case TMS

29
PARAPARESE INFERIOR LESI UMN I. DEFINISI Paraparese inferior lesi Upper Motor Neuron (UMN) adalah kelemahan kedua anggota gerak bawah yang disebabkan oleh gangguan pada proyeksi korteks ke V neuron korteks serebri yang mengatur gerakan volunter melalui jaras piramidal dan ekstrapiramidal. II. KLASIFIKASI Klasifikasi berdasarkan Onset : Paraparese inferior lesi tipe UMN : - Akut : Infeksi non spesifik (ex:myelitis transversa). Trauma (ex: kontusio, whisplash injury). Tumor (tu tumor ganas & metastasis) - Kronik : Infeksi spesifik (TBc) Tumor (tu tumor jinak). 1

Transcript of case TMS

Page 1: case TMS

PARAPARESE INFERIOR LESI UMN

I. DEFINISI

Paraparese inferior lesi Upper Motor Neuron (UMN) adalah kelemahan kedua

anggota gerak bawah yang disebabkan oleh gangguan pada proyeksi korteks ke V neuron

korteks serebri yang mengatur gerakan volunter melalui jaras piramidal dan

ekstrapiramidal.

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi berdasarkan Onset :

Paraparese inferior lesi tipe UMN :

- Akut :

Infeksi non spesifik (ex:myelitis transversa).

Trauma (ex: kontusio, whisplash injury).

Tumor (tu tumor ganas & metastasis)

- Kronik :

Infeksi spesifik (TBc)

Tumor (tu tumor jinak).

Penyakit Degeneratif.

1

Page 2: case TMS

Anatomi medulla spinalis

.

Medula spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang dikelilingi dan

dilindungi oleh kolumna vertebralis. Fungsi utama medulla spinalis adalah transmisi

pemasukan rangsangan antara periferi dan otak. Medula spinalis terletak didalam canalis

vertebralis yang flexibel, medula spinalis ini berawal dari foramen magnum dan berakhir

di vertebre lumbal I-II. Medulla spinalis terdiri dari 31 segmen yaitu : 8 segmen servical,

12 segmen thorakal, 5 segmen lumbal , 5 segmen sakral dan 1 segmen koksigeal. Saraf-

saraf medulla spinalis terdiri dari berkas serabut saraf motorik dan sensorik yang keluar

dari medulla spinalis sertinggi vertebra masing-masing. Saraf-saraf spinal dinamai dan

diberi nomor sesuai tempat keluar dikanalis vertebralis.

Saraf spinalis C1-C7 keluar diatas vertebranya. C8 keluar diantara vertebre servikal

C7-T1. Serat-serat lain keluar dibawah vertebra masing. Akar saraf lumbal dan sakral

terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melalui

Intervertebral foramina. Saraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga

oleh meningen spinal dan CSF.

2

Page 3: case TMS

Struktur Internal terdapat substansi abu-abu dan substansi putih. Substansi Abu-abu

membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi

bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan median septum yang disebut dengan posterior

median septum. Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari syaraf spinal.

Substansi abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, syaraf

sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan

terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan comissura abu-abu. Bagian Posterior sebagai

input/afferent, anterior sebagai Output/efferent, comissura abu-abu untuk refleks silang dan substansi

putih merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin.

Masing-masing segmen dari medula spinalis memiliki 4 radix ;1 pasang

radix anterior/ ventralis dan 1 pasang radix posterior/dorsalis. Radix anterior

mempunyai akson neuron motorik alfa berdiameter besar keserabut otot lurik dan

3

Page 4: case TMS

neuron motorik gamma yang memepersarafi serabut otot otonom. Sedangkan

radix posterior berisi serabut saraf afferent dari sel-sel saraf dalam ganglionnya.

Radix posterior memilki serabut saraf mulai dari struktur kulit sampai ke struktur

dalam.

Jenis-jenis serabut saraf

Serabut saraf dapat diklasifikasikan berdasarkan fisioanatomy;

Serabut eferen somatik

Serabut motorik ini mempersarafi otot-otot rangka dan berasal dari sel-sel

besar di dalam kulumna greysia anterior/ventralis medula spinalis dan membentuk

radix anterior dari saraf spinal.

Serabut aferen somatik

Serabut ini menghantarkan informasi sensorik dari kulit, sendi otot ke

sususnan saraf pusat. Serabut ini berasal dari sel unipolar dalam ganglion spinal

yang terlatak didalam radix posterior.(ganglion radix posterior). Cabang perifer

dari sususnan saraf ini didistribusikan ke struktur somatik : cabang sentral

menghantarkan impuls sensorik melalui radix posterior ke kolumna posterior

sustansia grysea dorsalis medula spinalis dan jaras asenden pada medula spinalais.

Serabut eferen viseral

Serabut otonom ini adalah serabut motorik yang menuju ke visera. Serabut

simpatetik dari segmen Thorakal, L1, dan L2 didistribusikan dari seluruh tubuh ke

visera, kelenjer dan otot polos. Serabut parasimpatetik yang berada dalam ketiga

segmen sakral bagian tengah menuju ke visera panggul dan abdomen bawah.

Serabut aferen viseral

Serbut ini menghantarkan informasi sensorik dari visera. Badan selnya

terdapat di ganglion radix posterior.

4

Page 5: case TMS

1 Spinal Nerve

2 Dorsal Root Ganglion

3 Dorsal Root (Sensory)

4 Ventral Root (Motor)

5 Central Canal

6 Grey Matter

7 White Matter

Peran medulla spinalis :

1. Pusat prosesing data

2. Jalur sensoris

3. Sistem piramidal dan ekstra-piramidal

5

Page 6: case TMS

Trauma medulla spinalis

Cedera medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang

belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis

posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis serta

arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .

Cedera medulla spinalis merupakan kelainan yang pada masa kini yang banyak

memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan dibidang

penatalaksanaannya. Kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh

jatuh dari ketinggian seperti pohon kelapa, pada masa kini penyebabnya lebih beraneka

ragam seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah

raga.

Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang

terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih gagal ginjal,

pneumoni atau decubitus.

Klasifikasi tingkat keparahannya. Berdasarkan Impairment Scale

Grade Tipe Gangguan medula spinalis ASIA

A Komplit Tidak ada fungsi motorik & sensorik sampai S4-S5

B Inkomplit Fungs i s enso r ik msh ba ik t ap i mo to r ik t e rganggu sampai

segmen sakral S4-S5

C Inkomplit Fungsi motorik terganggu di bawah level tapi otot-otot motorik utama

msh punya kekuatan < 3

D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level , otot-ototmotorik utama

punya kekuatan > 3

E Normal F u n g s i m o t o r i k d a n s e n s o r i k n o r m a l

6

Page 7: case TMS

Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet:

Karakteristik Lesi komplit Lesi inkomplit

Motorik Menghilang dibawah lesi Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu) Menghilang dibawah lesi Sering (+)

Proprioseptif (vibrasi, joint position) Menghilang dibawah lesi Sering (+)

Sacral sparing (-) (+)

Rontgen vertebra Sering dengan fraktur, luksasi,

dan listhesis

Sering normal

MRI Hemoragi (54%), kompresi

(25%), kontusi (11%)

Edema (62%), kontusi (26%),

normal (15%)

I. Penyebab dan bentuk

Cedera medulla spinalis terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak

mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,

kompressi, atau rotasi tulang belakang. Didaerah torakal tidak banyak terjadi karena

terlindung dengan struktur toraks.

Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi,

sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar, contusio,

kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau

perdarahan.

Kelainan sekunder pada sumsum tulang belakang dapat disebabkan hipoksemia dan

iskemia. Iskemia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.

Perlu disadarkan bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan

yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal

setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan

sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema.

7

Page 8: case TMS

II. Patofisiologi

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan

pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi

karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat

menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash

adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat

dan mendadak.

Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun

torakalis bawah misalnya pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan

kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam

dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi,

tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami

medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang

belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla

spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan

adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah.

Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat

terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla

spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang

secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan/menggeserkan ruas

tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada

segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).

Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan

bertempat disubstansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak

tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur

dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat

terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.

8

Page 9: case TMS

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler

traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara

duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi

medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat

tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat

mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang

bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis

traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka

gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya

arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik

motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema

anastomosis anterial anterior spinal.

III. Gambaran Klinik

Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.

Kerusakan meningitis lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik

maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi

pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang

berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih

lama. Tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi,

gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.

Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda

gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi

ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.

9

Page 10: case TMS

Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik

dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya,

sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.

Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnnya

terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak

sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.

Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala,

kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan

tulang belakang sekonyong-konyong dihiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese

parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan

daerah perianal tidak terganggu. Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal

1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi

IV. Diagnosis

Radiologik

Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami

trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada

trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam

memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.

CT Scan Vertebra

CT scan vertebra. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur

tulang dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. CT scan merupakan pilihan

utama untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang.

10

Page 11: case TMS

MRI Vertebra

MRI vertebra. MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla

spinalis dalam sekali pemeriksaan.

Pungsi Lumbal

Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor

serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan

beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini

harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat

dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila

diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut.

Mielografi

Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal,

sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.

V. Penatalaksanaan

Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan

simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi medula

spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula

spinalis yang mengalami trauma tersebut.

Prinsip tatalaksana dapat diringkas sebagai berikut :

*  stabilisasi, imobilisasi medula spinalis dan penatalaksanaan hemodinamik dan atau

gangguan otonom yang kritis pada cedera dalam fase akut, ketika penatalaksanaan

gastrointestinal (contoh, ileus, konstipasi, ulkus), genitourinaria (contoh, infeksi traktus

urinarius, hidronefrosis) dan sistem muskuloskletal (contoh, osteoporosis, fraktur).

*  Jika merupakan suspek trauma, stabilisasi kepala dan leher secara manual atau dengan

collar. Pindahkan pasien secara hati-hati.

11

Page 12: case TMS

*  Terapi radiasi mungkin dibutuhkan pada penyakit dengan metastasis. Untuk tumor

spinal yang menyebabkan efek massa gunakan deksametason dosis tinggi yaitu 10-100

mg intra vena dengan 6-10 mg intravena per 6 jam selama 24 jam.Dosis diturunkan

dengan pemberian intravena atau oral setiap 1 sampai 3 minggu.

*  Trauma medula spinalis segmen servikal dapat menyebabkan paralisis otot-otot

interkostal. Oleh karena itu dapat terjadi gangguan pernapasan bahkan kadangkala apnea.

Bila perlu dilakukan intubasi nasotrakeal bila pemberian oksigen saja tidak efektif

membantu penderita. Pada trauma servikal, hilangnya kontrol vasomotor menyebabkan

pengumpulan darah di pembuluh darah abdomen, anggota gerak bawah dan visera yang

mengalami dilatasi, menyebabkan imbulnya hipotensi.

*  Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah distensi abdomen akibat dilatasi gaster

akut. Bila tidak dilakukan dapat berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan akan

memperberat pernapasan.

*  Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi gastrointestinal, diperlukan pemberian

enema. Kemudian bila peristaltik timbul kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila

traktus gastrointestinal menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan supositoria.

Operasi

Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu.

Indikasi untuk dilakukan operasi :

1. reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal,

bilamana traksi dan manipulasi gagal.

2. adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen tulang

tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi

yang adekuat.

3. trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya

fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus

intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan

tomografi untuk membuktikannya.

4. fragmen yang menekan lengkung saraf.

12

Page 13: case TMS

5. adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.

6. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya

dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai

hematoma.

PROGNOSIS

Pasien dengan cedera medua spinalis komplet hanya mempunyai harapan

untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam,

maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik

masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali

sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medulla spinalis dapat sembuh

dan mandiri.

13

Page 14: case TMS

DAFTAR PUSTAKA

Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 1988.

De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah ed 4 . Philadelphia : Harper & Row Hangersteron,

1979

Diakses dari www. Pustakaunpad.ac.id pada tanggal 1 maret 2013.

Diakses dari www.wikipedia.com pada tanggal 1 maret 2013.

Diakses dari www.residenneurologi.multiply.com

www.emedicine.traumamedulaspinalis.html

Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 1993

Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000

http://medicastore.com/penyakit/675/

Cedera_Medula_Spinalis_Akibat_Kecelakaan.html

14

Page 15: case TMS

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.R

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 67 tahun

Agama : Islam

Alamat : Sasak, Pasaman Barat

No. Rekam Medis : 819034

Tanggal masuk RS : 28 Mei 2013

 

ANAMNESIS : Autoanamnesa

 

Keluhan Utama : Lumpuh pada kedua tungkai

Riwayat Penyakit Sekarang:

Lumpuh pada kedua tungkai sejak 1 bulan SMRS terjadi tiba tiba (setelah pasien

jatuh terduduk di kamar mandi). Pasien sama sekali tidak bisa menggerakkan

kedua tungkai sama sekali. Sehingga pasien hanya berbaring di tempat tidur,

keluhan disertai dengan rasa raba yang berkurang mulai dari pertengahan pusar ke

bawah.

Awalnya pasien ingin mengambil wudhu ke kamar mandi, namun karena lantai

yang licin pasien jatuh terduduk dan namun tidak sampai mengenai kepala pasien

ke lantai. Setelah kejadian pasien hanya dibawa berurut ke tukang pijat dekat

rumah pasien, karena tidak ada perubahan lalu keluarga pasien membawa ke

RSUP Dr. M. Djamil Padang

Keluhan disertai dengan BAB yang keluar tanpa disadari dan Pasien mengeluhkan

buang air kecil dimana pasien hanya menekan perut bagian bawah agar BAK

dapat keluar. 1 minggu yang lalu keluhan BAK bertambah berat dimana pasien

sama sekali tidak BAK.

Keluhan nyeri di kepala tidak ada

15

Page 16: case TMS

Mual (-), Muntah (-)

Demam tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu: 

Riwayat batuk batuk lama tidak ada.

Riwayat keganasan tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat pekerjaan,sosial,ekonomi.

Pasien adalah pensiunan pegawai negeri, sekrang pasien sudah tidak bekerja, dan

aktivitas fisik kurang.

Riwayat merokok ada 10 batang /perhari

Riwayat mengkonsumsi alcohol tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : CMC GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan darah: 160/100 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Pernapasan : 20 x / menit

Suhu : 37 0C

Leher : Tidak ada jejas, tidak ada pembesaran kelenjar getah

bening

Paru : In : simetris kiri dan kanan

Pa : fremitus kiri = kanan

Pe : Sonor

16

Page 17: case TMS

Au : vesikular, Ronki -/-, Wheezing -/-

Jantung : In : iktus tidak terlihat

Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe : batas jantung dalam batas normal

Au : irama teratur, bising (-)

Abdomen : In : tidak membuncit

Au : bising usus normal 

Pe : timpani

Pa : hepar dan lien tidak teraba

Punggung : In : tidak ada benjolan, deformitas (-)

Pa : Nyeri tekan (+), nyeri ketok (+)

STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)

Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Brudzinski I (-)

Brudzinski II (-)

Laseque -Kernig (-)

Tanda peningkatan tekanan intrakranial: (-)

Pemeriksaan NerviCranialis

1. N I : penciuman baik

2. N II : penglihatan baik

3. N III, IV, VI : ptosis (-), pupil bulat 3 mm / 3 mm, Refleks Cahaya +/+,

Gerak bola mata bebas ke segala arah

4. N V : sensorik dan motorik baik

5. N VII : dalam batas normal

6. N VIII : dalam batas normal

7. N IX, X : Refleks menelan (+), uvula di tengah,

arkus faring simetris, Refleks muntah (+)

8. N XI : menoleh ke kanan kiri (+), mengangkat bahu (+)

17

Page 18: case TMS

9. N XII : dalam batas normal

PemeriksaanMotorik

Ekstremitas atas : eutrofi, eutonus

Ekstremitas bawah : eurofi, hipertonus

Kekuatan :

5 5 5 555

000 0 0 0

Refleks fisiologis :

++ ++

+++ +++

Reflex patologis :

_ _

+ +

 

Pemeriksaan sensorik

Rangsang raba : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat

hingga ujung jari kaki

Rangsang nyeri : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertangahan pusat

hingga ujung jari kaki

Rangsang suhu : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertangahan pusat

hingga ujung jari kaki

Propioseptif  : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat

hingga ujung jari kaki

Diskriminasi 2 titik : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat

hingga ujung jari kaki

18

Page 19: case TMS

Saraf otonom:

BAK : inkontinensia urin

BAB : inkontinensia alvi

Berkeringat : normal

Pemeriksaan Fungsi Luhur:

Memori : dalam batas normal

Kognitif : dalam batas normal

Bahasa : dalam batas normal

Pemeriksaan Koordinasi:

Tes supinasi-pronasi : dalam batas normal

Tes tunjuk hidung : dalam batas normal

Laboratorium :

Hb : 16,4 g/dl

Ht : 50 %

Leukosit : 11.600 /mm3

Trombosit :275.000 /mm3

Na/K/Cl : 137/4.2/104

Pemeriksaan Rontgen thoraco lumbal dengan ekspertise :

Tampak destruksi pada corpus vertebre Th XII-LI

Diskus invtervertebralis menyempit pada Th XII-LI

 

DIAGNOSIS

19

Page 20: case TMS

Diagnosis Kerja:

Klinis : Paraplegia inferior tipe UMN

Topis : Segmen medula spinalis setinggi Th XII-LI

Etiologi : Fraktur Kompresi

Diagnosa sekunder : Hipertensi Stage II

PEMERIKSAAN ANJURAN

MRI tulang belakang (torako-lumbal)

TATALAKSANA

Umum

Diet MB RG II

IVFD RL 12 jam/kolf

Pasang Kateter urin,untuk balance cairan

Konsultasi ahli bedah syaraf 

Konsultasi ahli bedah ortopedi

Khusus

Methyl prednisolon 4x125 mg (po)

Ranitidine 2 x 50 mg (iv)

Amlodipin 1x5 mg (po)

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

DISKUSI

20

Page 21: case TMS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki 67 tahun di bangsal Neurologi RS. M.

Djamil Padang dengan diagnosis klinis paraplegia inferior tipe UMN, diagnosis topik

segmen medula spinalis setinggi Th XII-L1, diagnosis etiologi fraktur kompresi serta

diagnosis sekunder hipertensi stage II. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami lumpuh pada kedua tungkai sejak 1

bulan SMRS yang disertai rasa raba yang berkurang mulai dari pertengahan pusar ke

bawah. Keluhan disertai dengan tidak adanya rasa ingin BAK dan BAB keluar tanpa

disadari. Dari hasil pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan pada saraf kranial,

namun pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan pada kedua tungkai adalah 0 0 0

disertai hilangnya sensoris serta propioseptif pada kedua tungkai mulai dari pertengahan

pusat hingga ujung jari kaki. Ditemukan refleks fisiologis meningkat dan balbinski pada

kedua tungkai. Hasil foro rotgen thorako-lumbal didapatkan kesan multiple kompresi

fraktur di Th XII-LI. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan maka pada

pasien ini mengarah kepada diagnosis paraplegi inferior tipe UMN akibat fraktur

kompresi medula spinalis.

Pada pasien diberikan terapi umum Diet MB RG II, pasang kateter urin,, konsultasi ahli

bedah syaraf, konsultasi ahli bedah ortopedi. Pengobatan khusus yang diberikan adalah

methyl prednisolon 4 x 125 mg tab, ranitidine 2 x 50 mg dan amlodipin 1x5 mg tab.

21