Chapter IV - MSS · PDF fileSalah satu contoh penting adalah perdagangan ... tentunya tidak...
Transcript of Chapter IV - MSS · PDF fileSalah satu contoh penting adalah perdagangan ... tentunya tidak...
MIND-MAP CHAPTER 4
MANAGING IN A GLOBAL ENVIRONMENT
Global Business
Global Perspectives
Parochialism
Ethnocentric
Polycentric
Geocentric
Trade Alliances
Regional Trading Alliances:
EU
NAFTAASEANAUSAARC
WTO
Doing Business Globally
Int’l organizations:
MNC
Multidomesticcorporation
Global company
Transnational/borderless
Born globals
Investment:
Global sourcing
Exporting
Importing
Licensing
Franchising
Strategic allience
Joint venture
Foreign subsidiary
Challenges
Legal-political environment
Economic environment
Cultural environment
SUMMARY CHAPTER 4
Managing in a Global Environment
WHAT’S YOUR GLOBAL PERSPECTIVE?
Parochialism: melihat dunia dengan prespektif sendiri, menuntun pada sebuah ketidakmampuan untuk mengakui
perbedaan setiap individu. Orang dengan perspektif ini tidak mengakui bahwa orang lain mempunyai pandangan
yang berbeda terhadap kehidupan dan pekerjaan. Parokialisme merupakan hambatan yang sangat berarti bagi
para manageryang bekerja di lingkungan bisnis global.
Ada 3 jenis Global Attitudes:
-Ethnocentric attitude: adalah suatu kepercayaan parokialistik bahwa pekerjaan terbaik hanya dapat dilakukan di
home country (negara dimana pimpinan perusahaan berlokasi). Mereka yang mempunyai anggapan ini meyakini
bahwa orang-orang di luar negaranya tidak mempunyai keterampilan kerja, pengetahuan, atau pengalaman
untuk memajukan suatu usaha. Sementara mereka percaya bahwa orang-orang dalam negeri mampu melakukan
yang terbaik, sehingga mereka tidak akan mempercayai karyawan-karyawan dari luar negeri sekalipun dengan
membawa kelebihannya.
-Polycentric attitude: suatu pandangan bahwa para manager di host country (negara luar dimana
organasisasi/perusahaan menjalankan bisnis) tahu bagaimana menjalankan bisnis dengan baik. Manajer dengan
sikap ini mempunyai pandangan bahwa setiap kegiatan luar negeri merupakan hal yang berbeda dan sulit
dimengerti. Sehingga, mereka lebih memilih untuk meninggalkan fasilitas-fasilitas luar negerinya dan membiarkan
pekerja asing mengetahui sendiri bagaimana cara melakukan sesuatu yang terbaik.
-Geocentric attitude: sebuah pandangan yang bersifat world-oriented, yang fokus pada penggunaan pendekatan
terbaik dan sumber daya manusia dari seluruh dunia. Manajer dengan tipe ini percaya bahwa sangat penting
untuk memiliki pandangan global, baik untuk perusahaan di home country maupun di luar negeri.
Berikut informasi mengenai ketiga tingkah laku tersebut:
Ethnocentric Polycentric Geocentric
Orientasi Home Country Host Country World
Kelebihan Struktur lebih
sederhana
Mudah dalam
pengawasan
Menekankan pada
wawasan dan tempat
kerja dalam pasar luar
negeri
Lebih banyak dukungan
dari host government
Komitmen manajer lokal
dengan moral yang
tinggi
Menekankan pada
pemahaman isu-isu
global
Keseimbangan antara
tujuan lokal dan global
Penggunaan metode
kerja dan SDM yang
terbaik tanpa
memperdulikan
asalnya
Kekurangan Managemen yang
kurang efektif
Tidak fleksibel
Ancaman sosial dan
politik
Pengulangan pekerjaan
(duplication of work)
Mengurangi efisiensi
Sulit untuk mencapai
tujuan global karena
fokus terhadap
tradisi/kebiasaan lokal
Sulit mencapai tujuan
Manajer harus
mempunyai
pengetahuan, baik
secara global maupun
lokal
Perhatian manajer terhadap perbedaan-perbedaan global sangat penting karena budaya tiap negara berbeda
satu sama lainnya. Praktek manajemen yang dilakukan di Chicago mungkin tidak akan berjalan dengan baik
ketika diterapkan di Bangkok atau Berlin, contohnya. Sehingga pada akhirnya kita akan mengerti bagaimana
geocentric atittude akan mengurangi sikap parokial dan perlahan mengembangkan pemahaman terhadap
perbedaan-perbedaan kebudayaan di antara negara-negara di dunia.
UNDERSTANDING THE GLOBAL ENVIRONMENT
Manajemen tidak hanya sebatas lingkup nasional saja, akan tetapi mencakup lingkungan global. Apa yang
dimaksud dengan lingkungan global tersebut? Salah satu contoh penting adalah perdagangan global (global
trade). Perdagangan global dibentuk atas dasar: aliansi perdagangan regional dan perjanjian negosisasi melalui
WTO (World Trade Organization).
1. Regional Trading Alliances
a. European Union (EU)
Penandatanganan Maastricht Treaty pada bulan Februari 1992 menciptakan European Union (EU), sebuah
unifikasi ekonomi dan perdagangan dengan 12 anggota. Motivasi utama pembentukan aliansi ini adalah untuk
meningkatkan kekuatan ekonomi melawan perekonomian Amerika dan Jepang. Sebelum terbentuknya EU,
setiap negara mempunyai sistem pengawasan, pajak, subsidi, dan kebijakan masing-masing. Namun sekarang,
sebagai pasar tunggal, tidak ada halangan untuk bepergian, bekerja, menanamkan investasi, dan melakukan
perdagangan di antara negara-negara yang tergabung dalam EU. Mereka mempunyai mata uang yang lazim
dipakai, yakni Euro. Hingga tahun 2004, terdapat 24 negara yang telah bergabung di EU.
b. North American Free Trade Agreement (NAFTA)
Pemerintah Meksiko, Kanada, dan Amerika Serikat sepakat untuk menyetujui perdagangan bebas, NAFTA, pada
12 Agustus 1992. Tujuan pembentukan aliansi ini adalah untuk menghapus hambatan dalam perdagangan di
antara negara-negara Amerika Utara. Penghapusan tarif, lisensi impor, dan biaya pemakaian menghasilkan
kekuatan ekonomi baru dari ketiga negara tersebut.
c. Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
ASEAN adalah aliansi perdagangan dari 10 nrgara-negara di Asia Tenggara. Tujuan dari pembentukan kerjasama
ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara regional dan diharapkan akan mampu bersaing
melawan NAFTA dan EU.
d. African Union (AU)
Aliansi perdagangan antara 53 negara Afrika yang terbentuk pada bulan Juli 2002, mempunyai visi: membangun
sebuah Afrika yang terintegrasi, sukses, dan damai.
e. South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC)
Aliansi 7 negara di Asia Selatan yang menghapuskan tariff sejak 1 Januari 2006. Seperti aliansi perdagangan
lainnya, mereka mempunyai tujuan pembebasan alur barang dan jasa.
2. The World Trade Organization (WTO)
WTO dibentuk pada tahun 1995 yang dikembangkan dari General Agreements on Tariffs and Trade (GATT).
Dewasa ini, WTO menjadi satu-satunya organisasi global yang mengatur perdagangan antarnegara. WTO yang
beranggotakan 149 negara ini mempunyai tujuan untuk membantu para pelaku bisnis (eksportir dan importir)
dalam melakukan bisnisnya.
DOING BUSINESS GLOBALLY
Perusahaan dapat melakukan bisnis secara global dengan cara mendirikan perusahaan internasional.
Jenis-jenis perusahaan internasional di antaranya adalah:
Multinational Corporation (MNC) merupakan jenis perusahaan internasional yang menjalankan kegiatan
operasi perusahaan di banyak negara.
Multidomestic Corporation merupakan sebuah MNC yang mengaplikasikan sistem manajemen desentralisasi
dan pengambilan keputusan dilakukan di negara lokal. Jenis perusahaan ini menganut polycentric attitude.
Mereka mengadopsi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan di pasar lokal.
Global Company merupakan salah satu jenis dari MNC yang merupakan sebuah perusahaan internasional yang
mengaplikasikan sistem sentralisasi dan pengambilan keputusan dilakukan di negara asal. Jenis ini menganut
ethnocentric attitude.
Transnational or Borderless Organization merupakan jenis dari perusahaan internasional dimana batas wilayah
tidak menjadi hambatan, merupakan tipe MNC yang menganut geocentric atittude.
Born Global merupakan salah satu dari jenis perusahaan internasional yang memilih untuk go global mulai dari
awal berdirinya.
HOW ORGANIZATIONS GO INTERNATIONAL
Setelah perusahaan mempunyai tujuan untuk menjalankan bisnis secara global, selanjutnya adalah bagaimana
cara perusahaan tersebut bisa dikatakan go international. Berikut ini adalah pendekatan-pendekatan yang
dapat dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis globalnya:
Global Sourcing atau dikenal juga dengan nama Global Outsourcing: pembelian bahan baku atau pun tenaga
kerja yang paling murah dari seluruh dunia. Cara seperti ini bertujuan untuk menekan biaya sehingga bisa lebih
kompetitif.
Exporting: membuat produk di dalam negeri dan menjualnya ke luar negeri.
Importing: pembuatan produk di luar negeri dan dijual di dalam negeri.
Licensing: sebuah perusahaan yang diberi hak oleh perusahaan lain untuk membuat atau menjual produk dari
perusahaan lain dengan menggunakan spesifikasi teknologi dan produknya.
Franchising: sebuah perusahaan memberikan hak kepada perusahaan lain untuk menggunakan nama dan
metode operasinya.
Strategic Alliance: kerjasama antara sebuah perusahaan dengan perusahaan asing dimana keduanya saling
berbagi sumber daya dan pengetahuan dalam mengembangkan produk baru atau pun pembangunan fasilitas
produksi. Kerjasama jenis ini juga saling berbagi risiko dan keuntungan.
Joint Venture: jenis yang lebih spesifik dari strategic alliance, dimana para anggota sepakat untuk membuat
suatu bentuk pemisah, perusahaan tidak saling berkaitan dalam tujuan bisnis tertentu.
Foreign Subsidiary: merupakan sebuah investasi langsung di negara lain, namun sebagai bagian yang terpisah
dari fasilitas produksi atau kantor.
MANAGING IN A GLOBAL ENVIRONMENT
Seorang manajer yang mengepalai cabang suatu perusahaan di negara lain pasti akan menghadapi tantangan
baru. Dengan berada di negara lain, cabang perusahaan global itu menjadi tamu dan harus menjadi tamu yang
baik dengan cara mamatuhi peraturan yang berlaku di negara tersebut.
Beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh para manajer perusahaan yang memimpin cabangnya di negara
lain, berkaitan dengan berbagai kondisi di sana, antara lain:
1. Lingkungan Politik dan Hukum
Untuk beberapa negara, seperti Amerika Serikat, memiliki hukum yang di tegakkan dengan baik dan iklim politik
yang kondusif. Hal ini membuat banyak investor yang percaya untuk menanamkan modalnya di sana. Tetapi
tentunya tidak semua negara sekondusif kondisi layaknya di Amerika Serikat. Manajer di suatu negara harus
tetap mendapat informasi sempurna terhadap hukum yang berlaku di negara tersebut.
Analisis global mengenai risiko politik dari Deutsche Banks mengelompokkan negara-negara ke dalam kategori
stabilitas yang berbeda: maksimum, tinggi, sedang, rendah, dan payah. Beberapa negara seperti Amerika
Serikat, Australia, Jepang, dan Jerman termasuk kedalam kategori stabilitas politik yang tinggi. Sedangkan yang
masuk kedalam kategori rendah diantaranya antara lain Afghanistan dan Korea Utara. Manajer akan
menghadapi ketidakpastian yang besar terhadap keamanan perusahaan mereka di negara dengan kondisi
politik yang tidak stabil.
Tidak jarang para investor yang sedianya akan membuka cabangnya di negara lain, terhambat dengan hal di
atas. Selain stabilitas politik, ideologi yang melandasi terbentuknya hukum di suatu negara juga menjadi
pertimbangan. Seperti contohnya adalah hukum di China yang komunis, dimana semua dikendalikan
pemerintah.
2. Lingkungan Ekonomi
Seorang manajer yang sedang menjalankan bisinisnya di luar negeri harus selalu memperhatikan sistem
ekonomi yang di anut suatu negara. Ada dua macam sistem ekonomi:
a. Ekonomi Pasar lebih mengarah kepada kapitalisme, di mana semua sumber daya dimiliki dan
dikelola oleh sektor privat (swasta)
b. Ekonomi Terpimpin kebijakan-kebijakan ekonomi dirancang oleh pemerintah.
Pada kenyataannya tidak ada satu negara yang menerapkan sistem ini secara penuh. Seperti Amerika Serikat
dan Inggris yang menerapkan sistem ekonomi pasar, tetap ada kontrol pemerintah meskipun sedikit. Begitu
pula dengan Vietnam dan Korea Utara yang menganut sistem ekonomi terpimpin, meskipun demikian, tetap
ada kebebasan meskipun minim.
Masalah ekonomi lain yang perlu diperhatikan oleh manajer adalah perubahan kurs mata uang asing, tingkat
inflasi, dan perbedaan kebijakan pajak. Keuntungan perusahan sangat bergantung dengan kekuatan kurs mata
uang negara asal perusahaan dengan negara tempat mereka beroperasi di negara lain.
Inflasi berpengaruh terhadap tingkat bunga, kekuatan mata uang, biaya hidup, dan kepercayaan perusahaan
terhadap sistem ekonomi dan politik negara tersebut. Selain inflasi, masalah lainnya yang tidak kalah penting
adalah pajak. Ada beberapa negara yang menerapkan pajak rendah atau tinggi terhadap perusahaan asing yang
ingin membangun pabrik dan cabang di negara mereka. Para manajer tentu harus mengetaui informasi secara
pasti mengenai sistem pajak di negara di mana mereka beroperasi untuk meminimalisasi utang pajak dari
keseluruhan kegiatan bisnis.
3. Lingkungan Budaya
Kebudayaan antara negara Barat seperti Eropa dan Amerika jauh berbeda dengan negara Timur di Asia. Oleh
karena perbedaan inilah terkadang menjadi penghalang yang menyebabkan ketidakstabilan perusahaan yang
membuka cabang di negara lain dan tidak memperhatikan budaya yang berkembang di sana.
Ada penelitian bahwa budaya suatu negara berpengaruh lebih besar kepada pekerja di sana daripada budaya
yang dibangun oleh perusahaan. Hal ini menjadi salah satu catatan bagi manajer untuk memperhatikan
perbedaan budaya ini karena produktivitas pekerja yang menjadi taruhannya. Jika perusahaan tidak toleran
dengan budaya negara itu, maka banyak orang yang menolak kehadiran cabang dari perusahaan
tersebut di negara tersebut.
Budaya dalam hal ini tidak hanya terbatas pada kebiasaan atau adat, tetapi juga kepada karakter warga negara,
agama, suku, dan lain-lain.
Untuk membantu memahami perbedaan budaya antarnegara, seorang manajer dapat menggunakan beberapa
pendekatan referensi, di antaranya adalah:
a. Hofstede’s Framework for Assessing Cultures
Adalah salah satu pendekatan referensi yang dapat membantu manajer memahami perbedaan-perbedaan
budaya negara-negara lain yang dikembangkan oleh Geert Hofstede. Penelitiannya menyimpulkan bahwa para
manajer dan para karyawan mempunyai variasi yang berbeda mengenai budaya nasional, yang mempunyai
lima dimensi:
Individualism versus collectivism. Individualisme adalah tingkat di mana seseorang cenderung lebih memilih
bertindak sebagai individu dibanding sebagai anggota dari suatu kelompok. Kebalikannya adalah kolektivisme,
struktur sosial di mana orang-orang lebih menyukai bertindak sebagai anggota kelompok dan berharap bahwa
anggota lain yang tergabung dalam kelompok tersebut dapat saling menjaga satu sama lain, layaknya sebuah
keluarga atau organisasi.
Power distance. Hofstede menggunakan istilah ini sebagai tolak ukur yang luas, di mana masyarakat menerima
kenyataan bahwa kekuatan dalam suatu institusi dan organisasi dapat didistribusikan secara merata.
Uncertainty avoidance. Menggambarkan suatu tingkatan di mana orang dapat mentoleransi resiko dan lebih
menyukai kondisi yang terstruktur.
Achievement versus nurturing. Achievement adalah suatu tingkatan yang mengandung nilai-nilai seperti
kepercayaan, akuisisi dari uang dan barang material, dan kemenangan atas kompetisi.
Long-term and short-term orientation. Orang dengan budaya long-term orientation melihat jauh ke masa
depan, waktu luang tidaklah begitu penting, dan mereka percaya bahwa kejadian paling penting dalam
hidupnya akan terjadi di masa depan. Sebaliknya, budaya short-tem orientation hanya melihat masa lalu dan
sekarang, waktu luang menjadi sangat penting, dan mempercayai bahwa kejadian yang paling berharga dalam
hidupnya terjadi di masa lampau atau saat ini.
b. The GLOBE Framework
Meskipun dimensi kebudayaan dari Hofstede sudah menjadi bagian utama dalam pembedaan budaya
antarnegara, namun seiring berjalannya waktu terdapat berbagai perubahan dalam lingkungan global. GLOBE
(Global Leadership and Organizational Behavior Effectiveness) merupakan program penelitian yang dimulai
tahun 1993, secara bertahap meneliti tingkah laku kepemimpinan berdasarkan silang-budaya. Berikut sembilan
dimensi yang dihasilkan:
Assertiveness
Future orientation
Gender differentiation
Uncertainty avoidance
Power distance
Individualism/collectivism
In-group collectivism
Performance orientation
Humane orientation
GLOBAL MANAGEMENT IN TODAY’S WORLD
Menjalankan bisinis global tentu tidaklah mudah. Selain harus berhadapan dengan lingkungan dan kondisi (baik
itu sosial politik, ekonomi, maupun budaya) suatu negara, para pelaku bisnis juga harus menerima resiko dari
keterbukaan bisnisnya. Salah satu tantangan yang muncul dari keterbukaan ini adalah ancaman terorisme.
Tantangan yang lainnya adalah ketergantunagan ekonomi pada negara-negara yang melakukan perdagangan.
Namun, terlepas dari semua itu, tantangan terbesar yang harus dihadapi para manajer adalah mengenai
perbedaan kebudayaan, mencakup di dalamnya perbedaan adat istiadat, tradisi, sejarah, agama dan
kepercayaan, dan norma sosial. Menjalankan usaha di lingkungan seperti itu tentu akan sangat rumit.
Pada akhirnya, kesuksesan manajemen di lingkungan global seperti saat ini akan membutuhkan perhatian dan
pemahaman yang luar biasa. Para manajer dari setiap negara harus berhati-hati terhadap keputusan dan
tindakannya yang akan dinilai tidak hanya oleh orang yang setuju dengannya, namun yang paling penting
adalah oleh orang-orang yang tidak setuju dengannya. Mereka harus menyesuaikan gaya kepemimpinan dan
pendekatan manajemen yang dilakukannya untuk mengatasi perbedaan pandangan. Mereka akan melakukan
hal tersebut sembari tetap fokus pada efisiensi dan efektifitas semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan-
tujuan organisasi.