burhanuddin

download burhanuddin

of 61

Transcript of burhanuddin

PROPOSAL TESIS

1

Artikel

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DHARMASRAYA : IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH DAN KOTA SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PUSAT PELAYANAN

Oleh :Drs. BURHANUDDIN, M.Si.Pembimbing :Prof. Dr. SYAFRIZAL, S.E., M.A.Prof. Dr. FASHBIR M. NOOR SIDIN, S.E., M.S.P.

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS ANDALASPADANG2007

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DHARMASRAYA : IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH DAN KOTA SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PUSAT PELAYANAN

Oleh :Drs. BURHANUDDIN, M.Si.Prof. Dr. SYAFRIZAL, S.E., M.A.Prof. Dr. FASHBIR M. NOOR SIDIN, S.E., M.S.P.

ABSTRACTThe regional development issue is one of the subject matter for Dharmasraya Regency, nowadays. As a new regency, it was proyected to be come expectation area for itscommunity toward the governance and development implementation effectiveness, this region needs that to be planned the its development since the beginning time. The regional development must be realized in the generalization of development result and the balance of regional developing accord to regional characterictic and potential economic sectors. This case is relevant to the basic purpose of regional extention as one of the local government or public intervention to guide and arranggate the regional development in order to better for the future.

The aims of this research are to identify the economic basic sectors in sub regional which have synergic potential each other, to analyize where the sub regional most optimal to specify as an economic growth centre and public services centre, and to formulate the regional developing strategy of Dharmasraya Regency foreward that combine the economic growth and the development generalization based synergic potential of the pertinent sub regional.

The researching result shows that sectorally, synergy potention in Dharmasraya Regency can be implementated on the all of sectors, and specially, it is folded the four sub-districts on this time as the synergy place of inter subregions development policy. While, the most adventage of synergy probability on the four sectors that be integrated with the regional potention of Dharmasraya Regency; agriculture sector, mineral and diging sector, electricity, gase and water supplysector, and building sector. To be invented too that the most optimal city to be choised as a growth centre is not al of once as a service for Dharmasraya Regency. Here is the potential subdistrict to be developed as the optimality growth centre is Koto Baru Subdistrict and the potential subdistrict to be developed as the optimality service centre is Pulau Punjung Subdistrict.

Based on this research, can be concluted and formulated a regional developing strategy as a combination of the some developing approach that be realized in the developing strategy of capital city as a public service centre, the strategic city developing as an economic growth and production centre region, developing synergicity of regional based sector, and regional accessibility development. It should be realized into regional development planning of Dharmasraya Regency forward (district rule). Especially, 10 programs that not be accommodate yet in the Middle Local Development Planning of ( MLDP) Dharmasraya Regency 2005-2010. Kata-kata Kunci : strategi pengembangan wilayah, identifikasi potensi wilayah, pusat pertumbuhan ekonomi, pusat pelayanan publik, sinergi pengembangan potensi wilayah.1. Latar Belakang.Kabupaten Dharmasraya sebagai salah satu kabupaten termuda di Sumatera Barat yang lahir dari proses perjalanan panjang aspirasi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik di masa depan, dewasa ini tengah berubah dan berkembang cukup pesat. Perubahan ini antara lain terlihat di sepanjang kawasan jalur Lintas Sumatera, termasuk di Kota Pulau Punjung, yang ditandai antara lain oleh terjadinya pertumbuhan penduduk dan kawasan terbangun yang relatif tinggi di wilayah ini jika dibandingkan dengan sebelumnya. Mencermati data kependudukan tahun 2002 dan 2004, ternyata dalam selang waktu dua tahun saja, jumlah penduduk Dharmasraya bertambah dari 146.872 jiwa (2002) menjadi 169.871 jiwa (2004) atau meningkat 15,66 persen. Sedangkan, perubahan fungsi lahan seiring dengan perubahan/perpindahan pemukiman penduduk baik dari luar daerah ke Kabupaten Dharmasraya maupun dalam lingkungan daerah itu sendiri, banyak ditemukan pada beberapa kawasan di sepanjang sisi kanan dan kiri jalur lintas Sumatera dengan bermunculannya kawasan-kawasan perumahan baru, baik yang dibangun melalui pengembang berupa komplek perumahan maupun berupa deretan bangunan rumah tinggal atau rumah toko (ruko) baru milik penduduk yang dibangun secara perorangan. Perkembangan fisik kawasan dan pertambahan penduduk ini berdampak terhadap kebutuhan ruang dan aktivitas kegiatan lainnya di daerah yang bersangkutan. Hal tersebut telah menunjukkan cukup pesatnya pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya. Berdasarkan kecenderungan perkembangannya terakhir, maka wilayah ini di masa yang akan datang, berpeluang untuk terus berkembang dan lebih maju bila semua potensi yang dimilikinya dapat dimanfaatkan secara optimal, antara lain seperti potensi sumberdaya alam yang sebenarnya cukup prospektif. Di antara potensi yang menonjol di samping sejumlah lahan kebun kelapa sawit dan keberadaan industri pengolahan minyak sawit, adanya deposit bahan galian industri, seperti ; andesit, granit, batu gamping, kuarsit, grafit, di beberapa lokasi di daerah ini (Wisnu, 2000:5-9), adalah posisi letak geografisnya yang cukup strategis dalam kerangka sistem transportasi regional, karena dilalui jalur utama jalan darat yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dengan provinsi lainnya di Pulau Sumatera (jalan raya lintas Sumatera) sepanjang 62,50 Km, serta berbatasan langsung dengan provinsi tetangga seperti Provinsi Jambi dan Riau. Perkembangan yang demikian itu diharapkan dapat terwujud sehingga Kabupaten Dharmasraya dapat tumbuh dan berkembang secara seimbang, terarah dan terpadu yang pada gilirannya nanti akan diharapkan mampu memberikan dampak positif pada daerah sekitarnya (hinterland), dan bukan sebaliknya. Untuk dapat mewujudkan pembangunan yang sinergis sesuai dengan karakteristik dan sektor ekonomi potensial yang dimiliki oleh masing-masing subwilayahnya, maka pengembangan suatu wilayah/daerah perlu direncanakan dan dikembangkan secara terpadu, sehingga pada gilirannya mampu mendorong pengembangan kawasan sekitarnya, pemerataan pembangunan serta akan dapat pula memaksimumkan pelayanan publik dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya secara konsisten di masa yang akan datang berdasarkan skala prioritas pengembangan sektor basis ekonomi masing-masing subwilayah secara bersinergi satu sama lain.Pemikiran di atas, relevan dengan maksud kebijakan pemekaran wilayah sebagai salah satu bentuk intervensi pemerintahan daerah/publik untuk mengarahkan dan mengatur perkembangan wilayah itu agar lebih baik pada masa depan, di samping merupakan salah satu upaya peningkatan kemampuan pemerintah kabupaten (capacity building for local governance) yang bertujuan meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan pembangunan. Apalagi, Dharmasraya telah diproyeksikan menjadi daerah harapan bagi masyarakatnya menuju terwujudnya efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Berangkat dari uraian sebagaimana dipaparkan di muka, maka penulis tertarik untuk menganalisis perencanaan dan strategi pengembangan wilayah yang bersinergi bagi Kabupaten Dharmasraya melalui optimalisasi pengembangan pusat pelayanan dan pusat pertumbuhan ekonomi yang sekaligus menjadi pemicu pengembangan kawasan sekitarnya, yang dikombinasikan dengan melakukan pengembangan sektor-sektor ekonomi potensial yang dimiliki oleh daerah tersebut dalam suatu penelitian dengan judul: Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Dharmasraya : Identifikasi Potensi Wilayah dan Kota sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan.

2.Perumusan Masalah.Pembangunan yang dilaksanakan saat ini di Kabupaten Dharmasraya sebagai suatu wilayah kota atau daerah yang sedang tumbuh dan berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru sepanjang jalur lintas Sumatera, belumlah mengacu pada perencanan tata ruang wilayah yang jelas, sehingga bertendensi menciptakan pertumbuhan yang tidak seimbang antar dan intrawilayah kabupaten. Secara faktual, fenomena ini tampak pada perkembangan kawasan sekitar jalan arteri primer, yakni jalur lintas Sumatera di Kabupaten Dharmasraya yang relatif menunjukkan terjadinya pengembangan wilayah yang tidak merata antarsubwilayah. Ada subwilayah yang tumbuh makin pesat, tetapi ada pula yang mengalami perkembangan yang lambat. Jika hal ini tidak disikapi sejak sekarang, maka cenderung akan melahirkan ketimpangan pembangunan antar subwilayah. Untuk itu perlu dikaji potensi sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing subwilayah agar dapat dikembangkan secara bersinergi satu sama lain dalam suatu keterkaitan input-output, termasuk dengan wilayah lain dalam skala yang lebih luas. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapatlah dirumuskan masalah pokok penelitian ini, yakni : 1. sektor-sektor ekonomi manakah yang menjadi basis ekonomi sub-subwilayah di Kabupaten Dharmasraya?2. subwilayah mana yang paling optimal sebagai lokasi pusat pelayanan dan pusat pertumbuhan ekonomi yang mampu menggerakkan kawasan sekitarnya di Kabupaten Dharmasraya?3. bagaimana perumusan strategi pengembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya ke depan yang memadukan pertumbuhan dan pemeratan pembangunan berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masing subwilayah agar bersinergi satu sama lain?3. Tujuan Penelitian.Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :1. mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor basis bagi perekonomian sub-subwilayah di Kabupaten Dharmasraya.2. menganalisis sub-subwilayah yang paling optimal di Kabupaten Dharmasraya untuk ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mampu menggerakkan kawasan sekitarnya dan sebagai pusat pelayanan masyarakat.3. merumuskan strategi pengembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya ke depan yang memadukan pertumbuhan dan pemeratan pembangunan berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masing sub-subwilayah secara bersinergi .

4.Manfaat Penelitian.Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran, masukan dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Dharmasraya beserta stakeholders dalam merancang kebijakan dan strategi yang dirasa perlu bagi upaya pelaksanaan dan perencanaan pembangunan wilayah yang berkesinambungan secara bersinergi antarsub-subwilayahnya; dan diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian berikutnya yang berkenaan dengan bidang perencanaan pembangunan wilayah.

5.Beberapa Penelitian Terdahulu.Penelitian tentang pengembangan wilayah sudah cukup banyak dilakukan. Beberapa di antaranya, terutama yang sangat berkaitan, dijadikan sebagai acuan dari penelitian ini. Hasil penelitian Alkadri (Kornita, 2004:24) mengungkapkan bahwa dengan metode location quotient (LQ) menggunakan variabel persentase distribusi sektor ekonomi dalam Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan 1993 selama 5 (lima) tahun (periode 1994-1999), terdapat potensi yang berbeda di antara 4 (empat) kecamatan yang menjadi objek penelitiannya di Kota Pontianak. Didapatkan bahwa struktur perekonomian Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara dikuasai oleh sektor Jasa-jasa, Kecamatan Pontianak Timur dikuasai oleh sektor bangunan, sedangkan Kecamatan Pontianak Barat andal dan didominasi oleh sektor pengangkutan dan komunikasi.Penelitian Syafrizal (1984) tentang aktivitas-aktivitas basis pada empat wilayah pembangunan utama yang ada di Indonesia dalam rangka menyusun pola kebijakan pembangunan wilayah dengan metode kuosien lokasi (LQ) menyimpulkan bahwa seyogyanya aktivitas yang dikembangkan adalah pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan, serta penambangan dan galian sebagai sektor basis pada wilayah pembangunan A, industri dan jasa pada wilayah pembangunan B, perdagangan dan industri pada wilayah pembangunan C, dan pertanian pada wilayah pembangunan D.Potensi yang berbeda antardaerah akan turut menentukan strategi dan kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Di sini, pemerintah berupaya agar setiap masyarakat baik di daerah pedesaan maupun perkotaan dapat hidup dalam tingkat kesejahteraan yang setara melalui optimalisasi pengembangan potensi yang berbeda-beda tersebut. Namun kenyataan menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan tingkat kesejahteraan antara masyarakat desa dengan masyarakat kota. Hal ini mendorong perlunya melaksanakan kebijakan pembangunan wilayah yang saling menunjang antara daerah pedesaan dan perkotaan.Dalam konteks di atas, penelitian Kasri (1990) yang menganalisis peranan perwilayahan pembangunan dan pusat pengembangan di Provinsi Sumatera Barat, memperlihatkan bahwa kebijakan perwilayahan pembangunan dapat dikatakan berhasil jika ditunjang oleh kebijakan-kebijakan dan program-program yang saling menunjang di antara daerah-daerah yang berada dalam wilayah tersebut. Penelitian Kasri didukung oleh penelitian Kornita (2004) dengan lebih memfokuskan penelitian pada konsep sinergi antar daerah dalam pembangunan wilayah. Menurutnya, meskipun interaksi antarkabupaten/kota di Provinsi Riau sudah ada, namun sinergi pembangunan antardaerahnya baru sebatas wacana dan konsep pada level pemerintahan kabupaten/kota. Dengan mengidentifikasi potensi Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru, ditemukan Kornita bahwa sektor basis ekonomi yang menjadi arena sinergi kebijakan pembangunan daerah antara kedua daerah ini ialah sinergi sektor pertanian di Kabupaten kampar dengan sektor perdagangan di Kota Pekanbaru.Sementara itu, sejumlah penelitian lainnya mengkaitkan upaya dan kebijakan pembangunan dalam rangka pertumbuhan dan pemeratan pembangunan dengan upaya dan kebijakan pengembangan tata ruang dan ekonomi wilayah. Karseno (1990) dalam penelitiannya tentang pengkajian pusat-pusat pelayanan di wilayah Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat, mengungkapkan bahwa struktur dan organisasi tata ruang wilayah pedesaan telah berperan besar terhadap penyebaran dan pengadaan fasilitas pelayanan pedesaan. Penelitian Zul Azhar (1997) di Kota Padang yang menganalisis ukuran kota optimal sebagai strategi perencanaan pengembangan kota memperlihatkan bahwa ukuran Kota Padang saat ini belum optimal sehingga perlu ditempuh kebijakan tentang pengembangan tata ruang dan ekonomi. Sedangkan Sidin (1991) yang meneliti kebijaksanaan kota-kota kedua dan wilayah pengaruhnya di Provinsi Sumatera Barat, menemukan bahwa Kota Bukittinggi dan Solok ditetapkan sebagai kota kedua karena memiliki berbagai keunggulan komparatif dibandingkan kota lainnya di Sumatera Barat.Hasil penelitian Rinaldi (2004) tentang penentuan lokasi optimal pusat pemerintahan, pusat pelayanan, dan pengembangan kawasan sekitarnya bagi Kabupaten Solok Selatan sebagai sebuah kabupaten baru hasil pemekaran, terungkap bahwa Kecamatan Sangir dengan ibukota Lubuk Gadang merupakan lokasi yang paling tepat menjadi ibukota Kabupaten Solok Selatan, karena memiliki tingkat perkembangan wilayah, tingkat pelayanan dan aksesibilitas yang lebih tinggi potensinya dibandingkan dengan kecamatan lainnya.Dari sejumlah penelitian yang telah dilaksanakan di atas, dipahami bahwa pengembangan wilayah diimplementasikan secara terpisah antara identifikasi potensi ekonomi wilayah/subwilayah beserta upaya sinergi pengembangannya berdasarkan pendekatan teori basis di satu sisi dengan peran/fungsi perwilayahan pembangunan serta analisis pusat pengembangan dan pelayanan berdasarkan pendekatan kutub/pusat pertumbuhan dan teori tempat sentral di lain sisi. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini mencoba mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk menemukan suatu rumusan strategi pengembangan wilayah yang paling optimal dan bersinergi bagi Kabupaten Dharmasraya di masa yang akan datang. Secara singkat, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu kajian teoretik dalam merencanakan pembangunan wilayah yang lebih akomodatif dengan dukungan daya tarik lokasi dan ketersediaan fasilitas layanan ibukota kabupaten sesuai dengan karakteristik daerah dan sektor ekonomi basis yang dimiliki.

6.Metodologi Penelitian.6.1.Kerangka AnalisisPenelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab permasalahan satu dan dua, dengan menggunakan kombinasi metode analisis yang berbeda. Untuk menjawab permasalahan penelitian pertama digunakan metode analisis kuosien lokasi (quotient location index) disingkat LQ, terhadap data nilai tambah (PDRB) di wilayah Kabupaten Dharmasraya dan di empat kecamatan yang menjadi subwilayahnya, yakni Kecamatan Sungai Rumbai, Koto Baru, Sitiung, dan Kecamatan Pulau Punjung. Data PDRB tersebut dilihat dari nilai kontribusi sektor terhadap Produk Domestik Regional. Bruto (PDRB). Selain itu, juga diperbandingkan sektor basis pada masing-masing subwilayah dengan sektor basis wilayah, sehingga diketahui bagaimana integrasi antara potensi subwilayah dengan potensi wilayah secara keseluruhan.Untuk menjawab permasalahan kedua, dalam hal menentukan pusat pertumbuhan ekonomi yang optimal di Kabupaten Dharmasraya, digunakan metode analisis model gravitasi dan analisis skalogram. Analisis model gravitasi digunakan terhadap data sekunder berupa jumlah penduduk dan nilai tambah (PDRB) pada masing-masing kecamatan/subwilayah dalam Kabupaten Dharmasraya, sedangkan analisis skalogram digunakan terhadap data sekunder berupa tingkat perekonomian wilayah tersebut dengan menggunakan sepuluh variabel, yakni luas wilayah, luas lahan potensial, jumlah penduduk, jumlah pasar, jumlah bank/BPR atau lembaga jasa keuangan non-bank, jumlah industri, produksi pertanian, produksi perkebunan, populasi ternak, dan produksi perikanan. Di sini, temuan hasil analisis model gravitasi akan dibandingkan dan hasil analisis skalogram, sehingga diketahui subwilayah/ kecamatan mana yang optimal sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, karena memiliki daya tarik wilayah yang tinggi atau menjadi tujuan perpindahan penduduk dan pergerakan arus barang/jasa, disamping juga sekaligus memiliki potensi ekonomi yang tinggi dalam mengemban fungsi perekonomian suatu ibukota.Adapun untuk menentukan pusat pelayanan masyarakat yang optimal, digunakan metode analisis skalogram terhadap data sekunder berupa sejumlah data potensi sumberdaya manusia meliputi; variabel jumlah guru, murid, tenaga medis/paramedis, PNS, instruktur latihan kerja, dan variabel penduduk usia produktif, potensi sumberdaya buatan meliputi; variabel sekolah (fasilitas pendidikan), fasilitas kesehatan, tempat ibadah, jaringan irigasi, prasarana transportasi (jaringan jalan dan kondisi jalan), fasilitas pelatihan kerja (KLK), fasilitas air bersih (kapasitas PDAM terpasang), fasilitas energi/penerangan (daya listrik terpasang), fasilitas komunikasi (kantor pos dan telekomunikasi), fasilitas rekreasi (obyek rekreasi/wisata), dan variabel fasilitas pertahanan keamanan (Koramil dan Polsek)), dan sumberdaya alam/fisik berupa variabel aksesibilitas (jarak antaribukota kecamatan dalam Kabupaten Dharmasraya). Kemudian, untuk menjawab permasalahan tiga digunakan pendekatan analisis kualitatif. Setelah melakukan analisis dan pembahasan secara berurutan dari tujuan satu dan dua, maka dilakukan proses sintesis terhadap interpretasi atas temuan hasil analisis dan pembahasan pada tujuan satu dan dua, sehingga akhirnya dapat memberikan jawaban permasalahan ketiga sebagai objective hasil penelitian ini.

6.2. Lokasi PenelitianDaerah yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kabupaten Dharmasraya, yang meliputi empat kecamatan, yakni : Kecamatan Sungai Rumbai, Kecamatan Koto Baru, Kecamatan Sitiung, dan Kecamatan Pulau Punjung. Dipilihnya Kabupaten Dharmasraya sebagai lokasi penelitian adalah didasarkan atas dua pertimbangan; pertama; posisi letak geografisnya yang sangat strategis di sumbu utama jalan raya Lintas Sumatera dan sekaligus sebagai pintu gerbang Provinsi Sumatera Barat dari arah timur, khususnya Provinsi Jambi, perlu dimanfaatkan secara optimal dalam strategi dan arah perencanaan pembangunan daerah yang bersangkutan, dan kedua, belum pernah dilakukan penelitian tentang perencanaan pembangunan wilayahnya.

6.3. Jenis dan Sumber DataDalam penelitian Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Dharmasraya: Identifikasi Potensi Wilayah dan Kota sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan ini digunakan data sekunder baik berupa data yang tersedia di BPS Kabupaten Dharmasraya maupun instansi terkait lainnya, termasuk peta, buku pedoman, laporan instansi, tulisan ilmiah. Data sekunder dimaksud antara lain adalah data PDRB kabupaten dan PDRB masing-masing kecamatan di Kabupaten Dharmasraya selama 5 (lima) tahun (1999-2003). Penetapan periode waktu ini adalah atas dasar pertimbangan ketersediaan data dan dipandang lebih sesuai untuk menggambarkan potensi nyata subwilayah/kecamatan. Sedangkan data lainnya, adalah data tahun terakhir yang tersedia di BPS.

6.4.Metode Analisis DataUntuk menganalisis strategi pengembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya, yakni menentukan lokasi subwilayah mana yang paling optimal sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan pusat pelayanan masyarakat kabupaten yang didukung oleh pengembangan hasil identifikasi sektor-sektor basis ekonomi di daerah yang bersangkutan, digunakan pendekatan analisis kuantitatif dan kualitatif, dengan memanfaatkan data yang dipublikasikan baik yang bersifat lokal maupun nasional, termasuk laporan instansi terkait serta hasil studi lainnya. Pendekatan kuantitatif ini berangkat dari data untuk kemudian diproses menjadi informasi yang bermanfaat (Kuncoro, 2001).

6.4.1 Analisis Identifikasi Potensi WilayahDalam mengidentifikasi potensi dari suatu wilayah/subwilayah perlu dilakukan analisis untuk menentukan sektor basis dan non-basis ekonomi di wilayah/subwilayah tersebut. Penentuan sektor-sektor basis ekonomi di kabupaten Dharmasraya, dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Kuosien Lokasi (Location Quotient = LQ). Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk menganalisis sektor potensial pada masing-masing subwilayah adalah kontribusi nilai PDRB per sektornya, bukan jumlah lapangan kerja/kesempatan kerja dengan pertimbangan bahwa data kontribusi nilai PDRB per sektor lebih mendekati kondisi nyata perkembangan ekonomi subwilayah hingga saat ini. Di sini, rata-rata persentase kontribusi masing-masing sektor dalam struktur perekonomian wilayah berdasarkan data runtun waktu (time series) PDRB dengan metode LQ menjadi dasar perhitungan untuk melihat trend sektor basis baik di empat kecamatan sebagai subwilayah maupun di tingkat wilayah Kabupaten Dharmasraya itu sendiri. Location Quotient atau disingkat LQ adalah sebuah indeks yang mengukur overspecialization atau underspecialization dari sektor tertentu dalam suatu wilayah/subwilayah. LQ mengukur tingkat spesialisasi relatif suatu wilayah/subwilayah dalam aktivitas sektor perekonomian tertentu. Pengertian relatif dapat diartikan sebagai tingkat spesialisasi yang membandingkan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih besar, dengan ketentuan bahwa wilayah yang diamati merupakan bagian/subwilayah dari wilayah tersebut. Wilayah yang lebih luas disebut dengan wilayah referensi. Dalam studi ini, wilayah Kabupaten Dharmasraya merupakan wilayah referensi bagi masing-masing kecamatan di wilayahnya. Selain itu, LQ juga dikatakan sebagai suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan suatu sektor/industri tersebut secara nasional.

..................................................................................... (1)Keterangan :Di mana,xi

PDRB

Xi PNB = Nilai tambah (PDRB) sektor i di suatu kecamatan dalam Kabupaten Dharmasraya,= Total Nilai tambah (PDRB) di suatu kecamatan dalam Kabupaten Dharmasraya,= Nilai tambah (PDRB) sektor i di Kabupaten. Dharmasraya,= Total Nilai tambah (PDRB) di Kabupaten Dharmasraya.

Istilah wilayah nasional dapat diartikan untuk wilayah induk/wilayah atasan yang lebih tinggi satu tingkat. Misalnya, apabila diperbandingkan antara wilayah kabupaten dengan provinsi, maka provinsi memegang peran sebagai wilayah nasional, dan seterusnya (Tarigan, 2004:78). Dari rumus tersebut, diketahui bahwa apabila LQ < 1 berarti peranan sektor i di subwilayah itu lebih kecil daripada peranan sektor tersebut secara wilayah. Sebaliknya, apabila LQ > 1 berarti peranan sektor i di subwilayah itu lebih menonjol daripada peranan sektor tersebut secara wilayah. LQ > 1 mengindikasikan bahwa peranan sektor i cukup menonjol di subwilayah itu dan seringkali sebagai petunjuk bahwa subwilayah tersebut surplus (overspecialized) akan produk sektor i dan mengekspornya ke subwilayah lain. Subwilayah tersebut hanya mungkin mengekspor produk ke subwilayah lain atau ke luar negeri karena mampu menghasilkan produk tersebut secara lebih murah atau lebih efisien. Atas dasar itu LQ >1 secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif untuk sektor i dimaksud. Sedangkan, apabila LQ = 1 berarti peranan sektor i di subwilayah itu relatif hampir sama dengan peranan sektor tersebut secara wilayah.Adapun sektor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sektor-sektor dalam PDRB yang kemudian dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok sektor, yaitu kelompok sektor primer, kelompok sektor sekunder, dan kelompok sektor tersier. Menurut Fisher dan Clark, sektor primer yaitu kegiatan pertanian yang mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sektor sekunder mencakup sektor pertambangan, industri, listrik, gas, dan air serta konstruksi (bangunan). Sektor tersier mencakup sektor perdagangan, angkutan, keuangan, jasa, dan lainnya (Nugroho dan Dahuri, 2003:50).Selanjutnya, sinergi pengembangan sektor ekonomi basis selain ditentukan dari hubungan fungsional antara sektor-sektor dalam kelompok sektor primer, dengan kelompok sektor sekunder dan kelompok sektor tersier, juga akan dilihat dari bagaimana integrasi basis ekonomi masing-masing subwilayah/kecamatan dengan basis ekonomi kabupaten secara keseluruhan sehingga lebih menunjang pengembangan sinergi antara sub-subwilayah dengan wilayah itu sendiri.Kemudian, dikarenakan analisis hanya sampai tingkat sektor, maka lapangan usaha potensial yang diperoleh masih sangat luas cakupannya. Untuk itu, sektor potensial yang didapatkan perlu dipertajam dan dilanjutkan dengan menelitinya dengan menggunakan metode yang sama, sampai tingkat subsektor. Penajaman analisis ini dimaksudkan untuk mendapatkan subsektor-subsektor potensial di antara sektor-sektor yang juga potensial untuk dikembangkan secara bersinergi antarsub-subwilayah satu sama lain. Penetapan strategi kebijakan mengenai penentuan subsektor-subsektor potensial yang sebaiknya dikembangkan di Kabupaten Dharmasraya juga memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi dan kemajuan terakhir yang dicapai wilayah yang bersangkutan sehingga hasil analisis yang digunakan tetap koherens dengan perkembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya ke depan.

6.4.2. Analisis Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan6.4.2.1. Analisis Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pertumbuhan EkonomiDalam penelitian ini untuk menentukan posisi lokasi yang paling optimal sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dalam kerangka perencanaan pembangunan wilayah Kabupaten Dharmasraya digunakan pendekatan model gravitasi dan analisis skalogram. Model gravitasi dimulai dari penelitian Carey dan Revenstein pada abad ke-19 yang menemukan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk kota yang didatangi, besarnya jumlah penduduk tempat asal migran, dan jarak antara kota asal dengan kota yang dituju. Hal ini berarti banyaknya migran yang memasuki sesuatu kota tidaklah acak, melainkan dipengaruhi oleh faktor tertentu tadi. Keterkaitan ini mengikuti hukum gravitasi Newton (Sir Isaac Newton) yang berbunyi, dua massa yang berdekatan akan saling tarik-menarik dan daya tarik masing-masing massa adalah sebanding dengan bobotnya (Tarigan, 2005:147-148).Dalam perkembangannya kemudian, model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Daya tarik ini kemudian mendorong berbagai kegiatan lain untuk berlokasi di dekat kegiatan yang telah ada terlebih dahulu. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah, model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Selain itu, apabila kita ingin membangun suatu fasilitas yang baru maka model ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal. Pada lokasi optimal, fasilitas itu akan digunakan sesuai dengan kapasitasnya (Tarigan, 2005:104).Menurut Tarigan (2005), interaksi antara dua kota ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, besarnya kedua kota, dalam hal ini sering diukur dari jumlah penduduk, karena jumlah penduduk sangat terkait langsung dengan bebagai ukuran lain yang digunakan, seperti, banyaknya lapangan kerja, total pendapatan, dan lain-lain, serta mudah mendapatkan data. Kedua, jarak antara kedua kota, yang memengaruhi keinginan orang untuk bepergian karena untuk menempuh jarak diperlukan waktu, tenaga, dan biaya. Makin jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan orang untuk bepergian. Dalam hal ini, minat orang bepergian menurun drastis apabila jarak itu semakin jauh, artinya penurunan minat itu tidak proporsional dengan pertambahan jarak, melainkan eksponensial. Rumus gravitasi secara umum adalah sebagai berikut :

....................................................... (2)Keterangan :TijPi Pj dijb

k= Daya tarik atau banyaknya trip dari subwilayah i ke sub-wilayah j,= Penduduk subwilayah i ,= Penduduk subwilayah j,= Jarak antara subwilayah i dengan subwilayah j,= Pangkat dari dij menggambarkan cepatnya jumlah trip menurun seiring dengan pertambahan jarak. Nilai b dapat dihitung tetapi bila tidak maka sering digunakan b = 2,= sebuah bilangan konstanta berdasarkan pengalaman, juga dapat dihitung seperti b (Tarigan, 2005:105).

Dalam penelitian ini daya tarik subwilayah terhadap sub-subwilayah lainnya akan dilihat dari dua variabel; jumlah penduduk dan nilai tambah produksi dengan menggunakan nilai b = 2. Kemudian mengingat keterbatasan dana, waktu dan data yang tersedia, maka untuk nilai k digunakan hasil perhitungan gravitasi dari penelitian Winarno (2004:82 dan 95) dengan asumsi bahwa umumnya rata-rata perjalanan penduduk kabupaten/kota di Sumatera Barat (termasuk kota kecil) relatif sama dan besar kecilnya nilai k kurang berpengaruh signifikan terhadap hirarki hasil perbandingan daya tarik antara satu subwilayah dengan subwilayah lainnya. Nilai k = - 6,632 dari hasil perhitungan penelitian Winarno terhadap variabel penduduk digunakan untuk variabel jumlah penduduk, sedangkan untuk variabel nilai tambah produksi (PDRB) digunakan nilai k = - 3,908 dengan pertimbangan bahwa nilai tambah produksi (PDRB) yang diperoleh berkaitan dengan tenaga kerja yang menghasilkan nilai tambah itu dalam suatu wilayah.

6.4.2.2. Analisis Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pelayanan MasyarakatUntuk menentukan posisi lokasi yang paling optimal sebagai pusat pelayanan masyarakat dalam kerangka perencanaan pembangunan wilayah Kabupaten Dharmasraya digunakan pendekatan analisis skalogram. Analisis ini digunakan untuk menyusun struktur dan organisasi tata ruang suatu wilayah. Dengan metode analisis skalogram dapat ditentukan hirarki atau ranking/tingkatan kota kecil dan kecamatan di wilayah Kabupaten Dharmasraya berdasarkan fasilitas/sarana pelayanan yang tersedia, disamping berdasarkan kapasitas sumberdaya manusia (fungsi administrasi) dan analisis aksesibilitas (jarak antar ibu kota kecamatan). Ranking (tingkatan) kota kecil ditentukan berdasarkan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas sosial dan fasilitas lain yang dimilikinya. Dari gabungan ketiga analisis ini, akan dapat diketahui distribusi wilayah-wilayah kecamatan yang dapat dikembangkan menjadi pusat pelayanan utama (PPU), pusat pelayanan menengah (PPM), dan pusat pelayanan kecil (PPK) untuk Kabupaten Dharmasraya.Cara menyusun dan menetapkan ranking atau tingkatan kota-kota tersebut menurut Budiharjo adalah sebagai berikut:1. wilayah kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah penduduk.2. kemudian kecamatan tersebut disusun urutannya berdasarkan atas jumlah jenis fasilitas sosial dan ekonomi yang tersedia.3. masing-masing jenis fasilitas tersebut disusun urutannya pada semua wilayah yang memiliki jenis fasilitas tertentu.4. ranking atau peringkat fasilitas sosial dan ekonomi disusun urutannya berdasarkan atas jumlah unit fasilitas tersebut.5. ranking kota kecamatan/wilayah ditentukan berdasarkan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing unit (Muzahar, 1997: 46).Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2005), metode skalogram adalah metode paling sederhana yang dapat digunakan untuk melakukan analisis fungsi wilayah, karena hanya menunjukkan daftar dari komponen-komponen pendukungnya. Komponen-komponen yang dibutuhkan biasanya meliputi :1. data pemukiman wilayah yang ditinjau;2. jumlah penduduk/populasi masing-masing pemukiman;3. data fungsi/fasilitas pelayanan yang terdapat pada setiap pemukiman.Berdasarkan daftar tersebut, dapat dihitung rasio dari jumlah fungsi pelayanan yang ada dengan jumlah penduduk, baik dalam skala kabupaten maupun skala setiap wilayah/kecamatan (Riyadi dan Bratakusumah, 2005:123). Pengisian daftar skalogram untuk setiap kolom/baris fungsi dilakukan dengan menggunakan angka-angka sesuai dengan jumlah fungsi masing-masing di lapangan, sehingga kuantitas dan kualitas data olahan yang diperoleh lebih representatif. Pengolahan data pada matrik fungsi (daftar skalogram) dilakukan melalui perhitungan detail dengan teknik pembobotan dan pemberian ranking.Metode sklagoram ini sering juga disebut sebagai metode analisis skala Guttman. Menurut Soenjoto yang dikutip dari Dias dan Dippos (1997), metode analisis skala Guttman merupakan suatu teknik skala, yang memiliki sedikit perbedaan dengan teknik-teknik skala lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada persyaratan-persyaratan yang diajukan Guttman dalam membentuk skalanya. Persyaratan-persyaratan tersebut merupakan sifat-sifatnya yaitu :a. variabel-variabel (pernyataan-pernyataan) dalam suatu set pernyataan harus homogen (undimensional) atau memiliki ketunggalan dimensi. Artinya skala sebaiknya hanya mengukur satu dimensi saja dari variabel yang memiliki banyak dimensi. Misalnya, walaupun variabel nilai anak mempunyai dimensi ekonomi, dimensi psikologi, dan dimensi sosial, namun suatu skala nilai anak sebaiknya hanya mengukur salah satu dimensi saja.b. seperangkat variabel-variabel dalam suatu set pernyataan harus bersifat kumulatif, yang berarti pernyataan-pernyataan mempunyai bobot yang berbeda, dan apabila seorang responden menyetujui pernyataan yang lebih berat bobotnya, maka dia diharapkan akan menyetujui pernyataan-pernyataan yang lebih rendah/ringan.Untuk lebih memahami tentang persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh Guttman seperti tersebut di atas, berikut ini diberikan suatu contoh. Contoh ini merupakan salah satu dari tiga perangkat variabel yang digunakan dalam mengukur ketiga fungsi. Variabel-variabel tersebut ialah sebagai berikut: 1) Jumlah penduduk pusat perkembangan kota (kota kecamatan); 2) jumlah tenaga kerja di sektor perkotaan, yang mencakup tenaga kerja sektor perdagangan, industri, jasa dan pegawai negeri; 3) jumlah sekolah lanjutan pertama; 4) jumlah sekolah lanjutan atas, 5) jumlah akademi dan perguruan tinggi.Dari variabel-variabel tersebut di atas, jelas bahwa seperangkat variabel tersebut memiliki sifat-sifat homogen dan kumulatif. Semua variabel berusaha untuk dapat mengukur objek tunggal guna mengukur tingkatan perkembangan pusat-pusat (ibukota-ibukota kecamatan), dan variabel-variabel tersebut kemungkinan untuk dipunyai pada pusat perkembangan, tersusun dari yang mudah didapat sampai ke tingkat yang sulit didapat atau sebaliknya (sifat kumulatif).Kemudian dari contoh tadi, diharapkan suatu pusat perkembangan akan cenderung memiliki variabel 1 daripada 2, atau variabel 3 daripada 4. Hal ini disebabkan menurut logika atau kebutuhan dan batas ambang penduduknya bahwa suatu pusat terlebih dahulu memiliki penduduk daripada tenaga kerja di sektor perkotaan, atau akan terlebih dahulu membutuhkan SLP daripada akademi dan perguruan tinggi. Jadi dengan perangkat variabel-variabel tersebut, diharapkan setiap pusat perkembangan dapat dinilai. Jika pusat tersebut memiliki variabel 2 maka akan memiliki variabel 1, atau jika pusat tersebut memiliki variabel 5, maka akan memiliki variabel 4 dan 3. Akan tetapi jika pusat perkembangan memiliki variabel 1, maka tak akan selalu memiliki variabel 2, 3, 4, dan 5.Lebih lanjut dalam perhitungan metode ini dikenal cara penyusunan tabel skala Guttman dengan tahapan sebagai berikut : 1) menyiapkan matriks data dasar, yang mengandung jumlah objek penelitian dengan jumlah variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian, tingkat pelayanan masyarakat, dan tingkat sumberdaya manusia; 2) perhitungan dengan menggunakan titik potong (cutting point). Titik potong adalah suatu nilai tertentu (ditentukan) untuk menetapkan batas antara kelompok-kelompok objek penelitian yang memperlihatkan tingkatan tiap objek penelitian terhadaap variabel-variabel yang ada. Jadi, tingkat tiap-tiap objek penelitian ditentukan oleh besarnya jumlah tiap-tiap variabel yang dimiliki pada objek-objek penelitian tersebut. Dalam studi ini tingkatan tiap-tiap objek penelitian terhadap variabel-variabelnya dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat tinggi, tingkat sedang, dan tingkat rendah.

Interval Nilai = Nilai Tertinggi Nilai Terendah.............................. (3) 3Selanjutnya, nilai masing-masing objek dimasukkan ke dalam tabel skala Guttman. Sebelumnya tabel skala Guttman dibagi atas tiga kolom penilaian, yaitu tinggi-sedang-rendah, dengan objek penelitian sebagai barisnya. Tiap tingkatan nilai tinggi-sedang-rendah memiliki skor tertentu. Susunan variabel dari masing-masing kolom klasifikasi dapat diubah penempatannya, tergantung hasil yang paling baik. Hasil dikatakan paling baik jika memiliki coefficient of reproducibility yang mendekati 1 (atau > 0,9).Pada kenyataannyaa, pola skala Guttman yang sempurna jarang sekali terjadi, dikarenakan adanya penyimpangan-penyimpangan dan penyimpangan ini disebut error. Sempurna atau tidaknya skala Guttman dapat ditunjukkan oleh coefficient of reproducibility, yaitu merupakan suatu koefisien yang menunjukkan seberapa jauh suatu skor yang diperoleh suatu objek penelitian benar-benar dapat memberikan prediksi terhadap reaksi-reaksi objek-objek penelitian dalam skala yang bersangkutan. Nilai dari koefisien ini bervariasi dari 0 sampai 1. Menurut Soenjoto seperti dikutip Rinaldi (2004:40), nilai koefisien yang makin mendekati nilai 1, akan menunjukkan skala Guttman yang semakin sempurna, dan biasanya koefisien yang bernilai lebih besar dari 0,9 dianggap menunjukkan suatu skala yang berlaku.

COR (coefficient of reproducibility) = ( frekuensi kesalahan ) x 100%.. (4) frekuensi

6.4.3 Implikasi Kebijakan sebagai Strategi Pengembangan WilayahBerdasarkan temuan hasil analisis penentuan posisi lokasi yang paling optimal sebagai sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pelayanan masyarakat dengan dikombinasikan dengan identifikasi potensi sub-subwilayah secara bersinergi satu sama lain sebagai satu kesatuan perencanaan dan strategi pengembangan, didapatkan implikasi kebijakan yang akan diperbandingkan pula dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dharmasraya 2005-2010 sehingga dapat direkomendasikan sebagai strategi pengembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya dalam konteks regional yang lebih luas ke depan.

7.Hasil dan Pembahasan.7.1.Identifikasi Potensi Wilayah dan KotaDalam penelitian ini potensi daerah/wilayah dipahami sebagai faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh daerah/wilayah tertentu yang dapat digunakan dan bermanfaat guna pembangunan daerah/wilayahnya. Hal ini berarti bahwa potensi wilayah dan kota berkaitan langsung dengan sumberdaya yang dimiliki subwilayah/daerah, yang terdiri dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Kemudian, mengingat tidak satupun ada daerah/wilayah yang memiliki karakteristik yang sama, baik potensi ekonomi, sumberdaya manusia, maupun kelembagaannya, maka kebijakan pemerintah daerah haruslah dilakukan dengan suatu strategi perencanaan pengembangan wilayah yang terpadu, terintegrasi, saling terkait, dan bersinergi satu sama lain.Keadaan potensi yang berbeda-beda dari wilayah atau subwilayah satu sama lain dapat diidentifikasi dari salah satu faktor dasar yang berbeda antarwilayah, yaitu struktur perekonomian dari wilayah yang bersangkutan, dan berdasarkan hal tersebut dapat diketahui basis ekonomi wilayah. Menurut Djarwadi dan Trihadiwati, potensi ekonomi yang menjadi penggerak pembangunan suatu wilayah dapat diukur dari kontribusi masing-masing sektor terhadap total PDRB (Suhandojo, dkk, 2000:249).Sektor basis merupakan sektor yang memiliki peranan dalam suatu perekonomian wilayah sehingga kemajuan dan kemunduran sektor ini akan mampu membawa pengaruh terhadap perekonomian wilayah tersebut. Menurut Richardson, teori basis ekonomi yang melandasi pemahaman terhadap sektor basis dalam pembangunan wilayah dipergunakan untuk mengetahui potensi atau peranan suatu sektor dalam perekonomian wilayah dan efek yang ditimbulkannya (Kornita, 2004:56).Menurut Sukirno seperti dikutip Kornita (2004:56), aktivitas-aktivitas pada sektor basis akan menghasilkan pendapatan basis, sedangkan aktivitas-aktivitas non-basis akan menghasilkan pendapatan non-basis. Penjumlahan pendapatan basis dan non-basis merupakan pendapatan total dari daerah/wilayah yang bersangkutan. Implikasinya adalah, bertambahnya aktivitas sektor basis dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, sehingga peningkatan pendapatan sebagai akibat peningkatan sektor basis tersebut akan mengakibatkan peningkatan permintaan barang dan jasa pada daerah tersebut.

7.1.1 Identifikasi Potensi Wilayah Kabupaten DharmasrayaBerdasarkan hasil perhitungan analisis potensi wilayah Kabupaten Dharmasraya tahun 1999-2003 dengan metode LQ, diperoleh adanya 4 (empat) sektor basis ekonomi yang menjadi potensi perekonomian Kabupaten Dharmasraya. Keempat sektor basis tersebut adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik dan air bersih, dan sektor bangunan, masing-masing dengan rata-rata nilai LQ antara 1,44 sampai dengan 2,14. Hal ini mempunyai arti bahwa kebutuhan Kabupaten Dharmasraya terhadap produk keempat sektor tersebut bisa dipenuhi sendiri, bahkan kabupaten ini mampu mengekspor kelebihan produk pada sektor-sektor ini ke luar daerahnya atau ke wilayah lain.Di antara empat sektor basis ekonomi hasil perhitungan analisis potensi di atas, maka sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki potensi cukup besar bagi perekonomian Kabupaten Dharmasraya pada jangka waktu 1999-2003. Hal ini dapat dipahami karena perkembangan wilayahnya yang cukup pesat hampir dalam sepuluh tahun terakhir ini. Kondisi dimaksud dapat dilihat antara lain dari pesatnya perkembangan pendirian bangunan-bangunan baru di kiri-kanan jalan Lintas Sumatera dan di sejumlah kawasan tertentu di Kabupaten Dharmasraya. Bangunan-bangunan baru tersebut dapat berupa bangunan kantor-kantor pemerintah, sekolah, pasar, deretan pertokoan/swalayan, ruko, bengkel, komplek perumahan, dan lain sebagainya.Namun dalam kehidupan dan struktur perekonomian masyarakat di daerah Kabupaten Dharmasraya, yang paling dominan sebenarnya bukanlah sektor bangunan, melainkan sektor pertanian karena lebih dari sepertiga kegiatan perekonomian di Kabupaten Dharmasraya berasal dari sektor 1 (pertanian), yaitu rata-rata 36,78 persen pada periode 1999-2003, disamping juga sebagai sektor basis bagi wilayah Kabupaten Dharmasraya. Sektor pertanian ini mencakup tanaman pangan dan hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan). Perkembangan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dimungkinkan oleh terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat yang cukup tinggi di Kabupaten Dharmasraya. Pendapatan masyarakat ini terutama berasal dari hasil perkebunan karet dan kelapa sawit. Kedua komoditi perkebunan tersebut merupakan primadona dan andalan pendapatan masyarakat yang sangat berperan dalam mendukung struktur perekonomian wilayah Kabupaten Dharmasraya.Sebaliknya, meskipun merupakan sektor yang termasuk masih kecil peranannya dalam perekonomian Kabupaten Dharmasraya yakni rata-rata 5,02 persen, dan relatif menunjukkan penurunan kontribusi terhadap PDRB dari tahun ke tahun selama periode 1999 2003, sektor pertambangan dan penggalian sebenarnya cukup potensial dan sangat menjanjikan di masa yang akan datang. Secara geologi, daerah batuan granit meliputi 15 persen dari luas wilayah Dharmasraya, sehingga granit sangat berpotensi sekali untuk ditambang di daerah ini, termasuk juga bahan galian golongan C. Batuan granit terdapat di daerah sekitar Sungai Dareh, Ampang Kuranji dan Bukit Baluang. Batu kapur dapat dijadikan bahan baku semen dan untuk kapur sendiri. Jenis-jenis batuan golongan C yang lainnya seperti diorit, andesit dan kuarsit adalah material untuk pembuatan jalan, bahan bangunan, dan lain-lain. Disamping itu, potensi tambang batubara dapat ditemui di Desa Sinamar (Kecamatan Sungai Rumbai) dan Timpeh (Kecamatan Sitiung). Tambang emas dapat ditemukan di daerah Batang Piruko, Sitiung, Sungai Rumbai, Tanjung Simalidu Koto Baru. Di sini, usaha penambangan emas di daerah Dharmasraya cukup potensial, karena didukung secara geologi oleh jenis batuannya.7.1.2 Identifikasi Potensi Sub-subwilayah dalam Kabupaten DharmasrayaBerdasarkan hasil perhitungan analisis potensi wilayah pada empat kecamatan, yakni Kecamatan Sungai Rumbai, Koto Baru, Sitiung, dan Kecamatan Pulau Punjung sebagai sub-subwilayah Kabupaten Dharmasraya pada jangka waktu 1999-2003, disamping adanya sejumlah kesamaan, ditemukan adanya perbedaan potensi dari masing-masing subwilayah tersebut satu sama lain. Perbedaan potensi ini dapat dilihat dari perbandingan rata-rata potensi antarsubwilayah berdasarkan kontribusi nilai sektor terhadap PDRB antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 1999 2003, Kecamatan Sungai Rumbai kuat pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pertanian, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor industri pengolahan, dan sektor bangunan, sebab memiliki indeks LQ masing-masing 1,23; 1,22; 1,17; 1,03, dan 1,01. Kecamatan Koto Baru. kuat pada sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa dengan rata-rata indeks LQ perolehan hasil perhitungan sektor masing-masing sebesar; 1,16; 1,16; 1,13; dan 1,05. Sedangkan, struktur perekonomian Kecamatan Sitiung kuat pada sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dengan indeks LQ masing-masing 1,66; 1,51; 1,21; 1,18, 1,18, 1,14, dan 1,11. Adapun, struktur ekonomi Kecamatan Pulau Punjung, kuat pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor jasa-jasa, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan, yang ditunjukkan oleh indeks LQ masing-masing sebesar 1,20; 1,15; 1,06; 1,03, dan 1,02. Indeks LQ dimaksud mengandung arti bahwa kebutuhan subwilayah/kecamatan yang ada di Kabupaten Dharmasraya terhadap produk masing-masing sektor basisnya bisa dipenuhi sendiri, bahkan subwilayah/kecamatan ini mampu mengekspor kelebihan produk pada sektor-sektor tersebut ke luar daerahnya atau ke wilayah lain.Secara parsial, perbedaan potensi tersebut dirinci atau dielaborasi sebagai berikut :-Sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor basis bagi perekonomian di Kecamatan Sungai Rumbai dan Kecamatan Pulau Punjung.-Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor basis bagi perekonomian di Kecamatan Sitiung dan Kecamatan Pulau Punjung.-Sektor industri pengolahan merupakan sektor basis bagi perekonomian di Kecamatan Sungai Rumbai, Sitiung, dan Kecamatan Pulau Punjung.-Sektor listrik dan air bersih merupakan sektor basis bagi perekonomian di Kecamatan Sitiung.-Sektor bangunan dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan merupakan sektor basis bagi perekonomian di Kecamatan Sungai Rumbai, Kecamatan Koto Baru, dan Kecamatan Sitiung.-Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis bagi perekonomian di Kecamatan Koto Baru dan Kecamatan Sitiung.-Sektor jasa-jasa merupakan sektor basis bagi perekonomian di Kecamatan Koto Baru, Kecamatan Sitiung, dan Kecamatan Pulau Punjung.Dari sejumlah sektor basis tersebut, maka subsektor andalan yang menjadi prioritas untuk Kecamatan Sitiung karena terintegrasi dengan sektor basis kabupaten adalah subsektor tanaman pangan dan hortikultura, perikanan, pertambangan, listrik, dan subsektor bangunan. Sedangkan tiga kecamatan lain secara berturut-turut, yakni Kecamatan Sungai Rumbai dengan subsektor andalannya adalah subsektor tanaman perkebunan dan subsektor listrik, Kecamatan Pulau Punjung dengan subsektor andalannya adalah subsektor peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, dan subsektor air bersih, dan Kecamatan Koto Baru dengan subsektor andalannya adalah subsektor tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, air bersih, dan subsektor bangunan.Namun, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sektor yang paling dominan dalam kehidupan dan struktur perekonomian di masing-masing subwilayah di Kabupaten Dharmasraya, tetap saja sektor pertanian yang mencakup kegiatan budidaya tanaman pangan dan hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, karena lebih dari seperempat kegiatan perekonomian di empat subwilayah dalam kabupaten ini berasal dari sektor pertanian. Di sini, rata-rata kontribusi sektor pertanian selama periode 1999-2003 berkisar antara 27,67 persen sampai dengan 42,22 persen.

7.1.3 Sinergi Pengembangan Potensi WilayahDalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan berdasarkan konsep pengembangan wilayah, keberadaan suatu sektor basis sebagai potensi yang dimiliki setiap daerah atau subwilayah dalam pembangunan akan lebih dapat dikembangkan melalui interaksi/sinergi dengan daerah atau subwilayah lain yang ada di sekitarnya, termasuk interaksi desa-kota. Sistem interaksi antar daerah, terutama interaksi desa-kota dapat memberikan gambaran keterkaitan dan saling ketergantungan (interdependency) antar daerah baik secara ekologi, ekonomi dan sosio-kultural. Identifikasi dan pengembangan potensi antarsubwilayah dapat dijadikan dasar bagi sub-subwilayah terkait untuk mengembangkan dan mengelola secara bersama sumber daya pembangunan yang dimiliki wilayah tersebut melalui sinergi pembangunan antarsubwilayah dalam wilayah tersebut.Menurut Hoover seperti dikutip Kornita (2004:21), suatu daerah produksi atau daerah perdagangan akan membentuk dengan sendirinya suatu pusat pertemuan daerah (nodal region), dimana terdapat hubungan yang erat antar daerah tersebut dalam arus tenaga kerja (buruh), barang-barang, dan jasa. Keadaan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya. Daerah pusat kegiatan ekonomi dan daerah sekitarnya tidak dapat berkembang secara sendiri-sendiri, tetapi akan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Dalam perencanaan dan pembangunan suatu daerah, maka antarsub-subwilayah yang ada tersebut akan saling kait mengkait atau saling berinteraksi dan memiliki hubungan (linked) satu sama lain secara internal, bahkan dengan wilayah lainnya secara eksternal. Kondisi seperti ini dipahami oleh Kornita (2004:22) sebagai sinergi dalam kebijakan pembangunan wilayah.Berkaitan dengan tujuan membentuk sinergitas pengembangan wilayah Dharmasraya ke depan, maka potensi sinergi yang dapat dilaksanakan antarsubwilayah/ kecamatan yang ada dalam wilayahnya adalah antara sektor basis di subwilayah/ kecamatan yang satu dengan sektor non-basis pada subwilayah/kecamatan yang lain. Ada pun peluang yang paling menguntungkan adalah mensinergikan sektor-sektor basis subwilayah yang terintegrasi dengan potensi sektor basis ekonomi wilayah Kabupaten Dharmasraya. Berdasarkan hasil penelitian, maka secara spasial dapat dilihat bahwa arena sinergi pengembangan potensi (sektor basis) antarsubwilayah dalam Kabupaten Dharmasraya adalah mencakup keempat kecamatan yang ada saat ini, yakni Kecamatan Sungai Rumbai, Koto Baru, Pulau Punjung, dan Kecamatan Sitiung. Pada empat kecamatan tersebut terdapat potensi untuk membentuk sinergi kebijakannya satu sama lain. Kemudian, secara sektoral kesembilan sektor ternyata juga memiliki potensi sinergi di antara kecamatan/sub-subwilayah di Kabupaten Dharmasraya. Kesembilan sektor beserta masing-masing subwilayah yang menjadi basis sinergi adalah sebagai berikut:1. Sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (Kecamatan Sungai Rumbai, Kecamatan Pulau Punjung). 2. Sektor pertambangan dan penggalian (Kecamatan Pulau Punjung, Kecamatan Sitiung). 3. Sektor industri pengolahan (Kecamatan Sungai Rumbai, Pulau Punjung dan Kecamatan Sitiung). 4. Sektor listrik dan air bersih (Kecamatan Sitiung). 5. Sektor bangunan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (Kecamatan Sungai Rumbai, Koto Baru dan Kecamatan Sitiung). 6. Sektor pengangkutan dan komunikasi (Kecamatan Koto Baru, Kecamatan Sitiung). 7. Sektor jasa-jasa (Kecamatan Pulau Punjung, Koto Baru dan Kecamatan Sitiung).Selanjutnya untuk mengetahui terintegrasi atau tidaknya potensi dari masing-masing subwilayah tersebut dengan potensi wilayah secara agregat pada jangka waktu 1999-2003, dapat dilihat dari perbandingan rata-rata potensi masing-masing subwilayah/kecamatan dengan rata-rata potensi wilayah/kabupaten berdasarkan kontribusi nilai sektor terhadap PDRB sebagaimana disajikan pada tabel 7.1. berikut. Tabel 7.1. Perbandingan Integrasi Potensi Antarsubwilayah dan Wilayah di

Kabupaten Dharmasraya Berdasarkan Kontribusi terhadap PDRB Tahun 1999 2003

Wilayah/SubwilayahSektor Basis Kabupaten Dharmasraya dalam PDRB

1245Jumlah Sektor BasisTingkat Integrasi (persen)

Sungai RumbaiBasis--Basis20,5

Koto Baru---Basis10,25

Sitiung-BasisBasisBasis30,75

Pulau PunjungBasisBasis--20,5

Sumber : Hasil analisis perhitungan, 2006.

Keterangan : 1 = Pertanian 4 = Listrik & Air Bersih

2 = Pertambangan & Penggalian 5 = Bangunan

Dari tabel 7.1. tersebut, dapat dijelaskan bahwa potensi ekonomi pada masing-masing subwilayah/kecamatan di Kabupaten Dharmasraya pada jangka waktu 1999-2003 berdasarkan kontribusi nilai sektor terhadap PDRB, tidak persis sama dengan potensi ekonomi Kabupaten Dharmasraya.Integrasi potensi di masing-masing subwilayah/kecamatan adalah bervariasi antara 0,25 0,75 persen. Di sini, hanya empat sektor yang terintegrasi dengan potensi ekonomi wilayah Kabupaten Dharmasraya. Keempat sektor tersebut adalah sebagai berikut:1.Sektor pertanian sebagai sektor yang termasuk kelompok sektor primer, merupakan sektor basis bagi Kecamatan Sungai Rumbai dan Pulau Punjung. 2.Sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor yang termasuk kelompok sektor sekunder, merupakan sektor basis bagi Kecamatan Pulau Punjung dan Sitiung. 3.Sektor listrik dan air bersih sebagai sektor yang juga termasuk kelompok sektor sekunder, merupakan sektor basis bagi Kecamatan Sitiung. 4.Sektor bangunan sebagai sektor yang masuk termasuk kelompok sektor sekunder, merupakan sektor basis bagi Kecamatan Sungai Rumbai, Koto Baru, dan Sitiung.Temuan analisis berupa adanya empat sektor basis yang memiliki potensi sinergi antarsubwilayah/kecamatan paling menguntungkan, berarti bahwa keempat sektor merupakan kegiatan ekonomi daerah yang mempunyai keuntungan komparatif untuk dikembangkan secara terpadu dalam rangka mendorong perekonomian Kabupaten Dharmasraya. Karena itu, kebijakan dan upaya yang serius, sangat diperlukan untuk mendorong pengembangan keempat sektor yang terintegrasi dengan potensi wilayah Kabupaten Dharmasraya serta relatif saling berhubungan secara fungsional. Sedangkan peranan dan sinergi sektor-sektor ekonomi lainnya adalah sebagai penunjang dari sinergi sektor basis tersebut. Di sini, keterpaduan sektor basis dan sektor non-basis juga merupakan unsur penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dharmasraya. Pada gilirannya, pengembangan sektor-sektor basis akan memacu perkembangan sektor-sektor non-basis di wilayah yang bersangkutan, terutama sekali terhadap sektor-sektor yang nilai LQ-nya sudah mendekati angka 1, dan diperkirakan dalam 2 - 3 tahun dapat berubah menjadi sektor basis dengan nilai LQ > 1.Untuk lebih mendalamnya kajian tentang sektor-sektor perekonomian yang potensial di Kabupaten Dharmasraya, maka analisis dilanjutkan untuk mengetahui gambaran subsektor-subsektor yang memiliki potensi dan prospektif untuk dikembangkan di wilayah yang bersangkutan pada masa yang akan datang sebagaimana disajikan tabel 7.2. pada halaman berikut.

Tabel 7.2. Identifikasi SubSektor Basis/Unggulan atas Dasar Harga Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha di Empat Subwilayah/Kecamatan di Kabupaten Dharmasraya Tahun 1999 - 2003

No.Lapangan UsahaIdentifikasi Potensi Subwilayah/Kecamatan (Nilai LQ)

Sungai RumbaiKoto BaruSitiungPulau Punjung

123456

A. Pertanian

1- Tanaman pangan dan holtikultura0,291,811,080,78

2- Tanaman perkebunan1,930,570,740,73

3- Peternakan0,751,130,751,28

4- Kehutanan0,410,840,042,39

5- Perikanan0,631,131,061,19

B. Pertambangan dan penggalian

6- Non migas0,000,000,000,00

7- Penggalian0,790,901,181,20

C. Industri pengolahan

8- Industri pengolahan0,980,691,511,02

D. Listrik dan air bersih

9- Listrik1,070,961,670,53

10- Air bersih0,001,580,002,02

E. Bangunan

11- Bangunan0,961,151,140,78

F. Perdagangan, hotel dan restoran

12- Perdagangan besar & eceran1,170,860,711,17

13- Hotel 0,000,003,591,31

14- Restoran1,130,851,051,01

G. Pengangkutan dan komunikasi

15- Angkutan darat0,871,201,180,80

16- Angk. laut, sei, danau & pnybrngn0,000,000,003,71

17- Jasa penunjang angkutan0,891,181,170,79

18- Komunikasi0,160,522,001,66

H. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

19- Bank1,300,941,230,62

20- Lembaga keuangan non bank1,020,970,831,12

21- Sewa bangunan0,991,171,150,72

22- Jasa perusahaan1,091,130,910,84

I. Jasa-jasa

23- Pemerintahan & pertahanan0,621,131,191,10

24- Sosial & kemasyarakatan0,941,091,090,90

25- Hiburan & rekreasi0,790,601,911,02

26- Perorangan & rumah tangga0,991,161,130,75

Sumber : PDRB Kabupaten Dharmasraya 1999-2003, diolah kembali.

Keterangan :

= Sektor basis , Angka dicetak tebal = Subsektor basis = Sektor non-basis, Angka tidak dicetak tebal = Subsektor non-basis

Tabel 7.2. tersebut memperlihatkan hasil perhitungan makro yang mengindikasikan subsektor-subsektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di keempat subwilayah/kecamatan dalam Kabupaten Dharmasraya. Terkait dengan hasil analisis sebelumnya, maka pada umumnya beberapa subsektor potensial yang diperoleh merupakan sektor primer dan sektor sekunder. Dalam periode 1999-2003, ditemukan beberapa subsektor yang memiliki nilai LQ > 1 dan diprioritaskan, misalnya; dua subsektor di Kecamatan Sungai Rumbai (subsektor tanaman perkebunan dan subsektor listrik), lima subsektor di Kecamatan Koto Baru (subsektor tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, air bersih, dan subsektor bangunan, lima subsektor di Kecamatan Sitiung (subsektor tanaman pangan dan hortikultura, perikanan, penggalian, listrik, dan subsektor bangunan), dan lima subsektor di Kecamatan Pulau Punjung (subsektor peternakan, kehutanan, perikanan, penggalian dan subsektor air bersih). Disamping itu, masih terdapat subsektor-subsektor lain yang memiliki potensi untuk dikembangkan di keempat subwilayah/kecamatan dalam Kabupaten Dharmasraya. Subsektor-subsektor dimaksud adalah subsektor perdagangan besar dan eceran, restoran, bank, lembaga keuangan non-bank, dan subsektor jasa perusahaan di Kecamatan Sungai Rumbai, subsektor angkutan darat, jasa penunjang angkutan, sewa bangunan, jasa perusahaan, jasa pemerintahan dan pertahanan, jasa sosial serta subsektor jasa perorangan dan rumah tangga di Kecamatan Koto Baru, subsektor industri pengolahan, hotel, restoran, angkutan darat, jasa penunjang angkutan, komunikasi, bank, sewa bangunan, jasa pemerintahan dan pertahanan, jasa sosial, jasa hiburan dan rekreasi, serta subsektor jasa perorangan dan rumah tangga di Kecamatan Sitiung, dan subsektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, hotel, restoran, angkutan laut, sungai, danau dan penyeberangan, komunikasi, lembaga keuangan non-bank, jasa pemerintahan dan pertahanan, serta subsektor jasa hiburan dan rekreasi di Kecamatan Pulau Punjung. Meskipun, tidak terintegrasi dengan potensi sektoral wilayah Kabupaten Dharmasraya, sejumlah subsektor ini tetap akan sangat menunjang bagi pengembangan subsektor potensial yang diprioritaskan.

7.2 Analisis Pusat Pertumbuhan dan Pusat PelayananIbukota-ibukota kecamatan dalam wilayah kabupaten selain dapat berfungsi sebagai pusat administrasi, juga dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan masyarakat dan sebagai pusat pengembangan wilayah sekitarnya. Oleh sebab itu, dalam rangka pengembangan wilayah selanjutnya di masa yang akan datang, perlu dilakukan analisis dan penilaian peran tiap-tiap kecamatan dalam mengembangkan fungsi ibukota yang telah diembannya. Melalui analisis tersebut dapat ditentukan kota atau ibukota kecamatan mana dalam wilayah kabupaten yang akan ditetapkan dan dikembangkan sebagai kota pusat pertumbuhan, pusat pengembangan dan pusat pelayanan untuk tingkat kabupaten. Untuk menganalisis peran tiap-tiap kecamatan dalam mengembangkan fungsi-fungsi ibu kota tersebut, dibutuhkan faktor-faktor yang berisikan sejumlah variabel yang dapat menggambarkan fungsi-fungsi ibukota. Fungsi ibukota yang dimaksud dalam studi ini adalah trifungsi ibukota menurut Dias seperti dikutip Rinaldi (2004:18), yang terdiri atas; fungsi administratif, fungsi sebagai pusat pelayanan dan fungsi sebagai pusat pengembangan wilayah sekitarnya.

7.2.1 Analisis Pusat PertumbuhanAnalisis ini difokuskan untuk menentukan subwilayah dan kota mana yang lebih optimal (tepat) sebagai pusat pertumbuhan. Penentuan yang mana yang lebih optimal (tepat) sebagai pusat pertumbuhan dilakukan dengan dua metode, pertama, menggunakan model gravitasi (gravity model), yakni mempelajari daya tarik dari satu subwilayah ke subwilayah lainnya yang menyebabkan terjadinya perkembangan atau pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut, dan kedua, melakukan analisis skalogram untuk menilai kemampuan masing-masing kecamatan dalam mengemban fungsi pusat pengembangan wilayah sekitarnya sebagai salah satu fungsi yang juga diemban oleh suatu ibukota.

7.2.1.1 Analisis Daya Tarik WilayahBerdasarkan hasil analisis model gravitasi dengan menggunakan variabel jumlah penduduk sebagai salah satu faktor produksi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, secara keseluruhan untuk wilayah Kabupaten Dharmasraya, dapat dilihat bahwa yang memiliki daya tarik yang paling tinggi dengan total daya tarik sebesar 0,33196 (0,3320) adalah Kecamatan Koto Baru, karena telah berkembang cukup pesat sebagai salah satu subwilayah pusat pengembangan lokal (PPL) sebagaimana tertuang dalam perencanaan perwilayahan pembangunan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Perkembangan Koto Baru yang cukup pesat tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonominya yang cenderung meningkat, seperti diperlihatkan oleh data PDRB selama periode 1999-2003. Setelah Kecamatan Koto Baru adalah Kecamatan Sitiung dengan daya tarik sebesar 0,23544 (0,2354), kemudian diikuti oleh Kecamatan Sungai Rumbai dengan daya tarik sebesar 0,23430 (0,2343), dan yang paling rendah daya tariknya adalah Kecamatan Pulau Punjung sebesar 0,19830 (0,1983). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa subwilayah atau kecamatan yang dominan menjadi trend dan arah atau tujuan perpindahan penduduk di Kabupaten Dharmasraya adalah Kecamatan Koto Baru dan Kecamatan Sitiung, sedangkan daerah yang daya tariknya rendah bagi orang untuk pindah adalah Kecamatan Sungai Rumbai dan juga Kecamatan Pulau Punjung. Rendahnya daya tarik Kecamatan Pulau Punjung antara lain karena umumnya merupakan kawasan permukiman sejak lama sehingga perkembangan wilayahnya sepanjang jalur lintas Sumatera kelihatan relatif padat dan merata dihuni penduduk dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya di Kabupaten Dharmasraya. Kondisi ini relatif menimbulkan kesan kurang tersedianya lahan di subwilayah yang bersangkutan untuk pengembangannya ke depan, sehingga kurang memotivasi orang untuk berkeinginan pindah ke Kecamatan Pulau Punjung. Selain itu, masih belum lancarnya aksesibilitas sebagian besar penduduk pedalamannya akibat keterbatasan infrastruktur yang ada juga menjadi pertimbangan mobilitas penduduk ke subwilayah tersebut.Kedua, analisis daya tarik suatu daerah/subwilayah terhadap daerah/subwilayah lainnya dengan model gravitasi menggunakan variabel nilai tambah produksi (PDRB) sebagai salah satu indikator bagi pertumbuhan ekonomi dan di suatu daerah/subwilayah, sehingga diketahui trend, arah dan tujuan pergerakan arus uang, barang dan jasa antarsubwilayah yang dominan di wilayah tersebut. Dalam hal ini digunakan asumsi bahwa nilai tambah produksi merupakan sisi yang tak dapat dipisahkan dari kesempatan kerja Berdasarkan hasil analisis model gravitasi dengan menggunakan variabel nilai tambah produksi (PDRB) sebagai salah satu indikator bagi pertumbuhan ekonomi dan di suatu daerah/subwilayah, secara keseluruhan untuk wilayah Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat bahwa yang memiliki daya tarik yang paling tinggi dengan total daya tarik sebesar 0,30236 (0,3024) adalah Kecamatan Koto Baru, karena cukup berhasilnya pengembangan sektor perkebunan yang imbasnya cukup besar dan mampu menumbuhkan sektor lainnya, seperti sektor perdagangan, serta akses transportasinya yang cukup strategis di jalur Lintas Sumatera dan relatif menjangkau kawasan sekitarnya. Setelah Kecamatan Koto Baru adalah Kecamatan Sitiung dengan daya tarik sebesar 0,24236 (0,2424), kemudian diikuti oleh Kecamatan Pulau Punjung dengan daya tarik sebesar 0,23959 (0,2396), dan yang paling rendah daya tariknya adalah Kecamatan Sungai Rumbai sebesar 0,21569 (0,2157). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa subwilayah yang dominan menjadi trend, arah dan tujuan pergerakan arus uang, barang dan jasa antarsubwilayah yang dominan di Kabupaten Dharmasraya adalah Kecamatan Koto Baru dan Kecamatan Sitiung, sedangkan daerah yang daya tariknya rendah bagi pergerakan arus barang dan jasa antarsubwilayah adalah Kecamatan Pulau Punjung dan juga Kecamatan Sungai Rumbai. Kemudian, untuk mengetahui daya tarik sub-subwilayah di Kabupaten Dharmasraya secara agregat (keseluruhan), dilakukan penjumlahan daya tarik sub-subwilayah dari hasil perhitungan menggunakan kedua variabel daya tarik wilayah dalam penelitian ini sebagaimana disajikan pada tabel 7.3. yang akan disajikan berikut ini. Tabel 7.3. Total Daya Tarik Kecamatan terhadap Kecamatan Lainnya dengan

Menggunakan Variabel Jumlah Penduduk dan Variabel Nilai Tambah Produksi di Kabupaten Dharmasraya

Subwilayah/Analisis Daya Tarik Wilayah

No.KecamatanJumlah PendudukNilai tambah Produksi (PDRB)Nilai Total

1Sungai Rumbai0.234300.215690.44999

2Koto Baru0.331960.302360.63432

3Sitiung0.235440.242360.47780

4Pulau Punjung0.198300.239590.43789

Ju m l a h1.000001.000002.00000

Sumber : Hasil analisis, 2006.

Tabel 7.3. tersebut, menunjukkan bahwa subwilayah/kecamatan yang memiliki total daya tarik paling tinggi di antara seluruh subwilayah/kecamatan yang ada di Kabupaten Dharmasraya berdasarkan variabel jumlah penduduk dan variabel nilai tambah produksi, adalah Kecamatan Koto Baru, yakni sebesar 0,63432 (0,6343), yang berarti bahwa Kecamatan Koto Baru memiliki daya tarik sebesar 31,71 persen (0,63432/2,0 persen) terhadap seluruh kecamatan di Kabupaten Dharmasraya. Hal ini cukup beralasan karena Kecamatan Koto Baru telah berkembang cukup pesat antara lain karena didukung oleh pengembangan sektor perkebunan yang cukup besar dan mampu menumbuhkan sektor lainnya, seperti sektor perdagangan, perbankan, akses transportasinya yang cukup strategis di jalur Lintas Sumatera, serta sejak lama memang telah termasuk dalam perencanaan tata ruang Provinsi Sumatera Barat yang direncanakan sebagai salah satu sub pusat pertumbuhan di daerah-daerah. Di sini, Kota Koto Baru menjadi salah satu pusat pengembangan lokal (PPL) untuk subwilayah pembangunan XX dalam wilayah pembangunan D (Rencana Umum Tata Ruang Kota Koto Baru, 1991:II-4 s.d. II-5).Setelah Kecamatan Koto Baru, nilai total daya tarik wilayah urutan kedua adalah Kecamatan Sitiung dengan daya tarik sebesar 0,47780 (0,4778), kemudian diikuti oleh Kecamatan Sungai Rumbai dengan daya tarik sebesar 0,44999 (0,4500), dan yang paling rendah daya tariknya adalah Kecamatan Pulau Punjung sebesar 0,43789 (0,4379). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa subwilayah/kecamatan yang dominan atau tinggi daya tariknya di Kabupaten Dharmasraya adalah Kecamatan Koto Baru dan Kecamatan Sitiung, sedangkan daerah yang daya tariknya rendah bagi orang untuk pindah adalah Kecamatan Sungai Rumbai dan juga Kecamatan Pulau Punjung. Rendahnya daya tarik Kecamatan Sungai Rumbai antara lain, dapat dikarenakan keberadaan tempat-tempat perbelanjaannya belum mampu memenuhi kebutuhan dan selera penduduk sekitarnya, sehingga orang masih cenderung unutuk berbelanja ke luar daerah, seperti ke Muaro Bungo, Solok, Padang atau Bukittinggi. Sedangkan rendahnya daya tarik Kecamatan Pulau Punjung selama kurun waktu 1999 2003 antara lain dikarenakan masih terbatasnya pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya yang tersedia di daerah ini, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam dan lingkungannya.

7.2.1.2 Analisis Fungsi PerekonomianUntuk melihat maju dan berkembangnya suatu wilayah, perlu pula dilihat tingkat perekonomian wilayah tersebut. Kecamatan yang memiliki tingkat ekonomi yang tinggi akan mampu untuk mandiri dan sudah tentu akan dapat berfungsi sebagai penunjang pusat perkembangan wilayah sekitarnya. Berdasarkan hasil analisis skalogram untuk menilai kemampuan masing-masing kecamatan dalam mengemban fungsi pusat pengembangan wilayah sekitarnya sebagai salah satu fungsi yang juga diemban oleh suatu ibukota yang menggunakan sepuluh variabel, yakni luas wilayah, luas lahan potensial, jumlah penduduk, jumlah pasar, jumlah bank/BPR atau lembaga jasa keuangan non-bank, jumlah industri, produksi pertanian, produksi perkebunan, populasi ternak, dan produksi perikanan, didapatkan hirarki tiap-tiap kecamatan yang berguna dalam mengelompokkan tiap-tiap kecamatan berdasarkan potensi perekonomiannya (lihat tabel 7.4. berikut).Tabel 7.4. Hirarki Faktor Perekonomian di Wilayah Kabupaten Dharmasraya

Sumber : Hasil analisis, 2006.Keterangan : - Coeffisien of Reproducibility = (40 - 4)/ 40 x 100 % = 0,909 x 100 % = 90,9 %.- Skor Tinggi = 3, Skor Sedang = 2, Skor Rendah = 1

Keterangan : T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah.

A = Luas wilayah D = Jumlah produksi perkebunan G = Jumlah industri

B = Lahan potensial E = Jumlah populasi ternak H = Jumlah pasar

C = Jumlah produksi pertanian F = Jumlah produksi perikanan I = Jumlah penduduk

Dari analisis data tabel 7.4. tersebut, dapat disimpulkan bahwa potensi perekonomian keempat kecamatan di wilayah Kabupaten Dharmasraya dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :1. Kategori kecamatan yang memiliki potensi perekonomian tinggi, merupakan hirarki I adalah Kecamatan Koto Baru yang beribukota kecamatan di Kota Koto Baru.2. Kategori kecamatan yang memiliki potensi perekonomian sedang, merupakan hirarki II adalah terdiri dari Kecamatan Pulau Punjung yang beribukota kecamatan di Kota Sungai Dareh.3. Kategori kecamatan yang memiliki potensi perekonomian rendah, merupakan hirarki III adalah terdiri dari Kecamatan Sungai Rumbai yang beribukota kecamatan di Kota Sungai Rumbai dan Kecamatan Sitiung yang beribukota kecamatan di Kota Sitiung.Dari ketiga kelompok di atas, maka kecamatan yang berpotensi sebagai pusat pertumbuhan di wilayah Kabupaten Dharmasraya dilihat dari potensi perekonomiannya, adalah kecamatan Koto Baru dengan ibukota kecamatan di Kota Koto Baru karena memiliki sumberdaya manusia yang baik / tinggi atau merupakan hirarki I.

5.2.1.3. Wilayah dan Kota sebagai Pusat Pertumbuhan Hasil AnalisisBerdasarkan perbandingan hasil analisis daya tarik wilayah secara agregat dengan analisis tingkat perekonomian tersebut, dapat dilihat bahwa Kecamatan Koto Baru, selain mempunyai totalitas daya tarik paling tinggi di antara seluruh kecamatan di Kabupaten Dharmasraya berdasarkan variabel jumlah penduduk, kesempatan kerja, dan variabel nilai tambah produksi (ranking 1), ternyata juga merupakan kecamatan dengan ibukota kecamatan yang paling mampu memerankan fungsi perekonomian atau berada pada hirarki I.Dengan demikian, kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan wilayah Kabupaten Dharmasraya berdasarkan hasil analisis di atas, adalah Kecamatan Koto Baru dengan ibukota kecamatannya Kota Koto Baru, karena berdasarkan penilaian analisis yang telah dilakukan, kecamatan ini memiliki hirarki paling tinggi untuk keseluruhan hasil analisis daya tarik wilayah (jumlah penduduk dan nilai tambah produksi) dan analisis fungsi perekonomian di wilayah Kabupaten Dharmasraya dibandingkan dengan tiga subwilayah/kecamatan lainnya.Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa terpilihnya Kecamatan Koto Baru dengan ibukota kecamatan di Kota Koto Baru sebagai pusat pertumbuhan kabupaten dalam penelitian ini, adalah karena subwilayah tersebut dalam periode 1999-2003 memiliki daya tarik yang besar untuk menjadi lokasi tujuan perpindahan penduduk, pergerakan penduduk bekerja, serta pergerakan uang, barang, dan jasa sehingga akumulasinya akan mampu mendorong pengembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antarwilayah yang semakin merata serta membentuk jaringan yang mengikat dan menghubungkan pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya dalam satu hubungan hirarki. Sementara itu ketiga kecamatan lainya, yakni Kecamatan Sitiung dengan ibukota Sitiung, Kecamatan Pulau Punjung dengan ibukota Sungai Dareh, dan Kecamatan Sungai Rumbai dengan ibukota Sungai Rumbai dapat berfungsi sebagai subwilayah dan kota penyangga untuk menangani volume hasil/produksi daerah belakang dalam lingkup lokal sekitarnya. Hasil analisis studi ini sejalan pula dengan hasil studi NUDS tahun 1985 seperti dikutip dari Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, yang meperlihatkan bahwa Koto Baru sebagai bagian wilayah Kabupaten Dharmasraya termasuk dalam subpengembangan lokal Provinsi Sumatera Barat yang mempunyai pusat-pusat pertumbuhan berdasarkan fungsi kota-kotanya dalam dasawarsa terakhir.

7.2.2. Analisis Pusat PelayananAnalisis ini difokuskan untuk menentukan subwilayah dan kota mana yang lebih optimal (tepat) sebagai sebagai pusat pelayanan di tingkat kabupaten. Penentuan subwilayah dan kota mana yang lebih optimal (tepat) sebagai pusat pelayanan yang dilakukan dengan merangkingkan setiap kecamatan berdasarkan variabel-variabel yang telah ada atau melihat kemampuan tiap-tiap kecamatan dalam memerankan fungsi sebagai pusat pelayanan, yakni fungsi administrasi pemerintahan (administratif), fungsi pusat pelayanan masyarakat, dan daya aksesibilitas, dengan metode analisis skalogram.Dalam hal menganalisis dan menilai kemampuan masing-masing kecamatan mengemban fungsi administratif dalam studi digunakan faktor kapasitas sumberdaya manusia (SDM) dengan variabel-variabel; jumlah guru, murid, tenaga medis/para medis, PNS, instruktur latihan kerja, dan jumlah penduduk usia produktif. Sedangkan untuk menganalisis dan menilai fungsi pusat pelayanan digunakan faktor fasilitas sosial (fasilitas publik) dengan variabel-variabel; jumlah sekolah, fasilitas kesehatan, tempat ibadah, jaringan irigasi, jaringan jalan, kondisi jalan, fasilitas pelatihan kerja, kapasitas PDAM terpasang, daya listrik terpasang, pos dan telekomunikasi, fasilitas rekreasi, dan fasilitas Hankam. Sedangkan untuk fungsi aksesibilitas digunakan variabel tunggal, yakni jarak antaribukota kecamatan.

5.2.2.1 Analisis Fungsi AdministrasiBerdasarkan hasil analisis skalogram untuk menilai kemampuan masing-masing kecamatan dalam mengemban fungsi administrasi pemerintahan (administratif) sebagai salah satu fungsi yang juga diemban oleh suatu ibukota yang menggunakan enam variabel, yakni ; jumlah guru, murid, tenaga medis/para medis, PNS, instruktur latihan kerja, dan jumlah penduduk usia produktif, didapatkan hirarki tiap-tiap kecamatan yang berguna dalam mengelompokkan tiap-tiap kecamatan berdasarkan potensi administrasi (sumberdaya manusia)nya seperti disajikan pada tabel 7.5. berikut.Tabel 7.5. Hirarki Potensi Sumberdaya Manusia di Kabupaten Dharmasraya

KecamatanTinggi = TSedang = SRendah = RNilaiHirar-ki

ABCDEFABCDEFABCDEFSkala

Koto BaruTTTTTS14I

Pulau PunjungTSSRRR13

Sungai RumbaiSSSRRR8III

SitiungSRRRRR7

Frekuensi (F)111111112111221222Total F=24

Kesalahan (K)000000000000000011Total K=2

Sumber : Hasil analisis, 2006.

Keterangan : - Coeffiecien of Reproducibility = (24-1)/24 x 100%

= 0,958 x 100% = 95,8 %

- Skor Tinggi = 3 Skor Sedang = 2 Skor Rendah = 1.

A = Jumlah guru D = Jumlah PNS

B = Jumlah murid E = Instruktu pelatihan kerja

C = Jumlah medis/paramedis F = Jumlah penduduk produktif

Mencermati tabel 7.5. tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari sisi kapasitas sumberdaya manusia sebagai potensi pendukung fungsi administrasi, keempat kecamatan dengan ibukotanya masing-masing sebagai subwilayah di Kabupaten Dharmasraya dapat dibedakan atas kategori sebagai berikut :1. Kategori kecamatan yang memiliki sumberdaya manusia tinggi, merupakan hirarki I adalah Kecamatan Koto Baru dengan ibukota kecamatan di Kota Koto Baru dan Kecamatan Pulau Punjung dengan ibukota kecamatan di Kota Sungai Dareh .2. Untuk kategori kecamatan yang memiliki sumberdaya manusia sedang, merupakan hirarki II ternyata tidak ada satupun kecamatan di Kabupaten Dharmasraya yang termasuk kategori ini.3. Kategori kecamatan yang memiliki sumberdaya manusia rendah, merupakan hirarki III adalah terdiri dari Kecamatan Sungai Rumbai dengan ibukota kecamatan di Kota Sungai Rumbai dan Kecamatan Sitiung dengan ibukota kecamatan di Kota Sitiung.Dari ketiga kelompok di atas, maka kecamatan yang berpotensi sebagai pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Dharmasraya dilihat dari fungsi administrasi (potensi sumberdaya manusianya) adalah Kecamatan Koto Baru yang beribukota kecamatan di Kota Koto Baru karena merupakan hirarki I dan memiliki kapasitas sumberdaya manusia yang sedikit lebih tinggi daripada Kecamatan Pulau Punjung yang beribukota kecamatan di Kota Sungai Dareh.

7.2.2.2. Analisis Fungsi Pusat PelayananBerdasarkan hasil analisis skalogram untuk menilai kemampuan masing-masing kecamatan dalam mengemban fungsi pusat pelayanan masyarakat sebagai salah satu peran yang juga diemban oleh suatu ibukota dari suatu wilayah administrasi pemerintahan dengan menggunakan duabelas variabel, didapatkan hirarki tiap-tiap kecamatan yang berguna dalam mengelompokkan tiap-tiap kecamatan berdasarkan potensi/kondisi fasilitas pelayanan masyarakat di Kabupaten Dharmasraya seperti disajikan dalam tabel 7.6. berikut.Tabel 7.6. Hirarki Potensi Fasilitas Pelayanan Masyarakat di Kabupaten Dharmasraya

Sumber : Hasil analisis, 2006.Keterangan : - Coeffisien of Reproducibility = (48 - 4)/ 48 x 100 % = 0,917 x 100 % = 91,7 %.- Skor Tinggi = 3, Skor Sedang = 2, Skor Rendah = 1

A = Sekolah E = Jaringan jalan I = Daya listrik terpasang

B = Fasilitas kesehatan F = Kondisi jalan J = Pos dan telekomunikasi

C = Tempat ibadah H = Fasilitas Pelatihan Kerja K = Fasilitas rekreasi

D = Jaringan irigasi I = Kapasitas PDAM terpasang L = Fasilitas Hankam

Dari hasil tabel 7.6., dapat disimpulkan bahwa keempat kecamatan yang memiliki sejumlah fasilitas pelayanan di wilayah Kabupaten Dharmasraya dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :1. Kategori kecamatan yang memiliki fasilitas pelayanan tinggi, merupakan hirarki I adalah Kecamatan Pulau Punjung yang beribukota kecamatan di Kota Sungai Dareh dan Kecamatan Koto Baru yang beribukota kecamatan di Kota Koto Baru.2. Kategori kecamatan yang memiliki fasilitas pelayanan sedang, merupakan hirarki II ternyata tidak ada satupun kecamatan di Kabupaten Dharmasraya yang termasuk kategori ini. 3. Kategori kecamatan yang memiliki fasilitas pelayanan rendah, merupakan hirarki III adalah terdiri dari Kecamatan Sitiung yang beribukota kecamatan di Kota Sitiung dan Kecamatan Sungai Rumbai yang beribukota kecamatan di Kota Sungai Rumbai.Dari ketiga kelompok tersebut, maka kecamatan yang berpotensi sebagai pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Dharmasraya dilihat dari potensi atau kemampuan pelayanannya terhadap masyarakat, adalah Kecamatan Pulau Punjung yang beribukota kecamatan di Kota Sungai Dareh karena memiliki fasilitas pelayanan masyarakat yang baik atau merupakan hirarki I.

7.2.2.3. Analisis AksesibilitasFaktor aksesibitas akan berpengaruh besar kepada berbagai sektor kegiatan baik ekonomi maupun sosial karena akan menentukan tingkat kemudahan dan kelancaran pergerakan orang dan barang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya atau dari kawasan ke kawasan lainnya. Untuk itu, pertimbangan aksesibilitas dalam setiap keputusan lokasi suatu kegiatan akan menjadi mutlak karena akan sangat berdampak kepada operasional dari kegiatan itu sendiri ( Fauzi, 2003:108). Berdasarkan hasil analisis/penilaian terhadap jarak terjauh yang dilayani masing-masing ibukota kecamatan di wilayah Kabupaten Dharmasraya dalam mengemban fungsi pusat pelayanan masyarakat sebagai salah satu faktor yang turut menentukan optimal tidaknya suatu ibukota dari suatu wilayah administrasi pemerintahan dengan menggunakan jarak antaribukota kecamatan, didapatkan hirarki tiap-tiap ibukota kecamatan berdasarkan daya aksesibilitas (tingkat keterhubungan) di Kabupaten Dharmasraya seperti disajikan dalam tabel 7.7. berikut.Tabel 7.7. Hirarki Aksesibilitas antaribukota Kecamatan di Kabupaten Dharmasraya

No.Ibu Kota Kecamatan sebagai Pusat PelayananAksesibilitasNilai (skor)Hirarki

1 Sitiung T3I

2 Koto BaruT3

3 Sungai Rumbai R1III

4 Sungai DarehR1

Sumber : Hasil analisis, 2006.

Data tabel 7.7. memperlihatkan bahwa berdasarkan aksesibilitasnya yang dapat menjadi pusat pelayanan kabupaten yang optimal adalah Kecamatan Sitiung dengan ibukota kecamatan di Kota Sitiung, karena secara geografis, letaknya termasuk kategori hirarki I atau relatif berada di tengah atau di jalur jalan utama wilayah Kabupaten Dharmasraya. Kota sebagai pusat pelayanan kabupaten merupakan tempat pelayanan bagi daerah hinterland kabupaten tersebut, dalam hal ini jarak jangkauan pelayanan yang biasa ditempuh oleh seseorang, yaitu berjarak 50 km. Lokasi pusat pelayanan Kabupaten Dharmasraya bisa dipenuhi oleh Kota Sitiung yang memiliki keuntungan dengan posisi relatif di tengah-tengah wilayah Kabupaten Dharmasraya.Dengan memahami bahwa semua ibukota kecamatan hampir terletak dalam satu lingkaran mulai dari IV Koto Pulau Punjung - Sungai Dareh Sikabau - Sitiung Koto Agung - Koto Baru Sungai Rumbai - Gunung Medan sampai ke Sikabau - Sungai Dareh IV Koto Pulau Punjung lagi. Secara teoritis jalan utama di Kabupaten Dharmasraya dapat dikategorikan ke dalam pola jaringan jalan lingkaran dalam. Tipe ini relatif baik untuk pengembangan wilayah pada daerah yang cukup luas. Posisi Kota Sitiung atau Kota Koto Baru sebagai titik sentral Kabupaten Dharmasraya didukung oleh realitas jarak antaribukota kecamatan seperti telah ditunjukkan oleh tabel 4.3 (pada bab 4), bahwa kriteria sebagai pusat pelayanan dapat dipenuhi oleh kedua kota, Sitiung dan Koto Baru dengan jarak kurang dari 50 km.Sementara itu dihubungkan dengan keterkaitan fungsi jalan dan kota, terlihat bahwa jalan utamanya adalah ruas jalan Kiliran Jao Batas Jambi (Muaro Bungo) yang merupakan jalan arteri primer yang kemudian saling dihubungkan oleh jalan kolektor primer dan jalan lokal primer lainnya.

7.3.5. Wilayah dan Kota sebagai Pusat Pelayanan Hasil AnalisisBerdasarkan penjumlahan agregat hasil analisis-analisis wilayah dan kota sebagai pusat pelayanan, dapat dilihat kecamatan yang paling berpotensi dipilih sebagai pusat pelayanan kabupaten seperti terdapat pada tabel 7.8. pada halaman berikut.

Data tabel 7.8. tersebut, jelas menunjukkan bahwa Kecamatan Pulau Punjung merupakan kecamatan yang paling berpotensi dipilih sebagai pusat pelayanan kabupaten, meskipun Kecamatan Koto Baru yang lebih baik pada analisis fungsi administrasi (kapasitas sumberdaya manusia) dan Kecamatan Sitiung lebih unggul pada analisis aksesibilitas (tingkat daya hubung). Sementara itu, Kecamatan Pulau Punjung sendiri hanya unggul pada analisis fungsi pelayanan (fasilitas umum).Tabel 7.8. Ranking (Urutan) Kecamatan yang Berpotensi Menjadi

Pusat Pelayanan Wilayah Kabupaten Dharmasraya

No.Subwilayah/Kemampuan Hasil Analisis

KecamatanFungsi AdministrasiFungsi Pusat PelayananAksesibilitasTotalRanking

1Pulau Punjung1330144I

2Koto Baru1425342II

3Sitiung716326III

4Sungai Rumbai814123IV

Sumber : Rekapitulasi hasil analisis tabel 7.6, Tabel 7.7., dan Tabel 7.8, 2006

Berdasarkan temuan hasil analisis dalam penelitian ini, maka dari sudut pandang ilmu dan teknik perencanaan, jelaslah bahwa kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat pelayanan wilayah Kabupaten Dharmasraya, adalah Kecamatan Pulau Punjung karena berdasarkan penilaian analisis di atas secara agregat, kecamatan ini lebih unggul dengan bobot nilai yang tinggi secara keseluruhan (total) dibandingkan dengan ketiga kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Dharmasraya.Selanjutnya, mengingat semua data yang digunakan dalam analisis yang telah dilakukan adalah data kecamatan, bukan khusus data ibukota kecamatannya di Kota Sungai Dareh, maka penentuan apakah pusat pelayanan masyarakat ditetapkan di Kota Sungai Dareh, Kota Tabiang Tinggi atau di Kota Pulau Punjung yang saat ini mengemban fungsi sebagai ibukota Kabupaten Dharmasraya, tetap masih memenuhi kriteria metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Di sini, terhadap subwilayah/Kecamatan Pulau Punjung yang terpilih sebagai lokasi optimal pusat pelayanan masyarakat di Kabupaten Dharmasraya perlu ditindaklanjuti dengan melakukan kajian kota alternatif yang lebih aksesibel di subwilayah yang bersangkutan. Tabel 7.9. pada halaman berikut memperlihatkan perbandingan aksesibilitas tiga buah kota dalam wilayah Kecamatan Pulau Punjung yang dijadikan alternatif untuk ditetapkan sebagai pusat pelayanan masyarakat Kabupaten Dharmasraya hingga duapuluh tahun ke depan.Mencermati tabel 7.9. sebagai upaya meminimalisasi kekurangan dari sisi aksesibilitasnya tadi, maka akan lebih baik jika lokasi pusat perkantoran pemerintahan ke depan berada di sekitar Kota Tabiang Tinggi sekarang yang menduduki ranking 1 sebagai kota alternatif utama untuk ditetapkan sebagai pusat pelayanan masyarakat Kabupaten Dharmasraya, karena cenderung memberikan aspek jangkauan pelayanan yang l