GA Pada Pasien Cholelithiasis
-
Upload
randy-bellamy -
Category
Documents
-
view
179 -
download
43
description
Transcript of GA Pada Pasien Cholelithiasis
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan
tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi) yaitu : Hipnotik (hilang kesadaran) ,
Analgetik (hilang perasaan sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot).1
Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya
kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-
obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi
dan intramuskular1.
Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering
dijumpai di praktek klinik.Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60- 80%
pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa pasien-
pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada sebanyak
1-2% per tahun. 3,4
Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),
inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis
akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti
pancreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus
obstruktif sampai sirosis bilier.Tidak semua batu empedu memerlukan tindakan untuk
mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana penatalaksanaannya
antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi kliniknya. 3,4
1
Kemajuan-kemajuan yang pesat di bidang iptek kedokteran pada dua dekade nu
terutama kemajuan di bidang pencitraan (imaging), endoskopi diagnostik dan endoskopi
terapetik membawa perubahan yang sangat mendasar dalam penatalaksanaan batu
empedu.3,4
Pada masa-masa yang lalu kira-kira sebelum tahun delapan puluhan, sarana
diagnostik imej ing untuk batu empedu hanya dari foto polos abdomen, kolesistografi oral
dan kolangiografi intravena. Tetapi sarana diagnostik ini mempunyai banyak
keterbatasan, antara lain bahwa fungsi hati mempengaruhi hasil foto yang diperoleh. Pada
keadaan di mana bilirubin serum meningkat lebih dari 3 mg%, tidak akan ada ekskresi
bahan kontras dari sel-sel hati ke saluran empedu sehingga tidak akan diperoleh gambar.
Hal ini mengakibatkan bahwa pada masa itu sangat sulit menentukan apakah seseorang
dengan ikterus itu disebabkan oleh kelainan parenkim atau oleh obstruksi saluran empedu
yang penanganannya sangat berbeda.3
Sarana terapetik serta penatalaksanaannya juga mengalami perubahan yang sangat besar
yakni makin terjadinya kecenderungan penanganan batu saluran empedu ditangani secara
minimal invasif melalui endoskopi oleh para gastroenterolog.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan
tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi) yaitu :1
a. Hipnotik, hilang kesadaran
b. Analgetik, hilang perasaan sakit
c. Relaksan, relaksasi otot-otot
2.2 Anestesi Umum
Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya
kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-
obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi
dan intramuskular1.
Indikasi Anestesi umum :1
Pada bayi dan anak-anak
Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum lebih disukai oleh ahli bedah
walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal
Operasi besar
Pasien dengan gangguan mental
Pembedahan yang lama
Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan
Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.
3
Teknik anestesi umum ada 3, yaitu :2
1. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan
dengan jalan menyuntikkan obat anestesia parenteral langsung ke dalam pembuluh darah
vena.
2. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan dengan
jalan memberikan kombinasi obat anestesia inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran,
Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas
spontan, Endotrakeal tube nafas terkontrol.
3. Anestesi imbang merupakan teknik anestesia dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan
baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi atau kombinasi teknik anestesia
umum dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesia secara optimal dan
berimbang.
Sebelum dilakukan tindakan anestesia, sebaiknya dilakukan persiapan pre-anestesia.
Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu
tindakan operasi.Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:2
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya
alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar sangat penting
untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan
rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang sebaiknya dilakukan
adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan)
4
dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas 50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan
foto toraks dan EKG.
d. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) :2
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan kehidupannya
tidak akan lebih dari 24 jam.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE
Penilaian Malapati
Dalam anestesi, skor Mallampati, digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal
ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada visibilitas
dasar uvula, pilar faucial.Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade:2
Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak
terlihat
Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
5
2.3. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan premedikasi :2
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi rasa sakit
Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi
Menurunkan basal metabolisme tubuh
Obat-obat premedikasi yang sering digunakan :1
1. Sulfas atropin
Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg
Merupakan golongan parasimpatolitik dengan cara kerja berkompetisi dengan
asetilkolin pada ujung-ujung saraf yang mempersyarafi organ-organ post ganglion
kolinergik
7
Keuntungan : mengurangi sekresi ludah dan menekan refleks vagal
Kerugian : menaikan temperatur, mengentalkan lendir dan membesarkan pupil
2. Valium
Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB
Memberikan efek sedativa, amnesia, tranquilizer, relaksasi otot, hipnotik kuat,
analgesi kurang
3. Pethidine
Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB
Efek farmakologi yakni sebagai analgetik, bersifat sedativa, mendepresi pusat
pernafasan, menaikkan tekanan CSF, menimbulkan vasodilatasi, pupil mengecil
dan mulut kering
2.4 Induksi Anestesi
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Sebelum memulai induksi
anestesia, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya
terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi
anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS :2
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau daun
(blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon
(cuffed)
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway).
Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan nafas
8
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk
pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
2.5. Obat-Obat Anestesi Umum
Obat-obat yang sering digunakan dalam anestesi umum adalah:2
Gas Anestesi
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik iala
N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran. Mekanisme kerja obat anestetik
inhalasi sangat rumit, sehingga masih mnjadi misteri dalam farmakologi modern.
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya:
N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak
terbakar, dan pemberian anestesia dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%. Gas ini
bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan,
maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran oksigen dan
9
terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100%
selama 5-10 menit.
Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka sering
digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan merupakan anestetik kuat
dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus,
bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan
anestesia sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan
dengan klinis pasien.
Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien
menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di
mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk
mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas,
serta peningkatan frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap
oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan
tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk
desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat
jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas,
sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen
anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.
Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan kadar
alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat
dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50%
kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak
10
merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi disamping halotan.
Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh.
Obat-obat Anestesia Intravena
Yang dimaksud dengan intravenous anestesia adalah anestesi yang diberikan dengan cara
suntikan zat (obat) anestesia melalui vena2.
1. Hipnosis2
Golongan barbiturat (pentotal)
Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat (30-40
detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya habis, seperti
zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan kesadaran dengan jalan
memblok kontrol brainstem
Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai induksi
diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20 detik
(untuk orang dewasa)
Benzodiazepin
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat,
potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak
menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitorng anestesi. Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan
kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat. Dosis : Diazepam :
induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV.
Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja singkat. Efek
anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmitter eksitasi
asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk
sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi
11
otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Dosis ketamin adalah 1-2
mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.
Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik
pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesia disosiatif.
Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi,
gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah
10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung
sampai 1-2 jam.
2. Analgetik2
Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak
begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi),
penglihatan dan pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah
pemberian morfin dosis terapi.
Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang
rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah
reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks
serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang
rangsang nyeri meningkat.
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/
kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg
diperlukan.
Fentanil
Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik dari
kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ. Fentanyl banyak
digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat,
12
efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang
mempengaruhi kardiovaskular.
Meridipin
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan
klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada
morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai
obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin,
meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong
dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
3. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)2
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien secara
intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari otot-otot rangka dan
memudahkan dilakukannya operasi.
a. Pelumpuh otot depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak
oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik, sehingga terjadilah
depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Yang termasuk
golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB IV.
b. Pelumpuh otot non-depolarisasi
Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak
menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga
asetilkolin tak dapat bekerja.
Dosis (mg/kgBB) Durasi (menit)
LoLong Acting
1. D-tubokurarin
2. Pankuronium
0,4-0,6
0,08-0,12
30-60
30-60
13
3. Metakurin
4. Pipekuronium
5. Doksakurium
6. Alkurium
0,2-0,4
0,05-0,12
0,02-0,08
0,15-0,3
40-60
40-60
45-60
40-60
In Intermediate Acting
1. Gallamin
2. Atrakurium
3. Vekuronium
4. Rokuronium
5. Cistacuronium
4-6
0,5-0,6
0,1-0,2
0,6-1,2
0,15-0,2
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
ShShort Acting
1. Mivakurium
2. Ropacuronium
0,2-0,25
1,5-2
10-15
15-30
2.6 Pemulihan Pasca Anestesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang
menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk
menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di
ruang Recovery room (RR).2
Nilai Warna 2
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan 2
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
14
Sirkulasi 2
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran 2
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas 2
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
2.7 Intubasi Endotrakeal
Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan yang
terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu
memberikan anestesi secara inhalasi.2
Indikasi intubasi endotrakeal :2
1. Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab
apapun
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
15
4. Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan tenggorokan
5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tak ada
ketegangan
6. Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol
7. Untuk mencegah kontaminasi trakea
8. Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan pengisian cuffnya
dapat terjadi inflasi ke dalam gaster
9. Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
10. Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord2
Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu :1
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal :2
a. Pipa endotrakea
Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena
penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi
dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka
untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan
cuff supaya tidak bocor. Pipa endotrakea dapat dimasukkan melalui mulut atau melalui
hidung.
16
Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil :
Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (thn)
Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
b. Laringoskop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah alat yang
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea
dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
17
Kesulitan dalam teknik intubasi:1
Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap
Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)
Kesulitan membuka mulut
Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)
Abnormalitas pada daerah servikal
Kontraktur jaringan leher
Komplikasi pada intubasi endotrakeal :2
Memar & oedem laring
Strech injury
Non specific granuloma larynx
Stenosis trakea
Trauma gigi geligi
Laserasi bibir, gusi dan laring
Aspirasi
Spasme bronkus
2.8. Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.4,5
18
2.8.1. Epidemiologi
Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa.Angka prevalensi orang
dewasa lebih tinggi di Negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara
Asia (3% hngga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar,
seperti ditunjukkan oleh statistic AS ini:6
Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya beberapa
ton.
Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan.
Angka kematian akibat pembedahan untuk: bedah saluran empedu secara keseluruhan
sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit batu
empedu atau penyulit pembedahan.
Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita
dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita yang
minum estrogen eksogen mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut
dasar hormon. Dengan bertambahnya usia, dominansi wanita ini menjadi kurang jelas.
Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun, lebih
sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun dan ditemukan sekitar 30 persen
pada orang yang berusia di atas 80 tahun. 6,7
2.8.2 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantung berbentuk alpukat yang terletak tepat di
bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi see ara terus - menerus oleh hati masuk
ke saluran kecil empedu di dalam hati, yang disebut kanalikuli. Saluran kecil inibersatu
membentuk saluran empedu lebih besar (duktulus) dan akhirnya membentuk dua saluran
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dankiri
19
yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis (eommon hepatic
duet).Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus
(common bile duet).Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus
pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar) sebelum bermuara
ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut
otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.4,5,7
Kandung empedu mendapatkan aliran darah dari arteri sistikus yang merupakan
cabang arteri hepatikus, dan mengalirkan darah ke vena sistikus yang bermuara ke dalam
sistem vena porta.4,5,7
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Empedu yang dihasilkan oleh hati, setelah melewati duktus hepatikus akan masuk ke
duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan
pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam
kandung empedu kira-kira 10 kali lebih pekat daripada empedu hati.Secara berkala
kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan
lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Adanya lemak dalam makanan merupakan
rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi kandung empedu.4,5,7
Garam empedu, Iesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)
cairan empedu.Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.Garam
empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.
Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan
sampai 20 kali.5
2.8.3. Klasifikasi Batu Empedu
Schirmer membagi batu kandung empedu menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol,
batu pigmen dan campuran.Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari
seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering
20
mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni
biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi
lebih keras.6
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri
dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat.Kolesterol terdapat dalam
batu pigmen dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-30% dalam
batu pigmen coklat.Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan
batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin.Batu pigmen
hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar,
sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan
kolesterol yang bervariasi.Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau
penyakit hemolitik kronik seperti talasemia dan anemia sel sickle.Batu pigmen coklat
sering dihubungkan dengan kejadian infeksi.8
2.8.4. Patogenesis
2.8.4.1. Batu Kolesterol
Ada 3 mekanisme utama yang berperan dalam pembentukan batu kolesterol yaitu
perubahan komposisi empedu, nukleasi (pembentukan inti) kolesterol dan gangguan
fungsi kandung empedu.4,5,7,8
Empedu mengandung 85-95% air.Kolesterol bersifat tidak larut dalam air,
sehingga harus dipertahankan dalam keadaan larut dengan disekresikan dari membran
kanalikuli dalam bentuk vesikel fosfolipid, yaitu gabungan kolesterolfosfolipid.Kelarutan
kolesterol tergantung pada konsentrasi fosfolipid dan asam empedu dalam empedu, juga
jenis fosfolipid dan asam empedu yang ada.4,5,7,8
Pada keadaan empedu tidak lewat jenuh oleh kolesterol serta mengandung cukup
asam empedu dan fosfolipid, kolesterol akan terikat pada bagian hidrofobik dari
campuran misel (terdiri atas fosfolipid terutama lesitin, asam empedu dan kolesterol).
Karena bersifat larut dalam air, campuran misel ini memungkinkan transpor dan absorpsi
21
produk akhir lemak menuju atau melalui membran mukosa usus.4,5,7,8
Bila empedu mengandung kolesterol yang tinggi (lewat jenuh) atau kadar asam
empedu serta fosfolipid rendah, kelebihan kolesterol tidak dapat ditranspor ke dalam
campuran misel, tetap terbentuk vesikel. Vesikel ini bersifat tidak stabil dan akan
beragregasi membentuk vesikel yang lebih besar dan berlapis-lapis (vesikel multilamelar)
sehingga membentuk inti kristal kolesterol. 4,5,7,8
Meningkatnya kadar kolesterol akan menyebabkan cairan empedu menjadi lewat
jenuh dan memungkinkan tejadi kristalisasi dan terbentuknya inti Kristal kolesterol yang
merupakan kunci penting dalam rangkaian patogenesis batu kolesterol. 4,5,7,8
Pembentukan inti kristal juga dipengaruhi oleh waktu pembentukan inti
(nucleationtine ). Pada penderita batu empedu ternyata waktu pembentukan intinya jauh
lebih pendek dibandingkan dengan yang tanpa batu empedu.Hal ini disebabkan adanya
faktor-faktor lain yang berperan mempercepat atau menghambat terbentuknya batu, di
antaranya berupa protein atau musin (mukus) di dalam empedu.Beberapa peneliti
menduga bahwa musin yang bersifat gel di dalam kandung empedu dapat mencetuskan
kristalisasi kolesterol.Selain itu, glikoprotein 120 kda dan infeksi juga diduga dapat
menyebabkan kristalisasi kolesterol.4,5,7,8
2.8.4.2. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan jenis batu yang banyak ditemukan di negara Timur
dengan komponen utamanya adalah kalsium bilirubinat.Kandungan kolesterol pada batu
pigmen kurang dari 30%.Batu pigmen hitam terutama mengandung kompleks kalsium
bilirubinat dengan kalsium dan glikoprotein.Mekanisme pembentukannya belum
diketahui pasti, tetapi diduga disebabkankarena empedu mengalami supersaturasi oleh
bilirubin indirek, perubahan pH dan kalsium serta produksi yang berlebihan
dariglikoprotein.Kadar bilirubin indirek yang tinggi dalam empedu biasanya ditemukan
pada penderita hemolisis kronik.4,5,7,8
Batu pigmen coklat terutama mengandung garam kalsium dari bilirubin indirek
22
(kalsium bilirubinat) dan lebih sering dihubungkan dengan stasis empedu dan
infeksi.Stasis empedu sering disertai infeksi kandung empedu tetapi masih belum jelas
apakah stasis menyebabkan infeksi atau infeksi yang menyebabkan kerusakan epitel
kandung empedu dan mengakibatkan fibrosis sehingga terjadi stasis. Infeksi oleh parasit
seperti Ascaris lumbricoides dan Clonorchis sinensis akan menyebabkan iritasi dan
fibrosis sfingter Oddi sehingga terjadi stasis.4,5,7,8
Enzim beta glukoronidase yang dihasilkan kelompok bakteri koli (misalnya
Escherichia coli) akan menghidrolisis bilirubin direk menjadi bilirubin indirek dan asam
glukoronida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim ini meningkat pada
keadaan inflamasi traktus biliaris.Bilirubin indirek ini bergabung dengan kalsium
menghasilkan kalsium bilirubinat yang tidak larut dalam air sehingga terjadi
pengendapan.4,5,7,8
2.8.5. Gejala Klinis
Gejala klinis kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya
gejala.Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik.Gejala
klinis yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik,
intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak
nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang
dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.4,5,7,8
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan
obstructive jaundice.Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang
ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5
jam.Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung.Nyeri
sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan.Nyeri
perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting adanya
kolelitiasis.Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga
terlokalisir di epigastrium.Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu
atas.Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan
pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada
23
saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan
tegang.4,5,7,8
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas
yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinis yang
timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive,
keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.8
Mual dan muntah juga umum terjadi.Demam umum terjadi pada anak dengan
umur kurang dari 15 tahun.Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya
serangan sangat bervariasi.8
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan.Pada sepertiga pasien
terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada
kandung empedu. Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung
empedu, kolangitis duktus dan pankreatitis.8
Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan
gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering
disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut.Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri
tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas
(Murphy 's sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika
dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta kanan.6
2.8.6. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu empedu di
antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan
kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita
mempunyai hasil laboratorium yang normal.4,8
Tetapi bila disertai komplikasi dapat menunjukkan leukositosis dan peningkatan
24
kadar enzim hati (aspartate aminotransferase, alanine aminotransferase, fosfatase alkali),
gamma glutamyl transferase dan bilirubin serum, terutama jika terdapat batu pada duktus
koledokus.4,8
Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dalam
urin dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan
pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila terjadi
obstruksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis).4,8
2.8.7. Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologis
terutama pemeriksaan Ultrasonography (USG). Pemeriksaan radiologis lain yang dapat
dilakukan adalah dengan foto polos abdomen, Computed tomography (CT scan)
Magnetic resonance cholangiography (MRCP), Endoscopic ultrasound (EUS), dan
Biliary scintigraphy. Hanya sekitar 10% dari kasus batu empedu adalah radioopak karena
batu empedu tersebut mengandung kalsium dan dapat terdeteksi dengan pemeriksaan foto
polos abdomen. Ultasonography (USG) dan cholescintigraphy adalah pemeriksaan
imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk mendiagnosis adanya batu
empedu.4,8,9
1. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman,
cepat, tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan
paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan dugaan kolik
biliaris. Ultrasonografi mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam
mendeteksi adanya batu kandung empedu.4,8,9
Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk
gambaran (image) suatu organ tubuh.Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan
USG ditunjukan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, cairan
perikolesistitikus dan murphy sign positif akibat kontak dengan probel.4,8,9
25
2. Computed tomography (CT) scan
Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu seri potongan
cross - sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 image. Deteksi batu empedu dapat
dilakukan juga dengan Computed tomography, tetapi tidak seakurat USG dalam
mendeteksi batu empedu, oleh karena itu CT scan tidak digunakan untuk mengevaluasi
pasien dengan kemungkinan penyakit biliaris kronik. Pada kasus akut, pemeriksaan ini
dapat menunjukkan adanya penebalan dinding kandung empedu atau adanya cairan
perikolesistikus akibat kolesistitis akut.4,8
3. Cholescintigraphy
Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif, biasanya derivat
imidoacetic acid, yang dimasukkan ke dalam tubuh secara infravena, zat ini akan
diabsorpsi hati dan diekskresikan ke dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan
radioaktivitas di dalam kandung empedu, duktus koledokus dan usus halus dalam 30-60
menit. Pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan pada
duktus sistikus. Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien dengan
kolesistitis akut, tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada
pasien yang telah dirawat beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika
pasien tersebut telah mendapat nutrisi parental.4,8
4. Magnetic Resonance Imaging dan Magnetic Resonance Cholangiopancreatography
Pada Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah suatu
pemeriksaan yang relatif baru, yang menggunakan MR! imaging dengan software
khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan gambaran (images) yang serupa
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatograpfty (ERCP) tanpa risiko sedasi,
pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu dalam menilai obstruksi biliaris dan
anatomi duktus pankreatikus. Pemeriksaan ini lebih efektif dalam mendeteksi batu
empedu dan mengevaluasi kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.4,9
5. Oral Cholecystogrophy
Oral Cholecystography adalah suatu pemeriksaan non invasif lain, tetapi jarang
dilakukan. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan terlebih dahulu, yaitu pasien harus
menelan sejumlah zat kontras oral yang mengandung iodine sehari sebelum dilakukan
26
pemeriksaan. Zat kontras tersebut akan di absorpsi dan disekresikan ke dalam empedu.
Iodine di dalam zat kontras menghasilkan opasifikasi dari lumen kandung empedu pada
foto polos abdomen keesokan harinya.Batu empedu tampak sebagai gambaran fiiling
defects. Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk menentukan keutuhan duktus sistikus
yang diperlukan sebelum melakukan lithotripsy atau metode lain untuk menghancurkan
batu empedu. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan 48 jam sebelumnya.4
6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) adalah pemeriksaan
gold standard untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus koledokus dan mempunyai
keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu empedu.ERCP adalah suatu teknik
endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus dan duktus pankreatikus. Pada
pemeriksaan ini mengggunakan suatu kateter untuk memasukkan alat yang dimasukkan
ke dalam duktus biliaris dan pankreatikus untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan
fluoroscopy. Selama prosedur, klinisi dapat melihat secara langsung gambaran endoskopi
dari duodenum dan papila major, serta gambaran duktus biliaris dan pankreatikus.4
7. Endoscopic Ultrasonography
Endoscopic Ultrasonography (EUS) adalah suatu prosedur diagnostik yang
menggunakan ultrasound frekuensi tinggi untuk mengevaluasi dan mendiagnosis kelainan
traktus digestivus. EUS menggunakan duodenoskop dengan probe ultrasound pada
bagian distal yang dapat menggambarkan organ, pembuluh darah, nodus limfatikus dan
duktus empedu. Dari bagian dalam lambung atau duodenum, endoskop dapat
memberikan gambaran pankreas dan struktur yang berdekatan. EUS dapat mendiagnosis
secara akurat adanya batu empedu di dalam duktus koledokus tetapi tidak mempunyai
nilai terapeutik seperti ERCP.4
2.8.8. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak perlu dilakukan penanganan
apa pun sampai terjadi perkembangan berikutnya. Pada pasien dengan batu empedu
simtomatik terdapat beberapa pilihan penatalaksanaan yang tergantung manifestasi klinis,
dengan tujuan utama mengurangi gejala klinis dan mencegah berkembangnya
27
komplikasi.4,5,7,9
1. Terapi OperatifKolesistektomi
Kolesistektomi merupakan satu-satunya terapi definitif untuk penderita batu
simtomatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu, dapat mencegah
berulangnya penyakit. Kolesistektomi dapat dilakukan dengan cara operasi membuka
rongga perut (laparotomi abdomen) atau dengan menggunakan laparoskopi.
Kolesistektomi laparoskopi telah berkembang cepat setelah pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1987, menggantikan kolesistektomi terbuka dan 80-90% kolesistektomi di
Inggris dilakukan dengan cara ini.4,5,9
Kolesistektomi laparoskopi adalah suatu prosedur invasif dengan membuat insisi
kecil pada abdomen serta menggunakan kamera video kecil untuk memperbesar organ di
dalam rongga perut. Dengan menggunakan monitor video sebagai pemandu, dokter bedah
mengidentifikasi, mengisolasi dan mengangkat kandung empedu dengan laparoskop.
Kadang-kadang dokter bedah melakukan pemeriksaan secara laparoskopi terlebih dahulu
untuk melihat adanya kelainan lain. Risiko dari teknik laparoskopi ini adalah trauma
duktus hepatikus atau duktus koledokus.4,5,7,9
2. Terapi Non-operatif
Beberapa teknik non-operatif telah digunakan untuk mengobati batu empedu
simtomatik, seperti pemberian obat pelarut batu empedu (chenodeoxycholic dan
ursodeorycholic acid) dan menghancurkan batu dengan extracorporeal shockwave
lithotripsy.4,5,9
Ursodeoxycholic acid dapat menghambat sintesis kolesterol oleh hati. Kurang dari
10% pasien dengan batu empedu dapat ditangani secara non-operatif dan hampir setengah
dari pasien yang terpilih untuk pengobatan non-operatif berhasil, tetapi pengobatan cara
ini membutuhkan biaya lebih banyak karena pengobatannya lebih lama (sampai 5 tahun).
Pengobatan cara ini hanya untuk pasien dengan batu empedu berukuran kecil dan batu
kolesterol tanpa kalsifikasi.4,9
Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) adalah suatu terapi nonoperatif,
yang menggunakan gelombang suara berenergi tinggi yang dapat menghasilkan shock
wave. Shock wave ini akan ditransmisikan melalui air dan jaringan serta mempunyai
kemampuan untuk memecah batu empedu. Teknik ini sudahjarang dilakukan karena
28
tergeser oleh kolesistektomi laparoskopi.4,5,7,9
2.8.8. Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu), kolesistitis akut,
pancreatitis akut, emfiema, dan perforasi kandung empedu.4
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Pangihutan Hutagaol
Umur : 64 tahun
Jeniskelamin : Laki laki
Alamat : Hutabulu Medan, Kec. Balige, Kab. Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara
Agama : Protestan
Suku : Batak
BB : 75 kg
No RM : 98 – 49 - 33
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah :
29
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang sudah dialami
sejak 2 minggu sebelum MRS. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat
selama ±1-3 jam kemudian menghilang perlahan-lahan, Selanjutnya nyeri muncul kembali.
Nyeri dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati namun tidak menjalar sampai ke
bahu kanan. Nyeri seperti ini dirasakan terus menerus selama 2 hari terakhir. Jika nyeri muncul
pasien sampai keringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun.
Pasien biasanya hanya berbaring di tempat tidur jika serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan
bertambah apabila pasien menarik nafas dalam. Sesak dan nyeri dada disangkal.Pasien juga
mengeluh mual dan muntah. Pasien muntah 3 kali, isi makanan, darah (-). Setiap kali makan
pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit, pasien juga
mengatakan bahwa buang air besar berwarna putih sejak 2 minggu yang lalu. Terakhir pasien
buang air besar tadi pagi berwarna putih pucat. Frekuensi BAB 2 kali sehari, padat, nyeri saat
BAB (-), Darah atau kehitaman (-). Buang air kecil normal, frekuensi 2-3 kali sehari, nyeri saat
BAK (-), kencing berpasir (-), warna kencing kuning kecoklatan atau gelap sejak 2 minggu yang
lalu.
RPT : Hipertensi, dengan TD tertinggi 160 mmHg, tidak terkontrol.
RPO : Tidak jelas
KEAADAAN PRA BEDAH
Status Present
Sensorium : Compos mentis
KU/KP/KG :Sedang /sedang/ sedang
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frekuensi nadi :90 x/i
Frekuensi nafas :24 x/i
Temperatur : 36.7oC
Anemis : (-)
Ikterik : (+)
Sianosis : (-)
Dipsnoe : (-)
30
Oedem : (-)
Status Lokalisata
a. Kepala
Mata : RC (+/+),pupil isokor,konjungtivapalpebra inferior anemis(-/-) ikterik (+/+)
Hidung : Dalambatas normal
Telinga : Dalambatas normal
Mulut : Dalambatas normal
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thorax
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi :Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : SP = vesikuler
ST = (-)
d. Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, nyeri tekan (+) di regio epigastric dan hipokondrium dextra, murphy sign
(+), distensi (-), defence muscular (-), nyeri tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign
(-), obturator sign (-), hepar/lien/ren tidak teraba membesar.
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltic (+) N
e. Ekstremitas superior : Tidak terdapat kelainan
f. Ekstremitasinferior : Tidak terdapat kelainan
g. Genitalia eksterna : Tidak terdapat kelainan
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin :Hb/Ht/L/Tr= 14,5 / 42,90 / 8660 / 305.000
KGD adr/Gula puasa/2 jam PP : 98 / 85 / 110 mg/dl
Na/K/Cl : 139 / 4,10 / 114
SGOT/SGPT : 53 / 71
31
Bilirubin total/bilirubin direk/alkaline phospatase : 0,99 / 0,58 / 193
Kolesterol total/trigliserida/HDL/LDL : 233,34 / 144,07 / 44,20 / 160,33
Albumin : 3,50
Ureum/Creatinin : 17 / 1,11
HST :PT/INR/APTT : 25(26) /1,2/30,7 (33,3)
Foto thorax : Tidak tampak kelainan
EKG : Sinus rythme, 75 x/i, Myocard Ishemic Lateral. Toleransi Operasi : Moderate
Risk
KEADAAN PRA BEDAH (FOLLOW UP ANASTHESI)
B1 (Breath)
Airway :Clear
Frekuensipernafasan :24 x/i
Suarapernafasan : Vesikuler
Suaratambahan : (-)
Riwasma/sesak/batuk/alergi: -/-/-/-
B2 (Blood)
Akral : Hangat/merah/kering
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/i
T/V : Cukup
Temperatur : 36.7oC
Konj.palp inferiorpucat/hiperemis/ikterik :-/-/+
B3 (Brain)
Sensorium :Compos mentis
RC : +/+
Pupil : Isokor
32
Reflekfisiologis : +
Reflekpatologis : -
Riw. kejang/ muntah proyektil/ nyeri kepala/ pandangan kabur :-/ -/ -/ -
B4 (Bladder)
Urin : +
Volume : Cukup
Warna : Kuning pekat
Kateter :+
B5 (Bowel)
Abdomen : soepel, nyeri tekan (+) di regio epigastric dan hipokondrium
dextra, murphy sign (+)
Peristaltic :(+) N
Mual/Muntah : +/+
BAB/Flatus : +/+
NGT : -
B6 (Bone)
Fraktur : -
Luka : -
Oedem : -
Diagnosis : Cholelitiasis
Status fisik : ASA II dengan hipertensi tidak terkontrol
Rencana tindakan : Cholesistectomy
Rencanaanastesi :GA-ETT
Anestesi
Persiapan pasien
33
Pasien puasa sejak pukul 00.00
Pemasangan infus pada dorsum manus sinistra dengan cairan RL
Persiapan alat
Stetoskop
Tensimeter
Mejaoperasidanperangkatoperasi
Laryngoscopy
ETT no 7,5
Suction
Ventilator
Ambu bag
Infus set
Abocath no 18 G
Threeway
Spuit 3cc
Spuit 5cc
Spuit 10cc
Obat – obat yang dipakai
- Premedikasi :
o Midazolam 4 mg
o Fentanyl 150 mcg
- Medikasi :
o Propofol 150 mg
o Atracurium 50 mg
- 30 menit sebelum operasi selesai
o Ketorolac 30 mg
o Metoclopramide 10 mg
Urutan pelaksanaan anastesi
- Cairan pre operasi :RL 500 ml
34
- Prosedur anastesi :
Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine
Infuse RL terpasang di lengan kiri
Pemasangan tensi meter di lengan kanan
Pemasangan oksimetri di ibu jari kanan pasien
Pemasangan elektrodapengukuran frekuensi nadi dan frekuensi nafas
Teknik anastesi :Preoksigenasi O2 5-10 menit Inj.Midazolam 4 mgInj.fentanyl 150
mcginduksi Propofol 150 mgSleep non apnoe Inj. Atracurium 50 mgSleep apnoe
Insersi ETT no 7,5 cuff(+) SP kanan=kiri Fiksasi.
DURANTE OPERASI
1. Mempertahankan hemodinamik stabil dan monitoring cairan infuse.
2. Memonitoring saturasi O2, tekanandarah,nadi,dannafassetiap 15 menit.
Jam TD
(mmHg)
Nadi
(x/menit)
RR
(x/menit)
SaO2
(%)
09.00 160/110 89 14 99%
09.15 150/90 92 14 99%
09.30 140/90 104 14 98%
09.45 140/90 112 14 99%
10.00 130/80 98 14 99%
10.15 130/80 115 14 99%
10.30 130/70 94 14 98%
10.45 130/70 90 14 99%
3. Monitoring perdarahan
- Perdarahan
Kassa`basah :15 x 10 cc = 150 cc
Kassa ½ basah :10x 5cc = 50 cc
35
Suction : 300 cc
Handuk :-
Total :500 cc
- Infuse RLo/tregio dorsum manus sinistra
Pre operasi : 500ml
Durante operasi : RL 1000 ml
- Urine output
Durante operasi :300 cc
EBV : 75 x 70 = 5.250, 10% = 525, 20% = 1050, 30% = 1575
KETERANGAN TAMBAHAN
- Diagnosis pasca bedah :Post Cholesistectomy a/i Cholelitiasis
- Lama anastesi :09.00 – 11.10
- Lama operasi :09.15 – 10.50
Instruksi Pasca Bedah :
Bed rest, head up 300
O2 2 L/i via nasal kanul
Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam
Injeksi Metoclopramid 100 mg/8 jam
Antibiotik dan terapi lain sesuai TS
Pantau Vital sign per 15 menit selama 2 jam di RR
Cek Hb post operasi, bila Hb < 7 lapor ke dokter jaga
TD < 90 mmHg atau > 160 mmHg, HR <60x/i atau HR>120 x/i, RR<10 x/i atau >32x/i,
T < 35 C, atau T > 38 C, lapor dokter jaga
Pantau urin output, bila <0,5 cc/kgBB/jam, lapor dokter jaga
36
BAB IVKESIMPULAN
Anestesi adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat saraf tertentu yang
bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang.Anestesi terbagi
atas tiga teknik, yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.Anestesi
umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran
disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-
obatan anestesi dan bersifat reversible.Anestesi umum dapat diberikan secara
intravena, inhalasi dan intramuscular. Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3
syarat (Trias Anestesi) yaitu : Hipnotik (hilang kesadaran), Analgetik (hilang perasaan
sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot).
Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering
dijumpai di praktek klinik.Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-
80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pasien-pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada
sebanyak 1-2% per tahun.
Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),
inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis
akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti
pancreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni
ikterus obstruktif sampai sirosis bilier.Tidak semua batu empedu memerlukan
tindakan untuk mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana
penatalaksanaannya antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi
kliniknya.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Siahaan O. Dr. Prof. 2015. Anastesi Umum dan Anastesi Lokal. Medan : Fakultas
Kedokteran UMI / UNPRI ; Hal : 1-38.
2. Latief S, dkk. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, cetakan kelima. Jakarta :
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;
Hal : 29-90.
3. A. Nurman. "Penatalaksanaan Batu Empedu". www.docu-track.com. Jakarta.
4. Widiastuty Astri Sri. 2010. "Patogenesis Batu Empedu". FK Universitas Muhammadiyah
Palembang.
5. R. sjamsuhidayat, De jong Wim. 2004. "Saluran Empedu-Cholelitiasis". Jakarta. EGC.
6. Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins. 2007. "Buku Ajar Patologi Edisi 7 -
Kolelitiasis". Jakarta. EGC.
7. Sabiston David C. 1994. "Buku Ajar Bedah-Sistem Empedu". Jakarta. EGC.
8. I W. Gustawan. 2007. "Kolelitiasis Pada Anak". Denpasar. Majalah Kedokteran
Indonesia.
9. Sudoyo Aru W. 2009. "Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam-Penyakit Batu Empedu". Jakarta.
IntemaPublishing.
Rahman, Fathma Aisyah
38