case TMS
-
Upload
hessa-sena -
Category
Documents
-
view
35 -
download
0
Transcript of case TMS
PARAPARESE INFERIOR LESI UMN
I. DEFINISI
Paraparese inferior lesi Upper Motor Neuron (UMN) adalah kelemahan kedua
anggota gerak bawah yang disebabkan oleh gangguan pada proyeksi korteks ke V neuron
korteks serebri yang mengatur gerakan volunter melalui jaras piramidal dan
ekstrapiramidal.
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan Onset :
Paraparese inferior lesi tipe UMN :
- Akut :
Infeksi non spesifik (ex:myelitis transversa).
Trauma (ex: kontusio, whisplash injury).
Tumor (tu tumor ganas & metastasis)
- Kronik :
Infeksi spesifik (TBc)
Tumor (tu tumor jinak).
Penyakit Degeneratif.
1
Anatomi medulla spinalis
.
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang dikelilingi dan
dilindungi oleh kolumna vertebralis. Fungsi utama medulla spinalis adalah transmisi
pemasukan rangsangan antara periferi dan otak. Medula spinalis terletak didalam canalis
vertebralis yang flexibel, medula spinalis ini berawal dari foramen magnum dan berakhir
di vertebre lumbal I-II. Medulla spinalis terdiri dari 31 segmen yaitu : 8 segmen servical,
12 segmen thorakal, 5 segmen lumbal , 5 segmen sakral dan 1 segmen koksigeal. Saraf-
saraf medulla spinalis terdiri dari berkas serabut saraf motorik dan sensorik yang keluar
dari medulla spinalis sertinggi vertebra masing-masing. Saraf-saraf spinal dinamai dan
diberi nomor sesuai tempat keluar dikanalis vertebralis.
Saraf spinalis C1-C7 keluar diatas vertebranya. C8 keluar diantara vertebre servikal
C7-T1. Serat-serat lain keluar dibawah vertebra masing. Akar saraf lumbal dan sakral
terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melalui
Intervertebral foramina. Saraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga
oleh meningen spinal dan CSF.
2
Struktur Internal terdapat substansi abu-abu dan substansi putih. Substansi Abu-abu
membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi
bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan median septum yang disebut dengan posterior
median septum. Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari syaraf spinal.
Substansi abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, syaraf
sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan
terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan comissura abu-abu. Bagian Posterior sebagai
input/afferent, anterior sebagai Output/efferent, comissura abu-abu untuk refleks silang dan substansi
putih merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin.
Masing-masing segmen dari medula spinalis memiliki 4 radix ;1 pasang
radix anterior/ ventralis dan 1 pasang radix posterior/dorsalis. Radix anterior
mempunyai akson neuron motorik alfa berdiameter besar keserabut otot lurik dan
3
neuron motorik gamma yang memepersarafi serabut otot otonom. Sedangkan
radix posterior berisi serabut saraf afferent dari sel-sel saraf dalam ganglionnya.
Radix posterior memilki serabut saraf mulai dari struktur kulit sampai ke struktur
dalam.
Jenis-jenis serabut saraf
Serabut saraf dapat diklasifikasikan berdasarkan fisioanatomy;
Serabut eferen somatik
Serabut motorik ini mempersarafi otot-otot rangka dan berasal dari sel-sel
besar di dalam kulumna greysia anterior/ventralis medula spinalis dan membentuk
radix anterior dari saraf spinal.
Serabut aferen somatik
Serabut ini menghantarkan informasi sensorik dari kulit, sendi otot ke
sususnan saraf pusat. Serabut ini berasal dari sel unipolar dalam ganglion spinal
yang terlatak didalam radix posterior.(ganglion radix posterior). Cabang perifer
dari sususnan saraf ini didistribusikan ke struktur somatik : cabang sentral
menghantarkan impuls sensorik melalui radix posterior ke kolumna posterior
sustansia grysea dorsalis medula spinalis dan jaras asenden pada medula spinalais.
Serabut eferen viseral
Serabut otonom ini adalah serabut motorik yang menuju ke visera. Serabut
simpatetik dari segmen Thorakal, L1, dan L2 didistribusikan dari seluruh tubuh ke
visera, kelenjer dan otot polos. Serabut parasimpatetik yang berada dalam ketiga
segmen sakral bagian tengah menuju ke visera panggul dan abdomen bawah.
Serabut aferen viseral
Serbut ini menghantarkan informasi sensorik dari visera. Badan selnya
terdapat di ganglion radix posterior.
4
1 Spinal Nerve
2 Dorsal Root Ganglion
3 Dorsal Root (Sensory)
4 Ventral Root (Motor)
5 Central Canal
6 Grey Matter
7 White Matter
Peran medulla spinalis :
1. Pusat prosesing data
2. Jalur sensoris
3. Sistem piramidal dan ekstra-piramidal
5
Trauma medulla spinalis
Cedera medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang
belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis
posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis serta
arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera medulla spinalis merupakan kelainan yang pada masa kini yang banyak
memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan dibidang
penatalaksanaannya. Kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh
jatuh dari ketinggian seperti pohon kelapa, pada masa kini penyebabnya lebih beraneka
ragam seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah
raga.
Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang
terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih gagal ginjal,
pneumoni atau decubitus.
Klasifikasi tingkat keparahannya. Berdasarkan Impairment Scale
Grade Tipe Gangguan medula spinalis ASIA
A Komplit Tidak ada fungsi motorik & sensorik sampai S4-S5
B Inkomplit Fungs i s enso r ik msh ba ik t ap i mo to r ik t e rganggu sampai
segmen sakral S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu di bawah level tapi otot-otot motorik utama
msh punya kekuatan < 3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level , otot-ototmotorik utama
punya kekuatan > 3
E Normal F u n g s i m o t o r i k d a n s e n s o r i k n o r m a l
6
Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet:
Karakteristik Lesi komplit Lesi inkomplit
Motorik Menghilang dibawah lesi Sering (+)
Protopatik (nyeri, suhu) Menghilang dibawah lesi Sering (+)
Proprioseptif (vibrasi, joint position) Menghilang dibawah lesi Sering (+)
Sacral sparing (-) (+)
Rontgen vertebra Sering dengan fraktur, luksasi,
dan listhesis
Sering normal
MRI Hemoragi (54%), kompresi
(25%), kontusi (11%)
Edema (62%), kontusi (26%),
normal (15%)
I. Penyebab dan bentuk
Cedera medulla spinalis terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak
mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompressi, atau rotasi tulang belakang. Didaerah torakal tidak banyak terjadi karena
terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi,
sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar, contusio,
kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau
perdarahan.
Kelainan sekunder pada sumsum tulang belakang dapat disebabkan hipoksemia dan
iskemia. Iskemia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadarkan bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan
yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal
setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan
sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema.
7
II. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan
pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi
karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash
adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat
dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun
torakalis bawah misalnya pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan
kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam
dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi,
tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang
belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla
spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan
adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah.
Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat
terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla
spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang
secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan/menggeserkan ruas
tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada
segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).
Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat disubstansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak
tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur
dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat
terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
8
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler
traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara
duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi
medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat
tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat
mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang
bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka
gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
anastomosis anterial anterior spinal.
III. Gambaran Klinik
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Kerusakan meningitis lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik
maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi
pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang
berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih
lama. Tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi,
gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.
Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda
gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi
ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
9
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik
dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya,
sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnnya
terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak
sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.
Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala,
kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan
tulang belakang sekonyong-konyong dihiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese
parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan
daerah perianal tidak terganggu. Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal
1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi
IV. Diagnosis
Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami
trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada
trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam
memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.
CT Scan Vertebra
CT scan vertebra. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur
tulang dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. CT scan merupakan pilihan
utama untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang.
10
MRI Vertebra
MRI vertebra. MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla
spinalis dalam sekali pemeriksaan.
Pungsi Lumbal
Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor
serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan
beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini
harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat
dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila
diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut.
Mielografi
Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal,
sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.
V. Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan
simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi medula
spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula
spinalis yang mengalami trauma tersebut.
Prinsip tatalaksana dapat diringkas sebagai berikut :
* stabilisasi, imobilisasi medula spinalis dan penatalaksanaan hemodinamik dan atau
gangguan otonom yang kritis pada cedera dalam fase akut, ketika penatalaksanaan
gastrointestinal (contoh, ileus, konstipasi, ulkus), genitourinaria (contoh, infeksi traktus
urinarius, hidronefrosis) dan sistem muskuloskletal (contoh, osteoporosis, fraktur).
* Jika merupakan suspek trauma, stabilisasi kepala dan leher secara manual atau dengan
collar. Pindahkan pasien secara hati-hati.
11
* Terapi radiasi mungkin dibutuhkan pada penyakit dengan metastasis. Untuk tumor
spinal yang menyebabkan efek massa gunakan deksametason dosis tinggi yaitu 10-100
mg intra vena dengan 6-10 mg intravena per 6 jam selama 24 jam.Dosis diturunkan
dengan pemberian intravena atau oral setiap 1 sampai 3 minggu.
* Trauma medula spinalis segmen servikal dapat menyebabkan paralisis otot-otot
interkostal. Oleh karena itu dapat terjadi gangguan pernapasan bahkan kadangkala apnea.
Bila perlu dilakukan intubasi nasotrakeal bila pemberian oksigen saja tidak efektif
membantu penderita. Pada trauma servikal, hilangnya kontrol vasomotor menyebabkan
pengumpulan darah di pembuluh darah abdomen, anggota gerak bawah dan visera yang
mengalami dilatasi, menyebabkan imbulnya hipotensi.
* Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah distensi abdomen akibat dilatasi gaster
akut. Bila tidak dilakukan dapat berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan akan
memperberat pernapasan.
* Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi gastrointestinal, diperlukan pemberian
enema. Kemudian bila peristaltik timbul kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila
traktus gastrointestinal menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan supositoria.
Operasi
Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu.
Indikasi untuk dilakukan operasi :
1. reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal,
bilamana traksi dan manipulasi gagal.
2. adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen tulang
tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi
yang adekuat.
3. trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya
fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus
intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan
tomografi untuk membuktikannya.
4. fragmen yang menekan lengkung saraf.
12
5. adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.
6. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya
dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai
hematoma.
PROGNOSIS
Pasien dengan cedera medua spinalis komplet hanya mempunyai harapan
untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam,
maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik
masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali
sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medulla spinalis dapat sembuh
dan mandiri.
13
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 1988.
De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah ed 4 . Philadelphia : Harper & Row Hangersteron,
1979
Diakses dari www. Pustakaunpad.ac.id pada tanggal 1 maret 2013.
Diakses dari www.wikipedia.com pada tanggal 1 maret 2013.
Diakses dari www.residenneurologi.multiply.com
www.emedicine.traumamedulaspinalis.html
Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1993
Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
http://medicastore.com/penyakit/675/
Cedera_Medula_Spinalis_Akibat_Kecelakaan.html
14
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 67 tahun
Agama : Islam
Alamat : Sasak, Pasaman Barat
No. Rekam Medis : 819034
Tanggal masuk RS : 28 Mei 2013
ANAMNESIS : Autoanamnesa
Keluhan Utama : Lumpuh pada kedua tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang:
Lumpuh pada kedua tungkai sejak 1 bulan SMRS terjadi tiba tiba (setelah pasien
jatuh terduduk di kamar mandi). Pasien sama sekali tidak bisa menggerakkan
kedua tungkai sama sekali. Sehingga pasien hanya berbaring di tempat tidur,
keluhan disertai dengan rasa raba yang berkurang mulai dari pertengahan pusar ke
bawah.
Awalnya pasien ingin mengambil wudhu ke kamar mandi, namun karena lantai
yang licin pasien jatuh terduduk dan namun tidak sampai mengenai kepala pasien
ke lantai. Setelah kejadian pasien hanya dibawa berurut ke tukang pijat dekat
rumah pasien, karena tidak ada perubahan lalu keluarga pasien membawa ke
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Keluhan disertai dengan BAB yang keluar tanpa disadari dan Pasien mengeluhkan
buang air kecil dimana pasien hanya menekan perut bagian bawah agar BAK
dapat keluar. 1 minggu yang lalu keluhan BAK bertambah berat dimana pasien
sama sekali tidak BAK.
Keluhan nyeri di kepala tidak ada
15
Mual (-), Muntah (-)
Demam tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat batuk batuk lama tidak ada.
Riwayat keganasan tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat pekerjaan,sosial,ekonomi.
Pasien adalah pensiunan pegawai negeri, sekrang pasien sudah tidak bekerja, dan
aktivitas fisik kurang.
Riwayat merokok ada 10 batang /perhari
Riwayat mengkonsumsi alcohol tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan darah: 160/100 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 37 0C
Leher : Tidak ada jejas, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
Paru : In : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri = kanan
Pe : Sonor
16
Au : vesikular, Ronki -/-, Wheezing -/-
Jantung : In : iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Pe : batas jantung dalam batas normal
Au : irama teratur, bising (-)
Abdomen : In : tidak membuncit
Au : bising usus normal
Pe : timpani
Pa : hepar dan lien tidak teraba
Punggung : In : tidak ada benjolan, deformitas (-)
Pa : Nyeri tekan (+), nyeri ketok (+)
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Laseque -Kernig (-)
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: (-)
Pemeriksaan NerviCranialis
1. N I : penciuman baik
2. N II : penglihatan baik
3. N III, IV, VI : ptosis (-), pupil bulat 3 mm / 3 mm, Refleks Cahaya +/+,
Gerak bola mata bebas ke segala arah
4. N V : sensorik dan motorik baik
5. N VII : dalam batas normal
6. N VIII : dalam batas normal
7. N IX, X : Refleks menelan (+), uvula di tengah,
arkus faring simetris, Refleks muntah (+)
8. N XI : menoleh ke kanan kiri (+), mengangkat bahu (+)
17
9. N XII : dalam batas normal
PemeriksaanMotorik
Ekstremitas atas : eutrofi, eutonus
Ekstremitas bawah : eurofi, hipertonus
Kekuatan :
5 5 5 555
000 0 0 0
Refleks fisiologis :
++ ++
+++ +++
Reflex patologis :
_ _
+ +
Pemeriksaan sensorik
Rangsang raba : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat
hingga ujung jari kaki
Rangsang nyeri : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertangahan pusat
hingga ujung jari kaki
Rangsang suhu : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertangahan pusat
hingga ujung jari kaki
Propioseptif : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat
hingga ujung jari kaki
Diskriminasi 2 titik : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat
hingga ujung jari kaki
18
Saraf otonom:
BAK : inkontinensia urin
BAB : inkontinensia alvi
Berkeringat : normal
Pemeriksaan Fungsi Luhur:
Memori : dalam batas normal
Kognitif : dalam batas normal
Bahasa : dalam batas normal
Pemeriksaan Koordinasi:
Tes supinasi-pronasi : dalam batas normal
Tes tunjuk hidung : dalam batas normal
Laboratorium :
Hb : 16,4 g/dl
Ht : 50 %
Leukosit : 11.600 /mm3
Trombosit :275.000 /mm3
Na/K/Cl : 137/4.2/104
Pemeriksaan Rontgen thoraco lumbal dengan ekspertise :
Tampak destruksi pada corpus vertebre Th XII-LI
Diskus invtervertebralis menyempit pada Th XII-LI
DIAGNOSIS
19
Diagnosis Kerja:
Klinis : Paraplegia inferior tipe UMN
Topis : Segmen medula spinalis setinggi Th XII-LI
Etiologi : Fraktur Kompresi
Diagnosa sekunder : Hipertensi Stage II
PEMERIKSAAN ANJURAN
MRI tulang belakang (torako-lumbal)
TATALAKSANA
Umum
Diet MB RG II
IVFD RL 12 jam/kolf
Pasang Kateter urin,untuk balance cairan
Konsultasi ahli bedah syaraf
Konsultasi ahli bedah ortopedi
Khusus
Methyl prednisolon 4x125 mg (po)
Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Amlodipin 1x5 mg (po)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
DISKUSI
20
Telah dirawat seorang pasien laki-laki 67 tahun di bangsal Neurologi RS. M.
Djamil Padang dengan diagnosis klinis paraplegia inferior tipe UMN, diagnosis topik
segmen medula spinalis setinggi Th XII-L1, diagnosis etiologi fraktur kompresi serta
diagnosis sekunder hipertensi stage II. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami lumpuh pada kedua tungkai sejak 1
bulan SMRS yang disertai rasa raba yang berkurang mulai dari pertengahan pusar ke
bawah. Keluhan disertai dengan tidak adanya rasa ingin BAK dan BAB keluar tanpa
disadari. Dari hasil pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan pada saraf kranial,
namun pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan pada kedua tungkai adalah 0 0 0
disertai hilangnya sensoris serta propioseptif pada kedua tungkai mulai dari pertengahan
pusat hingga ujung jari kaki. Ditemukan refleks fisiologis meningkat dan balbinski pada
kedua tungkai. Hasil foro rotgen thorako-lumbal didapatkan kesan multiple kompresi
fraktur di Th XII-LI. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan maka pada
pasien ini mengarah kepada diagnosis paraplegi inferior tipe UMN akibat fraktur
kompresi medula spinalis.
Pada pasien diberikan terapi umum Diet MB RG II, pasang kateter urin,, konsultasi ahli
bedah syaraf, konsultasi ahli bedah ortopedi. Pengobatan khusus yang diberikan adalah
methyl prednisolon 4 x 125 mg tab, ranitidine 2 x 50 mg dan amlodipin 1x5 mg tab.
21