Chapter III V

42
40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Pelaksanaan penelitian dilakukan secara eksperimental, yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Objek dalam penelitian ini adalah beton mutu 25 MPa yang menggunakan Abu Boiler sebagai pengganti terhadap % berat semen dengan varian campuran 0%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%,. Sedangkan pengujian kuat tekan, modulus elastisitas, dan modulus patahan dilakukan setelah beton berumur 7, 14 dan 28 hari. Agar diharapkan hasil penelitian yang memuaskan maka digunakan metode penelitian dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan metode penelitian yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Penyediaan bahan penyusun beton. b. Pemeriksaan bahan. c. Perencanaan campuran beton (Mix Design). d. Pembuatan benda uji. e. Pemeriksaan nilai slump. f. Pengujian kuat tekan beton umur 7, 14 dan 28 hari. g. Pengujian elastisitas beton umur 7, 14 dan 28 hari. h. Pengujian Flexure beton umur 7, 14 dan 28 hari. Universitas Sumatera Utara

description

BAB III INI DPAT DIGUNAKAN SEBAGAI ACUAN [EMBUATAN SKRIPSI

Transcript of Chapter III V

  • 40

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Umum

    Pelaksanaan penelitian dilakukan secara eksperimental, yang dilakukan di

    Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

    Universitas Sumatera Utara. Objek dalam penelitian ini adalah beton mutu 25 MPa

    yang menggunakan Abu Boiler sebagai pengganti terhadap % berat semen dengan

    varian campuran 0%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%,. Sedangkan pengujian kuat

    tekan, modulus elastisitas, dan modulus patahan dilakukan setelah beton berumur 7,

    14 dan 28 hari.

    Agar diharapkan hasil penelitian yang memuaskan maka digunakan metode

    penelitian dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan metode penelitian yang dilakukan

    meliputi hal-hal sebagai berikut :

    a. Penyediaan bahan penyusun beton.

    b. Pemeriksaan bahan.

    c. Perencanaan campuran beton (Mix Design).

    d. Pembuatan benda uji.

    e. Pemeriksaan nilai slump.

    f. Pengujian kuat tekan beton umur 7, 14 dan 28 hari.

    g. Pengujian elastisitas beton umur 7, 14 dan 28 hari.

    h. Pengujian Flexure beton umur 7, 14 dan 28 hari.

    Universitas Sumatera Utara

  • 41

    Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dan Beton Abu Boiler

    Gambar 3. 1. Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dan Beton Abu Boiler

    Mulai

    Persiapan

    Bahan dan Alat

    Pemeriksaan Bahan

    Uji Pendahuluan

    Perencanaan Campuran Beton

    Pembuatan Adukan Beton

    Pencetakan Beton

    Slump

    Pengecekan Nilai Slump

    Perawatan Beton

    (Perendaman)

    Pengujian

    Analisa

    Data Penguji

    Selesai

    Universitas Sumatera Utara

  • 42

    3.2 Bahan-bahan penyusun beton

    Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar

    dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi

    untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya perbandingan

    campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang

    lebih ekonomis dan efektif.

    3.2.1 Semen Portland

    Semen Portland termasuk semen yang dihasilkan degan cara menghaluskan

    clinker yang terutama terdiri dari silika silika kalsium yang bersifat hidrolis dengan

    gips sebagai bahan tambahan.

    Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas

    tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.

    Sifat-sifat fisik semen yaitu :

    a. Kehalusan Butir

    Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara

    umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat

    mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke

    permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton

    untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

    b. Waktu ikatan

    Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap

    dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut

    Universitas Sumatera Utara

  • 43

    terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen

    dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat

    awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut

    waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen

    adalah :

    Waktu ikat awal > 60 menit

    Waktu ikat akhir > 480 menit

    Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu

    waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

    c. Panas hidrasi

    Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat

    yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media

    perekat ini disebut hidrasi.

    d. Pengembangan volume (lechathelier)

    Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena

    itu pengembangan beton dibatasi sebesar 0,8 % (A.M Neville, 1995).

    Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan

    timnul retak retak.

    Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi

    ataupun konisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam

    perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland, antaralain :

    1. Tipe I digunakan pada konstruksi beton secara umum yang tidak

    memerlukan persyaratan khusus lainnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 44

    2. Tipe II digunakan pada konstruksi yang memerlukan ketahanan

    terhadap sulfat atau panas hidrasi yang sedang.

    3. Tipe III digunakan jika menuntut persyaratan kekuatan awal yang

    tinggi setelah pengikatan terjadi.

    4. Tipe IV digunakan jika ingin panas hidrasi yang rendah.

    5. Tipe V jika menginginkan daya tahan terhadap sulfat yang tinggi.

    Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh

    PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

    3.2.2 Agregat Halus

    Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan

    diameter 5 mm dan tertahan di ayakan diameter 0.15 mm yang merupakan pasir alam

    sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai

    gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki

    bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari

    gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.

    Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memiliki

    persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

    1. Susunan butiran (gradasi)

    Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena

    akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain

    sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi

    penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam

    batas-batas seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.1. Agregat halus tidak

    Universitas Sumatera Utara

  • 45

    boleh mengandung bagian yang lolos 45% pada suatu ayakan dan tertahan

    pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak boleh kurang dari

    2,2 dan tidak lebih dari 3,2.

    Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991)

    Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persentase Lolos Kumulatif (%)

    9,50 100

    4,75 95 100

    2,36 80 100

    1,18 50 85

    0,60 25 60

    0,30 10 30

    0,15 2 10

    2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan

    no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar

    lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci.

    3. Kadar gumpalan tanah liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat

    kering).

    4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan

    merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak

    menghasilkan warna yang lebih gelap dari standar percobaan Abrams-

    Harder.

    Universitas Sumatera Utara

  • 46

    5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

    mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan

    dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif

    terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan

    pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton dengan semen

    kadar alkalinya lebih dari 0,06% atau dengan penambahan yang bahannya

    dapat mencegah pemuaian.

    6. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :

    Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.

    Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian ynag hancur maksimum 15%.

    Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh

    dari quarry Sei Wampu , Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap

    agregat halus meliputi :

    Analisa ayakan pasir

    Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)

    Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)

    Pemeriksaan kadar liat (clay lump)

    Pemeriksaan berat isi, berat jenis dan absorbsi pasir

    Analisa Ayakan Pasir

    (ASTM C 136 - 84a)

    a. Tujuan :

    Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus

    kehalusan pasir (FM)

    b. Hasil pemeriksaan :

    Modulus kehalusan pasir (FM) : 2.72

    Universitas Sumatera Utara

  • 47

    Pasir dapat dikategorikan pasir halus.

    c. Pedoman :

    100

    mm 0.15ayakan hingga tertahan Komulatif % FM

    Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa

    kelas, yaitu :

    Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60

    Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90

    Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20

    Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200

    (ASTM C 117 90)

    a. Tujuan :

    Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Kandungan lumpur : 1,8% < 5% , memenuhi persyaratan.

    c. Pedoman :

    Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan

    melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus

    dicuci.

    Pemeriksaan Kandungan Organik

    a. Tujuan :

    Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Warna kuning terang (standar warna no.3), memenuhi persyaratan.

    c. Pedoman :

    Universitas Sumatera Utara

  • 48

    Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik

    pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

    Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir

    (ASTM C 33)

    a. Tujuan :

    Untuk memerisa kandungan liat pada pasir.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Kandungan liat 0,5 % < 1% , memenuhi persyaratan.

    c. Pedoman :

    Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari

    berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

    Pemeriksaan Berat Isi Pasir

    (ASTM C 29/C 29M 90)

    a. Tujuan :

    Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan

    longgar.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Berat isi keadaan rojok / padat : 1891,67 kg/m3.

    Berat isi keadaan longgar : 1693,42 kg/m3.

    c. Pedoman :

    Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok

    lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa

    pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat

    isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui

    volumenya saja.

    Universitas Sumatera Utara

  • 49

    Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir

    (ASTM C 128 - 88)

    a. Tujuan :

    Untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorbsi)

    pasir.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Berat jenis SSD : 2.63 ton/m3.

    Berat jenis kering : 2.55 ton/m3.

    Berat jenis semu : 2.77 ton/m3.

    Absorbsi : 3.09%

    c. Pedoman :

    Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD

    dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface

    Dry) dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering,

    keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan

    kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah

    total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase

    dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi

    dari keadaan SSD sampai kering.

    Hasil pengujian harus memenuhi :

    Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

    3.2.3 Agregat Kasar

    Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil

    disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat

    Universitas Sumatera Utara

  • 50

    pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan

    di ayakan 4,76 mm.

    Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-

    persyaratan sebagai berikut :

    1. Susunan butiran (gradasi)

    Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari

    butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga

    akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen

    atau penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai

    susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel 3.2.

    Tabel 3.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)

    Ukuran Lubang Ayakan

    (mm)

    Persentase Lolos Kumulatif

    (%)

    38,10 95 100

    19,10 35 70

    9,52 10 30

    4,75 0 5

    2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

    mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan

    dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif

    terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan

    pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang

    Universitas Sumatera Utara

  • 51

    reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan

    semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan

    penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

    3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak

    berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti

    terik matahari atau hujan.

    4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan

    no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar

    lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

    5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan

    beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

    Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari

    24% berat.

    Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari

    22% berat.

    6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los

    Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

    Agregat kasar (batu pecah) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh

    dari quarry sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar

    meliputi :

    Analisa ayakan batu pecah

    Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan no.200)

    Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles

    Pemeriksaan berat isi, berat jenis dan absorbsi batu pecah

    Universitas Sumatera Utara

  • 52

    Analisa Ayakan Batu Pecah

    (ASTM C136-84a & ASTM D 448-86)

    a. Tujuan :

    Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus

    kehalusan(fineness modulus / FM) kerikil.

    b. Hasil pemeriksaan : 7.04

    5.5 < 7.04 < 7.5 , memenuhi persyaratan.

    c. Pedoman :

    1.

    2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus

    kehalusan (FM) antara 5.5 sampai 7.5.

    Pemeriksaan Kadar Lumpur (Ayakan no.200)

    (ASTM C 117-90)

    a. Tujuan :

    Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Kandungan lumpur : 1.1% > 1% , memenuhi persyaratan.

    c. Pedoman :

    Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi

    1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka

    kerikil harus dicuci.

    Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles

    (ASTM C 131 - 89 & ASTM C 535 - 89)

    a. Tujuan :

    Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.

    100

    mm 0.150ayakan hingga tertahan kumulatif % FM

    Universitas Sumatera Utara

  • 53

    b. Hasil pemeriksaan :

    Persentase keausan : 24.70% < 50%

    c. Pedoman :

    1. 100% x awalberat

    akhirberat awalberat keausan %

    2. Pada pengujian keausan dengan mesin pengaus Los Angeles, persentase

    keausan tidak boleh lebih dari 50%.

    Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah

    (ASTM C 29/C 29M 90) a. Tujuan :

    Untuk memeriksaan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat

    dan longgar.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Berat isi keadaan rojok / padat : 1572.54 kg/m3

    Berat isi keadaan longgar : 1383.84 kg/m3

    c. Pedoman :

    Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara merojok

    lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa kerikil

    akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi batu

    pecah maka kita dapat mengetahui berat batu becah dengan hanya mengetahui

    volumenya saja.

    Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah

    (ASTM C 127 - 88)

    a. Tujuan :

    Universitas Sumatera Utara

  • 54

    Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)

    batu pecah.

    b. Hasil pemeriksaan :

    Berat jenis SSD : 2.57 ton/m3

    Berat jenis kering : 2.53 ton /m3

    Berat jenis semu : 2.63 ton /m3

    Absorbsi : 1.50%

    c. Pedoman :

    Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam keadaan

    SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated

    Surface Dry) dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air, keadaan batu

    pecah kering dimana pori batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan

    air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan

    pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu

    pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering, dimana absorbsi terjadi dari

    keadaan SSD sampai kering.

    Hasil pengujian harus memenuhi :

    Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

    3.2.4 Air

    Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal dari

    sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat pembuatan beton

    yaitu air yang jernih, tidak berwarna dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti

    minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini air yang dipakai adalah berasal

    dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil

    Fakultas Teknik USU.

    Universitas Sumatera Utara

  • 55

    3.2.5 Abu Boiler

    Berat jenis Abu Boiler yang berasal dari PTPN IV adalah sebesar 2,1780

    gr/cm3. Menurut penelitian Clarke (1992), berat jenis abu berkisar antara 1,90 gr/cm

    3

    s /d 2,72 gr/crn3(Jurnal Sains dan Teknologi)

    . Dari hasil penelitian, berat jenis abu boiler

    PTPN IV mernenuhi standar penelitian yang pernah dilakukan oleh Clarke terhadap

    fly ash. Abu Boiler yang dipakai dalam penelitian ini adalah sisa salah satu limbah

    dari pengolahan kelapa sawit. Abu Boiler merupakan sisa dari pembakaran cangkang

    dan serabut buah kelapa sawit didalam dapur atau tungku pembakaran yang disebut

    boiler dengan suhu 7000C-800

    0C. Abu Boiler berasal dari unit pengolahan kelapa

    sawit yang mana penanganan limbah tersebut belum ditangani secara baik (Laksmi,

    1999).

    Secara umum abu boiler dapat didefinisikan sebagai materi sisa yang tidak

    habis terbakar dan berfungsi dalam proses pembakaran karbon, hidrogen, sulfur,

    oksigen dan penguapan air yang terkandung dalam Tandan Buah Sawit dan

    Cangkang Buah Sawit. Abu boiler tersebut berwarna gelap (hitam keabu-abuan) dan

    ukuran butirnya bervariasi dari ukuran pasir hingga kerakal (pebble).

    Penggunaan abu boiler ini dalam campuran beton didasarkan atas sifat

    pozolanik yang terkandung dalam abu boiler, yaitu mampu bereaksi dengan kalsium

    hidroksida dan air untuk membentuk suatu bahan yang dapat mengeras (sementasi).

    Sama halnya seperti fly ash (batu bara) yang merupakan pozolanik yang memiliki

    senyawa kimia aluminosilikat dan senyawa lainnya, abu terbang dapat digunakan

    sebagai bahan campuran semen untuk menghasilkan beton. Komposisi kimia abu

    boiler didominasi oleh SiO2, Al2O3,CaO dan lainnya. Pada dasarnya abu boiler

    Universitas Sumatera Utara

  • 56

    mempunyai komposisi kimia yang menyerupai aluminosilikat lainnya, seperti

    lempung.

    Tabel 3. 3 Perbandingan Kadar Kimiawi Semen dengan Abu Boiler

    Nama Oksida Nama Umum % Berat

    Semen Abu boiler

    CaO Kapur 63 3,58

    SiO2 Silika 22 40,61

    Al2O3 Alumina 6 4,89

    Fe2O3 Ferrit oksida 2,5 0,66

    MgO Magnesia 2,6 2,23

    K2O Alkalis 0,6 2,12

    Na2O Disodium oksida 0,3 -

    SO2 Sulfur dioksida 2 -

    CO2 Karbon dioksida - -

    Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan SiO2 dalam Abu Boiler sangat

    banyak. Karena nilai unsur SiO2 pada abu boiler akan bereaksi dengan kapur mati

    Ca(OH)2 hasil hidrasi antara air dan semen. Dengan demikian akan terbentuk kapur

    hidrolis sebagai perekat yang menambah kekuatan dan kepadatan beton. Sedangkan

    pemakaian abu boiler dalam jumlah yang banyak akan berpengaruh buruk terhadap

    kekuatan beton, karena nilai kuat tekan beton yang diperoleh akan menjadi lebih

    rendah. Hal ini disebabkan karena SiO2 yang terdapat pada abu boiler tidak mampu

    bereaksi terhadap kapur bebas CaO maupun kapur mati Ca(OH).

    Universitas Sumatera Utara

  • 57

    Gambar 3. 2 Abu Boiler

    3.3 Penelitian Penggunaan Abu Boiler Yang Sudah Ada

    Belum banyak penelitian yang dilakukan dalam pemanfaatan abu boiler dalam

    teknologi beton. Saat ini masih digunakan sebagai bahan tambah maupun

    pemanfaatan dalam pembuatan beton dan mortar. Diantara kumpulan artikel, skripsi

    dan tesis penelitian yang sudah ada yaitu :

    a. R Juni Indrawan, Budi Indrawan, Damon, Monita Olivia,dan Ovan

    Rachmadano,Reseacrh Club jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

    Universitas Riau, Pekanbaru, Pemanfaatan Abu Sawit Sebagai Bahan

    Tambah Pada Beton.

    Pengujian material pembuatan beton dilakukan hanya untuk mendapatkan

    data-data yang diperlukan dalam perencanaan beton. Metode pembuatan

    campuran beton pada penelitian ini adalah metode DEO (Departement of

    Environment) menggunakan pertolongan tabel dan grafik.

    Universitas Sumatera Utara

  • 58

    b. Samijo, Program Pasca Sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara,

    Pembuatan Paving Block dengan menggunakan Limbah Abu Boiler PKS

    Gunung Bayu sebagai Bahan Pengisi dengan Alternatif Limbah Fly Ash

    PLTU Sibolga.

    Pembuatan Paving Block dalam penelitian ini ada dua tahapan , tahapan

    pertama campurannya dari material semen, fly ash, pasir, dan air. Vareabel

    pada pembuatan paving block ini adalah komposisi fly ash : semen : 0% :

    100%; 10% : 90%; 20% : 80%; 30% : 70%; 40% : 60%; 50% : 50%. Dari

    karakteristiknya diambil dua nilai optimumnya yaitu; semen : fly ash = 80% :

    20% dan 70% : 30%. Tahapan kedua campurannya dari material semen, fly

    ash, pasir, abu boiler, dan air. Variabel pada pembuatan paving block ini

    adalah komposisi abu boiler terhadap berat pasir yaitu : 2,5%; 5%; 7,5%;

    10%; 12,5%.dengan komponen semen : fly ash = 80% : 20% dan 70% :30%.

    Tahapan kedua inilah pembuatan paving block yang diteliti dan didapat

    karakteristik optimumnya pada komposisi semen 80%, fly ash 20%, abu

    boiler 7,5% dari berat pasir diperoleh hasil pengukuran : densitas = 2,11

    gr/cm3; serapan air = 5,32%; kuat tekan = 8,35 MPa; kuat patah = 3,0 MPa;

    kekerasan = 116 HB. Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop

    optik terlihat jelas butiran abu boiler berwarna kebiruan dan butiran fly ash

    berwarna kecoklatan dan kedua butiran tersebut terlihat semakin membesar

    setelah sampel direndam dengan air, yang berarti bila sampel direndam

    dengan air kekuatannya makin berkurang.

    Universitas Sumatera Utara

  • 59

    c. Ermiyati,Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau,

    Pekanbaru, Abu Kelapa Sawit sebagai pengganti Semen terhadap Kuat Tekan

    dan Resapan Air pada Mortar.

    Mortar (mortar semen) merupakan bahan bangunan yang terbuat dari

    campuran pasir, semen Portland, dan air, dalam perbandingan antara volume

    semen dan volume pasir berkisar antara 1 : 2 dan 1 : 8 atau lebih besar. Kuat

    tekan mortar umumnya berkisar antara 3 MPa sampai 17 Mpa dengan berat

    jenis antara 1,80 2,20. Mortar biasa dipakai untuk tembok, pilar, kolom atau

    bagian bangunan lain yang menahan beban, karena semen ini lebih rapat air

    dibanding dari mortar kapur dan mortar lumpur (Tjokrodimuljo, 1998).

    Menurut hasil penelitian Muhardi, Iskandar, dan Rinaldo (2004), bahwa

    penambahan abu kelapa sawit terhadap mortar sebagai bahan pozolan dapat

    meningkatkan kuat tekan pada campuran abu kelapa sawit 15 %, dengan nilai

    kuat tekan (26 MPa) atau naik 21,88 % dari mortar normal yaitu 21,3 MPa.

    3.4 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

    Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau

    proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton ini

    ditentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar

    proporsi campuran dapat memenuhi syarat teknis secara ekonomis. Dalam

    menentukan proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode Departemen

    Pekerjaan Umum yang berdasarkan pada SK SNI T-15-1990-03.

    Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode Departemen

    Pekerjaan Umum ini adalah kekuatan tekan dan hubungan dengan faktor air semen.

    Universitas Sumatera Utara

  • 60

    Perhitungan mix design secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil

    perhitungan mix design tersebut diperoleh perbandingan campuran beton dengan

    mutu 25 MPa yang diperlukan dalam penelitian ini antara semen : pasir : kerikil : air

    = 1,00 : 1,21 : 2,29 : 0,5

    3.5 Penyediaan Bahan Penyusun Beton

    Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan beton

    seperti pasir, batu pecah, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan untuk

    mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada, maka

    penyediaan bahan penyusun beton adalah disaring, dicuci dan dijemur hingga kering

    permukaan. Kemudiaan bahan tersebut disimpan dalam kotak dan ditempatkan di

    ruangan tertutup, hal ini untuk menghindari pengaruh cuaca luar yang dapat merusak

    bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas bahan. Sehari sebelum dilakukan

    pengecoran benda uji bahan yang telah dipersiapkan tersebut ditimbang berapa

    beratnya sesuai dengan variasi campuran yang ada dan diletakkan dalam wadah yang

    terpisah untuk mempermudah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.

    3.6 Pembuatan Benda Uji

    Pembuatan benda uji terdiri dari empat variasi campuran untuk percobaan,

    yaitu campuran normal tanpa bahan pengganti, campuran dengan penambahan Abu

    Boiler sebesar 10%; 15%, 20%. 25% dan 30% dari berat berat semen. Setelah semua

    bahan selesai disediakan, hidupkan mesin molen dan masukkan campuran beton

    sembarang ke dalamnya yang berfungsi untuk membasahi mesin tesebut supaya

    adukan beton yang sebenarnya tidak berkurang. Setelah 30 detik, campuran

    tersebut di buang. Untuk beton normal, langkah pertama masukkan agregat halus dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 61

    semen selama 30 detik supaya agregat halus dan semen tercampur rata. Kemudian

    air dimasukkan sebagian-sebagian ke dalam molen secara menyebar, hal ini

    dilakukan supaya air tidak hanya tercampur di beberapa tempat dan menyebabkan

    adukannya tidak rata (menggumpal). Selanjutnya masukkan batu pecah dan biarkan

    mesin molen selama 1 menit sampai campuran beton benar-benar tercampur secara

    merata dan homogen.

    Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan besar

    yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya dengan

    menggunakan metode slump test dari kerucut Abrams-Harder. Setelah pengukuran

    nilai slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder yang berukuran

    diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan balok flexure yang berukuran 15 x 15 x 75 cm

    dengan cara dibagi dalam tiga tahapan, dimana masing-masing tahapan diisi 1/3

    bagian dari cetakan silinder dan balok flexure lalu dipadatkan dengan menggunakan

    alat vibrator. Setelah umur beton 24 jam, cetakan silinder dan balok dibuka dan

    mulai dilakukan perawatan beton dengan cara direndam dalam bak perendaman

    sampai pada masa yang direncanakan untuk melakukan pengujian.

    3.7 Penggunaan Abu Boiler

    Pada Tugas Akhir ini, penggunaan Abu Boiler yang saya gunakan sebagai

    pengganti berat semen adalah berdasarkan berat. Hal ini ditujukan agar penggunaan

    Abu Boiler dapat mengikuti bahan semen dan tidak memberikan perubahan yang

    signifikan terhadap campuran beton.

    Adapun variasi yang digunakan adalah : 0%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Cara

    penghitungan berat Abu Boiler yang digunakan yaitu (M2=% M1)

    Universitas Sumatera Utara

  • 62

    Dimana,

    Rumus yang dipakai : (M2=% M1)

    Dimana :

    M1 = Berat agregat halus yang dipakai

    M2 = Berat Abu Boiler yang dipakai

    Dan kebutuhan Abu Boiler yang digunakan adalah :

    a. Variasi I : (M2=0% M1)

    b. Variasi II : (M2=10% M1)

    M2 = 18,50 kg

    c. Variasi III : (M2=15% M1)

    M2 = 27,75 kg

    d. Variasi IV : (M2=20% M1)

    M2 = 37,00 kg

    e. Variasi V : (M2=25% M1)

    M2 = 46,25 kg

    f. Variasi VI : (M2=30% M1)

    M2 = 55,50 kg

    3.8 Pengujian Sampel

    Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton, pengujian

    elastisitas beton, pengujian splitting beton dan flexure test beton.

    3.8.1 Pengujian kuat tekan beton

    Pengujian dilakukan pada umur beton 7,14 dan 28 hari untuk tiap variasi

    beton sebanyak 5 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder

    Universitas Sumatera Utara

  • 63

    beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan uji kuat tekan, benda uji

    ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan

    mesin kompres berkapasitas 200 ton yang digerakkan secara manual.

    Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

    dimana :

    fc = Kekuatan tekan (kg/cm2)

    P = Beban tekan (kg)

    A = Luas permukaan benda uji (cm2)

    Gambar 3. 3 Uji Tekan Beton

    3.8.2 Pengujian Elastisitas Beton

    Pengujian dilakukan pada umur beton 7,14 dan 28 hari untuk tiap variasi

    beton sebanyak 5 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder

    beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan uji elastisitas beton,

    cf'

    Universitas Sumatera Utara

  • 64

    benda uji ditimbang beratnya. Kemudian benda uji ditempatkan pada alat elastis dan

    dimasukkan ke alat compressor secara vertikal dalam keadaan tidak bergoyang

    (seimbang), kemudian dibebani sehingga silinder ini pecah arah. Pengujian elastisitas

    beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres berkapasitas 200 ton yang

    digerakkan secara manual dan memakai alat Compressor Srain Dial Test.

    Gambar 3. 4 Gambar pengujian elastisitas

    Universitas Sumatera Utara

  • 65

    Gambar 3. 5 Pengujian modulus elastisitas beton

    Kekuatan elastisitas beton dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

    Dimana:

    dimana : A : Luas Permukaan Tekan Sampel (cm)

    E : Modulus Elastisitas (kg/ cm)

    L : Perubahan Panjang Sampel (cm)

    k : Faktor Pembacaan Dial (mm)

    L : Panjang awal sampel beton (cm)

    P : Beban Tekan sampel (kg)

    : Tegangan (kg/ cm)

    : Regangan

    E

    ) ( 10

    .PembacaanDial

    kL

    L

    L

    A

    P

    Universitas Sumatera Utara

  • 66

    Setelah diperoleh nilai elastisitas pada benda uji (silinder), maka perhitungan

    dilanjutkan untuk mendapatkan nilai poisson ratio dengan membandingkan nilai

    regangan radial pada sampel terhadap regangan arah lateral.

    3.8.3 Kuat Lentur

    Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan

    lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat

    diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban

    lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Menurut

    pasal 11.5 SNI-03-2847 (2002) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat

    tekannya adalah fr = 0,7 f 'c M.

    Gambar 3. 6 Gambar pengujian kuat lentur balok

    Universitas Sumatera Utara

  • 67

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Nilai Slump

    Nilai slump selalu dihubungkan dengan kemudahan pengerjaan beton

    (workabilitas), hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain :

    Gradasi dan bentuk permukaan agregat

    Faktor air semen

    Volume udara pada adukan beton

    Karakteristik semen

    Bahan tambahan

    Hasil pengujian nilai slump dan penggantian beberapa persen Abu Boiler terhadap

    berat semen dapat dilihat pada tabel 4.1

    Tabel 4. 1 Nilai Slump berbagai jenis beton

    Persentase

    pengagantian Abu

    terhadap berat Semen

    Nilai Slump

    (cm)

    0 % 15

    10 % 14

    15 % 13

    20 % 12

    25 % 11

    30 % 10

    Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya persentase pemakaian Abu

    Boiler, maka nilai slump naik dengan signifikan, hal ini sesuai dengan sifat abu yang

    menyerap air. Pengaruh pemakaian abu boiler terhadap nilai slump dapat dilihat pada

    Grafik 4.1

    Universitas Sumatera Utara

  • 68

    Grafik 4. 1 Grafik Nilai Slump Terhadap Persentase subsitusi Abu

    4.2 Kuat Tekan Silinder Beton

    Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7,14 dan 28 hari yang

    dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton

    dengan menggunakan abu boiler dan hasilnya dibandingkan dengan beton normal.

    Grafik 4. 2 Grafik Hubungan Kuat Tekan Beton Terhadap Subsitusi Abu Boiler

    terhadap Berat Semen

    15

    14

    13

    12

    11

    10

    y = -23,81x2 - 10x + 15,06 R = 0,9966

    9

    11

    13

    15

    0% 10% 20% 30%

    nilai slump

    Poly. (nilai slump)

    27,873 29,511

    26,758

    24,041

    17,107 16,201

    25,066

    26,481

    22,029

    18,504

    14,772

    14,141

    25,849 26,833

    24,614

    21,263

    18,564

    14,720

    y = -189,98x2 + 17,755x + 26,139 R = 0,9856

    10

    12,5

    15

    17,5

    20

    22,5

    25

    27,5

    30

    0 0,1 0,2 0,3

    Ku

    at T

    ekan

    Bet

    on

    ( M

    Pa

    )

    Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )

    Umur 7 hari

    Umur 14 hari

    Umur 28 hari

    Power (Umur 28 hari)

    Poly. (Umur 28 hari)

    Poly. (Umur 28 hari)

    Universitas Sumatera Utara

  • 69

    Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

    Variasi

    Penambah

    an

    Simbol

    Kuat Tekan Silinder Umur 7

    Hari

    Kuat Tekan Silinder Umur 14

    Hari

    Kuat Tekan Silinder Umur 28

    Hari

    Berat Kuat

    Tekan

    (MPa)

    %

    terhadap

    BN

    Berat Kuat

    Tekan

    (MPa)

    %

    terhadap

    BN

    Berat Kuat

    Tekan

    (MPa)

    % terhadap

    BN rata - rata

    (kg)

    rata -

    rata (kg)

    rata -

    rata (kg)

    0% BN 13,0 27,873 100,00 13,0 25,066 100,00 13,5 25,849 100,00

    10% BAS

    10% 12,6 29,511 105,87 12,6 26,481 105,65 12,5 26,833 103,81

    15% BAS

    15% 12,2 26,758 95,99 12,4 22,029 87,88 12,2 24,614 95,22

    20% BAS

    20% 12,3 24,041 86,25 12,2 18,504 73,82 12,2 21,263 82,26

    25% BAS

    25% 12,1 17,107 61,37 12,0 14,772 58,93 12,1 18,564 71,82

    30% BAS

    30% 12,0 16,201 58,12 12,1 14,141 56,42 12,1 14,720 56,95

    Universitas Sumatera Utara

  • 70

    Grafik 4.2 menunjukkan bahwa pada Umur beton 7,14 dan 28 hari dengan

    variasi pemakaian Abu Boiler 10 % terhadap berat semen merupakan Kuat Tekan

    tertinggi, yaitu sebesar 29,511 Mpa, 26,481 Mpa dan 26,833 Mpa. Dan pada variasi

    pemakaian Abu Boiler 30 % dari berat semen diperoleh Kuat Tekan terendah, yaitu

    16,201 Mpa, 14,141 Mpa dan 14,720 Mpa. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa

    hubungan kuat tekan dengan persentase pemakaian abu terhadap berat semen

    memiliki kecenderungan menurun setelah variasi 10 % penggantian abu terhadap

    semen.

    Pemakaian abu boiler pada campuran beton menyebabkan nilai kuat tekan

    beton yang dihasilkan lebih tinggi, karena nilai unsur SiO2 pada abu boiler bereaksi

    dengan kapur mati Ca(OH)2 hasil hidrasi antara air dan semen. Dengan demikian

    terbentuk kapur hidrolis sebagai perekat yang menambah kekuatan dan kepadatan

    beton, meskipun reaksi ini cenderung berlangsung lambat. Sedangkan pemakaian abu

    boiler dalam jumlah yang banyak akan berpengaruh buruk terhadap campuran beton,

    karena nilai kuat tekan beton yang diperoleh akan menjadi lebih rendah. Hal ini

    disebabkan karena SiO2 yang terdapat pada abu boiler tidak mampu bereaksi

    terhadap kapur bebas CaO maupun kapur mati Ca(OH).

    Penurunan kuat tekan beton terjadi seiring dengan bertambahnya pemakaian

    abu boiler pada campuran beton. Penambahan abu boiler pada campuran beton akan

    meningkatkan kadar SiO2 untuk bereaksi dengan kapur mati Ca(OH2) dan kapur

    bebas. Kelebihan kadar SiO2 tersebut mengakibatkan kuat tekan beton dapat

    menurun karena tidak terbentuknya kapur hidrolis.

    Universitas Sumatera Utara

  • 71

    Peningkatan/penurunan Kuat Tekan Beton dengan pemakaian Abu Boiler sebagai

    bahan pengganti semen dalam campuran beton dapat dilihat pada gambar dibawah

    ini.

    Grafik 4. 3 Grafik Persentase Peningkatan/Penurunan Kuat Tekan Beton Terhadap

    Subsitusi Abu Boiler terhadap Berat Semen

    Dari hasil pengujian silinder diatas menunjukkan bahwa pemakaian Abu

    Boiler sebanyak 10 % dapat meningkatkan nilai kuat tekan beton sebesar 1,64 %

    pada umur 7 hari, 1,41 % pada umur 14 hari dan 0,98 % pada umur beton 28 hari.

    Sedangkan pemakaian abu boiler diatas 10 % mengalami penurunan terhadap kuat

    tekan beton. Hal tersebut dikarenakan kelebihan unsur SiO2 pada abu boiler yang

    tidak dapat bereaksi lagi dengan kapur bebas CaO maupun kapur mati Ca(OH)2,

    sehingga mutu beton yang dihasilkan lebih rendah.

    1,64

    -1,11

    -3,83

    -10,76

    -11,67

    0,00

    1,41

    -3,04

    -6,57

    -10,30

    -10,93

    0,98

    -1,24

    -4,59

    -7,29

    -11,13

    -12

    -11

    -10

    -9

    -8

    -7

    -6

    -5

    -4

    -3

    -2

    -1

    0

    1

    2

    3

    0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

    Pen

    ingk

    atan

    /pe

    nu

    rura

    n K

    uat

    Tek

    an B

    eto

    n (

    %

    )

    Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )

    Umur 7 hari

    Umur 14 hari

    Umur 28 hari

    Poly. (Umur 7 hari)

    Poly. (Umur 14 hari)

    Poly. (Umur 28 hari)

    Universitas Sumatera Utara

  • 72

    4.3 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan

    Pada pengujian kuat tekan silinder beton ditemui satu kasus yang menarik

    untuk dicermati yaitu pola retak pada benda uji silinder beton seperti yang terlihat

    pada Gambar 4.1

    Gambar 4. 1 Pola retak cone and shear pada pengujian kuat tekan silinder beton

    dalam penelitian.

    Dimana pola retak yang terjadi menurut ASTM C 39 ada lima kemungkinan,yakni

    kerucut (cone), kerucut dan terbelah, kerucut dan geser, geser, dan kolom. Pada

    beberapa permukaan sillinder terdapat permukaan yang tidak merata, hal ini

    disebabkan karena adanya penyusutan yang terjadi pada beton pada saat proses

    pengikatan, sehingga permukaannya menurun dari keadaan semula. Oleh karena itu,

    untuk mendapatkan hasil pengujian yang maksimal pada benda uji, maka sebelum

    dilakukan pengujian benda uji dicapping yang bertujuan untuk mendapatkan

    permukaan benda uji yang rata.

    Universitas Sumatera Utara

  • 73

    Gambar 4. 2 Gambar silinder beton / benda uji yang dicapping

    Pola retak yang ideal diharapkan adalah yang berbentuk kerucut (cone).

    Karena pola retak yang berbentuk kerucut menunjukkan kepadatan benda uji silinder

    merata dan permukaannya benar-benar datar, sehingga penyebaran tekanan pada saat

    pengujian kuat tekan terjadi secara merata pada seluruh permukaan yang kemudian

    disalurkan merata pula pada seluruh bagian silinder.

    Hasil pengujian benda uji silinder menunjukkan pola retak yang dominan

    terjadi adalah kerucut dan geser (cone dan shear), namun juga terdapat pola retak

    kerucut dan terbelah. Kasus ini mengindikasikan bahwa permukaan benda uji kurang

    datar dan kepadatannya juga kurang serta dengan daya lekat antara abu boiler dengan

    material lainnya.

    4.4 Modulus Elastisitas

    Pengujian elastisitas beton dilakukan pada umur 28 hari yang dimaksudkan

    untuk mendapatkan gambaran hubungan tegangan dan regangan pada beton serta

    menentukan harga modulus Elastisitas beton dengan menggantikan beberapa persen

    abu boiler kedalam berat semen dan hasilnya dibandingkan deangan beton normal.

    Universitas Sumatera Utara

  • 74

    Grafik 4. 4 Grafik Persentase peningkatan/Penurunan Kuat Tekan Beton Terhadap

    Subsitusi Abu Boiler terhadap Berat Semen

    Pengujian terhadap kuat tekan beton didapat nilai defleksi beton pada pembacaan

    dial alat compressometer silinder beton dan diperoleh nilai regangan-tegangan beton

    tersebut. Mikro struktur beton umumnya mengandung retak-retak halus meskipun

    belum dibebani. Retak-retak tersebut terjadi karena adanya perbedaan perubahan

    volume dari pasta semen dan agregat akibat perubahan suhu dan kelembaban. Retak-

    retak tetap stabil dan tidak berubah selama tegangan tekan yang bekerja masih

    dibawah 30% kekuatan batas beton.

    Setiap bahan akan mengalami perubahan bentuk apabila mendapat beban dan

    apabila perubahan bentuk terjadi maka gaya internal didalam bahan tersebut akan

    menahannya, gaya internal ini disebut gaya dalam. Bila suatu bahan mengalami

    tegangan, maka bahan itu akan mengalami perubahan bentuk yang dikenal dengan

    regangan (M. J Smith, 1985). Kurva hubungan antara tegangan-regangan beton pada

    pengujian modulus elastisitas dapat dilihat pada grafik dibawah ini ;

    54.299,81

    82.945,58

    68.392,51

    54.937,14 53.987,78

    39.081,78

    56.959,09

    73.723,95 68.608,41

    67.991,15

    53.606,73

    38.993,11

    63.378,08

    75.894,30

    68.445,08

    56.745,43

    48.162,48

    43.366,92 y = -657022x2 + 110088x + 65622

    R = 0,8793

    30000

    40000

    50000

    60000

    70000

    80000

    0% 10% 20% 30% 40%

    Mo

    du

    lus

    Elas

    tisi

    tas

    Bet

    on

    )

    Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )

    7hari

    14 hari

    28 hari

    Poly. (7hari)

    Poly. (14 hari)

    Poly. (28 hari)

    Universitas Sumatera Utara

  • 75

    Grafik 4. 5 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton Umur 7 Hari

    Grafik 4. 6 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton Umur 14 Hari

    Grafik 4. 7 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton Umur 28 Hari

    0,000

    2,000

    4,000

    6,000

    8,000

    10,000

    12,000

    14,000

    16,000

    18,000

    20,000

    0,0000000 0,0000500 0,0001000 0,0001500 0,0002000 0,0002500

    Tega

    nga

    n (

    MP

    a)

    Regangan (mm/mm)

    0%

    10%

    15%

    20%

    25%

    30%

    0,000

    5,000

    10,000

    15,000

    20,000

    25,000

    0,0000000 0,0000500 0,0001000 0,0001500 0,0002000 0,0002500 0,0003000

    Tega

    nga

    n (

    MP

    a)

    Regangan (mm/mm)

    0%

    10%

    15%

    20%

    25%

    30%

    0,000

    5,000

    10,000

    15,000

    20,000

    25,000

    30,000

    0,0000000 0,0000500 0,0001000 0,0001500 0,0002000 0,0002500 0,0003000

    Tega

    nga

    n (

    MP

    a)

    Regangan (mm/mm)

    0%

    10%

    15%

    20%

    25%

    30%

    Universitas Sumatera Utara

  • 76

    Dengan memperhatikan gambar kurva tegangan-regangan yang terlihat pada grafik

    diatas, menunjukan terjadinya penurunan kuat tekan pada campuran diatas 10%. Hal

    ini membuktikan bahwa penambahan Abu Boiler pada adukan beton memberi

    pengaruh terhadap kuat tekan beton. Dan bila dilihat perilaku setelah tercapainya

    tegangan maksimum pada beton dengan Abu Boiler sebagai bahan pengganti

    sebagian semen, beton masih dapat mempertahankan tegangan dan regangan cukup

    besar. Hal tersebut menunjukkan penggantian sebagian semen dengan Abu Boiler

    menjadikan beton semakin bersifat ductile (liat).

    Dari Grafik diatas dapat terlihat bahwa hasil modulus elastis yang berbeda

    menurut variasi campuran beton tersebut. Nilai modulus elaastisitas pada pemakaian

    Abu Boiler 10% dari berat semen merupakan nilai terbesar yaitu sebesar 82945,585

    N/mm2 pada umur beton 7 hari, 73723,952 N/mm

    2 pada umur beton 14 hari dan

    75894,305 N/mm2

    pada umur beton 28 hari. Penyimpangan nilai modulus elastisitas

    dapat terjadi disebabkan pembacaan dial tidak teliti sehingga data yang dihasilkan

    tidak akurat. Nilai modulus elastisitas beton akan bertambah seiring dengan

    bertambahnya nilai kuat tekan beton tersebut. Nilai modulus elastisitas yang tinggi

    berarti beton tersebut bersifat lebih kaku.

    Untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas tinggi yang perlu diperhatikan

    dalam pengujian tegangan-regangan adalah kondisi permukaan pada benda uji,

    semakin rata permukaan benda uji maka semakin baik hasilnya, permukaan yang rata

    akan menghasilkan nilai modulus elastisitas yang cukup baik karena distribusi beban

    akan tersebar secara merata ke seluruh permukaan benda uji.

    Universitas Sumatera Utara

  • 77

    Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton

    Variasi

    Penambahan Simbol

    Beton Umur 7 Hari Beton Umur 14 Hari Beton Umur 28 Hari

    Modulus

    Elastisitas

    N/mm2

    %

    terhadap

    BN

    Modulus

    Elastisitas

    N/mm2

    % terhadap

    BN

    Modulus

    Elastisitas

    N/mm2

    % terhadap BN

    0% BN 54299,808 100 56959,089 100 63378,077 100

    10% BAS 10% 82945,585 152,755 73723,952 129,433 75894,305 119,748

    15% BAS 15% 68392,506 82,454 68608,412 93,061 68445,082 90,185

    20% BAS 20% 54937,144 80,326 67991,149 99,100 56745,431 82,906

    25% BAS 25% 53987,781 98,272 53606,730 78,844 48162,478 84,875

    30% BAS 30% 39081,780 72,390 38993,106 72,739 43366,9162 90,043

    Universitas Sumatera Utara

  • 78

    4.5 Kuat Lentur

    Perhitungan nilai kuat lentur (Modulus of Rupture) pada pengujian flexure

    dengan benda uji balok dilakukan pada umur 7, 14 dan 28 hari. Pengujian ini

    dimaksudkan untuk mendapatkan nilai kuat lentur benda uji balok 15cm x 15cm x

    75cm pada daerah patahan.

    Grafik 4.8 Grafik Pengujian Kuat Lentur Balok

    Gambar 4. 3 Gambar perletakan pada pengujian kuat lentur balok

    2,25 2,22 2,15

    2,05 1,99

    1,91

    2,52 2,45

    2,27

    2,14 2,09

    1,97

    2,65 2,62

    2,38 2,30

    2,16

    2,03

    y = -3,9958x2 - 1,0067x + 2,6744 R = 0,9639

    1,50

    2,00

    2,50

    3,00

    0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

    Mo

    du

    lus

    Pat

    ahan

    Bet

    on

    ( %

    )

    Persentase Subsitusi Abu terhadap Berat Semen ( % )

    7hari

    14 hari

    28 hari

    Poly. (7hari) Poly. (14 hari) Poly. (28 hari)

    Universitas Sumatera Utara

  • 79

    Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Modulus Patahan Beton

    Variasi

    Penambahan Simbol

    Beton Umur 7 Hari Beton Umur 14 Hari Beton Umur 28 Hari

    Modulus

    Patahan MPa

    % terhadap

    BN

    Modulus

    Patahan MPa

    % terhadap

    BN

    Modulus

    Patahan MPa

    % terhadap

    BN

    0% BN 2,250 100 2,524 100 2,652 100

    10% BAS 10% 2,219 98.622 2,446 96.909 2,617 98.680

    15% BAS 15% 2,148 95.467 2,268 89.857 2,382 89.819

    20% BAS 20% 2,052 91.200 2,144 84.944 2,297 86.614

    25% BAS 25% 1,995 88.667 2,087 82.686 2,158 81.373

    30% BAS 30% 1,909 84.844 1,969 78.011 2,034 76.697

    Universitas Sumatera Utara

  • 80

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dari hasil penelitian, analisa, dan pembahasan yang sudah dilaksanakan dapat

    diambil kesimpulan sebagai berikut :

    1. Penggunaan Abu Boiler pada campuran beton dengan menggantikan

    sebagian semen dari beratnya dengan kadar diatas 10% dapat menurunkan

    nilai slump secara linier.

    2. Penggunaan Abu Boiler pada campuran beton dengan menggantikan 10%

    semen dari beratnya dapat meningkatkan nilai Kuat Tekan beton sebesar

    0.983% pada umur 28 hari menjadi 26.833 Mpa dari nilai beton normal

    dan nilai Modulus Elastisitas beton sebesar 19,75% pada umur 28 hari

    menjadi 75894,305 N/mm2

    dari nilai beton normal. Sedangkan pada nilai

    Kuat Lentur balok mengalami penurunan kekuatan sebesar 1,42% pada

    umur 28 hari dari beton normal.

    3. Pengaruh Abu Boiler dalam campuran beton adalah butiran Abu Boiler

    yang halus membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran

    agregat diisi oleh Abu Boiler sehingga dapat memperkecil pori-pori yang

    ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari Abu Boiler. Selain itu

    penggunaan Abu Boiler dengan takaran tertentu terbukti dapat

    meningkatkan kekuatan beton.

    Universitas Sumatera Utara

  • 81

    5.2 Saran

    Setelah melihat hasil penelitian dan menyadari kemungkinan adanya kekurangan

    dalam penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :

    1. Untuk mendapatkan beton dengan mutu > 25 MPa, maka perlu diadakan

    penelitian dengan bahan susun yang mempunyai kualitas lebih baik.

    2. Agar diperoleh sampel yang baik perlu diperhatikan pada saat

    pengadukan dan pemadatan, karena apabila dalam pemadatan tidak baik,

    sampel akan mengalami keropos dan ini akan sangat mempengaruhi

    kekuatan sampel.

    3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan variasi Abu Boiler yang

    berbeda lagi (kadar