Chi Kun Gunya
-
Upload
khoirul-fikri -
Category
Documents
-
view
214 -
download
2
description
Transcript of Chi Kun Gunya
NAMA : Khoirul Fikri
NIM : 2011730050
Chikungunya
a. Definisi :
Demam Chikungunya adalah suatu penyakit virus yang ditularkan melalui nyamuk
dan dikenal pasti pertama kali di Tanzania pada tahun 1952. Nama chikungunya ini berasal
dari kata kerja dasar bahasa Makonde yang bermaksud “membungkuk”, mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia) (Powers and Logue 2007).
b. Etiologi :
Penyakit Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV) yang
termasuk keluarga Togaviridae, Genus Alphavirus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus (Kamath, S., Das, A.K., and Parikh, F.S., 2006).
Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih
lanjutNyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup
di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari
setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Kemenkes RI,
2012).
Cara transmisi bagi chikungunya ini adalah vector-borne yaitu melalui gigitan
nyamuk Aedes sp yang terinfeksi. Rata-rata masa inkubasi bagi Chikungunya adalah sekitar
2-12 hari tetapi umumnya 3-7 hari. Transmisi terjadi melalui darah dan CHIKV dikatakan
tidak bisa ditularkan melalui ASI (Staples, J.E., Fischer, M. and Powers, A. M , 2009).
c. Epidemiologi :
Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti
Afrika, India, dan Asia Tenggara. Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali,
dilaporkan terjadi demam chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya
terjadi di Kuala Tungkal Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta Yogyakarta tahun
1983. Selama hampir 20 tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini,
sampai adanya laporan KLB demam chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan
Aceh, dilanjutkan Bogor, Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004,
dilaporkan KLB yang menyerang sekitar 120 orang di Semarang (Widoyono, 2005).
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam
Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan
peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia
potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim
hujan (Kemenkes RI, 2012).
d. Gejala Klinis :
Gejala dan tanda penyakit Chikungunya menurut Kemenkes RI (2012) antara lain:
1) Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan penurunan suhu
tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva “Sadle back fever”
(Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka kemerahan (flushed face). Pada
beberapa penderita mengeluh nyeri di belakang bola mata dan bisa terlihat mata
kemerahan (conjunctival injection).
2) Sakit Persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul sebelum
timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai berat menyerupai
artritis rheumathoid, terutama di sendi – sendi pergelangan kaki (dapat juga nyeri
sendi tangan) sering dikeluhkan penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala
paling dominan, pada kasus berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu
kemerahan, kaku, dan bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah pergelangan
kaki, pergelangan tangan, siku, jari lutut, dan pinggul.
3) Nyeri Otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot penyangga
berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan anggota gerak.
Kadang - kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar sendi pergelangan kaki
(achilles) atau sekitar mata kaki.
4) Bercak Kemerahan (Rush) pada Kulit
Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulopapular
(viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak, telapak tangan dan
telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih
sering muncul pada hari ke 4-5 demam. Lokasi kemerahan di daerah muka,
badan, tangan dan kaki.
5) Kejang dan Penurunan Kesadaran
Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu tinggi, jadi kemungkinan
bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang kejang disertai
penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro spinal) tidak ditemukan
kelainan biokimia atau jumlah sel.
6) Manifestasi perdarahan
Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit walaupun pernah
dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada 5 anak dari 70 anak yang
diobservasi.
e. Patomekanisme :
Virus chikungunya masuk ke dalam aliran darah (viremia) selama 4-7 hari. Kemudian
virus tersebut melakukan replikasi dan merangsang imunitas selular dan humoral. Bila pasien
mengalami imunocompromise, maka akan timbul beberapa manifestasi klinis yaitu myalgia
(nekrosis), athralgia dan demam. Fase demam terjadi ketika virus sudah masuk ke dalam
sistem peredaran darah dan merangsang termostat dalam tubuh akibat adanya respon pada
hipotalamus. Sementara athralgia dan myalgia terjadi karena kerusakan akibat peradangan
pada tulang rawan dalam bentuk nekrosis, kolagenosis dan fibrosis menyebabkan timbulnya
gejala-gejala persendian.
f. Alur Diagnosis
Gambar 3. Alur Diagnosis Penyakit Chikungunya (Sumber: ECDC Mission
Report: Chikungunya in Italy, Joint ECDC/WHO visit for a European risk assessment
17 – 21 September 2007)
g. Pemeriksaan Penunjang :
Deteksi dini dan diagnosis yang teratur berperan penting dalam mengontrol infeksi
virus ini secara efektif. Pemeriksaan melihat perkembangan IgM melalui enzyme linked
immunosorbent asssay (MAC-ELISA) telah menjadi pemeriksaan serologi yang major karena
teknik pemeriksaan ini sangat cepat dan reliabel. Teknik pemeriksaaan lain yang bisa
dilakukan untuk mendeteksi dan mengindentifikasi antigen virus adalah teknik
immunofluorescent antibodi secara tidak langsung. Reverse transcription polymerase chain
reaction (RT-PCR) juga telah dikenal sangat berguna dalam mendiagnosa virus chikungunya
(CHIKV) dengan cepat (Sudeep, A .B and Parashar D 2008). RT-PCR juga merupakan teknik
mendeteksi m-RNA yang paling sensitif. Dibandingkan dengan 2 teknik lain yang sering
digunakan untuk menkuantifikasi m-RNA level yaitu Northen blot analysis dan RNase
protection assay, RT-PCR dapat digunakan untuk menkuantifikasi m-RNA level dari jumlah
sampel yang kecil. Kombinasi RT- PCR dan nested PCR terbukti efisien untuk mendeteksi
secara spesifik CHIKV (Yulfi, H., 2006.).
h. Penatalaksanaan :
Saat ini pengobatan spesifik untuk penyakit chikungunya dan vaksin yang berguna
sebagai tindakan preventif juga belum ditemukan. Pengobatannya hanya bersifat simptomatis
dan supportif seperti pemberian analgesik, antipiretik, anti inflamasi (Sudeep, A.B. and
Parashar, D. 2008). Pemberian aspirin kepada penderita demam chikungunya ini tidak
dianjurkan karena dikhawatirkan efek aspirin terhadap platelet. Pemberian chloroquine
phosphate sangat efektif untuk arthritis chikungunya kronis (Abraham, A.S., and Sridharan,
G., 2007).
i. Komplikasi :
Penyebab morbiditas yang tertinggi adalah dehidrasi berat, ketidakseimbangan
elektrolit dan hipoglikemia. Beberapa komplikasi lain yang dapat terjadi meskipun jarang
berupa gangguan perdarahan, komplikasi neurologis, pneumonia dan gagal nafas (Swaroop,
A., Jain, A., Kumhar, M., Parihar, N., and Jain, S., 2007)
j. Prognosis :
Penyakit ini bersifat self limiting diseases, tidak pernah dilaporkan adanya kematian
sedangkan keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Penelitian sebelumnya pada 107 kasus
infeksi Chikungunya menunjukkan 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami kekakuan
sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual joint stiffness tapi tidak
nyeri dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi
sendi (Mohan, A., 2006).
k. Pencegahan :
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengendalikan nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
albopictus yang membawa virus, untuk memutus rantai penularan. Karena vektor
chikungunya sama dengan vektor demam berdarah dengue, maka upaya pencegahan ini
berlaku juga untuk mencegah penularan demam berdarah. Pencegahan yang murah dan
efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara 3M yaitu menguras, menyikat dan
menutup tempat-tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya,
paling tidak seminggu sekali, karena nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai
menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus
bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim
hujan. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore,
agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan
pencahayaan yang sehat (Hadi, Kusumawati Upik., 2012).
DAFTAR PUSTAKA
European Centre for Disease Prevention and Control. 2007. Mission Report: Chikungunya in
Italy. Joint ECDC/WHO visit for a European risk assessment 17 – 21 September 2007
Ginting, dr. Franciscus, Sp.PD., 2010. Penyakit Chikungunya. Universitas Sumatera Utara.
Hadi, Kusumawati Upik., 2012. Penyakit Tular Vektor: Penyakit Chikungunya. Bagian
Parasitologi & Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Kamath, S., Das, A.K., and Parikh, F.S., 2006. Chikungunya. Journal of Association of
Physician of India Vol.54.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Pengendalian Demam
Chikungunya Edisi 2. Dirjen P2PL Kemenkes RI.
Mohan, A., 2006. Chikungunya Fever: Clinical Manifestations & Management. Indian J Med
Res.
Powers, A.M., Logue, C.H.; 2007. Changing Patterns of Chikungunya Virus: Re-emergence
of a Zoonotic Arbovirus. J Gen Virol.
Setiyohadi, Bambang., dkk., 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing
Staples, J.E., Fischer, M. and Powers, A. M, 2009. Chikungunya. Centers for Disease Control
and Prevention.
Sudeep, A .B and Parashar D. 2008. Chikungunya : An Overview; J. Biosci.
Swaroop, A., Jain, A., Kumhar, M., Parihar, N., and Jain, S., 2007. Chikungunya Fever.
Journal Indian Academy of Clinical Medicine.
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, Dan
Pemberantasannya). Jakarta : Erlangga.
Yulfi, H., 2006. Chikungunya Virus and Vectors. Universitas Sumatera Utara.