Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

67
Presentasi kasus P 1 A 0 PARTUS PREMATURUS (30-31 MINGGU) SPONTAN DENGAN PEB + CHF NYHA IV ec. KARDIOMIOPATI PERIPARTUM + B20 Pembimbing : Dr. Samsudin, SpOG Disusun oleh : Lisa (110.2008.140)

description

laporan kasus kehamilan dengan kardiomiopati

Transcript of Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Page 1: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Presentasi kasus

P1A0 PARTUS PREMATURUS (30-31 MINGGU) SPONTAN

DENGAN PEB + CHF NYHA IV ec. KARDIOMIOPATI

PERIPARTUM + B20

Pembimbing :

Dr. Samsudin, SpOG

Disusun oleh :

Lisa

(110.2008.140)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD GUNUNG JATI

2012

Page 2: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia berat sebagai penyulit kehamilan masih sering ditemukan dan

merupakan salah satu dari tiga besar yang menjadi penyebab utama kematian ibu di dunia,

selain perdarahan dan infeksi. Preeklampsia berat menyebabkan 16% kematian maternal dan

45% kematian perinatal baik secara langsung maupun tidak langsung, insidensi preeklampsia

berat pada umumnya sebesar 5-7% dari seluruh kehamilan, meskipun terdapat variasi yang

sangat besar, yang dipengaruhi oleh paritas, lingkungan dan predisposisi ras / genetik.1,2

Pada akhir tahun 2002, UNAIDS memperkirakan di seluruh dunia terdapat 42 juta

orang yang hidup dengan HIV; 19,2 juta di antaranya perempuan dan 3,2 juta anak di bawah

usia 15 tahun. Selama tahun 2002 terdapat 800.000 kasus baru dan 610.000 kematian anak

yang menderita HIV. Sebagian besar (91%) anak tersebut tertular HIV dari ibunya.

Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus HIV baru akibat penularan vertikal dari

ibu ke anaknya. 3

Jumlah kasus HIV-AIDS pada kehamilan di Indonesia dan di dunia semakin

meningkat. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kasus pada penggunaan narkoba suntikan

yang pada umumnya digunakan pada usia subur (usia reproduksi). Penelitian yang dilakukan

oleh Yayasan Pelita Ilmu dan Bagian Kebidanan FKUI di daerah pemukiman kumuh di

Jakarta menunjukkan bahwa infeksi HIV-AIDS di kalangan ibu hamil yang mengikuti

layanan testing dan konseling sukarela melebihi 2%.4

Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari sistem

kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang sehat, namun akan

menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang mempunyai kelainan jantung

sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan penanganan yang baik maka penyakit jantung

dalam kehamilan dapat menimbulkan mortalitas ibu yang signifikan.

Banyaknya perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil nampaknya

mempersulit diagnosis kelainan jantung, misalnya bising jantung fisiologis sering ditemukan

pada wanita hamil normal, demikian pula dengan dyspnea dan edema.5

Page 3: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

BAB II

KERANGKA TEORI

PRE EKLAMPSIA BERAT

2.1. Definisi

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan

tekanan darah diastolik ≥ 110mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam.6

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan bukti bahwa

preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil,

sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.7

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia

/eklampsia.

a. Primiravida, primipaternitas

b. Hiperplasentosis, misalnya molahidatidosa, kehamilan multiple, diabetes melitus,

hidrops fetalis, bayi besar

c. Umur yang ekstrim

d. Faktor keturunan, riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

f. Obesitas. 8

2.3. Patofisiologi

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga

penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :

1. Faktor Iskemia Plasenta

Menurut Smasaron dan Sargent pada preeklampsia terjadi perubahan pada plasenta.

Tahap pertama adalah proses yang mempengaruhi arteri spiralis, yang menyebabkan

kurangnya suplai darah ke plasenta. Tahap kedua terjadi efek iskemia plasenta pada

bagian ibu dan janin. 9

2. Faktor Trofoblast

Page 4: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkin terjadinya Preeklampsia.

Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula

dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta

lahir. 10

3. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan

pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak

sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap

Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking

Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya,

seperti respons imunisasi.10

4. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat

diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran

faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:

a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia

pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan

cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar

mereka.10

2.4. GEJALA KLINIS PEB

Gejala preeklampsia adalah :

1. Hipertensi

2. Edema

3. Proteinuria

4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.7

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :

1. TD ≥ 160 / 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gr / 24 jam atau kualitatif 3+ / 4+

3. Oliguria ≤ 500 cc / 24 jam

Page 5: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

4. Kenaikan kadar kreatinin plasma

5. Gangguan visus dan serebral, penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan

pandangan kabur.

6. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya

kapsula glisson)

7. Edema paru dan sianosis

8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)

9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low

Platelet Counts)

Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala hipertensi dan

proteinuria.7

Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :7

1. Nyeri kepala hebat

2. Gangguan visus

3. Muntah-muntah

4. Nyeri epigastrium

5. TD naik secara progresif

1.5. Manajemen umum perawatan preeklampsia berat 11

Sikap terhadap penyakit : Pengobatan medikamentosa

- pengelolaan cairan . monitoring input dan output. Bila terjadi tanda-tanda edema paru,

segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5% ringer-

dextrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: <125 cc/jam atau infus dekstrose 5%

yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus ringer laktat (60-125cc/jam) 500cc.

- Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Diberikan antasida untuk

menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko

aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah

karbohidrat, lemak dan garam.

- Pemberian anti kejang :

- MgSO4 , contoh obat lain : diazepam, fenitoin.

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan

serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.

Page 6: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Cara pemberian :

Loading dose : initial dose

4 gr MgSO4 : intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit

Maintenance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan

4 atau 5 gram i.m. selanjutnya Maintenance dose diberikan 4 gram im. Tiap 4-6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :

- Harus tersedia antidotum MgSO4 , bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10

% = 1 gram ( 10% dalam 10 cc ) diberikan i.v 3 menit.

- Refleks patella (+) kuat

- Frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan

Magnesium sulfat diberhentikan bila

- Ada tanda-tanda intoksikasi

- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4

- Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl

- Hilangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl

- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter 18 mg/dl

- Terhentinya jantung >30 mEq/liter 36 mg/dl

Pemberian Magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50%

dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).

- Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah

jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemida.

- Pemberian anti hipertensi. Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110

mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg.

Sikap terhadap kehamilannya

a. Aktif (aggressive management ) : berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi

bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan aktif

bila didapatkan 1/ lebih keadaan dibawah ini :

Ibu .

- Umur kehamilan ≥ 37 minggu.

- Adanya tanda/gejala impending eclampsia

- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan laboratorik

memburuk.

Page 7: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

- Diduga terjadi solusio plasenta

- Timbul onset persalinan ketuban pecah atau perdarahan.

Janin .

- Adanya tanda-tanda fetal distress

- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)

- NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal

- Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik

- Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit dengan

cepat

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan ) dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik

pada waktu itu, apakah sudah in partu atau belum.

b. Konservatif ( ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan

pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi bila kehamilan ≤ 37 minggu tanpa

disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberi

pengobatan yang sama dengan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama

perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya adalah hanya observasi dan

evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.

1.6. PROGNOSIS

Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.11

Page 8: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

2.2. HIV/AIDS

A. Definisi

AIDS (Aquired Immuno Deficiensy Syndrome) adalah sindroma dengan gejala penyakit

infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh

infeksi virus Human Immunodeficliency Virus (HIV).

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan sekret

vagina. 75% penularan terjadi melalui hubungan seksual. Virus ini cenderung menyerang sel

jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T

yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan

tubuh.8

B. Tanda dan Gejala 12

1. HIV

Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spektrum yang lebar,

mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala

yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala

AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas.

Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain

mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CD4 di bawah 200/ml

menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Perjalan klinik infeksi HIV telah

ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :

a. Infeksi Akut : CD4 : 750 – 1000/ml

Gejala infeksi akut biasanya timbul sesudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang

timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anoreksia, malaise, gejala kulit (bercak-

bercak merah, urtikarta), gejala saraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif ),

gangguan gastrointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular

karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya

virus yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.

Page 9: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

b. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml

Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5

tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara

lambat di dalam tubuh. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai

petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml.

c. Infeksi Kronis Simtomatik

Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit

ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas penderita.

o Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 – 500

Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi

dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan

pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-

fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-

Related (ARC).

o Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200/ml

Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa

penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang

lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah

dalam kehilangan kekebalannya.12

2. AIDS

AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat

dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun

individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus

menderita penyakit minor dan mayor karena tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.

Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa

minggu kemudian orang yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari

seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita

tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang,

penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan

didaerah kelenjar getah bening. 13

Page 10: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Tanda dan Gejala AIDS13

1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu

gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti

kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.

gejala Mayor

1) Penurunan berat badan lebih dari 10%

2) Diare kronik lebih dari satu bulan

3) Demam lebih dari satu bulan

Gejala Minor

1) Batuk lebih dari satu bulan

2) Dermatitis preuritik umum

3) Herpes zoster recurrens

4) Kandidiasis orofaring

5) Limfadenopati generalisata

6) Herpes simplek diseminata yang kronik progresif

2. Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua

gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,

malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.

Gejala Mayor

1) Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal

2) Diare kronik lebih dari 1bulan

3) Demam lebih dari1bulan

Gejala minor

1) Limfadenopati generalisata

2) Kandidiasis oro-faring

3) Infeksi umum yang berulang

4) Batuk persisten

5) Dermatitis

Page 11: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

C. Penularan / Penyebaran ibu ke bayi. 13

Ibu hamil yang terinveksi HIV menularkan ke bayi sewaktu :

a) intrauterin (5-10%)

b) saat persalinan (10-20%)

c) pascapersalinan (5-20%).

Kelainan yang dapat terjadi pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, lahir

preterm, dan abortus spontan.8

Pada tahun 1999 the institute of medicine (IOM) telah merekomendasikan pemeriksaan HIV

untuk semua perempuan hamil sepengetahuan perempuan tersebut, disertai hak pasien untuk

menolak. Rekomendasi ini juga telah diadopsi oleh American Academy of Pediatrics,

American College of Obstetricians and Gynecologists serta United States Public Health

Services (USPHS)

Antibodi virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3 hingga 6 bulan sesudah infeksi. Pemeriksaan

konfirmasi menggunakan western blot (WB) cukup mahal, sebagai penggantinya dapat

dengan melakukan 3(tiga) pemeriksaan ELISA sebagai tes penyaring memakai reagen dan

teknik berbeda.8

D. Penanganan

1) Penanganan Umum

a. Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat

tingkat replikasi virus.

b. Pengobatan infeksi-infeksi opportunistik seperti obat antibiotic dengan dosis

tinggi dan obat-obatan antivirus seringkali diberikan secara rutin untuk

mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi semakin parah

2) Penanganan Khusus

a. Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan

atas permintaan pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS

dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang perlu

pemeriksaan tersebut.

b. Upayakan ketersediaan uji serologik

c. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang

berkaitan dengan kehamilan dan risiko yang dihadapi

Page 12: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

d. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan

konseling untuk upaya preventif (penggunaan kondom)

e. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi

oportunistik

f. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi

virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara

dratis

g. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang

dihadapi (pervaginam atau perabdominam, perhatikan prinsip

pencegahan infeksi).

Rekomendasi pemberian ART untuk mengurangi transmisi perinatal

Situasi kehamilan

1. Odha hamil yang belum pernah menggunakan antiretrovirus sebelumnya

2. Odha hamil yang sedang mendapatkan ART dan hamil

3. Odha hamil datang pada saat persalinan dan belum mendapat ART

4. Jika bayi dari ibu odha datang setelah persalinan, sedangkan ibu belum mendapatkan

ART selama kehamilan/intrapartum

a. Odha yang hamil menjalani pemeriksaan klinis, imunologis, dan virologi

standar. Pertimbangan inisiasi dan penelitian ART sama dengan odha yang

tidak hamil dengan pertimbangan efek terhadap kehamilan.

Regimen AZT tiga bagian direkomendasikan setelah trimester pertama

tanpa memandang kadar hiv ibu. Regimen kombinasi

direkomendasikan pada odha status klinis, imunologis dan virologisnya

berat atau kadar HIV lebih dari 1000 kopi/mL. Jika odha datang pada

trimester pertama kehamilan, pemberian AZT dapat di tunda sampai usia

kehamilan 10-12 minggu.

b. Jika kehamilan diketahui setelah trimester pertama, terapi ART sebelumnya

diteruskan, sebaiknya dengan menyertakan Zidovudin. Jika kehamilan

diketahui pada terimester pertama, odha diberikan konseling tentang

keuntungan dan resiko ART pada trimester pertama. Jika odha memilih

menghentikan AZT selama trimester pertama, semua obat harus dihentikan

untuk kemudian diberikan secara stimulant setelah trimester pertama untuk

Page 13: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

mencegah resisitensi obat. Tanpa mempertimbangkan regimen sebelumnya,

AZT dianjurkan untuk diberikan selama intrapartum.14

c. Ada beberapa regimen yang dianjurkan:

1) Nevirapindosis tunggal pada saat persalinan dan dosis tunggal pada

bayi pada usia 48 jam

2) AZT dan 3TC oral pada persalinan,diikuti AZT/3TC pada ayi selama

seminggu

3) AZT intravena intrapartum dikuti AZT pada bayi selama 6 minggu

4) Dua dosis neviraprin dikombinasi dengan AZT intravena selama

persalinan diikuti AZT pada bayi selama 6 minggu

Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4

dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan

d. AZT sirup diberikan pada bayi selama 6 minggu, dimulai secepatnya dalam 6-

12 jam setelah kelahiran. Beberapa dokter dapat memilih kombinasi AZT

dengan ART lain, terutama jika ibunya diketahui resisten terhadap AZT.

Namun efikasi regimen ini belum diketahui dan dosis untuk anak belum

sepenuhnya diketahui.

Segera setelah persalinan, odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk

menentukan apakah ART akan dilanjutkan. Bayi menjalani pemeriksaan diagnostik awal agar

ART dapat diberikan sesegera mungkin jika ternyata HIV positif.

PENATALAKSANAAN PERSALINAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV

Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi pada saat intrapartum, beberapa

peneliti mencoba membandingkan tranmisi antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan

partus pervaginam. Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan

bayi dengan cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil memilih persalinan

seksio sesarea maka resiko semakin rendah yaitu dibawah 1%.14

Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV dari ibu ke anak

1. Odha hamil yang datang pada kehamilan diatas 36 minggu, belum mendapat ART,

dan sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV dan CD4 yang diperkirakan ada

sebelum persalinan.

Page 14: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

2. Odha hamil yang datang pada kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi ART dan

kadar HIV tetap diatas 1000 kopi/mL pada minggu ke-36 kehamilan

3. Odha hamil yang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada

minggu ke-36 kehamilan.

4. Odha hamil yang sudah direncanakan seksio sesarea efektif, namun datang pada awal

persalinan atau setelah ketuban pecah

Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha harus mendapat

terapi ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan konseling tentang seksio sesarea

untuk mengurangi resiko tranmisi dan resiko komplikasi pasca operasi, anestesi dan

resiko operasi lain padanya. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada

minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT intravena yang dimulai

3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Keputusan akan

meneruskan AZT setelah melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemer

iksaan kadar virus CD4

Regimen ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat konseling

bahwa kadar HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang 1000 kopi/mL sebelum

persalinan, sehingga dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea. Demikian juga

dengan resiko komplikasi seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan,

anastesi dan operasi. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada

minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapatAZT intravena yang dimulai

minimal 3 jam sebelumnya. ARAT lain dapat diteruskan sebelum dan sesudah

persalinan. Bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu.

Odha hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi

mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara

persalinan harus memepertimbangkan keuntungan resiko komplikasi seksio.

AZT intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha ditawarkan

untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi servik minimal dan diduga

persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih AZT intravena dan melakukan seksio

sesarea atau pitosin untuk memepercepat persalinan. Jika odha diputuskan untuk

menjalani persalinan pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan alat bantu

lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup selama 6 minggu.14

Page 15: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

1.3 Kardiomiopati Peripartum

Epidemiologi

Pada thun 1971 Demakis dan kawan-kawan menemukan 27 pasien yang pada masa nifas

menunjukkan gejala kardiomegali, gambaran elektrokardiografi yang abnormal dan gagal

jantung kongestif, kemudian disebut sebagai kardiomiopati peripartum. Kesepakatan dari

European Society of Cardiology menetapkan definisi dari kardiomiopati peripartum tersebut

sebagai salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi dengan tanda-tanda gagal jantung pada bulan

terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan pasca melahirkan.

Pasien dengan kardiomiopati peripartum biasanya bermanifestasi gagal jantung dengan

retensi cairan, aritmia atau tromboemboli.

Pasien dengan gagal jantung di tatalaksana dengan terapi standar gagal jantung dan evaluasi

berkala fungsi ventrikel. Terapi antikoagulan kadang-kadang diperlukan karena risiko

tromboemboli tinggi. Biasanya kondisi jantung akan membaik dalam satu atau beberapa

tahun tapi ada pula yang mengalami perburukan.

Kardiomiopati peripartum ini relatif jarang terjadi tetapi dapat mengancam jiwa. Di negara

maju seperti Amerika Serikat saja, diketahui diperkirakan terdapat 1 dari setiap 2.289

kelahiran hidup. Dan keadaan ini lebih sering mengenai wanita Afrika Amerika, angka

kejadian pastinya sendiri sangat bervariasi, angka tertinggi dapat ditemukan di Haiti dengan

kejadian 1 dari 300 kelahiran hidup, yang mana 10 kali lebih tinggi dari Amerika Serikat.15

Etiologi

Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk dari penyakit miokardial primer

idiopatik yang berhubungan dengan kehamilan. Beberapa keadaan yang diperkirakan dapat

menjadi penyebab ataupun mekanisme terjadinya Kardiomiopati peripartum adalah :

1. Miokarditis : Melvin dkk pernah membuktikan adanya miokarditis dari biopsy

endomiokardial pada pasien dengan Kardiomiopati peripartum. Dikatakan bahwa hipotesis

menurunnya sistem imunitas selama hamil, dapat meningkatkan replikasi virus dan

kemungkinan terjadinya miokarditis meningkat.

2. Infeksi viral yang bersifat kardiotropik

3. Apoptosis dan inflamasi

Page 16: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

4. Respon abnormal dari hemodinamik pada kehamilan : perubahan hemodinamik selama

kehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung serta menurunnya

afterload , sehingga respons dari ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan terjadinya

hipertropi sesaat.

5. Faktor-faktor penyebab lain : efek tokolisis yang lama, kardiopati dilatasi idiopatik, dll.15

Wanita yang beresiko :

1. Multiparitas

2. Usia maternal yang lanjut (walaupun penyakit ini bisa mengenai semua usia, insiden akan

meningkat pada wanita berumur >30 tahun)

3. Kehamilan multifetal

4. Pre-eklampsia

5. Hipertensi gestasional

6. Ras Afrika Amerika.15

Manifestasi klinis

Keadaan Kardiomiopati peripartum melibatkan disfungsi sistolik dari ventrikel kiri pada

seorang ibu hamil yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Diagnosis ini hanya dapat

dibuat apabila penyebab lain dari kardiomiopati tidak ditemukan.

Kriteria diagnostik dari Kardiomiopati peripartum adalah (semua harus ditemukan) adalah :

1. Kriteria klasik

- Gagal jantung yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan atau dalam

5 bulan setelah melahirkan

- Tidak ditemukan penyebab lain dari gagal jantung

- Tidak diketahui adanya penyakit jantung sebelum bulan terakhir

kehamilan tersebut

2. Kriteria tambahan

- Gambaran ekokardiografi menunjukkan : disfungsi sistolik ventrikel

kiri dengan fraction shorthening yang menurun atau nilai fraksi

ejeksi yang juga menurun.

Gejala gagal jantung seperti sesak nafas, sakit kepala, edema tungkai dan orthopnea dapat

ditemukan bahkan pada kehamilan yang normal. Sehingga seringkali seorang wanita dengan

Page 17: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Kardiomiopati peripartum menganggap hal tersebut sebagai keadaan normal dalam

kehamilan.

Keadaan lain yang sering ditemukan adalah:

1. Aritmia : pada beberapa kasus malah dapat menyebabkan terjadinya kematian

mendadak

2. Pre-eklampsia : seharusnya dapat disingkirkan pada awal diagnosis, karena

tatalaksana akan berbeda

3. Penegakan diagnosis yang terlambat akan menyebabkan tingkat morbiditas penyakit

yang meningkat bahkan dapat menyebabkan kematian.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan ekokardiografi : sangat membantu dalam membuat diagnosis awal, dan

sebaiknya selalu dilakukan pada kecurigaan Kardiomiopati peripartum

2. Cardiac MRI (Magnetic Resonance Imaging ): merupakan pemeriksaan penunjang

untuk diagnosis dan dapat menjelaskan mekanisme terjadinya Kardiomiopati

peripartum tersebut. Pada pemeriksaan ini dapat dilakukan pengukuran kontraksi

miokard secara global dan segmental.

Penatalaksanaan selama kehamilan :

Dapat menyebabkan defek pada janin, walaupun obat-obat tersebut merupakan terapi

standar pada gagal jantung pada umumnya. Efek teratogenik pada umumnya timbul

pada trimeter kedua dan ketiga.

Digoksin

Beta blockers

Loop diuretic

Hydralazine dan nitrat : obat-obatan yang dapat menurunkan afterload . cukup aman

diberikan selama kehamilan.

Tatalaksana post partum

ACE dan ARB dapat diberikan post partum, dosis diberikan dengan target setengah

dari dosis antihipertensi.

Diuretika

Spironolakton atau digoksin

Page 18: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Beta blockers : direkomendasikan untuk kardiomiopati peripartum, dikatakan dapat

memperbaiki gejala klinis, fraksi ejeksi dan angka kelangsungan hidup. Pilihan beta

blockers yang dianjurkan : carvedilol dan metoprolol.

Antikoagulan : karena kejadian tromboembolisme akan meningkat pada kasus-kasus

kardiomiopati peripartum akibat : a. Dilatasi dimensi ruang-ruang jantung. b.

Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan c. Seringkali disertai dengan fibrilai atrial.

Sehingga pemberian antikoagulan sangat dianjurkan, yang dilanjutkan sampai fungsi

sistolik ventrikel kiri kembari normal.

Transplantasi jantung

Ventricular assit device : dibutuhkan sebagai terapi antara sebelum dilakukan

transplantasi kardiak

Obat-obat baru :

- Pentoksifilin

- Immunoglobin intravena

- Terapi imunosupresif

- Bromocriptine.15

Page 19: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

BAB III

ILUSTRASI KASUS

DATA PASIEN

NAMA : NY. D/ SMA NAMA : TN. B/ SMA

USIA : 25 TAHUN USIA : 34 TAHUN

PEKERJAAN : SWASTA PEKERJAAN : SWASTA

AGAMA : ISLAM AGAMA : ISLAM

SUKU/BANGSA: JAWA/INDONESIA SUKU/BANGSA : JAWA/INDONESIA

ALAMAT : PERTATEAN CIREBON

Tanggal masuk RS : 15/10/12 pukul 16.25 WIB

Datang sendiri ke RS bukan karena rujukan

II. Anamnesis

1. Keluhan utama :

OS mengeluh sesak nafas dan kepala pusing

2. Riwayat penyakit sekarang :

Seorang dengan G1P0A0 mengaku sedang hamil 7 bulan dan pergerakan janin masih

dirasakan.

♀ mengatakan :

Pada tanggal 13/10/12

- Jam 10.00 WIB OS mengeluh sesak nafas setelah pulang dari pasar

dan kepala pusing, membaik setelah beristirahat. Kemudian keluhan

berkurang dengan sendirinya.

Pada tanggal14/10/12

- Jam 18.00 WIB OS mengeluh sesak nafas lagi setelah menyapu

halaman, sesak nafas semakin berat pasien mencoba beristirahat

lagi, kemudian berkurang (tapi sesak hilang tidak secepat yang

pertama)

Page 20: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Pada tanggal 15/10/12

- Jam 14.00 WIB OS mengeluh sesak semakin berat dan pergi ke

RSUD Gunung Jati.

- Jam 16.25 WIB OS tiba di VK

3. Riwayat penyakit terdahulu :

25/09/12- dirawat IcvCU dengan eklampsia

08/10/12- dirawat di ruang vk dengan PEB

Riwayat asma disangkal

Riwayat hipertensi sebelum kehamilan disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat DM disangkal

4. Riwayat operasi :

OS tidak pernah di operasi sebelumnya

5. Riwayat perkawinan :

Perkawinan yang ke 1, lama perkawinan sekarang 6 bulan

6. Riwayat obstetri :

No. Kehamilan/partus Umur Keadaan anak Keterangan

1. Sekarang

7. Kehamilan sekarang :

HPHT : 17 - 03- 2012

HPL : 24- 12- 2012

8. Riwayat ANC

6 kali di klinik panti abdi darma

STATUS PRAESENS

1. Keadaan umum : baik

2. Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 160/120 mmHg

Page 21: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 37 x/menit

Tinggi badan : 157 cm

Berat badan : 64 kg

3. Anemis : ya

Ikterik : tidak

4. Mamae : simetris, puting menonjol

5. Jantung : bunyi jantung reguler

6. Paru-paru : ronki (-), wheezing (-)

7. Edema : tampak edema pada kedua ekstremitas bawah (kaki)

PEMERIKSAAN OBSTETRI

1. Pemeriksaan luar :

TFU : 19 cm TBJ : 930 gr

Letak anak : memanjang, punggung kanan, presentasi kepala

DJJ : 170 x/menit

His : negatif

2. Pemeriksaan dalam :

Tidak dilakukan

3. Pemeriksaan panggul :

Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium darah

1. Hb : 16,7 g/dl ( 11,0 – 18,8)

2. Leukosit : 10.500 m3 ( 4,0 – 11,0)

3. Trombosit : 204.000 m3 ( 150.000- 400.00)

4. Glukosa : 94 mg/dl ( < 140 )

5. Ureum : 48,2 mg/dl (15-45 )

6. Kreatin : 2,78 mg/dl (0,5-0,5 )

7. Gol darah/ rhesus : tidak diperiksa

8. HbsAg : negatif

9. HIV : positif

10. Lain-lain : -

Page 22: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

b. Urine

Protein : +++

c. USG

Tidak dilakukan

DIAGNOSA

G1P0A0 gravida preterm (30 – 31 minggu) dengan PEB +fetal dystress+ B20 + sesak nafas

PENATALAKSANAAN

IVFD D5 % 20 gtt/mn

MgSO4- boka, boki

Cotrimoksazol

Tanggal 15/10/12

Jam 17. 10 WIB -> consul dr. Samsudin Sp.OG :

Vital sign : TD : 160/120 mmHg, N : 98 x/mnt, R : 37 x/mnt, S : 37,8 0C

Terpasang O2 5 liter

DJJ : 160 x/mnt

Jam 15.40 WIB -> SM boka-boki.

advice : rawat ICU/ICCU,

protab PEB lanjutkan

Jam 18. 05 WIB -> consul dr. Samsudin Sp.OG :

Vital sign : TD : 150/110 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 37 x/mnt, S : 37,8 0C

Terpasang O2 5 liter

DJJ : 163 x/mnt

Acc rawat ICCU

konsulkan ke dr. Jantung

Adv : lasix 1 ampul via telpon dr. Jaga ruangan

Tanggal 16/10/12

Jam 06.20 WIB -> konsul dr. Samsudin Sp.OG

Vital sign : TD : 160/100 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 34 x/mnt, S : 37,8 0C

Page 23: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Terpasang O2 5 liter

DJJ : 135 x/mnt

Jam 19.40 WIB -> masuk lasix 1 ampul.

Jam 00.40. WIB -> SM boka

Adv : Dopamed 3 x 250mg

Jam 07.40 WIB -> konsul dr. Edial SpJP

Vital sign : TD : 160/100 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 34 x/mnt, S : 37,8 0C

Terpasang O2 5 liter

DJJ : 135 x/mnt

Rencana visite jam 10.00 WIB

Jam 09.00 WIB -> konsul dr. Samsudin Sp.OG

Vital sign : TD : 160/100 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 34 x/mnt, S : 37,8 0C

Terpasang O2 5 liter

DJJ : 130 x/mnt

Advice : konsul untuk terminasi Dr. Edial, SpJP , Dr. H.

Doddi,SpOG:

Dr. Edial, SpJP :

Advice :

pro labor

susp CHF

dopamed 3x250 mg

fargoksin 4 x1/2 tab

tiarid 3x1

trizedon 2x1

acc rawat ICCU

jam 11.00 WIB -> visite Dr. H. Doddi,SpOG

adv pasang metrolisa -> drip

Jam 14. 50 WIB -> telah dilakukan pemasangan metrolisa dengan cairan ± 60 cc,

oksitosin drip sampai 40 gtt/mn , pindah ICU

Jam 19. 10 WIB -> dilakukan pemeriksaan dalam

v/v : t.a.k

porsio : tebal, lunak

pembukaan : 2-3 cm

ketuban : +

Page 24: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

kepala : masih tinggi

Pemeriksaan DJJ : 166x/menit

His : 2x/10’-> 20”

D/ G1P0A0 parturien preterm 30 -31 minggu kala I fase laten dengan PEB + fetal

dystress + B20

Tanggal 17/10/12

Jam 01.35 WIB -> metrolisa lepas -> pasien menolak di PD

Jam 02.15. WIB -> dilakukan pemeriksaan dalam

v/v : t.a.k

porsio : tidak teraba

pembukaan : lengkap

ketuban : -

kepala : II-III

Jam 04.05 WIB -> P1A0 partus prematurus spontan dengan PEB + sesak nafas +B20

TD : 150/110 mmHg

RR : 32 x/menit

HR : 106 x/menit

Terapi :

amoxicillin 500 mg 3x1 tab

Sulfas ferrous 1x1 tab

Paracetamol

Pindah ruang IV.

Tanggal CATATAN INSTRUKSI

Page 25: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

17/10/12

- Keluhan utama : sesak

nafas

- Keadaan umum

: tampak sakit berat

- Kesadaran

: komposmentis

- Konjungtiva anemis,

sklera tidak ikterik

- Vital sign :

TD :150/90 mmHg

N : 88 x/mnt

RR : 28x/mnt

S : 37,5 0C

- Thoraks :

BJ I/II reguler,

tidak ada suara

tambahan

Tidak ada

wheezing, tidak

ada rhonki

Belum keluar ASI

- Abdomen :

TFU : 4 jari

dibawah pusat,

kontraksi uterus

baik

- Lochia rubra

- Edema ekstremitas

tampak pada kedua

kaki

- SSO : BAB (-), BAK

t/ interna :

- catapres 3x1

- digoksin 1x1

- infus dextrose 5%

- transfusi 3 labu

Page 26: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

(+) -> terpasang kateter

- Hb : 6,2 g/dl

- Leukosit : 30.100

- Terpasang O2

d/ P1A0 partus prematurus

dengan PEB dan B20

18/10/12 - Keluhan utama : lemas

- Keadaan umum :

tampak sakit berat

- Kesadaran

: komposmentis

- Konjungtiva anemis,

sklera tidak ikterik

- Vital sign :

TD : 90/60 mmHg

N : 80 x/mnt

RR : 20x/mnt

S : 38 0C

- Thoraks :

BJ I/II reguler, tidak

ada suara tambahan

Tidak ada wheezing,

tidak ada rhonki

Belum keluar

ASI

- Abdomen :

TFU : 4 jari

dibawah pusat,

kontraksi uterus

baik

sudah dilakukan konseling terhadap

keluarga pasien. Sementara ARV belum

dimulai ( CD4 masih diatas 350,belum

indikasi ARV)

Terapi mengikuti

dr. SpOG dan dr.

SpOG

Konsul penyakit dalam

Adv : cek albumin , foto rontgen, EKG

Hasil darah lengkap :

Glukosa sewaktu: 84 mg/dL (<140)

Leukosit: 27,9 103/mm3 (4-11)

Ureum: 129,6 mg/dL (15-45)

Hb 4,2 g/dL (11-18)

Kreatinin 2,58 mg/dL (0,5-0,9)

trombosit 146 103/mm3 (150-400)

Protein T 3,95 g/dL (6,4 – 8,3)

albumin 1,53 g/dL (3,8 – 4,4)

globulin 2,42 g/dL (2,8 -3,1)

Page 27: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

- Lochia rubra

- Edema ekstremitas

tampak pada kedua kaki

- SSO : BAB (-), BAK (+)

-> terpasang kateter

d/ P1A0 partus prematurus

dengan PEB dan B20

Tanggal 27/09/12

Hasil pemeriksaan rontgen :

COR : CTR < 50 %

Pulmo : hilus dan vaskular kasar, Tidak tampak infiltrate

Kalsifikasi di suprahiller kiri

Sinus diafragma baik

Kesan : kardiomegali ringan, TB inaktif

Hasil EKG

Page 28: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30
Page 29: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

19/10/12 - Keluhan utama : tidak ada

keluhan

- Keadaan umum : tampak

sakit berat

- Kesadaran :

komposmentis

- Konjungtiva anemis, sklera

tidak ikterik

- Vital sign :

TD : 140/60 mmHg

N : 80 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 38 0C

- Thoraks :

BJ I/II reguler, tidak ada

suara tambahan

Tidak ada wheezing, tidak

ada rhonki

Belum keluar ASI

- Abdomen :

TFU : 4 jari dibawah

pusat,

kontraksi uterus baik

- Lochia rubra

- Edema ekstremitas tampak

pada kedua kaki

- SSO : BAB (-), BAK (+) ->

terpasang kateter

d/ P1A0 partus prematurus

dengan PEB dan B20 + susp.

Decomp cordis

Page 30: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

20/10/12 - Keluhan utama : nyeri dada

kiri

- Keluhan tambahan :

mual, muntah, batuk,

terlentang harus 3 bantal

- Keadaan umum : tampak

sakit berat

- Kesadaran :

komposmentis

- Konjungtiva anemis, sklera

tidak ikterik

- Vital sign :

TD : 140/60 mmHg

N : 80 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 38 0C

- Thoraks :

BJ I/II reguler, tidak ada

suara tambahan

Tidak ada wheezing,

tidak ada rhonki

Belum keluar ASI

- Abdomen :

TFU : 4 jari dibawah

pusat,

kontraksi uterus baik

- Lochia rubra

- Edema ekstremitas tampak

pada kedua kaki

- SSO : BAB (-), BAK (+) ->

terpasang kateter

d/ P1A0 partus prematurus dengan

PEB dan B20 + susp. Decomp

konsul dr. Edial SpJP- acc alih rawat

interna- tambah albumin.

Page 31: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

cordis

Follow up interna / follow up ruang

6

- Keluhan utama : sesak nafas

- Keadaan umum : tampak

sakit berat

- Kesadaran :

komposmentis

- Kepala :

Konjungtiva anemis, sklera

tidak ikterik, tidak sianosis,

edema wajah (-)

- Leher :

massa tumor (-), pembesaran

kelenjar (-)

- Vital sign :

TD : 150/80 mmHg

N : 90 x/mnt

RR : 24x/mnt

S : 38 0C

- Thoraks :

Cor : BJ I/II reguler,

murmur (-), gallop (+)

Pulmo : VBS +/+, rhonki

(-), wheezing (-)

- Abdomen :

Tidak teraba massa di 4

kuadran

Tidak nyeri tekan, tidak

nyeri lepas dan tidak

nyeri ketuk di keempat

kuadran

- Ekstremitas : edema (+)

Page 32: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

pretibial dan dorsum pedis

- SSO : BAB (-), BAK (+)

21/10/12 - Keluhan utama : sesak nafas

- Keluhan tambahan : nyeri

dada sebelah kiri, batuk, mual

- Keadaan umum : tampak

sakit berat

- Kesadaran : komposmentis

- Kepala : Konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik,

tidak sianosis, edema

wajah (-)

- Leher :

massa tumor (-), pembesaran

kelenjar (-)

- Vital sign :

TD : 160/90 mmHg

N : 112 x/mnt

RR : 24 x/mnt

S : 38 0C

- Thoraks :

Cor : BJ I/II reguler,

murmur (-), gallop (+)

Pulmo : VBS +/+, rhonki

(-), wheezing (-)

- Abdomen :

Tidak teraba massa di 4

kuadran

Tidak nyeri tekan, tidak

nyeri lepas dan tidak

nyeri ketuk di keempat

kuadran

IVFD Nacl

B complex 1x1 tab

Cotrimoksazol 2x1 tab

Koreksi Hb > 10

Koreksi albumin > 2,7

Page 33: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

- Ekstremitas : edema (+)

pretibial dan dorsum pedis

- SSO : BAB (-), BAK (+)

22/10/12 - Keluhan utama : sesak nafas

- Keluhan tambahan :

nyeri dada sebelah kiri, batuk,

mual

- Keadaan umum : tampak

sakit berat

- Kesadaran :

komposmentis

- Kepala :

Konjungtiva anemis, sklera

tidak ikterik, tidak sianosis,

edema wajah (-)

- Leher :

massa tumor (-), pembesaran

kelenjar (-)

- Vital sign :

TD : 160/100 mmHg

N : 100 x/mnt

RR : 24 x/mnt

S : 38,7 0C

- Thoraks :

Cor : BJ I/II reguler,

murmur (-), gallop (+)

Pulmo : VBS +/+, rhonki

(-), wheezing (-)

- Abdomen :

Tidak teraba massa di 4

kuadran

Tidak nyeri tekan, tidak

Fargoksin 4x1/2 tab

Paracetamol 3x1 tab

Selebihnya terapi lanjut.

Page 34: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

nyeri lepas dan tidak

nyeri ketuk di keempat

kuadran

- Ekstremitas : edema (+)

pretibial dan dorsum pedis

- SSO : BAB (-), BAK (+)

23/10/12 - Keluhan utama : sesak nafas

semakin berat

- Keluhan tambahan :

nyeri dada sebelah kiri, batuk,

mual

- Keadaan umum : tampak

sakit berat

- Kesadaran : somnolen

- Kepala :Konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik,

tidak sianosis, edema wajah

(-)

- Leher : massa tumor (-),

pembesaran kelenjar (-)

- Vital sign :

TD : 170/90 mmHg

N : 120 x/mnt

RR : 24 x/mnt

S : 38 0C

- Thoraks :

Cor : BJ I/II reguler,

murmur (-), gallop (+)

Pulmo : VBS +/+, rhonki

(-), wheezing (-)

- Abdomen :

Tidak teraba massa di 4

Konsul ke Sp.Saraf.

Advice :

-pemeriksaan ct-scan kepala

Hasil CT- scan kepala

Kesimpulan :

Infark multiple di basal ganglia

bilateral dan lobus oksipital

DD :

cerebritis ensefalitis

toxoplasmosis

Page 35: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

kuadran

Tidak nyeri tekan, tidak

nyeri lepas dan tidak

nyeri ketuk di keempat

kuadran

- Ekstremitas : edema (+)

pretibial dan dorsum pedis

- Akral hangat di keempat

ektremitaas

- SSO : BAB (-), BAK (+)

24/10/12 - Keluhan tambahan : -

- Keadaan umum : tampak

sakit berat

- Kesadaran : somnolen

(penurunan kesadaran dari

kemarin sore)

- Kepala : Konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik,

tidak sianosis, edema wajah

(-)

- Leher : massa tumor (-),

pembesaran kelenjar (-)

- Vital sign :

TD : 120/70 mmHg

N : 64 x/mnt

RR : 48 x/mnt

S : 39,6 0C

- Thoraks :

Cor : BJ I/II reguler,

murmur (-), gallop (+)

Pulmo : VBS +/+, rhonki

(-), wheezing (-)

Page 36: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Jam 10.00

WIB

- Abdomen :

Tidak teraba massa di 4

kuadran

Tidak nyeri tekan, tidak

nyeri lepas dan tidak nyeri

ketuk di keempat kuadran

- Ekstremitas : edema (+)

pretibial dan dorsum pedis

- Akral hangat di keempat

ektremitaas

- SSO : BAB (-), BAK (+)

Ku : penurunan kesadaran

Kesadaran : koma

GCS : E1 V1 M1 =3

Vital sign :

TD : 140/70 mmHg

N : 96 x/mnt

RR : 44 x/mnt

S : 40,1 0C

RCL/RCTL = -/-

Jam 10.20 WIB : Konsul dr. Kusdrajat

Sp.PD

Advice :

Ceftriaxon 3x1 gr

Sanmol infus -> panas

Konsul Sp. Saraf

Cek ureum, kreatinin (CITO)

24/10/12 Keluhan utama : penurunan

kesadaran

Keadaan umum : tampak

sakit berat

Kesadaran : koma

GCS : E1 V1 M1 =3

Refleks meningeal = kk (+),

k(-), B I/II = -/-

Refleks fisiologis : APR =

menurun/menurun, KPR =

Hasil ct-scan :

infark di ganglia basalis

bilateral dan lobus occipital

DD cerebritis ensefalitis,

toxoplasmosis

Hasil pemeriksaan darah

WBC : 27,9 103/mm3 (4-11)

HB : 4,2 g/dL (11-18)

Protein T : 4,04 g/dL

(6,4 – 8,3)

Page 37: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

jam 13.55

WIB

menurun/menurun, BPR =

menurun/menurun, TPR =

menurun/menurun

Refleks patologis : BB (-), C

(-), H (-), T(-)

Motorik dan sensorik : sulit

dinilai

SSO : BAK (+), BAB (-),

keringat (-)

Saraf kranial

N II : RCL/RCTL : -/-

N III/ IV/ VI :

tidak dapat dinilai

N V :

tidak dapat dinilai

N VII :

tidak dapat dinilai

N IX, X, XI, XII : tidak dapat

dinilai

Diagnosis klinis : penurunan

kesadaran, refleks fisiologis

menurun

Diagnosis topis : ganglia

basalis bilateral, lobus

occipital dextra

Diagnosis klinis : DD

cerebritis ensefalitis,

toxoplasmosis

Albumin : 2,24 g/dL

(3,8 – 4,4)

Ureum :129,6 mg/dL (15-45

Kreatinin 2,58 mg/dL (0,5 -0,9)

Advice :

pro ICU

citicolin 2x1 amp

kalmetason 3x1

konsul Sp.PD

konsul dr. Kusdrajat Sp.PD

adv : - triofusin 3x1gr

- transfusi 2 labu PRC

Page 38: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Jam 15.15

WIB

Jam 15.25

WIB

Jam 15.35

WIB

keadaan umum : koma

T : 90/70 mmHg

RR : 48 x/mnt

Kesadaran : koma, Apneu

Resusitasi Jantung Paru

Kesadaran : koma

Pupil midriasis maksimal

Reflex cahaya (-/-)

Suara paru (-/-)

BJ I/II (-/-)

Pasien meninggal dengan gagal

nafas, gagal jantung, B20

Diagnosis kerja : ODHA +

multiple abses cerebri

Diagnosa tambahan : CHF /

toxoplasmosis

konsul dr. Jaga ruangan

Konsul dr. Kusdrajat Sp.PD

Adv : kosul dr. Edial Sp.JP

Konsul dr. Edial Sp.JP

Adv: farmadel infus (sebelum tranfusi

sampai suhu turun), infus 2 jalur

Page 39: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Kenapa pasien di diagnosa dengan P1A0 partus prematurus (30-31 minggu) spontan

dengan PEB + CHF NYHA IV ec. Kardiomiopati peripartum + B20?

a. Preeklampsia berat Tekanan darah saat pasien datang : 160/120 mmHg

Pemeriksaan Urine Protein : +++

Tampak edema pada kedua ektremitas bawah

b. CHF NYHA IV

Diagnosa decompensatio cordis menurut framingham :

Mayor :

Dispneu nocturnal paroksismal/ortopneu

Peningkatan tekanan vena jugularis

Rhonki basah tidak nyaring

Kardiomegali

Edema paru akut

Irama derap s3

Refleks hepatojugular

Minor :

Edema pergelangan kaki

Batuk malam hari

Dispneu d effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Takikardia

Untuk mencapai diagnosa harus memenuhi 2 mayor dan 2 minor, pada pasien ini ditemukan :

Dispneu nocturnal paroksismal/ortopneu

Kardiomegali

Irama derap s3

Page 40: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Edema pergelangan kaki

Batuk malam hari

Dispneu d effort

Takikardia

Klasifikasi NYHA- tahapan gagal jantung

KELAS Gejala

Kelas I (ringan) Tidak ada pematasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak

menyebabkan kelelahan berlebihan, palpitasi, atau dyspnea (sesak

nafas)

Kelas II (mild) Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Nyaman pada saat istirahat.

Kelas III

( moderate)

Ditandai pembatasn aktivitas fisik. Nyaman pada saat istirahat,

aktivitas berat menyebabkan kelelahan, palpitasi atau dyspnea

Kelas IV (berat) Tidak dapat melaksanakan setiap aktifitas fisik tanpa merasa

kelelahan,gejala insufisiensi jantung saat istirahat. Jika ada aktifitas

fisik yang dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.

pada pasien ini mengluhkan sesak dan lelah meskipun hanya berbaring di tempat tidur.

c. Kardiomiopati peripartum

Kriteria diagnostik dari Kardiomiopati peripartum semua ditemukan pada pasien ini :

Kriteria klasik

- Gagal jantung yang terjadi dalam 1 bulan setelah melahirkan

- Tidak ditemukan penyebab lain dari gagal jantung

- Tidak diketahui adanya penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan

tersebut

Kriteria tambahan

Gejala gagal jantung seperti sesak nafas, sakit kepala, edema tungkai dan orthopnea

dapat ditemukan pada pasien ini

Selain itu pasien memiliki gambaran rontgen kardiomegali, gambaran ekg dengan

sinus takikardia.

d. B20

Hasil pemeriksaan darah menunjukkan HIV/AIDS positif dengan kadar CD4 >350

2.Apakah ada hubungan PEB dan gangguan sistem kardiovaskular pada pasien ini?

Page 41: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-kasus

preeklampsia atau eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya berhubungan dengan

peningkatan afterload yang diakibatkan oleh hipertensi dan aktivasi endotelial berupa

ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular terutama di paru-paru.

Dibandingkan dengan ibu hamil normal, penderita preeklampsia atau eklampsia

memiliki peningkatan curah jantung yang signifikan pada fase preklinik, namun tidak

ada perbedaan pada tahanan perifer total. Sedangkan pada stadium klinik, pada kasus

preeklampsia atau eklampsia terjadi penurunan tingkat curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer total yang signifikan dibandingkan dengan kasus normal.

Hemokonsentrasi adalah pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan eklampsia

yang berat. Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil dengan eklampsia tidak

terjadi hipervolemia seperti yang diharapkan. Pada seorang wanita dengan usia rata-rata,

biasanya terjadi peningkatan volume darah dari ± 3500 mL saat tidak hamil menjadi ± 5000

mL beberapa minggu terakhir kehamilan. Dalam kasus eklampsia, peningkatan volume ±

1500 mL ini tidak ditemukan. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan vasokonstriksi

luas yang diperburuk oleh peningkatan permeabilitas vaskular.

Telah dibahas sebelumnya, pada kardiomiopati peripartum, etiologi belum jelas, diduga

miokarditis dapat mendasarinya. Pada pasien ini, dengan adanya infeksi HIV, diduga

mempermudah terjadinya miokarditis, dan dengan adanya PEB akan memperberat kerja

jantung karna efek jejas endotel yang disebabkannya. Sehingga jantung pada awalnya

mengkompensasi keadaan tersebut yang lama kelamaan dapat mejadi gagal jantung.

3. Apakah indikasi terminasi kehamilan pada pasien ini ?

Ibu memiliki riwayat eklampsia dan pengobatan PEB lebih dari 2x24 jam dan tidak

memberikan perbaikan,

Terjadi fetal dystress

4. Pada pasien HIV bagaimana pemilihan persalinannya?

American college of obstetricians and gynecologist ( ACOG ), mengusulkan SC elektif

sebagai cara persalinan yang terpilih, karena dapat menurunkan angka penularan dari ibu

ke bayi, tetapi harus memberikan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan dilakukan.

Page 42: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

BAB V

PENATALAKSANAAN

1. Preeklampsia berat

Infus RL atau dextrosa 5%

MgSO4 (pencegahan dan terapi kejang)

Dosis awal : 10 g IM (dibagi 2 boka dan boki)

Dosis lanjutan : 5g IM tiap 4-6 jam bergantian salah satu bokong

Terminasi kehamilan dengan indikasi : keadaan ibu dengan pemberian protab PEB 2x

24 jam tidak membaik, hasil laboratorium memburuk, terdapat tanda-tanda fetal

distress pda janin

2. kardiomiopati peripartum

Tatalaksana selama kehamilan

Digoksin

Beta blockers

Loop diuretic

Hydralazine dan nitrat : obat-obatan yang dapat menurunkan afterload . cukup aman

diberikan selama kehamilan.

Tatalaksana post partum

ACE dan ARB dapat diberikan post partum, dosis diberikan dengan target setengah

dari dosis antihipertensi.

Diuretika

Spironolakton atau digoksin

Beta blockers : direkomendasikan untuk kardiomiopati peripartum, dikatakan dapat

memperbaiki gejala klinis, fraksi ejeksi dan angka kelangsungan hidup. Pilihan beta

blockers yang dianjurkan : carvedilol dan metoprolol.

Antikoagulan : karena kejadian tromboembolisme akan meningkat pada kasus-kasus

kardiomiopati peripartum akibat : a. Dilatasi dimensi ruang-ruang jantung. b.

Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan c. Seringkali disertai dengan fibrilai atrial.

Sehingga pemberian antikoagulan sangat dianjurkan, yang dilanjutkan sampai fungsi

sistolik ventrikel kiri kembari normal

Page 43: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

BAB VI

KESIMPULAN

pada pasien ODHA ( orang dengan HIV/AIDS ) memiliki resiko tinggi untuk menghadapi

sebuah kehamilan. Karena kemudahan terjadinya infeksi selama kehamilan akan menjadi

penyulit selama kehamilan, persalinan dan nifas dan memiliki defek terhadap janin. Yaitu

persalinan prematur, fetal distress dan IUGR.

Pada pasien ini, terjadi infeksi HIV/AIDS, preeklampsia berat, serta gagal jantung yang

diduga karena kardiomiopati peripartum. Dimana keadaan ini berhubungan satu dengan

lainnya.

Preeklampsia akan memperberat kerja jantung dan tahanan pembuluh darah perifer karena

berusaha untuk mensuplai oksigen dan nutrisi terhadap janin sehingga dapat terjadi

kardiomiopati sementara (kompensasi dilatasi), selain itu jantung diperberat dengan adanya

dugaan infeksi pada otot jantung dan infeksi di otak dan HIV/AIDS sehingga terjadi

kegagalan kerja jantung kiri dalam memompakan darah ke seluruh tubuh.

Dalam kasus ini, preeklampsia bukanlah penyebab tunggal untuk mencapai sebuah gagal

jantung. Dan berdasarkan tinjauan pustaka, PEB bukan lah sebuah penyebab, tapi merupakan

pemberat terhadap gagal jantung.

Gagal jantung pada pasien ini lebih mengarah disebabkan oleh kardiomiopati peripartum

yang didasari oleh adanya gangguan jantung yang berhubungan selama kehamilan, adanya

infeksi dengan leukosit 27,9 103/mm3.

Page 44: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusuma BJ. Risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan dengan kadar β-hCG serum

yang tinggi. Majalah Obstetetri Ginekologi Indonesia 2007: 196-200

2. Wiknjosastro H. Plasenta dan liquor amnii dalam Wiknjosastro H ed. Ilmu kebidanan.

Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999: 58-67, 281 –

300

3. McFarland, Elizabeth J. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection in : Current

Pediatric Diagnosis&Treatment. 16th edition. Singapore : McGraw&Hill Company.

2003. (1140-50).

4. Yunihastuti E, Wibowo N, Djauzi S, Djoerban Z. Kelompok Studi Kasus AIDS

FKUI/RSUPN dr.Ciptomangunkusumo. Infeksi HIV pada Kehamilan. Jakarta : FKUI.

2003. (1 – 32).

5. Easterling TR, Otto C. Heart disease. In: Gabbe, editor. Obstetrics-normal and problem

pregnancies. 4 th ed. London: Churchill Livingstone Inc; 2002. p. 1005-30.

6. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari :

http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia-berateklamsia/. Di akses pada

tanggal 29 Oktober 2012.

7. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu

Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur.

Di unduh dari: http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-berat-dan-

eklampsia/. Di akses pada tanggal 29 Oktober 2012.

8. Prawiroharjo, sarwono. Ilmu kebidanan. Jakarta: yayasan bina pustaka Sarwono

Prawiroharjo. 2005.

9. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan. ilmu kedokteran fetomaternal. Edisi Perdana.

Jilid 2. himpunan kedokteran fetomaternal POGI: Surabaya, 2004: 500-5

10. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, edisi 4, Cetakan Ketiga, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, 1999 : 281 – 300

11. Angsar, M,D. Ilmu Kebidanan: “ Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia . 2010. hal. 530-561.

12. Murati T P. Acquired Immunodeficiency Syndrome. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 1996.. (543-50).

Page 45: Case Obsgyn p2a1 Partus Prematurus 30

13. Djauzi, Samsuridjal&djoerban, Zubairi. Penatalaksanaan Infeksi HIV di Pelayanan

Kesehatan Dasar. Edisi kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2003.

14. Ichsan, x. Makalah HIV/AIDS. Diunduh dari :

http://ichsanx.blogspot.com/2011/05/makalah -hiv-aids.html.2011 Di akses pada tanggal

29 Oktober 2012.

15. Nasution, Sally, Ryan ranitya. Kehamilan pada penyakit jantung. Ilmu Penyakit Dalam

jilid II edisi 4. Jakarta : FKUI. 2009. (1822-1829)