Case Report Anastesi

28
BAB I PENDAHULUAN Appendisitis merupakan kasus nyeri perut yang sering terjadi dan membutuhkan pengobatan operasi pada anak-anak dan dewasa di bawah umur 50 tahun, dengan puncak kejadian pada usia dekade kedua dan ketiga yaitu usia 10-20 tahun. Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Kejadian ini mungkin disebabkan akibat perubahan pola makan di Negara berkembang yang banyak mengonsumsi makanan berserat. Di Amerika Serikat, jumlah kasus apendisitis dilaporkan oleh lebih dari 40.000 rumah sakit tiap tahunnya. Laki-laki memiliki rasio tinggi terjadi apendisitis, dengan rasio laki-laki:perempuan yaitu 1,4:1, dengan resiko seumur hidup apendisitis yaitu pada laki-laki 8.6% dan 6.7% pada perempuan 1 . Di Indonesia, insiden apendisitis akut jarang dilaporkan. Insidens apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus. Pada tahun 2008, insiden apendisitis mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi ‘junk food’ daripada makanan berserat. Apendisitis akut yang merupakan keadaan akut abdomen maka diperlukan tindakan yang segera maka kecepatan diagnosis sangat diperlukan. Diagnosis dapat 1

description

asddd

Transcript of Case Report Anastesi

Page 1: Case Report Anastesi

BAB I

PENDAHULUAN

Appendisitis merupakan kasus nyeri perut yang sering terjadi dan

membutuhkan pengobatan operasi pada anak-anak dan dewasa di bawah umur 50

tahun, dengan puncak kejadian pada usia dekade kedua dan ketiga yaitu usia 10-

20 tahun. Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang.

Kejadian ini mungkin disebabkan akibat perubahan pola makan di Negara

berkembang yang banyak mengonsumsi makanan berserat. Di Amerika Serikat,

jumlah kasus apendisitis dilaporkan oleh lebih dari 40.000 rumah sakit tiap

tahunnya. Laki-laki memiliki rasio tinggi terjadi apendisitis, dengan rasio laki-

laki:perempuan yaitu 1,4:1, dengan resiko seumur hidup apendisitis yaitu pada

laki-laki 8.6% dan 6.7% pada perempuan1.

Di Indonesia, insiden apendisitis akut jarang dilaporkan. Insidens

apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218

dari keseluruhan 460 kasus. Pada tahun 2008, insiden apendisitis mengalami

peningkatan. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi ‘junk food’

daripada makanan berserat.

Apendisitis akut yang merupakan keadaan akut abdomen maka diperlukan

tindakan yang segera maka kecepatan diagnosis sangat diperlukan. Diagnosis

dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan

laboratorium, USG, laparoskopi, dan CT scan. Tingkat akurasi diagnosis

apendisitis akut berkisar 76-92%

1

Page 2: Case Report Anastesi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Definisi regional

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara

tanpa menghilangkan kesadaran pasien.2

2.1.2 Pembagian anestesi regional1

1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan

kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok

lapangan, dan analgesia regional intravena.

2.1.3 Anestesi spinal

Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang

subarachnoid.2

Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus

kutis, subkutis, Lig. Supraspinosum, Lig. Interspinosum, Lig. Flavum, ruang

epidural, durameter, ruang subarachnoid.2

2.1.4 Keuntungan dan Kerugian2

Keuntungan

1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih

murah

2

Page 3: Case Report Anastesi

2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung

penuh) karena penderita sadar

3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi

4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi

5. Perawatan post operasi lebih ringan

Kerugian

1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional

2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif

3. Sulit diterapkan pada anak-anak

4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional

5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional

2.1.5 Indikasi dan kontraindikasi2

Indikasi

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum perineum

4. Bedah obstetrik-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan

dengan anestesi umum ringan

Kontra indikasi absolut:

1. Pasien menolak

2. Infeksi pada tempat suntikan

3. Hipovolemia berat, syok

4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

5. Tekanan intrakranial meningkat

6. Fasilitas resusitasi minim

7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

3

Page 4: Case Report Anastesi

Kontra indikasi relatif:

1. Infeksi sistemik

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologis

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan

8. Nyeri punggung kronik

2.1.6 Obat-obatan2

1. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine memiliki

durasi kerja 2-3 jam

2. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan durasi

45-90 minutes. Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan

memperpanjang durasi kerja.

3. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5%

hyperbaric (heavy) sama dengan bupivacaine.

4. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol,

Anethaine, Dikain).

5. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbaric

(heavy) sama dengan lignocaine.

2.1.7 Teknik anestesi2

Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral

dekubitus dengan tusukan pada garis tengah (median) atau paramedian. Tempat

penyuntikan pada perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista

illiaka dengan tulang punggung, ialah L4 atau L4-5. Setelah dilakukan tindakan

asepsis dilakukan tusukan (median atau paramedian). Tusukan introducer sedalam

kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal

berikut mandrinnya ke lubang tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum spinal

sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit, lemak subkutan, ligamentum

interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, dura, ruang subarachnoid.

4

Page 5: Case Report Anastesi

Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor,

pasang semprit berisi obat dan obat dimasukkan pelan-pelan (0.5ml/detik)

diselingi aspirasi sedikit.2

2.1.8 Komplikasi2

1. Hipotensi berat

Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan

memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum

tindakan.

2. Bradikardia

Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai

T-2

3. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

4. Trauma pembuluh saraf

5. Trauma saraf

6. Mual-muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan:

1. Nyeri tempat suntikan

2. Nyeri punggung

3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4. Retensio urine

5. Meningitis

5

Page 6: Case Report Anastesi

2.2 Appendisitis

2.2.1. Definisi 3

Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira

10cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ilosekal

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering.

2.2.2Klasifikasi Appendisitis4

Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,

yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu

sudah bertumpuk nanah Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis

atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis

obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

2.2.3Etiologi 3

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang

diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,

tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab

lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks

karena parasit seperti E. Histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi

akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut .

2.2.4 Patofisiologi4

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat

dalam makanan yang rendah

6

Page 7: Case Report Anastesi

Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi

mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan

muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada

permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang

bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam

lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai

apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi

nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga

peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan

terjadi.

2.2.5 Gambaran Klinis 3

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah

nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah

epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada

muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan

berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam

dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang

tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi.

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung

oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda

rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul

pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat

menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

7

Page 8: Case Report Anastesi

berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.

2.2.6 Diagnosis3

Menurut Kartono (1995), massa apendiks dengan proses radang aktif

ditandai dengan:

1. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas

terdapat tanda-tanda peritonitis;

3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat

pergeseran ke kiri.

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti massa yang nyeri di regio

iliaka kanan dan demam, mengarahkan diagnosis pada massa atau abses

apendikuler. Diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun

penunjang. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding laki-

laki. Hal ini terjadi karena perempuan, terutama yang masih muda, sering

mengalami gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan dapat berasal dari

genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis atau penyakit.

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis yang meragukan dilanjutkan

dengan observasi penderita di rumah sakit, dengan pengamatan setiap 1-2 jam

Pemeriksaan Fisik3

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih

tinggi, mungkin sudah terjadi perforata. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan

rektal sampai 1°C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.

Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforata.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya

penonjolan di perut kanan bawah

Apendisitis yang tidak terobati berlanjut dengan perforata dalam 48-72

jam; karenanya, lamanya gejalanya sangat penting dalam mengintepretasi tanda

fisik dalam menentukan strategi pengobatan

8

Page 9: Case Report Anastesi

Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi tingkah laku anak dan

keadaan perutnya. Anak dengan apendisitis sering bergerak perlahan dan terbatas,

membungkuk kedepan, dan sering dengan sedikit pincang. Anak tersebut akan

memegang kuadran kanan bawah dengan tangan dan enggan untuk naik ke meja

periksa. Apendisitis dini perut rata. Perubahan warna dan bekas luka memar harus

dipikirkan trauma perut. Perut kembung menunjukkan suatu komplikasi seperti

perforata atau obstruksi. Auskultasi bisa menunjukkan suara usus normal atau

hiperaktif pada apendisitis dini diganti dengan suara usus hipoaktif ketika

menjelek menjadi perforata

Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut setelah pelaporan dan

dibantu dengan selingan pembicaraan atau bantuan orangtua. Kuadran kanan

bawah (titik Mcburney) harus dipalpasi terakhir setelah pemeriksa telah

mempunyai kesempatan mempertimbangkan respons terhadap pemeriksaan

kuadran yang seharusnya tidak nyeri. Titik Mcburney adalah perpotongan lateral

dan duapertiga dari garis ysng menghubungkan spina iliaka superior anterior

kanan dan umbilikus. Tanda fisik yang paling penting pada apendisitis adalah

nyeri tekan menetap pada saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus. Jika anak

takut atau agitasi saat pemeriksaan sebelumnya, maka otot perut mungkin tegang

keseluruhan, membuat interpretasi temuan ini tidak dimungkinkan

Pemeriksaan nyeri lepas harus dikerjakan dengan hati-hati supaya

bermakna. Palpasi perut yang dalam dan kemudian dilepaskan dengan tiba-tiba

akan menyebabkan nyeri dan rasa takut pada semua anak dan hal ini tidak

dianjurkan. Perkusi jari dengan lembut pada semua kuadran merupakan

pemeriksaan yang lebih baik dari iritasi peritoneum berulang pada semua

kelompok umur tetapi terutama pada anak yang takut.

Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan

colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari

telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika

9

Page 10: Case Report Anastesi

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada

anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas

dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila

apendiks yang meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang

meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul

kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,

pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada apendisitis

sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforata. Tidak

adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit

terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau

terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang

menempel pada ureter atau vesika.

2.2.6 Pengobatan 3

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah

meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi

appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai

6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi

dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan

umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi

pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas

daerah apendiks

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman

gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik

perlu dilakukan sebelum pembedahan

10

Page 11: Case Report Anastesi

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah

laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang

dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan

appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih

lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut

diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter

sehingga secara kosmetik lebih baik

11

Page 12: Case Report Anastesi

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. B

Umur : 25 tahun

Berat badan : 60 Kg

Tinggi badan : 160 cm

Jenis kelamin : laki- laki

Alamat : jln s.s mangaraja

Agama : Islam

Pekerjaan : wirasuasta

Pendidikan : SMA

Tanggal masuk RS : 5- 08- 2015

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

2. Riwayat penyakit sekarang

Nyeri perut dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan hilang timbul namun

tidak mengganggu aktifitas. Nyeri tersebut memberat sejak 2 minggu yang lalu

nyeri dirasakan secara tiba-tiba tanpa ada faktor yang mendahului, nyeri yang

dirasakan tidak membaik dengan perubahan posisi, selain itu pasien juga

mengeluhkan mual namun tidak sampai muntah, demam dirasakan 2 minggu yang

lalu namun setelah minum obat demam hilang, batuk tidak ada, pilek tidak ada,

sesak tidak ada BAK dan BAB dalam batas normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

- Riwayat penyakit DM : disangkal

- Riwayat penyakit alergi obat dan makanan : disangkal

- Riwayat penyakit asma : disangkal

- Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

12

Page 13: Case Report Anastesi

4. Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

- Riwayat penyakit DM : disangkal

- Riwayat penyakit alergi : disangkal

- Riwayat penyakit asma : disangkal

5. Pemeriksaan fisik

a. Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign

- Tekanan darah : 120/70 mmHg

- Respirasi : 20 kali/menit

- Nadi : 82 /menit

- Suhu : 36,7C

Kepala

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera iktenk -/-

Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)

Mulut : Bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran

tonsil (-)

Gigi : Gigi palsu (-)

Telinga : Discharge (-), deformitas (-)

Leher : Pembesaran tiroid dan limfe (-), JVP tidak

meningkat

Thorax

Paru :

Inspeksi : Bentuk dada normal, gerakan dada simetris kanan-kiri,

retraksi dinding dada (-)

Palpasi : vokal fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

13

Page 14: Case Report Anastesi

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba

Perkusi : batas jantung kanan di RIC 4 linea parasternalis

dextra, batas jantung kiri di RIC 4 linea midclavicularis sinistra.

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

i :Dinding perut = dinding dada, distended (-) scar (-)

P : Supel, Nyeri tekan (+) pada perut kanan bawah (McBurney Sign

(+)),defans muskuler (-)

P : Timpani (+)

A : Peristaltik (+) normal

Extremitas : akral hangat, CRT < 2detik, edema tungkai (-/-)

Vertebra : Tidak ada kelainan

6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah lengkap :

Hb : 13,3 g/dl

Leukosit : 7,2 ul

Ht : 40,4 %

Trombosit : 290.000/ul

Urin rutin

Warna :kuning

PH : 5

Leukosit : -

Nitrit : -

Protein : -

Glukosa : -

Bilirubin : -

Urobilinogen : -

Eritrosit : -

14

Page 15: Case Report Anastesi

Keton :

Fungsi hati

SGOT : 28

7. DIAGNOSIS KLINIS

Diagnosis pre operasi:

Appendisitis

Diagnosis post operasi:

Post Appendiktomi

8. STATUS ANASTESI

ASA II (Pasien dengan gangguan sistemik ringan dan sedang)

9. TINDAKAN

Dilakukan : Appendiktomi

Tanggal : 5-8-2015

10. LAPORAN ANESTESI

a. Persiapan Anestesi

- Informed concent

- Puasa

Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi

lambung karena regurgitasi. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam

sebelum operasi

- Pemasangan IV line

Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter

ukuran 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih

ukuran yang paling maksimal bisa dipasang.

- Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi

O2

b. Penatalaksanaan Anestesi

Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA) spinal anestesi

- Premedikasi :

- Ondansetron IV 4 mg

- Midazolam IV 2 mg

15

Page 16: Case Report Anastesi

Medikasi intra operatif:

- Bupivacain spinal IV 2,5 cc (12,5 mg)

Medikasi post operatif:

- Ketorolac 30 mg

- Tramadol 200 mg

- Teknik anestesi :

- Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk, dilakukan

desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 4-5.

Dilakukan Sub arakhnoid blok dengan jarum spinal no. 25 pada regio

vertebra lumbal 4-5 dengan tusukan paramedian.

- LCS keluar (+) jernih

Respirasi : Spontan

Posisi : Supine

Jumlah cairan yang masuk :

Kristaloid = 2000 cc

Pemantauan selama anestesi :

Mulai anestesi : 13.15 WIB

Mulai operasi : 13.25 WIB

Selesai operasi : 14.25 WIB

Tekanan darah dan frekuensi nadi :

Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

13.25 120 / 50 90

13.40 109 / 52 100

13.55 110/ 70 98

14.10 118/ 70 88

14.25 130 / 70 78

11. PROGNOSA

Dubia ad bonam

16

Page 17: Case Report Anastesi

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pre Operatif

Persiapan anestesi dan pembedahan harus lengkap karena dalam

pemberian anastesi dan operasi selalu ada resiko. Persiapan yang dilakukan

meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat

anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi :

1. informasi penyakit

2. anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit

3. riwayat alergi, riwayat sesak napas dan asthma, riwayat trauma, dan

riwayat operasi sebelumnya.

4. makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena

regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)

5. Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent,

suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri

dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi,

sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai

risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah

dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam

klasifikasi ASA II

4.2 Intra operatif

1. Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal

golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan

rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu

memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat

reversibel. Mula kerja lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam.

Setelah itu pasien diposisikan dalam keadaan terlentang (supine). Obat

induksi anestesi yang diberikan adalah bupivakain 2,5 cc (12,5 mg)

2. Pada pasien ini berikan cairan infus RL (ringer laktat) sebagai cairan

fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pasien sudah

17

Page 18: Case Report Anastesi

tidak makan dan minum ± 13 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien

dengan BB = 60 kg adalah Pemeliharaan cairan per jam:

(4X 10) + (2 X 10) + (1 X 40) = 100 ml/jam

Pengganti defisit cairan puasa:

13 jam X 100 ml = 1300 ml

Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:

8 X 60 = 480 ml

Jumlah terapi cairan:

100+ 1300 + 480 = 1880 mL 3-4 kolf RL (kristaloid)

4.3 Post Operatif

Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang UPPA (unit perawatan pasca

anestesi). Pasien berbaring dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah

spinal headache, karena efek obat anestesi masih ada. Observasi post operasi

dilakukan selama 2 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan darah,

nadi, suhu dan respiratory rate), Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah

keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan.

18

Page 19: Case Report Anastesi

BAB V

KESIMPULAN

Tn. B laki- laki usia 25 tahun dengan diagnosis appendisitis dan

dilakukan operasi appendiktomi pada tanggal 5 -08- 2015. Tindakan anestesi yang

dilakukan adalah anestesi regional. Hal ini dipilih karena keadaan pasien sesuai

dengan indikasi anestesi regional.

Evaluasi pre operasi pada pasien dalam batas normal. Tidak ditemukan

kelainan lain yang menjadi kontraindikasi dilakukannya anestesi regional.

Selama durante operasi, tidak terjadi komplikasi. Kondisi pasien relatif

stabil sampai operasi selesai.

Evaluasi post operatif dilakukan pemantauan terhadap pasien, dan tidak

didapatkan keluhan. Selama di PACU (Post Anesthesy Care Unit) pasien cukup

stabil sehingga pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat biasa

19

Page 20: Case Report Anastesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Dobson MB. editor: Dharma A.Penuntun Praktis Anestesi.Jakarta:

EGC.2011.

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis

Anestesiologi.Ed.2.Cet.V. Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.

3. R. Sjamsuhidajat., Wim de Jong. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Snell R.S. 2007. Appendix. In: Clinical Anatomy by Regions. 8th ed. Wolters

Kluwer: Lippincott Williams & Wilkins

20