CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site...

166

Transcript of CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site...

Page 1: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha
Page 2: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha
Page 3: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASATKER MAGANG PTUN MEDAN

ANTOLOGI HUKUMPERADILAN ADMINISTRASI:

CATATAN AKHIR MAGANG

Page 4: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

ANTOLOGI HUKUMPERADILAN ADMINISTRASI: CATATAN AKHIR MAGANG

Sebuah catatan perjalanan intelektual selama menempuh pendidikan dan pelatihan Calon Hakim PTUN

Cetakan Pertama, April 2020Editor : Endri Maryam Nur Hidayati Vivi Ayunita Kusumandari

Desain & Layout : Rahmatal Ambiya Disusun oleh:Calon Hakim Pengadilan Tata Usaha NegaraSatker Magang PTUN Medan

Page 5: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

vAntologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

KATA PENGANTAR

Puji syukur tak terhingga kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segenap petunjuk dan kekuatan-Nya hingga akhirnya buku dengan judul “Antologi Hukum Peradilan Tata Usaha Negara: Catatan Akhir Magang” ini dapat diselesaikan.

Untuk diketahui, para penulis merupakan Calon Hakim PTUN yang sedang menjalankan program magang Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC III) di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Selama proses magang tersebut, para penulis dituntut untuk membuat beberapa karya tulis ilmiah dengan tujuan untuk memperdalam pemahaman para penulis mengenai hukum formil dan materiil peradilan administrasi.

Melalui buku ini para calon hakim berinisiatif membuat suatu kumpulan tulisan mengenai peradilan administrasi sebagai bentuk suatu catatan perjalanan selama menempuh magang di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan dan juga sebagai bentuk tanggung jawab akademis serta sumbangsih nyata terhadap perkembangan ilmu hukum peradilan administrasi.

Pada akhirnya kami menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih terdapat kekurangan di sana-sini sehingga banyak hal yang perlu diperbaiki, untuk itu kritik dan saran atas teknik penulisan maupun substansi sangat kami harapkan.Selamat membaca !

Medan, 19 Februari 2020

Tim Editor

Page 6: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha
Page 7: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

viiAntologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................. V

PERIHAL ADMINISTRASI PERKARA ................................. 2

1. Akibat Hukum Batas Usia Dewasa Pada Subjek Hukum Dalam Sengketa Tata Usaha Negara ................................... 3

2. Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha Negara .................. 14

3. Aspek Hukum Bea Meterai Dalam Pembuktian Perkara Di Pengadilan Tata Usaha Negara ...................... 28

PERIHAL FORMIL .................................................................... 40

1. Keputusan Berbentuk Elektronis Sebagai Objek Sengketa Tata Usaha Negara .............................................. 41

2. Upaya Warga Masyarakat Dalam Hal Upaya Administratif Dianggap Dikabulkan Sesuai Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan ................................................ 52

3. Penentuan Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan Dalam Sengketa Pertanahan Pada Peradilan Tata Usaha Negara Setelah Berlakunya Perma No 6 Tahun 2018 ................................................................... 63

4. Implementasi Tenggang Waktu Pemeriksaan Persiapan Di Pengadilan Tata Usaha Negara .................. 76

5. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Dalam Perkara Permohonan Fiktif Positif ........................ 92

Page 8: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

viii Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PERIHAL HUKUM MATERIIL ............................................ 110

1. Pengujian Pokok Sengketa Konsesi Pada Pengadilan Tata Usaha Negara ............................................................ 111

2. Asas In Dubio Pro Natura Dalam Sengketa Tata Usaha Negara Lingkungan Hidup: Konsep dan Aplikasi ........................................................................ 132

Page 9: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha
Page 10: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

2 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PERIHAL ADMINISTRASIPERKARA

Page 11: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

3Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

AKIBAT HUKUM BATAS USIA DEWASA PADA SUBJEK HUKUM DALAM SENGKETA

TATA USAHA NEGARA

Oleh : Rahmadian Novira1

I. PENDAHULUAN

Negara Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana negara mengakui, menjamin, melindungi, memberi kepastian hukum, dan kesamaan kedudukan di dalam hukum serta wajib menjunjung hukum tanpa terkecuali bagi setiap warga negara baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Setiap warga negara sebagai subjek hukum khususnya Warga Negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan Perbuatan hukum, namun perbuatan tersebut harus didukung oleh kecakapan dan kewenangan hukum.

Kecakapan berbuat adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Kecakapan seseorang bertindak di dalam hukum atau untuk melakukan suatu perbuatan hukum ditentukan dari telah atau belum dewasanya seseorang menurut hukum. Kedewasaan seseorang di dalam hukum diukur dengan batasan usia dan kecakapan atau mampu melakukan semua perbuatan hukum. Namun perbuatan hukum yang satu

1 Calon Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Padang.

Page 12: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

4 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dengan perbuatan hukum yang lainnya memiliki persayarat yang berbeda dalam menyatakan seseorang cakap bertindak dalam suatu perbuatan hukum, sehingga membuat kerancuan dalam menentukan kapan seseorang dinyatakan cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum.

Terlebih lagi pada era sekarang ini masyarakat semakin sadar akan hukum. Sehingga tidak jarang masyarakat mulai melakukan perbuatan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Salah satunya adalah ketentuan kedewasaan atau cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Tetapi batas usia mana yang akan digunakan sebagai pedoman dalam penentuan cakap atau tidaknya seseorang untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum masih menjadi masalah karena adanya perbedaan pengaturan yang ada. Sehingga untuk maksud dan tujuan tertentu hampir tiap peraturan perundang-undangan yang ada akan memberikan batasan tersendiri mengenai batas umur dapat bertindak dalam perbuatan hukum, termasuk untuk bertindak di dalam dan di luar pengadilan.

Pengaturan batasan usia untuk dapat bertindak sebagai subjek hukum khususnya untuk dapat bertindak di dalam peradilan di Indonesia memiliki pengaturannya masing-masing. Namun pada Peradilan Tata Usaha Negara tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur adanya batasan usia dewasa untuk dapat menjadi subjek dalam Sengketa Tata Usaha Negara. Sedangkan ketentuan usia dewasa adalah suatu hal pokok yang wajib dipatuhi dalam setiap melakukan perbuatan hukum. Karena usia dewasa merupakan syarat formil bagi seseorang untuk melakukan perbuatan hukum.2

Berdasarkan latar permasalahan di atas, penulis tertarik mengangkat judul mengenai batasan usia dewasa subjek sengketa Tata Usaha Negara, yang kemudian dituangkan dalam bentuk paper dengan judul “Akibat Hukum Batas Usia Dewasa Pada

2 Agustinus Danan Suka Dharma, Keberagaman Pengaturan Batas Usia Dewasa Seseorang Untuk Melakukan Perbuatan Hukum Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Jurnal Repertorium, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015.

Page 13: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

5Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Subjek Hukum Dalam Sengketa Tata Usaha Negara.”

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan judul yang penulis angkat, penulis menemukan 2 (dua) permasalahan yang akan dikaji, yaitu :

1. Bagaimana batas usia dewasa pada subjek hukum dalam sengketa Tata Usaha Negara?

2. Bagaimana akibat hukum batas usia dewasa pada subjek hukum sengketa Tata Usaha Negara dalam beracara di Peradilan Tata Usaha Negara?

III. PEMBAHASAN

III.a. Batas Usia Dewasa Pada Subjek Hukum Dalam Sengketa Tata Usaha Negara

Pengertian Sengketa Tata Usaha Negara terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang selanjutnya disebut UU Peratun yaitu “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Adapun pengertian Keputusan Tata Usaha Negara terdapat pada Pasal 1 angka 9 UU Peratun dimaan “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau

Page 14: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

6 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

badan hukum perdata”. Untuk dapat berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara harus mengajukan gugatan secara tertulis berisi permohonan atau tuntutan terhadap badan atau pejabat tata uasah negara oleh seseorang atau badan hukum perdata.

Adapun yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Subjek Hukum orang perorangan atau badan hukum perdata terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dimana terdapat Penggugat dan Tergugat.

1. Mengenai tergugat diatur dalam pasal 1 angka 12 UU Peratun, yang dimaksud dengan tergugat yaitu “Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata”.

2. Sedangkan penggugat diatur dalam Pasal 53 UU Peratun yaitu “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi”. Di dalam ketentuan ini dinyatakan bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingan yang dirugikan oleh keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga yang menjadi penggugat di dalam sengketa tata usaha negara adalah “orang” ataupun “badan hukum perdata” yang merasa kepentingannya dirugikan.a. Orang dalam ketentuan di atas yaitu : orang perorangan

atau individu yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan tata usaha negara.

b. Badan Hukum Perdata, Badan hukum perdata yang

Page 15: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

7Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dimaksud dalam ketentuan di atas adalah murni Badan yang menurut pengertian hukum perdata berstatus sebagai badan hukum. Jika mengacu pada Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah perkumpulan, seperti organisasi lingkungan hidup dan lain sebagainya.

Dari ketentuan Pasal 53 UU Peratun tersebut, tidak ditentukan adanya batasan usia dewasa yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, yang dimaksud dengan orang di sini dilihat dari adanya kepentingannya yang dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Namun terdapat ketentuan di dalam penjelasan umum UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa Hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara perdata. Apabila terdapat ketentuan yang tidak diatur di dalam UU Peratun maka dapat merujuk pada ketentuan di atas.

Di dalam hal ini, untuk menentukan kewenangan seseorang dapat menjadi subjek hukum dalam Sengketa Tata Usaha Negara, dapat digunakan ketentuan dalam peraturan lainnya yang mengatur batasan di bawah usia dewasa dan mekanisme untuk membela kepentingannya melalui jalur hukum. Beberapa diantaranya yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 yang menyatakan sebagai berikut “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu kawin”. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak akan kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa, adapun seseorang yang dikatakan berada di bawah usia dewasa disebut juga dengan anak.

2. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, “Anak

Page 16: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

8 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

3. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, “Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih di dalam kandungan apabila hak tersebut demi kepentingannya”.Berdasarkan penjabaran di atas, oleh karena tidak adanya

batasan usia dewasa pada ketentuan UU Peratun secara tegas, maka yang dijadikan pertimbangan dapat tidaknya menjadi subjek hukum dalam sengketa tata usaha negara adalah kepentingan yang dirugikan karena dikeluarkannya suatu KTUN. Adapun kepentingan yang dimaksud mengandung dua arti yaitu merujuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum dan kepentingan proses yaitu apa yang hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan dimana seseorang tersebut harus dapat menunjukkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu merugikan dirinya secara langsung.3 Pemberian status legal standing seseorang adalah suatu konsekuensi logis dari penghormatan atas asas point d’interest point d’action, yang merupakan suatu asas dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan untuk dapat bertindak dalam pengadilan termasuk Pengadilan Tata usaha negara, dapat merujuk pada ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kecakapan bertindak di pengadilan.

III.b. Akibat Hukum Batas Usia Dewasa Pada Subjek Hukum Sengketa Tata Usaha Negara dalam Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara

Batasan usia dewasa pada subjek hukum di dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia dilakukan secara

3 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II : Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005, Hal.37-39.

Page 17: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

9Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

beragam dan dengan ketentuan yang berbeda-beda berdasarkan perbuatan hukum apa yang dilakukan. Oleh karena Pasal 53 UU Peratun tidak memberikan pembatasan (limitasi) tentang batasan usia orang perorangan yang boleh dan tidak boleh menjadi subjek penggugat, muncul permasalah apabila anak di bawah usia dewasa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, apakah tindakannya di pengadilan dianggap sah. Sedangkan seseorang yang masih berada di bawah usia dewasa dianggap tidak cakap secara hukum dan tidak dapat bertindak di pengadilan.

Adapun subjek hukum dalam sengketa tata usaha negara dalam beracara di Peradilan Tata Usaha Negara, ditentukan berdasarkan kepentingannya yang dirugikan oleh keluarnya suatu KTUN. Kemudian untuk tetap dapat melindungi hak si anak dalam membela kepentingannya yang di rugikan suatu Keputusan Tata Usaha Negara sehingga dapat beracara di pengadilan maka dapat diliat pada ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa :

1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.

2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.Hal ini juga dapat dilihat dari Putusan Pengadilan Surabaya

Nomor 21/G.TUN/2016/ PTUN.SBY, dimana penggugatnya seseorang di bawah usia dewasa. Dimana perkara tetap dilanjutkan dalam proses pemeriksaan persidangan tanpa mempermasalahkan usia Penggugat, namun untuk bertindak dalam peradilan diwakilkan oleh orang tuanya dan dapat dikuasakan lagi kepada Kuasa Hukum oleh orang tuanya. Sehingga jika seseorang yang masih berada di bawah usia dewasa merasa kepentingannya dirugikan dan akan beracara di pengadilan, haruslah di wakilkan oleh orangtua atau walinya. Termasuk dalam beracara di Pengadilan Tata usaha Negara. Dikarenakan orang-orang dalam

Page 18: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

10 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

keadaan tidak mampupun masuk dalam pengertian seseorang dalam Pasal 53 UU Peratun hanya saja mereka apabila ingin beracara di Peradilan Tata Usaha Negara menurut hukum acara yang berlaku harus diwakili oleh seorang kuasa.45

Berdasarkan penjabaran diatas, akibat hukum batasan usia dewasa pada subjek hukum sengketa tata usaha negara dalam beracara di Peradilan Tata Usaha Negara terletak pada boleh tidaknya anak di bawah umur bertindak dalam pengadilan. Dilihat dari ketentuan Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa Orang tua mewakili anak dibawah usia dewasa mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan, karena anak dianggap masih berada dalam kekuasaan orang tuanya. Kemudian untuk dapat mewakili anaknya dalam Pengadilan Tata Usaha Negara harus melampirkan akta kelahiran anak, kartu keluarga dan data terkait yang dapat menunjukkan bahwa orang tua itu adalah orang tua kandung, sedangkan untuk wali harus adanya penetapan dari Pengadilan Negeri.

IV. PENUTUP

a. Kesimpulan1. Di dalam ketentuan Pasal 53 UU Peratun tidak ditentukan

adanya batasan usia dewasa yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, yang dimaksud dengan orang di sini dilihat dari adanya kepentingannya yang dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Namun terdapat ketentuan di dalam penjelasan umum UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa Hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara

5 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I : Beberapa Pengertian Dasar-Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005, Hal 176-177.

Page 19: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

11Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara perdata. Apabila terdapat ketentuan yang tidak diatur di dalam UU Peratun maka dapat merujuk pada ketentuan tersebut. Untuk menentukan kewenangan seseorang dapat menjadi subjek hukum dalam Sengketa Tata Usaha Negara, dapat digunakan ketentuan dalam peraturan lainnya yang mengatur batasan di bawah usia dewasa dan mekanisme untuk membela kepentingannya melalui jalur hukum. Beberapa diantaranya yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330, Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia.

2. Adapun subjek hukum dalam sengketa tata usaha negara dalam beracara di Peradilan Tata Usaha Negara, ditentukan berdasarkan kepentingannya yang dirugikan oleh keluarnya suatu KTUN. Kemudian untuk tetap dapat melindungi hak si anak dalam membela kepentingannya yang di rugikan suatu Keputusan Tata Usaha Negara sehingga dapat beracara di pengadilan maka dapat diliat pada ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa : • Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum

pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.

• Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

3. Adapun akibat hukum batasan usia dewasa pada subjek hukum sengketa tata usaha negara dalam beracara di Peradilan Tata Usaha Negara terletak pada boleh tidaknya anak di bawah umur bertindak dalam pengadilan. Dilihat dari ketentuan Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa Orang tua mewakili anak dibawah usia dewasa

Page 20: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

12 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan, karena anak dianggap masih berada dalam kekuasaan orang tuanya. Kemudian untuk dapat mewakili anaknya dalam Pengadilan Tata Usaha Negara harus melampirkan akta kelahiran anak, kartu keluarga dan data terkait yang dapat menunjukkan bahwa orang tua itu adalah orang tua kandung, sedangkan untuk wali harus adanya penetapan dari Pengadilan Negeri.

b. SaranPerlunya adanya aturan khusus mengenai batasan usia

dewasa yang dapat menjadi subjek sengketa tata usaha negara untuk dapat beracara di pengadilan tata usaha negara, serta perlu adanya tata cara dan prosedur agar seseorang dibawah usia dewasa dapat membela kepentingannya di dalam Pengadilan untuk memberikan kesamaan kedudukan di hadapan hukum.

Page 21: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

13Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

BukuIndroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan

Tata Usaha negara Buku I: Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha negara Buku II: Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005.

Peraturan Perundang-undanganIndonesia. Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU No. 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 9 Tahun 2004.

Indonesia. Undang-Undang tentang Perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974.

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Internethttp://business-law.binus.ac.id/2016/06/17/lsm-sebagai-

subjek-penggugat-di-peradilan-tata-usaha-negara/. diakses pada tanggal 18 Februari 2019.

https://cakimptun4.wordpress.com/artikel/subyek-hukum-penggugat-dan-tergugat/. Di akses pada tanggal 18 Februari 2019.

Page 22: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

14 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PENGGUNAAN SURAT TUGAS SEBAGAI DASAR BERACARA BAGI TERGUGAT PADA

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Oleh : Azza Azka Norra6

I. PENDAHULUAN

Konsep Peradilan Administrasi erat kaitannya dengan konsep negara hukum dan tak terpisahkan, sebagaimana konsep ciri-ciri negara hukum (rechtsstaat) yang dikemukakan oleh Frederich Julius Stahl harus memenuhi empat unsur, yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hak-hak asasi manusia, pemerintahan berdasarkan peraturan, dan adanya peradilan administrasi. Menurut konsep tersebut peradilan administrasi begitu penting sehingga menjadi salah satu prasyarat terbentuknya negara hukum yang bertujuan melindungi warga negara apabila terjadi sengketa akibat penyelenggaraaan pemerintahan yang dianggap merugikan, dan peradilan administrasi yang netral dapat menjadi penyelaras diantara pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul.

Sejalan dengan konsep Stahl tersebut di atas, Indonesia sebagai negara hukum, sejak tahun 1991 telah membentuk peradilan administrasi (Peradilan Tata Usaha Negara) berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 (sebagaimana telah diubah beberapa

6 Calon Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pangkal Pinang.

Page 23: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

15Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

bagian pasal-pasalnya oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009), yang mulai beroperasi sejak tanggal 14 Januari 1991 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991. Menurut undang-undang tersebut, tujuan diadakannya Peradilan tata Usaha Negara adalah dalam rangka memberikan perlindungan kepada rakyat pencari keadilan yang merasa dirinya dirugikan akibat suatu keputusan tata Usaha Negara.7

Perwujudan untuk mencapai tujuan Peradilan Tata Usaha Negara tersebut di atas dapat terjadi apabila salah satu aspek penting yaitu kewenangan untuk mengadili objek dan subjek sengketa tata usaha negara yang diberikan oleh undang-undang kepada Peradilan Tata Usaha Negara relevan, efektif dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.8 Berdasarkan ketentuan pada undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, sedangkan kewenangan untuk mengadili (kompetensi absolut) peradilan tata usaha negara dalam undang-undang tersebut dijelaskan tentang sengketa Tata Usaha Negara yang dimaksud adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan para pihak yang berperkara telah ditetapkan bahwa penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa

7 Priyatmanto Abdullah, Revitalisasi Kewenangan PTUN, Cahaya Atma Pustaka, 2018, hal. 38 Ibid.

Page 24: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

16 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

kepentingannya dirugikan oleh keputusan Tata Usaha Negara, sedangkan Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yaitu badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah. Dengan demikian, Tergugat adalah selalu Badan atau Jabatan TUN yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya dan Penggugat adalah selalu berupa orang atau badan hukum perdata.9

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 57 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, pihak yang bersengketa dalam proses di Pengadilan TUN dapat didampingi atau diwakili oleh seseorang atau beberapa orang kuasa, pemberian kuasa disertai dengan suatu surat kuasa khusus atau dapat dilakukan secara lisan di persidangan. Kuasa demikian juga dapat dibuat di luar negeri namun bentuknya harus memenuhi persyaratan negara yang bersangkutan dan diketahui oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara tersebut, serta kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi.

Pada umumnya setiap pihak yang berperkara dapat maju sendiri tanpa didampingi oleh orang lain yang bertindak sebagai kuasa, apabila ia menggunakan seorang kuasa, maka pemberi kuasa disebut sebagai pihak material dalam proses dan kuasanya disebut sebagai pihak formal dalam proses.10 Di dalam lingkup hukum perdata, kuasa bersifat koordinasi antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa sehingga kedudukan keduanya bersifat sejajar. Namun, pihak Tergugat sebagai pejabat TUN ketentuan dalam Buku II Pedoman Teknis administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara dapat memberi Surat Tugas tanpa materai kepada Pejabat pada instansi pemerintahan Badan/Pejabat TUN yang bersangkutan sedangkan konsep surat tugas sebetulnya tidak dapat disamakan dengan konsep surat kuasa.

9 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, 2005, hal.3110 Ibid, hal.31

Page 25: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

17Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

II. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Surat Tugas sama dengan Surat Kuasa?2. Apakah Surat Tugas dapat digunakan sebagai dasar untuk

beracara bagi Tergugat di Peradilan Tata Usaha Negara?

III. RUMUSAN MASALAH

III.a Surat Tugas dan Surat Kuasa

Definisi Surat Tugas dalam KBBI menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan surat tugas adalah surat yang menerangkan bahwa orang yang diberi surat itu diperintahkan atau diberi tugas untuk menjalankan sesuatu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan orang yang diberi perintah adalah pegawai, staff ataupun seseorang yang telah menduduki jabatan untuk melaksanakan tugas ataupun menjalankan sesuatu yang diberikan oleh atasan, instansi atau pejabat yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari penerima tugas tersebut.

Sedangkan istilah surat tugas juga telah dijelaskan dalam ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 42 Tahun 2016 Tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan surat tugas adalah naskah dinas dari atasan yang ditujukan kepada bawahan yang berisi perintah untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Wewenang dan penandatangan Surat Tugas adalah Menteri Dalam Negeri, Pejabat Pimpian Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan Kepala UPT. Dengan demikian surat tugas memiliki tujuan dan fungsi untuk memberi perintah agar bawahan melaksanakan pekerjaan sesuai tugas dan fungsinya.

Pengaturan hukum mengenai surat kuasa dapat ditemui secara tersirat dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan “Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang

Page 26: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

18 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.”

Lebih lanjut dalam Pasal 1793 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa “Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa

Kemudian, berdasarkan pasal 1814 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pemberian kuasa merupakan perjanjian hukum sepihak, karena pemberi kuasa sewaktu-waktu dapat mencabut kembali tanpa perlu meminta persetujuan si penerima kuasa. Jadi, berdasarkan hal-hal di atas maka surat kuasa tetap sah jika tidak ditandatangani oleh penerima kuasa karena tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan hal tersebut. Bahkan penerimaan suatu kuasa, menurut pasal 1793 ayat (2), dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si penerima kuasa.

Dalam hal ini, yang harus diperhatikan dalam surat kuasa adalah: Berdasarkan Pasal 1797 Tindakan apa saja yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa, karena Penerima kuasa tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang melampaui kuasa yang diberikan kepadanya sehingga dalam surat kuasa dituliskan apa saja pemberian kekuasaan yang diberikan kepada penerima kuasa dengan jelas.

1. Selain itu surat kuasa harus memenuhi ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus, yang menyatakan :

2. Surat kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-Undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya : Dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara A sebagai Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang tertentu dan

Page 27: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

19Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

sebagainya; Dalam perkara pidana harus dengan jelas dan lengkap menyebut pasal-pasal KUHP yang didakwakan kepada terdakwa.

3. Apabila dalam surat kuasa khusus disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan pada tingkat banding dan kasasi maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan pada tingkat kasasi tanpa diperlukan surat kuasa khusus yang baru. Akan tetapi bilamana surat kuasa khusus tersebut hanya mencakup pemeriksaan pada tingkat pertama, harus dibuatkan kembali surat kuasa khusus untuk pemeriksaan pada tingkat kasasi.Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa pemberian kuasa merupakan pelimpahan kewenangan dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk atas nama pemberi kuasa mengurus kepentingan dari pemberi kuasa.11

III.b Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat di Peradilan Tata Usaha Negara

Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak ditemukan ketentuan yang menyebutkan penggunaan surat tugas sebagai dasar beracara bagi para pihak yang ingin untuk diwakili atau didampingi, karena dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dijelaskan bahwa para pihak yang bersengketa dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa kuasa, pemberian kuasa dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus atau dapat dilakukan secara lisan di persidangan. Sehingga dalam peraturan hanyalah dikenal penggunaan surat kuasa, dikarenakan tergugat telah ditetapkan yaitu badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan, kemudian untuk mengakomodir kepentingan

11 W. Riawan Tjandra, Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011, hal. 52

Page 28: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

20 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Buku II Pedoman Teknis administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara dapat menggunakan surat tugas sebagai dasar beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Sejalan dengan hasil Rakernas Peradilan Tata Usaha Negara Tahun 2008 yang juga membahas tentang penggunaan surat tugas oleh Tergugat, ditarik kesimpulan bahwa di dalam lingkup hukum perdata, kuasa bersifat koordinasi antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa sehingga kedudukan keduanya bersifat sejajar atau sederajat. Hal tersebut dapat diterapkan di Pengadilan Tata Usaha Negara sepanjang mengenai Penggugat. Akan tetapi mengenai Tergugat, harus dilihat terlebih dahulu hubungan antara badan atau pejabat TUN dengan yang mewakili atau yang menjadi kuasa, apabila hubungan tersebut merupakan sub koordinasi antara pejabat TUN dengan jajaran di bawahnya maka untuk dapat mewakili badan atau pejabat TUN yang digugat cukup didasarkan pada suatu surat tugas.

Pada dasarnya telah terdapat beberapa arahan terkait penggunaan surat tugas bagi Penggugat, namun untuk mengetahui keabsahan sebuah surat tugas sebagai dasar beracara seorang bawahan Pejabat TUN yang digugat perlu kita uraikan terlebih dahulu dasar dikeluarkannya suatu surat tugas apabila disandingkan dengan surat kuasa dalam beracara di pengadilan, maka untuk menguraikan lebih lanjut dapat dilihat melalui konsep teori kewenangan, apakah terdapat suatu pelimpahan wewenang dalam pemberian surat tugas kepada bawahan seorang Tergugat.

Kewenangan dan wewenang meskipun memiliki definisi yang sama namun telah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Adapun menurut Pasal 1 angka 5 UU AP, wewenang adalah hak yang dimiliki oleh badan dan/atau Pejbat Pemerintahan atau penyelenggara negara

Page 29: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

21Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. (pasal 16)

Sedangkan berdasarkan pendapat Ateng Syarifudin menguraikan perbedaan antara wewenang (competence, bevoegheid) dengan kewenangan (authority, gezag) yaitu: Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu onderdeel (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtbevoegdheden). Wewenang merupakan lingkungan tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.12

Kemungkinan untuk memperoleh wewenang pemerintahan dapat terjadi dengan jalan atribusi dan delegasi, pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau Jabatan TUN lainnya.13

Sedangkan pada atributif wewenang, di situ terjadi pemberian suatu wewenang oleh suatu ketentuan peraturan perundang-undangan, sedang pada delegasi di situ terjadi pelimpahan atau pemindahan suatu wewenang yang telah ada. Sebaliknya pada mandat, di situ tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain. Dalam hal mandat maka di situ tidak terjadi perubahan apa-apa mengenai distribusi

12 Ateng Syarifudin dalam Tedi Sudrajat, Hukum Birokrasi Pemerintah Kewenangan & Jabatan, Cahaya Prima Sentosa, 2017, hal. 5413 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal.91

Page 30: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

22 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

wewenang yang telah ada. Yang ada hanya suatu hubungan intern, umpamanya antara Menteri dengan Dirjen atau Irjennya, di mana Menteri (mandans) menugaskan Dirjen atau Sekjennya (mandataris) untuk atas nama Menteri melakukan suatu tindakan hukum dan mengambil serta mengeluarkan keputusan-keputusan TUN tertentu.14

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dijelaskan bahwa Kewenangan diperoleh melalui Atribusi, Delegasi, dan/atau Mandat, kemudian dalam Pasal 12 dijelaskan bahwa Atribusi adalah: Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Atribusi apabila Diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang; merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada dan; Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Dijelaskan juga bahwa tanggung jawab Kewenangan tetap berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan. Kewenangan yang diperoleh dari Atribusi tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Pendelegasian Kewenangan ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan, Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Delegasi apabila: a.diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; b. Ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan c. Merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 14 Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat apabila ditugaskan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya; dan merupakan

14 Ibid, hal. 92

Page 31: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

23Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

pelaksanaan tugas rutin. Pejabat yang melaksanakan tugas rutin terdiri atas: a. pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara; dan b. pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Mandat kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain yang menjadi bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Perbedaaan antara mandat dengan Atribusi dan Delegasi terletak pada status pelimpahan wewenang dan hubungan yang terjadi hanyalah sebatas hubungan intern dalam rangka pemberian perintahan oleh atasan kepada pegawai atau staff sesuai tugas dan fungsi, sebagaimana dijelaskan pada pasal 14 ayat (7) yaitu Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Dan ayat (8) bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat.

Meskipun tujuan dan fungsi antara Surat tugas dan Surat Kuasa memiliki kemiripan namun berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan beberapa perbedaan sebagai berikut:

Perbedaan Surat Tugas Surat KuasaDasar Hukum Pengaturannya

bersifat internal dan menyesuaikan terhadap instansi terkait (contoh: Permen No. 42 Tahun 2016)

Diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan peraturan perundang-undangan TUN

Page 32: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

24 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Sumber Wewenang

Melakukan tindakan sesuai dengan tugas, fungsi serta jabatan penerima perintah

Mewakili dan melakukan tindakan hanya berdasarkan atas kekuasaan yang telah diberikan oleh pemberi kuasa, sehingga kewenangannya bersifat limitatif (delegasi)

Kedudukan Pemberi tugas adalah institusi, atau atasan yang menaungi penerima tugas

Pemberi kuasa dan penerima kuasa belum tentu berada dalam satu struktur organisasi karena tunduk pada asas kebebasan berkontrak sehingga kedudukan keduanya bersifat sejajar atau sederajat

Sifat Sifat surat tugas sesuai dengan Pasal 14 UU AP yang menjelaskan bahwa Badan dan/ atau pejabat pemerintahan memperoleh mandat apabila ditugasakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya dan merupakan tugas rutin

Sifat surat kuasa timbul berdasarkan atas suatu perjanjian antara penerima dan pemberi kuasa

Page 33: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

25Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

IV. PENUTUP

a. Kesimpulan1. Pada dasarnya tujuan dan fungsi antara surat tugas dan

surat kuasa adalah sama, namun apabila ditelaah lebih berdasarkan sumber wewenang, kedudukan dan sifat keduanya berbeda. Pemberian Surat tugas apabila dilihat dari sumber wewenang adalah perintah dari atasan penerima surat tugas yang berisi perintah mengenai tugas dan fungsi penerima surat tugas sedangkan dalam surat kuasa terdapat pelimpahan kekuasaan yang mengandung wewenang dan mengakibatkan penerima surat kuasa memiliki wewenang yang sama dengan penerima kuasa.

2. Surat tugas sebetulnya adalah bentuk dari penugasan oleh atasan dan sesuai dengan teori mandat yang sifatnya adalah sebuah perintah penugasan sesuai tugas dan fungsi pekerjaan oleh penerima surat tugas dan sifatnya hanya mengikat penerima surat tugas sampai dengan penugasan tersebut telah dilaksanakan, sehingga penggunaan Surat Tugas oleh yang mewakili Tergugat dapat digunakan dalam beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan catatan penggunaan Surat Tugas hanya berlaku dalam sekali agenda persidangan mengingat sifat surat tugas adalah sebuah perintah penugasan sampai dengan tugas tersebut dilaksanakan.

b. SaranBerdasarkan uraian tersebut di atas apabila seseorang

beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara karena perintah penugasan yang dia terima maka dapat kita asumsikan bahwa yang hadir dalam persidangan tersebut seolah olah adalah prinsipal itu sendiri. Sehingga penggantian posisi penerima mandat hanyalah kasuistis. Karena definisi surat tugas hanyalah tugas tertentu, apabila kita sandingkan dengan teori mandat maka penerima

Page 34: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

26 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

penugasan tersebut dapat ditugaskan hanya dalam situasi tertentu dan tidak ada pelimpahan wewenang dalam surat tugas. Selain itu berdasarkan Peraturan Hukum Acara di Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak memerintahkan adanya kewajiban maupun keharusan para pihak untuk memberikan kuasa dengan demikian berarti prinsipal tidak diharuskan untuk memberikan kuasa.

Page 35: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

27Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2016 Tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

Priyatmanto Abdullah, Revitalisasi Kewenangan PTUN, Cahaya Atma Pustaka, 2018.

Tedi Sudrajat, Hukum Birokrasi Pemerintah Kewenangan & Jabatan, Cahaya Prima Sentosa, 2017.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

W. Riawan Tjandra, Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011.

Page 36: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

28 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

ASPEK HUKUM BEA METERAI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA DI PENGADILAN

TATA USAHA NEGARA

Oleh: Vinky Rizky Oktavia15

I. PENDAHULUAN

Penggunaan meterai telah lama dilakukan oleh masyarakat, sehingga bukan lagi merupakan suatu hal yang asing di dalam kehidupan sehari-hari. Banyak perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang akan selalu menggunakan meterai tempel. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa tanpa adanya meterai pada surat perjanjian akan membuat perjanjian tersebut tidak sah atau menjadi batal. Ketiadaan meterai dalam suatu dokumen tidak berarti bahwa perbuatan hukum yang dilakukan menjadi tidak sah atau batal melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan.

Bagi para pihak yang sedang berperkara di Pengadilan, dalam membuktikan dalil- dalilnya diperkenankan untuk mengajukan dokumen sebagai alat bukti di muka persidangan. Alat bukti dokumen tersebut sangat penting untuk membuktikan kebenaran formil dari dalil- dalil yang diajukan. Namun, agar dokumen tersebut dapat diajukan di Pengadilan maka ada syarat

15 Calon Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Gorontalo

Page 37: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

29Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

yang harus dipenuhi, salah satunya adalah melakukan pelunasan Bea Meterai terhadap dokumen tersebut.

Bea meterai merupakan pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini yaitu Direktorat Jendral Pajak. Bea Meterai adalah pajak dari suatu dokumen yang dibebankan oleh negara. Pengertian bea meterai menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai (selanjutnya disebut UU Bea Meterai) yaitu “Bea Meterai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu”.

Berdasarkan Pasal 1 UU Bea Meterai yang menjadi objek dari pengenaan bea meterai adalah dokumen-dokumen yang telah disebutkan dalam undang-undang. Pengertian Dokumen menurut Pasal 1 Ayat (2) UU Bea Meterai adalah kertas yang berisi perjanjian- perjanjian atau tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan”. Dokumen oleh Siahaan didefinisikan sebagai kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak–pihak yang berkepentingan dalam hal ini dikenal sebagai surat dan dapat dikembangkan sebagai akta16.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU Bea Meterai, dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk:

Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;

1. Akta-akta notaris termasuk salinannya;2. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah

termasuk rangkap-rangkapnya;3. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,-

a. Yang menyebutkan penerimaan uang;

16 Marihot Pahala Siahaan, Bea Meterai di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 15

Page 38: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

30 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

b. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;

c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;d. Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya

atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek

yang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)

f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah):

Dalam penulisan kali ini, penulis akan berfokus pada pembahasan tentang pembebanan Bea Meterai terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti dimuka pengadilan khususnya pada Pengadilan Tata Usaha Negara, agar dapat diketahui tentang mengapa Bea Meterai menjadi syarat administrasi yang penting pada tiap Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka Pengadilan Tata Usaha Negara.

II. RUMUSAN MASALAH

Untuk itu penulis akan memberikan batasan permasalahan, dalam bentuk suatu rumusan masalah, yakni :

1. Bagaimana pemakaian meterai pada dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di Pengadilan Tata Usaha Negara?

2. Apakah akibat hukum jika dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian dimuka Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dilakukan pelunasan Bea Meterai?

Page 39: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

31Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

III. PEMBAHASAN

III.a. Pemakaian Meterai Pada Dokumen Yang Akan Digunakan Sebagai Alat Pembuktian Dimuka Pengadilan Tata Usaha Negara

Bea meterai merupakan pajak atas dokumen yang mempunyai arti penting guna memberikan pemasukan pada kas negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara dan mengatur kondisi sosial masyarakat. Adapun dasar hukum Bea Meterai adalah sebagai berikut:

1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari

1986. Sebab diterbitkannya UU Bea Meterai ini adalah karena pembangunan nasional menuntut keikutsertaan segenap warganya untuk berperan menghimpun dana pembiayaan yang memadai, terutama harus bersumber dari kemampuan dalam negeri, hal mana merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Maka Undang-Undang ini diterbitkan untuk menggantikan Aturan Bea Meterai tahun 1921 (Zegelverordening 1921) yang dianggap tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan keadaan di Indonesia, yang dirasa perlu dilakukan pengaturan kembali tentang Bea Meterai yang lebih bersifat sederhana dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat.

2. PP No. 24 tahun 2000Peraturan ini sebelumnya merupakan Peraturan Pemerintah

No. 7 tahun 1995 yaitu peraturan untuk mengatur pelaksanaan Bea Meterai yang pada akhirnya dirubah menjadi Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2000 yang berisikan tentang perubahan tarif Bea Meterai dan Besarnya batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei tahun 2000.

Page 40: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

32 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

3. KMK RI Nomor 133b/KMK.04/2000Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonseia Nomor

133b/KMK.04/2000 tertanggal 28 April 2000 tentang pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain, di antaranya yaitu:

• Pada Pasal 1: dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai, teknologi percetakan, sistem komputerisasi, dan alat lain dengan teknologi tertentu.

• Pada Pasal 2: Pelunasan Bea Meterai harus mendapatkan izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dan hasil percetakan tanda Bea Meterai Lunas harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak.

• Pada Pasal 3: Pembubuhan Bea Meterai Lunas dengan menggunakan teknologi percetakan hanya boleh dilakukan oleh Perum Peruri atau perusahaan lain yang sudah memiliki izin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dan masih banyak yang lainnya.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/ 2014Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/ 2014

tentang bentuk, Ukuran, Warna Benda Meterai. Pada peraturan ini dijelaskan secara mendetail berapa ukuran dimensi meterai, cetakan dasar, cetakan utama, gambar serta penggunaan teks yang ada pada meterai, berat dan jenis kertas hingga penentuan warna pada meterai.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014

tentang tata cara pemeteraian kemudian. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 25 April 2014, dengan berlakunya peraturan ini, otomatis PMK Nomor 476/KMK.03/2002 tentang pelunasan Bea Meterai dengan cara pematraian kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 menetapkan tata cara pemeteraian kemudian,

Page 41: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

33Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

yang merupakan cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi.

Bahwa dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan adalah termasuk dokumen yang diatur harus dikenakan Bea Meterai, karena tergolong dalam dokumen dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Kemudian, termasuk pula dalam kategori dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan yakni, dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) UU Bea Meterai, berupa:

• Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;• Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai

berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.

Bahwa dalam Pasal 7 UU Bea Meterai pada pokoknya menyatakan Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara:

• Menggunakan benda meterai yang telah diatur bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.

• Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai.

• Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tandatangan akan dibubuhkan.

• Pembubuhan tandatangan disertai dengan pencatuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tandatangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.

Page 42: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

34 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

• Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tandatangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.

• Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.

• Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai.

Maka apabila ada cara atau ketentuan dalam Pasal 7 tersebut diatas yang tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan atau dalam hal ini dokumen yang seharusnya dikenakan Bea Meterai dianggap tidak memenuhi syarat atau dianggap tidak bermeterai. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang Dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Pasal 2 Nomor 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian, dinyatakan Pemeteraian dilakukan atas:

• Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan;

• Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya; dan/atau;

• Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.

Di Pengadilan Tata Usaha Negara. Seluruh dokumen yang akan diajukan sebagai bukti oleh para pihak harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu oleh pemegang dokumen tersebut. Pemegang dokumen berdasarkan Pasal 3 Angka 2 Huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 adalah pihak yang akan menggunakan dokumen sebagai alat bukti di

Page 43: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

35Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

muka pengadilan. Sebelum diajukan sebagai bukti, pemegang dokumen menggandakan dokumen yang akan diajukan dari dokumen aslinya, setelah itu diserahkan kepada pejabat POS untuk dilakukan penempelan meterai , setelah itu pejabat POS tersebut akan dibubuhkan cap “Telah dilakukan pemeteraian kemudian sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 disertai dengan nama, NIP POS, dan tanda tangan Pejabat Pos yang bersangkutan, pada Dokumen yang telah ditempeli meterai tempel dan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditera Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Selayaknya untuk tiap dokumen yang akan diajukan sebagai bukti di Pengadilan Tata Usaha Negara harus ditempeli meterai satu persatu, karena 1 (satu) bukti surat akan menerangkan 1 (satu) peristiwa hukum sehingga pemeteraiannya tidak dapat disatukan. Penggunaan 1 (satu) meterai pada 1 (satu) bukti surat yang terdiri dari beberapa lembar dimungkinkan apabila bukti tersebut terdiri dari beberapa lembar yang kemudian dimaksudkan sebagai lampiran bukti yang merupakan satu kesatuan dengan bukti tersebut, sehingga cukup ditempelkan satu meterai saja pada bagian depan bukti.

III.b. Akibat Hukum Jika Dokumen Yang Digunakan Sebagai Alat Pembuktian Dimuka Pengadilan Tata Usaha Negara Tidak Dilakukan Pelunasan Bea Meterai

Suatu negara dapat dikatakan sebagai Negara Hukum (rechtstaat) menurut Burkens, sebagaimana yang dikutip oleh Yohanes Usfunan antara lain sebagai berikut:17

1. Asas legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan (Wettelijke gronslag). Dengan landasan ini, Undang-Undang dalam arti formil dan Undang-Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintah. Dalam hubungan ini pembentukan

17 Usfunan, 1988, Kebebasan Berpendapat Di Indonesia, Disertasi dalam Meraih Doktor Pada Program Pasca sarjana UNAIR, Surabaya, hlm.111.

Page 44: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

36 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Undang-Undang merupakan bagian penting negara hukum.2. Pembagian kekuasaan. Syarat ini mengandung makna

bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.

3. Hak-hak dasar (grondrechten), merupakan sasaran perlindungan dari pemerintahan terhadap rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentuk undang-undang.Pentingnya penegakan asas legalitas dalam negara hukum,

agar tidak ada tidakan semena-mena dari Penguasa, dimana setiap kebijakan atau keputusan yang diambil haruslah mengacu pada suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, begitu pula atas setiap tindakan yang akan diberi sanksi harus pula telah ada aturan perundang-undangan yang mengaturnya terlebih dahulu.

Dalam konteks pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen yang diajukan sebagai alat bukti di Pengadilan, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, telah ada dan begitu jelas aturannya, yang bahkan diatur oleh berbagai peraturan perundang undangan mulai dari Undang-Undang sampai pada peraturan-peraturan pelaksananya. Untuk itu, sebenarnya tidak ada lagi alasan pengajuan dokumen sebagai alat bukti di Pengadilan tidak dipenuhi syarat Bea Meterainya terlebih dahulu, karena aturannya berkehendak demikian.

Dalam UU Bea Meterai pada Pasal 11 ayat (1) secara tegas menyatakan, Pejabat Pemerintah, Hakim, Panitera, Jurusita, Notaris dan pejabat umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:

1. Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dibayar;

2. Melekatkan dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan;

Page 45: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

37Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

3. Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang Bea Meterai- nya tidak atau kurang dibayar;

4. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterai-nya.Peringatan terhadap pejabat-pejabat tersebut diatas

menggambarkan dengan jelas jika dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar, merupakan dokumen yang tidak memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti bahkan untuk sekedar dipertimbangkan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan tata usaha negara sebagaimana yang menjadi fokus pembahasan dalam penulisan ini. Bahkan jika hal tersebut dilanggar, maka akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang dimaksud dalam UU Bea Meterai pada Pasal 11 ayat (2).

Oleh karena adanya peringatan bahkan larangan, untuk menindaklanjuti atau mempertimbangkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar, terlebih yang digunakan sebagai alat pembuktian di Pengadilan Tata Usaha Negara, maka atas dokumen- dokumen tersebut berakibat hukum tidak dapat diterima pengajuannya sebagai bukti karena dinyatakan tidak bermeterai/ belum lunas atau kurang dibayar, Jika dokumen dinyatakan tidak bermeterai/ belum lunas atau kurang dibayar, maka konsekuensi yang akan timbul adalah dokumen tersebut tidak dapat diterima, dipertimbangkan atau disimpan oleh Hakim serta Panitera dan dokumen itu juga tidak dapat dibuatkan salinan, tembusan, rangkapan maupun petikan serta tidak dapat juga diberikan keterangan atau catatan terhadap dokumen tersebut.

Cara melakukan pemeteraian kemudian tergantung dari penyebab dilakukan pemeteraian kemudian dan jenis dokumennya.

1. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas surat kerumahtanggan dan surat lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (3) UU Bea Meterai, yang dipergunakan sebagai

Page 46: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

38 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

alat bukti di muka pengadilan, maka besarnya bea meterai adalah Rp. 6.000,- tanpa administrasi;

2. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang seharusnya dikenakan bea meterai tetapi ternyata pelunasannya terlambat maka dalam pelaksanaan pemeteraian kemudiannya ditambah denda 200%;

3. Jika Pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang kurang bayar bea meterainya, maka pengenaan meterai kemudian adalah disamping yang kurang bayarnya harus dilunasi dikenakan pula denda administrasi 200% terhadap yang kurang bayar itu.

IV. PENUTUP

a. KesimpulanBahwa seluruh dokumen yang akan digunakan sebagai

alat pembuktian dimuka pengadilan adalah termasuk dokumen yang diatur harus dikenakan Bea Meterai, karena tergolong dalam dokumen dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a UU Bea Meterai. Di Pengadilan Tata Usaha Negara Pemeteraian kemudian atas dokumen yang dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menyerahkan dokumen yang akan diajukan sebagai bukti dalam persidangan kepada Pejabat Pos terlebih dahulu untuk dilakukan penempelan meterai dokumen yang kemudian oleh pejabat pos dibubuhkan cap “Telah dilakukan pemeteraian kemudian sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 disertai dengan nama, NIP Pos, dan tanda tangan Pejabat Pos yang bersangkutan, pada Dokumen yang telah ditempeli meterai tempel.

Adanya peringatan bahkan larangan, untuk menindaklanjuti atau mempertimbangkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar, terlebih yang digunakan sebagai alat pembuktian

Page 47: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

39Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

di Pengadilan Tata Usaha Negara, maka atas dokumen-dokumen tersebut berakibat hukum tidak dapat diterima pengajuannya sebagai bukti karena dinyatakan tidak bermeterai/ belum lunas atau kurang dibayar, Jika dokumen dinyatakan tidak bermeterai/ belum lunas atau kurang dibayar, maka konsekuensi yang akan timbul adalah dokumen tersebut tidak dapat diterima , dipertimbangkan atau disimpan oleh Hakim serta Panitera dan dokumen itu juga tidak dapat dibuatkan salinan, tembusan, rangkapan maupun petikan serta tidak dapat juga diberikan keterangan atau catatan terhadap dokumen tersebut.

b. SaranPejabat Pemerintah, Hakim, Panitera, Jurusita, Notaris

dan Pejabat Umum lainnya, dalam menjalankan tugas atau jabatannya agar selalu mensosialisasikan tentang bagaimana cara penggunaan Meterai, cara pelunasan bea meterai yang tidak atau kurang dilunasi bea meterainya dan cara pemeteraian kemudian terhadap dokumen yang apabila hendak dijadikan alat bukti di Pengadilan. Kepada masyarakat atau pihak yang berperkara, dalam mengajukan alat bukti surat di muka pengadilan, diwajibkan untuk melakukan Pemeteraian Kemudian terhadap dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti tersebut.

Pihak yang berperkara dilarang atau tidak diperbolehkan melekatkan sendiri Meterai pada dokumen yang akan diajukan sebagai bukti surat tanpa adanya pengesahan dari pejabat kantor pos. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat sahnya pengajuan alat bukti surat di pengadilan.

Page 48: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

40 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PERIHALFORMIL

Page 49: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

41Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

KEPUTUSAN BERBENTUK ELEKTRONIS SEBAGAI OBJEK SENGKETA

TATA USAHA NEGARA

Oleh: Anissa Yanuartanti18

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi merupakan salah satu aspek yang terjadi di Indonesia sebagai negara berkembang belakangan ini. Masyarakat telah familiar dengan munculnya berbagai perusahaan startup berbasis teknologi, sebut saja ”Sociolla” dan ”Shopee”. Di bidang perikanan, muncul sebuah aplikasi digital bernama ”i-Fishery yang memungkinkan pemberian makan ikan dan pemantauan nafsu makan ikan secara otomatis. Di bidang pertanian, berkembang aplikasi digital ”i-Grow” yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk memilih, berinvestasi, dan mengelola sawah tanpa harus memilikinya. Di bidang kesehatan, masyarakat dipermudah dengan aplikasi digital ”halodoc” untuk memilih dan berkonsultasi dengan dokter tanpa harus datang ke klinik kesehatan.

Semakin pesatnya perkembangan teknologi merambah pula ke ranah pemerintahan dan ditandai salah satunya dengan maraknya penerapan program berbasis e-government. Sebut saja e-filing pajak yang memudahkan masyarakat untuk mengisi dan

18 Calon Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram

Page 50: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

42 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

menyampaikan SPT (Surat Pembertitahuan) melalui website tanpa harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)19. Mahkamah Agung sebagai badan peradilan juga telah memberlakukan e-court melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik. Adanya e-court memungkinkan terjadinya pendaftaran gugatan secara online tanpa harus datang ke pengadilan.

Kemajuan teknologi di bidang pemerintahan 9salah satunya diakomodir melalui UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memungkinkan menempatkan Keputusan Berbentuk Elektronis sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 1 angka 11 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, keputusan berbentuk elektronis adalah keputusan yang dibuat atau disampaikan dengan menggunakan atau memanfaatkan media elektronik. Tulisan ini mengambil dua buah rumusan masalah, yaitu mengenai apakah keputusan yang berbentuk elektronis dapat dijadikan sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara dan bagaimana pembuktian keputusan berbentuk elektronis.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah keputusan yang berbentuk elektronis dapat dijadikan sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara?

2. Bagaimana pembuktian sebuah keputusan berbentuk elektronis?

III. PEMBAHASAN

III.a. Keputusan yang berbentuk elektronis sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara

Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan

19 https://www.online-pajak.com, diakses pada 20 Februari 2019

Page 51: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

43Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

menurut Pasal 1 angka 9 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, final. Perlu diingat pula bahwa terdapat pengecualian menurut Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, bahwa terdapat beberapa Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak termasuk objek sengketa Tata Usaha Negara, yaitu:

1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;

3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan kententuan KUHP atau KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha ABRI; dan

7. keputusan panitia pemilihan, baik di pusat maupun daerah, mengenai hasil pemilihan umum.Selanjutnya bahwa hanya keputusan tertulis saja yang dapat

digugat di Pengadilan TUN.20 Tertulis di sini terutama merujuk kepada isi, bukan kepada bentuk formalnya yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN. Sebuah tulisan (memo atau nota) dapat memenuhi syarat tertulis apabila jelas mengenai:

20 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm.161

Page 52: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

44 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

• Badan atau Jabatan TUN mana yang mengeluarkannya;• Maksud mengenai hal apa isi tulisan itu;• Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang

ditetapkan di dalamnya jelas bersifat individual, konkret, dan final;

• serta menimbulkan suatu akibat hukum bagi seorang atau suatu badan hukum perdata.

Berbicara mengenai pengertian Keputusan Tata Usaha Negara, ketentuan Pasal 87 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa dengan berlakunya undnag-undang tersebut, Keputusan Tata usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara harus dimaknai sebagai:

1. penetapan tertulis yang mencakup tindakan faktual;2. keputusan badan dan/atau pejabat Tata Usaha Negara

di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggarra negara lainnya;

3. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;4. bersifat final dalam arti lebih luas;5. keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum;

dan/atau 6. keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.

Elektronis itu sendiri berasal dari kata elektronik yang memiliki arti alat yang dibuat berdasarkan prinsip elektronika; hal atau benda yang menggunakan alat-alat yang dibentuk atau bekerja atas dasar elektronika 21. Secara harfiah, keputusan elektronis adalah keputusan yang menggunakan alat elektronika atau dibentuk atas dasar elektonika. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik telah ada pengertian mengenai dokumen elektronik, yaitu setiap Informasi Elektronik yang dibuat,

21 https://kbbi.web.id/elektronik, diakses pada 18 Februari 2019

Page 53: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

45Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya

Adanya keputusan berbentuk elektronis dimungkinkan setelah lahirnya UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan diatur dalam bagian tersendiri, yaitu Bagian Keempat mengenai Keputusan Berbentuk Elektronis. Menurut Pasal 6 UU AP, Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil Keputusan dan/atau Tindakan, hak tersebut salah satunya adalah hak untuk menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan Tindakan. Menurut Pasal 1 angka 11 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, keputusan berbentuk elektronis adalah keputusan yang dibuat atau disampaikan dengan menggunakan atau memanfaatkan media elektronik. Jika dilihat dari pengertian tersebut, maka keputusan yang dimaksud meliputi 2 hal:

1. Keputusan yang dibuat dengan menggunakan media elektronik.

2. Keputusan yang dibuat dengan menggunakan media elektronik dapat dicontohkan dengan sebuah surat yang dibuat dengan media elektronik seperti komputer. Namun perlu diingat apabila surat tertulis pada umumnya pun dapat dibuat dengan media elektronik. Jadi menurut penulis, pengertian keputusan elektronis yang merujuk pada keputusan yang dibuat menggunakan media elektronik tidak lah perlu untuk dibahas lebih lanjut

3. Keputusan yang disampaikan dengan menggunakan media elektronik.Keputusan yang disampaikan dengan menggunakan

Page 54: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

46 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

media elektronik contohnya adalah keputusan yang dibuat dan disampaikan menggunakan email, telegram, Compact Disk, faksimili, aplikasi whatsapp, hingga melalui website. Menurut Pasal 62 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa keputusan dapat disampaikan melalui pos tercatat, kurir, atau sarana elektronis dan dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud

Terlepas dari apakah keputusan yang dibuat atau disampaikan dengan media elektronik, Pasal 38 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menghendaki bahwa Keputusan Berbentuk Elektronis wajib dibuat atau disampaikan apabila Keputusan tidak dibuat atau tidak disampaikan secara tertulis. Selanjutnya menurut Pasal 62 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa Keputusan yang diumumkan melalui media cetak, media elektronik, dan/atau media lainnya mulai berlaku paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditetapkan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebuah keputusan berbentuk elektronis dapat dijadikan sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara, karena objek dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah keputusan Tata Usaha Negara dan keputusan berbentuk elektronis memenuhi pengertian tersebut.Pembuktian keputusan berbentuk elektronis

Hal ini perlu dibahas karena saat sebuah keputusan berbentuk elektronis dijadikan sebuah objek sengketa Tata Usaha Negara, maka keputusan tersebut perlu untuk dibawa ke Pengadilan dalam dua hal, yaitu pendaftaran gugatan dan atau pembuktian. Di dalam UU AP sebagai peraturan yang mengakomodir kemungkinan diterapkannya keputusan yang berbentuk elektronis, tidak disertai dengan penjabaran lebih lanjut terutama mengenai cara untuk menghadirkannya ke dalam pengadilan. Padahal, menurut halaman 1 Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara, persyaratan dokumen dalam pengajuan gugatan sekurang-kurangnya berupa

Page 55: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

47Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

surat gugatan, surat kuasa khusus dari penggugat kepada kuasa hukumnya (bila penggugat menggunakan kuasa hukum), fotokopi kartu advokat kuasa hukum yang bersangkutan, dan fotokopi surat Keputusan TUN yang menjadi objek sengketa, kecuali apabila objek sengketa berupa keputusan fiktif-negatif atau apabila objek sengketa tidak dikuasai oleh penggugat.

Idealnya, dengan diperbolehkannya badan atau pejabat TUN untuk mengeluarkan keputusan berbentuk elektronis, maka perlu disiapkan instrumen-instrumen pendukung berupa media penyimpanan, media untuk menampilkan, stampel digital, materai digital, tanda tangan atau digital signature. Namun dalam prakteknya, beberapa instrumen pendukung tersebut belum tersedia sehingga apa yang dilakukan Penggugat maupun Pengadilan untuk menghadirkan Keputusan yang berbentuk elektronis adalah sebagai berikut, sesuai praktek pada Perkara Nomor 181/G/2018/PTUN-MTR.

Perkara PTUN Mataram Nomor 181/G/2018/PTUN-MTR adalah sebuah sengketa lelang yang diajukan oleh PT. Damai Indah Utama melawan Kelompok Kerja (Pokja) 55. A Pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Lombok Tengah dengan objek sengketa berupa:

1. Keputusan Elektronik Kelompok Kerja (Pokja) 55. A Pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Lombok Tengah Tentang (insert image);

2. Adendum Dokumen Prakualifikasi Nomor : 03/Pokja- 55.A/PUPR/2017 tanggal 5 Oktober 2017 Atas Dokumen Prakualifikasi Nomor 02/Pokja-55.A/PUPR/2017;

3. Adendum Ke-2 Dokumen Prakualifikasi Nomor : 04/Pokja - 55. A/PUPR/2017 tanggal 6 Oktober 2017 Atas Dokumen Prakualifikasi Nomor 02/Pokja – 55. A/PUPR/2017;

4. Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) Nomor : 09/ULP-55.A/BPBJ/2017. tanggal 7 Desember 2017;

5. Tindakan Faktual / Konkrit Tergugat yaitu tidak melakukan

Page 56: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

48 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

perbuatan konkrit mencantumkan masa sanggah dalam dokumen prakualifikasi Nomor 02/Pokja-55 A/PUPR 2017 maupun di dalam Adendum dokumen prakualifikasi No. 03/Pokja-55.A/PUPR/2017 tanggal 5 Oktober 2017 atas dokumen prakualifikasi No. 02/Pokja-55.A/PUPR/2017 dan dalam addendum ke-2 dokumen prakualifikasi Nomor 04/Pokja-55 A/PUPR/2017 atas dokumen Prakualifikasi Nomor 02/Pokja-55.A/PUPR/2017.Praktek penerapan objek sengketa berupa Keputusan

Elektronik Kelompok Kerja (Pokja) 55. A Pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Lombok Tengah adalah sebagai berikut:

1. Dalam tahap pendaftaran gugatan di Kepaniteraan PTUN Mataram, pihak Penggugat menghadirkan objek sengketa nomor 1 berupa Keputusan Elektronik Kelompok Kerja (Pokja) 55. A Pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Lombok Tengah dengan mencetak tampilan tangkapan layar (screen capture) dari media website yang mengumumkan keputusan elektronik tersebut;

2. Dalam menjadikan objek sengketa sebagai alat bukti, dilakukan dengan cara mencetak hasil tangkapan layar (screen capture) dari media website yang mengumumkan keputusan elektronik dan dibubuhi materai tempel secara manual;

3. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap alat bukti yang berupa keputusan berbentuk elektronis yang sudah dicetak, Majelis Hakim membubuhi tanda tangan dan paraf secara manual;

4. Dalam pencantuman di putusan, Majelis Hakim melakukannya dengan menyebut sebagai ” Keputusan Elektronik Kelompok Kerja (Pokja) 55. A Pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Lombok Tengah mengenai….” diikuti dengan pencantuman tabel yang dibuat oleh Majelis Hakim dengan mengetik manual dan

Page 57: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

49Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dibuat sama dengan tampilan website di mana keputusan tersebut ditampilkan, yaitu www.lpse.lomboktengahkab.go.id

Gambar 1: Tampilan penyebutan keputusan berbentuk elektronis berupa Keputusan Elektronik Kelompok Kerja (Pokja) 55. A Pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Lombok Tengah sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara di dalam putusan PTUN Mataram Nomor 181/G/2018/PTUN-MTR.

Jadi, untuk menerapkan dan menghadirkan keputusan berbentuk elektronis ke dalam pengadilan, dilakukan dengan mencetak hasil tangkapan layar (screen capture) dan menyajikannya dalam bentuk hard file.

IV. PENUTUP

a. Kesimpulan1. Keputusan yang berbentuk elektronis sebagai objek sengketa

Page 58: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

50 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Tata Usaha Negara dilakukan dalam hal pendaftaran gugatan dan pembuktian di persidangan;

2. Pembuktian sebuah keputusan berbentuk elektronis dilakukan dengan mencetak hasil screen capture atau tangkapan layar dan menggunakannya baik untuk pendaftaran gugatan maupun sebagai alat bukti pada tahap pembuktian di pesidangan.

b. Saran1. Keputusan yang berbentuk elektronis sebagai objek sengketa

Tata Usaha Negara sebaiknya disampaikan dengan media elektronis pula;

2. Perlu dibentuk sebuah platform digital untuk mengakomodir adanya keputusan berbentuk elektronis;

Page 59: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

51Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undanganUndang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

PemerintahanUndang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan PublikUndang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi PublikUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha NegaraPeraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi ElektronikPeraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang

Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik

BukuIndroharto. 2000. Usaha Memahami Undang-Undang tentang

Peradilan Tata Usaha Negara Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

WebsitePajak Online, https://www.online-pajak.com, diakses pada 20

Februari 2019Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/ elektronik,

diakses pada 18 Februari 2019

Page 60: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

52 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

UPAYA WARGA MASYARAKAT DALAM HAL UPAYA ADMINISTRATIF DIANGGAP DIKABULKAN SESUAI UNDANG UNDANG

NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Oleh : Fajar Satriaputra22

I. PENDAHULUAN

Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) hadir dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenangnya. Dalam pelaksanaan tugas pemerintahan, badan/pejabat pemerintahan akan mengeluarkan Keputusan dan/atau tindakan. Keputusan dan/atau tindakan tersebut bisa saja menimbulkan kerugian kepada orang atau badan hukum perdata. Orang atau badan hukum perdata tersebut bisa mengajukan gugatan kepada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai Peradilan yang berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Namun dengan berlakunya UU AP maka terdapat beberapa perubahan yang ada Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu perubahan tersebut adalah dengan adanya ketentuan pasal 75

22 Calon Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Gorontalo.

Page 61: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

53Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

sampai dengan pasal 78 UU AP mengenai Upaya Administratif.Dalam pasal 77 UU AP mengenai Keberatan ataupun

pasal 78 UU AP mengenai Banding dijelaskan bahwa ketika keberatan/banding tidak ditanggapi dalam jangka waktu tertentu maka badan/pejabat yang berwenang untuk menyelesaikan upaya tersebut dianggap telah mengabulkan upaya keberatan/banding dan kemudian wajib mengeluarkan sebuah Keputusan atas hal tersebut. Namun jika badan/pejabat yang berwenang tersebut tidak mengeluarkan Keputusan dalam hal Upaya Administratif dianggap dikabulkan, UU AP tidak mengatur lebih lanjut mengenai apa upaya bagi warga masyarakat untuk menindaklanjuti hal tersebut. PTUN sebagai lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara tentu saja kehadirannya diharapkan mampu mengatasi persoalan diatas. Warga masyarakat yang upaya administratifnya dianggap dikabulkan harus diberikan kepastian mengenai upaya apa yang dapat dilakukannya ke PTUN ketika hal tersebut terjadi. PTUN yang seharusnya mampu menyelesaikan sengketa tata usaha negara jangan sampai memberikan ketidakadilan kepada warga masyarakat yang upaya administratifnya dianggap dikabulkan karena salah dalam mengajukan bentuk penyelesaian ke PTUN. Bertolak dari latar belakang permasalahan tersebut maka penulis ingin melihat lebih lanjut bagaimana proses pengajuan upaya administatif baik keberatan dan banding sesuai Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kemudian penulis juga akan melihat bagaimana upaya yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat dalam hal upaya administratif dianggap dikabulkan sesuai Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana prosedur pengajuan upaya administratif sesuai

Page 62: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

54 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan?

2. Bagaimana upaya yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat dalam hal upaya administratif dianggap dikabulkan sesuai Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan?

III. PEMBAHASAN

III.a Prosedur pengajuan upaya administratif sesuai Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Upaya Administratif sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 16 UU AP adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan Administrasi Pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan dan/atau Tindakan yang merugikan. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa upaya administratif merupakan upaya penyelesaian yang dilakukan secara internal oleh badan/pejabat pemerintahan dalam hal terbitnya suatu Keputusan dan/atau dilakukannya suatu tindakan oleh badan/pejabat pemerintahan tersebut. Dalam UU AP ketika masyarakat merasa dirugikan dengan adanya keputusan dan/atau tindakan badan/pejabat pemerintahan dapat mengajukan upaya administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau tindakan23. Bentuk Upaya Administratif yang dapat diajukan oleh masyarakat adalah keberatan dan banding24.

1. KeberatanPengajuan keberatan ditujukan kepada badan dan/atau

pejabat yang mengeluarkan keputusan secara tertulis. Tenggang

23 Lihat Ketentuan Pasal 75 ayat (1) Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan24 Lihat Ketentuan Pasal 75 ayat (2) Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Page 63: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

55Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

waktu pengajuan keberatan waktu paling lama 21 hari (dua puluh satu) hari kerja sejak diumumkannya keputusan tersebut oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Jangka waktu penyelesaian keberatan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. Dalam hal Badan dan/atau Pejabat Pemeritahan tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), keberatan dianggap dikabulkan. Keberatan yang dianggap dikabulkan, ditindaklanjuti dengan penerapan Keputusan sesuai dengan permohonan keberatan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan Keputusan sesuai dengan permohonan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya tenggang waktu penyelesaian upaya keberatan. Dalam hal keberatan diterima, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan sesuai permohonan keberatan.

2. BandingUpaya banding terhadap keputusan upaya keberatan dapat

diajukan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak keputusan upaya keberatan diterima. Banding diajukan secara tertulis kepada Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan.

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan menyelesaikan banding paling lama sepuluh (10) hari kerja. Dalam hal Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menyelesaikan banding dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja, banding dianggap dikabulkan. Badan dan/ atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan Keputusan sesuai dengan permohonan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya tengang waktu 10 (sepuluh) hari kerja tersebut. Terhadap permohonan banding yang dikabulkan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetaokan Keputusan sesuai dengan permohonan banding.

Pengujian di lingkungan intern pemerintah berbeda dengan pengujian di PTUN. Pemerintah menilai dari aspek “doelmatigheid” tujuan atau manfaat dikeluarkannya keputusan

Page 64: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

56 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dan “rechtsmatigheid” dari segi hukum. Pengujian di PTUN hanya dari segi hukum saja25.

III.b Upaya yang dapat ditempuh oleh waga masyarakat dalam hal upaya administratif dianggap dikabulkan sesuai Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Sebagaimana penjelasan pada pembahasan sebelumnya bahwa sesuai UU AP dalam hal Keberatan ataupun Banding tidak ditanggapi dalam jangka waktu tertentu, maka Keberatan ataupun Bandingnya dianggap dikabulkan. Kemudian badan/pejabat pemerintahan yang berwenang untuk menangani keberatan atau banding tersebut wajib mengeluarkan Keputusan terhadap hal tersebut sebagaimana diatur didalam pasal 77 ayat (7) dan 78 ayat (6) UU AP. Namun dalam hal badan/pejabat pemerintahan tersebut tidak mengeluarkan Keputusan sebagai tindak lanjut dianggap dikabulkannya upaya administratif, UU AP tidak memberikan jalan keluar terhadap hal tersebut. Memang berdasarkan ketentuan pasal 80 ayat (1) UU AP ditentukan bahwa pejabat yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 77 ayat (7) dan 78 ayat (6) akan diberikan sanksi administratif ringan. Namun menurut penulis ketentuan pasal tersebut hanya bersifat internal untuk pejabat/badan pemerintahan yang bersangkutan. Permasalahan utama bagi waraga masyarakat mengenai tindak lanjut upaya administratifnya yang dianggap dikabulkan masih belum bisa teratasi dengan baik.

Ketentuan diatas jika dilihat sekilas akan menyerupai ketentuan pasal 53 UU AP. Pasal 53 UU AP khususnya ayat (3) menentukan bahwa apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan undang undang badan/pejabat tata usaha negara tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau

25 Dr. H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., M.H. 2018. Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Setekah Pemberlakuan Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Lampung : AURA Publishing, hlm. 265.

Page 65: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

57Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

tindakan, maka permohonan untuk penetapan Keputusan dan/atau melakukan tindakan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum. Kemudian untuk memperoleh Putusan penerimaan permohonan maka si pemohon harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara26. Permasalahan upaya warga masyarakat dalam hal upaya administratifnya dianggap dikabulkan menurut penulis tidak bisa diselesaikan berdasarkan ketentuan Pasal 53 UU AP tersebut. Hal ini didasarkan kepada Pasal 53 UU AP mengatur mengenai permohonan suatu keputusan dan/atau tindakan yang baru oleh pemohon kepada badan/pejabat pemerintahan. Artinya suatu Keputusan yang belum pernah ada atau belum pernah dimohonkan sebelumnya. Sehingga hukum acara yang mengatur pelaksanaan Pasal 53 UU AP tidak bisa diterapkan didalam penyelesaian terhadap warga masyarakat yang upaya administratifnya dianggap dikabulkan.

Untuk menjawab persoalan diatas maka harus dipahami lagi mengenai upaya administratif tersebut. Timbulnya upaya administratif tidak terlepas dari kewenangan pemerintah untuk menjatuhkan atau membebankan sanksi administratif dan/atau melakukan tindakan tertentu kepada masyarakat sehingga untuk menghindarkan tirani kekuasaan, mekanisme keberatan dan/atau banding administratif merupakan bagian tidak terpisahkan yang disediakan sebagai sarana perlindungan hukum bagi masyarakat. 27 Dalam upaya administratif telah terdapat suatu keputusan dan/atau tindakan yang dijatuhkan oleh badan pemerintahan. Upaya administratif itu merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang – undangan untuk menyelesaikan suatu sengketa TUN yang dilaksanakan dilingkungan pemeritahan sendiri28. Artinya telah terdapat suatu sengketa antara badan/pejabat pemerintahan dengan masyarakat

26 Ketentuan beracara di PTUN mengenai pelaksanaan pasal 53 ayat (5) Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 diatur didalam Peraturan Mahkamh Agung Nomor 8 tahun 2017 tentang Pedoman Beracara untuk memperoleh putusan atas penerimaan permohonan guna mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan.27 Enrico Simanjuntuk, 2018, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara ; Transformasi & Refleksi, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 205.28 Indroharto, S.H., 2005, Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, hlm. 55.

Page 66: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

58 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

yang mana penyelesaiannya secara internal di lingkungan pemerintahan.

Ciri ciri dari upaya administratif dalam teori hukum acara peradilan tata usaha negara ialah :29

1. Upaya administratif merupakan bagian dari pengawasan yang dilakukan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara. Pengawasan dimaksud bersifat internal kontrol karena dilakukan oleh suatu badan yang secara organisasi structural masih termasuk dalam lingkungan organisasi dari badan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

2. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakan suatu kontrol, upaya administratif merupakan kontrol aposteriori, yaitu suatu pengawasan yang terjadi sesudah dikeluarkannya ketetapan/keputusan pemerintah. Pengawasan ini dititikberatkan pada tujuan yang bersifat korektif dan memulihkan suatu tindakan yang keliru.

3. Dilihat dari segi sifat kontrol itu terhadap objek yang diawasi, maka upaya administratif termasuk kontrol segi kemanfaatan (doelmatigheidstoetsing), yaitu kontrol teknis administratif intern dalam lingkungan pemerintahan sendiri bersifat penilaian legalitas (rechtmatigheidsroetsing) dan bahkan lebih menitikberatkan pada segi penilaian kemanfaatan dari tindakan yang bersangkutan.Berkaitan dengan pemahaman mengenai upaya

administratif diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam upaya administratif telah terdapat suatu keputusan dan/atau tindakan yang telah dilakukan oleh badan/pejabat pemerintahan yang mana terhadap hal tersebut terdapat keberatan dari orang/badan hukum perdata dan merasa dirugikan dengan adanya keputusan/dan atau tindakan tersebut. Sehingga orang/badan hukum perdata tersebut mengajukan tuntutan terhadap keputusan dan/atau tindakan badan pemeritahan yang secara umum berbentuk

29 Dr. W. Riawan Tjandra, S.H.,M,Hum, 2011, Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara Edisi Revisi, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 43.

Page 67: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

59Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

keberatan dan banding. Jika terhadap hasil dari upaya administratif tersebut orang/badan hukum perdata merasa tidak puas, maka akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.30

Dengan berlakunya UU AP maka undang undang tersebut membawa suatu paradigama baru yang mana dalam hal upaya adminsitratif yang diajukan oleh warga masyarakat tidak ditanggapi oleh badan/pejabat yang berwenang, maka upaya administratifnya dianggap dikabulkan. Kemudian badan/pejabat pemerintahan tersebut wajib menerbitkan keputusan mengenai hal tersebut. Namun dengan adanya ketentuan tersebut maka tidak akan merubah pemahaman mengenai upaya administratif itu sendiri. Ketentuan tersebut hanya menginginkan badan/pejabat pemerintahan melayani masyarakat dengan cepat dan responsif. Oleh karena itu upaya administratif dalam UU AP tetap dipahami sebagai suatu penyelesaian terhadap suatu tuntutan atas keputusan dan/atau tindakan dari badan/pejabat pemerintahan.

Melihat ketentuan di atas maka akan menyalahi pemahaman ketika penyelesaian mengenai upaya administratif dalam hal warga masyarakat yang mengajukan upaya administratif dan upaya administratifnya dianggap dikabulkan tetapi badan/pemerintahan tidak menindaklanjutinya dengan mengeluarkan suatu keputusan dilakukan berdasarkan pasal 53 UU AP. Hal ini karena Pasal 53 UU AP mengatur mengenai permohonan terhadap suatu keputusan da/atau tindakan yang baru dan belum pernah ada, sedangkan dalam upaya administratif didalamnya telah terdapat suatu keputusan dan/tindakan. Upaya Administratif merupakan rezim dari tuntutan/gugatan terhadap suatu keputusan dan/atau tindakan dari suatu badan/pejabat tata usaha negara. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa upaya administratif yang dianggap dikabulkan berdasarkan UU AP namun tidak ditindaklanjuti oleh badan/pejabat pemerintahan

30 Dahulu sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, ketika suatu sengketa telah menempuh upaya administratif dan pemohon masih tidak puas terhadap hasil upaya administratif maka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana ditetntukan dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 68: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

60 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

yang bersangkutan dengan mengeluarkan suatu keputusan maka diselesaikan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan mengajukan gugatan berdasarkan UU PTUN. Fakta mengenai badan/pejabat pemerintahan yang tidak menindaklanjuti upaya administratif yang dianggap dikabulkan akan menjadi dalil yang memperkuat gugatan dari penggugat untuk menunut batal dan/atau tidak sah suatu keputusan badan/pejabat pemerintahan.

IV. PENUTUP

c. Kesimpulan1. Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Adminsitrasi

Pemerintahan mengatur ada dua bentuk upaya adminsitratif yaitu keberatan dan banding. Jika warga masyarakat tidak menerima terhadap penyelesaian upaya administratif tersebut, maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

2. Upaya Administratif dipahami sebagai penyelesaian terhadap suatu keputusan dan/atau tindakan badan/pejabat pemerintahan yang mana warga masyarakat merasa dirugikan akan hal tersebut dan mengajukan tuntutan untuk membatalkannya yang dilakukan dilingkungan internal pemerintahan. Jika tidak puas terhadap upaya administrtatif tersebut, maka mengajukan gugatan ke PTUN. Dalam UU AP terdapat paradigma baru dimana dalam hal badan/pejabat pemerintahan yang berwenang tidak menyelesaikan upaya administratif dalam jangka waktu tertentu maka upaya administratif nya dianggap dikabulkan dan wajib menerbitkan suatu keputusan. Namun hal tersebut tidak merubah pemahaman mengenai upaya administratif yang merupakan suatu penyelesaian terhadap suatu tuntutan atas keputusan dan/atau tindakan dari badan/pejabat pemerintahan. Oleh karena itu upaya administratif yang dianggap dikabulkan berdasarkan

Page 69: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

61Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

UU AP namun tidak ditindaklanjuti oleh badan/pejabat pemerintahan yang bersangkutan dengan mengeluarkan suatu keputusan maka diselesaikan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan mengajukan gugatan berdasarkan UU PTUN.

d. SaranMahkamah Agung demi kepastian hukum diharapkan agar

mengeluarkan peraturan yang mengatur dengan tegas dan jelas mengenai upaya yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat dalam hal upaya administratifnya dianggap dikabulkan namun pejabat yang berwenang tidak menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 adalah dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara beserta perubahannya.

Page 70: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

62 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Enrico Simanjuntuk. 2018. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara; Transformasi & Refleksi, Jakarta: Sinar Grafika

Indroharto. 2005, Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

W. Riawan Tjandra. 2011. Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara Edisi Revisi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Yodi Martono Wahyunadi. 2018. Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Setekah Pemberlakuan Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Lampung: AURA Publishing.

Page 71: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

63Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PENENTUAN TENGGANG WAKTU PENGAJUAN GUGATAN DALAM SENGKETA

PERTANAHAN PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH BERLAKUNYA

PERMA NO 6 TAHUN 2018

Oleh: Maryam Nur Hidayati31

I. PENDAHULUAN

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan lembaga yang memberikan perlindungan hukum bagi rakyat atas tindakan pemerintahan. Maka dari itu, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan salah satunya adalah Peradilan Tata Usaha Negara. Jaminan perlindungan hukum kepada warga negara atas lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan dengan adanya hukum acara sebagai hukum formil yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun).

Salah satu norma beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

31 Calon Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang.

Page 72: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

64 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

adalah adanya tenggang waktu dalam mengajukan gugatan. Tenggang waktu mengajukan gugatan menjadi penting karena prinsip dalam UU Peratun adalah apabila tenggang waktu 90 hari itu tidak digunakan oleh mereka yang berhak menggugat maka keputusan TUN tersebut, sekalipun ia mengandung cacat yang fatal, tetap tidak dapat diganggu gugat lagi dengan sarana hukum apapun kecuali atas kemauan sendiri dari pihak pemerintah dalam hal ini instansi pemerintah yang berwenang.32

Di satu sisi banyak perkara yang diajukan gugatan di pengadilan adalah berkenaan mengenai masalah pertanahan. Objek sengketa dalam pertanahan seringkali terkait dengan terbitnya sertifikat oleh badan atau pejabat TUN yang dirasa merugikan kepentingan masyarakat. Akan tetapi, pihak yang merasa dirugikan atas terbitnya sertifikat bukanlah pihak yang dituju sebagaimana ketentuan Pasal 55 UU Peratun. Problematika yang muncul selanjutnya adalah terbitnya ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan setelah Menempuh Upaya Administratif yang mengharuskan adanya upaya administratif terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan. Masyarakat tampaknya dibuat kebingungan terhadap perubahan ketentuan tersebut. Oleh karena itu pengadilan juga harus dengan bijak dan seksama dalam hal menentukan tenggang waktu pengajuan gugatan khususnya perkara pertanahan.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut terdapat 2 (dua) rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana ketentuan hukum mengenai tenggang waktu

32 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II, Sinar Harapan, Jakarta, 2005, hlm 62.

Page 73: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

65Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

pengajuan gugatan dalam sengketa pertanahan pada Peradilan Tata Usaha Negara?

2. Bagaimana penentuan tenggang waktu pengajuan gugatan dalam sengketa pertanahan pada Peradilan Tata Usaha Negara setelah berlakunya Perma No 6 Tahun 2018?

III. PEMBAHASAN

III.a. Ketentuan Hukum Mengenai Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan dalam Sengketa Pertanahan pada Peradilan Tata Usaha Negara.

Di Indonesia secara limitatif undang-undang tentang peradilan tata usaha negara telah memberi batasan tenggang waktu mengajukan gugatan sebagaimana di atur dalam Pasal 55 Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi: “gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”, namun ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus, misalnya Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, tenggang waktu hanya 30 hari dan beberapa pengaturan khusus lainnya.

Dalam praktek hakim dihadapkan pada persoalan mengenai kondisi dimana kasus-kasus yang diajukan ke pengadilan tidak dapat diterapkan secara mutlak norma hukum yang terkandung dalam Pasal 55 tersebut, antara lain:33

1. Penggugat bukan pihak yang dituju langsung oleh surat keputusan yang digugat;

2. Penggugat salah dalam menentukan lembaga penyelesaian sengketa yang dihadapinya (salah forum).

33 Umar Dani, Rekonstruksi Sistem Hukum Acara PTUN, FH UII Press, Yogyakarta, 2019, hlm 301.

Page 74: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

66 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Pertama, bagi penggugat bukan pihak yang dituju oleh surat keputusan yang digugat tidak dapat diterapkan Pasal 55 undang-undang peratun, Pasal 55 khusus bagi orang yang disebut atau dituju oleh surat keputusan yang digugat, sebagaimana penjelasan Pasal 55 yaitu: “bagi pihak yang namanya tersebut dalam keputusan tata usaha negara yang digugat maka tenggang waktu sembilan puluh hari itu dihitung sejak hari diterimanya keputusan tata usaha negara yang digugat..”.

Mengetahui kekosongan hukum dalam Pasal 55 tersebut maka Mahkamah Agung membuat pedoman dalam bentuk surat edaran tentang tata cara penghitungan tenggang waktu bagi orang/badan hukum yang tidak dituju langsung oleh surat keputusan yang digugat, yaitu melalui SEMA RI Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, pada angka V berbunyi sebagai berikut:

1. Penghitungan tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 55 terhenti/tertunda (geschorst) pada waktu gugatan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang;

2. Sehubungan dengan Pasal 62 ayat (6) dan Pasal 63 ayat (1) maka gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1.

3. Bagi mereka yang tidak dituju oleh keputusan tata usaha negara tetapi yang merasa kepentingannya dirugikan, maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa dirugikan oleh keputusan tata usaha negara dan mengetahui adanya keputusan tata usaha negara tersebut.Kaidah hukum dalam SEMA Nomor 2 Tahun 1991 di

atas bertujuan mengisi kekosongan hukum. Prinsip atau kaedah hukum sebagaimana dimaksud oleh SEMA Nomor 2 Tahun 1991 terutama poin V angka 3 dijadikan dasar bagi hakim-hakim pengadilan tata usaha negara untuk menghitung tenggang waktu

Page 75: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

67Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

bagi pihak ketiga, terutama setelah adanya Putusan MA yang meneguhkan prinsip penghitungan tenggang waktu bagi pihak yang bukan ditujukan surat keputusan yang digugat sebagaimana dimaksud oleh Putusan Perkara No. 41 K/TUN/1994, tanggal 10 November 1994 dan Putusan Perkara No. 270 K/TUN/2001 tanggal 4 Maret 2002.34

Dalam beberapa putusan pengadilan terutama terhadap perkara mengenai sertipikat atas tanah, sebagian besar kasus dimana kondisi penggugat sebagai pihak yang bukan dituju oleh keputusan yang digugat (sertipikat atas nama orang lain), apabila menggunakan tolak ukur Pasal 55 Undang-Undang Peratun pada umumnya pengajuan gugatan sudah melampaui tenggang waktu 90 hari dan bahkan ada yang mencapai puluhan tahun, maka Pengadilan selalu merujuk pada kaidah hukum Putusan Perkara Nomor 5K/TUN/1991, tanggal 21 Januari 1993, dan Putusan Perkara No.41 K/TUN/1994, tanggal 10 November 1994 dan Putusan Perkara No.270 K/TUN/2001 tanggal 4 Maret 2002, juncto SEMA RI Nomor 2 Tahun 1991.

Perlu dicatat bahwa tidak semua gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga jika menggunakan yurisprudensi dan SEMA tersebut lalu dianggap masih memiliki tenggang waktu, akan tetapi Pengadilan harus lebih teliti dan benar-benar cermat dalam menilai fakta-fakta hukum yang terkait dengang tenggang waktu, alat uji pengadilan adalah frasa “mengetahui” dan “merasa dirugikan” yang dihubungkan dengan fakta-fakta yang melatar belakanginya, mengetahui saja tapi tidak merasa dirugikan atau sebaliknya merasa dirugikan akan tetapi belum mengetahui adanya keputusan juga tidak dapat dijadikan patokan perhitungan tenggang waktu.

Akan tetapi setelah keluar SEMA No 3 Tahun 2015 mengenai tenggang waktu pengajuan gugatan terdapat perubahan dimana tenggang waktu 90 hari untuk mengajukan gugatan bagi pihak ketiga yang tidak dituju oleh keputusan tata usaha negara

34 Ibid. hlm 304.

Page 76: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

68 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UU Peratun yang semula dihitung “sejak yang bersangkutan merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha negara dan sudah mengetahui adanya keputusan tata usaha negara tersebut” menjadi “sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui keputusan tata usaha negara yang merugikan kepentingannya.” Apabila pengadilan cukup bukti bahwa penggugat sudah mengetahui keberadaan objek sengketa dan telah merasa dirugikan atas terbitnya objek sengketa sudah melewati tenggang waktu 90 hari maka pengadilan wajib menyatakan gugatan penggugat kedaluwarsa, dan pengadilan harus ketat dalam memperhitungkan tenggang waktu.35

Kedua, apabila Penggugat salah forum, atau menggunakan lembaga lain dalam penyelesaian sengketa TUN yang sebenarnya menjadi kewenangan PTUN, dan biasanya putusan lembaga ini menyebutkan bahwa sengketa demikian adalah sengketa PTUN yang harus diselesaikan oleh PTUN, maka sejak saat adanya keputusan itu maka Penggugat dapat mengajukan gugatan lagi ke PTUN, namun diterima atau tidak diterimanya gugatan demikian diserahkan kepada pertimbangan pengadilan.36

Dalam contoh kedua ini, dasar hukum yang dapat dipakai adalah Surat Tuada TUN RI No.224/Td.Tun/X/1993 perihal Juklak yang dirumuskan dalam pelatihan Pemantapan Ketrampilan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara Tahap III angkata II Tahun 1993 tanggal 14 Oktober 1993, pada poin I angka 1 huruf b yang menyebutkan: “kalau tenggang waktu tersebut dalam Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 telah dilampaui karena kekeliruan Penggugat mengenai pemilihan suatu forum, maka persoalan apakah gugatan itu formil dapat diterima atau tidak diserahkan kepada pertimbangan hakim”. Kaidah hukum ini menghindari kesalahan Penggugat dalam menggunakan forum penyelesaian sengketa akibat dari kesalahan Tergugat dalam menetapkan dasar hukum.

35 Ibid. hlm 305.36 Ibid.

Page 77: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

69Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

III.b. Penentuan Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan dalam Sengketa Pertanahan pada Peradilan Tata Usaha Negara Setelah Terbitnya Perma No 6 Tahun 2018

Penentuan tenggang waktu dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara selalu terkait dengan hitungan hari. UU Peratun tidak menyebutkan secara ekplisit penghitungan tenggang waktu dilakukan menurut hari kalender atau hari kerja. Di satu sisi, ketentuan hukum peraturan mahkamah agung lainnya yang terkait dengan peradilan tata usaha negara telah menyebutkan secara jelas hari yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah hari kerja. Penulis berpendapat bahwa penghitungan tenggang waktu adalah menggunakan hari kerja.

Sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwa penentuan tenggang waktu pada sengketa TUN mendasarkan pada ketentuan Pasal 55 UU Peratun. Dengan berlakunya ketentuan Perma No. 6 Tahun 2018 maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tenggang waktu pengajuan gugatan khususnya sengketa pertanahan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai Pertama, penghitungan tenggang waktu setelah upaya administratif. Kedua, penghitungan tenggang waktu saat tidak dikeluarkannya keputusan tindak lanjut upaya administratif.

1. Penghitungan Tenggang Waktu Setelah Upaya Administratif.Pada Pasal 5 ayat (1) Perma No 6 Tahun 2018 disebutkan

bahwa tenggang waktu pengajuan gugatan di Pengadilan dihitung 90 (sembilan puluh) hari sejak keputusan atas upaya administratif diterima oleh Warga Masyarakat atau diumumkan oleh Badan dan/atau Pejabat Administrasi pemerintahan yang menangani penyelesaian upaya administratif. Ketentuan tersebut dapat dimaknai dengan gugatan pada pengadilan tata usaha

Page 78: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

70 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

negara baru dapat diajukan 90 hari setelah keputusan atas upaya administratif diterima oleh masyarakat.

Pada saat masyarakat telah mengajukan upaya administratif maka dapat diketahui bahwa masyarakat telah menerima atau mengetahui adanya keputusan tata usaha negara tersebut. Hal ini cukup berbeda apabila kita membaca ketentuan Pasal 55 UU Peratun yang mendasarkan tenggang waktu pengajuan gugatan dilakukan setelah diterima atau diumumkannya keputusan tersebut. Namun, dalam ketentuan hukum lain yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) mengharuskan warga masyarakat yang merasa dirugikan terhadap keputusan dapat mengajukan upaya administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau atasan pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan tersebut.37 Oleh karena itu, adanya pergeseran penghitungan tenggang waktu dalam rezim UU AP.

Permasalahan yang selanjutnya muncul adalah terkait dengan penggugat dalam sengketa tanah yaitu banyak dibeberapa kasus adalah pihak yang bukan namanya tersebut dalam keputusan tersebut. Penulis mencoba membaca rumusan Pasal 1 angka 6 Perma No. 6 Tahun 2018 yang menyebutkan warga masyarakat dalam ketentuan Perma tersebut adalah seseorang atau badan hukum perdata yang terkait dengan keputusan dan/atau tindakan. Kata “terkait” tidak mewujudkan penunjukan langsung terhadap pihak yang tertulis pada keputusan melainkan juga terhadap pihak lain diluar ‘nama’ yang tercantum dalam keputusan tersebut.

Oleh karena itu, warga masyarakat dalam hal ini pihak yang merasa dirugikan atas terbitnya suatu keputusan meskipun tidak dituju dalam keputusan tersebut dapat mengajukan upaya administratif terlebih dahulu. Untuk sengketa pertanahan, berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata cara

37 Pasal 75 ayat (1) UU Peratun.

Page 79: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

71Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Penanganan Sengketa Pertanahan maka telah tersedia lembaga yang harus menyelesaikan permasalahan sengketa pertanahan dalam lingkup pemerintahan. Meskipun dalam praktiknya sebelum keluarnya Perma No.6 Tahun 2018 banyak sengketa pertanahan langsung diajukan gugatan ke pengadilan.

Setelah upaya administratif dilakukan dan terbit keputusan tindak lanjut dari upaya administratif maka pihak ketiga yang tidak dituju oleh keputusan hasil tindak lanjut upaya administratif tenggang waktu pengajuan gugatan di pengadilan dihitung sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui keputusan tata usaha negara yang merugikan kepentingannya.38 Maka dalam praktik sengketa pertanahan ke depan akan ditemukan bahwa pihak yang melakukan upaya administratif adalah pihak yang dirugikan adanya suatu keputusan dan yang menjadi pihak ketiga dalam upaya administratif adalah pihak yang namanya dituju oleh keputusan.

Penentuan penghitungan tenggang waktu mengajukan gugatan dilakukan setelah upaya administratif dilaksanakan oleh warga masyarakat baik setelah keberatan maupun banding. Akan tetapi, pelaksanaan upaya administratif menurut hemat penulis tetap harus dilihat mendasarkan kepada aturan dasar terkait dengan sengketa yang diajukan. Tenggang waktu akan terhenti/tertunda saat warga masyarakat mengajukan upaya administratif dan akan berlanjut setelah keputusan upaya administratif diterima atau diumumkan oleh badan/pejabat/atasan pejabat TUN.

Kondisi demikian memang menjadi konsekuensi adanya aturan hukum yang telah ditetapkan. Akan tetapi Mahkamah Agung perlu mewaspadai terkait dengan upaya pihak-pihak yang dengan sengaja menutup adanya upaya hukum dengan melakukan terlebih dahulu upaya administratif secara formalitas sehingga terbit keputusan tindak lanjut akan tetapi tidak melakukan gugatan hingga tenggang waktu pengajuan gugatan telah kedaluawarsa.

38 Pasal 5 ayat (2) Perma No. 6 tahun 2018.

Page 80: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

72 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

2. Penghitungan Tenggang Waktu Saat Tidak Dikeluarkannya Keputusan Upaya Administratif.Penentuan tenggang waktu juga perlu memperhatikan

beberapa hal seperti apabila tidak keluarnya keputusan upaya administratif yang seharusnya diterima oleh warga masyarakat. Produk hukum adanya upaya administratif yang dilakukan masyarakat adalah dengan adanya keputusan.39 Namun tidak menutup kemungkinan keputusan tersebut tidak dikeluarkan oleh badan/pejabat/atasan pejabat, sehingga seakan ada pembiaran terhadap upaya administratif yang dilakukan masyarakat. Menurut hemat penulis sikap diam badan/pejabat/atasan pejabat tersebut adalah suatu keputusan. Maka berdasarkan ketentuan Pasal 77 UU AP yang menyebutkan bahwa dalam hal badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), keberatan dianggap dikabulkan. Frasa dianggap dikabulkan dapat diartikan bahwa keputusan yang dimintakan yaitu berkenaan dengan upaya administratif dikabulkan.

Oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (1), ayat (4), dan ayat (7) dan Pasal 78 ayat (1), ayat (4), ayat (6) UU AP bahwa penghitungan tenggang waktu setelah melakukan upaya administratif adalah akumulasi tahapan sebagai berikut paling lama 21 hari untuk pengajuan keberatan, paling lama 10 hari badan/pejabat pemerintahan menyelesaikan keberatan, paling lama 5 hari badan/pejabat pemerintahan menetapkan keputusan atas keberatan, paling lama 10 hari untuk pengajuan banding, paling lama 10 hari badan/pejabat pemerintahan menyelesaikan banding, paling lama 5 hari badan/pejabat pemerintahan menetapkan keputusan atas banding.

39 Lihat Pasal 5 ayat (1) Perma No 6 Tahun 2018

Page 81: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

73Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

IV. PENUTUP

c. KesimpulanBerdasarkan uraian pembahasan sebelumnya maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:1. Ketentuan hukum mengenai tenggang waktu pengajuan

gugatan dalam sengketa pertanahan pada Peradilan Tata Usaha Negara tercantum pada Pasal 55 UU Peratun. Akan tetapi untuk secara kasuistis banyak sengketa pertanahan dimana pihak yang tidak dituju dalam keputusan mengajukan gugatan, maka ketentuan hukum yang mendasari mengenai tenggang waktu adalah Putusan Perkara Nomor 5K/TUN/1991, tanggal 21 Januari 1993, dan Putusan Perkara No.41 K/TUN/1994, tanggal 10 November 1994 dan Putusan Perkara No.270 K/TUN/2001 tanggal 4 Maret 2002, juncto SEMA RI Nomor 2 Tahun 1991;

2. Penentuan tenggang waktu pengajuan gugatan dalam sengketa pertanahan pada Peradilan Tata Usaha Negara setelah terbitnya Perma No 6 Tahun 2018 adalah dihitung setelah dilaksanakannya upaya administratif. Apabila keputusan hasil tindak lanjut upaya administratif tidak dikeluarkan maka penghitungan tenggang waktu dihitung setelah tenggang waktu bagi badan/pejabat/atasan pemerintahan untuk memberikan penetapan keputusan.

d. SaranAdapun saran dari permasalahan tersebut adalah:

1. Bagi masyarakat diharapkan untuk memperhatikan ketentuan hukum yang baru dalam hal pengajuan gugatan agar upaya memperoleh keadilan dapat terwujud;

2. Bagi para hakim diharapkan baik secara umum maupun kasuistis menentukan tenggang waktu dengan teliti

Page 82: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

74 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dan bijaksana sehingga kepentingan para pihak dapat dilindungi;

3. Bagi pembentuk Perma No 6 Tahun 2018 untuk segera melaksanakan sosialisasi pelaksanaan aturan hukum tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam penerapannya.

Page 83: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

75Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Indroharto, 2005. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II, Jakarta: Sinar Harapan.

Umar Dani, 2019. Rekonstruksi Sistem Hukum Acara PTUN, Yogyakarta: FH UII Press.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan setelah Menempuh Upaya Administratif.

Page 84: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

76 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

IMPLEMENTASI TENGGANG WAKTU PEMERIKSAAN PERSIAPAN

DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Oleh : Aini Sahara40

I. PENDAHULUAN

Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengatur bahwa: (1) Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; (2) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu lingkungan Peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menyelesaikan sengketa antara seorang atau badan hukum Perdata akibat dikeluarkannya keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, mengatur bahwa ada suatu kekhususan beracara dimuka Pengadilan pada Peradilan Tata Usaha Negara yang merupakan

40 Calon Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung., Magang Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.

Page 85: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

77Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

pembeda dari hukum beracara pada lingkungan Peradilan pada umumnya, yaitu proses dismissal dan pemeriksaan persiapan.

Pentingnya mengenai proses dismissal dan pemeriksaan persiapan dalam Peradilan Tata Usaha Negara bertujuan untuk memudahkan jalannya pemeriksaan pokok sengketa oleh Hakim. Proses dismissal adalah suatu prosedur penyelesaian yang disederhanakan, dimana Ketua Pengadilan diberikan wewenang untuk memutuskan dan mengeluarkan suatu penetapan, yaitu penetapan dismissal yang dilengkapi dengan pertimbangan bahwa suatu gugatan yang diajukan ke Pengadilan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar41 sesuai ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Sedangkan Pemeriksaan Persiapan adalah salah satu kekhususan dalam Hukum Acara di Peradilan Tata Usaha Negara yang bertujuan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas berdasarkan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut Undang-Undang Peratun).

Sedangkan maksud diadakannya pemeriksaan persiapan adalah untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan Penggugat memperoleh informasi atau data yang berada dalam kekuasaan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Hal ini diperlukan mengingat kedudukan antara Penggugat dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara berada pada posisi yang tidak seimbang.42

Dalam pemeriksaan persiapan ini, Mejelis Hakim maupun Pihak Penggugat berdasarkan Pasal 63 ayat (2) huruf a Undang-Undang Peratun diberikan jangka waktu 30 hari untuk memberikan saran perbaikan dan menyempurnakan gugatan

41 R. Wiyono, “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, Edisi Ketiga, Jakarta: Sinar Grafika, 2016. Hal:. 149.42 Indroharto, “Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara – Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Ushaa Negara”, Cetakan kesembilan, Jakarta: Surya Multi Grafika, 2005. Hal:89.

Page 86: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

78 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Penggugat. Apabila jangka waktu 30 hari tersebut Penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan Putusan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima, hal ini sesuai ketentuan Pasal 63 ayat (3) Undng-Undang Peratun.

Terkait jangka waktu pemeriksaan persiapan, dalam Penjelasan Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Peratun dijelaskan bahwa jangka waktu 30 hari tersebut tidak bersifat memaksa dan dibutuhkan kebijaksanaan Majelis Hakim dalam menerapkannya sehingga dalam praktiknya terdapat pemeriksaan persiapan yang diperbolehkan melebihi jangka waktu 30 hari dan ada juga pemeriksaan persiapan yang melebihi jangka waktu 30 hari oleh Majelis Hakim dinyatakan gugatan tidak dapat diterima yang dituangkan dalam sebuah Putusan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk membahas kebijaksanaan Hakim dalam penerapan jangka waktu pemeriksaan persiapan yang melebihi jangka waktu 30 hari dengan judul “Implementasi Penghitungan Tenggang Waktu Pemeriksaan Persiapan di Pengadilan Tata Usaha Negara”.

II. RUMUSAN MASALAH

Adapun permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pada tahapan pemeriksaan persiapan wajib dilakukan perbaikan gugatan ?

2. Sejak kapankah tenggang waktu 30 hari dalam pemeriksaan persiapan mulai berlaku?

3. Apakah yang menjadi parameter hakim dalam melaksanakan pemeriksaan persiapan yang melebihi waktu 30 hari ?

Page 87: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

79Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

III. PEMBAHASAN

Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 5 tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986, dalam konsideran “Menimbang” undang-undang tersebut disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan demikian lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara juga menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan hak asasi manusia.

Dalam suatu pemeriksaan perkara di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara di tingkat Pertama yang diperiksa dengan Acara Biasa, terdapat suatu kekhususan hukum acara dimana salah satunya adalah tahapan “Pemeriksaan Persiapan”.43 Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara merupakan hukum acara yang memperkenalkan lembaga pemeriksaan persiapan (voorbereidend onderzoek) yang kemudian lembaga pemeriksaan persiapan ini diadopsi dan dimodifikasi oleh hukum acara Mahkamah Konstitusi dengan nama “Pemeriksaan Pendahuluan”.44

1. Dasar Hukum pelaksanaan pemeriksaan persiapan suatu perkara diatur dalam ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Peratun sebagai berikut:

2. Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.

43 Lihat Penjelasan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.44 Enrico Simanjuntak, “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara – Transformasi & Refleksi”, Jakarta: sinar Grafika, 2018, hal:229

Page 88: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

80 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

3. Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim:a. Wajib memberi nasihat kepada Penggugat untuk memperbaiki

gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;

b. Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

4. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a Penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.

5. Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatanbaru.Selain daripada ketentuan Pasal 63 Undang-Undang

Peratun tersebut, berlaku juga beberapa ketentuan lainnya terkait pemeriksaan persiapan sebagai berikut:

1. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Pada Butir III);

2. Surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 052/Td.TUN/III/1992 Perihal Juklak yang Dirumuskan Dalam Pelatihan PEningkatan Keterampilan Hakim Peradilan TUN III Tahun 1991 (Pada Butir III); dan

3. Surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 224/Td.TUN/X/1993 Perihal Juklak Yang Dirumuskan Dalam Pelatihan Peningkatan Keterampilan Hakim Peradilan TUN Tahap III Angkatan Tahun 1993 (Pada Butir VII.2).Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat

dipahami bahwa Pemeriksaan Persiapan wajib dilakukan oleh Hakim yang memeriksa sengketa dengan Acara Biasa sebelum

Page 89: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

81Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

pemeriksaan pokok sengketa. Adapun Tujuan dilaksanakannya pemeriksaan persiapan adalah untuk memberikan saran perbaikan terhadap surat gugatan yang diajukan oleh Penggugat dengan melengkapi data yang diperlukan dalam rangka penyempurnaan surat gugatan.45 Majelis Hakim wajib memeberikan nasihat perbaikan gugatan dan Penggugat berkewajiban untuk mengikuti nasihat perbaikan gugatan yang diberikan oleh Hakim.46

Selain itu, maksud diadakannya pemeriksaan persiapan yaitu untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan Penggugat memperoleh informasi atau data yang berada dalam kekuasaan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Hal ini dikarenakan kedudukan antara Penggugat dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara berada pada posisi yang tidak seimbang.47

Pemeriksaan persiapan dapat dilakukan dengan Mejelis yang tidak lengkap, maksudnya adalah pemeriksaan persiapan dapat dilakukan oleh hakim Anggota yang ditunjuk oleh Ketua Mejelis sesuai kebijkasanaan yang ditetapkan oleh Hakim Ketua Mejelis.48 Oleh karena pemeriksaan persiapan dilakukan sebelum pemeriksaan pokok sengketa dalam persidangan yang terbuka untuk umum dimulai, maka pemeriksaan persiapan dapat dilakukan di ruang pemeriksaan persiapan dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruang sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja Hakim tanpa memakai toga.49

III.a. Perbaikan Gugatan pada Pemeriksaan Persiapan

Memberikan saran perbaikan dalam rangka penyempurnaan surat gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan salah satu penerapan asas kompensasi (ongelijkhheids

45 Ibid. 46 Lihat Pasal 63 ayat (2) a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.47 Loc.Cit., Indroharto.48 Lihat butir III.2 huruf b Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1991.49 Lihat butir III.2 huruf a Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1991.

Page 90: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

82 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

compensatie)50 dikarenakan kedudukan antara Penggugat dengan Tergugat diasumsikan sebagai kedudukan yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini diasumsikan karena penggugat sebagai orang atau Badan Hukum Perdata berada dalam posisi yang lebih lemah (inferior), sedangka tergugat sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.

Materi saran perbaikan dalam pemeriksaan persiapan yaitu mneyangkut syarat formil suatu gugatan sebgaimana dimaksud dalam Pasal 56 Undang-Undang Peratun. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan oleh Hakim dalam memberikan nasihat perbaikan terhadap gugatan penggugat antara lain sebagai berikut:

1. Ketepatan sistematika gugatan terkait kepala gugatan yang memuat: a) tempat dan tanggal dibuatkannya surat gugatan; b) nama dan alamat Pengadilan tempat pengajuan gugatan; c) perihal pokok gugatan;

2. Ketepatan penulisan identitas penggugat dan tergugat;3. Ketepatan penulisan objek sengketa (siapa pejabat yang

menerbitkan keputusan atau tindakan TUN; nomor dan tanggal terbitnya keputusan TUN dan perihal yang diatur dalam Keputusan TUN). Apabila yang menjadi objek sengketa adalah tindakan faktual, maka harus diuraikan tindakannya tentang apa dan kapan tindakan itu dilakukan;

4. Aspek kepentingan Penggugat (legal standing), sesuai Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Peratun;

5. Aspek tenggang waktu pengajuan gugatan;6. Aspek kompetensi Absolut Pengadila Tata Usaha Negara;7. Terkait fundamentum petendi/posita (uraian kronologis/

peristiwa yang melatarbelakangi diajukannya suatu gugatan disertai pertentangan objek sengketa dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, berkaitan dengan Pasal 53 ayat (2) huruf (a) dan (b) Undang-Undang Peratun; dan

50 Op.Cit., Enrico Simanjuntak. Hal:229-230.

Page 91: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

83Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

8. Terkait tuntutan pihak penggugat (petitum/petita) yang dimohonkan oleh penggugat untuk diputusakan oleh Mejelis Hakim/Hakim yang menangani perkara tersebut.Nasihat perbaikan gugatan penggugat yang diberikan oleh

Majelis Hakim/Hakim tersebut bersifat imperatif, begitu pula pemenuhan nasihat oleh Penggugat bersifat imperatif.51 Imperatif disini maksudnya adalah memaksa atau mengikat, karena ini merupakan suatu kewajiban, apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan oleh Penggugat maupun oleh Majelis Hakim, maka akan ada sanksi yang meyertainya.

Sanksi yang akan diterima oleh Penggugat yang tidak mau mengikuti nasihat perbaikan gugatan yang diberikan oleh Mejelis Hakim/Hakim terlebih sudah melebihi jangka waktu yang diberikan oleh Pasal 63 ayat (2) huruf a Undang-Undang Peratun, maka sanksi yang akan diterima oleh Penggugat adalah Mejelis Hakim dapat mengambil sikap dengan sebuah Putusan yang menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima sesuai Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Peratun.

Sedangkan sanksi yang akan diterima oleh Majelis Hakim apabila tidak memberikan nasihat perbaikan gugatan kepada Penggugat, yaitu Mejelis telah melanggar Hukum Acara dikarenakan di dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a Undang-Undang Peratun jelas diatur bahwa Hakim wajib memberikan masihat perbaikan gugatan kepada Penggugat.

Yang menjadi permasalahannya adalah, jika suatu gugatan Penggugat dirasa oleh Mejelis Hakim sudah jelas ataupun sempurna, apakah Majelis Hakim/Hakim tetap harus memberikan nasihat perbaikan gugatan Penggugat? Jawabannya adalah iya, Majelis Hakim/Hakim gugatan Penggugat tetap harus diperbaiki meskipun hal tersebut bukan merupakan hal pokok yang harus diperbaiki, misalnya kesalahan penulisan, kurang huruf maupun tanda baca. Hal ini dikarenakan, Majelis Hakim belum boleh membacakan gugatan Penggugat dalam persidangan

51 Op.CIt., R.Wiyono. Hal: 157.

Page 92: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

84 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

yang terbuka untuk umum, apabila gugatan Penggugat belum diperbaiki.

Teknisnya disuatu Pengadilan Tata Usaha Negara, gugatan yang bisa dibacakan oleh Majelis Hakim dalam Persidangan yang terbuka untuk umum adalah gugatan yang sudah diperbaiki dan didaftarkan ulang oleh Penggugat kepada bagian Pendaftaran perkara, sehingga gugatan tersebut diberi cap oleh petugas pendaftaran yang menerangkan bahwa gugatan penggugat tersebut sudah melalui tahapan perbaikan.Penerapan Jangka Waktu Pemeriksaan Persiapan

Berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (2) huruf a, jangka waktu pemeriksaan persiapan adalah 30 hari (karena Undang-Undang Peratun tidak menentukan hari yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut, maka hari yang digunakan adalah hari kalender). Penerapan penghitungan jangka waktu 30 hari tersebut terhitung sejak diberikannya nasihat perbaikan gugatan Penggugat oleh Majelis Hakim/Hakim.

Nasihat perbaikan gugatan tidak mesti diberikan oleh Majelis Hakim/Hakim pada saat “Pemeriksaan Persiapan Pertama”, namun jika Mejelis Hakim/Hakim memandang pada saat pemeriksaan persiapan pertama tersebut belum menjadi suatu keharusan diberikan nasihat perbaikan gugatan penggugat, dikarenakan Mejelis Hakim/Hakim harus mendengarkan keterangan Tergugat ataupun meminta Tergugat untuk menghadirkan objek sengketa terlebih dahulu.

Jadi, selama Mejelis Hakim/Hakim belum memberikan nasihat perbaikan gugatan Penggugat, maka penghitungan jangka waktu pemeriksaan persiapan tersebut belum berlaku.

III.b. Parameter Mejelis Hakim/Hakim Memperbolehkan Pemeriksaan Persiapan Dilakukan Lebih Dari Jangka Waktu Yang Telah Diatur

Terkait Pemeriksaan Persiapan yang melebihi waktu

Page 93: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

85Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

30 hari, penulis mengambil beberapa contoh perkara dimana proses pemeriksaan persiapannya melebihi jangka waktu 30 hari. Beberapa perkara tersebut antara lain:

No No. PerkaraWaktu Pem. Persiapan

Alasan Pem. Persiapan Lewat Waktu

1 30/G/2017/PTUN.MDN

47 Hari Adanya Perubahan terkait Objek Sengketa. Objek sengketa awal ada yang dipecah dan ada yang digabung.

2 150/G/2017/PTUN.MDN

43 Hari Tergugat tidak memberikan data-data terkait yang di perintahkan oleh Majelis Hakim.

3 14/G/2018/PTUN.MDN

64 Hari Adanya Perubahan Terkait Objek Sengketa. Objek Sengketa awal sudah di Pecah.

3 75/G/2018/PTUN.MDN

49 Hari Adanya Cuti Bersama Lebaran Tahun 2018.

Page 94: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

86 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Jangka waktu pemeriksaan persiapan sesuai ketentuan Undang-Undang Peratun adalah 30 hari kalender sejak Mejelis Hakim/Hakim memberikan nasihat perbaikan gugatan Penggugat. Apabila melebihi jangka waktu tersebut, maka Majelis Hakim dapat mengambil sikap dengan suatu Putusan yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.

Namun, tidak terbatas penafsiran sederhana tersebut, bahwa jangka waktu 30 hari mutlak atau menjadi suatu keharusan untuk diterapkan. Karena dalam penjelasan Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Peratun dijelaskan bahwa tenggang waktu tersebut tidak bersifat memaksa dan dibutuhkan kebijaksanaan Hakim dalam menerapkannya.

Jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata kebijaksanaan adalah kepandaian menggunakan akal budi (pengalaman dan pengetahuannya).52 Jadi, kebijaksanaan yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 63 ayat (3) tersebut penulis menafsirkan sebagai kepandaian Majelis Hakim/ Hakim berdasarkan pengetahuannya menentukan pemeriksaan suatu perkara dapat dilakukan lebih dari 30 hari.

Ada perkara dimana pemeriksaan persiapannya melewati jangka waktu 30 hari langsung diputus oleh Majelis Hakim dengan putusan gugatan tidak dapat diterima, dan ada pula perkara yang pemeriksaan persiapannya melebihi jangka waktu 30 hari, namun tetap dilanjukan. Ini semua tergantung bagaimana kebijaksanaan Mejelis Hakim/Hakim menyikapinya yang terkadang juga tergantung subyektifitas Majelis Hakim/Hakim.

Jika dalam suatu perkara, Penggugat hanya hadir satu kali untuk diberi nasihat perbaikan gugatan dan kemudian Penggugat tidak pernah hadir lagi pada Pemeriksaan Persiapan ataupun Pihak Penggugat tidak menunjukkan keseriusannya dalam memperbaiki gugatan, maka Majelis Hakim boleh menerapkan jangka waktu 30 hari pemeriksaan persiapan tersebut.

52 Kamus online https://kbbi.kata.web.id ,diakses pada hari Selasa, 19 Februari 2019, pukul 20.47 WIB.

Page 95: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

87Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Terkait kebijaksanaan Hakim dalam menentukan pemeriksaan persiapan dapat melebihi jangka waktu yang sudah diatur oleh Undang-Undang Peratun, maka ada beberapa parameter yang memperbolehkan pemeriksaan persiapan dilakukan melebihi jangka waktu 30 hari. Adapun parameter tersebut antara lain:

1. Keadaan Memaksa Yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah keadaan

tertentu yang memaksa Penggugat tidak dapat memperbaiki gugatan dengan jangka waktu 30 hari. Istilah keadaan memaksa berasal dari bahasa Inggris, yaitu force majeur, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan overmacht. Jika dilihat dalam Undang-Undang Peratun tidak ada ketentuan yang mengatur terkait keadaan memaksa. Istilah keadaan memaksa tersebut dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1244 dan 1245.

Berdasarkan ketentuan dalam KUHPerdata, maka overmacht dalam pemeriksaan persiapan di Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dianalogikan sebagai suatu keadaan dimana Penggugat tidak dapat melakukan prestasinya (dalam hal ini memperbaiki gugatan) yang disebabkan adanya kejadian gempa bumi, banjir dan kecelakaan.

2. Keadaan GeografisYang dimaksud dengan keadaan geografis disini adalah

keadaan dimana Penggugat maupun Tergugat yang diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk mebawa data-data terkait berada pada suatu wilayah yang jauh, dimana memerlukan waktu yang lama untuk bisa hadir kembali di Persidangan.

3. Kesalahan atau Kelalaian bukan dari PenggugatPemeriksaan persiapan melebihi jangka waktu 30 hari

yang dikarenakan kesalahan atau kelalaian bukan dari penggugat dapat diambil contoh dalam suatu praktik dimana Penggugat mengalami kesulitan untuk melengkapi data yang diperlukan

Page 96: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

88 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

pada gugatan sesuai dengan nasihat Hakim, karena data tersebut misalnya surat-surat ada pada Tergugat atau ada pada instansi lain. Jika terjadi keadaan tersebut, Indroharto memberikan solusi agar Hakim yang berperan meminta data-data tersebut.53

Namun, akan menimbulkan masalah baru apabila setelah dipanggil secara sah oleh Hakim, Tergugat atau instansi lain tidak mau hadir untuk memberikan penjelasan atau data yang diperlukan.

Terhadap beberapa parameter tersebut di atas, maka kebijaksanaan Mejelis Hakim/Hakim dapat mengesampingkan jangka waktu 30 hari tersebut atau dapat dikatakan bahwa jangka waktu 30 hari tidak bersifat memaksa dalam beberapa keadaan tersebut.

Seperti beberapa contoh perkara yang sudah penulis teliti, rata-rata pemeriksaan persiapan dilakukan lebih dari 30 hari tidak karena kesalahan dari Penggugat, melainkan kesalahan Tergugat yang lama untuk membawa data-data terkait Objek Sengketa ataupun Tergugat yang dimintakan membawa Objek Sengketa yang sudah mengalami perubahan tidak hadir dalam pemeriksaan persiapan. Apabila terdapat perubahan dalam Pemeriksaan Persiapan tersebut terkait objek sengketa maka otomatis Gugatan Penggugat masih harus diperbaiki oleh Penggugat.

IV. Penutup

a. KesimpulanBerdasarkan uraian yang telah penulis tuangkan

sebelumnya terkait pemeriksaan persiapan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pada pemeriksaan persiapan, gugatan Penggugat wajib untuk dilakukan perbaikan meskipun dalam suatu keadaan Gugatan Penggugat sudah jelas dan sempurna. Hal ini bisa

53 Op.Cit., Indroharto. Hal: 92-93

Page 97: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

89Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dilakukan dengan cara mendaftarkan kembali gugatan Penggugat, karena dalam praktiknya di Pengadilan Tata Usaha Negara, gugatan yang dapat dibacakan oleh Majelis Hakim dalam Persidangan yang terbuka untuk umum adalah gugatan yang sudah terdapat keterangan yang diberikan oleh petugas pendaftaran perkara pada Meja PTSP sebagai gugatan yang telah diperbaiki.

2. Penghitungan jangka waktu 30 hari pada pemeriksaan persiapan dilakukan sejak Mejelis Hakim/Hakim memberikan nasihat perbaikan gugatan Penggugat.

3. Parameter Mejelis Hakim/Hakim memberikan kebijaksanaan pemeriksaan persiapan dilakukan melebihi jangka waktu 30 hari terbagi ke dalam 3 kategori keadaan, yaitu: 1) Keadaan memaksa; 2) Keadaan geografis; dan 3) Kesalahan atau kelalaian bukan dari Penggugat.

b. SaranJika penulis mengamati masih adanya pemeriksaan

persiapan yang dilakukan melebihi jangka waktu 30 hari dikarenakan terdapat kelalaian atau kesalah tergugat, maka penulis memandang perlu untuk:

1. Agar hakim tidak terburu-buru dalam memberikan nasihat perbaikan gugatan penggugat.

2. Perlu adanya ketentuan yang mengatur bagaimana mekanisme hukum bagi sikap-sikap tergugat yang tidak akomodatif dan sengaja merintangi jalannya persidangan.

3. Perlu adanya aturan khusus yang menjelaskan parameter pemeriksaan suatu perkara dapat melebihi jangka waktu 30 hari.

Page 98: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

90 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undanganIndonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Indonesia. Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (LNRI Tahun 1986 Nomor 77, TLN No.3344)

Surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 052/Td.TUN/III/1992 Perihal Juklak yang Dirumuskan Dalam Pelatihan Peningkatan Keterampilan Hakim Peradilan TUN III Tahun 1991.

Surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 224/Td.TUN/X/1993 Perihal Juklak Yang Dirumuskan Dalam Pelatihan Peningkatan Keterampilan Hakim Peradilan TUN Tahap III Angkatan Tahun 1993.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Buku:R. Wiyono, “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, Edisi

Ketiga, Jakarta: Sinar Grafika, 2016.Indroharto, 2005. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang

Peradilan Tata Usaha Negara. Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Ushaa Negara (Jakarta: Surya Multi Grafika).

Page 99: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

91Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Simanjuntak, Enrico. 2018. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara – Transformasi & Refleksi. (Jakarta: Sinar Grafika).

Internet:Kamus online https://kbbi.kata.web.id .Diakses 19 Februari 2019.

Page 100: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

92 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPIHAK KETIGA DALAM PERKARA

PERMOHONAN FIKTIF POSITIF

Oleh : Vivi Ayunita Kusumandari54

I. PENDAHULUAN

UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan merupakan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam upaya mewujudkan Good Governance, dengan harapan peraturan tersebut mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan dan efisien. Hadirnya undang-undang ini membawa perubahan berkaitan dengan pengaturan penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi pedoman bagi badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menjalankan tugas dan kewenangannnya. Undang-undang ini menjadi landasan hukum materiil untuk mengatur suatu keputusan dan/atau tindakan badan/pejabat pemerintahan berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Sebelum diundangkannya UU Administrasi Pemerintahan, tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur aspek materiil atas hal tersebut. Aspek hukum administrasi materiil untuk menguji keputusan/tindakan badan/pejabat pemerintahan

54 Calon Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pangkal Pinang, Magang di Pengadian Tata Usaha Negara Medan.

Page 101: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

93Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

tersebut tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan tidak ada yang terkodifikasi dalam satu peraturan.55

Berkaitan dengan pelayanan publik, khususnya terhadap permohonan penerbitan keputusan tata usaha negara yang diajukan oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, terdapat perubahan prinsip mengenai makna sikap diam badan atau pejabat tata usaha negara yang menurut undnag-undnag berkewajiban untuk menerbitkan keputusan tata usaha negara yang dimohonkan oleh masyarakat. Menurut Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986, pada prinsipnya apabila permohonan tidak dijawab atau badan/pejabat tata usaha negara bersikap diam padahal hal tersebut merupakan kewajibannya, maka pejabat dianggap menerbitkan keputusan penolakan permohonan, hal ini dikenal dengan “keputusan fiktif negatif”. Sedangkan saat ini berdasarkan Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014, prinsipnya apabila permohonan tidak dijawab oleh badan atau pejabat tata usaha negara, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan, hal ini dikenal dengan “keputusan fiktif positif”. Lahirnya konsep keputusan fiktif positif ini tidak terlepas dari perubahan paradigma pelayanan publik yang mengharuskan badan atau pejabat pemerintah lebih responsif terhadap permohonan masyarakat.56

Selanjutnya, untuk mengukuhkan keputusan fiktif positif tersebut, Pemohon harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara agar permohonan pelayanan yang diajukan kepada pemerintah tersebut dikukuhkan sesuai dengan permohonan Pemhon dan mewajibkan kepada badan dan/atau pejabat yang menjadi Termohon untuk menerbitkan Keputusan dan/atau melakukan Tindakan yang dimintakan. Permohonan tersebut, menurut undang-undang harus diputus oleh Pengadilan dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan

55 Maftuh Effendi, Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia Suatu Pemikiran ke Arah Perluasan Kompetensi Pasca Amandemen Kedua Undang -Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Jurnal Hukum dan Peradilan Volume 3 Nomor 1 Maret 2014, halaman 27.56 Tri Cahya Indra Permana, “Peradilan tata Usaha Negara Pasca Undang-undang administrasi Pemerintahan ditinjau dari Segi Access to Justice” Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 4, No. 3, November 2015, hal. 426.

Page 102: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

94 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

didaftarkan. Putusan dari perkara permohonan fiktif positif ini bersifat final dan mengikat. Hal tersebut tentunya menimbulkan permasalahan apabila tindak lanjut dari Putusan Pengadilan terhadap keputusan fiktif-positif menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga. Jika terjadi hal demikian, upaya hukum seperti apa yang dapat ditempuh, mengingat pihak yang dirugikan ini tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan fiktif-positif yang diperiksa oleh Pengadilan.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, permasalahan terkait dengan permohonan fiktif positif adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep permohonan fiktif-positif berdasarkan Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2017?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang dirugikan dalam perkara permohonan fiktif positif?

III. PEMBAHASAN

Untuk menjawab permasalahan sebagaimana telah disebutkan di atas, Penulis akan menguraikan pembahasan menjadi dua bagian sebagai berikut:

III.a. Permohonan Fiktif-Positif Berdasarkan Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Sebelum lahirnya UU No. 30 Tahun 2014, UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur penyelesaian

Page 103: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

95Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

sengketa usaha negara terhadap sikap diam badan atau pejabat tata usaha negara yang sebenarnya berkewajiban menerbitkan sebuah keputusan yang dimohonkan oleh warga negara. Berdasarkan Pasal 3 undang-undang tersebut, prinsip dasarnya yaitu bahwa setiap badan atau pejabat tata usaha negara wajib melayani setiap permohonan warga masyarakat yang ia terima, apabila hal yang dimohonkan kepadanya itu menurut peraturan dasarnya menjadi tugas dan kewajibannya. Apabila ia melalaikan kewajiban itu, maka walaupun tidak berbuat apa-apa terhadap permohonan, dianggap telah menolak permohonan tersebut, hal ini dikenal dengan “keputusan fiktif negatif.57 Keputusan yang bersifat fiktif negatif adalah sikap diam Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang tidak mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara yang dimohonkan oleh orang atau badan hukum perdata, dalam kurun waktu tertentu, sedangkan hal tersebut menjadi kewajibannya.58 “Fiktif” menunjukkan bahwa keputusan TUN yang digugat sebenarnya tidak berwujud. Ia hanya merupakan sikap diam dari badan atau pejabat TUN, yang kemudian dianggap disamakan dengan sebuah keputusan TUN yang nyata tertulis. “Negatif” menunjukkan bahwa keputusan TUN yang digugat dianggap berisi penolakan terhadap permohonan yang telah diajukan oleh Individu atau badan hukum perdata kepada badan atau pejabat.

Adapun, pasca berlakunya UU No. 30 Tahun 2014, ketentuan tentang sikap diam pejabat diatur dalam Pasal 53 UU No. 3 Tahun 2014 sebagai berikut:

1. Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

57 Indroharto, Usaha Memahami Undnag-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hal. 184-185.58 Ibid. Lihat juga Irvan Mawardi, “KTUN Fiktif Positif dan Akuntabilitas Administrasi Pemerintah,” diakses dari http://ptun-samarinda.go.id/index.php/layanan-publik/42-ktun-fiktif-positif-dan-akuntabilitas-administrasi-pemerintah, pada tanggal 16 Februari 2019, pukul. 21.37 WIB.

Page 104: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

96 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

3. Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.Secara prinsip, Pasal 53 UU No. 30 tahun 2014 mengatur

apabila dalam batas waktu yang ditentukan, badan atau pejabat pemerintah tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikaulkan secara hukum. Hal demikianlah yang dimaknai dengan keputusan fiktif positif. 59 “Fiktif” menunjukkan bahwa keputusan yang dimohonkan sebenarnya tidak berwujud. Ia hanya merupakan sikap diam dari badan atau pejabat pemerintah, yang kemudian dianggap disamakan dengan sebuah keputusan yang nyata tertulis. “Positif” menunjukkan bahwa keputusan yang dimohonkan dianggap bahwa permohonan yang telah diajukan oleh Individu atau badan hukum perdata kepada badan atau pejabat TUN tersebut dikabulkan.60 Berkenaan dengan perubahan paradigm pemaknaan sikap diam badan dan/atau pejabat, dari fiktif negatif menjadi fiktif positif mengandung pengertian bahwa dalam setiap pengambilan keputusan dan/atau tindakan harus selalu memperhatikan dan terikat pada tenggang waktu untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan yang dimohonkan oleh warga masyarakat. Selain itu, menjadi salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, menciptakan tertib penyelenggaraan pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, serta menjamin akuntabilitas

59 Ibid. 60 Enrico Simanjuntak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara: Transformasi dan Refleksi, Cetakan Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hal. 137.

Page 105: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

97Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan serta memberikan perlindungan kepada masyarakat.

Terhadap keputusan fiktif positif sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (3) undang-undang tersebut, untuk dapat dilaksanakan dan memperoleh penerimaan permohonan, harus dilakukan melalui permohonan ke PTUN, sebagaimana diatur pada Pasal 53 ayat (4), (5), dan (6) berikut ini:

1. Pemohon mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

2. Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan.

3. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan untuk melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak putusan Pengadilan ditetapkan. Oleh karena, UU No. 30 Tahun 2014 merupakan hukum

materiil administrasi pemerintahan, sedangkan hukum acaranya tetap merujuk pada UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimanba telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 Tahun 2009, maka untuk mengisi kekosongan hukum khususnya hukum acara yang mengatur mengenai beberapa hal yang menjadi kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara pasca berlakunya UU No. 30 Tahun 2014 diantaranya terkait dengan permohonan fiktif positif, Mahkamah Agung menerbitkan Perma No. 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan Atau Pejabat Pemerintahan. Perma terssebut menjadi pedoman bagi para hakim dalam mengadili permohonan fiktif-positif, namun demikian, dalam praktiknya timbul permasalahan khususnya disebabkan oleh ketidakjelasan batasan atau kriteria permohonan seperti apa yang dapat diajukan dan diperiksa melalui permohonan fiktif positif.

Page 106: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

98 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Jika merujuk pada hukum acara perdata, permohonan merupakan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa. Dimana yang terlibat hanyalah sepihak yaitu pemohon yang bersifat ex-parte. Sifat ex-parte yang dimaksud adalah (1) hanya mendengar keterangan pemohon atau kuasanya sehubungan dengan permohonan; (2) memeriksa bukti surat atau saksi yang diajukan oleh Pemohon; (3) tidak ada tahap jawab menjawab dan kesimpulan layaknya tahapan dalam perkara gugatan contentiosa. Pemeriksaan permohonan yang diajukan oleh pemohon haruslah didasarkan pada bukti-bukti yang akan dijadikan pertimbangan Hakim dalam memeriksa permohonan tersebut. Pengadilan perdata dalam menyelesaikan masalah perdata yang bersifat sepihak atau ex-parte dengan batasan keadaan yaitu: (1) sangkat terbatas atau sangat eksepsional dalam hal tertentu saja; (2) hanya boleh terhadap masalah yang disebut dan ditentukan sendiri oleh undang-undang yang menegaskan tentang masalah yang bersangkutan dapat atau diselesaikan secara voluntair dalam bentuk permohonan. Dalam memeriksa permohonan yang bersifat ex-parte, disyaratkan agar jangan sampai memutus perkara voluntair yang mengandung sengketa yang sebenarnya harus diputus secara contentiosa.61

Oleh karena ketidakjelasan batasan objek permohonan fiktif positif, maka dalam praktik terjadi adanya permohonan fiktif positif yang sebenarnya mengandung sengketa diantaranya yaitu terkait dengan permohonan pembatalan izin usaha pertambangan dan pembatalan berkaitan dengan hak atas tanah. Kondisi ini kemudian direspon Mahkamah Agung dengan menerbitkan Perma No. 8 Tahun 2017 oleh karena Perma No. 5 Tahun 2015 belum memberikan panduan yang jelas bagi Hakim dapam mengadili perkara permohonan fiktif-positif. Hal sangat penting yang diatur dalam Perma baru tersebut yaitu terkait dengan kriteria dan pembatasan objek permohonan.

61 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 28-30.

Page 107: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

99Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Pasal 3 Perma No. 8 Tahun 2017 mengatur bahwa objek permhonan adalah kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk menetapkan keputusan dan/atau melakukan tindakan administrasi pemerintahan yang dimohonkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kriteria permohonan guna mendapatkan ditentukan mencakup hal sebagai berikut:

1. Permohonan dalam lingkup kewenangan badan dan/atau pejabat pemerintahan;

2. Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan;

3. Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan yang belum pernah ditetapkan dan/atau dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan; dan

4. Permohonan untuk kepentingan Pemohon secara langsung.Menurut Penulis, kriteria tersebut bersifat kumulatif,

dengan demikian untuk dapat dikategorikan sebagai permohonan fiktif positif, harus memenuhi keempat kriteria tersebut. Adapun yang tidak termasuk objek permohonan yaitu 1). Permohonan merupakan pelaksanaan dari Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; atau 2) Permohonan terhadap permasalahan hukum yang sudah pernah diajukan gugatan., dimana keduanya bersifat alternatif. Pembatasan kriteria objek ini sangat penting karena menjadi pedoman bagi hakim dalam memeriksa permoonan fiktif positif. Perbedaan pandangan para hakim dalam memaknai permasalahan ini akan rentan membawa ketidakpastian hukum sebagai akibat dari inkonsistensi penerapan hukum dalam perkara-perkara yang diputus.

Berdasarkan Perma No. 8 Tahun 2017, ditentukan juga bahwa yang menjadi pihak selain Pemohohon, didudukkan juga Badan atau Pejabat Pemerintahan sebagai Termohon. Pemohon adalah pihak yang permohonannya dianggap dikabulkan secara hukum akibat tidak ditetapkannya Keputusan dan/atau tidak dilakukannya Tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan

Page 108: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

100 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dan karenanya mengajukan kepada Pengadilan yang berwenang untuk mendapatkan putusan atas penerimaan permohohan. Termohon adalah Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang mempunyai kewajiban untuk menetapkan Keputusan dan/atau melakukan Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Permohonan dari Pemohon.

Selanjutnya, Perma No. 8 Tahun 2017 juga mengatur tenggang waktu pengajuan permohonan, yang tidak diatur dalam Perma sebelumnya. Permohonan Fiktif-Positif hanya dapat diajukan 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak:

1. Batas waktu kewajiban badan atau pejabat pemerintahan untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terlampaui;

2. Setelah 10 (sepuluh) hari kerja permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, jika batas waktu kewajiban untuk menetakan dan/atau melakukan keputusan dan/atau Tindakan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

III.b. Perlindungan Hukum terhadap Pihak Ketiga yang Dirugikan dalam Perkara Permohonan Fiktif-Positif

Pasal 83 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur yang pada pokoknya bahwa selama pemeriksaan berlangsung, setiao prang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan atau maupun prakarsa Hakim dapat masuk sebagai pihak baik untuk membela haknya atau bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa. Adanya ketentuan tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang memiliki kepentingan

Page 109: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

101Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

terhadap perkara yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, terlebih lagi dengan telah dihapuskannya Pasal 118 UU No. 5 Tahun 1986. Namun demikian, untuk perkara permohonan fiktif-positif, Pasal 11 ayat (4) Perma No. 8 Tahun 2017 mengatur bahwa dalam perkara permohonan fiktif-positif, tidak dimungkinkan masuknya pihak ketiga sebagai pihak berperkara atau pihak intervensi, dimana pada Perma sebelumnya tidak diatur mengenai hal ini. Dapat dipahami bahwa pengaturan tersebut merupakan konsekuensi dari permohonan fiktif-positif yang bersifat voluntair. Mengingat, dalam praktik terjadi beragam penafsiran terkait kriteria atau objek permohonan fiktif positif, yang mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga, maka diperlukan penegasan pembatasan objek yang dapat diajukan permohonan fiktif-positif. Hal tersebut terjawab melalui terbitnya Perma No. 8 Tahun 2017 yang mengatur kriteria dan pembatasan objek yang tidak diatur dalam Perma sebelumnya

Pasal 3 ayat (2) dan (3) Perma No. 8 Tahun 2017 mengatur bahwa kriteria permohonan guna mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan dan/atau Pejabat pemerintahan yaitu: 1) Permohonan dalam lingkup kewenangan badan dan/atau pejabat pemerintahan; 2) Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan; 3) Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan yang belum pernah ditetapkan dan/atau dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan; dan 4) Permohonan untuk kepentingan Pemohon secara langsung. Selanjutnya, ditentukan bahwa yang tidak termasuk objek Permohonan fiktif positif yaitu 1) Permohonan merupakan pelaksanaan dari Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan 2) Permohonan terhadap permasalahan hukum yang sudah pernah diajukan gugatan. Pembatasan kriteria ini penting karena menjadi pedoman bagi hakim dalam menetukan apakah suatu permohonan memang dapat dikategorikan sebagai permohonan fiktif positif atau bukan serta dapat atau tidaknya permohonan tersebut dikabulkan.

Meskipun Perma No. 8 Tahun 2017 telah mengatur kriteria dan pengecualian objek permohonan fiktif-positif, sehingga

Page 110: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

102 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

menjadi lebih jelas permohonan seperti apa saja yang dapat diajukan ke Pengadilan dengan dasar fiktif positif, diantaranya yaitu penegasan tentang permohonan Keputusan dan/atau tindakan yang belum pernah ditetapkan, sehingga menjadi lebih jelas bahwa permohonan fiktif positif sifatnya adalah voluntair, oleh karenanya untuk perkara dimana terdapat pihak ketiga yang berkepentingan, tidak dapat diajukan melalui mekanisme permohonan fikrif positif. Permasalahannya adalah bagaimana memastikan bahwa dalam perkara permohonan fiktif positif memang benar-benar tidak akan ada pihak ketiga yang setidaknya berpotensi dirugikan apabila permohonan dikabulkan? Dalam permohonan fiktif positif yang sifatnya voluntair, misalnya dalam hal permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik, permohonan Izin Mendirikan Bangunan, permohonan Izin Usaha Pertambangan yang diajukan tidak ditanggapi atau ditanggapi namun melebihi waktu sebagiamana telah ditentukan oleh pertauran perundang-undangan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, sehingga dianggap dikabulkan dan diajukan permohonan fiktif positif ke Pengadilan, menurut Penulis dalam contoh perkara permohonan voluntair tersebut masih terdapat kemungkinan adanya pihak ketiga yang dirugikan oleh keputusan dan/atau tindakan yang diterbitkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, sebagai tindak lanjut dari Putusan Pengadilan yang mengbulkan permohonan.

Berdasarkan kondisi sebagaimana diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketentuan pembatasan objek sebagaimana telah diatur dalam Pasal 3 Perma No. 8 Tahun 2017, belum cukup untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pihak ketiga yang dirugikan atau setidakanya berpotensi dirugikan oleh keputusan hasil tindak lanjut Putusan Pengadilan. Oleh karena itu menurut Penulis, ketentuan Pasal 11 ayat (4) Perma No. 8 Tahun 2017 mengatur bahwa dalam perkara permohonan fiktif-positif, tidak dimungkinkan masuknya pihak ketiga sebagai pihak berperkara atau pihak intervensi, perlu dihapuskan, meskipun Penulis dapat memahami bahwa pengaturan tersebut pada

Page 111: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

103Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dasarnya merupakan konsekuensi dari permohonan fiktif-positif yang bersifat voluntair. Namun demikian permasalahannya adalah apakah dalam suatu permohonan voluntair dapat dipastikan tidak ada nada pihak ketiga yang berkepentingan? Bagaimana cara memastikan bahwa dalam perkara tersebut tidak ada pihak ketiga?

Meskipun Pasal 11 ayat (4) Perma No. 8 Tahun 2017 dihapuskan, masih menyisakan persoalan terkait dengan kepentingan pihak ketiga, khsusnya yang mengetahui dirinya dirugikan setelah adanya Putusan Pengadilan dan terbit Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau pejabat Pemerintahan, oleh karena, penghapusan pembatasan masuknya pihak ketiga hanya dapat melindungi kepentingan pihak ketiga apabila masuk saat perkara masih dalam proses pemeriksaan di Pengadilan. Selanjutnya, muncul permasalahan terkait dengan upaya hukum apa yang dapat ditempuh pihak ketiga yang mengetahui bahwa dirinya dirugikan oleh Keputusan dan/atau Tindakan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan sebagai tindak lanjut Putusan Pengadilan?

Jika dibandingkan dengan upaya hukum dalam berdasarkan hukum acara perdata, terhadap Penetapan suatu Permohonan, bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan upaya hukum: (1) Perlawanan apabila proses pemeriksaan permhonan penetapan masih berlangsung di pengadilan; (2) Mengajukan gugatan perdata; (3) Mengajukan Kasasi; (4) Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan kepada MA; dan (5) Mengajukan Peninjauan Kembali. Untuk perkara peradilan tata usaha negara, dengan dihapuskannya Pasal 118 UU No. 5 Tahun 1986, tidak dimungkinkan bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh Putusan Pengadilan untuk mengajukan upaya hukum perlawanan. Adapun untuk upaya hukum lainnya misalnya Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) hanya dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-undangan, terlebih lagi UU No.30 Tahun 2014 dengan tegas menentukan bahwa dalam perkara permohonan fiktif positif, putusannya adalah bersifat final dan mengikat.

Page 112: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

104 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Sifat Permohonan Fiktif-Positif sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014, menurut Penulis dapat ditafsirkan sebagai berikut:

1. Permohonan semi contentiosa (voluntair tidak murni). Hal ini didasarkan pada beberapa hal diantaranya yaitu: (1) Didudukkannya Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang mempunyai kewajiban untuk menetapkan Keputusa dan/atau melakukan Tindakan sebagai Termohon. (2) Hasil pemeriksaan permohonan tersebut berbentuk Putusan, bukan Penetapan.

2. Permohonan voluntair murni. Apabila permohonan fiktif-positif dipandang sebagai permohonan voluntair murni, meskipun Perma No. 8 Tahun 2017 mengatur adanya Termohon yaitu Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan untuk didudukkan sebagai pihak, hal demikian bukan berarti perkara tersebut mengandung sengketa karena pada dasarnya permohonan ini adalah ex-parte. Didudukkannya Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan sebagai pihak Termohon, menurut Penulis adalah sebagai konsekuensi dari asas dominus litis dan pemeriksaan pada Pengadilan Tata Usaha Negara yang bertujuan untuk menemukan kebenaran materiil. Keterangan Termohon menjadi penting untuk dipertimbangkan guna menilai apakah permohonan keputusan dan/atau tindakan yang diajukan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan telah memenuhi syarat misalnya dalam hal kelengkapan atau substansinya memang telah terpenuhi sehingga layak untuk dikabulkan. Terhadap dua kemungkinan sifat dari permohonan fiktif

positif sebagaimana diuraikan di atas, Penulis berpendapat bahwa permohonan fiktif-positif adalah voluntair murni, yang pihaknya bersifat ex-parte dimana hal ini sekaligus dapat digunakan sebagai titik tolak untuk mengakomodir kepentingan dan perlindungan bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan untuk dapat melakukan upaya hukum meskipun tidak menjadi pihak dalam suatu perkara.

Page 113: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

105Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Selanjutnya, yang harus ditentukan adalah pilihan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga. Untuk perkara fiktif-positif meskipun Putusannya bersifat final dan mengikat dan undang-undang tidak mengatur adanya upaya hukum luar biasa melalui PK, namun berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 175PK/TUN/2016, Mahkamah Agung membukanya sebagai sarana corrective justice. Melalui Putusan tersebut, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK Kepala Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Tengah dan membatalkan Putusan PTUN Palangkaraya No. 19/P/FP/2016/PTUN.PLK.

Oleh karena itu, pihak ketiga yang merasa dirugikan juga dapat mengajukan PK. Terkait dengan PK oleh bukan pihak, dapat dibandingkan dengan perkara perdata agama dalam Putusan Mahkamah Agung No.1PK/AG/1990, tanggal 22 Januari 1991, dimana dalam kasus tersebut Pengadilan Agama Pandeglang telah menjatuhkan penetapan ahli waris dan pembagian harta warisan yang diajukan salah seorang ahli waris dalam bentuk permohonan voluntair. Terhadap penetapan tersebut, ahli waris yang lain mengajukan upaya hukum PK kepada Mahkamah Agung, dan atas permohonan tersebut, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK dan membatalkan Penetapan Pengadilan Agama Pandeglang.62

Apabila terdapat perdebatan mengenai apakah yang tidak menjadi pihak dalam suatu perkara dapat menjadi Pemohon PK? Terhadap permasalahan ini menurut Penulis perlu dicermati kembali mengenai sifat dasar dari permohonan fiktif positif sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dimana permohonan tersebut merupakan permohonan voluntair yang pihaknya ex-parte, dimana pada dasarnya yang menjadi pihak hanyalah Pemohon saja, tidak ada pihak lain. Oleh karenanya, permohonan PK yang diajukan oleh pihak ketiga tidak dapat dikesampingkan dengan alasan pihak ketiga tersebut tidak menjadi pihak dalam perkara yang dimohonkan PK. Upaya Hukum PK menjadi

62 Nurul Elmiyah dan Suparjo Sujadi, “Upaya-Upaya Hukum Terhadap Penetapan”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke-35, No.3 Juli September 2005, hal. 344-345.

Page 114: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

106 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

pilihan yang lebih tepat dan beralasan dibandingkan dengan mengajukan gugatan objek sengketa berupa keputusan dan/atau tindakan Badan atau Pejabat Pemerintah sebagai tindak lanjut Putusan Pengadilan atas permohonan fiktif-positif, karena gugatan demikian akan bertentangan dengan Pasal 2 huruf e UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang pada pokoknya mengatur bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak termasuk objek sengketa tata usaha negara.

IV. PENUTUP

a. KesimpulanBerdasarkan pembahasan sebagaimana telah diuraikan di

atas, maka disimpulkan sebagai berikut:1. Konsep permohonan fiktif-positif berdasarkan Pasal 53

UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2017 adalah Permohonan kepada Pengadilan yang diajukan oleh warga masyarakat sebagai tindak lanjut dari permohonan yang dianggap dikabulkan secara hukum, oleh karena Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan keputusan dan/atau melakukan tindakan dalam batas waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Permohonan kepada Pengadilan bertujuan untuk memperoleh Putusan penerimaan atas permohonan yang dianggap dikabulkan secara hukum tersebut. Permohonan fiktif positif dibatasi oleh kriteria dan pengecualian sebagaimana telah diatur dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) Perma No. 8 Tahun 2017.

2. Perlindungan terhadap pihak ketiga yang dirugikan dalam perkara permohonan fiktif-positif dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut:

Page 115: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

107Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

a. Penegasan kriteria dan pembatasan objek khususnya yang mengatur bahwa permohonan terhadap pembatalan keputusan dan/atau tindakan Pejabat Pemerintahan yang sebelumnya telah ditetapkan tidak termasuk objek perkara permohonan fiktif positif sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) Perma No. 8 Tahun 2017;

b. Penghapusan Pasal 11 ayat (4) Perma No. 8 Tahun 2017 mengatur bahwa dalam perkara permohonan fiktif-positif, tidak dimungkinkan masuknya pihak ketiga sebagai pihak berperkara atau pihak intervensi;

c. Terhadap pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh Keputusan dan/atau Tindakan sebagai tindak lanjut Putusan Pengadilan dalam Perkara Fiktif-Positif, meskipun tidak menjadi pihak, namun kepentingannya diakomodir untuk dapat mengajukan upaya hukum luar biasa melalui Peninjauan Kembali.

b. SaranBerdasarkan kesimpulan sebagaimana telah diuraikan

di atas, maka penulis memberikan saran agar ketentuan yang membatasi pihak ketiga untuk masuk sebagai pihak dalam perkara permohonan fiktif positif sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) Perma No. 8 Tahun 2017 dihapuskan. Selain itu, Mahkamah Agung diharapkan tidak mengesampingkan permohonan Peninjauan Kembali warga masyarakat yang dirugukan terkait dengan perkara fiktif positif dengan alasan warga masyarakat tersebut tidak menjadi pihak dalam perkara fiktif positif yang diperiksa oleh Pengadilan.

Page 116: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

108 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-UndanganIndonesia. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU

No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 51 Tahun 2009. LN Tahun 2009. TLN No. 5079.

Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan. Perma No. 5 Tahun 2015. Berita Negara RI Tahun 2015 Nomor 1268.

Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan. Perma No. 8 Tahun 2017. Berita Negara RI Tahun 2017 Nomor 1751.

BukuIndroharto. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan

Tata Usaha Negara Buku I. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2000).

Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Cetakan Kedua. (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).

Simanjuntak, Enrico. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara: Transformasi dan Refleksi. Cetakan Pertama. (Jakarta: Sinar Grafika. 2018).

Page 117: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

109Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

ArtikelEffendi, Maftuh. “Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia Suatu

Pemikiran ke Arah Perluasan Kompetensi Pasca Amandemen Kedua Undang -Undang Peradilan Tata Usaha Negara”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 3 Nomor 1 Maret 2014.

Elmiyah, Nurul dan Suparjo Sujadi, “Upaya-Upaya Hukum Terhadap Penetapan”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke-35, No.3 Juli September 2005, hal. 344-345.

Permana, Tri Cahya Indra. “Peradilan Tata Usaha Negara Pasca Undang-undang administrasi Pemerintahan ditinjau dari Segi Access to Justice” Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 4, No. 3, November 2015.

Mawardi, Irvan. “KTUN Fiktif Positif dan Akuntabilitas Administrasi Pemerintah,” diakses dari http://ptun-samarinda.go.id/index.php/layanan-publik/42-ktun-fiktif-positif-dan-akuntabilitas-administrasi-pemerintah, pada tanggal 16 Februari 2019, pukul. 21.37 WIB.

Putusan:Putusan Mahkamah Agung No.1PK/AG/1990.Putusan Mahkamah Agung No. 175PK/TUN/2016.

Page 118: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

110 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PERIHAL HUKUM MATERIIL

Page 119: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

111Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PENGUJIAN POKOK SENGKETAKONSESI PADA PENGADILAN

TATA USAHA NEGARA

Oleh : Rizki Ananda63

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam dengan dikawal berbagai aturan dan kebijakan demi melindungi Kesejahteraan rakyat. Hal ini sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI 1945)64 yang mengamanatkan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Frasa menguasai, tentulah berbeda dengan makna memiliki, karena dalam hal ini pemilik kekayaan alam di bumi Indonesia merupakan Rakyat Indonesia itu sendiri. Adapun hubungan hukum antara rakyat dan negaranya tercermin dari kedudukan pemerintah yang memiliki kewajiban yang diatur di dalam konstitusi negara untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum, termasuk dalam mengelola kekayaan alam Indonesia. Pemerintah

63 Calon Hakim Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh.64 Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945 : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

Page 120: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

112 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dalam kapasitas mewakili Negara diberikan kewenangan melalui peraturan perundang-undangan untuk mengeluarkan penetapan Administrasi Negara. Sebagai alat kelengkapan Negara, Pemerintah bertindak untuk dan atas nama Negara, yang mempunyai kekuasaan mandiri yang dilimpahkan Negara sehingga memungkinkan melakukan tindakan-tindakan baik di bidang pengaturan (regelen) maupun penyelenggaraan administrasi Negara (besturen).65

Salah satu tindakan Pemerintah dalam menyelenggarakan Administrasi Negara demi kepentingan umum terutama dalam bidang perekonomian adalah dengan memberikan konsesi kepada pihak selain Pemerintah dalam hal memenuhi kebutuhan rakyat, dikarenakan Pemerintah tidak dapat melaksanakannya sendiri, dilihat dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) serta kurangnya tenaga ahli yang dimiliki, sehingga dalam rangka pembangunan nasional, diperlukan kerjasama dengan pihak swasta yang diharapkan dapat menguntungkan Negara demi terciptanya kemakmuran rakyat. Konsep konsesi sebagaimana diuraikan sebelumnya, menjadi sangat rentan merugikan bagi Negara disaat kedudukan Pemerintah dan perannya dalam Pengawasan menjadi sejajar dengan pihak lain, hal ini mengindikasikan lemahnya kekuatan Pemerintah dalam menjatuhkan sanksi apabila terdapat penyimpangan dalam kerjasama dengan pihak lain/swasta.

Perkembangan hukum yang mengikuti era globalisasi, tidak menapik adanya peluang bagi Negara Indonesia dalam merombak pengaturan mengenai bentuk kerjasama antara Pemerintah dan pihak lain, hal ini tercermin dengan dimuatnya pengaturan Konsesi di dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Undang Undang Administrasi Pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014). Konsesi yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 menjadi suatu keputusan yang mana Pemerintah sebagai badan publik dapat berkedudukan lebih tinggi daripada sekedar pihak-pihak yang membuat perjanjian dalam konsep keperdataan sebagaimana

65 Bagir Manan dan Kuntara Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1997, hal. 159.

Page 121: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

113Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

bentuk Konsesi sebelumnya. Pasca berlakunya UU No. 30 Tahun 2014, hukum materiil bagi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak hanya berdasarkan Undang Undang Peradilan Tata Usaha Negara, akan tetapi juga mengikuti ketentuan pada UU No. 30 Tahun 2014,66 sehingga PTUN berwenang dalam menerima, memeriksa, serta memutus sengketa yang termuat aturannya di dalam UU No. 30 Tahun 2014 tersebut termasuk di dalam nya mengenai Konsesi. Akan tetapi timbul perdebatan mengenai sejauh mana PTUN dapat memeriksa sengketa Konsesi yang bermuatan kesepakatan atas suatu perjanjian antara Pemerintah dengan Pihak lain maupun swasta, hal ini mengingat bentuk Konsesi yang belum diatur secara rinci di dalam UU No. 30 Tahun 2014.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah perkembangan dan konsep konsesi sebelum dan sesudah diatur di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014?

2. Bagaimanakah titik singgung keperdataan konsensi dan konsesi yang diatur di dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 serta pengujian pokok sengketa pada PTUN?

III. PEMBAHASAN

III.a. Perkembangan serta Konsep Konsesi Sebelum dan Sesudah diatur di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014

1. Definisi Konsesi dan Perkembangan Konsesi Sebelum dan Sesudah diatur di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014

66 Hal ini tercantum dalam penjelasan umum UU No. 30 Tahun 2014, yaitu : “Dalam rangka memberikan jaminan pelindungan kepada setiap Warga Masyarakat, maka Undang-Undang ini memungkinkan Warga Masyarakat mengajukan keberatan dan banding terhadap Keputusan dan/atau Tindakan, kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang bersangkutan. Warga Masyarakat juga dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan kepada Peradilan Tata Usaha Negara, karena Undang-Undang ini merupakan hukum materiil dari sistem Peradilan Tata Usaha Negara.”

Page 122: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

114 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dikatakan dengan Konsesi merupakan izin untuk membuka tambang, menebang hutan, dan sebagainya.67 Lebih lanjut menurut Prajudi Atmosudirjo, Konsesi merupakan suatu penetapan Administrasi Negara yang secara Yuridis sangat kompleks oleh karena merupakan seperangkat dispensasi-dispensasi, izin-izin, lisensi-lisensi, disertai dengan pemberian semacam “wewenang pemerintahan” terbatas kepada konsesionaris. Dikatakan kompleks karena Konsesi diberikan atas permohonan yang terperinci prosedur beserta syarat-syaratnya kepada perusahaan-perusahaan yang mengusahkan sesuatu yang cukup besar, baik dalam arti modal, tenaga kerja, maupun lahan atau wilayah usaha, misalnya : Perusahaan Minyak Bumi, Perusahaan Perhutan,Perusahaan Perikanan, dan Perusahaan pertambangan pada umumnya,68 Sependapat dengan Prajudi, Prof. R. Soebekti mengartikan Konsesi sebagai suatu bentuk perizinan yang diberikan oleh Pemerintah untuk membuka tanah/lahan dan menjalankan suatu usaha di atasnya, seperti membuka Jalan, menambang, mengelola Perkebunan, dan sebagainya yang bersifat untuk kepentingan umum.69

Istilah Konsesi pertama kali diatur pada masa Kolonial Hindia-Belanda, yang termuat di dalam Pasal 776a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie/BW), yang mana diatur sebagai berikut : “Dalam hal hak pakai hasil mengenai suatu Konsesi tambang, pemakai hasil berhak memperoleh nikmat yang sama seperti yang dinikmati pemegang Konsesi.” Berdasarkan pengaturan tersebut, dapat diketahui bahwa Sistem Konsesi pada masa Kolonial Belanda hingga awal kemerdekaan, diberikan oleh Pemerintah dengan Hak penguasaan atas hasil Konsesi dengan kewenangan yang luas, sehingga pemegang izin Konsesi pada saat itu dapat dengan bebas menguasai hasil Konsesi. Meskipun bentuk Konsesi merupakan perizinan yang

67 https://kbbi.web.id/konsesi di akses pada 25 November Pukul 11.11 WIB68 Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 1981, Hlm. 94-9569 Prof. R. Soebekti, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1971, Hlm.

Page 123: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

115Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

diberikan oleh Pemerintah kepada pemegang Konsesi, namun di dalam pengaturan lebih lanjut di bawah undang-undang Indische Mijnwet 1899 (hingga dilengkapi dengan Mijnordonnantie (Ordonansi Pertambangan) pada tahun 1906), mengatur seluruh kerjasama dalam bentuk Pertambangan diberikan kepada pihak asing untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan Indonesia dengan seluas-luasnya termasuk hak menguasai atas tanah, sehingga pada saat itu perusahaan pertambangan memiliki hak kuasa akan pertambangan dan ha katas tanah, sedangkan Negara hanya mendapatkan sejumlah royalty, sekitar 4% dari produksi kotor, pajak penghasilan, pajak tanah dan bonus.70

Setelah masa kemerdekaan, pada tahun 1959, Pemerintah menerbitkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan (UU Nomor 10 Tahun 1959), hal ini bertujuan untuk mereformasi penguasaan atas Pertambangan yang lebih menguntungkan bagi Negara Republik Indonesia dengan mengganti Indische Mijnwet Staatsblad Tahun 1899 No. 214 beserta perubahannya.71 Dengan diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 1959, Pemerintah merubah format Konsesi yang diatur dalam Indische Mijnwet Staatsblad Tahun 1899 No. 214 menjadi suatu Kontrak dengan istilah “Perjanjian Karya”, dan suatu Perjanjian Karya dilaksanakan antara Pemerintah (Perusahaan Negara) dengan Kontraktor melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 44 Tahun 1960 (Perpu Nomor 44 Tahun 1960) tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.72 Dalam pengaturan Perpu Nomor 44 Tahun 1960, Pemerintah

70 Wulan Tunjung Palupi, “Perjalanan Berkelok Kelola MIgas dan Tambang” (Republika, 11 November 2011), Hlm. 2671 Hal ini termuat di dalam konsideran menimbang huruf a dan d UU Nomor 10 Tahun 1959, yaitu bahwa : “a. adanya hak-hak pertambangan yang diberikan sebelum tahun 1949, yang hingga sekarang tidak atau belum dikerjakan sama sekali, pada hakekatnya sangat merugikan pembangunan Negara; … d. bahwa cara pembatalan hak-hak pertambangan seperti diatur dalam “Indische Mijnwet” yang berlaku sekarang tidak dapat digunakan untuk maksud di atas, maka oleh karena diperlukan suatu Undangundang khusus”72 Pasal 6 ayat (1) dan (2) Perpu Nomor 44 Tahun 1960, mengatur :“(1) Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk Perusahaan Negara apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan; (2)Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) diatas Perusahaan Negara harus berpegang pada. pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syaratsyarat yang diberikan oleh Menteri.”

Page 124: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

116 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

menegaskan dan meniadakan Hak atas tanah permukaan bumi bagi Pemegang kuasa tambang/konsesionaris sebagaimana diatur sebelumnya di dalam pengaturan Indische Mijnwet Staatsblad Tahun 1899 No. 214.73 Meskipun Hak penguasaan atas tanah telah kembali dikuasai Negara dengan memperhatikan Pasal 33 Undang Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana disebutkan dalam konsideran mengingat pada Perpu tersebut, namun kedudukan Pemerintah belum dapat dikatakan lebih tinggi dari pihak lain dikarenakan format kerjasama yang berbentuk perjanjian.

Di tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan dua undang-undang yang saling berkaitan terkait dengan Kontrak Karya, yaitu Undang Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU Nomor 1 Tahun 1967)74 dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan (UU Nomor 11 Tahun 1967)75. Berdasarkan dua ketentuan undang-undang tersebut mengatur secara tegas setidaknya mengenai adanya perubahan dari status, yang semula sebagai pemegang “Hak Konsesi” Pertambangan berdasarkan Pasal 5 atau Kontraktor Pertambangan dengan Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Pasal 5 A Indische Mijn Wet Stb. 1899 No. 214. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang yang baru yaitu UU No.11 Tahun 1967, maka seluruhnya mereka menjadi Kontraktor Instansi Pemerintah atau Perusaha- an Negara Pertambangan yang bertindak selaku Pemegang Kuasa Pertambangan atas nama Pemerintah. Jadi sejak di undangkannya UU No.11 Tahun 1967, status mereka bukan sebagai pemegang Konsesi Pertambangan atau sebagai Kontraktor Pemerintah lagi.

Hingga pada saat diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2014, pola kerjasama dengan model Kontrak Karya sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 11 Tahun 1967 diubah menjadi

73 Pasal 7 ayat (1) Perpu Nomor 44 Tahun 1960, mengatur : “Kuasa pertambangan tidak meliput hak tanah permukaan bumi.”74 Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1967, : “Penanaman Modal Asing dibidang Pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan Pemerintah atas dasar Kontrak Karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku”75 Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 1967 : “Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor, apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang KP.”

Page 125: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

117Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dimuat di dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan (UU Nomor 4 Tahun 2009), hal ini kemudian menguatkan kedudukan Pemerintah dalam memberikan Izin dengan persyaratan-persyaratan yang lebih ketat serta bukan dimaksudkan untuk mendapat keuntungan secara bagi hasil sebagaimana diatur sebelumnya di dalam UU Nomor 11 Tahun 1967. Dan dengan diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2014, ketentuan mengenai Perizinan serta Konsesi kemudian dimuat secara tegas dalam Pasal 1 angka 19, Pasal 1 angka 20, pasal 6 dan Pasal 39 UU Nomor 30 Tahun 2014, sehingga Konsesi yang semula dalam perkembangannya merupakan suatu kontrak karya dengan bentuk suatu perjanjian kerjasama antara Pemerintah dan Pihak lain ataupun swasta, berubah menjadi suatu Keputusan sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014.

III.b. Konsep Konsesi Sesudah diatur di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014

Sebagaimana telah diatur di dalam UU No. 30 Tahun 2014, Konsep Konsesi telah dibakukan dengan definisi yang dimuat di dalam Pasal 1 angka 20 UU No. 30 Tahun 2014, yaitu : “Konsesi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan dari kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan selain Badan dan/atau Pejabat Pewmerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Terhadap Pemaknaan dan penjabaran Konsep Konsesi yang termuat di dalam UU No. 30 Tahun 2014, Penulis mencoba menguraikannya sebagai berikut :

Page 126: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

118 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

No Unsur Definisi

Pemaknaan Penjabaran

1. Keputusan Pejabat Pemerintahan dan Persetujuan dari kesepakatan

Apakah Konsesi merupakan Produk Kebijakan Publik atau Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah (sebagai Badan Hukum Publik) dan Pihak Swasta (sebagai badan hukum privat) ?

Konsesi sebagai suatu Keputusan Pejabat Pemerintahan;Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU No. 30 Tahun 2014 yang disebut dengan Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahanKedudukan Pejabat Pemerintahan dalam persetujuan dari kesepakatan;Dalam Konsesi kedudukan Pejabat Pemerintahan dalam menentukan persetujuan dan kesepakatan dapat dilihat dari pengaturan Pasal 6 ayat 2 huruf h UU No. 30 Tahun 2014, yang menentukan bahwa Pejabat Pemerintahan memiliki Hak berupa menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi;

Tabel 1. Konsep Konsesi di Dalam UU No. 30 Tahun 2014

Page 127: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

119Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Berdasarkan tabel di atas, dapat Penulis simpulkan bahwa perubahan Konsep Konsesi yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW beserta pengaturan perundang-undangan yang mengaturnya sebelum terbit UU Nomor 30 Tahun 2014, merupakan hak luas bagi pemegang Konsesi, hal ini dapat dilihat dari peran Pemerintah yang hanya memberikan izin namun dalam fungsi pengawasan serta kedudukannya sebagai pemberi izin tidak lebih tinggi daripada penerima Konsesi/Konsesionaris serta tunduk pada sebuah kesepakatan yang diatur dalam hukum keperdataan, adapun hak-hak penguasaan terhadap kekayaan Negara tidak sepenuhnya di kuasai oleh Negara, sebagaimana konsep Kontrak Karya yang merupakan perubahan bentuk Konsesi di era Pemerintahan Orde Baru, Pemerintah hanya mendapatkan bagi hasil sebagaimana telah disepakati dalam suatu kontrak karya tersebut, hal ini jelas berbeda disaat konsep

2 Selain Badan dan/atau Pejabat Pemerintah-an dalam melakukan Persetujuan

Siapa saja Pihak lain yang dapat melakukan Konsesi dengan Pejabat Pemerintahan ?

Berdasarkan Pasal 39 ayat (4) huruf b UU No. 30 Tahun 2014, Pihak selain Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam melakukan Persetujuan Konsesi adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau swasta

3 Sesuai den-gan ketentuan peraturan pe-rundang-un-dangan

Ketentuan Peraturan apa saja yang di-pakai dalam Konsesi ?

Salah satu contoh pengaturan Konsesi yang memuat prosedur dan substansi Konsesi yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Konsesi Dan Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan Di Bidang Kepelabuhanan (Permenhub Nomor 15 Tahun 2015).

Page 128: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

120 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Konsesi telah dimuat di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014, yang mana Pemerintah menempati kedudukan yang lebih tinggi serta terhadap keuntungan yang diperoleh jauh lebih menguntungkan Negara dikarenakan dalam Konsesi saat ini (dengan melihat contoh Konsesi yang diatur dalam Permenhub Nomor 15 Tahun 2015), pihak lain yang melakukan kerjasama dengan Pemerintah menjadi pengelola dan bukanlah pemilik yang memperoleh hasil secara penuh.

III.c. Titik Singgung Keperdataan Konsensi dan Konsesi yang diatur di dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 serta Pengujian Pokok Sengketa Konsesi pada PTUN

1. Titik Singgung Keperdataan Konsesi dan Konsesi yang termuat dalam Undang Undang Administrasi PemerintahanPenjabaran mengenai perubahan Konsesi pada pembahasan

sebelumnya menjadikan suatu pemikiran baru apakah suatu Konsesi dapat dikatakan sebagai Hybird Product (dua bentuk produk dalam satu format) kebijakan hukum pemerintahan di bidang perizinan yang merupakan produk keperdataan ataupun kebijakan publik murni (Administrasi Negara)? Sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 1 angka 20 serta Pasal 39 ayat (4) huruf b UU No. 30 Tahun 2014, Konsesi yang merupakan suatu Keputusan Pejabat Pemerintahan dilakukan atas Persetujuan berdasarkan kesepakatan dengan pihak selain Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, hal ini mengindikasikan bahwa Konsesi secara substansi materi berisikan pokok-pokok suatu perikatan maupun perjanjian antara dua belah pihak, sehingga apabila suatu Konsesi diuji pada PTUN (apabila hanya melihat dari segi Kewenangan yang diberikan oleh UU Nomor 30 Tahun 2014 sebagai Hukum Materiil PTUN), apakah dengan sertamerta Konsesi dapat diuji hingga Substansinya yang berisikan perjanjian ataupun kesepakatan yang secara umum dapat kita ketahui bahwa hal tersebut merupakan pokok dari sengketa keperdataan ?

Page 129: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

121Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Jika kita mencermati perdebatan ini, maka berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Nagi Pengadilan (SEMA No. 7 Tahun 2012), membahas mengenai rumusan hasil rapat atas permasalahan-permasalahan terkait sengketa TUN, diantaranya terkait dengan penentuan sengketa TUN ataupun Keperdataan dan Teori Melebur sebagaimana diuraikan di bawah ini :

a. Untuk menentukan suatu sengketa merupakan sengketa Tata Usaha Negara (TUN) atau sengketa Perdata (kepemilikan) kriterianya :

• Apabila yang menjadi objek sengketa (objectum litis) tentang keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), maka merupakan sengketa TUN;

• Apabila dalam posita gugatan mempermasalahkan kewenangan, keabsahan Prosedur penerbitan KTUN, maka termasuk sengketa TUN; atau

• Apabila satu-satunya penentu apakah Hakim dapat menguji keabsahan KTUN objek sengketa adalah substansi hak karena tentang hal tersebut menjadi kewenangan peradilan perdata; atau

• Apabila norma (kaidah) hukum TUN (hukum publik) dapat menyelesaikan sengketanya, maka dapat digolongkan sebagai sengketa TUN.

b. Untuk memastikan suatu KTUN dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata adalah apabila secara faktual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji keabsahannya ternyata:

• Jangkauan akhir dari KTUN diterbitkan (tujuannya) dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata. Termasuk didalamnya adalah KTUN-KTUN yang diterbitkan dalam rangka mempersiapkan atau menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata.

Page 130: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

122 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

• Apabila Tergugat dalam menerbitkan KTUN objek sengketa akan menjadi subjek atau pihak dalam perikatan perdata sebagai kelanjutan KTUN objek sengketa tersebut.

• KTUN yang berkaitan dengan ijin cerai tidak digolongkan sebagai KTUN yang melebur dalam perbuatan hukum perdatanya (ic.perceraian), karena ijin cerai merupakan ketentuan hukum publik (hukum administrasi) sebagai syarat bagi PNS yang akan melakukan perceraian. Dengan demikian ijin cerai merupakan lex spesialis dan dikecualikan dari penerapan teori melebur. 76

Berdasarkan SEMA No. 7 Tahun 2012 di atas, diketahui bahwa suatu sengketa dikategorikan sebagai sengketa TUN apabila dalam posita gugatan mempermasalahkan kewenangan, keabsahan Prosedur penerbitan KTUN dan Objek Sengketa tentang keabsahan KTUN, Konsesi sebagaimana di definisikan di dalam Pasal 1 angka 20 UU Nomor 30 Tahun 2014, jelas merupakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang dalam penerbitannya dilakukan oleh Pejabat Pemerintah yang berwenang, sebagai salah satu contoh : Pengaturan Konsesi dalam Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, Berdasarkan Pasal 1 angka 18,77 yang bertindak sebagai Pejabat Pemerintah dalam memberikan Konsesi adalah Penyelenggara Pelabuhan78 yang merupakan Otoritas Pelabuhan atau Kesyahbandaran.79

Selanjutnya, terkait dengan Oplossing Theory (Teori Melebur) yang diatur di dalam SEMA No. 7 Tahun 2012, terdapat beberapa Keputusan yang tidak dapat dijadikan Objek sengketa PTUN dikarenakan adanya pembatasan karena Yurisprudensi

76 Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Nagi Pengadilan77 Pasal 1 angka 18 Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, mengatur bahwa: “Konsesi adalah pemberian Hak oleh Penyelenggara Pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa Kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompetensi tertentu.”78 Pasal 1 angka 5 Permenhub Nomor 15 Tahun 201579 Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, Syahbandar adalah Pejabat Pemerintah di Pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan Memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

Page 131: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

123Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Mahkamah Agung RI, salah satunya adalah :“Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan dalam rangka

untuk menimbulkan perjanjian, kaidah hukumnya adalah bahwa segala Keputusan TUN yang diterbitkan dalam rangka untuk menimbulkan perjanjian maupun diterbitkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan isi perjanjian itu sendiri, ataupun menunjuk pada suatu ketentuan dalam perjanjian (kontrak) yang menjadi dasar hukum antara kedua belah pihak, haruslah dianggap melebur (oplossing) kedalam hukum perdata, dan karenanya merupakan Keputusan TUN sebagaimana dimaksud pasal 2 huruf a Undang-Undang Peratun. (No.252 K/TUN/2000 tanggal 13-11-2000).”80

Sekalipun pembatasan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan dalam rangka untuk menimbulkan perjanjian, namun menurut Penulis, Konsesi yang termuat dan yang dimaksud di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 bukanlah merupakan suatu Keputusan TUN yang diterbitkan dalam rangka untuk menimbulkan perjanjian dan diterbitkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan isi perjanjian itu sendiri, sehingga menjadi dasar hukum antara kedua belah pihak dalam melaksanakan suatu Kontrak/Perjanjian. Hal ini dapat dijelaskan oleh Penulis dikarenakan format Konsesi setelah diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 (dalam hal ini Penulis mengambil contoh Konsesi yang diatur lebih lanjut di dalam Permenhub Nomor 15 Tahun 2015) berbeda dengan format suatu Kontrak maupun Perjanjian sebagaimana telah diuraikan oleh penulis sebelumnya dalam perubahan konsep Konsesi. Selain daripada hal tersebut, Pada saat ini Konsesi tidak dapat dikatakan kontrak/perjanjian murni yang dianggap sebagai produk keperdataan murni dikarenakan Kedudukan Pejabat Pemerintah sebagai Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan Konsesi tidaklah sejajar sebagaimana didudukkan sebagai Badan Hukum Privat dalam melakukan kesepakatan, dikarenakan kedudukannya dalam menerbitkan

80 H. Ujang Abdullah, S.H., M.Si., “Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia”, Hlm. 13, Sumber:https://ptun-palembang.go.id/upload_data/ KOMPETENSI%20PTUN.pdf , diakses pada 26 November 2019, Pukul 9.56 WIB.

Page 132: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

124 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Keputusan Konsesi sebagai Badan Hukum Publik, hal ini sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Indroharto sebagai berikut :

“Bahwa Pemerintahan umum itu terdiri dari berbagai macam organisasi-organisasi dan instansi-instansi dan kebanyakan dari organisasi-organisasi demikian itu selain memiliki wewenang pemerintahan menurut hukum publik juga memiliki kemandirian menurut hukum perdata. Perwujudan secara Juridis dari kemandiriannya itu berupa kedudukannnya sebagai badan Hukum Perdata. Akibat dari kedudukannya sebagai badan hukum tersebut adalah : 1) Mereka dapat memiliki hak-hak kebendaan; 2)Mereka dapat menjadi pihak dalam proses perdata. Sudah tentu kalau ada gugatan TUN, maka gugatan tersebut ditujukan terhadap organ-organ pemerintah yang memiliki dan melaksanakan wewenang-wewenang pemerintahan menurut hukum publik tersebut (Badan dan atau Jabatan TUN yang bersangkutan) dan bukan terhadap badan keperdataannya atau badan hukum perdatanya.”81

Berdasarkan teori di atas, maka dapat diketahui bahwa Pemerintah memiliki dual function (fungsi ganda) yang dapat berkedudukan sebagai Badan Hukum Publik maupun Hukum Privat, namun dalam hal memberikan Konsesi, Pejabat Pemerintah sebagai pemberi Konsesi memiliki kedudukan sebagai badan Hukum Publik dengan melakukan identifikasi82, konsultasi publik83 dan menetapkan prioritas yang akan dilaksanakan sebagai bentuk kerjasama Konsesi84, tindakan-tindakan ini jelas berbeda disaat Pemerintah berkedudukan sebagai badan hukum privat yang kedudukannya sejajar dengan pihak lain.

81 Indroharto, S.H., Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara : Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, 2005, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, Hlm. 44.82 Pasal 19 ayat (1) Permenhub Nomor 15 Tahun 201583 Pasal 20 Permenhub Nomor 15 Tahun 201584 Pasal 21 ayat (1) Permenhub Nomor 15 Tahun 2015

Page 133: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

125Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

2. Pengujian Pokok Sengketa Konsesi pada Pengadilan Tata Usaha NegaraSegi Kewenangan Badan/Pejabat Pemerintahan yang

mengeluarkan Konsesi, Pihak yang bersengketa di PTUN dalam sengketa Konsesi

Apabila melihat contoh pengaturan lebih lanjut mengenai Konsesi sebagaimana diatur di dalam Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, berdasarkan Pasal 46 ayat (2) huruf m, mengatur bahwa : “mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang yaitu musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/pengadilan”. Berdasarkan ketentuan tersebut, sengketa Konsesi dapat diajukan pada pengadilan tata usaha Negara dikarenakan bentuknya yang berupa keputusan yang diberikan oleh Pejabat pemerintah yang berwenang. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 20 serta Pasal 39 ayat (4) huruf b UU No. 30 Tahun 2014 serta melihat contoh pengaturan Konsesi di dalam Pasal 1 angka 18 Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, yang bertindak sebagai Pejabat Pemerintah dalam memberikan Konsesi adalah Penyelenggara Pelabuhan yang merupakan Otoritas Pelabuhan atau Kesyahbandaran sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, dari segi kewenangan, pemberian Konsesi diberikan oleh Pejabat Pemerintah yang telah berwenang sehingga Konsesi menjadi produk administrasi pemerintahan dan bukanlah produk keperdataan hanya dikarenakan konsesi yang memuat suatu kesepakatan dengan pihak swasta. Adapun berdasarkan contoh pengaturan konsesi yang diatur di dalam Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, dalam hal Konsesi digugat pada PTUN, maka yang menjadi Penggugat berdasarkan Pasal 53 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara85 dan Pasal 39 ayat (4) huruf b adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau swasta, sedangkan pihak yang didudukkan sebagai Tergugat adalah

85 Pasal 53 ayat (1) Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 : “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.”

Page 134: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

126 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Konsesi dilihat melalui pengaturan lebih lanjutnya. Substansi Konsesi dan Prosedur dikeluarkannya Konsesi

Jika mengacu pada Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, Prosedur Konsesi yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang sebelum adanya kesepakatan, secara eksplisit diatur di dalam Pasal 14 ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 15 ayat (3), Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 20. Keseluruhan prosedur tersebut pada pokoknya menitikberatkan suatu pertimbangan strategis dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh penerima Konsesi (konsesionaris) dan setelahnya akan mendapatkan persetujuan oleh pemberi Konsesi sebagaimana diatur di dalam Pasal 24 Permenhub Nomor 15 Tahun 2015. Adapun dalam menyepakati Konsesi, Pemberi dan Penerima Konsesi haruslah menaati beberapa aspek-aspek Konsesi sebagai substansi dari dikeluarkannya Konsesi, hal ini diatur di dalam Pasal 18 Permenhub Nomor 15 Tahun 2015.

Menurut pendapat Penulis, dengan konsep Konsesi yang merupakan suatu Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang, Terhadap sengketa Konsesi apabila diajukan pada PTUN, Hakim dalam memeriksa Konsesi secara prosedur dapat melihat pengaturan dasar Konsesi (sebagaimana Konsesi yang diatur dalam Permenhub Nomor 15 Tahun 2015) dan Hakim secara substansi dalam memeriksa Konsesi dapat hingga pada pokok perjanjian, namun yang perlu diperhatikan adalah apakah pelanggaran perjanjian yang dilakukan pihak yang bersengketa telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagai batu uji sengketa TUN sebagaimana diatur di dalam Pasal 53 ayat (2) Undang Undang Peratun. Adapun AUPB yang dimaksud dalam batu uji sengketa Konsesi merupakan AUPB yang dimuat dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014. Sehingga pengujian Konsesi berpedoman pada proses administrasi dalam penerbitan Konsesi itu sendiri, adapun Hakim dalam memeriksa substansi Konsesi dengan melihat isi Perjanjian Konsesi memeriksa apakah kesepakatan Konsesi tersebut

Page 135: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

127Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

telah dilanggar dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terhadap amar Putusan sengketa Konsesi, dapat mengacu pada Pasal 97 ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) UU Peratun yang mana Putusan pengadilan dapat berupa : a. Gugatan ditolak; b. Gugatan dikabulkan; c. Gugatan tidak diterima; dan d. Gugatan Gugur. Dalam Hal gugatan dikabulkan, Maka Pejabat berwenang yang memberikan Konsesi (dalam hal ini Tergugat) diwajibkan untuk mencabut Konsesi yang telah diberikan dan mengeluarkan yang baru. Apabila Tergugat melakukan pelanggaran dalam hal mekanisme pelelangan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Permenhub Nomor 15 Tahun 2015, maka Penggugat dapat meminta ganti kerugian apabila terdapat kerugian di dalam petitum gugatan, hal ini juga dapat diajukan melalui gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) apabila terdapat perbuatan Pemerintah yang menyalahgunakan kewenangannya dan mengakibatkan kerugian dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) (Perma Nomor 2 Tahun 2019), gugatan ini dapat dilakukan apabila terdapat perbuatan Pemerintah selaku pemberi konsesi yang dianggap Penggugat telah melanggar kesepakatan sebagaimana diatur dalam Konsesi. Selanjutnya, apabila gugatan ditolak, maka penilaian terhadap pemeriksaan sengketa Konsesi berpokok pada pemutusan dan pengakhiran Konsesi yang dilakukan Tergugat dikarenakan (sebagai contoh ) alasan yang termuat dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Permenhub Nomor 15 Tahun 2015.86 Sedangkan terhadap gugatan tidak diterima, sebaiknya Hakim lebih arif dalam memeriksa dikarenakan Konsesi bukanlah produk keperdataan murni setelah berlakunya UU Nomor 30 Tahun 2014, sehingga adapun putusan dengan amar Gugatan tidak diterima,

86 Pasal 47 ayat (1) dan (2) Permenhub Nomor 15 Tahun 2015 : “ (1) Pemutusan atau pengakhiran perjanjian Konsesi dilakukan dalam hal Badan Usaha Pelabuhan : a. Tidak melaksanakan Kewajibannya sesuai yang ditetapkan dalam perjanjian Konsesi berdasarkan hasil evaluasi Penyelenggara Pelabuhan; dan b. Tidak memenuhi standar kinerja yang ditentukan dalam perjanjian konsesi; (2) Pemutusan atau pengakhiran perjanjian Konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Penyelenggara Pelabuhan setelah diberikan peringatan secara tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut dalam kurun waktu masing-masing 1 (satu) bulan.”

Page 136: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

128 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

akan lebih baik jika terkait dengan belum ditempuhnya Upaya Administratif dan juga penyelesaian sengketa sebagaimana diatur di dalam Pasal Pasal 46 ayat (2) huruf m Permenhub Nomor 15 Tahun 2015 (khusus terhadap Konsesi Pelabuhan) sehingga amar Gugatan tidak diterima tidak terkait dengan Kompetensi Absolut PTUN.

IV. PENUTUP

a. KesimpulanKonsesi setelah masuk di dalam rezim Undang-Undang

Administrasi Pemerintahan bukanlah suatu produk hukum keperdataan murni melainkan peran Badan/Pejabat Pemerintahan yang didudukkan sebagai Badan Publik memiliki kedudukkan yang lebih tinggi dan tidak setara dengan badan hukum swasta sebagai pihak yang membuat kesepakatan terhadap isi klausula konsesi, sehingga Konsesi sebagai Produk Hukum Pemerintah dapat diuji pada Pengadilan Tata Usaha Negara. Hakim dalam memeriksa sengketa Konsesi mampu menilai pada perjanjian dan kesepakatan yang dilanggar dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan serta Asas-Asas umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), Sehingga pengujian Konsesi berpedoman pada proses administrasi dalam penerbitan Konsesi itu sendiri, adapun Hakim dalam memeriksa substansi Konsesi dengan melihat isi Perjanjian Konsesi memeriksa bagaimana kesepakatan Konsesi tersebut telah dilanggar dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.b. Saran

Perlu dimuat aturan pelaksana yang lebih rinci terhadap Konsesi sehingga format Keputusan dalam bentuk Konsesi menjadi jelas dan terang dan Konsesi dapat diejawantahkan sebagai produk hukum publik sebagaimana dimaksud di dalam Undang Undang Administrasi Pemerintahan. Serta hakim dalam memeriksa Konsesi disarankan mengeluarkan putusan gugatan

Page 137: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

129Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

tidak diterima (NO), hanya apabila Konsesi tersebut belumlah melalui mekanisme musyawarah maupun upaya administrasi terhadap Pemberi Konsesi, namun bukan karena alasan tidak adanya kompetensi TUN dalam mengadili sengketa Konsesi, dikarenakan Konsesi kini telah merupakan produk administrasi sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014.

Page 138: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

130 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Buku, Makalah, Surat Kabar, dan WebsiteAtmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, 1981, Jakarta :

Penerbit Ghalia Indonesia.Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan

Tata Usaha Negara : Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, 2005, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Manan, Bagir dan Kuntara Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, 1997, Bandung: Penerbit Alumni.

Soebekti,R. Kamus Hukum, 1971, Jakarta : Pradnya Paramita.Palupi,Wulan Tunjung, “Perjalanan Berkelok Kelola MIgas dan

Tambang”, Republika, 11 November 2011.Abdullah,Ujang, “Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam

Sistem Peradilan Di Indonesia”, Sumber : https://ptun-palembang.go.id, diakses pada 26 November 2019

https://kbbi.web.id/konsesi

Peraturan Perundang-undanganUndang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4959).

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara RI Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3344).

Undang Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1,

Page 139: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

131Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818).Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831).

Undang Undang Nomor 10 Tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1759).

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070).

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Konsesi Dan Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan Di Bidang Kepelabuhanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1439).

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Nagi Pengadilan.

Page 140: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

132 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

ASAS IN DUBIO PRO NATURA DALAM SENGKETA TATA USAHA NEGARA

LINGKUNGAN HIDUP: KONSEP DAN APLIKASI

Oleh:Endri87

I. PENDAHULUAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menegaskan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.88 Di samping itu, alinea keempat UUD NRI 1945 juga mengamanahkan negara untuk memajukan kesejahteraan umum.

Bertolak dari konsep negara kesejahteraan, dapat ditarik benang merah hubungan antara eksistensi hukum administrasi dengan pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup.

87 Calon Hakim Peradilan Tata Usaha Negara Satker PTUN Jambi.88 Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059).

Page 141: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

133Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Ketiga elemen pembangunan guna memajukan kesejahteraan umum tersebut di era globalisasi ekonomi tersebut memang tidak dapat bekerja saling berkesinambungan bila tidak didukung instrumen hukum yang tangguh dan berdaulat.89 Untuk itu, pembangunan hukum yang berorientasi lingkungan hidup harus terus dilakukan secara terus menerus.

Hukum lingkungan Indonesia dapat dirunut dari UU No. 4 Tahun 1982, UU No. 23 Tahun 1997 dan yang terakhir UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH (UU PPLH). Perkembangan dari aspek legislasi tersebut juga diikuti dengan perkembangan dari sisi putusan-putusan pengadilan. Sebagai contoh Putusan Nomor 820/Pdt/G/1988 antara WALHI vs PT IIU yang memperkenalkan hak gugat organisasi lingkungan hidup. Putusan lainnya ialah Putusan No. 49/Pdt.G/2003/PN.BDG yang dikenal dengan Kasus Mandalawangi, telah memperkenalkan konsep strict liability pemerintah dan prinsip keberhati-hatian (precautionary principle).

Dalam konteks global, permasalahan lingkungan- terutama dari aspek hukum dan kebijakan- mulai mendapat perhatian serius di hampir semua negara sejak pertemuan Stockholm (1972) hingga Rio de Janeiro (1992). Dalam pertemuan tersebut secara global telah disepakati kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).90

Sistem penegakan hukum lingkungan, termasuk di dalamnya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di pengadilan dalam UU PPLH mendayagunakan aspek hukum administrasi, perdata maupun pidana. Penegakan hukum lingkungan di bidang hukum administrasi dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan bersifat preventif sedangkan sanksi administratif bersifat represif. Penyelesaian sengketa

89 I Gusti Ayu Ketut Rahmi Handayani, dkk. 2019. Hukum Administrasi Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Energi Berbasis Lingkungan. Depok: Rajawali Pers, hlm. 17.90 Supandi. “Menyongsong Sepuluh Tahun Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Refleksi Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia”. Makalah. Disampaikan Dalam Konferensi Hukum dan Lingkungan, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan Himpunan Pembina Hukum Lingkungan, Senin, 26 Agustus 2019, Depok, hlm. 2.

Page 142: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

134 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

lingkungan dari aspek administrasi yang merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya masalah lingkungan akibat kegiatan usaha yang berdampak kepada lingkungan.

Oleh karena bagian terbesar dari hukum lingkungan adalah hukum administrasi, maka Peradilan Tata Usaha Negara berperan besar dalam rangka penegakan hukum administrasi lingkungan hidup. Untuk itulah penyelesaian sengketa tata usaha negara lingkungan hidup ke PTUN, oleh hakim tidak hanya menguji dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), namun juga asas-asas khusus yang dikenal dalam sengketa lingkungan hidup, salah satunya adalah asas in dubio pro natura (in a doubt, in favor of nature). Paper ini berfokus pada pembahasan mengenai definisi dan cakupan dari asas in dubio pro natura dan melihat bagaimana penerapannya dalam pemeriksaan perkara tata usaha negara lingkungan hidup.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan tersebut, terdapat dua rumusan masalah yang diajukan:

1. Apa yang dimaksud asas in dubio pro natura dalam sengketa lingkungan hidup?

2. Bagaimana implementasi asas in dubio pro natura dalam pemeriksaan sengketa tata usaha negara lingkungan hidup?

III. PEMBAHASAN

III.a. Cakupan Definisi Asas In Dubio Pro Natura

Kelahiran asas in dubio pro natura dalam penegakan hukum lingkungan memiliki latar belakang pemikiran yang cukup panjang. Jika ditelusuri, asas in dubio pro natura memiliki relasi erat dengan asas in dubio pro reo yang dikenal dalam hukum

Page 143: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

135Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

pidana, teori biosentrisme, gagasan deep ecology, dan di saat yang sama menjadi antitesis atas konsep entrophosentrisme dan shallow ecology.

Jika dikaitkan dengan asas in dubio pro reo, konsepsi asas in dubio pro natura sejatinya bersinggungan dengan asas in dubio pro reo. Sebelumnya dalam kasus-kasus lingkungan hidup tergugat seringkali lolos dari tuntutan ganti rugi karena ketika hakim mengalami keragu-raguan mengenai suatu hal maka hakim menjatuhkan hukuman yang ringan terhadap terdakwa, dengan kata lain mengimplementasikan asas in dubio pro reo sebagai pedoman. Seiring dengan perubahan paradigma dari homo-centris ke eco-centris maka dalam penyelesaian sengketa di pengadilan asas in dubio pro reo berganti menjadi asas in dubio pro natura yang artinya ketika hakim mengalami suatu keragu-raguan terhadap alat bukti yang ada maka hakim mengedepankan perlindungan lingkungan dalam putusannya. 91

Selama ini terdapat dualisme pemikiran di satu sisi ada pemikiran bahwa lingkungan dipandang secara dangkal (shallow ecology) di sisi yang lain lingkungan dilihat secara mendalam (deep ecology). Shallow ecology dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran antrophosentris, utilitarisme atau konsep-konsep ekonomi bahwa lingkungan itu dieksploitasi untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya. Berlawanan dengan pandangan tersebut, deep ecology bermula dari pemikiran biosentrisme yang melihat lingkungan itu harus dipelihara, lingkungan harus dilestarikan demi ekologi atau tempat hidup bersama.92

Ekologi dalam (deep ecology) merupakan teori etika lingkungan yang berintikan biosentrisme. Manusia bukan sekedar makhluk sosial melainkan makhluk ekologis. Kehidupan manusia tidak dapat ditemukan hanya dalam masyarakat melainkan ditemukan dalam komunitas ekologis dalam perwujudan dirinya

91 Imamulhadi. “Perkembangan Prinsip Strict Liability dan Precautionary dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Pengadilan”. Jurnal. Mimbar Hukum Vol. 25 No. 3, Oktober 2013, hlm. 429.92 Meda Desi Kartikasari. 2018. “Menelisik Akar Pemikiran Asas In Dubio Pro Natura dalam Penegakan Hukum”. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, hlm. 24.

Page 144: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

136 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

sebagai makhluk ekologis.93

Deep ecology merupakan salah satu varian pengembangan teori ekosentrisme dalam ragam teori etika lingkungan hidup yang sekarang ini dikenal sebagai in dubio pro natura. Deep ecology diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia pada 1973. Dua hal mendasar dalam deep ecology, yaitu:

1. Manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia bukan pusat dari dunia moral, tetapi memusatkan perhatian pada biosfer seluruhnya, yakni kepentingan seluruh komunitas ekologis. Perhatian bersifat jangka panjang.

2. Etika lingkungan hidup yang dikembangkan dirancang sebagai sebuah etika praktis, berupa sebuah gerakan yang diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. Pemahaman baru tentang relasi etis yang ada di alam semesta, disertai adanya prinsip-prinsip baru yang sejalan dengan relasi etis tersebut, kemudian diterjemahkan dalam aksi nyata di lapangan.94

Asas in dubio pro natura atau disebut dengan istilah ekologi dalam (deep ecology), dalam hukum internasional dikenal sebagai prinsip kehati-hatian (precautionary principle). Precautionary principle merupakan prinsip yang diatur dalam United Nations Conference on Enviromental and Development di Rio de Janeiro tahun 1992 termuat pada prinsip ke 15. Precautionary principle merupakan turunan atas prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).95

Konsep in dubio pro natura awalnya merupakan bagian dari prinsip kehati-hatian yang dirumuskan dalam Deklarasi Rio. Tujuan dari prinsip kehati-hatian adalah perlindungan yang memadai untuk lingkungan, baik demi lingkungan itu sendiri maupun untuk kebaikan umat manusia. Secara umum, prinsip kehati-hatian menuntut adanya tindakan pada tahap awal sebagai

93 Ibid, hlm. 41.94 Ibid, hlm. 42-43.95 Ibid, hlm. 12.

Page 145: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

137Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

respon terhadap ancaman bahaya lingkungan, termasuk pada situasi ketidakpastian. Dengan menerapkan prinsip ini berarti memberi manfaat dari keraguan pada lingkungan yakni disebut in dubio pro natura. Prinsip kehati-hatian merupakan tindakan pencegahan. Manfaat yang diharapkan dari prinsip ini adalah menghindari kemungkinan kerusakan yang makin parah.96

Asas kehati-hatian bermakna bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.97

Dalam SK KMA No. 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup juga mencantumkan:

Prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dikenal pula dengan istilah in dubio pro natura, terutama dalam penerapan untuk perkara perdata dan tata usaha negara di bidang lingkungan hidup. Prinsip ini bersumber dari prinsip ke-15 Deklarasi Rio: “Untuk melindungi lingkungan, prinsip kehati-hatian harus diterapkan di setiap negara sesuai dengan kemampuan negara yang bersangkutan. Apabila terdapat ancaman kerusakan yang serius atau tidak dapat dipulihkan, ketiadaan bukti ilmiah tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya pencegahan penurunan fungsi lingkungan”. Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian ini, maka hakim wajib mempertimbangkan situasi dan kondisi yang terjadi dan memutuskan apakah pendapat ilmiah didasarkan pada bukti dan metodologi yang dapat dipercaya dan telah teruji kebenarannya (sah dan valid).98

96 Wahyu Risaldi, dkk. “Penerapan Asas In Dubio Pro Natura dan In dubio Pro Reo oleh Hakim Perkara Lingkungan Hidup”. Jurnal. Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20 No. 3, hlm. 554.97 Penjelasan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH.98 Keputusan KMA No. 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, hlm. 5. Lihat juga Rio Declaration untuk versi aslinya.

Page 146: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

138 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Per Sandin memberikan penafsiran atas konsep asas kehati-hatian melalui empat aspek:

a. Adanya ancaman karena suatu kegiatan yang berpotensi bahaya (potentially dangerous action);

b. Ketidakpastian ilmiah (before scientific proof established);c. Adanya tindakan untuk membatasi, mengatur, atau

mencegah; dand. Sifat wajib dari tindakan tersebut (mandatory).99

Menurut Philippe Sands, batasan pengertian prinsip kehati-hatian mengerucut pada tiga hal:, yaitu sifat ancaman kerusakan lingkungan begitu serius dan bersifat tidak dapat dipulihkan (irreversible); terdapat ketidakpastian ilmiah (scientific uncertainty); dan perlunya preventif, mencakup upaya pencegahan hingga biaya-biaya yang mendukung penanganan secara efektif (cost effectiveness).100

SK KMA No. 36/KMA/SK/II/2013 juga menambahkan bahwa yang dimaksud precautionary principle adalah dalam hal tidak ada alasan atau alat bukti yang cukup, maka tidak bisa menghalangi hakim untuk melakukan pencegahan adanya kerusakan lingkungan. Dalam pembuktian perkara lingkungan hidup dan tidak adanya bukti ilmiah dalam menentukan hubungan kausalitas antara kegiatan manusia dengan pengaruh pada lingkungan, maka pengadilan harus menerapkan precautionary principle sebagai hak konstitusi atas ekologi yang sehat. Misalnya hakim memerintahkan agar tergugat melakukan upaya perlindungan lingkungan hidup dalam putusan pokok perkara, meskipun membutuhkan biaya yang lebih besar daripada rencana awal kegiatan.101

99 Wahyu Yun Santoso, dkk. “Signifikansi Pendekatan Kehati-hatian Dalam Pengaturan Organisme Transgenik di Indonesia”. Jurnal. Jurnal Hukum Lingkungan Vol. 4 Issue 1, September 2017, hlm. 93.100 Ibid.101 Keputusan KMA No. 36/KMA/SK/II/2013, hlm. 25

Page 147: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

139Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Standard penerapan precautionary principle adalah:102

• Ancaman terhadap manusia atau kesehatan misalnya kegiatan pembangkit listrik tenaga nuklir;

• Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak mempertimbangkan kelestarian fungsi lingkungan untuk generasi yang akan datang, misalnya kegiatan pembangunan jalan yang melintasi kawasan hutan lindung; atau

• Melakukan kegiatan tanpa mempertimbangkan (prejudice) hak-hak lingkungan dari pihak yang menerima dampak tersebut.

Precautionary principle merupakan instrumen pencegahan pencemaran atau perusakan terkait masalah yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan, yaitu adanya ketidakpastian ilmu pengetahuan dalam memperkirakan dampak lingkungan. Dalam pengembangan kebijakan yang berwawasan lingkungan perumus kebijakan harus membuat keputusan-keputusan meskipun dihadapkan pada ketidakpastian ilmu pengetahuan dalam memprediksi dampak lingkungan. Pada kondisi inilah precautionary principle diimplementasikan. Precautionary principle mencerminkan pemikiran tentang tindakan sebelum kerugian timbul dan juga sebelum bukti ilmiah konklusif diperoleh. Hal ini berarti harus menunggu adanya bukti ilmiah konklusif dan bukti tentang tingkat risiko yang pasti tetapi harus mencegah terjadinya kerugian lingkungan.103

Ketidakpastian ilmu pengetahuan meliputi ketidakpastian pragmatis, ketidakpastian teoritis, kompleksitas dalam sistem terbuka, dan ketidakpastian yang diakibatkan oleh kerugian yang tidak tampak. Ketidakpastian pragmatis yaitu bila para pakar tidak memiliki cukup waktu dan dana untuk melakukan penelitian yang wajar, sedangkan pembuat keputusan membutuhkan segera hasil-hasil atau informasi yang diperlukan dalam pembuatan

102 Ibid.103 Imamulhadi. Op.Cit, hlm. 428.

Page 148: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

140 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

keputusan. Ketidakpastian teoritis yaitu perbedaan pandangan secara teori diantara pakar-pakar ilmu lingkungan, dan terjadinya perbedaan interpretasi data dan temuan-temuan. Ketidakpastian kompleksitas dalam sistem terbuka terjadi karena alam sulit diprediksi atau diperkirakan secara pasti. Ketidakpastian kerugian yang tampak karena kerugian lingkungan sulit untuk diamati dan oeh karenanya sulit dipantau atau dipahami.104

Precautionary principle menghendaki kepentingan lingkungan (environment legal interest) harus selalu dipertimbangkan dalam setiap kebijakan terkait pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan, dengan demikian prinsip ini haruslah diperhatikan dalam konteks pengambilan kebijakan di pemerintah, namun juga diperhatikan hakim dalam proses penyelesaian sengketa di pengadilan. Hakim dapat menjadikan precautionary principle sebagai alat uji (toetsing gronden) dalam pemeriksaan perkara, dengan demikian prinsip kehati-hatian tidak hanya preventif tetapi juga represif. Dengan diterapkannya precautionary principle dalam putusan hakim, maka prinsip tersebut telah menurunkan asas in dubio pro natura, apabila terjadi ketidakpastian ilmiah maka hakim harus mengambil keputusan yang menguntungkan lingkungan hidup.

Dengan demikian, dalam tujuan penegakan hukum lingkungan, penerapan precautionary principle yang awalnya berada pada tataran pengelolaan dan kebijakan bergerak ke tataran penyelesaian sengketa. Dalam tataran kebijakan (policy) disebut sebagai precautionary pinciple, sedangkan dalam penyelesaian sengketa di pengadilan menurunkan asas in dubio pro natura.

Sejauh pembacaan terhadap literatur, penulis berpendapat bahwa selain bermakna ketidakpastian ilmiah (scientific uncertainty), asas in dubio pro natura juga dapat dimaknai dalam konteks terdapat ketidakpastian hukum (legal uncertainty). Dalam proses pemeriksaan perkara, sangat mungkin hakim mengalami kesulitan atau keragu-raguan menerapkan hukum pada kasus konkret untuk menjamin tercapainya kepastian hukum, keadilan

104 Ibid, hlm. 429.

Page 149: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

141Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dan kemanfaatan secara proporsional dalam putusannya.Asas in dubio pro natura bermakna dalam keadaan yang

meragukan, masa transisi atau adanya perubahan keadaan hukum, maka hendaknya digunakan ketentuan yang paling menguntungkan bagi lingkungan.105

Ketidakpastian hukum tersebut dapat berbentuk: 1) norma hukum kabur (vage normen), 2) adanya konflik norma (antinomi) dan 3) norma hukum kosong (leemtenin het recht).106 Yang dimaksud norma kabur adalah aturan hukum memuat rumusan yang sangat umum atau aturan yang tidak jelas, sedangkan hakim dihadapkan pada kejadian yang spesifik dan individual. Konflik norma terjadi jika terdapat beberapa peraturan yang mungkin dapat diterapkan pada suatu kasus konkret, sedangkan norma kosong berarti tidak terdapat satupun aturan yang dapat diterapkan.107

Dengan demikian, hemat penulis asas in dubio pro natura dalam sengketa lingkungan hidup dapat dimaknai dalam dua bentuk, 1) keragu-raguan hakim dalam hal adanya ketidakpastian ilmiah (scientific uncertainty), dan 2) keragu-raguan hakim dalam hal terdapat ketidakpastian hukum (legal uncertainty). Jika dalam kondisi keragu-raguan (in dubio) yang demikian, asas ini menghendaki hakim memutus dengan berpihak pada kepentingan lingkungan (pro natura).

III.b. Asas In Dubio Pro Natura dalam Pemeriksaan Sengketa Tata Usaha Negara Lingkungan Hidup

Perkara lingkungan hidup dikategorikan sebagai perkara yang bersifat struktural yang menghadapkan secara vertikal antara pihak yang memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya dengan pihak yang memiliki akses terbatas. Jenis perkara

105 Pusdiklat Teknis Peradilan. “Modul Diklat Tahap 3 Materi Terkait Kasus Lingkungan Hidup PPC Terpadu Peradilan TUN”. Modul. Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI, hlm. 6.106 Philipus M. Hadjon. “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”. Jurnal. Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga No. 6 Tahun IX/1994, hal 13.107 Pusdiklat Teknis Peradilan. Modul Diklat Tahap 3 Materi Logika Hukum PPC Terpadu Peradilan TUN. Modul. Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI.

Page 150: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

142 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

lingkungan hidup sendiri terdiri dari: Pertama, pelanggaran terhadap peraturan administrasi di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kedua, pelanggaran ketentuan perdata dan pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kedua jenis tersebut juga termasuk pelanggaran atas peraturan mengenai kehutanan, perkebunan, pertambangan, pesisir dan kelautan, tata ruang, sumber daya air, energi, perindustrian, dan konservasi sumber daya alam.108

Tujuan diaturnya penyelesaian sengketa lingkungan hidup antara lain adalah agar pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat dihentikan, ganti rugi dapat diberikan, penanggung jawab usaha/kegiatan menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan pemulihan lingkungan dapat dilaksanakan.109

Fungsi penegakan hukum atas pelanggaran administrasi di bidang lingkungan hidup tersebut merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara lingkungan hidup yang diajukan padanya. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara bertujuan untuk mencegah atau menghentikan pencemaran lingkungan yang terjadi melalui prosedur hukum administrasi.

Dalam UU PPLH, dasar hukum gugatan administratif diatur dalam Pasal 93 UU PPLH. Diaturnya mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara di dalam UU PPLH merupakan suatu kemajuan di bidang hukum lingkungan, mengingat sebagian besar hukum lingkungan adalah hukum administrasi.110

Pasal 93 UU PPLH menentukan bahwa yang menjadi kompetensi absolut PTUN dalam sengketa lingkungan hidup

108 Supandi. Op.Cit, hlm. 3.109 Handri Wirastuti, dkk. “Sengketa Lingkungan dan Penyelesaiannya”. Jurnal. Jurnal Dinamika Hukum Vo. 10 No. 2 Mei 2010, hlm. 170.110 A’an Effendi. “Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Peradilan Tata Usaha Negara”. Jurnal. Jurnal Perspektif Volume XVIII No. 1 Tahun 2013 Edisi Januari, hlm. 15.

Page 151: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

143Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

adalah mengadili, memeriksa dan memutus sengketa TUN yang disebabkan oleh penerbitan KTUN di bidang lingkungan hidup. Pasal 93 UU PPLH menentukan bentuk-bentuk Keputusan Tata Usaha Negara di bidang lingkungan hidup yang menjadi kompetensi absolut PTUN, yaitu:

1. Izin lingkungan yang tidak disertai dengan dokumen amdal, padahal wajib amdal;

2. Izin lingkungan yang tidak disertai dengan dokumen UKL/UPL, padahal wajib UKL/UPL;

3. Izin usaha/kegiatan yang tidak disertai dengan izin lingkungan.Apabila terdapat izin-izin yang berkaitan dengan

lingkungan hidup oleh Pejabat Pemerintahan yang tidak memenuhi persyaratan atau melanggar prosedur dan/atau melanggar secara substansi dalam penerbitannya dapat mengajukan gugatan untuk menyatakan batal atau tidak sah KTUN tersebut melalui gugatan tata usaha negara.

Dalam pembahasan sebelumnya, penulis sudah memaparkan bahwasannya keraguan-raguan hakim setidaknya mencakup dua hal, 1) keragu-raguan ilmiah, dan 2) keragu-raguan hukum. Dalam proses pemeriksaan sengketa, keragu-raguan tersebut idealnya haruslah diminimalisir agar hakim mampu menarik kesimpulan secara tepat atas pokok permasalahan perkara untuk selanjutnya menghasilkan putusan yang memberikan kepastian hukum, keadilan dan kebermanfaatan secara proporsional. Untuk itu, penulis dapat menguraikan dua cara untuk meminimalisir keragu-raguan hakim tersebut.

Pertama, dalam hal meminimalisir keragu-raguan hakim ketika adanya ketidakpastian ilmiah, maka hakim dituntut untuk memaksimalkan tahapan pembuktian di persidangan. Kuncinya ada pada alat bukti ilmiah (scientific evidence) dan ahli lingkungan (environmentalists) berpengetahuan khusus yang kompeten.

Meskipun alat bukti ilmiah tidak diatur dalam hukum

Page 152: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

144 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

acara Peradilan Tata Usaha Negara, namun Mahkamah Agung sendiri menerbitkan SK KMA No. 36/KMA/SK/II/2013 yang menentukan bahwasannya bukti ilmiah dapat digunakan dalam perkara lingkungan. Tujuan bukti ilmiah dalam kasus lingkungan adalah untuk menambah keyakinan hakim serta memberikan panduan bagi hakim untuk menilai keotentikan suatu alat bukti.111

Sebagaimana karakteristik utama perkara lingkungan hidup, pendekatan dengan scientific evidence sangat diperlukan. Ditambah pula keterangan ahli yang mampu menerjemahkan scientific evidence tadi menjadi legal evidence, terutama dalam tahap pembuktian di persidangan. Scientific evidence adalah alat bukti petunjuk tidak langsung berupa bukti-bukti ilmiah seperti hasil laboratorium, foto satelit, keterangan ahli yang menerangkan telah terjadi adanya kerusakan dan pencemaran lingkungan, yang masyarakat sendiri-pun tidak menyadari bahwa hal yang demikian telah terjadi.112

Hakim perlu memiliki kemampuan untuk menilai suatu bukti ilmiah. Hakim dapat mengandalkan kemampuannya sendiri untuk menilai bukti ilmiah tersebut. Namun, dalam perkara lingkungan yang sulit dan kompleks, besar kemungkinan hakim memerlukan bantuan ahli untuk menilai bukti ilmiah. Hakim membutuhkan ahli berpengetahuan khusus yang relevan dengan perkara yang sedang diperiksa.113

Pembuktian di persidangan haruslah mampu dimaksimalkan hakim dengan memperbanyak alat bukti ilmiah dan keterangan ahli yang dapat membantu hakim menerjemahkan bukti-bukti ilmiah tadi menjadi legal evidence. Di samping itu, bukti ilmiah dan keterangan ahli juga perlu dinilai sah dan validnya oleh hakim. Sebagai gambaran, dalam kasus pidana lingkungan perkara pencemaran Kali Surabaya, Mahkamah Agung dalam

111 Keputusan KMA No. 36/KMA/SK/II/2013, hlm. 26.112 Supandi. Op.Cit, hlm. 4.113 Windu Kisworo. “Aplikasi Prinsip-Prinsip Terkait Bukti Ilmiah (Scientific Evidence) di Amerika Serikat dalam pembuktian Perkara Perdata Lingkungan di Indonesia”. Jurnal. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 5 No. 1 Tahun 2018, hlm. 24

Page 153: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

145Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Putusannya Nomor 1479 K/Pid/1989 mendefinisikan bahwa suatu alat bukti dianggap sah apabila proses pengambilannya dilakukan dalam rangka pro justisia dengan prosedur acara yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Sedangkan alat bukti dianggap valid apabila proses pengambilan dan pemeriksaannya didasarkan pada metodologi ilmu pengetahuan yang paling sahih, terbaru, dan diakui oleh para ahli dalam bidang ilmu yang bersangkutan. Ukuran sah dan valid bukti ilmiah di Peradilan Tata Usaha Negara perlu dirumuskan sebagai pegangan hakim bagaimana menilai validitas bukti ilmiah dan pendapat ahli yang di hadirkan dalam sengketa lingkungan.

Bukti ilmiah yang ada seringkali bersifat tidak lengkap (incomplete) dan tidak pasti (uncertain) sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi hakim. Untuk itu, bukti ilmiah harus didukung dengan keterangan ahli di persidangan untuk menjadikan sebagai bukti hukum. Dalam pembuktian ilmiah tersebut, apabila ada dua keterangan ahli yang berbeda maka hakim dapat: 1) memilih keterangan berdasarkan keyakinan hakim dengan memberikan alasan dipilihnya keterangan alat bukti yang dihadirkan oleh keterangan ahli; atau 2) menghadirkan ahli lain dengan pembebanan biaya berdasarkan kesepakatan para pihak; 3) menerapkan prinsip kehati-hatian.114

Perlu disadari, di satu sisi teknologi telah menjadi media yang memudahkan dilakukannya ekploitasi sumber daya alam yang berdampak pada lingkungan, di sisi lain teknologi juga harus mampu dimanfaatkan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam kaitannya dengan pemeriksaan sengketa lingkungan hidup di PTUN yang merupakan sarana penegakan hukum administrasi terhadap kerusakan lingkungan, pendekatan teknologi harus dapat dimaksimalkan dengan menghadirkan bukti ilmiah yang akurat pada tahap pembuktian, termasuk dikuatkan dengan keterangan ahli yang berpengetahuan khusus dan berkompeten. Hal ini sangat membantu Majelis

114 Keputusan KMA No. 36/KMA/SK/II/2013, hlm. 26

Page 154: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

146 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Hakim meminimalisir ketidakpastian ilmiah yang kemungkinan muncul dalam pemeriksaan perkara sehingga membantu hakim menemukan kebenaran materiil, menilai apakah keputusan tata usaha negara lingkungan tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan atau tidak.

Kedua, meminimalisir keragu-raguan hakim dalam hal adanya ketidakpastian hukum, maka hakim dituntut untuk melakukan penemuan hukum (rechstvinding) dengan metode-metode yang dikenal dalam ilmu hukum, baik melalui interpretasi maupun konstruksi hukum. Salah satunya ialah dengan menerapkan asas-asas kebijakan lingkungan yang dikenal dalam doktrin, konvensi-konvensi internasional mengenai lingkungan hidup, dan yurisprudensi yang secara teori lebih cepat menangkap perkembangan hukum dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana tertuang dalam SK KMA No. 36/KMA/SK/II/2013, asas-asas kebijakan lingkungan (principles of enviromental policy) meliputi: 115

Prinsip substansi hukum lingkungan (substantive legal principles);

a. Prinsip-prinsip proses (principles of process);b. Prinsip keadilan (equitable principles).

NoAsas-Asas Kebijakan

LingkunganRincian Prinsip

1 Prinsip substansi hukum lingkungan

Prinsip pencegahan bahaya lingkunganPrinsip kehati-hatianPrinsip pencemar membayarPrinsip pembangunan berkelanjutan

115 Keputusan KMA No. 36/KMA/SK/II/2013, hlm. 5

Page 155: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

147Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

2 Prinsip-prinsip proses

Prinsip pemberdayaan masyarakatPrinsip pengakuan terhadap daya dukung dan keberlanjutan ekosistemPrinsip pengakuan hak masyarakat adat dan masyarakat sekitarPrinsip daya penegakan

3 Prinsip keadilan

Prinsip keadilan antar generasiPrinsip pembagian beban tanggungjawab bersama secara proporsionalPrinsip keadilan pemanfaatan sumber daya

Asas-asas kebijakan lingkungan tersebut dapat dijadikan dasar pengujian oleh hakim terhadap KTUN di bidang lingkungan sebagai bagian dari AUPB. Asas-asas tersebut dapat digunakan hakim sebagai batu uji dalam hal hakim ragu-ragu dalam menerapkan ketentuan perundang-undangan atas kasus lingkungan yang sedang diperiksa, baik karena norma hukum kabur, adanya konflik norma atau karena norma hukum kosong.

Penggunaan asas-asas kebijakan lingkungan dalam pertimbangan-pertimbangan hakim di satu sisi memberikan hakim alat untuk menguji keabsahan suatu keputusan, di sisi lain mencerminkan sikap keberpihakan terhadap lingkungan dalam penyelesaian sengketa lingkungan. Asas in dubio pro natura menuntun hakim dalam hal ada keragu-raguan ketika akan menerapkan hukum apa yang tepat untuk menyelesaikan kasus konkret tadi, asas tersebut menghendaki hakim untuk lebih berpihak pada kepentingan lingkungan. Dapatlah dikatakan asas in dubio pro natura menghendaki keberpihakan hakim pada lingkungan hidup.

Selain itu, SK KMA No. 36/KMA/SK/II/2013 juga menyebutkan: “Dalam menangani perkara lingkungan hidup para hakim diharapkan bersikap progresif karena perkara lingkungan hidup sifatnya rumit dan banyak ditemui adanya bukti-bukti ilmiah (scientific evidence), oleh karenanya hakim lingkungan haruslah berani menerapkan

Page 156: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

148 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan melakukan judicial activism”.

Pertanyaan berikutnya bagaimana asas in dubio pro natura jika dihubungkan dengan Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengharuskan hakim memutus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim? Bukan sekilas kedua hal tersebut saling bertentangan?

Pada praktiknya, asas in dubio pro natura sebagai sebuah asas dapat dikatakan hampir tidak pernah digunakan sebagai batu uji dalam pertimbangan hukum putusan, hakim lebih banyak menerapkan asas-asas kebijakan lingkungan yang lain seperti precautionary principle. Hal tersebut menurut penulis merupakan suatu hal yang tepat, asas tersebut tidak dapat langsung digunakan sebagai batu uji karena berpotensi menunjukkan adanya keragu-raguan hakim dalam memutus perkara. Keragu-raguan hakim sebagaimana tergambar dalam asas in dubio pro natura secara sekilas memang menegasikan ketentuan Pasal 107 tersebut.

Oleh karena itu, penulis berpendapat asas in dubio pro natura dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara lingkungan hidup haruslah dipahami sebagai sebuah konsep sekaligus pedoman (guideline) bagi hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa lingkungan. Artinya, jika terdapat keraguan-raguan hakim baik dalam bentuk ketidakpastian ilmiah maupun ketidakpastian hukum ketika memeriksa sengketa lingkungan, maka hakim diarahkan untuk berpihak pada kepentingan lingkungan, dengan kata lain pro natura yang bertujuan mencegah terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup.

Jika dipahami dengan cara yang demikian, maka dapat disimpulkan bahwa asas in dubio pro natura dalam pemeriksaan sengketa di PTUN didudukkan sebagai panduan bagi hakim untuk memenuhi ketentuan Pasal 107 UU Peratun. Asas in dubio pro natura menghendaki hakim harus memperoleh bukti-bukti yang valid selama persidangan dan berkeyakinan bahwa dengan

Page 157: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

149Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

terbitnya suatu KTUN di bidang lingkungan tersebut memang benar-benar tidak akan berdampak negatif bagi lingkungan hidup.

Jika uraian pembahasan di atas digambarkan dalam sebuah skema, maka akan terlihat sebagai berikut:

IV. PENUTUP

a. Kesimpulan1. Asas in dubio pro natura dalam sengketa lingkungan

hidup dapat dimaknai dalam dua bentuk, 1) keragu-raguan hakim dalam hal adanya ketidakpastian ilmiah (scientific uncertainty), dan 2) keragu-raguan hakim dalam hal terdapat ketidakpastian hukum (legal uncertainty). Dalam kondisi keragu-raguan (in dubio) tersebut, asas ini menghendaki hakim berpihak pada kepentingan lingkungan (pro natura).

2. Ketidakpastian ilmiah dapat diminimalisir dengan memaksilkan bukti ilmiah (scientific evidence) dan ahli lingkungan (environmentalists) berkompeten pada tahap pembuktian. Ketidakpastian hukum diatasi dengan melakukan penemuan hukum dengan menerapkan asas-asas kebijakan lingkungan. Asas in dubio pro natura dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara lingkungan hidup

Page 158: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

150 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

dipahami sebagai pedoman (guideline) bagi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

b. Saran1. Mahkamah Agung perlu memberikan arahan dalam

Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup bagaimana menilai suatu bukti ilmiah, ukuran sah dan valid bukti ilmiah dan bagaimana memastikan keterangan ahli didasarkan pada teori atau metode ilmiah. Hal tersebut membantu hakim menyeleksi validitas bukti ilmiah dan ahli yang dihadirkan di persidangan sehingga alat bukti menjadi relevan digunakan dalam menyelesaikan sengketa.

2. Mahkamah Agung dapat mengkodifikasikan berbagai putusan sebagai yurisprudensi perkara lingkungan hidup. Hal tersebut memudahkan hakim-hakim mencari berbagai kaidah hukum yang dapat digunakan dalam pertimbangan putusan.

3. Mengoptimalkan pembekalan dan pendidikan/pelatihan hakim lingkungan hidup, baik mengenai pengetahuan lingkungan hidup maupun hukum acara tertentu dalam pemeriksaan perkara. Termasuk di dalamnya program sertifikasi, pendidikan dan pelatihan, dan sosialisasi yang bertujuan meningkatkan kompetensi hakim.

Page 159: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

151Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undanganKeputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 36/KMA/SK/

II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara (Lembaran Negara RI Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3344).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059).

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5601).

Buku, Makalah dan JurnalA’an Effendi. “Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui

Peradilan Tata Usaha Negara”. Jurnal. Jurnal Perspektif Volume XVIII No. 1 Tahun 2013 Edisi Januari.

Handri Wirastuti, dkk. “Sengketa Lingkungan dan Penyelesaiannya”. Jurnal. Jurnal Dinamika Hukum Vo. 10 No. 2 Mei 2010.

I Gusti Ayu Ketut Rahmi Handayani, dkk. 2019. Hukum Administrasi Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Energi Berbasis Lingkungan. Depok: Rajawali Pers.

Page 160: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

152 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Imamulhadi. “Perkembangan Prinsip Strict Liability dan Precautionary dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Pengadilan”. Jurnal. Mimbar Hukum Vol. 25 No. 3, Oktober 2013.

Philipus M. Hadjon. “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”. Jurnal. Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga Nomor 6 Tahun IX/1994.

Supandi. “Menyongsong Sepuluh Tahun Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Refleksi Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia”. Makalah. Disampaikan dalam Konferensi Hukum dan Lingkungan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan Himpunan Pembina Hukum Lingkungan, Senin, 26 Agustus 2019, Depok.

Wahyu Risaldi, dkk. “Penerapan Asas In Dubio Pro Natura dan In dubio Pro Reo oleh Hakim Perkara Lingkungan Hidup”. Jurnal. Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20 No. 3.

Wahyu Yun Santoso, dkk. “Signifikansi Pendekatan Kehati-hatian Dalam Pengaturan Organisme Transgenik di Indonesia”. Jurnal. Jurnal Hukum Lingkungan Vol. 4 Issue 1, September 2017

Windu Kisworo. “Aplikasi Prinsip-Prinsip Terkait Bukti Ilmiah (Scientific Evidence) di Amerika Serikat dalam pembuktian Perkara Perdata Lingkungan di Indonesia”. Jurnal. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 5 No. 1 Tahun 2018.

Lain-lainMeda Desi Kartikasari. 2018. Menelisik Akar Pemikiran Asas In

Dubio Pro Natura dalam Penegakan Hukum. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Page 161: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

153Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Pusdiklat Teknis Peradilan. Modul Materi Terkait Kasus Lingkungan Hidup PPC Terpadu Peradilan TUN. Modul. Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI.

Pusdiklat Teknis Peradilan. Modul Diklat Tahap 3 Materi Logika Hukum PPC Terpadu Peradilan TUN. Modul. Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI.

Rio Declaration by United Nation Conference on Environment and Development 1992.

Page 162: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

154 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Page 163: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

155Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

PROFIL PENULIS

Endri, putra Aceh kelahiran Meulaboh, 15 Juli 1994. Sekarang berkarir sebagai Calon Hakim TUN satker PTUN Jambi. Lulusan FH UGM ini tertarik dengan isu-isu sejarah, hukum ketatanegaraan dan administrasi negara, dan sastra melayu klasik. Korespondensi via :[email protected]

Rahmadian Novira, kelahiran Padang, 30 November 1993. Saat ini Calon Hakim pada PTUN Padang. Merupakan alumnus Universitas Andalas (S1). Tertarik dengan isu-isu hukum kepegawaian dan karya sastra, juga menggeluti dunia fotografi. Korespondensi via :[email protected]

Rizki Ananda, kelahiran Bogor, 7 Juni 1991. Saat ini Calon Hakim pada PTUN Banda Aceh. Merupakan alumnus Universitas Syiah Kuala (S1) dan Universitas Indonesia jurusan kenegaraan (S2). Tertarik dengan isu-isu mengenai otonomi khusus, ketatanegaraan, fotografi, musik klasik dan kuliner. Korespondensi via :[email protected]

Page 164: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

156 Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Maryam Nur Hidayati, kelahiran Sleman, 30 April 1994. Saat ini Calon Hakim PTUN Kupang. Tertarik dengan isu hukum ketatanegaraan dan administrasi pemerintahan serta menyukai kuliner. Korespondensi di:[email protected]

Azza Azka Norra, kelahiran Pati, 11 April 1990. Saat ini Calon Hakim PTUN Pangkalpinang dan menjalankan tugas magang di PTUN Medan. Tertarik untuk mencoba makanan baru, info gadget terkini, dan hal-hal tentang otomotif.

Aini Sahara, kelahiran Kalianda, 25 Maret 1992. Saat ini sebagai Calon Hakim PTUN Bandar Lampung dengan Penempatan magang PTUN Medan. Tertarik dengan dunia kuliner dan travelling. Korespondensi via: [email protected]

Anissa Yanuartanti, kelahiran Bantul, 5 Januari 1993. Saat ini Calon Hakim PTUN Mataram yang sedang magang di PTUN Medan. Tertarik dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. korespondensi via [email protected].

Page 165: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha

157Antologi Hukum Peradilan Administrasi : Catatan Akhir Magang

Fajar Satriaputra, lahir di Bukittinggi, 29 Oktober 1995. Saat ini Calon Hakim pada PTUN Gorontalo. Merupakan alumnus Universitas Andalas. Kontak di:[email protected]

Vinky Rizky Oktavia, kelahiran Ujung Pandang, 19 Oktober 1988. Saat ini Cakim satker PTUN Gorontalo dan menjalankan tugas magang di PTUN Medan. Tertarik pada olahraga dan kuliner

Vivi Ayunita Kusumandari, kelahiran Surabaya, 29 Maret 1991. Saat ini Calon Hakim pada PTUN Pangkalpinang. Merupakan alumnus Universitas Indonesia (S1 dan S2). Tertarik dengan isu-isu mengenai Pemilu dan Pemerintahan Daerah, Korespondensi via :[email protected]

Page 166: CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARASecure Site ptun-medan.go.id/wp-content/uploads/2020/...Penggunaan Surat Tugas Sebagai Dasar Beracara Bagi Tergugat Pada Peradilan Tata Usaha