Chi Kun Gunya

9
Definisi Demam chikungunya adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan sekumpulan gejala yang mirip dengan gejala infeksi virus dengue, yaitu: demam mendadak, artralgia, ruam makulopapular dan leukopenia. Istilah lain untuk demam ini adalah: knokket, koorts, abu rokab, mal de genoux, dengue, dyenga, dan demam tiga hari. Dalam bahasa Swahili, chikungunya artinya terikat, yang dalam hal ini berkaitan dengan kejang urat yang merupakan suatu tanda dari artralgia. Penyakit ini disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), suatu arthropoda borne virus (arbovirus) dari genus Alphaviruses famili Togaviridae, yang pada umumnya disebarluaskan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Epidemiologi dan Transmisi Dalam 5 tahun terakhir sejumlah penyakit yang ditransmisikan melalui hewan dan vektor, seperti Japanese ensefalitis, virus Hutan Barmah (Barmah Forest virus), dan demam chikungunya meningkat jumlahnya dan menyebabkan outbreak di beberapa wilayah di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Hal ini diduga sangat berkaitan dengan keberadaan vektor-vektor yang mendukung penyebarannya. Angka kejadian atau insiden demam chikungunya per satuan jumlah penduduk per tahun sulit didapatkan karena karakteristik kejadiannya bersifat outbreak atau meningkat dengan cepat, sesaat, pada wilayah tertentu yang relatif terlokalisir. Namun demikian, di wilayah Afrika, angka kejadinya relatif tetap, karena siklusnya yang melibatkan bebera.pa jenis primata liar, vertebrata sebagai reservoir dan nyamuk Aedes (sylvan transmission cycle). Virus chikungunya bersifat endemik sepanjang tahun di gurun Sahara, Afrika. Di Afrika Selatan dilaporkan 2 juta orang telah terinfeksi virus ini. Angka kejadian yang tinggi juga dilaporkan di beberapa kawasan Afrika, seperti Tanzania, Mozambique, Uganda, Rhodesia, Afrika Selatan, Angola, Zaire, Nigeria dan Senegal. Di Asia, endemi yang melibatkan ribuan orang pernah terjadi di India, Pakistan, Srilanka dan Maladewa. Di kawas'an Asia tenggara, sekitar tahun 1980:an pernah terjadi outbreak terlokalisir dan beberapa kasus sporadik di Burma, Thailand dan Filipina. Di Indonesia, antara tahun 1983- 1985 pernah dilaporkan outbreak di Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Timor Timur dan Nusa Tenggara.

description

chikungunya

Transcript of Chi Kun Gunya

Page 1: Chi Kun Gunya

Definisi

Demam chikungunya adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan sekumpulan gejala yang mirip dengan gejala infeksi virus dengue, yaitu: demam mendadak, artralgia, ruam makulopapular dan leukopenia. Istilah lain untuk demam ini adalah: knokket, koorts, abu rokab, mal de genoux, dengue, dyenga, dan demam tiga hari. Dalam bahasa Swahili, chikungunya artinya terikat, yang dalam hal ini berkaitan dengan kejang urat yang merupakan suatu tanda dari artralgia. Penyakit ini disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), suatu arthropoda borne virus (arbovirus) dari genus Alphaviruses famili Togaviridae, yang pada umumnya disebarluaskan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.

Epidemiologi dan Transmisi

Dalam 5 tahun terakhir sejumlah penyakit yang ditransmisikan melalui hewan dan vektor, seperti Japanese ensefalitis, virus Hutan Barmah (Barmah Forest virus), dan demam chikungunya meningkat jumlahnya dan menyebabkan outbreak di beberapa wilayah di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Hal ini diduga sangat berkaitan dengan keberadaan vektor-vektor yang mendukung penyebarannya.

Angka kejadian atau insiden demam chikungunya per satuan jumlah penduduk per tahun sulit didapatkan karena karakteristik kejadiannya bersifat outbreak atau meningkat dengan cepat, sesaat, pada wilayah tertentu yang relatif terlokalisir. Namun demikian, di wilayah Afrika, angka kejadinya relatif tetap, karena siklusnya yang melibatkan bebera.pa jenis primata liar, vertebrata sebagai reservoir dan nyamuk Aedes (sylvan transmission cycle). Virus chikungunya bersifat endemik sepanjang tahun di gurun Sahara, Afrika. Di Afrika Selatan dilaporkan 2 juta orang telah terinfeksi virus ini. Angka kejadian yang tinggi juga dilaporkan di beberapa kawasan Afrika, seperti Tanzania, Mozambique, Uganda, Rhodesia, Afrika Selatan, Angola, Zaire, Nigeria dan Senegal. Di Asia, endemi yang melibatkan ribuan orang pernah terjadi di India, Pakistan, Srilanka dan Maladewa. Di kawas'an Asia tenggara, sekitar tahun 1980:an pernah terjadi outbreak terlokalisir dan beberapa kasus sporadik di Burma, Thailand dan Filipina. Di Indonesia, antara tahun 1983- 1985 pernah dilaporkan outbreak di Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Timor Timur dan Nusa Tenggara.

Hampir semua infeksi chikungunya pada manusia terjadi pada daerah yart merupakan habitat Aedes aegypti. Virus chikungunya berhasil diisolasi dari Aedes aegypti di Tanzania, Nigeria, India dan Thailand, dari Aedes africanus di Uganda dan Bangui, dan dar: Aedes luteocephalus di Senegal. Kadang-kadang isolasi dibuat dari Mansonia fuscopennata d: Uganda dan dari Culex fatigan di Thailand dan Tanzania. Transmisi terhadap manusia telal ditunjukkan kelompok Aeries furcifer taylori. Berbeda dengan di Afrika, di Asia penyebarar virus ini pada umumnya hanya ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Distribusi geografi meningkat pada area dengan populasi Aedes aegypti berada d: atas nilai ambang yang diperlukan untuk transmisi dengan populasi manusia yang pek-terhadap infeksi. Siklus semacam ini terjadi pada sebagian besar wabah di perkotaan dalan-20 tahun terakhir. Infeksi paling tinggi terjadi pada wanita dan anak yang ada di rumal-pada siang. hari. Bila Aedes aegypti ditemukan di gedung-gedung sekolah dan rumah sakit, maka wabah mungkin akan segera terjadi pada anak-anak sekolah dan pekerja rumah-sakii disekitarnya, karena pandemi chikungunya bersifat eksplosif. Pada

Page 2: Chi Kun Gunya

penelitian Aedes aegypti di laboratorium, Rao dkk telah mendemonstrasikan adanya transmisi secara mekanik. Viremia pada manusia mungkin setinggi dosis infeksi 108/ L.

Etiologi

Virus Chikungunya termasuk genus alphavirus dan famili dari Togaviridae, yang dibuktikan dengan menggunakan tes antigenik hemaglutinasi inhibisi (HI) dan complemen fixation (CF) test. Antisera yang disediakan pada virus chikungunya menunjukkan reaksi silang yan kuat dengan CF dan neutralization virus dilution test dengan O'Nyong-Nyong.

Virus chikungunya merupakan partikel berbentuk sferis berdiameter ± 42 nm. Virus ini memiliki pembungkus yang mengandung lipid dengan tonjolan halus. lntinya berdiameter ± 25-30 nm yang pada potongan melintang berbentuk heksagonal dan mengandung nukleokapsid yang tidak simetris. Bersama-sama dengan alphavirus lainnya, virus ini memiliki genom single strainded RNA. Mereka mempunyai koefisien sedimentasi 46 dan mempunyai berat molekul ± 4,2x10^6 dalton. Ektrak fenol dari virus chikungunya memiliki material yang infeksius. Bentuk prekursor virus dalam matriks sitoplasma menjadi lurus dalam daerah membran sel atau berlawanan dengan membran vakuola. Gabungan dari partikel virus pada permukaan sel menyebabkan proses budding yang melibatkan inti prekursor virus menjadi partikel virus. Membran sel pejamu dimodifikasi selama infeksi dan mengandung antigen virus ketika bergabung ke dalam pembungkus virus.

Gambaran Klinis

Infeksi virus Chikungunya pada anak dapat terjadi tanpa gejala. Adapun gejala klinis yang sering dijumpai pada anak umumnya berupa demam tinggi mendadak selama 1-6 hari, disertai dengan sakit kepala, fotofobia ringan, myalgia dan atralgia yang melibatkan berbagai sendi, serta dapat pula disertai anoreksia, mual!danInuntah. Nyeri sendi (atralgia dan/atau artritis) merupakan gejala yang menonjol dan dapat menjadi presisten (pada sebagian kecil kasus dapat menetap hingga satu tahun). Pada kulit sering ditemukan adanya ptekie atau ruam makulopapular pada tubuh dan ekstremitas yang mengikutiatau terjadi dengan segera setelah demam. Pada saat ini sering terjadi limfadenopati hebat. Demam pada umumnya akan mereda setelah 2 hari, namun keluhan lain, seperti nyeri sendi, sakit kepala dan insomnia, pada sebagian besar kasus akan menetap 5 - 7 hari. Walaupun penyakit dengue dan chikungunya sama, gambaran berbeda yang penting diringkas pada tabel 1 sampai 5.

Page 3: Chi Kun Gunya

Infeksi chikungunya lebih cepat durasinya dibandingldn dengan dengue (Tabel 2), hampir 50% anak dengan chikungunya mengalami demam yang berakhir dalam 72 jam setelah onset, sedangkan median lamanya penyakit demam dengue 2 hari Iebih lama.

Banyak tanda-tanda konstitusional dan gejala yang terjadi dengan frekuensi yang sama pada chikungunya dan infeksi dengue yang tidak dapat digunakan untuk membedakan penyakit secara klinis (Tabel 3). Namun, ruam makulopapular terminal, artralgia atau artritis dan injeksi konjungtiva lebih umum pada chikungunya dibandingkan dengan dengue (Tabel 4). Syok dilaporkan jarang terjacli pada chikungunya. Hal tersebut tidak diobservasi pada kasus di Thailand. Perubahan pada persepsi rasa, bradikardia setelah sakit dan depresi setelah sakit, asthenia, jarang dijumpai pada chikungunya; manifestasi ini yang membedakan dengan pasien dengue.

Page 4: Chi Kun Gunya

Fenomena perdarahan jarang terjadi pada infeksi chikungunya., Frekuensi dari gambaran perdarahan antara chikungunya dan dengue primer/ sekunder pada anak-anak Thailand dibandingkan pada tabel 5. Frekuensi dan manifestasi perdarahan minor pada pasien rawat jalan dan rawat inap dari dengue tidak berbeda secara signifikan dari kasus chikungunya. Namun, hanya kasus dengue di rumah sakit yang mengalami perkembangan menjadi rash petechiae dan hematemesis atau melena spontan.

Page 5: Chi Kun Gunya

Pada bayi, secara tipikal penyakit dimulai dengan adanya demam yang mendadak, diikuti kulit yang merah. Kejang demam dapat terjadi pada sepertiga pasien. Setelah 3-5 hari demam, timbul ruam makulopapular minimal dan limfadenopati, injeksi konjungtiva, pembengkakan kelopak mata, faringitis dan gejala-gejala serta tanda-tanda dari penyakit traktus respiratorius bagian atas umum terjadi, tidak ada enantema. Beberapa bayi mengalami kurva demam bifasik. Arthralgia mungkin sangat hebat, walaupun hal tersebut jarang tampak.

Diagnosis

Diagnosis chikungunya saat ini umumnya ditegakkan dari pemeriksaan serologi yang terlihat dari peningkatan antibodi yang signifikan setelah timbulnya penyakit. Sampel serum yang diambil sampai dengan hari ke-5 dari onset demam tidak akan mengandung HI, CF dan neutralizing antibody. Neutralizing dan HI antibodi umumnya terjadi pada sampel yang dikumpulkan 2 minggu atau setelah onset demam. Complement fixing antibody berkembang lebih lambat. Pada individu tanpa infeksi alfa virus sebelumnya, respons antibodi pertama berasal dari IgM. Seperti demam dengue, antibodi IgG memfiksasi komplemen dengan adanya antigen virus, dengan demikian menjelaskan secara relatif gambaran yang lanjut dari antibodi CF. Neutralizing antibody dapat diukur dengan metode pengenceran virus pada tikus yang menyusui (atau tikus yang disapih, dengan menggunakan strain pasasi tikus yang tinggi dari Ross) atau metode pengenceran virus, dengan menggunakan salah satu dari berbagai kultur jaringan atau metode plaque assay.

Isolasi virus dilakukan dengan inokulasi serum fase akut atau materi intraserebri yang mencurigakan pada tikus usia 1 atau 2 hari atau kultur jaringan. Pada pasasi awal, kematian dapat terjadi dalam waktu 2-5 hari setelah inokulasi. Sel vero dan tikus yang menyusui sama-sama efektif untuk isolasi primer.

Diagnosis Banding

Secara klinis sulit untuk membedakan DHF derajat sedang dengan chikungunya hemorrhagic fever (CHF). Berikut ini dikemukakan gejala klinis penderita DHF (135 kasus) dibandingkan dengan CHF (32 kasus) yang dirawat di Children's Hospital Bangkok selama tahun 1962- 1964.

Page 6: Chi Kun Gunya

Terapi

Pada umumnya pengobatan bersifat suportif. Tirah baring dianjurkan selama masa demam. Antipiretik atau kompres digunakan untuk mempertahan suhu tubuh dibawah 40°C (104°F). Analgesik atau sedasi ringan mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri. Karena pengaruhnya pada hemostasis, aspirin (asam salisilat) tidak boleh digunakan. Analgesik dan sedatif ringan mungkin diperlukan untuk mengurangi rasa sakit. Artritis setelah sakit mungkin memerlukan terapi dengan obat anti radang dan fisioterapi.

Kejang demam dapat diterapi dengan fenobarbital yang diberikan secara intravena atau oral dan diteruskan sampai temperatur normal. Kejang yang berulang atau hebat mungkin menunjukkan respons terhadap diazepam intravena. Penggantian cairan dan eleketrolit diperlukan bila ada defisit yang disebabkan oleh keringat, puasa, haus, muntah atau diare.

Prognosis

Infeksi virus Chikungunya biasanya tidak fatal dan jarang menyebabkan kematian. Jarang dilaporkan secara eksklusif mengenai kejadian kematian, invasi ke susunan saraf pusat dan kasus-kasus perdarahan berat pada demam chikungunya. Pada beberapa penelitian, kasus-kasus yang pernah didokumentasikan secara virologik menunjukkan tidak adanya trombositopenia ataupun neutropenia hebat. Namun, pernah dilaporkan adanya isolat virus chikungunya atau bukti serologik dari orang dengan gambaran perdarahan hebat atau pada individu yang meninggal selama penyakit demam akut. Sebagai tambahan, perdarahan, keterlibatan saraf dan miokardium pernah dilaporkan selama infeksi chikungunya pada dewasa.

Atralgia dapat terjadi selama berminggu-minggu. Aktivitas berat (exercise) mungkin dapat memperpanjang gejala ini. Secara tipikal, rasa sakit bergeser dari sendi dan memburuk pada pagi hari dan berdasarkan pada sendi pertama yang terkena. Pembengkakan di sekitar pergelangan kaki, tangan dan jari, sering terjadi. Pada pasien yang lebih tua gejala sisa mungkin terjadi bersama-sama dengan proses patologik lainnya.

Hingga saat ini belum banyak hal yang diketahui dari patogenesis infeksi chikungunya, hal tersebut menyebabkan sulitnya memperkirakan frekuensi kematian yang secara langsung disebabkan oleh demam chikungunya. Bayi dengan chikungunya mungkin mengalami defisit neurologik setelah kejang demam.

Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan cara mengendalikan vektor pembawa virus Chikungunya, yaitu nyamuk dan menghindari gigitannya. Hingga saat ini upaya terbaik yang dapat dilakukan, antara lain dengan membersihkan/ menutup/membuang tempat-tempat yang berpotensial menjadi genangan air, menguras bak/ tempat penampungan air secara berkala, mernasang kelambu, menggunakan pakaian dan celana panjang dan mengoleskan repellant pada kulit. Akhir-akhir ini telah diupayakan pengembangan vaksinasi untuk Chikungunya. Vaksinasi dengan virus Chikungunya - yang diterapi dengan formalin (strain Ross) dan ditumbuhkan pada sel ginjal monyet hijau Afrika - menimbulkan respons imun yang memuaskan dan resistensi, bila diberikan sebanyak 3 dosis terbagi pada monyet. Vaksin yang dipersiapkan dengan kondisi yang sama menghasilkan HI, CF dan respons antibodi neutralisasi yang berespons pada sukarelawan yang peka. Penelitian komparatif dari laboratorium yang

Page 7: Chi Kun Gunya

sama telah dilakukan dengan vaksin chikungunya yang tidak diaktivasi oleh formalin yang disiapkan dari virus pada ginjal monolayer monyet hijau Afrika dan kultur suspensi embyrochick yang terkonsentrasi. Vaksin yang terakhir, secara signifikan lebih protektif terhadap tikus dibanding virus homolog yang hidup dan menstimulasi produksi 4 sampai 5 kali lebih antibodi pada sirkulasi daripada vaksin yang dipersiapkan dengan virus yang tuinbuh pada kultur ginjal monyet hijau Afrika. Nakao dan Hotta, meneliti pertumbuhan chikungunya pada BHK-21 sel, yang ditemukan pada preparat yang diinaktivasi dengan UV yang secara signifikan bersifat lebih imunogenik daripada virus yang diterapi formalin. Preparat virus kembar yang diekstraksi dengan eter juga bersifat imunogenik. Namun demikian, produksi komersial virus chikungunya, belum dicoba. Mortalitas yang disebabkan infeksi chikungunya tergolong rendah, mengakibatkan perkembangan vaksin chikungunya mendapat prioritas yang kurang dalam kesehatan masyarakat.