Case Jantung

41
BAB I LAPORAN KASUS I. IdentitasPasien Nama : Ny SC Umur : 48 Tahun Jenis Kelamin : perempuan Alamat : Jl. Percetakan negara XI A Pekerjaan : ibu rumah tangga Pendidikan : SMA Suku/Bangsa : Jawa Agama : Islam Status : Menikah Tanggal Pemeriksaan : 23 April 2015 II. Anamnesis Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 23 April 2015 pukul 11.00 WIB di RS. Moh. Ridwan Meuraksa. Keluhan Utama : Nyeri dada sebelah kiri ± 1 minggu SMRS Keluhan Tambahan : Jantung terasa berdebar-debar, sesak nafas, gemetaran seluruh tubuh, nyeri ulu hati dan mual. Riwayat Penyakit Sekarang : 1

description

kasus

Transcript of Case Jantung

BAB ILAPORAN KASUS

I. IdentitasPasienNama: Ny SCUmur: 48 TahunJenis Kelamin: perempuanAlamat: Jl. Percetakan negara XI APekerjaan: ibu rumah tanggaPendidikan: SMASuku/Bangsa: JawaAgama: IslamStatus: MenikahTanggal Pemeriksaan: 23 April 2015

II. AnamnesisAutoanamnesa dilakukan pada tanggal 23 April 2015 pukul 11.00 WIB di RS. Moh. Ridwan Meuraksa.

Keluhan Utama : Nyeri dada sebelah kiri 1 minggu SMRS

Keluhan Tambahan :Jantung terasa berdebar-debar, sesak nafas, gemetaran seluruh tubuh, nyeri ulu hati dan mual.

Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 1 minggu SMRS dan memberat 3 hari SMRS, nyeri dada pasien rasakan seperti tertusuk dan hilang timbul biasanya sekitar 1-2 menit, sebelumnya pasien pernah merasakan hal yang sama mulai tahun 2011 hanya saja pasien merasakan kurang dari 1 menit. Nyeri dirasakan pada bagian dada keseluruhan namun lebih dominan pada dada bagian tengah. Nyeri dada pasien rasakan menjalar hingga ke lengan kiri, leher, gigi dan punggung belakang. Nyeri dirasakan pasien hingga mengganggu aktivitas pasien, hingga pasien tidak pernah melakukan aktivitas berat lagi.Selain itu pasien merasakan sesak nafas, jantung berdebar-debar, gemetaran seluruh tubuh, kesemutan serta nyeri ulu hati, dan mual. Sesak nafas pasien rasakan hingga membuat pasien terbangun pada waktu tidur, tetapi sesak tidak mengganggu aktivitas pasien, biasanya pasien tidur menggunakan 1 bantal. Berdebar-debar dan gemetaran seluruh tubuh biasanya pasien rasakan setelah pasien mengalami nyeri dada. Nyeri ulu hati dan pasien rasakan hilang timbul dan sering kali timbul apabila pasien telat makan.

Riwayat pengobatanSebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama pada tahun 2011 dan berobat ke RSCM serta RS tarakan, pasien di berikan obat bisoprolol 5 mg dan trombo aspilet dan simvastatin.Riwayat alergi Alergi obat dan makanan disangkal oleh pasien, Asma (-), Rhinitis alergi (-)Riwayat penyakit terdahuluRiwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi dan asma disangkalRiwayat penyakit dalam keluargaKeluarga meninggal dengan keluhan yang samaRiwayat sosialPasien menikah, saat ini hanya seorang ibu rumah tangga, pasien mengaku jarang memasak di rumah, pasien lebih suka makan diluar seperti nasi padang dan setiap sore pasien memakan gorengan. Pasien jarang berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIKKesadaran: Compos Mentis GCS: E4M6V5Keadaan Umum: Tampak sakit beratTanda Vital: Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 90x/menit, irama teratur Suhu: 36o C Pernafasan: 20x/menit, regularStatus Generalis: Kepala: Normochepal, rambut tersebar merata, tidak mudah dicabut. Wajah: Ekspresi wajah simetris, tidak ada parese, tidak ada nyeri tekan sinus Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+. Telinga :Normotia +/+, nyeri tekan tragus dan anti tragus -/- , serumen +/+ minimal. Hidung: Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/-. Mulut: Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak ada gigi karies. Leher: Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, JVP 5-2cm. Thoraks: Paru Inspeksi: Bentuk dada normal, luka (-), bekas luka (-), benjolan (-), perubahan warna (-), memar (-), spider nevi (-), pelebaran sela iga (-),kedua dinding dada simetris saat statis dan dinamis. Palpasi: Benjolan (-), nyeri tekan (-). Perkusi: Auskultasi: Vesikuler pada paru kanan dan kiri (+/+),ronkhi +/+,wheezing -/-. Jantung : Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat Palpasi: Iktus cordis teraba di 1 cm medial ICS V linea midclavicula sinistra Perkusi: Batas jantung Batas jantung kanan di ICS 4 linea sternalis dextra Batas jantung kiri di ICS 4 linea midclavikula sinistra Batas pinggang jantung di ICS 2 linea parasternalis sinistra Auskultasi:BJI>BJII,reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Inspeksi: Datar Auskultasi: Bising usus (+) normal Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran Palpasi: Nyeri tekan ulu hati (-), hepar tidak membesar, permukaan rata, nyeri tekan (-), lien tidak teraba membesar. Refleks hepato jugular (-)

Ektremitas: akral hangat, edema , clubbing finger (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah rutin

Tanggal, 21 April 2015Tanggal, 23 April 2015

HEMATOLOGIHb: 13,2Leukosit: 6,1Hematokrit: 41Trombosit : 340HEMATOLOGIHb: 12,8Leukosit: 8,1Hematokrit: 38Trombosit : 318

KIMIA DARAHFungsi HatiSGOT/ASAT: 19SGPT/ALAT: 22Hitung JenisBasofil: 0Eosinofil: 2Batang : 2Segmen: 69Limfosit: 27Monosit: 0

Fungsi JantungTroponin- I : BJII,reguler, murmur (-), gallop (-)Status generalis lain dalam batas normal. Hasil EKG menunjukkan kesan ST Depresi pada I, AVL, V3, V4, dan V5

VI. Diagnosis Kerja

VII. Follow UpTGL23-04-201524-04-201525-04-2015

SNyeri dada (-)BAK bercampur darah (+)Tidak ada keluhanTidak ada keluhan

OKU/KS : TSB/CMTd : 120/80 mmHgN: 96x/mP: 20x/mS: 360CMata : ca -/-, si -/-THT-KL : dbnThorax : simetris, retraksi Cor : BJ I-II regular, m-,g-Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen : datar, bisingusus(+), nyeritekan epigastrium (-), hepardan lien tidakmembesarEkstremitas : akralhangat, edema (-), sianosis (-)KU/KS : TSB/CMTd : 120/80 mmHgN: 92x/mP: 22 x/mS: 360CMata : ca -/-, si -/-THT-KL : dbnThorax : simetris, retraksi Cor : BJ I-II regular, m-,g-Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki+/+, wheezing -/-Abdomen : datar, bisingusus(+), nyeritekan epigastrium (-), hepardan lien tidakmembesarEkstremitas : akralhangat, edema (-), sianosis (-)KU/KS : TSB/CMTd : 120/90 mmHgN: 75x/mP: 20 x/mS: 36,70CMata : ca -/-, si -/-THT-KL : dbnThorax : simetris, retraksi Cor : BJ I-II regular, m-,g-Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki+/+, wheezing -/-Abdomen : datar, bisingusus(+), nyeritekan epigastrium (-), hepardan lien tidakmembesarEkstremitas : akralhangat, edema (-), sianosis (-)

AUAPDyspepsia UAPDyspepsiaUAPDyspepsia

P

Theraphydr.Libra, SpJP Infus RL 20 tpm 02 3 lpm Arixtra 1x2,5mg SC Ranitidin 2x1amp IV Plavix 1x7,5mg PO Mini Aspilet 1x80mg PO Simvastatin 1x20mg PO Nitrokaf 1x2,5mg PO Sukrafat 3x1cth POTheraphydr.Libra, SpJP Infus RL 20 tpm 02 3 lpm Arixtra 1x2,5mg SC Ranitidin 2x1amp IV Plavix 1x7,5mg PO Mini Aspilet 1x80mg PO Simvastatin 1x20mg PO Nitrokaf 1x2,5mg PO Sukrafat 3x1cth PO

Theraphydr.Libra, SpJP Plavix 1x7,5mg PO Ranitidin 2x150mg PO ISDN 3x5mg PO Simvastatin 1x20mg PO Sukrafat 3x1cth PO BLPL

VIII. Penatalaksanaan Therapy dr.librantoro,SpJp Infus RL 20 tpm 02 3 lpm Arixtra 1x2,5mg SC Ranitidin 2x1amp IV Plavix 1x7,5mg PO Mini Aspilet 1x80mg PO Simvastatin 1x20mg PO Nitrokaf 1x2,5mg PO Sukrafat 3x1cth PO

IX. Prognosis Quo ad vitam: dubia ad bonam Quo ad fungsional: dubia ad bonam Quo ad sanationam: dubia ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1Sindroma Koroner AkutSindrom koroner akut merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, sindrom ini meliputi unstable angina pectoris sampai perkembangan menjadi miokard infark akut. Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak aterosklerosis dengan diikuti agregasi trombosit dan pembentukan thrombus intrakoroner.5SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait.6Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung (Fenton, 2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral.7Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.8

II.2ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)II.2.1DefinisiST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan sebagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.9Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. 1STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.3Oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi bergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral dan luas wilayah miokard yang darah yangtersumbat.

II.2.2Diagnosisa. Anamnesis Pasien yang dating dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung.Jika dicurigai nyeri dadanya berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark mokard sebelumnya serta factor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.9Pada hampir setengah kasus, terdapat factor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.9b. Nyeri dadaNyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA.Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien SKA.9Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :1) Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.3) Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/ interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.4) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat 5) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan6) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.c. Elektrokardiografi (EKG)Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.13Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.d. LaboratoriumPetanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).1) CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB2) cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari3) Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase (LDH), reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.5

II.2.3PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.Penanganan kegawat daruratan.a. Tatalaksana awal:Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen 4L/ menit(saturasi dipertahankan > 90%), Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri, Aspirin 160mg (dikunyah), Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.13b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda reperfusi).1) Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.2) Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.3) Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).4) Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin. Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 48 jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki atau < 2 mg/ dl pada wanita).

II.2.4Komplikasi 1. Disfungsi ventrikulerSetelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark.Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi 2,2>2,28 (35,9)

TIMI Risk score adalah system prosnostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.9

II.3Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)II.3.1Definisi Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.15Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.7Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.12

II.3.2Etiologi Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.9Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak stabil : a. Ruptur PlakRuptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.b. Trombosis dan Agregasi TrombositAgregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.c. VasospasmeTerjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.d. Erosi pada plak tanpa rupturTerjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik.

Gambar 1.Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression danComplication) Pada Plak Aterosklerosis.

II.2.4PatofisiologiMekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis.Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.

II.2.5KlasifikasiPada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman.Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.18a. Berdasarkan angina :1) Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada2) Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir3) Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

b. Keadaan klinis:1) Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris2) Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak3) Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.c. Intensitas pengobatan:1) tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal2) timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar3) masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.

II.2.6Diagnosisa. AnamnesisKeluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.b. Pemeriksaan FisikSewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.c. Pemeriksaan Penunjang1) EKGEKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari stress test adalah: a) menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidakb) menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama akanc) memberi hasil positif kuat.9Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen STdisertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpaperubahan segmen ST dan gelombang T. perubahan EKG pada ATS berdifat sementaradan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebutimbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhanangina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atauterjadi elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MBPada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitive untuk nekrosis ototmiokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnyapemeriksaan kadar enzim secara serial untung menyingkirkan adanya IMA.

II.2.6.1Skor Risiko TIMISkor resiko merupakan suatu metode untuk stratifikasi resiko, dan angka faktor resiko. Insidens outcome yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari sekitar antara 5% dengan skor resiko 0-1, sampai 41% dengan skor resiko 6-7.skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry. Dengan meningkatnya skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara progresif pada terapi dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP IIb/IIIa receptor blocker tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus konservatif.Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan clopidogrel menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor resiko juga efektif dalam memprediksi outcome yang buruk pada pasien setelah pulang.

Tabel 4. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI

Usia > 65 tahun >3 faktor risiko PJK Stenosis sebelumnya > 50% Deviasi ST >2 kejadian angina < 24 jam Aspirin dalam 7 hari terakhir Peningkatan petanda jantung

Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI.

II.2.7Penatalaksanaana. Tindakan UmumPasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.b. Terapi Medika Mentosa1) Obat anti-iskemiaa) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.Preparat :Nitrogliserin:Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingualNitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulitNitroderm 5-10 mg tempelkan di kulitIsosorbid dinitrat:Isobit 5-10 mg tablet sublingualIsodil 5-10 mg tablet sublingualCedocard 5-10 mg tablet sublingualb) -blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium : golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin) golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem). 2) Obat anti-agregasi trombositObat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIaIkatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui : absiksimab suatu antibodi mooklonal eptifibatid suatu siklik heptapeptid tirofiban suatu nonpeptid mimetikObat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak stabil. 3) Obat anti-trombina) Unfractionated HeparinHeparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.c) Direct Thrombin InhibitorsDirect Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT). 4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koronerTindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.c. Terapi Non Medika Mentosa 1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

II.2.8Pencegahana. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.

II.2.9Komplikasi a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.

II.2.10Prognosis Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat serta memberikan pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan prognosis yang baik.Namun bila tidak dapat menimbulkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2011 Nov Available from URL :http://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf2. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines 50:e1. Diunduh dari: www.acc.org/qualityandscience/ clinical/statements.htm (accessed September 18, 2007).3. Alwi, I. 2006. Infark miokard akut dengan elevasi ST dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.4. Brown, T.C., Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William, L.M., (ed.) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta. 2006. Hal : 580-5875. Barriento, Aida Suarez; Romero, Pedro Lopez; Vivas, David and et al. Circadian Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011. Accessed 9 Nov 2011. Avalaibale form:http://www.suc.org.uy/correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-CircadianVariations.pdf6. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for The Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath Conference7. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.8. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 9 Nov 2011. Avalaible form:http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx9. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal.1728-34.

3