Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

40
Laporan Kasus DEMAAM TIFOID Oleh: Putra Prasetio Nugraha, S.Ked Ria, S.Ked Pembimbing; Dr. Rosiana A.M, Sp.A Fakultas Kedokteran/Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sriwijaya/RSUD Ibnu Sutowo 2011

description

ttifoid

Transcript of Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

Page 1: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

Laporan Kasus

DEMAAM TIFOID

Oleh:

Putra Prasetio Nugraha, S.Ked

Ria, S.Ked

Pembimbing;

Dr. Rosiana A.M, Sp.A

Fakultas Kedokteran/Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Universitas Sriwijaya/RSUD Ibnu Sutowo

2011

Page 2: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : An. A

Umur : 8 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Kuang Anyar kecamatan Muara Kuang OKU

Kebangsaan : Indonesia

MRS : 12 Februari 2011

II. ANAMNESIS (alloanamnesis)

Keluhan utama :

Demam

Keluhan Tambahan :

BAB cair

Riwayat perjalanan penyakit :

Sejak ± 10 hari SMRS penderita demam tinggi mendadak terus menerus

terutama pada sore/malam hari. Menggigil ada, mengigau kadang-kadang,

kejang tidak ada, sakit kepala ada, sakit perut ada. Keluhan batuk pilek tidak

ada, mual ada dan muntah tidak ada. BAB seperti bubur, 2-3x/hari, warna

kuning, @1/2 gelas belimbing, lendir (-), darah (-), dan BAK biasa. Nafsu

makan berkurang. Kemudian penderita berobat ke bidan dan diberi obat

penurun panas ( pil berwarna merah) demam turun tapi kemudian naik

lagi.

Sejak ± 7 hari SMRS penderita mengeluh tidak ada perubahan, demam

masih tinggi, menggigil kadang-kadang, mengigau kadang-kadang, kejang

tidak ada, sakit kepala ada, sakit perut ada. Keluhan batuk pilek tidak ada,

mual ada dan muntah tidak ada. BAB seperti bubur, 2-3x/hari, warna kuning,

1

Page 3: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

@1/4 gelas belimbing, lendir (-), darah (-), dan BAK biasa. Penderita tidak

nafsu makan. Kemudian penderita berobat ke bidan lainnya dan diberi obat

penurun panas (sirup) demam turun tapi kemudian naik lagi.

Sejak ± 3 hari SMRS penderita mengeluh tidak ada perubahan, demam

masih tinggi, menggigil kadang-kadang, mengigau tidak ada, kejang tidak

ada, sakit kepala ada, sakit perut ada. Keluhan batuk pilek tidak ada, mual ada

dan penderita selalu memuntahkan kembali apa yang ia makan. BAB masih

seperti bubur, 1-2x/hari, warna kuning, @1/4 gelas belimbing, lendir (-),

darah (-), dan BAK berwarna seperti teh. Penderita tidak nafsu makan, dan

sangat lemah. Kemudian penderita berobat ke bidan pertama dan dirujuk ke

dokter puskesmas.

Sejak ± 1 hari SMRS penderita mengeluh tidak ada perubahan, demam

masih tinggi, menggigil kadang-kadang, mengigau tidak ada, kejang tidak

ada, sakit kepala ada, sakit perut ada. Keluhan batuk pilek tidak ada, mual ada

dan penderita selalu memuntahkan kembali apa yang ia makan. BAB masih

seperti bubur, 1-2x/hari, warna kuning, @1/4 gelas belimbing, lendir (-),

darah (-), dan BAK berwarna seperti teh. Penderita tidak nafsu makan, dan

sangat lemah. Kemudian penderita dirujuk dari dokter puskesmas ke RSUD

Ibnu Sutowo dengan diagnosa demam tifoid

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal

Riwayat transfusi darah disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal.

2

Page 4: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

Riwayat sosial ekonomi :

Penderita adalah anak kedua dari ayah Tn. M. Jais berusia 35 tahun,

pendidikan SD, pekerjaan Petani dan ibu Ny. Susiana berusia 35 tahun,

pekerjaan ibu rumah tangga.

Kesan : status sosial ekonomi kurang

Riwayat kehamilan

Lahir aterm, spontan, langsung menangis, ditolong bidan, BBL = 3000gram

Riwayat makanan

Umur 0-2 tahun : ASI

Umur 6 bulan-8 bulan : Bubur tim

Umur 8 bulan-sekarang : Nasi biasa

Kesan : Kualitas dan kuantitas pemberian gizi cukup

Riwayat tumbuh kembang

Tengkurap : Umur 4 bulan

Duduk : Umur 8 bulan

Berdiri : Umur 10 bulan

Berjalan : Umur 12 bulan

Kesan: perkembangan motorik dalam batas normal.

Riwayat imunisasi

BCG : (+), skar (+)

DPT I, II, III : (+)

Polio I, II, III, IV : (+)

Hepatitis B I, II, III : (+)

Campak : (+)

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

3

Page 5: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

III. PEMERIKSAAN FISIK (16 Februari 2011)

Pemeriksaan umum :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis, GCS 15

Tekanan darah : 90/60 mmHg, isi dan tegangan cukup

Denyut jantung : 96x/menit, reguler

Pernapasan : 26 x/menit

Suhu tubuh : 39ºC

Berat badan : 18 kg

Tinggi badan : 120 cm

BB/U : 18/26 = 69,2%

TB/U : 126/128 = 98,4%

BB/TB : 18/22,5 = 80%

Kesan : KEP 1

Anemis : Ada (conjungtiva palpebra)

Sianosis : Tidak ada

Ikterus : Tidak ada

Pemeriksaan khusus :

Kulit : Warna kulit sawo matang, pucat (-), turgor baik, keropeng

kulit (-), kering (+)

Kepala

Bentuk : Bulat, simetris

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata : Tidak cekung, konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera tidak

ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya positif, edema

palpebra (-)

4

Page 6: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada

Hidung : Bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada

Mulut : Mukosa bibir kering (+), Rhagaden (+), thyphoid tongue (-)

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis.

Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran KGB

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Statis-dinamis simetris, retraksi dinding dada tidak ada

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal kanan-kiri, wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi : HR 96x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, hepar 1/3-1/3, lien tidak teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Lipat paha &Genitalia : Pembesaran KGB tidak ada

Ekstremitas

Akral dingin : Tidak Ada

Sianosis : Tidak ada

5

Page 7: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

Piting edema : Tidak ada

Ptechie : Tidak ada

Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan Tungkai kanan Tungkai kiri Lengan kanan Lengan kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - -

Reflek fisiologis (+) Normal (+) Normal (+) Normal (+) Normal

Reflek patologis - - - -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal

Gejala rangsang meningeal : Tidak ada

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 12 Februari 2011 :

Darah Rutin

Hb : 9,4 g/dl

Leukosit : 7.500 /mm3

Hitung jenis : 0/0/0/53/47/0

6

Page 8: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

Sero-Imunologi

Widal

Typhi H : 1/640

Para typhi A-H : 1/80

Para typhi B-H : 1/80

Typhi O : 1/320

Para typhi A-O : 1/80

Para typhi B-O : 1/640

Para typhi C-O : 1/80

V. RESUME

Sejak ± 8 hari SMRS penderita demam tinggi mendadak terus menerus

terutama pada sore/malam hari. Menggigil ada, mengigau kadang-kadang,

sakit kepala ada, sakit perut ada, mual ada. BAB seperti bubur, 2-3x/hari,

warna kuning, @1/2 gelas belimbing, dan BAK biasa. Nafsu makan

berkurang. Kemudian penderita berobat ke bidan dan diberi obat penurun

panas ( pil berwarna merah) demam turun tapi kemudian naik lagi.

Sejak ± 5 hari SMRS penderita mengeluh tidak ada perubahan, demam

masih tinggi, menggigil kadang-kadang, mengigau kadang-kadang, sakit

kepala ada, sakit perut ada, mual ada dan muntah tidak ada. BAB seperti

bubur, 2-3x/hari, warna kuning, @1/4 gelas belimbing, dan BAK biasa.

Penderita tidak nafsu makan. Kemudian penderita berobat ke bidan lainnya

dan diberi obat penurun panas (sirup) demam turun tapi kemudian naik

lagi.

Sejak ± 2 hari SMRS penderita mengeluh tidak ada perubahan, demam

masih tinggi, menggigil kadang-kadang, sakit kepala ada, sakit perut ada,

mual ada dan penderita selalu memuntahkan kembali apa yang ia makan.

BAB masih seperti bubur, 1-2x/hari, warna kuning, @1/4 gelas belimbing,

dan BAK berwarna seperti teh. Penderita tidak nafsu makan, dan sangat

7

Page 9: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

lemah. Kemudian penderita berobat ke bidan pertama dan dirujuk ke dokter

puskesmas.

Sejak ± 1 hari SMRS penderita mengeluh tidak ada perubahan, demam

masih tinggi, menggigil kadang-kadang, sakit kepala ada, sakit perut ada,

mual ada dan penderita selalu memuntahkan kembali apa yang ia makan.

BAB masih seperti bubur, 1-2x/hari, warna kuning, @1/4 gelas belimbing,

dan BAK berwarna seperti teh. Penderita tidak nafsu makan, dan sangat

lemah. Kemudian penderita dirujuk dari dokter puskesmas ke RSUD Ibnu

Sutowo dengan diagnosa demam tifoid

Dari riwayat penyakit dahulu riwayat penyakit dengan gejala yang sama

disangkal. Riwayat penyakit yang sama didalam keluarga disangkal, riwayat

transfusi darah disangkal. Riwayat sosial ekonomi kurang. Riwayat kelahiran

os cukup bulan, spontan, langsung menangis, ditolong bidan, BBL= 3000

gram. Perkembangan motorik dalam batas normal. Riwayat imunisasi dasar

lengkap.

Dari pemeriksaan fisik (16 Februari 2011) didapatkan kesadaran compos

mentis, tekanan Darah: 90/60 mmHg. denyut jantung: 96x/menit, reguler, i/t

cukup, pernapasan: 26x/m, suhu tubuh: 39°C, berat badan: 18 kg, tinggi

badan: 120cm, status gizi kurang, turgor baik. Pada pemeriksan khusus tiap

organ didapatkan pada mulut terdapatmukosa mulut kering, rhagaden ada dan

typhoid tongue tidak ada, hepar tak teraba sedangkan organ lain dan

neurologis tidak ditemukan adanya kelainan.

Dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 8 Februari 2011 didapatkan

Hb: 9,4 g/dL, leukosit 7.500/mm3. sero-imonologi Widal; Typhi O : 1/320,

Para typhi A-O 1/80, Para typhi B-O 1/640, dan Para typhi C-O 1/80. Typhi H

1/640, Para typhi A-H 1/80, Para typhi B-H 1/80, Typhi C 1/160

8

Page 10: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

VI. DIAGNOSIS KERJA

Demam lama e.c Typhoid

VI. DIAGNOSIS BANDING

Demam lama e.c Malaria

VII. PENATALAKSANAAN

o Terapi suportif :

Tirah baring

IVFD D5% + 1/4 NS gtt xv x/m

Diet Nasi bubur 1500 kal/hari

o Terapi medikamentosa

Chloramphenikol 4 x 400 mg

Paracetamol 1 x 2 cth (prn)

o Observasi vital sign

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

Darah rutin (Hb, Ht, Leuko, Trombo, Diff. Count)

Kimia klinik: Faal Hati (SGOT, SGPT)

DDR

VIII.PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungtionam : bonam

9

Page 11: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

IX. FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan

umum

Pemeriksaan fisik Laboratorium Diagnosis Tindakan

12/2/11 Kel: demam,

mual

Sens: CM

TD: 90/60

N: 80x/menit

RR:

24x/menit

T: 38,2°C

Kepala: NCH (-)

Leher: t.a.k

Thoraks:simetris,

Jantung: BJ I-II N

Paru: vesikuler normal

wheezing (-),

Abdomen:datar, lemas,

hepar /lien tidak teraba,

BU(+)N

Extremitas: akral dingin

-/- sianosis-/-

Demam

Typhoid IVFD D5% 1/4 NS gtt XV x/m

Ampicilin 3x800 mg

Gentamycin 2x40 mg

Paracetamol 3x2 cth (prn)

Diet Nasi biasa 1500 kal/hari

Rencana :DR, DDR 14/2/11 Kel: mual,

demam (-)

Sens: CM

TD: 90/60

N: 76x/menit

RR:

24x/menit

T: 36,8°C

Kepala: NCH (-)

Leher: t.a.k

Thoraks:simetris,

Jantung: BJ I-II N

Paru: vesikuler normal

wheezing (-),

Abdomen:datar, lemas,

hepar teraba ¼ - ¼ lien

tidak teraba, BU(+)N

Extremitas: akral dingin

-/- sianosis-/-

Darah Rutin

Hb: 9,4 g/dl

L: 7.500 /mm3

DC: 0/0/0/53

/47/0

Serologi-

Imunologi

Widal

Typhi H:1/640

Para typhi A-

H: 1/80

Para typhi B-

H: 1/80

Typhi O:

Demam

Typhoid IVFD D5% 1/4 NS gtt XV x/m

Chloramphenicol 4 x 400 mg

Paracetamol 3x2 cth (prn)

Diet Nasi biasa 1500 kal/hari

10

Page 12: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

1/320

Para typhi A-

O: 1/80

Para typhi B-

O: 1/640

Para typhi C-

O: 1/80

15/2/11 Kel: mual,

demam (-)

sejak 2hari

yang lalu

Sens: CM

TD: 90/60

N: 80x/menit

RR:

24x/menit

T: 36,4°C

Kepala: NCH (-)

Leher: t.a.k

Thoraks:simetris,

Jantung: BJ I-II N

Paru: vesikuler normal

wheezing (-),

Abdomen:datar, lemas,

hepar teraba ¼ - ¼ lien

tidak teraba, BU(+)N

Extremitas: akral dingin

-/- sianosis-/-

Parasitologi :

tidak

ditemukan

adanya bentuk

parasit

Demam

Typhoid

dengan

perbaikan

+

KEP I

IVFD D5% 1/4 NS gtt XV x/m

Chloramphenicol 4 x 400 mg

Diet Nasi biasa 1500 kal/hari

Rencana :

DDR ulang

16/2/11 Kel: mual

Sens: CM

TD: 90/60

N: 96x/menit

RR:

26x/menit

T: 39°C

Kepala: NCH (-)

Leher: t.a.k

Thoraks:simetris,

Jantung: BJ I-II N

Paru: vesikuler normal

wheezing (-),

Abdomen:datar, lemas,

hepar teraba ¼ - ¼ lien

tidak teraba, BU(+)N

Extremitas: akral dingin

-/- sianosis-/-

Demam

Typhoid

dengan

perbaikan

+

KEP I

IVFD D5% 1/4 NS gtt XV x/m

Chloramphenicol 4 x 400 mg

Paracetamol 3x2 cth (prn)

Diet Nasi biasa 1500 kal/hari

17/211 Kel: mual

Sens: CM

TD: 100/60

N: 90x/menit

RR:

24x/menit

Kepala: NCH (-)

Leher: t.a.k

Thoraks:simetris,

Jantung: BJ I-II N

Paru: vesikuler normal

wheezing (-),

Parasitologi :

tidak

ditemukan

adanya bentuk

parasit

Demam

Typhoid

dengan

perbaikan

+

KEP I

IVFD D5% 1/4 NS gtt XV x/m

Chloramphenicol 4 x 400 mg

Diet Nasi biasa

11

Page 13: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

T: 37,0°C Abdomen:datar, lemas,

hepar teraba ¼ - ¼ lien

tidak teraba, BU(+)N

Extremitas: akral dingin

-/- sianosis-/-

1500 kal/hari

18/211 Kel: mual

Sens: CM

TD: 100/60

N: 98x/menit

RR:

24x/menit

T: 36,7°C

Kepala: NCH (-)

Leher: t.a.k

Thoraks:simetris,

Jantung: BJ I-II N

Paru: vesikuler normal

wheezing (-),

Abdomen:datar, lemas,

hepar teraba ¼ - ¼ lien

tidak teraba, BU(+)N

Extremitas: akral dingin

-/- sianosis-/-

Demam

Typhoid

dengan

perbaikan

+

KEP I

IVFD D5% 1/4 NS gtt XV x/m

Chloramphenicol 4 x 400 mg

Diet Nasi biasa 1500 kal/hari

19/2/11 Kel: mual

berkurang

Sens: CM

TD: 110/70

N: 104x/menit

RR:

24x/menit

T: 37,0°C

Kepala: NCH (-)

Leher: t.a.k

Thoraks:simetris,

Jantung: BJ I-II N

Paru: vesikuler normal

wheezing (-),

Abdomen:datar, lemas,

hepar teraba ¼ - ¼ lien

tidak teraba, BU(+)N

Extremitas: akral dingin

-/- sianosis-/-

Demam

Typhoid

dengan

perbaikan

+

KEP I

R/pulang

Chloramphenicol 4 x 400 mg (selama 4 hari)

Diet Nasi biasa 1500 kal/hari

12

Page 14: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

BAB II

ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 8 tahun datang dengan keluhan utama demam

lama, dari anamnesis didapatkan penderita telah menderita demam selama 10 hari

sebelum masuk rumah sakit, sifat demam terus menerus, demam tinggi terutama pada

sore/malam hari, disetai keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, sakit perut,

tidak nafsu makan, selain itu penderita mengeluh BAB cair. Dari keluhan utama

yakni demam lama maka dapat dipikirkan penyebab demam lama adalah suatu proses

infeksi, seperti demam tifoid ataupun malaria.

Malaria masih belum dapat disingkirkan karena penderita tinggal di daerah

resiko tinggi maaria, riwayat transfusi darah disangkal dan untuk memastikan

diagnosa malaria dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan apusan darah tebal

dan tipis. Dari sifat demam yang terus menerus, demam tinggi terutama pada

sore/malam hari kemudian diikuti oleh adanya keluhan gastrointestinal seperti

mual,muntah, diare, sakit perut sehingga kecurigaan diagnosa sementara pasien ini

adalah demam thypoid tapi masih harus dibuktikan dengan pemeriksaan fisik dan

penunjang seperti pemeriksaan widal dan gall kultur.

Dari anamnesis berupa keluhan demam ± 10 hari SMRS (>7 hari) terus

menerus terutama sore dan malam hari dan demam tidak turun walau telah diberikan

obat penurun panas, disertai keluhan nyeri perut, mual, muntah, dan BAB cair maka

diagnosis mengarah pada penyakit demam tifoid. Dilakukan pemeriksaan fisik

didapatkan status gizi penderita tergolong KEP I, kesadaran compos mentis, denyut

jantung: 96x/mmenit, suhu tubuh: 39°C, hepar teraba 1/3 – 1/3 permukaan rata, tepi

tajam, tanpa splenomegali. Untuk lebih memastikan maka dilakukan Pemeriksaan

serologi Widal yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah)

terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test

kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta sebagai uji cepat (rapid test)

13

Page 15: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

yang hasilnya dapat segera diketahui. Uji ini dilakukan pada awal minggu kedua sakit

dan dinyatakan positif bila titer O antigen >1/160 atau meningkat 4 kali dalam

interval 1 minggu. Dari hasil pemeriksaan serologi widal didapatkan titer Typhi O :

320, Para typhi A-O 1/80, Para typhi B-O 1/640, dan Para typhi C-O 1/80 sehingga

dinyatakan widal positif. Untuk mendiagnosis pasti tifoid dilakukan pemeriksaan gall

kultur dan bila didapatkan hasil biakan Salmonella, maka diagonosis kerja demam

tifoid dapat ditegakkan. Akan tetapi diagnosis Malaria belum dapat disingkirkan

sebab pada malaria juga dapat ditemukan pembesaran hepar dengan tipe demam

tinggi disertai menggigil.

Penatalaksanaan demam tifoid terdiri dari pengobatan suportif dan pengobatan

medikamentosa. Pengobatan suportif berupa istirahat tirah baring, IVFD, diet

makanan rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar). Istirahat bertujuan

untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah

baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.

Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Permberian

cairan iv (IVFD) karena keadaan umum penderita lemah.

Diet pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi

sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun dapat juga dilakukan pemberian

makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran

dengan serat kasar).

Pemberian IVFD D5% dirasakan perlu karena anak tersebut sangat sulit untuk

makan,minum bahkan minum obat sekalipun, dan penderita cenderung mual dan

muntah bila minum obat, sehingga selain sebagai IV line tempat obat masuk secara

IV maka IVFD juga diharapkan dapat memantain kebutuhan cairan pada penderita ini

Pengobatan medikamentosa yang diberikan adalah kloramfenikol sebagai drug

of choice/pilihan pertama pada pengobatan demam tifoid. Kloramfenikol diberikan

karena tidak terdapat kontraindikasi pemberian yaitu tidak terdapat depresi sumsum

tulang, dan pada penderita ini Hb > 8 g%, leukosit >2000/mm3. kloramfenikol

diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/kgBB/hari oral dalam 4 dosis sampai tujuh hari

14

Page 16: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

bebas demam atau antara dosis 900 – 1800 mg/hari dan dibagi 4 dosis ( 4 x 225 mg

sampai 4 x 450 mg). Pada penderita ini kloramfenikol diberikan dengan dosis 4 x 400

mg iv.

Prognosis pasien ini; Quo ad vitam dubia ad bonam dan Quo ad fungtionam

dubia ad bonam karena pada pasien ini tidak terdapat komplikasi dari demam tifoid

seperti perforasi usus, perdarahan usus, dan sebagainya.

15

Page 17: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Demam Typhoid

Demam tifoid atau typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi sistemik

terutama mengenai sistem retikuloendotelial, jaringan limfoid intestinal, dan

kantung empedu, yang disebabkan oleh kuman basil gram negatif Salmonella

typhi maupun Salmonella paratyphi . [1]

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang

sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan

terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi

600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid

dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan

sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan

rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan pada

semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun. [2]

3.2 Etiologi

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram

negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif

anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar

antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari

polisakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella

typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi

terhadap multipel antibiotik. [1]

16

Page 18: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

3.3 Gejala Klinik

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan

dengan pebderita dewasa. Mas tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari

jika infeksi terjadi melalui makanan,sedangkan yang terlamasampai 30 hari jika

infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala

prodormal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak

bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris

remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita

terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan

berangsur-angsur turun dan normal kembali pada kahir minggu ketiga [2]

2. Gangguan saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung tepinya kemerahan, jarang

disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung.

Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan

konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal, bahkan dapat terjadi diare. [2]

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma dan gelisah. [2]

Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula

ditemukan gejala lain. Pada punggung dan naggota gerak dapat ditemukan

bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya

ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang dapat pula ditemukan

epistaksis.

17

Page 19: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

3.4 Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella paratyphi (S.

Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi

kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke

dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral

mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel

(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia

pertama yang simtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial

tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini, kuman meninggalkan sel-sel

fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang

kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,

dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen

usus. Sebagian kuman dikeluarkan melaui feses dan sebagian masuk lagi ke

dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman

Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,

sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia

jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan, dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami

18

Page 20: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.

Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat

timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,

pernapasan, dan gangguan organ lainnya. [1]

3.5 Metode Diagnosis

Menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak kadang-kadang mengalami

kesulitan karena gejala klinik yang sering tidak khas terutama pada anak kecil

(dibawah lima tahun). Pada anak besar sesuai dengan bertambahnya usia, gejala

klinik lebih mendekati orang dewasa seperti panas yang 1 minggu atau lebih,

adanya lidah tifoid, pembesaran hati dan limfa, adanya diare atau konstipasi.

Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan dengan ditemukannya kuman

Salmonella typhi dari biakan darah, urin, tinja, sumsum tulang atau dari aspirat

duodenum. Tetapi pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga

secara klinik tidak menjadi patokan untuk memberikan terapi. Dengan demikian

secara praktis diagnosis klinis demam tifoid telah dapat ditegakkan berdasarkan

gejala klinik, pemeriksaan darah tepi, dan pemeriksaan serologis.

Pemeriksaan serologis untuk memastikan diagnosa klinis demam tifoid yang

terbanyak dilakukan adalah pemeriksaan dengan tes widal. Pada tes ini yang

dilakukan adalah memeriska titer agglutinin O dan H. Interpretasi terhadap tes

widal harus dilakukan dengan cermat mengingat banyak faktor yang

mempengaruhinya antara lain stadium penyakit, pemberian antibiotika, faktor gizi

penderita, penyakit tertentu yang menghambat pembentukkan antibody seperti

leukemia, tumor ganas, serta pemakaian obat imunosupresif, pernah mendapat

infeksi sebelumnya, tehnik laboratorium, riwayat imunisasi, dll.

Di bagian IKA FK UNSRI RSMH patokan yang dipakai sebagai interpretasi

positif terhadap tes widal adalah bila didaparkan titer O agglutinin 1/160 atau

19

Page 21: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

lebih. Bila pemeriksaan pertama titer O rendah, terutama pada awal penyakit,

maka pemeriksaan dilakukan 1 minggu kemudian dan bila ternyata titer

meningkat 4 kali atau lebih maka tes dianggap positif. Titer H tidak dijadikan

patokan diagnosis.

Secara praktis di klinik IKA FK UNSRI RSMH, dibedakan atas : [1]

1. demam tifoid klinis bila ditemukan panas lebih dari tujuh hari disertai

gejala klinik lain berupa gangguan GIT yaitu typoid tongue, rhagaden,

anoreksia, konstipasi/diare, hepatomegali dan tidak ditemukan penyebab

panas lain.

2. demam tifoid bila ditemukan demam tifoid klinis disertai biakan empedu

Salmonella Typhi positif dari darah, urin, atau feses dan atau pemeriksaan

serologis di dapatkan titer O antigen lebih besar atau sama dengan 1/160

atau meningkat 4 kali atau lebih pada pemeriksaan berulang interval 1

minggu.

3. tifoid ensefalopati bila didapatkan demam tifoid atau demam tifoid klinis

disertai dengan satu atau lebih gejala kejang, kesadaran menurun dan

kesadaran berubah (kontak psikik tidak ada).

3.6 Diagnosa Banding

Sesuai dengan perjalan penyakit pada fase awal secara klinik penyakit sukar

dibedakan dengan fase awal penyakit umum lainnya seperti demam berdarah dengue,

gastroenteritis, influenza, dll.

Pada fase lanjut perlu dibedakan dengan penyakit lainnya seperti malaria.

Demikian juga perlu dipikirkan untuk menyingkirkanpenyakit keganasan seperti

leukemia. Maka untuk menyingkirkan semua diagnosa banding pelu dilakukan

anamnesa detail, pemeriksaan sero-bakteriologis, maupun pemeriksaan lain yang

akurat.

20

Page 22: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

3.7 Penatalaksanaan [1]

1. Indikasi rawat

Klinis ringan dapat dirawat jalan dengan control poli teratur. Jika klinis

disertai hiperpireksia, muntah-muntah, intake tidak adekuat, dehidrasi,

keadaan umum lemah, maka harus di rawat inapkan.

2. Perawatan

Penderita harus tirah baring 5-7 hari bebas panas, kemudian secara bertahap

mulai mobilisasi.

3. Diet

Pemberian diet tahap awal pada penderita demam tifoid harus mengutamakan

lunak, mudah dicerna, tidak merangsang, bebas serat, dan tidak menimbulkan

gas. Pemberian makan dalam porsi kecil tetapi sering. Biasanya disajikan

dalam bentuk bubur saring.

4. Medikamentosa

Obat terpilih untuk penderita demam tifoid adalah kloramphenikol

dengan dosis 50-100 mg/kgBb/ hari maksimal 2 gr/hari. Obat diberikan

sampai 7 hari bebas panas, minimal diberikan selama 10 hari. Bila dalam 10

hari pemberian kloramphenikol panas tidak turun maka obat diganti ampicilin

200mg/kgBb/hari diberkan secara Iv selama 10-14 hari. Demikian juga bila

ditemukan Hb<8 g/dl, dan atau leukosit <2000/mm3 obat diganti dengan

ampicilin.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 80 mg/kg BB/kali

dan diberikan sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.

Pada ensefalopati tifoid diberikan juga dexamethason dengan dosis awal 3

mg/kgBB/kali, dilanjutkan 1 mg/kgBB/6 jam, sebanyak 8 kali (selama 48

jam), lalu di stop tanpa tapering off, reduksi cairan 4/5 kebutuhan, lakukan

pemeriksaan elektrolit, dan dilakukan Lumbal Punksi bila tidak terdapat

kontraindikasi.

21

Page 23: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

3.8 Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :

Komplikasi intestinal

Perdarahan usus

Perforasi usus

Ileus paralitik

Komplikasi ekstraintetstinal

Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis),

miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi

intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.

Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.

Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.

Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.

Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis,

polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

Pada anak-anaka dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.

Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan

umum, bila perawatan pasien kurang sempurna.

3.9 Pencegahan

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan

khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene

dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan

insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan

sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut

(diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai

22

Page 24: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling)

minuman/makanan.

Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin

yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua

adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral.

Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus

menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi)

adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin

sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya.

Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral)

adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya

maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem

imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya

boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah

penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang

yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi

sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita

kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-

obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan

dengan pemberian antibiotik. [1]

Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem

serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan

bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua

jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi

ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada

(sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi

(sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang

dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak. [1]

23

Page 25: Case Tifoid Ria-kak Putra BTA

24