Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

35
LAPORAN KASUS RSIJ PONDOK KOPI Disusun Oleh : FIBRA MILITA 2006730029 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

Transcript of Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

Page 1: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

LAPORAN KASUS

RSIJ PONDOK KOPI

Disusun Oleh :

FIBRA MILITA

2006730029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2010

Page 2: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

2

LAPORAN

KASUS

STATUS PASIEN

No RM : 19.15.49

Nama Pasien : Tn. A

Nama Dokter : dr.Adri Rivai, SpPD

A. IDENTITAS

Nama Lengkap : Tn. A

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 2 april 1955

Usia : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Jl. Bunga Rampai III/150

Masuk RS tanggal : 4 Desember 2010

Diagnosis saat masuk : Observasi vomitus, NIDDM, Stroke

No.Rekam Medis : 19.15.49

Page 3: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

3

B. ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA

Muntah-muntah sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 3 kali/hari.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien mengeluh muntah-muntah sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari

3 kali/hari. Os juga emngeluh mual, nyeri ulu hati dan rasa tidak enak pada perut.

Os sejak 10 tahun yang lalu, anggota gerak sebelah kiri (tangan dan kaki) terasa

lemah. Keluhan lemah disertai rasa dingin pada sisi tubuh sebelah kiri itu.

Keluhan ini tidak dirasakan pada anggota gerak sebelah kanan. Os merupakan

penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dan stroke sejak 10 tahun yang

lalu. Riwayat dirawat di rumah sakit karena diabetes mellitus. BAB dan BAK

dalam batas normal. Demam, sakit kepala, batuk dna pilek disangkal. Nafsu

makan pasien baik.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti saat ini

Riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu

Riwayat stroke sejak 10 tahun yang lalu

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes mellitus diderita oleh ibu kandung pasien

RIWAYAT PSIKOSOSIAL

Pasien merokok sejak umur 13 tahun dna berhenti pada usia 17 tahun.

Riwayat minum kopi, alcohol atau jamu-jamu disangkal

Page 4: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

4

ANAMNESIS SISTEM

Kulit : kulit dan kuku normal

Kepala : tidak ada keluhan

Mata : tidak ada keluhan

Telinga : tidak ada keluhan

Hidung : tidak ada keluhan

Mulut : tidak ada keluhan

Tenggorokan : tidak ada keluhan

Leher : tidak ada keluhan

Jantung/paru : tidak ada keluhan

Lambung/usus : muntsh, mual, nyeri ulu hati, rasa tidak enak di perut

Alat kencing : tidak ada keluhan

Syaraf & otot : hemiplegi (+)

C. PEMERIKSAAN FISIK

TANDA VITAL

Tekanan darah : 170/100 mmHg

Nadi : 100 kali / menit

Nafas : 22 kali / menit

Suhu : 37 C⁰

UMUM

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

KULIT : Akral dingin (+), sianosis (-), ikterik (-),

petekie (-)

KEPALA : Normocephal, rambut lurus, hitam dan tidak

rontok

MATA : Sklera : ikterik -/-, konjungtiva : anemis -/-,

Page 5: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

5

reflex pupil +/+

TELINGA : Sekret -/-, cerumen -/-, nyeri -/-

HIDUNG : Sekret (-), deviasi septum (-)

MULUT : Bibir : kering (-), sianosis (-), lidah : kotor (-),

tremor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

LEHER : KGB : tidak teraba pembesaran KGB di leher

Tiroid : tidak teraba pembesaran tiroid

JVP : normal

DADA : Datar, tidak ada jaringan parut, spider nevi (-),

bekas bisul (+)

JANTUNG

Inspeksi : ictus cordis tidak nampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung kanan atas linea parasternal dekstra ICS 2

batas jantung kanan bawah linea parasternal dextra ICS 4

batas jantung kiri atas linea parasternal sinistra ICS 2

batas jantung kiri bawah linea midclavicularis

sinistra ICS 6 lebih ke arah lateral sinistra

PARU

Inspeksi : simetris, retraksi (-), spider nevi (-)

Palpasi : nyerti tekan (-), krepitasi (-), fokal freemitus (+) normal

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

PERUT

Inspeksi : datar, scar (-), distensi (-), asites (-)

Page 6: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

6

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali

(-), ballottement (-), nyeri ketok (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising peristaltic usus normal

ANGGOTA GERAK

Kekuatan motorik : 5/2

Sensibilitas : normal

Reflex fisiologis : normal

Reflex patologis : normal

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 4 Desember 2010

Hemoglobin : 12,9 g/dl

Leukosit : 12.200/mm3

Hematokrit : 32%

Trombosit : 289 ribu/mm3

Ginjal

Ureum : 15 mg/dl

Creatinin : 1,5 mg/dl

Asam urat : 1,5 mg/dl

Hepar

Albumin : 4,2 mg/dl

Globulin : 3,1 mg/dl

SGOT : 15 U/L

SGPT : 8 U/L

GDS : 234 g/dl

GDS j/ 16.00 : 150 g/dl

Page 7: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

7

E. RESUME

Pasien laki-laki, 49 tahun MRS dengan keluhan muntah-muntah sejak 1

hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 3 kali/hari. Os juga mengeluh mual, nyeri

ulu hati dan rasa tidak enak pada perut. Os sejak 10 tahun yang lalu, anggota

gerak sebelah kiri (tangan dan kaki) terasa lemas. Keluhan lemas disertai dengan

rasa dingin pada sisi tubuh sebelah kiri itu. Keluhan ini tidak dirasakan pada

ekstremitas sebelah kanan. OS merupakan penderita diabetes mellitus yang tak

terkontrol dan stroke sejak 10 tahun lalu. Riwayat dirawat di rumah sakit karena

diabetes mellitus.

Pemeriksaan Fisik didapatkan, keadaan umum : sakit sedang, kesadaran :

compos mentis, tekanan darah : 170 / 100, nadi : 100 x / menit, nafas : 22 x /

menit, suhu : 37 C, status generalis : akral dingin, plegi (+) sisi kanan, kekuatan⁰

motorik sisi tubuh kiri; lengan : 2 dan tungkai : 2. Pemeriksaan laboratorium

ditemukan, hemoglobin : 12,33 g/dl, hematokrit : 32%, trombosit 289 ribu/mm3,

natrium 111 mEq, kalium 3.6 mEv, chloride 80 mEq, ureum 15 mg/dl, creatinin

0.5 mg/hari, asam urat 1.4 mg/dl, albumin 4.2 mg/dl, globulin 3.1 mg/dl, SGOT

15 U/L, SGPT 8 U/L, dan GDS 234 g/dl.

F. DIAGNOSIS

- Dyspepsia

- Hiperglikemia ec DM Tipe II

- hemiplegic acc udh kuning flek hitam

G. PENATALAKSANAAN

• Cendantron 8 mg/drip (UGD)

Page 8: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

8

• Ranitidin 1 ampul IV (UGD)

• Glibenclamide 1dd1

• Neurodex 2dd1

• Inpepsa 3dd1

H. PLANNING

Pemeriksaan tekanan darah berkala

Pemeriksaan GDS jam 06.00, 11.00, dan 18.00

Pemeriksaan HbA1C

Pemeriksaan profil lipid

Pemeriksaan foto thorax polos

Pemeriksaan foto ct-scan kepala polos

Pemeriksaan ureum dan creatinin

Edukasi mengenai pola dan jenis makanan (diet)

J. PROGNOSIS

Qou ad fungtionam : dubia et malam

Quo ad vitam : dubia et malam

Quo ad sanactionam : dubia et malam

DISKUSI

Page 9: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

9

DISPEPSIA

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,

ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra

kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas

endoskopi dengan penatalaksanaan dyspepsia di masyarakat.

Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir

sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,

Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-

menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg

triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai

adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan

menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak

selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat

menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki

efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dyspepsia organik atau

esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis

respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. 

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah

omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Page 10: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

10

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain

bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.

Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang

selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan

meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif

(site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran

cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dyspepsia

fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki

bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).

7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-

depresi dan cemas) pada pasien dengan dyspepsia fungsional, karena tidak

jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti

cemas dan depresi.  

 

Page 11: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

11

DIABETES MELLITUS

Kendali hiperglikemia (diabetes mellitus tipe 2)

o Terapi Non Farmakologi

1) Diet

Terapi gizi medis direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus.

Penderita diabetes membutuhkan porsi makan dengan pembatasan

karbohidrat, pembatasan lemak jenuh dan kolesterol. Pasien dengan

diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk

penurunan berat badan.

2) Aktivitas

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi :

- Frakwensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara

teratur yakni 3-5 kali per minggu

- Intensitas : ringan dan sedang (60%-70% Maximum Heart Rate)

- Durasi 30-60 menit

- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan

bersepeda.

Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai dengan terapi non farmakologi.

a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :

Page 12: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

12

Tabel 3. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral

Cara kerja

utama

Efek samping

utama

Penurunan

A1C

Sulfonilurea Meningkatkan

sekresi insulin

BB naik,

hipoglikemia

1,5 – 2 %

Glinid Meningkatkan

sekresi insulin

BB naik,

hipoglikemia

2 %

Metformin Menekan

produksi

glukosa hati

& menambah

sensitivitas

insulin

Diare,

dispepsia,

asidosis laktat

1,5 – 2 %

Penghambat

glokosidase

alfa

Menghambat

absorpsi

glukosa

Flatulensi,

tinja lembek

0,5 – 1 %

Tiazolidindion Menambah

sensitivitas

insulin

Edema 1,3 %

Insulin Menekan

produksi

glukosa hati,

stimulasi

pemanfaatan

glukosa

Hipoglikemia,

BB naik

Potensial

sampai

normal

Page 13: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

13

Page 14: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

14

b. Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes

mellitus tipe1. Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans

kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat

memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes

mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu

agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan

normal. Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2

tidak memerlukan insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan

insulin disamping terapi hipoglikemik oral.

Insulin diperlukan pada keadaan :

1. Penurunan berat badan yang cepat

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetic

4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)

8. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak

terkendali dengan terapi gizi medis

9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Terapi Kombinasi

Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan

dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan

respon kadar glukosa darah. Terapi dengan Obat Hipoglikemik Oral

kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai

mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum

tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari

Page 15: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

15

kelompok yang berbeda, atau kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan

insulin.

Page 16: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

16

STROKE NON HEMORHAGIC

Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah

yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal

otak yang terkena.

Klasifikasi stroke

Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan

menjadi :

1. Stroke hemoragik

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang

disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat

melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran

umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat

hipertensi yang tidak terkontrol.

2. Stroke non hemoragik

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah

otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur.

Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema

otak oleh karena hipoksia jaringan otak.

Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan

penyakitnya, yaitu :

TIA’S (Trans Ischemic Attack)

o Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa

jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari

24 jam.

Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)

o Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna

dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.

Page 17: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

17

Stroke in Volution

o Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan

yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini

biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.

Stroke Komplit

o Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau

permanent.

Faktor Resiko

Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

Hipertensi

Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat

menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga

dapat mengganggu aliran darah cerebral.

Aneurisma pembuluh darah cerebral.

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat

yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan

maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.

Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan

aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang

bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya

peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya

serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap

kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

Page 18: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

18

Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh

darah otak.

Policitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat

sehingga perfusi otak menurun

Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan

terbentuknya embolus dari lemak.

Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol

sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya

pembuluh darah otak.

Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga

terjadi aterosklerosis.

Kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk

kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya

pembuluh darah otak.

Etiologi

Trombus; Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang

terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan lekosit. Trombus yang lepas dan

menyangkut di pembuluh darah lebih distal disebut embolus.

Emboli; Emboli merupakan 5-15 % dari penyebab stroke. Dari penelitian

epidemiologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskemik

otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi

trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri

ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25 % disebabkan oleh penyakit

Page 19: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

19

pembuluh darah kecil di intyrakranial dan 20 % oleh emboli jantung. Emboli

dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit,

udara ,tumor, metastase, bakteri, benda asing

Gejala Klinik

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.

Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya

defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi

pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun.

Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor

serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan

CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskmik

dan edema.

GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, mendadak

dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan

jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila embolus cukup

besar. Likuor serebrospinalis adalah normal.

Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem

vertebrobasilar.

Gangguan pada sistem karotis menyebabkan :

1. Gangguan penglihatan

2. Gangguan bicara, disfasia atau afasia

3. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral

4. Gangguan sensorik

Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan :

1. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada

lobus oksipital

2. Gangguan nervi kranialis bila mengenai batang otak

3. Gangguan motorik

4. Ganggguan koordinasi

Page 20: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

20

5. Drop attack

6. Gangguan sensorik

7. Gangguan kesadaran

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan

sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh.,

eye deviation, hemipareses yang disertai kejang.

Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai

sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba

pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai

hemiplegi, lesi pada kapsula interna.

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans, tanda-

tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris,

disartri, gangguan menelan, deviasi lidah.

Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti; gangguan sensoris

dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi.

Diagnosis

Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan

gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta

tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.

Dimana menurut perjalanan penyakitnya terdiri dari :

Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :

Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,

kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.

CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau

infark.

MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan

bergesernya struktur otak.

Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas

mengenai pembuluh darah yang terganggu.

Page 21: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

21

Penatalaksanaan

Pengobatan Umum

Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:

1. Breathing

Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru cukup

baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah

berkurang.

2. Brain

Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem

otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya

bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol.

Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan

Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.

3. Blood

Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke

otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan

perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa

harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa

harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark

yang ini akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit

harus dijaga.

4. Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi

karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila pelu

diberikan nasogastric tube.

5. Bladder

Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi

retentio urinae. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.

Page 22: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

22

Pengobatan khusus

Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak

semaksimal mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark kita tidak bisa

berbuat banyak. Yang penting adalah menyelamatkan daerah disekitar infark yang

disebut daerah penumbra. Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya

masih hidup, akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak

adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali.

Kriteria diagnosis yang ditentukan pada kasus ini adalah :

Teori Kasus

Gangguan pada sistem karotis;

gangguan penglihatan, gangguan

bicara, disfasia atau afasia, gangguan

motorik, hemiplegi/hemiparese

kontralateral, gangguan sensorik

Hemiplegi sisi tubuh sebelah kiri

Gangguan pada sistem

vertebrobasilar; gangguan

penglihatan, pandangan kabur atau

buta bila gangguan pada lobus

oksipital, gangguan nervi kranialis

bila mengenai batang otak, gangguan

motorik, ganggguan koordinasi, drop

attack, gangguan sensorik, gangguan

kesadaran

(-)

Lesi di kortikal; afasia, gangguan

sensorik kortikal, muka dan lengan

lebih lumpuh atau tungkai lebih

lumpuh, eye deviation, hemiparese

(-)

Page 23: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

23

yang disertai kejang

Lesi di subkortikal; muka, lengan

dan tungkai sama berat lumpuhnya,

distonic posture, gangguan sensoris

nyeri dan raba pada muka lengan dan

tungkai. Bila disertai hemiplegi, lesi

pada kapsula interna

(-)

Lesi di batang otak; hemiplegi

alternans, tanda-tanda serebelar,

nistagmus, gangguan pendengaran,

gangguan sensoris, disartri, gangguan

menelan, deviasi lidah

(-)

Topis di medulla spinalis, akan

timbul gejala seperti; gangguan

sensoris dan keringat sesuai tinggi

lesi, gangguan miksi dan defekasi

(-)

Page 24: Case Dm+Stroke+Dispepsia (Fira)

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jilid I.

Jakarta: FKUI. 2006. hlm. 627 – 628.

2. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jilid III.

Jakarta: FKUI. 2006. hlm. 1871 – 1873.

3. Price & Wilson. Patofisiologi. Ed. VI. Volume 1. Jakarta: EGC. 2005.

hlm. 1106 – 1130.

4. Kaplan NK. Hypertensive Crises in: Kaplan’s Clinical Hypertension. 8th

edition. Lipincott Williams & Wilkins. 2002.

5. Vidt D. Hypertensive Crises: Emergencies and Urgencies. Clev Clinic

Med. 2003.

6. Roesma J. Krisis Hipertensi. Simposium Kedaruratan Klinik. 2002.

7. Kahn R, Buse J, Ferrannini E, Stern M. The Metabolic Syndrome: Time

for A Critical Appraisal Joint Statement from the American

Diabetes Association and The European Association for The

Study of Diabetologia.2005.

8. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of

Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2005