Buletin Konsumsi Pangan TWI 2014
-
Upload
feri-julianto-fflate -
Category
Documents
-
view
34 -
download
5
description
Transcript of Buletin Konsumsi Pangan TWI 2014
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
KATA PENGANTAR
Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang
terbit setiap triwulan. Buletin konsumsi pangan ini merupakan terbitan tahun kelima, berisi
informasi gambaran umum konsumsi pangan di Indonesia, konsumsi rumah tangga dan
ketersediaan konsumsi per kapita serta ketersediaan di negara-negara dunia terutama untuk
komoditas yang banyak di konsumsi masyarakat. Pada edisi volume 5 nomor 1 tahun 2014 ini
disajikan perkembangan konsumsi Beras, Ubi Kayu, Bawang Merah, Gula Pasir dan Daging
Ayam sampai dengan data tahun 2013 serta prediksi tahun 2014 sampai 2016 untuk Susenas,
sedangkan NBM Prediksi tahun 2013 sampai 2016. Data yang disajikan dalam buletin ini
diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian bersumber dari
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, Neraca Bahan Makanan (NBM) Badan
Ketahanan Pangan, website FAO (Food Agriculture Organization) dan website USDA (United
States Departement of Agriculture).
Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di
lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.
Jakarta, April 2014
Kepala Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian,
Ir. M. Tassim Billah, MSc
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1
BAB I. PENJELASAN UMUM
angan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia, karena
itu pemenuhan atas pangan yang
cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi
setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan
sumberdaya manusia yang berkualitas
untuk melaksanakan pembangunan
nasional.
Kebutuhan pangan merupakan
penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk
konsumsi langsung, kebutuhan industri dan
permintaan lainnya. Konsumsi langsung
adalah jumlah pangan yang dikonsumsi
langsung oleh masyarakat.
Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan kesejahteraan masyarakat,
maka kebutuhan terhadap jenis dan
kualitas produk makanan juga semakin
meningkat dan beragam. Oleh karena itu
salah satu target Kementerian Pertanian
tahun 2010 - 2014 adalah peningkatan
diversifikasi pangan, terutama untuk
mengurangi konsumsi beras dan terigu.
Selama tahun 2010-2014, konsumsi beras
ditargetkan turun 1,5% per tahun yang
diimbangi dengan peningkatan konsumsi
umbi-umbian, pangan hewani, buah-
buahan dan sayuran. Selain itu juga
diupayakan tercapainya pola konsumsi
pangan beragam, bergizi, seimbang dan
aman yang tercermin oleh meningkatnya
skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4
pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun
2014 (Renstra Kementerian Pertanian,
2010).
Tabel 1.1. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
2010 2011 2012 2013 2014
Padi-padian 54,9 53,9 52,9 51,9 51,0
Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8
Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5
Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 10,0 10,0
Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0
Kacangan-kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9
Gula 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0
Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8
Lain-lain 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0
SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3
TAHUNMAKANAN
Sumber : Renstra Kementerian Pertanian, 2010
P
-
Buletin Konsumsi Pangan
2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
1.1. Sumber Data
Data yang digunakan dalam buletin
ini adalah publikasi dari hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional, BPS (Data Susenas yang
digunakan terbitan bulan Maret), Neraca
Bahan Makanan (NBM-BKP), website FAO
(Food Agriculture Organization) dan
website USDA (United States Departement
of Agriculture).
Sejak tahun 2011, BPS melaksana-
kan Susenas setiap triwulan, namun dalam
publikasi buletin ini digunakan data hasil
Susenas Bulan Maret, dengan meng-
gunakan kuesioner modul konsumsi/
pengeluaran rumah tangga. Pengumpulan
data dalam Susenas dilakukan melalui
wawancara dengan kepala rumah tangga
dengan cara mengingat kembali (recall)
seminggu yang lalu pengeluaran untuk
makanan dan sebulan untuk konsumsi
bukan makanan. Data konsumsi/
pengeluaran yang dikumpulkan dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu (1) pengeluaran
makanan (215 komoditas yang dikumpulkan
kuantitas dan nilai rupiahnya) dan (2)
pengeluaran konsumsi bukan makanan
(yang dikumpulkan nilai rupiahnya, kecuali
listrik, gas, air dan BBM dengan
kuantitasnya).
Data konsumsi rumah tangga yang
bersumber dari Susenas (BPS) disajikan per
kapita per minggu. Selanjutnya dalam
penyajian publikasi ini untuk menjadi per
kapita per tahun dikalikan dengan 365/7.
Neraca Bahan Makanan (NBM)
memberikan informasi tentang situasi
pengadaan/penyediaan pangan, baik yang
berasal dari produksi dalam negeri, impor-
ekspor dan stok serta penggunaan pangan
untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan
untuk industri, serta informasi ketersediaan
pangan untuk konsumsi penduduk suatu
negara/wilayah dalam kurun waktu
tertentu. Cara perhitungan NBM adalah
sebagai berikut :
1. Penyediaan (supply) : Ps = P- St + I E dimana :
Ps = total penyediaan dalam negeri P = produksi
St = stok akhir stok awal I = Impor E = ekspor
2. Penggunaan (utilization)
Pg = Pk + Bt + Id + Tc + K dimana : Pg = total penggunaan
Pk = pakan Bt = bibit
Id = industri Tc = tercecer K = ketersediaan bahan makanan.
Untuk komponen pakan, bibit dan
tercecer dapat digunakan besaran
konversi persentase terhadap
penyedian dalam negeri, seperti pada
Tabel 1.2.
3. Ketersediaan pangan per kapita,
diperoleh dari ketersediaan dibagi
dengan jumlah penduduk. Jumlah
penduduk tahun 2010 sebesar 237.641
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3
ribu jiwa (Sensus Penduduk 2010,
BPS). Selanjutnya jumlah penduduk
tahun 2011 sampai tahun 2016 hasil
proyeksi Bappenas, seperti tersaji pada
Tabel 1.3.
Tabel 1.2. Besaran konversi komponen penggunaan (persentase terhadap penyediaan dalam negeri)
Pakan 0,17
Tercecer 2,50
Pakan 2,00
Tercecer 2,13
Bibit 0,24
Tercecer 8,36
Gula Pasir Tercecer 0,98
Daging Ayam Ras Tercecer 5,00
Komoditas KomponenAngka Konversi
(%)
Beras
Ubi Kayu
Bawang Merah
Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan
Tabel 1.3. Proyeksi Jumlah Penduduk, 2011 2016
Tahun Jumlah Penduduk
(000 jiwa)Tahun
Jumlah Penduduk
(000 jiwa)
2011 241.991 2014 252.165
2012 245.425 2015 255.462
2013 248.818 2016 258.705
Sumber : Proyeksi Bappenas
1.2. Ruang Lingkup Publikasi
Pada edisi volume 5 no. 1 tahun
2014 disajikan informasi perkembangan
pola konsumsi masyarakat Indonesia,
konsumsi rumah tangga per kapita per
tahun, ketersediaan konsumsi per kapita
per tahun dan prediksi 3 tahun ke depan
tahun 2014, 2015 dan 2016 serta konsumsi
di negara-negara di dunia untuk komoditas
yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Komoditas yang dianalisis antara lain beras,
ubi kayu/ketela pohon, bawang merah, gula
pasir dan daging ayam. Model terpilih
dalam melakukan prediksi data konsumsi
per kapita disajikan pada Tabel 1.4 dan 1.5.
-
Buletin Konsumsi Pangan
4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 1.4. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita per minggu beberapa komoditas
pangan berdasarkan data Susenas
Uraian BerasBeras
Ketan
Tepung
Beras
Lainnya
Padi-
padian
Ubi KayuBawang
Merah
Gula
Pasir
Daging
Ayam Ras
Daging
Ayam Buras
Model terpilihTrend
Kuadratik
Trend
LiniarDES
Trend S-
kurve
Trend
Liniar
Trend
Liniar
Trend
LiniarTrend Liniar
Trend
Kuadratik
MAPE 0,8437 0,8437 15,3189 50,7310 12,1117 17,7657 5,6786 16,7608 14,2870
MAD 0,0157 0,0157 0,0009 0,0038 0,0161 0,0010 0,0877 0,3432 0,0973
MSD 0,0004 0,0004 0,0000 0,0001 0,0004 0,0000 0,0119 0,1719 0,0164
Keterangan : ARIMA : Autoregressive Integrated Moving Avarage MAD : Mean Absolute Deviation
SES : Single Exponential Smoothing MSD : Mean Square Deviation
DES : Double Exponential Smoothing MA : Moving Avarage
MAPE : Mean Absolute Percentage Error
Tabel 1.5. Model terpilih prediksi penyediaan dan penggunaan beberapa komoditas pangan berdasarkan data Neraca Bahan Makanan
Gabah Beras Ubi KayuBawang
MerahGula Pasir
Daging Ayam
Ras
Daging Ayam
Buras
KeluaranModel
DES Trend LinearTrend
EksponentialTrend Linear Trend Linear
MAPE 4 9,26 14 20,71 6,012
MAD 798 48,22 265 59,09 8,967
MSD 942901 3440,94 101864 5497 133,89
ImporModel Trend S-Curve
Trend
Eksponential
Trend
KuadratikTrend Linear
MAPE 67,0167 214 29,327 52
MAD 4,3909 894 11,173 494
MSD 51,4755 1593,765 189,219 337820
EksporModel
Trend
Kuadratik
MAPE 41,8671
MAD 1,6908
MSD 5,4349
StokModel DES Trend Kuadratik
MAPE 117 313,7
MAD 589 324,0
MSD 538,967 162159,0
Pakan Persentase 0,44% dr total
penyediaan
0,17% dr total
penyediaan
2,00% dr total
penyediaan
TercecerPersentase
5,4% dr total
penyediaan
2,50% dr total
penyediaan
2,13% dr total
penyediaan
8,36% dr total
penyediaan
0,98% dr total
penyediaan
5,00% dr total
penyediaan
5,00% dr total
penyediaan
Bibit Model
MAPE
MAD
MSD
Persentase DES
MAPE 50
MAD 2422
MSD 13481494
ModelTrend
EksponentialTrend Linear
MAPE 105,67 371
MAD 56,25 19
MSD 5,73032 969Model
MAPE
MAD
MSD
Uraian
95,00% dr total
penyediaan
Diolah untuk
Makanan
0,24% dr total
penyediaan
Bahan Makanan 91,40% dr
total
penyediaan
95,00% dr total
penyediaan
Diolah untuk
Bukan Makanan
Koversi 62,74%
dari Masukan
Angka Proyeksi
Bidang Data
Komoditas
1,00% dr total
penyediaan
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
BAB II. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA
2.1. Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia
Sesuai hukum ekonomi yang
dinyatakan oleh Ernst Engel (1857), yaitu
bila selera tidak berbeda maka persentase
pengeluaran untuk makanan menurun
dengan semakin meningkatnya pendapatan.
Hal ini dapat digunakan dalam meng-
gambarkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data Susenas,
pengeluaran penduduk Indonesia untuk
makanan dan non makanan selama tahun
2002 - 2013 menunjukkan pergeseran,
pada awalnya persentase pengeluaran
untuk makanan lebih besar dibandingkan
pengeluaran untuk non makanan, namun
mulai tahun 2007 menunjukkan pergeseran,
dimana persentase pengeluaran non
makanan seimbang dengan pengeluaran
makanan terhadap total pengeluaran
penduduk Indonesia per kapita per tahun.
Persentase untuk makanan pada tahun
2002 sebesar 58,47% dan non makanan
sebesar 41,53% sedangkan pada tahun
2013 persentase untuk makanan menjadi
50,66% dan non makanan sebesar 49,34%,
seperti tersaji pada Gambar 2.1.
Besarnya rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan tahun 2013 untuk bahan
makanan sebesar Rp. 356.435,- dan non
makanan sebesar Rp. 347.126,-.
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
(%)
Makanan Non Makanan
Gambar 2.1. Perkembangan persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan, tahun 2002 2013
Persentase pengeluaran penduduk
Indonesia untuk makanan tahun 2013
terbesar adalah pengeluaran untuk
makanan dan minuman jadi yaitu sebesar
25,88%, disusul padi-padian sebesar
16,26%, tembakau dan sirih sebesar
-
Buletin Konsumsi Pangan
6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
17,92
0,97
8,77
4,10
6,66
9,632,92
5,063,574,14
2,10
2,26
28,52
13,58
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih
20,61%
1,14%
7,94%
3,96%
6,03%
7,87%2,99%5,20%
3,42%4,48%
2,24%
2,72%
21,28%
10,10%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih
12,07%, ikan sebesar 8,22%, sayur-
sayuran sebesar 7,40%, telur dan susu
sebesar 5,88%, sementara kelompok
makanan lainnya kurang dari 5%
(Gambar 2.2).
Tahun 2007 Tahun 2013
Gambar 2.2. Persentase pengeluaran kelompok pangan terhadap total pengeluaran pangan Tahun 2007 dan 2013
Perkembangan pengeluran nominal
bahan makanan per kapita per bulan tahun
2008 sampai tahun 2013 mengalami rata-
rata pertumbuhan sebesar 12,99%,
meskipun secara riil hanya meningkat
sebesar 4,78%. Pengeluaran per kapita per
bulan untuk kelompok padi-padian, umbi-
umbian dan bumbu-bumbuan secara
nominal mengalami peningkatan namun
secara riil mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan terjadinnya penurunan
kuantitas konsumsi pada kelompok bahan
makanan tersebut. Indikasi penurunan
kuantitas konsumsi juga terjadi pada
kelompok bahan makanan lainnya
mengingat peningkatan pengeluaran riil
yang lebih lambat dibandingkan
peningkatan pengeluaran nominal (Tabel
2.1).
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7
Tabel 2.1. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil kelompok bahan makanan per kapita per bulan, 2008 2013
Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal Riil
1 Padi-padian 36.970 110 33.621 38.122 114 33.405 44.004 134 32.824 44.427 154 28.881 57.908 171 33.898 57.956 178 32.488 9,99 (0,24)
2 Umbi-Umbian 2.040 110 1.855 2.180 114 1.910 2.422 134 1.807 3.008 154 1.955 2.785 171 1.630 3.151 178 1.766 9,58 (0,50)
3 Ikan 15.315 123 12.441 18.454 132 13.994 21.467 133 16.184 25.369 143 17.690 26.600 152 17.474 28.356 167 17.015 13,29 6,72
4 Daging 7.104 125 5.694 8.114 129 6.286 10.370 137 7.585 10.972 142 7.716 13.075 152 8.599 13.252 172 7.720 13,67 6,80
5 Telur dan susu 12.048 124 9.699 14.056 124 11.314 15.834 127 12.481 17.106 133 12.830 19.024 140 13.571 21.540 149 14.420 12,36 8,36
6 Sayur-sayuran 15.539 120 12.949 16.813 129 13.069 18.995 144 13.170 25.563 157 16.332 23.949 166 14.445 31.158 194 16.090 15,91 5,11
7 Kacang-kacangan 5.978 153 3.896 6.759 155 4.361 7.387 159 4.647 7.500 170 4.404 8.443 183 4.606 9.444 204 4.620 9,66 3,63
8 Buah-buahan 8.779 115 7.651 8.821 126 7.015 12.335 137 9.005 12.759 149 8.558 15.443 159 9.712 16.379 190 8.623 14,17 3,47
9 Minyak dan lemak 8.336 131 6.344 8.416 122 6.884 9.486 122 7.759 11.342 138 8.215 12.344 141 8.766 11.545 140 8.257 7,12 5,60
10 Bahan minuman 8.221 108 7.598 8.691 126 6.895 11.195 130 8.629 10.681 133 8.015 10.934 141 7.760 13.385 147 9.110 10,94 4,60
11 Bumbu-bumbuan 4.312 117 3.691 4.643 125 3.707 5.390 164 3.280 6.268 165 3.796 6.440 151 4.274 6.783 224 3.031 9,62 (2,37)
12 Konsumsi lainnya 5.356 107 5.000 5.720 112 5.093 6.368 116 5.483 6.381 123 5.176 6.962 132 5.284 7.302 138 5.294 6,46 1,24
13 Makanan & minuman jadi 44.193 118 37.518 54.326 124 43.674 63.286 130 48.693 81.536 136 59.861 80.532 142 56.697 92.254 151 61.063 16,32 10,65
14 Tembakau dan sirih 19.636 113 17.408 22.604 121 18.618 25.982 127 20.523 30.647 137 22.378 39.038 150 26.090 43.930 161 27.221 17,58 9,43
Jumlah Makanan 193.827 121 160.706 217.719 125 173.994 254.521 137 185.890 293.556 149 197.521 323.478 157 205.618 356.435 176 202.370 12,99 4,78
Rata-rata
Pertumbuhan 2008-
2013 (%)No. Kelompok Barang
2008 2009 2010
Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran
2011 2012 2013
Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
2.2. Perkembangan Konsumsi Kalori
& Protein Masyarakat Indonesia
Berdasarkan data Susenas,
konsumsi kalori dan protein penduduk
Indonesia memperlihatkan adanya
perubahan dari tahun 2007 dan 2013. Pada
Tabel 2.2 menunjukan adanya penurunan
konsumsi kalori dan protein per hari pada
tahun 2013 dibandingkan tahun 2007.
Pada tahun 2007 rata-rata konsumsi kalori
penduduk Indonesia sebesar 2.014,91 kkal,
sedangkan pada tahun 2013 menjadi
1.842,75 kkal atau turun sebesar 172,16
kkal. Penurunan kalori tertinggi terjadi
pada kelompok padi-padian sebesar 76,58
kkal, bahan minuman sebesar 25,59 kkal,
kacang-kacangan sebesar 21,49 kkal dan
umbi-umbian sebesar 21,40. Sementara
konsumsi kalori makanan dan minuman
jadi meningkat sebesar 45,86 kkal.
Tabel. 2.2. Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per kapita sehari menurut
kelompok makanan, Maret 2007 dan Maret 2013
2007 2013 Perubahan 2007 2013 Perubahan
1 Padi-padian 953,16 876,58 -76,58 22,43 20,57 -1,86
2 Umbi-Umbian 52,49 31,09 -21,40 0,40 0,27 -0,13
3 Ikan 46,71 44,09 -2,62 7,77 7,34 -0,43
4 Daging 41,89 39,96 -1,93 2,62 2,47 -0,15
5 Telur dan susu 56,96 53,50 -3,46 3,23 3,08 -0,15
6 Sayur-sayuran 46,39 34,96 -11,43 3,02 2,27 -0,75
7 Kacang-kacangan 73,02 51,53 -21,49 6,51 4,93 -1,58
8 Buah-buahan 49,08 35,65 -13,43 0,57 0,40 -0,17
9 Minyak dan lemak 246,34 227,99 -18,35 0,46 0,25 -0,21
10 Bahan minuman 113,94 88,35 -25,59 1,13 1,04 -0,09
11 Bumbu-bumbuan 17,96 14,32 -3,64 0,76 0,62 -0,14
12 Konsumsi lainnya 70,93 52,83 -18,10 1,43 1,09 -0,34
13 Makanan dan minuman jadi 246,04 291,90 45,86 7,33 8,75 1,42
Jumlah 2.014,91 1.842,75 -172,16 57,66 53,08 -4,58
No. Kelompok BarangKalori (kkal) Protein (gram)
Sumber: Susenas, BPS
-
Buletin Konsumsi Pangan
8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
47,31%
2,61%
2,32%
2,08%
2,83%
2,30%
3,62%
2,44%12,23%5,65%
0,89%
3,52%
12,21%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi
38,75 0,51
13,83
4,65
5,80
4,289,290,750,471,96
1,17
2,05
16,48
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi
38,90%0,69%
13,48%
4,54%
5,60%
5,24%
11,29%0,99%0,80%1,96%
1,32%
2,48%
12,71%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi
Pada tahun 2013 rata-rata
konsumsi protein penduduk Indonesia
sebesar 53,108 gram/hari atau turun 4,58
gram/hari dari tahun 2007 yang sebesar
57,66 gram/hari (Tabel 2.2). Penurunan
konsumsi protein tertinggi per hari terjadi
pada kelompok padi-padian sebesar 1,86
gram dan kacang-kacangan sebesar 1,58
gram, diikuti penurunan konsumsi protein
pada kelompok sayur-sayuran 0,75 gram,
serta kelompok lainnya masing-masing
dibawah 0,45 gram, sedangkan konsumsi
protein makanan dan minuman jadi
mengalami peningkatn sebesar 1,42 gram.
Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.3
dan Gambar 2.4.
Tahun 2007 Tahun 2013
Gambar 2.3. Persentase konsumsi kalori penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2013
Tahun 2007 Tahun 2013
Gambar 2.4. Persentase konsumsi protein penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2013
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9
BAB III. BERAS
eras merupakan bahan pangan
pokok lebih dari setengah
penduduk dunia, dan konsumsi
beras menyumbang asupan lebih dari 20
persen kalori. Lebih dari 90 persen beras
dunia diproduksi dan dikonsumsi oleh 6
negara Asia (China, India, Indonesia,
Bangladesh, Vietnam dan Jepang). Pada
saat ini, di negara-negara Asia
menunjukkan kecenderungan bahwa
produksi dan ekspor beras meningkat
namun angka konsumsi yang menurun.
Dengan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat dan urbanisasi, konsumsi per
kapita beras mempunyai kecenderungan
menurun di negara-negara Asia Tengah
dan berpenghasilan tinggi seperti Jepang,
Taiwan dan Republik Korea. Tapi, hampir
seperempat populasi di Negara Asia masih
tergolong miskin dan belum memiliki akses
yang cukup terhadap beras seperti
Afghanistan, Korea Utara, Nepal dan
Vietnam.
Beras juga merupakan kebutuhan
pangan pokok bagi lebih dari 90%
penduduk Indonesia. Berdasarkan data
hasil SUSENAS - BPS, konsumsi beras per
kapita cenderung menurun yakni dari
107,71 kg/kapita/tahun pada tahun 2002
menjadi 97,65 kg/kapita/tahun pada tahun
2012 (Susenas BPS, 2002 dan 2012).
Produksi beras dalam negeri dari tahun ke
tahun terus meningkat, walaupun
mempunyai kecenderungan laju per-
tumbuhannya melandai. Di sisi lain,
pertumbuhan penduduk Indonesia melaju
dengan cepat, yakni 1,49 % per tahun
pada periode tahun 1990-2000 (Statistik
Indonesia 2000, BPS). Dengan kenyataan
ini maka total konsumsi domestik beras
Indonesia akan terus meningkat walaupun
per kapitanya menunjukkan penurunan.
Dalam tulisan ini akan diulas
keragaan dan prediksi konsumsi beras hasil
SUSENAS - BPS, serta ketersediaan beras
hasil perhitungan NBM, Kementan.
Konsumsi beras menurut SUSENAS
dibedakan dalam wujud beras dan
makanan jadi berbahan dasar beras.
Wujud makanan jadi berbahan dasar beras
kemudian dikonversi ke dalam wujud beras
menggunakan faktor konversi yang
bersumber dari hasil Studi PSKPG-IPB,
guna memperoleh total konsumsi beras.
3.1. Perkembangan dan Prediksi
Konsumsi Beras dalam Rumah Tangga di Indonesia
Cakupan data konsumsi menurut
hasil SUSENAS - BPS merupakan konsumsi
dalam wujud beras dan makanan olahan
berbahan dasar beras. Guna mendapatkan
angka konsumsi total beras, maka
makanan olahan berbahan dasar beras
B
-
Buletin Konsumsi Pangan
10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
dikonversi ke wujud asal beras dengan
faktor konversi menurut Pusat Studi
Keanekaragaman Pangan dan Gizi, IPB
(PSKPG-IPB) seperti tersaji pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1. Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras
No Jenis Pangan SatuanKonversi
(gram)
Konversi ke
bentuk asal
Bentuk
konversi
1 Beras kg 1000 1 Beras
2 Beras Ketan kg 1000 1 Beras
3 Tepung beras kg 1000 1,01 Beras
4 Lainnya padi-padian kg 1000 1 Beras
5 Bihun ons 100 1 Beras
6 Bubur bayi kemasan 150 gr 150 1 Beras
7 Lainnya konsumsi lainnya - 100 1 Beras
8 Kue basah buah 30 0,4 Beras
9 Nasi campur/rames porsi 500 0,5 Beras
10 Nasi goreng porsi 250 0,5 Beras
11 Nasi putih porsi 200 0,5 Beras
12 Lontong/ketupat sayur porsi 350 0,25 Beras
Sumber : Studi PSKPG- IPB
Total konsumsi beras selama
periode tahun 2002 2013 cenderung
mengalami penurunan dari tahun ke tahun,
kecuali pada tahun 2003 dan 2008
mengalami peningkatan masing-masing
sebesar 0,65% dan 4,84% dibandingkan
tahun sebelumnya. Rata-rata konsumsi
beras selama periode 2002 - 2013 sebesar
1,98 kg/kapita/minggu atau setara dengan
103,18 kg/kapita/tahun dengan laju
penurunan rata-rata sebesar 0,88% per
tahun. Konsumsi beras tertinggi terjadi
pada tahun 2003 yang mencapai 108,42
kg/kapita/tahun. Setelah itu, konsumsi
beras cenderung terus mengalami
penurunan hingga pada tahun 2013
menjadi sebesar 97,40 kg/kapita/tahun.
Perkembangan konsumsi beras total per
kapita dari tahun 2002 2013 disajikan
pada Tabel 3.2.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11
Tabel 3.2. Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung beras di rumah tangga menurut hasil Susenas, 2002 2013 serta prediksi 2014 - 2016
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)
2002 2,0656 107,7057
2003 2,0789 108,4018 0,65
2004 2,0520 106,9991 -1,29
2005 2,0190 105,2770 -1,61
2006 1,9945 103,9980 -1,21
2007 1,9188 100,0507 -3,80
2008 2,0116 104,8909 4,84
2009 1,9603 102,2146 -2,55
2010 1,9321 100,7453 -1,44
2011 1,9728 102,8661 2,11
2012 1,8727 97,6455 -5,08
2013 1,8680 97,4045 -0,25
Rata-rata 1,9789 103,1833 -0,88
2014 *) 1,8732 97,6715 0,27
2015 *) 1,8620 97,0881 -0,60
2016*) 1,8512 96,5259 -0,58
Sumber : SUSENAS, BPS
*) hasil prediksi Pusdatin
TahunKonsumsi
Pertumbuhan (%)
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
110
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
(Kg/kapita)
Gambar 3.1. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga di Indonesia 2002 2013, serta prediksi 2014 - 2016
Sejalan dengan perilaku konsumsi
beras pada tahun tahun sebelumnya,
maka pada tahun 2014 diprediksikan akan
terjadi sedikit peningkatan konsumsi per
kapita beras. Berdasarkan hasil prediksi,
konsumsi beras tahun 2014 diperkirakan
sebesar 97,67 kg/kapita/thn atau naik
sebesar 0,27% dibandingkan tahun 2013.
-
Buletin Konsumsi Pangan
12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Namun demikian, pada tahun 2015,
konsumsi beras per kapita diprediksikan
akan turun sebesar 0,6% dibandingkan
tahun 2014 atau menjadi sebesar 97,09
kg/kapita dan pada tahun 2016 menjadi
sebesar 96,53 kg/kapita/thn. Keragaan
konsumsi beras tahun 2002 2013 serta
prediksi tahun 2014 - 2016 secara lengkap
tersaji pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.1.
Apabila ditinjau dari besaran
pengeluaran untuk konsumsi beras bagi
penduduk Indonesia tahun 2008 2013
secara nominal menunjukkan peningkatan
sebesar 14,03%, yakni dari Rp. 364,06
ribu/kapita pada tahun 2008 menjadi Rp.
682,03 ribu/kapita pada tahun 2013.
Namun demikian setelah dikoreksi dengan
faktor inflasi, pengeluaran untuk konsumsi
beras secara riil sejatinya hanya mengalami
peningkatan sebesar 3,65%. Hal ini
menunjukkan bahwa secara kuantitas,
konsumsi per kapita beras penduduk
Indonesia terjadi tendensi penurunan.
Perkembangan pengeluaran untuk
konsumsi beras nominal dan rill dalam
rumah tangga di Indonesia tahun 2008
2013 secara rinci tersaji pada Tabel 3.3
dan Gambar 3.2.
Tabel 3.3. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi beras nominal dan rill dalam rumah
tangga di Indonesia, 2008 2013
2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Nominal 364.061 445.300 512.929 518.300 682.602 682.029 14,03
2 IHK*) 109,96 114,12 134,06 153,83 170,83 178,39 10,30
3 Riil 331.085 390.203 382.612 336.930 399.580 382.324 3,65
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok padi-padian
No UraianPengeluaran (Rupiah/kapita/tahun) Pertumbuhan
(%)
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
(Rupiah/kapita)
Nominal Riil
Gambar 3.2. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi beras nominal
dan rill dalam rumah tangga di Indonesia, 2008 2013
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13
3.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan dan Penggunaan
Padi di Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan
Neraca Bahan Makanan (NBM) komoditas
padi, komponen penyediaan terdiri dari
produksi ditambah impor dan dikurangi
ekspor dan perubahan stok, sementara
komponen penggunaan adalah untuk bibit,
pakan, diolah sebagai bahan makanan, dan
tercecer. Penyediaan padi dalam wujud
gabah kering giling (GKG) di Indonesia
seluruhnya bisa dipasok dari produksi
dalam negeri, walaupun ada realisasi impor
namun dalam kuantitas yang sangat kecil
karena hanya digunakan sebagai
penyangga ketersediaan dalam negeri atau
digunakan sebagai bibit.
Produksi padi dalam wujud GKG
dari tahun 2010 hingga 2013 (Angka
Sementara, BPS) relatif berfluktuasi namun
menunjukkan pola meningkat dengan rata-
rata sebesar 2,39% per tahun, yakni dari
66,47 juta ton pada tahun 2010 menjadi
71,29 juta ton pada tahun 2013. Selama
periode tahun 2010 2013 tersebut
terdapat realisasi impor gabah yang
dilakukan oleh Indonesia dalam kuantitas
yang relatif kecil yakni berkisar antara 1
24 ribu ton, sementara tidak ada realisasi
ekspor serta tidak ada stok dalam wujud
gabah. Oleh karenanya, penyediaan gabah
dalam negeri hanya dihitung dari besarnya
produksi ditambah impor atau sebesar
66,47 juta ton pada tahun 2010 dan
meningkat menjadi 71,29 juta ton pada
tahun 2013.
Ketersediaan data penggunaan
gabah hasil perhitungan NBM adalah
hingga tahun 2012 (Angka Sementara).
Pada periode tahun 2010 2012, dari
jumlah penyediaan gabah domestik
tersebut sekitar 0,44% digunakan untuk
pakan, sekitar 5,4% tercecer, serta sekitar
1% untuk bibit, sehingga 93,16% siap
dikonsumsi sebagai bahan makanan atau
dikonversi ke wujud beras. Dengan faktor
konversi seperti tersebut diatas maka
fluktuasi penyediaan gabah yang siap
dikonversi menjadi beras sangat
bergantung pada fluktuasi produksi gabah
nasional. Pada tahun 2010, jumlah
penyediaan gabah yang siap dikonversi
menjadi beras untuk bahan makanan
sebesar 61,89 juta ton, dan meningkat
menjadi 64,37 juta ton pada tahun 2012
(Tabel 3.4).
-
Buletin Konsumsi Pangan
14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 3.4. Penyediaan dan penggunaan padi tahun 2010 - 2012 serta prediksi tahun 2013 2016
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)
A. Penyediaan (000 ton) 66.474 65.763 69.080 71.292 71.037 71.130 71.480
1. Produksi
- Masukan - - - - - - -
- Keluaran 66.469 65.757 69.056 71.291 71.034 71.127 71.477
2. Impor 4 6 24 1 3 3 3
3. Ekspor 0 0 0 0 0 0 0
4. Perubahan Stok - - - - - - -
B. Penggunaan (000 ton) 66.474 65.763 69.080 71.292 71.037 71.130 71.480
1. Pakan 292 289 304 314 313 313 315
2. Bibit 701 658 676 713 710 711 715
3. Diolah untuk :
- Makanan 61.891 61.264 64.369 66.649 66.178 66.265 66.591
- Bukan makanan 0 0 0 0 0 0 0
4. Tercecer 3.590 3.551 3.730 3.850 3.836 3.841 3.860
5. Bahan Makanan - - - - - - -
C. Ketersediaan per kapita
(kg/kapita/tahun) - - - - - - -
Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Angka Sementara untuk keluaran **) Angka Prediksi Pusdatin
No. UraianTahun
hingga 2016 produksi padi (GKG)
akan terus mengalami peningkatan dengan
rata-rata sebesar 0,09% per tahun
sehingga pada tahun 2016 menjadi sebesar
71,48 juta ton. Dengan asumsi besaran
impor gabah sama seperti tahun-tahun
sebelumnya dan tidak ada realisasi ekspor,
maka pada tahun 2014 hingga 2016,
ketersediaan padi diprediksi masih berkisar
pada besaran tersebut di atas. Dengan
besaran konversi penggunaan padi untuk
untuk pakan, bibit dan tercecer yang masih
tetap seperti tahun-tahun sebelumnya
maka besarnya gabah yang dapat
digunakan untuk diolah menjadi beras
diprediksikan menjadi sebesar 66,18 juta
ton pada tahun 2014 dan terus meningkat
menjadi 66,59 juta ton pada tahun 2016
(Tabel 3.4).
3.3. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan
ketersediaan Beras di Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan NBM
gabah seperti tersaji pada Tabel 3.4, maka
besaran gabah yang siap diolah sebagai
bahan makanan akan menjadi produksi
masukan pada penyediaan beras seperti
tersaji pada Tabel 3.5. Kemudian, masukan
yang berupa gabah menghasilkan keluaran
berupa beras dengan menggunakan faktor
konversi sebesar 62,74%. Oleh karennya,
berdasarkan keragaan data pada Tabel 3.5
telah diperoleh keluaran beras tahun 2010
- 2012 serta prediksi tahun 2013 2016.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15
Komponen total penyediaan beras
merupakan angka produksi keluaran beras
ditambah impor, dikurangi ekspor dan
perubahan stok pada tahun yang
bersangkutan. Data ekspor dan impor
tersedia hingga tahun 2013, sementara
perubahan stok baru tersedia hingga tahun
2012, dan kemudian dilakukan prediksi
hingga 2016.
Pada tahun 2010, masukkan berupa
gabah sebesar 61,89 juta ton
menghasilkan keluaran berupa beras
sebesar 38,83 juta ton, kemudian ditambah
impor beras sebesar 683 ribu ton dan
dikurangi perubahan stok sebesar -726 ribu
ton, sehingga total ketersediaan beras
tahun 2010 mencapai 40,24 juta ton.
Setelah periode tahun 2010, impor beras
Indonesia menunjukkan pola berfluktuasi
hingga menjadi sebesar 472 ribu ton pada
tahun 2013, serta diprediksikan terus
mengalami peningkatan hingga menjadi
857 ribu ton pada tahun 2016. Realisasi
ekspor beras diprediksikan relatif stabil dan
dalam kuantitas yang sangat kecil sebesar
3 ribu ton hingga 2016, serta angka
perubahan stok yang sangat berfluktuatif.
Dengan keragaan tersebut, total
penyediaan beras Indonesia terus
mengalami peningkatan, yakni menjadi
sebesar 41,87 juta ton pada tahun 2013
dan dan diprediksikan terus mengalami
peningkatan menjadi sebesar 42,13 juta
ton pada tahun 2016.
Total penggunaan beras pada
perhitungan NBM adalah untuk pakan,
tercecer, diolah untuk industri bukan
makanan serta digunakan sebagai bahan
makanan. Penghitungan penggunaan beras
untuk pakan dan tercecer menggunakan
faktor konversi masing-masing sebesar
0,17% dan 2,5% terhadap total
penyediaan beras. Total penggunaan beras
pada tahun 2010 sebesar 68 ribu ton untuk
pakan ternak, 25 ribu ton sebagai bahan
baku industri bukan makanan, serta 1 juta
ton merupakan jumlah beras yang
tercecer. Yang dimaksud dengan tercecer
adalah sejumlah makanan yang tercecer
pada saat produksi hingga beras tersebut
tersedia di tingkat pedagang pengecer.
Selisih total penyediaan dengan total
penggunaan untuk pakan, tercecer dan
bahan baku industri bukan makanan
merupakan kuantitas beras yang tersedia
untuk bahan makanan.
Tahun 2010 ketersediaan beras
untuk bahan makanan mencapai 39,14 juta
ton. Karena penggunaan beras untuk
pakan dan tercecer menggunakan faktor
konversi yang tetap, sementara kuantitas
yang diolah untuk industri bukan makanan
relatif kecil, maka setelah tahun 2010
pola peningkatan ketersediaan beras untuk
bahan makanan mengikuti pola
peningkatan penyediaan beras.
Selanjutnya, pada tahun 2014 - 2016,
penggunaan beras untuk bahan makanan
-
Buletin Konsumsi Pangan
16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Indonesia juga diprediksikan masih terus
mengalami peningkatan dari 40,81 juta ton
menjadi 40,99 juta ton, secara rinci tersaji
pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan beras tahun 2010 - 2012 serta prediksi
tahun 2013 2016
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)
A. Penyediaan (000 ton) 40.239 41.056 41.110 41.865 41.956 41.966 42.133
1. Produksi
- Masukan 61.891 61.264 64.369 66.649 66.178 66.265 66.591
- Keluaran 38.830 38.437 40.385 41.815 41.520 41.574 41.779
2. Impor 683 2.745 1.787 472 833 842 857
3. Ekspor - 1 1 3 3 3 3
4. Perubahan Stok -726 125 1.062 419 394 447 500
B. Penggunaan (000 ton) 40.239 41.056 41.110 41.865 41.956 41.966 42.133
1. Pakan 68 70 70 71 71 71 72
2. Bibit - - - - - - -
3. Diolah untuk :
- Makanan - - - - - - -
- Bukan makanan 25 29 46 20 28 25 23
4. Tercecer 1.006 1.026 1.028 1.047 1.049 1.049 1.053
5. Bahan Makanan 39.139 39.930 39.966 40.727 40.808 40.821 40.985
C. Ketersediaan per kapita
(kg/kapita/tahun) 162,08 165,01 162,84 163,68 161,83 159,79 158,42
Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Angka Sementara untuk indikator masukan **) Angka Prediksi Pusdatin
No. UraianTahun
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(kg/kapita)
Gambar 3.3. Perkembangan ketersediaan beras per kapita pertahun
di Indonesia 2010 2013, serta prediksi tahun 2014- 2016
Ketersediaan per kapita merupakan
rasio dari jumlah beras yang tersedia dan
siap dikonsumsi sebagai bahan makanan
dengan jumlah penduduk. Perkembangan
ketersediaan beras per kapita tahun 2010
2013 dan prediksi tahun 2014 - 2016
tersaji pada Gambar 3.3. Ketersediaan
beras per kapita berdasarkan NBM 2010
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17
adalah sebesar 162,08 kg/kapita/thn, dan
meningkat pada tahun 2011 menjadi
sebesar 165,01 kg/kapita/tahun atau
meningkat dengan rata-rata sebesar
0,25% selama kurun waktu 3 tahun
tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya
diprediksikan akan mengalami penurunan
hingga pada tahun 2016 diprediksi menjadi
158,42 kg/kapita/th. Penurunan ini
disebabkan peningkatan populasi lebih
besar dibandingkan dengan peningkatan
ketersediaan beras untuk bahan makanan
(Gambar 3.3 dan Tabel 3.5).
3.4. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Beras di Indonesia
Hasil Susenas menghasilkan angka
konsumsi rumah tangga per kapita, pada
Tabel 3.6 terlihat data konsumsi per kapita
beras berdasarkan hasil Susenas, BPS serta
data ketersediaan per kapita beras
berdasarkan perhitungan NBM,
Kementerian Pertanian. Data Susenas
mengekspresikan kuantitas yang benar-
benar dikonsumsi per kapita penduduk
Indonesia di rumah tangga, sementara
data NBM mengekspresikan jumlah
ketersediaan beras setelah
memperhitungkan jumlah penduduk pada
setiap tahunnya. Berdasarkan keragaan
data pada Tabel 3.6 terlihat bahwa jumlah
beras yang tersedia untuk dikonsumsi lebih
tinggi dari besaran yang benar-benar
dikonsumsi. Hal ini merupakan hal yang
sangat wajar dimana jumlah beras yang
disediakan logikanya lebih besar dari
jumlah riil yang akan dikonsumsi.
Perbedaan angka konsumsi riil (Susenas)
dengan ketersediaan untuk konsumsi
(NBM) ini diasumikan adalah beras yang
terserap ke industri pengolahan makanan
berbahan baku beras yang belum dihitung
pada NBM.
Tabel 3.6. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga (Susenas) dengan Ketersediaan per kapita (NBM) beras di Indonesia, 2010 2016
2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016*
1 Susenas (kg/kapita) 100,75 102,87 97,65 97,40 98,29 97,88 97,56
2 Ketersediaan, NBM (kg/kapita) 162,08 165,01 162,84 163,68 161,83 159,79 158,42
3 Selisih (kg/kapita) 61,33 62,14 65,19 66,28 63,54 61,91 60,86
Sumber: Susenas, BPS dan ketersediaan NBM, BKP Kementan
Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin
No UraianTahun
-
Buletin Konsumsi Pangan
18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3.5. Penyediaan Total Domestik Beras di beberapa negara di
Dunia
Menurut data dari USDA, penyediaan
beras terbesar di dunia didominasi oleh
negara-negara di Asia dimana bahan
pangan pokok penduduknya dominan
adalah beras, dengan jumlah penduduk
yang relatif besar. Cina merupakan negara
dengan total penyediaan beras terbesar di
dunia yakni pada periode tahun 2009-2013
mencapai 139,78 juta ton per tahun atau
30,74% dari total penyediaan beras dunia.
Disusul kemudian oleh India dengan rata-
rata penyediaan sebesar 91,81 juta ton
atau 20,19% dari total penyediaan di
dunia. Indonesia menempati urutan ketiga
dalam penyediaan beras di dunia
mengingat lebih dari 90% penduduk
Indonesia mengkonsumsi beras sebagai
bahan pangan pokoknya yakni mencapai
39,12 juta ton atau 8,60% dari total
penyediaan beras dunia. Disusul kemudian
oleh Bangladesh dengan rata-rata
persediaan beras sebesar 33,48 juta ton
atau 7,36% dari total ketersediaan beras
dunia. Negara-negara berikutnya adalah
Vietnam, Phillipina, Thailand, Burma,
Jepang, dan Brazil dengan total
penyediaan beras masing-masing di bawah
5%. Kontribusi negara-negara dengan
penyediaan beras terbesar di dunia tahun
2009 2013 disajikan pada Tabel 3.7 dan
Gambar 3.4.
Tabel 3.7. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia, 2009 2013
2009 2010 2011 2012 2013
1 China 134.320 135.000 139.600 144.000 146.000 139.784 30,74
2 India 85.508 90.206 93.334 94.000 96.000 91.810 20,19
3 Indonesia 36.441 39.139 39.930 39.966 40.123 39.120 8,60
4 Bangladesh 31.600 32.400 34.300 34.474 34.600 33.475 7,36
5 Vietnam 19.150 19.400 19.650 20.500 20.500 19.840 4,36
6 Philippines 13.125 12.900 12.860 12.850 12.850 12.917 2,84
7 Thailand 10.200 10.300 10.400 10.600 10.700 10.440 2,30
8 Burma 10.890 10.100 10.200 10.400 10.500 10.418 2,29
9 Japan 8.200 8.200 8.050 8.250 8.250 8.190 1,80
10 Brazil 8.477 8.200 7.928 7.850 7.950 8.081 1,78
Lainnya 76.126 77.806 80.647 83.227 85.155 80.592 17,73
Total dunia 434.037 443.651 456.899 466.117 472.628 454.666 100,00
Sumber: USDA, diolah Pusdatin
Total Ketersediaan (000 Ton) Rata-rata
2005-2009
Share
(%)No Negara
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19
China30,74% India
20,19%
Indonesia8,60%
Bangladesh7,36%
Vietnam4,36%Philippines
2,84%
Thailand2,30%
Burma2,29%
Japan1,80%
Brazil1,78%
Lainnya17,73%
Gambar 3.4. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia, share terhadap rata-rata 2009 - 2013
3.6. Penyediaan Beras per Kapita per
Tahun di Dunia
Menurut data dari FAO, penyediaan
beras per kapita di negara-negara Asia
cukup dominan, khususnya Asia Tenggara
yang memang menjadikan beras sebagai
bahan pangan pokok penduduknya.
Berdasarkan data rata-rata selama lima
tahun (2005-2009), tercatat bahwa
Bangladesh merupakan negara dengan
penyediaan beras per kapita terbesar di
dunia yakni mencapai 171,14
kg/kapita/tahun. Disusul kemudian Rep.
Demokratik Laos dan Kamboja masing-
masing sebesar 163,48 kg/kapita/tahun
dan 159,08 kg/kapita/tahun. Indonesia
menduduki urutan keempat sebagai negara
dengan penyediaan beras terbesar di dunia
dengan rata-rata tahun 2005 2009
sebesar 148,62 kg/kapita/tahun. Dua
negara berikutnya yakni Myanmar dan
Vietnam dengan rata-rata penyediaan
beras per kapita masing-masing sebesar
143,28 kg/kapita/tahun dan 143,18
kg/kapita/tahun. Selanjutnya adalah
Phillipina, Thailand, Madagaskar, dan
Srilanka dengan peryediaan beras per
kapita masing-masing sebesar 125,10
kg/kapita/tahun, 123,20 kg/kapita/tahun,
104,36 kg/kapita/tahun, dan 99,18
kg/kapita/tahun. Rata-rata penyediaan
beras di sepuluh negara tersebut jauh
berada di atas rata-rata penyediaan
negara-negara di dunia yang hanya
sebesar 29,36 kg/kapita/tahun.
Perkembangan penyediaan beras per
kapita negara-negara di dunia tahun 2005
2009 secara lengkap disajikan pada
Tabel 3.8 dan Gambar 3.5.
-
Buletin Konsumsi Pangan
20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 3.8. Penyediaan beras per kapita per tahun beberapa negara di dunia,
2005 2009
2005 2006 2007 2008 2009
1 Bangladesh 169,90 170,70 174,80 167,00 173,30 171,14
2 Rep. Dem. Laos 163,00 164,10 160,90 163,90 165,50 163,48
3 Kamboja 157,20 158,40 159,30 160,20 160,30 159,08
4 Indonesia 142,69 141,59 147,91 153,42 157,50 148,62
5 Myanmar 146,10 146,00 142,20 141,30 140,80 143,28
6 Viet Nam 144,00 142,60 143,20 144,90 141,20 143,18
7 Philippina 120,90 121,20 128,90 131,20 123,30 125,10
8 Thailand 119,50 120,50 118,80 124,20 133,00 123,20
9 Madagascar 103,50 103,80 104,50 104,50 105,50 104,36
10 Sri Lanka 96,60 97,10 97,90 100,50 103,80 99,18
Rata-rata dunia 29,37 29,39 29,34 29,61 30,09 29,56Sumber: FAO, diolah Pusdatin
NegaraKetersediaan per kapita (kg/kapita) Rata-rata
2005-2009No
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
Ban
glad
esh
Re
p. D
em
. La
os
Kam
bo
ja
Ind
on
esi
a
Mya
nm
ar
Vie
t N
am
Ph
ilip
pin
a
Thai
lan
d
Mad
agas
car
Sri L
anka
(Kg/kap/th)
Gambar 3.5. Perkembangan penyediaan beras per kapita di beberapa
negara di dunia, rata-rata 2005 - 2009
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21
BAB IV. UBI KAYU
bi Kayu merupakan tanaman
yang mudah ditanam, dapat
tumbuh di berbagai lingkungan
agroklimat tropis, walaupun tingkat
produksinya akan bervariasi menurut
tingkat kesuburan dan ketersediaan air
tanah. Ubi kayu merupakan tanaman yang
tahan di lahan kering, sedangkan pada
lahan-lahan dengan tingkat kesuburan
tinggi, akan menyerap unsur hara yang
banyak.
Produksi optimal akan dapat dicapai
bila tanaman mendapat sinar matahari
yang cukup, berada pada ketinggian
sampai dengan 800 m dpl, tanah gembur,
dan curah hujan di antara 750-2.500
mm/tahun dengan bulan kering sekitar 6
bulan. Ubi kayu merupakan tanaman
pangan penghasil karbohidrat paling tinggi
per satuan waktu dan luas. Komoditas ini
dapat menjadi bahan pangan alternatif
substitusi beras, serta bahan baku industri
dan ekspor, sehingga potensial untuk
dikembangkan seiring dengan
meningkatnya pembangunan sektor
industri.
Potensi pengembangan ubi kayu di
Indonesia masih sangat luas mengingat
lahan yang tersedia untuk budidaya ubi
kayu cukup luas. Dalam upaya penyediaan
bahan baku yang besar dan kontinyu untuk
bioethanol, usaha tani ubi kayu perlu
dilakukan dalam bentuk perkebunan atau
pertanaman monokultur.
Tanaman ubi kayu mampu
berproduksi dengan hasil rata-rata 30 ton -
40 ton per hektar umbi basah.
Produktivitas ini dengan perkiraan hasil
(asumsi) setiap batang mampu
menghasilkan antara 2,5 kg hingga 4,0 kg
dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm dan
populasi tanaman per hektar 10.000 s/d
11.000 pohon.
Usahatani ubi kayu memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan
dengan tanaman pangan lainnya, yaitu : 1)
Resiko kegagalan relatif kecil; 2) Biaya
produksi relatif rendah; 3) Pemasaran
mudah; 4) Sumber pendapatan petani di
daerah sentra produksi; 5) Daya adaptasi
luas; 6) Teknologi budidaya tersedia dan 7)
Hasil olahannya sangat bervariasi.
Berdasarkan keunggulan tersebut,
ubi kayu merupakan tanaman pangan yang
dapat diandalkan untuk menjadi cadangan
pangan dan dapat diandalkan pula untuk
meningkatkan pendapatan petani. Selain
sebagai pengganti nasi pada saat musim
paceklik, ternyata tanaman ubi kayu ini
memiliki manfaat bagi kesehatan.
Beberapa penyakit yang dapat diobati
dengan menggunakan bahan dari tanaman
ubi kayu yaitu: Reumatik, Demam, Sakit
kepala, Diare, Cacingan, Mata kabur, Nafsu
U
-
Buletin Konsumsi Pangan
22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
makan, Luka bernanah, luka baru kena
panas, dan lain sebagainya
(http://cybex.deptan.go.id).
4.1. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Ubi Kayu dalam Rumah Tangga di Indonesia
Konsumsi rumah tangga ubi kayu di
tingkat rumah tangga di Indonenasi selama
tahun 2002 - 2013 mengalami kecen-
derungan menurun dari tahun ke tahun.
Konsumsi ubi kayu tahun 2002 di
Indonesia mencapai 8,50 kg/kapita/tahun.
Rata-rata konsumsi rumah tangga untuk
kurun waktu 2002 - 2013 sebesar 6,64
kg/kapita/tahun dengan laju rata-rata
menurun 6,49% setiap tahunnya.
Penurunan terbesar terjadi pada tahun
2012 dimana konsumsi rumah tangga
untuk ubi kayu turun sebesar 37,84%
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan
konsumsi ubi kayu di rumah tangga selama
kurun waktu 2002 - 2013 hanya terjadi
pada tahun 2004, 2008 dan 2011.
Sepanjang kurun waktu tersebut
peningkatan konsumsi ubi kayu rumah
tangga terbesar terjadi pada tahun 2011
dengan peningkatan sebesar 14,43%
(Tabel 4.1).
Berdasarkan hasil prediksi,
konsumsi ubi kayu tahun 2014 diperkirakan
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
menjadi sebesar 0,083 kg/kapita/minggu
atau sebesar 4,320 kg/kapita/tahun.
Sedangkan prediksi pada tahun 2015 dan
2016 mengalami sedikit peningkatan jika
dibandingkan tahun 2013. Prediksi
konsumsi ubi kayu pada tahun 2015
sebesar 0,077 kg/kapita/minggu atau
sebesar 3,991 kg/kapita/tahun, mengalami
penurunan sebesar 7,62% jika
dibandingkan tahun 2014, begitu juga
tahun 2016 menjadi sebesar 0,070
kg/kapita/minggu atau sebesar 3,663
kg/kapita/tahun, mengalami penurunan
sebesar 8,22% dibandingkan tahun 2015,
seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Rendahnya konsumsi ubi kayu di Indonesia
kemungkinan disebabkan oleh karena
belum bergesernya konsumsi pokok
sebagian besar masyarakat dari beras ke
pangan yang mengandung karbohidrat
seperti ubi kayu (singkong).
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23
Tabel 4.1. Perkembangan konsumsi ubi kayu dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 2013 serta prediksi tahun 2014-2016
Konsumsi Seminggu Konsumsi Setahun
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)
2002 0,163 8,499
2003 0,162 8,447 -0,61
2004 0,169 8,812 4,32
2005 0,162 8,447 -4,14
2006 0,141 7,352 -12,96
2007 0,134 6,987 -4,96
2008 0,147 7,665 9,70
2009 0,106 5,527 -27,89
2010 0,097 5,058 -8,49
2011 0,111 5,788 14,43
2012 0,069 3,598 -37,84
2013 0,067 3,494 -2,90
Rata-rata 0,127 6,640 -6,492014*) 0,083 4,320 23,66
2015*) 0,077 3,991 -7,62
2016*) 0,070 3,663 -8,22
TahunPertumbuhan
(%)
Sumber : Susenas, BPS diolah Pusdatin
Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*) 2015*) 2016*)
(Kg/Kapita/tahun)
Gambar 4.1. Perkembangan konsumsi ubi kayu dalam rumah tangga di Indonesia,
2002 2013 serta prediksi 2014 - 2016
Apabila dilihat dari besaran
pengeluaran untuk konsumsi ubi kayu
bagi penduduk Indonesia tahun 2008
2013 secara nominal menunjukkan
peningkatan sebesar 1,34%, yakni dari
Rp. 9,23 ribu/kapita pada tahun 2008
menjadi 9,59 ribu/kapita pada tahun
2013. Namun demikian setelah dikoreksi
-
Buletin Konsumsi Pangan
24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
dengan faktor inflasi, pengeluran untuk
konsumsi ubi kayu secara riil sejatinya
menunjukkan penurunan sebesar 8,03%.
Hal ini menunjukkan bahwa secara
kuantitas, konsumsi per kapita ubi kayu
penduduk Indonesia terjadi tendensi
penurunan. Perkembangan pengeluaran
untuk konsumsi ubi kayu nominal dan riil
dalam rumah tangga di Indonesia tahun
2008 2013 secara rinci tersaji pada
Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi ubi kayu, 2008 - 2013
Pertumbuhan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)
1 Nominal 9.229 8.656 9.438 10.429 8.812 9.594 1,34
2 I H K 110 114 134 154 171 178 10,30
3 Riil 8.393 7.585 7.040 6.779 5.158 5.378 -8,03
No. UraianPengeluaran (Rupiah/kapita)
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
Keterangan: Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan IHK kelompok padi-padian, umbi-umbian
dan hasilnya
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
(Rupiah/kapita)
Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil
Gambar 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk
konsumsi ubi kayu, 2008 - 2013
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25
4.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan
Ketersediaan Ubi Kayu di Indonesia
Komponen penyediaan ubi kayu
terdiri dari produksi ditambah impor
dikurangi ekspor dan perubahan stok.
Demikian halnya untuk komponen
perubahan stok, karena kualitas ubi kayu
secara umum mudah rusak sehingga tidak
ditemukan adanya perubahan stok.
Dengan demikian komponen penyediaan
ubi kayu hanya terdiri dari produksi, impor
dan ekspor. Kelompok penggunaan pada
ubi kayu terdiri dari empat komponen (1)
pakan, (2) diolah untuk makanan, (3)
bagian yang tercecer dan (4) sebagai
bahan makanan.
Produksi ubi kayu beberapa tahun
terakhir cenderung mengalami
peningkatan. Produksi ubi kayu nasional
pada tahun 2010 sebesar 23,92 juta ton
sedangkan pada tahun 2012 sebesar 24,18
juta ton atau mengalami peningkatan
sebesar 1,08% jika dibandingkan tahun
2010.
Tabel 4.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan ubi kayu tahun 2010-2012 serta prediksi tahun 2013 - 2016
2010 2011 2012* 2013** 2014** 2015** 2016**
A. Penyediaan (000 ton) 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064
1. Produksi
- Masukan - - - - - - -
- Keluaran 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064
2. Impor - - - - - - -
3. Ekspor - - - - - - -
4. Perubahan Stok - - - - - - -
B. Penggunaan (000 ton) 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064
1. Pakan 478 481 484 476 487 494 501
2. Bibit - - - - - - -
3. Diolah untuk : - - - - - - -
- makanan 12.231 6.747 11.898 11.392 11.734 12.076 12.418
- bukan makanan - - - - - - -
4. Tercecer 509 512 515 507 519 526 534
5. Bahan Makanan 10.699 16.304 11.281 11.448 11.627 11.619 11.611
C. Ketersediaan
kapita/tahun (kg) 44,86 67,37 45,96 46,01 46,11 45,48 44,88
No. UraianTahun
Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Prediksi Pusdatin
Tahun 2013 penyediaan ubi kayu
dalam negeri sebesar 23,82 juta ton
(angka sementara, BPS) atau turun
sebesar 1,46% jika dibandingkan tahun
2012. Menurut prediksi Pusdatin,
penyediaan ubi kayu nasional tahun 2014 -
2016 cenderung meningkat berkisar antara
24,37 juta ton sampai 25,06 juta ton. Dari
jumlah itu yang digunakan untuk bahan
makanan pada tahun 2013 - 2016 berkisar
-
Buletin Konsumsi Pangan
26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
antara 11,45 juta ton sampai 11,63 juta
ton. Sementara yang diolah untuk
makanan pada periode yang sama berkisar
antara 11,39 juta ton sampai 12,42 juta
ton, sedangkan bagian yang tercecer dan
untuk pakan pada periode yang sama di
konversi masing-masing sebesar 12,13%
dan 12,00% dari total penyediaan (Tabel
4.2).
Ketersediaan perkapita merupakan
rasio jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi sebagai bahan makanan
dengan jumlah penduduk yang tersedia.
Ketersediaan ubi kayu per kapita
berdasarkan NBM 2010 adalah sebesar
44,86 kg/kapita/tahun, sementara tahun
2011 ketersediaan perkapita meningkat
cukup signifikan menjadi 67,37
kg/kapita/tahun. Hal ini disebabkan karena
penggunaan ubi kayu yang diolah untuk
makanan jumlahnya lebih sedikit, sehingga
ketersediaan untuk bahan makanan
menjadi lebih besar dan berimplikasi
terhadap ketersediaan perkapita. Pada
tahun 2012 ketersediaan per kapita ubi
kayu sebesar 45,96 kg/kapita/tahun
mengalami penurunan jika dibandingkan
tahun 2011. Berdasarkan angka prediksi
Pusdatin diperkirakan ketersediaan per
kapita tahun 2013 - 2016 berkisar antara
44,88 kg/kapita/tahun sampai 46,11
kg/kapita /tahun.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
2010 2011 2012* 2013** 2014** 2015** 2016**
(kg/kap/tahun)
Gambar 4.2. Perkembangan ketersediaan ubi kayu per kapita tahun 2010 2012
serta prediksi tahun 2013 - 2016
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27
4.3. Perbandingan Konsumsi
(Susenas) dan Ketersediaan
per kapita (NBM) Ubi Kayu di
Indonesia
Dari Tabel 4.3 terlihat perbandingan
antara ketersediaan konsumsi ubi kayu
(NBM) dengan konsumsi ubi kayu dalam
rumah tangga (Susenas) mengalami
surplus. Artinya bahwa ketersediaan yang
disiapkan cukup aman untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi ubi kayu masyarakat
Indonesia.
Surplus tertinggi terjadi pada tahun
2011 hingga mencapai 61,58 kg/kapita/
tahun, sementara hasil prediksi surplus
pada tahun 2013 sampai 2016 akan
berkisar antara 41,22 kg/kapita/tahun
sampai 42,52 kg/kapita /tahun. Besarnya
selisih antara konsumsi rumah tangga hasil
Susenas dengan ketersediaan NBM
tersebut, diduga belum tercakup data
olahan dari ubi kayu segar ke industri
intermedier, seperti tepung mocaf
(modified cassava fermentation).
Disamping itu, belum tercakupnya data
penyerapan ubi kayu segar yang diolah
untuk industri bukan makanan.
Tabel 4.3. Perbandingan konsumsi ubi kayu per kapita rumah tangga (Susenas) dengan
ketersediaan (NBM), tahun 2010 2016
2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016*
Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 5,06 5,79 3,60 3,49 4,32 3,99 3,66
Ketersediaan, NBM 44,86 67,37 45,96 46,01 46,11 45,48 44,88
Selisih 39,80 61,58 42,36 42,52 41,79 41,49 41,22
VariabelTahun (kg/kapita/tahun)
Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin
4.4. Penyediaan Ubi Kayu di
beberapa negara di Dunia
Berdasarkan data dari FAO, rata-rata
selama lima tahun (2005-2009),
penyediaan Ubi Kayu dunia secara rata-
rata mencapai 91,16 juta ton. Dari data
tersebut kumulatif penyediaan Ubi Kayu ke
sepuluh negara mencapai 71,82% dari
total penyediaan dunia. Menggunakan
data rata-rata selama lima tahun (2005-
2009), tercatat bahwa Nigeria merupakan
negara terbesar penyediaan Ubi Kayu di
dunia hingga mencapai 16,52 juta ton atau
sebesar 18,13% dari total penyediaan Ubi
Kayu dunia. Negara terbesar kedua, adalah
Indonesia dengan rata-rata total
penyediaan selama lima tahun sebesar
9,67 juta ton atau sebesar 10,61% dari
total penyediaan Ubi Kayu dunia. Negara
terbesar ketiga, keempat dan kelima
-
Buletin Konsumsi Pangan
28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
adalah Brazil, India dan United Republik of
Tanzania masing-masing berkisar antara
8,67 4,96 juta ton atau sebesar 9,52%
5,44%, selebihnya menyumbang di bawah
5,30%. Perlu di tegaskan bahwa Indonesia
menempati urutan ke dua untuk penyedian
ubi kayu dunia, sehingga memiliki prospek
yang cukup bagus untuk dikembangkan,
baik sebagai bahan dasar industri makanan
maupun sebagai sumber-sumber energi
alternatif sebagai pengganti bahan bakar
minyak. Singkong atau ubi kayu
merupakan salah satu jenis tanaman yang
berorentasi (bisa dijadikan bioethanol)
untuk dijadikan bahan bakar alternatif
pengganti premium. Ubi kayu (Manihot
esculenta Crantz) merupakan bahan
makanan penting di Indonesia setelah padi
dan jagung. Sebagai bahan makanan, jika
ditinjau dari kalori yang dihasilkan per
satuan luas tanah, ubi kayu menghasilkan
kalori lebih tinggi dibandingkan dengan
padi dan jagung. Sedangkan apabila
ditinjau dari kalori yang dihasilkan per
satuan waktu, jagung lebih tinggi hasil
kalorinya dibandingkan padi dan ubi kayu.
Secara rinci persentase kontribusi total
penyediaan Ubi Kayu ke-10 negara
terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel
4.4 dan Gambar 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.4. Negara dengan penyediaan ubi kayu terbesar di dunia, 2005 2009
Rata-rata Share Kumulatif
2005 2006 2007 2008 2009 2005-2009 % %
1 Nigeria 16.174.210 17.251.924 16.347.905 16.980.553 15.871.563 16.525.231 18,13 18,13
2 Indonesia 8.999.388 9.271.250 9.290.150 10.190.815 10.599.968 9.670.314 10,61 28,73
3 Brazil 8.627.159 8.848.088 8.819.865 8.880.488 8.204.348 8.675.990 9,52 38,25
4 India 7.082.242 7.474.137 7.810.561 8.579.310 9.156.026 8.020.455 8,80 47,05
5 Republik Tanzania 4.618.884 5.017.155 5.084.034 4.886.532 5.183.125 4.957.946 5,44 52,49
6 Mozambique 4.947.996 5.039.563 4.484.448 4.725.610 4.859.745 4.811.472 5,28 57,76
7 Ghana 4.525.255 4.530.188 4.785.266 4.996.655 5.230.174 4.813.508 5,28 63,04
8 Uganda 2.779.248 2.876.752 2.919.592 2.990.208 3.118.552 2.936.870 3,22 66,27
9 Angola 2.435.006 2.577.045 2.840.358 2.877.468 2.787.798 2.703.535 2,97 69,23
10 Madagaskar 2.251.472 2.304.143 2.355.192 2.417.419 2.465.425 2.358.730 2,59 71,82
Negara Lainnya 23.987.054 25.426.666 26.038.691 27.383.812 27.555.253 25.691.177 28,18 100,00
Dunia 86.427.914 90.616.911 90.776.062 94.908.870 95.031.977 91.165.229 100,00
No NegaraKetersediaan (Ton)
Sumber : http://faostat.fao.org diolah pusdatin
http://faostat.fao.org/ -
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29
18,13%
10,61%
9,52%
8,80%
5,44%5,28% 5,28% 3,22%
2,97%
2,59%
28,18%
Nigeria Indonesia Brazil
India United Republic of Tanzania Mozambique
Ghana Uganda Angola
Madagascar Negara Lainnya
Gambar 4.3. Negara dengan penyediaan ubi kayu terbesar di dunia, share
terhadap rata-rata 2005 - 2009
4.5. Ketersediaan Ubi Kayu Per Kapita per Tahun di Dunia
Rata-rata total penyediaan di atas
belum mencerminkan besarnya konsumsi
atau ketersediaan perkapita. Hal ini karena
besarnya konsumsi atau ketersediaan
tergantung pada banyaknya jumlah
penduduk dalam negara yang
bersangkutan, pada periode tahun 2005-
2009 lima negara dengan peringkat
ketersediaan per kapita terbesar dunia
untuk komoditas ubi kayu adalah Kongo,
Mozambique, Ghana, Angola dan Liberia.
Rata-rata ketersediaan per kapita dunia
sebesar 14,06 kg/kapita/tahun sedangkan
kelima negara terbesar tersebut jauh lebih
tinggi di atas rata-rata dunia.
Selama periode 2005-2009 terlihat
negara Kongo merupakan negara dengan
rata-rata ketersediaan ubi kayu per kapita
terbesar di dunia yakni 261,18
kg/kapita/tahun. Negara kedua adalah
Mozambique dengan rata-rata ketersediaan
ubi kayu per kapita sebesar 220,94
kg/kapita/tahun, selanjutnya Ghana,
Angola dan Liberia dengan rata-rata
ketersediaan perkapita masing-masing
sebesar 211,68 kg/kapita/tahun, 154,20
kg/kapita/tahun dan 151,72 kg/kapita/
tahun.
Berdasarkan data NBM, rata-rata
selama lima tahun (2005-2009) Indonesia
menempati urutan ke 24 dengan
ketersediaan per kapita sebesar 50,57
kg/kapita/tahun masih jauh diatas rata-rata
ketersediaan dunia. Perkembangan
ketersediaan ubi kayu per kapita negara-
negara di dunia tahun 2005-2009 dapat
dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.4.
-
Buletin Konsumsi Pangan
30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 4.5. Ketersediaan ubi kayu per kapita per tahun di beberapa negara di dunia, 2005
2009
2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
1 Kongo 263,20 264,60 254,70 262,00 261,40 261,18
2 Mozambique 238,20 236,70 205,60 211,60 212,60 220,94
3 Ghana 209,10 204,30 210,70 214,80 219,50 211,68
4 Angola 147,70 151,50 162,10 159,50 150,20 154,20
5 Liberia 167,30 150,90 158,20 153,10 129,10 151,72
6 Benin 149,80 138,70 146,30 149,10 148,90 146,56
7 Republik Afrika 139,60 135,70 139,40 142,30 144,40 140,28
8 Paraguay 131,80 132,10 131,10 131,00 129,70 131,14
9 Madagaskar 125,90 125,00 124,10 123,70 122,50 124,24
10 Tanzania 118,90 125,70 123,80 115,60 119,10 120,62
: : : : : : : :
24 Indonesia *) 50,08 65,32 17,76 91,27 28,42 50,57
Rata-rata Dunia 13,60 14,10 13,90 14,40 14,30 14,06
No NegaraKetersediaan (kg/kapita/tahun)
Sumber : http://faostat.fao.org diolah pusdatin Keterangan: *) Data NBM, BKP
0
50
100
150
200
250
300
(kg/kapita/tahun)
Gambar 4.4. Perkembangan ketersediaan ubi kayu per kapita beberapa
negara di dunia, rata-rata 2005 2009
http://faostat.fao.org/ -
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31
BAB V. BAWANG MERAH
awang Merah (Alium cape L)
termasuk ke dalam kelompok
rempah tidak bersubstitusi yang
berfungsi sebagai bumbu penyedap
makanan/masakan, bahan obat tradisional
karena banyak mengandung zat antibiotika
serta sumber pendapatan dan kesempatan
kerja yang memberikan kontribusi cukup
tinggi terhadap perkembangan ekonomi
wilayah.
Masyarakat di Indonesia
terbiasa menggunakan bawang merah
dalam masakan sehari-hari sebagai
bumbu untuk masakan. Bawang merah
memiliki nama lokal diantaranya
adalah bawang abang mirah (Aceh),
bawang abang (Palembang), dasun
merah (Minangkabau), bawang suluh
(Lampung), bawang beureum (Sunda),
brambang abang (Jawa), bhabang
merah (Madura), dan masih banyak
lagi yang lainnya.
Bawang merah merupakan tanaman
sayuran semusim dengan bagian yang
dapat dimakan adalah sebesar 90%.
Komposisi zat gizi yang terkandung dalam
per 100 gram bawang merah adalah kalori
39 kkal, protein 2,50 g dan lemak 0,30 g.
Penggunaan bawang merah oleh
masyarakat biasanya cenderung
meningkatkan di saat-saat tertentu seperti
hari raya besar keagamaan. Disamping itu
banyak konsumsi seperti nasi goreng, sate,
tongseng dan lain-lain yang menggunakan
bawang merah sebagai taburan dalam
bentuk bawang goreng.
5.1. Perkembangan serta Prediksi
Konsumsi Bawang Merah dalam Rumah Tangga di Indonesia
Konsumsi bawang merah dalam
rumah tangga selama periode tahun 2002 -
2016 relatif berfluktuasi namun cenderung
mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Selama periode tahun 2002 2016,
konsumsi bawang merah terbesar terjadi
pada tahun 2007 yang mencapai 3,014
kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi
terendah terjadi pada tahun 2013 sebesar
2,065 kg/kapita/tahun. Peningkatan
konsumsi bawang merah diprediksikan
masih akan terjadi pada tahun 2016
sehingga menjadi sebesar 2,300
kg/kapita/tahun atau naik 0,04%
dibandingkan tahun 2015. Tahun 2015
besarnya konsumsi bawang merah sekitar
0,441 kg/kapita/minggu atau 2,300
kg/kapita/tahun atau naik 0,04% dari
tahun 2014. Perkembangan konsumsi
bawang merah dari tahun 2002 2013
serta prediksinya tahun 2014 2016
disajikan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1.
B
-
Buletin Konsumsi Pangan
32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 5.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga
di Indonesia, Tahun 2002 2013, serta prediksi tahun 2014 -2016
Sumber: Susenas terbitan bulan Maret, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
*)
2015
*)
2016
*)
(Kg/Kap/Tahun)
Gambar 5.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga
di Indonesia, 2002 2013 serta prediksi 2014 2016
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33
Apabila ditinjau dari besarnya
pengeluaran untuk konsumsi bawang
merah bagi penduduk Indonesia tahun
2008 2012 secara nominal menunjukkan
peningkatan sebesar 16,85%, yakni dari
Rp. 21.274 per kapita pada tahun 2008
menjadi Rp. 36.344 per kapita pada tahun
2012 dan tahun 2013 meningkat cukup
tajam menjadi sebesar Rp. 70.028 per
kapita. Demikian juga setelah dikoreksi
dengan faktor inflasi, pengeluaran untuk
konsumsi bawang merah secara riil pada
tahun 2008 2013 mengalami fluktuasi
dengan kecenderunagn meningkat sebesar
13,92%. Hal ini menunjukkan bahwa
secara kuantitas, konsumsi per kapita
bawang merah penduduk Indonesia terjadi
peningkatan. Perkembangan pengeluaran
untuk konsumsi bawang merah nominal
dan riil dalam rumah tangga di Indonedia
tahun 2008 2013 secaraa rinci tersaji
pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.2.
Tabel 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi bawang
merah, 2008 - 2013
2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Nominal 21.274,29 28.470,00 30.868,57 44.008,57 36.343,57 70.027,86 32,02
2 IHK 116,84 125,24 164,31 165,13 150,69 223,77 15,73
3 Riil 18.208,05 22.732,35 18.786,79 26.650,86 24.118,10 31.294,57 13,92
Pengeluaran (Rupiah/kapita)UraianNo
Pertumbuhan
(%)
Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan: IHK (indeks Harga Konsumen) yang digunakan IHK Kelompok bumbu-bumbuan
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
(Rupiah/kapita)
Nominal Riil
Gambar 4.2. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi bawang merah nominal
dan riil dalam rumah tangga di Indonesia, 2008 2013
-
Buletin Konsumsi Pangan
34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
5.2. Perkembangan serta Prediksi
Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Per Kapita Bawang Merah di Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan
Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen
penyediaan terdiri dari produksi, impor dan
ekspor sementara komponen penggunaan
adalah bibit, tercecer dan tersedia sebagai
bahan makanan, besaran yang siap
tersedia sebagai bahan makanan inilah jika
dibagi dengan jumlah penduduk menjadi
ketersediaan per kapita dalam satu tahun.
Secara rinci penyediaan dan penggunaan
bawang merah tahun 2010 sampai dengan
2016 dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Berdasarkan NBM tahun 2012
penyediaan bawang merah adalah sebesar
673 ribu ton yang berasal dari produksi,
impor dan ekspor bawang merah,
penyediaan ini naik sekitar 0,25% di
bandingkan tahun 2011 sebesar 671 ribu
ton. Naiknya penyediaan bawang merah di
tahun 2012 terutama karena naiknya
produksi. Berdasarkan kajian NBM,
besarnya penyediaan bawang merah tahun
2012 ini sebagian besar merupakan
penyediaan untuk bahan makanan yaitu
sebesar 615 ribu ton, tercecer sekitar
0,23% dari penyediaan atau sebesar 56
ribu ton dan bibit tidak ada perubahan dari
penyediaan atau sebesar 2 ribu ton.
Prediksi tahun 2013, besarnya penyediaan
bawang merah mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 696
ribu ton atau naik sebesar 1,71%, dimana
dari jumlah tersebut digunakan untuk
bahan makanan sebesar 636 ribu ton,
tercecer 58 ribu ton dan bibit 2 ribu ton.
Penyediaan bawang merah
diprediksi akan mengalami kenaikan pada
periode 2014 2016, terutama karena
naiknya produksi dalam negeri. Tahun
2014 besarnya penyediaan adalah 711 ribu
ton, sementara tahun 2015 diperkirakan
sebesar 727 ribu ton atau rata-rata naik
sekitar 2,20% setiap tahunnya. Sebagian
besar penyediaan bawang merah adalah
digunakan untuk bahan makanan,
persentasenya lebih dari 90% dari
penyediaan, besarnya penggunaan bawang
merah untuk bahan makanan ini diprediksi
akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya konsumsi bawang merah di
masyarakat. Tahun 2014 sampai dengan
2016 diprediksi penyediaan bawang merah
yang siap dikonsumsi sebagai bahan
makanan berturut-turut besarnya 650 ribu
ton, 665 ribu ton dan 679 ribu ton,
kenaikannya secara rata-rata selama 3
tahun ini sebesar 2,20% setiap tahunnya.
Ketersediaan bawang merah per
kapita menurut NBM pada periode tahun
2010 2013 masing-masing sebesar 2,73
kg/kapita/tahun, 2,54 kg/kapita/tahun,
2,51 kg/kapita/tahun dan 2,56
kg/kapita/tahun. Sementara pada periode
2014 2016 angka ketersediaan diprediksi
cenderung meningkat dibandingkan tahun
2013, dimana pada periode ini
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35
ketersediaan bawang merah berkisar
antara 2,58, sampai 2,63 kg/kapita/tahun.
Perkembangan ketersediaan bawang
merah per kapita periode 2010 - 2016
dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Tabel 5.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan bawang merah tahun 2010 2013
serta prediksi tahun 2014 - 2016
2010 2011 2012*) 2013**) 2014**) 2015**) 2016**)
A. Penyediaan (000 Ton) 722 671 673 696 711 727 743
1. Produksi
- Masukan 1.049 893 964 975 993 1.011 1.029
- Keluaran 677 577 622 624 634 644 654
2. Impor 47 104 63 83 89 96 102
3. Ekspor 2 9 12 11 12 13 14
4. Perubahan Stok - - - - - - -
B. Penggunaan (000 Ton) 722 671 673 696 711 727 743
1. Pakan (ton) - - - - - - -
2. Bibit (ton) 2 2 2 2 2 2 2
3. Diolah untuk :
- makanan - - - - - - -
- bukan makanan - - - - - - -
4. Tercecer 60 56 56 58 59 61 62
5. Bahan Makanan 660 614 615 636 650 665 679
C. Ketersediaan 2,73 2,54 2,51 2,56 2,58 2,60 2,63
(kg/kapita/tahun)
No. UraianTahun
Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin
2,40
2,45
2,50
2,55
2,60
2,65
2,70
2,75
2010 2011 2012 2013** 2014** 2015** 2016**
(Kg/kapita/thn)
Gambar 5.2. Perkembangan ketersediaan bawang merah per kapita, tahun 2010 2012 serta prediksi tahun 2013 2016
-
Buletin Konsumsi Pangan
36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
5.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan
Per Kapita (NBM) Komoditas Bawang Merah
Konsumsi bawang merah per kapita
rumah tangga hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) menunjukkan angka
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
ketersediaan dari Necara Bahan Makanan
(NBM). Hal tersebut dikarenakan bawang
merah per kapita dalam rumah tangga
(Susenas) adalah riil yang dikonsumsi oleh
penduduk, sementara ketersediaan
bawang merah menurut NBM merupakan
angka yang perlu disediakan dengan
memperhitungkan jumlah penduduk dan
penyediaannya, sehingga penyediaannya
lebih besar dari pada riil bawang merah
yang dikonsumsi oleh rumah tangga,
kecuali tahun 2012 terjadi sebaliknya
(Tabel 5.3).
Tabel 5.3. Perbandingan konsumsi bawang merah perkapita dalam rumah tangga
(SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM), 2010- 2016
2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016*
Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 2,53 2,36 2,76 2,06 2,30 2,30 2,30
Ketersediaan, NBM 2,73 2,54 2,51 2,56 2,58 2,60 2,63
Selisih 0,20 0,18 -0,25 0,49 0,28 0,30 0,32
VariabelTahun (kg/kapita/tahun)
Sumber: Susenas, BPS dan Ketersediaan NBM, BKP-Kementan
Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin
5.4. Penyediaan Bawang Merah di
Beberapa Negara di Dunia
Berdasarkan data dari FAO, selama
lima tahun (2005-2009), rata-rata
penyediaan bawang merah dunia mencapai
63,27 juta ton. Kumulatif penyediaan
bawang merah kesepuluh negara ini
mencapai 65,73% dari total penyediaan
dunia. Menggunakan data rata-rata selama
lima tahun (2005-2009), tercatat bahwa
China merupakan negara terbesar
penyediaan bawang merah di dunia hingga
17,68 juta ton atau sebesar 27,94% dari
total penyediaan bawang merah dunia.
Negara terbesar ke dua adalah India
mencapai 10,04 juta ton atau sebesar
15,87%. Tiga Negara berikutnya
menyumbangkan total penyediaan bawang
merah dunia terbesar berturut-turut adalah
Amerika Serikat 5,12%, Rusia 3,27 dan
Pakistan 2,77%. Sementara lima negara
lainnya menyumbang kurang dari 2,55%
yaitu Iran, Turki, Jepang, Mesir dan Brazil.
Secara rinci persentase kontribusi total
penyediaan bawang merah ke sepuluh
negara terbesar di dunia dapat dilihat pada
Tabel 5.4 dan Gambar 5.3.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37
Tabel 5.4. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, 2005 2009
Share Kumulatif
2005 2006 2007 2008 2009 (%) (%)1 China 16.627.434 17.117.486 17.904.274 18.245.666 18.481.936 17.675.359 27,94 27,94
2 India 8.005.310 8.923.135 12.195.780 11.216.110 9.874.292 10.042.925 15,87 43,81
3 Amerika Serikat 3.123.526 3.065.844 3.528.736 3.223.969 3.266.612 3.241.737 5,12 48,94
4 Rusia 2.190.000 2.260.000 1.900.000 2.100.000 1.895.000 2.069.000 3,27 52,21
5 Pakistan 1.646.963 1.918.984 1.715.826 1.879.043 1.585.999 1.749.363 2,77 54,97
6 Iran 1.493.455 1.696.005 1.794.179 1.642.200 1.359.676 1.597.103 2,52 57,50
7 Turki 1.629.069 1.294.186 1.317.258 1.422.780 1.347.273 1.402.113 2,22 59,71
8 Jepang 1.372.284 1.379.459 1.415.334 1.379.648 1.292.336 1.367.812 2,16 61,87
9 Mesir 871.037 803.598 1.136.105 1.651.749 1.680.620 1.228.622 1,94 63,82
10 Brazil 1.023.916 1.211.314 1.224.270 1.230.359 1.360.668 1.210.105 1,91 65,73
25 Indonesia 679.034 731.621 745.153 80.871 899.038 627.143 0,99 66,72
Lainnya 19.521.997 20.165.810 20.212.996 21.791.781 22.597.619 21.055.645 33,28 100,00
Dunia 58.184.025 60.567.442 65.089.911 65.864.176 65.641.069 63.266.929
Ketersediaan (Ton)Rata-RataNegaraNo
Sumber : FAO diolah Pusdatin
27,94
15,87
5,12 3,27 2,77
2,52 2,22
2,16
1,94
1,91
0,99
33,28
China India Amerika Serikat Rusia
Pakistan Iran Turki Jepang
Mesir Brazil Indonesia Lainnya
Gambar 5.3. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, rata-rata 2005 2009
5.5 Ketersediaan Bawang Merah di
Beberapa Negara di Dunia
Rata-rata total penyediaan bawang
merah di atas belum mencerminkan
besarnya konsumsi atau ketersediaan
bawang merah per kapita. Hal ini karena
besarnya konsumsi atau ketersediaan
tergantung