Chapter I
description
Transcript of Chapter I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik
perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan
diharapkan dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dalam
menjawab berbagai tantangan tersebut diperlukan pemikiran-pemikiran khusus dalam
meningkatkan efisiensi atau penggunaan dana secara lebih rasional (Trisna, 2010).
Biaya pelayanan kesehatan khususnya biaya obat telah meningkat tajam
beberapa dekade terakhir, dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut. Hal
ini antara lain disebabkan populasi pasien usia lanjut yang semakin banyak dengan
konsekuensi meningkatnya penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang lebih mahal
dan perubahan pola pengobatan. Di sisi lain, sumber daya yang dapat digunakan
terbatas sehingga harus dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi efisien dan
ekonomis. Tidak hanya meneliti penggunaan dan efek obat dalam hal khasiat dan
keamanan saja, tetapi juga menganalisis dari segi ekonominya. Studi khusus yang
mempelajari hal tersebut dikenal dengan nama farmakoekonomi (Trisna, 2010).
Farmakoekonomi dapat didefenisikan sebagai perhitungan antara biaya yang
dikeluarkan dengan dampaknya pada penyembuhan penyakit. Penerapan
farmakoekonomi dapat dilakukan untuk mengukur kelebihan suatu obat dibandingkan
dengan obat lain berdasarkan metode analisis farmakoekonomi yang salah satuya
adalah analisis efektivitas biaya (Putera, 2008).
Analisis efektivitas biaya merupakan salah satu cara untuk menilai dan
memilih program terbaik bila terdapat beberapa program berbeda dengan tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
sama untuk dipilih. Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah
berdasarkan total biaya dari masing-masing alternatif program sehingga program yang
mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil
keputusan (Tjiptoherijanto, 1994).
Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam
tifoid adalah penyakit infeksi akut yang sering ditemukan pada masyarakat di
Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa (Yuni, 2010).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di
seluruh dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya.
Kasus ini diperkuat dengan ditemukannya pada tahun 1989 Salmonella typhi yang
resisten terhadap dua atau lebih antibiotik di India, Pakistan dan Cina serta telah
menyebar ke Timur Tengah dan Afrika Selatan. Juga telah ditemukan di Inggris dan
negara Barat lainnya (Mandal, 1995). Di Indonesia diperkirakan antara 800 – 100 ribu
orang terkena penyakit demam tifoid sepanjang tahun. Diperkirakan angka kejadian
ini adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun (Yuni, 2010).
Berdasarkan informasi dari Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum
Padangsidimpuan diperoleh data bahwa demam tifoid termasuk dalam 10 penyakit
terbanyak. Pada tahun 2008 terdapat sebanyak 285 pasien demam tifoid dan 35
diantaranya menjalani rawat inap, sedangkan pada tahun 2009 terdapat sebanyak 268
pasien demam tifoid dan 29 diantaranya menjalani rawat inap.
Pengobatan terhadap penyakit demam tifoid terus berkembang. Dari dulu,
kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun
seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat seperti
Universitas Sumatera Utara
golongan sulfonamida, sepalosporin dan florokuinolon. Selain obat-obat tersebut,
obat-obat penunjang lainnya untuk demam, sakit kepala dan sebagainya juga harus
diberikan (Juwono, 2004)
Seftriakson dianggap sebagai obat yang efektif untuk pengobatan tifoid dalam
jangka pendek. Tetapi harga obat tersebut masih cukup mahal. Menurut Lim Hu Yoe,
seorang peneliti dari Malaysia dengan seftriakson hanya membutuhkan 10 hari lama
rawat inap di rumah sakit dibandingkan dengan kloramfenikol selama 21 hari
(Musnelina, 2004).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah:
a. apakah ada perbedaan efektivitas pengobatan antara pasien yang
menggunakan kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.
b. apakah ada perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan
kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.
1.3 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian ini adalah:
a. variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam hal
ini variabel bebas adalah:
i. lama perawatan yang dilihat berdasarkan jumlah hari hilangnya demam,
hilangnya gejala ikutan dan diperkuat dengan uji widal.
ii. biaya medis langsung yang dilihat dari biaya jumlah biaya kelas
perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat.
Universitas Sumatera Utara
b. variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam
hal ini variabel terikat adalah efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya.
Sub variabel bebas Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 1.1. Skema yang menunjukkan kerangka pikir penelitian Analisis
Efektivitas Biaya Kloramfenikol dan Seftriakson pada Pengobatan Demam Tifoid Dewasa di Rawat Inap RSUD Padangsidimpuan
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
a ada perbedaan efektivitas pengobatan antara pasien yang menggunakan
kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.
b ada perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan
kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.
Efektivitas pengobatan Lama perawatan
Biaya medis langsung Efektivitas biaya
Jumlah hari
- Hilangnya demam - Hilangnya gejala ikutan
Uji Widal
Biaya kelas perawatan Biaya laboratorium Biaya tindakan paramedis Biaya obat
- Biaya kamar - Biaya Visite dokter
Biaya uji Widal - Biaya infus - Biaya injeksi - Biaya vital sign
Universitas Sumatera Utara
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a mengetahui antibiotik yang efektivitas pengobatannya lebih baik antara
kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan pasien demam tifoid.
b mengetahui antibiotik yang efektivitas biayanya lebih baik antara
kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan pasien demam tifoid.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai contoh kajian
farmakoekonomi dalam memilih suatu obat yang digunakan pada pengobatan demam
tifoid.
Universitas Sumatera Utara