CALON TUJUH FALSAFAH

8
17 FALSAFAH KH. A. DAHLAN DAN 7 AJARAN POKOK K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868. Beliau adalah pendiri Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogjakarta pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta, tanggal 23 Februari 1923. Beliau juga dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana �Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6). Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya

Transcript of CALON TUJUH FALSAFAH

Page 1: CALON TUJUH FALSAFAH

17 FALSAFAH KH. A. DAHLAN DAN

7 AJARAN POKOK

K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868. Beliau adalah pendiri Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogjakarta pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta, tanggal 23 Februari 1923. Beliau juga dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana

Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).�

Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. AhmadDahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9). Beliau dimakamkan di Karang Kajen, Yogyakarta.

K.H. Ahmad Dahlan tidak pernah mengalami pendidikan formal. Ia menguasai beragam ilmu dari belajar secara otodidak baik belajar kepada ulama atau seorang ahli atau membaca buku atau kitab. Beliau belajar ilmu fikih dari Kyai Mohammad Soleh yang juga kakak iparnya, ilmu nahwu dari K.H. Muhcsin, ilmu falaq dari K.H. Raden Dahlan dari Pondok Pesantren Termas, ilmu hadits dari Kyai Mahfudz, qiroatul qur an dari Syekh Amin. K.H. Ahmad �Dahlan juga pernah berinteraksi dengan para ulama terutama saat beliau berada di Mekah, misalnya dengan Syekh Muhammad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya. KH Ahmad Dahlan terlibat aktif dalam sistem kekuasaan Kerajaan Jawa sebagai pejabat keagamaan, bukan pedagang dan prestasi duniawi bukan tujuan final, melainkan mediasi prestasi sesudah mati. Reformasi sosial budaya gerakan ini

Page 2: CALON TUJUH FALSAFAH

terus berlangsung hampir tanpa contoh dalam sejarah dan pemikiran pembaru Islam di berbagai belahan dunia. Ahmad Dahlan bisa dipastikan tidak pernah membaca karya Max Weber. Jika terdapat kesesuaian gagasan dan kerja sosial keagamaan Dahlan dengan tesis Weber dan tradisi Calvinis, mungkin lebih sebagai insiden sosiologis sunnatullah atau � �hukum alam.

Gagasan dasar Dahlan terletak pada kesejajaran kebenaran tafsir Al Quran, akal suci, temuan iptek, dan pengalaman universal kemanusiaan. Belajar filsafat baginya adalah kunci pengembangan kemampuan akal suci, selain belajar pada pengalaman beragam bangsa dan pemeluk agama. Dari sini diperoleh pengetahuan tentang bagaimana mencapai tujuan penerapan ajaran Islam, yaitu penyelamatan kehidupan umat manusia di dunia berdasarkan cinta kasih. Sikap K.H. Ahmad Dahlan dipraktekkan dalam misi dahwahnya untuk mengubah arah kiblat masjid-masjid Yogyakarta termasuk Masjid Kerathon yang dinilainya tidak tepat, dan kaena itu perlu diubah arahnya. Ahmad Dahlan tidak serta merta menyuruh mengubah arah kiblat secara sepihak. Sebagai pembaru, ia lebih menekankan adanya dialog untuk meyakinkan sasaran dahwahnya, atau orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Karena menurut Ahmad Dahlan dialog merupakan alat atau sarana untuk mencapai kebenaran. Haji Majid, seorang murid K.H. Ahmad Dahlan menuliskan pengalamannya dalam risalah singkat Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan. Setidaknya ada tujuh point yang dapat dipetik yaitu,

Pertama;

Mengutip perkataan al-Ghazali, K.H. Ahmad Dahlan mengatakan bahwa manusia itu semuanya mati (perasaannya) kecuali para ulama yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama itu senantiasa dalam kebingungan kecuali mereka yang beramal. Dan yang beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.

Kedua;

Kebanyakan mereka di antara manusia berwatak angkuh dan takabur. Mereka mengambil keputusan sendiri. K.H. Ahmad Dahlan heran kenapa pemimpin agama dan yang tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar pikiran memperbincangkan mana yang benar dan yang salah. Hanya anggapan saja, disepakatkan dengan istrinya, dengan muridnya, dengan teman-temannya sendiri. Tentu saja akan dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar golongan masing-masing untuk membicarakan manakah yang sesungguhnya benar dan manakah yang salah.

Ketiga;

Manusia kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian menjadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai. Kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat kebanyakan manusia membela adat yang telah diterima, baik dari sudut i tiqat, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. �Kalau ada yang merubah sanggup membela dengan jiwa raga. Demikian itu karena anggapannya apa yang dimilikinya adalah benar.

Keempat;

Page 3: CALON TUJUH FALSAFAH

Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus sama-sama menggunakan akal pikirannya untuk memikirkan bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Manusia harus mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi soal i tikad dan �kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya mencari kebenaran yang sejati.

Kelima;

Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam membaca beberapa tumpuk buku dan sudah memperbincangkan, memikirkan, menimbang, membanding-banding ke sana ke mari, barulah mereka dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang benar yang sesungguhnya. Dengan akal pikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan, inilah perbuatan yang benar. Sekarang kebiasaan manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena khawatir, kalau barang yang benar, akan terpisah dan apa-apa yang sudah menjadi kesenangannya, khawatir akan terpisah dengan teman-temannya.

Keenam;

Kebanyakan para pemimpin belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.

Ketujuh;

Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan amal (praktek). Dalam mempelajari kedua ilmu itu supaya dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum bisa mengerjakan maka tidak perlu ditambah. Bagi Ahmad Dahlan, ajaran Islam tidak akan membumi dan dijadikan pandangan hidup pemeluknya, kecuali dipraktikkan. Betapapun bagusnya suatu program, menurut Dahlan, jika tidak dipraktikkan, tak bakal bisa mencapai tujuan bersama. Karena itu, Ahmad Dahlan tak terlalu banyak mengelaborasi ayat-ayat Al-Qur an, tapi ia lebih banyak �mempraktekkannya dalam amal nyata.

Gagasan genial Dahlan mencairkan hegemoni tafsir Salafi yang secara otentik tidak bisa dirujukkan pada Abduh, Rasyid Ridla, dan Afghani, apalagi Wahabi. Rasionalitas pemahaman dan praktik ritus mungkin diambil dari tokoh pembaru, tapi inovasi kreatif pragmatis-humanis pemihakan pada kaum tertindas diambil dari pengalaman kaum Kristiani di Tanah Air. Lebih penting lagi ialah pengalaman induktif kemanusiaan universal Kiai sendiri yang mendasari hampir seluruh gagasan dan kerja sosialnya. Sulit dicari contohnya dalam sejarah pemikiran Islam ketika Kiai mendirikan organisasi dan berbagai model pemberdayaan perempuan, kaum proletar dan tertindas (mustadl afin). Sayang, model �gerakan yang belakangan populer di kalangan LSM itu kini semakin terasing dari kegiatan Muhammadiyah ketika gerakan ini tumbuh besar.

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan

Page 4: CALON TUJUH FALSAFAH

mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Atas jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa lewat pembaharuan Islam dan pendidikan, Pemerintah menetapkan sebagai Pahlawan Nasional dgn SK Presiden no. 657 tahun 1961 berdasar bahwa KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar. Dengan organisasi Muhammadiyah, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi umat dan masyarakat dengan dasar iman dan Islam; Usahanya `memberi warna pada Budi Utomo �yang cenderung kejawen dan sekuler tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan munculnya usulan dari para muridnya untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri, lengkap dengan organisasi pendukung. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kelemahan pesantren yang biasanya ikut mati jika kiainya meninggal. Maka pada 18 Nopember 1912 berdirilah sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah. Sekolah tersebut mengambil tempat di ruang tamu rumahnya sendiri di Kauman. Madrasah tersebut merupakan sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri.

Pernah dia kedatangan seorang tamu guru ngaji dari Magelang yang mengejeknya dengan sebutan kiai kafir, dan kiai palsu karena mengajar dengan menggunakan alat-alat sekolah milik orang kafir. Kepada guru ngaji yang mengejeknya itu Dahlan sempat bertanya, Maaf,� Saudara, saya ingin bertanya dulu. Saudara dari Magelang ke sini tadi berjalankah atau memakai kereta api? Pakai kereta api, kiai, jawab guru ngaji. Kalau begitu, nanti �� � �Saudara pulang sebaiknya dengan berjalan kaki saja, ujar Dahlan. Mengapa? tanya � � �sang tamu keheranan. Kalau saudara naik kereta api, bukankah itu perkakasnya orang �kafir? kata Dahlan telak. Di sinilah Ahmad Dahlan menerapkan Al Qur an surah 96 ayat � �1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Ahmad Dahlan berfikir dengan pendidikan buta huruf diberantas. Apabila umat Islam tidak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai agamanya.

Page 5: CALON TUJUH FALSAFAH

7 FALSAFAH AJARAN

Tujuh falsafah ajaran yang dimaksud ialah; (1) Kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali untuk bertaruh: sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraan?; (2) Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh dan takabbur, mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri; (3) Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk diubah. Sudah menjadi tabiat, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik itu dari sudut keyakinan atau i’tikad, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah, mereka akan sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar; (4) Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama menggunakan akal fikirannya untuk memikirkan, bagaimana sebenarnya hakekat dan tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? Hidup di dunia harus mengerjakan apa? Dan mencari apa? Dan apa yang dituju?. Manusia harus mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi soal i’tikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran sejati. Karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama-lamanya.”Adakah engkau menyangka bahwasanya kebanyakan manusia suka mendengarkan atau memikir-mikir mencari ilmu yang benar.” Al-Furqan : 44;

Berikutnya, (5) Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam, membaca beberapa tumpuk buku…Sekarang, kebiasaan manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena khawatir kalau menetapi kebenaran, akan terpisah dari apa-apa yang sudah menjadi kesenangannya, khawatir akan terpisah dengan teman-temannya. Pendek kata, banyak kekhawatiran itu yang akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar, kemudian hidupnya seperti makhluq yang tak berakal, hidup asal hidup, tidak menempati kebenaran; (6) Kebanyakan pemimpin-pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah; (7) Pelajaran terbagi atas dua bagaian: belajar ilmu, pengetahuan atau teori dan belajar amal, mengerjakan atau mempraktekkan. Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat…Demikian juga dalam belajar amal, harus bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak perlu ditambah.

Adapun 17 kelompok ayat Al-Qur’an yang menjadi pokok wejangan dan pelajaran dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai berikut; (1) Membersihkan diri sendiri, Al-Jâtsiyah ayat 23; (2) Menggempur hawa nafsu mencintai harta benda, al-Fajr ayat 17-23; (3) Orang yang mendustakan agama, al-Mâ’ûn ayat 1-7; (4) Apakah artinya agama itu, al-Rûm ayat 30; (5) Islam dan sosialisme, al-Tawbah ayat 34-35; (6) Surat al-‘Ashr ayat 1-3; (7) Iman/kepercayaan, al-‘Ankabût ayat 1-3; (8) Amal sholeh, al-Kahf ayat 110 dan al-Zumar ayat 2[4]; (9) Wa tawâshaw bil haqq, Yûnus ayat 108, al-Kahf ayat 29, Muhammad ayat 3, al-An’âm ayat 116, al-Furqân ayat 44, al-Anbiyâ’ ayat 24, Yûnus ayat 32, al-Shaff ayat 9, al-Baqarah ayat 147, al-Anfâl ayat 8, al-Isrâ’ ayat 81 dan al-Mu’minûn ayat 70; (10) Wa tawâshaw bish-shabri; (11) Jihad, Âli ‘Imrân ayat 142; (12) Wa anâ minal muslimîn, al-An’âm ayat 162-163; (13) Al-Birru, Âli ‘Imrân ayat 92; (14) Surat al-Qâri’ah ayat 6-11; (15)

Page 6: CALON TUJUH FALSAFAH

Surat al-Shaff ayat 2-3; (16) Menjaga diri, al-Tahrîm ayat 6; dan terakhir (17) Apakah belum waktunya, surat al-Hadîd ayat 16.

Demikianlah ketujuh falsafah ajaran dan tujuh belas kelompok ayat al-Qur’an yang selalu ditekankan oleh Allâh Yarhamuhu KH Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya. Pada makalah tadabbur al-Qur’an ini kami hanya menyampaikan kelompok pertama yaitu “tazkyatun nufus”, bagaimana seharusnya kita membersihkan diri/jiwa dalam ajaran Mu’assis/Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah kita ini.