Case Besar Dr Luluk (Rimenda)
-
Upload
andrean-linata -
Category
Documents
-
view
23 -
download
1
description
Transcript of Case Besar Dr Luluk (Rimenda)
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
Nama Mahasiswa : Rimenda Dwirana Barus
NIM : 11.2013.310
Tanda Tangan
Dr. Pembimbing / penguji : dr. Luluk Adipratikto, Sp.P
Tanda Tangan
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SA Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Pernikahan : Sudah menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan :
Alamat : No. RM : 682913
Tanggal masuk RSUD Kudus : 25 Agustus 2014
Ruang : Bougenville 2
Dikasuskan tanggal : 29 Agustus 2014
Diperiksa tanggal : 29 Agustus 2014
1
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, Tanggal : 29 Agustus 2014, Jam : 08.00 WIB
Keluhan Utama :
Kesemutan di kedua telapak kaki sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
3 bulan SMRS
1 bulan SMRS pasien merasa punggung bawah terasa nyeri. Nyeri ditunjuk pasien pada
daerah tulang belakang di area perut. Nyeri dirasa terus-menerus, bersifat seperti menekan
punggung bawah pasien. Pasien mengatakan nyeri juga terasa ‘cekit-cekit’, kadang terasa panas,
dan nyeri yang dirasakan menjalar ke kedua tungkai sampai telapak kaki pasien.
1 minggu SMRS pasien merasa telapak kaki kiri dan kanan kesemutan. Kesemutan yang
dirasakan terjadi tiba-tiba, dan berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Kadang telapak kaki
terasa baal dan berat untuk digerakkan. Nyeri punggung yang dirasakan oleh pasien tetap terasa.
Pasien juga merasa nyeri punggung bawah, nyeri kadang seperti menekan punggung pasien,
kadang terasa panas dan punggung bawah terasa seperti ditusuk-tusuk, membuat pasien merasa
pegal.
Demam, mual, muntah dan nyeri kepala tidak ada. BAK dan BAB lancar. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat batuk yang lama dan batuk berdarah, tidak ada riwayat
penurunan berat badan tiba-tiba.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Hepatitis : Disangkal
- Asma : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal
- Alergi : Disangkal
- Batuk yang lama : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
2
Seorang saudara laki-laki OS memiliki riwayat sakit paru 5 tahun lalu dan saat itu saudara
laki-laki OS masih tinggal serumah dengan OS. Saudara OS sudah menjalani pengobatan, tetapi
OS tidak ingat berapa lama waktu pengobatan tersebut.
Saat ini OS memiliki seorang anak berusia 2 tahun. Saat anak OS usia 8 bulan anak OS
terdiagnosa mengidap flek paru, dan menjalani pengobatan selama 6 bulan. Pengobatan teratur
dan sudah dinyatakan sembuh oleh pihak pelayanan kesehatan.
Riwayat Sosial
OS mengatakan memiliki tetangga sebelah rumah, seorang pria usia sekitar 50 tahun yang
menderita batuk selama 1 tahun. Perawakan tetangga OS terlihat sangat kurus.
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : Rumah
Ditolong oleh : Bidan
Persalinan : Spontan
Riwayat Imunisasi
Pasien tidak ingat riwayat imunisasinya
Kebiasaan
(-) Merokok (-) Jamu
(-) Kopi (-) Obat
(+) Teh (-) Alkohol
Riwayat Ekonomi
Keuangan : Kurang
Pekerjaan : Di nafkahi suami
Keluarga : Tidak ada masalah
Lain-lain : Tidak ada
3
B. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum dilakukan pada tanggal : 4 Juli 2014, jam : 09.30 WIB
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmmHg
Nadi : 125x/menit
Suhu axilla : 36,4oC
Pernafasan (Frekuensi dan tipe) : 30x/menit, torako-abdominal
KULIT
Warna : Sawo matang Jaringan parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada Turgor : Normal
Pertumbuhan rambut : Merata Edema : Tidak ada
Suhu Raba : Hangat Palmar eritema : Tidak ada
KEPALA
Bentuk : Normocephali
Simetri muka : Simetris
Turgor kulit dahi : Normal
Rambut : Hitam
MATA
Exopthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada
Palpebra : Tidak edema Lensa : Jernih
Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterik
Gerakan mata : Normal Lapangan penglihatan : Normal
TELINGA
Tuli : -/- Cairan : Tidak ada
Lubang : Lapang / lapang Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada Perdarahan : Tidak ada
4
HIDUNG
Pernafasan cuping hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Septum deviasi : Tidak ada
MULUT
Bibir sianosis : Tidak ada Lidah : Atrofi papil (-)
Pursed Lips : Tidak ada Tonsil : T1-T1 tenang
Hipertrofi ginggiva : Tidak ada Faring : Tidak hiperemis
LEHER
Inspeksi : Tidak terlihat benjolan maupun lesi
Palpasi : Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : Teraba 1 massa pada ,mobile, lunak,
permukaan licin, diameter
sekitar 2 cm.
Deviasi trakea : Tidak ada
THORAX
Bentuk : Normal, simetris kanan-kiri
Tidak tampak retraksi sela iga
Pembuluh darah : Tidak tampak spider naevi
PULMO
Pemeriksaan Paru Depan Belakang
Inspeksi Kanan Simetris saat statis dinamis Simetris saat statis dinamis
Kiri Simetris saat statis dinamis
Jenis pernafasan torako-
abdominal
Simetris saat statis dinamis
Jenis pernafasan torako-
abdominal
Palpasi Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
5
- Fremitus taktil simetris
- Nyeri tekan (-)
- Fremitus taktil simetris
- Nyeri tekan (-)
Kiri - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil melemah
di basal paru
- Nyeri tekan (-)
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil melemah di
basal paru
- Nyeri tekan (-)
Perkusi Kanan - Sonor di seluruh lapang
paru
- Batas paru-hati : ICS 5
linea midclavicula dekstra
- Sonor di seluruh lapang paru
Kiri - Hipersonor di seluruh
lapang paru
- Hipersonor di seluruh
lapang paru
Auskultasi Kanan - Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-)
- Ronkhi basah kasar (+)
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-)
- Ronkhi basah kasar (+)
Kiri - Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-)
- Ronkhi basah kasar (+)
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-)
- Ronkhi basah kasar (+)
COR
Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Iktus cordis teraba 1 cm lateral dari ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Datar, tidak tampak bekas operasi, striae (-), tidak tampak benjolan
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik (12 kali/menit)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-), traube space sonor
6
Palpasi :
Dinding perut : Nyeri tekan (+) di epigastrium
Hati : tidak teraba pembesaran
Lien : tidak teraba pembesaran
Ginjal : Nyeri ketok CVA -/-, ballotemen tidak teraba
PUNGGUNG
Inspeksi : Tidak ada benjolan maupun lesi
Palpasi : Tidak teraba massa, letak tulang vertebra lurus di tengah
Perkusi : Nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : Tidak terdengar adanya bruit
EKSTREMITAS
Ekstremitas Dextra Sinistra
Superior
Otot : tonus Normotonus Normotonus
Otot : Massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan +5 +5
Edema Tidak ada Tidak ada
Inferior
Lesi Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot : tonus Normotonus Normotonus
Otot : Massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan +5 +5
7
Edema Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi dan Kimia Darah (25 Agustus 2014)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Hemoglobin 12,1 g/dl 12.0 – 15.0 g/dl
Eritrosit 5.71 juta 4.0 – 5.1 juta
Hematokrit 38,1 % 36 – 47 %
Trombosit 353 ribu 150 – 400 ribu
Leukosit 11,9 ribu 4.0 – 12.0 ribu
Neutrofil 69 % 43 – 76 %
Limfosit 20,8 % 25 – 40 %
Monosit 8,5 % 2 – 8 %
MCV 66,7 fL 79.0 – 99.0 fL
MCH 21,2 pg 27.0 – 31.0 pg
MCHC 31,8 g/dL 33.0 – 37.0 g/dL
RDW 16,6 % 10.0 – 15.0 %
MPV 8.6 fL 6.5 – 11.0 fL
PDW 8.9 % 10.0-18.0 fL
Kimia Klinik
Ureum 22,4 mg/dL 19-44
Creatinin 0,5 mg/dL 0,6-1,3
Uric Acid 3,3 mg/dL 3,5-7,2
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Hemoglobin 12,9 g/dl 11,5-15,5 g/dl
Eritrosit 4,74 jt/uL 4.0 – 5.1 juta
Hematokrit 38,3 % 35-45 %
Trombosit 243 ribu 150 – 400 ribu
Leukosit 22,1 ribu 4.0 – 14.5 ribu
8
Neutrofil 88,4 % 43 – 76 %
Limfosit 7,6 % 25 – 40 %
Monosit 4,0 % 2 – 8 %
MCV 81,0 fL 79.0 – 99.0 fL
MCH 27,1 pg 27.0 – 31.0 pg
MCHC 33,6 g/dL 33.0 – 37.0 g/dL
Sal. Typhi O Negatif Negatif
Sal Typhi H (+) 1/80 Negatif
Paratyphi AH Negatif Negatif
Paratyphi BH Negatif Negatif
Pemeriksaan X-Foto Thorax (28 Juni 2014)
Cor : Bentuk dan letak normal
Tak membesar
Pulmo : Corakan bronkovaskuler normal
Tampak bercak infiltrat di kedua paru
Kesan :
Cor : Tak membesar
Pulmo : TB paru aktif
Foto Thotacolumbal
- Alignment vertebra thoracal dan lumbal normal
- Tak tampak osteofit
- Pedicle kanan vertebra thoracal 7 destruksi
- Kompresi vertebra thorakal 6-7, vertebra thoracal 6-7 menyatu
Kesan :
Kompresi vertebra thorakal 6-7 dengan destruksi pedikel kanan vertebra thoracal 7
Suspect Spondilitis TB
Pemeriksaan laboratorium (27 Agustus 2014)
MIKROBIOLOGI HASIL NILAI NORMAL
9
Pengecatan BTA I Negatif Negatif
Pemeriksaan laboratorium (30 Agustus 2014)
MIKROBIOLOGI HASIL NILAI NORMAL
Pengecatan BTA II Negatif Negatif
Pemeriksaan laboratorium (30 Agustus 2014)
MIKROBIOLOGI HASIL NILAI NORMAL
Pengecatan BTA III Negatif Negatif
C. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Sesak 5 hari
2. Batuk 1 tahun
3. Berat badan turun sekitar 5 kg dalam 1 bulan terakhir
4. Lemas & tidak nafsu makan
5. Nyeri pada ulu hati
6. Sering demam yang naik turun
7. 2 minggu sebelum masuk RS mulai keringat dingin terutama pada malam hari.
8. 5 riwayat TB paru namun tidak melanjutkan pengobatan (hanya 1,5 bulan pengobatan)
9. Nadi = 125x/ menit, pernafasan = 30x/menit
10. Tampak adanya retraksi sela iga
11. Fremitus taktil melemah di basal paru kiri
12. Hipersonor pada seluruh lapang paru kiri, depan dan belakang
13. Ronkhi basah kasar (+) pada seluruh lapang paru kiri, kanan, depan, belakang
14. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah = Eritrosit 5.15 juta, Trombosit 401 ribu, Leukosit
12.2 ribu, Granula 88.8 %, Limfosit 7.8 %, PDW 8.3 %, MCHC 31.6 g/dL
15. Pemeriksaan X-foto thoraks = TB paru kronis, gambaran pneumothorax sinistra
16. Pemeriksaan mikrobiologi = Pengecatan BTA sputum I positif 2 (+2)
D. ASSESMENT
10
1. TB paru putus obat
2. Pneumothoraks
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis Paru
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M
PEMBAHASAN
1. TB Putus Obat
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni
kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet,
karena itu penularannya terjadi pada malam hari. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur,
baik di paru maupun diluar paru. 1
11
Klasifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi, ahli
patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi
tuberkulosis.
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:
A. Pembagian secara patologis
-Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
-Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
B. Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
C. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non-kavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar
tidak lebih dan sepertiga bagian satu paru.
Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderately advanced tuberculosis.2
Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman
terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.
12
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dan bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-
bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas
atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. 2
Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di
sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi
TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal + regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses
ini memakan waktu 3-8 rninggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
13
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ±10% di antaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
- Berkomplikasi dan menyebar secara : a). perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,
b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman
dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c). Secara
limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d). secara hematogen, ke organ tubuh lainnya. 2
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul kemudian sebagai infeksi
endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB
sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas
menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.
Tuberkulosis pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru
(bagian apikal-posterior lobus supior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-
paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suaru granuloma yang terdiri dan sel-sel Histiosit dan sel
Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dan infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia
tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien,
sarang dini ini dapat menjadi:
- Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
- Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang
meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga
menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis
14
protein lipid dan asam nukleat oleh ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang
berlebihan sitokin dengan TNF-nya. 2
Diagnosis
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru
adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan
paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif
karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa
membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
- S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
- P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
- S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks
tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.3
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
15
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan
foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto
toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).3
- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi
pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis
atau aspergiloma).3
Tabel 1. Alur Diagnosis TB
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
16
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan. 3
Penatalaksanaan
Resimen Pengobatan Saat Ini (metode DOTS)
Kategori I. Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru,
TBP lainnya dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis,
peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum BTA
negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan fase inisial
resimennya terdiri dan 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan obat H, R, Z dan S atau E.
Sputum BTA awal yang positif setelah dua bulan diharapkan menjadi negatif dan kemudian
dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4H3R3 atau 6HE. Apabila sputum BTA masih tetap positif
setelah dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum
sudah negatif atau tidak.
17
Kategori 2. Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan
fase insial terdiri dan 2HRZE / 1HRZE, yaitu R dengan H, Z, E setiap hari selama 3 bulan,
ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan
bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif, sernua obat
dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat dilanjutkan
memakai resimen fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE.
Kategori 3. Pasien TBP dengan sputum BTA negative tetapi kelainan paru tidak luas dan
kasus ekstrapulmonal (selain dan kategori I). Pengobatan fase inisial terdiri dan 2HRZ atau
2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3.
Kategori 4. Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda,
sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau
sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (multidrugs resistant
tuberculosis (MDR-TB)). 2
Tabel 1. Resimen Pengobatan Saat Ini
Tabel 2. Dosis Obat yang Dipakai
18
Efek Samping Obat
Ternyata sebagian besar obat-obat anti tuberkulosis yang banyak dipakai adalah
hepatotoksik. Kelainan yang ditimbulkan mulai dari peningkatan kadar transminase darah
(SGOT / SGPT) yang ringan saja sampai pada hepatitis fulminan. Hepatitis karena obat
antituberkulosis banyak terjadi karena pemakaian INH + rifampisin. Terdapat hipotesis yang
menyatakan bahwa INH memproduksi hidrazin, yakni suatu metabolik yang hepatotoksik.
Hidrazin ini lebih banyak lagi diproduksi bila pemberian INH dikombinasikan dengan
rifampisin.
Biasanya bila kadar SGOT/SGPT meningkat tetapi angkanya tidak lebih dari 2 x nilai
normal, INH-rifampisin masih dapat diteruskan. Bila kadarnya meningkat terus, INH+rifampisin
harus dihentikan pemberiannya. Bila memungkinkan hendaknya diperiksakan antibodi terhadap
rifampisin. Jika ternyata antibodi ini positif, pemberian INH masih dapat dipertimbangkan
kelanjutannya. Untuk mencegah terjadinya hepatitis karena obat anti tuberkulosis, dianjurkan
agar memilih paduan obat yang tidak terlalu berat efek hepatotoksiknya, dan diperlukan evaluasi
yang cermat secara klinis dan laboratoris terhadap pasien pada minggu-minggu pertama
pengobatan. Bila sudah terjadi hepatitis karena obat ini, biasanya hepatitis ini sembuh sendiri
jika obat-obat hepatotoksik tadi dihentikan pemberiannya, dan diganti dengan obat-obat yang
tidak hepatotoksik. Pemberian steroid pada hepatitis karena OAT dapat dipertimbangkan.
19
Rifampisin atau INH kemudian dapat diberikan kembali sendiri-sendiri secara desensitisasi
(dosis obat dimulai dan yang paling kecil dan dinaikkan perlahan-lahan sambil menilai adakah
kelainan toksik /alergi terjadi. Desentisasi dengan INH, dimulai dengan 25 mg dan dinaikkan 2
kali dosis sebelumnya setiap 3 hari (25-50-100-200-300-400 mg). Untuk rifampisin sama seperti
INH dan dimulai dengan dosis 75 mg (hari pertama 75mg, hari ke-4 75mg, hari ke-7 150 mg,
hari ke-10 150 mg, hari ke-13 600 mg). Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu
dilakukan pemeriksaan kontrol seperti :
- Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai obat etambutol
- Tes audiometri bagi yang memakai obat Streptomisin
- Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum / kreatinin, darah perifer dan asam
urat (untuk pemakai pirazinamid) 2
Tabel 3. Efek Samping Obat
Kegagalan Pengobatan
Sebab-sebab kegagalan pengobatan, antara lain:
Obat: 1). Paduan obat tidak adekuat. 2). Dosis obat tidak cukup. 3).Minum obat tidak
teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan. 4). Jangka waktu pengobatan kurang dari
semestinya. 5). Terjadi resistensi obat. 6). Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila
dalam 1-2 bulan pengobatan tahap intensif, tidak terlihat perbaikan.
Drop out: 1. Kekurangan biaya pengobatan. 2. Merasa sudah sembuh. 3. Malas berobat/ kurang
motivasi.
20
Penyakit: 1). Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat. 2). Penyakit lain yang menyertai
tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisrae. 3). Adanya gangguan imunologis.
Sebab-sebab kegagalan pengobatan yang terbanyak adalah karena kekurangan biaya
pengobatan atau merasa sudah sembuh. Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal ini
adalah:
a. Terhadap pasien yang sudah berobat secara teratur.
- Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberiannya.
- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan/tes resistensi kuman terhadap obat.
- Bila sudah dicoba dengan obat-obat yang masih peka, tetapi ternyata gagal juga, maka
pertimbangkan terapi dengan pembedahan terutama pada pasien dengan kavitas atau
destroyed lung.
b. Terhadap pasien dengan riwayat pengobatan tidak teratur.
- Teruskan pengobatan lama selama +3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan.
- Nilai kembali tes resistensi kuman terhadap obat.
- Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif.
Kesimpulan
2. Pneumothoraks
Adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura disebut pneumotoraks.
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya, yaitu traumatik atau spontan;
pneumotoraks juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa yang merupakan
kelanjutan dari adanya robekan pleura, yaitu terbuka, tertutup, atau pneumotoraks tekanan.
Pneumotoraks spontan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru yang
mendasarinya. Penyakit paru yang sering mengakibatkan pneumotoraks sekunder spontan antara
lain emfisema (pecahnya bleb atau bula), pneumonia, dan neoplasma. Pneumotoraks akan terjadi
apabila ada hubungan antara bronkus atau alveolus dengan rongga pleura; sehingga udara dapat
21
masuk ke rongga pleura melalui kerusakan yang ada, menyebabkan pneumotoraks terbuka,
tertutup, atau pneumotoraks tekanan. Pneumotoraks spontan dapat juga dialami oleh orang muda
yang kelihatannya sehat, biasanya berusia di antara 20 dan 40 tahun, dan disebut pneumotoraks
spontan idiopatik atau primer. Biasanya penyebabnya adalah pecahnya bleb subpleura pada
permukaan paru atau penyakit bula local. Penyebab terbentuknya bleb atau bula pada orang yang
sehat masih belum diketahui tetapi kadang-kadang dilaporkan adanya predisposisi familial.
Efusi pleura maupun pneumotoraks akan menghambat fungsi paru mernbatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan tergantung pada ukuran dan
cepatnya perkembangan penyakit. Kalau cairan tertimbun dengan perlahan-lahan seperti yang
sering terjadi pada efusi pleura maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Sebaliknya, dekompresi paru yang cepat akibat
pneumotoraks masif dapat disertai dengan syok yang timbulnya cepat sekali. Adanya keadaan ini
dapat dipastikan dengan pemeriksaan radiografi.
Pneumotoraks mula-mula diatasi dengan pengamatan konservatif bila kolaps paru 20%
atau kurang. Udara sedikit demi sedikit diabsorpsi melalui permukaan pleura yang bertindak
sebagai membran basah, yang memungkinkan difusi O2 dan CO2. Jika pneumotoraks besar dan
dispnea berat, perlu dipasang slang torakotomi yang dihubungkan dengan water-sealed drainage
untuk membantu pengembangan paru kembali. Jika efusi berdarah disebabkan oleh
pneumotoraks maka harus dilakukan pengeluaran dengan drainase karena bekuan dan organisasi
dapat menyebabkan fibrosis pleura yang luas. Efusi pleura dapat diobati dengan aspirasi jarum
(torasentesis). Hal ini khususnya penting apabila efusi merupakan eksudat, karena dapat
mengakibatkan fibrotoraks. Efusi ringan dan tidak berupa peradangan (transudat) dapat
diresorpsi ke dalam kapiler setelah penyebab efusi sudah diatasi.
Tabel 4. Tanda dan Gejala Efusi Pleura dan Pneumotoraks
22
Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya
suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:
Pneumotoraks Spontan primer. Pneumotoraks Spontan primer (PSP) adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya,
umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang
berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
Pneumotoraks spontan sekunder. Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS) adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK,
asma bronchial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi
torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang primernya berasal dari sarcoma jaringan lunak
di luar paru.
23
Patogenesis
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan ikat,
pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi oleh 2 lapisan tipis
sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi otot-
otot dinding dada, tulang dan kartilago, diafragma dan mediastinum, sangat sensitif terhadap
nyeri. Pleura viseralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan tidak sensitive
terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi sebagai
pelumas di antara kedua lapisan pleura. Patogenesis pneumotoraks spontan sampai sekarang
belum jelas.
Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)
PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara
patologis rnembuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak
adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam benuk bleb dan bulla. Bulla merupakan suatu
kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh jaringan fibrosa
paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli
yang pecah melalui jaringan interstisial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura viseralis yang
kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya bulla atau bleb belum jelas,
banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks paru berhubungan dengan
iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli daerah apeks paru akibat tekanan pleura yang
lebih negatif. Apabila dilihat secara patologis dan radiologis pada pneumotoraks spontan sering
didapatkan bulla di apeks paru. Observasi kilnis yang dilakukan pada pasien PSP ternyata angka
kejadiannya lebih banyak dijumpai pada pasien pria yang berbadan tinggi dan kurus. Kelainan
intrinsik jaringan konektif seperti pada sindrom Marfan, prolaps katup mitral, kelainan bentuk
tubuh mempunyai kecenderungan terbentuknya bleb atau bulla. Belum ada hubungan yang jelas
antara aktivitas yang berlebihan dengan pecahnya bleb atau bulla karena pada keadaan tanpa
aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi pneumotoraks. Pecahnya alveoli berhubungan dengan
obstruksi check-valve pada saluran napas kecil sehingga timbul distensi ruang udara di bagian
distalnya. Obstruksi jalan napas bisa diakibatkan oleh penumpukan mukus dalam bronkioli baik
oleh karena infeksi atau bukan infeksi.
24
Bayi aterm mampu menampung tekanan pleura antara 40 - 100 cm H20. Apabila tekanan
udara melebihi
nilai ambang tersebut dapat menimbulkan pecahnya
alveoli, misalnya akibat aspirasi mekoneum. Penelitian path
11 pasien bukan perokok yang sembuh dan pneumotoraks
spontan, dengan ventilation-perfusion scintigraphy
ternyata didapatkan gambaran obstruksi saluran napas.
Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)
PSS terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulLa
subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit pam
yang mendasarinya. Patogenesis PSS multifaktorial,
umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK
(penyakit paru obstruktif kronik), asma, fibrosis kistik,
tuberkulosis paru, penyakit-penyakit paru infiltratiflainnya
(misalnya pneumonia supuratif dan termasuk pneumoniaP.
carinii). PSS umumnya lebih serius keadaanyya daripada
Daftar Pustaka
1. A
2. 2
3. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
25