Case Report Hipoglikemi
-
Upload
vincent-rooroh -
Category
Documents
-
view
46 -
download
7
description
Transcript of Case Report Hipoglikemi
Laporan Kasus
Kasus : Komplikasi Hipoglikemia pada Diabetes Melitus tipe IITanggal (Kasus) :04 April 2015 Presenter : Dr. Prisillia Monica MottohTanggal Presentasi: 2015 Pendamping :Dr. Lucky Dalos, M.MkesTempat Presentasi : Objektif Presentasi : Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus
Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :Tujuan :Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi
Pos
Data Pasien :
Nama :Tn. FS/♂/74th tahun
No. Reg : 061880
Nama RSUD Noongan Telp : Terdaftar sejak :04 April 2015Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis: Hipoglikemia pada DM tipe II
2. Riwayat Pengobatan :-3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien Laki-laki, 74 tahun, dibawa ke IGD RSUD Noongan dengan keluhan tidak sadar sejak ± 3 jam SMRS. Awalnya menurut keluarga pasien, pasien mengeluhkan badan terasa lemas, pandangan berkunang kunang dan mengantuk, kemudian tidak berapa lama pasien sulit diajak bicara, mulai menggigil dan berkeringat. Menurut keluarga pasien, pasien tidak mengeluhkan mual dan muntah, nyeri dada, dan sesak napas. Pasien memiliki riwayat penyakit DM tipe II. Pasien rutin mengkonsumsi obat glibenklamid. Dalam 1 minggu terakhir napsu makan pasien berkurang, tetapi pasien mengkomsumsi obat anti diabetes yang diminum 1 kali di pagi hari. BAB dan BAK biasa.
4. Riwayat Keluarga :Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
5. Riwayat Pekerjaan : Os sudah tidak bekerja (pensiunan)
Daftar Pustaka:
1. Cryer. 2001. Hypoglycemia, in: Harrison’s Principal Internal Medicine 15th
edition. New York: McGraw-Hill
2. Gustaviani Reno. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus, dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1857-9.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002. Konsensus Pengelelolaan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta: hal 1-19
4. Purnamasari D, Arsana PM. 2012. Hipoglikemia dan Hiperglikemia, dalam:
EIMED PAPDI. Interna Publishing. Jakarta: Hal 309.
5. Setyohadi. 2012. Hipoglikemia dan Hiperglikemia, dalam: EIMED PAPDI.
Interna Publishing. Jakarta: Hal 309-317.
6. Soegondo S. 2006. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes
Mellitus Tipe 2, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th . Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: Hal 1860-3.
7. Suyono S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, dalam: Ilmu
Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: Hal 7-14
8. Waspadji S. 2007. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya,
Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: Hal. 1884.
Hasil Pembelajaran1. Mengetahui gejala klinis Hipoglikemia2. Menegakkan diagnosis Hipoglikemia3. Melakukan penatalaksanaan yang tepat pada Hipoglikemia
1. SUBJEKTIF :
Pasien tidak sadar sejak ± 3 jam SMRS. Awalnya menurut keluarga pasien, pasien
mengeluh badan terasa lemas, pandangan berkunang kunang dan mengantuk,
kemudian tidak berapa lama pasien sulit diajak bicara, mulai menggigil dan
berkeringat. Menurut keluarga pasien, pasien tidak mengeluhkan mual dan
muntah, nyeri dada, dan sesak napas. Dalam 1 minggu terakhir napsu makan
pasien berkurang. Pasien mengkomsumsi obat anti diabetes yang diminum 1 kali
di pagi hari. Dari hal tersebut perlu dipikirkan sebagai suatu keadaan hipoglikemia
yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus yang mendapat pengobatan
sulfonylurea (glibenklamid).
o OBJEKTIF :
o Keadaan UmumKeadaan Umum : tampak sakit Kesadaran : E2 V1 M1Pernafasan :20 x/menit, regularTekanan Darah : 130/74mmHgNadi :71 x/menit, regular, isi cukupTemperatur : 36,5°CBB : 83 kgTinggi Badan : 163 cmStatus Gizi : Overweight
o Keadaan Spesifik
o Kepala : Normosefalik, tidak ada deformitas
o Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-)
o Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran
o Dada : Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
o Paru : Suara penapasan Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
o Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
o Perut : Lemas, datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hati dan
limpa tidak teraba besar
o Ginjal : Nyeri ketok CVA (-), Ballotement (-)
o Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-)/(-)
o Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (4 April 2015)
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Haemoglobin 13,6 gr/dl 13 - 16 gr/dl
Leukosit 7,4 x 103 /ul 4-10.103/ul
Trombosit 220 x 103 / ul 150-300.103/ul
Hematokrit 45 % 45-55%
Kreatinin Darah 0,9 0,6-1,1 mg/dl
Ureum darah - 20-45 mg/dl
GDS 26 100-140 mg/dl
Granulosit 63,7 50-70%
Asam Urat - 3,4-7,0 mg/dl
Kolesterol - <200 mg/dl
o DIAGNOSA SEMENTARA
Penurunan kesadaran ec Hipoglikemi + DM tipe II + General weakness ec
susp elektrolit imbalance
o PENATALAKSANAAN
o Istirahat/ bed rest
o O2 2-4 L/m
o IVFD Dextrose 10% 14gtt/m
o Bolus D40% 2 Flacon (iv), pantau GDS setiap 30 mnt, bila GDS <100
mg/dl ulangi inj D40% 1 flakon
o Ranitin inj 2x1 (iv)
o Obat DM stop
o Diet DM
o Rawat IMC
o SARAN PEMERIKSAAN
- Periksa Lab: Na, K, Cl, Ur, Cr, SGOT, SGPT, Asam urat, Kolesterol
- X-foto torax AP/Lat
- EKG
o FOLOW UP
04 April 2015 (Visite bersama Dr Spesialis Penyakit Dalam)
S: Lemah badan
O: Kesadaran: compos mentis
TD: 120/80 mmHg N: 100x/m RR: 28x/m Sb:36,7 0C
Kepala: Mata: konj palp inf pucat (-/-), skl ikt (-/-)
Thorax: Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
Pemeriksaan Penunjang:
A: Hipoglikemi + DM Tipe II
P:
o IVFD Dextrose 5% 20 gtt/m
o Bolus D40% 1 Flacon (iv), pantau GDS setiap 60 mnt, bila GDS <100
mg/dl ulangi inj D40% 1 flakon
o Ranitin inj 2x1 (iv)
05 April 2015
S: (-)
O: Kesadaran: compos mentis
TD: 120/70 mmHg N: 100x/m RR: 28x/m Sb:36,5 0C
Kepala: Mata: konj palp inf pucat (-/-), skl ikt (-/-)
Thorax: Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
Pemeriksaan Penunjang:
A: Hipoglikemi + DM Tipe II
P: Pindah ruangan
o IVFD Dextrose 5% 20 gtt/m
o Bolus D40% 1 Flacon (iv), pantau GDS setiap 60 mnt, bila GDS <100
mg/dl ulangi inj D40% 1 flakon
o Ranitin inj 2x1 (iv)
06 April 2015
S: (-)
O: Kesadaran: compos mentis
TD: 110/70 mmHg N: 100x/m RR: 28x/m Sb:36 0C
Kepala: Mata: konj palp inf pucat (-/-), skl ikt (-/-)
Thorax: Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
Pemeriksaan Penunjang:
A: Hipoglikemi + DM Tipe II
P:
o IVFD Dextrose 5% 20 gtt/m
o Ranitin inj 2x1 (iv)
2. ASSESMENT :
HIPOGLIKEMIA
I. DEFINISI
Hipoglikemia merupakan kumpulan gejala klinis yang disebabkan
konsentrasi glukosa darah yang rendah. Hipoglikemia secara harafiah berarti
konsentrasi glukosa darah dibawah normal. Batas konsentrasi glukosa darah
untuk mendiagnosis hipoglikemia tidak sama untuk setiap orang. Sehingga
untuk mendiagnosis hipoglikemia kita menggunakan Triad Whipple, yang
terdiri dari gejala-gejala hipoglikemia (tabel 1), konsentrasi glukosa plasma
yang rendah, dan hilangnya gejala hipoglikemia setelah konsentrasi glukosa
plasma meningkat (Tomky, 2005).
Tabel 1. Tanda dan gejala umum hipoglikemia
Gejala adrenergic Tanda neuroglikopenik
Pucat
Keringat dingin
Takikardi
Gemetaran
Lapar
Cemas
Gelisah
Sakit kepala
Mengantuk
Bingung
Bicara tidak jelas
Perubahan sikap perilaku
Lemah yang berat
Disorientasi
Penurunan kesadaran
Kejang
Mata sembab
Penurunan respons terhadap stimulus
berbahaya
II. KLASIFIKASI
Hipoglikemia dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat
(Setyohadi et al, 2012).
Tabel 2. Klasifikasi Hipoglikemia
Klasifikasi Tanda dan gejala
Ringan
Sedang
Berat
Simptomatik, dapat diatasi sendiri,
tidak ada gangguan aktivitas sehari-
hari yang nyata.
Simptomatik, dapat diatasi sendiri,
menimbulkan gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata.
Sering (tidak selalu) simptomatik,
karena gangguan kognitif pasien tidak
dapat mengatasi sendiri.
Membutuhkan pihak ketiga tetapi
tidak memerlukan terapi parenteral.
Membutuhkan terapi parenteral
(glukagen, intramuscular atau
glucagon intravena).
Disertai dengan koma atau kejang.
Batasan hipoglikemia menurut Tjokropawiro et al (2007):
1. Hipoglikemia = Hipoglikemia Murni = True Hypoglycemia: gejala
hipoglikemia apabila glukosa darah kurang dari 60 mg/dl.
2. Reaksi Hipoglikemia = Hypoglycemic Reaction: gejala hipoglikemia
apabila glukosa darah turun mendadak, misalnya dari 400 mg/dl 150
mg/dl, meskipun glukosa darah masih 100 mg/dl.
3. Koma Hipoglikemik: koma akibat glukosa darah turun sampai dibawah
30 mg/dl.
4. Hipoglikemia Reaktif = Reactive Hypoglycemia: gejala hipoglikemia
yang terjadi 3-5 jam sesudah makan. Biasanya pada anggota keluarga DM
atau orang yang mempunyai bakat DM.
III. ETIOLOGI
Hipoglikemia umum terjadi pada pasien DM yang sedang
mengkonsumsi obat anti diabetes (OAD) atau insulin. Selain itu, hipoglikemia
juga disebabkan oleh beberapa penyakit seperti insulinoma, penyakit kritis
disertai gagal organ, sepsis, defisiensi hormone, penyakit metabolic turunan
dan operasi prior gastric (Setyohadi et al, 2012).
Tabel 3. Etiologi hipoglikemia dibagi berdasarkan penyebab hipoglikemia puasa dan
hipoglikemia reaktif
Hipoglikemia puasa (pasca absorbs)
Obat-obatan
Paling sering: insulin, sulfonylurea, etanol
Kadang-kadang: golongan quinine, pentamidine
Jarang: salisilat, sulfonamide, dan lain-lain
Keadaan sakit berat
Gagal hati, ginjal, atau jantung
Sepsis
Koma
Defisiensi hormone
Kortisol, growth hormone, atau keduanya
Glucagon dan epinefrin (pada diabetes dengan defisiensi insulin)
Tumor non sel-
Hiperinsulin endogen
Insulinoma
Penyakit sel lainnya
Insulin secretagogue (sulfonylurea dan lainnya)
Autoimun (autoantibody pada insulin atau pada insulin reseptor)
Sekresi insulin ektopik
Penyakit pada neonates dan balita
Transient intolerance of fasting
Hiperinsulin congenital
Defisiensi enzim turunan
Hipoglikemia reaktif (postprandial)
Alimentary (postgatrektomi)
Noninsulinoma pancreatogenous hypoglycemia syndrome
Tanpa riwayat operasi sebelumnya
Setelah operasi Roux-en-Y-gastric bypass
Penyebab lain dari hiperinsulin endogen
Intoleransi fruktosa bawaan, galaktosemia
Idiopatik
IV. PATOFISIOLOGI
Glukosa merupakan bahan bakar metabolism yang utama untuk otak.
Selain itu otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan
cadangan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit.
Oleh karena itu, fungsi otak yang normal sangat tergantung pada konsentrasi
asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung
lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat,
gangguan kognisi dan koma (Purnamasari and Arsana, 2012).
Konsentrasi glukosa plasma normalnya dipertahankan pada batas
normal, sekitar 70-110 mg/Dl (3,9-6,1 mmol/L) pada saat puasa disertai
adanya perubahan sesaat yang mencolok sesaat setelah makan, ataupun
peningkatan yang bervariasi pada saat mendapatkan glukosa eksogen (dari
makanan) disertai dengan produksi glukosa endogen (saat olahraga). Diantara
waktu makan dan saat puasa, konsentrasi glukosa plasma dipertahankan tubuh
dengan cara produksi glukosa endogen, glikogenolisis hepatic, dan
glukoneogenesis hepatic (dan renal). Cadangan glikogen hepatic dapat
menjaga konsentrasi glukosa plasma dalam batas normal selama kurang lebih
8 jam, tetapi pada beberapa keadaan seperti olahraga (dimana glukosa yang
dipakai bertambah banyak) atau pada saat cadangan glikogen terbatas
(contohnya pada saat sakit atau puasa) cadangan glikogen tersebut hanya dapat
bertahan beberapa saat (Purnamasari and Arsana, 2012).
Penurunan konsentrasi glukosa plasma akan memicu respon tubuh
yaitu penurunan konsentrasi insulin secara fisiologis seiring dengan turunnya
konsentrasi glukosa plasma yang masih dalam batas fisiologis, peningkatan
konsentrasi glucagon dan epinefrin sebagai respon neuroendokrin pada
konsentrasi glukosa plasma sedikit bawah batas normal, dan timbulnya gejala
neurogenik (autonom) dan penurunan kesadaran pada konsentrasi glukosa
darah dibawah batas normal. Batas konsentrasi glukosa plasma yang dimaksud
yaitu konsentrasi glukosa plasma pada rata-rata orang sehat. Konsentrasi
glukosa plasma yang masih dapat diterima tubuh sangat bervariasi.
Konsentrasi glukosa plasma normal pada subjek DM dengan glukosa darah
yang tidak terkontrol akan lebih tinggi daripada subjek DM yang kadar
glukosanya terkontrol baik dan orang sehat. Sedangkan pada orang yang
sering mengalami episode hipoglikemia berulang, konsentrasi glukosa plasma
normal akan lebih rendah daripada orang sehat (Purnamasari and Arsana,
2012).
Konsentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan sistem hormonal,
persarafan, dan pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan
glukosa oleh organ perifer. Insulin memegang peranan yang utama dalam
pengaturan konsentrasi glukosa darah. Saat puasa konsentrasi glukosa darah
turun secara fisiologis dan sekresi insulin oleh sel pankreasikut menurun.
Hal ini akan meningkatkan glikogenolisis hepatic dan glukoneogenesis hepatic
(dan renal). Konsentrasi insulin yang rendah juga mengurangi penggunaan
glukosa pada jaringan perifer, merangsang lipolisis dan proteolisis, serta
melepaskan prekusor glukoneogenik. Oleh karena itu pengurangan sekresi
insulin merupakan mekanisme kontraregulasi yang pertama untuk
menaggulangi hipoglikemia (Purnamasari and Arsana, 2012).
Apabila konsentrasi glukosa darah menurun melewati batas bawah
konsentrasi normal, hormone-hormon kontraregulasi akan dilepaskan. Dalam
hal ini, glucagon yang diproduksi oleh sel pankreas berperanan penting
sebagai pertahanan utama terahadap hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin,
kortisol dan hormone pertumbuhan juga berperan meningkatkan produksi dan
mengurangi penggunaan glukosa. Glucagon dan epinefrin merupakan dua
hormone yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glucagon hanya
bekerja di hati. glucagon mula-mula menungkatkan glikogenolisis dan
kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan
glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta
glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino
(alanin dan aspartat) merupakan bahan baku (precursor) glukoneogenesis hati.
Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan
tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Kortisol dan growth
hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan
cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta
meningkatkan glukoneogenesis (Purnamasari and Arsana, 2012).
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respons simpatoadrenal
yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respons
epinefrin terhadap rangsang yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya
normal. Seperti pada gangguan respons glucagon, kelainan tersebut
merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif (Purnamasari and
Arsana, 2012).
Pasien diabetes dengan respon glucagon dan epinefrin yang berkurang
paling rentan terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia
yang tidak disadari karena hilangnya mekanisme kontraregulator dan
gangguan respons simpatoadrenal (Cryer, 2001).
II. II. V. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitung sementara
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
4. Stadium gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang
Diabetes dgn defisiensi insulin (Pemberian insulin yg adekuat)
(Tdk ada insulin, tdk ada glukosa)
Berkurangnya respons simpatoadrenal terhadap hipoglikemia
Hipoglikemi
Tidur Olahraga
Berkurangnya respons simpatis
Berkurangnya respons epinefrin
Hypoglycemia unawarenes
Tidak ada efeknya mekanisme kontraregulator
Hipoglikemia berulang
(Setyohadi et al, 2012).
II. II. VI. DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
a. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis
terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.
b. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi.
c. Riwayat jenis pengobatan dan sebelumnya.
d. Lama menderita DM, komplikasi DM Penyakit penyerta: ginjal, hati,
dll.
e. Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergic , dll.
2. Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut
jantung, penurunan kesadaran, deficit neurologic fokal transien.
3. Pemeriksaan penunjang:
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, c-peptide.
Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum:
a. Gejala konsisten dengan hipoglikemia
b. Kadar glukosa plasma rendah
c. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat (Setyohadi et
al, 2012).
II. II. VII. TERAPI
1. Non-Farmakologik
Penatalaksanaan utama pada hipoglikemia adalah mengatasi
hipoglikemia dan mencari penyebabnya, penilaian keadaan pasien
yang meliputi keadaan umum pasien, tingkat kesadaran, tanda vital
(tekanan darah, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi, dan suhu),
pengukuran konsentrasi glukosa darah, pemasangan jalur intravena,
riwayat penggunaan insulin dan obat antidiabetik oral (waktu dan
jumlah yang diberikan) dan penilaian riwayat nutrisi yang diberikan
kepada pasien serta tatalaksana sesuai dengan alur pengelolaan
hipoglikemi harus segera dilakukan. Terapi insulin atau obat
antidiabetik lainnya yang menyebabkan hipoglikemia segera
dihentikan.
Jika pasien masih sadar dapat diterapi menggunakan sumber
karbohidrat oral, pilihlah jenis terapi yang tepat, atau menggunakan
terapi yang paling sederhana yaitu menggunakan larutan glukosa
murni 20-30 gram. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan
keadaan tidak terlalu gawat, pemberian made atau gel glukosa lewat
mukosa rongga mulut (buccal) dapat dicoba (Waspadji, 2002).
2. Farmakologik
Jika pasien tidak sadar atau tidak dapat mengkonsumsi apapun
melalui oral (nil per os-NPO), jalur intravena harus terpasang.
Pemberian 50 cc dekstrosa 40% secara bolus merupakan terapi awal
yang dianjurkan. Terapi ini diteruskan setiap 10-20 menit jika pasien
belum sadar sampai pasien sadar. Selain itu diberikan cairan dekstrosa
10% per infuse 6 jam per kolf untuk mempertahankan glukosa darah
dalam nilai normal atau di atas normal disertai pemantauan glukosa
darah. Apabila pasien tetap tidak sadar tetapi glukosa sudah dalam
batas normal, maka dilakukan pemberian hidrokortison 100 mg per 4
jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv bolus, dilanjutkan 2
mg tiap 6 jam dan manitol iv 1,5-2 g/kgBB setiap 6-8 jam. Selanjutnya
cari penyebab lain dari hipoglikemia. Untuk menghindari hipoglikemia
berulang, setiap selesai menatalaksana pasien DM dengan
hipoglikemia, perlu dilakukan pencarian penyebab timbulnya
hipoglikemia, atasi penyebab tersebut, dan jika terdapat indikasi, dapat
dilakukan evaluasi dosis dan waktu pemberian insulin atau obat
antidiabetik oral. Selain itu perlu diperhatikan jumlah dan waktu
pemberian nutrisi dan olahraga pada pasien (Waspadji, 2002).