Celah Bibir Dan Palatum Congenital Merupakan Suatu Malformasi Kompleks Yang Melibatkan Jaringan...
-
Upload
panduforest -
Category
Documents
-
view
760 -
download
6
Transcript of Celah Bibir Dan Palatum Congenital Merupakan Suatu Malformasi Kompleks Yang Melibatkan Jaringan...
REKONSTRUKSI CALAH BIBIR DAN PALATUM :
PROSEDUR SEKUNDER
Celah bibir dan palatum kongenital merupakan suatu malformasi
kompleks yang melibatkan jaringan keras dan lunak pada wajah. Anak yang
lahir dengan celah bibir dan palatum menghadapi beberapa fungsional yang unik
dan tantangan estetik yang membutuhkan pendekatan kombinasi perawatan
(interdisipliner) untuk memperoleh hasil yang relative ideal dalam berbicara,
oklusi, penampilan wajah, dan kepercayaan diri. Keberhasilan rekonstruksi
secara rutin membutuhkan tahap intervensi pembedahan yang multipel. Karena
perawatan yang dilakukan selama periode perkembangan, perbandingan resiko
terhadap setiap prosedur bedah secara hati-hati menjadi pertimbangan untuk
memberikan hasil yang maksimal kepada pasien. Seorang ahli bedah dalam
menangani pasien anak harus memiliki pemahaman tingkat kognitif yang kuat
terhadap anatomi tiga dimensi dari malformasi celah bibir dan palatum serta
pengaruh kompleks yang timbul antara prosedur bedah dan perkembangan
wajah.
Variasi prosedur bedah termasuk dalam tahapan rekonstruksi celah bibir
dan palatum telah digambarkan secara ekstensif dalam literatur dan dijelaskan
dalam chapter 42,”Cleft Lip and Palate : Comprehensive Treatment Planing
1
and Primary Repair,” Chapter 43,”Reconstruction of the Alveolar Cleft,” dan
chapter 61,”Orthognatic Surgery in the Patient with Cleft Palate.” Sebagai
tambahan, the American Cleft Palate-Craniofacial Association (ACPCA) telah
mengembangkan parameter perawatan dalam rangka untuk memfasilitasi
koordinasi perawatan interdisipliner pada individu yang mengalami deformitas
celah bibir dan palatum. Ringkasan protokol dokumen ACPCA yang dipusatkan
pada pemilihan waktu yang tepat pada intervensi spesifik yang pada gigi pasien,
skeletal, berbicara dan perkembangan psikologis. Pendekatan tahap umum untuk
rekonstruksi celah bibir dan palatum dari masa bayi sampai remaja ditampilkan
pada tabel 44-1. Manajemen kontemporer mencakup beberapa fase bedah
selama masa bayi (penutupan celah bibir dan palatum) dan anak-anak
(rekonstruksi bone graft dari celah maksilla dan alveolus) yang dipertimbangkan
memerlukan operasi dalam semua kasus komplit unilateral dan bilateral celah
bibir dan palatum. Sebagai tambahan, untuk perbaikan tahap awal, beberapa
anak akan membutuhkan prosedur tambahan untuk mengoreksi masalah
sekunder. Rekonstruksi sekunder pada celah bibir dan palatum mencakup bedah
perawatan disfungsi velopharyngeal, rekonstruksi bone graft pada celah tulang
rahang atas, koreksi disproporsi skeletal dengan maloklusi, penutupan fistula
palatal, normalisasi bentuk bibir dan hidung, dan rehabilitasi prostetik pada
celah dental. Walaupun indikasi dari setiap pembedahan primer dan sekunder
berbeda dan proses memutuskan yang variatif, kita tidak bisa melihat prosedur
ini sebagai hal yang terpisah. Bab ini memperlihatkan perbedaan tahap
2
rekonstruksi sekunder celah bibir dan palatum yang dibutuhkan setelah
perbaikan primer celah bibir dan palatum dengan tujuan penyediaan deskripsi
terorganisir pada filosofi kontemporer dan rasional dari intervensi bedah dan
spesifikasi waktu.
Tabel 44-1 Tahap-tahap Rekonstruksi Celah Bibir dan Palatum
Perawatan Bedah Umur Pertimbangan waktu
Perawatan celah bibir* 10 sampai 12 minggu
Pe Perawatan celah palatal* 9 sampai 18 bulan Waktu yang tepat untuk perawatan
didasarkan pada kemampuan
berbicara anak/ bahasa umur
Bedah palatum sekunder 3 sampai 5 tahun
untuk VPI
6 sampai 9 tahun Berdasarkan pertumbuhan gigi
Bedah ortognasi 14 sampai 16 tahun
untuk wanita,
16 sampai 18 tahun
Untuk pria
Pemasangan dental implant 16 sampai 18 tahun
Perbaikan bibir/hidung Setelah umur 5 tahun Bervariasi tergantung temuan klinis
dan psikososial. Bedah nasal biasanya
ditunda hingga masa remaja
*Tahap rekonstruksi diperlukan untuk semua pasien celah bibir dan palatum. VPI=Velopharyngeal Insuffeciency
3
Penutupan Fistula.
Latar Belakang
Ketika anak lahir dengan celah palatum, terdapat hubungan yang
abnormal antara kavitas oral dan nasal. Salah satu prinsip penting keberhasilan
bedah perbaikan meliputi pemisahan bagian oral dan nasal jaringan lunak dari
yang lain dan kemudian rekonstruksi lapisan jaringan yang berbeda untuk
pemisahan dasar nasal dan garis mukosa oral. Hasilnya adalah penutupan dari
palatum keras dalam tiga lapisan (sisi nasal, muscular levator dan sisi mukosa
oral). Residu oronasal yang abnormal, atau ‘fistula’, perbaikan awal relative
lebih bermasalah yang membutuhkan prosedur bedah selanjutnya pada pasien
dengan celah palatum. Sebelum melakukan manajemen pendekatan yang
spesifik untuk residu fistula, harus dijelaskan situasi klinis yang didasarkan pada
umur pasien, riwayat bedah sebelumnya, dan lokasi fistula yang tepat. Banyak
pertimbangan penting lain terhadap cacat celah yang meliputi palatum primer
dan sekunder. Palatum primer meliputi struktur anatomi anterior ke foramen
insisivus dan uvula. Menggunakan terminology ini, celah palatum primer dan
sekunder yang komplit meliputi maksila, alveolus, palatum keras dan palatum
lunak. Celah palatum yang mencakup palatum keras dan lunak (tidak mengenai
ridge alveolar) digolongkan sebagai celah inkomplit pada palatum sekunder.
Bahkan ketika anak tersebut lahir dengan celah palatum komplit ( yaitu
mengenai palatum primer dan sekunder), perbaikan primer meliputi penutupan
4
pada palatum sekunder-strukturnya dari foramen insisivus ke uvula. Terdapat 2
tujuan perbaikan celah palatum selama masa bayi yaitu: pertama, untuk
membuat penutupan kedap yang komplit pada palatum sekunder untuk
pemisahan kavitas oran dan nasal, kedua, untuk perbaikan muskulus levator
dengan tujuan untuk menormalkan berbicara. Perbaikan cacat celah
maksilla/alveolar yang skeletal dan hubungannya dengan oronasal umumnya
tidak dilakukan pada tahap ini. Banyak ahli bedah mempertimbangkan cacat
alveolar pada kelainan bentuk celah yang asli yang telah sengaja tidak dilakukan
perbaikan hingga membentuk fistula. Maksud dari perbaikan alveolar anterior
atau nasolabial fistula adalah penyatuan ke rekonstroksi bone graft pada celah
lebih detail dijelaskan dalam bab 43, ‘rekonstruksi celah alveolar’. Idealnya,
anak dengan celah palatum komplit akan mengalami perbaikan palatum selama
bayi dengan keberhasilan penutupan palatum keras dan lunak dan kemudian
rekonstruksi bone graft pada maksilla/alveolus (palatum primer) dengan
penutupan setiap residu fistula nasolabial selama masa anak. Residu fistula
palatal lebih sering ditemukan setelah perbaikan awal palatum. Resiko bentuk
fistula terlihat sangat berhubungan dengan ukuran dari celah yang asli.Metode
perbaikan yang digunakan oleh ahli bedah dapat mempengaruhi perjalanan
fistula. Laporan terbaru menunjukkan bahwa palatoplasty dengan 2 flap
dihubungkan dengan tingkat yang rendah (3,4%) pada pembentukan fistula
palatal. Teknik lain yang juga sering digunakan yaitu double furlow yang
berbeda dengan teknik Z plasty, dihubungkan dengan insidensi tertinggi pada
5
fistula oronasal. Perbedaan tingkat keberadaan fistula kemungkinan lebih nyata
ketika celah dilakukan perbaikan. Daerah yang paling umum untuk
perkembangan residu palatal kemudian dilakukan perbaikan celah palatal yaitu
pada pertemuan palatum keras dan lunak diikuti oleh anterior palatum keras dan
region foramen insisivus. Insiden fistula palatal setelah dilakukan palatoplasty
single-stage sangat bervariasi, dengan angka tertinggi mencapai 50%.
Indikasi untuk perbaikan fistula dan waktu dilakukan permbedahan
Hampir semua fistula yang terlihat dini pada periode pasca operasi,
setelah perbaikan dan merupakan hasil langsung dari luka local sebagai akibat
gangguan tekanan atau vascular. Periode waktu lainnya ketika fistula palatal
kemungkinan ditemukan selama tahap I perawatan ortodontik (pre bone graft),
khususnya ketika ekspansi maksila telah dilakukan. Terdapat kontroversi
tentang hubungan penyebab ekspansi ortodontik dan perkembangan fistula
palatal. Akan tetapi, hamper semua ahli bedah yang berpengalaman dengan
cacat ini percaya bahwa kerusakan fistula yang ditemukan selama ekspansi
maksila yang berupa ‘preexisting oronasal communication’ dan sebenarnya
tidak disebabkan oleh perawatan ortodontik. Fistula yang kecil muncul sejak
masa bayi dapat tersembunyi bersama dengan palatum yang sempit oleh
segment maksila dan kemudian ditutupi oleh lengkung maksila yang
diekspansikan melalui alat ortodontik atau ortopedi.
6
Rekomendasi mengenai waktu penutupan fistula secara signifikan
bervariasi dan menjadi topic yang controversial. Beberapa ahli bedah dan tim
yang menangani kasus ini dapat memberikan penanganan yang relative agresif
untuk penutupan fistula lebih awal setelah perbaikan palatum. Kami memilih
lebih banyak tinjauan dengan waktu yang panjang mengenai masalah ini dan
menunda pembedahan untuk beberapa tahun apabila memungkinkan. Pada bayi,
penutupan fistula yang kecil (1 sampai 4 mm),fistula non fungsional secara
umum dapat di tangguhkan sampai pada masa anak-anak.pada beberapam kasus
perbaikan fistula dapat dihubungkan dengan sejumlah prosedur yang penting
untuk kedepannya seperti bedah faringeal untuk ketidaksesuaian velofaringeal
atau rekonstruksi bone graft dari celah maksila dan alveolus sepanjang tidak
menggangu fungsi berbicara atau fungsi konsumsi makanan ketika terdapat
fistula yang lebih besar (> 5 mm), terdapat kecendrungan fungsi fungsional
yanga akan di hadapi seperti terperangkapnya udara pada nasal yang akan
memepengaruhi cara berbicara, refluks makanan dan cairan pada nasal,dan
kesulitan yang berhubungan dengan hygene.Pada situasi klinik dimana tidak
terdapat masalah fungsional yang tidak signifikan, penutupan dini dari fistula
yang persisten diindeikasikan sebagai proses pengambilan keputusan,ahli bedah
harus menimbang keuntungan perbaikan fistula terhadap dampak negative pada
bedah palatal kedua yang melibatkan lapisan terluar dari mukoperiosteum dari
perkembangan maksila sebelumnya. Pertimbangan lainnya dalam merencanakan
waktu yang tepat dari penutupan fistula adalah tipe dari teknik perbaikan yang
7
digunakan untuk perbaikan ini.Usaha untuk menutup fistula dengan flap lokal
atau palatoplasty dapat dilakukan selama masa bayi atau kanak-kanak secara
dini. Dengan kata lain pada kasus dimana penggunaan flap regional (misalnya,
lidah) diperlukan, anak-anak harus cukup umur untuk mampu menerima
regimen perioperatif.
Gambar 44-1
Penggunaan flap rotasional untuk penutupan fistula palatal residual. Tipe
perbaikan ini memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. A. Turn over flap
digunakan untuk mendapatkan penutupan daerah nasal dan mucosa palatal
flap dibentuk. B. Pola acak, full-thickness mucoperiostal flap dielevasi dan
dimobilisasi untuk penutupan daerah cacat.
8
Teknik Operasi Untuk Penutupan Fisula Palatal
Perbaikan pada fisula palatal residual:setelah perbaikan celah palatal
telah dijelaskan dengan menggunakan sejumlah teknik yang berbeda. Sekarang
ini, operasi yang digunakan untuk perbaikan fistula meliputi flap palatal lokal,
otot temporalis,transfer jaringan vascular umumnya jarang digunakan tapi telah
dijelaskan.
Salah satu prosedur yang paling sering digunakan untuk penutupan
fistula residual adalah penggunaan flap jaringan lunak local yang dibuat sampai
mukosa palatal dan dirotasi diatas daerah yang rusak untuk penutupan ( gambar
44-1). Komponen pendekatan ini adalah pembuatan turn over flaps disekeliling
daerah yang rusak untuk penutupan daerah nasal, elevasi pada palatal finger flap
dan rotasi pada bayi, flap untuk menutupi kerusakan.daerah yang tampak dengan
tulang yang terbuka dibiarkan pada daerah donor,dan hal ini digunakan untuk
cacat palatal yang sangat kecil dan berhubungan dengan tingkat kegagalan yang
relatif tinggi. Flap rotasional yang kecil dalam jaringan palatum yang
mengandung jaringan parut yang luas dari prosedur pembedahan sebelumnya
sulit untuk dimobilisasi tanpa residual tension dan kemungkinan menurunkan
suplai darah yang menghasilkan kapasitas penyembuhan yang kurang ideal dan
kemungkinan besar terjadinya luka.
9
Pendekatan yang kami pilih untuk fistula palatal residual meliputi
modifikasi dari satu teknik perbaikan palatum limer, yang dikenal dengan
Prosedur Bardach atau Font Langenback. Pendekatan ini memberikan
penutupan yang adekuat bahkan untuk cacat yang besar dengan penggunaan flap
jaringan luka yang besar, lapisan pada daerah nasal dan rongga mulut dan
penutupan secara tension free line (gambar 44-2 dan 44-3). Kemudian,jumlah
tulang yang dibiarkan terbuka setelah perbaikan adalah minimal bahkan sampai
tidak ada. Hal ini karena kedalaman vertikal dari ubah palatal dialihkan kedalam
perluasan jaringan lunak ke medial sehingga hasilnya berupa flap jaringan lunak
palatal yang secara adekuat menutupi dasar tulang dengan lapisan pada death
space antara palatal shelves dan tepi mukosa oral.”Bardach palatoplasty “ (dua
flap)merupakan operasi yang kami pilih pada kasus dimana cacat fistula adalah
≥ 5mm. Keuntungan primer dari pendekatan ini adalah kemampuannya untuk
mendapatkan flap jaringan lunak yang besar, yang dapat dimobilisasi dengan
mudah dan memberikan kemudahan untuk visualisasi dan penutupan pada
mukosa nasal.sebagai pembanding,salahsatu keuntungan secara teori dengan
prosedur font langenback adalah pembuatan bipedicled flaps yang
mempertahankan suplai darah anterior dan posterior, sementara anterior
pedicled yang memberikan tambahan perfusi, juga dihasilkan flap yang kurang
bebas bergerak dengan akses yang terbatas, begitu juga dengan visualisasi pada
jaringan teoi nasal. Untuk alas an ini, kami menggunakan teknik von langenback
hanya untuk cacat yang telatif kecil dalam palatum keras.
10
Gambar 44-2
Modifikasi teknik palatoplasty dua flap untuk penutupan fistula palatal residual.
A. Dua flap mukoperiostal yang besar dibuat dengan diseksi meluas sampai ke
titik posterior cacat fistula. Mukosa nasal dikembalikan sebagai lapisan terpisah.
B. Penutupan pada daerah rongga mulut. Awalnya midline ditutup dengan
menggunakan interrupted sutures, kemudian insisi lateral diperkirakan
Gambar 44-3
Modifikasi teknik Von Langenback untuk penutupan fistula residual.
A. Insisi dibuat pada fistula yang cacat disepanjang pertemuan muksa oral dan
nasal, dan ke lateral untuk menambah flap palatal. Perhatian ditujukan untuk
menjaga perlekatan jaringan lunak anterior guna meningkatkan suplai darah. Hal
ini akan menyebabkan mobilisasi flap dan visualisasi daerah cacat sulit dilakukan.
B. Daerah nasal ditutup pertama kali, kemudian penutupan daerah rongga mulut
dengan interrupted sutures.
11
Pada situasi dimana terdapat cacat yang besar (>1,5cm) keberhasilan
oenutupan mengharuskan ahli bedah menambah jaringan lunak dengan
menggunakan flap regional. Cacat fistula sampai palatum keras posterior atau
palatum lunak dapat dirawat dengan menggunakan prosedur palatoplaty
modifikasi, seperti yang dijelaskan di atas utamanya dengan flap pharyngeal.
Setelah flap palatal diperluas dan diseksi tepi nasal selesai, flap pharyngeal
dibuka. Flap jaringan lunak pharyngeal kemudian disatukan ke dalam daerah
penutupan tepi nasal dimana fistula tampak. Dengan menggunakan teknik ini,
sejumlah tambahan jaringan lunak diperlukan untuk perbaikan “tension-free”
pada cacat palatum. Ketika fistula terletak pada dua pee tiga anterior dari
palatum keras, prosedur pilihan untuk pengambilan tambahan jaringan lunak ke
anterior didasarkan pada flap dorsal lidah (gambar 44-4). Pertama, penutupan
sisa nasal dari cacat palatum dilakukan dengan turnover flap dengan multiple
interrupted sutures. Kemudian teknik ini memerlukan perluasan ke anterior
berdasar flap lidah yaitu panjangnya sekitar 5 cm dengan 1 – 2/3 lebar lidah.
Flap lidah diperluas sepanjang underlying musculature dan kemudian disisipkan
dengan menggunakan multiple mattress suture untuk penutupan pada daerah
rongga mulut. Recipent bed sampai ke lidah ditutup. Setelah pembedahan awal,
flap awal akan sembuh sekitar dua minggu. Pada saat itu, pasien kembali di
operasi. Intubasi dengan nasal-fiber optic diindikasikan untuk prosedur kedua
sebab lidah masih terjahit sampai pada langit-langit, membatasi visualisasi
12
normal dari jalan nafas. Flap kemudian dipotong dan ujung daerahdonor
dirapikan dan disipkan ke dalam lidah. Penggunaan flap lidah kea rah lateral dan
posterior juga telah diperlihatkan pada literature mengenai celah. Menurut
pendapat kami, flap kea rah anterior lebih diterima dengan baik oleh hamper
sebagian besar pasien dan memiliki derajat mobilitas yang lebih besar dengan
resiko yang lebih kecil untuk merusak flap dari insersi palatal.
13
Gambar 44-4
Penggunaan flap dorsal lidah anterior untuk mrnutupi fistula besar pada
palatum keras anterior. A. Diagram dari cacat palatal dan elevasi dari flap
lidah anterior. Turn over flap awalx digunakan untuk memperbaiki daerah
nasal kemudian flap lidah dilakukan. Lebar flap sekitar 2/3 lebar lidah dan
panjangnya sekitar 4-6 cm. B. Daerah donor ditutup dengan menggunakan
multiple interrupted sutures dan flap lidah disisipkan dan dijahit disekeliling
mukosa yang rusak. C dan D. Gambaran intraoperasi pada pembuatan flap
lidah dan penempatannya. A dan B diadaptasi dari Posnick JC. Bedah cleft-
orthognatic:the isolated cleft palate deformity.In:Posnick JC, Rose A, Ross
A,editor.Craniofacial and Maxillofacial in children and young adult. 1st ed.
Philadelphia (PA);W.B Saunders;2000.p.957-8.
14
Pembedahan Celah Palatum Sekunder untuk Penanganan Disfungsi
Velofaringeal.
Latar Belakang
Palatum sekunder tersusun dari palatum keras (bertulang) anterior dan palatum
lunak atau velum posterior. Dalam palatum lunak, otot levator velii palatine
membetuk dynamic sling yang meninggikan velum ke dinding faringeal
posterior selama menghasilkan sejumlah suara. Kelompok otot lainnya di dalam
velum, regio tonsillar pillar dan dinding faring juga mempengaruhi kualitas
resonansi selama pembentukan suara (gambar 44-2). Kombinasi palatum lunak
dan hubungan otot dinding faringeal menghasilkan apa yang disebut sebagai
mekanisme velofaringeal (velopharingeal/VP) (gambar 44-5A). Fungsi
mekanisme VP sebagai sphincter valve untuk meregulasi lairan udara antara
kavitas oral dan nasal dan menghasilkan kombinasi suara dari mulut dan hidung.
Tabel 44-2 Kelompok-kelompok Otot Yang Berperan Dalam Mekanisme Velopharyngeal
Otot Letak Asal Fungsi
Otot Uvulus Membran mukosa palatum Palatum aponeurosis Tekanan Velar
Lunak
Tersor velii palatine Palatum lunak dan keras Medial Pterygoid plate Membuka saluran
Pendengaran
Salpingopharyngeus Palatopharyngeal Torus tubarius Pergerakan dinding
aponeurosis lateral
Superior constrictor Raphe pharyngeal media Velum; Posterior&lateral
Medial pterygoid plate wall sphinctering
Levator veli palatine Palatum lunak Tulang temporal Elevasi dari velum
15
Otot Letak Asal Fungsi
Palatopharyngeous Palatum lunak aponeurosis Dinding pharyngeal Aduksi tiang
Sphinctering velum
Palatoglossus Lidah Palatum lunak Retraksi lidah;
Antagonis levator
Selama berbicara
Anak-anak yang terlahir dengan celah palatum, memiliki malformasi
yang secara dramatis mempengaruhi komponen anatomi dari mekanisme VP.
Secara spesifik, celah pada palatum sekunder menyebabkan devisi otot pada
velum ke dalam otot perut yang terpisah dengan insersi abnormal sepanjang tepi
posterior pada palatum keras (gambar 44-5B). Palatoplasty awal tidak dilakukan
untuk penutupan cacat palatal (komunikasi oronasal), namun ditujukan untuk
ketidak sesuaian anatomi yang mendasar, yang melibatkan otot-otot. Selama
pembedahan untuk penutupan palatal, perhatian harus ditujukan untuk
memisahkan secara tegas otot pada palatal shelves, menyusun kembali otot
tersebut dan membentuk kesatuan untuk menghasilkan sebuah tarikan otot
palatal-levator yang fungsional. Beberapa penjelasan mengenai perbaikan
primer ini pada otot-otot palatal sebagai intravelar veloplsty, sebuah komponen
dari penutupan celah palarum. Meskipun penjelasan ini membentu untuk
mengartikulasi pentingnya penanganan otot levator, hal ini dapat
membingungkan sejumlah klinisi dengan menyarankan bahwa perbaikan otot
16
atau intravelar veloplasty merupakan prosedur yang terpisah. Terlepas dari jenis
teknik perbaikan celah palatum yang dilakukan Von Langenbeck, Bardach,
Furlow dkk) pembukaan secara teliti pada insersi otot abnormal dan rekonstruksi
otot velar harus disatuakn sebagai suatu elemen penting pada prosedur bedah.
Gambar 44-5
Anatomi dari mekanisme velopharyngeal. A.Anatomi normal. B. Distorsi
anatomi berhubungan dengan complete cleft pada palatum primer dan sekunder.
Perhatikan insersi abnormal otot elevator veli palatine disepanjang tepi anterior
dari palatum keras.
Hampir sebagian besar anak-anak yang berhasil menjalani perbaikan
celah palatal sewaktu bayi (9 sampai 18 bulan) akan mengalami perkembangan
berbicara secara normal atau memperlihatkan abnormalitas berbicara yang dapat
17
diperbaiki dengan penanganan terapi berbicara. Pada segmen yang lebih kecil
pada populasi pasien ini, mekanisme velopharingeal tidak akan memperlihatkan
fungsi normal walaupun dengan bedah penutupan palatum. Velopharingeal
insufficiency (VPI) didefenisikan sebagai penutupan yang tidak adekuat pada
sisi jalan nafas nasofaringeal sewaktu produksi suara. Etiologi pasri dari VPI
setelah keberhasilan perbaikan celah palatum merupakan suatu masalah yang
kompleks yang masih sulit untuk dijelaskan secara sempurna. Pembedahan
untuk perbaikan yang tidak adekuat yang dilakukan pada otot menjadi penyebab
VPI, namun sekalipun otot yang telah disusun secara tepat dapat gagal untuk
sembuh secara normal atau berfungsi sempurna karena cacat congenital pada
innervasinya. Peranan jaringan parut pasca bedah dan dampaknya pada fungsi
otot dan gerakan palatal masih sulit dipahami. Ketika menggunakan prosedur
Furlow double opposing Z Plasty untuk perbaikan awal palatum, keuntungan
teorinya meliputi penyusunan kembali yang lebih baik pada otot palatal dan
pemanjangan pada palatum lunak, namun keuntungan ini mungkin secara
negative seimbang dengan velum yang menunjukkan gerakan yang lebih sedikit
atau bertambahnya jaringan parut tambahan yang berkaitan dengan dua set insisi
2-plasty yang terpisah. Selanjutnya, harus dipertimbangkan bahwa perbaikan
celah palatal hanya merupakan salah satu factor yang berkonstribusi dengan
fungsi VP, dan abnormalitas lainnya yang berhubungan dengan morfologi
orofaringeal lateral dan posterior dan dinamika jalan nafas bagian nasal.
Semuanya dapat berperan dalam terjadinya disfungsi VP. Tentu saja, struktur
18
yang lain dapat juga berperan dalam mengimbangi terjadinya deformitas palatal.
Contohnya, jaringan lunak yang pendek dan kasar yang tidak diangkat dengan
baik dapat digantikan dengan pengambilan dan hipertrofi jaringan otot di dalam
dinding faringeal posterior (aktivasi pada Passavant’s ridge)
Suara udara nasal yang terperangkap dengan resultan hipernasal yang
berhubungan dengan VPI merupakan akibat yang paling merugikan dari
malformasi celah palatal. Sekitar 20% anak-anak dengan VPI setelah
palatoplasty akan memerlukan penanganan yang melibatkan bedah palatal
tambahan. Bila tidak dirawat, terperangkapnya udara pada rongga hidung yang
berhubungan dengan masalah resonansi akan menyebabkan abnormalitas
berbicara lainnya, yang disebut abnormal compensatory articulator. Teori
Warrens elegant aerodynamic demands memberikan penjelasan terbaik dari apa
yang terjadi pada VPI yang parah. Teori ini menyatakan bahwa udara yang
terperangkap di dalam hidung mngaibatkan penutupan VP yang tidak adekuat
yang akan mengekibatkan pasien mengartikulasikan tekanan konsonan pada
level laring dan faring sebagai pengganti di dalam kavitas oral. Ketidaknormalan
ini, berakibat kesalahan artikulasi yang merupakan masalah lebih lanjut dengan
penutupan suara dan penurunan kemampuan berbicara pada pasien dengan celah
palatum yang berhubungan denga VPI.
Indikasi Bedah dan waktu
19
Setelah perbaikan awal celah palatal, evaluasi periodic merupakan hal yang
penting untuk menilai perkembangan bicara dan bahasa dari setiap anak.Hal ini
melibatkan pemeriksaan screening yang terstandarisasi yang dilakukan oleh ahli
patologi bicara dan bahasa sebagai bagian dari kunjungan tahunan terhadap
penanganan celah palatal.Pada pasien dengan masalah berbicara seperti VPI,
penelitian yang lebih terperinci yang meliputi penggunaan Videofluroscopy dan
Nasopharingoscopy yang mungkin di indikasikan.Videofluroscopy digunakan
untuk pemeriksaan radiografi pada jalan nafas atas dengan bantuan bahan
kontras oral. Teknik ini memberikan tes dinamik dari mekanisme VP dengan
melihat aksi otot.sebagai tambahan, rincian anatomi jalan nafas atas yang
meliputi fistula palatal residual dapat terlihat dan konstribusinya terhadap
disfungsi bicara yang dievaluasi selam pemeriksaan. Penggunaan
Videofluroscopy sebagai suatu nilai diagnostic,harus meliputi tinjauan multiple
dari mekanisme VP dan ahli patologi bicara harus ada untuk melakukan tes
verbal dengan peralatan radiology. Nasopharingoscopy menggunakan endoskopi
fiber optic yang kecil dan fleksibel yang secara rutin menggunakan evaluasi
pasien dengan VPI. Nasopharingoscopy memberikan visualisasi langsung pada
jalan nafas atas dan mekanisme VP secara spesifik dari Nasofharing.Teknik ini
menghindari terjadinya paparan radiasi yang berhubungan dengan
Videofluroscopy namun memerlukan persiapan pada hidung dengan
anastetikum topical,keahlian menggunakan alat ini,dan kerjasama
pasien.Sewaktu endoskop dimasukkan, pengamatan fungsi palatal, morfologi
20
jalan nafas dan gerakan dinding faringeal dibuat sewaktu pasien secara verbal
diuji oleh ahli patologi bicara. Keuntungan dari fisualisasi langsung pada
mekanisme aksi VP sewaktu pembentukan suara akan memberikan informasi
yang penting untuk pengambilan keputusan secara klinis yang berhubungan
dengan bedah palatal sekunder pada kasus untuk konfirmasi kasus VPI ataupun
kasus yang dicurigai VPI.
Bedah Palatal sekunder pada anak diindikasikan apabila VPI
menyebabkan gangguan berbicara hipernasal yang sejalan dan berkaitan dengan
masalah anatomi.Waktu yang tepat pembedahan VPI masih menjadi
kontroversi,namun direkomendasikan pada usia 2,5 sampai 5 tahun. Pada anak
usia 2,5 sampai 4 tahun, untuk ,memperoleh informasi diagnostic guna membuat
keputusan tetap mengenai perawatan sering sulit diperoleh.Pada sejumlah
kelompok anak usia muda, variable seperti perkembangan bahasa anak serta
kegagalan dari kerjasama dengan pasien sewaktu evaluasi bicara berhubungan
dengan keakuratan penilaian pra-operasi.Suaktu anak mencapai usaia 5 tahun,
penggunaan Nasopharingoscopy lebih baik,dan terdapat perkembangan bahas
yang cukup untuk mengevaluasi kemampuan berbicara. Faktor ini memberikan
kesimpulan tetap mengenai status fungsi VP atau disfungsi pada anak dengan
celah palatal yang telah dikoreksi.Saru hal yang Penting bahwa keputusan yang
berkaitan dengan saran untuk pembedahan VPI harus dibuat hanya dengan
kerjasama antar ahli patologi bicara dan bahas ayang berpengalaman.Keputusan
21
untuk melakukan bedah tambahan pada VPI memerlukan penilaian bedah lebih
lanjut.
1Masalah VPI dengan gangguan berbicara hipernasal dapat juga
dialami oleh pasien yang memerlukan bedah orthognati untuk koreksi celah
yang berhubungan dengan defisiensi maksila.seperti yang didiskusikan pada bab
6 “bedah orthognati pada pasien dengan celah palatum” sekitar 25% pasien yang
menjalani perbaikan celah palatal sewaktu bayi akan memerlukanbedah
tambahan untuk koreksi defisiensi midfacial sewaktu remaja ketika mendekati
maturutas skeletal.Biasanya melibatkan perkembangan midfacial dari level le
Fort I dengan atau tanpa bedah mandibula untuk menormalkan posisi
skeletal ,koreksi maloksi,dan menambah bentuk wajah.Perkembangan yang
lebih besar dari maksila pada pasien dengan celah palatal yang dikoreksi dapat
memperburuk VPI atau dapat menyebabkan onset baru VPI.minoritas pasien
dengan penutupan garis tepi VPI pra operasi akan mengalami gangguan bicara
hipernasal bahkan setelah perpindahan maksila yang relative kecil.Semenjak
prediksi pasti bagaimana pasien akan merespon perkembangan maksila sulit
diperoleh.Penilaian bicara formal dan konseling yang terperinci pada pasien dan
keluaganya mengenai kemungkinan berkembangnya VPI pasca operasi
dirokemendasikan sebelum melakukan cleftorthognatic surgery yang
melibatkan perkembangan maksila.Untungnya, hamper sebagian besar pasien
yang menalami VPI setelah penambahan maksila akan mendapat penutupan VP
yang adekuat tanpa tambahan bedah palatal. Pada suatu penelitian yang
22
dilakukan oleh turvey dan frost, penelitian dengan tekanan aliran digunakan
untuk memeriksa fungsi VP setelah maksila berkembang pada pasien dengan
perbaikan celah palatum.Pada kelompok penelitian pada pasien dengan
penutupan VP yang adekuat sebelum pembedahan perawatan VP
memperlihatkan 3 respon yang berbeda setelah perkembangan midfacial,(1)
penutupan VP yang adekuat setelah pembedahan, (2) kemerosotan fungsi VP
yang tidak adekuat setelah pembedahan diikuti dengan perkembangan secara
bertahap dan serta penyembuhan dari penutupan normal sepanjang periode 6
bulan dan (3) Penutupan VP yang tidak adekuat setelah pembedahan tanpa
memerlukan pembedahan flap faringeal. Ketika terjadi perkambangan maksila
dari VPI yangb tampak secara klinis, bedah koreksi tambahan sebaiknya ditunda
paling kurang 6 bulan. Pada sebagian besar kasus, adaptasi neuromuscular pasca
bedah membantu mekanisme VP untuk sembuh, dan pasien kembali ke kondisi
fungsi semula dengan resolusi dari gangguan berbicara hipernasal tanpa
membutuhkan intervensi operasi tambahan.
Teknik Operasi.
Penanganan bedah kontemporer dari VPI secara umum melibatkan
penggunaan salah satu dari dua tipe prosedur ini. Flap pharyngeal superior dan
sphincter pharyngoplasty. Penggunaan implant autogenus dan alloplastic untuk
augmentasi dinding faringeal posterior telah dijelaskan, namun hal ini bukanlah
prosedur yang umum.
23
Terbaru,beberapa ahli bedah telah menyarankan penggunaan operasi
palatoplasty kedua sebagai usaha untuk memperpanjang palatal pasien dengan
VPI; namun terdapat keterbatasan data yang mendukung teknik ini.
Flap faringeal superior
Masih menjadi pendekatan standar untuk penanganan bdah VPI setelah
perbaikan palatal.Prosedu ini awalnya diperkenalkan oleh Schoenborn pada
tahun 1876. Manuver bedah diarahkan pada jaringan yang diperoleh dengan
melakukan flap jaringan lunak superior dari dinding faringeal posterior (gambar
44-6) palatum lunak kemudian dibagi sepanjang daratan migsagital dari daerah
pertemuan palatum keras dan lunak sampai uvula dan flap dari diding faringeal
posterior disisipkan ke dalam lapisan nasal pada palatum
lunak.Hasilnya,pembukaan nasofaringeal yang besar yang tidak dapat ditutup
secara sempurna oleh mekanisme VP pasien dimasukkan kedalam dua( kanan
dan kiri) port faringeal lateral.Penutupan daerah ini lebih mudah untuk pasien
untuk mendapatkan gerakan dinding faringeal lateral yang adekuat.sewaktu
penggunaannya diacak dengan pasien VPI, prosedur flap faringeal superior
memiliki ke efektifan 80% terhadap waktu. Ketika Flap digunakan dengan
menggunakan evaluasi objektif pra operasi yang hati-hati,tingkat keberhasilan
meningkat menjadi 95% sampai 97% seperti yang telah dilaporkan Sphrintaen
dkk yang menyarankan adanya kesesuaian lebar dan posisi flap faringeal
menurut karakteristik khusus pada setiap pasien seperti yang terlihat pada
24
nasopharyngoscopy.Tingkat keberhasilan yang tinggi dan fleksibilitas mengenai
desain dimensi dan posisi sendiri merupakan kelebihan dari prosedur flap
faringeal superior. Kekerangan prosedur flap faringeal utamanya berhubungan
dengan kemungkinan terjadinya obstruksi nasal dalam mucous trapping dan
obstructive sleep apnea pasca operasi
Flap faringeal inferior untuk penanganan VPI jarang digunakan laporan
sebelumnya mencatat pertambhan morbiditas tanpa hasil berbicara yang lebih
baik yang berhubungan dengan flap inferior cendrung menyebabkan tarikan
kebawah pada palatum setelah penyembuhan dan pengkerutan pada
flap.Hasilnya dapat berupa gangguan pada palatum dengan menurunnya
kemampuan utnuk bertambah selam pembentukan suara untuk berbicara.
25
Gambar 44-6
Ilustrasi prosedur operasi flap pharyngeal superior. A.Pembuatan flap superior
pada dinding jaringan lunak flap posterior diperluas dan dielevasi dari
prevertebral fascia palatum lunak dibagi kedalam insisi midline dari uvula sampai
pertemuan palatum keras dan lunak. B. Palatum oral lunak, nasal dan lapisan
mucosal dipotong untuk persiapan penyisipan flap. Jalan nafas nhasopharyngeal
ditempatkan untuk membantu setiap ukuran dari port pharyngeal lateral. C. Flap
dijahit ke dalam daerah nasal pada palatum lunak sebelum daerah nasal
dikembalikan dan mukosa oral serta otot yang ada diperbaiki. D. Gambaran
sagital menunjukkan level vertical yang sesuai dengan penyisipan flap.
26
Dengan sphincter pharingoplasty merupakan pilihan lain untuk
penanganan bedah VPI,Prosedur ini dijelaskan oleh hynec pada tahun 1951 dan
dimodifikasi oleh sejumlah penulis lainnya.Prosedur operasi melibatkan migrasi
atau ekstrusi dari bahan yang ditanam dan meningkatnya infeksi menambah
masalah dalam penggunaan teknik ini.Untuk alasan ini implan dinding faringeal
jarang digunakan.
Beberapa ahli bedah,menyarankan penggunaan revisional palatoplasty
sebagai pengganti flap faringeal atau prosedur pharingoplasty dalam penanganan
pasien denganVPI setelah perbaikan celah palatal pada bayi.Secara spesifik
Furlow dooble opposing Z-plasty palatoplasty dilakukan untuk memperpanjang
palatum lunak dan memfasilitasi penutupan VP.Sayangnya keuntungan yang
diharapkan pada palatoplasti kedua tidak pernah diperoleh.Klinsi juga harus
memepertimbangkan kelebihan dari tipe prosedur bedah ini dan
mempertimbangkan keuntungan potensialnya. Prosedur double opposing Z-
plasty memerlukan pembongkaran yang lebih agresif pada palatum
dibandingkan apa yang diperlukan pada prosedur flap faringeal konvensional.
Hasilnya dapat berupa palatum yang sedikit lebih panjang namun dengan
jaringan parut yang lebih luas dan pergerakan fisiologi yang lebih sedikit.
Pertimbangan lainnya adalah terbentuknya fistula yang secara signifikan lebih
tinggi yang berhubungan dengan tipe pernaikan ini.
Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur bedah untuk VPI
pertumbuhan flap myomucosal yang dibentuk pada setiap posterior tonsillar
27
pillar (gambar 44-7) setiap flap dielevasi dengan memperlihatkan perluasan otot
palatofaringial sebanyak mungkin.flap kemudian lekatkan dan disisipkan
kedalam insisi horizontal yang dibuat tinggi pada dinding faringeal
posterior.Tujuan prosedur ini adalah pembuat “port”nasofaringeal tunggal c
sebagai pengganti dua port pada flap faringeal)yang memberikan pidge posterior
yang menjanjikan untuk menambah fungsi VP value. Tujuan utama spinchter
pharyngoplasty diatas flap superior memiliki tingkat komplikasi yang rendah
yang berhubungan dengan obstruksi jalan nafas nasal seperti yang dijelaskan
diatas.Disamping keuntungan ini tidak terdapat bukti bahwa prosedur
pharyngoplasty memiliki hasil yang lebih superior pada resolusi VPI.Juga
penggunaan teknik sphincter pharyngoplasty dapat dihubungkan dengan
bertambahnya jaringan parut disepanjang regio tonsillar pillar.
28
Gambar 44-7
Prosedur Sphincteroplasty. A.Insisi dinding faringal posterior dan tonsillar
pillar posterior. B. Elevasi flap myomucosal bilateral di dalam tonsillar
pillar. Sebaiknya meliputi otot palatopharyngeous. C.Flap dimobilisasi
kemudian dijahit satu sama lain pada midline. D.Penutupan diperoleh
dengan menyisipkan sambungan flap kedalam insisi dinding faringeal
posterior. Daerah donor dari setiap flap ditutup dengan interruptes sutures.
29
Sebelumnya augmentasi dinding faringeal posterior dibuat untuk
menfasilitasi penutupan jalan nafas nasal. Bahan autogenus dan alloplastic yang
telah digunakan meliputi jaringan local, tulang rawan, injeksi teflon , silicon,
silastic, proplast dan kolagen. Perkembangan kemampuan berbicara setelah
augmentasi dinding faringeal posterior tidak dapat diprediksi. Masalah yang
berkaitan dengan pembedahan yang melibatkan struktur jalan nafas selalu
berhubungan dengan adanya potensi untuk komplikasi yang berkaitan dengan
perdarahan dan edema pasca operasi. Sebagai hasilnya, pasien yang menjalani
perlekatan pada flap faringeal memerlukan izin masuk untuk mendapatkan
perawatan intensif pada instalasi bedah dengan monitor jalan nafas terus
menerus selama 24 jam pertama setelah pembedahan. Tipe ini memerlukan
pengenalan yang cepat dan penanganan yang tepat untuk komplikasi yang
mungkin berasal dari gangguan jalan nafas. Dari seluruh prosedur yang
berkaitan dengan perawatan celah,flap faringeal dan operasi sphincteroplasty
memberikan resiko yang sangat besar untuk gangguan jalan nafas
dini.Gangguan dan kehilangan jalan nafas tidak umum namun memerlukan
penanganan segera ketika terjadi untuk maksud menghindari hal-hal yang dapat
mengancam jiwa.
Komplikasi pasca operasi jangka panjang yang berhubungan dengan
flap faringeal superior sering dihubungkan dengan masalah bertambahnya
resistensi jalan nafas.insersi pada flap faringeal akan menurunkan ukuran jalan
nafas nasofaringeal, menfasilitasi penutupan VP, menurunkan udara nasal yang
30
keluar dan membuat suara lebih jelas namun pada saat yang sama, prosedur ini
dapat menciptakan level patologi pada obstruksi jalan nafas atas yagn
menimbulkan masalah baru. Pada sejumlah kasus, pasien yang menjalani
pembedahan flap faringeal akan terdengar bunyi dengkuran. Mendengkur tidak
menunjukkan adanya patofisiologi yang nyata tapi dapat mempengaruhi
orangtua ataupun orang lain yang mengamati pasien saat tidur. Ketika derajat
resistensi jalan nafas atas sangat parah, hal ini mungkin merupakan obstructive
sleep apnea (OSA) pasca operasi. OSA merupakan penghentian jalan nafas
ketika tidur sekunder pada obstruksi jalan nafas atas yang mengganggu
oksigenasi yang efektif dan dapat menyebabkan perubahan perilaku dan rasa
kantuk sepanjang hari yang terjadi pada individu yang terkena. Ketika OSA
dicurigai terjadi pada anak yang sebelumnya menjelani prosedur flap faringeal,
prosedur yang formal meliputi nasopharyngoscopy dan sleep study
(polysomnography) diindikasikan. Perhatian sebaiknya ditujukan untuk
mengevaluasi keseluruhan jalan nafas dengan maksud untuk menentukan level
obstruksi. Ahli bedah awalnya berpikit bahwa obstrusi jalan nafas berhubungan
hanya dengan flap yang menutupi masalah yang parah disuatu tempat pada
saluran nafas atas.Seringkali evaluasi klinis menemukan hal yang abnormal
yang berperan untuk terjadinya osa pada tingkat multiple untuk jalan nafas
atas.Karena rumitnya masalah klinis ini, keputusan untuk memodifikasi atau
membuka flap jaringan pada anak dengan OSA, yang harus dilakukan setelah
didiskusikan antara ahli bedah, ahli jalan nafas (misalnya pediatric
31
otoaryngologist atau pediatric pulmonologist) dan ahli patologi bicara dan
bahasa. Menariknya sejumlah pasien yang melakukan penempatan flap faringeal
sewaktu masa anak-anak akan mentoleransi pembedahan flap tanpa rekurensi
yang parah untuk VPI ataupun gangguan berbicara hipernasal.Pada kondisi yang
jarang ketika VPI timbul kembali setelah flap dibuka,perwatan interval dengan
peralatan prostetik seperti alat palat lift sekurangnya untuk jangka waktu 6 bulan
sebaiknya dipertimbangkan sebelum melakukan bedah jalan nafas lainnya.
Penanganan Celah Palatum Submukosa
Celah palatum submikosa merupakan bentuk lain dari malformasi
congenital celah palatum dimana lapisan atas mukosa utuh namun otot palatum
lunak pada bagian dasar terbelah.seperti yang dijelaskan oleh calman,temuan
klinis klasik dengan celah palatum submukosa merupakan triad pada bivid
uvula,notch tulang palaatum keras dan pemisahan sepanjang median raphe pada
palatum lunak khususnya sewaktu elevasi velum.
Sewaktu celah palatal submukosa tampak, otot levator dibelah dan
diselipkan secara abnorman kedalam tepi posterior pada palatum keras. Fungsi
utama yang diperhatikan yang berhubungan dengan celah palatum submukosa
adalah kemungkinan bahwa pasien akan mengalami VPI dan gangguan bicar
hopernasal yang resultan seperti yang dihadapi pasien dengan celah palatal tidak
akan memerlukan infertensi bedah nyatanya 44% pasien akan memperlihatkan
tanda asymtomatik sampai masa kanak-kanak
32
Seperti yang dijelaskan diatas bifid uvula sering merupakan gambaran
yang paling mudah dideteksi pada triad celah palatal submukosa untuk
gambaran klinisnya.Namun bifid uvula dapat juga diamati pada kondisi tidak
adanya gambaran celah submukosa lainnya(notch paltum keras,pemisahan
velar,hypernasality)Nyatanya,insiden bifid uvula sekitar 1:80 sementara inseden
celah palatal submukosa 1:280.Penelitian sebelumnya menemukan hubungan
antara temuan terpisah pada bifid uvula dan disfungsi VP sewaktu gejala
asimtomatik pasien dievaluasi menggunakan protocol nasopharyngoscopy
sebagai hasilnya,temuan klinis pada bifid uvula yang terpisah dapat
dipertimbangkan sebagai sebuah indicator dari pertambahan resiko untuk VPI
pada pasien yang menjalani adenoidectomy dengan menekankan pada nilai
waktu pemeriksaan klinis sebelum prosedur bedah ini dilakukan dan pentingnya
evaluasi bicara pra pembedahan dan konseling keluarga mengenai resiko
potensial pasca bedah VPI.
Sejumlah proposal anak akan memperlihatkan occult submucous cleft
palate. Occult submucous cleft palate tidak memiliki triad klasik pada temuan
klinisnya. Pada sebagian besar kasus, alas an untuk konsultasi VPI yang
berhubungan dengan kesulitan bicara telah tercatat sewaktu masa perkembangan
bicara anak ataupun yang terjadi setelah intervensi bedah (adenoidectomy).
Menurut pengalaman kami, proporsi anak dengan occult submucous cleft palate
mendekati 0% dan diagnosis pra operasi sulit dilakukan. Sebelum adanya
laporan yang menjelaskan mengenai gambaran karateristik fasial, temuan
33
sefalometrik, dan penelitian terhadap suara dapat membantu dalam diagnosis
sementara celah palatum submukosa.
Mayoritas pasien dengan celah palatum submukosa tidak akan
menjalani perawatan ataupun hanya memerlukan terapi bicara. Interfensi bedah
tidak dapat dilakukan dengan mudah sebagai akibat dari diagnosis celah palatum
submukosa yang dibuat. Cara bicara pada individu dimonitor secara seksama
sewaktu masa anak-anak dengan interval evaluasi berbicara, dan pembedahan
dilakukan hanya untuk kasus yang di diagnosa dengan VPI dan tidak dilakukan
terapi berbicara. Tipe dari prosedur bedah yang spesifik digunakan untuk
menangani celah mukosa yang berhubungan dengan VPI yang bervariasi dimana
bergantung pada rujukan ahli bedah dan ahli patologi bicara. Sejumlah prosedur
awal ditekankan pada eksplorasi palatum lunak melalui insisi yang terbatas pada
midline untuk perbaikan otot lavatory. Metode kontemporer utamanya
melibatkan penggunaan palatoplasty standar (dua flap, push-back, furlow) dan
perbaikan pada otot velar dengan atau tanpa prosedur flap faringeal secara
simultan.
Rekonstruksi Cangkok Tulang Pada Celah Maksila dan Palatum
Sekitar 75% dari semua celah orofasial melibatkan maksila. Meskipun
terdapat keberhasilan perbaikan bibir dan penutupan palatum keras dan lunak
pada saat bayi, fistula nasolabial residual dan cacat bony cleft yang melibatkan
ridge alveolar, maksila dan piriform rim masih ada. Deformitas residual ini
34
ditujukan untuk cangkok tulang sekunder yang dilakukan sewaktu pertengahan
usia anak-anak (6 sampai 9 tahun). Tujuan rekonstruksi pada cangkok tulang
dari celah maksila untuk mendapatkan matriks tulang yang adekuat untuk erupsi
pada gigi caninus permanent, penutupan residual alveolar fistula
communication, mendapatkan kontinuitas tulang pada linger maksila, dan
menambah dukungan pada dasar tulang dari basis nasal. Dalam kasus celah bibir
bilateral dan palatum, keuntungan tambahan pada rekonstruksi cangkok tulang
adalah stabilisasi dari segmen premaksila yang sebelumnya goyah. Rincian
rekonstruksi cangkok tulang untuk celah maksila dibahas lebih terperinci pada
bab 43 “Rekonstruksi pada Celah Alvbeolar”.
Bedah Ortognatik untuk Koreksi Defisiensi Midfasial
Pasien yang menjalani perbaikan celah palatum sewaktu bayi akan
sering menampakkan restriksi beberapa derajat pada perkembangan maksila.
Ketidaksesuaian pertumbukan rahang merupakan konsekuensi biologis dari
interfensi bedah sebelumnya dan tidak berhubngan dengan deformitas celah
congenital, Penulis sebelumnya meleporkan 25% insidens hipoplasia maksila
yang cukup parah sehingga menghasilkan deformitas dentofasial yang signifikan
secara klinis dengan dampak negative terhadap cara bicara dan oklusi.
Keberhasilan koreksi dari deformitas skeletal sekunder ini sering memerlukan
protocol perawatan yang meliputi bedah ortognatik yang berkaitan denga fase
akhir perawatan ortodontik. Cangkok tulang simultan digunakan untuk
35
membentuk struktur skeletal dysmographic. Penguunaan teknik ortognatik untuk
mengoreksi masalah skeletal residual pada pasien dengan celah bibir dan
palatum dibahas lebih dalam pada bab 61 “Bedah Ortognatik Pada Pasien
dengan Celah Palatum”.
Bedah Revisional Untuk Celah Bibir dan Deformitas Nasal
Rekonstruksi Deformitas Celah Nasal
Celah congenital yang melibatkan bibir, hidung dan struktur dasar
skeletal akan menyebabkan deformitas kompleks tiga dimensi dari kompleks
nasal yang mempengaruhi fungsin dan bentuk. Pada kasus celah komplit
unilateral, tiga deformitas nasal ditandai dengan kemiringan pada alar base,
pergeseran ke inferior pada alar rim, deviasi, ujung nasal dan ketidakteraturan
septum nasal kaudal. Adanya insersi fibrous yang abnormal antara “lateral crus”
pada kartilago lateral bawah dan kartilago piriformrim pada daerah yang
bercelah . Pada saat prosedur awal perbaikan bibir, maneuver untuk rekonstruksi
nasal primer meliputi diseksi sepanjang kartilago lateral bawah yang bertujuan
untuk memisahkan kulit yang ada dari kartilago dan menghilangkan ketajaman
insersi fibrous di sepanjang piriform rim sehingga nostril dapat direposisi secara
tepat. Selain keefektifan perbaikan celah bibir primer dan nasal sewaktu bayi,
sebagian besar pasien akan memperlihatkan residual nasal dysmorfologi dimana
bedah nasal sekunder untuk koreksi, celah yang berhubungan dengan
malformasi atau bertambahnya aliran udara nasal akan diperlukan.
36
Waktu untuk bedah revisional celah nasal masih controversial.
Sejumlah ahli bedah melakukan pendekatan yang lebih agresif dan memerlukan
rekonstruksi nasal yang luas sewaktu masa anak-anak dini. Filosofi kami untuk
menunda definitive cleft rhinoplasty sampai kompleks nasal tertutup dan
mencapai ukuran yang tepat. Jika rencana perawatan pasien rekontruksi juga
memerlukan penambahan maksila, kemudian bedah nasal sebaiknya ditunda
sampai sekitar 6 bulan setelah prosedur ortognatik. Hal ini dapat memberikan
hasil yang lebih dapat diprediksikan dan perkembangan jangka panjang pada
fungsi nasal dan estetik wajah. Pembedahan awal dilakukan pada individu
dengan masalah jalan nafas yang parah ataupun dengan permsalahan aliran
udara nasal ataupun anak-anak yang berpotensi mengalami gangguan
psikososial seperti diejek di sekolah. Jika mungkin, pembedahan nasal dini
sebaiknya dijadwalkan setelah rekonstruksi cangkok tulang pada maksila
sehingga terdapat pondasi tulang yang stabil disepanjang piriform rim dan
nasal.
Rekonstruksi celah nasal sekunder akan sering memerlukan reduksi
dorsal, pemahatan kartilago lateral bawah, cankok tulang rawan dan osteotomi
nasal. Cangkok tulang rawan merupakan komponen yang penting pada
rekonstruksi nasal final dan digunakan untuk augmentasi pada dysmorphic
lower lateral cartilage dan pertambahan projeksi ujung hidung (T.J.
Tejera,DMD,MD, personal communication, November 2003). Beberapa daerah
donor yang berbeda dapat digunakan meliputi cartilage auricular, septum nasal
37
dan kartilago iga. Kartilago telinga paling berguna dalam situasi dimana
augmentasi pada daerah celah hipoplastik kartilago lateral bawah diperlukan.
Kartilago septal paling mudah dijangkau dan memberikan scaffold yang baik
utntuk reposisi kartilago lateral bawah dan menambah kesimetrisan ujung
hidung dan proyeksinya. Sayangnya, pasien mungkin menunjukkan pada
rekonstruksi nasal defenitif sebelumnya menjalani septal cartilage harvest dan
tidak memiliki kuantitas cangkok kartilago septal kedua yang cukup. Pada kasus
ini, penggunaan costochondral cartilage merupakan pilihan lain yang tepat.
Kartilago iga memberikan jumlah yang adekuat untuk bahan cangkokan namun
memerlukan daerah donor bedah yang luas. Kami menemukan bahwa tipe
cangkok kartilago ini memberikan kekuatan yang baik untuk memprkuat ujung
hidung dan alar complex. Teknik ini paling baik dilakukan melalui pendekatan
rhinoplasty terbuka. Insisi splitting transcolumellar dikombinasikan dengan
insisi marginal untuk membrikan akses yang luas dan visualisasi langsung pada
dorsum nasal , kartilago lateal atas dan bawah dan septum nasal.
Pendapat serupa dilakukan sewaktu mempertimbangkan jadwal
rekonstruksi nasal sekunder pada pasien dengan celah bibir bilateral, namun
spesifik dismorfologi ditujukan untuk hal yang berbeda. Umumnya, asimetri
nasal korona bermasalah dan dismorfologi ditandai dengan panjang columellar
yang tidak cukup. Literatur sebelumnya memfokuskan pada pemanjangan
sekunder columella melalui penggunaan “banked forked flaps” atau
pemanjangan columella menggunakan flap jaringan lunak dari lantai hidung dan
38
alar flaps. Akan tetapi, tipe pembedahan ini sering menghasilkan distorsi sudut
columellar-labial, jaringan parut rail road yang luas yang mencapai ujung
hidung dan distorsi tambahan pada broad nasal tip. Kami menemukan bahwa
pendekatan yang dilakukan Posnick menggunakan kartilago septal yang
menopang grafts yang melekat sampai septum nasal kaudal dan kartilago lateral
bawah memberikan hasil yang sangat alami. Tujuannya adalah mengoreksi
anatomi dasar kartilago dengan melebarkan overlying soft tissue envelope,
sebagai pengganti manipulasi bedah langsung pada kulit kolumellar.
Bedah Sekunder Untuk Revisi Jaringan Parut Celah Bibir
Setelah prosedur perbaikan awal celah bibir dianggap berhasil,
sebagian besar anak akan memerlukan operasi tambahan untuk revisi bibir pada
satu titik dalam kehidupan mereka. Walaupun prosedur revisional sering ditinjau
sebagai fase pilihan pada rekonstruksi celah bibir, ahli bedah menyarankan
kepada keluarga mengenai hal ini.
Sewaktu anak bertumbuh, jaringan keras dan lunak pada kompleks
maksila fasial berkembang dan berubah, dan perbaikan bibir diperlukan.
Sewaktu pertumbuahn sering sulit untuk memprediksikan anak mana yang
membtuthkan bedah bibir tambahan. Bibir anak awalnya dapat terlihat
memuaskan dan dari waktu ke waktu memperlihatkan perubahan yang kurang
baik sehingga membutuhkan revisi. Disisi lain, perubahan yang baik dapat
terjadi sewaktu proses penyembuhan yang sebenarnya menambah tampilan
39
pada celah bibir yang diperbaiki. Sekitar 8 sampai 10 minggu setelah
pembedahan, pengkerutan bibir secara signifikan dapat terlihat sewaktu fase
penyembuhan fibroblastic. Hasilnya berupa pemendekan vertical pada daerah
celah bibir yang diperbaiki yang akan terlihat memerlukan pembedahan
lanjutan. Bila anak yang sama direevaluasi 6 bulan kemudian, setelah
meningkatkan maturasi luka, mereka mungkin memperlihatkan estetik bibir
yang secara sempurna dapat diterima dan tidak dipertimbangkan untuk
dilakukan revisi.
Idealnya, hanya satu revisi jaringan parut pada bibir yang dilakukan,
ketika anak berada pada usia 5 sampai 15 tahun. Prosedur ini dilakukan sebisa
mungkin pada akhir masa anak-anak. Bila terdapat deformitas yang parah atau
terjadi gangguan psikososial, revisi bibir dapat dilakukan secara dini, sebelum
anak masuk usia sekolah.
Tujuan pembedahan pada revisi celah bibir meliputi eksisi jaringan
parut residual. Penaksiran ulang anatomi landmark seperti pada pertemuan
vermillion-cutaneous, dan vermillion-mucosal, dan penyamarataan panjang
vertical bibir (philtral columns). Hasil akhir yang dapat diterima difokuskan
pada perbaikan yang sempurna pada otot orbicularis oris sebagai lapisan yang
nyata. Celah bedah harus dipotong dan perbaikan pada semua lapisan (kulit atau
vermillon, otot, mukosa oral) dengan tujuan untuk mendapatkan perbaikan
bentuk bibir dan menormalkan fungsi bibir dan “animation” (gambar 44-8). Hal
40
ini memerlukan pengambilan bibir secara keseluruhan dan pembentukan ulang
full thickness defect.
Gambar 44-8
A sampai C. Revisi celah bibir unilateral. Gambar sebelum dan setelah
operasi pasien yang menjalani perbaikan celah bibir unilateral. Full-
thickness cleft defect dibuat hati-hati untuk mengembalikan otot
orbicularis oris. Jaringan parut hipertropi dieksisi dan landmark anatomy
meliputi vermillon border, white roll, wet-dry line dan nasal sill yang
diperkirakan ulang.
Rehabilitasi Komprehensif Untuk Dental dan Prostetik
Pasien dengan celah pada palatum primer (alveolus dan maksilla), tiga
kemungkinan yang berhubungan dengan status gigi incisivus lateral permanen :
(1) terdapat gigi lateral dan erupsi dengan normal, (2) tidak terdapat gigi lateral
41
karema congenital, atau (3) gigi lateral ada, namun dysmorphic dan bukan gigi
yang dapat direstorasi. Bila incisivus lateral ini dysmorphic, ekstraksi biasanya
dibutuhkan sebelum atau pada saat rekonstruksi tulang.
Pada kasus dimana incisivus lateral tidak ada, penangan celah dental
residual diperlukan. Pilihan perawatan meliputi penempatan protesa cekat tiga
unit, penggantian gigi yang hilang dengan implant dental endosseus atau
subtitusi ortodontik pada ipsi lateral gigi kaninus untuk incisivus lateral.
Pada praktik kontemporer, penggunaan jembatan tiga unit untuk
penggantian incisivus yang hilang akibat congenital umumnya dihindari,
khususnya pada pasien usia muda. Pilihan prostetik ini memiliki kekurangan :
memerlukan preparasi pada dua gigi yang sehat (gigi incisivus sentralis dan gigi
kaninus), pembersihan yang sulit di daerah sekitar pontik dan dengan
penggunaan restorasi prostetik yang terbaik tetap akan memerlukan penggantian
restorasi beberapa kali sepanjang hidup pasien.
Sepanjang praktik dua decade terakhir, penggunaan ‘titanium dental
implants’ telah mengubah rehabilitasi prostetik pasien yang kehilangan gigi.
Teknologi ini juga telah diaplikasikan pada pasien yang lahir dengan celah bibir
dan palatum (gambar 44-9). Penggunaan implant pendukung mahkota
memberikan restorasi yang tampak alami dengan kemampuan bertahan jangka
panjang dan meniadakan kebutuhan untuk instrumentasi pada sekeliling gigi.
Ketika implant dental dipertimbangkan, rencana perawatan yang perlu
diperhatikan meliputi pemeliharaan ruang yang adekuat untuk implant dan
42
restorasi begitu juga dengan kuantitas tulang alveolar yang tersedia untuk
penempatan alat titanium. Teknik yang kami ajukan ini meliputi persiapan
sekurang-kurangnya 7mm ruang interdental untuk penempatan dental implant
3,5mm. Pada sebagian besar pasien dengan keberhasilan cangkok tulang,
dimensi vertical linger alveolar tampaknya terjaga dengan baik sampai waktu
penempatan implant. Lebar fasial-palatal pada linger dapat menjadi masalah
besar, dan jumlah pasien dengan celah yang signifikan mungkin memerlukan
tambahan cangkok tulang sekitar 3 sampai 4 bulan sebelum bedah implant. Pada
sebagian besar kasus, lebar alveolus dapat diaugmentasi dengan baik dari tulang
yang diambil dari symphisis mandibula atau region ramus. Penempatan implant
memerlukan pasien atau mendekati maturitas skeletal.
Pilihan lain untuk penanganan cleft dental gap apabila incisivus lateral
tidak ada adalah penggunaan terapi ortodontik untuk menggantikan incisivus
lateral yang tidak ada dengan gigi kaninus ipsi lateral. Menarinya, hasil
maneuver ini seringkali sangat dapat diterima untuk estetik gigi bahkan bila
modifikasi prostetik kaninus tidak dilakukan. Seperti penggunaan implant
dental, pilihan perawatan ini juga tidak memrlukan preparasi pada gigi tetangga
yang sehat. Pada sebagian besar kasus, pilihan pengganti lainnya juga
menghilangkan kebutuhan untuk komponen prostetik. Keuntungan lainnya dari
perawatan ini adalah bahwa cara ini dapat dilakukan pada usia sangat muda
dibandingkan pilihan prostetik lainnya. Faktor-faktor yang membatasinya
utamanya berkaitan dengan penjangkaran ortodontik.
43
Gambar 44-9
Rehabilitasi prostetik pada pasien usia 27 tahun dengan celah alveolar maksila
bilateral yang tidak dikoreksi sebelumnya. Dia menjalani perbaikan primer bibir
dan palatum ketika bayi tetapi tidak pernah menjalani rekonstruksi cangkok
tulang. Peratan dilakukan dengan rekonstruksi cangkok tulang pada ‘bony clefts’
menggunakan cangkok tulang ‘autogenus corticocancellous’ yang diperolah dari
anterior iliac crest yang diikuti dengan penempatan dental implant 6 bulan
kemudian. A. Radiografi panoramic sebelum operasi memperlihatkan kerusakan
‘bony cleft’ bilateral. B. Radiografi panoramic setelah rekonstruksi cangkok
tulang dan penempatan implant. C. Restorasi prostetik temporer. Penempatan
implant dilakukan sebagai prosedur satu tahap dengan konstruksi dari bilateral
temporer bridges 3 unit.
44
Ringkasan
Celah orofasial merupakan malformasi kompleks yang mempengaruhi
anatomi tiga dimensi pada jaringan keras dan lunak maksilofasial dan
memperngaruhi fungsi serta estetik. Keberhasilan rekonstruksi cacat ini
melibatkan sejumlah tahap interfensi bedah. Bedah primer dipusatkan pada
penutupan awal dari cacat bibir dan palatum. Prosedur bedah sekunder
kemudian dilakukan untuk menutup hubungan oronasal residual, penanganan
VPI, rekonstruksi celah tulang maksila, normalisasi posisi skeletal maksila dan
oklusi, meningkatkan estetik dan fungsi bibir dan nasal dan memberikan
rehabilitasi prostetik dental pada pasien. Karena bersifat multiple, interfensi
bedah untuk pemisahan dilakukan ketika proses pertumbuhan aktif, menentukan
waktu yang tepat untuk setiap tahap rekonstruksi penting dilakukan untuk
memaksimalkan manfaat yang dirasakan pasien dan mengurangi potensi
terjadinya dampak negatif biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan. Ahli
bedah harus memiliki pemahaman tentang anatomi, seluk beluk malformasi
celah, pola dasar pertumbuhan dan perkembangan pada regio
craniomaxillofacial.
45