Case Report Kpd Rima

40
CASE REPORT SEORANG WANITA 34 TAHUN USIA KEHAMILAN 39 MINGGU DENGAN KETUBAN PECAH DINI PADA PERSALINAN SPONTAN G4 P3 A0 OLEH: Imba Wahyu Ginadra, S.Ked J510155061 PEMBIMBING: Dr. Arief Prijatna, Sp.OG KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD DR HARJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN 1

description

premature rupture membrane (PRM)ketuban pecah dini (KPD)

Transcript of Case Report Kpd Rima

Page 1: Case Report Kpd Rima

CASE REPORT

SEORANG WANITA 34 TAHUN USIA KEHAMILAN 39 MINGGU DENGAN

KETUBAN PECAH DINI PADA PERSALINAN SPONTAN G4 P3 A0

OLEH:

Imba Wahyu Ginadra, S.Ked

J510155061

PEMBIMBING:

Dr. Arief Prijatna, Sp.OG

KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD DR HARJONO PONOROGO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN 2015

1

Page 2: Case Report Kpd Rima

CASE REPORT

SEORANG WANITA 34 TAHUN USIA KEHAMILAN 39 MINGGU DENGAN

KETUBAN PECAH DINI PADA PERSALINAN SPONTAN G4 P3 A0

Yang Disusun Oleh:

Imba Wahyu Ginandra, S.Ked

J510155061

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari 2015

Pembimbing:

dr. Arief Prijatna, Sp.OG ( )

Dipresentasikan dihadapan:

dr. Arief Prijatna, Sp.OG ( )

Disahkan Ka. Program Profesi:

dr. Dona Dewi Nirlawati ( )

KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD DR HARJONO PONOROGO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN 2015

2

Page 3: Case Report Kpd Rima

BAB I

STATUS PASIEN

I. DATA DASAR

A. Karakteristik Penderita

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. U

Umur : 34 tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Kalisat Bungkal, Ponorogo

No Register : 348xxx

Agama : Islam

Suku : Jawa

Masuk RS : 25 November 2015

Jam : 00.15 WIB

2. Data Suami

Nama : Tn. S

Umur : 42 tahun

Alamat : Kalisat Bungkal, Ponorogo

Pekerjaan : PNS Guru

B. Keluhan Utama

Keluar cairan ketuban dari jalan lahir

C. Riwayat Pasien

1. Riwayat Kehamilan Sekarang

Seorang wanita hamil usia 34 tahun datang ke Ponek Kamar Bersalin

RSUD Dr. Hardjono Ponorogo pada tanggal 25 November 2015 pukul 00.15 WIB

dengan keluhan keluar cairan berwarna jernih dan encer dari jalan lahir sejak

pukul 21.00 WIB (±3 jam sebelum MRS). Pengeluaran cairan ini tidak disertai

rasa kenceng-kenceng dan tidak disertai darah maupun lendir.

Sebelumnya, keluhan kenceng-kenceng belum pernah dirasakan oleh

pasien. Selama kehamilan, pasien mengaku selalu memeriksakan kehamilan

3

Page 4: Case Report Kpd Rima

dengan rutin ke bidan terdekat sejak usia kehamilan 5 bulan dengan frekuensi 2

minggu sekali. Pasien mengatakan bahwa gerakan anak dirasakan aktif dan saat

kehamilan pasien tidak merasakan keluhan-keluhan yang sampai mengganggu

aktivitas sehari-harinya.

2. Riwayat Obstetri

Pasien hamil ini, anak kedua.

Partus terakhir : 21 Februari 2013

Abortus terakhir : -

HPL : 30 November 2015

3. Riwayat Haid

Menarche : 15 tahun

Siklus : 28 hari

Lamanya Haid : 7 hari

HPHT : 23 Maret 2015

4. Riwayat KB

Pasien tidak menggunakan KB.

5. Riwayat Keadaan Umum

a. Nafsu Makan : Biasa

b. BAB : Normal

c. BAK : Normal

d. Merokok : Disangkal

e. Alkohol : Disangkal

6. Riwayat Keputihan : Disangkal

7. Riwayat Operasi : Diakui, tahun 2004 operasi fraktur 1/3 distal tibia sinistra

8. Riwayat Penyakit Dahulu

-Jantung : Disangkal

-Hipertensi : Disangkal

-Diabetes Melitus : Disangkal

-Ashma : Disangkal

-Alergi : Diakui (makanan seafood)

-Penyakit Lain : Disangkal

4

Page 5: Case Report Kpd Rima

9. Riwayat Penyakit Keluarga

-Jantung : Disangkal

-Hipertensi : Disangkal

-Diabetes Melitus : Disangkal

-Ashma : Disangkal

-Alergi : Disangkal

-Penyakit Lain : Disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

1. Keadaan Umum : Baik

2. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

3. Vital Sign : TD : 110/70 mmHg S : 36,5°C

Nadi : 88 x/menit RR: 18 x/menit

4. Mata : Conjungtiva Anemis (-/-)

5. Mammae : Simetris (+/+), Papila Mammae Menonjol (+/+),

Pengeluaran Asi : (-/-)

6. Thorax : Pulmo : dalam batas normal

Cor : dalam batas normal

7. Abdomen : Perut membesar, peristaltik (+) normal, supel (+)

8. Ekstremitas : Edema tangan (-/-), kaki (-/-)

B. Status Obstetric

a. Pemeriksaan Luar

1. Inspeksi : dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada, sikatrik (-),

striae (-).

2. Palpasi :

Leopold I : Tinggi Fundus Uteri 3 jari dibawah processus xhypoideus,

Leopold II : Puka

5

Page 6: Case Report Kpd Rima

Leopold III : Letak Kepala

Leopold IV : Kepala masuk PAP

HIS : Jarang

3. Auskultasi :

DJJ (+) 140x / menit

b. Pemeriksaan Dalam

VT :

Vulva / Vagina : cairan ketuban

Portio Pembukaan : -

Pendataran : 0%

Blood Slym : -

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium (Darah Lengkap)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 14,8 µL 4.0-10.0

Lymph# 2,1 µL 0.8-4

Mid# 1,1 µL 0.1-0.9

Gran# 11,6 µL 2-7

Lymph% 14,4 % 20-40

Mid% 7,4 % 3-9

Gran% 78,2 % 50-70

Hb 14,0 g/dl 11-16

Rbc 4,67 µL 3.5-5.5

Hct 42,8 % 37.0-50.0

MCV 91,6 fL 82.0-95.0

6

Page 7: Case Report Kpd Rima

MCH 30,0 Pg 27.0-31.0

MCHC 32,7 g/dl 32.0 – 36.0

PLT 215 µL 150 – 450

2. USG

Dilakukan 1 kali pada tanggal 23 Oktober 2015 : DJJ janin (+), janin

tunggal/hidup/intrauterine, letak kepala punggung kiri, TBJ 2400 gr, air

ketuban cukup, jenis kelamin laki-laki, usia kehamilan 36 minggu.

III. DIAGNOSIS

GIPIA0 Usia Kehamilan 39 minggu dengan Ketuban Pecah Dini

IV. PENATALAKSANAAN

1. Rencana Diagnostik

-Observasi tanda vital

-Observasi inpartu

2. Rencana Terapi

a. Infus RL 20 tpm

b. Injeksi Cefotaxime 2x1

c. Induksi, drip Oxitocin 5IU 1 FL dimulai jam 17.30

V. FOLLOW UP

Tanggal &

Jam

Subjective Objective Assestment Planning

7

Page 8: Case Report Kpd Rima

7 Nov15,

14.30 WIB

Pasien hamil

anak ke 1 usia

kehamilan 39

mg, keluar

cairan ketuban

pd pkl 12.00

KU : Baik

Kes : CM

TD : 110/70

Px Obs :

I: TFU 4 jari

dibwh PX

II: Let Kep

III: Puki

IV: Kepala

masuk PAP

HIS jarang

DJJ (+)

VT Vagina

Vulva : Cairan

Ketuban\

Pembukaan : -

KPD -infus RL 20

tpm

-Inj

Cefotaxime

2x1gr

-Pro Induksi

(17.00)

-Induksi drip

Oxytocin 5IU

FL I (17.30)

8 Nov 15,

05.00

Pasien

mengeluh

kenceng-

kenceng

KU : Baik, TD

120/70mmHg,

N:80x/mnt,

S:36C. VT :

V/V : Blood

slym (+),

Pembukaan

8cm, Kepala

Hodge II, HIS

(+) sering, DJJ

(+), ketuban

(-)

G1P0AO UK

39mg a/I PRM

Induksi

-infus RL 20

tpm

-Inj

Cefotaxime

2x1gr

8

Page 9: Case Report Kpd Rima

8 Nov 15,

05.45

Pasien

mengeluh

terasa sangat

kenceng-

kenceng

KU : Baik, TD

120/80mmHg,

N:82x/mnt,

S:36C. VT :

V/V : Blood

slym (+),

Pembukaan

lengkap 10cm,

Kepala Hodge

III, HIS (+)

sering, DJJ

(+), ketuban (-)

G1P0AO UK

39mg a/I PRM

Induksi

-infus RL 20

tpm

-Pimpin

Persalinan

8 Nov 2015,

06.00

Bayi telah lahir

spontan dengan

jenis kelamin

laki-laki , berat

2000gr,

placenta lahir

lengkap

KU : Baik

TD : 120/70

Perdarahan

±150 cc, TFU :

1 jari dibawah

pusat.

P1AO post

partus spontan

dengan KPD

hari ke 1

-infus RL 20

tpm

-Inj

Cefotaxime

3x1vial

9 Nov 2015

07.00

ASI blm keluar KU : Baik

TD : 110/80

TFU : 2 jari

dibawah pusat,

lochea rubra

(+), BAB &

BAK dbn

P1A0 post

partus spontan

dengan KPD

hari ke 2

Pulang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

9

Page 10: Case Report Kpd Rima

KETUBAN PECAH DINI

I. DEFINISI

Ketuban pecah dini ( KPD) atau spontaneus/ early/ premature rupture of the

membrane (PROM) mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. Ketuban

pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum proses persalinan yang dapat terjadi

pada kehamilan preterm dan pada kehamilan aterm. Ketuban pecah dini preterm

adalah ketuban yang pecah sebelum kehamilan 37 minggu dan tidak sedang dalam

masa persalinan.1 Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, dan ada

juga yang menyatakan dalam ukuran pecahnya ketuban sebelum inpartu , yaitu bila

pembukaan serviks pada kala I kurang dari 2 cm pada primipara dan pada multipara

kurang dari 5 cm. Namun pada prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum

waktunya.

II. EPIDEMIOLOGI

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil

yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Hal

yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak

yang terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu

95%, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm

terjadi sekitar 34% dari semua kelahiran premature.

III. ETIOLOGI

Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui secara pasti. Ada

banyak teori mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi

serviks, gemelli, hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik serta

perubahan pada selaput ketuban baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian

besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65 %).

Beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan ketuban pecah dini antara

lain yaitu :

a. Infeksi : infeksi yang secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen

dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

10

Page 11: Case Report Kpd Rima

b. Serviks yang inkompetensia, canalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena

kelainan pada serviks uteri ( akibat persalinan, curettage).

c. Tekanan intrauterine yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)

misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati

sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat

misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis

menyebabkan KPD karena biasanya disertai infeksi .

d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang

menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membrane bagian bawah.

e. Keadaan sosial ekonomi

f. Faktor lain :

- Faktor golongan darah

- Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan

kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.

- Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu

- Faktor multigravida, merokok, dan perdarahan antepartum

- Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas

yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.

Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan

kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar

kolagen. Kolagen pada selaput ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan

kompakta, fibroblast serta pada korion di daerah lapisan retikuler dan trofoblas,

dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel

amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan

kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan prostaglandin.

Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan

enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini

menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada

selaput korion/ amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah

spontan. Selain itu mediator tersebut membuat uterus berkontraksi sehingga

membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.

11

Page 12: Case Report Kpd Rima

Taylor,dkk telah menyelidiki bahwa ketuban pecah dini ada hubungannya

dengan hal-hal sebagai berikut

Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.

Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servisitis, dan vaginitis terdapat

bersama-sama dengan motilitas rahim.

Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).

Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).

Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi,

disproporsi, cervix incompten, dll.

Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu

dini.

IV. PATOFISIOLOGI

1. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung

antara ruang intraamnion dengan dunia luar

2. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan

penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang

intraamnion

3. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar

melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal)

4. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam

yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif),

E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

IV. DIAGNOSIS

Menegakkan diagnose KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosis

yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal

12

Page 13: Case Report Kpd Rima

atau melakukan section yang sebenarnya tanpa indikasi. Sebaliknya, diagnosis yang

nefatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang

akan mengancam kehidupan janin, ibu, atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan

diagnose yang tepat dan cepat. Penegakan diagnosis KPD dengan cara :

1. Anamnesis

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak

secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan warna,

keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada dan belum ada pengeluaran

lender darah.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila

ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan

lebih jelas.

b. Pemeriksaan dengan speculum

Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akan tampak keluar cairan dari

orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri

ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan maneuver valsava,

atau bagian terendah digoyangkan akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan

terkumpul pada fornix anterior.

c. Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada

kehamilan kurang bulan yang belum ada persalinan tidak perlu diadakan

pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.

Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen.

Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam

persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

13

Page 14: Case Report Kpd Rima

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,

bau, dan Ph nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban

mungkin juga urine atau secret vagina. Secret vagina ibu hamil dengan Ph : 4-

5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

1) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis) Ph air ketuban 7-7,5, darah dan

infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

2) Mikroskopik (tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek

dan dibiarkan kering. Pada pemeriksaan mikroskopik menunjukkan

gambaran daun pakis.

b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam cavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang

sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,

namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan

pemeriksaan sederhana.

V. PENATALAKSANAAN

Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan

komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi

intrauterin, dan populasi pasien. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau

preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.8 Penanganan

ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan sering ditujukan untuk mengurangi

komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan janin. Terdapat dua jenis penatalaksanaan,

yaitu penangan aktif, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan dengan konsekuensi

meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif yaitu diterminasi

kehamilannya jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya

infeksi pada ibu dan janin.

Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko infeksi dapat terjadi setiap saat

setelah ketuban pecah dan infeksi janin mungkin sudah terjadi walaupun belum ada

tanda-tanda infeksi pada ibu, sehingga atas dasar alasan tersebut mereka lebih

memilih penanganan aktif, yaitu melakukan induksi segera setelah diagnosis ketuban

14

Page 15: Case Report Kpd Rima

pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa resiko infeksi baru

meningkat secara bermakna setelah periode waktu tertentu. Penanganan aktif akan

meningkatkan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus KPD akan terjadi

persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan alasan tersebut mereka

lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila dalam waktu tertentu

belum ada tanda persalinan, dilakukan induksi persalinan.

Beberapa penatalaksanaan yang dianjurkan antara lain yaitu :

o Rawat rumah sakit.

o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta.

o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik:

Ampisilin 2 gr I.V./6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB I.V./24

jam

Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pasca persalinan.

Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan berikan

metronidazol 500 mg I.V./8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.

o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:

Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, yaitu

ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg/oral 3 kali per

hari selama 7 hari.

Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin.

Berikan betametason 12 mg I.M. dalam 2 dosis/12 jam atau deksametason 6

mg I.M. dalam 4 dosis/6 jam. (Jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi).

Lakukan persalinan pada kehamilan 37 mg.

Jika terdapat his dan darah lendir, kemungkinan terjadi persalinan preterm.

o Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:

Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk

mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan ampisilin 2 gr I.V./6

jam, atau penisilin G 2 juta unit I.V./6 jam sampai persalinan, jika tidak ada

infeksi pasca persalinan hentikan antibiotika.

15

Page 16: Case Report Kpd Rima

Nilai serviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan

oksitosin. Jika belum, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin

atau lahirkan dengan seksio sesarea.

o Jika terdapat infeksi dan umur kehamilan < 37 minggu :

Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah

khorioamnionitis. Induksi dengan oxitocyn harus dilakukan bila serviks telah matang.

Namun biasanya serviks belum matang dan induksi biasanya berakhir dengan seksio.

Oleh karena itu lebih baik dilakukan penatalaksanaan menunggu yang

dikombinasikan dengan terapi antibiotika. Hal tersebut dapat menurunkan angka

mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal dan insiden HMD (Hyalin Membran

Disease). Antibiotika yang dipergunakan Ampicillin sulbactam 2x1,5 gr i.v, per 6

jam.

BERAT BADAN LAHIR RENDAH

1. DEFINISI

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan

lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. dulu bayi baru lahir yang

berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram (≤2500 gram) disebut bayi

prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung

pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu. Untuk mendapat

keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) telah

diusulkan defenisi berikut :

- Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.

- Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai

42 minggu.

-Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.

2. EPIDEMIOLOGI

Angka bayi berat lahir rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di Negara

dengan sosio ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90 kasus

BBLR terjadi di negara berkembang. Di negara berkembang, angka kematian BBLR 

16

Page 17: Case Report Kpd Rima

mencapai 35 kali lebih tinggi di bandingkan bayi dengan berat lahir di atas 2500

gram.

Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya

kenaikan jumlah kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat

mengalami dismaturitas, dan dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara-negara yang

sedang berkembang sekitar 70% bayi BBLR tergolong dismaturitas.

Di Negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-

7%.Di Negara sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang tiga kali lipat. Di

Indonesia, kejadian bayi prematur belum dapat dikemukakan, tetapi angka kejadian

BBLR di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24%.

Angka kematian perinatal di rumah sakit pada tahun yang sama adalah 70%, dan 73%

dari seluruh kematian disebabkan oleh BBLR.

3. ETIOLOGI

A. Faktor ibu

1) Penyakit

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,

preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.

b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,

HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.

c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

2) Ibu

a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun.

b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).

c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

3) Keadaan sosial ekonomi

a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan

keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.

17

Page 18: Case Report Kpd Rima

b) Aktivitas fisik yang berlebihan

c) Perkawinan yang tidak sah

B. Faktor janin

Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi

sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

C. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,

sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.

D. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,

terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

4. PATOFISIOLOGI

Bayi berat lahir rendah dibagi menjadi dua golongan yaitu prematuritas murni

dimana masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badanya sesuai dengan berat

badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut noenatus kurang bulan-sesuai untuk

masa kehamilan (NKB-SMK) dan dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan

kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu yang berarti bayi mengalami

retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa

kehamilannya (KMK).

Penyebab prematuritas antara lain dari faktor ibu yaitu penyakit toksemia

gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis, nefritis akut, diabetes

mellitus, infeksi akut, tindakan operatif, usia dibawah 20 tahun, multigravida yang jarak

antar kelahirannya terlalu dekat, golongan soial-ekonomi rendah maupun bayi yang

lahir dari perkawinan yang tidak sah, sedangkan dari faktor janin adalah hidramnion

dan kehamilan ganda.

Kapasitas vital dan kapasitas residual fungsioonal paru-paru pada dasarny akecil

berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat napas sering

merupakan penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada bayi premature

adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila prematuritas bayilebih

dari dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir selalu inadekuat. Absorpsi

18

Page 19: Case Report Kpd Rima

lemak juga sangat buruk sehingga bayi premature harus menjalani diet rendah lemak.

Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki kesulitan dalam absorpsi kalsium yang tidak

lazim dan oleh karena itu dapat mengalami rikets yang berat sebelum kesulitan tersebut

dikenali. Imaturitas organ lain yang sering menyebabkan kesulitan yang berat pada bayi

premature meliputi system imun yang menyebabkan daya tahan tubuh terhadap infeksi

berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin, serta bayi premature relatif

belum sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap

peradangan masih belum baik sehingga bayi premature beresiko mengalami infeksi,

system integumen dimana jaringan kulit masih tipis dan rawan terjadinya lecet, system

termoregulasi dimana bayi premature belum mampu mempertahankan suhu tubuh yang

normal akibat penguapan yang bertambah karena kurangnya jaringan lemak di bawah

kulit dan pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya sehingga

beresiko mengalami hipotermi atau kehilangan panas dalam tubuh.

5. DIAGNOSIS

Diagnosa BBLR dengan menentukan usia kehamilan berdasarkan

a. Perhitungan HPHT (hari pertama haid terakhir). Untuk perhitungan HPHT harus

ingat betul tanggal dari pertama menstruasi misalnya HPHT nya 1-4-2000, maka

hari persangkaan lahirnya dapat dihitung dengan rumus HPHS : 1-04-2000 +7-

3+1HPLB: 8-01-2001

b. Maturitas fisik dan neurologis bayi paska natal dengan skor Dubowitz, Ballard

maupun simplifed Dubowitz. Baik berdasarkan HPHT maupun skor Dubowitz dan

modifikasinya. jika usia kehamilan kurang dari 37 minggu (< 259 hari) disebut

bayi kurang bulan (BKB).Diagnosis BBLR, apabila BL (berat lahir) < 2500

gram / 2499 gram).

6. PENATALAKSANAAN

Bayi berat bayi lahir rendah biasanya tampak haus dan harus diberikan

makanan dini (early feeding), hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya

hipoglikemia, kadar gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam.

Frekuensi pernafasan terutama dalam 24 jam pertama harus selalu diawasi

untuk mengetahui adanya sindrom aspirasi mekonium atau sindrom gangguan

19

Page 20: Case Report Kpd Rima

pernafasan idiopatik, sebaiknya setiap jam dihitung frekuensi pernafasan lahir dan

bila frekuensi lebih dari 60 x/menit dibuat foto thoraks.

Pencegahan terhadap infeksi sangat penting, karena bayi sangat rentan

terhadap infeksi, yaitu karena pemindahan IgG dari ibu ke janin terganggu.

Temperatur harus diperbaiki, jangan sampai kedinginan karena mudah terjadi

hipotermik, hal ini disebabkan oleh karena luas permukaan tubuh bayi relatif lebih

besar dan jaringan lemak subkutan kurang. Mengingat belum sempurnanya kerja alat-

alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan, perkembangan, dan penyesuaian diri

dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu

lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi

serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

a. Pengaturan Suhu

Untuk mencegah hipotermi, diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk

bayi, bila dirawat dalam inkubator, maka suhunya unuk bayi dengan berat badan

kurang dari 2000 gram adalah 35 C dan untuk bayi dengan berat badan 2000-2500

gram adalah 34 C, agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C.

Kelembaban inkubator berkisar antara 50-60%. Saat ini telah digunakan inkubator

yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor, yang ditempelkan pada kulit bayi.

Kelembaban yang tinggi diperlukan pada bayi dengan sindroma gangguan

pernafasan, suhu inkubator dapat diturunkan 1 C per minggu untuk bayi dengan berat

badan 2000 gram dan secara berangsur-angsur ia dapat diletakkan di dalam tempat

tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 C - 29 C.

Bila inkubator tidak ada, pemanasan dilakukan dengan membungkus bayi dan

meletakkan botol hangat di sekitarnya atau dengan memasang lampu pijar atau

petromaks di dekat tempat tidur bayi. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh

bayi sekitar 36,5C-37,5C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang

diselimuti pada bayi di dalam inkubator, alat ini berguna untuk mengurangi

kehilangan panas karena radiasi.

b. Nutrisi Enteral

Pada bayi prematur reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas

lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang,

20

Page 21: Case Report Kpd Rima

disamping itu kebutuhan protein 3-5 g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar

berat badan bertambah baik.

Pemberian nutrisi enteral dimulai pada bayi dengan berat lebih dari 1500

gram, dan masa gestasi lebih dari 32 minggu serta tidak terdapat distres dimulai saat

berumur 2-4 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada

bayi lebih kecil, walaupun tidak distress, jangan diberikan nutrisi enteral selama 12-

24 jam pertama, lebih baik diberikan infus larutan glukosa 5-10 % sejak lahir dan

diobservasi, bila keadaan bayi stabil maka pemberian nutrisi enteral dapat dimulai.

Syarat lain untuk memulai nutrisi enteral adalah keluarnya mekonium, yang

menunjukkan adanya kontinuitas dan motilitas traktus gastrointestinal.

Masalah yang sering menghambat pemberian nutrisi enteral adalah sindrom

distress pernafasan, sindrom aspirasi, pneumonia, apnea karena prematuritas dan

gagal jantung akibat duktus arteriosus paten

Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan pengisapan cairan

lambung, hal ini perlu untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus dan mencegah

muntah. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dapat menyusu

pada ibunya, bayi dengan berat kurang dari 1500 gram kurang mampu mengisap air

susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari pertama, dalam hal ini bayi diberi

minum melalui sonde lambung (orogastric-intubation). Sesudah 5 hari bayi dicoba

menyusu pada anaknya, bila daya isap cukup baik, maka pemberian air susu ibu

diteruskan. Adakalanya daya isap bayi kecil ini lebih baik dengan dot dibandingkan

dengan puting susu ibu, pada keadaan ini air susu ibu dipompa dan diberikan melalui

botol, cara pemberian melalui susu botol adalah dengan frekuansi pemberian yang

lebih sering dalam jumlah susu yang sedikit. Frekuensi pemberian minum makin

berkurang dengan bertambahnya berat bayi, jumlah cairan yang diberikan pertama

kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12

jam. Penambahan susu tersebut tergantung dari jumlah susu yang tertinggal pada

pemberian minum sebelumnya, untuk mencegah regurgitas (muntah) atau distensi

abdomen. Banyaknya cairan yang diberikan adalah 60 ml/kg/hari, dan setiap hari

dinaikkan sampai 200 ml/kg/hari pada akhir minggu kedua.

Bila air susu ibu tidak ada, susunya dapat diganti dengan susu buatan yang

mengandung lemak yang mudah dicerna bayi (middle chain triglycerides) dan

21

Page 22: Case Report Kpd Rima

mengandung 20 kalori per 30 ml air atu sekurang-kurangnya bayi mendapat 110

kal/kg berat badan perhari.

Kadang-kadang diperlukan pemberian makanan melalui kateter (polietilen)

yang dapat tinggal di lambung selama 4-5 hari tanpa iritasi, kateter no. 8 untuk bayi

kurang dari 1500 gram dan no.10 untuk bayi diatas 1500 gram. Kateter yang telah

dimasukkan ke dalam lambung dihubungkan dengan botol infus yang berisi susu yang

digantungkan setinggi 1 meter dari atas bayi, susu diberikan dengan tetes yang teratur

sebanyak 60 ml/kg berat badan sehari, dan tiap hari dinaikkan sampai 200 ml/kg berat

badan pada akhir minggu kedua. Bila daya isap dan menelan mulai baik, kateter

secara berangsur-angsur dapat diganti dengan pipet, sendok atau botol dengan dot.

c. Kebutuhan Cairan

Kehilangan air insensible secara tidak langsung terkait dengan umur

kehamilan, keadaan lingkungan, dan status penyakit, bayi preterm yang amat imatur

(<1000 gram) memerlukan sebanyak 2-3 mL/kg/jam. Bayi yang premature akan

kehilangan cairan insisible sebesar 0,6 – 0,7 ml/kgBB/jam, bila dirawat dalam

incubator. Jumlah cairan yang dianjurkan pada neonatus yang memerlukan susu botol

atau cairan intravena adalah 60-70 mL/kgBB pada hari pertama dan dinaikkan

sampai 100-120 mL/kgBB pada hari ke-2 dan ke-3, dan pada hari ke 4-5 mencapai

150 ml/kgBB, selanjutnya dapat mencapai 160 - 180ml/kgBB/hari. Bayi lebih

prematur dan kecil dimulai dengan 70-100 mL/kgBB pada hari pertama dan

dilanjutkan sampai 150 mL/kgBB atau lebih pada hari ke-3 dan ke-4.

Penimbangan badan setiap hari, pengeluaran urin, pemeriksaan fisik harus

dipantau secara cermat untuk mendeteksi adanya kelainan status hidrasi.

d. Nutrisi Parenteral Total

Bila pemberian makanan oral untuk masa waktu yang lama tidak

memungkinkan, makanan intravena total dapat memberikan cairan yang cukup,

kalori, asam amino, elektrolit dan vitamin untuk mempertahankan pertumbuhan pada

bayi BBLR.

Tujuan dari pemberian nutrisi parenteral adalah memasukkan kalori

nonprotein yang cukup, sehingga memungkinkan bayi menggunakan sebagian

terbesar proteinnya untuk pertumbuhan. Infus harus mengandung asam amino

22

Page 23: Case Report Kpd Rima

sintetik 2,5-3 g/dL dan glukosa hipertonik pada kisaran antara 10-25 g/dL sebagai

tambahan disamping kuantitas elektrolit, mineral, dan vitamin yang cukup.

Infus awal harian harus memasukkan 10-15 g/kgBB/24 jam glukosa dan

menambah sedikit demi sedikit sampai 25-30 g/kgBB/24 jam, bila hanya glukosa saja

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan penuh nonprotein 100-120 kkal/kgBB/24

jam. Jika yang digunakan vena perifer, dianjurkan untuk mempertahankan kadar

glukosa dibawah 12,5 g/dL. Emulsi lemak intravena seperti 20% intralipid (2,2

kkal/mL) dapat digunakan untuk memberikan kalori tanpa beban osmotik yang nyata,

sehingga dapat mengurangi akan kebutuhan infus dengan kadar glukosa yang lebih

tinggi, melalui vena sentral atau perifer, dan biasanya mencegah perkembangan

defisiensi asam lemak essensial. Intralipid dapat dimulai pada 0,5 g/kgBB/24 jam dan

selanjutnya diberikan sampai 3 g/kgBB/24 jam.

Komplikasi makanan intravena terkait dengan kateter, sepsis adalah masalah

yang paling penting pada infus vena sentral dan dapat diminimalkan dengan

perawatan keteter yang cermat dan prefarat infus aseptic. Komplikasi metabolic

meliputi hiperglikemia yang berasal dari kadar glukosa infus yang tinggi, yang dapat

menyebabkan diuresis osmotic dan dehidrasi, azotemia, hipoglikemia, hiperlipidemia,

hipoksemia.

e. Infeksi

Bayi prematur mudah sekali diserang infeksi, hal ini disebabkan oleh karena

daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup membentuk

antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh

karena itu perlu dilakukan tindakan pencegahan yang dimulai pada masa perinatal,

yaitu dengan memperbaiki keadaan lingkungan, kebersihan makanan, mencegah

terjadinya infeksi silang para dokter, perawat, bidan dan petugas lain.

7. PROGNOSIS

Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi

(makin muda masa gestasi, makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian),

asfiksia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intraventrikuler, infeksi gangguan

metabolik (asidosis, hipoglikemia, hiperbilirubinemia). Asfiksia sendiri merupakan

23

Page 24: Case Report Kpd Rima

komplikasi yang paling serius dari bayi berat lahir rendah, bila tidak segera diatasi

maka prognosis neonatus menjadi buruk.

Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang

tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan, post natal (pengaturan suhu

lingkungan, resusitasi, makanan).

24

Page 25: Case Report Kpd Rima

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien wanita hamil GIPIA0 datang dengan keluhan keluar

cairan berwarna jernih dan encer dari jalan lahir 2 jam sebelum masuk rumah sakit.

pengeluaran cairan tersebut disertai rasa kenceng-kenceng namun tidak terdapat darah

maupun lendir. Sebelum keluar cairan tersebut, pasien belum pernah merasakan

kenceng-kenceng. Keluhan kenceng- kenceng dirasakan pasien dengan frekuensi

jarang dan menjalar hingga punggung.

Dari keluhan diatas dapat disimpulkan bahwa keluhan yang dirasakan pasien

tersebut dikarenakan adanya cairan ketuban yang pecah, dan adanya rasa kenceng-

kenceng yang mengarah pada kontraksi his. Keadaan tersebut merupakan suatu tanda-

tanda terjadinya persalinan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien GIPIA0

mengalami ketuban pecah dini (KPD).

Pasien mengaku sering melakukan antenatal care (ANC) di bidan terdekat

untuk mengetahui kondisi kesehatan ibu dan bayinya. Pasien mengaku jarang

memiliki keluhan selama kehamilan. Dari riwayat pasien sendiri,pasien menstruasi

pertama kali pada usia 14 tahun dengan haid teratur dan haid berlangsung selama 6

hari. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit dahulu maupun riwayat penyakit

keluarga.

Pada pemeriksaan Obstetri didapatkan hasil bahwa, terdapat janin tunggal

intrauterine dimana letak kepala sudah masuk PAP. Untuk tinggi fundus uteri yaitu 4

jari di bawah processus xiphoideus, didapatkan DJJ (+). Untuk his ada namun jarang.

Dari pemeriksaan dalam didapatkan adanya cairan ketuban di vulva dan

vagina, pada portio belum terdapat pembukaan dengan pendataran serviks 0%, dan

bagian terendah janin teraba kepala.

Kembali pada keluhan yang dirasakan pasien yaitu berupa KPD maka harus

segera cepat mendapat penanganan, karena dengan adanya cairan ketuban yang telah

pecah, maka akan membentuk port de entre dari kuman sehingga kuman akan mudah

dan menyebabkan infeksi, sehingga perlu diberikan profilaksis antibiotik. Pada

25

Page 26: Case Report Kpd Rima

tindakan pemeriksaan dalam juga harus berhati-hati dan tidak boleh sering dilakukan

karena akan menambah resiko infeksi.

Untuk penanganan dari KPD sendiri tergantung dari usia kehamilan itu

sendiri, apabila usia kehamilan sudah aterm pasien ini, maka harus dilakukan induksi

persalinan, namun dilihat dahulu dari indikasi dan kontraindikasi dilakukannya

induksi persalinan.

Dilihat terlebih dahulu dari niai bishop skor, apabila pasien sudah memenuhi

nilai > 5 maka induksi persalinan harus segera dilakukan. Jadi, pada pasien ini induksi

persalinan bisa dilakukan sehingga janin bisa dilahirkan dengan spontan melalui

pervaginam.

Bayi lahir spontan dengan jenis kelamin laki-laki dan berat janin 2000gr. Berat

janin tersebut dapat dikatakan sebagai Berat Badan Lahir Rendah karena berat janin

kurang dari normal yaitu <2500gr.

26

Page 27: Case Report Kpd Rima

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH. (ed) “Ketuban Pecah Dini”. Buku

Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta. 2002. hal M112-115

2. Arif M, Kuspuji T, dkk, (ed) “Ketuban Pecah Dini”, Kapita Selekta Kedokteran,

Jilid I, Edisi ke-3, Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001, hal 310-313

3. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam : Perinatologi dan Tumbuh Kembang.

Jakarta : FKUI, 2004;9-11.

4. Asrining Surasmi, Dkk, 2003, Perawatan Bayi Resiko Tinggi, Jakarta: EGC

5. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson

Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8.

6. Bruce Elizabeth.2002. Premature Rupture of Membrane diakses

http://wwwcompletemother.com/prom.html.

7. Cunningham,F.G., Gant,N,M.,Leveno,K.J.,Gilstrap,L.C., Hauth,J.C.,

Wenstrom,K.D. 2013. Obstetri William. Edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

8. Elder, M.G, et al. “Preterm Premature Rupture of Membranes”, Preterm Labor, 1 st

ed, Churchill Livingstone Inc. New York, 1997, hal 153-164

9. Gomella, TL, Cunningham MD. Management of the Extremely Low Birth Infant

During the First Weekof Life. In : Lange Neonatology; 5 th ed. NewYork :

Medical Publishing Division, 2002; 120-31.

10. Ketuban Pecah Dini dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. 2002. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo Bekerjasama

dengan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi-POGI. Jakarta.

11. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Obstetri Fisiologi, Obstetri

Patologi. Jakarta : EGC

12. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: FKUI

13. Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. (2010). BBLR : Berat Badan Lahir

Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.

14. Saiffudin, A.B,. 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat

Cetakan ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

27

Page 28: Case Report Kpd Rima

15. Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu

Kebidanan; edisi ke-3. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

2002;771-83.

28