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak

terbakar, dan pemberian anestesia dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%. Gas ini

bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan,

maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran oksigen dan

9

terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100%

selama 5-10 menit.

Halotan

Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka sering

digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan merupakan anestetik kuat

dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus,

bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan

anestesia sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan

dengan klinis pasien.

Isofluran

Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien

menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di

mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk

mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas,

serta peningkatan frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap

oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.

Desfluran

Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan

tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk

desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat

jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas,

sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen

anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.

Sevofluran

Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan kadar

alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat

dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50%

kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak

10

merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi disamping halotan.

Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh.

Obat-obat Anestesia Intravena

Yang dimaksud dengan intravenous anestesia adalah anestesi yang diberikan dengan cara

suntikan zat (obat) anestesia melalui vena2.

1. Hipnosis2

Golongan barbiturat (pentotal)

Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat (30-40

detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya habis, seperti

zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan kesadaran dengan jalan

memblok kontrol brainstem

Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai induksi

diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20 detik

(untuk orang dewasa)

Benzodiazepin

Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat,

potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak

menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai

pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam

monitorng anestesi. Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-

aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.

Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan

kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat. Dosis : Diazepam :

induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV.

Ketamin

Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja singkat. Efek

anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmitter eksitasi

asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk

sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi

11

otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Dosis ketamin adalah 1-2

mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.

Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik

pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesia disosiatif.

Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi,

gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah

10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung

sampai 1-2 jam.

2. Analgetik2

Morfin

Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak

begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi),

penglihatan dan pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah

pemberian morfin dosis terapi.

Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang

rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah

reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks

serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang

rangsang nyeri meningkat.

Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/

kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg

diperlukan.

Fentanil

Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik dari

kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ. Fentanyl banyak

digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat,

12

efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang

mempengaruhi kardiovaskular.

Meridipin

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan

klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada

morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai

obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin,

meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.

Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50

mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong

dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

3. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)2

Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien secara

intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari otot-otot rangka dan

memudahkan dilakukannya operasi.

a. Pelumpuh otot depolarisasi

Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak

oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik, sehingga terjadilah

depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Yang termasuk

golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB IV.

b. Pelumpuh otot non-depolarisasi

Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak

menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga

asetilkolin tak dapat bekerja.

Dosis (mg/kgBB) Durasi (menit)

LoLong Acting

1. D-tubokurarin

2. Pankuronium

0,4-0,6

0,08-0,12

30-60

30-60

13

3. Metakurin

4. Pipekuronium

5. Doksakurium

6. Alkurium

0,2-0,4

0,05-0,12

0,02-0,08

0,15-0,3

40-60

40-60

45-60

40-60

In Intermediate Acting

1. Gallamin

2. Atrakurium

3. Vekuronium

4. Rokuronium

5. Cistacuronium

4-6

0,5-0,6

0,1-0,2

0,6-1,2

0,15-0,2

30-60

20-45

25-45

30-60

30-45

ShShort Acting

1. Mivakurium

2. Ropacuronium

0,2-0,25

1,5-2

10-15

15-30

2.6 Pemulihan Pasca Anestesi

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang

menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk

menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di

ruang Recovery room (RR).2

Nilai Warna 2

Merah muda, 2

Pucat, 1

Sianosis, 0

Pernapasan 2

Dapat bernapas dalam dan batuk, 2

Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1

 Apnoea atau obstruksi, 0

14

Sirkulasi 2

Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2

Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran 2

Sadar, siaga dan orientasi, 2

Bangun namun cepat kembali tertidur, 1

Tidak berespons, 0

Aktivitas 2

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2

Dua ekstremitas dapat digerakkan,1

Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

2.7 Intubasi Endotrakeal

Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan yang

terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu

memberikan anestesi secara inhalasi.2

Indikasi intubasi endotrakeal :2

1. Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab

apapun

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi

3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

15

4. Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan tenggorokan

5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tak ada

ketegangan

6. Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol

7. Untuk mencegah kontaminasi trakea

8. Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan pengisian cuffnya

dapat terjadi inflasi ke dalam gaster

9. Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme

10. Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord2

Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu :1

Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang cukup

Posisi kepala dan leher yang tepat

Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut

Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal :2

a. Pipa endotrakea

Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan

standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena

penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi

dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka

untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan

cuff supaya tidak bocor. Pipa endotrakea dapat dimasukkan melalui mulut atau melalui

hidung.

16

Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil :

Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (thn)

Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

b. Laringoskop

Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah alat yang

digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea

dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop :

Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)

Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)

17

Kesulitan dalam teknik intubasi:1

Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap

Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi

Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)

Kesulitan membuka mulut

Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)

Abnormalitas pada daerah servikal

Kontraktur jaringan leher

Komplikasi pada intubasi endotrakeal :2

Memar & oedem laring

Strech injury

Non specific granuloma larynx

Stenosis trakea

Trauma gigi geligi

Laserasi bibir, gusi dan laring

Aspirasi

Spasme bronkus

2.8. Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu

empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.4,5

18

2.8.1. Epidemiologi

Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa.Angka prevalensi orang

dewasa lebih tinggi di Negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara

Asia (3% hngga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar,

seperti ditunjukkan oleh statistic AS ini:6

Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya beberapa

ton.

Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua

pertiganya menjalani pembedahan.

Angka kematian akibat pembedahan untuk: bedah saluran empedu secara keseluruhan

sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit batu

empedu atau penyulit pembedahan.

Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita

dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita yang

minum estrogen eksogen mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut

dasar hormon. Dengan bertambahnya usia, dominansi wanita ini menjadi kurang jelas.

Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun, lebih

sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun dan ditemukan sekitar 30 persen

pada orang yang berusia di atas 80 tahun. 6,7

2.8.2 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan kantung berbentuk alpukat yang terletak tepat di

bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi see ara terus - menerus oleh hati masuk

ke saluran kecil empedu di dalam hati, yang disebut kanalikuli. Saluran kecil inibersatu

membentuk saluran empedu lebih besar (duktulus) dan akhirnya membentuk dua saluran

besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dankiri

19

yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis (eommon hepatic

duet).Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus

(common bile duet).Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus

pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar) sebelum bermuara

ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut

otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.4,5,7

Kandung empedu mendapatkan aliran darah dari arteri sistikus yang merupakan

cabang arteri hepatikus, dan mengalirkan darah ke vena sistikus yang bermuara ke dalam

sistem vena porta.4,5,7

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Empedu yang dihasilkan oleh hati, setelah melewati duktus hepatikus akan masuk ke

duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan

pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam

kandung empedu kira-kira 10 kali lebih pekat daripada empedu hati.Secara berkala

kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan

lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Adanya lemak dalam makanan merupakan

rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi kandung empedu.4,5,7

Garam empedu, Iesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)

cairan empedu.Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.Garam

empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.

Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan

sampai 20 kali.5

2.8.3. Klasifikasi Batu Empedu

Schirmer membagi batu kandung empedu menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol,

batu pigmen dan campuran.Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari

seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering

20

mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni

biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi

lebih keras.6

Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri

dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat.Kolesterol terdapat dalam

batu pigmen dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-30% dalam

batu pigmen coklat.Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan

batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin.Batu pigmen

hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar,

sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan

kolesterol yang bervariasi.Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau

penyakit hemolitik kronik seperti talasemia dan anemia sel sickle.Batu pigmen coklat

sering dihubungkan dengan kejadian infeksi.8

2.8.4. Patogenesis

2.8.4.1. Batu Kolesterol

Ada 3 mekanisme utama yang berperan dalam pembentukan batu kolesterol yaitu

perubahan komposisi empedu, nukleasi (pembentukan inti) kolesterol dan gangguan

fungsi kandung empedu.4,5,7,8

Empedu mengandung 85-95% air.Kolesterol bersifat tidak larut dalam air,

sehingga harus dipertahankan dalam keadaan larut dengan disekresikan dari membran

kanalikuli dalam bentuk vesikel fosfolipid, yaitu gabungan kolesterolfosfolipid.Kelarutan

kolesterol tergantung pada konsentrasi fosfolipid dan asam empedu dalam empedu, juga

jenis fosfolipid dan asam empedu yang ada.4,5,7,8

Pada keadaan empedu tidak lewat jenuh oleh kolesterol serta mengandung cukup

asam empedu dan fosfolipid, kolesterol akan terikat pada bagian hidrofobik dari

campuran misel (terdiri atas fosfolipid terutama lesitin, asam empedu dan kolesterol).

Karena bersifat larut dalam air, campuran misel ini memungkinkan transpor dan absorpsi

21

produk akhir lemak menuju atau melalui membran mukosa usus.4,5,7,8

Bila empedu mengandung kolesterol yang tinggi (lewat jenuh) atau kadar asam

empedu serta fosfolipid rendah, kelebihan kolesterol tidak dapat ditranspor ke dalam

campuran misel, tetap terbentuk vesikel. Vesikel ini bersifat tidak stabil dan akan

beragregasi membentuk vesikel yang lebih besar dan berlapis-lapis (vesikel multilamelar)

sehingga membentuk inti kristal kolesterol. 4,5,7,8

Meningkatnya kadar kolesterol akan menyebabkan cairan empedu menjadi lewat

jenuh dan memungkinkan tejadi kristalisasi dan terbentuknya inti Kristal kolesterol yang

merupakan kunci penting dalam rangkaian patogenesis batu kolesterol. 4,5,7,8

Pembentukan inti kristal juga dipengaruhi oleh waktu pembentukan inti

(nucleationtine ). Pada penderita batu empedu ternyata waktu pembentukan intinya jauh

lebih pendek dibandingkan dengan yang tanpa batu empedu.Hal ini disebabkan adanya

faktor-faktor lain yang berperan mempercepat atau menghambat terbentuknya batu, di

antaranya berupa protein atau musin (mukus) di dalam empedu.Beberapa peneliti

menduga bahwa musin yang bersifat gel di dalam kandung empedu dapat mencetuskan

kristalisasi kolesterol.Selain itu, glikoprotein 120 kda dan infeksi juga diduga dapat

menyebabkan kristalisasi kolesterol.4,5,7,8

2.8.4.2. Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan jenis batu yang banyak ditemukan di negara Timur

dengan komponen utamanya adalah kalsium bilirubinat.Kandungan kolesterol pada batu

pigmen kurang dari 30%.Batu pigmen hitam terutama mengandung kompleks kalsium

bilirubinat dengan kalsium dan glikoprotein.Mekanisme pembentukannya belum

diketahui pasti, tetapi diduga disebabkankarena empedu mengalami supersaturasi oleh

bilirubin indirek, perubahan pH dan kalsium serta produksi yang berlebihan

dariglikoprotein.Kadar bilirubin indirek yang tinggi dalam empedu biasanya ditemukan

pada penderita hemolisis kronik.4,5,7,8

Batu pigmen coklat terutama mengandung garam kalsium dari bilirubin indirek

22

(kalsium bilirubinat) dan lebih sering dihubungkan dengan stasis empedu dan

infeksi.Stasis empedu sering disertai infeksi kandung empedu tetapi masih belum jelas

apakah stasis menyebabkan infeksi atau infeksi yang menyebabkan kerusakan epitel

kandung empedu dan mengakibatkan fibrosis sehingga terjadi stasis. Infeksi oleh parasit

seperti Ascaris lumbricoides dan Clonorchis sinensis akan menyebabkan iritasi dan

fibrosis sfingter Oddi sehingga terjadi stasis.4,5,7,8

Enzim beta glukoronidase yang dihasilkan kelompok bakteri koli (misalnya

Escherichia coli) akan menghidrolisis bilirubin direk menjadi bilirubin indirek dan asam

glukoronida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim ini meningkat pada

keadaan inflamasi traktus biliaris.Bilirubin indirek ini bergabung dengan kalsium

menghasilkan kalsium bilirubinat yang tidak larut dalam air sehingga terjadi

pengendapan.4,5,7,8

2.8.5. Gejala Klinis

Gejala klinis kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya

gejala.Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik.Gejala

klinis yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik,

intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak

nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang

dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.4,5,7,8

Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan

obstructive jaundice.Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang

ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5

jam.Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung.Nyeri

sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan.Nyeri

perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting adanya

kolelitiasis.Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga

terlokalisir di epigastrium.Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu

atas.Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan

pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada

23

saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan

tegang.4,5,7,8

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas

yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinis yang

timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive,

keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.8

Mual dan muntah juga umum terjadi.Demam umum terjadi pada anak dengan

umur kurang dari 15 tahun.Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya

serangan sangat bervariasi.8

Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan.Pada sepertiga pasien

terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada

kandung empedu. Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung

empedu, kolangitis duktus dan pankreatitis.8

Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan

gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering

disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut.Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri

tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas

(Murphy 's sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika

dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta kanan.6

2.8.6. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu empedu di

antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan

kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita

mempunyai hasil laboratorium yang normal.4,8

Tetapi bila disertai komplikasi dapat menunjukkan leukositosis dan peningkatan

24

kadar enzim hati (aspartate aminotransferase, alanine aminotransferase, fosfatase alkali),

gamma glutamyl transferase dan bilirubin serum, terutama jika terdapat batu pada duktus

koledokus.4,8

Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dalam

urin dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan

pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila terjadi

obstruksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis).4,8

2.8.7. Pemeriksaan Radiologis

Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologis

terutama pemeriksaan Ultrasonography (USG). Pemeriksaan radiologis lain yang dapat

dilakukan adalah dengan foto polos abdomen, Computed tomography (CT scan)

Magnetic resonance cholangiography (MRCP), Endoscopic ultrasound (EUS), dan

Biliary scintigraphy. Hanya sekitar 10% dari kasus batu empedu adalah radioopak karena

batu empedu tersebut mengandung kalsium dan dapat terdeteksi dengan pemeriksaan foto

polos abdomen. Ultasonography (USG) dan cholescintigraphy adalah pemeriksaan

imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk mendiagnosis adanya batu

empedu.4,8,9

1. Ultrasonography (USG)

Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman,

cepat, tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan

paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan dugaan kolik

biliaris. Ultrasonografi mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam

mendeteksi adanya batu kandung empedu.4,8,9

Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk

gambaran (image) suatu organ tubuh.Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan

USG ditunjukan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, cairan

perikolesistitikus dan murphy sign positif akibat kontak dengan probel.4,8,9

25

2. Computed tomography (CT) scan

Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu seri potongan

cross - sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 image. Deteksi batu empedu dapat

dilakukan juga dengan Computed tomography, tetapi tidak seakurat USG dalam

mendeteksi batu empedu, oleh karena itu CT scan tidak digunakan untuk mengevaluasi

pasien dengan kemungkinan penyakit biliaris kronik. Pada kasus akut, pemeriksaan ini

dapat menunjukkan adanya penebalan dinding kandung empedu atau adanya cairan

perikolesistikus akibat kolesistitis akut.4,8

3. Cholescintigraphy

Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif, biasanya derivat

imidoacetic acid, yang dimasukkan ke dalam tubuh secara infravena, zat ini akan

diabsorpsi hati dan diekskresikan ke dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan

radioaktivitas di dalam kandung empedu, duktus koledokus dan usus halus dalam 30-60

menit. Pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan pada

duktus sistikus. Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien dengan

kolesistitis akut, tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada

pasien yang telah dirawat beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika

pasien tersebut telah mendapat nutrisi parental.4,8

4. Magnetic Resonance Imaging dan Magnetic Resonance Cholangiopancreatography

Pada Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah suatu

pemeriksaan yang relatif baru, yang menggunakan MR! imaging dengan software

khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan gambaran (images) yang serupa

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatograpfty (ERCP) tanpa risiko sedasi,

pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu dalam menilai obstruksi biliaris dan

anatomi duktus pankreatikus. Pemeriksaan ini lebih efektif dalam mendeteksi batu

empedu dan mengevaluasi kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.4,9

5. Oral Cholecystogrophy

Oral Cholecystography adalah suatu pemeriksaan non invasif lain, tetapi jarang

dilakukan. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan terlebih dahulu, yaitu pasien harus

menelan sejumlah zat kontras oral yang mengandung iodine sehari sebelum dilakukan

26

pemeriksaan. Zat kontras tersebut akan di absorpsi dan disekresikan ke dalam empedu.

Iodine di dalam zat kontras menghasilkan opasifikasi dari lumen kandung empedu pada

foto polos abdomen keesokan harinya.Batu empedu tampak sebagai gambaran fiiling

defects. Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk menentukan keutuhan duktus sistikus

yang diperlukan sebelum melakukan lithotripsy atau metode lain untuk menghancurkan

batu empedu. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan 48 jam sebelumnya.4

6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) adalah pemeriksaan

gold standard untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus koledokus dan mempunyai

keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu empedu.ERCP adalah suatu teknik

endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus dan duktus pankreatikus. Pada

pemeriksaan ini mengggunakan suatu kateter untuk memasukkan alat yang dimasukkan

ke dalam duktus biliaris dan pankreatikus untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan

fluoroscopy. Selama prosedur, klinisi dapat melihat secara langsung gambaran endoskopi

dari duodenum dan papila major, serta gambaran duktus biliaris dan pankreatikus.4

7. Endoscopic Ultrasonography

Endoscopic Ultrasonography (EUS) adalah suatu prosedur diagnostik yang

menggunakan ultrasound frekuensi tinggi untuk mengevaluasi dan mendiagnosis kelainan

traktus digestivus. EUS menggunakan duodenoskop dengan probe ultrasound pada

bagian distal yang dapat menggambarkan organ, pembuluh darah, nodus limfatikus dan

duktus empedu. Dari bagian dalam lambung atau duodenum, endoskop dapat

memberikan gambaran pankreas dan struktur yang berdekatan. EUS dapat mendiagnosis

secara akurat adanya batu empedu di dalam duktus koledokus tetapi tidak mempunyai

nilai terapeutik seperti ERCP.4

2.8.8. Penatalaksanaan

Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak perlu dilakukan penanganan

apa pun sampai terjadi perkembangan berikutnya. Pada pasien dengan batu empedu

simtomatik terdapat beberapa pilihan penatalaksanaan yang tergantung manifestasi klinis,

dengan tujuan utama mengurangi gejala klinis dan mencegah berkembangnya

27

komplikasi.4,5,7,9

1. Terapi OperatifKolesistektomi

Kolesistektomi merupakan satu-satunya terapi definitif untuk penderita batu

simtomatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu, dapat mencegah

berulangnya penyakit. Kolesistektomi dapat dilakukan dengan cara operasi membuka

rongga perut (laparotomi abdomen) atau dengan menggunakan laparoskopi.

Kolesistektomi laparoskopi telah berkembang cepat setelah pertama kali diperkenalkan

pada tahun 1987, menggantikan kolesistektomi terbuka dan 80-90% kolesistektomi di

Inggris dilakukan dengan cara ini.4,5,9

Kolesistektomi laparoskopi adalah suatu prosedur invasif dengan membuat insisi

kecil pada abdomen serta menggunakan kamera video kecil untuk memperbesar organ di

dalam rongga perut. Dengan menggunakan monitor video sebagai pemandu, dokter bedah

mengidentifikasi, mengisolasi dan mengangkat kandung empedu dengan laparoskop.

Kadang-kadang dokter bedah melakukan pemeriksaan secara laparoskopi terlebih dahulu

untuk melihat adanya kelainan lain. Risiko dari teknik laparoskopi ini adalah trauma

duktus hepatikus atau duktus koledokus.4,5,7,9

2. Terapi Non-operatif

Beberapa teknik non-operatif telah digunakan untuk mengobati batu empedu

simtomatik, seperti pemberian obat pelarut batu empedu (chenodeoxycholic dan

ursodeorycholic acid) dan menghancurkan batu dengan extracorporeal shockwave

lithotripsy.4,5,9

Ursodeoxycholic acid dapat menghambat sintesis kolesterol oleh hati. Kurang dari

10% pasien dengan batu empedu dapat ditangani secara non-operatif dan hampir setengah

dari pasien yang terpilih untuk pengobatan non-operatif berhasil, tetapi pengobatan cara

ini membutuhkan biaya lebih banyak karena pengobatannya lebih lama (sampai 5 tahun).

Pengobatan cara ini hanya untuk pasien dengan batu empedu berukuran kecil dan batu

kolesterol tanpa kalsifikasi.4,9

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) adalah suatu terapi nonoperatif,

yang menggunakan gelombang suara berenergi tinggi yang dapat menghasilkan shock

wave. Shock wave ini akan ditransmisikan melalui air dan jaringan serta mempunyai

kemampuan untuk memecah batu empedu. Teknik ini sudahjarang dilakukan karena

28

tergeser oleh kolesistektomi laparoskopi.4,5,7,9

2.8.8. Komplikasi

Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu), kolesistitis akut,

pancreatitis akut, emfiema, dan perforasi kandung empedu.4

BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Pangihutan Hutagaol

Umur : 64 tahun

Jeniskelamin : Laki laki

Alamat : Hutabulu Medan, Kec. Balige, Kab. Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara

Agama : Protestan

Suku : Batak

BB : 75 kg

No RM : 98 – 49 - 33

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas

Telaah :

29

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang sudah dialami

sejak 2 minggu sebelum MRS. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat

selama ±1-3 jam kemudian menghilang perlahan-lahan, Selanjutnya nyeri muncul kembali.

Nyeri dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati namun tidak menjalar sampai ke

bahu kanan. Nyeri seperti ini dirasakan terus menerus selama 2 hari terakhir. Jika nyeri muncul

pasien sampai keringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun.

Pasien biasanya hanya berbaring di tempat tidur jika serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan

bertambah apabila pasien menarik nafas dalam. Sesak dan nyeri dada disangkal.Pasien juga

mengeluh mual dan muntah. Pasien muntah 3 kali, isi makanan, darah (-). Setiap kali makan

pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit, pasien juga

mengatakan bahwa buang air besar berwarna putih sejak 2 minggu yang lalu. Terakhir pasien

buang air besar tadi pagi berwarna putih pucat. Frekuensi BAB 2 kali sehari, padat, nyeri saat

BAB (-), Darah atau kehitaman (-). Buang air kecil normal, frekuensi 2-3 kali sehari, nyeri saat

BAK (-), kencing berpasir (-), warna kencing kuning kecoklatan atau gelap sejak 2 minggu yang

lalu.

RPT : Hipertensi, dengan TD tertinggi 160 mmHg, tidak terkontrol.

RPO : Tidak jelas

KEAADAAN PRA BEDAH

Status Present

Sensorium : Compos mentis

KU/KP/KG :Sedang /sedang/ sedang

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Frekuensi nadi :90 x/i

Frekuensi nafas :24 x/i

Temperatur : 36.7oC

Anemis : (-)

Ikterik : (+)

Sianosis : (-)

Dipsnoe : (-)

30

Oedem : (-)

Status Lokalisata

a. Kepala

Mata : RC (+/+),pupil isokor,konjungtivapalpebra inferior anemis(-/-) ikterik (+/+)

Hidung : Dalambatas normal

Telinga : Dalambatas normal

Mulut : Dalambatas normal

b. Leher : Pembesaran KGB (-)

c. Thorax

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi :Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : SP = vesikuler

ST = (-)

d. Abdomen

Inspeksi : simetris

Palpasi : soepel, nyeri tekan (+) di regio epigastric dan hipokondrium dextra, murphy sign

(+), distensi (-), defence muscular (-), nyeri tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign

(-), obturator sign (-), hepar/lien/ren tidak teraba membesar.

Perkusi : timpani

Auskultasi : peristaltic (+) N

e. Ekstremitas superior : Tidak terdapat kelainan

f. Ekstremitasinferior : Tidak terdapat kelainan

g. Genitalia eksterna : Tidak terdapat kelainan

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin :Hb/Ht/L/Tr= 14,5 / 42,90 / 8660 / 305.000

KGD adr/Gula puasa/2 jam PP : 98 / 85 / 110 mg/dl

Na/K/Cl : 139 / 4,10 / 114

SGOT/SGPT : 53 / 71

31

Bilirubin total/bilirubin direk/alkaline phospatase : 0,99 / 0,58 / 193

Kolesterol total/trigliserida/HDL/LDL : 233,34 / 144,07 / 44,20 / 160,33

Albumin : 3,50

Ureum/Creatinin : 17 / 1,11

HST :PT/INR/APTT : 25(26) /1,2/30,7 (33,3)

Foto thorax : Tidak tampak kelainan

EKG : Sinus rythme, 75 x/i, Myocard Ishemic Lateral. Toleransi Operasi : Moderate

Risk

KEADAAN PRA BEDAH (FOLLOW UP ANASTHESI)

B1 (Breath)

Airway :Clear

Frekuensipernafasan :24 x/i

Suarapernafasan : Vesikuler

Suaratambahan : (-)

Riwasma/sesak/batuk/alergi: -/-/-/-

B2 (Blood)

Akral : Hangat/merah/kering

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Frekuensi nadi : 90 x/i

T/V : Cukup

Temperatur : 36.7oC

Konj.palp inferiorpucat/hiperemis/ikterik :-/-/+

B3 (Brain)

Sensorium :Compos mentis

RC : +/+

Pupil : Isokor

32

Reflekfisiologis : +

Reflekpatologis : -

Riw. kejang/ muntah proyektil/ nyeri kepala/ pandangan kabur :-/ -/ -/ -

B4 (Bladder)

Urin : +

Volume : Cukup

Warna : Kuning pekat

Kateter :+

B5 (Bowel)

Abdomen : soepel, nyeri tekan (+) di regio epigastric dan hipokondrium

dextra, murphy sign (+)

Peristaltic :(+) N

Mual/Muntah : +/+

BAB/Flatus : +/+

NGT : -

B6 (Bone)

Fraktur : -

Luka : -

Oedem : -

Diagnosis : Cholelitiasis

Status fisik : ASA II dengan hipertensi tidak terkontrol

Rencana tindakan : Cholesistectomy

Rencanaanastesi :GA-ETT

Anestesi

Persiapan pasien

33

Pasien puasa sejak pukul 00.00

Pemasangan infus pada dorsum manus sinistra dengan cairan RL

Persiapan alat

Stetoskop

Tensimeter

Mejaoperasidanperangkatoperasi

Laryngoscopy

ETT no 7,5

Suction

Ventilator

Ambu bag

Infus set

Abocath no 18 G

Threeway

Spuit 3cc

Spuit 5cc

Spuit 10cc

Obat – obat yang dipakai

- Premedikasi :

o Midazolam 4 mg

o Fentanyl 150 mcg

- Medikasi :

o Propofol 150 mg

o Atracurium 50 mg

- 30 menit sebelum operasi selesai

o Ketorolac 30 mg

o Metoclopramide 10 mg

Urutan pelaksanaan anastesi

- Cairan pre operasi :RL 500 ml

34

- Prosedur anastesi :

Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine

Infuse RL terpasang di lengan kiri

Pemasangan tensi meter di lengan kanan

Pemasangan oksimetri di ibu jari kanan pasien

Pemasangan elektrodapengukuran frekuensi nadi dan frekuensi nafas

Teknik anastesi :Preoksigenasi O2 5-10 menit Inj.Midazolam 4 mgInj.fentanyl 150

mcginduksi Propofol 150 mgSleep non apnoe Inj. Atracurium 50 mgSleep apnoe

Insersi ETT no 7,5 cuff(+) SP kanan=kiri Fiksasi.

DURANTE OPERASI

1. Mempertahankan hemodinamik stabil dan monitoring cairan infuse.

2. Memonitoring saturasi O2, tekanandarah,nadi,dannafassetiap 15 menit.

Jam TD

(mmHg)

Nadi

(x/menit)

RR

(x/menit)

SaO2

(%)

09.00 160/110 89 14 99%

09.15 150/90 92 14 99%

09.30 140/90 104 14 98%

09.45 140/90 112 14 99%

10.00 130/80 98 14 99%

10.15 130/80 115 14 99%

10.30 130/70 94 14 98%

10.45 130/70 90 14 99%

3. Monitoring perdarahan

- Perdarahan

Kassa`basah :15 x 10 cc = 150 cc

Kassa ½ basah :10x 5cc = 50 cc

35

Suction : 300 cc

Handuk :-

Total :500 cc

- Infuse RLo/tregio dorsum manus sinistra

Pre operasi : 500ml

Durante operasi : RL 1000 ml

- Urine output

Durante operasi :300 cc

EBV : 75 x 70 = 5.250, 10% = 525, 20% = 1050, 30% = 1575

KETERANGAN TAMBAHAN

- Diagnosis pasca bedah :Post Cholesistectomy a/i Cholelitiasis

- Lama anastesi :09.00 – 11.10

- Lama operasi :09.15 – 10.50

Instruksi Pasca Bedah :

Bed rest, head up 300

O2 2 L/i via nasal kanul

Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam

Injeksi Metoclopramid 100 mg/8 jam

Antibiotik dan terapi lain sesuai TS

Pantau Vital sign per 15 menit selama 2 jam di RR

Cek Hb post operasi, bila Hb < 7 lapor ke dokter jaga

TD < 90 mmHg atau > 160 mmHg, HR <60x/i atau HR>120 x/i, RR<10 x/i atau >32x/i,

T < 35 C, atau T > 38 C, lapor dokter jaga

Pantau urin output, bila <0,5 cc/kgBB/jam, lapor dokter jaga

36

BAB IVKESIMPULAN

Anestesi adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat saraf tertentu yang

bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang.Anestesi terbagi

atas tiga teknik, yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.Anestesi

umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran

disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-

obatan anestesi dan bersifat reversible.Anestesi umum dapat diberikan secara

intravena, inhalasi dan intramuscular. Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3

syarat (Trias Anestesi) yaitu : Hipnotik (hilang kesadaran), Analgetik (hilang perasaan

sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot).

Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering

dijumpai di praktek klinik.Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-

80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa

pasien-pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada

sebanyak 1-2% per tahun.

Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),

inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis

akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti

pancreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni

ikterus obstruktif sampai sirosis bilier.Tidak semua batu empedu memerlukan

tindakan untuk mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana

penatalaksanaannya antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi

kliniknya.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Siahaan O. Dr. Prof. 2015. Anastesi Umum dan Anastesi Lokal. Medan : Fakultas

Kedokteran UMI / UNPRI ; Hal : 1-38.

2. Latief S, dkk. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, cetakan kelima. Jakarta :

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;

Hal : 29-90.

3. A. Nurman. "Penatalaksanaan Batu Empedu". www.docu-track.com. Jakarta.

4. Widiastuty Astri Sri. 2010. "Patogenesis Batu Empedu". FK Universitas Muhammadiyah

Palembang.

5. R. sjamsuhidayat, De jong Wim. 2004. "Saluran Empedu-Cholelitiasis". Jakarta. EGC.

6. Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins. 2007. "Buku Ajar Patologi Edisi 7 -

Kolelitiasis". Jakarta. EGC.

7. Sabiston David C. 1994. "Buku Ajar Bedah-Sistem Empedu". Jakarta. EGC.

8. I W. Gustawan. 2007. "Kolelitiasis Pada Anak". Denpasar. Majalah Kedokteran

Indonesia.

9. Sudoyo Aru W. 2009. "Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam-Penyakit Batu Empedu". Jakarta.

IntemaPublishing.

Rahman, Fathma Aisyah

38