Case Polineuropati DM

38
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI Nama Mahasiswa : Arista Sthavira NIM : 030.08.042 Dokter Pembimbing : dr. Hastari Soekardi Sp. S IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. D Jenis kelamin : Perempuan Usia : 49 tahun Suku bangsa : Sunda Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : Tamat SD Alamat : Pondok Labu Tanggal berobat ke poli : 4 Maret 2013 A. ANAMNESIS Diambil dari Autoanamnesis dan pada tanggal 4 Maret 2013 Keluhan Utama: Kesemutan pada kedua tangan dan kaki sejak 4 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke Poli Saraf RSUP Fatmawati dengan keluhan kesemutan pada kedua tangan dan kaki sejak 4 bulan SMRS. Kesemutan dirasakan terus-menerus, tidak dipengaruhi aktifitas dan bertambah saat malam hari. Baal juga dirasakan terutama pada kedua telapak kaki. Rasa panas seperti terbakar disangkal. 1

description

Patof stroke, tugas

Transcript of Case Polineuropati DM

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

Nama Mahasiswa : Arista Sthavira

NIM : 030.08.042

Dokter Pembimbing : dr. Hastari Soekardi Sp. S

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 49 tahun Suku bangsa : Sunda

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : Tamat SD

Alamat : Pondok Labu Tanggal berobat ke poli : 4 Maret

2013

A. ANAMNESIS

Diambil dari Autoanamnesis dan pada tanggal 4 Maret 2013

Keluhan Utama: Kesemutan pada kedua tangan dan kaki sejak 4 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poli Saraf RSUP Fatmawati dengan keluhan kesemutan pada kedua tangan

dan kaki sejak 4 bulan SMRS. Kesemutan dirasakan terus-menerus, tidak dipengaruhi aktifitas

dan bertambah saat malam hari. Baal juga dirasakan terutama pada kedua telapak kaki. Rasa

panas seperti terbakar disangkal.

Sejak 2 bulan SMRS pasien mulai menyadari rasa baal pada kedua telapak kaki. Saat

berjalan kedua kaki terasa tebal. Saat berjalan, pasien terlihat sempoyongan. Pada telapak kaki

kanan timbul luka tanpa pasien tau penyebabnya. Pasien sudah berobat ke klinik 24 jam, luka

dibersihkan namun tidak ada perbaikan.

1

1 bulan SMRS pasien mulai merasa penglihatannya semakin kabur. Semula pasien masih

dapat memasukkan benang kedalam jarum, namun kemudian menjadi tidak bisa. Pasien juga

merasa sulit saat membaca koran.

20 hari yang lalu pasien dibawa ke IGD RSUP Fatmawati oleh keluarganya karena tidak

sadarkan diri, pasien tidak dapat dibangunkan dari tidur siangnya. Menurut anaknya, siang itu

pasien belum makan, hanya pagi sarapan sedikit bubur, tapi pasien rutin tetap minum obat DM.

Pasien segera diberi pertolongan, kemuadian kesadarannya membaik. Oleh dokter pasien

disarankan untuk rawat inap. Saat di ruang inap, pasien kembali tidak sadarkan diri. Setelah

diberikan pertolongan keadaan pasien membaik.

Saat ini pasien mengeluhkan bengkak diseluruh badan sejak 17 hari yang lalu. Masih

terdapat luka pada telapak kaki kanan yang telah dibalut elastik perban. Pasien tidak lagi

merasakan nyeri pada luka pada saat istirahat, namun bila mencoba untuk berdiri, kaki masih

terasa sakit, sehingga saat ini pasien tidak bisa berjalan. Kedua kaki masih terasa baal dan tebal

sampai batas atas mata kaki. Kedua telapak tangan terasa kesemutan sampai pergelangan tangan.

Pandangan masih kabur. Pasien tidak merasakan adanya keluhan saat BAK dan BAB. Tidak ada

demam.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi (+) biasa mendapat Amlodipine 1 x 10 mg, riwayat stroke

sebelumnya (-), riwayat sakit jantung (-) , riwayat DM (+).

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM dalam keluarga (+) ibu pasien. HT (-), sakit jantung (-), ginjal (-).

Riwayat Pengobatan

Rutin minum metformin ( 500mg) dan glibenklamid ( 5 mg ) dua kali sehari.

Riwayat Kebiasaan

2

Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol dan jarang olahraga (+)

B. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis (tanggal 3 Januari 2013)

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital Tekanan darah : KANAN KIRI

140/90mmHg 140/80mmHG

Nadi : 72 x/m, regular, isi cukup

Pernapasan : 18 x/m

Suhu : 36,0 0C

Tinggi badan : 158 cm

Berat badan : 70 kg

Keadaan gizi : BMI kriteria asia-pasifik 27,05 (obesitas kelas 1)

Kepala : Normocephali

Mata KANAN KIRI

Konjungtiva anemis - -

Sklera ikterik - -

Telinga

Discharge - -

Mulut : tidak ada kelainan

Leher

JVP : 5 + 1 cm H2O.

KGB : tidak tempak membesar

Thoraks : normal, simetris

Paru – Paru

Inspeksi : Gerak dinding dada pada pernapasan simetris kanan dan kiri

Palpasi : Gerak dinding dada saat pernapasan simetris kanan dan kiri

Vocal fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks

3

Batas paru dan hepar setinggi ICS 5 di linea midklavicularis kanan

dengan peranjakan 2 jari pemeriksa

Batas paru dan lambung setinggi ICS 8 di linea axilaris anterior

Margin of isthmus kronig didapatkan sonor 3 jari pemeriksa.

Auskultasi : Suara dasar vesikular, rhonki -/- , wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 6 2 cm medial linea midklavikularis

kiri

Perkusi : Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 – 5 di linea sternalis

kanan

Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 6 2cm lateral linea

midklavicularis kiri

Batas atas jantung setinggi ICS 3 di linea parasternalis kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler normal, Murmur (-), Gallop (-)

Perut

Inspeksi : buncit

Palpasi : Dinding perut : supel, turgor menurun

Hepar, lien, ginjal : ttm

Nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Anggota Gerak Kanan Kiri

Atas

Edema + +

Bawah

Edema + +

Abses + -

STATUS NEUROLOGIS

a. GCS : E4M6V5

4

b. Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk : -

Laseque : >700 / >700

Kerniq : > 1350 / > 1350

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : - / -

c. Saraf-saraf Kranialis

N.I (olfaktorius) : normosmia + / +

N.II (optikus)

Acies visus : dengan menghitung jari 4/60 kanan dan kiri

Visus campus : baik / baik

Lihat warna : kesan baik / kesan baik

Funduskopi : (tidak dilakukan, terbatas alat)

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior,

inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)

Exopthalmus : - / -

Nystagmus : - / -

Pupil

Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm

Reflek cahaya langsung : +/+

Reflek cahaya tidak langsung : +/+

N.V (Trigeminus)

Motorik

Gerakan rahang : pasien dapat mempertahankan posisi (saat rahang

digerakkan ke bawah, samping kanan atau kiri) ketika pemeriksa

memberikan dorongan agar rahang kembali ke posisi ditengah

sensorik

o Ophtalmikus : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri

o Maksilaris : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri

5

o Mandibularis : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri

N.VII (Fasialis)

Motorik

Orbitofrontalis: gerakan saat mengangkat alis dan mengerutkan dahi

simetris kanan-kiri

Orbikularis okuli : pasien dapat memejamkan mata kanan dan kiri

saat diberikan tahanan ringan pada kelopak mata dengan tangan pemeriksa

Orbikularis oris : sudut bibir dan plica nasolabialis simetris saat

pasien diminta untuk menyeringai (menunjukkan gigi).

Sensorik

Pengecapan 2/3 anterior lidah: (tidak diperiksa)

N.VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular : Vertigo, nistagmus (manuver Hallpike tidak dilakukan)

Koklearis : tes Rinne : (tidak dilakukan, terbatas alat)

tes Webber : (tidak dilakukan, terbatas alat)

tes Swabach : (tidak dilakukan, terbatas alat)

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik : letak uvula ditengah, tidak tertarik ke satu sisi baik statis

maupun dinamis

Sensorik : tes pengecapan 1/3 posterior lidah tidak dilakukan

N.XI (Accesorius)

m. trapezius : pasien dapat melawan tahanan yang diberikan pada saat

mengangkat bahu

m. Sternocleidomastoideus : pasien dapat melawan tahanan yang

diberikan pada gerakan menoleh ke satu sisi (kanan/kiri)

N.XII (Hypoglossus)

Saat mulut dibuka (statis), lidah letak ditengah, tidak terlihat deviasi

Saat menjulurkan lidah (dinamis), tidak terlihat deviasi

Atrofi : -

Fasikulasi : -

Tremor : -

6

d. Sistem Motorik

Ekstremitas atas : 5-5-5-5-/5555

Ekstremitas bawah : 5-5-5-5-/5555

Kesan : lateralisasi ke kanan

e. Tonus : normotonus + / +

f. Trofi : eutrofi

g. Sistem Sensorik :

Propioseptif : hipesthesi dari ujung jari tangan sampai pergelangan tangan,

hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki,

Eksteroseptif : hipesthesi dari ujung jari tangan sampai pergelangan tangan,

hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki,

h. Fungsi Otonom

Miksi : inkontinensia (-) , retensio (-)

Defekasi : inkontinensia (-) , retensio (-)

Sekresi keringat : baik

i. Refleks Fisiologis

Kornea : + / +

Biceps : +2 / +2

Triceps : + 2 / +2

Dinding perut : + / +

Otot perut : + / +

Lutut : +2/ +2

Tumit : +1 / +1

Kremaster : (tidak dilakukan)

j. Refleks Patologis

Hoffman Tromer : - / -

Babinsky : (tidak dapat dilakukan, tertutup perban) / -

Chaddok : (tidak dapat dilakukan, tertutup perban) / -

Gordon : (tidak dapat dinilai, tertutup perban) / -

Schaefer : (tidak dapat dinilai, tertutup perban) / -

Klonus lutut : - / -

7

Klonus tumit : - / -

k. Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi : -

Demensia : -

l. Gerakkan Involunter

Tremor : - / -

Chorea : - / -

Atetose : - / -

Miokloni : - / -

Tics : - / -

m. Fungsi Serebelar

Ataxia : tidak dilakukan

Tes Romberg : tidak dilakukan

Disdiadokokinesia : - / -

Jari-jari : baik / baik

Jari-hidung : baik / baik

Tumit-lutut : baik / baik

Rebound phenomenon : - / -

Hipotoni : - / -

n. Fungsi Luhur

Atensi : baik

Konsentrasi : baik

Orientasi

Waktu : baik

Tempat : baik

Orang : baik

Berbahasa

Disartria : (-)

Disfonia : (-)

Disprosodia : (-)

8

Afasia : (-)

Apraxia : (-)

Memori

Sesaat : baik

Segera : kurang

Jangka pendek : baik

Jangka panjang : baik

Astereognosia : (-)

MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE) Max nilai

ORIENTASI

- Tahun, musim, bulan, tanggal, hari

- Negara, propinsi, kota, RS, lantai/kamar

5

5

4

5

REGISTRASI

- Sebutkan 3 objek, minta pasien ulangi 3 3

ATENSI & KALKULASI

- Pengurangan 100 dengan 7, atau mengeja terbalik 5 3

MENGENAL KEMBALI

- Mengeja kembali 3 objek di atas 3 2

BAHASA

- Menyebutkan nama benda yang ditunjuk

- Ulangi kata : namun, tapi, bila

- Melakukan perintah : ambil kertas itu dan lipat jadi 2, letakkan

dilantai

- Membaca melakukan perintah kalimat

- Menulis spontan

- Menggambar

2

1

3

1

1

1

2

1

3

1

1

1

9

TOTAL 30 25

Kesimpulan : tidak ada penurunan kognitif

Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

Item Max Score

A. Kekuatan otot

1. Quadriceps femoris (ekstensi sendi lutut) 2 2

2. Tibialis anterior (dorsofleksi kaki) 2 2

B. Refleks

3. Tendo Achiles 2 1

C. Sensibilitas jari telunjuk

4. Sensitivitas terhadap tusukan jarum 2 2

D. Sensibilitas ibu jari kaki

5. Sensitivitas terhadap tusukan jarum 2 1

6. Sensitivitas terhadap sentuhan 2 1

7. Persepsi getar 2 1

8. Sensitivitas terhadap posisi sendi 2 1

TOTAL 16 11

Note : kriteria diagnostik neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.

Diabetic Neuropathy Syndrome (DNS)

Gejala Max Score

1. Jalan tidak stabil 1 1

2. Nyeri neuropatik 1 0

3. Parestesi 1 1

10

4. Rasa tebal 1 1

TOTAL 4 3

Nilai postitif polineuropati Diabetikum : ≥ 1

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Laboratorium

PEMERIKSAAN 15-12-12 NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hb 8,3 11,7 – 15,5 g/dL

Ht 27 42 – 52 %

Leukosit 19,9 (4,8 – 10,8). 103/uL

Trombosit 525 (150 – 450). 103/uL

Eritrosit 3,02 3.8-5,2 106/uL

VER/HER/KHER/RDW

VER 88,7 80,0-100,0 fl

HER 27,7 26,0-34,0 pg

KHER 31,2 32,0-36,0 g/dl

RDW 13,6 11,5-14,5%

HEMOSTATIS

APTT 35,5 27,0 – 30,3 detik

Kontrol APTT 34,6 -

PT 17,7 11,3 – 11,7detik

Kontrol PT 12,6 -

INR 1,39 -

KIMIA KLINIK

Ureum Darah 92 20-40 mg/dl

Kreatinin Darah 3,2 0,6-1,5 mg/dl

GDS 54 70-240 mg/dl

ANALISIS GAS DARAH

pH 7,319 7,370 -7,440

pCO2 34,1 35,0-45,0 mmHg

11

pO2 108,3 83,0-108,0 mmHg

BP 752,0 mmHg -

HCO3 17,1 21,0-28,0 mmol/L

Sa O2 97,6 95,0-99,0%

BE -2,9 -2,5 – 2,5 mmol/L

Total CO2 18,2 19,0 – 24,0 mmol/L

PEMERIKSAAN 28-12-2012 NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hb 11,0 11,7 – 15,5 g/dL

Ht 35 42 – 52 %

Leukosit 11,9 (4,8 – 10,8). 103/uL

Trombosit 413 (150 – 450). 103/uL

Eritrosit 3,97 3.8-5,2 106/uL

VER/HER/KHER/RDW

VER 87,9 80,0-100,0 fl

HER 27,8 26,0-34,0 pg

KHER 31,6 32,0-36,0 g/dl

RDW 14,8 11,5-14,5%

ELEKTROLIT

Natrium 138 135-147 mmol/L

Kalium 3,901 3,10-5,10 mmol/L

Klorida 111 95-108 mmol/L

PEMERIKSAAN 3-01-2013 NILAI NORMAL

Protein total 5,3 6-8 g/dl

Albumin 2,6 3,40-4,80 g/dl

Globilin 2,7 2,5 – 3,00 g/dl

GDS 200 70-240 mg/dl

12

RESUME

Perempuan, 54 tahun, merasa baal pada kedua telapak kaki. Sejak ± 10 tahun ini, pasien

mempunyai riwayat sakit DM. Pasien rutin kontrol tiap bulan dan minum obat setiap hari dari

Klinik 24 jam di dekat rumahnya.

2 tahun SMRS telapak kaki kiri pasien luka tertusuk paku payung. Sejak 2 bulan SMRS

pasien mulai menyadari rasa baal pada kedua telapak kaki. Saat berjalan kedua kaki terasa tebal.

Saat berjalan, pasien terlihat sempoyongan. Pada telapak kaki kanan timbul luka tanpa pasien tau

penyebabnya. 1 bulan SMRS pasien mulai merasa penglihatannya semakin kabur. 20 hari yang

lalu pasien dibawa ke IGD RSUP Fatmawati oleh keluarganya karena tidak sadarkan diri, pasien

tidak dapat dibangunkan dari tidur siangnya. Menurut anaknya, siang itu pasien belum makan,

hanya pagi sarapan sedikit bubur, tapi pasien rutin tetap minum obat DM. Saat ini pasien

mengeluhkan bengkak diseluruh badan sejak 17 hari yang lalu. Masih terdapat luka pada telapak

kaki kanan yang telah dibalut elastik perban. Pasien tidak lagi merasakan nyeri pada luka pada

saat istirahat, namun bila mencoba untuk berdiri, kaki masih terasa sakit, sehingga saat ini pasien

tidak bisa berjalan. Kedua kaki masih terasa baal dan tebal sampai batas atas mata kaki. Kedua

telapak tangan terasa kesemutan sampai pergelangan tangan. Pandangan masih kabur. Pasien

tidak merasakan adanya keluhan saat BAK dan BAB. Tidak ada demam.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

TD KANAN160/100mmhg KIRI 150/100mmhg

Status gizi : obesitas kelas II

Batas jantung kiri bergeser ke laterocaudal (ics VI, 2 cm lateral linea

midclavikularis kiri

Pada pemeriksaan neurologis didapatkan :

N.II (optikus) Acies visus : dengan menghitung jari 4/60 kanan dan kiri

Motorik pemeriksaan motorik didapat kelemahan, lateralisasi ke kanan

sensorik didapat gambaran kaos kaki/sarung tangan untuk rasa nyeri

gangguan pada saat menentukan pergerakan sendi (propioseptif)

refleks tendon achiles kanan dan kiri melambat

13

DNS positif

DNE positif

Albumin 2,6 g/dl

Kalium 3,901 mmol/L

PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

Rontgen thoraks

EMG

DIAGNOSIS KERJA

Diagnosa klinis : polineuropati DM, paraparese (dengan lateralisasi ke kanan),

refleks patela dan achiles menurun, DM tipe II dengan obese,

hipertensi tidak terkontrol, retinopati DM, nefropati DM,

hipoalbuminemia, hipokalemia.

Diagnosa topis : saraf tepi bagian distal

Diagnosa etiologis : Diabetes Mellitus

RENCANA PENGELOLAAN

Konsul bagian Penyakit Dalam untuk DM , hipertensi, nefropati DM

Konsul Bagian Penyakit Mata untuk retinopati DM

Pasang venflon

Medikamentosa:

Ceftriakson 2 x 2gr i.v

Ranitidin 2 x 50mg i.v

Ondancentron 3 x 8mg i.v

Metronidazol 3 x 500mg p.o

PCT 3 x 500mg p.o

As. Folat 3 x I tab p.o

Vit B12 3 x I tab p.o

Vit B6 3 x I tab p.o

Amlodipin 1 x 10 mg p.o

Captopril 3 x 25mg p.o

Domperidon 3 x 10mg p.o

Bisoprolol 1 x 2,5 mg p.o

Furosemid 1 x 40g p.o

KSR 2 x 1 tab p.o

Fix dose 3 x 5u s.c

14

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : ad malam

15

TINJAUAN PUSTAKA

POLINEUROPATI DIABETIKUM

PENDAHULUAN

Neuropati diabetik telah dikenal sejak 1887 dan sering dijumpai pada negara yang

tergolong makmur dan meliputi sekitar 20% pada penderita diabetes, bahkan menurut sarjana

Mohr dan Comi menyebut angka 50-66%.Di Amerika Serikat, kira-kira 15 juta penderita DM,

separuhnya menderita neuropati diabetik terutama dari jenis simetrik polineuropati, dan

merupakan salah satu penyebab utama dari amputasi  nontraumatik.Insiden neuropati diabetik

meningkat bila pemeriksaan dilakukan lebih teliti terutama pemeriksaan sensorik dan

neurofisiologi.

Pada umumnya neuropati diabetik tidak mengakibatkan kematian, namun dapat

menyebabkan berbagai macam cacat jasmani dan penyulitan yang menghambat kegiatan hidup

sehari-hari yang sangat mengganggu seperti rasa panas, rasa tebal, sering buang air kecil, mudah

timbul infeksi/ganggren, retinopati, impotensi dan hipotensi ortostatik. Dengan meng-optimalkan

pengawasan terhadap penderita diabetes, polineuropati diabetik dapat dicegah atau diperlambat.

Dibandingkan dengan polineuropati diabetik, jenis lain dari neuropati diabetik mempunyai

prognosa penyembuhan lebih baik. Dalam artikel  ini akan dibicarakan tentang klasifikasi,

gejala-gejala klinis dan diagnosa dari neuropati diabetik.

KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS.

Klasifikasi diabetik neuropathy, menurut Greene, Stevens and Feldman (1999) dikutip dari

Symposium Diabetic Neuropathy : Progress in Diagnosis and Treatment (The American  Journal

of Medicine, Vol. 107, Agust 30 1999)  yaitu :

A. Diffuse

1. Distal symmetric sensorimotor polyneuropathy

2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)

a. Sudomotor

b. Cardiovascular

c. Gastrointestinal

16

d. Genitourinary

3. Symmetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)

B. Focal

1. Cranial neuropathy

2. Radiculopathy / plexopathy

3. Entrapment neuropathy

4. Asymmetric lower limb motor neuropathy (amyotrophy)

A. Difus

1. Symmetric Polyneuropathy 

Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris

dan berlangsung kronis.

Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small fiber)

ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri, rasa panas

seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai. Hipalgesia/analgesia dapat

berupa sarung tangan atau kaos kaki dan kondisi seperti ini memudahkan terjadinya 

trauma / ulkus pada kaki.

Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan

proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula

ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan tabes

dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul kelainan

motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada bagian distal

dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy dengan gejala

impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.

Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh / trunkus dan

menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan ini disebut

sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes yang lama dan

umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat “self limited”  

2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)

17

Sindroma neuropati saraf otonom dapat berdiri sendiri atau bersama-sama dengan

Simmetric Polyneuropathy, baik pada tahap dini maupun pada tahap lanjut. Insidens

kira-kira 25% dari penderita IDDM.

Gejala klinis neuropati saraf otonom  Yaitu :

a. Sistem kardiovaskuler

- Hipotensi ortostatik / postural hypotension timbul akibat  disfungsi

vasomotor yakni denervasi saraf simpatis dan.

- “Denervated Heart”.

Terjadi ketidak seimbangan antara simpatis dan para simpatis dan ini dapat

mempengaruhi jantung, biasa dalam bentuk aritmia dan takhikardi /

bradikardi dan dapat dideteksi dengan  valsava monouver.

b. sistem pencernaan

- Gangguan pengecap : daya pengecap berkurang dapat diukur dengan

Elektrogustometer

- Kelemahan peristaltik, gejala dapat berupa : disfagia, panas di ulu hati,

muntah-muntah dan pengosongan lambung  yang terlambat yang dikenal

dengan gastroparesis.

- Disamping itu bisa pula terjadi diare yang intermitten (diabetic - Diarrhea)

c. Sistem urogenitalia

- Disfungsi Bladder : berupa Hypotonic neurogenic bladder dengan gejala

disuria, retensio urine; insidens 14 - 82% dari penderita diabetes.

- Disfungsi seksual : Impotensia, insidens sekitar 35 - 75%. Gejala dini dapat

berupa gangguan ereksi yang  berjalan pelan dan gangguan ejakulasi. Pada

impotensia diabetik biasanya kadar prolaktin, gonadotropin testoteron   

normal sehingga pemberian testoteron tidak ada pengaruhnya.

d. Disfungsi sudomotor, tulang dan sendi 

- Gangguan keringat berupa hiperhidrosis pada separuh tubuh bagian atas dan

anhidrosis pada separuh tubuh bagian  bawah menyebabkan kulit menjadi

kering dan mudah terjadi fisura sehingga menyebabkan timbulnya ulkus

yang sulit  sembuh. Berkeringat biasanya pada malam hari.

18

- Sendi terutama lutut/kaki membengkak tetapi tidak nyeri, dikenal dengan

Charcot’s joints.

- Tulang, bisa timbul hiperostosis.

3. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy) atau disebut juga

sebagai proximal neuropathy.

Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik radikulopati,

yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara pelan-pelan dalam

beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa nyeri seakan-akan

ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara simetris bilateral.

Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi sehingga penderita kalau

jalan sering jatuh. 

Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik / “focal

peripheral neuropathy”. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini disebut pula

sebagai “diabetic amyotrophy” oleh karena ada anggapan bahwa lesi terdapat pada

kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral neuropathy atau sacral

plexopathy. 

Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang berumur 50

tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok dan gangguan

metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps femoris, ileopsoas

dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada perempuan dan

dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek. Prognosa baik bila gangguan

metabolik dikoreksi pada waktunya.

B. Fokal

1. Cranial Neuropathy

Keterlibatan saraf kranial paling sering ialah nervus okulomotorius menyusul

nervus abducens dan nervus fasialis, kadang-kdang dapat pula mengenai nervus

throchlearis dan N.akustis. Kadang-kadang dapat terjadi lebih dari pada satu urat

19

saraf yang dikenal sebagai poli-mononeuropati. Gejala-gejala biasanya berupa nyeri

bola mata, diplopia dan ptosis. Biasanya penyebab ialah oklusi vasanervosum.

Prognosis biasanya baik, perbaikan nyata dalam 6 sampai 8 minggu.

2. Radiculopathy

Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia

mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang umur tua.

3. Compression Neuropathy.

Carpal tunnel syndrome, ulnar nerve entrapment dan gejala-gejala yang mirip

dengan herniasi diskus sering ditemukan. Oleh karena mengenai satu urat saraf maka

disebut pula sebagai mononeuropati diabetik. Gejala utama ialah rasa nyeri sepanjang

persarafan yang terkena dan paresis. Mononeuropathy, urat saraf yang paling sering

terkena ialah N.iskhiadikus, N.medianus dan N.ulnaris.

4. Asymetric Lower Motor Neuropathy (Amyotrophy)

Bentuk diabetik amiotrophy yang asimetrik mengenai otot-otot lower limb

sehingga timbul kelemahan dan atrofi.

PENDEKATAN DIAGNOSTIK NEUROPATI DIABETIK.

   Diagnosa didasarkan pada adanya gejala neuropati pada seorang penderita diabetes (IDDM

lebih 5 tahun, dan semua NIDDM) dimana semua penyebab lain dari neuropati selain diabetes

dapat disingkirkan. Sampai saat ini belum ada test klinis spesifik yang dapat memastikan

neuropati diabetik.

Kriteria Diagnosa neuropati Diabetik :

Minimal didapat  kelainan melalui  pemeriksaan di bawah ini :

1. Gejala klinis

Berdasarkan anamnese :

a. Sensorik : rasa baal, rasa panas, rasa terbakar, rasa  kesemutan, rasa kesetrum,

Alodonia, gambaran seperti sarung tangan/kos kaki

b. Keluhan motorik : tungkai / lengan kurang kuat, sering jatuh, sulit naik tangga, sulit

bangkit dari kursi, sulit buka stoples dll.

c. Keluhan otonom :     

20

- gangguan berkeringat

- gangguan/disfungsi seksual : gangguan ereksi, sulit orgasme

- diarrhea

- sulit adaptasi dalam gelap dan terang

- keluhan hipotensi ortostatik 

DNS (diabetic Neuropathy Symptom)

Skor DNS merupakan 4 point yang bernilai untuk skor gejala, dengan prediksi

nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada diabetes. Gejala jalan tidak stabil,

nyeri neuropatik, parestesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai skor 1, maksimum skor 4.

Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati DM.

2. Pemeriksaan Klinis

a. Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint

b. Pemeriksaan Neurologik :

- pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN

- Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tangan untuk rasa

nyeri/suhu

- Gangguan vibrasi.

Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

Alat ini mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifitas sebesar 515. Skor

DNE adalah sebuah sistem skor untuk mendiagnosa polineuropati distal pada DM. DNE

adalah sistem skor yang sensitif dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan

secara cepat dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item yaitu: A)

kekuatan otot ; 1. Quadriceps femoris(ekstensi sendi lutut); 2. Tibialis anterior

(dorsofleksi kaki). B) refleks : 3. Triceps surae/tendon achiles. C)Sensibilitas jari telunjuk

; 4. Sensitivitas terhadap tusukan jarum. D) sensibilitas ibu jari kaki: 5. Sensitivitas

terhadap tusukan jarum ; 6. Sensitivitas terhadap sentuhan; 7. Persepsi getar; dan 8.

Sensitivitas terhadap posisi sendi. Skor 0 adalah normal, skor 1 : defisit ringan atau

sedang (kekuatan oto 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2 : defisit berat

(kekuatan otot 0-2, refleks dan sensitivitas negatif / tidak ada). Nilai maksimal dari 4

21

macam pemeriksaan tersebut adalah 16. Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati

bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.

3. Pemeriksaan elektrodiagnostik

ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf motorik/sensorik

(KHSM/KHSS)

4. Tes Sensoris kuantitatif : untuk vibrasi dan suhu dikenal dengan Quantitative Sensoric

testing (QST). QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan

untuk memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas diketahui secara

tepat.

5. Tes Fungsi Otonom

a. CARDIOVASKULER

- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure testing

- Resting heart rate

- Valsava manouver

- R - R variation (beat to beat heart rate variation)

b. Eye

Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing

c. Sudomotor

- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)

Penderita dibedaki dengan bedak indikator yang menjadi ungu bila basah

- Potensial kulit

  Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari  telapak tangan

dan telapak kaki

- Sweat imprint quantitation

Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik

diameter maupun distribusinya.

- Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART)

Mengukur respons keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus

iontoforesis dari asetil kholin.

TEORI-TEORI PATOFISIOLOGI POLINEUROPATI DIABETIKA :

22

Teori Vaskuler

Pada pasien DM yang lama seringkali sudah terjadi mikroangiopati yang menjadi dasar

komplikasi kronik DM berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Mikroangiopati akan merubah

fungsi dan struktur kapiler endoneural sehingga menurunkan penyediaan darah pada saraf yang

terkena (iskemik). Selain itu terjadi penebalan membrana basalisyang menyebabkan kerusakan

“blood nerve barrier”  dan peningkatan permeabilitas sel saraf sehingga metabolit-metabolit yang

“toksik” masuk ke dalam sel saraf. Biopsi pada nervus suralis pasien neuropati diabetika

ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi trombosit, hiperplasi sel endotel yang

kesemuanya menyebabkan iskemik. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya

transport aksonal, aktivitas Na+/K+- ATP ase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.

 

Teori Metabolik

Pengendalian kadar glukosa darah sedini mungkin merupakan dasar pengobatanterhadap

DM dan pencegahan timbulnya komplikasi vaskuler. Kondisi hiperglikemia menyebabkan

glukosa dan metabolitnya dipakai oleh beberapa jalur. Beberapa teori yang diajukan untuk

menerangkan dampak negatif hiperglikemia adalah :

a. Penumpukan sorbitol (Polyol Pathway)

Metabolisme glukosa melalui jalur poliol ini terdiri atas dua reaksi yaitu :

1. Reduksi glukosa menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase 

2. Oksidasi sorbitol menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase

Pada keadaan normal hanya sebagian kecil metabolisme glukosa yang melalui jalur ini.

Pada keadaan hiperglikemia terjadi peningkatan glukosa intraseluler yangberakibat

meningkatnya jalur ini. Sorbitol dan fruktosa bersifat osmotik sehingga banyak menarik

air, yang akan menimbulkan edema pada sel Schwann dan rusaknya akson. Kerusakan ini

terutama mengakibatkan gangguan penghantaran impuls saraf.

b. Penurunan kadar mioinositol

Mioinositol adalah suatu heksitol siklik yang merupakan bahan utama membran

fosfolipid dan merupakan komponen dari vitamin B. Mioinositol berperan dalam

transmisi impuls, transport elektrolit dan sekresi peptida. Dalam keadaan normal kadar

mioinositol dalam saraf kurang lebih 100 kali dari kadarnya dalamplasma.Hiperglikemia

diduga menurunkan konsentrasi mioinositol melalui 2 cara :

23

1. Glukosa secara kompetitif menghambat transport aktif mioinositol olehsaraf, yang

tergantung dari natrium dan energi

2. Peningkatan aktivitas jalur poliol di dalam sel saraf menyebabkan hilangnya

mioinosit saraf. Karena mioinosit berfungsi dalam transmisi impuls saraf,

akibatnya akan terjadi gangguan hantaran saraf baik motorik maupun sensorik.

 

c. Glikosilasi non enzimatik

Kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan terjadinyaproses

glikosilasi protein dengan hasil akhir terbentuknya advanced glycoslated endproducts

(AGE) yang irreversibel dan sangat toksik yang dapat mengubah proteintubuh. Tiga

mekanisme AGE yang dapat menyebabkan perubahan patologis :

 

1. Terbentuknya AGE intraseluler dengan cepat oleh glukosa, fruktosa dan bahan

perantara sangat reaktif dari jalur metabolik yang secara langsung kan

mengubah fungsi protein pada jaringan target.

2. AGE dapat mengubah alur transduksi sinyal termasuk ligan

pada matrikekstraseluler

3. AGE dapat mengubah tingkat ekspresi gen melalui reseptor spesifik

AGE.Akumulasi AGE pada hewan yang dibuat DM berhubungan dengan defek

pada respon vasodilator Nitric oxyde (NO).3.

Teori Hipoksia

Hipotesis ini dikembangkan dari teori vaskuler dan teori metabolik, dimana perubahan

vaskuler dan perubahan metabolik saling terkait satu sama lain. Hiperglikemia kronik

menyebabkan perubahan-perubahan metabolik yaitu :

1. Perubahan pelepasan oksigen dari sel darah merah

2. Perubahan pola aliran darah mikrovaskuler

3. Perubahan pada mikrovaskuler itu sendiri

Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang memengaruhi

perubahan-perubahan struktural dan fungsional pada serabut-serabut saraf.

24

Aliran darah yang menuju ke saraf perifer tikus yang dibuat menderita DM berkurang

akibat terjadinya mikroangiopati dan hiperviskositas. Keadaan ini akan didapatkan penurunan

oksigen endoneural yang selanjutnya akan menurunkan kecepatan saraf,kandungan mioinositol,

transport aksoplasmik, aktivitas Na-K-ATP ase dan konsumsi oksigen. Berkurangnya oksigen

ini akan mengakibatkan kerusakan saraf.

 

Teori Hormonal

Fungsi saraf perifer pada polineuropati diabetika dipengaruhi oleh 3 hormon : tiroksin,

testoteron dan insulin. Williamson dkk mengamati bahwa ternyata pemberian tiroksin pada tikus

jantan. DM dapat memperbaiki hantaran saraf motorik danpeningkatan aktivitas Na-K-ATP ase.

Sedangkan pemberian insulin dengan maksudmencapai glukosa normal (euglikemia) ternyata

dapat mencegah neuropati diabetika. 

Teori Osmotik

Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa melalui jalur

poliol didalam sel Schwann yang menyebabkan akumulasi air didalamnya dan

terjadipeningkatan tekanan osmotik di dalam sel schwann. Hal ini akan mengakibatkan

kerusakan sel saraf dan selanjutnya terjadi demielinasi.

Teori Nerve Growth Factor (NGF)

NGF berupa protein yagn memberi dukungan besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron

simpatis. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga transport aksonal yang

retrograde (dari organ target menuju badan sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit

pasien DM berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.

FAKTOR-FAKTOR RISIKO POLINEUROPATI DIABETIKA

Menurut Echeverry DM (2001), faktor-faktor risiko terjadinya polineuropati diabetika adalah:

1. Umur

Umur lanjut akan menyebabkan kelainan pada saraf tepi, karena terjadi penurunan

aliran arah pada pembuluh darah yang menuju ke saraf tepi dan berkurangnya secara

progresif serabut-serabut baik yang bermielin atau tak bermielin. Perubahan pada serabut

25

saraf besar karakteristik ditandai dengan hilangnya reflek Achilles dan gangguan

sensitivitas vibrasi pada kaki. Sedangkan pada serabut saraf kecil terjadi penipisan

akson,yang dapat menjelaskan kerentanan umur lanjut terhadap timbulnya neuropati.

2. Lamanya Diabetes

Lamanya menderita diabetes menyebabkan risiko timbulnya komplikasi yang khas

seperti retinopati, nefropati dan neuropati meningkat. Aterosklerosis, suatu fenomena

yang “fisiologis” pada usia lanjut, timbul lebih idni dan lebih berat pada penderita

diabetes.

Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas sedangkan kemampuan

meredam aktivitas radikal bebas tersebut menurun, sehingga menyebabkan

kerusakanendotel vaskuler dan menurunkan vasodilatasi yang diduga karena

abnormalitas pada alur produksi NO.

3. Hipertensi

Pada hipertensi esensial terjadi gangguan fungsi endotel disertai peningkatan

permeabilitas endotel yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap aterogenesis.

Disfungsi endotel ini akan menambah tahanan perifer dan komplikasi vaskuler ditambah

lagi penurunan kadar NO.

Disamping itu hipertensi akan memudahkan terjadinya stress oksidatif dalam dinding

arteri, dimana superoksida akan memacul progresifitas aterosklerosis melalui destruksi

NO. Konsentrasi angiotensin II yang meningkat akan memacu aktivitas lipooksigenase

menyebabkan oksidasi LDL dan memacu proses inflamasi yang selanjutnya terbentuk

hidrogen peroksida dan radikal bebas dalam plasma. Proses ini semua akan

mengakibatkan penurunan NO oleh sel endotel,peningkatan adhesi leukosit dan

peningkatan resistensi perifer.

4. Dislipidemia

Kolesterol LDL yang teroksidasi akan merusak alur L-arginin-NO melalui inaktivasi

proteinG1, penurunan penyediaan L-arginin intraseluler dan destruksi NO oleh

superoksida. Kolesterol LDL yang teroksidasi juga menghambat vasodilatasi dan

menstimulasi faktor pertumbuhan menyebabkan hiperproliferasi sel otot polos dan sel

endotel pembuluh darah. Sedangkan HDL memegan peranan penting dalam transport

kolesterol dari jaringan perifer ke hepar.

26

TATA LAKSANA

Terapi Nonmedikamentosa

1. Edukasi

Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target pengobatan

dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi pengahrapan yang berebihan.

2. Perawatan Umum (kaki)

Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma

berulang padaneuropati kompresi.

3. Pengendalian Glukosa Darah

Terapi medikamentosa

Dengan menggunakan obat-obat :

1. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol

danfruktosa

2. Penghambat ACE

3. Neutropin- Nerve growth factor- Brain-derived neurotrophic factor

4. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil,

superoksida danperoksil serta membentuk kembali glutation.

5. Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :1. NSAID (ibuprofen

dan sulindac)2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)3.

Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)4. Antiarimia (mexilletin)5. Topikal :

capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury, A.K. and Bird, S.J : Disorders of Peripheral nerve, in   : Diseases of Nervous

System, Clinical    Neurobiology 2nd ,W.B. Saunders Philadelphia 1992.

2. Beers, M.H. and Berkow, R. : Endocrine and metabolic Disorders in : The Merck manual

17th ed. (centennial Ed).  Merck   research lab. 1999.

3. Brown, M.J : PENN neurology 2000, Managemnet of Common Neurologic Problems,

University of pennsylvania health System. Alpha medica Press, A Division of Alpha

Medica Inc. Irvington, New York.

4. Djoenaidi Widjaja, : A Diagnostic Approach to Peripheral neuropathy. Bagian/SMF Ilmu

Penyakit Saraf FK-Unair, 2000.

5. Greene, D.A; Stevens, M.J. and feldman, E.L : Diabetic neuropathy : Scope of Syndrome

: in Symposium Diabetic Neuropathy : progress in Diagnosis and Treatment. The

American  Journal of Medicine, vol. 107, 1999

6. Meliala, L; Andradi, S. ; Purba, J.S.; Anggraini, H : Nyeri Neuropati Diabetik dalam :

Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik. Pokdi Nyeri PERDOSSI, 2000.

7. Ward, J. and Goto, Y. : Diabetic Autonomic Neuropathy, in : Diabetic Neuropathy, John

Wiley & Sons, 1990.

28