Chapter III V
description
Transcript of Chapter III V
-
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Pelaksanaan penelitian dilakukan secara eksperimental, yang dilakukan di
Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara. Objek dalam penelitian ini adalah beton mutu 25 MPa
yang menggunakan Abu Boiler sebagai pengganti terhadap % berat semen dengan
varian campuran 0%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%,. Sedangkan pengujian kuat
tekan, modulus elastisitas, dan modulus patahan dilakukan setelah beton berumur 7,
14 dan 28 hari.
Agar diharapkan hasil penelitian yang memuaskan maka digunakan metode
penelitian dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan metode penelitian yang dilakukan
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Penyediaan bahan penyusun beton.
b. Pemeriksaan bahan.
c. Perencanaan campuran beton (Mix Design).
d. Pembuatan benda uji.
e. Pemeriksaan nilai slump.
f. Pengujian kuat tekan beton umur 7, 14 dan 28 hari.
g. Pengujian elastisitas beton umur 7, 14 dan 28 hari.
h. Pengujian Flexure beton umur 7, 14 dan 28 hari.
Universitas Sumatera Utara
-
41
Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dan Beton Abu Boiler
Gambar 3. 1. Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dan Beton Abu Boiler
Mulai
Persiapan
Bahan dan Alat
Pemeriksaan Bahan
Uji Pendahuluan
Perencanaan Campuran Beton
Pembuatan Adukan Beton
Pencetakan Beton
Slump
Pengecekan Nilai Slump
Perawatan Beton
(Perendaman)
Pengujian
Analisa
Data Penguji
Selesai
Universitas Sumatera Utara
-
42
3.2 Bahan-bahan penyusun beton
Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar
dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi
untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya perbandingan
campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang
lebih ekonomis dan efektif.
3.2.1 Semen Portland
Semen Portland termasuk semen yang dihasilkan degan cara menghaluskan
clinker yang terutama terdiri dari silika silika kalsium yang bersifat hidrolis dengan
gips sebagai bahan tambahan.
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas
tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.
Sifat-sifat fisik semen yaitu :
a. Kehalusan Butir
Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara
umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat
mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke
permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton
untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.
b. Waktu ikatan
Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap
dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut
Universitas Sumatera Utara
-
43
terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen
dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat
awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut
waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen
adalah :
Waktu ikat awal > 60 menit
Waktu ikat akhir > 480 menit
Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu
waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.
c. Panas hidrasi
Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat
yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media
perekat ini disebut hidrasi.
d. Pengembangan volume (lechathelier)
Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena
itu pengembangan beton dibatasi sebesar 0,8 % (A.M Neville, 1995).
Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan
timnul retak retak.
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi
ataupun konisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam
perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland, antaralain :
1. Tipe I digunakan pada konstruksi beton secara umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus lainnya.
Universitas Sumatera Utara
-
44
2. Tipe II digunakan pada konstruksi yang memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau panas hidrasi yang sedang.
3. Tipe III digunakan jika menuntut persyaratan kekuatan awal yang
tinggi setelah pengikatan terjadi.
4. Tipe IV digunakan jika ingin panas hidrasi yang rendah.
5. Tipe V jika menginginkan daya tahan terhadap sulfat yang tinggi.
Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh
PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.
3.2.2 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan
diameter 5 mm dan tertahan di ayakan diameter 0.15 mm yang merupakan pasir alam
sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai
gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki
bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari
gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.
Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memiliki
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1. Susunan butiran (gradasi)
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena
akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain
sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam
batas-batas seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.1. Agregat halus tidak
Universitas Sumatera Utara
-
45
boleh mengandung bagian yang lolos 45% pada suatu ayakan dan tertahan
pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak boleh kurang dari
2,2 dan tidak lebih dari 3,2.
Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991)
Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persentase Lolos Kumulatif (%)
9,50 100
4,75 95 100
2,36 80 100
1,18 50 85
0,60 25 60
0,30 10 30
0,15 2 10
2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan
no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar
lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci.
3. Kadar gumpalan tanah liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat
kering).
4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan
merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak
menghasilkan warna yang lebih gelap dari standar percobaan Abrams-
Harder.
Universitas Sumatera Utara
-
46
5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan
dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif
terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan
pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton dengan semen
kadar alkalinya lebih dari 0,06% atau dengan penambahan yang bahannya
dapat mencegah pemuaian.
6. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.
Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian ynag hancur maksimum 15%.
Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh
dari quarry Sei Wampu , Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap
agregat halus meliputi :
Analisa ayakan pasir
Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)
Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)
Pemeriksaan kadar liat (clay lump)
Pemeriksaan berat isi, berat jenis dan absorbsi pasir
Analisa Ayakan Pasir
(ASTM C 136 - 84a)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus
kehalusan pasir (FM)
b. Hasil pemeriksaan :
Modulus kehalusan pasir (FM) : 2.72
Universitas Sumatera Utara
-
47
Pasir dapat dikategorikan pasir halus.
c. Pedoman :
100
mm 0.15ayakan hingga tertahan Komulatif % FM
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa
kelas, yaitu :
Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60
Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90
Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20
Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200
(ASTM C 117 90)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan lumpur : 1,8% < 5% , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan
melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus
dicuci.
Pemeriksaan Kandungan Organik
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Warna kuning terang (standar warna no.3), memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Universitas Sumatera Utara
-
48
Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik
pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.
Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir
(ASTM C 33)
a. Tujuan :
Untuk memerisa kandungan liat pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan liat 0,5 % < 1% , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari
berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.
Pemeriksaan Berat Isi Pasir
(ASTM C 29/C 29M 90)
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan
longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok / padat : 1891,67 kg/m3.
Berat isi keadaan longgar : 1693,42 kg/m3.
c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok
lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa
pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat
isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui
volumenya saja.
Universitas Sumatera Utara
-
49
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir
(ASTM C 128 - 88)
a. Tujuan :
Untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorbsi)
pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat jenis SSD : 2.63 ton/m3.
Berat jenis kering : 2.55 ton/m3.
Berat jenis semu : 2.77 ton/m3.
Absorbsi : 3.09%
c. Pedoman :
Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD
dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface
Dry) dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering,
keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan
kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah
total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase
dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi
dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.
3.2.3 Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil
disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat
Universitas Sumatera Utara
-
50
pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan
di ayakan 4,76 mm.
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai berikut :
1. Susunan butiran (gradasi)
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari
butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga
akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen
atau penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai
susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)
Ukuran Lubang Ayakan
(mm)
Persentase Lolos Kumulatif
(%)
38,10 95 100
19,10 35 70
9,52 10 30
4,75 0 5
2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan
dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif
terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan
pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang
Universitas Sumatera Utara
-
51
reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan
semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan
penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.
3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak
berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti
terik matahari atau hujan.
4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan
no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar
lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.
5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan
beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari
24% berat.
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari
22% berat.
6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los
Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.
Agregat kasar (batu pecah) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh
dari quarry sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar
meliputi :
Analisa ayakan batu pecah
Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan no.200)
Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles
Pemeriksaan berat isi, berat jenis dan absorbsi batu pecah
Universitas Sumatera Utara
-
52
Analisa Ayakan Batu Pecah
(ASTM C136-84a & ASTM D 448-86)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus
kehalusan(fineness modulus / FM) kerikil.
b. Hasil pemeriksaan : 7.04
5.5 < 7.04 < 7.5 , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
1.
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus
kehalusan (FM) antara 5.5 sampai 7.5.
Pemeriksaan Kadar Lumpur (Ayakan no.200)
(ASTM C 117-90)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan lumpur : 1.1% > 1% , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi
1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka
kerikil harus dicuci.
Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles
(ASTM C 131 - 89 & ASTM C 535 - 89)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.
100
mm 0.150ayakan hingga tertahan kumulatif % FM
Universitas Sumatera Utara
-
53
b. Hasil pemeriksaan :
Persentase keausan : 24.70% < 50%
c. Pedoman :
1. 100% x awalberat
akhirberat awalberat keausan %
2. Pada pengujian keausan dengan mesin pengaus Los Angeles, persentase
keausan tidak boleh lebih dari 50%.
Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah
(ASTM C 29/C 29M 90) a. Tujuan :
Untuk memeriksaan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat
dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok / padat : 1572.54 kg/m3
Berat isi keadaan longgar : 1383.84 kg/m3
c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara merojok
lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa kerikil
akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi batu
pecah maka kita dapat mengetahui berat batu becah dengan hanya mengetahui
volumenya saja.
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah
(ASTM C 127 - 88)
a. Tujuan :
Universitas Sumatera Utara
-
54
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)
batu pecah.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat jenis SSD : 2.57 ton/m3
Berat jenis kering : 2.53 ton /m3
Berat jenis semu : 2.63 ton /m3
Absorbsi : 1.50%
c. Pedoman :
Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam keadaan
SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated
Surface Dry) dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air, keadaan batu
pecah kering dimana pori batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan
air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan
pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu
pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering, dimana absorbsi terjadi dari
keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.
3.2.4 Air
Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal dari
sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat pembuatan beton
yaitu air yang jernih, tidak berwarna dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti
minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini air yang dipakai adalah berasal
dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik USU.
Universitas Sumatera Utara
-
55
3.2.5 Abu Boiler
Berat jenis Abu Boiler yang berasal dari PTPN IV adalah sebesar 2,1780
gr/cm3. Menurut penelitian Clarke (1992), berat jenis abu berkisar antara 1,90 gr/cm
3
s /d 2,72 gr/crn3(Jurnal Sains dan Teknologi)
. Dari hasil penelitian, berat jenis abu boiler
PTPN IV mernenuhi standar penelitian yang pernah dilakukan oleh Clarke terhadap
fly ash. Abu Boiler yang dipakai dalam penelitian ini adalah sisa salah satu limbah
dari pengolahan kelapa sawit. Abu Boiler merupakan sisa dari pembakaran cangkang
dan serabut buah kelapa sawit didalam dapur atau tungku pembakaran yang disebut
boiler dengan suhu 7000C-800
0C. Abu Boiler berasal dari unit pengolahan kelapa
sawit yang mana penanganan limbah tersebut belum ditangani secara baik (Laksmi,
1999).
Secara umum abu boiler dapat didefinisikan sebagai materi sisa yang tidak
habis terbakar dan berfungsi dalam proses pembakaran karbon, hidrogen, sulfur,
oksigen dan penguapan air yang terkandung dalam Tandan Buah Sawit dan
Cangkang Buah Sawit. Abu boiler tersebut berwarna gelap (hitam keabu-abuan) dan
ukuran butirnya bervariasi dari ukuran pasir hingga kerakal (pebble).
Penggunaan abu boiler ini dalam campuran beton didasarkan atas sifat
pozolanik yang terkandung dalam abu boiler, yaitu mampu bereaksi dengan kalsium
hidroksida dan air untuk membentuk suatu bahan yang dapat mengeras (sementasi).
Sama halnya seperti fly ash (batu bara) yang merupakan pozolanik yang memiliki
senyawa kimia aluminosilikat dan senyawa lainnya, abu terbang dapat digunakan
sebagai bahan campuran semen untuk menghasilkan beton. Komposisi kimia abu
boiler didominasi oleh SiO2, Al2O3,CaO dan lainnya. Pada dasarnya abu boiler
Universitas Sumatera Utara
-
56
mempunyai komposisi kimia yang menyerupai aluminosilikat lainnya, seperti
lempung.
Tabel 3. 3 Perbandingan Kadar Kimiawi Semen dengan Abu Boiler
Nama Oksida Nama Umum % Berat
Semen Abu boiler
CaO Kapur 63 3,58
SiO2 Silika 22 40,61
Al2O3 Alumina 6 4,89
Fe2O3 Ferrit oksida 2,5 0,66
MgO Magnesia 2,6 2,23
K2O Alkalis 0,6 2,12
Na2O Disodium oksida 0,3 -
SO2 Sulfur dioksida 2 -
CO2 Karbon dioksida - -
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan SiO2 dalam Abu Boiler sangat
banyak. Karena nilai unsur SiO2 pada abu boiler akan bereaksi dengan kapur mati
Ca(OH)2 hasil hidrasi antara air dan semen. Dengan demikian akan terbentuk kapur
hidrolis sebagai perekat yang menambah kekuatan dan kepadatan beton. Sedangkan
pemakaian abu boiler dalam jumlah yang banyak akan berpengaruh buruk terhadap
kekuatan beton, karena nilai kuat tekan beton yang diperoleh akan menjadi lebih
rendah. Hal ini disebabkan karena SiO2 yang terdapat pada abu boiler tidak mampu
bereaksi terhadap kapur bebas CaO maupun kapur mati Ca(OH).
Universitas Sumatera Utara
-
57
Gambar 3. 2 Abu Boiler
3.3 Penelitian Penggunaan Abu Boiler Yang Sudah Ada
Belum banyak penelitian yang dilakukan dalam pemanfaatan abu boiler dalam
teknologi beton. Saat ini masih digunakan sebagai bahan tambah maupun
pemanfaatan dalam pembuatan beton dan mortar. Diantara kumpulan artikel, skripsi
dan tesis penelitian yang sudah ada yaitu :
a. R Juni Indrawan, Budi Indrawan, Damon, Monita Olivia,dan Ovan
Rachmadano,Reseacrh Club jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Riau, Pekanbaru, Pemanfaatan Abu Sawit Sebagai Bahan
Tambah Pada Beton.
Pengujian material pembuatan beton dilakukan hanya untuk mendapatkan
data-data yang diperlukan dalam perencanaan beton. Metode pembuatan
campuran beton pada penelitian ini adalah metode DEO (Departement of
Environment) menggunakan pertolongan tabel dan grafik.
Universitas Sumatera Utara
-
58
b. Samijo, Program Pasca Sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara,
Pembuatan Paving Block dengan menggunakan Limbah Abu Boiler PKS
Gunung Bayu sebagai Bahan Pengisi dengan Alternatif Limbah Fly Ash
PLTU Sibolga.
Pembuatan Paving Block dalam penelitian ini ada dua tahapan , tahapan
pertama campurannya dari material semen, fly ash, pasir, dan air. Vareabel
pada pembuatan paving block ini adalah komposisi fly ash : semen : 0% :
100%; 10% : 90%; 20% : 80%; 30% : 70%; 40% : 60%; 50% : 50%. Dari
karakteristiknya diambil dua nilai optimumnya yaitu; semen : fly ash = 80% :
20% dan 70% : 30%. Tahapan kedua campurannya dari material semen, fly
ash, pasir, abu boiler, dan air. Variabel pada pembuatan paving block ini
adalah komposisi abu boiler terhadap berat pasir yaitu : 2,5%; 5%; 7,5%;
10%; 12,5%.dengan komponen semen : fly ash = 80% : 20% dan 70% :30%.
Tahapan kedua inilah pembuatan paving block yang diteliti dan didapat
karakteristik optimumnya pada komposisi semen 80%, fly ash 20%, abu
boiler 7,5% dari berat pasir diperoleh hasil pengukuran : densitas = 2,11
gr/cm3; serapan air = 5,32%; kuat tekan = 8,35 MPa; kuat patah = 3,0 MPa;
kekerasan = 116 HB. Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop
optik terlihat jelas butiran abu boiler berwarna kebiruan dan butiran fly ash
berwarna kecoklatan dan kedua butiran tersebut terlihat semakin membesar
setelah sampel direndam dengan air, yang berarti bila sampel direndam
dengan air kekuatannya makin berkurang.
Universitas Sumatera Utara
-
59
c. Ermiyati,Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau,
Pekanbaru, Abu Kelapa Sawit sebagai pengganti Semen terhadap Kuat Tekan
dan Resapan Air pada Mortar.
Mortar (mortar semen) merupakan bahan bangunan yang terbuat dari
campuran pasir, semen Portland, dan air, dalam perbandingan antara volume
semen dan volume pasir berkisar antara 1 : 2 dan 1 : 8 atau lebih besar. Kuat
tekan mortar umumnya berkisar antara 3 MPa sampai 17 Mpa dengan berat
jenis antara 1,80 2,20. Mortar biasa dipakai untuk tembok, pilar, kolom atau
bagian bangunan lain yang menahan beban, karena semen ini lebih rapat air
dibanding dari mortar kapur dan mortar lumpur (Tjokrodimuljo, 1998).
Menurut hasil penelitian Muhardi, Iskandar, dan Rinaldo (2004), bahwa
penambahan abu kelapa sawit terhadap mortar sebagai bahan pozolan dapat
meningkatkan kuat tekan pada campuran abu kelapa sawit 15 %, dengan nilai
kuat tekan (26 MPa) atau naik 21,88 % dari mortar normal yaitu 21,3 MPa.
3.4 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau
proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton ini
ditentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar
proporsi campuran dapat memenuhi syarat teknis secara ekonomis. Dalam
menentukan proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode Departemen
Pekerjaan Umum yang berdasarkan pada SK SNI T-15-1990-03.
Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode Departemen
Pekerjaan Umum ini adalah kekuatan tekan dan hubungan dengan faktor air semen.
Universitas Sumatera Utara
-
60
Perhitungan mix design secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil
perhitungan mix design tersebut diperoleh perbandingan campuran beton dengan
mutu 25 MPa yang diperlukan dalam penelitian ini antara semen : pasir : kerikil : air
= 1,00 : 1,21 : 2,29 : 0,5
3.5 Penyediaan Bahan Penyusun Beton
Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan beton
seperti pasir, batu pecah, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan untuk
mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada, maka
penyediaan bahan penyusun beton adalah disaring, dicuci dan dijemur hingga kering
permukaan. Kemudiaan bahan tersebut disimpan dalam kotak dan ditempatkan di
ruangan tertutup, hal ini untuk menghindari pengaruh cuaca luar yang dapat merusak
bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas bahan. Sehari sebelum dilakukan
pengecoran benda uji bahan yang telah dipersiapkan tersebut ditimbang berapa
beratnya sesuai dengan variasi campuran yang ada dan diletakkan dalam wadah yang
terpisah untuk mempermudah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.
3.6 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji terdiri dari empat variasi campuran untuk percobaan,
yaitu campuran normal tanpa bahan pengganti, campuran dengan penambahan Abu
Boiler sebesar 10%; 15%, 20%. 25% dan 30% dari berat berat semen. Setelah semua
bahan selesai disediakan, hidupkan mesin molen dan masukkan campuran beton
sembarang ke dalamnya yang berfungsi untuk membasahi mesin tesebut supaya
adukan beton yang sebenarnya tidak berkurang. Setelah 30 detik, campuran
tersebut di buang. Untuk beton normal, langkah pertama masukkan agregat halus dan
Universitas Sumatera Utara
-
61
semen selama 30 detik supaya agregat halus dan semen tercampur rata. Kemudian
air dimasukkan sebagian-sebagian ke dalam molen secara menyebar, hal ini
dilakukan supaya air tidak hanya tercampur di beberapa tempat dan menyebabkan
adukannya tidak rata (menggumpal). Selanjutnya masukkan batu pecah dan biarkan
mesin molen selama 1 menit sampai campuran beton benar-benar tercampur secara
merata dan homogen.
Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan besar
yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya dengan
menggunakan metode slump test dari kerucut Abrams-Harder. Setelah pengukuran
nilai slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder yang berukuran
diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan balok flexure yang berukuran 15 x 15 x 75 cm
dengan cara dibagi dalam tiga tahapan, dimana masing-masing tahapan diisi 1/3
bagian dari cetakan silinder dan balok flexure lalu dipadatkan dengan menggunakan
alat vibrator. Setelah umur beton 24 jam, cetakan silinder dan balok dibuka dan
mulai dilakukan perawatan beton dengan cara direndam dalam bak perendaman
sampai pada masa yang direncanakan untuk melakukan pengujian.
3.7 Penggunaan Abu Boiler
Pada Tugas Akhir ini, penggunaan Abu Boiler yang saya gunakan sebagai
pengganti berat semen adalah berdasarkan berat. Hal ini ditujukan agar penggunaan
Abu Boiler dapat mengikuti bahan semen dan tidak memberikan perubahan yang
signifikan terhadap campuran beton.
Adapun variasi yang digunakan adalah : 0%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Cara
penghitungan berat Abu Boiler yang digunakan yaitu (M2=% M1)
Universitas Sumatera Utara
-
62
Dimana,
Rumus yang dipakai : (M2=% M1)
Dimana :
M1 = Berat agregat halus yang dipakai
M2 = Berat Abu Boiler yang dipakai
Dan kebutuhan Abu Boiler yang digunakan adalah :
a. Variasi I : (M2=0% M1)
b. Variasi II : (M2=10% M1)
M2 = 18,50 kg
c. Variasi III : (M2=15% M1)
M2 = 27,75 kg
d. Variasi IV : (M2=20% M1)
M2 = 37,00 kg
e. Variasi V : (M2=25% M1)
M2 = 46,25 kg
f. Variasi VI : (M2=30% M1)
M2 = 55,50 kg
3.8 Pengujian Sampel
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton, pengujian
elastisitas beton, pengujian splitting beton dan flexure test beton.
3.8.1 Pengujian kuat tekan beton
Pengujian dilakukan pada umur beton 7,14 dan 28 hari untuk tiap variasi
beton sebanyak 5 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder
Universitas Sumatera Utara
-
63
beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan uji kuat tekan, benda uji
ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan
mesin kompres berkapasitas 200 ton yang digerakkan secara manual.
Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :
dimana :
fc = Kekuatan tekan (kg/cm2)
P = Beban tekan (kg)
A = Luas permukaan benda uji (cm2)
Gambar 3. 3 Uji Tekan Beton
3.8.2 Pengujian Elastisitas Beton
Pengujian dilakukan pada umur beton 7,14 dan 28 hari untuk tiap variasi
beton sebanyak 5 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder
beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan uji elastisitas beton,
cf'
Universitas Sumatera Utara
-
64
benda uji ditimbang beratnya. Kemudian benda uji ditempatkan pada alat elastis dan
dimasukkan ke alat compressor secara vertikal dalam keadaan tidak bergoyang
(seimbang), kemudian dibebani sehingga silinder ini pecah arah. Pengujian elastisitas
beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres berkapasitas 200 ton yang
digerakkan secara manual dan memakai alat Compressor Srain Dial Test.
Gambar 3. 4 Gambar pengujian elastisitas
Universitas Sumatera Utara
-
65
Gambar 3. 5 Pengujian modulus elastisitas beton
Kekuatan elastisitas beton dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Dimana:
dimana : A : Luas Permukaan Tekan Sampel (cm)
E : Modulus Elastisitas (kg/ cm)
L : Perubahan Panjang Sampel (cm)
k : Faktor Pembacaan Dial (mm)
L : Panjang awal sampel beton (cm)
P : Beban Tekan sampel (kg)
: Tegangan (kg/ cm)
: Regangan
E
) ( 10
.PembacaanDial
kL
L
L
A
P
Universitas Sumatera Utara
-
66
Setelah diperoleh nilai elastisitas pada benda uji (silinder), maka perhitungan
dilanjutkan untuk mendapatkan nilai poisson ratio dengan membandingkan nilai
regangan radial pada sampel terhadap regangan arah lateral.
3.8.3 Kuat Lentur
Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan
lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat
diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban
lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Menurut
pasal 11.5 SNI-03-2847 (2002) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat
tekannya adalah fr = 0,7 f 'c M.
Gambar 3. 6 Gambar pengujian kuat lentur balok
Universitas Sumatera Utara
-
67
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Nilai Slump
Nilai slump selalu dihubungkan dengan kemudahan pengerjaan beton
(workabilitas), hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain :
Gradasi dan bentuk permukaan agregat
Faktor air semen
Volume udara pada adukan beton
Karakteristik semen
Bahan tambahan
Hasil pengujian nilai slump dan penggantian beberapa persen Abu Boiler terhadap
berat semen dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4. 1 Nilai Slump berbagai jenis beton
Persentase
pengagantian Abu
terhadap berat Semen
Nilai Slump
(cm)
0 % 15
10 % 14
15 % 13
20 % 12
25 % 11
30 % 10
Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya persentase pemakaian Abu
Boiler, maka nilai slump naik dengan signifikan, hal ini sesuai dengan sifat abu yang
menyerap air. Pengaruh pemakaian abu boiler terhadap nilai slump dapat dilihat pada
Grafik 4.1
Universitas Sumatera Utara
-
68
Grafik 4. 1 Grafik Nilai Slump Terhadap Persentase subsitusi Abu
4.2 Kuat Tekan Silinder Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7,14 dan 28 hari yang
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton
dengan menggunakan abu boiler dan hasilnya dibandingkan dengan beton normal.
Grafik 4. 2 Grafik Hubungan Kuat Tekan Beton Terhadap Subsitusi Abu Boiler
terhadap Berat Semen
15
14
13
12
11
10
y = -23,81x2 - 10x + 15,06 R = 0,9966
9
11
13
15
0% 10% 20% 30%
nilai slump
Poly. (nilai slump)
27,873 29,511
26,758
24,041
17,107 16,201
25,066
26,481
22,029
18,504
14,772
14,141
25,849 26,833
24,614
21,263
18,564
14,720
y = -189,98x2 + 17,755x + 26,139 R = 0,9856
10
12,5
15
17,5
20
22,5
25
27,5
30
0 0,1 0,2 0,3
Ku
at T
ekan
Bet
on
( M
Pa
)
Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )
Umur 7 hari
Umur 14 hari
Umur 28 hari
Power (Umur 28 hari)
Poly. (Umur 28 hari)
Poly. (Umur 28 hari)
Universitas Sumatera Utara
-
69
Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
Variasi
Penambah
an
Simbol
Kuat Tekan Silinder Umur 7
Hari
Kuat Tekan Silinder Umur 14
Hari
Kuat Tekan Silinder Umur 28
Hari
Berat Kuat
Tekan
(MPa)
%
terhadap
BN
Berat Kuat
Tekan
(MPa)
%
terhadap
BN
Berat Kuat
Tekan
(MPa)
% terhadap
BN rata - rata
(kg)
rata -
rata (kg)
rata -
rata (kg)
0% BN 13,0 27,873 100,00 13,0 25,066 100,00 13,5 25,849 100,00
10% BAS
10% 12,6 29,511 105,87 12,6 26,481 105,65 12,5 26,833 103,81
15% BAS
15% 12,2 26,758 95,99 12,4 22,029 87,88 12,2 24,614 95,22
20% BAS
20% 12,3 24,041 86,25 12,2 18,504 73,82 12,2 21,263 82,26
25% BAS
25% 12,1 17,107 61,37 12,0 14,772 58,93 12,1 18,564 71,82
30% BAS
30% 12,0 16,201 58,12 12,1 14,141 56,42 12,1 14,720 56,95
Universitas Sumatera Utara
-
70
Grafik 4.2 menunjukkan bahwa pada Umur beton 7,14 dan 28 hari dengan
variasi pemakaian Abu Boiler 10 % terhadap berat semen merupakan Kuat Tekan
tertinggi, yaitu sebesar 29,511 Mpa, 26,481 Mpa dan 26,833 Mpa. Dan pada variasi
pemakaian Abu Boiler 30 % dari berat semen diperoleh Kuat Tekan terendah, yaitu
16,201 Mpa, 14,141 Mpa dan 14,720 Mpa. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa
hubungan kuat tekan dengan persentase pemakaian abu terhadap berat semen
memiliki kecenderungan menurun setelah variasi 10 % penggantian abu terhadap
semen.
Pemakaian abu boiler pada campuran beton menyebabkan nilai kuat tekan
beton yang dihasilkan lebih tinggi, karena nilai unsur SiO2 pada abu boiler bereaksi
dengan kapur mati Ca(OH)2 hasil hidrasi antara air dan semen. Dengan demikian
terbentuk kapur hidrolis sebagai perekat yang menambah kekuatan dan kepadatan
beton, meskipun reaksi ini cenderung berlangsung lambat. Sedangkan pemakaian abu
boiler dalam jumlah yang banyak akan berpengaruh buruk terhadap campuran beton,
karena nilai kuat tekan beton yang diperoleh akan menjadi lebih rendah. Hal ini
disebabkan karena SiO2 yang terdapat pada abu boiler tidak mampu bereaksi
terhadap kapur bebas CaO maupun kapur mati Ca(OH).
Penurunan kuat tekan beton terjadi seiring dengan bertambahnya pemakaian
abu boiler pada campuran beton. Penambahan abu boiler pada campuran beton akan
meningkatkan kadar SiO2 untuk bereaksi dengan kapur mati Ca(OH2) dan kapur
bebas. Kelebihan kadar SiO2 tersebut mengakibatkan kuat tekan beton dapat
menurun karena tidak terbentuknya kapur hidrolis.
Universitas Sumatera Utara
-
71
Peningkatan/penurunan Kuat Tekan Beton dengan pemakaian Abu Boiler sebagai
bahan pengganti semen dalam campuran beton dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Grafik 4. 3 Grafik Persentase Peningkatan/Penurunan Kuat Tekan Beton Terhadap
Subsitusi Abu Boiler terhadap Berat Semen
Dari hasil pengujian silinder diatas menunjukkan bahwa pemakaian Abu
Boiler sebanyak 10 % dapat meningkatkan nilai kuat tekan beton sebesar 1,64 %
pada umur 7 hari, 1,41 % pada umur 14 hari dan 0,98 % pada umur beton 28 hari.
Sedangkan pemakaian abu boiler diatas 10 % mengalami penurunan terhadap kuat
tekan beton. Hal tersebut dikarenakan kelebihan unsur SiO2 pada abu boiler yang
tidak dapat bereaksi lagi dengan kapur bebas CaO maupun kapur mati Ca(OH)2,
sehingga mutu beton yang dihasilkan lebih rendah.
1,64
-1,11
-3,83
-10,76
-11,67
0,00
1,41
-3,04
-6,57
-10,30
-10,93
0,98
-1,24
-4,59
-7,29
-11,13
-12
-11
-10
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
Pen
ingk
atan
/pe
nu
rura
n K
uat
Tek
an B
eto
n (
%
)
Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )
Umur 7 hari
Umur 14 hari
Umur 28 hari
Poly. (Umur 7 hari)
Poly. (Umur 14 hari)
Poly. (Umur 28 hari)
Universitas Sumatera Utara
-
72
4.3 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan
Pada pengujian kuat tekan silinder beton ditemui satu kasus yang menarik
untuk dicermati yaitu pola retak pada benda uji silinder beton seperti yang terlihat
pada Gambar 4.1
Gambar 4. 1 Pola retak cone and shear pada pengujian kuat tekan silinder beton
dalam penelitian.
Dimana pola retak yang terjadi menurut ASTM C 39 ada lima kemungkinan,yakni
kerucut (cone), kerucut dan terbelah, kerucut dan geser, geser, dan kolom. Pada
beberapa permukaan sillinder terdapat permukaan yang tidak merata, hal ini
disebabkan karena adanya penyusutan yang terjadi pada beton pada saat proses
pengikatan, sehingga permukaannya menurun dari keadaan semula. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan hasil pengujian yang maksimal pada benda uji, maka sebelum
dilakukan pengujian benda uji dicapping yang bertujuan untuk mendapatkan
permukaan benda uji yang rata.
Universitas Sumatera Utara
-
73
Gambar 4. 2 Gambar silinder beton / benda uji yang dicapping
Pola retak yang ideal diharapkan adalah yang berbentuk kerucut (cone).
Karena pola retak yang berbentuk kerucut menunjukkan kepadatan benda uji silinder
merata dan permukaannya benar-benar datar, sehingga penyebaran tekanan pada saat
pengujian kuat tekan terjadi secara merata pada seluruh permukaan yang kemudian
disalurkan merata pula pada seluruh bagian silinder.
Hasil pengujian benda uji silinder menunjukkan pola retak yang dominan
terjadi adalah kerucut dan geser (cone dan shear), namun juga terdapat pola retak
kerucut dan terbelah. Kasus ini mengindikasikan bahwa permukaan benda uji kurang
datar dan kepadatannya juga kurang serta dengan daya lekat antara abu boiler dengan
material lainnya.
4.4 Modulus Elastisitas
Pengujian elastisitas beton dilakukan pada umur 28 hari yang dimaksudkan
untuk mendapatkan gambaran hubungan tegangan dan regangan pada beton serta
menentukan harga modulus Elastisitas beton dengan menggantikan beberapa persen
abu boiler kedalam berat semen dan hasilnya dibandingkan deangan beton normal.
Universitas Sumatera Utara
-
74
Grafik 4. 4 Grafik Persentase peningkatan/Penurunan Kuat Tekan Beton Terhadap
Subsitusi Abu Boiler terhadap Berat Semen
Pengujian terhadap kuat tekan beton didapat nilai defleksi beton pada pembacaan
dial alat compressometer silinder beton dan diperoleh nilai regangan-tegangan beton
tersebut. Mikro struktur beton umumnya mengandung retak-retak halus meskipun
belum dibebani. Retak-retak tersebut terjadi karena adanya perbedaan perubahan
volume dari pasta semen dan agregat akibat perubahan suhu dan kelembaban. Retak-
retak tetap stabil dan tidak berubah selama tegangan tekan yang bekerja masih
dibawah 30% kekuatan batas beton.
Setiap bahan akan mengalami perubahan bentuk apabila mendapat beban dan
apabila perubahan bentuk terjadi maka gaya internal didalam bahan tersebut akan
menahannya, gaya internal ini disebut gaya dalam. Bila suatu bahan mengalami
tegangan, maka bahan itu akan mengalami perubahan bentuk yang dikenal dengan
regangan (M. J Smith, 1985). Kurva hubungan antara tegangan-regangan beton pada
pengujian modulus elastisitas dapat dilihat pada grafik dibawah ini ;
54.299,81
82.945,58
68.392,51
54.937,14 53.987,78
39.081,78
56.959,09
73.723,95 68.608,41
67.991,15
53.606,73
38.993,11
63.378,08
75.894,30
68.445,08
56.745,43
48.162,48
43.366,92 y = -657022x2 + 110088x + 65622
R = 0,8793
30000
40000
50000
60000
70000
80000
0% 10% 20% 30% 40%
Mo
du
lus
Elas
tisi
tas
Bet
on
)
Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )
7hari
14 hari
28 hari
Poly. (7hari)
Poly. (14 hari)
Poly. (28 hari)
Universitas Sumatera Utara
-
75
Grafik 4. 5 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton Umur 7 Hari
Grafik 4. 6 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton Umur 14 Hari
Grafik 4. 7 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton Umur 28 Hari
0,000
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
0,0000000 0,0000500 0,0001000 0,0001500 0,0002000 0,0002500
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (mm/mm)
0%
10%
15%
20%
25%
30%
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
0,0000000 0,0000500 0,0001000 0,0001500 0,0002000 0,0002500 0,0003000
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (mm/mm)
0%
10%
15%
20%
25%
30%
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
0,0000000 0,0000500 0,0001000 0,0001500 0,0002000 0,0002500 0,0003000
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (mm/mm)
0%
10%
15%
20%
25%
30%
Universitas Sumatera Utara
-
76
Dengan memperhatikan gambar kurva tegangan-regangan yang terlihat pada grafik
diatas, menunjukan terjadinya penurunan kuat tekan pada campuran diatas 10%. Hal
ini membuktikan bahwa penambahan Abu Boiler pada adukan beton memberi
pengaruh terhadap kuat tekan beton. Dan bila dilihat perilaku setelah tercapainya
tegangan maksimum pada beton dengan Abu Boiler sebagai bahan pengganti
sebagian semen, beton masih dapat mempertahankan tegangan dan regangan cukup
besar. Hal tersebut menunjukkan penggantian sebagian semen dengan Abu Boiler
menjadikan beton semakin bersifat ductile (liat).
Dari Grafik diatas dapat terlihat bahwa hasil modulus elastis yang berbeda
menurut variasi campuran beton tersebut. Nilai modulus elaastisitas pada pemakaian
Abu Boiler 10% dari berat semen merupakan nilai terbesar yaitu sebesar 82945,585
N/mm2 pada umur beton 7 hari, 73723,952 N/mm
2 pada umur beton 14 hari dan
75894,305 N/mm2
pada umur beton 28 hari. Penyimpangan nilai modulus elastisitas
dapat terjadi disebabkan pembacaan dial tidak teliti sehingga data yang dihasilkan
tidak akurat. Nilai modulus elastisitas beton akan bertambah seiring dengan
bertambahnya nilai kuat tekan beton tersebut. Nilai modulus elastisitas yang tinggi
berarti beton tersebut bersifat lebih kaku.
Untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas tinggi yang perlu diperhatikan
dalam pengujian tegangan-regangan adalah kondisi permukaan pada benda uji,
semakin rata permukaan benda uji maka semakin baik hasilnya, permukaan yang rata
akan menghasilkan nilai modulus elastisitas yang cukup baik karena distribusi beban
akan tersebar secara merata ke seluruh permukaan benda uji.
Universitas Sumatera Utara
-
77
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton
Variasi
Penambahan Simbol
Beton Umur 7 Hari Beton Umur 14 Hari Beton Umur 28 Hari
Modulus
Elastisitas
N/mm2
%
terhadap
BN
Modulus
Elastisitas
N/mm2
% terhadap
BN
Modulus
Elastisitas
N/mm2
% terhadap BN
0% BN 54299,808 100 56959,089 100 63378,077 100
10% BAS 10% 82945,585 152,755 73723,952 129,433 75894,305 119,748
15% BAS 15% 68392,506 82,454 68608,412 93,061 68445,082 90,185
20% BAS 20% 54937,144 80,326 67991,149 99,100 56745,431 82,906
25% BAS 25% 53987,781 98,272 53606,730 78,844 48162,478 84,875
30% BAS 30% 39081,780 72,390 38993,106 72,739 43366,9162 90,043
Universitas Sumatera Utara
-
78
4.5 Kuat Lentur
Perhitungan nilai kuat lentur (Modulus of Rupture) pada pengujian flexure
dengan benda uji balok dilakukan pada umur 7, 14 dan 28 hari. Pengujian ini
dimaksudkan untuk mendapatkan nilai kuat lentur benda uji balok 15cm x 15cm x
75cm pada daerah patahan.
Grafik 4.8 Grafik Pengujian Kuat Lentur Balok
Gambar 4. 3 Gambar perletakan pada pengujian kuat lentur balok
2,25 2,22 2,15
2,05 1,99
1,91
2,52 2,45
2,27
2,14 2,09
1,97
2,65 2,62
2,38 2,30
2,16
2,03
y = -3,9958x2 - 1,0067x + 2,6744 R = 0,9639
1,50
2,00
2,50
3,00
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Mo
du
lus
Pat
ahan
Bet
on
( %
)
Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )
7hari
14 hari
28 hari
Poly. (7hari) Poly. (14 hari) Poly. (28 hari)
Universitas Sumatera Utara
-
79
Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Modulus Patahan Beton
Variasi
Penambahan Simbol
Beton Umur 7 Hari Beton Umur 14 Hari Beton Umur 28 Hari
Modulus
Patahan MPa
% terhadap
BN
Modulus
Patahan MPa
% terhadap
BN
Modulus
Patahan MPa
% terhadap
BN
0% BN 2,250 100 2,524 100 2,652 100
10% BAS 10% 2,219 98.622 2,446 96.909 2,617 98.680
15% BAS 15% 2,148 95.467 2,268 89.857 2,382 89.819
20% BAS 20% 2,052 91.200 2,144 84.944 2,297 86.614
25% BAS 25% 1,995 88.667 2,087 82.686 2,158 81.373
30% BAS 30% 1,909 84.844 1,969 78.011 2,034 76.697
Universitas Sumatera Utara
-
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, analisa, dan pembahasan yang sudah dilaksanakan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan Abu Boiler pada campuran beton dengan menggantikan
sebagian semen dari beratnya dengan kadar diatas 10% dapat menurunkan
nilai slump secara linier.
2. Penggunaan Abu Boiler pada campuran beton dengan menggantikan 10%
semen dari beratnya dapat meningkatkan nilai Kuat Tekan beton sebesar
0.983% pada umur 28 hari menjadi 26.833 Mpa dari nilai beton normal
dan nilai Modulus Elastisitas beton sebesar 19,75% pada umur 28 hari
menjadi 75894,305 N/mm2
dari nilai beton normal. Sedangkan pada nilai
Kuat Lentur balok mengalami penurunan kekuatan sebesar 1,42% pada
umur 28 hari dari beton normal.
3. Pengaruh Abu Boiler dalam campuran beton adalah butiran Abu Boiler
yang halus membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran
agregat diisi oleh Abu Boiler sehingga dapat memperkecil pori-pori yang
ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari Abu Boiler. Selain itu
penggunaan Abu Boiler dengan takaran tertentu terbukti dapat
meningkatkan kekuatan beton.
Universitas Sumatera Utara
-
81
5.2 Saran
Setelah melihat hasil penelitian dan menyadari kemungkinan adanya kekurangan
dalam penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan beton dengan mutu > 25 MPa, maka perlu diadakan
penelitian dengan bahan susun yang mempunyai kualitas lebih baik.
2. Agar diperoleh sampel yang baik perlu diperhatikan pada saat
pengadukan dan pemadatan, karena apabila dalam pemadatan tidak baik,
sampel akan mengalami keropos dan ini akan sangat mempengaruhi
kekuatan sampel.
3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan variasi Abu Boiler yang
berbeda lagi (kadar